Penderita kanker kini tidak perlu takut kehilangan payudaranya lagi karena
tidak harus dimastektomi (diangkat). Kemajuan teknologi di bidang terapi
kanker payudara seperti breast conservation therapy (BCT) kini
memungkinkan terapi itu tidak perlu mengangkat payudara yang terserang
sel kanker. Hal itu terungkap dalam simposium Indonesia-Singapura yang
diselenggarakan Rumah Sakit Kanker Dharmais dan Parkway Group
Healthcare, di Jakarta, Sabtu (6/4).
Pembicara dari Singapura terdiri dari dr Ngoi Sing Shang, dr Wee Siew
Bock, dan dr Ang Peng Tiam yang membahas kemajuan terapi kanker
payudara, kanker paru-paru, dan kanker usus (kanker kolorektal).
Sedangkan pembicara dari Indonesia adalah dr Abdul Muthalib, dr Anwar
Yusuf, dr Nirwan Arief, dr Agus Waspodo, dr Samuel J Haryono, dan dr
Ronald Hukom.
"BCT masih terus berjalan dan dipantau oleh tim medis dari Belanda.
Dalam setahun ini, belum ada kekambuhan dari para pasien yang diterapi
dengan BCT. Jadi, tingkat keberhasilannya belum bisa diketahui," ujar
Samuel.
BCT diterapikan kepada pengidap kanker payudara tahap satu dan dua.
BCT merupakan gabungan dari operasi dan radiasi, tetapi operasi itu
bukan untuk mengangkat payudara. Setelah dioperasi, dilakukan metode
radiasi. Berbeda dengan mastektomi, meskipun kanker payudara masih
tahap awal (stadium satu dan dua), payudara "dibuang" sehingga si
pengidap kanker payudara merasa takut jika dimastektomi.
Faktor yang mendukung BCT adalah pemetaan limpa dan sentinel node
biopsi (pengangkatan jaringan) yang berfungsi melacak kelenjar getah
bening di ketiak. Kelenjar getah bening merupakan faktor prognostik yang
penting untuk menentukan stadium sel kanker. Selain itu, dengan
pemetaan itu, bisa ditentukan terapi lajutannya.