Anda di halaman 1dari 11

KUMPULAN ABSTRAK

TESIS DISERTASI DOKTOR


2005

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


SEKOLAH PASCASARJANA
Jl. Tamansari No. 64 Bandung 40116
Gedung CCAR lt. IV
Telp. : +6222 251 1495; Fax. : +6222 250 3659
E-mail : pasca@itb.ac.id; http://www.pps.itb.ac.id

Kata pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur k Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini Sekolah
Pascasarjana telah menerbitkan buku kumpulan abstrak Program Magister dan Doktor tahun
2005

Buku kumpulan abstrak tesis ini memuat abstrak tesis/disertasi dari Program Studi Magister dan
Doktor yang ada di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB, lulusan periode Wisuda bulan Maret,
Juli, September 2005

Penerbitan buku kumpulan abstrak tesis Sekolah Pascasarjana ITB tahun 2005 merupakan salah
satu upaya untuk menyebar luaskan informasi ilmiah yang di hasilkan dari penelitian para
mahasiswa Sekolah Pascasarjana ITB, dengan harapan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat. Bagi para mahasiswa kumpulan abtrak ini dapat dipakai sebagai sumber rujukan
bagi penelitian yang akan mereka lakukan.

Kami menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penerbitan buku ini. Kritik membangun dan saran-saran kami harapkan dari para pembaca
yang terhormat. Hal tersebut akan sangat berguna untuk menyempurnakan abtrak tesis yang akan
kami terbitkan kemudian.

Bandung, 15 Februari 2006


Sekolah Pascasarjana ITB
Dekan,

Prof.Dr.Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc.


NIP. 131 286 861

i
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Sekilas Tentang Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Sekolah Pascasarjana ITB menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dalam jenjang Magister


dan Doktor. Program pendidikan Magister ini bertujuan untuk meningkatkan taraf penguasaan
ilmu dan kemampuan yang diperoleh peserta selama pendidikan Sarjana, agar lebih aktif dan
mantap berperan, baik dalam pandangan ilmunya maupun dalam penerapannya. Untuk mencapai
tujuan ini, walaupun terbuka untuk memilih salah satu bidang khusus tertentu, tetap dijaga
penguasaan wawasan program secara menyeluruh, agar para lulusannya tetap dapat bergerak
secara lincah di dalam lingkup pekerjaannya. Program pendidikan Magister yang
diselenggarakan di ITB memiliki arah orientasi bersifat akademik/ilmiah, yang lebih ditekankan
pada kemampuan ilmu secara lebih mendalam. Pendidikan Magister Profesional pada saat ini
masih dijajaki oleh beberapa team dan/atau komisi dari berbagai disiplin ilmu.
Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Magister adalah dua tahun, yang terbagi atas
4 (empat) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga
maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Magister adalah adalah 36 SKS,
sehingga jangka waktu belajar dapat ditempuh dalam 3 semester. Jangka waktu studi maksimum
program Magister tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.
Program Dktor bertujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap akademik, mampu
meneliti secara mandiri, dan mampu memberi sumbangan berarti kepada khasanah ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan teknik, atau ilmu seni rupa dan desain. Penelitian yang mengarah
kepada gelar Doktor dapat dilakukan dalam Ilmu Pengetahuan Teknik, Ilmu Matematika dan
Pengetahuan Alam, Ilmu Seni Rupa dan Desain. Gelar Doktor diberikan setelah
promovendus/promovenda menunjukkan penguasaan pengetahuan secara mendalam dalam
cabang keilmuan tersebut di atas, menunjukkan kemampuan dan ketrampilan meneliti secara
mandiri dalam satu atau lebih cabang yang tercakup ke dalam salah satu bidang tersebut di atas
dan penelitian itu bersifat orisinil atau mengungkapkan suatu kebaharuan. Hasil penelitian itu
menambah khasanah ilmu pengetahuan/ilmu teknik/ilmu seni rupa/desain yang telah ada atau
mengungkapkan masalah baru yang menurut kaidah ilmu pengetahuan teknik/seni rupa dan
desain, dapat dibuktikan dalam disertasi sehingga tidak meragukan.
Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Doktor adalah tiga tahun, yang terbagi atas
6 (enam) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga
maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Doktor adalah 40-60 SKS. Jangka
waktu studi maksimum program Doktor tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Sejarah pendidikan pascasarjana ITB berjalan seiring dengan sejarah perkembangan ITB itu
sendiri, yakni sejarah didirikannya Technische Hogeschool te Bandung (Th) pada tanggal 3 Juli
1920. Tercatat bahwa lulusan pascasarjana pertama pada waktu itu adalah N.H. Van Harpen yang
memperoleh gelar Doktor bidang ilmu teknik dengan kekhususan Sipil pada tahun 1930.
Sebelumnya J.W. Ijerman memperoleh gelar Doktor honoris causa pada bidang yang sama tahun
1925.

ii
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Seiring dengan perjalanan sejarah Negara Indonesia, pada tahun 1950 didirikan Universitas
Indonesia sebagai hasil integrasi Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (19 Agustus 1945)
dan Universiteit van Indonesia (1947) berdasarkan Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1950.
Institut Teknologi Bandung (ITB) diresmikan tanggal 2 Maret 1959 dan merupakan gabungan
dua fakultas yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia yang berada di Bandung, yaitu
fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam ditambah Balai Universiter Guru
Gambar.
Pada saat masih berstatus sebagai Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam,
Universitas Indonesia, pendahulu ITB ini telah menghasilkan 17 orang Doktor dalam bidang
Teknik SIpil, Teknik Kimia, Geologi, Fisika, Farmasi, Matematika dan Kimia. Lulusan Doktor
ITB yang pertama J.A. Katili , Geologi, yang menyelesaikan studinya tahun 1960. Sejak itu
sampai tahun 2005 telah dihasilkan 404 orang Doktor, termasuk 3 orang Doktor honoris causa,
yaitu Dr.Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, Dr.Ir. Sediatmo, dan Prof.Dr.Ir.
Rooseno.
Pada tahun 1976 berdiri Sekolah Pascasarjan di Institut Teknologi Bandung, yang selanjutnya
berubah menjadi Program Pascasarjana, dan namanya kembali menjadi Sekolah Pascasarjana di
tahun 2005. Lulusan program Doktor pertama dari Sekolah Pascasarjana adalah Ir. Sri Hardjoko
yang memperoleh gelar Doktor di tahun 1979 untuk bidang studi Teknik Mesin dengan
Pembimbing/Promotor Prof.Ir. Samudro, Prof.Dr. R. Van Hasselt dan Prof.Ir. Handojo.
Program Magister di Institut Teknologi Bandung dimulai tahun 1979 dengan tiga program studi
yaitu program studi Fisika, Matematika, dan Teknik Mesin. Selanjutnya pada tahun 1980
berkembang menjadi 11 program studi karena dibuka 8 (delapan) program studi baru yaitu
program studi Arsitektur, Biologi, Elektroteknik, Farmasi, Kimia, Teknik Kimia, Teknik Sipil,
dan Teknik dan Manajemen Industri. Saat ini secara keseluruhan terdapat 33 program studi
Magister di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB. Sejak tahun akademik 1979/1980 hingga
bulan September 2005 Sekolah Pascasarjana ITB telah menghasilkan sebanyak 12.714 lulusan
program Magister (S2) dari berbagai program studi.

iii
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

DAFTAR ISI
Kata pengantar dari Dekan Sekolah Pascasarjana ITB

Pendahuluan

II

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Program Studi Matematika

01

45

Program Studi Fisika

46

97

Program Studi Kimia

98

132

Program Studi Aktuaria

133

143

144

190

191

241

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

Program Studi Biologi

Sekolah Farmasi

Program Studi Farmasi

Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral

Program Studi Geologi

242

279

Program Studi Rekayasa Pertambangan

280

316

Program Studi Perminyakan

317

364

Program Studi Geofisika Terapan

365

376

Program Studi Sains Kebumian

377

393

Fakultas Teknologi Industri

Program Studi Teknik Kimia

394

441

Program Studi Teknik Mesin

442

469

Program Studi Teknik Fisika

470

488

Program Studi Teknik Manajemen dan Industri

489

576

Program Studi Teknik Penerbangan

577

583

iv
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Program Studi Teknik Elektro

584

701

Program Studi Informatika

702

812

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Program Studi Pembangunan

813

856

Program Studi Transportasi

857

868

Program Studi Arsitektur

869

963

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

964

1061

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Program Studi Teknik Sipil

1062

1202

Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

1203

1257

Program Studi Teknik Lingkungan

1258

1297

Program Studi Sistem dan Teknik Jalan Raya

1298

1353

Fakultas Seni Rupa dan Desain

Program Studi Seni Rupa

1354

1384

Program Studi Desain

1385

1411

1412

1555

Sekolah Bisnis dan Manajemen

Program Studi Magister Administrasi Bisnis

v
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Rekayasa Pertambangan FIKTM

Kumpulan Abstrak

Pantjanita Novi Hartami - NIM : 32100029


Program Studi Rekayasa Pertambangan

KAJIAN PENENTUAN BESAR DAN ARAH TEGANGAN INSITU BATUAN DI BAWAH


TANAH DENGAN UJI REKAH
HIDROLIK DAN UJI EMISI AKUSTIK
Tegangan insitu sangat diperlukan dalam perancangan terowongan atau struktur bawah tanah lainnya,
khususnya dikaitkan dengan kestabilannya. Penaksiran tegangan insitu secara teoritis tidak dapat
digunakan sebagai dasar perancangan pada semua kondisi. Perbedaan kondisi geologi daerah, tipe
material dan peristiwa-peristiwa geologi yang terjadi membuat kondisi suatu daerah tidak dapat
disamakan. Karena itu diperlukan suatu pengukuran tegangan insitu untuk mendapatkan nilai yang lebih
valid dan mewakili kondisi suatu daerah.
Di beberapa negara, penelitian mengenai pengukuran tegangan insitu telah banyak dilakukan. Namun,
penelitian tersebut hanya terbatas pada penentuan tegangan insitu dengan menggunakan beberapa metode,
tanpa adanya korelasi antara metode yang digunakan. Pengukuran tegangan insitu untuk terowongan dan
galian bawah tanah pada batuan di Indonesia belum berkembang karena faktor mahalnya biaya peralatan
dan pengukuran, serta tidak praktis untuk daerah yang sulit.
Kegiatan penelitian terdiri dari eksperimentasi laboratorium yang mencakup pembuatan alat rekah hidrolik
dan uji laboratorium, kegiatan lapangan dan permodelan numerik. Beberapa kegiatan merupakan kegiatan
pertama yang dilakukan di Indonesia, yaitu :
1. Membuat peralatan uji rekah hidrolik dengan kapasitas packer 25 MPa.
2. Menggunakan emisi akustik untuk menentukan tegangan insitu.
3. Membuat pendekatan empiris antara uji rekah hidrolik dan uji emisi akustik.
Hipotesis awal penelitian ini adalah bahwa pengukuran tegangan insitu dengan metode rekah hidrolik
digunakan sebagai acuan, karena mengikuti kaidah teori elastisitas dan teori brittle fracture serta
mengakomodasi kondisi alamiah baik geologi, struktur geologi dan posisi. Hipotesis kedua menyatakan
bahwa besaran tegangan insitu yang diperoleh dari metode langsung (uji rekah hidrolik), yang dinyatakan
sebagai uji standar, dapat diwakili oleh uji indeks yang dalam hal ini adalah metode tidak langsung (uji
emisi akustik). Hipotesis ketiga menyatakan bahwa metode tidak langsung dengan uji emisi akustik sangat
dipengaruhi oleh: waktu tunggu pengambilan contoh dan pengujian, mineralogi dan pre-existing cracks
batuan utuh.
Pembuatan peralatan uji rekah hidrolik dilakukan dengan bekerja sama dengan Perusahaan Daerah
Industri Karet Bandung (INKABA), perusahaan bubut, Laboratorium Kontrol Departemen Teknik Fisika
ITB untuk perakitan sistem akuisisi data, dan Laboratorium Mekanika Batuan Departemen Teknik
Pertambangan ITB. Peralatan rekah hidrolik terdiri dari straddle packer, impression packer, zone test,
inner tube, perekam data elektronik dan kelengkapan alat. Kapasitas packer mencapai 25 MPa.
Penelitian dilakukan di tambang emas bawah tanah Pongkor di dua lokasi, yaitu di Ciurug dan
Pamoyanan. Hasil pengukuran tegangan insitu dengan uji rekah hidrolik, uji emisi akustik dan permodelan
numerik di kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Dalam perhitungan, terdapat perbedaan hasil yang cukup besar antara uji emisi akustik (AE) dan uji rekah
hidrolik (HF). Seperti disebutkan pada hipotesis awal, perbedaan tersebut diduga karena pengaruh waktu
tunggu. Pembuktian dilakukan dengan melakukan uji emisi akustik dengan waktu tunggu yang berbedabeda sehingga diperoleh suatu grafik hubungan antara tegangan dan waktu tunggu. Grafik ini digunakan
sebagai pendekatan pada hasil uji emisi akustik. Penyesuaian terhadap hasil uji emisi akustik (AE koreksi)
memperoleh hasil yang mendekati hasil uji rekah hidrolik (lihat Tabel 1). Tabel 1 menunjukkan tegangan
310
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi
Bandung

Rekayasa Pertambangan -

Kumpulan Abstrak
FIKTM

arah utara (N), tegangan arah timur (E), tegangan vertikal (V), tegangan arah utara - timur (NE),
tegangan arah timur vertikal (EV) dan tegangan arah vertikal - utara
(VN)
Tabel 1.

Kompilasi tegangan insitu hasil pengujian dengan uji rekah hidrolik, dan uji emisi akustik.

Ciurug
Tegangan
(MPa)
HF
AE
N
E
V
NE
EV
NV

3,62
0,61
3,88
-0,73
0,83
-0,79

Pamoyanan

21,17
16,15
11,63
-2
2,14
0,57

AE
koreksi
5,04
3,84
2,77
-0,47
0,51
0,13

HF

AE

2,49
4,41
4,50
-0,55
1,44
-0,023

16,83
26,44
19,87
-3,25
5,20
-1,97

AE
koreksi
4,14
6,50
4,88
-0,8
1,28
-0,48

Permodelan numerik dilakukan sebagai analisis balik untuk mendapatkan gambaran distribusi tegangan di
lokasi penelitian. Tegangan yang dimodelkan adalah tegangan asli (virgin stress) dan tegangan terganggu
(induced stress) karena pengaruh terowongan. Permodelan dibuat dalam kondisi ideal, yaitu batuan
dianggap homogen, isotrop dan kontinyu.
Nilai tegangan pada Tabel 1, menjadi tensor tegangan untuk perhitungan tegangan prinsipal. Perhitungan
nilai eigen dan vektor eigen dari tensor tersebut menghasilkan nilai tegangan seperti yang tercantum
dalam Tabel 2.
Verifikasi arah tegangan dilakukan dengan mengacu pada analisa struktur geologi di lokasi pengujian.
Hasilnya menunjukkan bahwa arah tegangan hasil uji rekah hidrolik sesuai dengan kajian struktur geologi
di daerah tersebut
Tabel 2.
Tegangan prinsipal hasil pengukuran dengan metode langsung dan metode tidak langsung di
Ciurug dan Pamoyanan
Tegangan
Prinsipal
(MPa)

Ciurug
HF

AE Terkoreksi HF

AE terkoreksi

4,83
(N158E/46)
2,95
(N0E/42)
0,32
(N260E/11)

5,2
(N200E/1)
3,9
(N70E/25)
2,53
(N253E/65)

7,46
(N108E/28)
4,17
(N278E/62)
3,88
(N16E/4)

2
3

Pamoyanan

5,94
(N99E/45)
3,22
(N294E/44)
2,25
(N17E/7)

.
Dengan melihat hasil pengukuran tegangan insitu menggunakan uji rekah hidrolik dan uji emisi akustik di
atas serta didukung oleh permodelan numerik, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Peralatan rekah hidrolik yang berhasil dibuat dalam penelitian ini dapat digunakan untuk pengujian
dan aplikasi di lapangan dengan kekuatan packer mencapai 25 MPa.
2. Tegangan insitu hasil uji rekah hidrolik dapat digunakan sebagai acuan penentuan tegangan insitu
dalam penelitian ini. Hal ini didukung dengan nilai tegangan vertikal hasil permodelan numerik yang
menunjukan nilai yang mendekati nilai tegangan vertikal uji rekah hidrolik.
311
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Rekayasa Pertambangan FIKTM

Kumpulan Abstrak

3. Besaran yang diperoleh dari metode langsung / uji rekah hidrolik yang dinyatakan sebagai uji standar
dapat diwakili oleh uji indeks yang dalam hal ini metode tidak langsung emisi akustik dengan
menggunakan pendekatan empirik.
4.
Pendekatan empirik yang dilakukan terhadap hasil uji emisi akustik merupakan fungsi waktu tunggu
yang sangat berpengaruh terhadap hasil uji.
5. Secara umum, besaran tegangan insitu hasil uji rekah hidrolik dapat didekati dengan uji emisi akustik
dengan pendekatan HF =

AE

f (t )

dengan HF adalah tegangan hasil uji rekah hidrolik dalam arah yang

sama dengan uji emisi akustik, AE adalah tegangan hasil uji emisi akustik dan f (t) merupakan persamaan
fungsi waktu tunggu untuk batuan tersebut.
6. Pendekatan yang diperoleh hanya berlaku pada daerah dan kondisi batuan yang sama. Hal ini sudah
diterapkan pada daerah Pamoyanan yang mempunyai karakteristik batuan yang sama dengan di Ciurug.

7. Kombinasi metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung dapat diaplikasikan
di lapangan untuk mendapatkan nilai tegangan insitu yang lebih representatif dengan menerapkan
pendekatan empiris di antara kedua metode tersebut. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah
pengujian metode pengukuran langsung, namun hasilnya tetap akurat.
8. Pengukuran tegangan insitu tidak dapat dipisahkan dari analisa struktur geologi di daerah penelitian.
Verifikasi arah tegangan insitu hasil pengujian mengacu pada struktur geologi daerah tersebut.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa dari segi keilmuan dan terapan, penelitian ini dapat dijadikan acuan
pembuatan peralatan pengujian untuk mengukur tegangan insitu dengan uji rekah hidrolik. Selain itu
penelitian ini diharapkan dapat memberikan usulan rekomendasi tentang metode dan prosedur penentuan
tegangan insitu dengan kombinasi metode langsung dan tidak langsung sehingga dapat diterapkan untuk
menentukan tegangan insitu di suatu lokasi dengan hasil yang lebih akurat namun dengan biaya yang
relatif murah.

STUDY OF ESTIMATION OF MAGNITUDE AND DIRECTION OF INSITU STRESS


OF ROCK BY MEANS OF THE HYDRAULIC FRACTURING TEST AND THE
ACOUSTIC EMISSION TEST
In-situ stress is one of the important parameters in tunnel design, especially in its stability. The theoretical
approaches give relatively good results for some cases, but there are some conditions, like geological
condition, material type, and activities of geology that different in each area, that make the approaches
impracticable. However, insitu stress measurement is needed to obtained the results that more
representative.
In many countries, the research about insitu stress measurement using many method of measurement
already have developed, but there are no researches that studied correlation between the methods. In
Indonesia, in-situ stress measurement is not popular yet. The problems so far have been associated with
technology availability and cost efficiency.
The research activities included the manufacturing of hydraulic fracturing apparatus, laboratory
experimentation, field activities and numerical modeling. Some activities that the firstly research activities
in Indonesia are :
1. Manufacturing of hydraulic fracturing apparatus with the packer capacity of 25 MPa.
2. Using acoustic emission method to estimate insitu stress.
3. Finding the empirical approaches between hydraulic fracturing method and acoustic emission method.
312
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi
Bandung

Rekayasa Pertambangan -

Kumpulan Abstrak
FIKTM

The hypotheses of research are: firstly, the insitu stress measurement by means of hydraulic fracturing can
be used as standard, because the hydraulic fracturing method follows the elasticity theory, the brittle
fracture theory, and accommodate the real condition. Secondly, the magnitude of insitu stress using
hydraulic fracturing, as standard test, can be represented by means of the acoustic emission method, as
index test. Thirdly, the acoustic emission method is very influenced by the time lagging between coring
process and laboratory testing, mineralogy and pre-existing cracks of intact rock.
The hydraulic fracturing apparatus was manufactured as collaborative works between Bandung Rubber
Industry (INKABA), Laboratory Control of Department of Physics Engineering, ITB for preparing data
acquisition, and Laboratory of Geomechanic of Department of Mining Engineering, ITB. The apparatus
include straddle packer, impression packer, zone test, inner tube, recording data and supporting apparatus.
The field tests were carried out in Pongkor underground gold mine at 2 locations, Ciurug and Pamoyanan.
Table 1 shows the results of measurement by means of hydraulic fracturing test, and acoustic emission
test. The table shows stress in north direction (N), stress in east direction (E), vertical stress (V), stress
in north east direction (NE), stress in east vertical direction (EV) and stress in north vertical direction
(NV)
Table 1.
The compilation of insitu stress measurement by means of hydraulic fracturing test (HF) and
acoustic emission tests (AE).
Ciurug

Pamoyanan

Stress
(MPa)

HF

AE

N
E
V
NE
EV
NV

3,62
0,61
3,88
-0,73
0,83
-0,79

21,17
16,15
11,63
-2
2,14
0,57

AE
corrected
5,04
3,84
2,77
-0,47
0,51
0,13

HF

AE

2,49
4,41
4,50
-0,55
1,44
-0,023

16,83
26,44
19,87
-3,25
5,20
-1,97

AE
corrected
4,14
6,50
4,88
-0,8
1,28
-0,48

The magnitude of insitu stress calculated using the hydraulic fracturing method and the acoustic emission
method are different. As mentioned before, the acoustic emission test is very influenced by the time
lagging between sample coring and laboratory testing. This hypothesis is proven by doing the acoustic
emission tests in many samples with different time lagging. The test results were the curve between time
lagging and stress when the Kaiser effect appeared. The curve was used to correct insitu stress from the
acoustic emission. The magnitude of the insitu stress using acoustic emission test after being corrected
using the curve are closer to the one of that hydraulic fracturing tests.
Numerical modeling was performed as back analysis to obtain the state of stress in the research location.
The stresses that were modeled are virgin stress and induced stress because of excavation. The modeling
are ideal, homogen, isotrop and continue.
The insitu stresses, as shown in Table 1, are stress tensor to calculate principal stress by determine the
Eigen vector and the Eigen value. Table 2 shows principal stresses in Ciurug and Pamoyanan.

313
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Rekayasa Pertambangan FIKTM

Table 2.

Kumpulan Abstrak

Principal stresses obtained from direct method and indirect method in Ciurug and Pamoyanan
Principal
Stress
(MPa)

Ciurug
HF

AE Corrected HF

AE Corrected

4,83
(N158E/46)
2,95
(N0E/42)
0,32
(N260E/11)

5,2
(N200E/1)
3,9
(N70E/25)
2,53
(N253E/65)

7,46
(N108E/28)
4,17
(N278E/62)
3,88
(N16E/4)

2
3

Pamoyanan

5,94
(N99E/45)
3,22
(N294E/44)
2,25
(N17E/7)

The directions of insitu stress are verified by analyzing structural geology of location. The results shows
that the principal stress direction (Table 2) is relatively in line with the analysis of geological structure.
Having analyzed the results of the hydraulic fracturing test, acoustic emission test and numerical
modeling, it can therefore be concluded the following:
1. Hydraulic fracturing test apparatus have been successfully manufactured in this research with packer
capacity of 25 MPa. This apparatus has also been used to estimate insitu stress in Pongkor.
2. Insitu stress using acoustic emission test can used as a standard method measurement. This is
supported by vertical stress of numerical modeling that is closed with the one of that hydraulic fracturing
test.
3. The magnitude of insitu stress using hydraulic fracturing, as standard test, can be represented by
means of the acoustic emission method, as an index test, using empirical approach.
4. The empirical approaching to acoustic emission tests is a function of time lagging that is very affected
in tests results.
5. Generally, the empirical approaching HF =

AE
f (t )

can be used to estimate the insitu stress using

acoustic emission test. HF is insitu stress using hydraulic fracturing tests in the same direction with AE,
AE is insitu stress using acoustic emission test and f (t) is function of time lagging for sample.
6. This empirical approaching only works in same location and same type of rock. This is proven with
apply f (t) curve in Pamoyanan that have same rock type with Ciurug.
4. Estimation of insitu stress by means of combination of indirect and direct methods can be applied in
field using the empirical approach, so it can minimize the use of direct method and the results are
more representative.
5. The directions of insitu stress are verified by structural geology in location.
Contributions of this research in science and engineering are manufacturing of hydraulic fracturing test
apparatus, giving new horizon that estimation of insitu stress using the direct method can be approached
by indirect method, and finally, this research give recommendation to estimate insitu stress using
combination of direct and indirect method with less cost but the results are more representative.

314
Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi
Bandung

Anda mungkin juga menyukai