Anda di halaman 1dari 72

PROTOKOL

PERABOI
2003
1

PROTOKOL
PENATALAKSANAAN KASUS
BEDAH ONKOLOGI
2003

PERHIMPUNAN AHLI BEDAH


ONKOLOGI INDONESIA
( PERABOI )
2004
2

Pengantar

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KASUS


PERABOI 2003
Diterbitkan oleh :
PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia)
Edisi I Cetakan I 2004
Hak Cipta pada :
PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia)
d/a Sub Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & Leher
Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan RSHS
Jl. Pasteur 36 Bandung 40161
Telpon/Fax 022-2034655
e-mail : peraboibdg@yahoo.com
DILARANG MEMPERBANYAK TANPA IZIN PERABOI
ISBN :
ISSN :

KONSEP SAMBUTAN KETUA PP PERABOI 2000-2003


Sambutan
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas
kemudahan yang dilimpahkanNya mulai dari perumusan protocol
sampai terbitnya protokol ini.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa penanganan kanker
haruslah direncanakan sebaik mungkin karena penanganan
pertama adalah kesempatan yang terbaik buat penderita untuk
mencapai tingkat kesembuhan yang optimal, penanganan kedua
dan seterusnya tidak mungkin dapat memperbaiki kesalahan pada
tindakan pertama.
Masih banyak penanganan kanker yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip Bedah Onkologi yang berakibat terjadinya kekambuhan
atau residif, baik local maupun sistemik.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, Pengurus Pusat
Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Periode
2000-2003 menyususn Protokol Penatalaksanaan Kanker yang
meliputi kanker payudara, tiroid, rongga mulut, kelenjar liur, kulit
dan sarkoma jaringan lunak.
Saya ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan setinggitingginya kepada para sejawat yang berperan aktif dalam
penyusunan protocol ini, semoga segala jerih payah sejawat
mendapat ganjaran yang berlimpah dari Yang Maha Kuasa.
Akhir kata, semoga Protokol Peraboi ini dapat dimanfaatkan oleh
seluruh sejawat yang berperan dalam pengelolaan kanker.
Wassalamu alaikum wr. Wb.

Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Sambutan

Sambutan

Daftar Isi

Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara

Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker


Tiroid

Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker


Kelenjar Liur

Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga


Mulut

Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit

Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan


Lunak

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER


PAYUDARA

I. PENDAHULUAN
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara
Ketua
Anggota

: Dr. Muchlis Ramli, SpB(K)Onk


: Dr. Azamris, SpB(K)Onk
Dr. Burmansyah, SpB(K)Onk
Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk
Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk
Dr. Dradjat R. Suardi, SpB(K)Onlk
Dr. Eddy H, Tanggo, SpB(K)Onk
Dr. I.B. Tjakra W. Manuaba, SpB(K)Onk
Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk
Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2


di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun
insidens ini meningkat; seperti halnya diluar negeri (Negara
Barat). Angka kejadian Kanker Payudara di AS misalnya 92/100.000
wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000
atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia
berdasarkan Pathological Based Registration Kanker Payudara
mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia
mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan
kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam
stadium lanjut.
Disisi lain kemajuan Iptekdok serta ilmu dasar biomolekuler,
sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tata cara
penanganan kanker payudara itu sendiri mulai dari deteksi dini,
diagnostik dan terapi serta rehabilitasi dan follow up.
Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai
protokol penanganan kanker payudara (tahun 1990). Protokol ini
dimaksudkan pula untuk dapat :
Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang
berkecimpung dalam Kanker Payudara atau dari senter
Bertukar informasi dalam bahasa yang sama
Digunakan untuk penelitian dalam aspek keberhasilan
terapi
Mengukur mutu pelayanan
Kemajuan Iptekdok yang cepat seperti dijelaskan diatas, membuat
PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya
melalui revisi Protokol Kanker Payudara 1988 dengan Protokol
Kanker Payudara PERABOI 2002.

Kanker Payudara

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER


PAYUDARA

II. KLASIFIKASI HISTOLOGIK WHO / JAPANESE BREAST


CANCER SOCIETY :

Tx
T0
Tis
Tis(DCIS)
Tis (LCIS)
Tis (Paget's)

Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologik berdasarkan :


WHO Histological classification of breast tumors
Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological
classification of breast tumors
Malignant ( Carcinoma )
1. Non invasive carcinoma
a) Non invasive ductal carcinoma
b) Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
a) Invasive ductal carcinoma
a1.
Papillobular carcinoma
a2.
Solid-tubular carcinoma
a3.
Scirrhous carcinoma
b) Special types
b1.
Mucinous carcinoma
b2.
Medullary carcinoma
b3.
Invasive lobular carcinoma
b4.
Adenoid cystic carcinoma
b5.
Squamous ceel carcinoma
b6.
Spindel cell carcinoma
b7.
Apocrine carcinoma
b8.
Carcinoma with cartilaginous and or
osseous metaplasia
b9.
Tubular carcinoma
b10.
Secretory carcinoma
b11.
Others
c). Pagets dsease.

T = ukuran tumor primer


Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama.
Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tumor primer tidak dapat dinilai.


Tidak terdapat tumor primer.
Karsinoma in situ.
Ductal carcinoma in situ.
Lobular carcinoma in situ.
Penyakit Paget pada puting tanpa
adanya tumor.

Catatan :
Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai
dengan ukuran tumornya.
T1

: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya


2 cm atau kurang.
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau
kurang.
T1a
: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm
sampai 0,5 cm.
T1b
: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm
sampai 1 cm.
T1c
: Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai
2 cm.
T2
: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya
lebih dari 2 cm sampai 5 cm.
T3
: Tumor dengan ukuran diameter terbesar
lebih dari 5 cm.
T4
: Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi
langsung ke dinding dada atau kulit.
T4a
: Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot
pektoralis.
T4b
: Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi,
nodul satelit pada kulit yang terbatas pada
1 payudara.
T4c
: Mencakup kedua hal diatas.
T4d
: Mastitis karsinomatosa.

III. KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2002


Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari
UICC/AJC tahun 2002 adalah sebagai berikut :

:
:
:
:
:
:

N = Kelenjar getah bening regional.


Klinis :

Nx
N0

: Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah


diangkat sebelumnya ).
: Tidak terdapat metastasis kgb.

N1
N2

N2a
N2b
N3

N3a
N3b
N3c

: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang


mobil.
: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir,
berkonglomerasi, atau adanya pembesaran
kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* )
tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.
: Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau
berkonglomerasi atau melekat ke struktur
lain.
: Metastasis hanya pada kgb mamaria interna
ipsilateral secara klinis * dan tidak terdapat
metastasis pada kgb aksila.
: Metastasis pada kgb infraklavikular
ipsilateral dengan atau tanpa metastasis
kgb aksila atau klinis terdapat metastasis
pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis
dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis
pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria
interna.
: Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.
: Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb
aksila.
: Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan :
* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik
atau secara imaging ( diluar limfoscintigrafi ).
Patologi (pN) a
pNX
: Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat
sebelumnya atau tidak diangkat)
pN0
: Tidak terdapat metastasis ke kgb secara
patologi , tanpa pemeriksaan tambahan untuk "isolated
tumor cells" ( ITC ).
Catatan :
ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan
ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi
dengan pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular
lainnya tapi masih dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu

menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferasi atau


reaksi stromal.
pN0(i-)
pN0(i+)
pN0(mol-)
pN0(mol + )

: Tidak terdapat metastsis kgb secara


histologis , IHC negatif.
: Tidak terdapat metastasis kgb secara
histologis, IHC positif, tidak terdapat
kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.
: Tidak terdapat metastasis kgb secara
histologis, pemeriksaan molekular negatif (
RT-PCR) b.
: Tidak terdapat metastasis kgb secara
histologis, pemeriksaan molekular positif
(RT-PCR).

Catatan :
a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa
pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada
diseksi sentinel node tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn)
untuk sentinel node, contohnya : pN0(i+) (sn).
b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.
pN1

pN1mic
pN1a
pN1b
pN1c

pN2

: Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau


kgb mamaria interna (klinis negatif*)
secara
mikroskopis
yang
terdeteksi
dengan sentinel node diseksi.
: Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm
sampai 2,0 mm).
: Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah.
: Metastasis pada kgb mamaria interna
(klinis
negatif*)
secara
mikroskopis
terdeteksi melalui diseksi sentinel node.
: Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb
mamaria interna secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel node dan secara
klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3
buah kgb aksila yang positif, maka kgb
mamaria interna diklasifikasikan sebagai
pN3b untuk menunjukkan peningkatan
besarnya tumor).
: Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau
secara klinis terdapat pembesaran kgb

mamaria interna tanpa adanya metastasis


kgb aksila.
: Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling
kurang terdapat 1 deposit tumor lebih dari
2,0 mmm).
: Metastasis pada kgb mamaria interna
secara klinis tanpa metastasis kgb aksila.
: Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ;
atau infraklavikula atau metastasis kgb
mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih
kgb aksila yang positif ; atau pada
metastasis kgb aksila yang positif lebih
dari 3 dengan metastasis mikroskopis kgb
mamaria interna negatif ; atau pada kgb
supraklavikula.
: Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila
(paling kurang satu deposit tumor lebih
dari 2,0 mm), atau metastasis pada kgb
infraklavikula.
: Metastasis kgb mamaria interna
ipsilateral (klinis) dan
metastasis pada
kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis
pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat
metastasis mikroskopis pada kgb mamaria
interna yang terdeteksi dengan diseksi
sentinel node yang secara klinis negatif
: Metastasis pada kgb supraklavikula
ipsilateral.

pN2a
pN2b
pN3

pN3a

pN3b

pN3c

Catatan :
* tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak
terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau
dengan pemeriksaan fisik.
M : metastasis jauh.
Mx
M0
M1
Grup stadium :

: Metastasis jauh belum dapat dinilai.


: Tidak terdapat metastasis jauh.
: Terdapat metastasis jauh.

Stadium
Stadium
Stadium

0
1
IIA

:
:
:

Stadium

IIB

Stadium

IIIA

Stadium

IIIB

Stadium
Stadium

IIIc
IV

:
:

Tis
T1*
T0
T1*
T2
T2
T3
T0
T1
T2
T3
T3
T4
T4
T4
Any T
AnyT

N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N2
N1
N2
N0
N1
N2
N3
Any N

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Catatan :
* T1: termasuk T1 mic
Kesimpulan perubahan pada TNM 2002 :
1. Mikrometastasis dibedakan antara "isolated tumor cells"
berdasarkan ukuran dan histologi aktifitas keganasan.
2. Memasukkan penilaian sentinel node dan pewarnaan
imunohistokimia atau pemeriksaan molekular.
3. Klasifikasi mayor pada status kgb tergantung pada jumlah
kgb aksila yang positif dengan pewarnaan H&E atau
imunohistokimia.
4. Klasifikasi metastasis pada kgb infraklavikula ditambahkan
sebagai N3.
5. Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna
berdasarkan ada atau tidaknya metastasis pada kgb aksila.
Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis yang
terdeteksi melalui sentinel node dengan menggunakan
limfoscintigrafi tapi pada pemeriksaan pencitraan dan
klinis negatif diklasifikasikan sebagai N1.
Metastasis
secara makroskopis pada kgb mamaria interna yang
terdeteksi secara pencitraan (kecuali limfoskintigrafi) atau
melalui pemeriksaan fisik dikelompokkan sebagai N2 jika
tidak terdapat metastasis pada kgb aksila, namun jika

10

terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan


sebagai N3.
6. Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai
N3.

Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa


KPD atau suspect KPD. pTNM harus dicantumkan pada setiap
hasil pemeiksaan KPD yang disertai dengan cTNM

Tipe Histopatologi
In situ carcinoma
NOS ( no otherwise specified )
Intraductal
Pagets disease and intraductal
Invasive Carcinomas
NOS
Ductal
Inflammatory
Medulary , NOS
Medullary with lymphoid stroma
Mucinous
Papillary ( predominantly micropapillary pattern )
Tubular
Lobular
Pagets disease and infiltrating
Undifferentiated
Squamous cell
Adenoid cystic
Secretory
Cribriform
G : gradasi histologis
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat
gradasi histologisnya.
Sistim gradasi histologis yang
direkomendasikan adalah menurut The Nottingham combined
histologic grade ( menurut Elston-Ellis yang merupakan modifikasi
dari Bloom-Richardson ). Gradasinya adalah menurut sebagai
berikut :
GX
G1
G2
G3

:
:
:
:

Grading tidak dapat dinilai.


Low grade.
Intermediate grade.
High grade.

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat
penyakitnya.
Benjolan
Kecepatan tumbuh
Rasa sakit
Nipple discharge
Nipple retraksi dan sejak kapan
Krusta pada areola
Kelainan kulit: dimpling, peau dorange,
ulserasi, venectasi
Perubahan warna kulit
Benjolan ketiak
Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan
metastase, al :
Nyeri tulang (vertebra, femur)
Rasa penuh di ulu hati
Batuk
Sesak
Sakit kepala hebat, dll
c. Faktor-faktor resiko
Usia penderita
Usia melahirkan anak pertama
Punya anak atau tidak
Riwayat menyusukan
Riwayat menstruasi

11

menstruasi pertama pada usia


berapa
keteraturan siklus menstruasi
menopause pada usia berapa
Riwayat pemakaian obat hormonal
Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker
payudara atau kanker lain.
Riwayat pernah operasi tumor payudara atau
tumor ginekologik
Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance
status
b. Status lokalis :
- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
- Masa tumor :
lokasi
ukuran
konsistensi
permukaan
bentuk dan batas tumor
jumlah tumor
terfixasi atau tidak ke jaringan mama
sekitar, kulit, m.pectoralis dan dinding
dada
- perubahan kulit :
kemerahan, dimpling, edema, nodul
satelit
peau dorange, ulserasi
- nipple :
tertarik
erosi
krusta
discharge
- status kelenjar getah bening

KGB axila
: Jumlah,
ukuran, konsistensi, terfixir satu sama
lain atau jaringan sekitar
KGB infra clavicula : idem
KGB supra clavicula : idem
- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai
metastasis :
Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :
1. Diharuskan (recommended)
USG payudara dan Mamografi untuk tumor 3 cm
Foto Thorax
USG Abdomen
2. Optional (atas indikasi)
Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi
+ atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
CT scan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi
Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas
Note : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan
untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC
D. Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau
paraffin.
Bahan pemeriksaan Histopatologi diambil melalui :
Core Biopsy
Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm
Biopsi Insisional untuk tumor
o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
o inoperable
Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan
KGB
Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2
neu), cathepsin-D, p53. (situasional)

12

E. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah
sesuai dengan perkiraan metastasis
V. SCREENING
Metoda :

SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)


Pemeriksaan Fisik
Mamografi

* SADARI :
- Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1
minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir
* Pemeriksaan Fisik : Oleh dokter secara lige artis.
* Mamografi :
- Pada wanita diatas 35 tahun 50tahun : setiap 2 tahun
- Pada wanita diatas 50 tahun
: setiap 1 tahun.
Catatan:
Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini
dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.
VI. PROSEDUR TERAPI
A. Modalitas terapi

Operasi
Radiasi
Kemoterapi
Hormonal terapi
Molecular targeting therapy (biology therapy)

Operasi :
Jenis operasi untuk terapi
BCS (Breast Conserving Surgery)

Simpel mastektomi
Modified radikal mastektomi
Radikal mastektomi
Radiasi :
primer
adjuvan
paliatif
Kemoterapi :
Harus kombinasi
Kombinasi yang dipakai
CMF
CAF,CEF
Taxane + Doxorubicin
Capecetabin
Hormonal :
Ablative : bilateral Ovorektomi
Additive : Tamoxifen
Optional :
Aromatase inhibitor
GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb
B.Terapi
Ad. 1 Kanker payudara stadium 0
Dilakukan :

- BCS
- Mastektomi simple
Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok
parafin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan imejing.
Indikasi BCS
o T 3 cm
o Pasien
menginginkan
payudaranya

mempertahankan

Syarat BCS

13

o
o
o
o
o
o
o
o
o

Keinginan penderita setelah dilakukan informent


consent
Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah
pengobatan
Tumor tidak terletak sentral
Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara
cukup baik untuk kosmetik pasca BCS
Mamografi
tidak
memperlihatkan
mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus
(luas)
Tumor tidak multipel
Belum pernah terapi radiasi didada
Tidak menderita penyakit LE atau penyakit
kolagen
Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

Ad. 2 Kanker payudara stadium dini / operabel :

Premenopause
Post menopause
Old Age

Menopausal Status
Premenopausal
Post menopausal
Old Age

Menopausal Status

NODE

Hormonal Receptor

NEGATIVE

Hormonal Receptor
ER (+) / PR (+)
ER (-) and PR (-)
ER (+) / PR (+)
ER (-) and/ PR (-)
ER (+) / PR (+)
ER (-) and PR (-)

High Risk
Kh + Tam / Ov
Kh
KH + Tam
Kh
Tam + Khemo
Kh

High risk group :


Age < 40 tahun
High grade
ER/PR negatif
Tumor progressive (Vasc,Lymph invasion)
High thymidin index

Terapi adjuvant :
o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)
o Pemberiannya tergantung dari :
- Node (+)/(-)
- ER/PR
- Usia pre menopause atau
post menopause
o Dapat berupa :
- radiasi
- kemoterapi
- hormonal terapi
Adjuvant therapi pada
histopatologi negative)

Kh + Tam / Ov
Kh
Tam + Khemo
Kh
Tam + Khemo
Kh

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi


positive)

Dilakukan :
- BCS
- Mastektomi radikal
- Modified mastektomi radikal
BCS (harus mempunyai syarat-syarat tertentu seperti
diatas)

ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)
ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)
ER (+) / PR (+)
ER (-) / PR (-)

Terapi adjuvant :

(KGB

Radiasi
Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb :
Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)
Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor
Tumor sentral/medial
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler
Acuan pemberian radiasi sbb :
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara
dan aksila beserta supraklavikula,kecuali :

High Risk

14

Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN


,maka tidak dilakukan radiasi pada KGB aksila
supraklavikula.
- Pada keadaan tumor dimedia/sentral diberikan
tambahan radiasi pada mamaria interna.
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster
dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan
10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op
(mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster
dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15
Gy
-

Kemoterapi
Kemoterapi
: Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC
Kemoterapi adjuvant
: 6 siklus
Kemoterapi palliatif
: 12 siklus
Kemoterapi Neoadjuvant
: - 3 siklus pra terapi
primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer

Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorubin
50 mg/m2
hari 1
F : 5 Fluoro Uracil
500 mg/m2 hari 1
Interval
: 3 minggu
Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1
E : Epirubicin
50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil
500 mg/ m2 hari 1
Interval
: 3 minggu
Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2
hari 1 s/d 14
M : Metotrexate
40 mg/ m2 IV
hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV
hari 1 & 8
Interval
: 4 minggu

Kombinasi AC
Dosis A : Adriamicin
C : Cyclophospamide
Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubicin
- Capecitabine
- Gemcitabine

Hormonal terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive
: pemberian tamoxifen
2. Ablative
: bilateral Oophorectomi
Dasar pemberian :
1.Pemeriksaan Reseptor
ER + PR +
ER + PR
ER - PR +
2. Status hormonal
Additive : Apabila
ER - PR +
ER + PR (menopause tanpa
pemeriksaan ER & PR)
ER - PR +
Ablasi : Apabila
- tanpa pemeriksaan reseptor
- premenopause
- menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)
- perjalanan penyakit slow growing &
intermediated growing

Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)


Ad.3.1 Operable Locally advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif +
kemoterapi adjuvant + hormonal terapi
Ad.3.2 Inoperable Locally advanced
Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal
terapi
Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal
terapi
Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi
+ radiasi + hormonal terapi.

15

Ad.4 Kanker payudara lanjut metastase jauh


Prinsip :

Sifat terapi palliatif


Terapi systemik merupakan terapi
primer (Kemoterapi dan hormonal
terapi)
Terapi lokoregional (radiasi & bedah)
apabila diperlukan

VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP :

setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan

Pemeriksaan fisik
Thorax foto
Lab, marker
Mamografi kontra lateral

USG Abdomen/lever

Bone scaning
indikasi

: tiap kali kontrol


: tiap 6 bulan
: tiap 2-3 bulan
: tiap tahun atau ada
indikasi
: tiap 6 bulan atau ada
indikasi
: tiap 2 tahun atau ada

Rehabilitasi :

Pra operatif
- latihan pernafasan
- latihan batuk efektif
Pasca operatif :
hari 1-2
- latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan
tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi
- untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan
secara penuh
- untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik
- latihan relaksasi otot leher dan toraks
- aktif mobilisasi
hari 3-5
- latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi
(bertahap)
- latihan relaksasi
- aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak
dibebani
hari 6 dan seterusnya
- bebas gerakan
- edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi
dan usaha untuk mencegah/menghilangkan
timbulnya lymphedema

DAFTAR PUSTAKA

Follow up :

tahun 1 dan 2
tahun 3 s/d 5

kontrol tiap 2 bulan


kontrol tiap 3 bulan

16

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /


KANKER TIROID

17

I. PENDAHULUAN
Ketua
Anggota

: Prof. Dr. Pisi Lukitto, SpB(K)Onk,KBD


: Prof. Dr. Adrie Manoppo, SpB(K)Onk
Dr. Azamris, SpB(K)Onk
Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk
Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk
Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk
Prof. Dr. John Pieter, SPB(K)Onk
Dr. Kunta Setiadji, SpB(K)Onk
Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk
Dr. Subianto, SpB(K)Onk
Dr. Sunarto Reksoprawiro, spB(K)Onk
Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang


terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari Pathologycal Based
Registration di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan
insidensi tertinggi urutan ke sembilan.
Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan
terbaik untuk pasien mencapai tingkat kesembuhan optimal.
Demikian pula halnya untuk kanker tiroid.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan
tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protokol yang telah ada
sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat :
Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/kanker
tiroid.
Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama.
Menjadi tolok ukur mutu pelayanan
Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah
onkologi
Bermanfaat untuk penelitian bersama
II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN SISTEM TNM
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor epitel maligna
Karsinoma folikulare

18

Tumor / Kanker Tiroid

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /


KANKER TIROID

Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare-papilare
Karsinoma anaplastik ( Undifferentiated )
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma Tiroid medulare

Tumor non-epitel maligna


Fibrosarkoma
Lain-lain
Tumor

maligna lainnya
Sarkoma
Limfoma maligna
Haemangiothelioma maligna
Teratoma maligna

Tumor Sekunder dan Unclassified tumors


Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare,
karsinoma papilare, karsinoma folikulare, hurthle cell tumors ,
clear cell tumors , tumor sell skuamous, tumor musinus,
karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan
undifferentiated carcinoma

dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke


otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a
Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan
menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak
subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus
recurren
T4b
Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh
mediastinal atau arteri karotis
T4a*
(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja)
masih terbatas pada tiroid
T4b*
(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja)
berekstensi keluar kapsul tiroid$
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik intratiroid resektabel secara bedah
$Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah

N
Nx
N0
N1
N1a

Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan


kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.

N1b

Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002

M
Mx
M0
M1

T-Tumor Primer
Tx
Tumor primer tidak dapat dinilai
T0
Tidak didapat tumor primer
T1.
Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang
masih terbatas pada tiroid
T2
Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm
tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada
tiroid
T3
Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm
masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja

Kelenjar Getah Bening Regional


Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
Metastasis pada kelenjar getah bening cervical
Level VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk
prelaringeal dan Delphian)
Metastasis pada kelenjar getah bening cervical
unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke
kelenjar getah bening mediastinal atas/superior
Metastasis jauh
Metastasis jauh tidak dapat dinilai
Tidak terdapat metastasis jauh
Terdapat metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor :


- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hrthle cell
carcinoma)
- Medullary carcinoma
- Anaplastic/undifferentiated carcinoma

19

Stadium klinis

3. Kecepatan tumbuh tumor

Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare


Umur < 45 th
Stadium I
Stadium II

Any T Any N M0
Any T Any N M1

4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.

Papilare atau Folikulare umur >45tahun dan Medulare


Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IVA
Stadium IVB
Stadium IVC

T1
T2
T3
T1,T2,T3
T1,T2,T3
T4a
T4b
TiapT

N0
N0
N0
N1a
N1b
N0,N1
TiapN
TiapN

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)


Stadium IVA
Stadium IVB
Stadium IVC

T4a
T4b
TiapT

Tiap N
Tiap N
TiapN

Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat


Nodul ganas membesar dengan cepat
Nodul anaplastik membesar sangat cepat
Kista dapat membesar dengan cepat

M0
M0
M1

Keluhan gangguan menelan, perasaan


sesak sesak,
perubahan suara dan
nyeri dapat terjadi akibat desakan
dan atau infiltrasi tumor.

5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.

Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi


tiroid tipe medulare.

6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik

Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau


multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai
dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi
(PA) nya.
Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening regional.
Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada
calvaria, tulang belakang, clavicula, sternum dll, serta
tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati,
ginjal dan otak.

III. PROSEDUR DIAGNOSTIK

b. Pemeriksaan Penunjang

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan laboratorium
Human thyroglobulin, suatu tumor marker untuk
keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik,
terutama untuk follow up.
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi
tiroid
Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai
karsinoma meduler.

1.

Pengaruh usia dan jenis kelamin


Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia
dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki
mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.

2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala

Radiasi pada masa kanak-kanan dapat


malignansi pada tiroid kurang lebih 33 37%

menyebabkan

2. Pemeriksaan radiologis

20

Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior,


untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos
leher antero-posterior dan lateral dengan metode soft
tissue technique dengan posisi leher hiperekstensi,
bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya
mikrokalsifikasi.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat
tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda
metastasis ke tulang yang bersangkutan.

3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di
posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping
itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan
kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam
tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih
sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin
(cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul
hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut
nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar
10 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu
keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan
yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus
dihentikan selama 2 4 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak
ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi
(BAJAH)

jarum halus

Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung


dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan

faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga


angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik,
medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk
jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran
sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan
adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari
gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat
dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan
diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau
isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil
dari tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun


Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
Disfagia, sesak nafas perubahan suara
Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
Ada tanda-tanda metastasis jauh.

IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID


Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan
apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek
benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus
tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi
inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan
dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan
tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).

21

diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut


tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :


1. Lesi jinak
maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah
berdasarkan klasifikasi AMES.
Bila risiko rendah tindakan operasi selesai
dilanjutkan dengan observasi.
Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma Folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Bagan I

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid


Nodul Tiroid

4. Karsinoma Medulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Klinis

5. Karsinoma Anaplastik
Bila memungkinkan dilakukan tindakan
tiroidektomi total.
Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan
tindakan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Suspek Maligna
Inoperabel

maligna,

foliculare Pattern

Operabel
FNAB

Biopsi Insisi

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan


FNAB ( Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek
Hurthle Cell.

Suspek Benigna

Isthmolobektomi

Lesi jinak

VC

Suspek maligna
Folikulare pattern
Hurthle cell

dan
Papilare

Folikulare

Medulare

Anaplastik

Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan


potong beku seperti diatas.
2.

Benigna

Hasil FNAB benigna

Supresi TSH
6 bulan
Risiko
Rendah

Risiko
Tinggi

Membesar
Tidak ada
Perubahan

Mengecil

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6


bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil

22

Debulking
Debulking
Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/
Khemotherapi

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas


pemeriksaan potong beku
maupun maka dilakukan tindakan
lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan
urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah
ini.
Bagan Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid
Bagan II
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna
Inoperabel

Suspek Benigna
Operabel
Observasi

Biopsi Insisi

Lobektomi
Isthmolobektomi

Blok paraffin
Lesi jinak

-Gejala penekanan
-Terapi konservatif
suprsi TSH gagal
-Kosmetik

Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/
Khemotherapi

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis


Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel
atau inoperabel . Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah
dengan radioterapi eksterna atau dengan khemoradioterapi
dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m 2 luas permukaan
tubuh ( LPT )
Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar
getah bening terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan
Functional RND
Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada
n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sterno cleidomastoidius dilakukan
TT + RND modifikasi 2.

Ganas

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis


Regional
Bagan III

Operasi selesai

KT + Metastasis Regional

Papilare

Folikulare

Medulare

Anaplastik
Inoperabel

Risiko
Rendah

Operabel
Infiltrasi ke

Risiko
Tinggi
N.Acessorius

V.Jugularis

M.Sterno

Infiltrasi

23

Interna

cleidomas
Toideus

(-)
Khemoterapi

Radioterapi
Khemoradio
terapi

TT + RND
Standar

TT + RND
Modif. 1

TT + RND
Modif 2

Respon (-)

Respon (+)

TT + RND
Functional
Terapi supresi
& substitusi

V. FOLLOW UP
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi
berdiferensiasi baik atau buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan
adriamicin.
Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131
kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+)
dilanjutkan dengan terapi subpresi/subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada
jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap
jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan
dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan
radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.
Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis
Jauh
Bagan IV
KT + Metastasis Jauh

Diferensiasi Buruk

a. Karsinoma Tiroid berdiferensiasi baik


Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik
seluruh tubuh.
Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan
ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi
substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs
0,1
Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi
substitusi/supresi.
Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu
menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu sebelum
pemeriksaan.
Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna
I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi.
Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi
dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang
setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut
turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup
dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human
tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk
mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.

Diferensiasi Baik

TT + Radiasi interna

24

Ada 3 rangkaian yang diteruskan :

Bagan Follow Up Kanker Tiroid Berdiferensiasi baik


Bagan V

1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di


observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar
kalsitenin
2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi
3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel
atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila
inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif
Bagan VI

Tiroidektomi Total

Tiroidektomi Total

4 minggu
Sidik tiroid

3 bulan pasca operasi periksa


- Kalsitonin
Kadar Kalsitonin Rendah / 0

Sisa jaringan tiroid


(+)

Kadar Kalsitonin 10 ng/ml

Sisa jaringan tiroid


(-)
Observasi

Ablasi

Terapi supresi/
Substitusi`

CT Scan, MRI, SVC

Radiasi
interna

6 bulan
Sidik seluruh tubuh

Residif Lokal (-)

Residif Lokal (+)

Re Eksisi
Metastasis (-)

Metastasis Jauh

Operabel

Inoperabel

Eksisi

Paliatif

Metastasis (+)

b. Karsinoma Tiroid jenis medulare


Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi
total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan
dengan observasi,
Bila kadar kalsitonin 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT
scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan
SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempattempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan
hati.

KEPUSTAKAAN
1. Burch H.B, Evaluation and Management of The Solid
Thyroid Nodule, in Burman K.D; Endocrinology and
Metabolism Clinics of North America 1995, 24: 4 pp 663
710
2. Cady B, Rossi RL., Differentiaded Carcinoma of Thyroid
Bland in.
Cady B., Surgery of The Thyroid and Parathyroid Blands,
3rd ed, with Saunders Philadelphia, 1991, pp 139-151.

25

3. Collin
SL.
Thyroid
Cancer:
Controversies
and
Etiopathogenesis
in
Falk
S.A.
Thyroid
Disease
Endocrinology,
Surgery,
Nuclear
Medicine
and
Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997, pp 495 564.
4. Donovan DT, Gabel R.F. Medullary Thyroid Carcinoma and
The Multiple Endocrine Neoplasia Syndrome in Falk SA
Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine
and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1977, 619-644

Endocrinology,
Surgery,
Nuclear
Medicine
and
Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997, pp 565 586.
11. St. Lous J.D et al, Follicular Neoplasm: Dec Role for
Observation, Fine Needle Aspiration Biopsy, Thyroid
Susppressions and Surgery, Seminars in Surgical Oncology
1999, 16:5-11.
12. Whine RM Jr, : Thyroid in Myers EM; Head and Neck
Oncology Diagnosis, Treatment and Rehabilitation, S ed,
Little, Brown and Company Boston/Toronto/Canada, 1991,
pp 299-310

5. Fraker D.L, Skarulis M., Livolsi V, Thyroid Tumors in De


vita Jr. V.T., Hellen S. Rosenberg SA; Cancer Principles
Practise of Oncology, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2001, pp 1940-1760.
6. From G. L N. Lawson VG : Solitary Thyroid Nodule :
Concept in Diagnosis and treatment in Falk S.A. Thyroid
Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and
Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997,
pp 411-429.
7. Harmanek P and Sobin LH TNM Classification of Malignant
Tumour. 4th ed International Union Against Cancer.
Springer-Verlag. 1987 pp 33-36
8. Masjhur JS. Protokol pengobatan karsinoma tiroiddenga
Iodium radioaktif. Prosiding Endokrinologi Klinik II.
Masjhur JS dan Kariadi SHK ( Eds). Kelompok Studi
Endokrinologi dan Penyakit Metabolik Fak.Kedokteran
Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
1995:R1-14
9. Sadler G. P et al, Thyroid and Parathyroid in Schwartz S.I
et al :Principles of Surgery 7 th ed, The Mc Graw Hill, St.
Louis, 1999, pp.1681-1694.
10. Strong E.W; Evaluation and Surgical Treatment of Papillary
and Follicular Carcinoma in Falk S.A. Thyroid Disease

LAMPIRAN
1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik
dan medulare
2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan
folikulare
Dibedakan atas kelompok risiko tinggi dan risiko rendah
berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease,
extrathyroidal extension, size)
Risiko rendah :
a. - Laki-laki umur < 41 th, wanita < 51 th

26

- Tidak ada metastasis jauh


b. - Laki-laki umur > 41 th, wanita > 51 th
- Tidak ada metastasis jauh
-Tumor primer masih terbatas didalam tiroid untuk
karsinoma papilare atau invasi kapsul yang
minimal untuk karsinoma folikulare
- Ukuran tumor primer < 5 cm
Risiko tinggi :
a. Semua pasien dengan metastasis jauh
b. Laki-laki umur < 41th, wanita < 51 th dengan
invasi kapsul yang luas pada karsinoma folikulare
c. Laki-laki umur > 41 th, wanita >51 th dengan
karsinoma papilare invasi ekstra tiroid atau
karsinoma folikulare dengan invasi kaspul yang
luas dan ukuran tumor primer 5 cm.
3. Tiroidektomi totalis artinya semua kel. tiroid diangkat.
4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan
lobektomi subtotal sinistra dan sebaliknya, sisa jaringan tiroid
masing-masing 1 2 gram
5. Tiroidektomi subtotal bilateral artinya mengangkat sebagian
besar tiroid lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri sisa
jaringan tiroid masing-masing 2 - 4 gram

Istilah strumectomy tidak dipakai karena kemungkinan


memberikan pengertian yang salah, seolah-olah hanya
benjolan saja yang diangkat.
Istilah enukleasi artinya pengangkatan rodulnya saja, dan
cara ini tidak dibenarkan pada pembedahan tiroid.
8. RND (Diseksi leher radikal) Standar
Pengangkatan seluruh jaringan limfoid didaerah leher sisi ybs
dengan menyertakan pengangkatan n. ascesorius, v. jugularis
ekterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan
m.omohyodius dan kelenjar ludah submandibularis dan tail
parotis
9. RND modifikasi
n.ascessorius

dengan

mempertahankan

10. RND modifikasi 2 :


RND dengan
n.ascessorius dan v. jugularis interna

mempertahankan

11. RND functional


:
n.ascessorius
,v.
sternocleidomastoideus

RND

RND dengan mempertahankan


jugularis
interna
dan
m.

6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga, karena


batas isthmus itu imaginer melewati pinggir tepi trachea c.l.
(kontra lateral)
7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara
rinci :
a. Lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis
sinistra.
b. Lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat
sebagian besar lobus kanan, sisa 3 gram.
c. Lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa
7 a.
Catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan
diatas dengan sendirinya bila ada tumor harus diangkat.

27

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /


KANKER KELENJAR LIUR

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker


Kelenjar Liur
Ketua
Anggota

: Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk


Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.

: Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk


Dimyati Achmad, SpB(K)Onk
Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk
Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk
Idral Darwis, SpB(K)Onk
I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk
K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk
Subianto, SpB(K)Onk
Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

28

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /


KANKER KELENJAR LIUR
I. PENDAHULUAN
A. Batasan (Sesuai ICD X)
Neoplasma kelenjar liur ialah neoplasma jinak atau ganas yang
berasal dari sel epitel kelenjar liur
kelenjar liur major :
- glandula parotis
-glandula submandibula
-glandula sublingual
kelenjar liur minor : kelenjar liur yang tersebar dimukosa
traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga
hidung, faring,laring) dan sinus paranasalis
B. Epidemiologi
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos
radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar liur seperti
pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada lakilaki sama dengan pada perempuan
Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula
parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling
sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari
tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% pari tumor
palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah
ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur,
kurang dari 2% mengenai penderita usia < 16 tahun
Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata rata 40
tahun, perempuan lebih banak daripada laki-laki.
Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi
bilateral, sering pada kutub bawah parotis.

A. Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC


Tumor jinak
plemorphic adenoma ( mixed benign tumor)
monomorphic adenoma
papillary cystadenoma lymphomatosum
(Warthins tumor)
Tumor ganas
mucoepidermoid carcinoma
acinic cell carcinoma
adenoid cystic carcinoma
adenocarcinoma
epidermoid carcinoma
small cell carcinoma
lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleomorphic adenoma
(carcinosarcoma)
B. Klasifikasi menurut grade (WHO/ AJCC?)
Low grade malignancies
acinic cell tumor
mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)
High grade malignancies
mucoepidermoid carcinoma (grade III)
adenocarcinoma;porly
differentiated
anaplastic carcinoma
squamous cell carcinoma
malignant mixed tumor
adenoid cystic carcinoma

carcinoma;

tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan


adenocarcinoma, disusul dengan adenoid cystic carcinoma
C. Laporan patologi standard

29

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari


spesimen operasi meliputi :
tipe histologis tumor
derajat diferensiasi (grade)
pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis
(pTNM)
T = Tumor primer
ukuran tumor
adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
radikalitas operasi

T4

Tumor >6cm, atau ada invasi ke


n.VII/dasar tengkorak

Nx

Metastase
k.g.b tak dapat
ditentukan
Tidak ada metastase k.g.b
Metastase k.g.b tunggal <3cm,
ipsilateral

N0
N1
N2

N = Nodus regional
ukuran k.g.b
jumlah k.g.b yang ditemukan
level k.g.b yang positip
jumlah k.g.b yang positip
invasi tumor keluar kapsul k.g.b
adanya metastase ekstranodal

N2a
N2b
N2c

M = Metastase jauh

N3
Mx

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS


Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan
klasifikasi TNM
TNM

Keterangan

Tx

Tumor
primer
tak
dapat
ditentukan
Tidak ada tumor primer
Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi
ekstraparenkim
Tumor >2cm-4cm,
tidak ada
ekstensi ektraparenkim
Tumor >4cm-6cm, atau ada
ekstensi ekstraprenkim tanpa
terlibat n.VII

T0
T1
T2
T3

S
T
I

T1
T2

N0
N0

M0
M0

II

T3

N0

M0

III

T1
T2
T4
T3
T4

N1
N1
N0
N1
N1

M0
M0
M0
M0
M0

IV

M0
M1

Tiap
T
Tiap
T
Tiap
T

N2
N3
Tiap
N

M0
M0
M1

Metastase k.g.b tunggal/multipel


>3cm-6cm,
ipsilateral/bilateral/kontralateral
Metastase k.g.b tunggal >3cm6cm, ipsilateral
Metastase k.g.b multipel > 6cm,
ipsilateral
Metastase k.g.b
>
6cm,
bilateral/kontralateral
Metastase k.g.b >6cm
Metastse
jauh
tak
dapat
ditentukan
Tidak ada metastase jauh
Metastase jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


1. PEMERIKSAAN KLINIS
a. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita
atau keluarganya tentang :
1. Keluhan
a. Pada umumnya hanya berupa benjolan
soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro
aurikula
(tumor
parotis),
atau
di

30

2.
3.
4.
5.

submandibula (tumor sumandibula), atau


intraoral (tumor kelenjar liur minor)
b. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada
keganasan parotis atau submandibula)
c. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan
parotis)
d. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan
pendengaran (lobus profundus parotis
terlibat)
e. Paralisis
n.glosofaringeus,
vagus,
asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus
(pada karsinoma parotis lanjut)
f. Pembesaran kelenjar getah bening leher
(metastase)
Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala
leher, ekspos radiasi)
Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana
hasil pengobatannya
Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik
1. Status general
Pemeriksaan umum dari kepala
sampai kaki,
tentukan :
a. penampilan (Karnofski / WHO)
b. keadaan umum
adakah anemia, ikterus,
periksa T,N,R,t, kepala,
toraks,
abdomen,
ekstremitas,vertebra, pelvis
c. apakah ada tanda dan gejala ke arah
metastase jauh (paru, tulang tengkorak,
dll)
2. Satus lokal
a. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah
pedesakan tonsil/uvula)
b. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk
menilai konsistensi, permukaan, mobilitas
terhadap jaringan sekitar)
c. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

3. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah
bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada
pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya,
ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI)
1. X foto polos
X foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor
melekat tulang
Sialografi, dibuat bila ada diagnose banding kista
parotis/submandibula
X foto toraks , untuk mencari metastase jauh
2. Imaging
CT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas,
untuk mengetahui luas ekstensi tumor
lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor
parotis lobus profundus untuk mengetahui
perluasan ke orofaring
Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk
deteksi metastase jauh.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine,
SGOT/SPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin,
serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum
dan persiapan operasi
4. PEMERIKSAAN PATOLOGI
a.

FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.
Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli
sitopatologi handal yang khusus menekuni
pemeriksaan kelenjar liur.

b. Biopsi insisional

31

Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.


1. Terapi utama ( pembedahan)
c. Biopsi eksisional
1. pada tumor parotis yang
operabel dilakukan
parotidektomi superfisial
2. pada tumor submandibula
yang operabel
dilakukan eksisi submandibula
3. pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang
operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari
batas tumor)
d. Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi
eksisional (ad.3)
e. Pemeriksaan spesimen operasi
Yang harus diperiksa lihat
Patologi Standard

tentang Laporan

(C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN (diajukan ke rapat


PLENO)
1. Diagnosis utama
a. Diagnosis klinis dari kelainan kelenjar liur
b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya
2. Diagnosis komplikasi
3. Diagnosis sekunder (co-morbiditas)
V. PROSEDUR TERAPI
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah
pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah
diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma
kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan
sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya
masih belum memuaskan.
A. TUMOR PRIMER
(1) Tumor operabel

(1) Tumor parotis


a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada:
tumor jinak parotis lobus superfisialis
b. parotidektomi total, dilakukan pada:
i. tumor ganas parotis yang belum ada
ekstensi ekstraparenkim dan n.VII
ii. tumor jinak parotis yang mengenai lobus
profundus
c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada:
tumor ganas parotis yang sudah ada
ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
d. deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada:
ada metastase k.g.b.leher yang masih
operabel
(2) Tumor glandula submandibula
eksisi glandula submandibula --- periksa potong beku
- bila hasil potong beku jinak---- operasi selesai
- bila hasil potong beku ganas -- deseksi submandibula
-- periksa potong beku
o bila metastase k.g.b (-) --- operasi selesai
o bila metastase k.g.b (+)--- RND
(3) Tumor glandula sublingual atau kelenjar liur minor
eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor )
untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang
(misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai
reseksi tulang dibawahnya)
2. Terapi tambahan
Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas
kelenjar liur dengan kriteria :
1. high grade malignancy

32

2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis


3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis,
n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius )
4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah
pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka
operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih
tandur syaraf.
- radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi
meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada
T3,T4, atau high grade malignancy

2. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
C. METASTASE JAUH (M)
Terapi paliatif : kemoterapi

2) Tumor inoperabel
1. Terapi utama
Radioterapi

1. Terapi utama
A. Operabel: deseksi leher radikal (RND)
B. Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi
preoperatif, kemudian
dievaluasi
-menjadi operabel RND
-tetap inoperabel radioterapi
dilanjutkan sampai 70Gy

: 65 70 Gy dalam 7-8 minggu

2. Terapi tambahan
Kemoterapi :
a. Untuk
jenis
adenokarsinoma
(adenoid
cystic
carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor,
acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1
diulang tiap 3minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

a. Untuk
jenis
adenokarsinoma
(adenoid
cystic
carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor,
acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1
diulang tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell
carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1
dan 7 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
minggu

b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell


carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan
7 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
minggu
B. METASTASE KELENJAR GETAH BENING (N)

33

Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N)


Secara Klinis Negatif
Tumor parotis (N negatif)

Bagan Penanganan Tumor Submandibula Operabel


Dengan (N) Secara Klinis Negatif
Tumor submandibula (N negatif)

Parotidektomi superfisial

Eksisi gld.submandibula

Potong beku

Potong beku

Jinak

Ganas

Stop

Parotidektomi total

Jinak

Ganas

Stop

Deseksi submandibula

+
sampling k.g.b subdigastrikus
Potong beku
Potong beku

7
Meta k.g.b (-)

Meta k.g.b (-)

Meta k.g.b (+)


Stop

Stop

Meta k.g.b (+)

RND

RND

34

Minor

(N) POSITIP

Bagan Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur


operabel

Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif)


T di operasi

Eksisi luas
Potong beku
Jinak

inoperabel
T di radioterapi

Deseksi leher radikal


(RND)
dengan/tanpa
radioterapi lokoregional *)

Ganas

preoperatif radioterapi

radioterapi
lokoregional

operabel

T dioperasi
Stop

Radikalitas
sisa (+)
Radikal

Tidak radikal

Stop

Re-eksisi

T (-)

sisa (-)

T (+)

ND parsial/
RND modifikasi

diseksi leher
radikal (RND)
+
radioterapi
lokoregional

sitostatika

inoperabel

T diradioterapi
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

radioterapi
lokoregional

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1


v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu
3-4 minggu.

*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :


1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy
M POSITIP

sitostatika
+
paliatif (bila perlu):
operasi (trakeotomi,gastrostomi)
radioterapi

35

medikamentosa

Bagan Penanganan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif


TUMOR RESIDIF

terapi sebelumnya: operatif


operabel
operasi
+
radioterapi

inoperabel
radioterapi

terapi sebelumnya: radioterapi


operabel
operasi

KEPUSTAKAAN :
1.

Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and


patholoical conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams
and Wilkins, 1979

2.

Cunningham MP. Submandibular gland resection and


excision of sublingual gland tumors, In: Nyhus LM, aker
RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little,
Brown and Company ; 1992: 113-5

3.

Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In:
Bland KI, Daly JM, Karakousis P (eds), Surgical oncologycontemporary priciples & practice, New York, Mc GrawHill Companies,Inc.; 2001: 531-6

4.

John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the


salivary glands. In: Thawly SE, Panje WR (eds),
Comprehensive Management of Head and Neck Tumors,
Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ.
Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds),
Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46

5.

Major salivary glands (parotid, submandibular, and


sublingual). In: American Joint Committee on Cancer:
AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia,Pa,
Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8

6.

Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In:


Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott
Company; 1984: 529-46

7.

Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In:


Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott
Company; 1984: 547-57

8.

Seifert G, Sobin LH. The world healyh organizations


histological classification of salivary gland tumors. A
commentary on the second edition. Cancer 1992; 70: 37985

9.

Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors.

inoperabel
sitostatika

Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk


ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan
VI. PROSEDUR FOLLOW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama
: setiap 3 bulan
2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun
: setiap tahun sekali
untuk seumur hidup
Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap,
fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan
untuk
menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau
tidak.
Pada follow up ditentukan:
1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit : (1) Bebas kanker
(2) Residif
(3) Metastase
(4) Timbul kanker atau
penyakit baru
6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan

36

Prognostic factors and optimum treatment. Am J Clin


Oncol 1986; 9: 510-6
10.

Woods JE. Surgical management of inlammatory and


neoplastic diseases of the parotid gland, In: Nyhus LM,
aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston,
Little, Brown and Company ; 1992: 104-12

37

PROTOKOL
PENATALAKSANAAN
RONGGA MULUT

KANKER

38

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER


RONGGA MULUT
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut

I. PENDAHULUAN
A. Batasan

Ketua
Anggota

: Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk


Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.

: Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk


Dimyati Achmad, SpB(K)Onk
Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk
Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk
Idral Darwis, SpB(K)Onk
I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk
K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk
Subianto, SpB(K)Onk
Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik
berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut
dan organ dalam mulut.
Batas-batas rongga mulut ialah :
Depan
: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah
Atas
: palatum durum dan molle
Lateral
: bukal kanan dan kiri
Bawah
: dasar mulut dan lidah
Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula,
arkus glossopalatinus
kanan kiri, tepi lateral pangkal
lidah, papilla sirkumvalata lidah.
Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik
dibawah ini :
a. bibir
b. lidah 2/3 anterior
c. mukosa bukal
d. dasar mulut
e. ginggiva atas dan bawah
f. trigonum retromolar
g. palatum durum
h. palatum molle
Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah :
a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila
atau mandibula
b. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir
atau pipi.
c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.

39

B. Epidemiologi
1. Insidens dan frekwensi relatif
Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum
kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia
diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker
rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis
yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5
per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu
5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per
100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga
mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh
kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per
100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut
paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut
(15%), dan bibir (13%).
2. Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1
3. Distribusi umur
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40
tahun (70%).
4. Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang
tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di
Jepang.
5. Etiologi dan faktor resiko
Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen,
yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau.
Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada
orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi
karies, higiene mulut yang jelek

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI


A. Tipe histologi

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

TIPE HISTOLOGI
Squamous cell carc.
Adenocarcinoma
Adenoid cyst.carc
Ameloblastic carc
Adenolymphoma
Mal. mixed tumor
Pleomorphic carc
Melanoma maligna
Lymphoma maligna

ICD.M
5070/3
8140/3
8200/3
9270/2
8561/3
8940/3
8941/3
8720/3
9590/3-9711/3

Sebagian besar (90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa


yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa
dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya
sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis
menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant
fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu
diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas
rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak
pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.
B. Derajat diferensiasi
DERAJAT DIFERENSIASI
GRADE
KETERANGAN
G1
Differensiasi baik
G2
Differensiasi sedang
G3
Differensiasi jelek
G4
Tanpa differensiasi =
anaplastik
C. Laporan patologi standard
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari
spesimen operasi meliputi :
1. tipe histologis tumor
2. derajat diferensiasi (grade)
3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium
patologis (pTNM)

40

T = Tumor primer
- Ukuran tumor
- Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
- Radikalitas operasi
N = Nodus regional
- Ukuran KGB
- Jumlah KGB yang ditemukan
- Level KGB yang positif
- Jumlah KGB yang positif
- Invasi tumor keluar kapsel KGB
- Adanya metastase ekstra nodal

interna
III

T3
T1

N0
N1

M0
M0

N0

T2

N1

M0

N1

T3

N1

M0

N2a
N2b

IVA

T4
Tiap
T

N0,N1
N2

M0
M0

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

IVB

N3

M0

Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai


sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung
dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya
penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.

IVC

Tiap
T
Tiap
T

Tiap
N

M1

M = Metastase jauh

Stadium karsinoma rongga mulut :


ST

TIS

N0

M0

T1

N0

M0

II

T2

N0

M0

TN
M
T0
TIS
T1
T2
T3
T4a

T4b

KETERANGAN
Tidak ditemukan tumor
Tumor in situ
2 cm
>2 cm - 4 cm
> 4 cm
Bibir
:infiltrasi
tulang,
n.alveolaris inferior, dasar
mulut, kulit
Rongga mulut : infiltrasi tulang,
otot lidah
(ekstrinsik /deep), sinus
maksilaris, kulit
Infiltrasi masticator space,
pterygoid plates,
dasar
tengkorak,
a.karotis

N2c

Tidak
terdapat
metastase
regional
KGB
Ipsilateral
singel,
3 cm
KGB Ipsilateral singel,
>3 6 cm
KGB
Ipsilateral
multipel,
< 6 cm
KGB Bilateral /kontralateral,
< 6 cm

N3

KGB > 6 cm

M0

Tidak
jauh

M1

Metastase jauh

ditemukan

metastase

Luas ekstensi kanker:


NO
1
2
3
4
5

LUAS EKSTENSI
Kanker In Situ
Kanker lokal
Ekstensi lokal
Metastase jauh
Ekstensi lokal disertai meta jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


1. PEMERIKSAAN KLINIS
a. Anamnesa
Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau
keluarganya.

41

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keluhan
Perjalanan penyakit
Faktor etiologi dan risiko
Pengobatan apa yang telah diberikan
Bagaimana hasil pengobatan
Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik

2. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

1) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki
Tentukan tentang
: a. penampilan
b. keadaan umum
c. metastase jauh
2) Status lokal
Dengan cara :
1. Inspeksi

3) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah
bening leher leher ipsilateral dan kontralateral.
Bila ada pembesaran tentukan lokasinya,
jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan
mobilitasnya.

2. Palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan


cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan
spatel lidah dan penerangan memakai lampu
senter atau lampu kepala. Seluruh rongga
mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring
posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan
dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam
mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi
dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau
2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke
dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya
meraba lesi dari luar mulut.
Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka
ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2
inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa
dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan
kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan
dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut
dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila
menggunakan bantuan cermin pemeriksa
Tentukan dimana lokasi tumor primer,
bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam
cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana
operabilitasnya

a. X-foto polos
o

X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik,


oklusal, dikerjakan pada
tumor gingiva
mandibula atau tumor
yang lekat
pada
mandibula

X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan


pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang
lekat pada maksila

X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum

X-foto
thorax,
metastase paru

untuk

mengetahui

adanya

b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi )


o USG hepar untuk melihat metastase di hepar
o CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi
tumor lokoregional
o Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin,
globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai
keadaan umum dan persiapan operasi
4. PEMERIKSAAN PATOLOGI

42

Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker


rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.
Spesimen diambil dari biopsi tumor
Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat
dilakukan pada tumor primer atau pada metastase
kelenjar getah bening leher.
Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang
Eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas
seperti tindakan operasi definitif ( 1
cm dari tepi tumor).
Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy)
menggunakan tang aligator: bila tumor
besar atau inoperabel
Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah
tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor.
Tumor besar yang diperkirakan masih operabel :
Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan
sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk
menentukan luas infiltrasi tumor (staging)
Tumor besar yang diperkirakan inoperabel :
Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan
normal di sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor
tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel
kanker).
MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN
1. Diagnosis utama
Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya
sendiri, yang merupakan diagnosis klinis
2. Diagnosis komplikasi
Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu
3. Diagnosis sekunder
Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kanker yang diderita, tetapi dapat
mempengaruhi pengobatan atau prognosenya.
4. Diagnosis patologi
Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu

V. PROSEDUR TERAPI
Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara
multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu:
oncologic surgeon
plastic & reconstructive surgeon
radiation oncologist
medical oncologist
dentists
rehabilitation specialists
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker
rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari
rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan
macam terapi ialah
a) Umur penderita
b) Keadaan umum penderita
c) Fasilitas yang tersedia
d) Kemampuan dokternya
e) Pilihan penderita.
Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau
radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi,
dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka
kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi.
Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi
memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant
radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat
diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4).
Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal,
tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak
berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar.
Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih
belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya

43

digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan postoperatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis.

T1
T2

Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan


seperti tabel 9 berikut:

T3,4

Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut


ST
I

T.N.M.
T1.N0.M0

OPERASI
Eksisi
radikal

ata
u

RADIOTERAPI
Kuratif, 5070 Gy

CHEMOTERAPI
Tidak
dianjurkan

II

T2.N0.M0

Eksisi
radikal

ata
u

Kuratif, 5070 Gy

Tidak
dianjurkan

III

T3.N0.M0
T1,2,3.N1.M0

Eksisi
radikal

dan

Post op. 3040 Gy

IVA

T4N0,1.M0
Tiap T.N2.M0
Tiap T.N3.M0
-operabel

Eksisi
radikal

dan

Post.op
40 Gy

30-

Eksisi
radikal

dan

Post.op
40 Gy

30-

IVB

(dan)

CT

CT
(dan)

-inoperabel
IVC

TiapT.tiapN.M
1

Residif lokal

Metastase

Paliatif

Operasi
untuk
residif
post RT
Tidak
dianjurkan

Paliatif, 5070 Gy
Paliatif

RT
untuk
residif post
op
Tidak
dianjurkan

Paliatif

dan

CT

CT

Karsinoma bibir
T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: eksisi luas
Bila mengenai komisura, radioterapi akan
memberikan kesembuhan dengan fungsi dan
kosmetik yang lebih baik
T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi
pasca bedah
Karsinoma dasar mulut

: eksisi luas atau radioterapi


: tidak lekat periosteum - eksisi luas
Lekat periosteum
- eksisi luas dengan
mandibulektomi marginal
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca
bedah

Karsinoma lidah
T1,2
: eksisi luas atau radioterapi
T3,4
: eksisi luas + deseksi supraomohioid +
radioterapi pasca bedah
Karsinoma bukal
T1,2
: eksisi luas
Bila mengenai komisura oris, radioterapi
memberikan kesembuhan dengan fungsi dan
kosmetik yang lebih baik
T3,4
: eksisi luas + deseksi supraomohioid +
radioterapipasca bedah
Karsinoma ginggiva
T1,2
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor)
:
eksisi luas dengan mandibulektomi segmental +
diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma palatum
T1
: eksisi luas sampai dengan periost
T2
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
T3
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca
bedah
T4 (infiltrasi tulang)
: Maksilektomi infrastruktural
parsial/total tergantung luas lesi + diseksi
supraomohiod +radioterapi pasca bedah
Karsinoma trigonum retromolar
T1,2
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

44

T3

: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal


+ deseksi supraomohioid + radioterapi pasca
bedah
T4 (infiltrasi tulang)
:
Eksisi
luas
dengan
mandibulektomi
segmental
+
deseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0
dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi
regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada
setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila
memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher
tersebut harus dilakukan secara en-block.
Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil
pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening
tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif
metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra
kelenjar getah bening)
A. TERAPI KURATIF
Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker
rongga mulut stadium I, II, dan III.
1. Terapi utama
Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi
yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih
operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah
Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan:
a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya
tidak menjadi kuratif.
b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas,
tetap baik.
c) Kosmetis cukup dapat diterima.
a. Operasi
Indikasi operasi:
1) Kasus operabel
2) Umur relatif muda
3) Keadaan umum baik

4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat


Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah :
1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat
melihat seluruh tumor dengan ekstensinya
2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi
tumor
3) Eksisi luas tumor
o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2
cm diluar tumor
o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi
tulang yang terinvasi
4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection
atau modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional.
Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor
primer bilamana memungkinkan.
5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari
tepi sayatan dengan pemeriksaan potong beku .
Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang
lebih luas sampai bebas
tumor.
6) Rekonstruksi defek yang terjadi.
b. Radioterapi
Indikasi radioterapi
1) Kasus inoperabel
2) T1,2 tempat
tertentu (lihat diatas)
3) Kanker pangkal lidah 4) Umur relatif tua
5) Menolak operasi
6)
Ada
komorbiditas yang berat
Radioterapi dapat diberikan dengan cara:
1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec
dengan dosis 5000 7000 rads.
2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi
intratumoral jarum
Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 20003000 rads.

45

2 Terapi tambahan
a. Radioterapi
Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang
terapi utamanya operasi.
(1) Radioterapi pasca-bedah
Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi,
kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi
radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi
kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker.
(2) Radioterapi pra-bedah
Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus
yang operabilitasnya diragukan atau yang
inoperabel.
b. Operasi
Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi
utamanya radioterapi yang setelah radioterapi
menjadi operabel atau timbul residif setelah
radioterapi.
c. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi
kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker,
kanker stadium III atau IV atau timbul residif
setelah operasi dan atau radioterapi.
3 Terapi Komplikasi
a. Terapi komplikasi penyakit
Pada umumnya stadium I sampai II belum ada
komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi
karena terapi.
Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada,
misalnya:
1) Nyeri: analgetika
2) Infeksi: antibiotika
3) Anemia: hematinik
4) Dsb.
b. Terapi komplikasi terapi
1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya
2)
Komplikasi
radioterapi:
menurut
jenis
komplikasinya
3)
Komplikasi
kemoterapi:
menurut
jenis
komplikasinya
4 Terapi bantuan

Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.


5 Terapi sekunder
Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai
dengan jenis penyakitnya.
B. TERAPI PALIATIF
Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas
hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama
untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi.
Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga
mulut yang:
1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh
2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan
hidup yang pendek
3. Terapi kuratif gagal
4. Usia sangat lanjut
Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain:
1. Loko regional
a) Ulkus di mulut/leher
b) Nyeri
c) Sukar
makan, minum, menelan
d) Mulut berbau
e) Anoreksia
f)
Fistula oro-kutan
2. Sistemik:
a) Nyeri
b) Sesak nafas
c) Sukar bicara
d) Batuk-batuk
e) Badan mengurus
f) Badan lemah
(1) Terapi utama
1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 50007000 rads.
Kalau perlu kombinasikan dengan operasi
2. Ada metastase jauh: Kemoterapi
Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:
1) Karsinoma epidermoid:
Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin,
Methotrexate, Bleomycin,
Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka
remisi 20 -40%.
Misalnya:

46

a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m 2 2x


seminggu
b) Obat kombinasi:
V = Vincristin

: 1,5 mg/m2 hl

B = Bleomycin
: 12 mg/m2 hl + 12 jam
) diulang tiap
M = Methotrexate : 20 mg/m 2 h3, 8
)
2-3 minggu
2) Adeno karsinoma :
Obat-obat yang dapat dipakai antara lain:
Flourouracil, Mithomycin-C,
Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 2030%.
Misalnya:
a) Obat tunggal
:
Flourouracil:
Dosis permulaan
:
500
mg/m2
Dosis pemeliharaan
:
20
mg/m2 tiap 1-2 minggu

hl,8,14,28 )
hl,21
h1

1. Nutrisi yang baik


2. Vitamin
(5) Terapi sekunder
Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit
yang bersangkutan.

Leukoplakia/Eritroplakia
Hilangkan faktor penyebab
Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau)
Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

Klas V

3 bl
Ulangan sitologi
Bila 2x ulangan sitologi
hasilnya tetap Klas I-III

Biopsi

b) Obat kombinasi:
F = Flourouracil: 500 mg/m 2,
A = Adryamycin: 50 mg/m 2,
) diulang tiap
M = Mithomycin-C: 10 mg/m 2,
)
6 minggu

(2) Terapi tambahan


Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi
(3) Terapi komplikasi
1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan step ladder WHO
2. Sesak nafas: trakeostomi
3. Sukar makan: gastrostomi
4. Infeksi: antibiotika
5. Mulut berbau: obat kumur
6. Dsb.
(4) Terapi bantuan

47

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0


< 1 cm

N POSITIP

> 1 cm
N 1,2

biopsi eksisional (eksisi luas)

T di operasi
ganas
tak radikal

N3

biopsi insisional

tak ganas

ganas

T di radioterapi

radioterapi preoperatif

tak ganas

radikal

eksisi

Deseksi leher radikal


(RND)
dengan/tanpa
radioterapi lokoregional *)

radioterapi
lokoregional

operabel

T dioperasi
re-eksisi/
radioterapi lokal

operabel
T1

T2

T3,4a

kemo dan/radioterapi
lokal preoperatif
operabel

sisa (+)

re-eksisi /
radioterapi lokal

eksisi luas +
deseksi KGB leher selektif*/
radioterapi lokoregional
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

radikal
meta kgb(+)

T (+)

sitostatika

deseksi leher radikal


(RND) + radioterapi
lokoregional +
(sitostatika)
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

meta kgb (-)

T low grade
radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

ND parsial/
RND modifikasi

radioterapi
lokoregional
+
(sitostatika)

sisa (-)

inoperabel
T ( -)

tak radikal

T diradioterapi

inoperabel/meragukan

radioterapi
eksisi luas

inoperabel

radioterapi
lokal

* Deseksi suprahioid untuk karsinoma bibir


Deseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut
Deseksi bilateral untuk lesi di garis tengah

T high grade

radioterapi
lokoregional

Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 penanganan N


negatif bilateral
N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan
preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan
jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1
buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy

48

M POSITIP
PERLAKUAN PADA MANDIBULA
sitostatika
+
paliatif (bila perlu):
operasi (trakeotomi,gastrostomi)
radioterapi
medikamentosa

tumor lekat mandibula

jarak dengan tumor < 1cm

radiologis
infiltrasi tulang (-)

infiltrasi tulang (+)

reseksi segmental
enblok
reseksi marginal
enblok
TUMOR RESIDIF

terapi primer operatif

terapi primer radioterapi


REKONSTRUKSI

operabel

inoperabel

operabel

inoperabel
Jaringan lunak

operasi
+
radioterapi
+
(sitostatika)

radioterapi
+
(sitostatika)

operasi
+
sitostatika

mandibula

maksila

sitostatika
rekonstruksi segera

rekonstruksi temporer
dengan kawat Kirschner/plat

protese (obturator)

1 tahun
Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk ke penanganan
T/N/M seperti skema yang bersangkutan
residif (-)

rekonstruksi permanen
tandur tulang

residif (+)

penanganan tumor residif

49

LAMPIRAN
VI. PROSEDUR FOLLOW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama
: setiap 3 bulan
2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun
: setiap tahun sekali
untuk seumur hidup
Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap,
fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan
untuk
menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau
tidak.

baru

Pada follow up ditentukan:


1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan
3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan
5) Status penyakit
(1) Bebas kanker
(2) Residif
(3) Metastase
(4) Timbul kanker atau penyakit

A. Klasifikasi kanker rongga mulut


Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut
NO
1

2
3

6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan

JENIS KANKER
NO.ICD JENIS KANKER
KANKER BIBIR
Bibir
atas, C00.0
Bibir, bagian dalam
bagian luar
Bibir
bawah, C00.1
Sudut bibir
bagian luar
Bibir,
C00.2
Bibir,
tumpang
bagian luar
tindih
Bibir
atas, C00.3
Bibir,
tanpa
bagian dalam
spesifikasi
Bibir
bawah, C00.4
bagian dalam
KANKER PANGKAL LIDAH
KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA
Lidah, permukaan C02.0
Lidah, tonsil lingua
dorsal
Lidah, bagian tepi
C02.1
Lidah,
tumpang
tindih
Lidah, permukaan C02.2
Lidah,
tanpa
ventral
spesifikasi
Lidah, 2/3 bagian C02.3
anterior
KANKER GUSI
Gusi atas
C03.0
Gusi,
tanpa
spesifikasi
Gusi bawah
C03.1
KANKER DASAR MULUT
Dasar
mulut, C04.0
DM, tumpang tindih
anterior
Dasar
mulut, C04.1
DM,
tanpa
lateral
spesifikasi
KANKER PALATUM
Palatum durum
C05.0
Palatum, tumpang
tindih
Palatum molle
C05.1
Palatum,
tanpa

NO.ICD
C00
C00.5
C00.6
C00.8
C00.9

C01
C02
C02.4
C02.8
C02.9

C03
C03.9
C04
C04.8
C04.9
C05
C05.8
C05.9

50

yang menganjurkan pemeriksaan panendoskopi dilakukan


sebagai prosedur diagnostik baku.

spesifikasi
7

Uvula
C05.2
KANKER
MULUT,
LAINNYA
DAN
TANPA
SPESIFIKASI
Mukosa pipi
C06.0
Mulut,
tumpang
tindih
Vestibulum oris
C06.1
Mulut,
tanpa
spesifikasi
Regio retromolar
C06.2

C06
C06.8
C06.9

B. Prosedur Diagnostik
1. Pemeriksaan toluidine blue
Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat
digunakan larutan toluidine biru yang akan memberi warna
biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap
warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak
konstan mengisap warna.
Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut
sebagai berikut:
1. Kumur dengan larutan asam asetat 1%
:
20 detik
2. Kumur dengan air
:
20 detik, 2 x
3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1%
: 5-10 cc
4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit
5. Kumur dengan air.
Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian,
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
sebesar 90%.
Adapun larutan toluidine biru terdiri dari :
1. Toluidine chlorida : 1 gr
2. Asam asetat
: 10 cc
3. Alkohol absolut
: 4,2 cc
4. Aquadest
: 100 cc
2. Pemeriksaan panendoskopi
Pada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang
didapatkan synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada

3. Pemeriksaan sitologi
Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint
dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa
bercak/superfisial
Bila hasilnya :
Klas I- III
: lakukan ulangan sitologi
3 bulan lagi.
Bila 2x ulangan sitologi
tetap klas I-III
maka perlu dibiopsi
Klas IV-V
: lakukan biopsi
4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin
sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup
tinggi untuk karsinoma rongga mulut.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk
staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%,
sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias
92% dan spesifisitas 81%.
C. Prosedur Terapi
1. Vascular access surgery
Untuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada
karsinoma rongga mulut yang inoperabel, dapat dilakukan
graft vena safena parva pada a. karotis eksterna dengan
membuat loop berbentuk , dengan memfiksasi graft
tersebut dibawah permukaan kulit.
2. Neo-ajuvan kemo/radioterapi
Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan
operasi dapat diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi
terlebih dahulu agar batas tumor menjadi lebih jelas
sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap 12 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan
kemo/radioterapi.
3. Brachytherapy

51

Brachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan


efektivitas yang lebih tinggi daripada external beam
radiotherapy. Untuk lesi yang besar, brachytherapy
dikombinasi dengan external beam radiotherapy.
KEPUSTAKAAN
1. J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck,
in Surgical Oncology- Contemporary Principles &
Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP (eds.),
Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525
2. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG,
Morrow M, Page DL. AJCC Cancer Staging Handbook- TNM
Classification of Malignant Tumors,
Springer-Verlag
Heidelberg, Heidelberg, 2002.
3. Kazi RA. Current Concepts In the Management of Oral
Cancer. http://www.indiandoctors.com/papers.htm
4. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A
screening method for recognation of squamous carcinoma.
Continuing study of oral cancer. IV. JAMA, 245: 24082410,1981.

Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds),


Saunders Co., 1987,pp.460-606

Philadelphia, W.B.

9. Schantz SP, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of the


Nasal Cavity and paranasal
sinuses, Nasopharynx, Oral
Cavity, and Oropharynx, in Cancer- Principles & Practice
of Oncology, 6th ed., DeVita,Jr.VT, Hellman S, Rosenberg
SA (eds.),Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
2001; pp. 832-842
10. Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A
multidisciplinary Approach for Physicians and Students.
7th. ed., WB.Saunders Co. Philadelphia, 1993, pp.332336
11. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M.
Evaluation and Management of Oral Cancer. Home Health
Care Consultant 1999;6: 2-12
12. WHO : ICD-10 International Classification of Disease and
Related Health Problems, WHO, Geneve, 1992.
13. WHO : ICD-0. International Classification of Disease for
Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve,1990.

5. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in


Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary
Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd ed.,JB
Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400
6. National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity Cancer
Treatment statement for health professionals,Med.News,
http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.
html
7. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oral
cancer- A multidisciplinary
approach, JADA 2001; 132:
195-235
8. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In
Comprehensive Management of Head and Neck Tumors,

52

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER


KULIT

53

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit


Ketua

: Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk

Anggota
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.

: Dr. Azamris, SpB(K)Onk


Heru Purwanto, SpB(K)Onk
K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk
Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk
Sjafwan Adenan, SpB(K)Onk
Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
Wayan Sudarsa, SpB(K)Onk
Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan kelompok


Non Melanoma. Kelompok Non Melanoma dibedakan atas
Karsinoma Sel Basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma
adneksa kulit.
Dalam penatalaksanaan kanker kulit harus pula diketahui lesi
pra-kanker antara lain : Actinic Keratosis, Kerato Acantoma,
Bowens Disease, Erythroplasia of Queyrat, Xeroderma
Pigmentosum

PENATALAKSANAAN MELANOMA MALIGNA


I. PENDAHULUAN
Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal
melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa.
Di Amerika Serikat melanoma maligna merupakan tumor nomor 6
atau 7 terbanyak.
Melanoma maligna dapat terjadi pada semua usia dan paling
banyak pada usis 35-55 tahun, insidensi pada pria sama dengan
wanita.
Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara
lain : Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat
melanoma sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi
syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi
berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter
utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna
merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik kulit, tinggal di
daerah tropis, psoralen sunscreen, xeroderma pigmentosum.
Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi
metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah
ke alat-alat dalam.

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER


KULIT

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI


1. Lentigo melanoma maligna (LMM)

54

2.
3.
4.
5.

Superfisial spreading melanoma (SSM)


Nodular Malignant Melanoma (NMM)
Acral Lentigenous Melanoma (ALM)
Melanoma yang tidak terklasifikasi

III. STADIUM KLINIS


AJCC EDISI 2002
Tumor primer (T)
Tx
Tumor primer tidak dapat diperiksa (karena shave biopsi
atau melanoma yang mengalami regresi
T0
Tidak ditemukan tumor primer
Tis
Melanoma in situ
T1
Melanoma tebalnya <1,0mm dengan atau tanpa ulserasi
T1a Melanoma tebalnya <1,0mm dan level II atau III tanpa
ulserasi
T1b Melanoma tebalnya <1,0mm dan level IV atau V atau ada
ulserasi
T2
Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan atau tanpa
ulserasi
T2a Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm tanpa ulserasi
T2b Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan ulserasi
T3
Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan atau tanpa
ulserasi
T3a Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm tanpa ulserasi
T3b Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan ulserasi
T4
Melanoma tebalnya >4,0mm dengan atau tanpa ulserasi
T4a Melanoma tebalnya >4,0mm tanpa ulserasi
T4b Melanoma tebalnya >4,0mm dengan ulserasi
Kelenjar getah bening regional (N)
Nx
Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa
N0
Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional
N1
Metastasis ke 1 kelenjar getah bening
N1a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis
N1b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis
N2
Metastasis ke dua atau tiga kelenjar getah bening regional
atau metastasis intra limfatik regional tanpa metastasis
kelenjar getah bening
N2a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis
N2b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis
N2c Lesi satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis

N3

kelenjar getah bening


Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional, atau
metastasis kgb yang bersatu, atau metastasis in-transit
atau lesi satelit dengan metastasis kelenjar getah bening
regional

Metastasis jauh (M)


Mx
Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0
Tidak ditemukan metastasis jauh
M1
Metastasis jauh
M1a Metastasis ke kulit, jaringan subkutan atau kelenjar getah
bening yang jauh
M1b Metastasis ke paru
M1c Metastasis ke tempat visceral lainnya atau metastasis jauh
ke tempat manapun yang disertai peningkatan kadar
LDH(lactic dehydrogenase) serum
STADIUM KLINIK
Stadium 0
Tis
N0
M0
Stadium IA
T1a N0
M0
Stadium IB
T1b N0
M0
T2a N0
M0
Stadium IIA
T2b N0
M0
T3a N0
M0
Stadium IIB
T3b N0
M0
T4a N0
M0
Stadium IIC
T4b N0
M0
Stadium III
TiapT N1
M0
TiapT N2
M0
TiapT N3
M0
Stadium IV
TiapT TiapN M1

STADIUM HISTOPATOLOGIK
Stadium 0
pTis
N0
M0
Stadium IA
pT1a
N0
M0
Stadium IB
pT1b
N0
M0
pT2a
N0
M0
Stadium IIA
pT2b
N0
M0
pT3a
N0
M0
Stadium IIB
pT3b
N0
M0
pT4a
N0
M0
Stadium IIC
pT4b
N0
M0
Stadium IIIA
pT1-4a N1a M0
pT1-4a N2a M0
Stadium IIIB
pT1-4b N1a M0
pT1-4b N2a M0
pT1-4a N1b M0
pT1-4a N2b M0
pT1-4a/b N2c M0
Stadium IIIC
pT1-4b N1b M0
pT1-4b N2b M0
Tiap pT N3 M0
Stadium IV
Tiap pT TiapN M1

Klasifikasi Clark
Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis
epidermis (insitu)

55

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis


Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara
lapisan papilaris dan retikularis dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.
Klasifikasi Breslow
Golongan I
: kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm
Golongan II
: kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm 1,5 mm
Golongan III
: kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm
IV.Prosedur Diagnosis :
Anamnesis.
Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh
progresif, gatal, mudah berdarah dan disertai tukak.
Pemeriksaan fisik
Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk
nodul, plaque, disertai luka.
Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma )
Lesi bersifat

A
B
C
D
E

(Asymetri)
(Border)
(Colour)
(Diameter)
(Elevation)

:
:
:
:
:

tidak teratur
tepi tak teratur
warna bervariasi
umumnya > 6 mm
permukaan yang tidak teratur

Pemeriksaan kelenjar getah bening regional.


Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.
Pemeriksaan penunjang:
1. Radiologi:
Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB
para Aorta para Iliaca).
Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CTScan, MRI.
2. Sitologi: FNA, inprint sitologi.
3. Patologi:
b) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat
diferensiasi sel.
c) pemeriksaan specimen operasi:

tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat


diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi,
radikalitas operasi.
Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan
dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau
ekstranodal, tinggi level metastasis.

4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka


oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman
tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya.
1. a. bila diameter lebih dari 2 cm.
b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah
wajah) dilakukan insisional biopsi
2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan
safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen
dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batasbatas sayatan.
Variasi gambaran klinis :
1. Lentigo melanoma maligna (LMM)
Lesi: coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi
irreguler, pada permukaan dijumpai bercak- bercak warna
gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi
nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
2. Superfisial spreading melanoma (SSM)
Lokasi: wanita; tungkai bawah; laki- laki: badan dan leher.
Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 3 cm tepi meninggi,
irreguler, dapat mencapai 2 cm dalam 1 than nodul biru
kehitaman
pada
permukaan
terdapat
campuran
bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru,
hitam, sering kebmerahan.
3. Nodular Malignant Melanoma (NMM)
Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi.
Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau
polipoid dan eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru
sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi perdarahan,
timbul lesi satelit.
4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)
Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu
jari tangan.

56

Lesi: macula, warna bervariasi, pada permukaan timbul


papul, nodul, ulserasi, kadang- kadang lesi tidak
mengandung pigmen.
V. PROSEDUR TERAPI:
Primer: tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai kriteria
ketebalan, dan dilakukan rekonstruksi.
Sampai dengan ketebalan 0,76 mm, safety margin 1 cm
Antara 0,76 mm 1,5 mm safety margin 1,5 cm
Ketebalan > 1,5 mm safety margin 2 cm
Bila hasil biopsi safety margin tidak sesuai dengan
ketebalan Breslow, harus dilakukan re-eksisi secepatnya
sampai dasar (fascia).
Regional: pada limfonodi secara histopatologis positif, dilakukan
diseksi limfonodi :
Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple
limfonodi)
Di daerah aksiler: hingga level II
Di daerah leher: RND
Adjuvant terapi :

pada stadium III dapat berupa imunoterapi,


radioterapi, dan kemoterapi

Intransit: kombinasi treatment.


Recurrent :
Lokal
:
Regional :

Dilakukan reevaluasi
Eksisi luas ulang
Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi,
dilakukan diseksi + adjuvant.
Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi.

Metastasis: diberikan terapi paliatif.

KARSINOMA SEL BASAL


I. PENDAHULUAN
Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma
maligna dari nonkeratinizing cell yang terletak pada lapisan
basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma
terbanyak.
Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah
peran paparan sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan
terjadinya mutasi pada gen supresor Disamping itu telah banyak
pula dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis
basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma
syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal
cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran immuno suppressor
dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme pastinya belum
diketahui.
Lokasi tersering adalah daerah muka sekitar hidung,
sifatnya sangat jarang bermetastasis tetapi mempunyai
kemampuan infiltrasi yang tinggi.
Faktor predisposisi untuk terjadinya basalioma antara lain:
Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap
paparan sinar matahari yang lama, Paparan sinar X untuk terapi
acne pada wajah, Sindrome nevus basal (autosomal dominan),
Intoksikasi arsen yang kronik, LE kronik , Ulkus kronik dan fistula.
II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI
- Superficial basal cell barcinoma
- Nodular`basal cell carcinoma
- Infiltrative (morpheaform, aggressive growth) basal cell
carcinoma
- Pigmented basal cell carcinoma
- Cystic basal cell carcinoma
- Fibroepithelioma of Pinkus (FEP)
III. STADIUM KLINIS
TNM AJCC 2002
T diperiksa dengan pemeriksaan fisik
N diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging
M diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging

57

Staging :
Stadium TNM
0
Tis. N0. M0.
I

T1. N0. M0.

II

T2. N0. M0.


T3. N0. M0.

III

T4. N0. M0.


tiapT.N1.M0.

IV

tiap

M1

T.

tiap

N.

T
Tx
T0
Tis
T1
T2
T3
T4

N1
M

Tumor Primer
= Tidak dapat dievaluasi
= Tidak ditemukan
= Kanker in situ
= Tumor ukuran terbesar 2cm
= Tumor ukuran 2 s/d 5 cm
= Tumor > 5 cm
= Tumor menginvasi struktur
ekstradermal
dalam,
misalnya
kartilago,
otot
skelet atau tulang
Nodus Regional
= Tidak dapat diperiksa
= Tidak ada metastasis nodus
regional
= Ada nodus regional
Metastasis jauh

Mx
M0
M1

=
=
=

N
Nx
N0

Tidak dapat diperiksa


Tidak ada metastasis jauh
Ada metastasis jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSIS


Anamnesis
Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat
pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh.
Pemeriksaan Fisik
Gambaran klasik dikenal sebagai ulkus rodent yaitu ulkus dengan
tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak
hiperplasia dan di sentral tampak ulkus. Bentuk lain yang tidak
klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu :
1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)
Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi
meninggi, permukaan mengkilat, sering ada telangiektasi,
kadang dengan skuama halus dan krusta tipis. Warna seperti
mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan.
Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan ulserasi
(ulkus rodens).

2. Jenis berpigmen
Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna
coklat / hitam bintik-bintik atau homogen.
3. Jenis morphea like atau fibrosing (agak jarang)
Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas,
kadang tepi meninggi. Pada permukaan tampak beberapa
folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik, seperti
sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang
ulserasi).
4. Jenis superficial
Lokasi : badan, leher, kepala.
Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi
seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-).
Biasanya multiple.
5. Jenis fibroepitelial
Lokasi : punggung.
Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek.
Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).
6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt).
Autosomal dominan, sindroma terdiri dari :
a. Kelainan kulit :
- Ca sel basal multiple jenis nevoid
- Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki.
- Milia, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang :
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis,
spinabifida)
c. Kelainan system saraf :
- Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller
meduloblastoma)
- Retardasi mental
d. Kelainan mata : katarak, buta kongenital.
e. Lain-lain :
- Kalsifikasi falks serebri
- Fibroma ovari dengan kalsifikasi
- Kista limfatik di mesenterium
7. a. Jenis linier and generalized follikuler basal cell nevi
(jarang).
Sejak lahir.
Lesi : jenis linier, berupa nodul + komedo dan kista
epidermal tersusun seperti garis dan unilateral.

58

Lesi tetap dengan bertambah usia.


b. Jenis Generalized follikuler : ada kerontokan rambut
terhadap akibat kerusakan folikel rambut karena
pertumbuhan tumor
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu
dilakukan CT-scan
2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis
V. PROSEDUR TERAPI
Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai eksisi lesi
yang radikal dan rekonstruksi dengan mempertahankan fungsi yang
baik. Terapi yang dianjurkan adalah :
1. eksisi luas dengan safety margin 0,5-1 cm, bila radikalitas tidak
tercapai dilakukan radioterapi
2. Untuk lesi <2 cm dan tipe superfisial dapat dilakukan
radioterapi
3. Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas,
bila inoperabel dilakukan radioterapi
Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa
- jahitan primer,
- transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
- pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk basalioma
adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS).

PENATALAKSANAAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA


I. PENDAHULUAN
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari
keratinizing cell dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat,
invasi lokal dan berpotensi metastasis
Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel
basal yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari
yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu
terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel
skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang
disebut sebagai Marjolin ulcer.
Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita
kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis,
compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih,
terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga,
keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb.
Insidens tertinggi pada usia 50 70 tahun, paling sering pada kulit
berwarna di daerah tropik. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Lesi
dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang
kulit kulit putih hal ini diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet,
karsinogen kimia
(Coal tar, arsen, hidrokarbon polisiklik).
Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik,
jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak
sembuh-sembuh
Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa,
lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit
berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah,
dorsum manus).
II. KASIFIKASI HISTOPATOLOGI

59

Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya,


yaitu
Gx
Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa
G1
Diferensiasi baik
G2
Diferensiasi sedang
G3
Diferensiasi buruk
G4
Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
III. STADIUM KLINIS
Klasifikasi TNM
T Tumor Primer
Tx
Tumor primer tidak dapat diperiksa
T0
Tidak ditemukan tumor primer
Tis
Karsinoma in situ
T1
Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm
T2
Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm
T3
Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm
T4
Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti
kartilago, otot skelet atau tulang
N Kelenjar getah bening regional
Nx
Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa
N0
Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening
N1
Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional
M Metastasis jauh
Mx
Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0
Tidak ada metastasis jauh
M1
Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV

Tis
T1
T2,T3
T4
Tiap T
Tiap T

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


Anamnesis

N0
N0
N0
N0
N1
Tiap N

M0
M0
M0
M0
M0
M1

Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol,


mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran
bunga kol.
Pemeriksaan Fisik
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif,
tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral
terdapat ulkus dengan bau yang khas.
Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya
metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru,
hati, dll.
Pemeriksaan Penunjang
1.
diologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi,
CTScan/ MRI atas indikasi
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi:
- Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional,
- lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional

Ra
dan

V. PROSEDUR TERAPI
Terapi sama seperti basalioma, dalam melaksanakan tindakan
operasi pada karsinoma sel skuamosa haruslah tercapai radikalitas
operasi dan rekonstruksi penutupan defek yang baik.
Dianjurkan untuk melakukan tindakan :
eksisi luas dengan safety margin 1-2 cm, bila radikalitas tidak
tercapai dilakukan radioterapi
Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas,
bila inoperabel dilakukan radioterapi
Untuk lesi yang inoperabel dapat diberikan pemberian
radioterapi pra operatif atau dilakukan operasi de bulking
dilanjutkan dengan radioterapi pasca operatif.
Bila terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional,
dilakukan diseksi kelenjar getah bening regional.
Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa
- jahitan primer,
- transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
- pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk karsinoma
kulit adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS).

60

ADENOKARSINOMA
Adenokarsinoma kulit, kanker yang berasal dari sel adneksa kulit.
PENDAHULUAN
-Tumor: di kulit atau subkutan yang melekat dengan kulit,
konsistensi padat.
-Nodus: mungkin ada pembesaran kelenjar limfe regional.
-Metastasis: mungkin terdapat tanda-tanda metastasis jauh.

DAFTAR PUSTAKA

KANKER MERKEL
Berasal dari sel neuroendokrin kulit.

DERMATOFIBROSARKOMA PROTUBERANS
-Tumor: di kulit tumbuh menonjol di atas kulit, dengan kulit
diatasnya berwarna
kecoklatan seperti keloid,
konsistensi padat keras.
-Nodus: jarang terdapat pembesaran kelenjar limfe regional.
-Metastasis: mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh.

61

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA


JARINGAN LUNAK ( SJL )
( SOFT TISSUE SARCOMA )

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak


Ketua
Anggota

: Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk


Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.

: Dr. Azamris, SpB(K)Onk


Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk
Dimyati Achmad, SpB(K)Onk
Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk
Hariadi, SpPA
Humala Hutagalung, SpB(K)Onk
K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk
Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk
Subianto, SpB(K)Onk
Teguh Aryandono, SpB(K)Onk

62

Lemak
Syaraf
Endothel
Fibrous

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA


JARINGAN LUNAK ( SJL )
( SOFT TISSUE SARCOMA )

* Informasi pemeriksaan patologik


Ukuran tumor
Type dan Subtype histologi
Grading
Margin / batas sayatan ( jarak dalam cm tumor/zona
reaktif dan sayatan )
Invasi
Sel nekrosis dan sel spesifik ( round cell )
KGB : + / III. STADIUM KLINIK
Berdasarkan : UICC dan AJCC

I. PENDAHULUAN :
- Insidensi
Data di Indonesia dan Luar Negeri
- Faktor risiko
# Radiasi
# Bahan karsinogen Kimiawi
# Riwayat trauma
# Faktor genetik
- Ruang lingkup
* SJL pada dewasa
* SJL pada Anak

Tabel AJCC 2002

Stadium IA
Stadium IB
Stadium IIA
Stadium IIB

- Multidisiplin

Stadium IIC

II. KLASIFIKASI HISTO-PATOLOGI


Origin
Otot

Leiomyosarcoma
Liposarcoma
Neurofibrosarcoma
Angiosarcoma
Malignant Fibrous Histocytoma;
Fibrosarcoma

Patologik
Rhabdomyosarcoma ;

Stadium III
Stadium IV

G1 T1a N0 M0
G1 T1b N0 M0
G2 T1a N0 M0
G2 T1b N0 M0
G1 T2a N0 M0
G2 T2a N0 M0
G1 T2b N0 M0
G2 T2b N0 M0
G3 T1a N0 M0
G3 T1b N0 M0
G4 T1a N0 M0
G4 T1b N0 M0
G3 T2a N0 M0
G4 T2a N0 M0
G3 T2b N0 M0
G4 T2b N0 M0
Any G Any T N1 M0

well / moderate grade ,


< 5 cm
superficial / deep
well / moderate grade,
> 5 cm, superficial
well / moderate grade,
> 5 cm, deep
high grade, < 5 cm ,
superficial / deep
high grade, > 5 cm,
superficial
high grade, > 5 cm, deep
Tidak dipengaruhi G dan T,

63

Any G Any T N0 M1

b.2 : Eksisi - tumor < 3 cm


Catatan : Lokasi insisi dipertimbangkan untuk
pembedahan definitif

meta KGB dan organ jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


A. Anamnesis :
Terdapat benjolan / masa tumor
kapan terjadinya
sifat pertumbuhannya (cepat / lambat)
keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya
(p. darah, syaraf, gangguan gerakan sendi /
otot)
B. Pemeriksaan fisik :
lokasi tumor
diskripsi tumor :
batas tegas / tidak
ukuran
permukaan
konsistensi
mobilitas
nyeri tekan / tidak
KGB regional : teraba / tidak dan
transits metastasis
Tanda-tanda penekanan tumor dan metastasis
Fungsi motorik / sensorik
Tanda-tanda bendungan
pembuluh darah
# Tanda-tanda kelainan pada
paru, tulang dan hati
C. Pemeriksaan penunjang :
Photo toraks
CT scan ( daerah tumor )
D.

Biopsi :
a. Core biopsi / tru cut biopsi
b. Biopsi terbuka ( pembedahan ):
b.1 : Insisi - tumor > 3 cm

E. Jika sudah di konfirmasi hasil patologik anatomik


kelainan sarkoma, maka untuk penentuan stadium
klinik dan strategi operasi dapat dipertimbangkan
untuk melakukan pemeriksaan: MRI ; bone scan dan
angiografi
V. TERAPI
a. Assessment :
Konfirmasi Dx/ histopatologik
Tentukan stadium klinik dan resektabilitas / kurabilitas
Modalitas pengobatan : tunggal atau kombinasi
Kombinasi kemoterapi dan radiasi jelaskan tujuannya :
Adjuvant ; neo-adjuvant ; paliatif
Tindakan rehabilitasi akibat operasi : op. rekonstruksi
Informasi yang jelas untuk persetujuan pasien
b. Modalitas :
1. Bedah : dengan prinsip radical wide excision
Evaluasi
: - Intra lesion
- Eksisi marginal
- Eksisi luas
- Eksisi kuratif
(NB : masuk dalam penilaian patologi)
Standar operasi : sesuai protokol dari grup Jepang
(The Surgical Society for Musculo-skeletal sarcoma )
2. Radiasi
3. Khemoterapi

Stad.

Lesi tumor resektabel


Hist
o.

Ukur.
tumo
r

Le
tak
SF/D

Grad
1/2/
3

Modal.

Mar
gin
il/
m/

Adj
u.
Y/
T

Jen
is
R/
Kh

64

k
I
II
III
IVa

Bedah
Bedah
Bedah
Bedah+
Disek

1. Kekambuhan lokal
a. Kekambuhan dengan tumor resektabel :
- Diperlakukan sama dengan kasus primer
- Ditambah terapi adjuvant + ( modalitas non
bedah )
b. Kekambuhan dengan tumor tidak resektabel :
- Diperlakukan sama dengan lesi tumor tidak resektabel
- Jika respons terapi (-), tujuan pengobatan adalah paliatif

Lesi tumor tidak resektabel

Stad.

Neo-A
Khemo

Resp.

Modal.

II
III
IVa

3X
3X
3X

+
+
+

Bedah
Bedah
Bedah

Margin
il/m/k

Resp.

Modal.
Rad/Kh.

?
?
?

2 Kekambuhan berupa metastasis jauh


- Modalitas khemo dan radiasi
VI. PROGNOSIS
Angka kekambuhan lokal (disease free interval) cukup tinggi dan
berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :

Pembedahan debulking = intra lesion


Syarat : eksisi tumor > 50 % dan sensitif terhadap modalitas
radiasi dan khemoterapi

Lesi metastasis jauh ( Stadium IVb )

Tu. prim.
tumbuh
Progres /
Lambat

Sarkoma dengan kekambuhan / rekuren

Gejala
subyektif

Meta.
Prog./Lambat

Modalitas

+/L

+ /L /resektabel

+/L/resektabel

Khemo + Radiasi
Best supp. care
Bedah tu. prim +
meta
Best supp. care
Bedah tu.
sekunder/meta
Best supp. care

Ukuran tumor > 5 cm


Grading histologi tinggi
Lokasi tumor yang dalam ( deep ) dan
proksimal

Pada kasus yang pernah kambuh lokal, mempunyai resiko


besar terjadinya metastasis jauh.

Catatan :
Pemeriksaan immunohistokimia saat ini masih dalam
penelitian sebagai faktor prognostik antara lain :
Ki67, p53, mdm2, p21, p16, p27 dan apoptosis
VII. FOLLOW UP

65

A. Waktu
bulan ke 3
bulan ke 6
bulan ke 12

B. Pemeriksaan
Stad IIB, IIC, III
High grade

Pem. fisik
Pem. fisik, Ro. toraks dan CTscan
Pem. fisik, Ro. toraks, Darah
rutin, CT-Scan, USG hati

Stad. IV
N1

VIII. FORMULIR REGISTRASI


Dalam upaya melakukan registrasi kanker perlu dipersiapkan
perumusan data yang perlu dicatat pada formulir khusus
penderita SJL.
Data tersebut meliputi :
Identifikasi penderita
Data klinik
Dx/
Data modalitas terapi (pra bedah dan pasca bedah)
Data prosedur pembedahan beserta jarak batas
sayatan dengan referensi dari The Surgical
Society for Musculoskeletal Sarcoma , Jepang.
Data kekambuhan lokal dan metastasis jauh.
Komplikasi

Alternatif pengobatan / terapi


Stad. IA, IB,
IIA
Low grade (1
dan 2)

# Bedah : eksisi luas radikal


# Eksisi luas + pre / post
bedah radiasi
# Tu. tidak resektabel :
radiasi pra bedah
+ pembedahan + radiasi
pasca bedah
# Tu. retroperitoneum / trunk
dan L&K :
Eksisi luas + radiasi
Radiasi pra bedah + eksisi

Potensi kambuh
lokal kecil
Khemotherapi
tidak diberikan
Wide margin
sulit
-

M1

luas
# Bedah : eksisi luas radikal
# Tumor > 5 cm : kombinasi
radiasi
# Tu. tidak resektabel :
radiasi pra bedah
+ pembedahan
# Keadaan tertentu : radiasi +
khemoterapi
pra bedah + bedah + radiasi

Potensi kambuh
besar
Th/ kombinasi
dengan radiasi
dan kemoterapi
Mencegah
amputasi

# Eksisi luas radikal +


limphadenektomi
(jika n + ) + dengan / tanpa
radiasi
# Bedah + Radiasi (pre atau
pasca bedah)
# Dipertimbangan
khemoterapi
# Eksisi luas radikal + radiasi
Reseksi lesi metastasis
dapat dilakukan
dengan kriteria tertentu.
- reseksi dengan batas
sayatan (-)
- lesi resektabel dengan
batas sayatan
tidak adekewat : radiasi
- lesi tidak resektabel :
th/ kombinasi
radiasi dan khemoterapi
- lesi retropert./ badan
dan H&L :
bedah + khemoterapi +
radiasi
# Untuk tujuan paliatif
diberikan terapi
kombinasi khemoterapi:
- CYVADIC
- Ifos + Doxo + Mesna

66

Rancangan
Protokol Sarkoma Jaringan Lunak ( SJL )
( Soft Tissue Sarcoma )

Hampir 50% kasus terjadi di ekstremitas terutama


ekstremitas bawah dan 30% kasus terjadi di visceral dan
retroperitoneal. Kelakuan klinis tipe-tipe SJL hampir sama dan
dibedakan dari letak anatomis, ukuran, gambaran spesifik
histopatologi dan gradasi histopatologi.

Koordinator : Dr. Idral Darwis SpB- K (Onk)


II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI SJL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Konsep Revisi

PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN


LUNAK
I. PENDAHULUAN
Sarkoma jaringan lunak (SJL) tergolong keganasan yang
relatif jarang ditemukan. Di Amerika angka kejadian 7800 kasus
baru per tahun dan hampir 50% meninggal akibat penyakitnya. Di
Indonesia belum ada data tentang SJL, baik yang berbasis Rumah
Sakit maupun yang berbasis populasi.
Sampai saat ini penyebab pasti SJL belum diketahui pasti
tetapi diperkirakan terdapat peran faktor radiasi, bahan kimia,
riwayat trauma dan mutasi genetik pada stem cell
mesenchymal.

13
14

Jaringan Asal
Fibrous
Fibrohistiocytic
Lipomatous
Smooth muscle
Skeletal muscle
Blood vessel
Lymph vessel
Perivascular
Synovial
Paraganglionic
Mesothelial
Extra skeletal cartilaginous and
osseous
Pluripotential mesenchymal
Neural

15

Miscellaneous

Bentuk Maligna
Fibrosarcoma
Malignant fibrous histiocytoma
Liposarcoma
Leiomyosarcoma
Rhabdomyosarcoma
Angiosarcoma
Lymphangiosarcoma
Malignant hemangio pericytoma
Synovial sarcoma
Malignant paraganglioma
Malignant schwannoma
Extraskeletal chondrosarcoma
Extraskeletal osteosarcoma
Malignant mesenchymoma
Neuroblastoma
Extraskeletal Ewings sarcoma
Alveolar soft part sarcoma
Epithelioid sarcoma
Malignant extra renal rhabdoid
tumor
Desmoplastic small cell tumor

Gradasi Histopatologi
Termasuk dalam penilaian gradasi adalah :
- Tingkat selularitas
- Diferensiasi
- Pleomorfi
- Nekrosis
- Jumlah mitosis
American Joint Commission on Cancer (AJCC) dan Memorial
Sloan-Kettering Cancer Center (MSKCC) membedakan atas gradasi
rendah dan tinggi.
Disamping gradasi, diperlukan pula informasi pemeriksaan
histopatologi berupa :
- Ukuran tumor
- Tipe dan sub-tipe
- Batas sayatan (margin)
- Invasi

67

III. STADIUM KLINIK


Berdasarkan UICC dan AJCC 2002
T Primary tumor
T0
No evidence of primary tumor
T1
Tumor <5 cm in greatest dimension
T1a Superficial tumor
T1b Deep tumor
T2
Tumor >5 cm in greatest dimension
T2a Superficial tumor
T2b Deep tumor
N Regional lymph nodes
N0
No regional lymph node metastasis
N1
Regional lymph node metastasis
M Distant metastasis
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
G Histopathologic grade
Low grade
High grade
Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002)
Stage IA
Low grade
T1a
Low grade
T1b
Stage IB
Low grade
T2a
Low grade
T2b
Stage IIA
High grade
T1a
High grade
T1b
Stage IIB
High grade
T2a
Stage III
High grade
T2b
Stage IV
Any
Any T
Any
AnyT

N0
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N1
AnyN

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK


A. ANAMNESIS
1. Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut
tumbuh. Keluhan utama pasien SJL daerah ekstremitas
tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan
sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah
tersebut. Untuk SJL lokasi di visceral/retroperitoneal
umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak

nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadangkadang terdapat pula perdarahan gastro intestinal,
obstruksi usus atau berupa gangguan neuro vaskular.
2. Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat
pertumbuhannya.
3. Keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan
penekanan terhadap jaringan sekitar
4. Keluhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum
penderita dan tanda-tanda metastasis pada paru , hati
dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi :
a. Tumor primer :
o Lokasi tumor
o Ukuran tumor
o Batas tumor, tegas atau tidak
o Konsistensi dan mobilitas
o Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa
fungsi motorik / sensorik dan tanda-tanda
bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan
lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.
b. Metastasis regional
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb
regional.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada
tulang.
2. MRI / CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan
sekitarnya,
3. Angiografi atas indikasi,
4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru
5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai
metastasis
6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.
7. Biopsi :
o Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)
o Sebaiknya dilakukan core biopsy atau tru cut
biopsy dan lebih dianjurka untuk dilakukan biopsi

68

terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm dilakukan


biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi incisi.
Untuk kasus kasus tertentu bila pemeriksaan Histo
PA
meragukan,
dilakukan
pemeriksaan
imunohistokimia.

Setelah dilakukan pemeriksaan di atas Diagnosis Klinis Onkologi


telah dapat ditegakkan, selanjutnya ditentukan Stadium Klinik SJL
Sesuai tabel di atas.
Sebelum melakukan tindakan terapi
terlebih dahulu harus
dipastikan apakah kasus SJL tersebut kurabel atau tidak,
resektabel atau tidak, dan harus dipastikan modalitas apa yang
dimiliki (operasi, radiasi, khemoterapi), serta kemungkinan
tindakan rehabilitasi.

V. PROSEDUR TERAPI
Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu :
A. Ekstremitas
Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah
dengan tindakan the limb-sparring operation dengan atau tanpa
terapi adjuvant (radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus
ditempatkan sebagai pilihan terakhir. Tindakan yang dapat
dilakukan selain tindakan operasi adalah dengan khemoterapi intra
arterial atau dengan hyperthermia dan limb perfusion.
1. SJL Pada Ekstremitas Yang Resektabel
Setelah
diagnosis
klinis onkologi
dan
diagnosis
histopatologi ditegakkan secara biopsi incisi/ eksisi, dan setelah
ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka dilakukan
tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih operabel / resektabel,
eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi dengan curative wide
margin yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona reaktif
tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna disekitar
tumor yang terlihat secara inspeksi, yang berhubungan dengan
jaringan yang vaskuler, degenerasi otot, edema dan jaringan
sikatrik.
o Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada
tindakan ajuvantsetelah tindakan eksisi luas.
o Bila SJL ukuran > 5 cm dan gradasi rendah, perlu
ditambahkan radioterapi eksterna sebagai terapi ajuvan.

o
o

Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi perlu


ditambahkan radioterapi eksterna atau brakhiterapi
sebagai terapi ajuvan.
Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, perlu
dipertimbangkan pemberian khemoterapi preoperatif dan
pasca operatif disamping pemberian radioterapi eksterna
atau brakhiterapi.

Bagan Pengelolaan SJL Ekstremitas Resektabel


Diagnosis Klinis Onkologis
Diagnosis Histopatologis
Gradasi / Stadium
SJL Yang Resektabel

Gradasi Tinggi

Gradasi Rendah

Eksisi Luas

> 10 cm

BT/RE

Eksisi Luas

5 10 cm

> 5 cm

BT/RE

RE

< 5 cm

Observasi

Khemoterapi
BT : Brakhiterapi
pre/pos op
RE : Radiasi Eksterna
Bila terdapat metastasis pada kgb regional, dilakukan diseksi kgb
regional.
2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel
Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu :

69

Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu dilakukan


radioterapi preoperatif atau neo ajuvan khemoterapi
sebanyak 3 kali.
o Pilihan lain adalah dilakukan terlebih dahulu eksisi
kemudian dilanjutkan dengan radiasi pasca operasi atau
khemoterapi.
Eksisi yang dapat dilakukan :
o Eksisi wide margin yaitu 1 cm diluar zona reaktif.
o Eksisi marginal margin yaitu pada batas pseudo capsul.
o Eksisi intralesional margin yaitu memotong parenchim
tumor atau de bulking, dengan syarat harus membuang
massa tumor > 50% dan tumornya harus berespon terhadap
radioterapi atau khemoterapi.
Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap
radioterapi atau khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan
amputasi.
o

Eksisi
Neoajuvan khemoterapi

Eksisi Luas

Radioterapi postoperatif
Khemoterapi ajuvan

3. SJL Pada Ekstremitas Yang Residif


Bila masih resektabel dilakukan eksisi luas dilanjutkan
terapi ajuvan radioterapi / khemoterapi. Bila sebelumnya pernah
mendapat terapi ajuvan, perlu dipertimbangkan kembali apakah
masih mungkin untuk khemoterapi ajuvan dengan regimen yang
berbeda atau radiasi dengan modalitas yang lain.
Untuk kasus residif yang tidak resektabel dilakukan
amputasi, bila pasien menolak dapat dipertimbangkan pengelolaan
seperti kasus primer yang tidak resektabel.

B. SJL Di Daerah Viseral / Retroperitoneal


Bagan Pengelolaan SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel
Diagnosis Klinis Onkologis
Diagnosis Histopatologis
Gradasi / Stadium
SJL Yang Tidak Resektabel

Radioterapi preoperatif

Jenis histopatologi yang sering ditemukan adalah


liposarkoma dan leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis /
penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal harus
dilakukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk
menilai pasase usus. Sebelum operasi dilakukan persiapan kolon
untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang
utama untuk SJL viseral / retroperitoneal adalah tindakan operasi.
Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi
ginjal diketahui ginjal kontralateral dalam kondisi baik, maka
tindakan eksisi luas harus disertai dengan tindakan nefrektomi.
Dan bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi kolon.
Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat
mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital
seperti aorta, vena cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang

70

dilakukan tidak radikal dan terbatas pada pseudo kapsul. Untuk


kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi ajuvan, berupa
khemoterapi dan atau radioterapi.

Bagan Pengelolaan SJL Viseral / Retroperitoneal


Diagnosis Klinis + Pemeriksaan Penunjang
= SJL viseral / retroperitoneal

Eksisi Luas Radikal

Gradasi
Rendah

Gradasi
Tinggi
< 10 cm

Eksisi Tidak Radikal

Gradasi
Tinggi
> 10 cm

Khemoterapi ajuvan
dan atau Radioterapi

Observasi
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan
penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal,
kemudian dilakukan eksisi luas yang harus dinilai apakah
tindakannya eksisi dengan wide margin atau marginal margin atau
intra lesional.
1. Bila tindakan adalah reseksi radikal maka harus ditentukan
gradasi dan ukuran tumor
o Bila gradasi rendah, selanjutnya cukup di follow up
o Bila gradasi tinggi dan ukuran < 10 cm, cukup di follow
up
o Bila gradasi tinggi dan ukuran > 10 cm maka harus
dilanjutkan dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan
atau radioterapi.
2. Bila tindakan tidak radikal maka harus dilanjutkan
dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan atau radioterapi.

C. SJL di Bagian Tubuh Lain


o Bila tumor masih resektabel, dilakukan eksisi, umumnya
dengan marginal margin, dilanjutkan dengan radioterapi
ajuvan.
o Bila tumor tidak resektabel, dilakukan radioterapi preoperatif
dilanjutkan dengan tindakan eksisi marginal margin.
o Bila tidak memungkinkan untuk tindakan eksisi luas, maka
dilakukan radioterapi primer atau khemoterapi.
o Pada SJL di kepala dan leher yang tidak mungkin dilakukan
eksisi luas maka dapat diberikan khemo radiasi.
D. SJL Dengan Metastasis jauh
Bila lesi metastasis tunggal masih operabel / resektabel
dapat dilakukan tindakan eksisi, tetapi bila tidak dapat dieksisi,
maka dilakukan khemoterapi dengan Doxorubicin sebagai obat
tunggal atau dengan obat khemoterapi kombinasi, yaitu
Doxorubicin + Ifosfamide, terutama untuk pasien dengan status
performance yang baik.
Obat-obat kombinasi yang lain adalah :
o Doxorubicin + Dacarbazine
o CyVADIC
o Doxorubicin + Ifosfamide Mesna + Dacarbazine
VI SARKOMA JARINGAN LUNAK PADA ANAK
VII FOLLOW UP
DAFTAR PUSTAKA

PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK


PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Sarkoma jaringan lunak pada anak (SJLA) termasuk kasus
yang jarang, yaitu sekitar 7,4% dari seluruh keganasan pada anak.
Jenis SJLA yang sering dijumpai adalah Rhabdomyosarkoma yaitu
+40% dari kasus SJLA.
Faktor prognostik tergantung dari beberapa hal, yaitu:
stadium, ukuran, letak anatomis, umur dan tipe histopatologis.
II. RHABDOMYOSARKOMA
a. Epidemiologi dan Etiologi

71

Rhabdomyosarkoma merupakan jenis SJLA yang tersering


ditemukan, yaitu +60% pada SJLA dibawah 5 tahun dan +23% pada
anak 15-20th, dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak lakilaki.
Faktor etiologi adalah multifaktor dan peran faktor
familial telah diteliti peranannya karena rhabdomyosarkoma pada
anak sering dihungkan dengan Li-Fraumeni syndrome, BeckwithWeidsmann syndrome dan Neurofibromatosis-1 (NF-1).
Lokasi tersering adalah orbita dan intraabdominalgenitourinari. Disamping itu dapat pula terjadi intratorakal dan
ekstremitas bawah.
b. Tipe Histopatologi
Rhabdomyosarkoma pada anak dibedakan atas :
- embryonal rhabdomyosarcoma
- alveolar rhabdomyosarkoma
- spindle cell rhabdomyosarcoma
- botryoid rhabdomyosarcoma
- undifferentiated rhabdomyosarcoma
- rhabdomyosarcoma with rhabdoid features
c. Stadium Klinik
Berdasarkan stadium preterapi TNM

d. Prosedur Diagnostik
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai
dengan lokasi tersering rhabdomyosarkoma anak, termasuk
pemeriksaan pada kgb regional dan metastasis jauh. Lokasi tumor
di retrobulbair dapat berupa proptosis atau benjolan. Dan di lokasi
lain berupa benjolan dengan kulit di atasnya normal, dapat tanpa
keluhan atau disertai nyeri. Pemeriksaan penunjang meliputi foto
polos atau CT-scan di tumor primer dan di tempat metastasis jauh.
Kalau perlu dilakukan pula biopsi aspirasi pada bone marrow.
Diagnosis pasti adalah dari biopsi insisi/eksisi.

dengan multimodalitas dan multidisiplin, tidak dianjurkan untuk


melakukan mutilasi yang agresif.
1. Lokasi di orbita dan parameningeal termasuk telinga
tengah dan nasofaring. Dilakukan radioterapi sampai 5000
cGy atau khemoterapi dengan kombinasi Vincristine,
Dactinomycin dan Doxorubicin.
2. Lokasi di non orbita dan non parameningeal meliputi regio
parotis, laring, palatum, tonsil, glosis/lidah, buccal/pipi,
nasal/hidung, kepala dan leher. Bila memungkinkan harus
dilakukan eksisi dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant
sampai 4500-5000cGy atau diberikan khemoterapi
Vincristin, Dactinomycin dan Cyclophosphamide (VAC).
3. Lokasi di dinding thoraks, intrathoraks, dinding abdomen,
paraspinal dan retroperitoneal. Terapi utama adalah eksisi
radikal, kalau perlu diberikan adjuvant radioterapi bila
tipenya embryonal.
4. Lokasi di ekstremitas. Dianjurkan untujk eksisi radikal
sampai batas sayatan bebas secara mikroskopis. Tidak
dianjurkan untuk tindakan amputasi atau eksisi
kompartemen atau eksisi grup otot. Bila perlu dapat
diberikan
adjuvant
radioterapi
sampai
5000cGy.
Kemoterapi tidak dianjurkan karena respons kurang baik.
5. Lokasi di genito-urinari. Bila memungkinkan dilakukan
reseksi radikal, bila tidak mungkin dilakukan reseksi
terbatas dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant. Bila
tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dilakukan radioterapi
preoperatif atau neoadjuvant khemoterapi dengan
Vincristin + Dactinomycin dilanjutkan dengan reseksi

e. Prosedur Terapi
Tergantung dari lokasi tumor primer dan berhubungan
dengan tipe histopatologi dan dianjurkan untuk melakukan terapi

72

Anda mungkin juga menyukai