Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Ketamin merupakan agen penghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang


disebut juga sebagai anestesi disosiatif denga efek samping pada neurostimulator. Dalam
beberapa tahun terakhir, beberapa percobaan penelitian serta kajian sistematis dan metaanalisis menunjukkan kegunaan ketamin sebagai analgesik kuat yang digunakan dalam dosis
intravena sub anestesi, dan juga sebagai obat penenang. Selain itu, ketamin tercatat memiliki
sifat anti-toleransi, anti-hiperalgesia dan anti-allodinia yang mungkin merupakan efek
sekunder dari sifat inhibisi dari reseptor NMDA. Toleransi, hiperalgesia dan fenomena
allodinia merupakan komponen utama dari resistensi opioid dan nyeri yang bersifat patologis
sering terlihat dalam kondisi klinis yang melibatkan antara lain nyeri neuropatik, opioidinduces hiperalgesia dan allodinia. Semua kondisi ini menjadi tantangan untuk dapat
ditangani dengan baik. Pada dosis yang rendah, ketamine tidak bersifat merugikan dan juga
memiliki efek yang baik dalam mengurangi insidensi dari opioid-induces yang
mengakibatkan mual dan

muntah. Karena itu, ketamin dapat menjadi tambahan yang

berguna untuk mengontrol rasa sakit pasca operasi. Studi tambahan diperlukan untuk
mengetahui peran ketamine pada periode segera saat post-operatif setelah dilakukannya
intervensi pembedahan yang menimbulkan nyeri hebat, juga untuk mengetahui tindakan
preventif dan pengobatan untuk nyeri kronis.
Di United States terdapat kira-kira 25 juta pasien rawat inap yang menjalani prosedur
pembedahan setiap tahunnya. Perhatian utama dan tantangan bagi pasien dan para dokter
adalah procedural untuk perawatan nyeri yang adekuat. Meskipun perkembangan teknologi
sudah sangat maju, namun dalam praktek klinis masih terdapat lebih dari 80% pasien yang
menjalani kontrol nyeri yang tidak adekuat yang dihasilkan dari nyeri postoperative yang
bersifat persisten, pemanjangan masa rawat inap dan gangguan rehabilitasi. Pengobatan yang
berlebihan dapat mengakibatkan efek samping terkait dengan penggunaan analgesik yang
berlebihan termasuk peningkatan morbiditas dan mortalitas, resiko lebih tinggi pada jantung,
paru, pencernaan, dan komplikasi pada sistem imun, dan juga dapat meningkatkan kejadian
tromboemboli. Efek samping lainnya termasuk sistem saraf pusat (SSP) dimediasi sedasi dan
komplikasi paru termasuk aspirasi dan atelektasis.

BAB II
PEMBAHASAN

Sifat Farmakologi
Ketamin telah diketahui merupakan obat anestesi yang ideal karena sifatnya
tergantung pada dosis dan efek yang konsisten pada seluruh pasien. Telah dilakukan
percobaan pada hewan bahwa pemberian ketamin dalam dosis rendah memiliki efek
analgesia sedangkan pada dosis tinggi akan menimbulkan efek anestesi, ketamin dapat
bekerja secara sinergis dengan opioid, keadaan ini dapat terjadi pada dosis yang disebut dosis
ketiga dari ketamin dimana ketamin akan menjadi tidak berefek analgesia, studi klinis
dibutuhkan untuk mengkonfirmasi efek dosis ketiga dari ketamin pada manusia.
Ketamin merupakan antagonisnon-kompetitif pada reseptor NMDA dengan sifat
analgesic dan sifat antihiperalgesik. Pusat kiral pada atom C2 dari cincin sikloheksana
menimbulkan dua enantiomer ketamin yaitu (S(+)- dan R(-)-). Dua enantiomer tersebut
mengikat pada tempat phencyclidinic di jalur post sinaps dan mengurangi frekuensi dan
waktu pembukaan dari kanal ion. Blokade pada NMDAterjadi melalui daya mekanisme yang
berbeda. Yang pertama, dengan cara memblok kanal terbuka, kemudian mengurangi waktu
rata-rata pembukaan kanal. Kedua, setelah terjadi pengikatan pada reseptor yang tertutup
konsentrasi yang tinggi ini akan mengurangi frekuensi pembukaan anal tersebut melalui
mekanisme allosteric. Ketamin dalam dosis rendah dominan meyebabkan blokade pada
kanal tertutup, sedangkan ketamin dalam dosis tinggi menghasilkan blokade, pada kedua
kanal yang tertutup maupun terbuka. Perbedaan mekanisme dari blockade reseptor ini
berdasarkan pada konsentrasi ketamin. Pada konsentrasi yang rendah sifat analgesik menjadi
sangat jelas. Sedangkan pada konsetrasi yang tinggi sifat anastesi-lah yang lebih jelas terlihat.
Pada keadaan nyeri kronis, peningkatan regulasi dari reseptor NMDA menghasilkan
peningkatan sensitisasi sentral dan hiperalgesia, akibatnya antagonis seperti ketamin
mempunyai peran untuk menghentikan transmisi nosiseptifaferen ke otak. Ketamin juga
mempertahankan tekanan darah dan menjaga pernafasan spontan dan reflex laringeal.
Berbagai studi in vitro telah mendemonstrasikan bahwa blok ketamin memiliki
afinitas tinggi dari reseptor dopamin D2. Ini mungkin juga menjelaskan bahwa efek
psikomimetik dapat terjadi seperti telah dijelaskan katalepsi terlihat selama puncak efek
2

anestesi. Studi in vitro lainnya juga menjelaskan bahwa ketamin mempunyai efek
antiinflamasi, efek ini mengurangi produksi TNF , IL6, IL8 dan menekan ekspresi NFKB
yang konon memiliki peran penting pada respon inflamasi. Namun, mekanisme mengapa
pasti ketamin memiliki efek anti inflamasi masih belum jelas.
Jalur Pemberian dan Dosis untuk Ketamin
Ketamin dapat diberikan melalui jalur yang berbeda : oral (PO), subkutan (SC), infus,
per-rektal, intramuscular (IM), intravena (IV), dan transdermal. Selain itu larutan dan bubuk
intranasal juga dapat digunakan. Jalur yang paling sama digunakan pada post operatif adalah
jalur IV.
Perbedaan Dosis Berdasarkan Cara Pemberian
Dosis awal yang biasa diberikan peroral adalah 10-25mgq8h dan interval dari dosis
q4-12 telah dilaporkan. Dosis tersebut dapat dinaikkan sampai dengan 0,5-1mg/kg q8h. Dosis
maksimum yang dilaporkan adalah 200 mg q6h. Untuk pemberian transdermal menggunakan
5-15% dalam Pluronic Lecithin Organogel, sering dikombinasikan dengan ketoprofen 10%
dan lidokain 5%. Tabel 1 terdiri dari beberapa petunjuk untuk pasien yang membutuhkan
ketamin untuk memastikan keselamatan pasien. Dosis SC adalah 10-25mg (0,2-0,5
mg/kgBB) diberikan perlahan sesuai kebutuhan sebagai contoh, umumnya digunakan untuk
penggantian penjahitan luka dan debridemen luka. Dosis tunggal analgesik dari ketamin
berkisar antara 0,2-0,5 mg/kgBB IV dan 0,5-1,0 mg/kgBB IM diberikan selama 1-2 menit.
Dosis yang lebih besar akan menyebabkan depresi pernafasan. Infus IV kontinu biasanya
dimulai dari dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/jam. Dosis kecil dari antisialogogue mungkin diperlukan
untuk mencegah hipersalivasi. Pada dosis yang lebih tinggi, keadaan disosiatif dapat
diinduksi dengan pemutusan thalamoneocortical dan sistem limbik.

Tabel 1.

Ketamin Sebagai Pengobatan Pada Nyeri Kronis dan Nyeri Akut


Ketamin telah digunakan sebgai pengobatan pada nyeri kronis dan nyeri akut studi
evidence based menyatakan bahwa penggunaan ketamin pada nyeri kronis yang dilakukan
oleh Corell et al, melakukan tinjauan retrospektif dari 33 pasien dengan chronic regional pain
syndrome (CRPS) pada pengobatan terapi infus sub anestesi ketamin. Studi tersebut
menunjukkan beberapa bukti bahwa infus ketamin dosis rendah adalah aman dan merupakan
pengobatan yang elektif untuk pasien dengan intoleransi CRPS. Fokus utama studi ini adalah
disfungsi hepatik dan efek samping pada SSP.
Sebuah studi retrospektif yang lebih besar melakukan penelitian terhadap khasiat dan
tolerabilitas pada ketamin untuk pengendalian nyeri akut perioperatif pada dewasa yang akan
dilakukan oleh Bell et al. penilaian dari 37 percobaan, mengurangi intensitas nyeri atau
mengurangi kebutuhan obat ataupun keduanya pada tingkat perioperatif. Analisis kuantitatif
menunjukkan bahwa dalam 24 jam pertama setelah operasi ketamin kan menurunkan
kebutuhan morfin dan menurunkan insidensi mual dan muntah pada post operasi. Penulis
mengatakan bahwa tinjauan tersebut merupakan heterogen, interpretasi dari data harus
dilakukan dengan hati-hati terutama saat menyarankan regimen untuk penggunaan ketamin,
misalnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2, berikut merupakan tabel yang digunakan
oleh pusat pelayanan nyeri di akademi perawatan tersier.
Tabel 2.

Tabel diatas merupakan dosis infus ketamin yang disarankan berdasarkan pada berat
badan pasien untuk permulaan infus ketamin kontinu. Dosis ketamin yang direkomendasikan
untuk inisiasi terapi berkisar dari 60-120g/kgBB/jam(0,06-0,12 mg/kg/h).
Norketamin diproduksi setelah injeksi IV. Sementara studi kecil-kecilan telah
dilakukan pada manusia baru-baru ini dilakukan untuk mengevaluasi efek dari norketamin
pada anelgesik ketamin dan menunjukkan tidak ada hubungan antara norketamin dalam
meredakan nyeri akut.
Ketamin merupakan senyawa yang sangat hipofilik dan terdistribusi cepat ke sirkulasi
sistemik. Telah diketahui bahwa pada manusia 47% dari ketamin terikat pada protein plasma
dan fraksi bebas bertanggung jawab untuk menentukan tingkat difusi ke lokasi ketamin
beraksi. Ketamin dimetabolisme oleh hati dibantu oleh enzim CYP3A4, CYP2B6, CYP2C9
melalui N demetianida dan oksidasi untuk norketamin (metabolit primer aktif) dan dehidroksi
norketamin (metabolit inaktif). Norketamin merupakan sepertiga dari seperlima serupa
ampulnya dengan ketamin, namun dapat memberikan efek anestesi yang berkepanjangan. Hal
ini di metabolism oleh CYP2A6 dan CYP2B6 untuk 4-,5-, dan 6- hidroksinorketamin.
Setelah glukoronidase dari norketamin dan hidroksinorketamin di hepar, dua-duanya di
eliminasi melalui ginjal dan empedu.
Penelitian terbaru menyorot sifat analgesik yang dimediasi oleh ketamin dan
neuroproteksi oleh antagonis pada resptor NMDA. Amnesia dan sedasi diproduksi oleh
ketamin dihubungkan dengan beberapa kerugian pada kardiopulmonal, sehingga bermanfaat
dalam procedural sedasi khusunya dengan ventilasi spontan biasanya sering terlihat pada
keadaan gawat darurat. Penggunaan ketamin yang menekan biaya menjadi pilihan yang
menarik.
Ketmain memiliki efek sparing dari morfin pada dosis sub anestesi, dengan demikian
hal ini tentu meningkatkan fungsii respiratorius dan stabilitas hemodinamik. Tambahan lagi,
ketamin dosis rendah tidak menimbulkan respon tipikal dari peningkatan denyut nadi dan
peningkatan tekanan darah yang sering dikaitkan dengan pemberian ketamin. Tetapi
kombinasi yang dapat menurunkan efek samping dari opioid dan prekursornya telah
berkembang pada pemberian ketamin dosis rendah. Efek psikomatik dipicu oleh karena
anestesi disosiatif yang ditimbulkan, agitasi, mual dan muntah merupakan hal yang sering
terjadi dalam praktek klinis.

Penggunaan Terbaru Ketamin


Penggunaan ketamin yang merupakan derivat phencyclidine sebagai analgesik yang
berpotensial pertama kali diidentifikasi pada awal tahun 1960-an. Ketamin merupakan salah
satu dari 200 derivat analgesik yang digunakan sehari-hari. Bagaimanapun juga, fokus utama
tentang efek psikotomimetik yang ditimbulkan oleh ketamin menurunkan popularitas dari
ketamin itu sendiri. Khasiat awal dari ketamin berfokus pada manfaat dari analgesik yang
ditimbulkan dan juga sebagai induksi pada manfaat analgesiknya tidak terlalu difokuskan
sampai pada akhirnya ketamin dipasarkan pada tahun 1970. Setelah mendapat persetujuan
oleh Food and Drug Administration. Penelitian mengembangkan bahwa ada efek positif dari
ketamin untuk analgesik lainnya adalah sama adekuat dalam hal mengurangi nyeri pada
pemantauan keadaan stabilitas hemodinamik. Ketamin merupakan zat dengan kelarutan
tinggi dalam lemak dan dosisnya tergantung anestesi dan analgesik yang dapat diberikan
secara oral, rektal, intranasal, IV, IM atau intratekal. Pemberian ini berhasil meredakana
nyeri nosiseptik maupun nyeri neuropatik. Meskipun ketamin diketahui dapat menyebabkan
peningkatan TIK tapi sudah dapat ditoleransi selama prosedur pembedahan saraf dan pasien
tidak terus-menerus akan mengalami kerusakan neurologis pada operasi kardiopulmonal.
Stimulus nosiseptif diketahui dapat mencetuskan pelepasan katekolamin dan hal ini
menyebabkan gangguan pada sistem respirasi dan fungsi imun, beberapa komplikasi dapat
memperpanjang waktu rawat inap, memperbanyak biaya, dan memicu terjadinya nyeri
kronis. Ketamin menawarkan sedasi yang lebih baik dan efek analgesik dan efek respirasi
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan midazolam atau fentanyl. Tambahan lagi, ini
menumbulkan anxiolysis ketika mengendalikan stabilitas kardiovaskular. Demikian studi
terbaru, menyarankan keuntungan ketamin dalam mengobati nyeri kronis.
Ketamin Sebagai Analgesik
Tipikal obat analgesik meningkatkan skor nyeri dan menurunkan komplikasi
analgesik sementara itu juga memungkinkan rehabilitasi yang lebih cepat dan periode
mobilisasi. Meskipun laporan awal bahwa ketamin memiliki efek disosiatif yang tidak
diinginkan, penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa obat ini memiliki banyak keuntungan
dalam penggunaanya selama prosedur pembedahan. Penambahan ketamin sebagai terapi
adjuvant untuk opioid dalam pengobatan pasca operasi menghasilkan analgesik post operatif
yang efektif. Serta dipakai juga sebagai pelemah pada keadaan toleransi akut analgesik
terhadap opioid dan mencegah nyeri yang dapat timbul kembali pasca pemberian opioid.
7

Oleh karena itu, kombinasi ketamin/opioid dapat menghasilkan pengurangan dosis


untuk opioid dan masa analgesik yang lebih lama. Dalam rangka untuk menilai efikasi
ketamin IV dalam meminimalkan analgesia post operatif, dilakukan percobaan randomized
double-bind clinical yang dilakukan pada 40 pasien yang menjalani laparoskopi
kolesistektomi elekti. Pasien berusia >18 tahun, ASA I dan II dilibatkan dalam penelitian
tersebut. Mereka dengan indeks masa tubuh <18 atau >35 kg/m 2, mempunyai riwayat
memakai obat-obatan secara kronis, peminum alkohol, pasien dengan kontraindikasi opioid,
ketamin dan NSAID disingkirkan , dua kelompok yang diidentifikasi dalam penelitian ini,
kelompok propofol (Diberikan propofol dan alfentanil dengan ketamin). Jumlah dosis
tambahan alfentanil dan total jumlah yang diberikan intraoperatif dicatat. Penilaian nyeri dan
banyaknya analgesik yang diberikan dicatat secara akumulatif di post anestesi care unit
(PACU), selama pasien di dalam PACU dan 24 jam pasca operasi. Studi ini menunjukkan
kelompok pasien yang diberikan ketamin memiliki efek analgesik yang lebih baik baik intra
maupun post operatif. Tambahan, konsumsi agen analgetik pada kelompok ketamin
berkurang ketika dibandingkan dengan kelompok propofol. Setelah itu, penggunaan ketamin
sebagai obat untuk nyeri pasca operasi menjadi diakui.

Tabel 3.

10

Ketamin Pada Epidural


Terjadi peningkatan minat dalam penggunaan ketamin via pemberian secara epidural
untuk analgesik post operatif sebagai bagian dari rejimen multimodal. Studi dari 100 pasien
yang dilakukan oleh Sethi et al. studi tersebut mempelajari peran ketamin yang diberikan via
epidural untuk analgesik post operatif saat dikombinasikan bersama dengan bupivacain dan
morfin pada paisen yang menjalani operasi besar perut bagian atas. Namun timbul
kekhawatiran karena pada percobaan terhadap hewan ada kecenderungan neurotoksisitas dan
laporan terjadinya myelopati spinal setelah pemberian injeksi intratekal ketamin dosis besar.
Ketamin bebas pengawet dalam konsentrasi 0,2 mg/ml digunakan dalam penelitian tersebut
untuk menghindari kemungkinan neurotoksisitas karena epidural ketamin.
Subramaniam et al. mempelajari penggunaan ketamin melalui jalur epidural pada 46
pasien dengan status ASA I dan II yang menjalani operasi besar perut bagian atas. Mereka
menumukan bahwa pasien yang menjalani operasi besar bagian perut terdapat peningkatan
analgesik tanpa peningkatan efek samping selama pemberian ketamin yang diencerkan pada
dosis 1 mg/kgNN dengan morfin 50 g/kgBB. Studi klinis lainnya diperuntukkan untuk
mengevaluasi penggunaan rutin epidural ketamin.

11

Kelemahan Ketamin
Penggunaan non medis dari ketamin mulai menyebar luas setelah diketahui ketamin
memiliki sifat anestesi dan bersifat psikostimulator. Penggunaan ketamin sebagai klub obat
meningkat popularitasnyaselama tahun 1990-an. Ketamin juga dikenal dengannama special
K, vitamin K dan LA coke dan ini digunakan oleh para pemuda untuk mendapatkan
efek perubahan kesadaran, delirium dan memperlambat persepsi waktu. Obat ini murah dan
sangat mudah didapatkan dan dapat dengan baikdihisap melalui hidung dalam sediaan bubuk,
dapat juga ditambahkan pada rokok atau diberikan injeksi secara IV maupun IM. Namun
ketamin juga bersifat sangat adiktif, beberapa studi telah mendemonstrasikan efek jangka
pendek maupun jangka panjang pada tubuh manusia. Sesekali penggunaan ketamin dapat
mengganggu pekerjaan, episodik dan terjadi semantik memori. MRI mendeteksi bahwa
terdapat perubahan di otak yang diteliti pada 21 orang yang kecanduan ketamin untuk dapat
mengetahui berbagai daerah otak manusia yang dapat terjadi cedera ketamin kronis. Usia
pada studi tersebut berkisar antara 19-48 tahun dengan riwayat tumor otak atau kelainan
neurologis disingkirkan dari studi tersebut.subjek telah digunakan ketamin 0,2-0,3 gr/hari
dalam durasi 0,5-12 tahun. Terlihat atrofi pada daerah frontal, parietal, korteks oksipital.
Lobus prefrontal, batang otak dan korpus striatum pada pecandu dengan tingkat keparahan
tergantung pada durasi dari adiksi itu sendiri. Hal ini terutama berfokus pada pengguna dan
pelaku dari ketamin cenderung terjadi pada remaja dan dewasa muda. Ketamin dapat
melewati plasenta ke sirkulasi janin, menyebabkan atrofi otak dari janin. Kelemahan lain dari
ketamin adalah efek merusak pada kandung kemih dan ginjal yang mengarah ke perdarahan
dan kejadian inkontinensia.
Sementara ketamin penggunaan dosis tunggal maupun dikombinasikan dengan obat
lainnya terbukti berhasil, kegunaanya masih terbatas. Ketamin telah dibuktikan dapat
memperburuk perilaku individu dengan gangguan obsesif kompulsif, dan menciptakan ide
bunuh diri. Individu dengan sindrom kisbourne yang juga dikenal sebagai opsoclonusmyoclonus ataxia, tampak terjadi peningkatan myoclonus dan opsoclonia bila diberikan
ketamin dan atropin. Karena ketamin berpotensi menimbulkan halusinasi, pasien dengan
penyakit kejiwaan atau pasien penyalahguna alkohol atau amfetamin seharusnya tidak
diberikan ketamin, karena dapat memperburuk keadaan yang sudah ada sebelumnya.

12

BAB III
KESIMPULAN

Singkatnya, ketamin merupakan analgesik kuat yang diperuntukkan pada sub anestesi
tanpa efek kerugian pada neuropsikiatri. Ketamin menurunkan intensitas nyeri pada periode
post operatif, dan ini telah terbukti pada praktek klinis dimana terjadi penurunan konsumsi
opioid, menurunkan efek samping dari opioid dan meningkatkan waktu penyelamatan
analgesik. Semua manfaat menarik ini menunjukkan bahwa ketamin merupakan adjuvant
yang berguna dalam pengubatan nyeri pasca operatif. Penelitian lanjutan diperlukan untuk
menentukan apakah pemberian ketamin pada perioperatif berguna untuk pengobatan nyeri
pasca operasi yang diketahui mengakibatkan sakit berat dan dalam pencegahan dan
pengobatan nyeri kronis.

13

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Vadivelu N, Schermer E, Kodumudi V, Belani K, Urman RD, Kaye AD. Role of


Ketamine For Analgesia In Adults And Children. J Anaesthesiology Clinical
Pharmacol 2016;32:298-306.

14

Anda mungkin juga menyukai