Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS MANAJEMEN ANESTESI PADA NEONATUS PRETERM

DENGAN TERATOMA SACROCOCCYGEAL

dr. Faisal Randi Djunaidi, dr. Ibnu Siena Samdani, Sp.An


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi Semarang

Abstrak
Teratoma sacrococcygeal (SCT) merupakan jenis tumor sel germinal yang umum terjadi
pada bayi dan anak-anak. Insidennya satu dari 40.000 kelahiran hidup. Tatalaksana utama
kondisi ini adalah reseksi dini secara pembedahan, namun risiko prosedur bedah, morfologi
tumor, serta usia penderita yang masih kecil menjadi tantangan dalam manajemen anestesi.
Dalam laporan kasus ini, kami menyajikan manajemen anestesi pembedahan teratoma
sacrococcygeal ukuran 15,9 x 12,6 x 14,46 cm pada neonatus preterm dengan berat lahir
3.940 gram usia 8 hari yang dilahirkan secara section caesaria.

Kata Kunci : Anestesi, Teratoma Sacroccoygeal

0
I. PENDAHULUAN

Teratoma Sakrokoksigeus (SCT) memiliki insiden 1 per 40.000 kelahiran hidup dan
mewakili lebih dari 50% dari semua tumor pada neonatus. 1 Kasus ini lebih sering terjadi
pada perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 4 : 12. Keganasan lebih
cenderung pada laki-laki dan umumnya berkembang pada area posterior sakrokoksigeus di
minggu kedua hingga ketiga kehamilan.2,3 Istilah Teratoma berarti ‘tumor raksasa’ dalam
bahasa Yunani, dan SCT sering membesar dengan sangat cepat, ukuran rata-rata yang
dilaporkan adalah 8−10 cm.1
Terdapat beberapa teori mengenai patofisiologi yang mendasari terjadinya SCT. Teori
pertama adalah jaringan teratoma berasal dari germ cell primordial totipoten yang berasal
dari sel endodermal yolk sac di sekitar alantois. Sel yang mengalami kegagalan migrasi
akan menjadi teratoma mulai dari otak hingga daerah koksigeus. Teori kedua menduga
teratoma berasal dari sisa Hensen’s node dari primitive streak yang tidak menghilang dan
menetap. Teori ketiga menduga SCT merupakan hasil dari gangguan proses pembelahan
pada gemelli. Faktor genetik autosomal dominan yang berperan untuk pengembangan
tumor sel germinal, cacat tabung saraf, dan anomali bawaan lainnya dianggap memiliki
hubungan pada kejadian SCT.4
Tatalaksana utama SCT adalah pembedahan untuk eksisi total tumor sedini mungkin
setelah anak lahir.2,3
Selama eksisi tumor, fase intraoperatif menjadi rumit karena potensi perdarahan yang
cepat dan masif, transfusi yang masif, hipovolemia, hiperpotasemia, koagulopati, asidosis
dan hipotermia yang mungkin terjadi selama pembedahan. 1,4,5

II. PRESENTASI KASUS


Anamnesa
Seorang neonatus perempuan usia 8 hari, telah dilahirkan secara sectio caesarian
dengan massa pada gluteus yang tampak saat pemeriksaan USG prenatal, dan setelah
dilahirkan pasien kemudian didiagnosis sebagai Teratoma Sakrokoksigeus (SCT).
Setelah lahir, neonatus dievaluasi di ruangan perawatan khusus neonatus sebelum
menjalani prosedur pembedahan. Hasil pemeriksaan fisik secara umum normal, namun
ukuran SCT kurang lebih 15,9 x 12,6 x 14,46 cm dimulai dari perineum, memanjang ke
belakang sakrum dan ditutupi dengan daerah erosi yang kaya vaskular dan sebagian kistik.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, mendapat diet 8 x 25 cc ASI peras, dan terapi dari
bidang pediatrik, infus D15%+ elektrolit jalan 264 cc/11 cc/ jam dilanjutkan D40% 45 ml +
D10% 188 ml + Na (2) 10 ml + K (2) 5 ml + Ca (0.5) 3 ml, infus protein 6% 187,2/7,8 ml/jam

1
(3 gr/kgbb/hari), infus lipid 20% 38,4/1,6 ml/jam (2 gr/kgbb/hari), injeksi ampisilin 120 mg/ 12
jam ( 50 mg/kgbb/ 12 jam ), dan injeksi gentamisin 10 mg/ 24 jam ( 4 mg/ kgbb/ 24 jam).

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum neonatus tampak kurang aktif, dengan heart rate 145 x/menit,
respiratory rate 48 x/menit, suhu 36.6 C, SpO2 : 95-98 % on nasal kanul 1 lpm dengan
berat 3.940 gram.
Pada pemeriksaan VACTERL, didapatkan : Vertebra : tampak teratoma dibawah anus,
Anus : anus (ada), tidak ada fistel retrourethral, Cardiac : tidak sesak, tidak biru, tidak ada
suara tambahan jantung, Trakeal : tidak ada deviasi trakea, Esophagus : nafsu makan
minum baik, tidak mudah tersedak, Renal dan organ genital : Bisa BAK, tidak ada kelainan
genital hipospadia, dan Limb : tidak polidactili, dan tidak sindactili. Pemeriksaan jantung,
paru dan pemeriksaan fisik lainnya masih dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hemoglobin 13.6 g/dL, Hematokrit 39.6 %, Leukosit 11.1 x 10^3 /uL,
Trombosit 211 x 10^3 /uL, SGOT 44 u/l, SGPT 39.6 u/l, LDH 2269 u/l, Albumin 3.2 gdl, Crp
kuantitatif 2.1 mg/dl, Ureum 58 mg/dl, Creatinin 0.5 mg/dl, Natrium 134 mmol/l, Kalium 4.5
mmol/l, Chlorida 103 mmol/l, PPT 15.3 detik/16.7 detik, PTTK 28.6/31.6 detik

Foto Babygram :
Cor tak membesar
Gambaran neonatal pneumonia
Groundglass opacity pada regio sacrococcygeal yang tervisualisasi, curiga massa

Swab antigen : Negatif

MRI coxae dengan kontras :


Massa multiloculated bersepta dengan komponen fat didalamnya pada regio presacral yang
meluas ke caudal membentuk massa prominent (ukuran ± AP 15.9 x LL 12.6 x CC 14.46
cm), mendukung gambaran teratoma sacrococcygeus type I (Altmann classification)
Struktur uterus tampak baik, tak tampak penebalan endometrial line maupun massa pada
myometrium

Status Fisik ASA III

Pengelolaan Anestesi :
Pembedahan dilakukan dibawah anestesi umum. Sebelum tindakan pembedahan,
dilakukan beberapa persiapan, mulai dari penggunaan mesin penghangat pada meja

2
operasi, penggunaan softband pada ekstremitas, pemasangan saturasi oksigen,
elektrokardiografi dan blood pressure non-invasif untuk monitoring selama pembedahan, 2
akses jalur intravena masing – masing terpasang pada ekstremitas bawah dan umbilikalis,
serta 2 packed red cell (PRC) pediatrik untuk persiapan transfusi selama pembedahan.
Premedikasi atropin 0,01 mg/kg dan midazolam 0,1 mg/kg diberikan saat pasien tiba diloket
kamar bedah, kemudian induksi dilakukan dengan fentanyl 2 mcg/kg, atracurium 0,5 mg/kg
dan 8% sevoflurane serta 50-50% campuran O2-Air, selanjutnya pasien diintubasi dengan
pipa endotrakeal uk 3 mm non-kinking uncuff dan di posisikan tengkurap (prone position).
Selama pembedahan kedalaman anestesi dipertahankan dengan 2-2,5% sevoflurane,
50-50% O2-Air dan ventilasi mode pressure control.
Pembedahan berlangsung selama 180 menit, dengan lama anestesi 240 menit, total
perdarahan selama pembedahan sebanyak 130 cc, urin 32 cc, cairan masuk 100 cc Ringer
laktat, 50 cc NaCl 0,9% dan 100 cc PRC.
Kehilangan darah yang terjadi selama pembedahan segera dilakukan penggantian
dengan transfusi, tanpa disertai timbulnya gejolak hemodinamik yang berarti dan
penggunaan obat – obatan supportif.
Pada akhir pembedahan, upaya nafas spontan pasien belum adekuat, sehingga
endotrakeal tube tetap dipertahankan tanpa dilakukan ekstubasi. Keadaan umum pasien
tampak lemah, dengan heart rate 128 x/menit, respiratory rate 40 x/menit, suhu 37 C, SpO2
100 % Jacksoon Rees 4 lpm, pasien kemudian ditransport ke NICU untuk pemantauan dan
pengelolaan lebih lanjut.
Laboratorium pasca pembedahan didapatkan : Hemoglobin 10,5 g/dL, Hematokrit 31,9
%, Leukosit 11,2 x 10^3 /uL, Trombosit 114 x 10^3 /uL, Gula darah sewaktu 146, Albumin
2,7 g/dl, calcium 2,00 mmol/L, natrium 129 mmol/L, kalium 4,1 mmol/L, klorida 99 mmol/L,
pH 7,34, PCO2 27,9, PO2 118,5, Fio2 35,0, HCO3 14,8, BE -10,3, SO2C 98,2.
Follow up NICU pasca bedah, keadaan umum pasien tampak lemah dan kurang aktif,
heart rate 145 x/menit, respiratory rate 48 x/menit, suhu 36,9 C, SpO2 : 95-98 % on
ventilator mode PC – AC, FiO2 35%. Diprogramkan transfusi darah dan koreksi albumin
post pembedahan dan dilakukan pemantauan berkala rembesan darah dari situs
pembedahan.

III. DISKUSI
Teratoma sakrokoksigeus (SCT) merupakan jenis tumor germ cell yang muncul dari
regio presakral. Meskipun relatif langka, SCT adalah tumor paling sering pada neonatus. 1,5,6
SCT telah diklasifikasikan oleh American Academy of Pediatric Surgery (AAPS) menjadi
empat kategori sesuai dengan derajat ekstensinya: 6 Tipe I: didominasi tumor eksternal
dengan minimal komponen presakral (47%). Tipe II: Massa tumor eksternal tetapi dengan

3
signifikan ekstensi intrapelvis (35%). Tipe III: Massa tumor eksternal dengan predominan
komponen panggul atau perut (8%). Tipe IV: Tumor presakral (sepenuhnya di dalam perut)
tanpa komponen eksternal (10%).
Pada kasus ini, berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan tumor di
daerah eksterna sakrokoksigeus dan pada pemeriksaan MRI tidak tampak massa
intrapelvis, sehingga berdasarkan klasifikasi dari AAPS, jenis SCT pada pasien ini sesuai
dengan tipe I yang merupakan tipe terbanyak. 5
Evaluasi pada pasien SCT harus dilakukan secara menyeluruh untuk mencari kelainan
lainnya. Neonatus dengan SCT dapat membutuhkan perawatan intensif akibat prematuritas,
gagal jantung, disseminated intravascular coagulation dan perdarahan atau ruptur tumor.7
Pada pasien ini kondisi postnatal baik sehingga tidak dilakukan perawatan di ruang
intensive.
Terapi utama pada SCT adalah pembedahan. 6,7
Pasokan darah utama ke teratoma
sakrokoksigeus berasal dari arteri sakralis mediana sehingga ligasi pada pembuluh darah
tersebut diperlukan untuk mengurangi perdarahan selama pembedahan. Karena tumor ini
dienkapsulasi, diseksi dapat dilakukan pada bidang avaskular antara tumor dan jaringan
normal sekitarnya yang terkompresi.3 Faktor penting dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas adalah pencegahan berulangnya tumor dan keganasan. Eksisi tumor harus
dilakukan secara lengkap.4,5 Pemeriksaan rektal dan USG serial serta pemeriksaan serum
alpha-fetoprotein dapat digunakan untuk memantau kekambuhan. Kadar alpha-fetoprotein
yang menetap atau meningkat dari level normal mengarah pada keganasan.5,7
SCT yang diangkat secara total melalui pembedahan, memiliki tingkat kelangsungan
hidup sekitar 77% - 94% 1. Waktu pembedahan yang dianjurkan adalah segera mungkin
setelah bayi dilahirkan, karena penundaan tindakan dapat mencetuskan terjadinya
koagulopati1,4,5. SCT yang besar dan kaya vaskular, berpotensi menimbulkan perdarahan
masif selama pembedahan dan menjadi penyebab utama kematian intraoperatif hingga 3,8
% kasus. 1,4-7.
Dalam pembedahan SCT, manajemen anestesi mempunyai tantangan tersendiri, yang
didasari pada kondisi awal pasien, resiko pembedahan dan pasca pembedahan. Pada
kasus ini, informed consent anestesi dimintakan kepada pihak keluarga dengan pemberian
informasi edukasi yang jelas yang berhubungan dengan resiko pembiusan dan
pembedahan. Penggunaan obat anestesi dipertimbangkan dengan kondisi organ tubuh
pasien yang belum matur karena lahir dalam kondisi preterm, sehingga digunakan
atracurium sebagai muscle relaxan. Darah untuk kebutuhan transfusi juga dipersiapkan
dengan akses dua jalur intravena yang lancar serta ruang NICU untuk evaluasi dan
pemulihan pasca bedah juga siap saat akan dilangsungkan pembedahan.

4
Masalah lain yang juga mungkin timbul pada pembedahan SCT adalah hipotermia
selama pembedahan akibat kehilangan panas dari situs tumor besar yang diambil.1,4,6 Pada
kasus ini, antisipasi terhadap kejadian hipotermi telah dilakukan dengan menggunakan
penghangat pada meja operasi dan softband yang diselimuti pada ekstremitas pasien.
Beberapa penelitian melaporkan kasus SCT yang stabil dan membutuhkan sedikit
transfusi darah selama pembedahan. Kasus yang dilaporkan Silay dkk.7 menunjukan
ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi kurang dari 5 menit setelah eksisi massa 980 g
dari bayi berusia 40 minggu, namun kestabilan hemodinamik dapat dijaga dengan transfusi
100 cc darah dan pemberian infus inotropik.7 Selama eksisi massa 850 gr dari bayi berusia
38 minggu bobot 4.460 gr, Akin et al.6 menyelesaikan pembedahan tanpa transfusi darah.
Transfusi PRC harus dipertimbangkan pada kondisi perdarahan akut yang melebihi 10%
dari volume darah total, pada neonatus diberikan dengan dosis 20 ml/kg. 8 Pada kasus ini,
komponen darah PRC sejumlah 100 cc ditransfusikan tanpa disertai gejolak hemodinamik
yang signifikan dan tanpa penggunaan obat support hingga pembedahan akhir, namun
evaluasi pasca bedah ditemukan kesan asidosis metabolik pada analisis gas darah, hal ini
bisa disebabkan oleh karena terjadinya keadaan hipoksia pada pasien yang dihubungkan
dengan mulai waktu dijalankannya transfusi.
Pasca pembedahan, idealnya dilakukan perawatan di ruang intensive untuk melakukan
evaluasi dan monitoring lanjutan pasca bedah. Beberapa kasus yang dilaporkan
memberikan hasil memuaskan, dimana pasien mengalami perbaikan dan meninggalkan
rumah sakit diantara 15 – 65 hari pasca pembedahan.6,7

IV. KESIMPULAN
Risiko morbiditas dan mortalitas pada SCT yang besar dan kaya vaskularisasi cukup
tinggi pada nenoatus prematur. Penyebab utama kematian adalah perdarahan masif saat
durasi pembedahan. Oleh karena itu, pada pasien SCT yang direncanakan pembedahan,
maka produk darah sudah harus disiapkan, jalur intravena besar harus ditempatkan,
pemantauan hemodinamik invasif harus dilakukan dan kondisi hipotermi selama
pembedahan harus dihindari.

5
REFERENSI

1. Abraham E, Parray T, Ghafoor A. Complications with massive sacrococcygeal tumor


resection on a premature neonate. J Anesth 2010;24(6):951-954.
2. Kremer ME, Wellens LM, Derikx JP, van Baren R, Heij HA, Wijnen MHWA, et al.
Hemorrhage is the most common cause of neonatal mortality in patients with
sacrococcygeal teratoma. J Pediatr Surg 2016;51(11):1826-1829.
3. Singh A, Jain M, Majumdar M, Jain BB. Anesthetic Management of Sacrococcygeal
Teratoma-A Case Report. Ann Int Med Den Res 2018;4(4):AN01-3.
4. Russell A. Investigation of a fetal mass — sacrococcygeal teratoma. 2015;96–100.
5. Yoon HM, Byeon S, Hwang J, Kim JR, Jung AY, Lee JS. Sacrococcygeal teratomas
in newborns : a comprehensive review for the radiologists. 2018;59(2):236–46
6. Girwalkar-Bagle A*, Thatte W.S, Gulia P Sacrococcygeal teratoma: A case report
and review of literature. ANAESTH, PAIN & INTENSIVE CARE; VOL 18(4) OCT-
DEC 2014
7. Özcan F.G, Erol M, Güneyli H.C, Demirgan1 S, Yavuz MB, Anesthetic Management in
Premature Newborn with Huge Sacrococcygeal Teratoma: A Case Report. Bagcilar Med Bull
2020;5(3):144-147 DOI: 10.4274/BMB.galenos.2020.07.33
8. Wahidiyat P.A, Adnani N.B. Transfusi Rasional pada Anak Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 18, No. 4, Desember 2016

6
Gambar 3. MRI kontras Sakrokoksigeus
Gambar 1. Teratoma sakrokoksigeus pada
neonatus perempuan usia 8 hari Gambar 4. Paska Eksisi SCT

Gambar 5. Makroskopis SCT

Gambar 2. Foto Babygram

Anda mungkin juga menyukai