SGD 16
1. Organ-organ apa saja yang berpengaruh terhadap sesak nafas
Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe:
Kardiak
Gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katup, hipertrofi ventrikel kiri,
hipertrofi asimetrik sptum, pertikarditis, aritmia
Pulmoner
Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Asma, Penyakit paru restriksi, Gangguan penyakit paru, herediter, pneumotoraks
Campuran kardiak dan pulmoner
PPOK dengan hipertensi, pulmoner, emboli paru kronik, trauma
Non kardiak dan non pulmoner
Kondisi metabolik, nyeri, gangguan neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik, gangguan asam
basa, gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak peptic)
meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left
Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada
kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan
langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ),
sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan
hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli,
terjadilah
edema
paru-paru.
Gejala utama gagal jantung adalah sesak. Penyebab sesak adalah vascular congestion (bendungan aliran darah) akibat
peningkatan preload jantung kiri sehingga menurunkan oksigenasi pulmonal. Penyebab sesak yang lain adalah turunnya perfusi
jaringan perifer.
Macam-macam sesak bisa berupa orthopnea yaitu sesak ketika terlentang dan berkurang dengan meninggikan kepala. Ini
terjadi karena terjadi penumpukan aliran balik yang menyebabkan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Derajat
orthopnea dapat dinilai dengan banyaknya bantal yang digunakan oleh penderita
Ortopnea
saat pasien berbaring meningkatnya jumlah darah dalam vena yang kembali ke thoraks dari ekstremitas bawah dan
karena pada posisi diafragma terangkat
saat posisi setengah duduk karena posisi ini mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan mengurangi
tekanan kapiler paru sehingga sensasi sesak napasnya dapat berkurang dengan duduk tegak atau posisi setengah duduk
Sumber : Kumar,Cotran, Robins,Buku Ajar Patologi,Ed. 7, Vol.2.EGC
Dan Prinsip- prinsip ILMU PENYAKIT DALAM, Harrison , Ed. 13, Vol.3.EGC
darah ini bukan berarti cairan marah / darah yg seperti kita lihat, namun
adl plasma darah yg merembes ke pulmo melalui celah2 kecil d dinding
pembuluh darah) perembesan ke pulmo sampai ke alveolus. Alveolus ini
berisi cairan putih, ditambah kemasukan plasma putih darah. Di alveolus ini
terdapat resptor J yg mengakibatkan batuk batuk mengeluarkan
ekspetorasia (sdh biasa) + cairan plasma yg merembes td keluar cairan
putih dahak encer. Semakin besar kongestif, mk semakin bnyak / kental
cairan yg keluar.
Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi dari orang normal akibat adanya vasokontriksi
pembuluh darah. Itu berarti ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut agar ejeksi darah
maksimal sehingga suplai darah ke semua jaringan tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian mengompensasi
keadaan tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel kiri ( left ventricle hyperthropy, LVH)
memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup walaupun terjadi tahanan terhadap
ejeksi. Namun, lama kelamaan mekanisme kompensasi tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan perifer yang tetap
tinggi. Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal
tersebut akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan sistem saraf simpatis dan sistem RAA
(renin-angiotensin-aldosteron).
Pengaktifan sistem saraf simpatis akan meningkatkan kontraktilitas jantung hingga mendekati normal. Hal itu terjadi
karena saraf simpatis mengeluarkan neurotransmiter (norepinefrin-NE) yang meningkatkan permeabilitas Ca 2+ membran. Hal
tersebut meningkatkan influks Ca2+ dan memperkuat partisipasi Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain itu, stimulasi simpatis
juga menyebabkan vasokontriksi perifer yang bertujuan mencegah penurunan tekanan darah lebih lanjut. Di sisi lain,
penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi jaringan organ tubuh lainnya. Salah satunya adalah ginjal. Penurunan
perfusi darah ke ginjal merangsang ginjal untuk menurunkan filtrasi dan meningkatkan reabsorbsi. Peningkatan reabsorbsi
inilah yang menyebabkan kencing penderita berkurang dan peningkatan kadar serum ureum (65 mg/dl) di mana harga
rujukannya sebesar 10-50 mg/dl. Walaupun terjadi penurunan filtrasi glomerulus, dalam keadaan stabil laju filtrasi kreatinin
sama dengan laju ekskresinya. Hal inilah yang menyebabkan kadar kreatinin serum penderita sebesar 1,4 mg/dl masih
mendekati batas normal (normal 0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal. Penurunan
perfusi ginjal juga merangsang sel-sel juxtaglomerulus untuk mensekresi renin. Kemudian renin menghidrolisis angiotensinogen
menjadi angiotensin I yang selanjutnya oleh angiotensin converting enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II kemudian ditangkap oleh reseptornya di pembuluh darah ( vascularATR1) dan terjadi vasokontriksi. Bila
angiotensin II diterima oleh reseptor sel korteks adrenal ( adrenal ATR1) maka korteks adrenal akan mensekresi aldosteron.
Aldosteron kemudian diikat oleh reseptornya di ginjal. Proses tersebut membuka ENaC ( epithelial Na Channel) yang
menyebabkan peningkatan retensi Na +. Karena Na+ bersifat retensi osmotik, peningkatan Na + akan diikuti peningkatan H2O.
Hasil akhir semua proses tersebut adalah peningkatan aliran darah balik ke jantung akibat adanya peningkatan volume
intravaskuler.
Pada stadium awal gagal jantung, semua mekanisme kompensasi neurohormonal tersebut memang bermanfaat. Akan
tetapi, pada stadium lanjut, mekanisme tersebut justru semakin memperparah gagal jantung yang terjadi dan dapat
menyebabkan gagal jantung tak terkompensasi. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Pertama, setelah terpajan dalam jangka
waktu yang lama, jantung menjadi kurang tanggap terhadap NE. Akhirnya kontraktilitas jantung kembali menurun. Kedua,
aktivitas
simpatis
dan
RAA
tetap
terjadi.
Akibatnya
vasokontriksi,
retensi
cairan,
peningkatan preload,
dan
peningkatan afterload tetap terjadi. Sel-sel ventrikel semakin terenggang dan kekuatan kontraksinya semakin menurun.
Ventrikel kiri semakin tidak mampu memompa darah ke sistemik. Darah menjadi terbendung di atrium kiri menyebabkan
hipertrofi atrium kiri (left atrium hyperthropy, LAH) sebagai mekanisme kompensasi. Hipertrofi ventrikel akan menggeser
letak musculus papillaris sehingga dapat terjadi regurgitasi mitral fungsional (terdengar sebagai bising pansistolik di apex
yang menjalar ke lateral). Hal itu semakin memperberat kerja jantung dan penanda adanya pembesaran jantung (kardiomegali)
selain ditunjukkan oleh ictus cordis yang bergeser ke lateral bawah dan batas jantung kiri bergeser ke lateral bawah serta
foto thorax CTR 0,60. Lama kelamaan akan terjadi kongesti di vena pulmonalis. Tekanan intravaskuler vena pulmonalis yang
semakin tinggi menyebabkan cairan terdorong keluar dan terjadilah edema paru. Edema paru menyebabkan pasien sering
merasa sesak napas saat beraktivitas ringan dan berbaring sebagai kompensasi akibat lumen bronkus dan alveolus mengecil
yang menyebabkan pertukaran gas terganggu. Mungkin itu menjadi salah satu penyebab pasien sukar tidur. Pada edema paru,
alveolus yang tergenang cairan transudasi yang menimbulkan suara ronki basah basal halus saat auskultasi. Di sisi lain, jaringan
sistemik semakin kekurangan O2 dan proses metabolisme pun berubah menjadi metabolisme anaerob. Akibatnya terjadi
peningkatan produksi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik. Selain itu, pada gagal jantung kiri asidosis metabolik
disebabkan oleh oksigenasi arteri berkurang dan peningkatan pembentukan asam di dalam darah akibat adanya penurunan
pertukaran O2 dan CO2di dalam alveolus paru. Peningkatan ion hidrogen [H+] merangsang kemoreseptor sentral sehingga
terjadi hiperventilasi.
Kardiomegali: karena otot jantung dipaksa untuk memompa lebih kuat dari biasanya
kardiomegali
Tanda : perge
Sumber : http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/pembesaranjantung-kardiomegali--_-951000103107
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan
berat
badan
>
4,5
kg
dalam
5
hari
setelah
terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus
ada
pada
saat
yang
bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,
terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang
menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer
(http://www.agussuwasono.com/artikel/iptek/314-misteri-gagal-jantung.html)
Stage A: High risk of heart failure but no structural heart disease or symptoms of heart failure : ex : hipertensi
Stage B: Structural heart disease but no symptoms of heart failure :
Stage C: Structural heart disease and symptoms of heart failure.
Stage D: Refractory heart failure requiring specialized interventions
Sumber : Lecture Notes Kardiologi Edisi IV, Erlangga Medical Series (EMS)
10.
11.
12.
Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang
PF : Kesimpulan : mencari kriteria framingham .
Penunjang : EKG cari faktor penyebabnya LVH, kelainan
katup,
Foto thorax : kardiomegali
15.
Bagaimana kerja ACE Inhibitor terhadap gagal jantung
gagal jantung remodelling
penghambatan angiotensi
ACE I co turun ke ginjal hipotensi pelebaran
pembuluh darah ,