Anda di halaman 1dari 32

KATARAK MATUR

Disusun Oleh :
1. A.A Diah Puspita Dewi NIM
2. Hirul Mistofa NIM
3. Shela Mita Rengganis NIM :
4. Tunggul Bagus Dewanta NIM: 15710356

Pembimbing :
Letkol CKM dr. Nurhadi Sp.M

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
RUMAH SAKIT TENTARA Dr. SOEPRAOEN
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak didefinisikan sebagai adanya opasitas di dalam lensa mata yang
menurunkan jumlah cahaya yang masuk ke mata sehingga menyebabkan perburukan
pandangan. Lensa normalnya merupakan substansi bening dengan struktur yang
terdiri dari protein dan air sehingga membentuk jalur yang bersih untuk cahaya.
Katarak seringkali dideskripsikan seperti melihat melalui air terjun atau kertas
minyak.1Katarak dapat terjadi akibat pengaruh proses penuaan, trauma, kelainan
kongenital, radiasi, dan katarak sekunder akibat kelainan lain yang mendasari seperti
diabetes, pemakaian steroid, serta setelah tindakan operasi glaukoma. 2
Menurut WHO, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia sebanyak
51% pada tahun 2010. Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh
dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58%
atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low
vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan
berusia 50 tahun atau lebih. 3
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada tahun 2013 adalah sebesar 0,4%
dengan prevalensi katarak nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi berada
di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 1622% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. 3
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada
mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah
beberapa hari ataupun beberapa tahun.Katarak traumatik ini dapat muncul akut,
subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata.4
Pada makalah ini penulis melaporkan pasien Tn. Tusia 55 tahun dengan
diagnosa ODS katarak Buratto grade V.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Lensa alami adalah zat kristalin dan struktur dari air dan protein yang tepat
untuk membuat jalan lintasan yang jelas untuk cahaya. Katarak adalah perubahan
lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh, cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur
pada retina. Katarak sering digambarkan sebagai mirip dengan melihat melalui air
terjun atau kertas lilin.1 Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. 5
Katarak dapat terjadi sebagai akibat dari proses penuaan atau proses sekunder
akibat faktor keturunan, trauma, inflamasi, kelainan metabolik atau nutrisi, dan radiasi.
Kekeruhan lensa karena faktor umur adalah katarak yang paling sering terjadi. Katarak
dapat digolongkan berdasarkan pengamatan visual untuk mengindikasikan derajat
keparahan. 6
2.2 Epidemiologi
Menurut data World Health Organization (WHO), katarak akibat penuaan
menyebabkan 48% kebutaan di seluruh dunia, yang mengenai sekitar 18 juta orang.
Pada beberapa negara, operasi katarak tidak adekuat untuk mengurangi kebutaan
akibat katarak. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif.7
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada tahun 2013 adalah sebesar 0,4%
dengan prevalensi katarak nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi berada
di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). 4Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 1622% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. 3

2.3 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa merupakan salah satu media refraksi pada mata yang sangat penting
dan berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Total kekuatan refraktif sekitar 10-20
Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu. Lensa merupakan sruktur transparan,
bikonveks seperti cakram. Ketebalan lensa sekitar 4 mm2. Pada orang dewasa berat
lensa sekitar 220 mg.3 Posisinya disebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat
zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip kebagian ekuator
kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu mebran basalis yang mengelilingi substansi
lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang
lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Serat-serat muda yang kurang padat, di
sekeliling nucleus menyusun korteks lensa. 8

Gambar 2.1 Bentuk dan posisi lensa mata

Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat
(spheris), tergantung besarnya tegangan serat- serat zonula pada kapsul lensa.
Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus siliaris, yang bila berkontraksi
akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bullat
dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek- objek yang lebih
dekat. Relaksasi muskulus siliaris akan menghasilkan kebalikan dari peristiwa tersebut,
membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek- objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan- lahan
seiring dengan penurunan elastisitasnya. 9
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya katarak sangat bervariasi tergantung dari proses
patogenesis, proses umur, genetik, diabetes mellitus, radiasi ultraviolet, merokok
merupakan faktor penyebab terjadinya katarak. Katarak adalah penyakit degeneratif
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor
genetik sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan
dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status
kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan
sinar ultraviolet. 10
1. Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu
penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah
paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan risiko terjadinya
katarak kortikal dan katarak posterior kapsular.
2. Perokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok
menyebabkan

penumpukan

molekul

berpigmen

-3

hydroxykhynurine

dan

chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan lensa. Sianat dalam rokok


juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
3. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitude
akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar
glukosa dalam humor akuos. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa
dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak
dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
4. Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,
termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.
Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan
cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.
5. Obat-obatan
Data klinis laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi
kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan risiko katarak biasanya adalah
kortikosteroid.
6. Nutrisi
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E,
niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein mempunyai efek
protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan zeaxantin adalah satu-satunya
karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan
adanya penurunan risiko katarak dengan peningkatan asupan makanan tinggi lutein
(bayam, brokoli).
2.4 Patogenesis
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada
lensa

katarak

secara

karakteristik

terdapar

agregat-agregat

protein

yang

menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Perubahan protein


lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat.
Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara serat-serat lensa atau migrasi sel
epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. 11
Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul
lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul
lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus

ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian
tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan
bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan
berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pemecahan dan agregrasi protein,
kerusakan membrane sel serat, kekurangan glutathione, kerusakan oksidatif, kalsium
tinggi, keabnormalan migrasi sel epitel pada lensa adalah beberapa mekanisme
khusus yang bertanggungjwaab untuk katarak senilis.Hal ini menjadi semakin parah
dan sering pada usia lanjut dan bertanggungjawab untuk 48% dari kebutaan dunia. 12,13

2.4.1

Konsep Radikal Bebas


Proses oksidatif meningkat dengan usia pada lensa manusia, dan konsentrasi

protein yang ditemukan secara signifikan lebih tinggi di lensa cataractous.14Produksi


oksidan yang berlebihan sangat berbahaya sehingga mampu mempengaruhi materi
genetik.15Salah satu teori mengatakan bahwa penuaan pada mata, terbentuknya
penghambat yang mencegah gluthathione dan antioksidan pelindung lainnya mencapai
inti lensa. Sehingga membuatnya rentan terhadap oksidasi. 16Mekanisme terjadinya
katarak karena penuaan memang masih diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata
bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Serat-serat protein
yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan
lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat
ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak,
keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya
secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan bahkan terpantul. Hasilnya
adalah kerusakan penglihatan yang parah.17
Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal
bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di
dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan
radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat
peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar
matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya katarak. Di Australia, daerah

radiasi UV yang lebih tinggi menunjukkan dengan prevalensi lebih tinggi dan onset
awal katarak .18Prevalensi katarak dilaporkan 3,8 kali lebih tinggi di daerah dengan
rata-rata 12 jam paparan sinar matahari sehari-hari dibandingkan dengan daerahdaerah dengan hanya 7 jam paparan di Nepal.18
2.4.2

Penggunaan obat yang menginduksi perubahan lensa

a) Corticosteroid
Penggunaan kosticosterod jangka panjang dapat meginduksi terjadinya PSCs
(Posterior Subscapular Catharact). Tergantung dari dosis dan durasi dari terapi, dan
respon individual terhadap corticosteroid yang dapat menginduksi PSCs. Terjadinya
katarak telah dilaporkan melalui beberapa rute : sistenik, topical, subkonjungtival dan
nasal spray. Pada satu studi dilaporkan, pasien dengan menggunakan oral prednisolon
dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% menggunakan 10 mg/hari menjadi katarak,
sekitar 30% dari mereka mendapat 10-15 mg/hari dan 80% dari mereka mendapatkan
lebih dari 15 mg/hari. Pada studi lain, beberapa pasien mendapat steroid topical
berlanjut menjadi keratoplasty yang berlanjut menjadi katarak setelah mendapatkan
sekitar 2.4 drops per hari 0,1% ddexamethasone selama periode 10,5 bulan. Beberapa
steroid dapat menginduksi PSCs pada anak dan bisa reversibel setelah penghentian
penggunaan steroid.
a

Phenotiazine
Phenotiazine merupakan golongan mayor dari psycotropic medikasi,

dapat
terjadi deposit pigmen pada anterior epitelium lensa pada konfigurasi
axial.
Deposit tersebut dapat terjadi tergantung dari dosis dan lama
pemberian.
b

Obat neuroleptic digunakan dalam pengobatan berbagai gangguan


kejiwaan. Klorpromazin (CPZ) terapi dikaitkan dengan pigmentasi
anterior lensa kapsuler, diikuti oleh perubahan endotel pigmentasi
kornea. Selama terapi carbamazepine, penglihatan kabur, diplopia
sementara,

dan

konjungtivitis,

selain

kekeruhan

lensa,

telah

dilaporkan.19,20Gangguan visual tersebut reversibel dan menanggapi


c

penurunan dosis.
Miotik

Antikolinestrase dapat menginduksi katarak. Insiden terjadinya katarak


telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien setelah 55 bulan
menggunakan poloicarpin dan 60% pada pasien yang menggunakan
phospoline iodine. Biasanya, pada tahap awal terbentuknya vacuola
kecil dalam dan posterior menuju anterior dari capsul lensa dan
epithelium. Katarak dapat berlanjut menuju posterior korteks dan
d.

nucleus lensa. 21
Anti-arhtymic
Kekeruhan pada lensa subkapsular anterior tanpa gejala kekeruhan
lensa dan keratopati ditandai dengan sub-epitel uliran kornea mirip
dengan yang dicatat dalam penyakit Fabry didokumentasikan dengan
baik sebagai mata efek samping dari Amiodorone (anti-arrhythmic

2.4.3

obat).22
Trauma
Kerusakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik,

kekuatan fisikal (radiasi, kimia, elekrik), yang dijelaskan sebagai berikut :


a) Trauma tumpul/ Kontusio
Trauma tumpul, peradangan tanpa perforasi dapat menyebabkan lensa menjadi
keruh pada tahap akut atau sequel. Katarak akibat kontusio dapat melibatkan
sebagian atau seluruh dari bagian lensa. Sering, manifestasi awal dari kontusio
katarak adalah stellate atau rosette-shaped opacification. Katarak yang terjadi
biasanya disebut katarak traumatik.
b) Perforasi dan penetrasi
Perforasi dan penetrasi pada lensa sering menghasilkan kekeruhan pada kortex
bagian yang mengalami rupture, biasanya progresifitas sangat cepat untuk menjadi
kekeruhan total. Perforasi yang kecil pada kapsul lensa dapat sembuh,
menghasilkan fokal kortikal katarak.
c) Elektrik
Elektrikal shok dapat menyebabkan koagulasi protein dan menyebabkan katarak.
manifestasi lensa lebih mungkin ketika transmisi arus melibatkan kepala pasien.
awalnya, vacuola lensa muncul pada perifer anterior lensa, diikuti kekeruhan linier di
korteks subcapsule anterior. katarak menyebabkan cedera electrycal mungkin
membaik, tetap diam, atau matur untuk menjadi katarak komplit selama beberapa
bulan atau tahun.23,24
2.4.4

Penyakit Sistemik

Penyebab katarak dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti :11,21,24

a. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan
kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan
komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan
berdifusi masuk ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan
meningkat. Beberapa dari glukosa akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan dimetabolisme tetapi tetap di lensa. Setelah
itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, yang
menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat
memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes
bisa menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi
penurunan kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia
muda. Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan
diabetes. Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic
cataract, atau snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan
menyebar sampai subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan
diabetes mellitus yang tidak terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti
tampilan kepingan salju terlihat awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior
lensa. Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan
katarak kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti percaya bahwa perubahan
metabolik yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada manusia sangat
erat kaitannya dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan.
Meskipun true diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap
dilaporkannya katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda
sebaiknya diwaspadai oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus. Tingginya resiko
katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari akumulasi
sorbitol dalam lensa, berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan
glikosilasi protein pada lensa diabetik

b. Galaktosemia
Galaktosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk
menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal
tersebut, terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi
galactosa dikonversi menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari galactosa.

Galaktosemia dapat terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang terlibat dalam
proses

metabolism

galaktosa

galactosa

1-phosphate

uridyl

transferase,

galactokinase, atau UDP-galactose-4-epimerase. Pada galaktosemia klasik disertai


gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterik dan degradasi mental. Penyakit ini akan fatal
jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Pada pasien dengan galaktosemia, 75%
akan berlanjut menjadi katarak. Akumulasi dari galaktosa dan galakttitol dalam sel
lensa akan meningkatkan tekanan osmotic dan influk cairan kedalam lensa. Nucleus
dan kortex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh oil droplet.
2.4.5

Nutrisi
Meskipun difesiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada percobaan

melalui binatang, etiologi ini masih sulit dimengerti untuk terjadinya katarak pada
manusia. Beberapa study menyebutkan multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E,
niacin, thiamin, riboflavin, beta carotene, dan kosumsi tinggi protein dapat melindungi
untuk terjadinya katarak. Beberapa studi lainnya juga menemukan vitamin C dan
Vitamin E memiliki sedikit atau tidak ada efek untuk melindungi terjadinya katarak.
Sejauh ini, the age-Related Eye Disease Study (AREDS) memperlihatkan selama 7
tahun, tinggi kosumsi vitamin C, E, beta carotene tidak menunjukan penurunan
perkembangan atau progresifitas dari katarak. Lutein dan zeaxantin merupakan
ceratonoid yang ditemukan pada lensa manusia, dan studi baru baru ini
memperlihatkan penurunan kejadian ketarak dapat terjadi dengan meningkatkan
kosumsi makanan yang mengandung tinggi lutein (bayam, broccoli dll). 25
2.5 Katarak Senilis
2.5.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun.

2.5.2

Stadium dan Klasifikasi


Stadium katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium yaitu:

1. Katarak Insipien
Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada

katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama. Visus pada katarak insipien masih dalam batas normal.
2. Katarak Imatur
Hanya sebagian lensa saja yang mengalami kekeruhan (katarak belum mengenai
seluruh lapisan lensa). Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma
sekunder. Visus pada stadium ini biasanya berkisar antara 5/6 hingga 1/60
3. Katarak Matur
Adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya telah mengalami kekeruhan. Pada
keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif. Visus pada stadium ini berkisar antara 1/60 hingga Light Perception (LP)
(+).
4. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

5. Katarak Nigra
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa,
juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi. Sering
tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada

orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior. 24
Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis
Kekeruhan
Cairan Lensa

Insipien
Ringan
Normal

Imatur
Sebagian
Bertambah (air

Matur
Seluruh
Normal

Hipermatur
Masif
Berkurang (air+masa

Iris
Bilik

Mata

Normal
Normal

masuk)
Terdorong
Dangkal

Normal
Normal

lensa keluar)
Tremulans
Dalam

Depan
Sudut Bilik Mata
Shadow Test
Penyulit

Normal
Negatif
-

Sempit
Positif
Glaukoma

Normal
Negatif
-

Terbuka
Pseudopos
Uveitis+glaukoma

Gambar 2.2 dari kiri ke kanan : katarak imatur, matur, dan hipermatur
Berdasarkan morfologinya, katarak senilis dibagi menjadi 3 tipe, yakni tipe nuklear,
tipe kortikal, dan tipe subkapsular. Katarak senilis paling sering ditemui tipe nuklear,
kemudian disusul tipe kortikal. Tipe subkapsular mungkin terjadi, terutama subkapsular
posterior. 26,27
Katarak Senilis Nuklear merupakan hasil proses penuaan lensa yang berlebihan,
yang melibatkan nukleus lensa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan
posterior cenderung jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini dapat
menyebabkan terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak
dekat tanpa memakai kacamata koreksi seperti seharusnya (second sight of the aged).
8,27

Pada Katarak Senilis Kortikal kekeruhan lensa melibatkan korteks anterior,


posterior, serta ekuatorial. Pada awalnya katarak bermula dengan adanya vakuol air
pada korteks yang kemudian menyusup diantara lamelar korteks. Kekeruhan dimulai
pada daerah perifer dan menjalar menuju sentral dan sering digambarkan sebagai
radial spoke-like, atau shield-like configuration. Pada katarak kortikal terjadi
peningkatan cairan yang masuk pada lensa mengakibatkan separasi lamelar dan

akhirnya terjadi kekeruhan seluruh korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
Kekeruhan ini bisa terjadi cepat tetapi juga bisa tahunan. Derajat gangguan fungsi
penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu
penglihatan.8
Pada katarak senilis subkapsular anterior kekeruhan terjadi tepat dibawah
kapsula lensa dan dihubungkan dengan metaplasi fibrosa dari epitel anterior lensa.
Sedangkan tipe subkapsular posterior kekeruhan terjadi didepan kapsula posterior, dan
dihubungkan dengan migrasi sel epitel posterior dari lensa. Pasien katarak tipe ini
terutama berusia lebih muda dan mengalami kesulitan jika menghadapi cahaya lampu
mobil dari arah yang berlawanan dan juga oleh sinar matahari terik. Penglihatan jarak
dekat mereka lebih terganggu dibandingkan penglihatan jarak jauh. Tipe subkapsular
posterior sering dihubungkan dengan katarak akibat paparan sinar ultraviolet,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, trauma, peradangan, dan retinitis
pigmentosa.27

Gambar 2.3 Gambaran morfologi lensa pada katarak senilis

2.6 Diagnosis Katarak


Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
2.6.1 Anamnesis
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain: 2,28
1. Penglihatan kabur atau berkabut
Kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang perlahanlahan karena cahaya tidak dapat masuk ke retina. Bila diberikan pin-hole, tidak
mengalami kemajuan.
2. Penglihatan warna berkurang atau berubah
Lensa yang berubah menjadi berwarna karena umur, dapat menyebabkan
objek menjadi terlihat kecoklatan.
3. Penglihatan silau dan halo
Penderita katarak sering mengeluh silau ketika melihat cahaya terutama pada
malam hari. Penderita juga bisa melihat halo di sekitar cahaya lampu.
4. Penglihatan buruk di malam hari
Penderita mengaku penglihatan lebih menurun pada saat malam hari
dibandingkan dengan siang hari.
5. Diplopia atau poliplopia
Bayangan yang terlihat lebih dari satu akibat kekeruhan lensa yang irregular
pada katarak kortikal menyebabkan poliplopia atau diplopia. Sedangkan pada
katarak nuklear biasanya pasien mengeluh diplopia.
6. Sensitifitas terhadap kontras berkurang
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan

pasien

dalam

mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda


warna, penerangan dan tempat.

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 2.3 (A) Normal Vision (B) Blurred Vision (C) Diplopia
monokuler (D) Halo

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


1. Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat.Walaupun telah diberikan pinhole
tetapi tajam penglihatan tetap tidak membaik.9
2. Miopisasi
Pada tahap awal akan terjadi peningkatan indeks refraksi lensa (myopic shift),
sehingga pada beberapa penderita presbiopi akan merasa dapat membaca kembali
dari jarak dekat tanpa bantuan kacamata baca.
Hal ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral.
Gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau diplopia monookuler.
Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral tetapi bisa asimetris. 29,30,31

2.6.3

Pemeriksaan Tambahan

1. Iris shadow test


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Pada
pemeriksaan ini, sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45 dengan
dataran iris. Semakin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka semakin besar
bayangan iris pada lensa tersebut.4
Nilai:

Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh selurunya, ini terjadi pada katarak imatur, keadaan ini

disbut iris shadow test (+).


Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti lensa
sudah keruh seluruhnya. Keadaan ini terjadi pada katarak matur dengan iris

shadow test (-).


Pada katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya mengecil serta terletak
jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dengan iris

shadow test (-).


2. Slit lamp (kedua mata sudah midriasis)
Membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas
pada kornea, iris dan COA.
3. Funduskopi
Menilai segmen posterior baik diskus, retina dan makula.
4. USG
Menilai segmen posterior bila tidak dapat dinilai dengan funduskopi 24
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Indikasi operasi katarak
Operasi

katarak

dapat

dipertimbangkan

bagi

penderita

yang

tajam

penglihatannya menurun pada satu atau kedua mata. Tidak ada angka yang mutlak
untuk indikasi dilakukannya operasi. Katarak matur adalah indikasi dilakukannya
operasi. Katarak matur ditandai dengan iris shadow test yang negatif, yaitu tidak
adanya bayangan iris pada lensa yang menunjukkan bahwa lensa telah keruh
seluruhnya. Katarak matur yang tidak dioperasi dapat menimbulkan komplikasi seperti
uveitis dan galukoma.32

2.7.2 Teknik-teknik pembedahan katarak


Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dibagi menjadi 3 teknik:
1. Ekstraksi katarak Intra Kapsular (ICCE)
Suatu tindakan pengangkatan lensa beserta kapsulnya melalui insisi limbus
superior. Metode ini sudah jarang dilakukan pada saat ini. Insiden terjadinya ablasio
retina pasca operasi jauh lebih tinggi dengan tindakan ini dibandingkan denan pasca
bedah ekstrakapsular. Namun bedah intrakapsular tetap merupakan suau prosedur
yang berguna, khususnya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah
ekstrakapsular.9
Setelah dilakukan ekstraksi intrakapsular, dapat dilakukan penanaman implan
yang dijahitkan ke sudut sklera atau iris. Keuntungan operasi intrakapsular adalah tidak
ada kapsul posterior yang tersisa yang dapat menjadi keruh sehingga menyebabkan
gangguan visual kembali.32
2. Ekstraksi katarak Ekstra kapsular (ECCE)
Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atau anak- anak
adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa. Penanaman lensa intraokular
merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer,
bagian superior atau temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior lalu
nukleus serta korteks lensa akan diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan
pada kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang
masih utuh.9
Jahitan pada mata dilakukan dengan nilon monofilamen halus. Jahitan ini dapat
diangkat pada periode selanjutnya jika menyebabkan distorsi pada mata dan
astigmatisme, dapat juga diserap dengan sendirinya dalam 2-3 tahun.32
3. Fakoemulsifikasi
Teknik ini merupakan teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering
digunakan.

Teknik

ini

menggunakan

vibrator

ultrasonik

genggam

untuk

menghancurkan nukleus yang keras sehingga substansi nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup
untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika
digunakan lensa intaokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan sampai sekitar 5 mm.
Keuntungan yang didapat dari tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi
lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan
derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular

pasca operasi dimana semuanya berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang lebih
singkat.9
Walaupun demikian, teknik fakoemulsifikasi ini menimbulkan risiko yang lebih
tinggi terhadap terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan
kapsul posterior. Kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks. Setelah tindakan bedah katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi
kekeruhan sekunder pada kapsul posterior yang memerlukan disisi dengan
menggunakan laser YAG-neodymium. Metode ini termasuk non-invasif dengan
memberikan pulsasi energi laser yang menimbulkan ledakan-ledakan kecil di jaringan
sasaran, membentuk sebuah lubang kecil pada kapsul posterior di sumbu pupil.9
4. SICS (Small Incision Cataract Surgery)
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik ECCE, yang mengeluarkan nukleus
dengan tetap mempertahankan kapsul posterior berada di tempatnya. Dengan metode
ini, insisi dilakukan sepanjang 5-7 mm pada superior limbus. Setelah lensa intraokular
dimasukkan, insisi akan dijahit.33
2.8 Intraokular Lens (IOL)
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan
(berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL adalah
lensa intraokular yang memiliki banyak jenis, tetapi sebagian besar desain terdiri atas
sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki (haptik) untuk mempertahankan
optik di posisinya. Posisi lensa intraokular yang optimal adalah di dalam kantung
kapsular setelah dilakukannya prosedur pembedahan ekstrakapsular. Ini berhubungan
dengan rendahnya insiden komplikasi pasca operasi, seperti keratopati bulosa
pseudofakik, glaukoma, kerusakan iris, dan hifema.
Lensa bilik mata belakang yang paling baru terbuat dari bahan yang lentur,
seperti silikon dan polimer akrilik. Kelenturan ini memungkinkan lensa tanam untuk
dilipat sehingga ukuran insisi yang dibutuhkan dapat dikurangi. Desain lensa yang
menggabungkan optik multifokal juga telah dibuat. Tujuan desain ini adalah untuk
memberikan pasien penglihatan yang lebih baik, dekat maupun jauh, tanpa kacamata.
Desain monofokal yang ada saat ini masih belum bisa melakukan itu
Setelah pembedahan intrakapsular (atau bila terdapat ruptur kapsul posterior
saat pembedahan ekstrakapsular yang kurang berhati-hati), lensa intraokular dapat
ditempatkan di bilik mata depan atau difiksasi di sulkus siliaris. Apabila lensa
intraokular tidak dapat ditempatkan dengan aman atau bila dikontraindikasikan, koreksi

refraksi pascaoperasi umumnya memerlukan sebuah lensa kontak atau kacamata


afakia.9
2.9 Perawatan Pascaoperasi
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pascaoperasi biasanya
lebih pendek. Pasien umumnya diperbolehkan pulang pada hari operasi atau hari
setelahnya, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari
peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Mata penderita
dapat dibalut pada hari operasi. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari
setelah operasi, tetapi kebanyakan pasien dapat melihat cukup baik melalui lensa
intraokular sambil menunggu kacamata permanen. Biasanya, penyembuhan akan
selesai dalam waktu 8 minggu.2,9
2.9.1 Farmakologis : 32
1. Pemberian kombinasi antibiotik broadspectrum dan steroid topikal
2. Pemberian antibiotik oral
3. Pemberian analgesik oral
2.9.2 Non-Farmakologis :32,2,9
1. Menjaga higienitas tangan saat sebelum dan sesudah meneteskan obat ke
mata
2. Menjaga kebersihan mata dengan membersihkan darah atau kotoran yang ada
pada mata
3. Tidak mengucek mata
4. Dianjurkan untuk bergerak hati-hati dan menghindari mengangkat benda berat
selama kurang lebih satu bulan.
2.9.3 Rencana monitoring : 6
1. Keluhan pasien
2. Visus
3. Dengan menggunakan slit lamp, dilakukan evaluasi terhadap konjungtiva,
kornea, COA, IOL, capsule, dan luka bekas operasi.
4. Tekanan intra okuli
5. Funduskopi dilakukan bila ada indikasi kelainan pada retina
2.10 Komplikasi
Komplikasi

pascaoperasi

dapat

terjadi

secara

dini,

beberapa

minggu

setelahnya, dan komplikasi yang muncul lambat. Komplikasi tersebut dijabarkan


sebagai berikut : 6
1. Komplikasi dini pascaoperasi
Hipertensi okular, glaukoma maligna, COA dangkal, endophthalmitis, iris atau
vitreous prolaps, dislokasi lensa intra okular, retina robek dan lepas.
2. Komplikasi awal pasaoperasi

Ptosis, diplopia, luka yang bocor dengan COA normal, edema kornea akut,
hifema, uveitis anterior, lepasnya koroidal, iskemik neuropati optik anterior.
3. Komplikasi lambat pascaoperasi
Ptosis, diplopia, hipertensi okular atau glaukoma, edema kornea kronis, hifema
lambat, uveitis anterior kronis, kekeruhan kapsull posterior, pseudophakic cystoid
macular edema.
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.6

Fakolitik
-

Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar
yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul
lensa.

Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.

Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.

Fakotopik
-

Berdasarkan posisi lensa

Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma

Fakotoksik
-

Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik)

Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan


menjadi glaukoma

2.11 Prognosis
Ekstraksi katarak dengan penanaman lensa intraokuler dapat
meningkatkan tajam penglihatan pada mayoritas penderita. Hal ini juga membuat
perbaikan pada aktivitas sehari-hari dan merubah kualitas hidup serta status mental.
Prognosis katarak adalah baik dengan lebih dari 95% pasien mengalami perbaikan

visual setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami
katarak dan menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang
berhubungan dengan umur.6

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1

3.2
3.2.1

Identitas

Nama

: Tn. T

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Usia

: 55 tahun

Alamat

: Tampung RT 01/06 Gondang Wetan, Pasuruan

Pekerjaan

: Swasta

Agama/ Suku

: Islam/ Jawa

No. Register

: 11306xxx

Anamnesis
Keluhan utama
Mata kiri dan kanan kabur.

3.2.2

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan mata kiri dan kanan kabur.Awalnya kabur
dirasakan pada mata kiri sejak 9 bulan yang lalu, keluhan dirasakan semakin
lama semakin kabur. Mata sebelah kanan mulai dirasakan kabur sejak 4 bulan
yang

lalu.

Kabur

yang

dirasakan

perlahan-lahan

semakin

bertambah

kabur.Awalnya seperti melihat kabut berwarna putih.Kabur dirasakan saat


melihat jauh maupun dekat dan di seluruh lapang pandang.Pasien merasa
penglihatan lebih kabur saat siang hari dan membaik saat malam hari.Keluhan

mata merah (-), mata silau (+) saat melihat cahaya, mata nyeri (-), mata cekotcekot (-), sulit membuka mata (-), nrocoh (-), nyeri kepala (-).
3.2.3

Riwayat Penyakit Terdahulu

3.2.4

Riwayat operasi disangkal.


Riwayat penyakit sistemik : DM dan Hipertensi disangkal.

Riwayat Terapi
Pasien belum memakai obat-obatan apapun untuk keluhan ini.

3.2.5
3.2.6
3.2.7

Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Trauma
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas setahun sebelumnya dan terbentur
dibagian kepala namun tidak dibawa berobat karena tidak ada keluhan.Keluhan

3.2.8

pandangan kabur dirasakan 3 bulan setelah kecelakaan tersebut.


Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pekerja serabutan dan saat ini tinggal bersama istrinya.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Oftalmologi
Tanggal Pemeriksaan : 31 Agustus 2016

0,5/60

VISUS

1/300

Orthoporia

Posisi Bola Mata

Orthoporia

Dalam batas normal

GBM

Dalam batas normal

spasme(-), edema(-)

PALPEBRA

spasme(-), edema(-)

KONJUNCTIVA

CI (-), PCI (-)

KORNEA

Jernih

CI(-), PCI (-), Jaringan


fibrovaskular (+) di nasal
Jaringan fibrovaskular (+)
di nasal

Dalam

COA

Dalam

Radline

IRIS

Radline, sinekia posterior (+)

Round, 3 mm, RP (+),


RAPD (-), apex jaringan
fibrovaskuler (+)
Keruh rata, fibrotik kapsul
anterior (+)
14 mmHg

PUPIL

Round, 3 mm, RP (+), RAPD


(-)

LENSA

Keruh rata

TIO

14 mmHg

(1)

(2)

(3)

Gambar 3.1 Foto mata pasien pre-op


Keterangan :
(1) Kedua mata pasien
(2) Mata kanan :Pupil bulat midriasis e.c mydriatyl, lensa keruh rata

(3) Mata kiri :Pupil bulat midriasis e.c mydriatyl, lensa keruh rata

Gambar 3.2 Foto mata pasien pre-op (slit lamp)


3.4 Assessment Pre Op

ODS Cataract Buratto grade V


OD Pterygium nasal grade IV

3.5 Rencana
3.5.1 Rencana Diagnosis Pre Op
Keratometri, USG
3.5.2 Rencana Terapi:
Pro OD ECCE + IOL/LA ( 31 Agustus 2016)
3.5.3 Rencana Monitoring Post Op

Keluhan subyektif
Pemeriksaan visus
COA: - Kedalaman
- Kebocoran aquous humour
- Tanda - tanda inflamasi
Lensa : letak IOL
Tekanan intra okuli

3.5.4 Rencana KIE Pre Op

Menjelaskan kepada pasien bahwa kedua matanya kabur karena adanya


kekeruhan pada lensa yang disebut katarak. kekeruhan lensa pada mata kiri
lebih keruh dibandingkan mata kanan dan sudah mencapai derajat

hipermatur.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan operasi untuk
mengangkat lensa mata yang keruh dan diganti dengan lensa tanam

intraokular.
Tujuan operasi adalah untuk menghilangkan kekeruhan sehingga tajam

penglihatan dapat bertambah.


Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan dan infeksi.

3.6 Prognosis Pre Op

Visam

: bonam (bila dilakukan operasi)

Vitam

: bonam

Functionam

: malam (bila tidak dilakukan operasi)

Sanationam

: malam (bila tidak dilakukan operasi)

Kosmetik

: bonam (bila dilakukan operasi)

3.7 Follow up
Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2016 (Post Op)

1/60

VISUS

1/300

Orthoporia

Posisi Bola Mata

Orthoporia

Dbn

GBM

Dbn

edema (-), spasme (-)

PALPEBRA

edema (-), spasme (-)

KONJUNCTIVA

CI (+), PCI (-)

KORNEA

Jernih

Dalam, flare cell grade II III

COA

Dalam

Radline, colaboma (+)

IRIS

Radline, sinekia posterior

RP (+), slightly not round

PUPIL

Round, 3 mm, RP (+)

IOL on place

LENSA

15,6 mmHg

TIO

CI (-), PCI (-), SCH (+), jaringan


fibrovaskuler (+)
Jaringan fibrovaskuler (+),
edema (+), striae (+)

Keruh rata, fibrotic kapsul


anterior (+)
15,6 mmHg

(1)

(2)
Gambar 3.3 Foto Mata Pasien Post Op (Slit Lamp)
Keterangan :
(1) Kedua mata pasien
(2) Mata kanan pasien pada pemeriksaan slit lamp, tampak SCH (+), koagulum (+),
lensa jernih.
3.8 Assessement Post Op
OD Pseudofakia Post ECCE + IOL/LA
OS Katarak burrato grade V + suspek uveitis anterior sanata
OD pterygium nasal grade IV
3.9 Rencana Post Op

3.9.1 RencanaTerapi:
Terapi Post Op:

Vigamox ed 1gtt/ jam OD


Vosama ed 1 gtt/jam OD
Ciprofloxacin tab 2x500 mg
Asam Mefenamat 3 X 500 mg jika perlu
Metilprednisolon 3x8mg

3.9.2 Rencana Monitoring

Keluhan subyektif
Pemeriksaan visus
Tanda-tanda komplikasi
Monitoring segmen anterior
Perawatan luka operasi

3.9.3 Rencana KIE Post Op


1. Menjaga higienitas tangan saat sebelum dan sesudah meneteskan obat ke
mata
2. Menjaga kebersihan mata dengan membersihkan darah atau kotoran yang ada
pada mata
3. Tidak mengucek mata
4. Dianjurkan untuk bergerak hati-hati dan menghindari mengangkat benda berat
selama kurang lebih satu bulan.
3.10 Prognosis Post Op
Visam
Sanam
Vitam
Kosmetik
Fungtionam

: bonam
: bonam
: bonam
: bonam
: bonam

BAB IV
KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan

jelas karena dengan lensa yang keruh, cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak dapat terjadi sebagai akibat
dari proses penuaan atau proses sekunder akibat faktor keturunan, trauma, inflamasi,
kelainan metabolik atau nutrisi, dan radiasi. Kekeruhan lensa karena faktor umur
adalah katarak yang paling sering terjadi. Katarak yang terjadi karena proses
degeneratif disebut katarak senilis, yang secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
Pada kasus ini pasien adalah seorangpria usia 55 tahun, dengan pekerjaan
sebagai pekerja serabutan dengan keluhan utama pandangannya kabur yang
perlahan-lahan semakin memburuk. Pasien ini didiagnosa dengan ODS katarak
Buratto grade V, dikarenakan memenuhi kriteria Buratto classitifcation yaitu, ditemukan
penurunan visus OD 0,5/60 dan OS 1/300, dan pada lensa OD didapatkan keruh rata,
fibrotik kapsul anterior (+), dan pada lensa OS didapatkan keruh rata. Dan menurut
teori, pada katarak Buratto grade V, nukleus lensa sangat keras, berwarna kecoklatan
sampai kehitamanan, hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan pada pasien dimana
nukleus lensa berwarna kehitaman.
Penatalaksanaan terapi katarak adalah dengan dilakukan pembedahan.
Indikasi dari pembedahan ada 3, yaitu indikasi optik, Indikasi medis dan Indikasi
kosmetik. Beberapa metode pembedahan pada pasien katarak yaitu ICCE, ECCE,
SICS dan phacoemulsifikasi. Pada pasien ini akan dilakukan tindakan operasi dengan
metode Ekstraksi katarak Ekstra kapsular (ECCE) dan penanaman IOL pada Okuli
Dekstra. Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan dibanding ICCE karena dilakukan
dengan insisi yang lebih kecil, maka trauma endothelium kornea lebih sedikit,
astigmatisma berkurang, jahitannya lebih stabil dan aman.Terdapat peningkatan visus
pada pasien, dibandingkan sebelum dilakukan pembedahan. Untuk prognosis pasien
pada saat ini Visam : bonam, sanam : bonam , vitam : bonam, kosmetik: bonam,
fungtionam : bonam

Daftar Pustaka

Gupta,

V.

Etiopathogenesis

B.,

Rajagopala,

of

cataract:

M.,
An

&

Ravishankar,

appraisal. Indian

B.

(2014).

Journal

of

Ophthalmology, 62(2), 103110. http://doi.org/10.4103/0301-4738.121141


2

Slate, Melissa K. 2015. Cataracts.www.RN.ORG

Kemenkes RI. 2014. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan

American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract Section 11.

San Fransisco. 2007.


5

Ilyas S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, hlm:128


6

American Optometric Association. 2004. Care of The Adult Patient with

Cataract. Practice Guideline


7

"Priority

eye

diseases"http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html . Diakses 1
September 2016
8

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Ed 17.Jakarta: EGC. 2012

Vaughan., Asbury. 2008. Vaughan & Asburys General Ophtalmology

17th edition. Textbook.


10

Zorab,A.R,Straus H,Dondrea L.C, ArturoC, Mordic R, Tanaka S. et all.

2005. Lens and cataract. Chapter 5 Pathology page 45-46.


11

Harper, R.A. and J.P. Shock. 2008. Lens in P. Riordan-Eva and J.P.

Whitcher (Eds). Vaughan and Ashbury General Ophtalmology.McGraw Hill Co,


New York, p.169-177
12

Klaus GB, James EF, Wolfgang L. The role of ascorbic acid in senile

cataract. Proc

Natl

Acad

Sci

USA. 1985;82:719396. [PMC

free

article] [PubMed]
13

World

Health

Organization.

Causes

impairment. Prevention of blindness and


September

2016

of

blindness

and

visual

visual impairment. .Diakses 1

:http://www.who.int/blindness/causes/priority/cataract-

magnitude/en/index.html .
14

Boscia F, Grattagliano I, Vendemiale G. Protein oxidation and lens

opacity in humans. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2000;41:24615. [PubMed]

15

Lou

MF.

Redox

regulation

in

the

lens. Prog

Retin

Eye

Res. 2003;22:65782. [PubMed]


16

Harvey Simon, David Zieve., editors. New York: Time Health Guide;

[Last updated and reviewed on 2010 June 23, Last accessed on 16.4.11].
Cataract-Risk

factors

Diakses

September

2016 :http://health.nytimes.com/health/guides/disease/cataract/risk-factors.html
17

Youngson, Robert. 2005. Antioksidan Manfaat Vitamin C dan E Bagi

Kesehatan. Gramedia EGC


18

Hollows

F,

Moran

D.

cataract-the

ultraviolet

risk

factor. Lancet. 1981;11:124950. [PubMed]


19

Greiner AC, Berry K. Skin pigmentation and corneal and lens opacities

with prolonged chlorpromazine therapy. Can Med Assoc J. 1964;90:663


65. [PMC free article] [PubMed]
20

Subhashini K, Rao VA. Chlorpromazine induced cataract and corneal

pigmentation: Case report. Indian J Pharmacol. 2004;30:32324.


21

Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et

all. (2005-2006). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section
11. American Academy of Oftalmology : San Francisco.
22

Steven P, Steven K, Robert H, Judy H. Amiodarone Corneal

Topography. Digital J Ophthalmol.1997;3:03.


23

Setiohadji, B., Community Opthalmology.,Cicendo Eye Hospital/Dept of

Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006


24

Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata.Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta, hal: 200-211


25

Lang, Gerhard K. Opthalmology, A short Textbook, Penerbit Thieme

Stuttgart, New York, 2000, hal 173-185.


26

American academy of ophtalmology. Lens and cataract, basic and

clinical science course. AAO. 2011

27

J. Mariannete.

Cataract and Lens Disorder. Clinical Guide to

Comprehensive Opthalmology. New York: Thieme Medical Publishers, 1999,


303-331
28

National Eye Institute. 2015. Cataract What You Should Know.

29

Whitehead,N.Alfred. 2004. Anatomi dan Fisiologi lensa. Dalam transisi

menuju fakoemulsifikasi oleh Istiantoro Soekardi dan johan A Hutauruk. Granit


kelompok yayasan Obor Indonesia. Jakarta;8-12
30

Lawrenson,JG. 2003. Age Related cataract, epidemiology,pathogenesis

and management.Continuing professional development.


31

Hammond,C. 2001. The epidemiology of cataract. City University.

London.www.optometry.co.uk.
32

Jackson, C.R.S., Finlay, R.D. 2008.The Eye In General Practice.

Textbook. Hal.74-8
33

American Academy of Ophtalmology. 2015. Manual Small Incision

Cataract Surgery. Eye Wiki

Anda mungkin juga menyukai