Disusun Oleh :
1. A.A Diah Puspita Dewi NIM
2. Hirul Mistofa NIM
3. Shela Mita Rengganis NIM :
4. Tunggul Bagus Dewanta NIM: 15710356
Pembimbing :
Letkol CKM dr. Nurhadi Sp.M
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak didefinisikan sebagai adanya opasitas di dalam lensa mata yang
menurunkan jumlah cahaya yang masuk ke mata sehingga menyebabkan perburukan
pandangan. Lensa normalnya merupakan substansi bening dengan struktur yang
terdiri dari protein dan air sehingga membentuk jalur yang bersih untuk cahaya.
Katarak seringkali dideskripsikan seperti melihat melalui air terjun atau kertas
minyak.1Katarak dapat terjadi akibat pengaruh proses penuaan, trauma, kelainan
kongenital, radiasi, dan katarak sekunder akibat kelainan lain yang mendasari seperti
diabetes, pemakaian steroid, serta setelah tindakan operasi glaukoma. 2
Menurut WHO, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia sebanyak
51% pada tahun 2010. Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh
dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58%
atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low
vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan
berusia 50 tahun atau lebih. 3
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada tahun 2013 adalah sebesar 0,4%
dengan prevalensi katarak nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi berada
di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 1622% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. 3
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada
mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah
beberapa hari ataupun beberapa tahun.Katarak traumatik ini dapat muncul akut,
subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata.4
Pada makalah ini penulis melaporkan pasien Tn. Tusia 55 tahun dengan
diagnosa ODS katarak Buratto grade V.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Lensa alami adalah zat kristalin dan struktur dari air dan protein yang tepat
untuk membuat jalan lintasan yang jelas untuk cahaya. Katarak adalah perubahan
lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh, cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur
pada retina. Katarak sering digambarkan sebagai mirip dengan melihat melalui air
terjun atau kertas lilin.1 Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. 5
Katarak dapat terjadi sebagai akibat dari proses penuaan atau proses sekunder
akibat faktor keturunan, trauma, inflamasi, kelainan metabolik atau nutrisi, dan radiasi.
Kekeruhan lensa karena faktor umur adalah katarak yang paling sering terjadi. Katarak
dapat digolongkan berdasarkan pengamatan visual untuk mengindikasikan derajat
keparahan. 6
2.2 Epidemiologi
Menurut data World Health Organization (WHO), katarak akibat penuaan
menyebabkan 48% kebutaan di seluruh dunia, yang mengenai sekitar 18 juta orang.
Pada beberapa negara, operasi katarak tidak adekuat untuk mengurangi kebutaan
akibat katarak. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif.7
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada tahun 2013 adalah sebesar 0,4%
dengan prevalensi katarak nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi berada
di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). 4Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 1622% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. 3
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat
(spheris), tergantung besarnya tegangan serat- serat zonula pada kapsul lensa.
Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus siliaris, yang bila berkontraksi
akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bullat
dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek- objek yang lebih
dekat. Relaksasi muskulus siliaris akan menghasilkan kebalikan dari peristiwa tersebut,
membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek- objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan- lahan
seiring dengan penurunan elastisitasnya. 9
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya katarak sangat bervariasi tergantung dari proses
patogenesis, proses umur, genetik, diabetes mellitus, radiasi ultraviolet, merokok
merupakan faktor penyebab terjadinya katarak. Katarak adalah penyakit degeneratif
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor
genetik sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan
dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status
kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan
sinar ultraviolet. 10
1. Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu
penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah
paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan risiko terjadinya
katarak kortikal dan katarak posterior kapsular.
2. Perokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok
menyebabkan
penumpukan
molekul
berpigmen
-3
hydroxykhynurine
dan
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitude
akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar
glukosa dalam humor akuos. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa
dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak
dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
4. Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,
termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.
Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan
cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.
5. Obat-obatan
Data klinis laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi
kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan risiko katarak biasanya adalah
kortikosteroid.
6. Nutrisi
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E,
niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein mempunyai efek
protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan zeaxantin adalah satu-satunya
karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan
adanya penurunan risiko katarak dengan peningkatan asupan makanan tinggi lutein
(bayam, brokoli).
2.4 Patogenesis
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada
lensa
katarak
secara
karakteristik
terdapar
agregat-agregat
protein
yang
ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian
tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan
bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan
berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pemecahan dan agregrasi protein,
kerusakan membrane sel serat, kekurangan glutathione, kerusakan oksidatif, kalsium
tinggi, keabnormalan migrasi sel epitel pada lensa adalah beberapa mekanisme
khusus yang bertanggungjwaab untuk katarak senilis.Hal ini menjadi semakin parah
dan sering pada usia lanjut dan bertanggungjawab untuk 48% dari kebutaan dunia. 12,13
2.4.1
radiasi UV yang lebih tinggi menunjukkan dengan prevalensi lebih tinggi dan onset
awal katarak .18Prevalensi katarak dilaporkan 3,8 kali lebih tinggi di daerah dengan
rata-rata 12 jam paparan sinar matahari sehari-hari dibandingkan dengan daerahdaerah dengan hanya 7 jam paparan di Nepal.18
2.4.2
a) Corticosteroid
Penggunaan kosticosterod jangka panjang dapat meginduksi terjadinya PSCs
(Posterior Subscapular Catharact). Tergantung dari dosis dan durasi dari terapi, dan
respon individual terhadap corticosteroid yang dapat menginduksi PSCs. Terjadinya
katarak telah dilaporkan melalui beberapa rute : sistenik, topical, subkonjungtival dan
nasal spray. Pada satu studi dilaporkan, pasien dengan menggunakan oral prednisolon
dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% menggunakan 10 mg/hari menjadi katarak,
sekitar 30% dari mereka mendapat 10-15 mg/hari dan 80% dari mereka mendapatkan
lebih dari 15 mg/hari. Pada studi lain, beberapa pasien mendapat steroid topical
berlanjut menjadi keratoplasty yang berlanjut menjadi katarak setelah mendapatkan
sekitar 2.4 drops per hari 0,1% ddexamethasone selama periode 10,5 bulan. Beberapa
steroid dapat menginduksi PSCs pada anak dan bisa reversibel setelah penghentian
penggunaan steroid.
a
Phenotiazine
Phenotiazine merupakan golongan mayor dari psycotropic medikasi,
dapat
terjadi deposit pigmen pada anterior epitelium lensa pada konfigurasi
axial.
Deposit tersebut dapat terjadi tergantung dari dosis dan lama
pemberian.
b
dan
konjungtivitis,
selain
kekeruhan
lensa,
telah
penurunan dosis.
Miotik
nucleus lensa. 21
Anti-arhtymic
Kekeruhan pada lensa subkapsular anterior tanpa gejala kekeruhan
lensa dan keratopati ditandai dengan sub-epitel uliran kornea mirip
dengan yang dicatat dalam penyakit Fabry didokumentasikan dengan
baik sebagai mata efek samping dari Amiodorone (anti-arrhythmic
2.4.3
obat).22
Trauma
Kerusakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik,
Penyakit Sistemik
a. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan
kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan
komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan
berdifusi masuk ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan
meningkat. Beberapa dari glukosa akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan dimetabolisme tetapi tetap di lensa. Setelah
itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, yang
menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat
memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes
bisa menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi
penurunan kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia
muda. Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan
diabetes. Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic
cataract, atau snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan
menyebar sampai subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan
diabetes mellitus yang tidak terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti
tampilan kepingan salju terlihat awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior
lensa. Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan
katarak kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti percaya bahwa perubahan
metabolik yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada manusia sangat
erat kaitannya dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan.
Meskipun true diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap
dilaporkannya katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda
sebaiknya diwaspadai oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus. Tingginya resiko
katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari akumulasi
sorbitol dalam lensa, berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan
glikosilasi protein pada lensa diabetik
b. Galaktosemia
Galaktosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk
menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal
tersebut, terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi
galactosa dikonversi menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari galactosa.
Galaktosemia dapat terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang terlibat dalam
proses
metabolism
galaktosa
galactosa
1-phosphate
uridyl
transferase,
Nutrisi
Meskipun difesiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada percobaan
melalui binatang, etiologi ini masih sulit dimengerti untuk terjadinya katarak pada
manusia. Beberapa study menyebutkan multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E,
niacin, thiamin, riboflavin, beta carotene, dan kosumsi tinggi protein dapat melindungi
untuk terjadinya katarak. Beberapa studi lainnya juga menemukan vitamin C dan
Vitamin E memiliki sedikit atau tidak ada efek untuk melindungi terjadinya katarak.
Sejauh ini, the age-Related Eye Disease Study (AREDS) memperlihatkan selama 7
tahun, tinggi kosumsi vitamin C, E, beta carotene tidak menunjukan penurunan
perkembangan atau progresifitas dari katarak. Lutein dan zeaxantin merupakan
ceratonoid yang ditemukan pada lensa manusia, dan studi baru baru ini
memperlihatkan penurunan kejadian ketarak dapat terjadi dengan meningkatkan
kosumsi makanan yang mengandung tinggi lutein (bayam, broccoli dll). 25
2.5 Katarak Senilis
2.5.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun.
2.5.2
1. Katarak Insipien
Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada
katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama. Visus pada katarak insipien masih dalam batas normal.
2. Katarak Imatur
Hanya sebagian lensa saja yang mengalami kekeruhan (katarak belum mengenai
seluruh lapisan lensa). Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma
sekunder. Visus pada stadium ini biasanya berkisar antara 5/6 hingga 1/60
3. Katarak Matur
Adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya telah mengalami kekeruhan. Pada
keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif. Visus pada stadium ini berkisar antara 1/60 hingga Light Perception (LP)
(+).
4. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
5. Katarak Nigra
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa,
juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi. Sering
tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior. 24
Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis
Kekeruhan
Cairan Lensa
Insipien
Ringan
Normal
Imatur
Sebagian
Bertambah (air
Matur
Seluruh
Normal
Hipermatur
Masif
Berkurang (air+masa
Iris
Bilik
Mata
Normal
Normal
masuk)
Terdorong
Dangkal
Normal
Normal
lensa keluar)
Tremulans
Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata
Shadow Test
Penyulit
Normal
Negatif
-
Sempit
Positif
Glaukoma
Normal
Negatif
-
Terbuka
Pseudopos
Uveitis+glaukoma
Gambar 2.2 dari kiri ke kanan : katarak imatur, matur, dan hipermatur
Berdasarkan morfologinya, katarak senilis dibagi menjadi 3 tipe, yakni tipe nuklear,
tipe kortikal, dan tipe subkapsular. Katarak senilis paling sering ditemui tipe nuklear,
kemudian disusul tipe kortikal. Tipe subkapsular mungkin terjadi, terutama subkapsular
posterior. 26,27
Katarak Senilis Nuklear merupakan hasil proses penuaan lensa yang berlebihan,
yang melibatkan nukleus lensa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan
posterior cenderung jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini dapat
menyebabkan terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak
dekat tanpa memakai kacamata koreksi seperti seharusnya (second sight of the aged).
8,27
akhirnya terjadi kekeruhan seluruh korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
Kekeruhan ini bisa terjadi cepat tetapi juga bisa tahunan. Derajat gangguan fungsi
penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu
penglihatan.8
Pada katarak senilis subkapsular anterior kekeruhan terjadi tepat dibawah
kapsula lensa dan dihubungkan dengan metaplasi fibrosa dari epitel anterior lensa.
Sedangkan tipe subkapsular posterior kekeruhan terjadi didepan kapsula posterior, dan
dihubungkan dengan migrasi sel epitel posterior dari lensa. Pasien katarak tipe ini
terutama berusia lebih muda dan mengalami kesulitan jika menghadapi cahaya lampu
mobil dari arah yang berlawanan dan juga oleh sinar matahari terik. Penglihatan jarak
dekat mereka lebih terganggu dibandingkan penglihatan jarak jauh. Tipe subkapsular
posterior sering dihubungkan dengan katarak akibat paparan sinar ultraviolet,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, trauma, peradangan, dan retinitis
pigmentosa.27
pasien
dalam
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 2.3 (A) Normal Vision (B) Blurred Vision (C) Diplopia
monokuler (D) Halo
2.6.3
Pemeriksaan Tambahan
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh selurunya, ini terjadi pada katarak imatur, keadaan ini
katarak
dapat
dipertimbangkan
bagi
penderita
yang
tajam
penglihatannya menurun pada satu atau kedua mata. Tidak ada angka yang mutlak
untuk indikasi dilakukannya operasi. Katarak matur adalah indikasi dilakukannya
operasi. Katarak matur ditandai dengan iris shadow test yang negatif, yaitu tidak
adanya bayangan iris pada lensa yang menunjukkan bahwa lensa telah keruh
seluruhnya. Katarak matur yang tidak dioperasi dapat menimbulkan komplikasi seperti
uveitis dan galukoma.32
Teknik
ini
menggunakan
vibrator
ultrasonik
genggam
untuk
menghancurkan nukleus yang keras sehingga substansi nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup
untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika
digunakan lensa intaokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan sampai sekitar 5 mm.
Keuntungan yang didapat dari tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi
lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan
derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular
pasca operasi dimana semuanya berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang lebih
singkat.9
Walaupun demikian, teknik fakoemulsifikasi ini menimbulkan risiko yang lebih
tinggi terhadap terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan
kapsul posterior. Kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks. Setelah tindakan bedah katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi
kekeruhan sekunder pada kapsul posterior yang memerlukan disisi dengan
menggunakan laser YAG-neodymium. Metode ini termasuk non-invasif dengan
memberikan pulsasi energi laser yang menimbulkan ledakan-ledakan kecil di jaringan
sasaran, membentuk sebuah lubang kecil pada kapsul posterior di sumbu pupil.9
4. SICS (Small Incision Cataract Surgery)
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik ECCE, yang mengeluarkan nukleus
dengan tetap mempertahankan kapsul posterior berada di tempatnya. Dengan metode
ini, insisi dilakukan sepanjang 5-7 mm pada superior limbus. Setelah lensa intraokular
dimasukkan, insisi akan dijahit.33
2.8 Intraokular Lens (IOL)
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan
(berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL adalah
lensa intraokular yang memiliki banyak jenis, tetapi sebagian besar desain terdiri atas
sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki (haptik) untuk mempertahankan
optik di posisinya. Posisi lensa intraokular yang optimal adalah di dalam kantung
kapsular setelah dilakukannya prosedur pembedahan ekstrakapsular. Ini berhubungan
dengan rendahnya insiden komplikasi pasca operasi, seperti keratopati bulosa
pseudofakik, glaukoma, kerusakan iris, dan hifema.
Lensa bilik mata belakang yang paling baru terbuat dari bahan yang lentur,
seperti silikon dan polimer akrilik. Kelenturan ini memungkinkan lensa tanam untuk
dilipat sehingga ukuran insisi yang dibutuhkan dapat dikurangi. Desain lensa yang
menggabungkan optik multifokal juga telah dibuat. Tujuan desain ini adalah untuk
memberikan pasien penglihatan yang lebih baik, dekat maupun jauh, tanpa kacamata.
Desain monofokal yang ada saat ini masih belum bisa melakukan itu
Setelah pembedahan intrakapsular (atau bila terdapat ruptur kapsul posterior
saat pembedahan ekstrakapsular yang kurang berhati-hati), lensa intraokular dapat
ditempatkan di bilik mata depan atau difiksasi di sulkus siliaris. Apabila lensa
intraokular tidak dapat ditempatkan dengan aman atau bila dikontraindikasikan, koreksi
pascaoperasi
dapat
terjadi
secara
dini,
beberapa
minggu
Ptosis, diplopia, luka yang bocor dengan COA normal, edema kornea akut,
hifema, uveitis anterior, lepasnya koroidal, iskemik neuropati optik anterior.
3. Komplikasi lambat pascaoperasi
Ptosis, diplopia, hipertensi okular atau glaukoma, edema kornea kronis, hifema
lambat, uveitis anterior kronis, kekeruhan kapsull posterior, pseudophakic cystoid
macular edema.
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.6
Fakolitik
-
Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar
yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul
lensa.
Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.
Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
Fakotopik
-
Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
Fakotoksik
-
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik)
2.11 Prognosis
Ekstraksi katarak dengan penanaman lensa intraokuler dapat
meningkatkan tajam penglihatan pada mayoritas penderita. Hal ini juga membuat
perbaikan pada aktivitas sehari-hari dan merubah kualitas hidup serta status mental.
Prognosis katarak adalah baik dengan lebih dari 95% pasien mengalami perbaikan
visual setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami
katarak dan menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang
berhubungan dengan umur.6
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1
3.2
3.2.1
Identitas
Nama
: Tn. T
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Usia
: 55 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
Agama/ Suku
: Islam/ Jawa
No. Register
: 11306xxx
Anamnesis
Keluhan utama
Mata kiri dan kanan kabur.
3.2.2
lalu.
Kabur
yang
dirasakan
perlahan-lahan
semakin
bertambah
mata merah (-), mata silau (+) saat melihat cahaya, mata nyeri (-), mata cekotcekot (-), sulit membuka mata (-), nrocoh (-), nyeri kepala (-).
3.2.3
3.2.4
Riwayat Terapi
Pasien belum memakai obat-obatan apapun untuk keluhan ini.
3.2.5
3.2.6
3.2.7
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Trauma
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas setahun sebelumnya dan terbentur
dibagian kepala namun tidak dibawa berobat karena tidak ada keluhan.Keluhan
3.2.8
0,5/60
VISUS
1/300
Orthoporia
Orthoporia
GBM
spasme(-), edema(-)
PALPEBRA
spasme(-), edema(-)
KONJUNCTIVA
KORNEA
Jernih
Dalam
COA
Dalam
Radline
IRIS
PUPIL
LENSA
Keruh rata
TIO
14 mmHg
(1)
(2)
(3)
(3) Mata kiri :Pupil bulat midriasis e.c mydriatyl, lensa keruh rata
3.5 Rencana
3.5.1 Rencana Diagnosis Pre Op
Keratometri, USG
3.5.2 Rencana Terapi:
Pro OD ECCE + IOL/LA ( 31 Agustus 2016)
3.5.3 Rencana Monitoring Post Op
Keluhan subyektif
Pemeriksaan visus
COA: - Kedalaman
- Kebocoran aquous humour
- Tanda - tanda inflamasi
Lensa : letak IOL
Tekanan intra okuli
hipermatur.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan operasi untuk
mengangkat lensa mata yang keruh dan diganti dengan lensa tanam
intraokular.
Tujuan operasi adalah untuk menghilangkan kekeruhan sehingga tajam
Visam
Vitam
: bonam
Functionam
Sanationam
Kosmetik
3.7 Follow up
Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2016 (Post Op)
1/60
VISUS
1/300
Orthoporia
Orthoporia
Dbn
GBM
Dbn
PALPEBRA
KONJUNCTIVA
KORNEA
Jernih
COA
Dalam
IRIS
PUPIL
IOL on place
LENSA
15,6 mmHg
TIO
(1)
(2)
Gambar 3.3 Foto Mata Pasien Post Op (Slit Lamp)
Keterangan :
(1) Kedua mata pasien
(2) Mata kanan pasien pada pemeriksaan slit lamp, tampak SCH (+), koagulum (+),
lensa jernih.
3.8 Assessement Post Op
OD Pseudofakia Post ECCE + IOL/LA
OS Katarak burrato grade V + suspek uveitis anterior sanata
OD pterygium nasal grade IV
3.9 Rencana Post Op
3.9.1 RencanaTerapi:
Terapi Post Op:
Keluhan subyektif
Pemeriksaan visus
Tanda-tanda komplikasi
Monitoring segmen anterior
Perawatan luka operasi
: bonam
: bonam
: bonam
: bonam
: bonam
BAB IV
KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh, cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak dapat terjadi sebagai akibat
dari proses penuaan atau proses sekunder akibat faktor keturunan, trauma, inflamasi,
kelainan metabolik atau nutrisi, dan radiasi. Kekeruhan lensa karena faktor umur
adalah katarak yang paling sering terjadi. Katarak yang terjadi karena proses
degeneratif disebut katarak senilis, yang secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
Pada kasus ini pasien adalah seorangpria usia 55 tahun, dengan pekerjaan
sebagai pekerja serabutan dengan keluhan utama pandangannya kabur yang
perlahan-lahan semakin memburuk. Pasien ini didiagnosa dengan ODS katarak
Buratto grade V, dikarenakan memenuhi kriteria Buratto classitifcation yaitu, ditemukan
penurunan visus OD 0,5/60 dan OS 1/300, dan pada lensa OD didapatkan keruh rata,
fibrotik kapsul anterior (+), dan pada lensa OS didapatkan keruh rata. Dan menurut
teori, pada katarak Buratto grade V, nukleus lensa sangat keras, berwarna kecoklatan
sampai kehitamanan, hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan pada pasien dimana
nukleus lensa berwarna kehitaman.
Penatalaksanaan terapi katarak adalah dengan dilakukan pembedahan.
Indikasi dari pembedahan ada 3, yaitu indikasi optik, Indikasi medis dan Indikasi
kosmetik. Beberapa metode pembedahan pada pasien katarak yaitu ICCE, ECCE,
SICS dan phacoemulsifikasi. Pada pasien ini akan dilakukan tindakan operasi dengan
metode Ekstraksi katarak Ekstra kapsular (ECCE) dan penanaman IOL pada Okuli
Dekstra. Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan dibanding ICCE karena dilakukan
dengan insisi yang lebih kecil, maka trauma endothelium kornea lebih sedikit,
astigmatisma berkurang, jahitannya lebih stabil dan aman.Terdapat peningkatan visus
pada pasien, dibandingkan sebelum dilakukan pembedahan. Untuk prognosis pasien
pada saat ini Visam : bonam, sanam : bonam , vitam : bonam, kosmetik: bonam,
fungtionam : bonam
Daftar Pustaka
Gupta,
V.
Etiopathogenesis
B.,
Rajagopala,
of
cataract:
M.,
An
&
Ravishankar,
appraisal. Indian
B.
(2014).
Journal
of
Ilyas S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta: Balai
"Priority
eye
diseases"http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html . Diakses 1
September 2016
8
Harper, R.A. and J.P. Shock. 2008. Lens in P. Riordan-Eva and J.P.
Klaus GB, James EF, Wolfgang L. The role of ascorbic acid in senile
cataract. Proc
Natl
Acad
Sci
free
article] [PubMed]
13
World
Health
Organization.
Causes
2016
of
blindness
and
visual
:http://www.who.int/blindness/causes/priority/cataract-
magnitude/en/index.html .
14
15
Lou
MF.
Redox
regulation
in
the
lens. Prog
Retin
Eye
Harvey Simon, David Zieve., editors. New York: Time Health Guide;
[Last updated and reviewed on 2010 June 23, Last accessed on 16.4.11].
Cataract-Risk
factors
Diakses
September
2016 :http://health.nytimes.com/health/guides/disease/cataract/risk-factors.html
17
Hollows
F,
Moran
D.
cataract-the
ultraviolet
risk
Greiner AC, Berry K. Skin pigmentation and corneal and lens opacities
all. (2005-2006). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section
11. American Academy of Oftalmology : San Francisco.
22
27
J. Mariannete.
29
London.www.optometry.co.uk.
32
Textbook. Hal.74-8
33