SKRIPSI
OLEH
NUR AMALINA
NIM A1D115002
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Jambi
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh:
Nur Amalina
NIM A1D115002
Tim Penguji
Mengetahui Mengetahui
Dekan FKIP Univeritas Jambi Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Didaftarkan Tanggal :
Nomor :
MOTTO
-Imam Syafi’i-
Kupersembahkan skripsi ini untuk ayahanda dan ibunda tercinta yang dengan
perjuangan kerasnya telah mengantarkanku untuk meraih ilmu. Terimakasih atas
pengorbanan dan doa tulus yang tiada henti untuk keberhasilanku.
PERNYATAAN
NIM : A1D115002
Dengan ini menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi ini benar-benar karya
sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil penelitian pihak lain. Apabila di
kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini merupakan
jiplakan atau plagiat, saya bersedia menerima sanksi dicabut gelar dan ditarik
ijazah.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Nur Amalina
NIM. A1D115002
ABSTRAK
Hasil penelitian yang diperoleh dari data angket menunjukkan bahwa guru
sekolah dasar di kecamatan Pemayung memiliki pengetahuan etnolinguistik dalam
kategori sedang dengan persentase sebesar 56% yaitu sebanyak 10 dari 18 orang
guru. Hasil wawancara diperoleh hasil mengenai cara-cara guru dalam
menggunakan ilmu etnolinguistik di dalam kelas yang ditinjau dari 4 aspek yaitu:
1. menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran ; 2.
dengan cara menyisipkan bahasa daerah ke dalam pembelajaran secara spontan.
3. mengintegrasikan bahasa daerah dengan memberi contoh penggunaan kosa kata
dengan bahasa daerah; 4.engaitkan tema satu dengan tema lainnya.Hasil
wawancara mengenai kendala guru dalam mengimplementasikan ilmu
etnolinguistik dapat ditinjau dari lima aspek yaitu: 1. lingkungan peserta didik
yang merupakan masyarakat pendatang; 2. adanya perbedaan kemampuan atau
pengetahuan setiap peserta didik; 3. kurangnya pemahaman guru pada kosa kata
bahasa daerah karena terdapat guru yang berasal dari daerah pendatang;
4.terbatasnya pemanfaatan media pengembangan materi dalam
mengimplementasikan ilmu etnolinguistik; 5. Petunjuk penggunaan etnolinguistik
yang dimasukkan ke dalam pembelajaran belum disampaikan pada forum KKG.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
ini. Begitu pula kepada berbagai pihak yang telah membantu, dalam kesempatan
ini penulis sampaikan terima kasih terutama kepada Bapak Drs. Syahrial, M.Ed.,
bimbingan dan memotivasi penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini. Semua
sabar, tulus, dan ikhlas dalam membantu penyusunan proposal skripsi ini. Semoga
Bapak Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd selaku dosen FKIP Universitas
Jambi yang tulus dan ikhlas telah meluangkan waktu untuk membimbing,
menasehati penulis tetapi kritis dan cemerlang dalam berpikir telah menggugah
penulis untuk tidak menyerah memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang masih
muncul dalam penyusunan proposal skipsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa
kasih yang dalam. Semoga semuanya menjadi amal ibadah yang baik. Tidak lupa
ii
dosen Pembimbing Akademik yang dengan gurauannya yang hangat tetapi penuh
tentu berkat kerjasama beliau dengan Ketua dan Sekretaris jurusan Ilmu
Pendidikan, Wakil Dekan Bidang Akademik serta Dekan FKIP Universitas Jambi
terutama dalam proses perizinan studi pendahuluan awal proposal skripsi ini.
Secara khusus kepada orang tua tercinta yaitu Bapak Hery Batjo (Alm)
dan Ibu Helmiah serta Muhammad Rinaldi (Saudara) dan Hamdi Kurniawan
kasih sayang pada setiap langkah penulis dalam menuntut ilmu sehingga dapat
sahabat dan motivator pribadi yang selalu memberikan saran, dukungan dan
semangat serta selalu mendengarkan keluh kesah penulis pada saat penyusunan
Asa” dan telah menghantarkan penulis untuk bisa melanjutkan kuliah di jenjang
perguruan tinggi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ivv
DAFTAR TABEL................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viiiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 6
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORETIK
2.1 Mengenal Kearifan Lokal ................................................................. 9
2.2 Konsep Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Bahasa..................... 11
2.3 Ruang Lingkup Etnolinguistik........................................................ 14
2.4 Penerapan Etnolinguistik pada Pembelajaran di Sekolah Dasar .... 16
2.5 Penelitian Relevan .......................................................................... 25
2.6 Kerangka Berpikir .......................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................... 28
3.2 Pendekatan Penelitian ..................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 30
3.4 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 31
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 32
3.6 Teknik Uji Validitas Instrumen ...................................................... 38
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................... 40
3.8 Prosedur Penelitian ......................................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................ 47
4.2 Pembahasan .................................................................................... 62
iv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 77
5.2 Saran ............................................................................................... 78
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 79
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kisi-kisi Angket ............................................................................................ 34
3.2 Kisi-kisi Wawancara ..................................................................................... 37
3.3 Kisi-kisi Analisis Dokumen .......................................................................... 38
3.4 Rumus Kategorisasi ...................................................................................... 40
4.1 Nilai angket ................................................................................................... 47
4.2 Rumus Kategorisasi ...................................................................................... 48
4.3 Hasil Angket.................................................................................................. 48
4.4 Hasil Perhitungan SPSS ................................................................................ 49
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
viii
BAB I
PENDAHULUAN
content that has the potential for the realization of the goals (Kurikulum harus
Selanjutnya, Undang undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab X Pasal 36 ayat (2)
daerah, seperti kearifan lokal, budaya lokal, sumber daya alam, norma dan nilai-
1
2
“Kurikulum memuat perbedaan dan keragaman setiap daerah, agar setiap lulusan
agar peserta didik mempunyai kepribadian karakter bangsa yang bersumber dari
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan budaya bangsa. Saat ini
rangka melestarikan budaya khususnya kearifan lokal suatu daerah melalui jalur
programs and media content delivery is associated with the natural environment,
social environment, and cultural needs of the region and must be studied by
students in that area” (the Education Minister Decree No. RI. 0412/U/87 in
sosial dan kebutuhan budaya daerah dan harus dipelajari oleh siswa di daerah itu”
(Keputusan Menteri Pendidikan No. RI. 0412/ U/87 dalam Adilah 2013:614).
provinsi Jambi memiliki bahasa daerah yang dikenal dengan bahasa Melayu
masyarakat. Bahasa Melayu Jambi adalah sebuah bahasa yang memegang peranan
penting dalam sejarah Sumatera (Oktariza, 2:2017). Selain bahasa pada kearifan
lokal juga terdapat nilai religi, contohnya pada seloko adat sebagai pandangan
Kearifan lokal yang ditinjau dari bahasa memiliki peranan penting dalam
kehidupan karena bahasa dan budaya memiliki saling keterkaitan. Menurut Afini
(2015:45) menyatakan bahwa “bahasa dan budaya memiliki keterkaitan satu sama
lain karena untuk memahami budaya harus mengerti bahasanya terlebih dahulu
dan untuk mengerti bahasa maka harus paham tentang budayanya”. Tujuan
penggunaan bahasa daerah Jambi yaitu agar bahasa daerah dengan dialek melayu
Jambi dapat dilestarikan. Upaya ini dapat dilaksanakan melalui proses pendidikan.
otomatis dikenalkan pada warisan kebudayaan dari masyarakat mereka dan belajar
menyatakan bahwa
By the existence of local wisdom, the students would be easier to catch some
information related to prior values, then, synchronize the cultural values through
literary works. This also would affect the preservation of the local wisdoms that
have been agreed within the societies as the inheritance from the ancestors (Dengan
adanya kearifan lokal, para siswa akan mudah untuk menangkap beberapa informasi
terkait dengan nilai-nilai sebelumnya, kemudian menyinkronkan nilai-nilai
kebudayaan melalui karya sastra. Ini juga akan mempengaruhi pelestarian kearifan
lokal yang telah disepakati dalam masyarakat sebagai ketidaktahuan dari nenek
moyang).
disampaikan oleh dinas pendidikan. Selain itu, berdasarkan latar belakang dari
guru-guru tersebut, tidak semua guru berasal dari daerah Jambi karena terdapat
guru pendatang dari daerah lain sehingga guru tersebut kurang memiliki
berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru memahami wawasan
kearifan lokal itu sendiri. Guru yang kurang memahami kearifan lokal, cenderung
5
permasalahan.
penutur bahasa daerah akan punah dan akan terjadi krisis karakter. Selain itu,
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa dapat kehilangan jati diri seiring
dengan perkembangan teknologi dan pengaruh dari budaya asing yang masuk.
menjadikan siswa merasa bangga memiliki bahasa daerah. Sehingga, guru dapat
karakter. Guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif karena tugas
dengan mudah dalam memahami pembelajaran. Oleh sebab itu, penting bagi guru
adalah:
kecamatan Pemayung?
Pemayung ?
Batasan masalah pada penelitian ini yaitu hanya untuk pengetahuan guru
pada pembelajaran kelas rendah dan kelas tinggi di Sekolah Dasar kecamatan
Pemayung.
kecamatan Pemayung.
Pemayung.
7
ilmu etnolinguistik pada pembelajaran kelas rendah dan kelas tinggi di Sekolah
1. Manfaat Teoritis
di Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
yang diteliti.
mendalam dan lebih kompleks lagi terkait teori dan praktik pembelajaran ilmu
dapat lebih mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia pendidikan untuk menjadi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan refleksi
Kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata: kearifan (wisdom) dan
Local wisdom is part of culture. Local wisdom is traditional culture element thet
deeply rooted in human life and community that related with human resources,
sources of culture, economic, security and laws. Local wisdom can be viewed as a
tradition that related with arming activities, livestock build house etc (Kearifan
lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan lokal adalah unsur budaya tradisional
yang sangat berakar dalam kehidupan manusia dan masyarakat yang terkait dengan
sumber daya manusia, sumber budaya, ekonomi, keamanan dan hukum. Kearifan
lokal dapat dilihat sebagai tradisi yang terkait dengan kegiatan pemadatan,
peternakan membangun rumah dll).
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya tradisional yang menjadi identitas
terletak pada suatu lokalitas atau wilayah tertentu. Menurut Sudarmin (2014:26),
bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak
9
10
dan kemampuan sendiri”. Beberapa fungsi dari kearifan lokal menurut Sudarmin
Fungsi kearifan lokal diatas relevan dengan penelitian Sartini (2006), bahwa
lokalitas dan komunitas tertentu. Dalam masyarakat kita, kearifan lokal wujudnya
dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-
kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari.” Guru yang bijaksana harus
dapat menyelipkan nilai-nilai kearifan lokal dalam daerah atau suku bangsa
berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru memahami wawasan
kearifan lokal itu sendiri. Guru yang kurang memahami kearifan lokal, cenderung
kearifan lokal adalah guru mengalami lack of skill, akibatnya, para guru kurang
pepatah dan semboyan hidup yang berkaitan dengan tata nilai kehidupan yang
lahir dari kearifan lokal masyarakat tersebut merupakan pengetahuan yang ramah
lingkungan, selaras dengan alam, dan tidak menimbulkan dampak negatif pada
manusia”. Pengetahuan masyarakat yang lahir dari kearifan lokal ini akan melekat
yang berasal dari lingkungan masyarakatnya sendiri. Pendapat ini relevan dengan
12
teori How People Learn menurut (Bransford, et.al: 2000) yang menyatakan
bahwa :
1. Students come to the classroom with preconceptions about how the world
works. If their initial understanding is not engaged, they may fail to grasp the
new concepts and information that are taught, or they may learn them for
purposes of a test but revert to their preconceptions outside the classroom.
(Siswa datang ke kelas dengan prasangka tentang bagaimana dunia bekerja. Jika
pemahaman awal mereka tidak terlibat, mereka mungkin gagal untuk memahami
konsep dan informasi baru yang diajarkan, atau mereka dapat mempelajarinya
untuk tujuan tes tetapi kembali ke prakonsepsi mereka di luar kelas).
2. To develop competence in an area of inquiry, students must: (a) have a deep
foundation of factual knowledge, (b) understand facts and ideas in the context of
a conceptual framework, and (c) organize knowledge in ways that facilitate
retrieval and application. (Untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang
penyelidikan, siswa harus: (a) memiliki landasan pengetahuan faktual yang
mendalam, (b) memahami fakta dan ide dalam konteks kerangka konseptual, dan
(c) mengatur pengetahuan dengan cara yang memfasilitasi pengambilan dan
aplikasi).
3. A “metacognitive” approach to instruction can help students learn to take
control of their own learning by defining learning goals and monitoring their
progress in achieving them. (Pendekatan "metakognitif" terhadap instruksi dapat
membantu siswa belajar mengendalikan pembelajaran mereka sendiri dengan
mendefinisikan tujuan pembelajaran dan memantau kemajuan mereka dalam
mencapainya).
peserta didik yang datang ke sekolah tidak dengan kepala kosong, melainkan
Pengetahuan yang sudah dimiliki ini seharusnya sudah menjadi tugas dan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa tersebut dengan ilmu baru yang akan
dipelajarinya. Peserta didik harus dibekali pengetahuan tentang prosedur dan fakta
dalam konteks nyata yang berasal dari lingkungan peserta didik. Selain itu, peserta
belajarnya sendiri. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat dengan mudah dalam
peserta didik akan belajar dengan baik apabila mereka dapat membawa
(Rusman, 2015:49).
bahasa sangatlah tepat untuk mengangkat kearifan lokal karena melalui bahasa
khazanah kedaerahan yang tentu saja merupakan warna lokal yang termasuk
berasal dari kata ethnos yang berarti suku bangsa dan linguistik yang berarti ilmu
bahasa yang berkaitan dengan unsur atau masalah kebudayaan suku bangsa dan
tujuan mendapat pengertian ihwal sejarah dan proses evolusi serta penyebaran
antara bahasa dan budaya masyarakat. Hal ini relevan dengan pendapat Dinawati
bahasa dan kebudayaan yang mengacu pada budaya masyarakat sebagai sarana
yang mempelajari tentang bahasa dan kebudayaan sebagai alat komunikasi. Ilmu
mempunyai tulisan tetapi yang sudah mempunyai tulisan pun dapat dikaji
antara bahasa dan kebudayaan yang berpatokan pada tiga kata kunci, yakni: (1)
masyarakat/guyub, baik guyub tutur maupun guyub budaya; (2) cara berinteraksi;
dan (3) nilai budaya. Guyub berbeda memperlihatkan cara berinteraksi yang
”Kajian etnolinguistik dapat dibagi menjadi dua yaitu kajian linguistik yang
memberikan sumbangan bagi etnologi, yaitu kajian yang mempunyai maksud untuk
mengetahui lebih dalam kebudayaan suatu masyarakat yang tersimpan maka
dibutuhkan bahasa sebagai pengungkapnya. Selanjutnya kajian etnologi yang
memberikan sumbangan kepada linguistik dimana ketika konteks suatu kata muncul
dengan konteks sosial budaya masyarakat pemilik bahasa yang beraneka ragam.”
15
saja menjadi milik nasional tetapi oleh UNESCO (United Nations Educational,
kebudayaan, bahasa dinyatakan sebagai warisan dunia (world heritage). Hal lain
yang juga penting untuk diingat bahwa bahasa menyimpan nilai budaya sebuah
kelompok etnik yang berpengaruh terhadap tingkah laku anggota kelompok itu.
adalah cabang linguistik mengenai bahasa dalam konteks budaya tertentu. Dengan
dan kebudayaan, yaitu bahasa sebagai sistem kognitif dan manifestasinya dalam
di manapun berada.
perkembangan IPTEK saat ini, telah menelan kebudayaan tradisional yang sema-
dan minimnya jumlah les yang ditawarkan serta minimnya peranan pendidikan
menciptakan dan menghasilkan kurikulum dan silabus yang sesuai dan mampu
sistem pendidikan yang tepat diterapkan bagi siswa Sekolah Dasar sebagai
berbagai cara yang dapat digunakan. Menurut Sutarno (2008) ada empat macam
17
Sementara itu Sutarno (2008) menuliskan ada tiga macam model pembelajaran
implementasi yaitu:
yang dimiliki guru tentang bahasa daerah yang berhubungan dengan pembela-
jaran. Menurut Pusat Kurikulum dalam Sutjipto (2015:326) berikut ini bahan
relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wuri Wuryandari (2010)
bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh guru di sekolah untuk menanamkan
rasa cinta terhadap budaya lokal adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai
kearifan lokal dalam proses pembelajaran di sekolah. Salah satu contoh aplikasi
lingkungan siswa yang dekat dengan sungai Batanghari serta mata pencaharian
orang tua siswa yang sebagian besar sebagai nelayan dan petani, terdapat jenis
ikan salah satunya ikan patin yang merupakan andalan daerah tersebut. Maka guru
dalam pembelajaran bisa memanfaatkan tema “Ikan”. Tema ini bisa diintegrasikan
ikan patin. Pada aspek etnolinguistik dapat dikaji melalui penggunaan bahasa
untuk satuan berat yang digunakan oleh masyarakat daerah setempat seperti istilah
19
semato untuk menyatakan 100 gram. Selain itu dalam budidaya ikan, diperlukan
penggunaan istilah depo untuk pengukuran terhadap tanah serta istilah tumbuk
dikaji melalui pengolahan ikan patin tersebut dapat dijadikan olahan makanan
melalui fermentasi.
panggung. Rumah adat khas Jambi ini disebut dengan rumah adat Kajang Leko.
tradisi masyarakat Jambi. Terdapat tradisi adat masyarakat yang dikenal dengan
istilah bekarang. Tradisi tahunan ini dilakukan ketika air payau mulai mengering
menangkap ikan liar dalam lumpur dengan menggunakan alat yang terbuat dari
5. Muatan Pelajaran PPKn: siswa diminta untuk menjelaskan hak dan kewajiban
dalam memelihara sungai agar lingkungan tetap terjaga dan budidaya ikan dapat
terus dilakukan.
mengerti dan memahami pembelajaran. Contoh di atas merupakan salah satu cara
lokal ini diharapkan nilai nasionalisme siswa terhadap budaya lokalnya akan dapat
tradisi tutur atau ungkapan tradisional daerah melayu Jambi seperti seloko adat,
petatah petitih, cerita rakyat, syair khas daerah Jambi seperti syair H. Syukur.
Contoh etnolinguistik yang ditinjau dari petatah petitih masyarakat seberang kota
petitih Masyarakat Seberang Kota Jambi oleh Aswin Saputra (2016) yaitu :
dapat disisipkan pada saat pembelajaran ketika guru memberikan nasihat kepada
siswa.
21
bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia (ayat
1) namun, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap
keterampilan tertentu (ayat 2). Guru dalam proses belajar mengajar diperbolehkan
kurang fasih dalam berbahasa Indonesia (Sari, 2015:200). Selain itu, dengan
pembelajaran.
menganggap guru lebih mengerti dunia mereka yang masih menggunakan bahasa
ibu atau bahasa daerah dalam berinteraksi dengan orang lain (Sari, 2015:203).
diversity” siswa dapat menimbulkan stres dan frustasi karena pendidik tidak dapat
akan berakibat munculnya sikap negatif anak terhadap materi yang diberikan
Salah satu faktor penyebab siswa sulit berkomunikasi adalah siswa kurang
memahami isi pembicaraan guru karena kurangnya perbendaharaan kata pada
siswa. Siswa akan lebih memahami isi pembicaraan guru yang tidak terlalu formal
menggunakan bahasa Indonesia,akan tetapi menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerahnya.
daerah tertentu maka akan terbentuk suatu komunikasi yang konstan pada
disekitarnya, dan mampu menolong orang tuanya dan dirinya sendiri dalam
Pembelajaran
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa penyebab salah satunya yaitu latar
belakang budaya. Rosita, dkk (2006:38) “Latar belakang budaya anak terutama
bahasa daerah harus menjadi kekuatan yang dapat mempengaruhi dia dalam
Banyak peserta didik yang berasal dari Jawa, sehingga bahasa yang digunakan
yaitu bahasa daerah Jawa yang mereka dapatkan dari keluarga. Maka dari itu,
bahasa ibu berhubungan erat dengan bahasa daerah di mana seorang individu
lahir, besar dan tinggal (Ibda, 2017:198). Hal ini menyebabkan etnolinguistik
yang peserta didik dapatkan antara di lingkungan keluarga dan sekolah berbeda.
23
Rosita, dkk (2006:39) Pada anak didik yang mempunyai latar belang keluarga
bukan daerah lingkungan tersebut tentunya harus belajar banyak supaya dapat
dapat terus eksis dalam lingkungan barunya tersebut. (Rosita dkk, 2006: 38).
Salah satu faktor penyebab siswa sulit berkomunikasi adalah siswa kurang
memahami isi pembicaraan guru karena kurangnya perbendaharaan kata pada siswa.
Siswa akan lebih memahami isi pembicaraan guru yang tidak terlalu formal
menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerahnya
Oleh sebab itu,sudah menjadi tugas guru untuk mengembangkan pengetahuan dan
potensi diri khusunya dalam mengeksplor etnolinguistik ini. Guru juga harus
Tahun 2003 Pasal 39 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
“Guru yang professional adalah guru yang mempunyai banyak ilmu dan
pengalaman yang mampu merancang, mengelola pembelajaran, dengan tugas
utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
24
professional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan maksimal baik dalam hal merencanakan dan melaksanakan proses
pelatihan. Salah satu kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang guru yamg
dikembangkan berbasis pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, guru harus
2. Teachers need to learn about the science of folklore, village philosophers and
scholars into combination of lokal wisdom (Guru perlu belajar tentang ilmu cerita
rakyat, filsuf desa dan ilmuwan menjadi kombinasi kebijaksanaan lokal).
3. Teacher should seek more knowledge and learn different ways drom the visiting
other schools to guide their development and development of the school for the
better (Guru harus mencari lebih banyak pengetahuan dan belajar cara yang
berbeda dari mengunjungi sekolah lain untuk membimbing pengembangan dan
pengembangan sekolah mereka menjadi lebih baik).
4. In the teaching and learning of one subject in particular. Teachers should
pulled lokal wisdom potential to participate as a guest speaker or consultant.
Should mobilize personnel group of person who understand the lokal
organizations such as the monks to teaching and learning as much as possible
(Dalam pengajaran dan pembelajaran satu topik pada khususnya. Guru harus
menarik potensi kearifan lokal untuk berpartisipasi sebagai pembicara tamu atau
konsultan. Harus memobilisasi personel personel orang yang mengerti organisasi
lokal seperti biksu untuk belajar dan mengajar sebanyak mungkin).
5. Teachers should provide a variety of teaching and learning process. Should not
be taken but only school textbooks (Guru harus menyediakan berbagai proses
belajar mengajar. Sebaiknya tidak diambil hanya dari buku teks sekolah).
pembelajaran.
Penelitian relevan yang sesuai dengan konteks pada penelitian ini yaitu
terdapat penelitian relevan yang dikaji berdasarkan nilai kearifan lokal dalam
telah dilakukan mengenai nilai kearifan lokal adalah yang telah dilaksanakan oleh
Wuri Wuryandari (2010) yang berjudul Integrasi Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam
penelitian menunjukkan bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh guru di sekolah
26
untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya lokal adalah dengan cara
ini adalah contoh petatah petitih masyarakat seberang kota Jambi yaitu: Makan
seukur perut, berpakaian seukur badan (Tidak boleh berlebih-lebihan); Kalu jalan
dipeliharo kaki, kalu bejalan peliharo lida (Berhati- hati dalam pergaulan sehari-
hari); Motong kayu dengan pisau, motong bawang dengan parang (Pekerjaan
yang sia-sia).
petitih dalam masyarakat seberang kota Jambi, sedangkan penelitian ini tentang
yang dimiliki guru tentang bahasa daerah yang berhubungan dengan pembela-
daerah yang dimiliki oleh peserta didik yang dikaitkan dengan pembelajaran yang
dipelajari di sekolah. Dengan begitu peserta didik dapat dengan mudah dalam
memahami pembelajaran.
disesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan yaitu pada semester ganjil tahun
ajaran 2018/2019.
use of qualitative and quantitative approaches, and the mixing of both approaches
suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,
memiliki dua jenis data yaitu data pertama data kuantitatif. Data yang dikumpul-
28
29
kan adalah data tentang sejauh mana guru memiliki penge-tahuan tentang ilmu
Pemayung.
memerlukan data kualitatif yaitu data tentang cara-cara guru dalam mengimple-
kelas tinggi. Data ini dikumpulkan dengan teknik wawancara. Selain itu
digunakan analisis dokumen berupa RPP yang digunakan guru untuk melengkapi
dan memperkuat data hasil angket dan wawancara agar hasil penelitian dapat lebih
kredibel/dapat dipercaya.
Sequential
Explanatory Design
Tipe
Sequential
Penelitian Sequential
Ekplaratory Design
Kombinasi
Transformative
Design
Gambar
explanatory dicirikan dengan pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada
tahap pertama dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada
tahap ke dua, guna memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada
Researchers can also integrate the data from both studies in this explanatory
mixed methods design at the data interpretation stage by allowing for the
comparison of research findings, especially if the two studies have utilized similar
questions of interest to the research question. This would serve to increase the
validity of the qualitative results and potentially provide a more complex
understanding of qualitative results when an apparent contradiction exists.
(Peneliti juga dapat mengintegrasikan data dari kedua studi dalam desain metode
campuran penjelasan ini pada tahap interpretasi data dengan memungkinkan untuk
perbandingan temuan penelitian, terutama jika dua penelitian telah menggunakan
pertanyaan yang sama yang menarik untuk pertanyaan penelitian. Ini akan
berfungsi untuk meningkatkan validitas hasil kualitatif dan berpotensi memberikan
pemahaman yang lebih kompleks dari hasil kualitatif ketika kontradiksi yang nyata
ada).
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016). Populasi pada penelitian ini
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah guru kelas rendah dan kelas
tinggi dari 3 sekolah dasar yaitu di SD Negeri No. 180/I Ture, SD Negeri No.
82/I Serasah dan SD Negeri No. 51/I Simpang Kubu Kandang dengan jumlah
adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama
bagi setiap unsur/populasi untuk dipilih menjadi sampel”. Adapun teknik sampel
yang digunakan adalah jenis purposive sampling. Cohen (2005) “they build up
sample that is satisfactory to their specific need. As its name suggests, the sample
has been chosen for a sepecific purpose” (Mereka membangun sampel yang baik
untuk kebutuhan khusus mereka. Seperti namanya, sampel telah dipilih untuk
dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan pada tingkatan, random atau
Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling cukup baik karena sesuai
sampel karena sesuai dengan kriteria dan tujuan penelitian. Pertimbangan atau
3. Guru kelas rendah dan guru kelas tinggi sekolah dasar di kecamatan
Pemayung.
Dasar.
berupa angket.
1. Kuesioner (Angket )
pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subyek baik secara
kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan kuesioner tak berstruktur atau
yang jumlah item dan alternatif jawaban maupun responnya sudah ditentukan,
penggunaan kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup pada penelitian ini karena
bersifat langsung untuk diproses dan dianalisis. Cohen (2005) berpendapat tentang
Tabel 3.1 Kisi- kisi Angket Pemahaman Guru Sekolah Dasar tentang Ilmu Etnolinguistik
Instrumen angket diadopsi dari Asrial dan Syahrial (2018). Format angket
1. Wawancara
between two or more people on a topic of mutual interest, sees the centrality of
pandangan antara dua atau lebih orang pada topik yang saling menguntungkan,
adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”. Jadi,
yang dimaksud dengan wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua
pihak yaitu pewawancara (interview) dan orang yang memberikan jawaban atas
dasarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu: (1) sebagai
metode primer, (2) sebagai metode pelengkap, dan (3) sebagai kriterium”. Pada
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur”. Pada penelitian ini, jenis
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data”. Pertanyaan dan alternatif jawa-
ban yang diberikan kepada responden terlebih dahulu telah ditetapkan oleh
berikut.
The structured interview is one in which the content and procedures are organized
in advance. This means that the sequence and wording of the questions are
determined by means of a schedule and the interviewer is left little freedom to
make modifications. Where some leeway is granted her, it too is specified in
advance. It is therefore characterized by being a closed situation. (Wawancara
terstruktur adalah wawancara dimana konten dan prosedur diatur sebelumnya. Ini
berarti bahwa urutan dan kata-kata pertanyaan ditentukan dengan cara jadwal dan
pewawancara dibiarkan sedikit kebebasan untuk melakukan modifikasi. Dimana
beberapa kelonggaran diberikan kepadanya, itu juga ditentukan sebelumnya. Oleh
karena itu ditandai dengan situasi tertutup.)
Pada penelitian ini, responden adalah guru kelas rendah dan kelas tinggi di
Tabel 3.2 Kisi- kisi Wawancara Pemahaman Guru Sekolah Dasar tentang Ilmu
Etnolinguistik
lampiran 2.
2. Analisis Dokumen
cara pengumpulan data yang dilakukan dengan menganalisis isi dokumen yang
Widoyoko (2012) menyatakan bahwa “data yang diperoleh dari analisis dokumen
dapat digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer yang
analisis dokumen untuk memperkuat data hasil penelitian dari angket dan
RPP.
38
Tabel 3.3 Kisi- kisi Analisis Dokumen Pemahaman Guru Sekolah Dasar tentang Ilmu
Etnolinguistik
Instrumen analisis dokumen diadopsi dari Asrial dan Syahrial (2018). Format
Pada penelitian ini, teknik uji validitas instrumen yang digunakan adalah
validitas isi yang dilakukan sesuai dengan keutusan ahli (expert judgement).
indikator butir, melihat kebenaran konsep butir soal, melihat kebenaran isi,
kebenaran kunci (pada tes), bahasa dan budaya”. Selanjutnya, menurut Widoyoko
dan materi atau bahan yang ingin diukur”. Menurut Bernard (2006) menyatakan
39
instrumen memiliki konten yang sesuai untuk mengukur konsep yang kompleks
berikut:
Content validity, as the name suggests, tries to assess whether the content of the
measurement technique is in consonance with the known literature on the topic. It
can easily be estimated from a review of the literature on the concept/construct
topic or through consultation with experts in the field of the concept. Thus, this
process ensures that the researcher has covered all the conceptual space. Content
validity is usually established by content experts. (Validitas isi, seperti namanya,
mencoba untuk menilai apakah isi teknik pengukuran selaras dengan literatur yang
diketahui tentang topik tersebut. Ini dapat dengan mudah ditaksir dari tinjauan
literatur tentang topik konsep/konstruk atau melalui konsultasi dengan para ahli di
bidang konsep. Dengan demikian, proses ini memastikan bahwa peneliti telah
mencakup semua ruang konseptual. Validitas konten biasanya ditetapkan oleh ahli
konten.)
Pada penelitian ini, pengujian validitas isi harus sesuai dengan konten
yang diteliti yaitu pengetahuan awal guru Sekolah Dasar mengenai etnolinguistik.
variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item)
Teknik analisis data yang digunakan yaitu pada data kuantitatif dan data
kualitatif.
bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat
bantuan software SPSS Statistics 20. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
Rumus :
Mean =
Standar Deviasi =
Kategorisasi Rumus
Rendah X ≤ Mean – 1.5 x SD
Sedang Mean – 1.5 x SD < X ≤ Mean + 1.5 x SD
Tinggi Mean + 1.5 SD < X
Sumber : Azwar (1993)
41
a. Tabel
Menurut Sugiyono (2014:30), “setiap tabel berisi judul tabel, judul setiap
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”. Penelitian ini
menggunakan analisis model Miles and Huberman. “Aktivitas dalam analisis data,
2016:404)”.
dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti
dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut. Selanjutnya oleh Miles dan Huberman disarankan agar dalam
melakukan display data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik,
matrik, network (jaringan kerja) dan chart (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini,
Pemayung.
yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan gelap, sehingga
43
setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini dapat berupa hubungan kausal atau
data dan sumber data disebut sebagai triangulasi (Sugiyono, 2016). Penelitian ini
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk memperoleh data dari sumber
angket, wawancara dan analisis dokumen pada sumber data yang sama. Data yang
diperoleh dari hasil angket disesuaikan dengan data hasil wawancara kemudian
disesuaikan lagi dengan data hasil analisis dokumen. Sehingga hasil dari studi
Wawancara strategi
Analisis
Dokumen dan kendala guru
Awal dalam mengimplemen-
tasikan pengetahuan
etnolinguistik.
Wawancara
awal Analisis
Dokumen (RPP)
Analisis
Pengetahuan
Analisis pengetahuan Etnolinguistik
guru dan Guru Sekolah
implementasi Dasar di
Angket pembelajaran tentang Kecamatan
pengetahuan guru etnolinguistik
tentang etnolinguistik Pemayung
penelitian ini :
dokumen awal. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data awal mengenai
pengetahuan guru tentang etnolinguistik pada kelas rendah dan kelas tinggi di
angket pengetahuan guru tentang etnolinguistik pada kelas rendah dan kelas
dengan menggunakan uji validitas data yaitu uji valididtas isi, uji validitas
konstruk dan uji validitas eksternal. Selanjutnya pada teknik analisis data,
guru tentang etnolinguistik pada pembelajaran kelas rendah dan kelas tinggi di
berupa RPP. Instrumen wawancara dan analisis dokumen diuji terlebih dahulu
dengan menggunakan teknik uji validitas data yaitu uji validitas isi dan uji
model Miles and Huberman yang terdiri atas tahap reduksi data, penyajian
beda (angket, wawancara dan analisis dokumen) untuk memperoleh data dari
4. Data yang diperoleh dari hasil angket disesuaikan dengan data hasil
etnolinguistik pada kelas rendah dan kelas tinggi di Sekolah Dasar kecamatan
untuk diimplementasikan pada kelas rendah dan kelas tinggi di Sekolah Dasar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pada penelitian ini terdiri atas data hasil kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil angket dan data kualitatif diperoleh
sekolah dasar negeri kecamatan Pemayung. Dari 18 guru yang dijadikan sampel
Tabel 4.1 Nilai angket pengetahuan etnolinguistik guru sekolah dasar di kecamatan
Pemayung
Kategorisasi Rumus
Rendah X ≤ Mean – 1.5 x SD
Sedang Mean – 1.5 x SD < X ≤ Mean + 1.5 x SD
Tinggi Mean + 1.5 SD < X
Sumber : Azwar (1993)
Data yang diperoleh dari hasil angket yang telah disebarkan kepada 18
Instrumen angket terdiri atas 14 item pernyataan. Data yang diperoleh dari angket,
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram piechart. Perhitungan statistik yang
digunakan yaitu mean, standar devasi dan perhitungan persentase. Hasil angket
pengetahuan guru tentang etnolinguistik yang telah diolah dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Angket Pengetahuan Etnolinguistik Guru Sekolah Dasar di Kecamatan
Pemayung
Total 18 100 %
49
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan SPSS Data Angket Pengetahuan Etnolinguistik Guru Sekolah
Dasar di Kecamatan Pemayung
Kategori
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Rendah 4 22.2 22.2 22.2
Sedang 10 55.6 55.6 77.8
Valid
Tinggi 4 22.2 22.2 100.0
Total 18 100.0 100.0
22% 22%
Tinggi
Sedang
Rendah
56%
Berdasarkan gambar pada grafik di atas, hasil yang diperoleh dari data
etnolinguistik tinggi sebanyak 4 dari 18 guru dengan persentase 22%, sedang 56%
dengan total 10 dari 18 guru, rendah sebanyak 4 dari 18 guru dengan persentase
22%. Hal ini menunjukkan bahwa guru sekolah dasar di kecamatan Pemayung
persentase kategori sedang sebesar 56% yaitu sebanyak 10 dari 18 orang guru.
50
Narasumber pada penelitian ini adalah guru kelas rendah dan guru kelas tinggi di
sekolah dasar negeri kecamatan Pemayung dengan jumlah 18 guru. Adapun inisial
nama dari narasumber adalah Zn, Er, Ms, Mh, Js, MH, Li, Na, ND, Sy, Im, Mi,
FU, Pi, Si, Sn, Me dan MB. Hasil wawancara mengenai cara-cara guru
bahasa daerah secara spontan saja. Bahasa daerah (kearifan lokal) pernah
(disisipkan). Kalau kelas rendah dominan bahasa daerah, kalau tinggi bahasa
daerah dengan cara spontan dalam pembelajaran juga dilaksanakan oleh guru
Jambi sama dengan bucu. Secara spontan saja penggunaan bahasa daerah”. Cara
ini juga diterapkan oleh guru berinisial Na yang memaparkan sebagai berikut.
51
Bahasa daerah sudah diterapkan di kelas ini. Namun tidak sepenuhnya. Jika
dihitung persentase sekitar 25%. Anak itu saja banyak yang kurang mengetahui
bahasa daerah karena rata-rata berasal dari daerah pendatang. Seperti tadi bahasa-
bahasa daerah secara garis besar saja. Jadi cara Ibu dalam memasukannya ke
dalam pembelajaran secara sedikit-sedikit saja yang mengerti di Ibu. Dengan
menyisipkannya dalam pembelajaran (Wawancara pada tanggal 6 Desember
2018).
Kalau kelas rendah lebih dominan bahasa daerah karena belum bisa menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar lebih kepada bahasa sehari-hari. Kalau
kelas tinggi bisa membedakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sesekali
menggunakan bahasa daerah sesekali dengan bahasa Indonesia, untuk
meningkatkannya lagi kebanyakan bahasa daerah.
Menurut guru dengan inisial MB, penyisipan bahasa daerah juga dimasukkan ke
berikut:
Misalnya kalau kita belajar sesuaikan dengan itu. Kadang anak tidak mengerti
dengan bahasa Indonesia kita bawa ke bahasa daerah. Di selang-selingin begitu.
Jadi, tidak seluruhnya menggunakan bahasa daerah. Disisipkan seperti itu. Untuk
penerapannya di kelas tinggi sama saja. Misalnya kalau di kelas rendah cerita
daerah belum bisa, Kalau cerita daerah itu dikelas tinggi seperti kelas 4, 5, 6.
Kalau sudah disuruh membaca buku perpustakaan. Kalau kelas 2 itu belum bisa
itu. Kalau kelas rendah belum bisa diceritakan cerita daerah. Budaya-budaya itu.
Kalau ini misalnya dengan bahasa ini buat cerita-cerita bergambar. Di buku itu
kan ada cerita-cerita bergambar. Ini sedang apa. Ini sedang apa. Misalnya anak-
anak itu disuruh melihat gambar. Jika dia tidak tahu baru diberi tahu. Jadi kita
sampaikan dengan bahasa daerah. Penyampaiannya menggunakan bahasa daerah.
(Wawancara pada tanggal 3 Desember 2018).
52
Kalau di dalam kelas tidak terbatas karena ada kosa kata-kosa kata bahasa. Dalam
bacaan itu kan ada beberapa kata yang daya paham anak itu mengerti dengan
menggunakan bahasa daerah. Untuk etnolinguistik boleh juga diterapkan di luar
kelas seperti pada saat di halaman jam anak istirahat, jam anak bermain. Kalau di
luar kelas diadakan diskusi kecil (Wawancara 4 Desember 2018).
Pertama kalau misalnya kelas tinggi ada istilah yang tidak diketahui anak tentang
materi pembelajaran, maka kita berikan dalam contoh bahasa setempat misalnya
bahasa bakunya apa kemudian bahasa daerahnya apa biar anak mengerti ini
bahasa daerahnya dan ini bahasa bakunya. Umumnya kalau kelas rendah anak-
anak masih pakai bahasa Ibu, jadi bahasa yang dibawa itu bahasa-bahasa
rumahnya sendiri. Tapi untuk kelas tinggi ini sudah ada perkembangan dalam hal
bahasa. Jadi anak- anak kelas tinggi sudah mulai memahami bahasa baku, bahasa
Indonesia namun tetap bercampur dengan bahasa ibunya.Strateginya ya itu tadi,
kita membawa pembelajaran secara umum dahulu nanti kita tanyakan kira-kira
dimana yang tidak mengerti dari pembelajaran tadi, tentang materi tadi boleh
digunakan bahasa daerah untuk bertanya. Ya, bisa kedua-duanya. Bisa di dalam
kelas bisa di luar kelas. Tergantung dengan situasinya.Ya. Kalau di dalam kelas
itu kita gunakan sebagai pengantar dalam pembelajaran (Wawancara 5 Desember
2018).
Sebenarnya bahasa ibu ini kalau untuk di Jambi ini dimana tempat pun tetap ada,
apalagi orang asli sini. Bahasa sehari-harinya campur aduk. Kalau saya sendiri
sering menggunakan bahasa daerah untuk membangkitkan semangat anak.
Contohnya suatu benda, bahasa jawanya caluk bahasa Jambinya terasi. sebab
disini berasal dari berbagai daerah. Jadi sedikit-sedikit saya menggunakan bahasa
dalam pembelajaran terkadang sering menggunakan bahasa ibu ini. Jadi, disini
kita bisa mengubah kata, tapi kalau kalimat tidak bisa. Pada umumnya bahasa
Indonesia adalah bahasa melayu apalagi Jambi. Jadi, di kelas kalau dengan anak
itu per kata bisa di ubah ke bahasa daerah, kalau per kalimat tidak (wawancara
pada tanggal 10 Desember 2018).
Iya maksudnya gini, ibu lihat materinya juga. Kira-kira nanti materinya
sesuai tidak dengan bahasa daerah ini begitu, kan tidak semua pembelajaran
itu dimasukkan. Jadi kalau menurut ibu sesuai materi. Kalau misalnya nanti
dibilang seloko, memang ada nanti materinya. Maksudnya bukan materi
seloko, misalnya pantun nanti anak akan diberikan pantun apa yang pernah
kamu dengar. Ibu suruh anak mencari di rumah terlebih dahulu. Tanyakan
kepada orang tua misalnya jika ada pesta, acara seloko nya apa. Lalu
tanyakan apakah orang tua mu mengetahuimu. Jadi anak yang mencari
(Wawancara 4 Desember 2018).
etnolinguistik dengan cara memberikan contoh juga diterapkan oleh guru dengan
Ya pasti pernah lah, pertama sekali membaca, setelah membaca kita mengatakan
nak ini ada pantun daerah kalau bahasa Jambi ini namanya seloko, sering dak nak
kita dengar di tempat penganten. Di antara murid kami ada bapaknya yang tukang
seloko. Kalau di kelas rendah seperti kelas I banyak bermain dari pada belajar,
bagaimana mengusahakan siswa senang dengan kita dan menjadi guru yang
dirindukan. Permainan kelereng, Jadi saya mengenalkan bahwa bahasa daerahnya
kelereng adalah ekal, seperti itu. Pengenalan bahasa daerah. Sebelum masuk
kegiatan inti pembelajaran, kita harus mengenalkan dahulu baru kegiatan inti
seperti memperkenalkan permainan atau cerita atau tentang seloko. Cara
menjelaskannya harus campur dengan bahasa daerah, namun yang diutamakan
bahasa indonesia ini. Menyampaikan pembelajaran dengan bantuan bahasa daerah
bagi anak yang tidak begitu paham bahasa Indonesia (Wawancara pada tanggal 6
Desember 2018)
Contoh ilmu etnolinguistik selain seloko, guru juga mengenalkan cerita maupun
pada pembelajaran di kelas. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh guru
pahlawan Jambi”.
54
etnolinguistik seperti yang dipaparkan oleh guru dengan inisial MB berikut ini.
Contohnya, misalnya bahasa daerah itu kan kalau ons= mato. Jadi kalau saya
bilang sebenarnya mato itu kan bahasa Jambi. Ons itu kan bahasa Indonesia. Jadi
1 ons= 100 gram. Itu yang sering saya ajarkan anak-anak. Ada lagi satu Hun di
Medan= 1 ons. Jadikan beda daerah pengertiannya beda. Pernah saya ajarkan itu
misalnya 1 kg= 10 mato. Anak-anak ini kan kalau di bilang 1 ons dia bingung.
Jadi pernah pelajaran matematika tadi kalau bahasa Jambi, orang tua menyuruh
pergi dulu ke warung beli tempoyak misalnya 1 mato. Jadi 1 mato itu sama
dengan 1 ons dalam bahasa Indonesia, kalau bahasa di Medan itu 1 hun. Kadang-
kadang kalau di ajakan 1 ons langsung anak tidak mengerti. Jadi saya jelaskan
dahulu (Wawancara pada tanggal 29 November 2018).
daerah pada saat penjelasaan pembelajaran diterapkan oleh guru dengan inisal FU
dengan inisial Me berikut ini “Strategi, kita lihat materi. Cakupan materinya.
Hanya dari situ saya dapat melihat dari mana kita harus memulai menggunakan
55
bahasa daerah. Harus sesuai keadaan juga apa yang harus disampaikan itu apa”
bahwa :
Khususnya bahasa daerah, saya biasa menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
pengantar dalam pembelajaran, karena mereka dengan adanya bahasa daerah
mereka cepat memahami. Setelah itu baru bahasa Indonesia kita ajarkan. Baru kita
benarkan bunyi intonasi bahasa, agar mereka walaupun orang daerah tetapi bahasa
indonesia nya tetap baik.
selama ini dari atasan kan belum pernah menyampaikan bahwa harus disampaikan
kearifan lokal disini, kan tidak pernah” (Wawancara pada tanggal 10 Desember
2018).
daerah pada saat kegiatan inti pembelajaran yaitu pada saat memberikan
kosa kata dengan bahasa daerah; 4. Mengaitkan tema satu dengan tema lainnya.
56
dikumpulkan melalui analisis RPP. Setelah dilihat dari wawancara, peneliti juga
memperkuat data hasil angket dsn wawancara agar hasil penelitian dapat lebih
menggunakan etnolinguistik.
pembelajaran.
orang guru yang melengkapi dokumen RPP tersebut ditemukan hanya 1 orang
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, penutup, serta penilaian, guru tersebut tidak
salah satu kendala yang dihadapi oleh guru. Peserta didik yang merupakan
Sebagaimana yang dipaparkan oleh guru dengan inisial Zn berikut ini: “Disini
banyak anak yang berasal dari Jawa sehingga sering berbicara dengan
ini juga dikemukakan oleh guru dengan inisial Ms seperti yang disampaikan
berikut ini:
Terkadang ada juga sih kendala, seperti anak-anak ini kan memiliki suku-suku
yang berbeda. Terkadang kan kita tinggal di daerah Jambi. Nah ada anak ini
sukunya dari jawa. Kan otomatis etnolinguistik nya berbeda kan di rumah, orang
tuanya dan di sekolah dengan ibu gurunya (Wawancara pada tanggal 3 Desember
2018).
58
Selanjutnya, hal serupa juga dialami guru dengan inisial Im yang menyatakan
bahwa
peserta didik masih di kelas rendah justru mereka lebih mudah memahami
penggunaannya tidak banyak. Hal ini dipaparkan oleh guru dengan inisial Er
berikut ini.
Kalau bahasa daerah tidak perlu banyak. Kendala di bahasa Indonesia yang
banyak. Anak-anak itu yang tidak paham. Terkadang apa yang kita ucapkan itu,
anak-anak tidak mengerti itu. Kalau pengetahuan bahasa daerah ini kan tidak
terlalu banyak di dalam pembelajaran sebab kita kan gabung dengan bahasa
Indonesia. Tidak terlalu banyak sebab sehari-hari kan anak-anak itu sudah
menggunakan bahasa daerah dengan orang tuanya. Jadi tidak terlalu mengalami
kendala (Wawancara pada tanggal 3 Desember).
Hal ini juga dialami oleh guru dengan inisial Li (wawancara pada tanggal 6
Hal serupa juga dialami oleh guru dengan inisial Pi yang menyatakan kendala yang
“Mereka itu banyak tidak memahami. Apabila materi itu tadi berkaiatan, kalau
mereka itu harus dipahami terlebih dahulu baru mereka dapat menjelaskan”
Kendala ini sekedar penamahan kosa kata saja kan. Tapi kendala nya belum
terlihat. Paling ibu hanya memberi tahu kepada anak tentang bahasa- baahsa
Jambi, bacaan cerita itu. Kalau kendalanya ibu melihat kamus. Dikamus kan ada
bahasa daerah (Wawancara pada tanggal 4 Desember 2018).
etnolinguistik juga disebabkan karena terdapat guru yang berasal dari daerah
Jadi karena anak berasal dari berbagi daerah, Ibu tanya kepada anak-anak apakah
kamu mengerti yang ibu katakan, paham atau tidak. Jika tidak mengerti ibu
tanyakan kepada anak, orang Jambi apa bahasa Jambinya. Anak yang berasal dari
Jambi pun tidak memahami bahasa Jambi. Ibu terbiasa bahasa Indonesia di kelas,
jarang menggunakan bahasa daerah karena ibu tidak mengerti bahasa daerah. Ibu
kurang tertarik dengan bahasa daerah (Wawancara pada tanggal 4 Desember
2018).
Kendala ini juga dialami oleh guru yang berinisial MH yang disampaikan sebagai
berikut.
Yang pertama bahwa kitanya sendiri bukan berasal dari sini. Tapi ada hubungan
bahwa kita juga sama-sama melayu Jambi, jadi sedikit banyaknya kita mengerti
namun, kekhususan dari dialek atau bagaimana dari penduduk setempat ini
banyak juga yang belum kita mengerti (Wawancara pada tanggal 5 Desember
2018).
Selanjutnya, kendala pengetahuan guru tentang bahasa daerah ini juga dialami
Ibu secara terus terang bahasa Jambi ibu kurang mengerti, tapi kalau misalnya
bahasa yang kecil seperti "galo-galo". Saya saja di rumah dalam keluarga
menggunakan bahasa Indonesia. Jadi bingung. Ibu kendalanya karena ibu bukan
asli dari Jambi. Kan bahasa Jambi ada yang halus. saya pernah mendengar teman
saya mengatakan "kenyok" bagi ibu, ynag jarang mendengar. Apalagi di dalam
lingkungan masyarakat tempat tinggal saya banyak pendatang (Wawancara pada
tanggal 6 Desember 2018).
dipaparkan oleh guru yang berinisial Si yaitu “Jarak antara museum daearah
pembelajaran. Kendala dalam penggunaan media juga dialami oleh guru dengan
“Ya, ada lah kendalanya. Tidak mungkin langsung pembelajaran itu bisa kita.
Adalah kendalanya. Kendalanya itulah di bidang bahasa daerahnya tadi.
Terkendala karena medianya tidak ada. Jadi berpengaruh terhadap keberhasilan
peserta didik (Wawancara pada tanggal 29 November 2018).
yaitu guru dengan inisial ND, FU, Mi dan Me. Sebagaimana yang dipaparkan oleh
guru dengan inisial Mi yaitu “Tidak ada karena sesuai dengan materi jika bisa
November 2018) .
yang dimasukkan ke dalam pembelajaran dan RPP belum disampaikan oleh dinas
pendidikan ataupun dibahas dalam KKG. Belum adanya perintah dari dinas
yaitu :
Karena selama ini dari atasan kan belum pernah menyampaikan bahwa harus
disampaiakan kearifan lokal disini kan tidak pernah. Tidak ada dalam forum KKG
dijelaskan tentang itu.Kalau misalnya ada perintah dari atasan, dari dinas
61
pendidikan tentu dalam forum KKG pasti di bahas (Wawancara pada tanggal 10
Desember 2018).
Hal ini juga dijelaskan oleh guru dengan inisial Mi yang menyatakan “Tidak
pernah di bahas dalam KKG. Baru mengetahui sekarang. Kita kan tidak ada
tidak ada” (wawancara pada tanggal 7 Desember 2018). Hal ini sejalan dengan
“Secara khusus etnolingistik belum pernah dibahas dalam KKG dan belum
disampaikan oleh dinas pendidikan, apa mungkin saya yang tidak tahu tapi
sepengetahuan saya belum ada dibahas tentang dimasukkan bahasa daerah ke
dalam pembelajaran, Yang ada itu budaya daerah yang ada. Tapi dibahas secara
untuk bahasa kedaerahannya belum pernah rasanya disampaikan oleh dinas
pendidikan. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa pengantar saja. Kalau untuk RPP
tetap dengan bahasa kurikulum kita tidak menggunakan bahasa daerah”
(Wawancara pada tanggal 5 Desembr 2018).
pemahaman guru pada kosa kata bahasa daerah karena terdapat guru yang berasal
4.2 Pembahasan
yang dimiliki guru tentang bahasa daerah yang berhubungan atau dimasukkan
karena dengan ilmu etnolinguistik peserta didik dapat dengan mudah dalam
persentase kategori sedang sebesar 56% yaitu sebanyak 10 dari 18 orang guru.
sedang.
Etnolinguistik
dengan menyisipkan bahasa daerah pada saat kegiatan inti pembelajaran yaitu
pada saat memberikan penjelasan kepada peserta didik. Sebagaimana sudah diatur
daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan
63
tertentu (ayat 2). Hal ini sesuai dengan temuan penelitian bahwa cara atau strategi
akrab dan menyenangkan karena menganggap guru lebih mengerti dunia mereka
yang masih menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah dalam berinteraksi
dari daerah, peserta didik harus dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Namun, secara situasional penggunaan bahasa daerah tersebut perlu
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian Desmi Yati (2015). Hasil
sekolah dasar kelas tiga. Dalam jurnal ini disebutkan juga bahwa terdapat
adalah yang dilakukan oleh The Rock Point Community School dalam
pemertahanan bahasa Navajo (Reyhner, dalam Ellis 1990:36). Di situ, dua per tiga
pembelajaran. Sementara, dari kelas IV sampai dengan kelas XII bahasa Navajo
Namun, perbedaan penelitian ini yaitu, penelitian ini mengkaji cara guru dalam
pembelajaran.
secara spontan. Anak usia sekolah dasar belum semuanya menguasai Bahasa
dengan tidak direncanakan. Temuan ini mirip dengan temuan pertama, namun
karena guru secara spontan menyisipkan bahasa daerah sehingga tidak mutlak
termuat pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti ataupun pada kegiatan penutup
pada pembelajaran. Guru secara spontan menyisipkan kosa kata bahasa daerah
dengan penggunaan bahasa Indonesia yang disisipkan bahasa daerah. Cara ini
sebelumnya belum pernah dipakai. Ini adalah penemuan baru karena belum ada
Temuan ini juga belum ditemukan dalam jurnal di Indonesia. Namun, hal
ini relevan dengan teori How People Learn menurut (Bransford, et.al: 2000)
1. Students come to the classroom with preconceptions about how the world
works. If their initial understanding is not engaged, they may fail to grasp the
new concepts and information that are taught, or they may learn them for
purposes of a test but revert to their preconceptions outside the classroom
2. To develop competence in an area of inquiry, students must: (a) have a deep
foundation of factual knowledge, (b) understand facts and ideas in the context of
a conceptual framework, and (c) organize knowledge in ways that facilitate
retrieval and application.
3. A “metacognitive” approach to instruction can help students learn to take
control of their own learning by defining learning goals and monitoring their
progress in achieving them.
peserta didik yang datang ke sekolah tidak dengan kepala kosong, melainkan
Pengetahuan yang sudah dimiliki ini berupa pengetahuan bahasa daerah yang
dimiliki peserta didik dari keluarga dan lingkungannya. Oleh sebab itu, guru harus
dipelajarinya. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat dengan mudah dalam
peserta didik akan belajar dengan baik apabila mereka dapat membawa
(Rusman, 2015)”.
karena pendidik tidak dapat merespon dan mengerti permasalahan tersebut secara
efektif yang selanjutnya akan berakibat munculnya sikap negatif anak terhadap
selanjutnya dilaksanakan pada saat memberi contoh penggunaan kosa kata dengan
dan terpadu dalam program-program kurikuler, kurikulum yang ada dan atau mata
Sebagaimana temuan penelitian yang dijelaskan oleh guru yaitu contoh ilmu
matematika, terdapat bahasa daerah dengan istilah mato untuk menyatakan ons.
Apabila peserta didik diajarkan dengan istilah ons, peserta didik tersebut bingung.
Salah satu faktor penyebab siswa sulit berkomunikasi adalah siswa kurang
memahami isi pembicaraan guru karena kurangnya perbendaharaan kata pada
siswa. Siswa akan lebih memahami isi pembicaraan guru yang tidak terlalu formal
menggunakan bahasa Indonesia,akan tetapi menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerahnya.
saat orang tua meminta pergi ke warung untuk membelikan tempoyak semato,
Jadi, peserta didik diberi penjelasan terlebih dahulu bahwa istilah 1 mato itu sama
dengan 1 ons dalam bahasa Indonesia. Selain itu, pada materi menentukan sudut,
dalam bahasa daerah sudut dikenal dengan istilah bucu. Sehingga, guru terlebih
tidak diketahui peserta didik tentang materi pembelajaran, maka guru memberikan
kemudian apa bahasa daerahnya agar peserta didik mengerti dan dapat
membedakan antara bahasa daerah dan bahasa bakunya. Umumnya pada kelas
rendah, peserta didik masih menggunakan bahasa Ibu, jadi bahasa yang dibawa itu
bahasa-bahasa rumahnya sendiri. Hal ini dikarenakan orang tua berperan penting
semakin sering anak-anak dididik dalam lingkungan bahasa daerah tertentu maka
akan terbentuk suatu komunikasi yang konstan pada penggunaan bahasa daerah”.
68
Berbeda dengan kelas rendah, pada kelas tinggi peserta didik sudah
mengalami perkembangan dalam hal bahasa. Jadi peserta didik pada kelas tinggi
bercampur dengan bahasa ibunya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar waktu
daerah oleh peserta didik agar mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan
daerah dalam pembelajaran ini, siswa memahami dan akrab dengan lingkungannya
yang dihadapi disekitarnya, dan mampu menolong orang tuanya dan dirinya
Wuryandari (2010) bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh guru di sekolah
untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya lokal adalah dengan cara
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu penelitian oleh Wuri
kelas. Penelitian yang sesuai dengan konteks pada penelitian ini belum ditemukan.
Namun penelitian relevan ini dikaji dari nilai kearifan lokal yang diintegrasikan
dalam pembelajaran karena hal ini mendukung temuan penelitian yaitu cara
69
dalam kelas selanjutnya yaitu dengan mengaitkan tema dengan tema. Berdasarkan
etnolinguistik di dalam kelas yaitu dengan mengaitkan tema satu dengan tema
persaman kata dengan kosa kata bahasa daearah, menulis cerita dikaitkan pada
untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, namun pada
daerah yang disisipkan dalam pembelajaran dan tidak terlepas pada bahasa
dapat tergantung dengan materi pembelajaran, misalnya seni budaya daerah Jambi
dimasukkan ke dalam muatan lokal. Muatan lokal di kelas tinggi bisa budaya
Jambi. Seperti seloko dan pantun tadi. Misalnya seperti sinonim persamaan kata
Temuan ini didukung dengan penelitian terdahulu oleh Panca Junita Sari
Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurikulum 2013
teks narasi sederhana kegiatan dan bermain di lingkungan dengan bantuan guru
atau teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulisan yang dapat diisi dengan
dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman dalam menulis teks
narasi sederhana. Pada penelitian relevan ini, terdapat perbedaan sedikit yaitu
dapat dilakukan dengan cara mengaitkan suatu topik pembelajaran. Namun pada
menggunakan khas bahasa daerah Jambi. Karena kita tinggal di daerah Jambi,
didik di kelas berasal dari suku yang berbeda. Rosita, dkk (2006:38) “Latar
belakang budaya anak terutama bahasa daerah harus menjadi kekuatan yang dapat
Banyak peserta didik yang berasal dari Jawa, sehingga bahasa yang
digunakan yaitu bahasa daerah Jawa yang mereka dapatkan dari keluarga. Maka
dari itu, bahasa ibu berhubungan erat dengan bahasa daerah di mana seorang
individu lahir, besar dan tinggal (Ibda, 2017:198). Hal ini menyebabkan
sekolah berbeda. Rosita, dkk (2006:39) Pada anak didik yang mempunyai latar
belang keluarga bukan daerah lingkungan tersebut tentunya harus belajar banyak
berbeda sehingga dapat terus eksis dalam lingkungan barunya tersebut. (Rosita
dkk, 2006: 38). Dapat diketahui bahwa perkembangan bahasa anak dipengaruhi
si ayah dan si Ibu memberikan pandangan tersendiri bagi si anak. Maka perlu
adanya bahasa daerah yang memang bisa diikuti tidak saja di lingkungan keluarga
bahasa pada anak juga dipengaruhi keluarga, lingkungan setempat dan teknologi”.
Penelitian relevan yang satu konteks dengan penelitian ini yaitu penelitian oleh
Ayik Rosita dkk (2006) namun terdapat perbedaan yaitu temuan penelitian ini
pembelajaran bahasa daerah yaitu diantaranya keluarga dan pendidikan orang tua,
kemampuan atau pengetahuan setiap peserta didik. Peserta didik banyak yang
Salah satu faktor penyebab siswa sulit berkomunikasi adalah siswa kurang
memahami isi pembicaraan guru karena kurangnya perbendaharaan kata pada
siswa. Siswa akan lebih memahami isi pembicaraan guru yang tidak terlalu formal
menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerahnya.
tingkat pemahaman atau daya serap materi oleh peserta didik yang berbeda-beda.
Namun, hal ini tidak terlalu menjadi kendala yang berarti karena masih diatasi
oleh guru dengan memanfaatkan bahasa daearh tadi dan memberikan penjelasan
yang berulang kepada peserta didik. Penelitian relevan yang satu konteks
mengenai kendala yang dikaji dari perbedaan tingkat pemahaman peserta didik
bahasa daerah dikarenakan terdapat guru yang berasal dari daerah pendatang
Berdasrakan temuan penelitian, diketahui bahwa kendala yang dialami oleh guru
yaitu dikarenakan terdapatnya guru kelas yang bukan berasal dari daerah setempat
Hal ini menyebabkan guru tersebut menggunakan bahasa Indonesia di dalam kelas
karena kurang mengerti. Hal ini akan berdampak kepada peserta didik sendiri,
karena peserta didik yang berasal dari daerah setempat dan terbiasa menggunakan
guru tidak mengerti. Guru juga harus belajar bahasa daerah untuk membantu
2015:206). Meskipun demikian, ditemukan juga guru yang bukan berasal dari
daerah setempat, namun ada hubungan bahwa sama-sama berasal dari rumpun
melayu Jambi. Jadi sedikit banyaknya mengerti namun secara kekhususan dari
dialek penduduk setempat banyak yang belum guru mengerti. Penelitian relevan
yang satu konteks dengan penelitian ini yaitu dikaji dari kendala yang dihadapi
ini yaitu media dalam bidang bahasa daerah ini tidak ada, sehingga mempengaruhi
74
pembelajaran itu dapat dipahami oleh peserta didik. Melalui media ini lah dapat
materi, berdasarkan temuan, guru juga mengalami kendala terhadap materi karena
Adanya keterbatasan dari dinas untuk memfasilitasi materi bahasa daerah dan
indikator mengenai itu tidak diberikan penguatan secara serius dari dinas.
kesiapan dan kemampuan tinggi dari sekolah, kepala sekolah dan guru mata
pelajaran. Guru dan kepala sekolah harus pandai dan cekatan menyiasati dan
penelitian ini yang dikaji melalui kendala yang dihadapi guru dalam
dan RPP belum disampaikan oleh dinas pendidikan ataupun dibahas dalam KKG.
Berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa belum adanya perintah dari dinas
dinas pendidikan sudah menyampaikan tentunya dalam forum KKG akan dibahas
KKG pernah membahas tenang budaya daerah namun tidak membahas untuk
belum ditemukan pada penelitian di Indonesia. Ini adalah penemuan baru karena
secara situasional kendala tersebut ditemui pada tempat yang diteliti. Dinas
“Pendidikan yang berpendekatan atau berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil
apabila guru memahami wawasan kearifan lokal itu sendiri. Guru yang kurang
76
yang dikaji dari nilai kearifan lokal dalam pembelajaran dan penggunaan bahasa
daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu penelitian oleh
petitih dalam masyarakat seberang kota Jambi, sedangkan penelitian ini tentang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
spontan.
bahasa daerah.
terdapat guru yang berasal dari daerah pendatang sehingga guru tersebut
5.2 Saran
Selain itu, diharapkan bagi guru agar dapat lebih mengembangkan pengetahuan
dan potensi diri untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif khususnya dalam
sekolah dasar.
79
DAFTAR RUJUKAN
Rosita, A dan Aprila, F. 2006. Pentingnya Mata Pelajaran Bahasa Daerah dalam
Kurikulum Sekolah Dasar dalam Eksistensi Bangsa. Pengembangan
Pendidikan, Vol 3(1), 35-43.
Rusman, 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta : PT Raja Grafindo
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media
Group
Saputra, Aswin. 2016. Repetisi dala Petatah- Petitih Masyarakat Seberang Kota
Jambi. Jambi: Universitas Jambi
Sari, P, J. 2015. Sosiolinguistik Sebagai Landasan Dasar Pendidikan di Sekolah
Dasar. Bengkulu. Prosiding Seminar Nasionak Bulan Bahasa: UNIB
Sartini. 2006. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah kajian Filsafati.
http://filsafat.ugm.ac.id, diakses tanggal 30 Agustus 2018.
Singh, Kultar. 2007. Quantitative Social Research Methods.. India: Sage
Publication India Pvt Ltd. ISBN: 978- 0-7619-3383-0
Suardiman, Siti, P. 2007. Sosialisasi Kearifan Lokal dalam Budaya Jawa Bagi
Siswa Sekolah Dasar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Kependidikan Penelitian Inovasi Pembelajaran. Vol 37 (2). E- ISSN:
2580-5533. DOI: http://dx.doi.org/10.21831/jk.v37i2.4940
Sudarmin. 2014. Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal. Semarang:
Unnes
Sudaryat, Y. 2008. Pengembangan Pembelajaran Bahasa Daerah. Modul (PLPG)
Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah UPI.
Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta
Sumayana, Yena. 2017. Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Berbasis Kearifan
Lokal (Cerita Rakyat). Mimbar Sekolah Dasar. 4 (1). doi: 10.
23819/mimbar- sd.v4i.
Suprihatiningrum, Jamil. 2016. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi
& Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
84
Keterangan :
T = Terlaksana =4
MT = Mulai Terlaksana =3
BT = Belum Terlaksana =2
TT = Tidak Terlaksana =1
85
Lampiran 7. Dokumen RPP Guru Kelas di SD Negeri No. 51/I Simp. Kubu
Kandang