Anda di halaman 1dari 31

Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua
6-1 Pengenalan
6-2 T DAN v Ttidak terikat
6-3 T DAN P TIDAK TERIKAT
6-4 P DAN v TIDAK TERIKAT
6-5 PERSAMAAN T ds
6-6 SIFAT DARI ZAT MURNI
6-7 SIFAT DARI IDEAL GAS
6-8 SIFAT DARI GAS VAN DER WAALS
6-9 SIFAT DARI ZAT CAIR ATAU PADAT DIBAWAH TEKANAN
HIDROSTATIK
6-10 PERCOBAAN JOULE DAN JOULE-THOMSON
6-11 TEMPERATUR EMPIRIS DAN TERMODINAMIKA
6-12 SISTEM MULTIVARIABEL. PRINSIP CARATHEODORY
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-2 PENGENALAN
Kali ini kita mengkombinasikan hukum I dan hukum II untuk
menyelesaikan beberapa pesoalan penting mengenai termodinamika. Rumus
analitik dari hukum I termonikamika adalah bentuk turunan,yakni
𝑑′ 𝑄 = 𝑑𝑈 + 𝑑′𝑊 (6-1)
Hukum kedua menyatakan bahwa untuk proses reversibel diantara dua
keadaan setimbang,
𝑑′ 𝑄𝑟 = 𝑇 𝑑𝑆 (6-2)
Demikian juga, kerja pada proses reversibel, untuk sistem PVT,yakni
𝑑 ′ 𝑊 = 𝑃 𝑑𝑉 (6-3)
Ini berarti bahwa pada beberapa proses irreversibel yang sangat kecil,untuk
PVT sistem,
𝑇 𝑑𝑆 = 𝑑𝑈 + 𝑑′𝑊 (6-4)
Rumus (6-4) adalah suatu formulasi dari perpaduan antara hukum I dan
hukum II pada sistem PVT. Untuk sistem-sistem lain, seperti kawat melintang atau
permukaan film,tanda yang sesuai untuk mengganti suatu kerja yaitu dengan istilah
𝑃 𝑑𝑉.
Walaupun persamaan (6-2) dan (6-3) adalah benar untuk proses reversibel,
rumus tersebut juga penting untuk membuktikan bahwa rumus (6-4) tidak dibatasi
untuk semua proses,karena hanya mengungkapkan hubungan antara sifat dari
sistem dan perbedaan-perbedaan antara nilai dengan sifat dua keadaan yang
setimbang. Dengan demikian,walaupun kita memanfaatkan proses reversibel untuk
memperoleh hubungan antara dS,dU dan dV, kita telah menentukan hubungan
tersebut benar untuk setiap pasangan yang berdekatan dalam keadaan setimbang,
apapun proses alami diantara keadaan tersebut, atau bahkan jika tidak ada proses
yang terjadi diantaranya.
Andai kata sebuah sistem yang mengalami proses irreversibel antara dua
keadaan setimbang. Kemudian kedua persamaan (6-1) dan (6-4) dapat
diaplikasikan pada proses,yang mana bentuk tersebut benar dalam beberapa
proses,reversibel atau bukan dan ini benar untuk beberapa keadaan setimbang.
Namun, apabila proses tersebut adalah irreversibel, istilah 𝑇 𝑑𝑆 di persamaan (6-4)
tidak dapat diidentifikasi dengan istilah 𝑑’𝑄 pada persamaan (6-1) dan istilah 𝑃 𝑑𝑉
pada persamaan (6-4) tidak dapat diidentifikasi dengan istilah 𝑑’𝑊 pada persamaan
(6-1). Sebagai contoh, mengingat sebuah proses irreversibel yang bekerja pada
sistem adiabatik d’W terjadi pada sistem tertutup dan volume konstan. Entropi dari
sistem meningkat sehingga 𝑇 𝑑𝑆 ≠ 0, tetapi 𝑑’𝑄 = 0 karena merupakan proses
adiabatik. Demikian pula 𝑃 𝑑𝑉 = 0 karena proses tersebut terjadi pada volume
konstan, sementara 𝑑’𝑊 ≠ 0.
Sebagian besar hubungan termodinamika dapat diturunkan dengan memilih
𝑇 dan 𝑣, T dan 𝑃, atau 𝑃 dan 𝑣 sebeagai variabel bebas. Selanjutnya, dimulai dari
keadaan bahan murni dapat didefinisikan oleh dua diantara sifat-sifat yang
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

dimiliki,turunan parsial dari salah satu sifat yang berhubungan dengan yang lain,
dengan salah satu yang tersisa dari mereka tetap konstan,mempunyai arti fisis, dan
jelas keluar pertanyaan untuk meencoba mentabulsi semua hubungan yang
memungkinkan antara semua turunan. Selanjutnya setiap turunan parsial dapat
1 𝜕𝑣
diungkapkan dalam istilah koefisien ekspansi volume 𝛽 = (𝑣) (𝜕𝑇) , tekanan
𝑝
1 𝜕𝑣
isotermal 𝐾 = (𝑣) (𝜕𝑃) dan 𝐶𝑝, bersamaan dengan 𝑃,𝑣,dan 𝑇 mereka
𝑇
sendiri,sehingga tidak ada sifat fisis dari bahan lain yang kemudian siap untuk
didiskusikan dalam hal pengukuran. Turunan dikatakan sebagai bentuk standar
ketika mengungkapkan istilah kuantitas di atas.
Pada turunan parsial yang sudah dievaluasi, hasil tersebut dapat
dikumpulkan secara sistematik yang disusun oleh P.W. Bridgman*, selanjutnya
ketika fakta turunan tertentu dibuktikan, tidak perlu menghitungnya dari prinsip
pertama. Prosedur tersebut dijelaskan pada Apendix A.
Selanjutnya kita menunjukkan metode umum dimana turunan dievaluasi,
dan sebuah kerja dari beberpa relasi yang nantinya akan dibutuhkan.

6-2 T DAN v TIDAK TERIKAT


Mari kita menulis persamaaan kita dalm istiah kuantitas spesifik, sehingga
hasilnya bebas dari massa sistem dan hanya mengacu pada material yang dimiliki
sistem. Dari mengkombinasikan hukum I dan II, kita peroleh
1
𝑑𝑠 = (𝑑𝑢 + 𝑃 𝑑𝑣)
𝑇
Dan mengingat 𝑢 sebagai fungsi 𝑇 dan 𝑣
𝜕𝑢 𝜕𝑢 (6-5)
𝑑𝑢 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣 𝜕𝑣 𝑇
Oleh karena itu
1 𝜕𝑢 1 𝜕𝑢
𝑑𝑠 = ( ) 𝑑𝑇 + [( ) + 𝑃] 𝑑𝑣
𝑇 𝜕𝑇 𝑣 𝑇 𝜕𝑣 𝑇
Tetapi kita juga dapat menuliskan
𝜕𝑠 𝜕𝑠 (6-6)
𝑑𝑠 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣 𝜕𝑣 𝑇
Perlu diingat bahwa seseorang tidak bisa melakukan langkah yang sesuai
hanya berdasar atas hukum pertama saja, yang menyatakan bahwa
𝑑′ 𝑞 = 𝑑𝑢 + 𝑑 ′ 𝑤

Satu tidak dapat ditulis


Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑞 𝜕𝑞
𝑑′𝑞 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣 𝜕𝑣 𝑇
Karena q bukan merupakan fungsi 𝑇 dan 𝑉,dan 𝑑’𝑞 bukan merupakan
sebuah turuan yang benar. Itu hanya karena dS adalah turunan yang tetap dan dapat
kita ungkapkan dengan istilah 𝑑𝑇 dan 𝑑𝑣.
Sebab 𝑑𝑇 dan 𝑑𝑣 bebas,koefisien 𝑑𝑇 dan 𝑑𝑣 dalam persamaan awal harus
sama.oleh karena itu:
𝜕𝑠 1 𝜕𝑢 (6-7)
( ) = ( )
𝜕𝑇 𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝑣
𝜕𝑠 1 𝜕𝑢 (6-8)
( ) = [( ) + 𝑃]
𝜕𝑇 𝑣 𝑇 𝜕𝑣 𝑇
Selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada bagian (2-10),turunan kedua dari
𝑠 dan 𝑢 dengan memperhatikan 𝑇 dan 𝑣 (penggabungan penyelesaian turunan
parsial kedua) adalah bebas dari penyelesaian turunan. Yakni:
𝜕 𝜕𝑠 𝜕 𝜕𝑠 𝜕 2𝑠 𝜕 2𝑠
[ ( ) ] =[ ( ) ] = =
𝜕𝑣 𝜕𝑇 𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑣 𝑇 𝑣 𝜕𝑣𝜕𝑇 𝜕𝑇𝜕𝑣
Karenanya dari persamaan (6-7) dan (6-8),turunan parsial pertama dengan
memperhatikan V dan turunan kedua denganmemperhatikan T, kita peroleh bahwa:
1 𝜕 2𝑢 1 𝜕 2𝑢 𝜕𝑃 1 𝜕𝑢
= [ + ( ) ] − 2 [( ) + 𝑃]
𝑇 𝜕𝑣𝜕𝑇 𝑇 𝜕𝑇𝜕𝑣 𝜕𝑇 𝑣 𝑇 𝜕𝑣 𝑇
Yang disederhanakan menjadi
𝜕𝑢 𝜕𝑃 𝑇𝛽 ′ (6-9)
( ) = 𝑇( ) −𝑃 = −𝑃
𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝑣 𝐾
Energi internal tergantung pada volume,temperatur konstan, dapat
menyebabkan perhitungan dari keadaan persamaan, atau nilai dari 𝛽,𝐾,𝑇 dan 𝑃.
Karena (𝜕𝑢⁄𝜕𝑇)𝑣 = 𝑐𝑣 ,persamaan (6-5) dapat dituliskan:
𝜕𝑃 (6-10)
𝑑𝑢 = 𝑐𝑣 𝑑𝑇 + [𝑇 ( ) − 𝑃] 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣
Hill dan Lounasmaa telah mengukur kapasitas spesifik panas pada volume
konstan dan tekanandari cairan 𝐻𝑒 4 sebagai fungsi temperatur antara 3 K dan 20 K
serta rentang kerapatan.* Data untuk 𝐶 dan 𝑃 ditunjukkan pada gambar 6-1(a) dan
6-1(b), hasil plot dikatakan sebagai fungsi hasil kerapatan 𝑃𝑟 yang merupakan rasio
kerapatan aktual He untuk kerapatannya pada titik krisis. Diambil oleh mereka
untuk menuju 68,8 kgm=3 . Volume spesifik molal,kemudian, 0,0582/𝑃𝑟 m3 kmol-
1
.
Sebagai contoh, pada temperatur 6 K dan tekanan 19.7 atm 𝑃𝑟 =2,2. Dan
𝑣 = 2,64 × 10−2 m3 kmol−1 . Tekanan isotermal 𝐻𝑒 4 pada 6 K dan 19,7atm yaitu
9,42 × 10−8 m2 N−1 dengan menghitung gradien isoterm 6 K pada 19.7atm yang
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

dibagi dengan 𝑃𝑟 =2,2. Nilai dari ekspansi 𝛽 = 5,35 × 10−8 K −1 dihitung dengan
membagi perubahan fraksional hasil kerapatan pada 19.7 atm keadaan isobar
sehingga temperaturnya divariasi oleh ±1 K dan dibagi dengan perubahan
temperatur.

Gambar 6-1 (a) kapasitas spesifik panas pada volume konstan dan (b)
tekanan dari He sebagai fungsi dari hasil kerapatan pada temperatur antara 3 dan
20 K. Setipa kurva ditandai denga temperatur dalam kelvin. Hasil kerapatan 𝑃𝑟
adalah rasio dari kerapatan aktual dari 𝐻𝑒 4 68,8 kgm-3. Garis putus-putus
merupakan tangen untuk 6 K isoterm pada 𝑃𝑟 =2,2. Percobaan tersebut merupakan
yang dilakukan oleh Hill dan Lounarmaa. (gambar tersebut dicetak ulang atas izin
dari artikel O.V. Lounasmaa,”The Thermodynamic Properties of Fluid
Helium,Philosophical Transac,tions of the Royal Society of London 252A (196):
357 (gambar 4 dan 7)).
Data tersebut dapat digunakan untuk menghitung (𝜕𝑢⁄𝜕𝑣) 𝑇 oleh
persamaan (6-9):
𝜕𝑢 𝑇𝛽 (6)(5,35 × 10−2 )
( ) = −𝑃 = − 19,7(1,01 × 105 ) = 1,42 × 108 Jm−3
𝜕𝑣 𝑇 𝐾 9,42 × 10−8
Dengan menggunakan nilai dari (𝜕𝑢⁄𝜕𝑣) 𝑇 dan 𝐶𝑣, determinan pada
temperatur dan kerapatan yang bervariasi, persamaan (6-5) dapat dijadikan
integrasi numerik untuk menentukan nilai dari perubahan energi internal.
Pada bagian 4-2, hukum pertama yang digunakan sendiri, kita dapatkan
persamaannya
𝜕𝑢 𝜕𝑣 (6-11)
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 = [( ) + 𝑃] ( )
𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝑃
Menggunakan persamaan (6-9),kita lihat bahwa
(6-12)
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑃 𝜕𝑣 𝛽 2 𝑇𝑣
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 = 𝑇 ( ) ( ) =
𝜕𝑇 𝑣 𝜕𝑇 𝑃 𝐾
Sehingga perbedaan 𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 dapat dihitung untuk beberapa bahan,dari
keduapersamaan atau dari 𝛽 dan 𝐾. Nilai 𝑇,𝑣,dan 𝐾 selalu positif,walaupun 𝛽 bisa
jadi negatif, atau nol (untuk air yakni 0 pada 4℃ dan negatif antara 0℃ dan4℃. 𝛽
selalu positif atau 0. Ini berarti bahwa 𝐶𝑝 tidak pernah lebih kecil dari 𝐶𝑣.
Data yang digunakan untuk 𝐻𝑒 4 diberikan sebagai berikut:
(5,35 × 10−2 )2 (6)(2,64 × 10−2 )
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 = −8
= 4810 J kmol−1 K −1
9,42 × 10
Karena 𝐶𝑣 diukur pada 9950 J kmol−1 K −1 pada 6 K dan 𝑃𝑟 =2,2
𝑐𝑝 = 14.760 J kmol−1 K −1
Pada setiap temperatur 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ (𝐶𝑝 − 𝐶𝑣)/𝐶𝑣 = 48 persen.
Mari kita membalik persamaan untuk (𝜕𝑠⁄𝜕𝑇)𝑣 dan (𝜕𝑠⁄𝜕𝑣) 𝑇 pada
persamaan (6-7) dan (6-8) menggunakan persamaan (6-9) dan fakta bahwa
(𝜕𝑢⁄𝜕𝑇)𝑣 = 𝐶𝑣,
𝜕𝑠 𝐶𝑣 (6-13)
( ) =
𝜕𝑇 𝑣 𝑇
Dan
𝜕𝑠 𝜕𝑃 (6-14)
( ) =( )
𝜕𝑇 𝑣 𝜕𝑇 𝑣
Oleh karenanya dari persamaan (6-6),
𝐶𝑣 𝜕𝑃
𝑑𝑠 = 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑣
𝑇 𝜕𝑇 𝑣
Atau
𝜕𝑃 (6-15)
𝑇 𝑑𝑠 = 𝐶𝑣 𝑑𝑇 + 𝑇 ( ) 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣
Untuk cairan 𝐻𝑒 4 pada 6 K dan 19.7 atm,
𝜕𝑠 9950
( ) = = 1,66 × 103 J kmol−1 K −1
𝜕𝑇 𝑣 6
Dan
𝜕𝑠 5,35 × 10−2
( ) = = 5,68 × 106 J kmol−1 K −1
𝜕𝑣 𝑇 9,42 × 10−8
Nilai yang digunakan untuk besarnya determinan pada suhu dan kerapatan
yang bervariasi, persamaan (6-6) atau persamaan (6-15)dapat dijadikan integral
numerikuntuk nilai hasil entropi sebagai fungsi dari suhu dan volume.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

Akhirnya persamaan dari perpaduan antara turunan parsial kedua dari 𝑠


dengan memperhatikan 𝑣 dan 𝑇,kita mendapatkan
𝜕𝑐𝑣 𝜕 2𝑃 (6-16)
( ) = 𝑇 ( 2)
𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝑣

Untuk beberapa bahan yang mana tekanannya merupakan fungsi linear dari
temperatur pada volume konstan(𝜕 2 𝑃⁄𝜕𝑇 2 )𝑣 = 0 dan 𝐶𝑣 merupakan volume
bebas, walaupun mungkin temperturnya tidak bebas.
Nilai untuk (𝜕𝐶𝑣⁄𝜕𝑣) 𝑇 untuk 𝐻𝑒 4 diukur dengan menghitung gradien pada
6 K isoterm dalam gambar 6-1 (a) dengan P2 konstan pada 2,2. Gradien
(𝜕𝐶𝑣⁄𝜕𝑃𝑟)𝑇 berkaitan dengan (𝜕𝐶𝑣⁄𝜕𝑣) 𝑇 oleh
𝜕𝑐𝑣 𝜕𝑐𝑣 𝜕𝑃𝑟 𝜕𝑐𝑣 𝑃𝑟 2
( ) =( ) ( ) = −( ) = 1,7 × 105 𝐽𝐾 −1 𝑚−3
𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑃𝑟 𝑇 𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑃𝑟 𝑇 0,0582
Nilai untuk (𝜕 2 𝑃 ⁄𝜕𝑇 2 )𝑣 dari 𝐻𝑒 4 merupakan estimasi dari nilai perhitungan pada
tekanan sebagai temperatur diubah pada 1 K, 𝑃𝑟 tetap konstan pada 2.2, dan
perhitungan gradien pada kurva dengan mengeplot nilai dari ∆𝑃⁄∆𝑇 dengan 𝑇.
Proses ini menghasilkan nila dari 𝑇(𝜕 2 𝑃⁄𝜕𝑇 2 ) yang mana dekat dengan 1,7 ×
105 𝐽𝐾 −1 𝑚−3 .

6-3 T DAN P TIDAK TERIKAT


Pada istilah entalpi ℎ = 𝑢 + 𝑃𝑣, untuk mengkombinasikan hukum I dan II
dapat dituliskan:
1
𝑑𝑠 = (𝑑ℎ − 𝑣 𝑑𝑃)
𝑇
Dan mengingat ℎ sebagai fungsi dari 𝑇 dan 𝑃,
𝜕ℎ 𝜕ℎ (6-17)
𝑑ℎ = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑃
𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑃 𝑇
Oleh karena itu
1 𝜕ℎ 1 𝜕ℎ
𝑑𝑠 = ( ) 𝑑𝑇 + [( ) − 𝑣] 𝑑𝑃
𝑇 𝜕𝑇 𝑃 𝑇 𝜕𝑃 𝑇
Tetapi
𝜕𝑠 𝜕𝑠 (6-18)
𝑑𝑠 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑃
𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑃 𝑇
Dan sebab itu
𝜕𝑠 1 𝜕ℎ (6-19)
( ) = ( )
𝜕𝑇 𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑃′
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑠 1 𝜕ℎ (6-20)
( ) = [( ) − 𝑣]
𝜕𝑃 𝑇 𝑇 𝜕𝑃 𝑇
Persamaan perpaduan turunan parsial kedua dari s, kita dapatkan bahwa
𝜕ℎ 𝜕𝑣 (6-21)
( ) = −𝑇 ( ) + 𝑣 = −𝛽𝑣𝑇 + 𝑣
𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑃
yang merupakan analogi dari pers. (6-9). Ketergantungan entalpi pada tekanan,
pada suhu konstan, oleh karena itu dapat dihitung dari persamaan keadaan, atau dari
β, v, dan T.
Karena (∂h/∂T)p = cp, pers. (6-17) dapat di tulis,

Menggunakan pers. (6-21) dan fakta bahwa (∂h/∂T)p = cp, turunan parsial
dari s yang meggunakan T dan P adalah

Karena itu

dan

Meneruskan contoh kita pada cairan He4 pada 6 K dan 19,7 atm

Demikian pula

Dan
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-4 P DAN v TIDAK TERIKAT


Ditinggalkan sebagai latihan untuk menunjukkan bahwa jika P dan v dianggap
bebas, dapat kita tulis

Untuk cairan He4,

dan

6-5 PERSAMAAN T ds
Tiga rumusan untuk T yang diturunkan dalam bagian sebelumnya dikumpulkan di
bawah:

Ini disebut persamaan “T ds”. Itu memungkinkan seseorang untuk


menghitung aliran panas d'qr = T dalam setiap proses reversibel; dan ketika dibagi
oleh T, mereka menunjukkan ds dalam setiap pasangan variabel. mereka juga
menunjukkan hubungan antara pasangan variabel dalam proses adiabatik reversibel
dimana s adalah konstan, dan ds = 0.
Peningkatan suhu dari padat atau cair ketika dikompresi secara adiabatik
dapat ditemukan dari persamaan ds T pertama. Dalam hal β dan κ, kita tahu bahwa
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

Jika volume menurun, dv bernilai negatif, dan dT bernilai positif ketika β


adalah negatif, tetapi bernilai negatif ketika β bernilai negatif. Sehingga sementara
biasanya suhu padat atau cair meningkat ketika volume menurun adiabatik, suhu
air antara 00 dan 40 C menurun dalam kompresi adiabatik.
Jika tekanan yang meningkat, daripada penurunan volume, yang ditentukan,
perubahan suhu dapat ditemukan dari persamaan ds T kedua:

Jika β positif, suhu meningkat ketika tekanan diterapkan. Maka jika ingin untuk
menjaga suhu tetap konstan, harus ada aliran panas keluar dari sistem. Aliran panas
ini juga dapat ditemukan dari persamaan ds T kedua, atur dT = 0 dan T ds = d'qT.
Dengan demikian

Bandingkan persamaan (6-34) dan (6-35) menunjukkan bahwa untuk perubahan


yang diberikan tekanan aliran panas dalam proses isotermal sama dengan kenaikan
suhu dalam proses adiabatik, dikalikan dengan kapasitas panas spesifik pada
tekanan konstan.
Pertimbangkan kompresi adiabatik dari 10-3 kilomol cairan He4, yang
mengalami penurunan volume sebesar 1%. Asumsikan β, T, κ, cv, dan cp tetap
konstan selama kompresi, maka dengan pers. (6-33)

Sama jika tekanan pada 10 kilomol He4 meningkat sebesar 1%, dengan pers. (6-
34)

Helium merupakan padatan yang agak lembut, dimana β besar dan κ kecil.
Meskipun demikian, perubahan suhu selama proses adiabatik sangat kecil. Untuk
gas perubahan suhu selama proses adiabatik menjadi signifikan.
Panas yang harus mengalir keluar dari sampel yang sama He4 untuk
menjaga suhu konstan selama proses isotermal untuk perubahan yang sama dalam
volume adalah

Untuk isotermal, peningkatan dalam tekanan,


Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

Tekanan yang diperlukan untuk mengurangi volume zat adiabatik dapat


ditemukan dari persamaan ds T ketiga:

dan karena itu

Perlu diingat bahwa kompresibilitas κ adalah kompresibilitas isotermal,


didefinisikan oleh persamaan

Sisi kiri persamaan (6-36) mendefinisikan kompresibilitas adiabatik, yang akan kita
tulis sebagai κs. (Agar konsisten, kompresibilitas isotermal seharusnya ditulis κT ;.
Kita akan terus menggunakan κ namun) Yang menunjukkan rasio cP / cV oleh γ,
persamaan (6-36) menjadi

Karena cP selalu lebih besar dari (atau sama dengan) cV, γ selalu lebih besar
dari (atau sama dengan) satu bahkan untuk padat atau cair, dan kompresibilitas
adiabatik selalu kurang dari (atau sama dengan) kompresibilitas isotermal. Ini
wajar, karena peningkatan tekanan menyebabkan peningkatan suhu (kecuali bila β
= 0) dan ekspansi yang dihasilkan dari kenaikan suhu ini sampai batas tertentu yang
disebabkan oleh tekanan. Jadi untuk peningkatan tekanan diberikan ∂P, perubahan
volume ∂v lebih sedikit dalam adiabatik daripada dalam kompresi isotermal dan
karena kompresibilitasnya itu lebih kecil.
Ketika gelombang suara melewati suatu zat, yang kompresi dan refaksi nya
adiabatik bukan isotermal. Kecepatan gelombang kompresi, perlu diingat, sama
dengan akar kuadrat dari timbal balik hasil kepadatan dan kompresibilitas, dan
adiabatik daripada kompresibilitas isotermal harus digunakan. Sebaliknya,
kompresibilitas adiabatik dapat ditentukan dari pengukuran kecepatan gelombang
kompresional dan pengukuran tersebut menyediakan metode yang paling tepat
untuk menentukan rasio cP / cv.
Misalnya sebagai contoh He4 cair, γ = 1470/9950 = 1,48 dan ρ = 4 / 2,64 x
10-2 = 162 kg.m-3 . Oleh karena itu kecepatan suara didapatkan

Ini sekitar 10% lebih rendah dibandingkan ekstrapolasi data kecepatan suara yang
diambil pada 20 atm dibawah 4,5 K biasa hasilkan.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-6 SIFAT ZAT MURNI

Hubungan umum yang berasal di bagian sebelumnya dapat digunakan untuk


menghitung entropi zat murni dari sifat yang dapat langsung terukur, yaitu, data P-
v-T dan kapasitas panas spesifik pada tekanan konstan cP. Karena suhu dan tekanan
adalah jumlah paling mudah dikendalikan secara eksperimental, ini adalah variabel
biasanya dipilih. Kita tau, dari persamaan T ds kedua, pers. (6-31),

dan dari pers. (6-22),

Jika s0 dan h0 mewakili entropi dan entalpi dalam keadaan referensi bebas
P0, v0, dan T0. Kemudian

dan

Gbr. 6-2 Jalur integrasi yang digunakan dalam evaluasi entropi

Karena s dan h adalah sifat dari suatu sistem, perbedaan antara nilai-nilai
mereka dalam dua pernyataan kesetimbangan hanya bergantung pada pernyataan
dan bukan pada proses dimana sistem ini diambil dari bagian pernyataan pertama
sampai kedua. Karena itu marilah kita mengevaluasi integral pertama di masing-
masing persamaan sebelumnya di P0 tekanan konstan, dan integral kedua pada T
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

suhu konstan. Jalur integrasi diilustrasikan pada Gbr. 6-2. Ketinggian vertikal titik
a di atas bidang P-T merupakan s0 entropi pada P0 tekanan referensi dan T0 referensi
suhu. Kurva ab adalah jalan integrasi pertama, pada P0 tekanan konstan. Integral
pertama dalam pers. (6-38) diwakili oleh panjang segmen garis bc. Kurva bd
adalah jalan integrasi kedua, pada suhu T konstan, dan integral kedua diwakili oleh
panjang segmen be. Ketinggian vertikal titik d atas bidang P-T merupakan entropi
s pada tekanan P dan temperatur T. Perubahan entropi sistem seperti yang diambil
dari pernyataan a ke pernyataan d adalah perbedaan ketinggian vertikal dari a dan
d di atas bidang P-T. Dalam praktek, jalur integrasi lainnya sering digunakan karena
mereka menyederhanakan pengoperasian data eksperimen.
Dalam mengevaluasi integral pertama, kita harus menggunakan kapasitas
panas yang spesifik pada P0 tekanan referensi, atau cP0. Ini, tentu saja, harus
dinyatakan sebagai fungsi temperatur. Koefisien dP dalam integral kedua harus
dinyatakan sebagai fungsi dari P, pada suhu T konstan.
Data eksperimen pada cP sering tersedia hanya pada P tekanan yang berbeda
dari P0 tekanan referensi. Persamaan (6-26) kemudian dapat digunakan untuk
menghitung cP, dari cP dan data P-v-T. Mengintegrasikan eq. (6-26) pada suhu T
konstan, kita mendapatkan

Sehingga entropi dan entalpi sistem dapat ditentukan dari pengetahuan


tentang persamaan dari pernyataan sebelumnya dan itu adalah kapasitas panas
spesifik sebagai fungsi temperatur, yang keduanya dapat diukur secara
eksperimental.

6.7 SIFAT GAS IDEAL

Integral di Persamaan. (6-38), (6-39), (6-40) dapat segera dievaluasi untuk gas
ideal. Kita tahu

Oleh karena itu, dari Persamaan. (6-40) nilai cP adalah sama dalam semua tekanan,
dan cP merupakan fungsi dari temperatur saja. Entropi dan entalpi yang kemudian

Selama rentang temperatur di mana cP dapat dianggap konstan, ini dapat


disederhanakan lebih lanjut menjadi

Nilai s0 dan h0 adalah nilai tidak konstan yang dapat digunakan untuk s dan h dalam
pernyataan T0, P0 sebagai referensi.
Entropi sebagai fungsi temperatur dan volume, atau tekanan dan volume,
sekarang dapat diperoleh dari persamaan pernyataan-pernyataan, atau dengan
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

integrasi persamaan T ds yang pertama dan ketiga. Kita memberi hasil hanya untuk
pilihan variable dengan kapasitas panas tertentu yang dianggap konstan:
𝑇 𝑣
𝑠 = 𝑐𝑣 ln 𝑇 + 𝑅 ln 𝑣 + 𝑠0 , (6-45)
0 0

𝑃 𝑣
𝑠 = 𝑐𝑣 ln 𝑃 + 𝑐𝑝 ln 𝑣 + 𝑠0 , (6-46)
0 0

Energi dalam u sebagai fungsi T dan P adalah


𝑢 = ℎ − 𝑃𝑣
𝑇
= ∫ 𝑐𝑝 𝑑𝑇 + ℎ0 − 𝑅𝑇
𝑇0

Karena gas ideal, cp = cv + R, dapat dituliskan


𝑇
𝑢 = ∫𝑇0 𝑐𝑣 𝑑𝑇 + 𝑢0 (6-47)

di mana u0 adalah energi dalam di suatu keadaan. Persamaan ini sudah dapat
diperoleh lebih sederhana dengan integrasi langsung dari Pers. (6-10). Cara di atas
digunakan untuk menggambarkan bagaimana u dapat diperoleh dari h dan
persamaan keadaan. Karena gas ideal, cv, (seperti cp) hanyalah sebuah fungsi suhu,
energi dalam juga sebuah fungsi suhu. Jika cv dapat dianggap konstan, maka
𝑢 = 𝑐𝑣 (𝑇 − 𝑇0 ) + 𝑢0 (6-48)
Untuk menemukan persamaan sebuah proses adiabatik yang reversible,
nilai s dapat diatur konstan dalam menyatakan entropi. Berikut dari Pers. (6-46),
𝑐𝑣 ln 𝑃 + 𝑐𝑝 ln 𝑣 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

ln 𝑃 𝑐𝑣 + ln 𝑣 𝑐𝑝 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

𝑃𝑣 𝑐𝑝 /𝑐𝑣 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛,
sebuah hasil yang umum.
Panas yang diserap dalam proses reversible dapat ditemukan pada beberapa
persamaan T ds, atur T ds = d’q. Berikut proses isotermal yang reversible dari
persamaan T ds yang pertama,
𝑑 ′ 𝑞𝑇 = 𝑃 𝑑𝑣𝑇
6-8 SIFAT GAS VAN DER WAALS
Kita lanjutkan membuat perhitungan yang sama pada bab sebelumnya, tetapi untuk
gas van der Waals. Sajian tesebut untuk menggambarkan bagaimana sifat gas
sesungguhnya yang dapat ditemukan jika persamaan keadaannya dan kapasitas
panas tertentu diketahui. Gas van der Waals telah dipilih karena memiliki
persamaan keadaan yang relatif sederhana,
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝑎
(𝑃 + ) (𝑣 − 𝑏) = 𝑅𝑇
𝑣2
Pernyataan untuk sifat gas van der Waals lebih sederhana jika T dan v yang dipilih
senagai variable daripada T dan P yang dipilih sebagai variable. Dari persamaan T
ds yang pertama,
𝑐𝑣 𝜕𝑃
𝑑𝑠 = 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑣
𝑇 𝜕𝑇 𝑣
Dari Pers. (6-16),
𝜕𝑐𝑣 𝜕2 𝑃
( ) = 𝑇 ( 𝜕𝑇 2 ) = 0, (6-49)
𝜕𝑣 𝑇 𝑣

Karena P sebuah fungsi linear T. Menunjukan bahwa cv hanyalah fungsi suhu dan
tidak berubah terhadap volume di suhu yang konstan.
Dari persamaan keadaan,
𝜕𝑃 𝑅
( ) =
𝜕𝑇 𝑣 𝑣−𝑏
Apabila s0 adalah entropi dalam suatu keadaan P0, v0, T0, maka kita mempunyai
𝑇
𝑐𝑣 𝑣−𝑏
𝑠= ∫ 𝑑𝑇 + 𝑅 ln ( ) + 𝑠0
𝑇0 𝑇 𝑣0 − 𝑏

Jika cv dapat dianggap konstan,


𝑇 𝑣−𝑏
𝑠 = 𝑐𝑣 ln 𝑇 + 𝑅 ln ( 𝑣 ) + 𝑠0 (6-50)
0 0− 𝑏

Energi dalam diperoleh dari Pers. (6-10),


𝜕𝑃
𝑑𝑢 = 𝑐𝑣 𝑑𝑇 + [𝑇 ( ) − 𝑃] 𝑑𝑣
𝜕𝑇 𝑣
𝑎
= 𝑐𝑣 𝑑𝑇 + 𝑑𝑣
𝑣2
Jika u0 adalah energi di suatu keadaan,
𝑇
1 1
𝑢 = ∫ 𝑐𝑣 𝑑𝑇 − 𝑎 ( − ) + 𝑢0
𝑇0 𝑣 𝑣0

Dan apabila cv adalah konstan,


1 1
𝑢 = 𝑐𝑣 (𝑇 − 𝑇0 ) − 𝑎 ( 𝑣 − 𝑣 ) + 𝑢0 (6-51)
0

Energi dalam dari gas van der Waals bergantung pada volume tertentu di
temperaturnya. Catatan bahwa hanya konstanta a van der Waals yang muncul
dalam persamaan energi. Alasannya bahwa konstanta ini adalah sebuah ukuran
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

gaya tarik antar molekul, atau gabungan energi potensial yang berubah terhadap
perubahan volume tertentu dan pemecah antar molekul meningkat atau menurun.
Konstanta b adalah relatif terhadap volume yang ditempati oleh molekul dan tidak
mempengaruhi energi dalam. Akan mempengaruhi, tetapi memasuki ke dalam
pernyataan untuk entropi, karena entropi gas bergantung pada volume secara
keseluruhan, yang mana molekulnya terpisah dan faktanya bahwa molekulnya
menempati suatu wadah yang membuat volume yang ada lebih sedikit daripada
wadah volume.
Selisih antara kapasitas panas tertentu, dari Pers. (6-12), adalah
𝛽 2 𝑇𝑣 1
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 = =𝑅
к 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2
1−
𝑅𝑇𝑣 3
Yang kedua adalah waktunya koreksi kecil, jadi pada masa ini kita dapat
memperkirakan (v - b) oleh v, dan mengasumsikan bahwa Pv = RT. Maka,
perkiraanya,
2𝑎𝑃
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 ≈ 𝑅 ( 1 + )
𝑅2𝑇 2
Konstanta a untuk CO2 adalah 366 x 103 J m3 kilomole-2, dan pada tekanan 1 bar
= 105 N m-2 dan pada suhu 300 K,
2𝑎𝑃
2 2
≈ 10−2
𝑅 𝑇
jadi pada 1%, cp – cv = R.
Hubungan antara T dan v dalam sebuah proses adiabatik yang reversible dapat
diperoleh dengan mengatur nilai s = konstan. Jika kita mengasumsikan cv = konstan,
maka dari Pers. (6-50),
𝑐𝑣 ln 𝑇 + 𝑅 𝑙𝑛 (𝑣 − 𝑏) = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
atau
𝑇(𝑣 − 𝑏)𝑅/𝑐𝑣 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (6-53)
Panas yang diserap dalam proses isotermal yang reversible dari persamaan T ds
yang pertama adalah,
𝑑𝑣
𝑑 ′ 𝑞𝑇 = 𝑅𝑇
𝑣−𝑏
Perubahan energi dalam adalah
𝑑𝑣
𝑑𝑢𝑇 = 𝑎
𝑣2
kerja d’w dari hukum pertama adalah,
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝑅𝑇 𝑎
𝑑′ 𝑤𝑇 = 𝑑′ 𝑞𝑇 − 𝑑𝑢𝑇 = ( − 2 ) 𝑑𝑣 = 𝑃 𝑑𝑣
𝑣−𝑏 𝑣
dan dalam proses terbatas
𝑣 −𝑏 1 1
𝑤𝑇 = 𝑅𝑇 ln 𝑣2 − 𝑏 + 𝑎 ( 𝑣 − ) (6-54)
1 2 𝑣1

6-9 SIFAT CAIRAN ATAU PADATAN DI BAWAH TEKANAN


HIDROSTATIS
Pernyataan untuk sifat cairan atau padatan di bawah tekanan hidrostatis dapat
diperoleh dengan memasukan nilai β, к, dan cp dalam persamaan umum sebagai
fungsi T dan P, T dan v, atau P dan v. Akan tetapi, menganggap kasus yang istimewa
yang mana β dan к dapat diasumsikan konstan.
Biarkan pertama-tama kita memperoleh persamaan keadaan cairan atau
padatan di bawah tekanan hidrostatis. Kita mempunyai
𝜕𝑣 𝜕𝑣
𝑑𝑣 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑃 = 𝛽𝑣 𝑑𝑇 − к𝑣 𝑑𝑃
𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑃 𝑇
Oleh karena itu
𝑇 𝑃
𝑣 = 𝑣0 + ∫ 𝛽𝑣 𝑑𝑇 − ∫ к𝑣 𝑑𝑃
𝑇0 𝑃0

di mana v0 adalah volume tertentu pada suhu T0 dan tekanan P0. Integral pertama
dievaluasi pada P0 dan kedua pada suhu T. Karena nilai kecil dari β dan к untuk
cairan dan padatan, volume tertentu v hanya akan berubah sangat kecil, sama
dengan perubahan besar pada T dan P. Jadi, sebuah kesalahan kecil akan terjadi jika
kita mengasumsikan v menjadi konstan dalam integral dan sama dengan v0.
Kemudian jika β dan к konstan juga, kita mempunyai perkiraan persamaan keadaan
𝑣 = 𝑣0 [1 + 𝛽 (𝑇 − 𝑇0 ) − к (𝑃 − 𝑃0 )] (6-55)
Entropi sebagai fungsi T dan P dapat ditemukan dari persamaan kedua T ds
𝑇 𝑐𝑝 𝑃 𝜕𝑣
𝑠 = ∫𝑇 𝑑𝑇 − ∫𝑃 (𝜕𝑇) 𝑑𝑃 + 𝑠0 (6-56)
0 𝑇 0 𝑃

Berdasarkan petunjuk pada Bab 6-6 dan Gambar 6-2, kita dapat
mengevaluasi integral pertama pada tekanan P0 (jadi cp = cp0) dan kedua pada suhu
T. Jika cp sudah diukur pada tekanan atmosfer P, maka dari Pers. (6-40)
𝑃
𝜕 2𝑣
𝑐𝑝0 = 𝑐𝑝 + ∫ ( 2 ) 𝑑𝑃
𝑃0 𝜕𝑇 𝑃

Dari perkiraan persamaan keadaan, diberikan dalam Pers. (6-55),


Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑣 𝜕2 𝑣
(𝜕𝑇) = 𝛽𝑣0 (𝜕𝑇 2 ) = 0
𝑃 𝑃

Jadi, pada perkiraannya bahwa β dapat dianggap konstan, kita dapat


mengasumsikan bahwa cp0 sama dengan nilai cp pada tekanan atmosfer, dan dapat
digunakan di luar tanda integral pada Pers. (6-56).
Mengganti (𝜕v/𝜕T)P dalam Pers. (6-56) dengan konstanta βv0 yang juga
dapat digunakan di luar tanda integral, kita mempunyai perkiraan parnyataan untuk
entropi:
𝑇
𝑠 = 𝑐𝑝 ln 𝑇 − 𝛽𝑣0 (𝑃 − 𝑃0 ) + 𝑠0 (6-57)
0
Entalpi dapat dihitung dari Pers. (6-39), mengganti (𝜕v/𝜕T)P dengan βv0.
Selisih cp – cv adalah
𝛽 2 𝑇𝑣
𝑐𝑝 − 𝑐𝑣 =
к
Untuk tembaga pada 1000 K
β ≃ 6 x 10-5 K-1, v ≃ 7.2 x 10-3 m3 kilomole-1,
к ≃ 10 x 10-12 m2 N-1,
jadi
cp – cv ≃ 4300 J kilomole-1 K-1
yang sama dengan 0.52 R dan sesuai dengan grafik dari cp dan cv pada
Gambar 3-10. Pada suhu rendah, kedua β dan T lebih kecil, dan di bawah
±350 K, cp dan cv adalah partikel yang sama.

6-10 PERCOBAAN JOULE DAN JOULE-THOMSON


Percobaan Gay-Lussac & Joule; dan Joule & Thomson, digambarkan pada Bab 4-
5 di mana, dasar dari hukum pertama itu sendiri, kita memperoleh persamaan
𝜕𝑇 1 𝜕𝑢
𝜂 ≡( ) = − ( )
𝜕𝑣 к 𝑐𝑣 𝜕𝑣 𝑇
𝜕𝑇 1 𝜕ℎ
𝜇 ≡( ) = − ( )
𝜕𝑃 ℎ 𝑐𝑝 𝜕𝑃 𝑇

Kita sekarang telah menunjukan gabungan dari hukum pertama dan kedua
bahwa kuantitas (𝜕u/𝜕v)T dan (𝜕h/𝜕P)T dapat dihitung dari persamaan keadaan dari
sistem yang melewati Pers. (6-9) dan (6-21):
𝜕𝑢 𝜕𝑃
( ) = 𝑇( ) − 𝑃
𝜕𝑣 𝑇 𝜕𝑇 𝑣

𝜕ℎ 𝜕𝑣
( ) = −𝑇( ) + 𝑣
𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑇 𝑃
Untuk gas van der Waals,
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑢 𝑎
( ) = 2
𝜕𝑣 𝑇 𝑣
𝜕ℎ 𝑅𝑇𝑣 3 𝑏 − 2𝑎𝑣(𝑣 − 𝑏)2
( ) =
𝜕𝑃 𝑇 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎(𝑣 − 𝑏)2
Oleh karena itu, ekspansi Joule dari gas van der Waals,
𝜕𝑇 𝑎
𝜂=( ) = −
𝜕𝑣 𝑢 𝑐𝑣 𝑣 2
dan dalam sebuah volume yang perubahannya terbatas (menjatuhkan sub-teks u
sederhana)
𝑎 1 1
𝑇2 − 𝑇1 = (𝑣 − ) (6-58)
𝑐𝑣 2 𝑣1

Oleh karena itu, pada perubahan dalam volume tertentu, perubahan suhu
yang diharapkan adalah sebanding dengan konstanta a van der Waals yang mana
diukur dari gaya tarik antara molekul. Untuk gas ideal, a = 0 dan perubahan suhu
adalah nol. Karena v2 dibutuhkan lebih besar daripada v1, T2 lebih sedikit daripada
T1 untuk gas nyata.
Eksapansi Joule-Thomson dari gas van der Waals
𝜕𝑇 1 𝑅𝑇𝑣 3 𝑏 − 2𝑎𝑣(𝑣 − 𝑏)2
𝜇 = (𝜕𝑃) = (6-59)
ℎ 𝑐𝑝 𝑅𝑇𝑣 3 − 2𝑎 (𝑣 − 𝑏)2

Kurva inversi pada Gambar 4-4(b) adalah titik tempat di mana (𝜕T/𝜕P)h =
0, dan suhunya pada titik serupa adalah suhu inversi, T1. Jadi, atur (𝜕T/𝜕P)h = 0
pada Pers. (6-59), kita memperoleh persamaan dari kurva inversi dari gas van der
Waals,
2𝑎(𝑣 − 𝑏)2
𝑇1 = (6-60)
𝑅𝑣 2 𝑏

Hubungan antara T1 dan kecocokan tekanan P1 diperoleh dari


mengeliminasi v antara persamaan ini dan persamaan keadaan. Kurva hasil
mempunyai bentuk umum yang sama sebagai pengamatan gas nyata, meskipun
angkanya tidaklah berdekatan.
Ketika efek Joule-Thomson digunakan dalam pencarian gas, gas pertama-
tama harus didinginkan di bawah suhu inversi maksimum, yang terjadi ketika
tekanan kecil dan volumenya besar. Kita dapat memperkirakann (v - b) dalam Pers.
(6-60) dengan v, dan untuk sebuah gas van der Waals,
2𝑎
𝑇1 (𝑚𝑎𝑥) = (6-61)
𝑅𝑏

Referensi untuk Table 2-1 akan menampilkan nilai b (ukuran molekul)


adalah hampir sama untuk semua gas, jadi nilai maksimum dari T1 untuk gas van
der Waals hampir sebanding dengan a.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

Table 6-1 adalah daftar nilai dari 2a/Rb untuk CO2, hidrogen, dan helium. Sebagai
perbandingannya, nilai yang diamati dari T1 juga diberikan. Persetujuan yang
mengejutkan. Dalam urutan menuju dingin dalam ekspansi Joule-Thomson,
hydrogen harus didinginkan dulu ±200 K yang biasanya dilakukan dengan bantuan
nitrogen cair. Helium harus didinginkan ±40 K dan dapat diselesaikan dengan
hidrogen cair atau daianjurkan dengan helium untuk kerja adiabatik.

Table 6-1 Nilai yang dihitung dan diamati dari suhu inversi maksimum
Gas a b 2a/Rb T1 (maks)
(J m3 (m kilomole-
3

kilomole-2) 1
)
CO2 366 x 103 0.0429 2040 K ~ 1500 K
H2 24.8 0.0266 224 K 200 K
He 3.44 0.0234 35 K ~ 40 K

6-11 DATA-DATA EMPIRIS DAN SUHU TERMODINAMIKA


Pada Bab 5-2, suhu termodinamika T didefinisikan oleh persamaan
𝑇 = 𝐴∅(𝜃) (6-62)
di mana A adalah konstanta keberuntungan dan ∅(𝜃) adalah fungsi dari data-data
empiris suhu 𝜃 sebagain yang diukur oleh sebuah termometer menggunakan sifat
keberuntungan termometer. Bentuk fungsi ∅(𝜃) tidak harus diketahui, akan tetapi,
untuk menentukan suhu T sebuah sistem, karena mengikuti definisi di atas bahwa
rasio dari dua suhu termodinamika sama dengan rasio kuantitas panas yang diserap
atau dilepaskan dalam siklus Carnot. Pada prinsipnya, suhu termodinamika sebuah
sistem dapat ditentukan dengan mengukur aliran panas, dan pada faktanya,
prosedur ini sewaktu-waktu disertai percobaan pada suhu yang sangat rendah.

Kita sekarang menunjukan fungsi ∅(𝜃) dapat ditentukan untuk termometer


gas yang berisi tekanan tertentu P3 pada titk rangkap tiga, jadi T dapat ditemukan
dari Pers. (6-62) tanpa harus membutuhkan ekstrapolasi ke tekanan 0 P3 pada
Gambar 1-4. Kita mengasumsikan bahwa persamaan keadaan gas, dan energi
persamaannya sudah ditentukan pada data-data empiris skala suhu 𝜃 yang
didefinisikan oleh gas, jadi bahwa P dan U diketahui percobaannya sebagai fungsi
V dan 𝜃. Kita memulai Pers. (6-9).
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑈 𝜕𝑃
( ) = 𝑇( ) − 𝑃
𝜕𝑉 𝜕𝑇 𝑉

Karena T hanyalah fungsi 𝜃, konstanta T menyiratkan konstanta 𝜃


dan (𝜕𝜃/𝜕𝑇)V = 𝑑𝜃/𝑑𝑇. Oleh karena itu, kita dapat menulis,
𝜕𝑈 𝜕𝑃 𝑑𝜃
( ) = 𝑇( ) − 𝑃
𝜕𝑉 𝜃 𝜕𝜃 𝑉 𝑑𝑇
atau
𝑑𝑇 (𝜕𝑃/𝜕𝜃)𝑉
= 𝑑𝜃 (6-63)
𝑇 𝑃+(𝜕𝑈/𝜕𝑉)𝜃

Karena di sisi kiri dari persamaan hanyalah fungsi T, di sisi kanan harus
menjadi fungsi 𝜃 saja. Jika kita menggambarkan koefisien dari d𝜃 oleh g(𝜃),
(𝜕𝑃/𝜕𝜃)𝑉
𝑔(𝜃) ≡
𝑃 + (𝜕𝑈/𝜕𝑉)𝜃
kemudian
𝑑𝑇
= 𝑔(𝜃)𝑑𝜃
𝑇
dan

ln 𝑇 = ∫ 𝑔(𝜃) + 𝑙𝑛 𝐴′

𝑇 = 𝐴′ exp[∫ 𝑔(𝜃) 𝑑𝜃] (6-64)


di mana A’ adalah sebuah konstanta integrasi. Bandingkan dengan Pers. (6-62)
menunjukan bahwa fungsi ∅(𝜃) adalah
∅(𝜃) = exp[∫ 𝑔(𝜃) 𝑑𝜃] (6-65)
Jika A = A’. Karena g(𝜃) dapat ditemukan percobaannya, suhu termodinamika T
sebanding dengan data-data empiris suhu 𝜃, dapat dihitung dari Pers. (6-64).
Sebagai sebuah percobaan, memperkirakan gas adalah gas Hukum Boyle,
yang mana kita sudah menemukan dengan percobaan bahwa hasil PV adalah
konstan pada konstanta suhu. Kita memilih hasil PV sebagai sifat termometrik X
dan menjelaskan data-data empiris 𝜃 sebagai
𝑃𝑉
𝜃 = 𝜃3 (𝑃𝑉) (6-66)
3

di mana (PV)3 adalah hasil nilai PV pada titik rangkap tiga dan 𝜃3 adalah nilai
kewnangan yang ditandai pada 𝜃 di titik rangkap tiga. Kemudian,
(𝑃𝑉)3 𝜃
𝑃=
𝜃3 𝑉
dan
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝜕𝑃 (𝑃𝑉)3
( ) =
𝜕𝜃 𝑉 𝜃3 𝑉
Jika dalam persamaan yang kita dapatkan dari percobaan Joule, bahwa Energi
Dalam (Internal) dari gas tidak bergantung pada volume gas tersebut dan hanya
merupakan persamaan temperatur,
𝜕𝑈
( ) =0
𝜕𝑉 𝜃
dan
(𝑃𝑉)3 1
𝑔(0𝜃) = =
𝑃𝑉03 𝜃
sehingga
𝑑𝜃
∫ 𝑔(𝜃) 𝑑𝜃 = ∫ = ln 𝜃
𝜃

∅(𝜃) = exp [∫ 𝑔(𝜃)𝑑𝜃] = exp(ln 𝜃) = 𝜃,

dan hasilnya
𝑇 = 𝐴𝜃
Pada keadaan ini, persamaan ∅(𝜃) dengan hasil 𝜃 dan temperatur
Termodinamika T secara proporsional menunjukkan temperatur empiris 𝜃. Tetapi
gas yang mengikuti Hukum Boyle dan Energi Dalamnya (Internal) hanya
merupakan persamaan temperatur adalah gas ideal dan temperatur empiris 𝜃 adalah
temperatur gas ideal. Ini merupakan kesepakatan dengan hasil yang mudah
diperoleh ketika kita menganalisa sebuah siklus Carnot yang dipengaruhi oleh gas
ideal.
Mungkin dengan catatan bahwa jika kondisi yang menentukan pada gas
tersebut hanya mengikuti Hukum Boyle, maka temperatur empiris yang ditetapkan
pada persamaan (6-66) tidak menunjukkan secara proporsional temperatur
termodinamika. Hanya jika dalam persamaan (𝜕𝑈⁄𝜕𝑉 )𝜃 = 0 dimana 𝑔(0)
mengurangi 1⁄𝜃 .

6-12 SISTEM MULTIVARIABEL. PRINSIP CARATHEODORY


Hingga kini, kita menganggap bahwa hanya sistem yang ditetapkan yang dapat
didefinisikan sebagai nilai dari dua variabel bebas seperti Tekanan (P) dan
Temperatur (T).Kemudian Volume (V) ditentukan dengan persamaan keadaan, dan
Energi Dalam (U) dtentukan dengan persamaan Energi. Untuk keadaan umum, X
menunjukkan variabel intensif sesuai dengan volume V, dan Y menghubungkan
variabel intensif sesuai dengan Tekanan P. Kerja 𝑑′𝑊 pada proses reversible yang
sangat kecil adalah 𝑌 𝑑𝑋 dan hukum pertama menyatakan bahwa dalam proses
tersebut
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

𝑑′𝑄𝑟 = 𝑑𝑈 + 𝑑 ′ 𝑊 = 𝑑𝑈 + 𝑌 𝑑𝑋 (6-67)
Jika kita memilih U dan X sebagai variabel bebas yang menentukan keadaan
sistem, kemudian dari persamaan keadaan dan persamaan energi, kita dapat
emncari Y sebagai fungsi dari U dan X dan Persamaan (6-67) mengungkapkan
differensial eksak (inexact differential) 𝑑′𝑄𝑟 dalam hubungan U dan X dan
diferensialnya.
Ini ditampilkan dalam buku matematika bahwa persamaan apa saja
mengungkapkan sebuah diferensial eksak (inexact differential) pada kondisi dua
variabel bebas dan differensialnya selalu mempunyai integrasi denominator (angka
sebutan), dan apabila persamaan dibagi terus dengan denominator (angka sebutan),
sisi kiri menjadi diferensial yang tepat (exact differential). Namun kita telah
menunjukkan bahwa 𝑑′𝑄𝑟 ⁄𝑇 merupakan diferensial yang tepat (exact differential)
𝑑𝑆, jadi pada keadaan ini, integrasi denominator (angka sebutan) merupakan
temperatur termodinamika T dan
𝑑′𝑄𝑟 1 𝑌
= 𝑑𝑆 = 𝑇 𝑑𝑈 + 𝑇 𝑑𝑋,
𝑇

atau
𝑇 𝑑𝑆 = 𝑑𝑈 + 𝑌 𝑑𝑋 (6-68)
Sekarang anggaplah lebih banyak lagi keadaan umum dari sebuah sistem
multivariabel, dimana nilai dari dua variabel bebas yang lain perlu untuk
menetapkan keadaan. Itu akan cukup untuk mempertimbangkan 3 variabel bebas.
Sebagai contoh yaitu gas paramagnetik pada sebuah medan magnetik ℸℓ, dimana
keadaanya dapat ditentukan dari volumenya V, momen magnetiknya M, dan
temperaturnya T. Kerja 𝑑′𝑊 pada proses reversible yang dialami sistem tersebut
adalah
𝑑′ 𝑊 = 𝑌1 𝑑𝑋1 + 𝑌2 𝑑𝑋2 (6-69)
Apabila X1 dan X2 menunjukkan 2 variabel ekstensif (berhubungan dengan
V dan –M) dan Y1 dan Y2 menghubungkan variabel intensif (berhubungan dengan
P dan ℸℓ). Kemudian secara umum
𝑑′𝑄𝑟 = 𝑑𝑈 + 𝑑 ′ 𝑊 = 𝑑𝑈 + 𝑌1 𝑑𝑋1 + 𝑌2 𝑑𝑋2 (6-70)
Jika kita memilih U, X1, dan X2 sebagai variabel bebas yang menentukan
keadaan dari sitem tersebut, persamaan ini mengungkapkan diferensial eksak
(Inexact Differential) 𝑑′𝑄𝑟 pada hubungan 3 variabel bebas dan diferensialnya.
Tidak seperti keterkaitan persamaan (6-67), untuk sistem 2 variabel, persamaanya
seperti persamaan (6-70), mengungkapkan diferensial eksak (Inexact Differential)
dalam keterkaitan diferensial 3 (atau lebih) variabel bebas, tidak memerlukan
integrasi denominator (angka sebutan), meskipun mungkin mempunyai satu, dan
memang tidak memiliki satu jika variabelnya yang mendefinisikan sistem
termodinamika.
Untuk menunjukkan bahwa itu benar, kita kembali pada pernyataan tegas
pada bagian 5-2 bahwa ketika terdapat sistem apapun yang dilakukan di seluruh
siklus Carnot, rasio |𝑄2 |⁄|𝑄1 | mempunyai nilai yang sama, untuk pasangan yang
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

sama dari temperatur penyimpanan. Sebab itu tanpa memperhatikan kompleksitas


dari sebuah sistem, kita dapat mendefinisikan temperatur termodinamika dengan
persamaan
|𝑄2 | 𝑇2
=
|𝑄1 | 𝑇1
dan dengan tepat sebab yang sama seperti pada bagian 5-3, perubahan entropi dari
sebuah multi variabel siste dapat didefinisikan sebagai
𝑑′𝑄𝑟
𝑑𝑆 =
𝑇
Oleh karena itu ketika persamaan (6-70) dibagi terus oleh T, sisi kiri menjadi
diferensial yang tepat (Exact Differential) dS dan temperatur termodinamika T
merupakan sebuah integrasi denominator (angka sebutan) untuk 𝑑′𝑄𝑟 , tanpa
memperhatikan kompleksitas sistem tersebut. Persamaan (6-70) dapat ditulis
𝑑′𝑄𝑟 1
= 𝑑𝑆 = [𝑑𝑈 + 𝑌1 𝑑𝑋1 + 𝑌2 𝑑𝑋2 ]
𝑇 𝑇
or
𝑇 𝑑𝑆 = 𝑑𝑈 + 𝑌1 𝑑𝑋1 + 𝑌2 𝑑𝑋2 (6-71)
Sejak entropi S merupakan sebuah sifat dari sitem lain, itu dapat dianggap
sebagai fungsi dari tiga variabel lain yang menentukan keadaan dari sistem 3
variabel. Jadi apabila kita menghubungkan X1, X2 dan temperatur T sebagai variabel
bebas, persamaan entropi dari sistem tersebut adalah
𝑆 = 𝑆(𝑇, 𝑋1 , 𝑋2 )
Jika S sebuah konstanta, persamaan yang terdahulu merupakan persamaan
dari permukaan pada tiga dimensi ruang T-X1-X2. Semua proses insentropik
dilakukan oleh sistem, dan untuk S dimana mempunyai beberapa nilai yang sama,
misalkan S1, terletak pada permukaan tunggal di sebuah diagra, T-X1-X2. Semua
proses untuk S yang mempunyai nilai konstan S2 terletak pada permukaan kedua
dan seterusnya. Permukaan Insentropik ini merupakan generalisasi dari kurva
insentropik untuk sistem 2 variabel. Demikian pula, semua proses isotermal saat
diberi temperatur berada pada permukaan tunggal pada diagram T-X1-X2,
merupakan bidang yang tegak lurus dengan sumbu temperatur. Secara umum, untuk
sebuah sistem yang didefinisikan dengan m variabel bebas, dimana m > 3, proses
isotermal dan isentropik berada pada hypersurface dari (m-1) dimensi, pada sebuah
dimensi m yang hyperspace.
Itu merupakan kepentingan untuk mempertimbangkan representasi
geometris, pada diagram T-X1-X2, pada siklus Carnot memungkinkan yang
dipengaruhi oleh sistem 3 variabel. Gambar 6-3 menunjukkan bagian dari dua
permukaan isotermal pada temperatur T2 dan T2, dan dua permukaan isentropik
pada entropi S2 dan S1, dimana S2 > S1.
Andaikan kita memulai suatu siklus Carnot pada point dimana T=T2 dan S=S1.
Kemudian kurva lain dalam bidang T=T2, dari perpotongan dari bidang ini dengan
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

permukaan S=S1 hingga perpotongannya dengan permukaan S=S1, merupakan


sebuah proses isotermal pada temperatur T2 pada entropi yang meningkat dari S1
menjadi S2. Proses tersebut mungkin dimulai saat salah satu dari poin a1, a2, a3 dan
seterusnya, dan berakhir pada salah satu dari poin b1, b2, b3 dan seterusnya. Bahkan
sebuah proses seperti a1-a3-b1-b3 memenuhi kondisi tersebut. (Proses lain
ditunjukkan dengan garis yang memotong permukaan isotermal dengan isentropik,
seperti proses a1-a2 dan b1-b2, mempunyai sifat menarik saat terjadi baik isotermal
maupun isentropik. Demikian pada perbedaan sistem 2 variabel, yang hanya 1
proses isotermal antara entropi S1 dan S2 yang mungkin pada suhu tertentu, terdapat
sistem 3 variabel ( atau pada sistem multivariabel) sebuah jumlah tak terbatas pada
proses tersebut.
Langkah berikutnya dalam siklus dapat terdiri dari kurva lain dalam
permukaan isentropik S=S2, dari poin seperti b1, b2, b3 dan seterusnya, hingga poin
seperti c1, c2, c3 dan seterusnya. Siklus berakhir dengan proses lain pada bidang
T=T1 hingga permukaan S=S1, dan sebuah proses akhir pada permukaan ini hingga
poin awal.

Gambar 6-3 Proses lain seperti a1-b2-c2-d1-a1 merupakan sebuah siklus


Carnot untuk sistem 3 vaiabel.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

Perhatikan bahwa aliran panas Q adalah sama pada semua proses ireversibel
isotermal pada suhu tertentu antara permukaan S1 dan S2, sejak proses Q=T(S2-S1).
Ketika salah satu dari proses siklis yang dijelaskan sebelumnya ditunjukkan
pada bidang T-S, memiliki bentuk yang sama persis seperti sistem 2 variabel, yang
ditunjukkan pada gambar 5-4, sebuah persegi panjang dengan sisi paralel hingga
sumbu T dan S.
Kita telah menunjukkan sebelumnya bahwa satu satunya keadaan dari sistem
2 variabel yang dapat dicapai dari keadaan tertentu dengan proses adiabatik
merupakan keadaan dimana entropinya sama atau lebih besar dari keadaan awal.
Semua keadaan yang diakses secara adiabatik, kemudiana salah satunya berada
pada kurva isentropik melalui keadaan tertentu atau berada di sisi yang sama pada
kurva tersebut. Hal yang sama berlaku untuk sistem 3 variabel, kecuali ketika salah
satu keadaan yang diakses berada pada permukaan isentropik melalui keadaan
tertentu atau berada pada sisi yang sama dengan permukaan tersebut, yaitu, sisi
yang mempunyai nilai entropi lebih besar. Keadaan dimana entropi lebih sedikit
daripada keadaan awal yang berada pada sisi lain dari permukaan dan merupakan
inaksesibel secara adiabatik dari keadaan tertentu.
Caratheodory mengambil sifat dari terjangkaunya adiabatik sebagai titik awal
dari perumusan hukum ke dua. Prinsip Caratheodory menyatakan bahwa di sekitar
kelangsungan dari setiap keadaan setimbang dari sebuah sistem
termodinamika, terdapat keadaan lain yang tidak dapat dicapai dari keadaan
tertentu dengan proses adaiabatik. Caratheodory dapat menunjukkan, dengan
argumen matematis yang panjang, bahwa jika hal ini terjadi, pernyataan seperti
persamaan (6-70), pada tiga (atau lebih) variabel bebas, tentu tidak memiliki
integrasi denominator (angka sebutan). Perhitungannya tidak mudah untuk diikuti
dan kita tidak akan melanjutkan masalah lebih lanjut.
Dimulai dengan prinsip Caratheodory, kita dapat menyimpulkan keberadaan
suhu termodinamika dan persamaan entropi. Kita telah membalikkan argumen dan
, dengan dimulai dengan sebuah pernyataan memperhatikan kuantitas dari panas
yang diserap dan panas yang dilepas pada siklus Carnot, bersamaan dengan prinsip
dari peningkataan entropi, kita telah menunjukkan prinsip Caratheodory merupakan
konsekuensi yang diperlukan.

PERMASALAHAN
6-1 Nyatakan (𝜕𝑢⁄𝜕𝑃) 𝑇 dalam bentuk standar dengan (a) Menggunakan metode
yang menghasilkan persamaa (6-9) dan (b) Metode yang ditemukan Bridgman (c)
Temukan (𝜕𝑢⁄𝜕𝑃) 𝑇 untuk gas ideal
6-2 Tentukan selisih dari 𝑐𝑃 − 𝑐𝑣 untuk Merkury pada temperature 00 C dan tekanan
1 atm menurut nilai dari 𝛽 dan 𝛼 dari gambar 2-17. Massa jenis dari Merkury adalah
13.6 x 103 kg m-3 dan berat atomnya 200.6 (b) Tentukan rasio (𝑐𝑃 − 𝑐𝑣 )⁄3𝑅
6-3 Persamaan keadaan suatu gas tertentu adalah (𝑃 + 𝑏)𝑣 = 𝑅𝑇. (a) Hitunglah
𝑐𝑃 − 𝑐𝑣 (b) Hitunglah perubahan entropi pada proses isotermal (c) Tunjukkan
bahwa cv bebas dari v.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-4 Persamaan energi suatu zat diperlihatkan 𝑢 = 𝑎𝑇 2 𝑣, dimana a konstan. (a)


Informasi apa yang dapat disimpulkan tentang entropi suatu zat? (b) Apa batas bats
pada persamaan keadaan suatu zat? (c) Pengukuran apa saja yang harus dibuat
untuk menentukan entropi dan persamaan keadaan?
6-5 Persamaan keadaan suatu keadaan dirumuskan (𝑃 + 𝑏)𝑣 = 𝑅𝑇. Informasi apa
yang dapat disimpulkan tentang entropi, Energi Dalam (Internal Energy) dan
entalpi suatu zat? Percobaan pengukuran apa saja yang harus dibuat untuk
menunjukkan semua sifat suatu zat?
6-6 Suatu zat mempunyai persamaan bahwa (𝜕𝑢⁄𝜕𝑣) 𝑇 = 0 dan (𝜕ℎ⁄𝜕𝑃) 𝑇 = 0.
(a) Tunjukkan bahwa persamaan suatu keadaan haruslah menjadi 𝑇 = 𝐴𝑃𝑣 dimana
A konstan. (b) Informasi tambahan apa yang perlu untuk menentukan entropi suatu
zat?
6-7 Nyatakan (𝜕𝑢⁄𝜕𝑣) 𝑇 dengan bentuk standar dengan (a) Menggunakan metode
dengan hasil Persamaa (6-21) dan (b) dengan metode yang ditemukan Bridgman.
(c) Tentukan nilai (𝜕𝑢⁄𝜕𝑣) 𝑇 untuk gas ideal.
𝜕𝑠 𝑃 𝑐
6-8 Buktikan bahwa 𝑇 (𝜕𝑇) = 1−𝛽𝑇

𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝑣
6-9 Buktikan bahwa (𝜕𝑃) − (𝜕𝑃) = − 𝑐
ℎ 𝑆 𝑃

6-10 Asal (a) Persamaan (6-21) (b) Persamaan (6-27) (c) Persamaan (6-28) dan (d)
Persamaan (6-29)
6-11 Tunjukkan Persamaan (6-27) dengan Metode Bridgman
6-12 Peroleh persamaan (6-12), hubungan untuk 𝑐𝑃 − 𝑐𝑣 dari persamaan 𝑇 𝑑𝑠
6-13 Tunjukkan bahwa selisih antara kompresi isotermal dan adiabatik adalah
𝑇𝛽 2 𝑣
𝐾 − 𝐾𝑠 = 𝑐𝑃

6-14 Tunjukkan bahwa (𝜕ℎ⁄𝜕𝑣)𝑠 = 𝛾⁄𝐾


6-15 Dapatkan persamaan dari keadaan dan 𝑐𝑃 sebagai fungsi dari T ditentukan
untuk sebuah zat jka s(P,T) dan h(P,T) diketahui? Jika tidak, informasi tambahan
apa yang diperlukan?
6-16 Hill dan Lounasmaa menyatakan bahwa semua sifat sifat termodinamika dari
Helium cair dihitung pada kisaran temperatur 3 hingga 20 K dan hingga tekanan
100 atm dari ukurannya 𝑐𝑣 , (𝜕𝑃⁄𝜕𝑇)𝑣 dan P sebagai fungsi dari T untuk berbagai
macam densitas Helium. (a) Buktikan bahwa mereka benar dengan menurunkan
pernyataan u, s, dan h dengan kondisi jumlah eksperimen yang ditentukan. (b)
Pengukuran apa yang secara mutlak tidak diperlukan untuk menentukan secara
lengkap semua sifat dari He4 pada temperatur dan tekanan batas tertentu? Jelaskan.
6-17 Gunakan data dari Gambar 6-1(a) dan 6-1(b) untuk menghitung perubahan
entropi dari 10-3 kilo Mole dari He4 sebagai temperaturnya dan penurunan densitas
berubah dari ^ K dan 2.2 hingga 12K dan 2.6
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-18 Peroleh persamaan (6-45) dan (6-46) (b) Peroleh pernyataan untuk ℎ(𝑇, 𝑣) dan
ℎ(𝑃, 𝑣) untuk Gas ideal
6-19 Asumsikan bahwa 𝑐𝑃 dari sebuah gas ideal dinyatakan dengan 𝑐𝑃 = 𝑎 + 𝑏𝑇,
dimana a dan b konstan. (a) Apa pernyataan untuk 𝑐𝑣 untuk gas tersebut? (b)
Gunakan pernyataan untuk 𝑐𝑃 pada persamaan (6-41) dan (6-42) untuk
mendapatkan pernyataan spesifik entropi dan entalpi gas ideal dalam beberapa
refrensi keadaan (c) Peroleh sebuah pernyataan untuk Energi Dalam (Internal
Energi) dari gas ideal
6-20 Satu kilomole gas ideal mengalami sebuah proses throttling dari tekanan 4 atm
hingga 1 atm. Temperatur awal gas yaitu 500 C (a) Berapa besar kerja yang dapat
dilakukan gas ideal yang mengalami proses reversibel hingga keadaan temperatur
yang sama saat temperaturnya konstan? (b) Berapa besar entropi peningkatan
semesta sebagai hasil dari proses throttling?
6-21 Tunjukkan bahwa entalpi spesifik dari gas van der Waals dinyatakan dengan
𝑐𝑣 𝑇 − 2 𝑎⁄𝑣 − 𝑅𝑇𝑣⁄(𝑣 − 𝑏) + konstanta
6-22 Tekanan pada blok tembaga pada temperatur 00C meningkat secara isotermal
dan reversibel dari 1 atm hingga 1000 atm. Asumsikan bahwa 𝛽, 𝐾 dan 𝜌
merupakan konstanta dan hasilnya masing masing 5 x 10-8 K-1, 8 x 10-12 N-1m2 dan
8,9 x 103 kgm-3. Hitunglah (a) Kerja yang dilakukan setiap kg tembaga dan (b) panas
yang mengembang. (c) Bagaimana anda menjelaskan fakta bahwa panas yang
mengembang lebih besar dari kerja yang dilakukan? (d) Apa yang menyebabkan
kenaikan suhu tembaga, apabila kompresi yang terjadi adalah adiabatik daripada
isotermal? Jelaskan perkiraan yang dibuat.
6-23 Untuk sebuah zat padat dimana persamaan keadaan ditetapkan seperti
persamaan (6-55) dan untuk 𝑐𝑃 dan 𝑐𝑣 yang bebas dari T, tunjukkan Energi Dalam
dan Entalpi secara khusus yang diperlihatkan dari persamaan
𝑣 1
𝑢 = 𝑐𝑣 (𝑇 − 𝑇0 ) + [(2𝛽𝑇0 𝑣 − 1) 2𝐾 − 𝑃0 ] (𝑣 − 𝑣0 )𝑢0
0

dan
𝐾
ℎ = 𝑐𝑃 (𝑇 − 𝑇0 ) + 𝑣0 (𝑃 − 𝑃0 ) [1 − 𝛽𝑇0 − 2 (𝑃 − 𝑃0 )] + ℎ0

6-24 Gambar 2-16, 2-17, 3-10 dan 3-11 menampilkan data pada tembaga dan
merkury. Apakah data tersebut cukup untuk menentukan semua sifat dari tembaga
dan merkury pada temperatur antara 500 hingga 1000 K? Jika iya, tentukan
pernyataan untuk entropi dan entalpi. Jika tidak tentukan informasi yang
dibutuhkan.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-25 Tabel dibawah menyatakan volume 1 g air pada sejumlah suhu pada tekanan
1 atm.
t (0C) V (cm3) t (0C) V (cm3)
0 1.00013 20 1.00177
2 1.00003 50 1.01207
4 1.00000 75 1.02576
6 1.00003 100 1.04343
10 1.00027

Perkirakan sedekat yang anda bisa untuk perubahan temperatur ketika tekanan air
pada tekanan hidrolik meningkat secara reversible dan adiabatik dari tekanan 1 atm
hingga menjadi tekanan 1000 atm, ketika temperatur awal adalah (a) 20 C, (b) 40 C
(c) 500 C. Buatlah asumsi atau alasan yang masuk akal, namun terangkan hal
tersebut.
6-26 Kompresi Isotermal air adalah 50 x 10-6 atm-1 dan 𝑐𝑃 = 4.18 x 103 J kg-1 K-1.
Sifat lain dari air sudah diterangkan dalam permasalahan sebelumnya. Hitunglah
usaha yang dilakukan sebagai tekanan pada 1 g air saat tekanan hidrolik meningkat
secara reversibel dari 1 atm hingga 1000 atm (a) secara isotermal (b) secara
adiabatik. (c) Hitunglah pengembangan panas pada proses isotermal
6-27 Buatlah sketsa sebuah siklus Carnot pada bidang h-s untuk (a) gas ideal (b)
gas van der Waals (c) zat padat. Buat alasan yang masuk akal, namun terangkan hal
tersebut. (Lihat permasalahan 6-21 dan 6-23 untuk menyatakan Entalpi secara
khusus)
6-28 Perhitungkan 𝜂 dan 𝜇 u untuk gas dimana persamaan keadaanya diberikan
sebagai (a) 𝑃(𝑣 − 𝑏) = 𝑅𝑇 and (b) 𝑃(𝑣 + 𝑏) = 𝑅𝑇 dimana b adalah sebuah
konstanta. Asumsikan bahwa 𝑐𝑣 dan 𝑐𝑃 konstan.
6-29 Asumsikan mengikuti persamaan keadaan van der Waals, tentukan perubahan
pada temperatur ketika 1 kilomole gas helium adalah 0.12 m3. (Lihatlah tabel 2-1
dan 9-1 untuk data). Jelaskan perkiraanya.
6-30 Karbon dioksida dengan tekanan awal 100 atm dan temperatur 300 K
mengalami sebuah ekspansi bebas adiabatik yang mana volume akhirnya menjadi
10 kali volume aslinya. Carilah perubahan temperatur dan peningkatan entropy
khusu, asumsikan bahwa CO2 merupakan (a) gas ideal, (b) gas van der Waals.
(Gunakan tabel 2-1 dan 9-1 dan buatlah asumsi lain yang terlihat masuk akal)
6-31 Dimulai dari persamaan keadaan van der Waals, jelaskan persamaan (6-59)
dan (6-60)
6-32 Asumsikan bahwa helium merupakan gas van der Waals, hitunglah tekanan
sehingga inversi temperatur Helium menjadi 20 K. (Lihat Tabel 6-1 untuk data)
6-33 Gas Helium pada permasalahan 6-29 mengalami proses throttling. Hitunglah
koefisien Joule-Thomson pada (a) 20 K dan (b) 150 K. (c) Untuk setiap proses
hitunglah perubahan temperatur Helium jika tekanan akhirnya adalah 1 atm,
asumsikan 𝜇 tidak terikat ole P dan T.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-34 Hitunglah Inversi temperatur maksimal dari Helium.


6-35 Tunjukkan bahwa P dan 𝜃 terpilih sebagai variabel bebas, relasi antara
temperatur termodinamika P dan temperatur empiris 𝜃 pada skala sebuah
termometer gas adalah
𝑑𝑇 (𝜕𝑣⁄𝜕𝜃)
= 𝑣−(𝜕ℎ⁄𝜕𝑃𝑃) 𝑑𝜃
𝑇 𝜃

3-36 (a) Tunjukkan pada skala 𝜃 temperatur empiris dari termometer gas yang lain
𝑑𝑇 (𝜕𝑃⁄𝜕𝜃)𝑣 (𝜕𝑣⁄𝜕𝜃)𝑃
= 𝑑𝜃 = 𝑑𝜃,
𝑇 𝑃−𝜂𝑐𝑣 𝑣−𝜂𝑐𝑃

dimana 𝜂 dan 𝜇, masing masing merupakan koefisien Joule dan koefifien Joule
Thomson dari gas.
(b) Buktikan juga
𝑑𝑇 (𝜕𝑃⁄𝜕𝜃)𝑣
= (𝑐 𝑑𝜃
𝑇 𝑃 −𝑐𝑣 )(𝜕𝜃 ⁄𝜕𝑣 )𝑃

3-37 Untuk zat paramagnetik, usaha khusus dalam proses reversibel adalah –ℸℓ dm.
(a) Pertimbangkan keadaan zat yang definisikan oleh momen magnetik per unit
volume m dan beberapa temperatur empiris 𝜃. Buktikan bahwa
𝑑𝑇 (𝜕ℸℓ⁄𝜕𝜃)𝑚
= 𝑑𝜃
𝑇 ℸℓ − (𝜕𝑢⁄𝜕𝑚)𝜃
(b) Ditemukan secara eksperimental bahwa pada rentang variabel yang tidak terlalu
besar, rasion (ℸℓ/𝑚) adalah konstan pada temperatur yang konstan. (Ini dapat
disamakan dengan sifat dari Hukum Boyle gas bahwa PV adalah konstan pada
temperatur yang konstan). Pilihlah rasio (ℸℓ/𝑚) sebagai sifat termometrik X, dan
tetapkan temperatur empiris 𝜃 hanya jika Energi Dalam (Internal Energi) u tidak
terikat oleh m pada temperatur yang konstan.
3-38 (a) Pada sebuah diagram T-V-M buatlah sketsa dua permukaan entropi konstan
untuk gas ideal menurut Hukum Curic. (b) Dengan dua permukaan dari bagian (a)
bersamaan dengan dua permukaan isotermal, buatlah sketsa dua siklus Carnot yang
memungkinkan untuk sistem tersebut. Diperoleh relasi antara M dan V untuk proses
dimana keduanya isotermal dan isentropik. Gambarlah proses tersebut pada bidang
V-M.
Kombinasi Hukum Pertama dan Kedua

6-39 Pada gambar 6-4, keadaan a dan b berada pada sebuah garis perpotongan
konstan x1 dan x2. (a) Tunjukkan bahwa keduanya baik a dan b tidak dapat
terjangkau oleh proses isentropik dari keadaam i dengan membuktikan bahwa
siklus i-a-b-i melanggar pernyataan Kelvin-Planck dari hukum kedua.

Gambar 6-4

Anda mungkin juga menyukai