Persamaan Keadaan Dan Turunan Parsial Dalam Termodinamika
Persamaan Keadaan Dan Turunan Parsial Dalam Termodinamika
PENDAHULUAN
Page 1
BAB II
PERSAMAAN KEADAAN
2.1 Persamaan Keadaan
Page 2
Jika yang diketahui bukan jumlah massanya melainkan jumlah molnya (n),
maka persamaan keadaan itu secara umum adalah:
(2-2)
Untuk satu mol gas persamaan keadaannya menjadi
(2-3)
(SI)
(MKS)
(CGS)
Page 3
Tahun
1873 Vander
Waals,
seorang
fisikawan
bangsa
Belanda
(2-5b)
Pers. (2-5a) berlaku untuk 1 mol gas dan Pers. (2-5b) untuk n mol gas.
Sementara untuk a dan b adalah tetapan, yang disebut tetapan Van der Waals,
tetapi nilainya berbeda untuk gas yang berbeda, sehingga sering pula disebut
sebagai tetapan gas individual (individual gas constant). Pada tabel 1.1a
diperlihatkan nilai kedua tetapan ini untuk beberapa macam gas.
Jika volume gas besar sekali, maka a/V2dan b dalam kedua persamaan di
atas dapat diabaikan, sehingga persamaan kembali menjadi persamaan keadaan
untuk gas sempurna.
Persamaan bentuk lain ialah yang disebut persamaan virial.
(2-6)
A, B, C, ...adalah fungsi suhu dan disebut koefisien virial. Untuk gas sempurna A
= RT dan B = C = D = ....... = 0. Persamaan Van der Waals pun dapat ditulis dalam
bentuk virial. Persamaan (2-5a) dapat diubah menjadi
Page 4
(2-8)
(2-9)
(210)
Ao, a, Bo, b, dan C adalah tetapan yang berbeda nilainya untuk gas yang berbeda.
Tabel3-1.tetapan a dan b dalam persamaan Van der Waals untuk beberapa
macam gas
Zat
He
a (J.m3.K mol-2)
3,44 x 103
b (m3.K mol-1)
0,0234
H2
24,80
0,0266
O2
138,00
0,0318
CO2
366,00
0,0429
H2O
580,00
0,0319
Hg
292,00
0,0055
Page 5
Page 6
(a)
(b)
Page 7
di titik c semua uap telah menjadi cair. Pemampatan selanjutnya akan diikuti oleh
kenaikan tekanan yang besar, karena cairan sukar sekali dimampatkan. Dalam
proses pencairan atau kondensasi ini tentu saja energi panas perlu dikeluarkan dari
sistem.
Jika proses ini diadakan pada suhu yang lebih tinggi (T2>T1), maka garis
koeksistensi b-c menjadi lebih pendek dan pada suhu tertentu, yang disebut suhu
kritis (Tk), garis koeksistensi ini menjadi nol (titik b berimpit dengan titik c).
Tekanan yang bersangkutan dengan suhu kritis ini disebut tekanan kritis (pk) dan
volume (Vk).
Di atas suhu kritis gas nyata tak dapatdicairkan dengan cara pemampatan.
Di sini gas sejati mengikuti dengan baik hukum Boyle dalam kawasan yang agak
luas.
Suatu zat nyata(real subtance) dapat berada dalam fase gas pada suhu
yang cukup tinggi dan tekanan rendah. Pada suhu rendah dan tekanan tinggi dapat
terjadi transisi ke fase cair dan padat. Karena itu bidang p-V-T gas nyata hanyalah
merupakan bagian dari bidang p-V-T zat nyata. Dalam hal ini perlu dibedakan
adanya dua macam zat nyata, yaitu zat yang menguncup dan mengembang ketika
membeku. Contoh jenis pertama adalah CO2 dan yang kedua air seperti yang
terlukis pada Gambar 2-6 dan 2-7. Pada kedua gambar itu tampaklah adanya
kawasan-kawasan tertentu yaitu jangkauan tertentu variabel-variabel, tempat zat
itu hanya dapat berada dalam satu fase saja. Kawasan-kawasan itu adalah untuk
fase padat, cair, uap, dan gas. Uap adalah gas yang suhunya di bawah suhu kritis.
Kawasan-kawasan lain adalah kawasan koeksistensi, dua fase berada bersama
dalam keseimbangan.
Page 8
Diperlihatkan pula suatu garis yang disebut garis tripel, tempat ketiga fase
dapat berada bersama. Seperti pada gambar sempurna, maka tiap garis pada
bidang p-V-T ini menyatakan proses kuasistatik yang mungkin terjadi. Semua
irisan dengan bidang-bidang datar tegak lurus sumbu T, menyatakan proses
isotermal. Grafiknya dalam diagram p-V terlihat pada Gambar. 2-8 (a) dan (b).
Proses isokorik yang merupakan perpotongan bidang-bidang datar tegak lurus
sumbu V dengan bidang p-V-T ini diperlihatkan pada Gambar. 2-9 (a) dan (b).
(b)
(a)
Gambar 2-8. (a) Untuk zat yang menguncup pada pembekuan, (b) Untuk zat yang
mengembang pada pembekuan
(a)
(b)
Page 9
Garis-garis tripel pada Gb. 2-6 dan Gb. 2-7 kalau diproyeksikan pada
bidang p-T berbentuk titik dan disebut titik tripel. Data titik tripel untuk beberapa
zat diperhatikan pada tabel 2-2. Suhu titik tripel air adalah titik tetap standard
yang diberi angka 273,16 K.
Tabel 2-2. Data titik tripel
Zat
Helium
Suhu (K)
2,186
Tekanan (Torr)
38,300
Hidrogen
13,840
52,800
Deuterium
18, 630
128,800
Neon
24,630
324,000
Nitrogen
63,180
94,000
Oksigen
54,360
1,140
Amonia
195,400
45,570
Karbon dioksida
216,550
388,000
Sulfur dioksida
197,680
1,256
Air
273,160
4,580
Uap dan cairan di kawasan koeksisitensi disebut uap jenuh dan cairan
jenuh. Tekanan oleh uap jenuh disebut tekanan uap. Tentu saja tekanan uap adalah
fungsi suhu yang akan naik. Pada diagram p-T diperlihatkan kurva tekanan uap.
Bentuk umum kurva ini untuk semua zat adalah sama, tetapi tekanan uap pada
suhu tertentu sangat bervariasi antara satu zat dengan zat yang lain.
Jika pada proses pemanpatan isothermal dilanjutkan setelah semuan
mencair, maka pada suatu saat timbullah kristal-kristal zat padat, yaitu di kawasan
koeksistensi padat-cair. Pada kawasan ini tekanan tetap konstan. Pemanpatan
selanjutnya akan diikuti oleh kenaikan tekanan yang besar., kecuali apabila
terbentuk zat padat bentuk lain. Es adalah sontoh untuk hal yang kedua ini. Paling
sedikit dapat diamati adanya btujuh bentuk zat padat yang berbeda pada tekanan
yang sangat besar.
Jika volume sistem secara perlahan-lahan diperbesar, maka semua proses
seperti yang telah dijelaskan di atas terjadi pula, tetapi dengan arah yang
Page 10
berlawanan. Jika proses pemanpatan isotermal dilakaukan pada suhu yang lebih
tinggi, kawasan cair-uap menjadi lebih pendek dan pada suhu kritis menjadi nol.
Ini berarti bahwa volume jenis zat cair jenuh sama dengan volume jenis uap
jenuh.
Koeksistensi antara fase padat dan uap mungkin pula terjadi, yaitu pada
tekanan yang cukup tinggi. Volume jenis cairan jenuh dan uap jenuh pada suhu
kritis disebut volume jenis kritis (vk) dan tekanan yang bersangkutan disebut
tekanan kritis (pk).
Tabel 2-3 Tetapan kritis
Zat
Helium 4
Tk (K)
5,25
Pk (pa)
1,16
v (m3 /kmol)
0,0578
Helium 3
3,34
1,15
0,0726
Hidrogen
33,34
12,80
0,0650
Nitrogen
126,20
33,60
0,0901
Oksigen
154,80
50,20
0,0780
Amonia
405,50
111,00
0,0725
Freon 12
384,70
39,70
0,2180
Karbon dioksida
304,80
73,00
0,0940
Sulful dioksida
430,70
77,80
0,1220
Air
647,40
209,00
0,0560
Karbon disulfida
552,00
78,00
0,1700
Jika suhu gas pada tekanan tertentu lebih tinggi dari suhu jenuh pada
tekanan ini, maka dikatakan bahwa gas itu super panas (superheated) dan disebut
uap superpanas atau adipanas (superheated vapour).
Garis koeksistensi cair-uap menjadi lebih pendek pada suhu yang lebih
tinggi dan menjadi nol pada suhu kritis. Timbul pertanyaan apakah hal demikian
ini juga terjadi pada garis koeksistensi padat-cair, sehingga terjadi pula suhu kritis
untuk transisi padat-cair. Ternyata hal demikian belumpernah dijumpai. Jadi selalu
ada perbedaan volume jenis atau massa jenis antara fase cair dan fase padat pada
Page 11
suhu dan tekanan sama. Ini tidak mengesampingkan kemungkinan adanya titik
kritis semacam itu pada tekanan yang sangat tinggi.
Fase cair tak dapat berada pada suhu yang lebih rendah dari titik tripel,
atau pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan pada titik tripel. Jika lebih
rendah dari tekanan pada titik tripel, zat hanya dapat berada pada fase padat dan
uap saja. Transisi dari yang satu kepada yang lain berlangsung pada suhu
sublimasi, Ts. Dalam hal air, dapat terjadi peristiwa yang disebut anomali. Air
dapat berada dalam fase cair walaupun suhunya lebih rendah daripada titik tripel.
2.6. Persamaan Keadaan Sistem Lain
Asas termodinamika berlaku umum tidak terbatas pada gas, ccairan dan
zat padat di bawah tyekanan hidristatis yang seragam atau homogeny. Variablevariabel intensif dan ekstensif yang bersangkutan mungkin berbeda, namun suhu
sistem selalu merupakan sifat termodinamik yang mendasar.
Ditinjau dari sebuah batang atau kawat yang mengalami tegangan. Panjang
kawat atau batang ini L,
kawat meregang tidak melampaui batas elastisitas, dan jika suhu tidak terlalu jauh
dari suhu acuan Ta , maka persamaan kawat adalah:
L = Lo ( 1 +
+ (T T0) )
(2-
14)
Lo = panjang kawat tanpa tegangan pada suhu T0
Y = modulus Young (modulus regangan isothermal)
A = luas penampang kawat
= koefisien muai linear
Pada contoh
Page 12
besar, maka momen magnetik dapat dinyatakan dengan ketepatan yang cukup
oleh persamaan:
M = Cc
(2-15)
Cc = tetapan yang nilainya tergantung pada jenis zat dan disebut tetapan
Curie. Persamaan ini dikenal sebagai hukum Curie. Adalah variabel intensif dan
M variabel ekstensif.
Momen dwikutub P suatu dielektrik di dalam medan listrik luar E dapat
dinyatakan dalam persamaan:
P = (a + ) E
(2-16)
(2-17)
sel elektrolitik. Variabel intensifnya adalah muatan, yang nilai mutlaknya tidak
penting, melainkan besar muatan yang mengalir melewati suatu titik dalam
rangkaian yang sebanding dengan jumlah mol yang bereaksi dalam sel dalam
proses tsb. Tegangan gerak elektrik ini dapat dinyatakan sebagai:
Page 13
20
(t - 20 ) +
(t - 20 )2 +
(t - 20 )3
20
(2-18)
= tge pada 20 C , dan , ,
adalah tetapan yang bergantung pada jenis zat yang membentuk sel.
(p+
) (v b) = RT
/ p diperoleh
Page 14
+ ) (v b) = RT
+ v-
=0
(2-19)
Pers. (2-19), adalah persamaan derajat tiga dalam v, jadi mempunyai tiga
akar v1, v2, v3. Pada suhu kritis Tk, ketiga akar berimpit dan tekanan yang
bersangkutan adalah tekanan kritis pk. Jadi persamaan
v3 ( b +
v-
=0
(2-20)
mempunyai tiga akar nyata yang sam yaitu vk. Akan tetapi persamaan derajat tiga
dalam v yang ketiga akarnya sama dengan vk adalah juga
(v vk )3 = v3 3vk v2 + 3
=0
(2-21)
I. 3vk = b +
II.
III.
Tk =
(2-22)
(2-23)
Page 15
= = 2,67
CO2 = 3,49
H2 = 3,03
C6H6 = 3,76
CO2 = 1,86
H2 = 2,80
O2 = 1,89
]T = 0
dan
]T = 0
Jadi, [
]T = -
dan
]T =
dan
Bila persamaan pertama dibagi dengan persamaan kedua akan diperoleh hasil
=
atau vk = 3b
Page 16
Jika hasil ini dimasukkan pada salah satu persamaan di atas akan diperoleh
Tk =
Selanjutnya dengan perantaraan persamaan keadaannya akan diperoleh
pk =
Sementara itu pada Gb.3-13 terlukis diagram pv-p gas sempurna sebagai
perbandingan. Pada gas sempurna sebandingan. Pada gas sempurna isotermisoterm itu selalu sejajar dengan sumbu. Pada gas Van der Waals atau gas nyata,
umumnya isoterm-isoterm itu menurut dahulu. Pada suhu tertentu, yaitu yang
disebut suhu Boyle, isoterm yang bersangkutan mempunyai garis singgung
mendatar pada p=0. Karena itu isoterm Boyle dekat p=0 hanya sedikit
menyimpang dari isoterm gas sempurna. Jadi pada suhu Boyle gas nyata
Page 17
mengikuti dengan baik hukum Boyle dalam kawasan yang agak luas. Isoterm
pada suu yang lebih tinggi dari suhu Boyle segera mendeki mulai dari p = 0. Bagi
gas Van der Waals dapat dibuktikan bahwa titik-titik minimum isoterm-isoterm itu
RT4
T4
RT3
T3
RT2
T2
RT1
T1
p
Sehingga
(2-25)
Page 18
Atau
Atau
(2-27)
Pers. (2-27) adalah persamaan derajat dua dalam pv, dan grafinya berupa
para bola, dan parabola ini merupakan tempat kedudukan semua titik minimum
paga grafik pv-p. Pers. (2-27) dapat diubah menjadi persamaan lain yang
berbentuk p = f(pv).
pada titik 0 dan a/b. Tititk pncaknya dapat diperoleh dengan menghitung
dan
Page 19
dan
Page 20
yang menyatakan bahwa sifat semua gas nyata juga sama asalkan tekanan, volume
dan suhu dinyatakan dalam tekanan tereduksi
dan suhu tereduksi Tn = T/Tk. Dalam besaran-besaran tereduksi ini, maka semua
gas nyata mengikuti persamaan keadaan f(
tetapan pribadi. Jadi bidang keadaan tereduksi semua gas nyata berimpit. Jika dia
dari tiga besaran
ini.
(2-29)
Persamaan ini tidak lagi mengandung tetapan individual dan berlaku untuk
semua zat. Hukum keadaan bersesuaian berlaku lebih luas dan lebih tepat dari
pada persamaan Van der Weaals. Hukum keadaan bersamaan berlaku pula untuk
gas-gas yang bukangas Van der waals. Jadi untuk semua gas berlaku f(
)= 0
Page 21
(2-30)
Jadi
atau
Page 22
memberikan
atau
(2-31)
, yaitu
(2-31)
berarti
, sehingga dari
Page 23
Yang menghasilkan
sehingga
Untuk
Jadi isoterm
Page 24
diubah menjadi
Untuk menyatakan jawaban dalam pascal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
yang pertama hanya dengan mengalihkan jawaban di atas dengan faktor
konversinya dan yang kedua dengan merubah dahulu semua satuan yang diketahui
menjadi satuan SI.
Cara pertama
Page 25
Cara kedua
M= 3 g = 3 x 10-3 kg, M= 28 x 10-3 kg mol-3, V = 5x10-3 m3
T = 290 K dan R = 8,314 J mol-1K-1, sehingga
P=
Atau
2-2. Sebuah bejana volume 2 liter dilengkapi dengan kran, berisi gas oksigen pada
suhu 300 K dan tekanan 1 atm. Sistem dipanasi hingga suhunya menjadi 400 K
dengan kran lalu ditutup dan bejana dibiarkan mending kembali sampai suhu
semula. (a) Berapakah tekanan akhir? (b) Berapa gram oksegin yang masih
terdapat dalam bejana?
Penyelesaian (lihat Gb. 3-14)
O2
(1)
O2
O2
(3)
(2)
P1 = 1 atm
p2= 1 atm
p2= ?
v1 = 2 1
v1 = 2 1
v3 = 2 1
T1 = 300 K
T1 = 400 K
T3 = 300 K
Page 26
Pada proses dari keadaan (1) ke adaaan (2) sistem dipanaskan degan kran tetap
terbuka. Ini berarti bahwa tekanan tetap sama dengan tekanan udara luar yaitu 1
atm. Volume bejana karena dipanaskan tentunya kan bertambah, tetapi perubahan
volume itu pastilah jauh lebih kecil dari angka 2 liter, sehingga boleh diabaikan.
Dengan pula setelah mendingkan kembali volume tetap 2 liter. Keadaan (2) dan
(3) mempunyai masa yang sama, sebab pada waktu mandingin kran di tutup. Pada
keadaan (2) dan (3) berlaku
Jadi
Untuk mencari massa yang masih terdapat dalam bejana kita dapat menghitung
dari keadaan (2) atau (3), yaitu keadaan setelah kran ditutup. Misalkan dari
keadaan (3),
Jadi
m
Page 27
BAB III
PERSAMAAN KEADAAN
Misalkan dipilih :
(3-1)
atau
. Menurut matematika :
(3-2)
Page 28
Atau
(3-3)
atau
menganggap
terhadap
dengan menganggap
atau
dengan
tertera pada pers. (3-2) dan (3-3) adalah cara yang biasa digunakan dalam bidang
matematika. Dalam termodinamika cara penulisannya agak berbeda, yaitu bahwa
variabel yang dianggap sebagai tetapan dicantumkan sebagai indeks.
Jadi :
(3-4)
Atau
(3-5)
Tentu saja
dan , sehingga :
(3-6)
Page 29
, maka
ruas kanan menjadi nol sehingga ruas kiri pu harus sama dengan nol, sebab ini
adalah suatu persamaan. Tetapi
Atau
Atau
(3-7)
dan
Page 30
Atau
Atau
(3-8)
Rumus (3-8) sering dinamakan sebagai rumus -1. Rumus ini dapat pula diubah
menjadi :
Dengan menggunakan rumus (3-7), maka persamaan di atas dapat diubah lagi
menjadi :
(3-9)
seperti persamaan keadaan gas sempurna ataupun gas Van der waals. Jadi :
(3-10)
Page 31
(3-11)
(3-12)
dan
sebagai tiga titik yang terletak pada sebuah lingkaran dengan jarak yang sama,
maka rumus itu mudah dituliskan. Jika factor pertama dalam kurung di ruas kiri
adalah
, maka letakkanlah
di puncak,
di
sebelah kanan bawah. Untuk memperoleh factor kedua, putarlah lingkaran itu
sekeliling sumbu di pusatnya sesuai dengan arah putaran jarum jam, sehingga
puncak,
di
Selanjutnya untuk memperoleh factor ketiga, lingkaran diputar lagi sesuai dengan
arah perputaran jarum jam, sehingga
di atas,
di
Untuk menuliskan rumus (3-12), perlu diingat bahwa turunan parsial itu
dipecah menjadi dua buah turunan parsial, yang pertama sebagai pembilang
Page 32
terhadap
dua variabel lain di ruas kiri secara bersilang. Jadi untuk pembilang
didiferensialkan terhadap
didiferensialkan terhadap .
Dengan mengingat cara-cara seperti tersebut di atas itu maka variasi ketiga
rumus itu mudah dibuat. Misalnya :
(3-10a)
(3-11a)
(3-12a)
(3-10b)
(3-11b)
Page 33
(3-12b)
(310c)
(311c)
(312c)
Suatu variabel tertentu pada variabel-variabel takgayut yang lain,
seringkali tidak dapat dinyatakan secara eksplisit, contohnya ialah variabel v
(volume) pada persamaan Van der Waals tidak dapat dibuat eksplisit. Untuk
menghitung turunan parsial dari variabel ini harus digunakan rumus seperti (3-10)
atau (3-12). Namun, jika tiga atau lebih variabel tidak dapat dibuat eksplisit, maka
kedua rumus tersebut tidak dapat digunakan.
Misalkan secara umum: f(X, Y, Z) = 0, didiferensialkan menjadi
Page 34
atau
(313a)
(313b)
(313c)
Jika diterapkanpada sistem f(p, v, T) = 0, diperoleh
(314a)
(314b)
Page 35
(314c)
(A)
(B)
Apabila ketiganya dikalikan, maka hasilnya sama dengan -1, sesuai rumus
(3-11). Denganj cara yang sama dapat pula diuji kebenaran rumus (3-12).
Rumus (3-12) dapat mengubah persamaan Van der Waals menjadi:
Page 36
Jadi
Disederhanakan menjadi
Page 37
(315)
(316)
Variabel V dalam rumus (3-15) adalah volume total, sedangkan v dalam
rumus (3-16) adalah volume jenis, yaituvolume per kg atau volume per mol.
adalah perubahan volume zat disebabkan karena suhunya berubah
dengan
, sehingga
(317)
atau
(318)
Page 38
adalah K-1.
Jika suatu sistem menjalani proses isobarik yang kecil, misalkan keadaan
awal ditentukan oleh suhu T dan volume V dan keadaan akhir ditentukan oleh
suhu T + dT dan volume V + dV, keduanya pada tekanan yang sama.
Koefisien muai volume dapat ditulis sebagai
(319)
atau
(320)
Jadi, koefisien muai volume dapat dinyatakan sebagai nilai limit dari
atau
(321)
Pada umumya koefisien muai volume adalah fungsi suhu dan tekanan.
Ternyata koefisien ini mendekati nol ketika suhunya mendekati 0K. Tabel tentang
Page 39
sifat-sifat zat biasanya mencantumkan juga koefisien linier zat padat yang
dihubungkan dengan oleh persamaan
= 3
(3-22)
(323)
atau
(324)
Tanda negatif mengingatkan bahwa volume selalu berkurang dengan
. Jadi
atau
(325)
Page 40
(326)
Untik gas Van der Waals, karena v tak dapat dibuat eksplisit, maka untuk
menghitungnya perlu digunakan rumus (3-10)atau (3-12) atau rumus yang lebih
umum yaitu rumus (3-14b). hasilnya yaitu
(327)
Utuk zat cair dan zat padat, dan x tak dapat ditentukan daripersamaan
keadaannya, tetapi harus dengan eksperimen. Ternyata keduanya dalah fungsi dari
tekanan dan suhu. Jadi
(328)
atau
(329)
Page 41
Jika dan x diketahui sebagai fungsi suhu dan tekanan, maka persamaan
keadaannya dapat ditentukan dnegan pengintegralan. Misalkan untuk gas pada
atau
atau
Jika tetapan itu diketahui sama dengan nR, maka persamaan itu adalah
persamaan keadaan gas sempurna. Jika persamaan (3-29) diintegralkan dari suatu
keadaan (po, Vo, To) ke keadaan lain (p, V, T), maka diperoleh
Jika suhu dan tekanan berubah, perubahan volume zat cair dan zat padat
adalah kecil bila suhu dan tekanan berubah, karena itu secara pendekatan V dapat
Page 42
dianggap tetap dan sama dengan Vo. Sementara itu dan x adalah bilangan kecil
dan juga dapat dianggap tetap, sehingga hasil integral persamaan tersebut adalah
(330)
Jadi, dengan mengukuir dan x ditambah dengan apa yang diketahui
tentang nilai
atau
dengan
Page 43
(331)
dZ disebut diferensial eksak.
Agar pembahasan ini lebih bersifat umum, yaitu meliputi lebih dari 3 variabel,
maka fungsi yang akan ditinjau adalah
f(X, Y, Z, U, V, W, . . . ) = 0
(3-32)
(3-33)
dW=
Y, Z, . . .dX+
X, Z,. . .dY+ . . . .
34)
atau
dW= MdX+ N dY + PdZ + . . . .
35)
Bila w demikian pula turunan-turunannya malar, lagi pula dipenuhi hubungan
X, Z,. =
Y, Z,... ;
X, Y,=
X, Z, dst.
X, Y,=
Y, Z,
Page 44
X, Z,=
Z, U,=
Z, U,
Y, Z,=
X, Z,=
Z, U,
Jadi
Z, U, =
Z, U,
36)
Ini berarti bahwa nilai turunan parsial kedua campuran tidak tergantung
pada urutan pendiferensialan. Dalam matematika diketahui bahwa jika suatu
diferensial eksak diintegralkan, maka hasilnya hanya tergantung pada batas
integral awal dan akhir saja, tidak tergantung pada jalan yang dilalui. Oleh karena
itu apabila diintegralkan melalui lintasan yang tertutup (keadaan akhir kembali
kekeadaan awal), maka hasilnya sama dengan nol. Di dalam termodinamika
variabel-variabel sepertip, V dan T adalah fungsi keadaan. Nilainya ditentukan
oleh keadaan system. Pada tiap keadaan seimbang ketiga variabel itu mempunyai
nilai tertentu. Diferensialnya adalah diferensial eksak, sebab kalau diintegralkan
hasilnya hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir saja. Kecuali
besaran keadaan atau fungsi keadaan, di dalam termodinamika terdapat pula
besaran yang bukan fungsi keadaan, misalnya bahan yang akan diberi lambang Q
dan juga besaran kerja yang akan diberi lambang W. Dalam suatu sistem yang
seimbang tak dapat ditanyakan berapa besar nilai Q dan W nya. Pengertian kedua
besaran tersebut hanya timbul pada suatu proses atau perubahan sistem dari satu
keadaan kekeadaan yang lain. Diferensialnya bukan diferensial eksak, sebab kalau
diintegralkan nilainya tergantung juga pada jalan yang dilalui, kecuali tergantung
pada keadaan awal dan akhir. Dengan perkataan lain nilainya tergantung pada
Page 45
jenis prosesnya. Lambang dQ dan dW bukan berarti diferensial dari fungsi Q dan
W, melainkan hanyalah sejumlah kecil bahan dan sejumlah kecil kerja yang
diperlukan atau yang timbul pada suatu proses tak terhingga kecil.
Untuk membedakan kedua jenis diferensial ini, akan digunakan lambang d
untuk diferensial eksak dan untuk diferensial tak eksak. Misalnya: dp, dV,dT,
q, w. Suatu diferensial eksak kalau diintegralkan melalui lintasan yang tertutup,
atau yang berkaitan dengan proses siklik, yaitu proses dengan keadaan akhir
kembali kekeadaan berimpit dengan keadaan awal, maka hasilnya sama dengan
nol.
Jadi
dP 0 ;
dV
0;
dT 0
(3-37)
d ' Q 0 ; d 'W 0 ;
(3-38)
Apabila fungsi itu lebih sederhana, misalnya hanya terdiri atas dua
variabel tak gayut saja, maka hubungan yang diperoleh juga lebih sederhana.
Misalnya kalauf(X, Y, Z) = 0, atau Z = Z(X, Y), maka
dZ =
dX +
dY
(3-39)
atau
dZ = M (X, Y) dX+ N (X, Y) dY
(3-40)
Page 46
(3-41)
Suatu diferensial tak eksak, apabila dibagi dengan suatu fungsi dari salah
satu variabel tak gayut atau yang disebut penyebut pengintegralkan (integrating
atau 1
dW =
dX -
dY, maka dW adalah diferensial eksak, sebab bila diterapkan persyaratan seperti
pada Pers (3-41), hasilnya adalah 1/X2 = 1/X2. Apabila dZ= Y dX + X dY, maka
diferensial ini adalah eksak pula.
3.5 Hubungan Lain TurunanParsial
Telah diketahui bahwa tenaga dakhil u adalah fungsi keadaan dan untuk
gas variabel yang menentukan keadaan sistem adalah p, V dan T. Secara umum
namakanlah variabel keadaan itu x, y dan z. Jdi u = u(x, y, z). Tetapi karena
variabel-variabel itu dihubungan oleh satu persamaan, yaitu persamaan
keadaannya, maka hanya dua variabel saja yang tak gayut. Dapat kita pilih
misalnya u = u(x,y).
du =
dx +
dy
(3-42)
Page 47
dx =
dy +
dz
(3-43)
du =
dy
atau
du =
dy +
dz
du =
dy +
dz
(3-44)
(3-45)
Page 48
pada suku pertama sama seperti pada rumus (3-44) tetapi variabel yang dianggap
tetap diambilkan dari apa yang tertulis di bawah garis pembagi pada ruas kiri
(Y dan Z). Suku kedua sama seperti ruas kiri, tetapi variabel yang dianggap tetap
adalah variabel yang belum terpakai (X).
Bila diterapkan dalam sistem p-v-T, akan diperoleh
(3-44a)
(3-
45a)
(3-
44b)
(3-
45b)
(3-
44c)
(3-
45c)
Page 49
menerapkannya pada (b) gas sempurna dan (c) gas Van der Waals.
Penyelesaian
(a) Dari rumus yang sudah dibicarakan di atas,
=
= -
Sementara itu
dan x =
. Jadi = .
dan x =
Jadi
=
Persamaan Van der Waals dapat diubah menjadi
p=
sehingga
Page 50
, (b)
, (c)
dengan
. (d) Ujilah
kebenaran rumus 1 dengan menghitung hasil kali (a), (b) dan (c) soal ini.
Penyelesaian
Persaaan Van der Waals dapat ditulis: p =
(a)
=-
(b)
, jadi
=
Jadi
=
(c)
= -1
Jadi rumus -1 juga benar bila diterapkan pada gas Van der Waals.
Page 51
3-3 Bila volume v adalah salah satu variabel di dalam sistem pvT gas sempurna,
buktikanlah bahwa integral dv dari keadaan A kekeadaan B melalui dua jalan yang
berbeda (A-B) dan (A-C-B) memberikan hasil yang sama. Lihat gambar (4-1) di
bawah ini.
Penyelesaian
Persamaan keadaan gas sempurna: pv = RT
dv =
dT+
dP= dT -
dP
(A)
atau
T=
( p - p1) + T1
(B)
sehingga
dT =
dP
(C)
dv=
(p dT T dP)
(D)
T
T2
Gb. 4-1
Persamaan Keadaan Dan Turunan Parsial Dalam
T1
A
C
Termodinamika
O p1
p2
Page 52
Jika Pers. (B) dan (C) dimasukkan kedalam Pers. (D) diperoleh
dv=
dp
dp
dp
dv = R
(E)
= v = R
Page 53
Inilah perubahan nilai v jika langsung melalui garis lurus dari A ke B. Sekarang
nilai perubahan v jika proses melalui garis A-C (proses isotermal) dan melalui
garis C-B (proses isobarik). Dari persamaan
Diperoleh
Nyatalah bahwa persamaan F dan G sama. Jafi integral dv tidak tergantung pada
jalan yang dilalui, melainkan hanya pada keadaan awal dan akhir saja. Dengan
perkataan lain, v adalah fungsi keadaan dan diferensialnya adalah diferensial
eksak.
3-4 Buktikanlah bahwa koefisien muai kubik suatu zat padat isotrop sama
dengan 3 kali koefisien muai liniernya.
Bukti
Page 54
Untuk sebuah batang yang tidak mengalami tegangan, hubungan panjang pada
suhu T dan T0 adalah
Untuk zat padat, jika panjang, lebar dan tingginya adalah L1 , L2 dan L3 ,
hubungan volumenya adalah
Atau
v = v v0 = 3 v0T, atau
tanpa tekanan,
Cara lain
Atau
Page 55
Buktikanlah bahwa
Bukti
Dari persamaan keadaannya dapat ditulis
Jadi
Page 56
Bukti
Atau
dan
Page 57
Jadi
Bila diintegralkan
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Hadi, Dimsiki. 1993. Termodinamika. Jakarta: Depdikbud
Hikam, M. Termodinamika Persamaan Keadaan
Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Resnick, Halliday. 1978. Fisika edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Soedojo, Peter. 1979. Azas-azas Ilmu Fisika. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
www.wikepidia.com
Page 58