Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga dengan cara
diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan
kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit (2).
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga.
Bila tidak dinyatakan lain pembawa yang digunakan adalah bukan air. Cairan pembawa yang
digunakan harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding
telinga, biasanya digunakan gliserin dan propilen glikol. Selain tersebut dapat pula digunakan
etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa suspensi sebagai zat
pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Kecuali dinyatakan
lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan disimpan dalam wadah tertutup rapat (3).
Preparat telinga kadang-kadang dikenal sebagai preparat otic atau aural. Bentuk larutan paling
sering digunakan pada telinga, suspense dan salep masih juga didapati dalam penggunaannya.
Preparat telinga biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran
telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan
atau rasa sakit. Tata cara dalam membuang lilin/kotoran telinga biasanya dimulai dengan
menempatkan larutan otic pada saluran telinga dengan posisi kepala pasien miring 450, lalu
mamasukkan gumpalan kapas untuk menahan obat dalam telinga selama 15-30 menit, disusul
dengan menyemprot saluran telinga dengan air hangat perlahan-lahan memakai penyemprot
telinga dari karet yang lunak (2).
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung dalam suatu
bejana disebut autoklaf. Suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media
atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121C, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat ini
adalah udara di dalam bejana diganti uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat
pembuka atau penutup khusus. Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang
cocok, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 mL,
sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115-116C selama 15 menit. Jika volume
dalam tiap wadah lebih dari 100 mL, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah
berada pada 115-116C selama 30 menit (4).
A.
PENDAHULUAN
1. DEFINISI
FI III , hal 10
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke
dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan
air.
FI IV, hal 15
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan
bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)
The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,
dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.
BP 2002, hal 1865
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan
pembawa yang sesuai untuk digunakan pada auditory meatus tanpa menghasilkan tekanan yang
berbahaya pada gendang telinga.
2.
BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi. Bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan adalah bentuk larutan (Ansel, 567).
FAKTOR PENTING
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)
a. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan tonisitas
larutan (jika pembawanya air).
b. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai mencapai
pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal
sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal tercapai. pH
stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam bikarbonat, atau
basa lemah.
c. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau cara
pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen (oksidasi),
air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya (oksidasi),
pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai katalisator reaksi
oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling dididihkan dialiri gas nitrogen
dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air maka alternatifnya :
Dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan penambahan
dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.
Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion
Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus diperhatikan.
d. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau
kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar sediaan dibuat terpisah. Secara fisika
umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan jenuhnya,
perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam zat aktif
lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan). Secara farmol, dapat
berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya efek toksik. 2 zat aktif
antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis keduanya terpaut jauh.
Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang diminta sama banyak.
e. Dosis
f. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH eksipien
juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.
B.
FORMULASI
1. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan : - Pengental
- Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- Pengawet
- Antioksidan
- Dll
pembawa
2. TEORI BAHAN PEMBANTU
a. Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding
telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena
viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama
(Art of Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses penarikan lembab sehingga
mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara membuang
lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga
dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak lemak nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7),
maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif dan
cukup kental.
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok
c. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang
meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena
infeksi/mukosa telinga.
d. Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali sediaan itu sendiri
memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya
digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben
(Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, misalnya
Nadisulfida/Na-bisulfit.
f. Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10) Sedangkan pada The Art of
Compound, hal. 257 disebutkan bahwa pH optimum larutan air untuk pengobatan telinga adalah
5-7,8. Umumnya tidak dikenhendaki dalam suasana basa karena tak fisiologis dan malah
memberikan medium optimum untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi.
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.
h. Viskositas
D.
E.
WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL)
dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)
F.
SEDIAAN DI PUSTAKA
1. CONTOH FORMULA
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Debrox Drops
Marion
Metreton
Ophthalmic/Otic
Solution
Otobiotic Otic
Solution
VoSol Otic
Solution
Schering
Schering
Wallace
neomisin
sulfat,
hidrokortison
Karbamid
peroksida
Na prednisolon
fosfat
glikol, air
untuk
injeksi
Gliserin
anhidrat
air
Polimiksin B
sulfat
Asam asetat
Propilenglikol,
gliserin, air
Propilenglikol
Infeksi bakteri
superficial
Antibakteri/antiifungi