Anda di halaman 1dari 227

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Tujuan Pembelajaran Umum:


Mengenalkan sifat baja struktur dan membandingkannya dengan material beton,
kemudian menjelaskan sejarah penggunaan dan proses pembuatan baja struktur serta
jenis profil yang ada di pasaran Indonesia.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan kompetensi kepada mahasiswa untuk pemahaman terhadap sifat baja
struktur, proses pembuatan, jenis baja profil yang ada di pasaran, dan penggunaan
computer sebagai alat bantu untuk memudahkan perancangan.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

1.1 Kelebihan Baja sebagai Material Struktur


Jika kita menyimak bangunan sekitar kita baik berupa jembatan, gedung, pemancar,
papan iklan, dan lainnya akan sependapat bahwa baja merupakan material struktur yang
baik.
Kelebihan dari baja terlihat dari kekuatan, relatif ringan, kemudahan
pemasangan, dan sifat baja lainnya. Kelebihan material baja akan dibahas dalam
paragraf berikut.
Kekuatan Tinggi
Kekuatan yang tinggi dari baja per satuan berat mempunyai konsekuensi bahwa beban
mati akan kecil. Hal ini sangat penting untuk jembatan bentang panjang, bangunan
tinggi, dan bangunan dengan kondisi tanah yang buruk.
Keseragaman
Sifat baja tidak berubah banyak terhadap waktu, tidak seperti halnya pada struktur beton
bertulang.
Elastisitas
Baja berperilaku mendekati asumsi perancang teknik dibandingkan dengan material lain
karena baja mengikuti hukum Hooke hingga mencapai tegangan yang cukup tinggi.
Momen inersia untuk penampang baja dapat ditentukan dengan pasti dibandingkan
dengan penampang beton bertulang.
Permanen
Portal baja yang mendapat perawatan baik akan berumur sangat panjang, bahkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu baja tidak memerlukan perawatan
pengecatan sama sekali.
Daktilitas
Daktilitas didefinisikan sebagai sifat material untuk menahan deformasi yang besar
tanpa keruntuhan terhadap beban tarik. Suatu elemen baja yang diuji terhadap tarik akan
mengalami pengurangan luas penampang dan akan terjadi perpanjangan sebelum terjadi
keruntuhan. Sebaliknya pada material keras dan getas (brittle) akan hancur terhadap
beban kejut. SNI 03-1729-2002 mendefinisikan daktilitas sebagai kemampuan struktur
atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang (siklis) di
luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya
dukung bebannya.
Beban normal yang bekerja pada suatu elemen struktur akan mengakibatkan
konsentrasi tegangan yang tinggi pada beberapa titik. Sifat daktil baja memungkinkan
terjadinya leleh lokal pada titik-titik tersebut sehingga dapat mencegah keruntuhan
prematur. Keuntungan lain dari material daktil adalah jika elemen struktur baja
mendapat beban cukup maka akan terjadi defleksi yang cukup jelas sehingga dapat
digunakan sebagai tanda keruntuhan.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Liat (Toughness)
Baja strukur merupakan material yang liat artinya memiliki kekuatan dan daktilitas.
Suatu elemen baja masih dapat terus memikul beban dengan deformasi yang cukup
besar. Ini merupakan sifat material yang penting karena dengan sifat ini elemen baja
bisa menerima deformasi yang besar selama pabrikasi, pengangkutan, dan pelaksanaan
tanpa menimbulkan kehancuran. Dengan demikian pada baja struktur dapat diberikan
lenturan, diberikan beban kejut, geser, dan dilubangi tanpa memperlihatkan kerusakan.
Kemampuan material untuk menyerap energi dalam jumlah yang cukup besar disebut
toughness.
Tambahan pada Struktur yang Telah Ada
Struktur baja sangat sesuai untuk penambahan struktur. Baik sebagian bentang baru
maupun seluruh sayap dapat ditambahkan pada portal yang telah ada, bahkan jembatan
baja seringkali diperlebar.
Lain-lain
Kelebihan lain dari materia baja struktur adalah: (a) kemudahan penyambungan baik
dengan baut, paku keling maupun las, (b) cepat dalam pemasangan, (c) dapat dibentuk
menjadi profil yang diinginkan, (d) kekuatan terhadap fatik, (e) kemungkinan untuk
penggunaan kembali setelah pembongkaran, (f) masih bernilai meskipun tidak
digunakan kembali sebagai elemen struktur, (g) adaptif terhadap prefabrikasi.

1.2 Kelemahan Baja sebagai Material Struktur


Secara umum baja mempunyai kekurangan seperti dijelaskan pada paragraf dibawah ini.
Biaya Pemeliharaan
Umumnya material baja sangat rentan terhadap korosi jika dibiarkan terjadi kontak
dengan udara dan air sehingga perlu dicat secara periodik.
Biaya Perlindungan Terhadap Kebakaran
Meskipun baja tidak mudah terbakar tetapi kekuatannya menurun drastis jika terjadi
kebakaran. Selain itu baja juga merupakan konduktor panas yang baik sehingga dapat
menjadi pemicu kebakaran pada komponen lain. Akibatnya, portal dengan
kemungkinan kebakaran tinggi perlu diberi pelindung. Ketahanan material baja
terhadap api dipersyaratkan dalam Pasal 14 SNI 03-1729-2002.
Rentan Terhadap Buckling
Semakin langsung suatu elemen tekan, semakin besar pula bahaya terhadap buckling
(tekuk). Sebagaimana telah disebutkan bahwa baja mempunyai kekuatan yang tinggi per
satuan berat dan jika digunakan sebagai kolom seringkali tidak ekonomis karena banyak
material yang perlu digunakan untuk memperkuat kolom terhadap buckling.
Fatik
Kekuatan baja akan menurun jika mendapat beban siklis. Dalam perancangan perlu
dilakukan pengurangan kekuatan jika pada elemen struktur akan terjadi beban siklis.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Keruntuhan Getas
Pada kondisi tertentu baja akan kehilangan daktilitasnya dan keruntuhan getas dapat
terjadi pada tempat dengan konsentrasi tegangan tinggi. Jenis beban fatik dan
temperatur yang sangat rendah akan memperbesar kemungkinan keruntuhan getas (ini
yang terjadi pada kapal Titanic).

1.3 Penggunaan Awal Besi dan Baja


Pertama kali manusia menggunakan logam adalah jenis campuran tembaga yang disebut
bronze yang kemudian berkembang dengan penggunaan material besi yang diberi
material tambahan sehingga menjadi material baja. Diseluruh dunia hingga saat ini, besi
dan baja merupakan logam yang paling banyak diproduksi yaitu hampir 95%.1)
Secara pasti tidak dapat ditentukan kapan manusia mulai menggunakan besi,
tetapi alat penggali dan gelang besi telah digunakan sekitar 5000 tahun lalu di Mesir.
Besi semakin banyak digunakan sekitar 1000 tahun sebelum masehi yang
mempengaruhi peradaban manusia dan juga bidang militer.
Baja didefinisikan sebagai campuran besi dengan sejumlah kecil karbon,
biasanya kurang dari 1%, dan juga elemen lain. Meskipun baja telah dibuat sejak lebih
dari 3000 tahun yang lalu, tetapi tidak ada metoda produksi yang ekonomis sampai
dengan abad 19.
Pada awal pembuatan baja, besi dipanaskan dengan kontak langsung pada arang.
Permukaan besi akan menyerap karbon dari arang yang kemudian ditempa pada saat
besi panas. Pengulangan proses ini akan membuat permukaan baja menjadi lebih keras.
Dengan cara ini dibuat pedang yang terkenal dari Toledo dan Damascus.
Proses pembuatan baja dalam jumlah besar pertama kali dibuat oleh Henry
Bessemer dari Inggris dan mendapatkan paten pada tahun 1855. Bessemer berusaha
mendapatkan paten dari Amerika Serikat pada tahun 1856 tetapi ditolak karena terbukti
bahwa tujuh tahun sebelumnya William Kelly dari Eddyville, Kentucky telah
memproduksi baja dengan proses yang sama seperti yang dilakukan oleh Bessemer.
Meskipun Kelly telah mendapatkan paten, untuk proses pembuatan baja tersebut tetap
digunakan nama Bessemer.
Kelly dan Bessemer menemukan bahwa jika udara ditiupkan melalui besi yang
meleleh maka hampir semua kontaminan dalam logam akan terbuang, tetapi pada saat
yang sama elemen yang dibutuhkan seperti karbon dan mangan juga akan ikut terbuang.
Akhirnya ditemukan bahwa kebutuhan akan elemen tersebut dapat dilakukan dengan
menambahkan campuran besi, karbon, dan mangan. Juga ditemukan bahwa
penambahan batu kapur (limestone) akan menghilangkan pori dan sebagian besar sulfur.
Proses yang dikembangkan oleh Bessemer memotong biaya produksi sebesar
80% dan sejak itu produksi baja dilakukan dalam jumlah besar. Di Amerika Serikat
sampai dengan tahun 1890, proses pembuatan baja masih menggunakan proses
Bessemer.
Pada awal abad 20 metoda Bessemer digantikan dengan metoda yang lebih baik
yaitu proses open-hearth dan proses dasar oksigen.
Sekarang ini di Amerika Serikat dan juga di Indonesia, hampir 80% produksi
baja struktur dibuat dengan melebur baja dari rongsokan mobil yang kemudian dicetak
dan dibentuk ulang.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Istilah cast iron diberikan untuk campuran dengan kadar karbon rendah,
sedangkan untuk kadar karbon tinggi dinamakan wrought iron. Baja mempunyai kadar
karbon diantara keduanya yaitu sekitar 0,15 s.d. 1,7%.
Pertama kali penggunaan logam untuk elemen struktur dengan dimensi tertentu
adalah pada tahun 1779 di Shropshire, Inggris (140 mil (225 km) arah utara-barat
London) dan digunakan untuk jembatan lengkung Coalbrookdale dengan bentang 100 ft
(30 m) yang melintas di atas sungai Severn. Jembatan ini (dan hingga sekarang masih
berdiri) dianggap sebagai titik balik sejarah bidang teknik karena merupakan pertama
kalinya menggunakan besi sebagai material struktur. Besi yang digunakan diperkirakan
mempunyai kekuatan empat kali dan tigapuluh kali lebih tinggi dari pada kayu.
Sebelum tahun 1840 lebih banyak digunakan cast iron dan setelah tahun tersebut
wrought iron mulai menggantikan peran. Pengembangan proses Bessemer dan
kelebihan dari proses open-hearth telah membuktikan bahwa baja memberikan harga
yang kompetitif sehingga produksi baja struktur pada 100 tahun terakhir sangat tinggi.

1.4 Profil Baja


Sejarah profil baja struktur tidak terlepas dari perkembangan rancangan struktur di
Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh negara lain. Bentuk profil yang pertama
kali dibuat di Amerika Serikat adalah besi siku pada tahun 1819. Baja I pertama kali
dibuat di AS pada tahun 1884 dan struktur rangka yang pertama (Home Insurance
Company Builing of Chicago) dibangun pada tahun yang sama. William LeBaron Jenny
adalah orang pertama yang merancang gedung pencakar langit dimana sebelumnya
gedung dibangun dengan dinding batu.
Untuk dinding luar dari gedung 10 lantai Jenny menggunakan kolom cast iron
dibungkus batu. Balok lantai 1 s.d. 6 terbuat dari wrought iron, dan untuk lantai
diatasnya digunakan balok baja struktur. Gedung yang seluruh rangkanya dibuat dari
baja struktur adalah Gedung Rand-McNally kedua di Chicago dan selesai dibangun
pada tahun 1890.
Menara Eiffel yang dibangun pada tahun 1889 dengan tinggi 985 ft dibuat dari
wrought iron dan dilengkapi dengan elevator mekanik. Penggabungan konsep mesin
elevator dan ide dari Jenny membuat perkembangan konstruksi gedung tinggi
meningkat hingga sekarang.
Sejak itu berbagai produsen baja membuat bentuk profil berikut katalog yang
menyediakan dimensi, berat dan properti penampang lainnya. Pada tahun 1896,
Association of American Steel Manufacturers (sekarang American Iron and Steel
Institute, AISI) membuat bentuk standar. Sekarang ini profil struktur baja telah
distandarisasi, meskipun dimensi eksaknya agak berbeda sedikit tergantung
produsennya.
Baja stuktur dapat dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran tanpa banyak
merubah sifat fisiknya. Pada umumnya yang diinginkan dari suatu elemen adalah
momen inersia yang besar selain luasnya. Termasuk didalamnya adalah bentuk I, T, dan
C.
Pada umumnya profil baja dinamai berdasarkan bentuk penampangnya.
Misalnya siku, T, Z, dan pelat. Perlu kiranya dibedakan antara balok standar Amerika
(balok S) dan balok wide-flange (balok W atau IWF) karena keduanya mempunyai

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

bentuk I. Sisi dalam dan luar dari flens profil W hampir sejajar dengan kemiringan
maksimum 1:20.
Balok S adalah balok profil pertama yang diproduksi di AS, mempunyai
kemiringan flens sisi dalam 1:6. Perhatikan bahwa tebal flens profil W yang hampir
konstan dibandingkan profil S dapat mempermudah penyambungan. Sekarang ini
produksi wide-flange hampir 50% dari seluruh berat bentuk profil yang diproduksi di
AS, sedangkan di Indonesia hampir seluruh balok menggunakan profil W. Gambar 1.1
memperlihatkan profil W dan S serta profil lainnya. Bebarapa properti penampang yang
digunakan dalam buku ini mengacu pada Manual of Steel Construction Load &
Resistance Factor Design edisi kedua yang diterbitkan oleh American Institute of Steel
Construction (AISC), 1 Desember 1993. Manual terdiri dari Volume I (Structural
Members, Specifications Codes) dan Volume II (Connections). Selain itu, profil yang
digunakan dalam buku ini juga mengacu pada manual yang dikeluarkan oleh produsen
baja Indonesia.
Profil diberikan singkatan berdasarkan suatu system yang dijelaskan dalam buku
ini untuk digunakan dalam penggambaran, spesifikasi, dan desain. Sistem ini telah
distandarisasi sehingga semua produsen dapat mengacu pada sistem yang sama untuk
tujuan pemesanan, pembayaran, dll. Berikut ini adalah beberapa contoh sistem
singkatan dari profil baja yang digunakan dalam peraturan AISC LRFD-93. Kelebihan
dari sistem penamaan (kodifikasi) yang ada dalam AISC dirasakan lebih memudahkan
karena didasarkan pada berat baja persatuan panjang, selain juga didasarkan pada
dimensi tinggi profil. Oleh karenanya dalam buku ini juga akan digunakan sistem
pengkodean yang serupa.
1. W27 x 114 adalah penampang Wide-flange dengan tinggi penampang mendekati
27 in dengan berat 114 lb/ft.
2. S12 x 35 adalah penampang Standar Amerika dengan tinggi penampang
mendekati 12 in dan berat 35 lb/ft.
3. HP12 x 74 adalah profil untuk tiang pondasi dengan tinggi profil mendekati 12
in dan berat 74 lb/ft. Profil ini dibuat dengan material yang sama seperti profil
W tetapi dengan web yang lebih tebal dengan tujuan supaya lebih kuat terhadap
proses pemancangan.
4. M8 x 6,5 adalah profil dengan tinggi 8 in dan berat 6,5 lb/ft. Berdasarkan
dimensinya, profil ini tidak dapat digolongkan dalam penampang W, S, atau HP.
5. C10 x 30 adalah profil tipe kanal dengan tinggi 10 in dan berat 30 lb/ft.
6. MC18 x 58 adalah sejenis kanal tetapi dari dimensinya tidak dapat
dikelompokkan sebagai C.
7. L6 x 6 x adalah siku sama kaki dengan panjang kaki 6 in dan tebal in.
8. WT18 x 140 adalah profil T yang didapat dengan memotong separuh profil W36
x 240.
9. Penampang baja persegi dikelompokkan menjadi pelat dan bar. Pada umumnya
penampang lebih besar dari 8 in. disebut pelat, sedangkan yang lebih kecil dari 8
in disebut tulangan/batang. Informasi detail dari penampang ini diberikan dalam
Part 1 dari Manual LRFD. Pelat umumnya diberi notasi berdasarkan tebal x
lebar x panjang, misalnya: PL x 6 x 1 ft 4 in.
10. IWF 100x100x17,2 adalah profil wide-flange dengan lebar flens 100 mm, tinggi
profil 100 mm, dan berat per meter 17,2 kg.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

Data profil secara lengkap dapat dilihat dalam peraturan AISC LRFD. Dimensi
diberikan dalam bentuk desimal (diperlukan oleh perancang teknik) dan juga sampai
dengan 1/16 in (digunakan oleh juru gambar). Data lain yang diberikan dalam manual
AISC-LRFD adalah luas penampang, momen inersia, jari-jari girasi, dll.
Tentu saja dalam proses manufaktur baja akan terjadi variasi sehingga besaran
penampang yang ada tidak sepenuhnya sesuai dengan yang tersedia dalam tabel manual
tersebut. Untuk mengatasi variasi tersebut, toleransi maksimum telah ditentukan dalam
peraturan. Sebagai konsekuensi dari toleransi tersebut, perhitungan tegangan dapat
dilakukan berdasarkan properti penampang yang diberikan dalam tabel.
Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dalam penampang baja. Hal ini
disebabkan tidak cukup banyaknya permintaan baja profil tertentu, atau sebagai akibat
dari perkembangan profil yang lebih efisien, dll.
fles

Slope 0-5%

Web

Slope 16 2/3 %

Siku sama kaki


W

Kanal

Slope 16 2/3 %

Siku tidak sama kaki


Profil Z

Balok standar Amerika

Gambar 1.1 Beberapa Bentuk Profil Baja

1.5 Pembuatan Dingin Profil Baja Ringan


Selain pembuatan profil dengan cara pemanasan yang telah dijelaskan dalam sub bab
sebelumnya, cara lain adalah pembuatan profil dengan cara dingin. Hal ini dilakukan
dengan pembengkokan pelat menjadi bentuk penampang yang diinginkan seperti pada
Gambar 1.2. Ini dapat dilakukan untuk mendapatkan profil kecil untuk atap, lantai, dan
dinding dengan ketebalan bervariasi antara 0,01 0,25 in. Profil tipis paling sering
digunakan sebagai panel. Meskipun pembuatan dingin menyebabkan berkurangnya
daktilitas, tetapi kekuatan dapat bertambah. Untuk kondisi tertentu, peraturan
mengijinkan penggunaan kekuatan yang lebih tinggi dari profil ini.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Siku

Profil Z
Dengan
Pengaku

Kanal
Dengan
Pengaku

Kanal

Topi

Profil Z

Topi
Dengan
Pengaku

Gambar 1.2 Profil Hasil Pembuatan Dingin

Pelat beton seringkali dibentuk dengan menggunakan acuan dek metal hasil
pembuatan dingin, dan dek tersebut dibiarkan ditempat setelah beton mengeras.
Beberapa jenis dek telah tersedia dipasaran dengan profil seperti pada Gambar 1.3.
Penampang dengan rusuk yang agak dalam dapat dimanfaatkan untuk peralatan
elektrikal dan mekanikal.

Gambar 1.3 Beberapa Jenis Dek Baja

1.6 Hubungan Tegangan-Regangan Baja Struktur


Pemahaman terhadap perilaku struktur baja sangatlah memerlukan pengetahuan tentang
sifat baja struktur. Diagram tegangan-regangan memberikan informasi yang sangat
penting tentang perilaku baja terhadap beban.
Jika baja struktur diberikan gaya tarik, akan terjadi perpanjangan yang
sebanding dengan gaya yang diberikan. Jadi besar perpanjangan akan dua kalinya jika
gaya yang diberikan bertambah dari 6000 psi (41,37 MPa atau MN/m2) menjadi 12.000
psi (pound/in2 atau lb/in2) (82,74 MPa). Jika tegangan tarik mendekati 1,5 kekuatan
ultimate/batas baja, maka perpindahan akan bertambah lebih cepat dan tidak sebanding
dengan pertambahan tegangan.
Tegangan terbesar yang masih dapat berlaku hukum Hooke atau titik tertinggi
pada bagian linier dari kurva tegangan-regangan adalah batas proporsional. Tegangan
terbesar yang dapat ditahan oleh material tanpa terjadi deformasi permanen disebut
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

batas elastis tetapi nilainya jarang diukur. Untuk material struktur batas elastis sama
dengan batas proporsional.
Tegangan konstan yang disertai perpanjangan atau regangan disebut titik leleh.
Titik ini merupakan titik awal dari diagram tegangan-regangan dengan kemiringan nol
atau horizontal. Titik ini merupakan nilai yang penting untuk material baja karena
perencanaan dengan metoda elastis didasarkan pada nilai tegangan ini. Pengecualian
terjadi pada batang tekan karena nlai dapat tidak dicapai akibat adanya tekuk. Tegangan
ijin yang digunakan dalam metoda ini diambil sebagai persentase atau fraksi dari titik
leleh. Di atas titik leleh akan terjadi pertambahan regangan tanpa penambahan tegangan.
Regangan yang terjadi sebelum titik leleh disebut regangan elastis, sedangkan regangan
setelah titik leleh disebut regangan plastis yang besarnya sekitar 10 sampai dengan 15
kali dari regangan elastis.
Leleh baja tanpa penambahan tegangan dianggap sebagai suatu kelemahan dan
sekaligus kelebihan. Sifat ini seringkali digunakan sebagai pelindung terhadap
keruntuhan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam perancangan. Jika tegangan pada
suatu titik dari suatu struktur daktil mencapai tegangan leleh, elemen dari struktur
tersebut akan leleh secara lokal/setempat tanpa penambahan tegangan sehingga dapat
mencegah keruntuhan prematur/awal. Dengan adanya daktilitas ini, tegangan dalam
struktur dapat diredistribusi atau disebarkan ke seluruh komponen struktur. Demikian
juga dengan tegangan tinggi yang disebabkan oleh fabrikasi, pelaksanaan, atau
pembebanan akan didistribusi dengan sendirinya. Dengan kata lain, struktur baja
mempunyai cadangan regangan plastis sehingga dapat menahan beban yang relatif besar
dan beban kejut. Jika material tidak memiliki sifat daktilitas, akan terjadi kehancuran
mendadak seperti halnya pada gelas atau kaca.
Setelah regangan plastis, terdapat daerah yang dinamakan strain hardening yaitu
daerah dimana diperlukan tegangan untuk terjadinya tambahan regangan, tetapi bagian
ini belum dianggap penting dalam perancangan. Suatu diagram tegangan-regangan baja
struktur diberikan dalam Gambar 1.4.
Disini hanya ditunjukkan bagian awal dari kurva kerena akan terjadi deformasi
yang besar sebelum terjadi keruntuhan. Total regangan baja pada saat terjadi keruntuhan
adalah 150 sampai dengan 200 kali regangan elastis. Kurva akan terus naik mencapai
tegangan maksimum dan selanjutnya akan terjadi pengurangan luas penampang yang
diikuti dengan keruntuhan.
Tipikal kurva tegangan-regangan dalam Gambar 1.4 adalah untuk baja struktur
daktil dan diasumsikan sama untuk tarik dan tekan. (Elemen tekan harus cukup pendek
karena elemen yang panjang akan berdefleksi secara lateral dan sifat material sangat
dipengaruhi oleh momen yang dihasilkan oleh defleksi lateral). Bentuk kurva bervariasi
tergantung pada kecepatan pembebanan, tipe baja, dan temperatur. Salah satu variasi
diberikan dengan garis putus dan dinamakan leleh atas (upper yield) sebagai hasil
pembebanan yang cepat. Leleh bawah (lower yield) didapat jika pembebanan diberikan
dengan lambat.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Tegangan, f = P/A

POLBAN

Leleh elastis
Leleh plastis

Strain hardening

Leleh bawah
Leleh atas

Regangan, = l/l
Gambar 1.4 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Struktur

Perlu diketahui bahwa diagram tegangan-regangan dalam Gambar 1.4 adalah


untuk kondisi temperatur ruangan. Baja terutama dengan kadar karbon tinggi, jika
dipanaskan sampai sekitar 700oF kekuatannya akan sedikit bertambah. Jika temperatur
dinaikkan hingga 800o-1000oF, kekuatannya akan turun drastic, dan pada temperatur
1200oF kekuatan yang tersisa hanya tinggal sedikit saja.
Perbandingan tegangan leleh pada suhu tinggi dan suhu ruangan adalah 0,77
pada 800oF, 0,63 pada 1000oF, dan 0,37 pada 1200oF. Temperatur dalam rentang ini
mudah sekali dicapai pada kondisi kebakaran, pada daerah pengelasan, dll.
Jika baja didinginkan hingga mencapai suhu dibawah 32oF, kekuatannya akan
bertambah sedikit tetapi akan terjadi reduksi cukup besar pada daktilitas dan toughness.
Suatu struktur yang belum mengalami tegangan diatas titik leleh akan kembali
ke posisi semula jika beban ditiadakan. Tetapi jika struktur dibebani diatas tegangan
leleh, maka struktur tidak akan kembali ke posisi semula.
Baja merupakan suatu campuran dengan persentase besi 98%, selain juga
mengandung sedikit karbon, silicon, magnesium, dll. Karbon memberikan pengaruh
besar pada sifat baja. Sifat keras dan kekuatan akan meningkat dengan bertambahnya
jumlah karbon tetapi baja yang dihasilkan akan getas dan sulit untuk dilas. Jika jumlah
karbon terlalu sedikit akan menghasilkan baja yang lunak dan lebih daktil tetapi lemah.
Penambahan kromium, silicon, dan nikel menghasilkan baja dengan kekuatan cukup
tinggi, tetapi baja jenis ini lebih mahal dan sulit untuk difabrikasi.
Tipikal diagram tegangan-regangan untuk baja getas diberikan dalam Gambar
2.2. Material jenis ini memperlihatkan sedikit atau tidak ada deformasi permanen pada
saat runtuh. Tetapi daktilitas rendah atau sifat getas merupakan karakteristik dari baja
kekuatan tinggi. Sedangkan yang diinginkan adalah material dengan kekuatan tinggi
sekaligus daktil sehingga perancang teknik harus memilih antara kedua sifat tersebut.
Baja getas dapat runtuh mendadak jika dibebani berlebihan, dan selama pelaksanaan
dapat runtuh akibat beban kejut.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

10

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Tegangan, f = P/A

POLBAN

Fu

hancur

Fy
Fy = tegangan leleh
Fu = tegangan tarik ultimate

Regangan, = l/l
Gambar 1.5 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Getas

Baja getas mempunyai rentang cukup besar dimana tegangan sebanding dengan
regangan, tetapi tidak mempunyai batas tegangan leleh yang pasti. Sedangkan untuk
menerapkan rumus-rumus untuk desain diperlukan nilai tegangan leleh yang pasti baik
untuk baja daktil maupun getas.
Jika baja lunak ditarik hingga melampaui batas elastis dan kemudian gaya tarik
dihilangkan (unloading) maka tidak akan kembali pada kondisi regangan nol. Pada saat
unloading, diagram tegangan-regangan akan melalui lintasan yang baru seperti yang
ditunjukkan dengan garis putus dalam Gambar 1.5 dan sejajar dengan garis lurus
semula. Hasilnya adalah terjadinya regangan permanen atau regangan residual.
Tegangan leleh dari baja getas biasanya didefinisikan sebagai tegangan dari
lintasan unloading dengan regangan residual 0,002. Jadi dari regangan residual sebesar
0,2% ini kita tarik garis sejajar dengan diagram tegangan-regangan, dan titik
perpotongannya menyatakan tegangan lelehnya.

1.7 Baja Struktur Modern


Sifat baja dapat berubah drastis dengan mengubah kadar karbon dan menambah elemen
lain seperti silicon, nikel, mangan, dan tembaga. Kadar karbon biasanya sangat rendah
yaitu sekitar 0,2-0,3% berdasarkan berat dan tidak lebih dari 0,5%.
Sifat kimiawi dari baja sangat penting karena berpengaruh pada kemudahan
untuk dilas, ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap keruntuhan getas, dll.
American Standard for Testing Material (ASTM) telah mensyaratkan persentase
maksimum dari karbon, mangan, silicon, dll, yang diijinkan untuk baja struktur.
Meskipun sifat fisik dan mekanik dari baja banyak ditentukan oleh komposisi kimia,
sifat baja juga dipengaruhi oleh proses pembuatan dan riwayat pembebanan serta proses
pemanasan.
Di Amerika Serikat sebelum tahun 1995, banyak digunakan baja karbon dengan
notasi A36 dan mempunyai tegangan leleh 36 ksi (248 MPa). Tetapi setelah tahun 1995,
baja dengan tegangah leleh 50 ksi (345 MPa) telah dapat diproduksi dengan harga yang

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

11

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

hampir sama dengan baja A36. Baja bertegangan leleh 50 ksi (345 MPa) ini dihasilkan
dari peleburan kembali baja mobil tua dengan proses electric furnace.
Sekarang ini banyak permintaan dari pihak perencana dan pelaksana konstruksi
untuk baja yang lebih kuat, lebih tahan korosi, lebih mudah untuk dilas, dll. Penelitian
oleh industri baja telah menghasilkan baja yang dapat memenuhi permintaan tersebut.
Baja struktur dikelompokan dalam: baja karbon multi-fungsi (A36), baja karbon
struktur (A529), baja karbon kekuatan tinggi dengan bahan tambahan rendah (A572),
baja struktur tahan korosi kekuatan tinggi dengan bahan tambahan rendah (A242 dan
A588), dan pelat baja dengan pendinginan dan penempaan (A514 dan A852).
Dalam paragraf berikut akan dijelaskan mengenai 7 klasifikasi baja ini. Tabel
1.1 memperlihatkan fenomena bahwa semakin tebal baja digiling akan semakin kuat.
Elemen yang tebal cenderung akan lebih getas dan kecepatan pendinginan
menyebabkan mikrostruktur baja menjadi lebih kasar. Tabel 1.2 yang diambil dari SNI
03-1729-2002 menampilkan sifat mekanis baja struktural.
Baja Karbon (Carbon Steel)
Kekuatan baja ini ditentukan oleh kadar karbon dan mangan. Proporsi kimia dari baja
ini adalah: 1,7% karbon, 1,65% mangan, 0,60% silikon, dan 0,60% tembaga. Baja ini
dibagi menjadi empat kategori tergantung pada kadar karbonnya.
1. Baja karbon rendah < 0,15 %
2. Baja lunak 0,15 0,29%. (Baja karbon struktur termasuk dalam kategori ini).
3. Baja karbon medium 0,30 0,59%.
4. Baja karbon tinggi 0,60 1,70%.
Baja Tegangan Tinggi Bahan Tambahan Rendah (High-Strength Low-Alloy Steel)
Banyak jenis baja ini dan ASTM mengelompokkannya dalam beberapa notasi. Selain
mengandung karbon dan mangan, baja ini mendapatkan kekuatan tinggi dengan adanya
bahan tambahan seperti columbium, vanadium, kromium, silikon, tembaga, dan nikel.
Dalam kelompok baja ini adalah baja dengan tegangan leleh 40 ksi (276 MPa) dan 70
ksi (483 MPa). Baja ini mempunyai daya tahan korosi yang lebih tinggi dibandingkan
baja karbon.
Istilah low-alloy digunakan untuk menyatakan bahwa baja mempunyai
persentase total bahan tambahan kurang dari 5% dari total komposisi baja.
Notasi
ASTM

Jenis Baja

Tabel 1.1 Sifat Baja Struktur


Bentuk
Rekomendasi
Penggunaan

A36

Karbon

Profil, bar,
dan pelat

Gedung dengan sambungan baut


atau las dan jembatan dan jenis
struktur lain.

A529

Karbon

Sama dengan A36

A572

High-strength
low-alloy
Columbium-

Profil
dan
pelat s.d.
in.
Profil, pelat,
bar s.d. 6 in.

Konstruksi dengan sambungan


baut dan las. Tidak untuk
jembatan sambungan las dengan

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

Tegangan
Leleh
Minimum
F y , ksia
(MPa)
36
(248),
tetapi
32
(221)
jika
tebal > 8 in.
42 (290)
50 (345)
42 (290)
65 (448)

Kuat Tarik
Minimum
F u , ksib
(MPa)
58(400) 80
(552)

60 (414)
100 (689)
60 (414)
80 (552)

12

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

Vanadium
A242

A588

A852

A514

Atmospheric
corrosionresistant
highstrength
lowalloy
Atmospheric
corrosionresistant
highstrength
lowalloy
Quenched and
tempered alloy

Profil, pelat,
bar s.d. 5 in.

Quenched and
tempered alloy

Hanya pelat
2 s.d. 6 in.

F y lebih besar atau sama dengan


55 ksi.
Konstruksi sambungan baut atau
las; teknik pengelasan sangat
penting.

42 (240)
50 (345)

63 (434)
70 (483)

Pelat dan bar


s.d. 4 in.

Konstruksi sambungan baut.

42 (240)
50 (345)

63 (434)
70 (483)

Hanya pelat
s.d. 4 in.

Konstruksi sambungan baut atau


las, khususnya jembatan dan
gedung sambungan las. Teknik
pengelasan sangat penting.
Struktur sambungan las dengan
perhatian khsus pada teknik
pengelasan. Tidak disarankan jika
daktilitas diutamakan.

70 (483)

90 (621)
100 (689)

90 (621)
100 (689)

100 (689)
130 (896)

F y bervariasi terhadap tebal dan group (lihat Tabel 1-1 dan 1-2, Part 1, Manual LRFD)
F u bervariasi terhadap mutu dan jenis.

Jenis Baja

BJ34
BJ37
BJ41
BJ50
BJ55

Tabel 1.2 Sifat Mekanis Baja Struktural


Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan minimum
Minimum, f u
minimum, f y
(%)
(MPa)
(MPa)
340
210
22
370
240
20
410
250
18
500
290
16
550
410
13

Baja Struktur Tahan Korosi Kekuatan-Tinggi Bahan-Tambahan-Rendah


(Atmoshperic Corrosion-Resistant High-Strength Low-Alloy Structural Steel)
Jika baja diberikan bahan tambahan tembaga, maka baja menjadi tahan terhadap korosi.
Jika terjadi kontak dengan udara, permukaan baja akan teroksidasi dan suatu lapisan
yang sangat kuat akan terbentuk sehingga mencegah oksidasi lebih lanjut dan tidak
memerlukan pengecatan. Setelah proses ini terjadi dalam 18 bulan s.d. 3 tahun
(tergantung pada intensitas kontak dengan udara pedesaan, kota, kontak langsung atau
tidak langsung dengan matahari, dll), baja akan mempunyai warna coklat kemerahan
atau hitam.
Baja jenis ini banyak digunakan pada struktur dengan elemen terekspos dan sulit
dicat seperti jembatan, pemancar transmisi, dll. Baja ini tidak sesuai untuk digunakan
pada daerah lingkungan air asin atau berkabut, terendam air tawar atau asin atau
tertanam dalam tanah, atau pada lingkungan limbah industri yang korosif. Baja jenis ini
juga tidak sesuai ditempat yang sangat kering, karena lapisan dapat terbentuk
dipermukaan jika terjadi siklus basah dan kering. Jika tidak maka baja akan terlihat
seperti baja yang tidak dicat.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

13

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

Baja Dengan Pendinginan dan Penempaan (Quenched and Tempered Alloy Steel)
Baja ini mempunyai bahan tambahan lebih banyak dari baja karbon kemudian
dipanaskan dan di didinginkan kemudian ditempa sehingga didapat kekuatan dan liat
dengan kekuatan antara 70 110 ksi (483 758 MPa). Pendinginan dilakukan secara
cepat dengan menggunakan air atau oli dari temperatur 1650oF menjadi 300oF. Dalam
penempaan, baja dipanaskan hingga 1150oF, kemudian dibiarkan mendingin.
Baja jenis ini tidak menunjukkan titik leleh yang pasti dibandingkan baja karbon
dan baja high-strength low-alloy. Biasanya tegangan leleh ditentukan sebagai tegangan
pada regangan 0,2%. Dalam Tabel 1.1 baja jenis ini dikelompokan dalam A852 dengan
tegangan leleh 70 ksi (483 MPa) dan A514 dengan tegangan leleh 90 ksi (621 MPa)
atau 100 ksi (689 MPa) tergantung ketebalannya.
Dalam Pasal A3.1, Part 6, Manual LRFD terdapat 8 mutu baja lain menurut
ASTM (A53, A500, A501, A570, A606, A607, A618, dan A709). Mutu baja ini
mencakup pipa, tube proses pembuatan dingin dan panas, lembaran, strip, dan baja
struktur untuk jembatan.
Kurva tegangan-regangan aktual untuk tiga jenis baja diberikan dalam Gambar
1.6 (baja karbon, kekuatan-tinggi aditif-rendah, dan baja dengan proses pendinginan dan
pemanasan). Baja tipe pertama dan kedua mempunyai titik leleh yang pasti, tetapi tidak
pada baja jenis ketiga.
Kekuatan tarik, Fu
0,2%

Baja Alloy Heat-Treated; A514 pendinginan


dan penempaan baja alloy
Baja karbon
High-strength, low-alloy:
A441, A572

Tegangan, Kip per in2.

Fy = 100 ksi

Fy = 50 ksi
Baja karbon, A36
Fy = 36 ksi

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

Regangan, in. per in.

Gambar 1.6 Kurva Tegangan-Regangan Aktual

Beberapa hal bias dipelajari dari kurva ini, yaitu: (a) modulus elastisitas tidak
berbeda untuk mutu baja yang berlainan, (b) semakin tinggi mutu baja daktilitas
semakin rendah, (c) semakin tinggi mutu baja, batas titik leleh semakin tidak jelas.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

14

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

1.8 Penggunaan Baja Kekuatan Tinggi


Ada jenis baja lain yang termasuk dalam kelompok kekuatan sangat tinggi (ultra-highstrength) dengan tegangan leleh 160 300 ksi (1103 2068 MPa). Baja jenis ini belum
dimasukkan dalam Manual LRFD karena belum diberikan persetujuan oleh ASTM.
Sekarang ini terdapat lebih dari 200 jenis baja yang diproduksi mempunyai
kekuatan leleh melebihi 36 ksi. Industri baja sekarang ini sedang melakukan percobaan
untuk baja 200 300 ksi (1379 2068 MPa). Pihak yang terlibat dalam industri baja
memperkirakan bahwa baja dengan tegangan leleh 500 ksi (3447 MPa) akan dapat
dibuat dalam waktu beberapa tahun mendatang. Secara teoritis, gaya pengikat antar
atom besi diperkirakan lebih dari 4000 ksi (27579 MPa).
Meskipun harga baja akan naik dengan naiknya tegangan leleh, tetapi persentase
kenaikan harga tidak terus bertambah dengan kenaikan persentase tegangah leleh. Ini
berarti penggunaan baja kekuatan tinggi seringkali akan ekonomis untuk elemen tarik,
balok dan kolom. Sifat ekonomis ini akan lebih nyata terlihat pada elemen tarik
(khususnya tanpa lubang baut). Baja dengan kekuatan sangat tinggi ini akan ekonomis
untuk balok jika defleksi bukan hal yang menentukan atau defleksi dapat dikontrol
dengan cara lain. Baja ini juga menguntungkan untuk digunakan dalam kolom pendek
dan medium (mengapa tidak pada kolom panjang?). Konstruksi hibrid juga akan
menguntungkan jika menggunakan baja jenis ini. Konstruksi hibrid adalah penggunaan
dua atau lebih baja dengan mutu yang berlainan, baja kekuatan lemah digunakan pada
tegangan yang kecil dan baja kekuatan tinggi digunakan pada elemen dengan kekuatan
tinggi.
Faktor yang menentukan dalam penentuan penggunaan baja kekuatan tinggi
adalah:
1. Tahan korosi.
2. Penghematan dalam pengiriman, pemasangan, biaya pondasi akibat adanya
penghematan berat baja.
3. Penggunaan balok yang lebih pendek dapat memperkecil tinggi tiap lantai.
4. Karena menggunakan elemen yang lebih kecil, biaya perlindungan terhadap
kebakaran juga lebih kecil.
Hampir semua perancang teknik akan memilih baja untuk pertimbahan biaya
yang paling murah. Hal tersebut relatif mudah dilakukan, tetapi menentukan kekuatan
yang paling ekonomis memerlukan pertimbahan berat, dimensi, perawatan, dan
pelaksanaan konstruksi. Hampir tidak mungkin untuk membandingkan dengan akurat
baja yang harus dipakai pada suatu konstruksi.

1.9 Pengukuran Toughness


Toughness dari baja digunakan sebagai ukuran umum ketahanan terhadap beban kejut
(impact) atau kemampuan baja untuk menyerap pertambahan tegangan mendadak pada
suatu takikan (notch). Semakin daktil suatu baja, akan semakin besar toughness baja
tersebut. Sebaliknya, semakin rendah temperatur, akan semakin tinggi sifat getasnya.
Ada beberapa metode untuk menentukan sifat toughness, tetapi test Charpy Vnotch adalah yang paling sering digunakan. Meskipun test ini (dijelaskan dalam ASTM
Spesication A6) tidak akurat, tetapi dapat mengidentifikasi sifat getas baja. Energi yang

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

15

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

diperlukan untuk menghancurkan batang penampang persegi dengan takikan tertentu


diukur, seperti pada Gambar 1.7.
Batang dihancurkan dengan menggunakan pendulum yang dijatuhkan dari
ketinggian tertentu. Energi yang dibutuhkan untuk menghancurkan batang ditentukan
dari tinggi pantulan pendulum setelah membentur batang. Tes dapat diulangi untuk
temperatur yang berbeda dan diberikan dalam Gambar 1.8. Grafik ini memperlihatkan
hubungan antara temparatur, daktilitas, dan kegetasan. Temperatur pada titik dengan
slope paling curam adalah temperatur transisi.

2 mm

20 mm

20 mm

Gambar 1.7 Spesimen untuk Test Charpy V-notch

Transisi dari daktil


Ke getas

Getas
(daktilitas diabaikan)

Daktil

50

40

30

Temperatur
Transisi
(kemiringan paling curam)

20

10

-10

10

20

30

40 Tempartur, oF

Gambar 1.8 Hasil Tes Charpy V-notch

Baja struktur lain memberikan persyaratan lain untuk tingkat penyerapan energi
(misalnya 20 ft-lb pada 20oF) tergantung pada temperatur, tegangan, dan kondisi beban
dimana baja tersebut akan digunakan.
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

16

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

1.10 Penampang Jumbo


Tabel 1-2 dalam Manual LRFD mengelompokan profil baja dari 1 s.d. 5 tergantung
pada tebal flens dan web. Profil W yang berukuran besar dikelompokan dalam grup 4
dan 5 (dan baja T yang dihasilkan dari pemotongan W dalam kelompok ini) sering juga
disebut sebagai penampang jumbo.

Gambar 1.9 Daerah Inti, Lokasi Tempat Terjadinya Keruntuhan Getas Penampang Jumbo

Profil jumbo semula dikembangkan untuk digunakan sebagai elemen tekan dan
sejenisnya, telah menunjukkan hasil yang baik. Tetapi perancang teknik sering
menggunakan profil ini untuk batang tarik dan elemen lentur. Selama penggunaannya,
pada daerah flens dan web telah muncul masalah retak tempat dilakukan las dan
pemotongan secara thermal. Retak ini menghasilkan kapasitas daya dukung beban yang
lebih kecil dan berhubungan dengan fatik.
Elemen baja tebal cenderung lebih getas dari pada elemen yang tipis. Salah satu
sebab dari hal ini adalah daerah inti dari penampang tebal (Gambar 1.9) menerima
penggilingan/ penempaan yang lebih sedikit, mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi
(untuk menghasilkan tegangan leleh yang diperlukan), dan mempunyai tegangan tarik
yang lebih tinggi akibat pendinginan.
Penampang jumbo yang disambung dengan las dapat digunakan untuk kondisi
aksial tarik dan lentur jika prosedur yang diberikan dalam Specification A3.1c Manual
LRFD diikuti. Persyaratan tersebut adalah:
1. Baja harus mempunyai tingkat penyerapan energi sebagaimana yang ditentukan oleh
test Charpy V-notch (20 ft-lb pada 70oF). Spesimen harus diambil dari daerah inti
seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.9 dimana telah terbukti adanya masalah
keruntuhan getas.
2. Selama pengelasan temperatur harus dikontrol dan pekerjaan harus mengikuti urutan
tertentu.
3. Diperlukan detail sambungan khusus.

1.11 Sobek Lamellar


Spesimen baja yang digunakan dalam tes dan membuat kurva tegangan-regangan
biasanya mempunyai sumbu longitudinal searah dengan penggilingan baja. Jika sumbu
longitudinal spesimen mempunyai arah tegak lurus arah penggilingan, maka akan
didapat daktilitas dan toughness yang lebih rendah tetapi perbedaan ini tidak terlalu
signifikan. Hal ini menjadi penting jika pelat tebal dan profil besar digunakan dalam
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

17

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

titik yang dilas. (Hal ini dapat juga dibuktikan pada pelat tipis, tetapi akan lebih banyak
terjadi pada pelat tebal).
Jika suatu titik dikekang, susut las dalam arah tebal tidak dapat diredistribusi dan
menimbulkan sobek baja yang dinamakan sobek lamellar. (Lamellar berati terdiri dari
beberapa lapisan tipis). Hal ini semakin nyata dengan adanya beban tarik. Sobek
lamellar akan terlihat sebagai retak fatik setelah beberapa kali siklus.
Masalah sobek lamellar dapat dihilangkan atau diminimalkan dengan prosedur
las yang baik dan tepat. Misalnya, las harus dibuat sehingga susut sedapat mungkin
terjadi dalam arah giling baja.

1.12 Furnishing Baja Struktur


Yang dimaksud dengan furnishing baja adalah penggilingan profil baja, proses pabrikasi
profil untuk jenis pekerjaan tertentu (termasuk pemotongan menjadi dimensi yang
sesuai dan pemberian lubang untuk sambugan), serta pemasangannya. Jarang sekali
suatu perusahaan melakukan ketiga pekerjaan ini sekaligus, biasanya hanya satu atau
dua saja pekerjaan yang dilakukan oleh satu perusahaan. Misalnya, suatu perusahaan
akan melakukan pabrikasi dan melakukan pemasangan, tetapi perusahaan lain hanya
menjadi pabrikator baja atau pemasang saja.
Pabrikator baja biasanya hanya menyimpan sedikit baja untuk stok/persediaan
karena mahalnya biaya penyimpanan baja. Jika perusahaan mendapat pekerjaan, mereka
akan memesan profil sesuai dengan panjang yang dibutuhkan dari produsen baja.
Baja struktur dirancang oleh ahli teknik bersama konsultan arsitek. Perancang
teknik membuat gambar rancangan yang memperlihatkan ukuran elemen, dimensi, dan
sambungan. Sebagian dari gambar detail untuk balok baja sambungan baut diberikan
dalam Gambar 1.10. Lubang dan persegi hitam menyatakan bahwa baut dipasang
dilapangan, sedangkan lubang dan persegi polos/tidak-hitam menyatakan bahwa
sambungan dipasang dibengkel.
5

1
3
3
3
3
2

2
15 9 7/8

15 9 7/8

32 1

Balok B4F6
W16 x 40 x 32
Gambar 1.10 Bagian dari Gambar Detail

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

18

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

POLBAN

Dalam gambar balok, girder, dan kolom dinyatakan dengan huruf B, G, C yang
diikuti dengan nomor elemen, misalnya B5, G12, dll. Pada bangunan tingkat tinggi dari
rangka baja akan terdapat beberapa lantai yang identik atau hampir sama sistem
rangkanya. Jadi satu rencana pelaksanaan dapat digunakan untuk beberapa lantai. Untuk
situasi seperti ini notasi elemen kolom, balok, dan balok anak akan mempunyai notasi
yang sama. Misalnya kolom C15(3-5) adalah kolom 15, lantai ke 3 s.d. 5, sedangkan
B4F6, atau B4(6) menyatakan balok B4 lantai ke-6. Sebagian dari gambar pelaksanaan
diberikan dalam Gambar 1.11.
96 - 0
24 - 0

24 - 0

B1

G5

B6

G3

G1

28 - 0

B5

G6

B10

G4

G2

48 - 0

20 - 0

B9

B2

Denah lantai 6
El. 74-3
Serat atas dari baja 6 in
dibawah lantai

Gambar 1.11 Bagian dari Gambar Pelaksanaan Memperlihatkan Letak Setiap Elemen

1.13 Pekerjaan Perancang Struktur


Tugas perancang struktur adalah mengatur dan mendimensi struktur serta bagian
struktur sehingga dapat memikul beban. Pekerjaan yang harus dilakukan adalah
mengatur tata letak struktur, mempelajari berbagai bentuk struktur yang mungkin untuk
digunakan, meninjau kondisi pembebanan, analisa tegangan, defleksi, dan lain-lain.
Pekerjaan selanjutnya adalah desain dan dilanjutkan dengan penggambaran. Dengan
kata lain, desain berarti mendapatkan dimensi bagian struktur setelah gaya dihitung, dan
dalam buku ini akan ditekankan dalam penggunaan material baja.

1.14 Tujuan Perancang Struktur


Perancang struktur harus mempelajari bagaimana mengatur dan mendimensi elemen
struktur sehingga dapat dilaksanakan dengan kekuatan yang cukup dan ekonomis. Hal
tersebut akan dibahas dibawah ini.
Keamanan
Portal atau struktur tidak saja harus dirancang untuk memikul beban secara aman tetapi
juga harus dapat menahan defleksi dan vibrasi yang dapat mengganggu penghuni atau
menyebabkan retak.
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

19

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Biaya
Perancang teknik harus selalu menekan biaya serendah mungkin tanpa mengorbankan
kekuatan.
Sifat Praktis
Tujuan lain dalam perancangan struktur adalah kemudahan dalam fabrikasi dan
pelaksanaan tanpa menimbulkan masalah yang terlalu besar. Perancang teknik harus
mengerti metode fabrikasi dan berusaha menyesuaikan dengan fasilitas yang ada dalam
proyeknya.
Perancang teknik juga harus mempelajari segala sesuatu tentang pendetailan,
fabrikasi, dan pelaksanaan di lapangan. Hasil pekerjaannya akan lebih dapat diterima,
praktis, dan ekonomis jika perancang mengetahui tentang masalah, toleransi, dan ruang
gerak di lapangan. Dalam hal ini termasuk juga transportasi material ke lapangan
dengan truk atau kereta api, kondisi pekerja, dan peralatan dalam pelaksanaan.
Akhirnya perancang juga harus merancang dimensi yang tidak mengganggu
sistem mekanis struktur seperti sistem pipa, elektrikal, dan arsitektural.

1.15 Perancangan Ekonomis Elemen Struktur Baja


Perancangan elemen baja tidak hanya melibatkan perhitungan properti yang diperlukan
untuk mendukung beban dan pemilihan profil yang paling ringan, melainkan juga harus
mempertimbangkan berbagai faktor dibawah ini.
1. Perancang harus memilih profil baja. Balok baja, pelat, dan batang dengan dimensi
yang tidak lazim akan sulit dan mahal untuk diperoleh.
2. Anggapan salah yang sering dianut adalah profil yang paling ringan adalah yang
paling ekonomis. Suatu bangunan rangka yang dirancang berdasarkan profil yang
paling ringan akan menghasilkan jenis profil yang bervariasi dalam dimensi dan
bentuk. Usaha menyambung berbagai bentuk dan dimensi profil ini akan sangat sulit
dan biaya berdasarkan berat menjadi lebih tinggi. Akan lebih baik jika
dikelompokkan elemen yang hampir sama dimensinya dan gunakan profil yang
sama meskipun hal ini akan menyebabkan overdesign pada beberapa elemen.
3. Balok yang dipilih untuk lantai gedung umumnya profil tinggi untuk mendapatkan
momen inersia dan tahanan terhadap momen yang besar. Tetapi dengan semakin
tingginya gedung, hal ini harus dimodifikasi. Sebagai ilustrasi tinjau bangunan 20
lantai dengan persyaratan tinggi bersih setiap lantai. Diasumsikan bahwa tinggi
balok dapat direduksi sebanyak 6 in (1524 mm). Harga profil balok akan lebih
mahal (mengapa?), tetapi terdapat pengurangan tinggi gedung sebesar 20 x 6 in =
120 in. atau 10 ft (3,05 m), sehingga akan menghemat dinding, tinggi elevator ,
tinggi kolom, plambing, elektrikal, dan pondasi.
4. Biaya pelaksanaan dan pabrikasi untuk balok baja struktur hampir sama, baik untuk
profil ringan maupun berat. Jadi jarak antar balok harus sejauh mungkin untuk
mengurangi jumlah balok yang harus dipasang dan dipabrikasi.
5. Baja struktur hanya perlu dicat jika diperlukan saja. Jika baja terbungkus beton,
tidak diperlukan pengecatan Baja juga perlu pelindung kebakaran.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

20

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

6. Lebih disukai untuk menggunakan profil yang sama berulang kali karena hal ini
dapat mengurangi gambar dan pekerjaan detail untuk mengurangi biaya pabrikasi
dan pelaksanaan.
7. Untuk penampang besar, khususnya profil built-up, perancang harus mencari
informasi mengenai masalah transportasi. Informasi tersebut adalah panjang dan
tinggi yang dapat diangkut dengan truk atau kereta api, jarak bersih jembatan dan
kabel listrik, dan beban maksimum yang dapat dipikul oleh jembatan. Untuk
membuat rangka atap menjadi satu kesatuan sangatlah memungkinkan, tetapi
apakah mungkin untuk membawanya ke lapangan dan memasangnya?
8. Profil yang dipilih harus mudah untuk dipasang dan mudah dirawat. Misalnya, harus
dimungkikan memberikan akses guna pemeliharaan dan pengecatan periodik.
9. Gedung seringkali dimuati juga oleh pipa, saluran, dll. Pemilihan profil harus
dilakukan sehingga sesuai dengan persyaratan untuk terpasangnya utilitas tersebut.
10. Elemen baja seringkali tidak diselubungi (ekspos) seperti pada jembatan dan
auditorium. Penampilan struktur seperti ini memerlukan pemilihan jenis
penampang.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, bagaimana membuat perancangan struktur
baja yang ekonomis? Perancangan ekonomis akan didapat dicapai jika biaya pabrikasi
minimum.

1.16 Kegagalan Struktur


Mempelajari kegagalan struktur lebih penting dibandingkan mempelajari kesuksesan
masa lalu. Seorang perancang dengan pengalaman minim harus mengetahui dimana
harus diberikan perhatian khusus dan dari mana masukan harus dicari. Keruntuhan
struktur biasanya terjadi karena kurangnya perhatian pada detail, defleksi, masalah
pemasangan, dan penurunan pondasi. Umumnya perancang akan memilih profil dengan
dimensi dan kekuatan yang cukup. Jadi keruntuhan struktur jarang terjadi akibat
keruntuhan material, tetapi lebih banyak disebabkan oleh penggunaan yang tidak sesuai.
Kesalahan yang sering diperlihatkan oleh perancang adalah setelah mereka
merancang elemen struktur dengan baik, mereka melakukan pemilihan sambungan yang
tidak cukup. Bahkan mereka sering menyerahkan perancangan sambungan kepada juru
gambar. Kesalahan yang sering terjadi dalam desain sambungan adalah mengabaikan
sebagaian gaya yang bekerja pada sambungan seperti momen puntir. Dalam suatu
rangka, elemen hanya dirancang terhadap gaya aksial saja, tetapi sambungan dapat
menerima beban eksentris dan menghasilkan momen yang meningkatkan tegangan.
Tegangan sekunder ini seringkali begitu besar dan oleh karenanya harus diperhitungkan
dalam perancangan.
Salah satu sumber keruntuhan terjadi pada balok yang ditumpu pada dinding dan
tidak mendapat tumpuan atau angkur yang cukup. Jika balok semacam ini memikul
pelat atap dengan air hujan yang terkumpul, maka balok akan berdefleksi sehingga
menambah muatan air hujan, dst. Pada saat berdefleksi balok akan tertarik dari dinding
dan menyebabkan keruntuhan pada dinding atau terlepasnya balok dari dinding.
Perbedaan penurunan pondasi dapat menyebabkan keruntuhan struktur.
Umumnya penurunan pondasi tidak menyebabkan keruntuhan melainkan retak atau
berkurangnya kekuatan struktur. Secara teoritis, jika seluruh pondasi turun dengan besar
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

21

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

yang sama, maka tidak akan terjadi perubahan tegangan. Tetapi biasanya perencana
tidak dapat pencegah penurunan, oleh kerena itu dalam mendesain strutkur harus
diperkirakan tegangan yang muncul akibat adanya perbedaan penurunan. Perbedaan
penurunan pondasi yang terjadi pada struktur tidak simetris akan menyebabkan variasi
tegangan yang sangat besar. Jika kondisi pondasi sangat buruk, maka sebaiknya dibuat
struktur statis tertentu sehingga perbedaan penurunan pondasi tidak menyebabkan
perubahan tegangan yang besar. Pada bagian lain akan dibahas bahwa kekuatan ultimate
baja hanya berubah sedikit akibat adanya perbedaan penurunan.
Jenis keruntuhan lain disebabkan oleh kurangnya perhatian pada defleksi, fatik
elemen, pengaku terhadap goyangan, getaran, dan kemungkinan terjadinya buckling
pada elemen tekan atau flens tekan dari balok. Struktur yang telah selesai dibangun
biasanya diperkaku dengan adanya lantai, dinding, sambungan, dan pengaku khusus,
tetapi pada saat pelaksanaan semua elemen pengaku tersebut belum terpasang. Untuk
itu, selama pelaksanaan perlu adanya pengaku sementara.

1.17 Penanganan (Handling) dan Pengiriman (Shipping) Baja Struktur


Berikut ini adalah aturan umum ukuran dan berat baja struktur yang dapat dipabrikasi di
bengkel, dikirimkan ke lapangan, dan dipasang.
1. Berat maksimum dan panjang yang dapat ditangani dibengkel dan di lapangan
adalah sekitar 90 ton dan 120 ft (37 m).
2. Elemen dengan tinggi 8 ft (2,4 m), lebar 8 ft (2,4 m), dan panjang 60 ft (18,3 m)
dapat dikirim dengan truk tanpa kesulitan (perhatikan persyaratan beban
maksimum sepanjang jalan yang akan dilalui oleh truk).
3. Untuk elemen dengan tinggi kurang dari 10 ft (3,05 m), lebar 8 ft (2,4 m),
panjang 60 ft (18,3 m), dan berat 20 ton maka tidak ada masalah dengan
pengangkutan kereta api.

1.18 Ketepatan Perhitungan


Perlu disadari bahwa perancangan suatu struktur bukanlah ilmu yang eksak. Penyebab
dari hal ini telah disebutkan sebelumnya yaitu: asumsi dalam metoda analisa, variasi
kekuatan material, beban maksimum yang hanya dapat diperkirakan. Sebagai contoh
sederhana untuk masalah pembebanan adalah dapatkah kita menghitung beban yang
bekerja per meter persegi pada gedung ini dengan toleransi 10% terhadap beban yang
digunakan dalam rancangan?

1.19 Pengaruh Komputer Pada Perancangan Struktur Baja


Dengan tersedianya personal komputer telah mengubah cara analisis dan perancangan
struktur baja. Hampir disemua pendidikan teknik, komputer digunakan untuk
menganalisa masalah struktur. Banyak perhitungan yang harus dilakukan dalam
perancangan baja dan umumnya merupakan kegiatan berulang yang memakan waktu
lama. Dengan bantuan komputer, perhitungan yang dilakukan oleh perancang dapat
dipersingkat sehingga perancang dapat mempertimbangkan rancangan alternatif
lainnya.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

22

POLBAN

BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA

Secara teoritis, komputer dapat membantu perancangan dalam melakukan


alternatif rancangan dalam waktu yang lebih singkat. Meskipun dapat meningkatkan
produktivitas rancangan, tetapi dengan kehadiran komputer pulalah maka perancang
dapat kehilangan rasa yang sangat diperlukan dalam analisis.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

23

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Pengenalan, penggunaan peraturan pembebanan yang berlaku saat ini di Indonesia dan
pengenalan metode perancangan struktur baja.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Agar mahasiswa mempunyai kompetensi untuk menerapkan peraturan pembebanan
untuk gedung yang berlaku di Indonesia serta memahami konsep dasar perancangan
struktur baja untuk gedung khususnya metode Load and Resistance Factor Design
(LRFD)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

24

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

2.1 Peraturan Untuk Gedung


Rancangan struktur pada umumnya dikontrol oleh peraturan. Meskipun kontrol ini tidak
terlalu ketat, perancang teknik akan merujuk kepada peraturan sebagai pedoman.
Terlepas dari banyaknya pengalaman perancang teknik, tidak mungkin untuk mencakup
seluruh situasi yang akan dihadapi dalam bidang perancangan untuk pekerjaan lain.
Sebagian perancang teknik beranggapan bahwa peraturan akan membuat mereka
tidak kreatif. Hal yang penting adalah peraturan dibuat tidak untuk membatasi
perancang teknik melainkan untuk melindungi publik.
Sebanyak apapun peraturan yang dibuat, tidak mungkin mencakup semua situasi
yang ada dilapangan, sehingga baik dengan atau tanpa peraturan, tanggungjawab untuk
suatu rancangan struktur yang aman ada pada perancang teknik.

2.2 Beban
Salah satu kesulitan yang dihadapi perancang teknik adalah memperhitungkan dengan
tepat beban yang akan bekerja pada struktur. Setelah langkah tersebut, perancang teknik
masih harus menentukan kombinasi beban yang paling menentukan. Misalnya, suatu
gedung apakah harus dirancang berdasarkan beban mati, hidup, angin, dan gempa yang
dianggap bekerja pada waktu yang bersamaan atau dengan kombinasi yang lebih
sedikit?
Paragraf berikut ini akan menjelaskan tipe beban meskipun tidak dibahas secara
detail karena detail jenis pembebanan dapat dilihat pada peraturan. Pada intinya beban
dibagi menjadi dua yaitu beban mati dan beban hidup.

2.3 Beban Mati


Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama
setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain yang melekat pada
struktur secara permanen. Termasuk dalam beban mati adalah berat rangka, dinding,
lantai, atap, plambing, dll.
Untuk menrancang tentunya beban mati ini harus diperhitungkan untuk
digunakan dalam analisa. Dimensi dan berat elemen struktur tidak diketahui sebelum
analisa struktur selesai dilakukan. Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus
dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya besar, perlu dilakukan
analisa ulang dengan menggunakan perkiraan berat yang lebih baik.
Berat beberapa material yang biasa digunakan dalam struktur dalam dilihat
dalam Peraturan Muatan Indonesia SNI 03-1727-1989. Untuk material khusus, biasanya
produsen telah memberikan data berat material berikut dimensi dan karakteristiknya.

2.4 Beban Hidup


Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya dapat berubah-ubah. Beban hidup
yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut beban bergerak, seperti
kendaraan, manusia, dan keran (crane). Sedangkan beban yang dapat dipindahkan
antara lain furniture, material dalam gudang, dll. Jenis beban hidup lain adalah angin,

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

25

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

hujan, ledakan, gempa, tekanan tanah, tekanan air, perubahan temperatur, dan beban
yang disebabkan oleh pelaksanaan konstruksi.

2.5 Pemilihan Beban Rencana


Untuk membantu perancang teknik dalam memperhitungkan besar beban hidup,
Peraturan Muatan Indonesia dan Peraturan Gempa Indonesia telah memberikan
pedoman berdasarkan data lapangan. Untuk kasus khusus misalnya bangunan tertentu
dengan beban yang tidak lazim, peraturan tersebut tidak mencakupnya, sehingga dalam
merancang harus didasarkan pada informasi yang didapatkan dari keinginan pemilik
bangunan sesuai dengan peruntukannya. Perlu diketahui bahwa peraturan pembebanan
Indonesia hingga hari masih dalam proses pembuatan yang menadopsi dari ASCE-07
2005 dan diharapkan akan dikonsensuskan secara nasional pada bulan Oktober 2009.

2.6 Metoda Perancangan Elastis dan Plastis


Umumnya, pada masa lalu dan juga sekarang struktur dirancang dengan metoda
perancangan elastis. Perancang teknik menghitung beban kerja atau beban yang akan
dipikul oleh struktur dan dimensi elemen didasarkan pada tegangan ijin. Tegangan ijin
ini merupakan fraksi dari tegangan leleh. Meskipun kata metoda elastis lebih sering
digunakan untuk menjelaskan metoda ini, tetapi lebih tepat dikatakan perancangan
berdasarkan beban kerja (allowable-stress design atau perancangan berdasarkan
tegangan kerja). Banyak peraturan sebenarnya didasarkan pada perilaku kekuatan batas
dan bukan perilaku elastis.
Daktilitas baja telah ditunjukkan dapat memberikan kekuatan cadangan dan
merupakan dasar dari perancangan plastis. Dalam metoda ini beban kerja dihitung dan
dikalikan dengan faktor tertentu atau faktor keamanan, kemudian elemen struktur
dirancang berdasarkan kekuatan runtuh. Nama lain dari metoda ini adalah perancangan
batas (limit design) dan perancangan runtuh (collapse design).
Telah diketahui secara luas bahwa bagian terbesar dari kurva tegangan-regangan
baja berada diatas batas elastis. Hasil uji juga menunjukkan bahwa baja dapat menahan
beban diatas tegangan leleh, dan jika mendapat beban berlebih, struktur statis tak tentu
dapat mendistribusikan beban yang bekerja karena adanya sifat daktil baja. Berdasarkan
hal tersebut muncul berbagai usulan perancangan plastis dan memang tidak diragukan
bahwa untuk struktur tertentu, perancangan plastis akan memberikan penggunaan baja
yang lebih ekonomis dibandingkan perancangan elastis.

2.7 Load and Resistance Factor Design


SNI 03-1729-2002 mengkombinasikan perhitungan kekuatan batas (ultimate) dengan
kemampuan layan dan teori kemungkinan untuk keamanan yang disebut juga metode
Load and Resistance Factor Design - LRFD. Dalam metoda LRFD terdapat beberapa
prosedur perencanaan dan biasa disebut perancangan kekuatan batas, perancangan
plastis, perancangan limit, atau perancangan keruntuhan (collapse design).
LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi batas
digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu struktur
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

26

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas
kekuatan dan batas layan (serviceability).
Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau
kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk (buckling),
hancur, fatik, guling, dll.
Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan performansi
(unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan dengan hunian struktur
yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi.
Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban
ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung.
Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak
terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau sakit. Dari sisi
kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan
beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-tahunan, meskipun boleh
terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan.
Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas
kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri
batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama
ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan untuk gedung)
adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat
diserahkan kepada perancang teknik sendiri.
Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Q i ) dikalikan dengan faktor beban
atau faktor keamanan ( i ) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan
digunakan beban terfaktor. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi
pembebanan sebagaimana akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung
beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan
teoritis dari elemen struktur (R n ) yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau
faktor overcapacity () yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai
untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan material, dimensi, dan
pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman
reliabilitas dalam perancangan sebagaimana dijelaskan dalam Sub Bab 2.9.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6.3 SNI 03-1729-2002, untuk suatu
elemen, penjelasan paragraf diatas dapat diringkas menjadi: (Jumlah faktor perkalian
beban dan faktor beban) (faktor resistansi)(kekuatan/resistansi nominal) yang secara
konseptual diberikan dalam Gambar 2.1.

Q
i

Rn

(2.1)

Ruas sebelah kiri dari Pers. (2.1) menyatakan pengaruh beban pada struktur
sedangkan ruas sebelah kanan menyatakan ketahanan atau kapasitas dari elemen
struktur.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

27

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

Gambar 2.1 Konsep Perancangan Struktur Baja

2.8 Faktor Beban


Tujuan dari faktor beban adalah untuk menaikkan nilai beban akibat ketidakpastian
dalam menghitung besar beban mati dan beban hidup. Misalnya, berapa besar ketelitian
yang dapat anda lakukan dalam menghitung beban angin yang bekerja pada gedung
perkuliahan atau rumah anda sendiri?
Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban mati lebih kecil dari pada untuk
beban hidup karena perancang teknik dapat menentukan dengan lebih pasti besar beban
mati dibandingkan dengan beban hidup. Beban yang berada pada tempatnya untuk
waktu yang lama variasi besar bebannya akan lebih kecil, sedangkan untuk beban yang
bekerja pada waktu relatif pendek akan mempunyai variasi yang besar. Prosedur dalam
LRFD akan membuat perancang teknik lebih menyadari variasi beban yang akan
bekerja pada struktur dibandingkan jika perancangan dilakukan dengan metode
perancangan tegangan ijin (Allowable Stress Design ASD).
Kombinasi beban yang ditinjau di bawah ini didasarkan pada Pasal 6.2.2 SNI
03-1729-2002. Dalam persamaan ini: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat
kostruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan
peralatan layan tetap; L adalah beban hidup dari pengguna gedung dan beban bergerak
didalamnya, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, air
hujan, dll; L a adalah beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak;
H adalah beban hujan tidak termasuk genangan air hujan (ponding); E adalah beban
gempa yang ditentukan menurut SNI 03-1726-2002 atau penggantinya. U menyatakan
beban ultimate.
U = 1,4D
(2.2)
U = 1,2D + 1,6L + 0,5(L a atau H)
(2.3)
Beban kejut hanya ada pada kombinasi beban kedua Pers. (2.2) di atas. Jika
terdapat beban angin dan gempa, maka kombinasi beban berikut harus digunakan:
U = 1,2D + 1,6(L a atau H) + (0,5L atau 0,8W)
(2.4)
U = 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5(L r atau H)
(2.5)
U = 1,2D 1,0E + 0,5L
(2.6)
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

28

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

Dalam kelompok kombinasi diatas, beban kejut cukup ditinjau dengan Pers.
(2.4). Untuk bangunan garasi, gedung untuk kepentingan umum, atau gedung lain
dengan beban hidup melampaui 5 kPa (500 kg/m2), maka faktor beban L pada Pers.
(2.3), (2.4), dan (2.5) sama dengan 1,0 sehingga persamaan menjadi:
U = 1,2D + 1,6(L r atau H) + (1,0L atau 0,8W)
(2.7)
U = 1,2D + 1,3W + 1,0L + 0,5(L r atau H)
(2.8)
U = 1,2D 1,0E + 1,0L
(2.9)
Untuk memperhitungan kemungkinan adanya gaya ke atas (uplift), maka LRFD
memberikan kombinasi beban lain. Kondisi ini mencakup kasus dimana gaya tarik
muncul akibat adanya momen guling. Hal ini akan menentukan pada gedung tinggkat
tinggi dengan gaya lateral yang besar. Dalam kombinasi ini beban mati direduksi 10%
untuk mencegah estimasi berlebih (overestimate).
Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif hanya
perlu ditinjau pada Pers. (2.10) di bawah ini. Jadi dalam persamaan sebelumnya, tanda
untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain dalam persamaan
tersebut.
U = 0,9D (1,3W atau 1,0E)
(2.10)
Besar beban (D, L, L a , dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban hidup
rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi.
Contoh 2.1 s.d. 2.3 memberikan ilustrasi perhitungan faktor beban dengan
menggunakan kombinasi dalam LRFD. Nilai yang terbesar dari nilai tersebut disebut
sebagai beban kritis atau beban yang menentukan untuk digunakan dalam perancangan.
Contoh 2.1
Suatu lantai disokong oleh balok IWF100x100x17,2 dengan jarak 2,4 m. Beban lantai
adalah beban mati 244 kg/m2 dan beban hidup 390 kg/m2. Tentukan beban kritis dalam
kg/m yang harus dipikul oleh balok.
Solusi:
Setiap meter balok harus memikul beban mati pada daerah seluas: 2,4 x 1 m = 2,4 m2.
D = 17,2 + (2,4)(244) = 602,8 kg/m
L = (2,4)(390) = 936 kg/m
Hitung beban terfaktor, hanya beban D dan L yang harus dipikul oleh balok, jadi
hanya perlu menggunakan Pers. (2.2) dan (2.3).
U = (1,4)(602.8) = 844 lbs/ft
(2.2)
U = (1,2)(602.8) + (1,6)(936) = 2221 kg/m
menentukan
(2.3)
Jadi beban terfaktor kritis = 2221 kg/m
Contoh 2.2
Suatu lantai disokong oleh balok IWF 100x100x17,2 dengan jarak 2,75 m. Beban lantai
adalah beban mati 195 kg/m2, beban air hujan 146 kg/m2, dan beban angin 98 kg/m2.
Tentukan beban kritis dalam kg/m yang harus dipikul oleh balok.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

29

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

Solusi:
D = 17,2 + (2,75)(195) = 553,5 kg/m
L=0
L a atau H = (2,75)(146) = 401,5 kg/m
W = (2,75)(98) = 270 kg/m
Substitusi ke dalam kombinasi beban LRFD:
U = (1,4)(553,5) = 775 kg/m
U = (1,2)(553,5) + 0 + (0,5)(401,5) = 865 kg/m
U = (1,2)(553,5) + (1,6)(401,5) + (0,8)(270) = 1523 kg/m menentukan
U = (1,2)(553,5) + (1,3)(270) + (0,5)(401,5) = 1216 kg/m
U = (1,2)(553,5) + 0 + (0,2)(401,5) = 745 kg/m
U = (0,9)(553,3) (1,3)(270) = 849 atau 147 kg/m

(2.2)
(2.3)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)

Jadi beban terfaktor kritis = 1523 kg/m


Contoh 2.3
Berbagai beban aksial pada suatu kolom telah dihitung yaitu: beban mati = 91 ton,
beban dari atap = 23 ton (beban hidup), beban hidup lantai (setelah direduksi karena
untuk luas lantai yang besar dan bangunan tinggi) = 114 ton, angin = 36 ton, dan gempa
= 27 ton. Tentukan beban rencana kritis dengan menggunakan keenam kombinasi beban
LRFD.
Solusi:
U = (1,4)(91) = 127 ton
U = (1,2)(91) + (1,6)(114) + (0,5)(23) = 303 ton menentukan
U = (1,2)(91) + (1,6)(23) + (0,5)(114) = 203 ton
U = (1,2)(91) + (1,6)(23) + (0,8)(36) = 175 ton
U = (1,2)(91) + (1,3)(36) + (0,5)(114) + (0,5)(23) = 225 ton
U = (1,2)(91) (1,0)(27) + (0,5)(114) = 193 atau 139 ton
U = (0,9)(91) (1,3)(36) = 129 atau 35 ton
U = (0,9)(91) (1,0)(27) = 109 atau 55 ton

(2.2)
(2.3)
(2.4(a))
(2.4(b))
(2.5)
(2.6)
(2.7(a))
(2.7(b))

Jadi beban terfaktor kritis = 303 ton

2.9 Faktor Resistansi atau Faktor Reduksi


Untuk menentukan kekuatan ultimate suatu struktur dengan tepat, perlu
memperhitungkan ketidakpastian kekuatan material, dimensi, dan pelaksanaan. Dengan
suatu faktor resistansi, perancang teknik berusaha menunjukkan bahwa kekuatan suatu
elemen tidak dapat dihitung dengan tepat karena ketidaksempurnaan dalam teori, variasi
dalam sifat material, dan ketidak- sempurnaan dimensi elemen.
Hal ini dilakukan dengan mengalikan kekuatan ultimate teoritis (disebut juga
kekuatan nominal) dari setiap elemen dengan faktor resistansi atau faktor reduksi atau
faktor overkapasitas (kapasitas lebih) , yang hampir selalu lebih kecil dari 1,0. Nilai
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

30

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

tersebut adalah 0,85 untuk kolom, 0,75 atau 0,90 untuk batang tarik, 0,90 untuk balok
dengan beban momen dan geser, dll.
Beberapa nilai faktor resistansi dari SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2 dituliskan
kembali dalam Tabel 2.1. Sebagian istilah dalam tabel tersebut akan dibahas kemudian.

2.10 Besar Beban dan Faktor Resistansi


Sebagian dari perancang teknik mungkin akan berpendapat bahwa tidaklah ekonomis
untuk merancang struktur dengan faktor beban yang begitu tinggi dan faktor resistansi
yang kecil. Tetapi karena begitu besarnya ketidakpastian maka hal tersebut diperlukan.
Diantara ketidakpastian itu adalah:
1. Kekuatan material akan mempunyai karakteristik yang berbeda dari yang
diasumsikan dan hal itu akan bertambah dengan adanya rangkak, korosi, dan
fatik.
2. Dalam metoda analisa seringkali terjadi kesalahan yang cukup besar.
3. Gaya yang berasal dari alam sulit untuk diprediksi, seperti gempa.
4. Tegangan yang ditimbulkan selama proses pabrikasi dan pelaksanaan seringkali
begitu besar.
Pekerja di bengkel sering memperlakukan profil baja dengan tidak hati-hati,
misalnya menjatuhkan, menempa, menarik elemen pada suatu posisi untuk
pembautan. Hal ini dapat menyebabkan gaya yang disebabkan selama pabrikasi
dan pelaksanaan lebih besar dari pada saat konstruksi telah selesai. Lantai untuk
suatu ruangan mungkin direncanakan untuk memikul beban hidup bervariasi
dari 195 s.d. 390 kg/m2, tetapi selama pelaksanaan konstruksi kontraktor
menempatikan batu bata ditumpuk setinggi 3,0 m sehingga menyebabkan beban
beberapa ratus kg/m2.
5. Perubahan teknologi berpengaruh pada besar beban hidup. Misalnya karena dari
tahun ke tahun angin bertiup semakin kencang, maka peraturan juga
meningkatkan tekanan angin minimum yang harus digunakan dalam
perancangan.
Tabel 2.1 Faktor Reduksi () untuk Keadaan Kekuatan Batas
Situasi
Faktor Resistansi,
Komponen struktur yang memikul lentur:
0,90
Balok
0,90
Balok pelat berdinding penuh
0,90
Pelat badan (web) yang memikul geser
0,90
Pelat badan pada tumpuan
0,90
Pengaku
Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial:
0,85
Kuat penampang
0,85
Kuat komponen struktur

0,90
0,75
0,90
0,90

Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial:


Kuat tarik leleh
Kuat tarik fraktur
Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi:
Kuat lentur atau geser
Kuat tarik

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

31

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

0,85
0,85
0,60
0,85
0,90
0,75
0,75
0,75
0,75
0,90
0,75
0,75

Kuat tekan
Komponen struktur komposit:
Kuat tekan
Kuat tumpu beton
Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastis
Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastis
Sambungan baut:
Baut yang memikul geser
Baut yang memikul tarik
Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik
Lapis yang memikul tumpu
Sambungan las:
Las tumpul penetrasi penuh
Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian.
Las pengisi

6. Meskipun beban mati dapat diperkirakan dengan cukup teliti, tetapi tidak
demikian dengan beban hidup.
7. Ketidakpastian lain adalah tegangan residual dan konsentrasi tegangan, variasi
dimensi penampang profil, dll.

2.11 Reliabilitas dan Peraturan LRFD


Reliabilitas menyatakan perkiraan dalam persentase jumlah pengulangan bahwa
kekuatan struktur akan sama atau lebih dari beban maksimum yang bekerja pada
struktur selama masa layannya (misalnya 50 tahun).
Disini akan dijelaskan hal berikut:
1. Bagaimana LRFD mengembangkan prosedur untuk menentukan reliabilitas dari
perancangan yang diberikan.
2. Perancang teknik dapat menentukan persentase reliabilitas untuk situasi yang
berbeda.
3. Perancang teknik dapat menyesuaikan faktor resistansi untuk mendapatkan
persentase reliabilitas seperti yang telah ditetapkan dalam butir (2) di atas.
Misalnya seorang perancang teknik menyatakan bahwa hasil rancangannya
mempunyai reliabilitas 99,7% (ini adalah nilai pendekatan yang didapat dengan
perancangan LRFD). Ini mempunyai arti jika dia telah merancang 1000 struktur yang
berbeda, maka 3 diantaranya mungkin akan mengalami beban berlebih (overloaded) dan
mengalami kegagalan sebelum masa layan 50 tahun selesai. Hal ini jangan diartikan
bahwa 3 diantara bangunan tersebut akan runtuh dan rata dengan tanah serta tidak
berfungsi sama sekali.
Tiga bangunan dari 1000 tersebut belum tentu hancur tetapi bisa saja berada dalam
daerah plastis bahkan daerah strain hardening. Akibatnya jika beban berlebih maka
akan terjadi deformasi yang besar yang menimbulkan sedikit kerusakan pada struktur.
Untuk mempelajari hal ini, misalkan kita meninjau reliabilitas dari sejumlah
struktur rangka baja yang dirancang pada waktu yang berbeda dan dengan peraturan
yang berbeda pula. Kita akan menghitung resistansi atau kekuatan, R, dari setiap

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

32

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

struktur dan begitu pula dengan beban maksimum, Q, yang diharapkan akan bekerja
pada struktur selama masa layan. Struktur akan aman jika R Q.
Nilai aktual dari R dan Q adalah variabel acak/random, maka tidak dapat
dikatakan 100% pasti bahwa R akan sama atau lebih besar dari Q untuk struktur
tertentu. Betapapun teliti perancangan dan pelaksanaan suatu struktur, akan selalu ada
kemungkinan kecil bahwa Q akan lebih besar dari R atau kondisi batas kekuatan akan
dilampaui. Tujuan dari peraturan LRFD adalah untuk membuat kemungkin ini sekecil
mungkin dan dengan persentase yang konsistensi.
Jadi besar resistansi dan beban adalah tidak pasti. Jika digambarkan kurva R/Q
untuk sejumlah struktur maka hasilnya adalah kurva probabilitas berbentuk bel dengan
nilai rata-rata R m dan Q m dan standar deviasi. Jika R < Q maka kondisi batas kekuatan
akan dilampaui dan terjadi keruntuhan.

Gambar 2.2 Definisi dari Indeks Reliabilitas

Untuk memudahkan, kurva digambarkan secara logaritmik seperti pada Gambar


2.2. Perlu diingat bahwa ln dari 1,0 adalah 0 dan jika ln R/Q < 0 berarti kondisi batas
kekuatan telah dilampaui. Kondisi ini dinyatakan dengan kurva yang berarsir. Cara lain
untuk mengekspresikan hal ini adalah semakin besar deviasi standar, semakin besar
reliabilitas. Dalam gambar nilai deviasi standar dinyatakan dengan dan disebut indeks
reliabilitas.
Meskipun nilai yang pasti dari R dan Q tidak diketahui dengan baik, suatu rumus
untuk mendapatkan telah didapat, yaitu

ln (Rm / Qm )
VR2 + VQ2

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

(2.11)

33

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

Dalam rumus diatas, R m dan Q m adalah rata-rata resistansi dan beban, sedangkan
V R dan Q R adalah koefisien variasi.
Berdasarkan perhitungan reliabilitas yang dijelaskan diatas, standar/peraturan
memutuskan untuk menggunakan nilai yang konsisten sebagai berikut:
1. = 3,00 untuk elemen akibat beban gravitasi.
2. = 4,50 untuk sambungan. (Nilai ini menunjukkan bahwa sambungan harus
lebih kuat dibandingkan dengan elemen yang disambung).
3. = 2,5 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban angin. (Nilai ini
menunjukkan bahwa faktor keamanan tidak harus sebesar akibat beban lateral
yang biasanya mempunyai durasi yang pendek).
4. = 1,75 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban gempa.
Nilai disesuaikan sedemikian rupa sehingga nilai yang ditentukan diatas bisa
diperoleh dalam perancangan. Hal ini menjadikan perancangan dengan LRFD akan
hampir selalu memberikan hasil yang sama dengan metoda ASD jika rasio beban hidup
terhadap beban mati adalah 3.

2.12 Kelebihan LRFD


Pertanyaan yang sering muncul adalah:apakah LRFD akan lebih menghemat
dibandingkan dengan ASD? Jawabannya adalah mungkin benar, terutama jika beban
hidup lebih kecil dibandingkan beban mati.
Perlu dicatat bahwa tujuan adanya LRFD bukanlah mendapatkan penghematan
melainkan untuk memberikan reliabilitas yang seragam untuk semua struktur baja.
Dalam ASD faktor keamanan sama diberikan pada beban mati dan beban hidup,
sedangkan pada LRFD faktor keamanan atau faktor beban yang lebih kecil diberikan
untuk beban mati karena beban mati dapat ditentukan dengan lebih pasti dibandingkan
beban hidup. Akibatnya perbandingan berat yang dihasilkan dari ASD dan LRFD akan
tergantung pada rasio beban hidup terhadap beban mati.
Untuk gedung biasa rasio beban hidup terhadap beban mati sekitar 0,25 s.d. 4,0
atau sedikit lebih besar. Untuk bangunan baja tingkat rendah, perbandingan tersebut
akan sedikit diatas rentang ini. Dalam ASD kita menggunakan faktor keamanan yang
sama untuk beban mati dan beban hidup tanpa melihat rasio beban. Jadi dengan ASD
akan dihasilkan profil yang lebih berat dan faktor keamanan akan lebih naik dengan
berkurangnya rasio beban hidup terhadap beban mati.
Untuk rasio L/D lebih kecil dari 3, akan terdapat penghematan berat profil
berdasarkan LRFD atau sekitar 1/6 untuk elemen tarik dan kolom dan 1/10 untuk balok.
Sebaliknya jika rasio L/D sangat tinggi maka hampir tidak ada penambahan
penghematan berat baja yang dilakukan berdasarkan LRFD dibandingkan ASD.
Kumpulan Soal
2.1 Beberapa balok disusun dengan jarak 3,6 m dibawah pelat beton bertulang. Lantai
memikul beban mati D = 440 kg/m2 dan beban hidup L = 390 kg/m2. Tentukan
beban merata terfaktor per meter yang dapat dipikul oleh balok.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

34

BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN

2.2

Suatu pelat atap memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 100
kg/m2, air hujan H = 150 kg/m2, dan angin W = 100 kg/m2. Hitung beban terfaktor
dalam kg/m2 yang harus digunakan dalam perancangan.

2.3

Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 23 ton, beban
hidup L = 18 t, dan beban angin tarik atau tekan W = 14 ton. Hitung kuat rencana
kolom.

2.4

Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 36 ton, beban
hidup L = 27 ton, beban hidup atap L a = 9 ton, dan beban angin W = 25 ton.
Hitung kuat rencana kolom.

2.5

Suatu balok-kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial dan momen:
beban mati D = 36 ton, beban hidup L = 4,5 ton, M D = 2,5 ton-m dan M L = 1,1
ton-m. Hitung beban aksial dan momen yang harus digunakan dalam perancangan.

2.6

Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial: beban mati D = 27 ton,
beban hidup L = 20 ton, beban hidup atap L a = 7 ton, dan beban angin W = 18
ton. Hitung kuat rencana kolom.

2.7

Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial: beban mati D = 91 ton,
beban hidup L = 68 ton, beban hidup atap L a = 11,5 ton, beban angin W = 45 ton,
dan E = 18 ton. Hitung beban terfaktor kritis untuk merancang kolom tersebut.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

35

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memberikan pengenalan dilanjutkan dengan pemahaman terhadap analisis batang tarik
dengan memperhatikan kajian teoritik dan penggunaan peraturan baja Indonesia yang
berlaku saat ini.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan mahasiswa agar mempunyai kompetensi dalam menganalisa
batang tarik dengan memperhatikan pengaruh lubang baut untuk penerapannya pada
profil pelat, siku, kanal, dan I. Juga diberikan cara menganalisa profil terhadap geser
blok baik untuk sambungan baut maupun las.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

36

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.1 Pendahuluan
Batang tarik dapat dijumpai pada jembatan, rangka atap, tower, ikatan angin, sistem
pengaku, dll. Pemilihan penampang batang tarik sangat sederhana karena tidak ada
bahaya tekuk (buckling) sehingga untuk mendapat luas penampang yang diperlukan
cukup menghitung beban terfaktor yang dipikul oleh batang dibagi dengan tegangan
tarik rencana. Kemudian memilih profil sesuai dengan luas penampang yang
diperlukan.
Pemilihan tipe penampang batang yang digunakan lebih banyak dipengaruhi
oleh sambungan. Bentuk batang tarik yang paling sederhana adalah batang bulat, tetapi
sulit untuk disambungkan dengan struktur lain. Pada masa sekarang, batang bulat ini
tidak banyak dipakai kecuali pada sistem pengaku dan rangka atap ringan.
Ukuran batang bulat yang ada mempunyai kekakuan yang sangat kecil sehingga
mudah melentur akibat berat sendiri. Kesulitan lain dari penggunaan batang bulat
adalah dalam hal fabrikasi yang sesuai dengan ukuran panjang sehingga sulit dalam
instalasi.
Jika batang bulat digunakan dalam ikatan angin akan lebih baik jika diberikan
gaya tarik awal yang akan mengikat struktur lebih kuat sehingga mengurangi goyangan.
Untuk memberikan gaya tarik awal, batang bulat dibuat lebih pendek dari yang
diperlukan sekitar 1,6 mm untuk setiap 6,0 m panjang batang. Dengan demikian
tegangan
awal
yang
dihasilkan
sebesar
-3
2
2
Cara
lain
f = E = [1,6 x 10 /(6,0)](200 000 000 kN/m ) = 53 333,3 kN/m .
memberikan tegangan awal adalah dengan melengkapi batang bulat dengan sleeve nut
atau turnbucke seperti dijelaskan dalam Bagian 8 dari AISC-LRFD.
Pada awal penggunaan baja pada struktur, batang tarik terdiri dari batang bulat
dan kabel. Sekarang, batang tarik banyak terdiri dari penampang siku tunggal, siku
ganda, T, kanal, W, atau penampang built-up.
Batang tarik pada rangka atap untuk elemen non-struktural dapat menggunakan
siku tunggal dengan ukuran paling kecil 40x60x6, tetapi akan lebih baik (mengapa?)
jika digunakan siku ganda yang dipasang saling membelakangi dengan jarak tertentu
sebagai tempat pelat buhul untuk sambungan. Untuk siku ganda seperti ini, pada setiap
jarak 1,2 1,5 m, keduanya harus dihubungkan satu sama lain. Mengapa? Penampang T
sangat baik digunakan sebagai batang tarik untuk rangka dengan sambungan las karena
web (badan) dapat saling dihubungkan dengan mudah.
Untuk jembatan dan rangka atap yang besar, batang tarik dapat terdiri dari kanal,
penampang W atau S, atau built up dari siku, kanal, dan pelat. Kanal tunggal sering
digunakan karena eksentrisitas (apa pengaruh eksentrisitas?) yang kecil dan mudah
disambung. Untuk berat yang sama, penampang W lebih kaku dibandingkan dengan
penampang S sehingga akan dijumlai sedikit kesulitan dalam penyambungan
penampang yang berlainan tingginya. Misalnya, W12x79, W12x72, dan W12x65
mempunyai tinggi yang berlainan (masing-masing 12,38 in., 12,25 in., dan 12,12 in.)
(314,5 mm, 311,2 mm, dan 307,8 mm), sedangkan penampang S mempunyai tinggi
nominal yang sama. Misalnya W12x50, S12x40,8 dan S12x35 mempunyai tinggi 12 in
(304,8 mm).
Meskipun penampang tunggal sedikit lebih ekonomis dibandingkan penampang
built up, tetapi penampang built up kadang-kadang digunakan jika perancang teknik
tidak mendapatkan luas penampang atau kekakuan yang dibutuhkan dari penampang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

37

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

tunggal. Jika digunakan penampang built up maka penting untuk menyediakan ruang
kerja dan pengecatan.
Batang yang terdiri dari lebih satu penampang perlu diikat. Pelat pengikat (atau
batang pengikat) diletakan pada interval tertentu atau pelat berlubang dapat digunakan
untuk tujuan ini. Pelat ini berguna untuk mendistribusikan gaya dan menjaga rasio
kelangsingan masing-masing elemen penyusun dalam batas yang diijinkan selain untuk
memudahkan pelaksanaan batang built up. Batang tunggal yang panjang seperti siku
akan menyulitkan pelaksanaan karena fleksibel, tetapi akan lebih mudah untuk batang
tersusun 4-siku seperti dalam Gambar 3.1. Gambar tersebut juga memperlihatkan jenis
lain dari batang tarik. Pelat pengikat tidak boleh dianggap menambah luas efektif
penampang. Karena pelat pengikat (pelat kopel) secara teoritis tidak memikul gaya yang
ada dalam profil utama maka dimensinya biasa ditentukan oleh peraturan atau
berdasarkan pertimbangan perancang teknik. Pelat berlubang (perforated plate) sangat
efektif dalam menahan beban aksial.
Kabel baja dibuat dari baja campuran (alloy) yang dicetak secara cold-drawn
sesuai dengan diameter yang diinginkan. Hasilnya adalah kabel dengan kekuatan 200
s.d. 250 ksi (1380 s.d. 1724 MPa) yang sangat ekonomis untuk digunakan dalam
jembatan suspensi, kabel penopang atap, kereta gantung, dll.
Untuk memilih kabel biasanya perancang teknik harus mengacu pada katalog
pabrik pembuat yang memberikan informasi tegangan leleh dan dimensi kabel yang
diperlukan untuk gaya rencana.

Batang
bulat

Profil
W atau S

Profil T

Siku

Pelat

Siku
ganda
Profil
Built-up

Profil
Built-up

Profil
Built-up

Profil
box

Profil
box

Profil
Built-up

Gambar 3.1 Tipe Batang Tarik

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

38

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.2 Kuat Rencana Batang Tarik


Suatu batang tarik dari baja daktil tanpa lubang atau ulir dapat menahan beban hancur
lebih besar dari luas penampang bruto, A g , dikalikan tegangan lelehnya. Hal ini
disebabkan adanya strain hardening. Suatu batang tarik yang dibebani hingga mencapai
strain hardening akan memanjang cukup besar sebelum terjadi keruntuhan. Hal ini
merupakan suatu kelebihan dan sekaligus kekurangan karena deformasi yang besar
dapat menyebabkan keruntuhan elemen dan struktur.
Untuk batang tarik dengan lubang, kemungkinan keruntuhan akan terjadi pada
penampang netto yang melalui lubang. Beban runtuh ini bisa jauh lebih kecil dari beban
yang diperlukan untuk membuat penampang bruto (tidak melalui lubang) untuk
meleleh. Perlu disadari bahwa bagian dari batang yang berlubang biasanya lebih pendek
dibandingkan panjang batangnya. Meskipun strain hardening bisa dicapai dengan cepat
pada bagian penampang netto dari suatu batang, kelelehan tidak selalu merupakan
kondisi batas yang menentukan, oleh karena itu perubahan panjang akibat leleh pada
bagian kecil dari batang ini dapat diabaikan.
Akibat dari penjelasan diatas, SNI 03-1729-2002 menyatakan bahwa kekuatan
rancangan dari suatu batang tarik, t N n , adalah nilai terkecil dari dua persamaan
dibawah ini.
Untuk kondisi batas kelelehan pada penampang bruto (dimaksudkan untuk
mencegah pertambahan panjang batang yang berlebihan)
N n = Fy Ag
N u = t F y A g dengan t = 0,90

(SNI Pers. 10.1.1-2a) (3.1)

Untuk keruntuhan penampang netto pada lubang baut atau rivet


N n = Fu Ae
N u = t F u A e dengan t = 0,75

(SNI Pers. 10.1.1-2b) (3.2)

Dalam rumus diatas F u adalah tegangan tarik ultimit/putus dan A e adalah luas
netto efektif yang dianggap menahan gaya tarik pada penampang yang melalui lubang.
Luas penampang netto efektif bisa lebih kecil dari luas penampang netto aktual, A n ,
karena adanya konsentrasi tegangan dan faktor lain yang akan dijelaskan kemudian.
(Lihat Tabel 5.3 dalam SNI untuk nilai F y dan F u , dan dalam buku ini diberikan dalam
Tabel 1.2).
Kuat rencana yang dibahas disini tidak berlaku untuk batang bulat berulir atau
elemen dengan lubang sendi seperti eyebar. Topik ini akan dibahas pada Sub Bab 4.3
dan 4.4.
Fluktuasi tegangan biasanya bukan masalah dalam gedung karena perubahan
beban jarang terjadi dan menghasilkan variasi tegangan yang kecil. Beban angin dan
gempa tidak sering terjadi sehingga tidak ditinjau dalam desain terhadap fatik. Tetapi
jika terdapat tegangan bolak-balik yang cukup sering terjadi maka fatik harus
diperhitungkan. Hal ini akan dibahas dalam Sub Bab 4.5.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

39

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.3 Luas Netto


Adanya lubang tentu saja akan menambah tegangan pada batang tarik meskipun lubang
tersebut terisi dengan baut. Tetapi masih ada pertentangan pendapat jika lubang diisi
oleh baut dengan pengencangan penuh. Selain luas baja untuk mendistribusikan
tegangan menjadi lebih kecil, juga akan terjadi konsentrasi tegangan sekitar sisi lubang.
Gaya tarik dianggap terdistribusi merata pada penampang netto, meskipun hasil
penelitian dengan fotoelastis menunjukkan bahwa intensitas tegangan sekitar sisi lubang
beberapa kali lipat tegangan diluar daerah lubang. Untuk material daktil, anggapan
distribusi merata dapat diterima jika material dibebani diatas titik leleh. Jika serat
disekitar lubang diberikan tegangan melampaui titik lelehnya, maka serat tersebut akan
leleh tanpa penambahan tegangan. Hal ini berarti terjadi redistribusi atau keseimbangan
tegangan. Pada beban batas (ultimate) anggapan distribusi tegangan seragam dapat
diterima. Batang tarik dengan lubang rivet atau baut yang terbuat dari material daktil
mempunyai kekuatan 1/5 sampai dengan 1/6 dari batang tarik yang sama tetapi terbuat
dari material getas. Dalam Bab 1 telah dijelaskan bahwa baja dapat kehilangan daktilitas
dan hancur secara getas. Kondisi ini dapat terjadi akibat beban fatik atau temperatur
yang rendah.
Pembahasan yang dilakukan disini hanya berlaku untuk elemen tarik akibat
beban statis. Jika elemen tarik mendapat beban bolak-balik yang menyebabkan fatik
maka harus diupayakan untuk mengurangi konsentrasi tegangan, misalnya pada titik
dengan perubahan luas penampang, sudut tajam, dll.
Luas penampang netto atau luas netto menyatakan luas penampang total
dikurangi dengan lubang, takikan, dll. Perlu disadari bahwa lubang yang dibuat untuk
keperluan rivet atau baut harus 1,0 mm lebih besar dari diameter baut. Sedangkan untuk
membuat lubang tersebut dianggap akan merusak lagi 1,0 mm, sehingga luas lubang
yang harus dikurang terhadap luas total adalah 2,0 mm) lebih besar dari diameter rivet
atau baut. Luas lubang yang harus dikurangi berbentuk segiempat dan sama dengan
diameter lubang dikalikan dengan tebal pelat baja. Hal ini disampaikan dalam SNI 031729-2002 Pasal 17.3.6:
Diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih besar dari diameter
nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih 24 mm, dan maksimum 3 mm lebih
besar untuk baut dengan diameter lebih besar, kecuali untuk lubang pada pelat landas.

Untuk elemen baja dengan tebal lebih besar dari diameter baut akan sulit
dilubangi dan jika memungkinkan akan menyebabkan kerusakan disekitar lubang.
Contoh 3.1 memberikan ilustrasi penentuan luas netto dari pelat tarik.
Contoh 3.1
Tentukan luas netto dari pelat 10x200 mm dalam Gambar 3.2. Pelat dihubungkan
dengan dua baris baut berdiameter 19,0 mm.
Solusi:
Luas netto = (10)(200) (2)(19+2)(10) = 1580 mm2

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

40

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 3.2 Pelat untuk Contoh 3.1

Sambungan elemen tarik harus dibuat supaya tidak terjadi eksentrisitas.


Pengecualian terhadap hal ini diberikan oleh peraturan AISC LRFD Specification untuk
sambungan baut dan las tertentu tetapi tidak akan dibahas dalam buku ini. Jika
sambungan konsentris memungkinkan maka dapat dianggap bahwa tegangan akan
merata pada penampang netto. Jika pada sambungan terjadi eksentrisitas, akan
dihasilkan momen yang menyebabkan tambahan tegangan (tegangan sekunder) dekat
sambungan. Sangatlah sulit untuk membuat susunan sambungan tanpa terjadi
eksentrisitas. Perancang teknik harus memperhitungkan pengaruh eksentrisitas, karena
tidak seluruh kondisi eksentrisitas dicakup oleh peraturan.
Beberapa elemen rangka yang bertemu pada satu titik, garis gayanya dianggap
menuju satu titik yaitu titik pertemuan elemen-elemen tersebut. Jika tidak, akan
terbentuk eksentrisitas dan terjadi tegangan sekunder. Pusat berat penampang dianggap
berimpit dengan pusat gaya pada elemen. Pada elemen simetris hal ini tidak akan
menimbulkan masalah karena pusat berat profil akan berimpit dengan pusat gaya, tetapi
pada profil tidak simetris hal ini menimbulkan masalah karena pusat berat tidak
berimpit dengan pusat gaya. Dalam prakteknya, diatur supaya garis gage elemenelemen tersebut berkumpul pada satu titik. Jika suatu elemen terdiri lebih dari satu garis
gage maka dalam pendetailan harus digunakan salah satu garis gage yang terdekat
dengan pusat berat. Gambar 3.3 memperlihatkan titik suatu rangka batang dengan
seluruh garis gage melalui titik yang sama.

3.4 Pengaruh Lubang Selang-seling


Jika jumlah baris lubang baut atau rivet dalam elemen lebih dari satu, maka lebih
disukai untuk memasangnya dalam susunan zig-zag untuk mendapatkan luas netto
sebesar mungkin untuk menahan beban. Dalam Gambar 3.4(a) dan (b), batang tarik
diasumsikan akan runtuh melalui garis AB. Sedangkan dalam Gambar 3.4(c)
kemungkinan terjadinya keruntuhan dapat melalui garis ABE atau ABCD kecuali jika
jarak antar lubang cukup besar.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

41

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Garis gage

Garis melalui
pusat gravitasi
kelompok baut

2L

Gambar 3.3 Sambungan Rangka Batang

Untuk menentukan luas netto kritis dalam Gambar 3.4(c), secara logika dapat
dipilih nilai terkecil dari: luas penampang melalui AE dikurangi dengan luas satu
lubang atau luas penampang melalui garis ABCD dikurangi dengan luas dua lubang,
tetapi cara ini salah! Pada garis diagonal BC terjadi kombinasi tegangan aksial dan
geser sehingga harus digunakan luas yang lebih kecil. Kekuatan elemen pada
penampang ABCD akan berada diantara kekuatan yang didapat dengan menggunakan
luas netto yang dihitung dengan mengurangi luas satu lubang dari penampang ABE dan
nilai yang dihitung dengan mengurangi luas dua luang dari penampang ABCD.
s
A

N
u
C

Gambar 3.4 Pengaruh Lubang pada Batang Tarik

Hasil uji pada sambungan menunjukkan bahwa hasil perhitungan dengan


rumusan teoritis yang cukup rumit tidak berbeda jauh dengan rumus empiris. Peraturan
AISC LRFD Specification (B2) dan juga SNI 03-1729-02 Pasal 10.2.1 menggunakan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

42

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

metoda yang sederhana untuk menghitung lebar netto elemen tarik pada penampang
zig-zag. Metoda ini menggunakan lebar bruto tanpa tergantung variasi garis keruntuhan
yang dapat terjadi dan dikurangi diameter lubang sepanjang pananpang zig-zag yang
ditinjau, kemudian untuk setiap sisi miring ditambah dengan s2/4u.
Dalam ekpresi diatas, s adalah jarak longitudinal (pitch) antara dua lubang dan u
adalah jarak transversal (gage) antara lubang, seperti pada Gambar 3.4(c). Akan banyak
kemungkinan garis kritis yang harus dicoba untuk mendapatkan nilai yang terkecil.
Luas netto, A n , didapat dengan mengalikan lebar netto dengan tebal pelat profil. Contoh
3.2 memberikan ilustrasi untuk menghitung luas netto suatu penampang dengan tiga
lubang baut. Untuk profil siku, gage adalah jumlah dari gage kedua kaki siku dikurangi
dengan tebal siku.
Lubang untuk baut atau rivet pada profil siku biasanya dilubangi pada jarak
tertentu. Lokasi ini atau gage tergantung pada panjang kaki dan jumlah baris baut. Tabel
3.1 yang diambil dari Bagian 9 AISC-LRFD memberikan nilai gage.
g

g1
g2

Kaki
g
g1
g2

8
4
3
3

7
4
2
3

Tabel 3.1 Gage Untuk Siku, inci.


6
5
4
3 3
2 2
3 3
2 2
1 13/ 8 11/ 8
2 2
2 1

1
1

1
7/8

13/ 8
7/8

1
3/4

1
5/8

Menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 13.1.10.3:


Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua kaki, s g diambil sebagai jumlah jarak
tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki.

sg2
t
sg1
t

sg = sg1 + sg2 - t

Contoh 3.2.
Tentukan luas netto dari pelat setebal 13 mm yang diperlihatkan dalam Gambar 3.5.
Diameter baut yang digunakan adalah 19 mm.
Solusi:
Penampang kritis yang memungkinkan adalah: ABCD, ABCEF, atau ABEF. Diameter
lubang yang harus disediakan adalah 19 + 2 = 21 mm. Lebar netto untuk masing-masing
kasus adalah:
ABCD = 280 (2)(21) = 238 mm
(76) 2
ABCEF = 280 (3)(21) +
= 236 mm
(4)(76)
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

menentukan

43

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

ABEF = 280 (2)(21) +

(76) 2
= 248 mm
(4)(152)

Perlu dicatat bahwa pengecekan jalur ABEF hanya membuang waktu. Pada jalur ABCD
dan ABEF harus mengurangi dua lubang. Karena ABCD mempunyai jalur yang lebih
pendek maka jalur tersebut akan menentukan dibandingkan ABEF.

An = (236)(13) = 3068 mm2

A
66 mm
B

280 mm

u = 76 mm
C

u = 76 mm

64 mm
D

F
s = 76 mm

Gambar 3.5 Pelat Berlubang untuk Contoh 3.2

Penentuan minimum pitch dari baut zig-zag untuk tujuan mendapatkan luas netto
ditunjukkan dalam Contoh 3.3.
Contoh 3.3
Tentukan picth yang memberikan luas netto DEFG sama dengan ABC untuk dua baris
lubang baut pada Gambar 3.6. Dengan kata lain, tentukan picth yang akan memberikan
luas netto sama dengan luas bruto dikurangi satu lubang. Diameter baut yang akan
digunakan 19 mm.
Solusi:

ABC = 153 (1)(21) = 132 mm

s2
s2
DEFG = 153 (2)(21) +
= 111 +
(4)(51)
204
ABC = DEFG
s2
132 = 111 +
204
s = 65,5 mm

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

44

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

D
51 mm
E
153 mm

51 mm
F
51 mm
G
s

Gambar 3.6 Pelat Berlubang untuk Contoh 3.3

Aturan s2/4u hanya pendekatan atau penyederhanaan dari variasi tegangan yang
kompleks yang terjadi dalam elemen dengan susunan baut dan rivet tersusun zig-zag.
Manual baja hanya memberikan standar minimum dan perancang teknik diharuskan
menggunakan logika yang sama untuk kondisi yang rumit tetapi tidak dicakup oleh
peraturan. Paragraf selanjutnya membahas aturan s2/4u yang tidak dicakup oleh AISC
LRFD.
Manual AISC-LRFD tidak memberikan metoda untuk menghitung lebar netto
untuk penampang selain pelat dan profil siku. Untuk profil kanal, W, S, dan profil lain
dengan tebal flens dan web yang berbeda. Akibatnya dalam perhitungan harus
menggunakan luas netto dan bukan lebar netto. Jika lubang diletak pada satu garis lurus,
maka luas netto cukup mengurangi luas bruto dengan luas lubang. Jika lubang
diletakkan berzig-zag, maka nilai s2/4u harus dikalikan dengan tebal untuk mengubah
nilai tersebut menjadi luas. Prosedur ini diberikan dalam Contoh 3.4 dimana baut hanya
ada pada web saja.
Contoh 3.4
Tentukan luas netto dari IWF200x150x30,6 (A = 3901 mm2, t w = 6 mm, t f = 9 mm)
seperti diberikan dalam Gambar 3.7. Diameter baut 25 mm.
Solusi:
Luas netto
ABDE = 3901 (2)(25 + 2)(6) = 3577 mm2

ABCDE = 3901 (3)(25 + 2)(6) + (2)

(60)2
(6) = 3637 mm2
(4)(48,5)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

45

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

A
48,5 mm

B
48,5 mm
tw=6 mm

194 mm

C
48,5 mm

D
48,5 mm

E 60 mm

bf = 150 mm

Gambar 3.7 Profil W Berlubang untuk Contoh 3.4

Jika zig-zag berada pada web dan flens, maka akan terjadi perubahan tebal.
Dalam Contoh 3.5, profil kanal dibuat lurus sehingga berbentuk pelat seperti dalam
Gambar 3.8(b) dan (c). Luas netto sepanjang ABCDEF ditentukan dengan mengurangi
luas kanal dengan luas lubang pada flens dan web serta nilai s2/4u untuk setiap garis
zig-zag dikalikan dengan tebal. Untuk garis CD, s2/4u telah dikalikan dengan tebal web.
Garis BC dan DE (dengan lubang pada web dan flens) cara pendekatan yang digunakan
untuk menghitung s2/4u adalah dengan mengalikan rata-rata tebal web dan flens.
Contoh 3.5
Tentukan luas netto yang melalui garis ABCDEF untuk C380x54,5 (A = 6939 mm2)
seperti dalam Gambar 3.8. Baut yang digunakan 19 mm.
Solusi:
Pendekatan luas netto sepanjang ABCDEF =
(75) 2 16 + 10,5
(75) 2
2
(10,5) + (2)
6939 (2)(21)(16) (2)(21)(10,5) +
= 6167 mm

(4)(139,5)
2
(4)(200)

40 mm
60 mm

A
40 mm

B
90 + 60
10,5 = 139,5 mm

90 mm
16 mm

C
200 mm

200 mm

90 mm

90 + 60
10,5 = 139,5 mm

tw=10,5 mm

40 mm
40 mm

75 mm

60 mm

16 mm

Gambar 3.8 Profil Kanal Berlubang untuk Contoh 3.5

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

46

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.5 Luas Netto Efektif


Jika suatu elemen selain pelat dan batang dibebani gaya tarik hingga runtuh pada
penampang netto, tegangan runtuh tarik aktual akan lebih kecil dari kekuatan tarik pada
uji baja. Hal ini adalah hal yang umum terjadi kecuali jika batang penyusun elemen
dihubungkan satu sama lain sehingga tegangan yang ditransfer akan merata pada
seluruh penampang.
Jika gaya tidak ditransfer secara merata melalui penampang batang, akan ada
daerah transisi dari tegangan yang tidak merata dari sambungan sampai jarak tertentu.
Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3.9(a) dimana batang tarik profil siku
disambungkan hanya pada salah satu kakinya. Pada sambungan, sebagian besar beban
dipikul oleh kaki yang tersambung, dan diperlukan jarak tertentu dimana tegangan akan
merata pada seluruh penampang, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.9(b).
Dalam daerah transisi, tegangan pada daerah yang disambung bisa melebihi F y
dan berada dalam daerah strain hardening. Jika beban tidak dikurangi maka batang
dapat runtuh lebih awal. Semakin jauh dari daerah sambungan, tegangan semakin
merata. Dalam daerah transisi ini terjadi lompatan (lag) transfer geser dan fenomena ini
disebut shear lag.
Dalam situasi seperti ini aliran tegangan tarik antara penampang penuh dan
penampang terhubung yang lebih kecil tidak efektif 100%. Oleh karena itu AISC-LRFD
Specification (B3) dan SNI 03-1729-02 Pasal 10.2 menyatakan bawah luas netto efektif,
A e , dari batang semacam ini dihitung dengan mengalikan luas A (luas netto, A n , atau
luas bruto atau luas panampang yang langsung tersambung, sebagaimana akan
dijelaskan kemudian) dengan faktor reduksi, U, sebagai berikut:
A e =U A n

(3.3)

Profil siku dalam Gambar 3.10(a) disambungkan pada kedua ujungnya hanya
pada satu kaki. Dengan mudah dapat dilihat bahwa luas efektif dalam menahan tarik
dapat ditingkatkan dengan memotong lebar kaki yang tidak tersambung dan
memperpanjang kaki yang tersambung seperti dalam Gambar 3.10(b).

(a) Siku Disambung Pada Satu Kaki

(b) Tegangan Pada Daerah Transisi > F y

Gambar 3.9 Shear Lag

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

47

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

(a)

(b)

Gambar 3.10 Mengurangi Shear Lag Dengan Mereduksi Panjang Kaki Yang Tidak Disambung
Dan Berarti Mengurangi x

Peneliti telah menemukan bahwa cara mengukur efektivitas suatu profil yang
disambung pada satu kaki seperti profil siku adalah jarak x yang diukur dari bidang
sambungan ke pusat luas seluruh penampang. Semakin kecil nilai x akan semakin besar
luas efektif batang. Peraturan ini akan mereduksi panjang suatu sambungan L dengan
adanya shear lag menjadi panjang efektif yang lebih pendek yaitu L. Nilai U sama
dengan L/L atau 1 - x /L. Beberapa nilai x diberikan dalam Gambar 3.11. Beberapa
paragraf dibawah ini membahas cara menentukan luas efektif untuk batang tarik dengan
sambungan baut dan las.
Batang Dengan Sambungan Baut
Jika beban tarik ditransfer melalui baut, A sama dengan A n dan U dihitung sebagai
berikut:
U = 1

x
0,9
L

(LRFD Pers. (B3-2) (3.4)

Panjang L yang digunakan dalam rumus di atas sama dengan jarak antara baut
pertama dan terakhir dalam baris yang ditinjau. Jika terdapat lebih dari dua baris baut
atau lebih, panjang L adalah panjang dari baris dengan jumlah baut terbanyak. Jika baut
dipasang zig-zag, panjang L adalah jarak terbesar antara baut. Semakin panjang
sambungan (L) akan semakin besar U, dan luas efektif juga menjadi semakin besar.
Tetapi efektivitas sambungan akan berkurang jika sambungan yang dipakai terlalu
panjang. Tidak cukup data untuk menentukan panjang L jika hanya ada satu baut dalam
satu baris. Tetapi secara konservatif dapat diambil A e = A n .
Untuk menghitung U penampang W yang disambung pada flens saja, kita akan
mengasumsikan bahwa penampang dibagi menjadi dua profil T. Kemudian nilai x yang
dipakai adalah jarak dari sisi luar flens ke pusat penampang profil T, seperti dalam
Gambar 3.11(c). Part (b) dan (c) dari Gambar C-B3.1 LRFD Commentary memberikan
ilustrasi prosedur yang direkomendasikan untuk menghitung nilai x untuk profil kanal
dan I dimana beban ditransfer melalui baut yang melalui web saja.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

48

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 3.11 Nilai x Untuk Beberapa Jenis Penampang

Peraturan AISC-LRFD dan SNI Pasal 10.2.5 mengijinkan perencana untuk


menggunakan nilai U lebih besar dari nilai U yang didapat dari persamaan untuk
beberapa situasi yang tidak disebut dalam peraturan. Termasuk didalamnya adalah nilai
U untuk profil W dan C yang disambungkan oleh baut pada web saja. Juga untuk siku
tunggal dengan dua baris baut dipasang zig-zag pada salah satu kaki. Ide dasar untuk
menghitung x untuk kasus-kasus tersebut diberikan dalam paragraf berikut.
Profil kanal dalam Gambar 3.12(a) dihubungkan dengan dua baris baut melalui
web. Bagian siku dari kanal ini di atas pusat baut teratas diperlihatkan dalam Gambar
3.12(b). Bagian dari kanal ini tidak tersambung. Untuk memperhitungkan adanya shear
lag, kita dapat menghitung jarak vertikal dari pusat baut teratas ke pusat siku atas dan
jarak horisontal dari sisi terluar dari web ke pusat siku. Nilai terbesar dari keduanya
akan mewakili kondisi terburuk dan merupakan nilai x yang akan digunakan dalam
persamaan. Diharapkan dengan memahami ide ini, pembaca dapat mengerti nilai yang
diberikan dalam Commentary LRFD untuk jenis profil yang lain.
Contoh 3.6 memberikan ilustrasi cara menghitung luas netto efektif dari profil
W yang hanya disambung pada flens dengan baut. Kuat rencana batang juga dihitung
dalam contoh ini.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

49

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gunakan
maksimum x
x

Pusat siku

54 mm 75 mm

(a)

75 mm

(b)
204 mm

Gambar 3.12 Menentukan x Untuk Sebuah Kanal Dengan Baut Pada Web

Contoh 3.6
Tentukan kuat tarik rencana IWF250x250x72,4 dengan dua baris baut 19 mm pada
setiap flens. Gunakan baja BJ34 dengan F y = 210 MPa dan F u = 340 MPa. Diasumsikan
sedikitnya ada 3 baut dalam satu baris dan baut tidak disusun secara zig-zag.
Solusi:
IWF250x250x72,4 (A g = 9218 mm2, d = 250 mm, b f = 250 mm, t f = 14 mm)
(a) N u = t F y A g = (0,90)(210x106)(9218x10-6)10-3 = 1742,2 kN
(b) An = 9218 (4)(21)(14) = 8240 mm 2 = A
Dari tabel untuk separuh IWF250x250x72,4 (atau WT250x250x36,2) didapat x
= 20,8 mm, maka
20,8
x
= 0,898
U = 1 = 1
204
L
Ae = UAn = (0,898)(8042) = 7222 mm2
N u = t F u A e = (0,75)(340x106)(7222x10-6)10-3 = 1841,6 kN
Kuat rencana N u = 1742,2 kN

Peraturan AISC-LRFD memberikan nilai standar U yang dapat digunakan untuk


batang sambungan baut dan tidak menggunakan rumusan 1 - x /L. Nilai tersebut
diberikan dalam Tabel 3.2 dan masih dapat diterima. Misalnya dalam Contoh 3.6, nilai
U dari tabel adalah 0,90 karena b f /d = 250/250 > 2/3. Nilai dalam tabel tersebut
khususnya berguna untuk pradesain dimana kita tidak mempunyai cukup informasi
untuk menentukan nilai U.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

50

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Tabel 3.2 Nilai U Untuk Sambungan Baut


(a) Profil W, M, dan S dengan lebar flens tidak kurang dari 2/3 tinggi, dan profil T hasil pemotongan
profil W, M, dan S dengan sambungan pada flens dan mempunyai baut tidak kurang dari tiga buah
per baris dalam arah tegangan, U = 0,90
(b) Profil W, M, dan S yang tidak memenuhi kondisi (a) , profil T hasil pemotongan profil W, M, dan S,
dan semua profil lain termasuk penampang built-up dengan baut tidak kurang dari tiga buah per baris
dalam arah tegangan, U = 0,85.
(c) Semua profil dengan dua baut perbaris dalam arah tegangan, U = 0,75.

Jika beban tarik ditransfer dengan las fillet pada beberapa titik tetapi tidak pada
seluruh penampang, kekuatan las akan menentukan.
Sambungan Las
Jika beban tarik ditransfer melalui las maka digunakan peraturan SNI 03-1729-02 Pasal
10.2.2, 10.2.3, dan 10.2.4 dibawah ini untuk menghitung nilai A dan U. Sama seperti
untuk sambungan baut, A e = AU.
1. Jika beban ditransfer dengan las longitudinal/memanjang saja tanpa
menggunakan pelat, atau dengan sambungan las longitudinal yang
dikombinasikan dengan las transversal, A sama dengan luas bruto penampang,
A g . (Pasal 10.2.2).
2. Jika beban tarik ditransfer melalui las transversal/melintang saja, A sama dengan
luas elemen yang secara langsung tersambung dan U sama dengan 1,0. (Pasal
10.2.3).
3. Hasil uji menunjukkan bahwa jika pelat atau bar disambung dengan las fillet
longitudinal digunakan sebagai batang tarik, maka pelat tersebut akan runtuh
lebih awal (prematur) akibat shear lag pada sudut-sudutnya bila las terlalu
berjauhan. Maka peraturan LRFD menyatakan bahwa jika situasi ini terjadi
maka panjang las tidak boleh lebih kecil dari lebar pelat atau bar. A menyatakan
luas pelat dan UA adalah luas netto efektif. Untuk situasi seperti ini, nilai U yang
harus digunakan SNI Pasal 10.2.4 adalah:
Jika l 2w
U = 1,0
Jika 2w > l 1,5w
U = 0,87
Jika 1,5w > l w
U = 0,75
dimana
l = panjang las, in.
w = lebar pelat (jarak antara las), in.
Untuk kombinasi las longitudinal dan transversal, l yang digunakan adalah
panjang las longitudinal karena las transversal hanya memberikan sedikit atau tidak
berpengaruh pada shear lag (artinya, las transversal hanya sedikit mentransfer beban
pada bagian elemen yang tidak tersambung).
Jika digunakan las fillet untuk mentransfer beban tarik pada semua tetapi tidak
seluruh penampang elemen, maka kekuatan las akan menentukan.
Contoh 3.7 memberikan ilustrasi perhitungan luas efektif dan kuat rencana
batang dengan sambungan las.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

51

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Contoh 3.7
Pelat 20x150 mm pada Gambar 3.13 disambung dengan pelat 20x200 mm
menggunakan las fillet longitudinal untuk memikul beban tarik. Tentukan kuat rencana
N u dari batang jika F y = 240 MPa dan F u = 370 MPa.

Gambar 3.13 Dua Pelat Disambung Untuk Contoh 3.7

Solusi:
Tinjau pelat terkecil
(a) N u = t F y A g = (0,90)(240x106)(20x150x10-6)10-3 = 648 kN
(b) A = A g = 20x150 = 3000 mm2
1,5w = 1,5x150 = 225 mm in > l = 200 in. > w = 150 mm.
U = 0,75 (SNI 03-1729-02 Pasal 10.2.4)
Ae = AU = (3000)(0,75) = 2250 mm 2
N u = t F u A e = (0,75)(370x106)(2250x10-6)10-3 = 624,4 kN
Kuat rencana N u = 624,4 kN

Contoh 3.8
Hitung kuat rencana N u dari profil siku dalam Gambar 3.14. Profil ini dilas pada ujung
dan sisi kaki 200 mm dan BJ41, F y = 250 MPa dan F u = 410 MPa.
Solusi:
Karena hanya satu kaki profil siku yang disambung, maka luas efektif harus dihitung.
(a) N u = t F y A g = (0,90)(250x106)(5100x10-6)10-3 = 1147,5 kN
72,9
x
(b) U = 1 = 1
= 0,271
100
L
Ae = AU = (5100)(0,271) = 1382,1 mm 2
N u = t F u A e = (0,75)(410x106)(1382,1x10-6)10-3 = 425 kN
Kuat rencana N u = 425 kN

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

52

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 3.14 Profil Siku Dengan Sambungan Las Pada Salah Satu Kaki Saja 8-in

3.6 Elemen Penyambung Batang Tarik


Jika pelat buhul digunakan sebagai elemen penyambung beban tarik, kekuatannya harus
ditentukan sebagai berikut:
Untuk kelelehan elemen penyambung dengan baut atau rivet
= 0,90
Rn = Ag Fy
(SNI Pers. 10.1.1-2.a) (3.5)
Untuk keruntuhan pada elemen penyambung dengan baut atau rivet
= 0,75
dengan A n 0,85 A g
(SNI Pers. 10.1.1-2.b) (3.6)
Rn = An Fu
Luas netto A n yang digunakan dalam Pers. (3.6) tidak boleh lebih dari 85% A g .
Hasil uji menunjukkan bahwa elemen penyambung gaya tarik dengan sambungan baut
hampir selalu mempunyai efiensi kurang dari 85%, meskipun persentase lubang sangat
kecil dibandingkan luas bruto elemen (SNI Pasal 10.2.1 ayat 2). Dalam Contoh 3.9
dihitung kekuatan sepasang pelat penyambung yang menahan gaya tarik.
Contoh 3.9
Batang tarik BJ34(F y = 210 MPa dan F u = 340 MPa) dari Contoh 3.6 dianggap
disambung pada kedua ujungnya dengan menggunakan dua pelat 9,5x300 mm seperti
dalam Gambar 3.15. Jika digunakan dua baris baut 19 mm pada masing-masing pelat,
tentukan gaya tarik rencana yang dapat ditransfer oleh pelat.
Solusi:
N u = t F y A g = (0,90)(210x106)(2 x 9,5 x 300 x 10-6)10-3 = 1077,3 k
A n dari 2 pelat = (9,5 x 300 21 x 2 x 9,5)2 = 4902 mm2
0,85A g = (0,85)(2 x 9,5 x 300) = 4845 mm2 = A n

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

53

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

N u = t F u A e = (0,75)(340x106)(4845x10-6)10-3 = 1234,5 kN
N u = 1077,3 kN

Gambar 3.15 Batang Tarik Dan Pelat Penyambung Untuk Contoh 3.9

3.7 Geser Blok (Block Shear)


Kuat rencana dari suatu batang tarik tidak selalu dikontrol oleh t F y A g atau t F u A e
atau oleh kekuatan baut atau las dimana batang disambungkan, tetapi bisa juga
ditentukan oleh kekuatan geser blok.
Keruntuhan dari suatu batang bisa terjadi sepanjang suatu lintasan tarik pada
satu bidang dan geser pada bidang tegak lurusnya dalam Gambar 3.16 yang
memperlihatkan beberapa kemungkinan keruntuhan geser blok. Dengan kondisi seperti
ini, memungkinkan suatu blok baja untuk tersobek.
Jika beban tarik diberikan pada suatu sambungan ditingkatkan kekuatan hancur
dari bidang yang lebih lemah akan dicapai. Bidang lemah ini tidak akan runtuh karena
ditahan oleh bidang yang lebih kuat. Beban dapat terus ditingkatkan sampai kekuatan
runtuh dari bidang yang lebih kuat tercapai. Pada saat tersebut bidang lemah akan leleh.
Kekuatan total sambungan sama dengan kekuatan hancur dari bidang terkuat ditambah
kekuatan leleh bidang terlemah. Jadi tidaklah realistis untuk menjumlahkan kekuatan
hancur bidang kuat dan bidang lemah untuk menentukan tahanan geser blok dari suatu
batang. Terlihat bahwa geser blok bersifat merobek atau menghancurkan tetapi tidak
melelehkan.
Batang dalam Gambar 3.17(a) mempunyai luas geser yang besar dan luas tarik
yang kecil, jadi tahanan utama keruntuhan geser blok adalah geser dan bukan tarik.
Peraturan LRFD menyatakan bahwa dapat diasumsikan jika suatu keruntuhan geser
terjadi pada luas tahanan geser yang besar maka luas tarik yang lebih kecil dapat
dianggap leleh.
Gambar 3.17(b) memperlihatkan free body dari blok tersebut yang cenderung
untuk merobek profil siku pada Gambar 3.17(a). Terlihat disini bahwa geser blok
disebabkan oleh tumpuan baut pada belakang lubang baut.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

54

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Dalam Gambar 3.17(c) pada saat terjadi geser blok, luas tarik akan lebih besar
dibandingkan dengan luas geser. AISC-LRFD berpendapat bahwa dalam kasus ini gaya
utama yang menahan keruntuhan geser blok adalah gaya tarik dan bukan geser. Jadi
keruntuhan geser blok tidak dapat terjadi sebelum terjadi keruntuhan tarik. Disini dapat
diasumsikan bahwa luas geser telah leleh.

(a) Siku Sambungan Baut

(b) Profil W Dengan Sambungan Baut Pada Flens

(c) Pelat Sambungan Las


Gambar 3.16 Geser Blok

Berdasarkan pembahasan diatas, Peraturan AISC-LRFD (J4.3) menyatakan


bahwa kuat rencana geser blok dari suatu batang ditentukan dengan (1) menghitung
kekuatan hancur tarik pada penampang netto dalam satu arah dan menjumlahkan
kekuatan leleh geser pada luas bruto pada arah tegak lurusnya dan (2) menghitung
kekuatan hancur geser pada luas bruto yang mendapat beban tarik dan menjumlahkan
kekuatan leleh tarik pada luas netto yang mendapat gaya geser pada segmen tegak
lurusnya.
Hasil uji menunjukkan bahwa prosedur ini memberikan hasil yang baik. Hal ini
konsisten dengan perhitungan yang sebelumnya telah digunakan untuk menghitung
batang tarik dimana luas bruto dipakai untuk pada kondisi batas kelelehan (t F y A g )

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

55

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

dan luas netto untuk kondisi batas kehancuran (t F u A e ). AISC-LRFD J4.3 menyatakan
bahwa kuat rencana keruntuhan geser blok ditentukan sebagai berikut:
1. Jika F u A nt 0,6 F u A nv maka akan tejadi leleh geser dan keruntuhan tarik,
persamaan yang digunakan adalah:

Rn = [0,6 Fy Agv + Fu Ant ]

(LRFD Pers. J4-3a) (3.7)

2. Jika 0,6 F u A nv > F u A nt maka akan tejadi leleh tarik dan keruntuhan geser,
persamaan yang digunakan adalah:

Rn = [0,6 Fu Anv + Fy Agt ]


dimana

(LRFD Pers. J4-3b) (3.8)

= 0,75
A gv = luas bruto akibat geser
A gt = luas bruto akibat tarik
A nv = luas netto akibat geser
A nt = luas netto akibat tarik

(a) Runtuh Geser dan Leleh Tarik

(b) Free Body Blok Cenderung Merobek


Bagian Profil Siku (a)

(c) Runtuh Tarik dan Leleh Geser


Gambar 3.17 Geser Blok

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

56

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Contoh 3.10 dan 3.11 memberikan ilustrasi cara menentukan kekuatan geser
blok untuk dua batang. Topik geser blok dilanjutkan dalam bab sambungan pada bab
berikutnya, dimana sambungan balok harus dicek terhadap flens atas dari balok terlepas.
Contoh 3.10
Batang tarik mutu BJ37 dalam Gambar 3.18 disambungkan dengan tiga baut 19 mm.
Tentukan kekuatan geser blok dan kekuatan tarik batang tersebut.
Solusi:
L100x150x26,1 (t = 14 mm)

Gambar 3.18 Batang Tarik Untuk Contoh 3.10

Agv = (140)(14) = 1960 mm 2


Agt = (60)(14) = 840 mm 2

Anv = (140 2,5 x 21)(14 ) = 1225 mm 2 , dengan angka 2,5 adalah pengurangan dari
2,5 jumlah baut.
1

Ant = 60 x 21(14) = 693 mm2 , dengan angka adalah pengurangan dari


2

jumlah baut.
F u A nt = (370x106)(693x10-6)10-3 =
(0,6)(370x106)(1225x10-6)10-3 = 198,5 kN

256,4

kN

<

0,6

Fu

A nv

Jadi gunakan LRFD Pers. J4-3b

R n = 0,75[(0,6)(370x106)(1225x10-6)10-3 + (240x106)(840x10-6)10-3] = 355,2 kN


Kekuatan tarik dari profil siku adalah
(a) N u = t F y A g = (0,90)(240x106)(3320x10-6)10-3 = 717,1 kN
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

57

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

(b) A n = 3320 (1)(21)(14) = 3026 mm2 = A, dengan nilai 1 menyatakan jumlah baut
49,7
=
0,645
140
A e = UA = (0,645)(3026) = 1951,8 mm2
U=
1

N u = t F u A e = (0,75)(370x106)(1951,8x10-6)10-3 = 541,6 kN
N u batang = nilai terkecil dari R n = 355,2 kN atau N u = 541,6 kN

N u = 355,2 kN

Dari tabel Bagian 8 Manual LRFD untuk balok W, dapat dihitung kekuatan
geser bloknya. Dalam Tabel 8-47(a) diberikan nilai F u A nt per inci ketebalan material,
dan Tabel 8-47(b) memberikan nilai (0,60F y A gv ) per inci ketebalan material. SNI 031729-02 tidak memberikan tabel-tabel semacam ini untuk keperluan perancangan
praktis.
Contoh 3.11
Tentukan kuat rencana geser blok batang BJ37 dengan sambungan las dalam Gambar
3.19.

Gambar 3.19 Batang Tarik Untuk Contoh 3.11

Solusi:
A=
gv

=
(14 ) (100 + 100)

2800 mm2

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

58

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

=
(14
) (250) 3500 mm2
Anv = (14 )(100 + 100) = 2800 mm 2
Ant = (14)(250) = 3500 mm 2

=
Agt

F u A nt = (370x106)(3500x10-6)10-3 =
(0,6)(370x106)(2800x10-6)10-3 = 621,6 kN

1295

kN

>

0,6

Fu

A nv

Jadi gunakan LRFD Pers. J4-3a

R n = 0,75[(0,6)(240x106)(2800x10-6)10-3 + (370x106)(3500x10-6)10-3] = 1273,6 kN


Kekuatan tarik pelat adalah
N u = F y A g = (0,90)(240x10-6)(14 x 250x10-6)10-3 = 756 kN

Kuat rencana pelat = 756 kN

Dalam beberapa kasus tidak begitu mudah untuk meninjau penampang untuk
perhitungan geser blok. Dalam hal ini perancang teknik harus menggunakan
pertimbangannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 3.20. Dalam bagian (a)
diasumsikan bahwa robeknya web akan terjadi sepanjang lintasan abcdef . Alternatif
lain kemungkinan robeknya batang ini adalah abdef seperti diperlihatkan dalam bagian
(b) dari Gambar 3.20. Untuk sambungan ini diasumsikan bahwa beban yang dipikul
terdistribusi merata diantara kelima baut. Jadi jika robek web ditinjau untuk kasus (b),
maka kita hanya mengasumsikan 4/5 N u yang dipikul oleh penampang, karena satu baut
berada diluar daerah robek.
a

a
Bidang tarik
c

Bidang tarik

Bidang geser
(a)

Bidang geser
(b)

Gambar 3.20 Dua Kemungkinan Robek Web

Perlu dicatat bahwa kekuatan geser blok total akan sama dengan kekuatan geser
blok sepanjang lintatas abdef ditambah kekuatan baut C, karena baut itu harus runtuh.
Untuk menghitung lebar bidang tarik abc dan abd dalam kasus ini, dapat digunakan
rumusan s2/2u sebagaimana dibahas dalam Sub Bab 3.4.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

59

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Kumpuan Soal
Gunakan lubang baut ukuran standar untuk semua soal berikut.
3.1 s.d. 3.18

Hitung luas netto dari setiap elemen yang ditinjau.

3.1

Gambar S3.1 Elemen Untuk Soal 3.1

3.2

Gambar S3.2 Elemen Untuk Soal 3.2

3.3

IWF250x125x29,6

Baut 20 mm

Gambar S3.3 Elemen Untuk Soal 3.3

3.4

WT300x150x18,4

Baut 19 mm

Gambar S3.4 Elemen Untuk Soal 3.4

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

60

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.5 Profil siku L100x200x40 dengan satu baris baut diameter 22 mm pada setiap kaki.
3.6 Sepasang L100x150x26,1 dengan dua baris baut diameter 19 mm pada kaki panjang
dan satu baris pada kaki pendek.
3.7 Profil IWF200x200x49,9 dengan dua baris baut diamter 22 mm pada setiap flens
dan dua pada web.
3.8 Pelat 19x300 pada Gambar S3.8. Baut 22 mm.

Gambar S3.8 Elemen Untuk Soal 3.8

3.8

Pelat 12x230 pada Gambar S3.9. Baut 22 mm.

Gambar S3.9 Elemen Untuk Soal 3.9

3.10 Pelat 22x300 pada Gambar S3.10. Baut 22 mm.

Gambar S3.10 Elemen Untuk Soal 3.10

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

61

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.11 Siku 100x200x40 dengan satu baris baut 19 mm pada masing-masing kaki. Jarak
baut 75 mm pada setiap baris dan dipasang zig-zag dengan jarak 40 mm satu sama
lain.

90 mm

110 mm

80 mm

20 mm

Gambar S3.11 Elemen Untuk Soal 3.11

3.12 Untuk pelat pada Gambar S3.12, hitung pitch s jika hanya perlu mengurangi dua
baut pada setiap perhitungan luas netto. Baut 19 mm.

Gambar S3.12 Elemen Untuk Soal 3.12

3.13 Sama seperti Soal 3.12 tetapi baut yang harus dikurangi pada setiap penampang
adalah 1 lubang.
3.14 Profil L200x200x59,9 digunakan sebagai batang tarik dengan satu garis gage untuk
baut 1 in pada setiap kaki dengan lokasi gage standar. (Lihat Tabel 3.1). Berapa
jarak minimum dari zig-zag sehingga hanya perlu mengurangi satu baut dari luas
bruto? Hitung luas netto batang ini jika lubang dibuat zig-zag dengan jarak 50
mm.
3.15 Gambar S3.15 memperlihatkan siku L100x150x26,1. Pada kaki panjang digunakan
dua baris baut 19 mm dan pada kaki pendek digunakan satu baris baut. Tentukan
jarak zig-zag minimum (atau pitch, s) yang diperlukan sehingga hanya dua baut
yang perlu dikurangi dalam menentukan luas netto.
3.16 Profil siku 100x200x31,6 mempunyai satu baris lubang untuk baut 14 mm pada
masing-masing kaki. Tentukan pitch minimum sehingga hanya perlu mengurangi
1 lubang untuk menghitung luas netto. (Gunakan gage standar untuk siku seperti
dalam Tabel 3.1).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

62

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar S3.15 Profil Siku Untuk Soal 3.15

3.16 Sebagai latihan menggunakan peraturan lain yaitu AISC-LRFD, soal-soal yang
tersisa diberikan dalam profil yang ada dalam Manual AISC-LRFD serta dimensi
dalam satuan inci. Properti penampang diberikan dalam lampiran dari buku ini
yang diambil dari AISC-LRFD.
3.17 Tentukan luas penampang efektif dari kanal C15 x 40 dalam Gambar S3.17.
Lubang untuk baut in. (Jawab: 10,05 in2).

Gambar S3.17 Profil Kanal Untuk Soal 3.17

3.18 Hitung luas netto efektif penampang built-up dalam Gambar S3.18 jika dengan
lubang untuk baut 7/8 in. Asumsikan paling sedikit ada tiga baut pada setiap baris.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

63

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Pelat 1 x 14

MC13 x 50

Gambar S3.18 Penampang Built-up Untuk Soal 3.18

3.19 s.d. 3.22 Tentukan luas netto efektif penampang dengan menggunakan nilai U
yang diberikan dalam Tabel 3.2. Asumsikan paling sedikit ada tiga baut
dalam satu baris.
3.19

Gambar S3.19 Profil Untuk Soal 3.19

3.20 Tentukan luas netto efektif MC12 x 45 dalam Gambar S3.20. Asumsikan lubang
untuk baut 1-in.

Gambar S3.20 Profil Untuk Soal 3.20

3.21 Profil C12 x 20,7 disambungkan melalui web dengan tiga baris gage dengan baut
in. Jarak antar gage 3 in dan jarak antar baut sepanjang garis gage adalah 4 in.
Jika baut baris tengah dibuat zig-zag terhadap baris luar, tentukan luas netto
efektif dari profil ini. Asumsikan ada tiga baut dalam satu baris. (Jawab: 4,67 in2).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

64

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3.22

Gambar S3.22 Profil Untuk Soal 3.22

3.23 s.d. 3.26 Dapatkan nilai U dengan menggunakan rumus.


3.23 Ulangi Soal 3.19. (Jawab: 3,79 in2).
3.24 Ulangi Soal 3.20.
3.25 Ulangi Soal 3.22. (Jawab: 7,65 in2).
3.26 Tentukan kuat tarik rencana N u dari W12 x 45 A36 dengan dua baris baut in
pada setiap flens (tiga baut setiap baris dengan jarak 3 in). Abaikan kekuatan geser
blok.
3.27 Tentukan kuat tarik rencana N u dari W18 x 119 A572 mutu 50 dengan dua baris
baut 1 in pada setiap flens (paling sedikit ada empat baut setiap baris dengan jarak
3 in). Abaikan kekuatan geser blok. (Jawab: 1138,3 k).
3.28 Batang tarik siku tunggal L7 x 4 x mempunyai dua baris gage pada kaki
panjang dan satu pada kaki pendek untuk baut in dan disusun seperti pada
Gambar S3.28. Tentukan kuat tarik rencana N u jika A572 mutu. Abaikan kekuatan
geser blok.
3.29 Hitung kuat rencana sambungan baut dengan mengabaikan geser blok dari profil
siku dalam Gambar S3.29. Siku terbuat dari baja A36 dan baut in. (Jawab:
110,8 k).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

65

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar S3.28 Profil Siku Untuk Soal 3.28

Gambar S3.29 Profil Siku Untuk Soal 3.29

3.30 Tentukan kuat tarik rencana P u dari siku ganda 6 x 6 x dalam Gambar S3.30
yang terbuat dari A242 mutu 50. Gunakan standar gage dari Tabel 3.1 atau
Manual LRFD untuk baut in. Abaikan kekuatan geser blok.

Nu

2,0 in 2,0 in 2,0 in 2,0 in

Gambar S3.30 Siku Ganda Untuk Soal 3.30

3.31 Siku 7 x 4 x 3/8 disambung dengan tiga baut 1 in. Jika siku terbuat dari baja A36,
hitung kekuatan geser blok. Bandingkan hasilnya dengan kuat tarik rencana
batang. (Jawab: 100,8 k).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

66

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

3 in

Nu
4 in
2 in

4 in

4 in

Gambar S3.31 Siku Untuk Soal 3.31

3.32 Profil W12 x 53 disambung pada ujungnya dengan pelat seperti pada Gambar
S3.32. Tentukan kekuatan geser blok batang jika profil terbuat dari baja A36 dan
disambung dengan enam buah baut 7/8 in pada setiap flens seperti pada gambar.
Bandingkan hasilnya dengan kuat tarik rencana batang. Untuk sementara,
kekuatan pelat tidak perlu dicek.

Gambar S3.32 Profil Untuk Soal 3.32

3.33 Ulangi Soal 3.26 jika baja A242 mutu 50 dan geser blok diperhitungkan.

Gambar S3.33 Profil Untuk Soal 3.33

3.34 Hitung kuat tarik rencana siku 6 x 6 x dalam Gambar S3.34 jika baja
mempunyai F y = 50 ksi dan F u = 65 ksi. Tinjau geser blok dan kekuatan tarik
siku.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

67

BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN

Gambar S3.34 Siku Untuk Soal 3.34

3.35 Profil W14 x 82 mempunyai dua baris baut 7/8 in (tiga baut dalam satu baris
berjarak 4 in) pada setiap flens. Jika baja A572 mutu 50, tentukan beban mati
maksimum dan beban tarik layan (N D dan N L ) yang dapat dipikul jika beban layan
terdiri dari 30% beban mati dan 70% beban hidup. Gunakan U dari Tabel dalam
LRFD Spec. B.3. (Jawab: N D = 169,6 k, N L = 395,7 k).
3.36 Ulangi Soal 3.35 jika batang adalah C12 x 30 dengan tiga baris baut in. (empat
baut setiap baris dengan jarak 3 in.) dalam web.
3.37 Profil WT15 x 62 dari baja A572 mutu 50 mempunyai las transversal pada flens
saja di bagian ujungnya. Tentukan kuat tarik rencana N u dengan menggunakan
rumus LRFD Spec. B.3 untuk menentukan U. (Jawab: 476,8 k).
3.38 Dua profil MC13 x 50 seperti pada Gambar S3.38 mempunyai las transversal pada
web saja. Hitung kuat tarik rencana P u dari profil ini jika baja A36.

Gambar S3.38 Profil Untuk Soal 3.38

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

68

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memberikan pengenalan dilanjutkan dengan pemahaman tentang metode perancangan
batang tarik dengan memperhatikan pengaruh lubang baut dan geser blok.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan kepada mahasiswa agar mempunyai kompetensi dalam
merancang batang tarik yang disambung dengan baut maupun las dengan
memperhatikan geser blok. Analisa simplifikasi terhadap fatik juga diberikan karena
batang aksial akan mengalami fatik selama masa layannya.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

69

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

4.1 Pemilihan Profil


Cara menentukan kuat rencana berbagai batang tarik telah dibahas dalam Bab 3. Dalam
bab ini akan dijelaskan cara memilih batang tarik. Meskipun perancang teknik memiliki
kebebasan untuk memilih, batang yang dihasilkan harus: (a) kompak, (b) dimensi sesuai
untuk struktur dan elemen struktur lain, (c) penampang tersambung sebanyak mungkin
untuk menghindari shear lag.
Pemilihan jenis batang banyak dipengaruhi oleh tipe sambungan yang akan
digunakan dalam struktur. Beberapa profil tidak cocok untuk disambung dengan baut
dengan perantaraan pelat buhul atau pelat panyambung, sedangkan profil lain dapat
disambungkan dengan las. Batang tarik dari profil siku, kanal, dan W atau S dapat
digunakan jika sambungan dilakukan dengan baut, sedangkan pelat, kanal, dan T dapat
disambung dengan las.
Contoh dalam bab ini menggunakan beberapa jenis profil dipilih sebagai batang
tarik, dan dalam setiap kasus yang ditinjau dibuat lubang untuk pemasangan baut. Jika
sambungan menggunakan las, maka tidak perlu menambahkan luas lubang pada luas
netto untuk mendapatkan luas bruto yang diperlukan. Tetapi perlu disadari, meskipun
batang disambung dengan las, lubang seringkali tetap diperlukan lubang untuk
pemasangan baut sementara sebelum pengelasan dilakukan. Lubang ini harus
diperhitungkan dalam perancangan. Juga perlu diingat bahwa dalam persamaan P n = F u
A e , nilai A e bisa lebih kecil dari A g meskipun tidak ada lubang, tergantung pada susunan
las dan jika semua bagian penampang profil tersambung.
Rasio kelangsingan dari suatu batang adalah rasio panjang tanpa sokongan
terhadap jari-jari girasi terkecil. Peraturan memberikan nilai maksimum rasio
kelangsingan baik untuk batang tarik maupun batang tekan. Tujuan dari batasan ini
adalah untuk memastikan bahwa profil mempunyai kekakuan cukup untuk mencegah
defleksi lateral atau getaran yang tidak diinginkan. Meskipun batang tarik tidak
mengalami tekuk (buckling) pada beban normal, tetapi tegangan bolak-balik dapat
terjadi selama transportasi dan pelaksanaan misalnya akibat beban angin atau beban
gempa. Peraturan mensyaratkan bahwa rasio kelangsingan harus berada dibawah nilai
tertentu dengan demikian kekuatan tekan dapat dijamin oleh batang. SNI 03-1729-02
mensyaratkan dalam Pasal 10.3.3 dan 10.3.4 sebagai berikut:
10.3.3

10.3.4

Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang saling membelakangi
Komponen struktur tarik tersusun dari dua profil sejenis yang saling membelakangi baik secara
kontak langsung ataupun dengan perantaraan pelat kopel dengan jarak yang memenuhi syarat,
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Komponen struktur tarik dengan profil-profil yang terpisah.
Profil-profil tersebut harus dihubungkan dengan salah satu cara berikut:
a) dengan las atau baut pada interval tertentu sehingga kelangsingan untuk setiap elemen
tidak melebihi 240; atau
b) dengan sistem sambungan yang direncanakan sedemikian sehingga komponen struktur
tersebut terbagi atas paling sedikit tiga bentang sama panjang. Sistem sambungan harus
direncanakan dengan menganggap bahwa pada sepanjang komponen struktur terdapat
gaya lintang sebesar 0,02 atau 2% kali gaya aksial yang bekerja pada komponen
struktur tersebut.
2) Komponen struktur tarik dengan profil yang bersinggungan langsung dan saling
membelakangi.
Profil-profil tersebut harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Butir 10.3.3(1b).
Komponen struktur tarik dengan penghubung

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

70

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang dihubungkan dengan terali atau pelat
kopel harus memenuhi:
1) Kelangsingan komponen dengan memperhitungkan jarak antar elemen penghubung, tidak
lebih dari 240 untuk komponen struktur utama, dan tidak lebih dari 300 untuk komponen
sekunder;
2) Tebal elemen penghubung tidak kurang dari 0,02 atau 1/50 kali jarak antara garis
sambungan pelat penghubung dengan komponen utama;
3) Panjang pelat kopel tidak kurang dari 2/3 atau 0,67 kali jarak antara garis sambungan pelat
kopel dengan komponen utama;
4) Pelat kopel yang disambung dengan baut harus menggunakan paling sedikit dua buah baut
yang diletakkan memanjang searah sumbu komponen struktur tarik.

Untuk batang tarik selain rod, AISC LRFD Spec. B7 menyarankan rasio kelangsingan
maksimum 300. Jika rancangan suatu batang ditentukan oleh beban tarik, tetapi juga
mendapat beban tekan, tidak perlu memenuhi persyaratan rasio kelangsingan untuk
batang tekan, yaitu 200. Untuk rasio kelangsingan lebih besar dari 200, tegangan tekan
rencana akan sangat kecil, yaitu lebih kecil dari 5,33 ksi (36,75 MPa). Hal ini akan
dibahas kemudian.
Perlu diketahui bahwa ketidaklurusan batang keluar tidak tidak banyak
mempengaruhi kekuatan batang tarik karena beban tarik cenderung membuat batang
menjadi lurus. Hal ini tidak berlaku untuk batang tekan. Dengan alasan tersebut
peraturan LRFD sedikit lebih memberikan kebebasan dalam hal batang tarik, termasuk
batang tarik yang mengalami gaya tekan akibat beban beban sementara seperti angin
dan gempa.
Rasio kelangsingan maksimum yang disarankan sebesar 300 tidak berlaku untuk
batang tarik berupa rod. Nilai maksimum L/r dari rod diserahkan pada pertimbangan
perancang teknik. Jika nilai 300 ditetapkan pada rod, maka rod yang memenuhi syarat
tersebut seringkali tidak dapat digunakan karena mempunyai jari-jari girasi yang sangat
kecil.
Peraturan AASHTO 1989 mensyaratkan rasio kelangsingan maksimum 200
untuk batang tarik utama dan 240 untuk batang tarik sekunder. Batang utama menurut
AASHTO adalah batang dimana tegangan yang terjadi disebabkan oleh beban mati
dan/atau beban hidup, sedangkan batang sekunder adalah batang yang digunakan untuk
memperkaku struktur atau mengurangi panjang tanpa sokongan dari batang lain. LRFD
tidak membedakan antara batang utama/primer dan batang sekunder.
Contoh 4.1 memberikan ilustrasi perancangan batang tarik sambungan baut dari
profil IWF, sedangkan Contoh 4.2 adalah ilustrasi pemilihan batang tarik siku tunggal
sambungan baut. Dalam kedua kasus tersebut digunakan peraturan LRFD. Kuat rencana
N u adalah adalah nilai terkecil dari (a) ) t F y A g atau (b) t F u A e dan dijelaskan
dibawah ini.
(a) Untuk memenuhi rumus pertama, luas bruto minimum harus lebih besar atau
sama dengan nilai berikut:
N
min Ag = u
(4.1)
t Fy
(b) Untuk memenuhi rumus kedua, nilai minimum A e harus lebih besar atau
sama dengan

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

71

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

min Ae =

Nu
t Fu

Karena A e =U A n untuk batang sambungan baut, nilai A n minimum adalah


min Ae
Nu
min An =
=
t FuU
U

(4.2)

(4.3)

Jadi nilai minimum A g untuk rumus kedua harus lebih besar atau sama dengan
nilai A n minimum ditambah perkiraan luas lubang,
Nu
min Ag =
+ luas lubang
(4.4)
t FuU
Perancang teknik dapat memasukkan ke dalam Pers. (4.1) dan (4.2), kemudian
mengambil nilai A g terbesar sebagai ukuran prarancangan (preliminary Design). Perlu
diingat bahwa rasio kelangsingan maksimum adalah 300. Dari nilai ini akan mudah
dihitung nilai r yang diinginkan dalam suatu perencanaan, yaitu nilai r dimana rasio
kelangsingan akan tepat sebesar 300. Jadi jangan dipilih profil dengan r terkecilnya
menghasilkan r kurang dari 300.
L
(4.5)
min r =
300
Untuk dua contoh di bawah ini digunakan faktor beban:
N u = 1,4D
N u = 1,2D + 1,6L
Akan terlihat kemudian bahwa rumus pertama tidak menentukan kecuali jika
beban mati lebih besar 8 kali dari beban hidup. Selanjutnya rumus pertama akan
diabaikan kecuali jika D > 8L.
Dalam Contoh 4.1, suatu profil IWF dipilih untuk mendukung beban tarik.
Untuk contoh pertama ini, proses desain dibatasi untuk profil tertentu yaitu W300x300.
Hal ini ditujukan supaya pembahasan terfokus dan tidak membias untuk meninjau profil
lain, misalnya W200x200, W250x250, W350x350, dll.
Contoh 4.1
Tentukan profil W300x200 panjang 9,0 m dari baja BJ34 untuk memikul gaya tarik
layan akibat beban mati N D = 578 kN dan gaya tarik akibat beban hidup N L = 489 kN.
Seperti dapat dilihat dalam Gambar 4.1, profil mempunyai dua baut 22 mm pada setiap
flens. (paling sedikit ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak 100 mm).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

72

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 4.1 Penampang Elemen Untuk Contoh 4.1

Solusi:
Tinjau dua kondisi pembebanan
N u = 1,4D = (1,4)(578) = 809,2 kN
N u = 1,2D + 1,6L = (1,2)(578) + (1,6)(489) = 1476 kN
Hitung A g minimum yang diperlukan:
N
1476
x10 6 = 7810 mm 2
1. min Ag = u =
t Fy (0,90)(210x10 3 )
2. min Ag =

Nu
+ luas lubang
t FuU

Asumsikan U = 0,90 dari Tabel 3.2 dan asumsikan tebal flens sekitar 14 mm setelah
melihat profil W12 dalam manual LRFD dengan luas 8336 mm2 atau lebih.
1476
min Ag =
x10 6 + (4)(24,0)(14,0) = 7776 mm 2
3
(0,75)(340 x10 )(0,90)
3. min r =

L
(9,0)(1000)
=
= 30 mm
300
300

Coba W300x200x65,4 (A g = 8336 mm2, d = 298 mm, b f = 201 mm, t f = 14 mm, r y =


47,7 mm).
Kontrol:
1. N u = t F y A g = (0,90)(210x103)(8336x10-6) = 1576 kN > 1476 kN

OK

2. x untuk separuh IWF300 x 200 atau WT300x200x32,7 = 29,1 mm.


L = (2)(100) = 200 mm.
x
29,1
U = 1 = 1
= 0,8545 (dari Tabel 3-2, U = 0,85)
L
200
A n = 8336 (4)(24,0)(14,0) = 6992 mm2
N u = t F u A e = (0,75)(340x103)(0,8545 x 6992)x10-6 = 1523 kN > 1476 kN

OK

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

73

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

L (9,0)(1000)
=
= 188,7 < 300
r
47,7
Gunakan IWF300x200x65,4
3.

OK

Contoh 4.2
Rancang batang tarik siku tunggal panjang 2,75 m untuk memikul beban layan akibat
beban mati 134 kN dan beban layan tarik akibat beban hidup 178 kN. Batang
disambungkan pada satu kaki saja dengan baut 22 mm. (paling sedikit ada tiga baut
dalam satu baris dengan jarak antar baut 75 mm). Asumsikan hanya ada satu baut pada
satu penampang. Gunakan baja BJ37.
Pembahasan:
Akan terdapat banyak siku dalam tabel yang dapat memikul beban layan dalam soal,
sehingga akan sulit untuk menentukan profil siku ekonomis. Untuk mempermudah
proses perancangan, akan lebih mudah jika digunakan tabel dengan mencoba berbagai
tebal siku. Selanjutnya pilih siku dengan luas terkecil.
Solusi:
N u = (1,2)(134) + (1,6)(178) = 445,6 kN
1. min Ag =

Nu
445,6
=
x10 6 = 2063 mm 2
3
t Fy (0,90)(240x10 )

2. Dari Tabel 3.2, asumsikan U = 0,85


Nu
445,6
min An =
=
10 6 = 1890 mm 2
3
t FuU (0,75(370x10 )(0,85)
3. min r =
Tebal
Siku
(mm)

L
(1000)(2,75)
=
= 9,17 mm
300
300
Luas bruto yang diperlukan =
terbesar dari N/0,90 Fy atau
N/0,75F u U + luas lubang (mm2)

Luas profil paling ringan (siku sama kaki


dan tidak sama kaki) dan luasnya (mm2)

8
10
11
13

Luas
1
lubang
baut 24 mm
(mm2)
192
240
264
312

2063 atau (1890+192)


2063 atau (1890+240)
2063 atau (1890+264)
2063 atau (1890+312)

Tidak ada yang memenuhi


90.250.10 (A = 3320, r = 18,4, w = 26,0)
Tidak ada yang memenuhi
120.120.15 (A = 3390, r = 23,4, w = 23,3)

16

384

2063 atau 3218

150.150.16 (A = 4570, r = 29,3, w = 35,9)

Gunakan L120.120.15

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

74

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

4.2 Batang Tarik Built-Up (Tersusun)


SNI 03-1729-02 memberikan persyaratan untuk batang tarik tersusun dalam Pasal 103.3
dan 10.3.4 seperti telah dikutip pada halaman 1 bab ini. Peraturan AISCI-LRFD Spec.
D2 dan J3.5 juga memberikan penjelasan bagaimana bagian dari penampang built-up
disambungkan satu sama lain.
1. Jika suatu batang tarik dibuat dari elemen yang disambung satu dengan lainnya
secara menerus, seperti pelat dengan suatu profil atau dua buah pelat, maka jarak
longitudinal dari konektor tidak boleh lebih dari 24 kali tebal pelat atau 12 in
(300 mm). jika batang akan dicat dan jika tidak dicat tidak diperbolehkan berada
dalam lingkungan korosif.
2. Jika batang terdiri dari beberapa elemen baja yang ditempatkan di udara terbuka
tanpa pengecatan dan kontak antar elemen ini terjadi secara menerus, jarak
konektor yang diijinkan adalah 14 kali tebal pelat paling tipis, atau 7 in (175
mm).
3. Jika batang tarik terbuat dari satu atau lebih built-up profil yang tersambung
secara tidak menerus, maka profil harus disambung pada suatu interval
sedemikian rupa sehingga rasio kelangsingan setiap profil tidak boleh lebih dari
300.
4. Jarak dari pusat penampang baut ke sisi terdekat dari bagian yang disambung
tidak boleh lebih besar dari 12 kali tebal elemen yang disambung, atau 6 in (150
mm).
Contoh 4.3 memberikan ilustrasi analisa batang tarik built-up dari dua kanal.
Dalam contoh ini dirancang pelat penyambung atau batang pengikat kedua kanal
tersebut, seperti diberikan dalam Gambar 4.2(b). Pelat penyambung ini menghasilkan
distribusi tegangan yang merata. Manual AISC-LRFD Section D-2 memberikan
peraturan empiris untuk mendesain pelat ini. Pelat prekas berlubang juga boleh
digunakan.
Dalam Gambar 4.2, lokasi baut yaitu gage standar untuk profil kanal ini adalah 45
mm dari belakang kanal. SNI dan Manual AISC-LRFD tidak memberikan gage standar
kecuali untuk profil siku, dan profil lain yang diberikan dalam Part 9. Untuk profil lain
seperti C, W, dan S, jarak gage dapat dilihat dari produsen pembuat profil tersebut atau
dari manual baja AISC edisi sebelumnya. Tidak diberikannya gage adalah untuk
memberikan kebebasan pada pelaksana dalam menempatkan lubang.
Dalam Gambar 4.2, jarak antar baris baut yang menyambungkan pelat pengikat
kedua kanal sama dengan 210 mm. Sama halnya dengan SNI 03-1729-02, LRFD Spec.
(D2) juga menyatakan bahwa panjang pelat pengikat (panjang selalu diukur sejajar
dengan arah longitudinal batang) tidak boleh lebih kecil dari 2/3 jarak antara dua baris
baut. Tebal pelat pengikat juga tidak boleh kurang dari 1/50 dari jarak antara dua baris
baut ini.
Lebar minimum pelat pengikat (tidak disebutkan dalam manual AISC-LRFD)
adalah lebar antara dua baris sambungan baut ditambah jarak ujung pada setiap sisi
untuk menghindari baut terlepas dari pelat. Dalam Contoh 4.3, jarak sisi minimum ini
adalah 40 mm diambil dari Tabel J3.4 manual LRFD. Dimensi pelat dibulatkan supaya
sesuai dengan yang tersedia di pasar. Akan lebih ekonomis jika dipilih tebal dan lebar
standar.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

75

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

2 C300x100x46,2
(A 1 profil = 5880 mm2)

27 mm
123 mm

Pusat gravitasi x
profil C

g = 45 mm

x 300 mm

210 mm
300 mm

(a)

g = 45 mm

Nu
Panjang
pelat
pengikat

Pelat pengikat

(b)

Nu
Lebar pelat pengikat

Gambar 4.2 Penampang Built-up Untuk Contoh 4.3

LRFD Spec. (D2) memberikan jarak maksimum antara dua pelat pengikat melalui
nilai L/r untuk masing-masing komponen built-up yaitu tidak boleh kurang dari 300.
Dengan mensubstitusi nilai ini, jari-jari girasi terkecil r dari masing-masing komponen
maka dapat dihitung L. Nilai ini adalah jarak maksimum pelat pengikat menurut LRFD.
Contoh 4.3
Dua profil C300x100x46,2 (lihat Gambar 4.2) dipilih untuk memikul gaya akibat beban
mati layan 533,8 kN dan gaya tarik akibat beban hidup layan 1067,6 kN. Panjang
batang adalah 9,1 m dari baja BJ37 dan mempunyai satu baris baut sedikitnya 3 baut 22
mm pada setiap flens dengan jarak 75 mm. Gunakan peraturan LRFD untuk memeriksa
apakah batang ini kuat dan rencanakan pelat pengikat yang diperlukan. Asumsikan
pusat lubang baut adalah 45 mm dari belakang profil kanal.
Solusi:
C300x100x46,2 (A g = 5880 mm2 1 profil, t f = 16 mm, I x = 803.000.000 mm4 1 profil, I y
= 4.950.000 in4 1 profil, sumbu y dari belakang profil C = 27,0 mm, r y = 29,0 mm).
Beban yang harus dipikul
N u = (1,2)(533,8) + (1,6)(1067,6) = 2348,7 kN

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

76

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Kuat rencana
N u = t F y A g = (0,90)(240x103)(2 x 5880) x 10-6= 2540,2 Nk > 2348,7 kN
A n = [5880 (2)(16)]2 = 11696 mm2
U = 0,85 dari Tabel 3-2
N u = t F u A n U = (0,75)(370x103)(11696)(0,85) = 2758,8 kN > 2348,7 kN

OK

OK

Rasio kelangsingan
I x = (2)( 803.000.000) = 1.606.000.000 mm4
I y = (2)( 4.950.000) + (2)(5880)(123)2 = 187.817.040 mm4
1.606.000.000
=
rx = 369,55 mm
2x5880
L (1000)(9,1)
=
= 24,62 < 300
r
369,55

187.871.040
= 126,39 mm
2x5880
L (1000)(9,1)
=
= 71,2 < 300
r
126,39
(menentukan)

=
ry

Desain pelat pengikat (Peraturan LRFD D2)


Jarak antara baris baut = 300 (2)(45) = 210 in.
Panjang minimum pelat pengikat = (2/3)(210) = 140 mm
Tebal minimum pelat pengikat = (1/50)(210) = 4,2 mm (ambil 5 mm)
Lebar minimum pelat pengikat = 210 + (2)(40) = 290 mm
Jarak antara pelat pengikat:
Jari-jari girasi terkecil dari profil C = 29 mm.
Maksimum L/r = 300
(1000)( L)
= 300
29
L = 8,7 m
Gunakan pelat pengikat: 5 x 140 x 290

4.3 Rod dan Bar


Jika rod dan bar digunakan sebagai batang tarik maka sambungan dapat langsung dilas,
atau batang tersebut dapat diulir dan ditahan ditempat tertentu dengan menggunakan
baut. Menurut AISC-LRFD, tegangan tarik rencana nominal rod berulir diberikan dalam
Tabel J3.2 dan sama dengan 0,75 F u yang berkerja pada luas bruto rod A D (luas bruto
dihitung berdasarkan diameter ulir luar). Luas yang diperlukan untuk beban tarik
dihitung dari
Nu
AD =
dengan = 0,75
0,75Fu

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

77

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

SNI tidak memberikan properti rod, tetapi Manual AISC-LRFD memberikan


dalam Tabel 8-7 berjudul Threading Dimensions for High Strength and Non-HighStrength Bolts. Contoh 4.4 memberikan ilustrasi pemilihan rod dengan menggunakan
tabel ini. AISC-LRFD (Bagian 6, Section J1.7) menyatakan bahwa beban terfaktor N u
yang digunakan dalam rancangan tidak boleh lebih kecil dari 10 k (44,5 kN) kecuali
untuk pengikat, trekstang, atau girt.
Contoh 4.4
Dengan menggunakan baja BJ37 dan peraturan LRFD, pilih rod berulir untuk memikul
beban tarik akibat beban mati layan 44,5 kN dan beban hidup layan 89 kN.
Solusi:
N u = (1,2)(44,5) + (1,6)(89) = 195,8 kN
Nu
195,8
=
x10 6 = 529,2 mm 2
AD =
0,75Fu (0,75)(0,75)(370x10 3 )
Gunakan: rod diameter 13/ 8 in (35 mm) dengan 6 ulir per inci (25,4 mm) (A D = 1,49 in2
= 957 mm2). AISC-LRFD Hal. 1-135.

Kadang-kadang upset rod seperti dalam Gambar 4.3 digunakan dimana ujung
rod dibuat lebih besar dari rod biasa dan ulir ditempatkan pada bagian rod yang besar
sehingga luas ulir pada rod besar akan lebih besar dari rod biasa.
LRFD menyatakan bahwa kuat tarik nominal dari bagian berulir upset rod sama
dengan 0,75 F u A D dengan A D adalah luas batang pada diameter ulir terbesar. Nilai ini
harus lebih besar dari perkalian luas rod nominal (sebelum diperbesar) dengan F y .
Dengan membuat upsetting perancang dapat menggunakan seluruh luas
penampang yang sama dengan rod tanpa ulir, tetapi penggunaan batang upset mungkin
tidak ekonomis dan harus dihindari kecuali dilakukan pesanan dalam jumlah banyak.
Penggunaan batang tarik banyak terjadi pada portal baja untuk bangunan
industri dengan gording berada diatas rangka untuk memikul atap. Jenis bangunan ini
juga sering dilengkapi dengan girt yang menghubungkan kolom sepanjang dinding. Girt
adalah balok horisontal yang digunakan pada sisi bangunan, biasa bangunan industri,
untuk menahan lentur lateral akibat angin. Girt juga dipakai untuk panel dinding sisi
bangunan. Trekstang (sag rod) juga diperlukan untuk menyokong gording sejajar
dengan permukaan atap dan tumpuan vertikal girt sepanjang dinding. Untuk atap
dengan kemiringan 1:4, diperlukan trekstang sebagai sokongan lateral gording,
khususnya jika gording adalah profil kanal. Baja kanal sering digunakan sebagai
gording tetapi mempunyai tahanan lentur lateral yang kecil. Meskipun tahanan momen
yang diperlukan pada bidang sejajar permukaan atap adalah kecil, tetapi diperlukan
kanal yang sangat besar untuk mendapat modulus penampang yang diperlukan.
Penggunaan trekstang untuk memberikan tumpuan lateral bagi gording biasanya akan
ekonomis karena bidang lemah terhadap lentur dari kanal terletak pada bidang y. Untuk
atap ringan (jika rangka atap mendukung atap baja berlubang), diperlukan trekstang
pada setiap jarak 1/3 bentang jika rangka batang lebih dari 20 ft (6,1 m). Trekstang
cukup diberikan di tengah bentang jika rangka batang kurang dari 6,1 m. Untuk atap
yang lebih berat (terbuat dari tanah liat atau beton) kemungkinan diperlukan jarang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

78

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

trekstang yang lebih rapat. Trekstang yang dipasang pada interval 4,3 m akan
mencukupi jika jarak rangka kuda-kuda kurang dari 4,3 m. Beberapa perancang
menganggap bahwa komponen beban sejajar permukaan atap dapat dipikul oleh atap,
terutama jika atap dibuat dari lembaran baja berpermukaan kasar, dan batang pengikat
tidak diperlukan. Asumsi ini tidak benar dan sebaiknya tidak dilakukan jika kemiringan
atap sangat tajam.

Gambar 4.3 Rod Bulat dengan Upset

Perancang teknik harus menggunakan intuisinya dalam membatasi nilai


kelangsingan batang karena biasanya mencapai beberapa kali nilai batas untuk tipe
batang tarik. Dalam praktek, biasanya perencana menggunakan rod dengan diameter
tidak kurang dari 1/500 panjangnya untuk menjamin kekakuan meskipun menurut
perhitungan tegangan dapat digunakan ukuran yang lebih kecil.
Biasanya ukuran minimum dari trekstang adalah 16 mm karena diameter yang
lebih kecil akan rusak dalam pelaksanaan. Ulir dari batang yang lebih kecil dari 16 mm
akan mudah rusak pada saat ditarik. Contoh 4.5 memberikan ilustrasi desain trekstang
untuk gording dari rangka atap. Batang trekstang diasumsikan mendukung reaksi balok
tumpuan sederhana untuk komponen beban gravitasi (atap, gording) sejajar dengan
permukaan atap. Gaya angin dianggap bekerja tegak lurus permukaan atap dan secara
teoritis tidak akan mempengaruhi gaya trekstang. Gaya maksimum dalam trekstang
akan terjadi dalam bagian atas trekstang karena trekstang harus memikul jumlah gaya
pada trekstang dibagian bawahnya. Secara teoritis memungkinkan menggunakan batang
lebih kecil untuk trekstang bagian bawah tetapi reduksi ukuran ini tidak praktis.
Contoh 4.5
Rancang trekstang untuk gording dari rangka atap dalam Gambar 4.4. Gording ditumpu
pada jarak 1/3 jarak bentang rangka yaitu 6,3 m. Gunakan baja BJ37 dan peraturan
LRFD dengan dimensi rod minimum 16 mm. Jenis atap adalah tanah liat dengan berat
1728 Pa dalam proyeksi horisontal permukaan atap. Detail gording dan trekstang serta
sambungannya diperlihatkan dalam Gambar 4.4 dan 4.5. Garis putus dalam gambar
memperlihatkan penggunaan ikatan dan batang tarik pada ujung panel dalam bidang
atap sehingga menghasilkan resistensi yang lebih besar terhadap beban pada satu sisi
dari rangka atap.
Solusi:
Beban gravitasi dari permukaan atap adalah:
7 x 25,3
gording =
= 151,9 Pa (N/m2).
11,4
Jumlah gording 7 buah dengan berat 25,3 kg/m.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

79

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

3
= 910,7 Pa
beban air hujan = 960
10
beban penutup atap
= 1728 Pa
w u = (1,2)(151,9 + 1728) + (0,5)(910,7) = 2711,2 Pa
w u = (1,2)(151,9 + 1728) + (1,6)(910,7) = 3713 Pa
Komponen beban sejajar beban atap = (1 / 10 ) x 3713 = 1174,2 Pa
Trekstang
10

Gording C200x75x25,3

1
3

4m
11,

Siku
Atap genting

3,6 m)

6 @ 3,6 m = 21,6 m
Rangka atap

6,3 m

Rangka atap
2,1 m

Batang
tekan

2,1 mTrekstang dipasang tidak bersinggungan


dengan jarak 6 in untuk pemasangan.

6,3 m
Pengikat

2,1 m

Gording

Daerah arsir adalah luas


Yang digunakan untuk
Menghitung beban pada
Trekstang ini = (11/12)(7)(11,4)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

Rangka atap

80

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 4.4 Atap Dua Bentang

Dari Gambar 4.4 dan 4.5 terlihat bahwa komponen beban sejajar permukaan
atap antara dua gording teratas dipikul langsung oleh trekstang horisontal. Dalam
contoh ini ada tujuh gording (dengan enam jarak antara) pada kedua sisi rangka atap.
Jadi 1/12 beban total miring langsung didistribusikan ke trekstang horisontal dan 11/12
beban diterima oleh trekstang miring.

Trekstang

Batang atas dari rangka atap

Gambar 4.5 Detail Sambungan Trekstang

11
Beban pada trekstang miring teratas = (11,4)(1174,2) = 12269,9 N = 12.270 kN
12
Nu
12.270
=
x10 6 = 58,95 mm 2
AD =
3
0,75Fu (0,75)(0,75)(370x10 )
Gunakan trekstang 16 mm dengan 11 ulir per inci (25,4 mm) (A D = 198 mm2)
Gaya dalam batang tarik antara diantara gording paling atas:
10
T = (11,4)(7)(1174,2)
= 98.765 N = 98,8 kN
3
10 1
+ (11,4)(7)(1174,5) = 13,35 kN
atau sama dengan (12.270)
12
3

98,8
x10 6 = 475,5 mm 2
AD =
3
(0,75)(0,75)(370 x10 )
Gunakan batang 16 mm

4.4

Batang Sambungan Sendi

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

81

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Eyebar adalah batang dengan sambungan sendi seperti dalam Gambar 4.6. Pada
awalnya eye-bar banyak digunakan pada struktur jembatan sambungan sendi, tetapi
sekarang sudah jarang karena kelebihan sambungan baut dan las. Kesulitan dari rangka
dengan sambungan sendi adalah rusaknya sendi yang menyebabkan sambungan
longgar.
SNI 03-1729-02 mensyaratkan sebagai berikut:
10.4

Komponen struktur tarik dengan sambungan pen


Komponen struktur tarik dengan sambungan pen (eye bar) harus direncanakan menurut Butir
10.1 (dijelaskan dalam Bab 3 buku ini). Komponen yang disambung seperti pada Gambar 4.6
harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut:
1) Tabel komponen struktur tanpa pengaku yang mempunyai lubang sambungan pen harus
lebih besar atau sama dengan 0,25 kali jarak antara tepi lubang pen ke tepi komponen
struktur yang diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu komponen struktur. Batasan ini
tidak berlaku untuk tebal lapisan-lapisan yang menyusun komponen struktur tarik yang
digabung menggunakan baut;
2) Luas irisan pada bagian ujung komponen struktur tarik di luar lubang pen, sejajar, atau di
dalam sudut 45o dari sumbu komponen struktur tarik, harus lebih besar atau sama dengan
luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur tarik;
3) Jumlah luas sebuah lubang pen, pada potongan tegak lurus sumbu komponen tarik, harus
lebih besar atau sama dengan 1,33 kali luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur
tarik;
4) Pelat pen yang direncanakan untuk memperbesar luas bersih komponen struktur, atau
menaikkan daya dukung pen, harus disusun sehingga tidak menimbulkan eksentrisitas dan
harus direncanakan mampu menyalurkan gaya dari pen ke komponen struktur tarik.

a
Aaa

Tebal = 0,25 b1
Abb > An
Aaa + Acc = 1,33 An

Abb
Nu

An

Pin

Acc

b
b1

c
Gambar 4.6 Batang Sambungan Sendi (Eyebar)

Eye bar dibuat dari batang penampang persegi atau pelat dengan pelebaran
bagian ujung dan melubangi secara thermal bagian ujung ini sehingga berfungsi sebagai
sambungan sendi. LRFD Commentary (D3) menyatakan bahwa batang yang dibentuk
secara thermal akan menghasilkan perencanaan yang lebih seimbang.
SNI tidak memberikan persyaratan rinci, tetapi peraturan AISC-LRFD (D3)
memberikan persyaratan rinci untuk batang sambungan sendi baik untuk sendi maupun
pelatnya. Kuat rencana untuk batang ini adalah nilai terkecil yang didapat dari
persamaan dibawah ini dengan merujuk pada Gambar 4.7. Jika pembaca melihat
langsung ke dalam peraturan AISC-LRFD, maka akan melihat bahwa notasi yang
diberikan dalam rumus di bawah ini dipertukarkan antara P dengan N. Hal ini tidak

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

82

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

perlu terlalu menjadi masalah karena penulis hanya mencoba untuk menyamakan notasi
gaya aksial dalam SNI yang menggunakan notasi N.

N n = (2t)(2t + 0,63)(F u )
(a) Kuat Tarik Pada Penampang Netto

N n = (0,6)(2t)(a + d/2) F u
(b) Kuat Geser Rencana Pada Luas Netto Efektif
d

N n = 1,8 F y d t
(c) Kuat Tumpu Permukaan (Ini adalah kuat
tumpu pada proyeksi segiempat dibelakang
baut)

t
Lebar

N n = F y (lebar) (t)
(d) Kuat Tarik Pada Penampang Bruto

Gambar 4.7 Kekuatan Batang Tarik Sambungan Sendi

1. Kuat tarik pada luas netto efektif. Gambar 4.7(a).

= t = 0,75
N n = 2 t b eff F u

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

(LRFD Pers. D3-1) (4.6)

83

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

dengan t = tebal pelat dan b eff = 2 t + 0,63, tetapi tidak boleh lebih dari jarak antara
lubang pinggir ke sisi bagian profil yang diukur tegak lurus terhadap garis kerja gaya.
2. Kuat rencana geser pada luas netto efektif. Gambar 4.7(b).

= st = 0,75
N n = 0,6 A sf F u

(LRFD Pers. D3-2)

(4.7)
dengan A sf = 2t (a + d/2), dan a adalah jarak terpendek dari sisi lubang sendi ke sisi
profil yang diukur sejajar terhadap gaya.
3. Kekuatan permukaan dalam menahan reaksi. Gambar 4.7(c).

= 0,75
N n = 1,8 F y A pb

(LRFD Pers. J1-8)

(4.8)
dengan A pb = luas proyeksi tumpuan = d t. Perlu dicatat bahwa Pers. (J8-1) LRFD
berlaku untuk permukaan yang dikempa, sendi yang dipahat, dibor atau lubang yang
dibor, dan ujung dari pengaku tumpuan. LRFD Specification J8 juga memberikan
rumus lain untuk menentukan kekuatan tumpu untuk rol.
4. Kuat tarik pada penampang luas bruto. Gambar 4.7(d).

= 0,90
N n = Fy Ag

(LRFD Pers. D1-1) (4.9)

AISC-LRFD Specification (D3) menyatakan bahwa tebal dan pelat sambungan


sendi < in (12,7 mm) hanya diijinkan jika tambahan baut diberikan untuk
memperkuat sendi dan pelat serta diberikan pelat pengisi sehingga terjadi kontak
langsung. Kuat rencana untuk landasan pelat ini diberikan dalam AISC-LRFD
Specification J8.
AISC-LRFD Specification D3 juga memberikan perbandingan tertentu antara
sendi dan eyebar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batang eyebar dan sambungan
sendi yang dibuat dari baja dengan tegangan leleh lebih besar dari 70 ksi (482,6 MPa)
akan terdapat kemungkinan terjadi dishing (keruntuhan stabilitas inelastis dimana
kepala eyebar melengkung dan membentuk mangkuk). Untuk mencegah hal ini, AISCLRFD mensyaratkan bahwa diameter lubang tidak lebih dari lima kali tebal pelat
terbesar sehingga lebar eyebar akan tereduksi dengan sendirinya.

4.5

Desain Terhadap Beban Fatik

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

84

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

S = Tegangan maksimum (MPa)

Pada umumnya fatik bukanlah masalah yang dijumpai pada bangunan gedung karena
beban pada struktur tidak menimbulkan variasi tegangan yang terlalu besar. Walaupun
demikian fatik tetap dapat dijumpai pada bangunan, yaitu dalam hal adanya keran
(crane) atau vibrasi mesin.
Jika batang baja mendapat beban fatik, maka retak akan terjadi dan menyebar
sehingga menyebabkan keruntuhan fatik. Retak ini cenderung terjadi pada tempat
dimana terjadi konsentrasi tegangan, misalnya pada bagian lubang, sisi penampang
yang tidak sempurna, atau pengelasan yang tidak baik. Fatik juga lebih banyak terjadi
pada batang tarik.
Meskipun telah banyak uji fatik dilakukan tetapi pemahaman perilaku fatik bagi
perancang teknik masih belum ada. Akibatnya, desain baja terhadap fatik hampir
seluruhnya didasarkan pada hasil uji.
Satu metoda untuk uji fatik adalah metoda beban aksial, dimana batang
mendapat tegangan aksial bolak-balik dan hasilnya dinyatakan dalam kurva S-N. Dalam
kurva ini, tegangan maksimum (S) dinyatakan dalam sumbu vertikal dan jumlah
pembebanan berulang yang diperlukan untuk terjadi keruntuhan (N) dalam sumbu
horisontal, seperti diberikan dalam Gambar 4.8. Tentu saja nilai ini akan berlainan
tergantung mutu baja dan temperatur.
Untuk mendapatkan kurva ini, benda uji dites pada tingkat tegangan yang
berbeda dan beban tersebut diberikan berulang sampai terjadi keruntuhan. Dalam
Gambar 4.8 terlihat bahwa fatik life suatu batang bertambah jika tegangan maksimum
berkurang. Kemudian, pada nilai tegangan rendah, umur fatik (fatigue life) semakin
besar. Ada suatu tegangan dimana umur fatik adalah tak terhingga. Tegangan ini
disebut batas daya tahan (endurance). Nilai ini sangat penting untuk suatu material yang
mendapat beban berulang jutaan kali, misalnya untuk mesin yang berrotasi.
SNI 03-1729-02 tidak membahas tentang beban perancangan terhadap beban
fatik, tetapi peraturan AISC-LRFD Appendix K memberikan metoda perancangan
sederhana yang memperhitungkan beban berulang. Dengan metoda ini, jumlah tegangan
berulang, rentang tegangan yang diharapkan (yaitu perbedaan antara tegangan
maksimum dan minimum), tipe dan lokasi batang diperhitungan dalam perancangan.
Dengan informasi ini, rentang tegangan ijin maksimum dapat dicari untuk beban kerja
atau beban layan.
Tegangan maksimum dalam suatu batang yang dihitung berdasarkan LRFD
tidak boleh lebih besar dari tegangan nominal dalam batang tersebut, dan rentang
tegangan maksimumnya tidak boleh lebih dari rentang tegangan ijin dalam Appendix K.

Batas
Endurance
0

20

40

60

80

N = Jumlah putaran hingga runtuh (juta)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

85

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Gambar 4.8 Tipikal Kurva S-N

Jika diperkirakan akan terjadi kurang dari 20.000 kali beban berulang pada suatu
batang, maka fatik tidak perlu ditinjau. Jika beban berulang lebih dari 20.000 kali,
rentang tegangan ijin ditentukan dengan cara berikut.
1. Kondisi pembebanan dihitung dari Tabel A-K3.1 Appendix K peraturan LRFD.
Misalnya jika diperkirakan jumlah siklus beban kurang dari 100.000 (kurang lebih
10 kali beban berulang selama 25 tahun) dan tidak lebih dari 500.000 kali beban
berulang, maka harus digunakan kondisi beban no. 2 dari tabel tersebut.
2. Tipe dan lokasi keruntuhan batang atau detail lainnya ditentukan dari Gambar AK3.1 Appendix K. Jika suatu batang tarik terdiri dari siku ganda yang dilas fillet
pada pelat, maka kasus ini dihitung seperti diilustrasikan dalam Contoh 17 (Las
fillet akan dibahas dalam Bab 14. Dalam jenis las ini, batang dibuat overlap dan
dilas).
3. Dari Tabel A-K3.2 tegangan dikelompokkan ke dalam A, B, B, C, D, E, atau F.
Misalnya, sambungan tarik dengan las fillet dalam Contoh 17, dikelompokkan
sebagai E.
4. Akhirnya dari Tabel A-K3.3 Appendix K, dengan rentang tegangan ijin kelompok E
dan kondisi beban no. 2 didapat F sr = 13 ksi (89,63 MPa).
Contoh 4.6 memperlihatkan desain dua siku tarik yang mendapat beban berulang
dengan menggunakan Appendix K peraturan AISC LRFD.
Contoh 4.6
Suatu elemen baja 18 ft (5,5 m) terdiri dari siku ganda sama kaki dengan las fillet pada
sambungan. Gaya tarik akibat beban mati layan adalah 30 k (133,45 kN). Juga
diperkirakan akan terjadi beban berulang akibat beban hidup 250.000 kali dan variasi
tekan 12 k (53,38 kN) sampai dengan tarik 65 k (289,13 kN). Tentukan dimensi siku
dengan baja A36 dan peraturan LRFD.
Solusi:
Berdasarkan Appendix K dan peraturan LRFD didapat nilai berikut.
Tabel A-K3.1 kondisi beban no. 2
Gambar A-K3.1 diberikan dalam Contoh 17
Tabel A-K3.2 Kategori tegangan: E
Tabel A-K3.3 Rentang tegangan ijin F sr = 13 ksi (89,63 MPa)
Rentang beban terfaktor P u
Tarik maksimum
N u = (1,2)(30) + (1,6)(65) = 140 k (622,8 kN)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

86

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Tekan
N u = (1,4)(30) = 42 k (186,8 kN)
N u = (1,2)(30) + (1,6)(-12) = +16,8 k (74,7 kN)
Jadi, masih dalam kondisi tarik.
Menentukan dimensi profil:

Ag =

Nu
140
=
= 4,32 in 2 (2787,1 mm 2 )
t Fy (0,90)(36)

Coba: 2L 4 x 4 x 5/16 [A = 4,80 in2 (3096,8 mm2), r = 1,24 in (31,5 mm)]


30 + 65
Beban layan tarik maksimum f t max =
= 19,79 ksi (136,4 MPa)
4,80
30 - 12
Beban layan tarik minimum f t min =
= 3,75 ksi (25,8 MPa)
4,80
Rentang tegangan aktual = 19,79 3,75
= 16,04 ksi (110,6 MPa) > 13 ksi (89,63 MPa) Tidak OK
Coba: 2L4 x 4 x [A = 7,50 in2 (4838,7 mm2), r = 1,22 in (31 mm)]
Beban layan tarik maksimum f t max =

Beban layan tarik minimum

f t min =

30 + 65
= 12,67 ksi (87,4 MPa)
7,50
30 - 12
= 2,40 ksi (16,5 MPa)
7,50

Rentang tegangan aktual = 12,67 2,40


= 10,27 ksi (70,81 MPa) < 13 ksi (89,63 MPa) OK
l (12)(18)
OK
=
= 177 < 240
1,22
r
Gunakan: 2L4 x 4 x

Kumpulan Soal
Untuk Soal 4.1 s.d. 4.8. Pilih profil untuk kondisi yang dijelaskan dalam soal kecuali
x
disebutkan lain dengan baja BJ37 dan geser blok diabaikan. U = 1 kecuali untuk
L
Soal 4.8.
4.1

Pilih profil IWF350x350 untuk memikul beban N D = 979 kN dan N L = 1112 kN.
Panjang batang 9,0 m dan diasumsikan terdapat dua baris lubang untuk baut 25

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

87

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

mm pada setiap flens. Paling sedikit ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak
baut 100 mm.
4.2

Ulangi Soal 4.1 dengan menggunakan profil IWF300x300. (Jawab: tidak


memenuhi, perlu IWF400x400))

4.3

Pilih profil IWF300x300 untuk memikul beban tarik terfaktor N u = 1690 kN.
Asumsikan ada dua baris baut 19 mm pada setiap flens (paling sedikit ada tiga
baris baut dalam setiap baris dengan jarak antar baut 100 mm). Panjang batang 8,5
m.

4.4

Pilih profil kanal paling ringan untuk memikul beban tarik layan N D = 356 kN dan
N L = 489 kN. Panjang batang 5,5 m dan diasumsikan hanya ada satu baris baut 25
mm pada setiap flens. Asumsikan ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak
antar baut 100 mm.

4.5

Ulangi Soal 4.4 jika digunakan profil MC (lihat tabel AISC-LRFD).

4.6

Pilih profil untuk memikul beban tarik layan N D = 356 kN dan N L = 445 kN.
Panjang batang 6 m, dan diasumsikan terdapat dua baris baut 22 mm pada setiap
flens (4 baut dengan jarak antar baut 75 mm).

4.7

Ulangi Soal 4.6 jika batang terbuat dari baja BJ41 (4 baut dalam satu baris dengan
jarak 75 mm, pada web saja).

4.8

Suatu batang tarik sambungan las memikul beban rencana N u = 2891 kN dan
terdiri dari dua kanal yang dipasang saling membelakangi dengan flens
menghadap ke dalam. Jarak kedua kanal 300 mm. Pilih profil kanal. U = 0,87.
Panjang batang adalah 9,1 m.

4.9 s.d. 4.16. Sebagai latihan untuk menggunakan peraturan lain selain SNI dan juga
pemahaman menggunakan jenis satuan yang lain, diberikan latihan soal berikut. Pilih
profil paling ringan untuk kondisi yang diberikan dalam soal. Asumsikan jarak baut 4
in. Abaikan blok geser. Tentukan U dari peraturan LRFD B.3 kecuali untuk Soal 4.11.
Soal

Profil
W12

PD
(kips)
100

PL
(kips)
150

4.9

Panjang
(ft)
22

Baja

4.10

W14

200

240

24

A572
Mutu 50

4.11

W10

80

60

18

4.12

W12

400

100

28

A572
Mutu 50
A36

A572
Mutu 50

Sambungan

Jawab

Dua baris baut in.


(jarak baut 3 in) pada setiap
flens
Dua baris baut in.
(jarak baut 3 in) pada setiap
flens
Las longitudinal pada flens saja
dengan U = 0,87
Dua baris baut in.
(jarak baut 2 in) pada setiap
flens

W12 X 40

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

W10 X 17

88

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

4.13
4.14

MC
S

70
50

90
80

20
18

A36
A572
Mutu 50

4.15
4.16

WT7
WT6

100
80

60
120

16
15

A36
A242
Mutu 46

Las transversal pada flens saja


Dua baris baut in.
(jarak baut 3 in) pada setiap
flens
Las transversal pada flens saja
Las longitudinal pada flens saja

MC12 X 35

WT7 X 26,5

4.17 Baja BJ37 digunakan dalam memilih siku tunggal untuk menahan beban tarik
layan N D = 311 kN dan N L = 356 kN. Panjang batang 6 m dan diasumsikan
disambung dengan satu baris baut 22 mm pada kaki panjang, jika digunakan siku
x
tidak sama kaki. Abaikan geser blok. U = 1 .
L
4.18 Pilih sepasang profil kanal untuk kondisi pada Gambar S4.18. Gunakan baja BJ37
dan asumsikan las transversal pada ujung batang dibagian web saja. L = 7,5 m, N u
= 1334 kN. Abaikan geser blok.

Gambar S4.18 Kanal Ganda Untuk Soal 4.18

4.19 Ulangi Soal 4.17 dengan menggunakan siku ganda dengan kaki panjang saling
membelakangi. Asumsikan terjadi kontak pada kaki siku dan asumsikan terdapat
lubang untuk baut 22 mm pada setiap flens. Juga diasumsikan U = 0,85.
4.20 Rencanakan batang L 2 L 3 dari rangka batang dalam Gambar S4.20. Batang
tersebut terdiri dari siku ganda dengan pelat buhul 9,5 mm pada setiap titik
kumpul. Gunakan baja BJ37 dan peraturan LRFD. Asumsikan terdapat satu baris
baut 19 mm pada setiap kaki siku dengan jarak antara baut 100 mm. Beban N D =
89 kN dan N a = 53 kN (beban atap). Abaikan geser blok.

U2

3,6 m

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial


L2

L3

6 @ 3,6 m = 21,6 m

89

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Gambar S4.20 Rangka Atap Untuk Soal 4.20

4.21 Pilih batang tarik siku tunggal untuk menahan beban layan N D = 356 kN dan N L =
311 kN. Panjang batang 5,5 m dan disambungkan pada kaki panjang dengan satu
baris baut 22 mm dengan jarak baut 100 mm. Asumsikan F y = 276 MPa dan F u =
x
414 MPa. Abaikan geser blok. U = 1 .
L
4.22 Ulangi Soal 4.8 dengan asumsi digunakan satu baris baut 22 mm pada setiap flens
dan paling sedikit ada 3 baut dengan jarak baut 100 mm. Juga rancang pelat
pengikat. Asumsikan jarak atau gage dari belakang profil kanal ke pusat baris baut
adalah 50 mm. Tentukan U dari LRFD Specification B3.
4.23 Suatu batang tarik dari empat buah siku sama kaki disusun seperti dalam Gambar
S4.23 dan harus memikul beban layan N D = 800 kN dan N L = 1423 kN. Panjang
batang 9,1 m dan diasumsikan pada setiap siku mempunyai satu baris baut 22 mm
pada setiap kaki. Rancang batang tersebut termasuk pelat pengikat yang
diperlukan dengan menggunakan baja BJ37. Abaikan geser blok.

460 mm

460 mm

Gambar S4.23 Profil Tersusun Soal 4.23

4.24 Pilih batang bulat berulir yang berfungsi sebagai penggantung untuk menahan
beban tarik layan N D = 44 kN dan N L = 53 kN. Gunakan baja BJ37
4.25 Pilih batang bulat berulir yang berfungsi sebagai penggantung untuk menahan
beban tarik layan N D = 53 kN dan N L = 67 kN. Gunakan baja BJ37.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

90

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

4.26 Batang tarik pada dasar dari pelengkung tiga sendi dalam Gambar S4.26 adalah
profil batang tarik dari baja BJ37. Berapa ukuran batang bulat berulir yang harus
digunakan untuk menahan beban layan pada gambar?

ND = 89 kN
NL = 111 kN

ND = 89 kN
NL = 111 kN

ND = 89 kN
NL = 111 kN

9,1 m

6m

4,5 m

4,5 m

6m

9m

30 m

Gambar S4.26 Pelengkung Tiga Sendi untuk Soal 4.26

4.27 Rangka atap untuk bangunan industri berjarak 6,4 m, memikul beban penutup atap
288 Pa permukaan atap. Gording mempunyai jarak seperti dalam Gambar S4.27
dengan berat 144 Pa permukaan atap. Rencanakan trekstang dengan menggunakan
batang BJ37 dan peraturan LRFD dengan asumsi terdapat beban hidup air hujan
1440 Pa permukaan horisontal atap. Trekstang direncanakan untuk dipasang pada
jarak 1/3 bentang.
6 interval gording
6,10 m

24 m

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

91

BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN

Gambar S4.27 Rangka Atap untuk Soal 4.27

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

92

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memberikan pengenalan dan pembahasan detil tentang batang tekan yang meliputi
penurunan rumus, jenis profil batang tekan, makna penampang kompak, penampang
tersusun, dan perancangan dengan menggunakan metode AISC-LRFD dan juga SNILRFD. Dua jenis standar diberikan karena pada prakteknya di lapangan akan digunakan
tidak hanya peraturan berdasarkan SNI tetapi juga standar lain yaitu AISC.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan kepada mahasiswa agar mempunyai kompetensi untuk
merancang batang tekan. Hal ini dapat dilakukan jika mahasiswa paham tentang
penampang kompak, penampang tersusun. Terdapat perbedaan mendasar antara standar
SNI dan AISC yang pada prakteknya kedua standar ini dipakai sehingga mahasiswa
akan diberikan pembahasan teori dan soal agar kompetensi dicapai.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

92

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

5.1
Pendahuluan
Jika beban berusaha untuk menekan atau membuat pendek suatu batang, tegangan yang
dihasilkan disebut tegangan tekan dan batangnya disebut batang tekan. Ada beberapa
tipe batang tekan dan kolom adalah batang tekan yang paling dikenal. Jenis yang lain
adalah batang atas dari rangka atap, batang pengikat, flens tertekan dari suatu profil dan
penampang balok built-up, serta elemen yang mendapat beban tekan dan momen secara
simultan. Kolom adalah elemen vertikal yang mempunyai dimensi panjang jauh lebih
besar dibandingkan dengan tebalnya. Kolom pendek yang mendapat gaya tekan disebut
juga strut atau batang tekan.
Secara umum ada tiga ragam keruntuhan dari batang tekan yaitu tekuk lentur
(flexural buckling), tekuk lokal (local buckling), dan tekuk torsional (torsional
buckling). Berikut ini adalah penjelasan dari ragam keruntuhan tersebut.
1. Tekuk lentur yang disebut juga tekuk Euler adalah jenis keruntuhan tekuk yang
paling sering terjadi dan akan banyak dibahas dalam bab ini. Elemen yang
mendapat lentur akan menjadi tidak stabil.
2. Tekuk lokal terjadi jika beberapa bagian penampang dari suatu kolom menekuk
akibat terlalu tipis sebelum ragam tekuk lain terjadi. Ketahanan suatu kolom
terhadap tekuk lokal diukur dari rasio lebar-tebal bagian penampang. Ragam
keruntuhan ini akan dibahas dalam Bab 5.7.
3. Tekuk torsional dapat terjadi pada kolom dengan susunan penampang tertentu.
Kolom seperti ini akan runtuh oleh tekuk torsi atau kombinasi tekuk torsi dan
lentur. Jenis keruntuhan ini akan dibahas dalam Bab 6.
Ada dua perbedaan utama antara batang tarik dan tekan, yaitu:
1. Gaya tarik menyebabkan batang lurus sedangkan gaya tekan menyebabkan
batang melentur ke luar bidang gaya tersebut bekerja dan ini merupakan kondisi
berbahaya.
2. Lubang baut atau rivet dalam batang tarik akan mereduksi luas penampang,
sedangkan pada batang tekan seluruh luas penampang dapat menahan beban.
Untuk luas penampang yang sama, semakin tinggi suatu kolom akan semakin
besar kemungkinan terjadi tekuk dan beban yang dapat dipikul akan semakin kecil.
Kecenderungan suatu batang untuk tekuk diukur dengan rasio kelangsingan yang
didefinisikan sebagai rasio panjang batang terhadap jari-jari girasi terkecil.
Kecenderungan untuk tekuk juga dipengaruhi oleh tipe sambungan, eksentrisitas beban,
ketidaksempurnaan material kolom, ketidaksempurnaan penampang, adanya lubang
untuk baut, kelengkungan awal kolom, tegangan residual, dan lain-lain.
Beban yang bekerja melalui pusat penampang kolom disebut beban aksial atau
konsentris dan dalam praktek merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Sedikit
ketidaksempurnaan dalam batang tarik dan balok dapat diabaikan karena menimbulkan
akibat yang tidak begitu besar. Tetapi ketidaksempurnaan kecil dalam kolom dapat
menimbulkan akibat yang berbahaya. Suatu kolom yang sedikit tertekuk pada saat
dipasang akan mempunyai momen yang cukup besar yaitu sebesar beban kolom
dikalikan dengan defleksi lateral awal. Hal ini diatur dalam SNI 03-1729-02:
17.4.3 Batang tekan
17.4.3.1 Kelurusan

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

93

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Penyimpangan dari semua sumbu-utama terhadap suatu garis lurus yang ditarik di
antara kedua
ujung dari suatu komponen struktur tidak boleh melebihi nilai terbesar dari L/1000 atau
3 mm.

Demikain juga dengan AISC-LRFD Bagian 6 mensyaratkan bahwa


ketidaklurusan kolom yang diijinkan adalah L/1000 dengan L adalah jarak antara dua
titik kolom yang dikekang.

5.2
Tegangan Residual
Tegangan residual dan distribusinya merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
kekuatan aksial kolom baja. Tegangan ini sangat penting terutama untuk kolom dengan
nilai rasio kelangsingan antara 40 120, dan memang pada rentang inilah kolom
banyak digunakan di lapangan. Penyebab utama dari tegangan residual adalah
pendinginan yang tidak merata setelah proses pembentukan baja panas. Misalnya pada
profil W, flens luar dan web bagian tengah akan mengalami pendinginan lebih dulu
dibandingkan pertemuan flens dan web.
Bagian yang lebih dahulu dingin akan menahan penyusutan sedangkan bagian
yang masih panas masih terus mengalami penyusutan atau perpendekan. Hasilnya
adalah pada bagian yang dingin lebih dahulu akan terjadi tegangan tekan residual
sedangkan bagian yang belum dingin akan mengalami tegangan tarik residual. Besar
tegangan ini bervariasi sekitar 10-15 ksi (69-103 MPa).
Jika suatu kolom baja diuji, batas proporsionalnya akan dicapai pada nilai N/A
yang nilainya sekitar separuh dari tegangah leleh. Setelah batas proporsional, hubungan
tegangan-regangan akan non-linier hingga mencapai tegangan lelehnya, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 5.1. Karena adanya leleh lokal (setempat) yang terjadi pada
beberapa titik dari penampang kolom, maka kekuatan terhadap tekuk akan berkurang.
Pengurangan kekuatan terbesar terjadi pada kolom dengan rasio kelangsingan antara 7090 dan besar pengurangan ini sekitar 25%.
Jika beban pada suatu kolom meningkat, beberapa bagian kolom akan mencapai
tegangan leleh dengan cepat dan memasuki daerah plastis yang diakibatkan oleh
tegangan tekan residual. Kekakuan kolom akan berkurang dan kekakuan yang tersisa
hanya berdasarkan bagian penampang yang masih elastis. Suatu kolom dengan tegangan
residual akan berperilaku seperti kehilangan sebagian penampangnya. Bagian
penampang tersisa atau bagian elastis dari kolom akan berubah dengan perubahan
tegangan yang terjadi. Perhitungan tekuk kolom akibat tegangan residual dapat
dilakukan dengan menggunakan momen inersia elastis I e yaitu untuk penampang yang
masih elastis atau dengan menggunakan modulus tangen. Untuk penampang kolom
yang lazim, kedua cara tersebut memberikan hasil yang hampir sama.
Tegangan residual juga dapat disebabkan pada saat pabrikasi dimana lendutan
ke atas terbentuk akibat pendinginan setelah las. Las dapat menghasilkan tegangan
residual yang cukup tinggi pada kolom sehingga mendekati titik leleh disekitar las.
Fakta lain yang penting adalah kolom dapat melentur akibat las sehingga mempengaruhi
kemampuan daya dukungnya. Gambar 5.1 memperlihatkan pengaruh tegangan residual
akibat pendinginan dan pabrikasi pada diagram tegangan-regangan untuk profil W.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

94

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Penggabungan penampang built-up dengan las seringkali menyebabkan


tegangan residual yang lebih besar dibandingkan pendinginan tak merata pada
penampang bentuk H.
Tegangan residual dapat juga disebabkan oleh proses pabrikasi jika cambering
terbentuk oleh lentur akibat pendinginan proses penggilingan dan pendinginan setelah
pengelasan. Cambering adalah lentur suatu batang ke atas
dan batang lurus
kembali pada saat beban layan bekerja pada arah yang berlawanan.

Tegangan (f = N/Al)

Kurva ideal

Profil IWF dengan tegangan residual

Fy

Regangan ( = l/l)

Gambar 5.1 Pengaruh Tegangan Residual Kolom pada Diagram Tegangan-Regangan

5.3
Profil Penampang Kolom
Secara teoritis terdapat jumlah bentuk yang tidak terbatas dapat digunakan untuk
memikul beban tekan dalam suatu struktur. Tetapi dari segi praktis, jumlah bentuk
penampang elemen tekan menjadi terbatas karena beberapa pertimbangan yaitu: profil
yang tersedia, masalah sambungan, tipe struktur. Gambar 5.2 memperlihatkan
penampang profil yang biasa digunakan sebagai elemen tekan.
Penampang yang digunakan sebagai elemen tekan umumnya sama dengan
elemen tarik dengan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut disebabkan oleh
kenyataan bahwa kekuatan elemen tekan berbanding terbalik dengan rasio kelangsingan
KL/r dan elemen yang diperlukan adalah elemen yang kaku. Elemen tunggal dari batang
bulat, persegi, dan pelat biasanya terlalu langsing untuk digunakan sebagai elemen
tekan kecuali jika elemen tersebut cukup pendek dan mendapat gaya tekan yang relatif
kecil.
Elemen siku tunggal (Gambar 5.2(a)) cukup untuk digunakan sebagai pengaku
dan elemen tekan dalam rangka ringan. Siku sama kaki lebih ekonomis dibandingkan
dengan siku tidak sama kaki karena siku sama kaki mempunyai jari-jari girasi terkecil
yang sama besar untuk luas penampang yang sama. Elemen bagian atas dari rangka atap
dengan sambungan rivet atau baut dapat digunakan sepasang siku yang saling
membelakangi (Gambar 5.2(b)). Biasanya akan selalu disediakan ruang kosong diantara
keduanya untuk menempatkan pelat buhul sebagai sambungan. Dalam hal ini akan lebih
baik jika digunakan siku tidak sama kaki dengan kaki panjang dipasang saling
membelakangi sehingga dapat memberikan keseimbangan antara kedua nilai r terhadap
sumbu x dan y.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

95

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Jika rangka atap menggunakan alat penyambung las, maka pelat buhul dapat
ditiadakan dan profil T (Gambar 5.2(c)) dapat dipilih untuk elemen atas karena web dari
elemen dapat dilas langsung pada kaki profil T. Profil kanal tunggal (Gambar 5.2(d))
tidak mencukupi untuk digunakan sebagai elemen tekan karena nilai r terhadap sumbu
web-nya sangat kecil. Tetapi profil kanal dapat digunakan dengan menyediakan
sokongan lateral tambahan dalam arah sumbu lemah. Profil IWF (Gambar 5.2(e))
merupakan profil yang paling sering digunakan sebagai elemen tekan baik pada gedung
maupun jembatan. Meskipun nilai r pada kedua sumbunya sangat berbeda, tetapi lebih
baik dibandingkan dengan profil kanal.

Siku tunggal
(a)

Pipa atau
Tube bulat
(f)

Siku ganda
(b)

Tube persegi
(g)

Profil box
(k)

Profil
Built-up
(o)

T
(c)

Tube segiempat
(h)

Profil box
(l)

Profil
Built-up
(p)

IWF dan kanal


(q)

Kanal
(d)

Profil box
Empat siku
(i)

Profil box
(m)

Profil
Built-up
(r)

Kolom IWF
(e)

Profil box
(j)

IWF dengan
Pelat penutup
(n)

Profil
Built-up
(s)

Gambar 5.2 Tipe Profil Batang Tekan

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

96

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Untuk beban tekan kecil dan medium, penampang pipa atau tube (Gambar
5.2(f)) sudah mencukupi. Profil ini mempunyai kelebihan yaitu kekakuan yang sama ke
semua arah dan biasanya sangat ekonomis kecuali jika momen yang bekerja cukup
besar. Manual AISC-LRFD mengelompokan pipa baja dalam sangat kuat dan dua kali
sangat kuat.
Penampang persegi dan segiempat (Gambar 5.2(g) dan (h)) belum lama
digunakan sebagai elemen tekan. Kesulitan yang timbul dengan profil ini adalah dalam
hal sambungan dengan rivet atau baut, tetapi dapat diatasi dengan alat penyambung las.
Meningkatnya penggunaan profil ini antara lain adalah:
1. Profil yang efisien sebagai elemen tekan adalah profil dengan jari-jari girasi
yang konstan terhadap pusat penampang. Jadi yang paling efisien adalah
penampang bulat, dan berikutnya adalah penampang persegi.
2. Permukaan yang rata memudahkan pengecatan dibandingkan profil IWF, S, dan
M.
3. Luas permukaan yang harus dicat lebih sedikit.
4. Mempunyai ketahanan terhadap torsi yang baik.
5. Permukaan penampang sangat menarik.
6. Tahanan terhadap angin dari penampang lingkaran hanya 2/3 dari permukaan
rata dengan lebar yang sama.
7. Jika kebersihan diutamakan maka profil persegi ini tidak mempunyai masalah
dalam hal terkumpulnya kotoran pada flens.
Beberapa kelemahan dari penampang pipa dan persegi atau segi empat adalah:
1. Memerlukan penutup pada ujung penampang untuk mencegah korosi.
2. Mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan dengan profil IWF untuk
modulus penampang yang sama.
Jika beban tekan besar, kemungkinan diperlukan penampang built-up. Tetapi
untuk luas penampang yang sama, penampang W lebih ekonomis dibandingkan
penampang built-up. Jika digunakan penampang built-up maka penampang tersebut
harus dihubungkan satu sama lain dengan pengikat sehingga bekerja menjadi satu
kesatuan. Ujung dari profil built-up juga harus dihubungkan dengan pelat pengikat.
Garis putus dalam Gambar 5.2 memperlihatkan pengikat atau bagian elemen
menerus dan garis penuh menyatakan bagian elemen kontinu. Empat buah siku
seringkali disusun seperti pada Gambar 5.2(i) untuk menghasilkan nilai r yang lebih
besar. Jenis profil seperti ini banyak dijumpai pada bangunan pemancar (tower) atau
keran (crane). Sepasang kanal (Gambar 5.2(j)) juga dipakai pada kolom bangunan atau
sebagai elemen web dari rangka batang yang besar. Perlu diketahui bahwa terdapat
jarak tertentu antara kedua kanal yang menghasilkan nilai r yang sama besar terhadap
sumbu x dan y. Kanal juga dapat diputar posisinya seperti pada Gambar 5.2(k).
Sepasang kanal dengan pelat penutup pada bagian atas dan pengikat pada bagian
bawah seperti pada Gambar 5.2(l) sesuai untuk rangka batang jembatan. Pelat buhul
yang juga berfungsi sebagai pelat kopel harus dipasang pada ujung diantara kedua profil
kanal tersebut. Jika diperlukan profil kanal yang lebih besar tetapi tidak tersedia di
pasaran, maka dapat digunakan penampang built-up seperti dalam Gambar 5.2(m).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

97

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Jika suatu profil tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menahan beban tekan,
luas penampangnya dapat diperbesar dengan menambahkan pelat pada flens (Gambar
5.2(n)). Untuk konstruksi sambungan las, kolom built-up seperti dalam Gambar 5.2(o)
lebih sesuai digunakan dibandingkan dengan profil IWF dengan pelat tambahan
(Gambar 5.2(n)). Jika profil jenis ini menahan lentur (balok menumpu pada flens
kolom), sukar untuk mentrasfer gaya tarik melalui pelat tambahan tanpa menarik pelat
dari flens kolom. Untuk beban kolom yang sangat besar, penampang box (Gambar
5.2(p)) telah membuktikan hasil yang memuaskan. Beberapa profil built-up lain
diberikan dalam Gambar 5.2(q) sampai dengan (s). Penampang built-up dalam Gambar
5.2(n) sampai dengan (q) mempunyai kelebihan dibandingkan dengan profil built-up
pada Gambar 5.2(i) sampai dengan (m) yaitu tidak memerlukan elemen pengikat. Gaya
geser lateral untuk profil kolom tunggal dan penampang built-up tanpa pengikat, tetapi
tidak demikian untuk profil built-up dengan pengikat.

Pu /A pada saat runtuh

5.4
Perkembangan Rumus Kolom
Pada tahun 1729 seorang ahli matematika Belanda bernama Pieter van Musschenbroek
memberikan rumus empiris kolom untuk menghitung kekuatan kolom segi empat.
Kemudian tahun 1757, seorang Swiss bernama Leonhard Euler penyampaikan hasil
studi tentang tekuk kolom.
Literatur banyak berisi rumus yang dikembangkan untuk kondisi kolom ideal
yang tidak pernah dijumpai dalam praktek. Sebagai konsekuensi, desain kolom
didasarkan pada hasil uji. Hal ini dilakukan karena rumus yang ada tidak memberikan
hasil yang mendekati hasil uji untuk semua rentang nilai KL/r.
Hasil uji kolom dalam berbagai rentang nilai KL/r memberikan hasil dalam
rentang yang cukup acak seperti dalam Gambar 5.3 dan tidak akan mendekati kurva.
Hal ini disebabkan karena: kesulitan menempatkan beban pada pusat penampang
kolom, ketidakseragaman material, variasi dimensi kolom, variasi kondisi perletakan,
dan lain-lain. Dalam praktek telah dikembangkan rumus yang mewakili hasil uji dengan
memberikan faktor keamanan yang cukup.

L/r

Gambar 5.3 Hasil Uji Kolom

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

98

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

5.5
Penurunan Rumus Euler
Rumus Euler yang diturunkan dalam bab ini adalah untuk penampang lurus, dibebani
secara konsentris, homogen, kolom panjang dengan ujung bulat. Diasumsikan bahwa
kolom sempurna ini diberi defleksi lateral seperti pada Gambar 5.4 dan jika beban P
dihilangkan kolom akan kembali pada posisi semula.
Momen lentur pada setiap titik pada kolom adalah Py, persamaan kurva elastis
adalah:
d2y
EI 2 = Py
dx
Untuk memudahkan perhitungan integrasi, kalikan kedua ruas dengan 2 dy.
dy dy
EI 2 d
= 2 Pydy
dx dx
2

dy
EI = Py 2 + C1
dx
Jika y = , dy/dx = 0, dan nilai C 1 akan sama dengan P2 dan
2

dy
EI = Py 2 + P 2
dx

P
x

L/2

L/2
l

P
x

L/2

L/2
l

Gambar 5.4 Batang Tekan dengan Defleksi Lateral

Kemudian disusun kembali sehingga menghasilkan:


2

P 2
dy
y2
=
EI
dx
dy
=
dx

P
2 y2
EI

dy

2 y2

P
dx
EI

Hasil integrasi menghasilkan:


Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

99

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

arc sin

P
x + C2
EI

Jika x = 0 dan y = 0, C 2 = 0. Kolom akan menlentur dalam bentuk kurva sinus


yang dinyatakan oleh
y
P
arc sin =
x

EI
Jika x = L/2, y = , akan memberikan
L P
=
2 2 EI
Dalam ekspresi diatas P adalah beban tekuk kritis atau beban maksimum yang
dapat dipikul oleh kolom sebelum terjadi ketidakstabilan (tekuk). Selanjutnya didapat P:
2 EI
P= 2
(5.1)
L
Rumus ini adalah rumus Euler yang dapat ditulis dalam bentuk lain yaitu dengan
menyertakan rasio kelangsingan. Karena r = I / A dan r2 = I/A dan I = r2A, rumus
Euler dapat ditulis sebagai tegangan tekuk kritis atau dalam manual AISC-LRFD
disebut F e dan beban tekuk kritis diatas dapat dituliskan seperti dibawah ini.
2 EI
P= 2
(5.2)
r
P
2E
=
= Fe
(5.3)
A (L / r )2
Perlu diperhatikan bahwa beban tekuk yang didapat dari rumus Euler tidak
tergantung pada kekuatan baja yang digunakan, hal ini hanya secara teori saja. Untuk
dapat menggunakan rumus Euler dengan benar, maka kondisi perletakan harus
diperhitungkan. Hasil yang didapat dengan rumus Euler sangat cocok jika dibandingkan
dengan kondisi tes laboratorium dimana beban bekerja konsentris dan kolom panjang
dengan tumpuan sendi. Hal ini tidak terjadi di lapangan, karena pada kenyataannya
kolom tidak mempunyai tumpuan sendi akibat adanya baut atau las pada tumpuan.
Setiap kolom akan mempunyai tahanan terhadap rotasi yang berbeda dan bervariasi
mulai dari tahanan rotasi yang kecil hingga kondisi jepit sempurna. Dengan demikian
untuk mencari tegangan kritis harus digunakan panjang kolom yang berbeda dengan
panjang sebenarnya sehingga akan didapat nilai tegangan kritis yang realistis.
Supaya rumus Euler dapat digunakan untuk kondisi lapangan, nilai yang
digunakan L adalah jarak antara momen nol. Jarak ini disebut panjang efektif. Untuk
kolom dengan ke dua ujung sendi, panjang efektif adalah jarak antara ke dua ujung
sendi tersebut. Untuk kolom dengan kondisi tumpuan yang berbeda akan memberikan
nilai L yang berlainan, dan akan dibahas dalam sub bab berikutnya.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

100

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Aplikasi rumus Euler diberikan dalam Contoh 5.1. Perlu diingat bahwa rumus
ini diturunkan untuk tegangan dimana hukum Hooke masih berlaku, artinya tidak
berlaku untuk tegangan diatas batas proporsional.
Contoh 5.1
(a) Profil IWF250x250x64,4 panjang 6 m digunakan sebagai kolom tumpuan sendi.
Dengan menggunakan rumus Euler tentukan beban tekuk kritis. Asumsikan baja
mempunyai batas proporsional 248 MPa.
(b) Ulangi soal (a) jika panjang kolom diubah menjadi 2,4 m.
Solusi:
(a) Profil IWF25x250x64,4 (A = 8206 mm2, r x = 103 mm, r y = 59,8 mm)
r minimum = r y = 59,8 mm
L (1000)(6,0)
=
= 100,3
r
59,8
Tegangan kritis atau tegangan tekuk:
2 (200 000)
Fe =
(100,3) 2
= 196,2 MPa < batas proporsional 248 MPa
Jadi kolom masih dalam daerah elastis.
Beban kritis atau beban tekuk = (196,2 x 103 x 10-6)(8206) = 1610 kN

( )

(b) Dengan menggunakan IWF250x250x64,4 panjang 2,4 m


L (1000)(2,4)
= = 40,1
r
59,8
Tegangan kritis atau tegangan tekuk:
2 (200 000)
Fe =
(40,1) 2
= 1227,6 MPa > batas proporsional 248 MPa
Jadi kolom masih dalam daerah inelastis, rumus Euler tidak berlaku.

( )

5.6
Kondisi Tumpuan dan Panjang Efektif Kolom
Kondisi tumpuan dan pengaruhnya pada kapasitas daya dukung kolom merupakan topik
yang sangat penting. Kolom dengan kekangan yang cukup akan dapat memikul beban
yang lebih besar dibandingkan dengan tumpuan dengan kekangan kecil seperti sendi.
Dalam sub bab sebelumnya panjang efektif kolom didefinisikan sebagai jarak
antara dua titik dengan momen nol atau jarak antara titik belok. Dalam peraturan baja,
panjang efektif kolom dinyatakan sebagai KL dengan K adalah faktor panjang efektif.
Nilai K harus dikalikan dengan panjang aktual kolom untuk mendapatkan panjang
efektifnya. Besar K tergantung pada kekangan rotasional yang diberikan oleh tumpuan
dan juga kekangan translasinya.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

101

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Konsep panjang efektif berawal dari model matematika dengan mengambil


suatu kolom dengan kondisi tumpuan sembarang, kemudian menggantikannya dengan
kolom tumpuan sendi ekivalen. Analisa tekuk yang lebih rumit dijumpai dalam suatu
rangkaian portal dimana kita harus menentukan tegangan kritis dari suatu kolom. Faktor
K ditentukan dengan menemukan kolom tumpuan sendi dengan panjang ekivalen
dengan tegangan kritis yang sama. Penentukan faktor K adalah metoda penyederhanaan
untuk menyelesaikan masalah tekuk pada portal.
Kolom dengan kondisi perletakan yang berbeda mempunyai panjang efektif
yang berbeda pula. Untuk pembahasan awal ini diasumsikan tidak ada goyangan atau
translasi titik. Goyangan atau translasi titik artinya satu atau kedua ujung kolom dapat
bergerak lateral. Jika kolom dihubungkan dengan sendi tanpa gesekan seperti pada
Gambar 5.5(a), panjang efektifnya sama dengan panjang aktual kolom dan K sama
dengan 1,0. Jika kondisi jepit sempurna dapat diberikan pada kedua ujung kolom maka
titik belok (titik dengan momen nol) akan terjadi pada tinggi kolom dan panjang
efektifnya sama dengan L/2 seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.5. Artinya nilai K
sama dengan 0,5.
Jelaslah bahwa semakin kecil panjang efektif suatu kolom, akan semakin kecil
pula bahaya tekuk lateral dan semakin besar kapasitas daya dukungnya. Gambar 5.5(c)
memperlihatkan kolom dengan tumpuan sendi-jepit. Nilai teoritis K dari kolom ini sama
dengan 0,70.

Gambar 5.5 Panjang Efektif Kolom dalam Portal dengan Pengaku (Goyangan Dikekang)

Kenyataan tidak ada tumpuan sendi atau jepit sempurna dan biasanya kolom
berada diantara dua kondisi ideal tersebut. Artinya panjang efektif kolom akan berada
diatanra L/2 dan L, tetapi ada pengecualian dari hal tersebut seperti diperlihatkan dalam
Gambar 5.6(a). Dasar kolom adalah sendi dan ujung lain bebas berrotasi dan
bertranslasi. Dapat dilihat bahwa panjang efektif akan lebih besar dari panjang kolom
aktual karena garis elastis akan membentuk kurva dengan panjang dua kali tinggi kolom
sehingga K sama dengan 2,0. Gambar 5.6(b) kedua ujung kolom disendi sehingga tidak
terjadi goyangan sehingga defleksi lateral kolom AB akan lebih kecil.
Kolom baja merupakan komponen dari portal yang dapat dilengkapi dengan
pengikat (braced) ataupun tidak (unbraced). Portal dengan pengikat akan mendapat
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

102

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

kekangan terhadap goyangan atau translasi titik; kekangan tersebut dapat melalui batang
pengikat, dinding geser, atau sokongan lateral dari struktur lain yang bergabung pada
portal tersebut. Portal tanpa pengikat tidak mempunyai pengekang lateral sehingga
untuk mencegah tekuk lateral hanya mengandalkan pada kekakuan batang
penyusunnya. Untuk portal dengan pengikat, nilai K tidak lebih besar dari 1,0, tetapi
untuk portal dengan pengikat, nilai K akan selalu lebih besar dari 1,0 karena adanya
goyangan.

Gambar 5.6 Kolom Dengan dan Tanpa Goyangan

Gambar 7.6-1 dalam SNI 03-1729-02 memberikan faktor panjang efektif jika
kondisi ideal dapat dipenuhi. Gambar tersebut diberikan dkembali dalam Tabel 5.1.
Tabel ini memberikan dua nilai K yaitu nilai teoritis dan nilai yang direkomendasikan
dalam perancangan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kondisi ideal sendi dan
jepit tidak ada dalam kenyataan. Jika kedua ujung dari kolom dalam Gambar 5.5(b)
tidak jepit penuh, kolom akan mempunyai sedikit kebebasan untuk melentur secara
lateral sehingga titik beloknya akan semakin jauh. Nilai K yang direkomendasikan
dalam perancangan adalah 0,65, sedangkan secara teoritis adalah 0,5. Karena pada
kenyataannya tidak ada kolom dengan sendi dan jepit sempurna, maka perancang teknik
dapat melakukan interpolasi dari nilai yang diberikan dalam tabel. Interpolasi ini
semata-mata didasarkan pada pertimbangan perancang teknik atas kondisi kekangan
aktual.
Tabel 5.1 sangat bermanfaat untuk prarancangan. Perlu dicatat bahwa untuk
kasus (a), (b), (c), dan (e) rancangan desain lebih besar dari pada nilai teoritis, tetapi
tidak untuk kasus (d) dan (f) dimana kedua nilai tersebut sama besar. Alasannya, jika
dalam kasus (d) dan (f) tidak terjadi sendi tanpa gesekan maka nilai K akan menjadi
kecil, bukan membesar. Jadi dengan mengambil nilai teoritis untuk rancangan akan
aman.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

103

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Nilai K dalam Tabel 5.1 hanya baik untuk mendesain kolom saja dan bukan
bagian dari suatu portal. Untuk kolom yang merupakan bagian dari portal nilai K ini
hanya baik untuk perancangan awal (preliminary design) dan pendekatan saja. Kedua
ujung dari kolom dalam suatu portal dihubungkan dengan balok dan kolom, sehingga
kolom tersebut juga mengalami kekangan. Sambungan kolom dan balok ini
berpengaruh pada nilai K. Jadi nilai yang diberikan dalam Tabel 5.1 tidak cukup akurat
untuk digunakan dalam perancangan akhir.
Tabel 5.1 Panjang Efektif Kolom
Tekuk kolom dinyatakan dengan garis
(a)
(b)
(c)
putus

Nilai K teoritis
Nilai
yang disarankan jika tidak
mendekati kondisi ideal

0,5
0,65

0,7
0,80

1,0
1,2

(d)

(e)

(f)

1,0
1,0

2,0
2,10

2,0
2,0

Rotasi dan translasi dikekang


Kode ujung kolom dan tumpuan

Rotasi bebas, translasi dikekang


Rotasi dikekang, translasi bebas
Rotasi dan translasi bebas

Untuk portal menerus diperlukan metoda yang lebih akurat untuk menentukan
nilai K. Untuk tujuan tersebut biasanya digunakan kurva alinyemen (alignment chart)
yang akan diberikan dalam Bab 7. Dalam bab tersebut akan diberikan cara menentukan
nilai K untuk portal dengan dan tanpa goyangan. Kurva ini dapat digunakan untuk
merancang kolom dengan cukup akurat.

5.7
Elemen Dengan Pengaku dan Tanpa Pengaku
Pembahasan sebelumnya menjelaskan stabilitas elemen secara keseluruhan, padahal
sangat memungkinkan untuk terjadi tekuk setempat (tekuk lokal) dari flens atau web
dan kolom atau balok yang tertekan sebelum kekuatan tekuk elemen tercapai. Suatu
pelat tipis yang memikul beban tekan akan mengalami tekuk terhadap sumbu lemah
karena momen inersia terhadap sumbu tersebut kecil.
SNI 03-1729-02 Pasal 7.5.2(b) dan AISC LRFD Section B5 memberikan batas
nilai rasio tebal terhadap lebar dari setiap bagian elemen tertekan dan juga bagian balok
pada bagian tekan. Suatu pelat datar akan mempunyai kekakuan kecil, tetapi jika pelat
ini dilipat maka kekakuan dalam arah tegak lurusnya akan meningkat. Untuk alasan
tersebut AISC LRFD mengelompokan elemen menjadi elemen dengan dan tanpa
pengaku (stiffened dan unstiffened element).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

104

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Elemen tanpa pengaku adalah bagian elemen bebas sejajar dengan arah gaya
tekan, sedangkan elemen dengan pengaku adalah elemen yang kedua ujungnya ditumpu
dalam arah gaya tekan. Kedua tipe elemen ini diperlihatkan dalam Gambar 5.10. Lebar,
b, dan tebal, t, untuk masing-masing kasus diberikan dalam gambar tersebut.
Elemen akan menekuk dalam kondisi tegangan yang berlainan tergantung pada
rasio lebar-tebal (b/t) elemen tertekan dan juga tergantung apakah elemen tersebut
dengan atau tanpa pengaku. Jika perbandingan tersebut melampui nilai tertentu, maka
tekuk lokal akan terjadi sebelum tegangan leleh tercapai.
Untuk menentukan batas rasio b/t untuk elemen tekan, LRFD membagi batang
tekan ini dalam tiga yaitu: penampang kompak, tidak kompak, dan elemen tekan
langsing. Ketiga kelompok ini dijelaskan dalam paragraf berikut.

Gambar 5.7 (a) Elemen Tanpa Pengaku. (b) Elemen Dengan Pengaku

Penampang Kompak
Penampang kompak adalah penampang yang mampu mengembangkan distribusi
tegangan plastis secara penuh sebelum terjadi tekuk. Yang dimaksud dengan plastis
adalah tegangan yang terjadi seluruhnya sebesar tegangan leleh dan di luar lingkup
pembahasan buku ini. Supaya batang tekan dapat dikelompokkan sebagai kompak maka
flens harus tersambung secara menerus pada salah satu atau kedua webnya dan rasio
lebar-tebal dari elemen tekan tidak boleh lebih besar dari nilai rasio batas p yang
diberikan dalam Tabel 5.2(a) (SNI 03-1729-02 Tabel 7.5-1) dan Tabel 5.2(b) (Tabel
B5.1 Part 6 Manual LRFD). Kedua tabel ini serupa dan ditampilkan disini untuk
menunjukkan perbedaan yang ada diantara keduanya.
Penampang Non-Kompak
Penampang non-kompak adalah penampang yang dapat mencapai tegangan leleh pada
sebagian penampangnya tetapi tidak pada semua elemen tekannya sebelum terjadi
tekuk. Artinya pada penampang non-kompak tidak dapat terjadi distribusi tegangan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

105

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

secara penuh. Dalam Tabel 5.2, penampang kompak mempunyai rasio lebar-tebal lebih
besar dari p tetapi lebih kecil dari r .
Elemen Tekan Langsing
Suatu elemen langsing dengan dengan penampang yang tidak memenuhi persyaratan
rasio lebar-tebal dalam Tabel 5.2 masih tetap dapat digunakan sebagai kolom tetapi
dengan prosedur yang sangat rumit. Reduksi tegangan rencana juga sangat besar.
Akibatnya akan lebih ekonomis jika batang dipertebal sehingga berada diluar kelompok
elemen tekan langsing.
SNI dan manual dari produsen baja tidak menyediakan tabel profil yang
dilengkapi dengan klasifikasi sifat kompak atau non-kompak. Tetapi manual AISCLRFD memberikan informasi tersebut dan hampir semua profil W, M, dan S yang
diberikan dalam manual LRFD adalah kompak untuk tegangan leleh baja 36 ksi (248
MPa) dan 50 ksi (345 MPa). Beberapa diantaranya non-kompak, tetapi tidak ada yang
termasuk dalam kelompok elemen langsing.
Jika batas rasio lebar-tebal dari penampang non-kompak dilampaui, maka harus
mengacu pada manual AISC-LRFD Appendix B5.3 Rujukan terhadap peraturan ini
diperlukan mengingat untuk kasus serupa SNI 03-1729-02 Pasal 7.6.2 hal. 28 hanya
menyatakan:
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih besar daripada
nilai r pada Tabel 7.5-1, analisis kekuatan dan kekakuannya dilakukan secara tersendiri dengan
mengacu pada metode-metode analisis yang rasional.

Rumus yang diberikan didalamnya sangat rumit dan sebaiknya tidak menggunakan
batang dalam kelompok ini.
b
b

f
hc

fw

h
hc

Gambar 5.8 Simbol untuk Beberapa Variabel Penampang

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

106

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Tabel 5.2(a) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan (bersambung)
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 5.8)

Jenis elemen

Elemen tanpa pengikat

Pelat sayap balok-I dan kanal


lentur

Perbandingan
lebar thd pelat
()

b/t

Perbandingan maksimum lebar


terhadap tebal
p
(kompak)

f y [c ]

170 /

r
(tak kompak)

f y f r [c ]

370 /

Pelat sayap balok-I hibrida


atau balok tersusun yang di
las dalam lentur

b/t

Pelat sayap dari komponenkomponen struktur tersusun


dalam tekan

b/t

b/t

250 /

fy

b/t

200 /

fy

d/t

Sayap bebas dari profil siku


kembar yang menyatu pada
sayap
dari
komponen
structural kanal dalam aksial
tekan, profil siku dan plat
yang menyatu dengan balok
atau komponen struktur tekan

Sayap dari profil siku tunggal


pada penyokong sayap dari
profil siku ganda dengan
pelat kopel pada penyokong,
elemen yang tidak diperkaku,
yaitu, yang ditumpu pada
salah satu sisinya
Pelat badan dari profil T

170 /

f yf

(f

420
yf

f r )/ k e

f y / ke [ f ]

290 /

300 /

[e][ f

fy

[SNI 03-1729-2002. p.30]

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

107

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Tabel 5.2(a) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
(sambungan)
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 5.8)
Perbandin
gan lebar
thd pelat
()

Jenis elemen

Pelat sayap dari penampang persegi


panjang dan bujur sangkar berongga
dengan ketebalan seragam yang
dibebani lentur atau tekan pelat
penutup dari pelat sayap dan pelat
diafragma yang terletak diantara
baut-baut atau las

b/t

500 /

Bagian lebar yang tak terkekang dari


pelat penutup berlubang b
Bagian-bagian pelat badan dalam
tekan akibat lentur a
Bagian-bagian pelat badan dalam
kombinasi tekan dan lentur

b/t

[]

Elemen dengan Pengaku

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal


p
r
(kompak)
(tak kompak)

[]

b/t
b/t

fy

f y [c ]

1680 /

625 /

fy

820 /

fy

2550 /

Untuk

N u / b N y 0,125[c ]

1.680 2,75 N u
1

b N y
f y

f y [g ]
[g]

2.550 0,74 N u
1

b N y
f y

Untuk

N u / b N y > 0,125[c ]

500
fy
Elemen-elemen
lainnya
yang
diperkaku dalam tekan murni; yaitu
dikekang sepanjang kedua sisinyan
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur

N u 665
2.33

b N y
fy

b/t
h/t w

665 /

[d]
D/t

[a]. Untuk balok hibrida,gunakan tegangan leleh pelat


sayap f y sebagai ganti f y.
[b]. Ambil luas neto plat pada lubang terbesar.
[c]. Dianggap kapasitas rotasi in elastis sebesar 3
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapsitas rotasi yang lebih besar
[d]. Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/ f y

fy

22.000/f y
14.800/f y
62000/f y
[e]. f r = tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 155 MPa untuk penampang dilas
[f].

ke =

4
tapi 0,35 ke 0,763
h tw

[g]. f y = adalah tegangan leleh

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

108

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Tabel 5.2(b) Batas Rasio Lebar-Tebal untuk Elemen Tekan (Bersambung)


Uraian Elemen
Rasio
Batas Rasio Lebar-Tebal
Lebar/
p
r
Tebal
Kompak
Non-Kompak
Flens profil I dan C
b/t
65 / Fy [c]
141 / Fy 10
mendapat lentur

E
L
E
M
E
N
T
A
N
P
A
P
E
N
G
A
K
U

Flens Profil hibrid I


atau balok sambungan
las mendapat lentur

b/t

65 / Fyf

Flens profil built-up


batang tekan

b/t

NA

109 / Fy / ke [f]

Siku ganda dengan


kontak secara menerus,
flens kanal akibat tekan
aksial, siku dan pelat
dari suatu balok atau
batang tekan.

b/t

NA

95 / Fy

Kaki dari siku tunggal


tertekan, kaki dari siku
ganda tertekan dengan
jarak antara kedua
profil, elemen tanpa
pengaku yaitu elemen
yang hanya dikekang
pada satu sisi.

b/t

NA

76 / Fy

Kaki depan dari profil


T

d/t

NA

127 / Fy

Pelat penutup tidak


terkekang dari suatu
pelat berlubang yang
berturutan [b]

b/t

NA

317 / Fy

Web mendapat lentur


tekan [a]

h/t w

640 / Fy [c]

970 / Fy [g]

162
[f]
(Fyf 16,5)/ ke

Keterangan untuk Tabel 5.2(b)


[a] Untuk balok hibrid, gunakan kekuatan leleh flens F yf dan bukan F y
[b] Asumsikan luas netto pelat pada lubang terlebar
[c] Asumsikan kapasistas rasio inelastis sebesar 3. Untuk struktur dalam daerah gempa kuat, mungkin
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar.
[d] Untuk perencanaan plastis, gunakan 1300/F y
[e] F r = Tegangan tekan residual dalam flens
= 10 ksi untuk profil pabrik (bukan built-up)
= 16,5 ksi untuk profil las.
[f]

kc =

4
tetapi tidak lebih kecil dari 0,35 k c 0,763
h / tw

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

109

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

[g] Untuk batang dengan flens yang tidak sama, lihat Appendix B.5.1. F y adalah tegangan leleh minimum
dari baja yang digunakan.
Tabel 5.2(b) Batas Rasio Lebar-Tebal untuk Elemen Tekan (Sambungan)
Uraian Elemen

E
L
E
M
E
N
D
E
N
G
A
N
P
E
N
G
A
K
U

Flens dari profil


segiempat
dan
persegi
dan
penampang
berlubang
dengan
tebal
seragam
mendapat
beban
lentur atau tekan,
pelat penutup flens
dan pelat diafragma
antara dua baris
sambungan atau las.

Rasio
Lebar/
Tebal
b/t

Batas Rasio Lebar-Tebal

Kompak

Non-Kompak

190 / Fy

238 / Fy

Pelat penutup tidak


terkekang dari suatu
pelat berlubang yang
berturutan [b]

b/t

NA

317 / Fy

Web mendapat lentur


tekan [a]

h/t w

640 / Fy [c]

970 / Fy [g]

Web
mendapat
kombinasi lentur dan
tekan aksial.

h/t w

untuk Pu / b Py 0,125 [c]

640
2,75 Pu
2,33
b Py
Fy

970
Fy

1 0,74 Pu [g]

b Py

untuk Pu / b Py > 0,125 [c]

191
Fy

2,33 Pu 253

b Py
Fy

Semua jenis elemen


lain dengan pengaku
mendapat
tekan
seragam yaitu yang
mendapat kekangan
pada kedua sisi.

b/t
h/t w

NA

253 / Fy

Pipa mendapat tekan


aksial.

D/t

NA [d]

3300/F y

2070/F y

8970/F y

Akibat lentur

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

110

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

5.8
Kolom Panjang, Pendek, dan Sedang
Suatu kolom yang mendapat beban tekan akan memendek dalam arah beban. Jika beban
ditingkatkan sampai kolom menekuk, perpendekan akan berhenti dan kolom melentur
dengan cepat atau berdeformasi secara lateral dan pada saat yang sama dapat terpuntir
dalam arah tegak lurus sumbu longitudinal.
Kekuatan kolom dan perilaku keruntuhannya sangat tergantung pada panjang
efektifnya. Kolom baja pendek dapat dibebani hingga leleh dan mungkin tidak masuk
dalam daerah strain hardening. Akibatnya kolom ini akan dapat memikul beban tekan
dan tarik yang sama besar.
Dengan meningkatnya panjang efektif kolom, tegangan tekuknya akan
berkurang. Jika panjang efektif melampaui nilai tertentu, tegangan tekuk akan lebih
kecil dari batas proporsional baja. Kolom dalam daerah ini dikatakan runtuh secara
elastis.
Dalam Sub Bab 5.5 telah diperlihatkan bahwa kolom baja yang sangat panjang
akan runtuh pada beban yang sebanding dengan kekakuan lentur kolom (EI) dan tidak
tergantung kekuatan baja. Misalnya, suatu kolom dengan tegangan leleh 248 MPa akan
runtuh akibat beban yang sama besar meskipun kolom terbuat dari baja dengan
tegangan leleh 690 MPa.
Kolom seringkali juga diklasifikasikan sebagai kolom panjang, pendek, atau
sedang. Penjelasan tentang ketiganya diberikan dalam paragraf berikut.
Kolom Panjang
Rumus Euler mempreduksi dengan baik kekuatan kolom panjang dimana tegangan
tekuk aksial tetap dibawah batas proporsional. Kolom ini akan menekuk secara elastis.
Kolom Pendek
Untuk kolom pendek tegangan runtuh akan sama dengan tegangan leleh dan tidak akan
terjadi tekuk. Kolom seperti akan terlalu pendek dan tidak praktis untuk dipakai
dilapangan dan pembahasan tidak dilakukan lebih dalam lagi.
Kolom Sedang
Serat pada kolom sedang akan mencapai tegangan leleh sebagian sedangkan bagian lain
masih elastis. Batang akan runtuh oleh kelelehan dan juga tekuk dan perilakunya
disebut inelastis. Hampir semua kolom dalam praktek berada dalam kelompok ini.
Supaya rumus Euler dapat digunakan dalam kolom ini maka harus dilakukan modifikasi
berdasarkan konsep modulus reduksi atau modulus tangen untuk memperhitungkan
tegangan residual.
Sub Bab 5.9 memberikan rumus yang digunakan dalam SNI 03-1729-02 dan
manual AISC-LRFD untuk menghitung kekuatan kolom dalam daerah yang berbeda.
Kedua peraturan tersebut akan dibahas dan ditunjukkan perbedaannya.

5.9
Rumus Kolom
SNI 03-1729-02 Pasal 7.6.1 menyatakan bahwa gaya tekuk elastis komponen struktur
(N cr ) untuk keadaan tertentu ujung-ujungnya yang diberikan oleh suatu rangka
pendukung ditetapkan sebagai berikut :
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

111

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

N cr =

Ab . f y

(SNI Pers. 7.6-3)

c 2

dengan parameter kelangsingan kolom cr ditetapkan sebagai berikut:


1 Lk f y
c =
(SNI Pers. 7.6-3)
r E

(5.4)

(5.5)

dengan L k = k c L dan f y adalah tegangan leleh material. Dalam hal ini k c adalah faktor
panjang tekuk yang ditetapkan sesuai dengan Tabel 5.1 dan L adalah panjang teoritis
kolom. Perlu dicatat bahwa notasi K pada beberapa tempat dipertukarkan dengan k c ,
tetapi keduanya mempunyai makna yang sama.
Sedangkan Pasal 7.6.2 menyatakan bahwa untuk penampang yang mempunyai
perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil daripada nilai r pada Tabel 5.2(b),
daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut:
fy
N n = Ag f cr = Ag
(SNI Pers. 7.6-3)
(5.6)

f cr =

fy

untuk c 0,25

maka = 1

untuk 0,25 < c < 1,2 maka =

(SNI Pers. 7.6-4)

(5.7)

(SNI Pers. 7.6-5a)

(5.8a)

1,43
(SNI Pers. 7.6-5b)
1,6 0,67c

(5.8b)

untuk c 1,2
maka = 1,25c
(SNI Pers. 7.6-5c)
(5.8c)
dengan:
=
adalah luas penampang bruto, mm2
Ag
f cr
=
adalah tegangan kritis penampang, MPa
fy
=
adalah tegangan leleh material, MPa
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih besar
daripada nilai r pada Tabel 5.2(a), analisis kekuatan dan kekakuannya dilakukan secara
tersendiri dengan mengacu pada metode-metode analisis yang rasional
Manual AISC-LRFD memberikan satu rumus (rumus Euler) untuk kolom
panjang dengan tekuk inelastis dan satu rumus parabola empiris untuk kolom pendek
dan sedang. Dari rumus ini dapat ditentukan tegangan kritis atau tegangan tekuk F cr
untuk batang tekan. Kekuatan nominal batang didapat dengan mengalikan tegangan
kritis dan luas penampang. Kuat rencana batang dihitung dari:
2

Pn = Ag Fcr

Pu = c Ag Fcr dengan c = 0,85

(LRFD Pers. E2-1)

(5.9)

Satu persamaan LRFD F cr adalah untuk tekuk inelastis dan satu persamaan lain
untuk tekuk elastis. Dalam kedua persamaan tersebut c = Fy / Fe dengan F e adalah
tegangan Euler sama dengan 2E/(KL/r)2. Substitusi nilai ini kedalam nilai F e sehingga
didapat c sebagaimana diberikan dalam manual LRFD.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

112

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

c =

KL
r

Fy

(LRFD Pers. 2-4)

(5.10)

Kedua persamaan untuk telah memasukkan pengaruh tegangan residual dan


ketidaklurusan awal dari batang. Rumus inelastis dibawah ini didapat dari hasil uji
sehingga merupakan rumus empiris.

Fcr = 0,658c Fy untuk c 1,5


(LRFD Pers. E2-2)
(5.11)
Untuk klarifikasi bahwa untuk kolom pendek tidak terpengaruh panjang kolom, buat
lambda c sama dengan nol atau sama saja dengan membuat panjang kolom nol,
sehingga nilai suku dalam kurung dari Pers. (5.11) menjadi 1 dan Fcr = Fy.
2

Rumus lain adalah untuk tekuk elastis atau tekuk Euler dan rumus ini sama
dengan rumus Euler yang dikalikan dengan 0,877 untuk memperhitungkan
ketidaklurusan batang.

0,877
Fcr = 2 Fy
c

untuk c > 1,5

(LRFD Pers. E2-3)

(5.12)

cFcr

Semua persamaan diatas dinyatakan secara grafis dalam Gambar 5.9.


Karena perhitungan ini cukup panjang dan memakan waktu, maka manual
AISC-LRFD telah memberikan nilai c F cr untuk F y = 36 ksi (248 MPa) dan 50 ksi (345
MPa) dengan nilai KL/r bervariasi antara 1 s.d. 200 seperti yang diberikan dalam Tabel
3-36 dan 3-50 Bagian 6 dari Manual AISC-LRFD. Tabel 4 dalam manual tersebut
memberikan nilai F cr untuk sembarang nilai F y . Tetapi SNI 03-1729-02 tidak
memberikan tabel serupa.
Kolom Kolom
pendek menengah
(Daerah inelastis)

Kolom panjang
(Euler atau daerah elastis)

Rumus inelastis

c = 1,5

Rumus Euler untuk tekuk elastis

Kl/r

Gambar 5.9 Kurva Hubungan Antara Rasio Kelangsingan dan Kuat Rencana

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

113

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Rumus-rumus yang diberikan dalam AISC-LRFD di atas tidak membedakan


antara profil tunggal dan profil tersusun (built-up); dalam proses prinsipnya adalah
mencari jari-jari girasi terkecil. Dalam peraturan SNI 03-1729-02 Pasal 9.3 dikatakan
bahwa komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang disatukan pada seluruh
panjangnya boleh dihitung sebagai komponen struktur tunggal. Tetapi pada komponen
struktur tersusun yang terdiri dari beberapa elemen yang dihubungkan pada tempattempat tertentu, kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas
bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur
itu (lihat Gambar 5.10); sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali
tidak atau hanya memotong sebagian dari elemen komponen struktur itu. Dalam gambar
tersebut x-x adalah sumbu bahan, y-y adalah sumbu bebas bahan, l-l adalah sumbu
minimum dari elemen komponen struktur dan _____ adalah pelat kopel.
y

a
m=2

a
m=2

a
m=2
a
y

y
m=2

a
m=3

y
a
m=4

Gambar 5.10 Profil Tersusun

Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu x-x dihitung dengan persamaan:
L
(SNI Pers. 9.3-1)
(5.13)
x = kx
rx
dengan
L kx adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus
sumbu x-x, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dan kondisi
tumpuan ujung-ujung komponen struktur, mm.
r x adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x-x, mm.
Pada arah tegak lurus sumbu bebas bahan y-y, harus dihitung kelangsingan ideal iy
dengan persamaan:

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

114

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

iy = 2y +

y =

Lky

l =

Ll
rmin

m 2
l
2

ry

(SNI Pers. 9.3-2)

(5.14)

(SNI Pers. 9.3-3)

(5.15)

(SNI Pers. 9.3-4)

(5.16)

dengan
m adalah konstanta seperti diberikan dalam Gambar 5.10
L ky adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus
sumbu y-y, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada dan kondisi
tumpuan ujung-ujung komponen struktur, mm
r y adalah jari-jari girasi dari komponen struktur tersusun terhadap sumbu y-y,
mm
L l adalah spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan, mm
r min adalah jari-jari girasi elemen komponen struktur terhadap sumbu yang
memberikan nilai yang terkecil (sumbu l-l), mm
Agar Pers. (5-14) dapat dipakai, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a

Ll

Gambar 5.11 Batang Tersusun dengan Pelat Kopel

a) Pelat-pelat kopel membagi komponen struktur tersusun menjadi beberapa bagian


yang sama panjang atau dapat dianggap sama panjang,
b) Banyaknya pembagian komponen struktur minimum adalah 3,
c) Hubungan antara pelat kopel dengan elemen komponen struktur tekan harus kaku,
d) Pelat kopel harus cukup kaku, sehingga memenuhi persamaan:

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

115

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Ip
a

10

Il
Ll

(SNI Pers. 9.3-5)

(5.17)

dengan
I p adalah momen inersia pelat kopel; untuk pelat kopel di muka dan di belakang
yang tebalnya t dan tingginya h, maka: I p = 2 x 121 th 3 , mm
I l adalah momen inersia elemen komponen struktur terhadap sumbu l-l, mm4.
a adalah jarak antara dua pusat titik berat elemen komponen struktur (lihat
Gambar 5.10), mm
Koefisien tekuk x dan iy ditentukan oleh nilai x dan iy , sehingga kuat tekan
nominal diambil sebagai nilai yang terkecil diantara:
Ag f y
Nn =
(SNI Pers. 9.5-6a)
(5.18)

Nn =

dan

Ag f y

iy

(SNI Pers. 9.5-6b)

(5.19)

Selanjutnya perancangan komponen struktur tersusun dihitung berdasarkan


persamaan:

N u n N n
dengan

(SNI Pers. 9.1-1)

(5.20)

n adalah faktor reduksi kekuatan (Tabel 2.1)

N n adalah kuat tekan nominal komponen struktur yang ditentukan berdasarkan


Pers. (5.6) dan (5.21).
Khusus untuk komponen struktur tekan yang terdiri dari siku-ganda atau
berbentuk T, dengan elemen-elemen penampangnya mempunyai rasio lebar-tebal, r
lebih kecil dari yang ditentukan dalam Tabel ?, kuat tekan rencana akibat tekuk lenturtorsi harus memenuhi:

N u n .N nlt

(SNI Pers. 9.2-1)

(5.21)

dengan n adalah faktor reduksi kekuatan (lihat Tabel 2.1)


N nlt = Ag . f clt

(SNI Pers. 9.2-1a)

4 f cry f crz H
f cry + f crz
1 1
f clt =

( f cry + f crz ) 2
2 H

(5.22)
(5.23)

dengan,
r 0 adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

116

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

r0 =
2

Ix + Iy
A

+ x0 + y0 ;
2

x0 2 + y0 2

H = 1
2

r
0

(5.24)

(5.25)

dengan,
x o , y o adalah koordinat pusat geser terhadap titik berat, x o = 0 untuk siku ganda
dan profil T (sumbu y sumbu simetris)
f cry dihitung sesuai dengan Pers. (5.7), untuk tekuk lentur terhadap sumbu lemah
y-y, dan dengan menggunakan harga c , yang dihitung dengan Pers. (5.5),
L
fy
c = ky
(5.26)
.ry E
dengan L ky adalah panjang tekuk dalam arah sumbu lemah y.
Untuk menjaga kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur
tersusun maka nilai x dan iy pada Pers. (5.13) dan (5.14) harus memenuhi:

dan

x 1,2l

(5.27)

iy 1,2l

(5.28)

l 50

(5.29)

5.10 Rasio Kelangsingan Maksimum


SNI 03-1729-02 Pasal 7.6.4 dan Manual LRFD Bagian 6 Section B7 menyatakan bahwa
batang tekan sebaiknya didesain dengan rasio KL/r atau = L k /r tidak lebih dari 200.
Manual LRFD Tabel 3-36 dan 3-50 memperlihatkan bahwa tegangan desain c F cr
untuk nilai KL/r 200 adalah 5,33 ksi (37 MPa). Jika rasio kelangsingan lebih besar dari
200 maka c F cr akan sangat kecil dan perancang teknik harus menggunakan rumus
kolom dalam Sub Bab 5.9.

5.11 Contoh Soal


Tiga contoh sederhana untuk menghitung kuat rencana kolom diberikan dalam sub bab
ini. Dalam Contoh 5.2(a) dihitung kekuatan profil W atau IWF. Nilai K ditentukan
sebagaimana dijelaskan dalam Sub Bab 5.6, rasio kelangsingan efektif dihitung, dan
tegangan rencana batang c F cr diambil dari tabel LRFD yang kemudian dikalikan
dengan luas penampang kolom.
Manual AISC-LRFD dalam Bagian 3 memberikan kemudahan dengan
memberikan nilai kuat rencana c F cr A g untuk semua profil yang biasa digunakan
sebagai kolom untuk tegangan leleh 36 ksi (248 MPa) dan 50 ksi (345 MPa) dengan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

117

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

panjang efektif (KL) dalam satuan feet. Penggunaan tabel ini diberikan dalam Contoh
5.2(b).
Contoh 5.2
(a) Dengan menggunakan nilai tegangan desain kolom dalam Tabel 3-50, Bagian 6
Manual AISC-LFRD, tentukan kuat rencana (P u = c P n ) dari suatu kolom dengan
F y = 50 ksi (345 MPa) yang diberi beban aksial seperti dalam Gambar 5.12.
(b) Ulangi soal (a) dengan menggunakan tabel kolom dalam Bagian 2 Manual AISCLRFD.
(c) Ulangi soal (a) dengan menggunakan peraturan SNI 03-1729-02.
Solusi:
(a) W12 x 72 [A = 21,1 in2 (13613 mm2, r x = 5,31 in. (135 mm), r y = 3,04 in. (77 mm)]
K = 0,80 dari Tabel 5.1.
Jelas (KL/r) y > (KL/r) x , jadi (KL/r) y menentukan.
KL (0,80)(12 x 12)
=
= 47,37

3,04
r y

c F cr = 36,07 ksi (249 MPa), dari Tabel 3-50, Bagian 6, Manual AISC-LRFD.
P u = c P n = c F cr A g = (36,07)(21,1) = 761,1 k (3385,5 kN)
Dapat dibandingkan dengan kapasitas batang tarik untuk profil yang sama sebesar 1055
K (Ntarik = A x Fy). Kesimpulan yang dapat diambil adalah tekuk pada profil ini untuk
panjang 12 ft, memberikan pengurangan kekuatan sebesar = (1055-761)/1055 = 27%.
(b) Menggunakan Tabel Bagian 2 Manual AISC-LRFD hal. 3-24 dengan K y L y dalam
feet.
K y L y = (0,80)(15) = 12 ft (3,6 m)
P u = c P n = 761 k (3385,5 kN)
(c) Menggunakan SNI 03-1729-02.
(0,80)(1000 x 4,5)
KL
= 46,75
=

77
r y
(0,80)(1000 x 4,5)
345
= 0,6181
200 000
(77)
1,43
=
= 1,206
1,6 0,67(0,6181)
(termasuk kolom menengah)

c =

Fy

345
= 286 MPa
1,206
c F cr = (0,85)(286) = 243,1 MPa.
N u = c N n = c F cr A g = (243,1x103)(13613x10-6) = 3309,3 kN
Fcr =

Artinya: SNI lebih aman (lebi boros) dibandingkan dengan AISC-LRFD.


Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

118

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Kesimpulan: AISC-LRFD mempunyai keamanan lebih kecil dibandingkan dengan SNI


untuk kasus dalam soal ini.
Pu=cPn

Catatan: salah satu tumpuan jepit


15 ft (4,6 m)

W12 x 72

Pu=cPn

Gambar 5.12 Kolom untuk Contoh 5.2

Contoh 5.3 memberikan ilustrasi cara menentukan kuat rencana penampang


kolom built-up. Beberapa persyaratan khusus kolom built-up diberikan dalam Bab 6.
Contoh 5.3
b. Tentukan kuat rencana (P u = c P n ) dari kolom yang dibebani aksial seperti dalam
Gambar 5.13 jika KL = 19 ft (5,8 m) dan baja yang digunakan 50 ksi (348 MPa).
Gunakan peraturan AISC-LRFD.
c. Ulangi Soal (a) dengan menggunakan peraturan SNI 03-1729-02.
Solusi:
a. Peraturan AISC-LRFD
A = (20)() + (2)(12,6) = 35,2 in2 (22710 mm2)
(10)(0,25) + (2)(12,6)(9,50)
y dari atas =
= 6,87 in (174,5 mm)
35,2
I x = (2)(554) + (25,2)(2,63)2 + (1/12)(20)()3 + (10)(6,62)2
= 1721 in4 (716 334 284 mm4)
I y = (2)(14,4) + (12,6)(6,877)2(2) + (1/12)()(20)3
= 1554 in4 (646 823 635 mm4)
1554
Jari-jari girasi terkecil r = r y =
= 6,64 in. (168,6 mm)
35,2
(12)(19)
KL
= 34,34
=

6,64
r y

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

119

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

PL x 20 (12,5 x 510 mm)


y

MC18x42,7
18 in.
470 mm)

12 in. (300 mm)

[A = 12,6 in2 (8129 mm2),


d = 18,00 in.(457 mm),
Ix = 554 in4(230592210 mm4,
Iy = 14,4 in4(5993732 mm4,
x = 0,877 in (22,3 mm) dari
belakang Profil C)

Elemen pengikat
Gambar 5.13 Penampang Built-up untuk Contoh 5.3

c F cr = 38,99 ksi (269 MPa)


P u = c P n = (38,99)(35,2) = 1372,4 k (6105 kN)
b. Peraturan SNI 03-1729-02
Karena komponen struktur tersusun terdiri dari beberapa elemen yang dihubungkan
secara menerus, maka kekuatannya dapat dihitung sebagaimana disyaratkan dalam SNI
Pasal 9.3 ayat 1, yaitu dianggap sebagai komponen yang menjadi satu kesatuan.
Kelangsingan pada tegak lurus sumbu bahan x-x:
716 334 284
rx =
= 177,6
22 710
L kx
(1000)(5,8)
x =
=
= 32,66
177,6
rx
Kelangsingan ideal terhadap sumbu bebas bahan,
646 823 635
= 168,8
ry =
22 710
Lky (1000)(5,8)
y =
=
= 34,4
ry
168,8
Jadi elemen menekuk terhadap sumbu y karena mempunyai jari-jari girasi terkecil
terhadap sumbu tersebut (r y = 168,8 mm).
(1000 x 5,8)
348
= 0,4562
c =
200 000
(168,8)
dan dari Pers. (5.8b) untuk 0,25 < c < 1,2 , maka
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

120

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

iy =

1,43
1,43
=
= 1,1
1,6 0,67c 1,6 0,67(0,4562)

(22710)(348x10 3 kNx10 -6 mm 2 )
= 7184,6 kN
1,1
iy
Untuk kasus ini, SNI lebih ekonomis dibanding dengan AISC-LRFD.

dan

Nn =

Ag f y

Untuk menentukan tegangan tekan rencana yang akan digunakan kolom, secara
teoritis harus menghitung (KL/r) x dan (KL/r) y . Tetapi pada umumnya penampang baja
yang digunakan sebagai kolom mempunyai r y lebih kecil dari pada r x . Akibatnya untuk
kolom pada umumnya hanya (KL/r) y yang dihitung dan digunakan dalam rumus kolom.
Untuk kolom panjang, pengaku dipasang tegak lurus sumbu lemah untuk
mereduksi kelangsingan atau panjang tekuk dalam arah tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan pengikat atau balok. Misalnya batang horisontal (girt)
yang dipasang sejajar pada sisi luar gedung dapat dirangkaikan dengan kolom sehingga
memberikan hasil yang lebih kuat dan perancang harus menghitung (KL/r) x dan (KL/r) y .
Nilai rasio yang paling besar untuk suatu kolom menyatakan arah lemah dan akan
digunakan untuk menghitung tegangan rencana c F cr kolom tersebut.
Batang pengaku harus dapat menahan gaya lateral tanpa terjadi tekuk pada
batang pengaku sendiri. Gaya yang dipikul oleh pengaku cukup kecil dan secara
konservatif diambil sebesar 0,02 beban rencana kolom. Perancangan batang pengikat ini
sama seperti batang tekan umumnya. Suatu batang pengikat harus dihubungkan dengan
elemen lain yang dapat mentransfer gaya horisontal dengan gaya geser ke tingkat
kekangan berikutnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka hanya sedikit sokongan lateral
yang akan diberikan oleh batang pengikat tersebut pada kolom.
Jika batang pengikat terbuat dari rod tunggal (
) maka batang pengikat ini
tidak dapat menahan torsi dan tekuk torsional kolom (lihat Bab 6). Karena tekuk
torsional merupakan hal yang sulit untuk ditangani, sebaiknya kita menggunakan batang
pengikat yang dapat menahan perpindahan lateral dan puntir/torsi.
Kolom baja dapat juga dibuat dengan dinding disampingnya sehingga dapat
memperkuat tekuk dalam bidang lemah. Tetapi perancang teknik harus hati-hati dalam
mengasumsikan sokongan lateral akibat dinding ini, karena dinding yang dibuat kurang
baik tidak dapat memberikan sokongan lateral penuh.

Contoh 5.4
(a) Tentukan kuat rencana c P n atau c N n profil W14 x 90 baja 50 ksi (345 MPa) yang
dibebani seperti dalam Gambar 5.14. Gunakan Tabel 3-50, Bagian 6 Manual AISCLRFD. Karena kolom cukup panjang maka disediakan penyokong dalam arah
sumbu lemah atau sumbu y pada titik seperti pada gambar. Sambungan antara
sokongan dengan kolom memungkinkan terjadinya rotasi tetapi mencegah
terjadinya goyangan atau translasi horisontal.
(b) Ulangi soal (a) dengan menggunakan tabel kolom, Bagian 2 Manual AISC-LRFD.
(c) Ulangi soal (a) dengan menggunakan SNI 03-1729-02.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

121

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Catatan: tumpuan bawah harus jepit.

Pu=cPn

10 ft (3,0 m)

10 ft (3,0 m)
32 ft (9,6 m)

Sokongan
lateral
tegak lurus
arah y

12 ft (3,6 m)
W14 x 90

Pu=cPn

Gambar 5.14 Kolom dengan Sokongan Lateral untuk Contoh 5.4

Solusi:
(a) W14 x 90 [A = 26,5 in2(17097 mm2), r x = 6,14 in.(156 mm), r y = 3,70 in.(94 mm)]
Menentukan panjang efektif
K x L x = (0,80)(32) = 25,6 ft (7,8 m)
K y L y = (1,0)(10) = 10 ft (3,0 m)
K y L y = (0,80)(12) = 9,6 ft (2,9 m)
Menghitung rasio kelangsingan
(12)(25,6)
KL
= 50,03
=

6,14
r x
(12)(10)
KL
= 32,43
=

3,70
r y

c F cr = 35,39 ksi (244 MPa)


P u = c P n = (35,39)(26,5) = 937,8 k (4171,5 kN)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

122

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

(b) Dari (a) terlihat bahwa solusi ini mempunyai dua nilai KL yang berbeda
K x L x = 25,6 ft (7,8 m) jika digunakan, phi Pn = 670 Kips
K y L y = 10 ft (3,0 m) jika digunakan, phi Pn = 1040 Kips
Dan nilai K y L y yang menentukan untuk digunakan dalam tabel adalah 10 ft (3,0 m) atau
K x Lx
rx / ry
Untuk W14 x 90 dari tabel kolom r x /r y = 1,66
K x Lx 25,6
=
= 15,42 ft (4,7 m)
rx / ry 1,66
Dari tabel kolom dengan K y L y = 15,42 ft (4,7 m), dengan interpolasi didapat:
P u = c P n = 937,8 k (4171,5 kN)
Sebagai perbandingan, jika tidak diberikan sokongan lateral terhadap sumbu y, besar
kuat tekan rencana = 512 Kip (AISC-LRFD hal. 3-20).
(c) Penyelesaian dengan menggunakan SNI, hampir sama dengan langkah penyelesaian
(a), dan telah didapat panjang efektif:
K x L x = (0,80)(32) = 25,6 ft (7,8 m)
K y L y = (1,0)(10) = 10 ft (3,0 m)
dan rasio kelangsingan:
(12)(25,6)
KL
= 50,03
=

6,14
r x
(12)(10)
KL
= 32,43
=

3,70
r y
(1000 x 7,8)
345
= 0,661
200 000
(156)
dan dari Pers. (5.8b) untuk 0,25 < c < 1,2 , nilai
1,43
1,43
=
= 1,236
iy =
1,6 0,67c 1,6 0,67(0,661)
Ag f y (17097)(345x10 3 kNx10 -6 mm 2 )
dan
=
= 4772,2 kN
Nn =
1,236
x

c =

Kumpulan Soal
Soal 5.1 sampai dengan 5.4. Tentukan beban buckling kritis setiap kolom dengan
menggunakan rumus Euler. E = 200 000 MPa. Batas proporsional = 200 MPa.
Asumsikan tumpuan sendi-sendi dan L/r ijin maksimum = 200.
5.1

Batang pejal persegi ukuran 25 mm x 25 mm.


(a) L = 1,0 m
(b) L = 1,4 m

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

123

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

5.2

Penampang pipa seperti dalam Gambar S5.2.


(a) L = 11,0 m
(b) L = 7,3 m
(c) L = 3,6 m

12,5 mm

200 mm

Gambar S5.2 Penampang Pipa untuk Soal 5.2

5.3

W12 x 50. L = 20 ft 0 in. (Jawab: 280,6 k)

5.4

Sepasang kanal C12 x 30 dalam Gambar S5.4 dengan L = 36 ft 0 in.


C12 x 30

12 in

Gambar S5.4 Penampang Kanal untuk Soal 5.4

5.5

Dengan menggunakan baja BJ50 dan SNI 03-1729-02, tentukan kuat rencana
c N n kolom berikut.
(a) W14 x 90 dengan KL = 12 ft
(b) W12 x 72 dengan KL = 22 ft
(c) S10 x 35 dengan KL = 12 ft

5.6

Dengan menggunakan baja F y = 50 ksi (kecuali (e))dan peraturan LRFD, tentukan


kuat rencana c P n kolom berikut.
(a) W14 x 68 dengan: tumpuan jepit-jepit, L = 18 ft-6 in.
(b) W12 x 40 dengan: tumpuan sendi-sendi, L = 22 ft-0 in.
(c) W10 x 49 dengan: tumpuan jepit-sendi, KL = 22 ft-6 in.
(d) W14 x 193 dengan: tumpuan jepit-jepit, KL = 26 ft-0 in.
(e) Pipa kekuatan 12 X dengan: tumpuan sendi-sendi, L = 20 ft-0 in., baja A36.
(f) 2L6 x 6 x 1 dipisahkan oleh pelat buhul 3/8 in, tumpuan sendi-sendi, L = 24 ft6 in.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

124

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

5.7

Profil W12 x 79 dengan pelat penutup x 16 in pada flens digunakan sebagai


kolom dengan KL = 20 ft. Tentukan kuat rencana c P n jika F y = 50 ksi. (Jawab:
P u = 1526,9 k).
5.8 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n dari batang tekan
yang dibebani seperti dalam Gambar S5.8.
10 in

Pengikat

Pelat 1/2 x 12

WT15 x 177
KL = 24 ft

C12 x 25
KL = 20 ft

(a)

(b)
Gambar S5.8 Batang Tekan untuk Soal 5.8

5.9

Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan


dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.9.
MC18x42,7

4L6 x 6 x 1
KL = 22 ft

W12x72
20 in

KL = 18 ft 6 in.

20 in
(a) (Jawab: 1738 k)

(b) (Jawab: 1731,2 k)

Gambar S5.9 Penampang Batang untuk Soal 5.9

5.10 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.10.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

125

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Pelat x 18

8 in
W21 x 147

C15 x 50
KL = 20 ft

W21 x 73
KL = 25 ft

(a)

(b)

Gambar S5.10 Penampang Batang untuk Soal 5.10

5.11 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.11.

Gambar S5.11 Penampang Batang untuk Soal 5.11

5.12 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.12.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

126

BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN

Gambar S5.12 Penampang Batang untuk Soal 5.12

5.13 Profil W12 x 65 dengan panjang 27 ft dibebani aksial dan mendapat sokongan
lateral terhadap sumbu y pada pertengahan kolom. Tentukan kuat rencana c P n
dari kolom jika F y = 50 ksi dengan faktor panjang efektif K = 1,0. (Jawab: 616,5
k)
5.14 Tentukan beban hidup layan maksimum yang dapat dipikul oleh kolom jika beban
mati 1/3 dan beban hidup 2/3. K x L x = 24 ksi dan K y L y = 12 ft. F y = 50 ksi.
PL x 14

PL x 20

PL x 14
Gambar S5.14 Penampang Built-up untuk Soal 5.14

5.15 Hitung beban hidup layan maksimum yang dapat diberkan pada kolom baja A572
mutu 50 dengan penampang seperti pada Gambar S5.15. K x L x = 15 ft dan K y L y =
10 ft. Asumsikan beban mati layan 30% dan beban hidup layan 70%. (Jawab: P L =
287,2 k)
PL 1 x 12

PL 1 x 8

Gambar S5.14 Penampang Built-up untuk Soal 5.14

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

127

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memberikan pengenalan dan pembahasan detil tentang batang tekan yang meliputi
penurunan rumus, jenis profil batang tekan, makna penampang kompak, penampang
tersusun, dan perancangan dengan menggunakan metode AISC-LRFD dan juga SNILRFD. Dua jenis standar diberikan karena pada prakteknya di lapangan akan digunakan
tidak hanya peraturan berdasarkan SNI tetapi juga standar lain yaitu AISC.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan kepada mahasiswa agar mempunyai kompetensi untuk
merancang batang tekan. Hal ini dapat dilakukan jika mahasiswa paham tentang
penampang kompak, penampang tersusun. Terdapat perbedaan mendasar antara standar
SNI dan AISC yang pada prakteknya kedua standar ini dipakai sehingga mahasiswa
akan diberikan pembahasan teori dan soal agar kompetensi dicapai.
Sebagai tambahan dari bab sebelumnya, bab ini akan memberikan kompetensi
untuk membuat perkuatan pada elemen tekan pada sumbu minor dan juga perancangan
sambungan.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

128

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

6.1 Pendahuluan
Dalam bab ini diberikan perancangan kolom akibat beban aksial termasuk pemilihan
profil tunggal, W dengan pelat penutup, dan penampang tersusun (built-up) dari profil
kanal. Perancangan penampang dengan panjang-tanpa-penyokong yang berbeda dalam
arah x dan y juga diberikan dalam bab ini termasuk pelat pangikat dari profil tersusun
dengan sisi terbuka. Topik lain yang akan dibahas dalam bab ini adalah tekuk lentur
torsional dari penampang.
Perancangan kolom dengan menggunakan rumus akan melibatkan proses cobacoba. Tegangan rencana c F cr tidak akan diketahui sampai dimensi kolom ditentukan
dan begitu juga sebaliknya. Dengan dibuatnya asumsi profil penampang, nilai r untuk
penampang tersebut bisa dihitung untuk disubstitusikan ke dalam rumus kolom yang
sesuai untuk menentukan tegangan. Contoh 6.1, 6.3, dan 6.4 memberikan ilustrasi
tentang hal ini.
Perancang teknik dapat mengasumsikan tegangan rencana, membagi tegangan
dengan beban terfaktor kolom untuk mendapatkan luas penampang kolom, memilih
profil dengan luas profil yang mendekati, menentukan tegangan rencananya,
mengalikan tegangan dengan luas penampang sehingga didapat kuat rencana. Jika
penampang yang dipilih terlalu besar atau terlalu kecil, coba profil lain. Kesulitan utama
bagi pemula adalah dalam menentukan asumsi tegangan rencana awal. Tetapi dengan
membaca bab ini diharapkan kesulitan tersebut dapat ditiadakan.
Rasio kelangsingan (KL/r) kolom dengan panjang antara 10 15 ft (3,0 4,5 m)
umumnya berkisar antara 40 s.d. 60. Untuk suatu kolom dengan asumsi KL/r dalam
rentang ini dan dimasukkan dalam rumus kolom yang sesuai (dalam AISC-LRFD dapat
dilihat dalam tabel dimana tegangan rencana telah dihitung untk KL/r antara 0 200),
akan dihasilkan tegangan rencana yang memenuhi syaarat.
Dalam Contoh 6.1, profil kolom dengan KL = 10 ft (3,0 m) dipilih dengan
menggunakan rumus LRFD. Diasumsikan rasio kelangsingan 50, tegangan rencana
untuk nilai ini ditentukan dari Tabel 3-50, Bagian 6 Manual LRFD, dan tegangan yang
dihasilkan dibagi dengan beban terfaktor kolom untuk mendapatkan luas kolom. Setelah
profil dipilih berdasarkan luas tersebut, rasio kelangsingan aktual dan kuat rencananya
dapat dihitung. Perkiraan dimensi yang pertama dalam Contoh 6.1, meskipun sudah
mendekati tetapi masih sedikit terlalu kecil, kemudian profil yang lebih besar dicoba
dan ternyata mencukupi.
Untuk kolom dengan panjang lebih besar dari 10 15 ft (3,0 4,5 m), perencana
harus menentukan nilai rasio kelangsingan yang lebih besar dari 40 60, dan demikian
pula sebaliknya. Kolom dengan beban terfaktor besar, misalnya 750 atau 1000 kips
(3336 atau 4448 kN), akan diperlukan jari-jari girasi yang lebih besar dan perencana
dapat menentukan nilai KL/r yang sedikit lebih kecil. Untuk elemen pengaku dengan
beban kecil, rasio kelangsingan dapat diambil lebih besar dari 100.

Contoh 6.1
Dengan menggunakan F y = 36 ksi, pilih profil W14 yang paling ringan untuk memikul
beban layan kolom P D = 100 k dan P L = 160 k. KL = 10 ft.
Solusi:
P u = (1,2)(100) + (1,6)(160) = 376 k
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

129

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Asumsikan: KL/r = 150


c F cr dari Tabel 3-36 (Part 6 Manual LRFD) = 26,83 ksi
A yang diperlukan = 376/26,83 = 14,01 in2
Coba W14 x 48 (A = 14,1 in2, r x = 5,85 in., r y = 1,91 in.)
Jelas bahwa: (KL/r) y > (KL/r) x dan (KL/r) y menentukan
(12)(10)
(KL/r) y =
= 62,83
1,91
Dari Tabel 3-36, c F cr = 24,86 ksi
c P n = (24,86)(14,1) = 350 k < 376 k

(tidak memenuhi)

Jadi harus dicoba profil W14 yang lebih besar.


Coba W14 x 53 (A = 15,6 in2, r x = 5,89 in., r y = 1,92 in.)
(12)(10)
(KL/r) y =
= 62,5
1,92
c F cr = 24,91 ksi
c P n = (24,91)(15,6) = 388,6 k > 376 k
Gunakan W14 x 53

6.2 Tabel Desain LRFD


Dalam Contoh 6.2 akan digunakan Part 3 Manual LRFD untuk memilih profil kolom
tanpa harus menggunakan proses coba-coba seperti pada Contoh 6.1. Tabel ini
memberikan kuat rencana aksial (c P n ) untuk panjang efektif yang lazim digunakan
dalam praktek dari profil W, pipa, tube, siku ganda, dan profil T. Nilai ini diberikan
berdasarkan jari-jari girasi terkecil dengan mutu baja F y = 36 ksi dan 50 ksi (kecuali
untuk kuat rencana pipa hanya untuk baja 36 ksi saja, sedangkan untuk tube bujur
sangkar dan persegi diberikan baja dengan F y = 46 ksi).
Pada umumnya, kolom yang terdiri dari profil tunggal mempunyai rasio
kelangsingan efektif terhadap sumbu y (KL/r) y lebih besar dibandingkan dengan rasio
kelangsingan efektif terhadap sumbu x (KL/r) x . Akibatnya tegangan desain yang
menentukan atau yang terkecil adalah untuk sumbu y. Oleh karena itu, manual LRFD
memberikan kuat rencana kolom terhadap sumbu y. Berikut ini akan dijelaskan cara
mengatasi kondisi dimana (KL/r) x lebih besar dari (KL/r) y .
Tabel ini sangat mudah untuk digunakan. Kita cukup mengambil nilai KL untuk
arah lemah dalam feet, memasukkan dalam table dari sisi kiri dan bergerak horizontal
ke kanan dari tabel. Untuk setiap profil diberikan nilai kuat rencana c P n untuk KL dan
tegangan leleh baja yang diberikan. Kolom dengan F y = 50 ksi diberikan dengan tabel
warna agak gelap. Misalnya jika kita mempunyai beban rencana terfaktor P u = c P n =
1200 k, K y L y = 12 ft, dan kita ingin memilih profil W14 baja 50 ksi. Kita gunakan tabel
dengan baja 50 ksi dan KL = 12 ft pada kolom kiri dan akan dijumpai nilai 7240, 8530,
7760, 7030 sampai beberapa halaman berikutnya didapat 1220 dan 1110 k. Nilai 1110 k

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

130

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

tentu saja tidak memenuhi dan kita harus kembali ke nilai sebelumnya yaitu 1220 k
yang ternyata dipenuhi oleh W14 x 109.
Contoh 6.2 di bawah ini memberikan ilustrasi pemilihan profil W, pipa dan tube.
Untuk beban kolom yang diberikan dapat juga digunakan kolom pipa standar; atau
dengan kolom pipa ekstra kuat (kekuatan X) dengan diameter yang lebih kecil tetapi
dinding lebih tebal sehingga lebih berat dan mahal; atau dengan kolom pipa kekuatan
dobel ekstra (kekuatan XX) dimana diameter lebih kecil lagi dan tebal dinding yang
lebih besar lagi.

Contoh 6.2
Dengan menggunakan tabel kolom Part 3 Manual LRFD untuk:
(a) memilih profil W untuk memikul beban, mutu baja, dan KL pada Contoh 6.1.
(b) memilih kolom untuk kondisi (a) dari profil pipa standar, kekuatan ekstra, dan
kekuatan dobel ekstra.
(c) Memilih kolom untuk kondisi (a) dari profil tube bujur sangkar dan persegi,
tetapi dengan F y = 46 ksi.
Solusi:
(a) Masuk dalam tabel dengan K y L y = 10 ft dan P u = c P n = 376 k
Penampang paling ringan dari profil W adalah:
W14 x 53 (c P n = 389 k)
W12 x 53 (c P n = 422 k)
W10 x 49 (c P n = 392 k)
W8 x 58 (c P n = 441 k)
Gunakan W10 x 49
(b) Profil pipa
Pipa standar 12 (c P n = 429 k), berat = 49,56 lb/ft.
Pipa kekuatan ekstra 10 ( c P n = 465 k), berat = 54,74 lb/ft.
Pipa kekuatan ekstra 6 ( c P n = 399 k), berat = 53,16 lb/ft.
(c) Profil tube bujur sangkar dan persegi (F y = 46 ksi)
8 x 8 x 3/8 (c P n = 392 k), berat = 37,60 lb/ft
12 x 10 x (c P n = 390 k), berat = 36,03 lb/ft
Gambar 6.1 memperlihatkan kolom dengan kekangan lateral dalam arah lemah.
Contoh 6.3 memberikan ilustrasi desain kolom dengan panjang tanpa sokongan
terhadap sumbu x dan y yang berbeda. Kita dapat dengan mudah menyelesaikan soal ini.
Penampang dapat dicoba seperti yang dijelaskan dalam Sub Bab 6.1, hitung nilai
kelangsingan (KL/r) x dan (KL/r) y , tentukan c F cr berdasarkan nilai kelangsingan
terbesar dan kalikan dengan A g untuk mendapatkan c P n . Jika diperlukan, coba profil
lain, dst.
Jika diasumsikan nilai K pada kedua arah sama, maka kekuatan terhadap sumbu
x dan y akan sama besar dan hubungan berikut ini harus dipenuhi.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

131

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

Lx Ly
=
rx
ry
Supaya L y ekivalen dengan L x maka
r
Lx = Ly x
ry
Jika L y (r x /r y ) lebih kecil dari L x maka L x menentukan; jika lebih besar dari L x maka L y
menentukan.

Gambar 6.1 Kolom dengan Kekangan Lateral di Titik Tengah dalam Sumbu Lemah

Dari penjelasan di atas, manual LRFD tetap dapat digunakan untuk memilih
profil kolom dengan panjang tanpa sokongan yang berlainan pada kedua sumbu
meskipun harus melalui proses coba-coba yang tidak terlalu panjang. Caranya, kita
dapat memasuki tabel berdasarkan K y L y , pilih profil, ambil nilai r x /r y dari tabel dan
kalikan dengan L y . Jika hasilnya lebih besar dari K x L x maka K y L y menentukan dan
profil yang telah dipilih adalah benar. Sebaliknya, jika hasil perkalian lebih kecil dari
K x L x maka K x L x menentukan dan kita kembali memasuki tabel dengan K y L y yang lebih
besar yaitu K x L x /( r x / r y ) dan pilih profil akhir.
Contoh 6.3 memberikan ilustrasi dua cara yang telah dijelaskan untuk
menentukan W dengan panjang efektif yang berbeda untuk arah x dan y.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

132

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Contoh 6.3
Pilih profil W12 yang paling ringan untuk kondisi: F y = 50 ksi, P u = 900 k, K x L x = 26
ft, dan K y L y = 13 ft.
(a) dengan coba-coba
(b) dengan tabel LRFD
Solusi:
(a) Dengan menggunakan coba-coba
Asumsikan KL/r = 50
c F cr = 35,40 ksi
A yang diperlukan = 900/35,40 = 25,42 in2
Coba W12 x 87 (A = 25,6 in2, r x = 5,38 in., r y = 3,07 in.)

(12)(26)
KL
= 57,99
=

5,38
r x
(12)(13)
KL
= 50,81
=

3,07
r y

c F cr = 33,23 ksi
c P n = (33,23)(25,6) = 850,6 k < 900 k tidak memenuhi syarat
Pengecekan untuk profil W yang lebih besar (W12 x 96) akan memenuhi syarat, jadi
digunakan W12 x 96.
(b) Dengan menggunakan tabel LRFD
Dengan nilai K y L y = 13 ft, dari tabel dicoba:

r
Coba W12 x 87 x = 1,75 dengan c P n didasarkan pada K y L y

y

(K y Ly ) rx = (13)(1,75) = 22,75 < K x Lx
ry
Maka K x L x menentukan.
Masuk kembali kedalam tabel dengan nilai baru:
K L
26
KyLy = x x =
= 14,86
rx / ry 1,75
Gunakan W12 x 96.

6.3 Sambungan Kolom


Pada kolom bangunan tingkat tinggi, sambungan kolom dipasang sekitar 4 feet di atas
permukaan lantai sehingga memungkinkan pemasangan kabel pengaman sebagaimana
disyaratkan untuk lantai pinggir atau bukaan. Hal ini juga dimaksudkan untuk
menghidari gangguan atau pengaruh sambungan balok-kolom.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

133

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Tipikal sambungan kolom diberikan dalam Gambar 6.2. Ujung kolom yang
disambung biasanya dibuat rata sehingga akan terjadi kontak penuh untuk transfer
beban. Pelat penyambung diperlukan meskipun terjadi kontak penuh dan hanya terjadi
gaya aksial. Pelat penyambung ini semakin penting jika pada kolom terjadi geser dan
momen akibat adanya eksentrisitas beban, gaya lateral, momen, dll.
Jadi terdapat perbedaan yang besar antara pelat sambungan tarik dan tekan. Pada
sambungan tarik semua beban harus ditransfer melalui sambungan, sedangkan pada
sambungan tekan sebagian besar beban ditransfer melalui kontak langsung antara kolom
yang disambung. Jadi pelat penyambung hanya diperlukan untuk mentransfer sebagian
kecil beban yang tersisa.
Jumlah beban yang dipikul oleh pelat penyambung sulit untuk dihitung. Jika
ujung kolom tidak diratakan, pelat penyambung harus didesain untuk memikul seluruh
beban. Jika permukaan ujung penampang kolom diratakan dan hanya terdapat beban
aksial, maka beban yang dipikul oleh pelat sambungan dapat diperkirakan sekitar 25
50% dari beban total. Jika terdapat beban lentur maka dapat diasumsikan 50 75%
beban total dipikul oleh pelat.
Peraturan untuk jembatan memberikan persyaratan ketat untuk batang tekan,
tetapi LRFD tidak. Beberapa persyaratan LRFD diberikan pada Section J1.4.
Sambungan seperti ini dan bahasan rinci diberikan dalam bab 11.
Gambar 6.2(a) memperlihatkan pelat penyambung yang digunakan pada kolom
dengan tinggi profil yang sama. Dalam manual LRFD terlihat bahwa suatu profil W
dapat dibagi dalam beberapa grup yang dicetak dengan satu set cetakan yang sama.
Karena dimensi yang sama untuk satu set cetakan maka jarak antara flens akan sama
untuk setiap set cetakan tersebut, meskipun tinggi total bervariasi. Misalnya, jarak
antara flens dari 28 buah profil W (mulai dari W14 x 61 s.d. W14 x 730) adalah 12,60
in., meskipun tinggi total profil bervariasi mulai dari 13,89 in s.d. 22,42 in.
Akan lebih ekonomis jika digunakan pelat sambungan dalam Gambar 6.2(a).
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan satu set profil pada sebanyak mungkin lantai
gedung. Misalnya, kolom dengan profil W14 dapat digunakan untuk lantai teratas atau
dua lantai atas suatu gedung dan tetap menggunakan profil W14 yang lebih berat untuk
tingkat bawahnya. Atau dapat juga digunakan kolom baja dengan kekuatan yang lebih
tinggi untuk bagian bawah gedung sehingga memungkinkan untuk menggunakan satu
set profil W yang sama meskipun jumlah lantai semakin banyak. Jika kolom atas dan
bawah mempunyai tinggi profil yang berbeda maka diperlukan pelat pengisi diantara
pelat penyambung dan kolom atasnya.
Gambar 6.2(b) memperlihatkan jenis pelat penyambung yang dapat digunakan
untuk kolom dengan tinggi profil yang berbeda. Untuk jenis pelat penyambung ini pelat
butt dilas pada kolom bawah, dan siku kecil digunakan untuk pemasangan dilas pada
kolom atas. Baut bantu pelaksanaan dipasang dan kolom atas dilas pada pelat butt. Las
horisontal di atas pelat ini akan menahan gaya geser dan momen dalam kolom.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

134

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

d kolom
atas

Jarak kosong
untuk pelaksanaan
Baut
sbg
alat
bantu
pelaksanaan

Las di lapangan

Pelat
penyambung

Las di bengkel

d kolom
bawah

(a)
Las di lapangan

Las di bengkel

Las di bengkel

Pelat landasan
Siku

Baut bantu
pelaksanaan

(b)
Gambar 6.2 Pelat Sambungan Kolom
(a) Kolom dari seri W yang sama dengan tinggi hampir sama (d atas - d bawah < 2 in.)
(b) Kolom dari seri W yang berbeda

Kadang-kadang pelat penyambung digunakan pada ke empat sisi kolom.


Penyambung web dibaut dan dilas pada web kolom. Penyambung flens dilas pada
kolom bawah dan dilas pada kolom atas. Pelas penyambung web disebut juga pelat
geser dan pelat flens disebut pelat momen.
Untuk gedung bertingkat tinggi, kolom dapat dipasang untuk satu lantai, dua,
atau lebih sekaligus. Secara teoritis, dimensi kolom untuk setiap lantai dapat diubah
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

135

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

sehingga didapat berat kolom terkecil. Pelat penyambung yang diperlukan pada setiap
kolom akan sangat mahal , jadi akan lebih ekonomis jika digunakan ukuran kolom yang
sama paling tidak pada dua lantai berurutan, meskipun total berat baja menjadi lebih
besar. Jarang sekali digunakan kolom menerus untuk tiga lantai karena sukar untuk
transportasi dan pemasangan, tetapi kolom untuk dua lantai berturutan dapat dipasang
cukup mudah.

6.4 Kolom Tersusun


Sebagaimana telah disampaikan dalam Sub Bab 5.3 bahwa batang tekan dapat dibentuk
dari satu profil atau lebih batang tunggal. Batang tersusun ini dapat dibentuk dari profil
yang saling kontak menyerupai profil W atau siku ganda kontak langsung atau
dipisahkan dengan jarak yang kecil untuk menempatkan pelat buhul. Batang tersusun
dapat juga dibuat dari profil yang dipisahkan cukup jauh seperti kanal ganda atau profil
4-siku tersusun, dll.
Profil siku ganda adalah jenis penampang tersusun yang paling sering digunakan
terutama pada rangka batang yang ringan. Jika siku ganda digunakan sebagai batang
tekan maka keduanya harus diikat supaya bekerja sebagai satu kesatuan. Las dapat
digunakan pada jarak tertentu (dengan batang penghubung jika kedua siku dipisahkan)
atau disambung dengan baut. Jika sambungan menggunakan baut, maka perlu dipasang
washer atau ring untuk menjamin kedua profil yang terpisah mempunyai jarak yang
akurat. Kolom tersusun banyak digunakan pada tumpuan crane dan untuk batang tekan
pada tower.
Sub Bab 5.5 dan 6.6 membahas batang tekan penampang tersusun dengan
komponen penyusunnya saling kontak (atau hampir). Sedangkan Sub Bab 6.7
membahas penampang tersusun dengan komoponen penyusun yang saling berjauhan.

6.5 Kolom Tersusun dengan Komponen Saling Kontak


Jika kolom terdiri dari dua pelat dengan ukuran sama seperti pada Gambar 6.3, dan
pelat tidak dihubungkan maka kedua pelat akan berkerja sebagai kolom yang terpisah
dan masing-masing menahan separuh beban yang bekerja pada kolom. Momen inersia
total kolom sama dengan dua kali momen inersia satu pelat. Kedua kolom akan
berperilaku sama dan mempunyai deformasi yang sama seperti pada Gambar 6.3(b).
Jika kedua pelat disambung untuk mencegah pergeseran seperti pada Gambar
6.4, kedua pelat akan bekerja sebagai satu kesatuan. Momen inersia dapat dihitung
sebagai penampang tersusun dan besarnya akan empat kali dari inersia kolom pada
Gambar 6.3 dimana pergeseran kedua pelat dapat terjadi. Kedua pelat pada Gambar 6.4
akan mempunyai deformasi yang tidak sama besar pada saat kolom melentur dalam
arah lateral.
Jika pelat dihubungkan pada beberapa tempat, kekuatan kolom akan berada
diantara dua kasus diatas.
Gambar 6.3(b) memperlihatkan bahwa perpindahan terbesar pada kedua pelat
cenderung terjadi pada kedua ujungnya dan yang terkecil pada pertengahan kolom.
Akibatnya sambungan pada ujung kolom akan mencegah pergeseran kedua pelat dan
pengaruh perkuatan pada tempat tersebut sangat berpengaruh, sedangkan perkuatan
pada pertengahan kolom tidak terlalu berpengaruh.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

136

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Pu/2

Pu/2

I = 2 (bd3)/12
= bd3/6

Pelat berdeformasi
sama besar
b

d d
Pu/2

Pu/2

Gambar 6.3 Kolom dari Dua Pelat yang Tidak Disambung


Pu

I = (b)(2d)3/12
= 4bd3/6

Pelat kanan
berdeformasi
lebih besar

Pu

Gambar 6.4 Kolom dari Dua Pelat yang Disambung Menerus

Jika kedua pelat disambung pada ujungnya dengan sambungan kekangan geser,
kedua ujung akan berdeformasi bersamaan dan kolom akan berdeformasi seperti pada
Gambar 6.5 atau seperti huruf S.
Jika kolom melentur seperti bentuk huruf S pada gambar, faktor K secara teoritis
sama dengan 0,5 dan nilai KL/r akan sama dengan kolom yang tersambung menerus
pada Gambar 6.4.
(1)( L)
KL/r untuk kolom pada Gambar 6.4 =
= 1,732 L
4
bd 3 / 2bd
6

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

137

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

KL/r
(0,5)( L)
1
6

bd 3 / 2bd

untuk

kolom

dengan

sambungan

ujung

pada

Gambar

6.5

= 1,732 L

Jadi tegangan rencana untuk kedua kasus tersebut akan sama dan kolom akan
dapat memikul beban yang sama besar. Hal ini benar untuk kasus khusus yang
dijelaskan disini tetapi tidak berlaku untuk kasus dimana kedua pelat dalam Gambar 6.5
mulai terpisah.
Pu
Sambungan
penahan
gelincir/slip

Pu

Sambungan
penahan
gelincir/slip

Gambar 6.5 Kolom dari Dua Pelat yang Disambung pada Kedua Ujungnya

6.6

Persyaratan Sambungan untuk Kolom Tersusun


dengan Komponen Saling Kontak
Beberapa persyaratan yang berhubungan dengan kolom tersusun diberikan dalam
Specification E4 manual LRFD. Jika kolom terdiri dari komponen yang saling kontak
dan menumpu pada pelat landasan atau permukaan rata, maka ujung kolom tersebut
harus disambung dengan baut atau las. Jika digunakan las, maka panjang las harus lebih
besar atau sama dengan lebar batang. Jika digunakan baut, maka jarak longitudinal baut
tidak boleh lebih besar dari empat kali diamter dan sambungan harus diperpanjang
dengan jarak setidaknya 1 kali lebar maksimum batang.
Spesifikasi LRFD juga mensyaratkan penggunaan las dan baut untuk ujung
kolom seperti yang telah dijelaskan pada paragraf diatas. Baut atau las ini harus mampu
mentransfer tegangan.
Jika komponen dari kolom tersusun terdiri dari suatu pelat sisi-luar, peraturan
LRFD memberikan jarak maksimum alat penyambung (las, baut). Jika digunakan las
setempat (tidak menerus) sepanjang sisi komponen atau baut baut diberikan sepanjang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

138

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

garis gage pada setiap penampang, maka jarak maksimum dari las/baut tersebut tidak
boleh lebih besar dari 127/F y dikali tebal pelat sisi-luar terbesar atau 12 in. Jika baut
dalam satu garis gage dipasang zig-zag, maka jarak antar baut dalam satu garis gage
tidak boleh lebih besar dari 190/F y dikali dengan tebal pelat terbesar atau 18 in.
Dalam Bab 12, baut mutu tinggi disebut juga sebagai snug-tight bolt atau slipcritical bolt (gelincir kritis). Snug-tight bolt adalah baut yang dikencangkan sampai
semua komponen sambungan kontak satu dengan lainnya. Biasanya hal ini dilakukan
secara manual dengan kunci/alat maupun dengan alat mekanik.
Slip-critical bolt dikencangkan lebih kuat dari pada snug-tight bolt. Baut ini
dikencangkan hingga badan baut mempunyai tegangan tarik yang sangat tinggi
(mendekati batas tegangah lelehnya). Baut ini akan mengikat bagian yang disambung
dengan sangat kuat diantara kepala baut dan bautnya sehingga beban yang ditahan oleh
friksi dan slip sama dengan nol. Dalam Bab 12 akan dibahas mengenai gelincir
(slippage) dimana harus digunakan slip-critical bolt. Misalnya baut jenis ini harus
digunakan jika beban layan menyebabkan perubahan tegangan yang menimbulkan fatik
pada baut.
Dalam diskusi berikut ini, huruf a menyatakan jarak antara sambungan dan r i
adalah jari-jari girasi terkecil setiap komponen kolom tersusun. Jika batang tekan terdiri
dari dua buah profil atau lebih maka komponen tersebut harus disambungkan pada jarak
tertentu sehingga rasio kelangsingan Ka/r i dari setiap komponen antara sambungan
tersebut tidak lebih dari kali rasio kelangsingan yang menentukan dari seluruh
penampang tersusun. Sambungan ujung batang harus berupa las atau slip-critical bolt
dengan permukaan yang bersih dan rata dan dicat dengan kelas A. (Cat kelas A adalah
cat dengan koefisien gelincir tidak kurang dari 0,33. Lihat Section 5(b) dalam
Specification for Structural Joint Using A325 or A490 Bolts dalam Part 6 Manual
LRFD). Cat kelas A sering digunakan dalam pekerjaan baja struktur. Snug-tight bolt
dapat digunakan untuk baut interior.
Kuat rencana batang tekan yang dibentuk dari dua profil atau lebih dan saling
kontak, ditentukan dengan rumus LRFD yang telah ada (E2-1, E2-3, dan E2-3) dengan
satu pengecualian. Jika kolom cenderung menekuk sedemikian rupa sehingga deformasi
yang berbeda pada setiap komponen menyebabkan gaya geser pada sambungan
komponen, maka perlu memodifikasi nilai KL/r untuk sumbu tekuk tersebut. Modifikasi
ini disyaratkan dalam Section E4 Spesifikasi LRFD.
Tinjau kolom dengan pelat penutup pada Gambar 6.6. Jika penampang ini
menekuk terhadap sumbu y, sambungan antara profil W dan pelat tidak memikul beban
sama sekali. Tetapi jika penampang ini menekuk terhadap sumbu x, sambungan akan
memikul gaya geser. Flens profil W dan pelat akan mempunyai tegangan yang berbeda
sehingga deformasi juga berbeda. Akibatnya geser pada sambungan kedua bagian ini
dan (KL/r) x harus dimodifikasi dengan persamaan LRFD (E4-1) atau (E4-2), dan akan
dijelaskan dibawah ini. Persamaan E4-1 didasarkan pada hasil uji dan telah
memperhitungan deformasi geser dalam sambungan. Persamaan (E4-2) didasarkan pada
teori dan telah dikontrol dengan pengujian.
(a) Untuk sambungan antara dengan snug-tight bolt:

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

139

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

KL a
KL
+
=

r 0 ri
r m
2

(LRFD Pers. E4-1) (6.1)

Harus diingat bahwa kuat rencana kolom tersusun akan berkurang jika
jarak konektor (sambungan) menyebabkan satu komponen kolom menekuk
sebelum tekuk seluruh kolom terjadi.
(b) Untuk konektor antara yang dilas atau dibaut dengan tarikan penuh seperti yang
disyaratkan untuk titik slip-critical:

2
KL
KL
+ 0,82
=

1+2
r 0
r m
2

a

rib

(LRFD Pers. E4-2) (6.2)

Gambar 6.6 Profil W dengan Pelat Penutup

Dalam kedua rumus diatas:


KL
= kelangsingan sebelum modifikasi dari penampang tersusun yang

r 0
bekerja sebagai satu kesatuan
KL
= kelangsingan modifikasi dari penampang tersusun

r m
a = jarak antara konektor, in.
r i = jari-jari girasi minimum setiap komponen, in.
r ib = jari-jari girasi minimum setiap komponen relatif terhadap sumbu
penampang sejajar sumbu tekuk batang, in.
h = jarak antara pusat penampang setiap komponen tegak lurus pada sumbu
tekuk batang, in.
h
= rasio pemisahan =
2rib
Untuk kasus kolom yang menekuk terhadap suatu sumbu dan menyebabkan
geser pada konektor antara komponen kolom, maka perlu menghitung rasio
kelangsingan modifikasi (KL/r) m untuk sumbu tersebut dan perlu memeriksa apakah
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

140

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

nilai tersebut akan memberikan perubahan kekuatan desain batang. Jika memang
demikian, dimensi profil harus direvisi dan mengulangi langkah yang dijelaskan diatas.
Contoh 6.4 memberikan ilustrasi perencanaan kolom dari profil W dengan pelat
penutup yang dibaut pada flens seperti pada Gambar 6.7. Meskipun pada kolom ini
digunakan baut snug-tight, LRFD Specification E4 mensyaratkan bahwa ujung kolom
harus dipasang baut jenis slip-critical atau dilas. Hal ini diperlukan untuk menghindari
gelincir dari setiap komponen satu dengan lainnya sehingga seluruh penampang akan
bekerja sebagai satu kesatuan dalam menahan beban.
Karena jenis penampang tersusun tidak diberikan dalam tabel kolom manual
LRFD, maka dalam mendesain diperlukan proses coba-coba. Mula-mula diasumsikan
rasio kelangsingan efektif. Kemudian c F cr untuk nilai kelangsingan tersebut ditentukan
dan dibagi dengan beban rencana kolom sehingga diperoleh luas penampang yang
diperlukan. Kurangi luas total dengan luas penampang W untuk mendapatkan luas pelat
penutup. Pilih dimensi pelat penutup untuk mendapatkan luas yang diperlukan.

13,12 in

W12 x 120 (A = 35,3 in2


d = 13,12 in., bf = 12,320 in.,
Ix = 1070 in4, Iy = 345 in4)

Gambar 6.7 Penampang W dengan Pelat Penutup Digunakan Sebagai Kolom

Selanjutnya dihitung properti profil penampang yang dipilih. Perlu dihitung nilai
modifikasi dari (KL/r) x . Dalam hal ini penampang menekuk terhadap sumbu y, jadi
tidak terjadi geser longitudinal pada konektor profil W dan pelat.
Contoh 6.4
Desain kolom untuk beban P u = 1375 k dengan F y = 50 ksi dan KL = 14 ft. Tersedia
profil W12 x 120 (dari tabel Part 3 manual LRFD, c P n = 1220 k). Rencanakan pelat
penutup dengan baut snug-tight pada jarak 6 in seperti pada Gambar 6.7, sehingga
kolom mampu menahan beban.
Solusi:
Asumsikan KL/r = 50
c F cr = 35,40 ksi
A yang diperlukan = 2375/35,40 = 67,09 in2
- A dari W12 x 120 = -35,30
A untuk dua pelat = 31,79 in2 atau 15,90 in2 (satu pelat)
Coba 1PL1 x 16 pada setiap flens
A = 35,30 + (2)(1)(16) = 67,30 in2
I x = 1070 + (2)(16)(7,06)2 = 2665 in2
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

141

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

2665
= 6,29
67,30
(12)(14)
KL
= 26,71
=

6,29
r x
1
I y = 345 + (2) (1)(16)3 = 1027,7 in 4
12
rx =

1027,7
= 3,91
67,30
(12)(14)
KL
= 42,97
=

3,91
r y
P u = (37,14)(67,30) = 2500 k > 2375 k
(memenuhi syarat)
Gunakan W12 x 120 dengan 1 pelat penutup 1 x 16 pada setiap flens
(banyak dimensi pelat lain yang dapat dipilih)
ry =

6.7 Kolom Tersusun Tanpa Kontak Komponen


Contoh 6.5 memberikan ilustrasi desain batang yang tersusun dari dua kanal tanpa
kontak satu sama lain. Kedua kanal ini harus disambungkan . Desain pengikat kedua
profil ini dibahas setelah Contoh 6.5 dan diberikan dalam Contoh 6.6.
Contoh 6.5
Pilih profil kanal ganda 12 in. untuk kolom dan beban dalam Gambar 6.8. Gunakan A36
dan peraturan AISC. Kanal dipasang saling membelakangi dengan jarak 12 in.
Solusi:

Gambar 6.8 Kolom Tersusun (Tersusun) dari Dua Kanal dan Beban untuk Contoh 6.5

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

142

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

Asumsikan: KL/r = 50
c F cr = 26,83 ksi
A yang diperlukan = 450/26,83 = 16,77 in2
Coba: 2C 12 x 30 (Untuk setiap kanal: A = 8,82 in2, I x = 162 in4, I y = 5,14 in4, x =
0,674 in)
I x = (2)(162) = 324 in4
I y = (2)(5,14) + (17,64)(5,33) 2 = 511 in 4
324
= 4,29
17,64
Kl = (1,0)(20) = 20 ft
Kl (12)(20)
=
= 55,94
4,29
r
rx =

Dari Tabel C-36 AISC ASD hal. 3-16 dan dengan interpolasi didapat:
c F cr = 25,95 ksi
c P n = (25,95)(17,64) = 457,8 k > 450 k
Gunakan: 2C 12 x 30.
Sisi yang terbuka dari batang tekan yang tersusun dari pelat atau profil dapat
dihubungkan dengan pelat penutup secara menerus, engan pelat berlubang yang dapat
dimanfaatkan untuk lubang utilitas, atau dengan pelat pengikat.
Tujuan pengikat (lacing)adalah supaya seluruh bagian tetap sejajar dan
mempunyai jarak sama pada setiap penampang sehingga distribusi tegangan sama.
Masing-masing bagian dari elemen tersusun cenderung akan melentur secara individu
kecuali jika disatukan dengan pengikat. Selain pengikat pada bentang elemen, bagian
ujung juga harus diberi pelat kopel (tie plate). Pelat kopel ini harus dipasang sedekat
mungkin dengan ujung elemen atau pada bentang elemen jika pelat pengikat tidak
menerus. Bagian (a) dan (b) dari Gambar 6.9 memperlihatkan susunan pelat kopel dan
pengikat, sedangkan kemungkinan lain diberikan dalam bagian (c) dan (d).
Keruntuhan beberapa struktur yang terjadi dimasa lalu banyak terjadi akibat kurangnya
pengikat pada batang tekan tersusun. Jika pelat penutup menerus berlubang digunakan
sebagai pengikat batang tersusun, Spesifikasi E4 LRFD menyatakan bahwa (a) pelat
penutup harus mengikuti persyaratan batas rasio lebar-tebal untuk elemen tekan yang
diberikan dalam Section B5.1 Spesifikasi LRFD; (b) rasio panjang lubang akses (searah
tegangan) terhadap lebar lubang tidak boleh lebih dari 2; dan (c) jarak bersih antar
lubang dalam arah tegangan tidak boleh kurang dari jarak transversal antara baris baut
atau las yang berdekatan. Konsentrasi tegangan dan tegangan lentur sekunder biasanya
diabaikan, tetapi gaya geser lateral harus diperiksa sebagaimana halnya untuk jenis
elemen pengikat lainnya. (Lebar tanpa sokongan dari pelat ini pada lubang diasumsikan
memberikan sumbangan pada kuat rencana batang c P n jika kondisi seperti dimensi,
rasio lebar-tebal, dll., dijelaskan dalam Spesifikasi LRFD E4). Pelat penutup
mempunyai keunggulan berikut:
1. Mudah dibuat dengan metoda pemotongan gas modern.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

143

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

2. Jika lubang dibuat memenuhi persyaratan yang dimintakan, beberapa peraturan


mengijinkan dimasukkannya luas netto dalam penampang efektif dari elemen
utama.
3. Pengecatan lebih mudah dibandingkan batang pengikat biasa.
Dimensi pelat pengikat biasanya dikontrol oleh peraturan. LRFD Section E4
menyatakan bahwa pelat pengikat harus mempunyai tebal paling tidak sama dengan
1/50 jarak antara baris baut atau las.
Pengikat dapat berupa batang bulat, siku, kanal, atau profil lain. Pengikat ini
harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga komponen yang disambung mempunyai
L/r tidak melebihi nilai yang menentukan untuk profil tersusunnya. (Nilai yang
menentukan untuk profil tersusun adalah KL/r). Pengikat diasumsikan menerima gaya
geser arah normal batang utama yang besarnya tidak kurang dari 2% dari kuat tekan
rencana c P n batang. Rumus kolom LRFD digunakan untuk mendesain batang pengikat
seperti halnya batang tekan lain. Batas rasio kelangsingan untuk pengikat tunggal
adalah 140 dan untuk pengikat ganda adalah 200. Pengikat dari profil siku tunggal atau
ganda lebih disukai jika jarak antara dua baris baut/las lebih dari 15 in.
Contoh 6.6 memberikan ilustrasi desain pengikat dan pelat pengikut ujung untuk
kolom tersusun yang telah dibahas dalam Contoh 6.5.
Pelat kopel

Batang pengikat tunggal

(a)

Pelat kopel

Pelat buhul

Batang pengikat ganda

Pelat pengikat antara


Pelat penutup berlubang

(b)

(c)
Pelat kopel tidak dicakup dalam LRFD

(d)
Gambar 6.9 Susunan Pelat Kopel dan Batang Pengikat

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

144

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

Contoh 6.6
Dengan menggunakan peraturan LRFD, rencanakan pengikat untuk kolom dalam
Contoh 6.5 yang diberikan dalam Gambar 6.10.
Solusi:
Jarak antara baris baut 8,5 in < 15 in, jadi dengan pengikat tunggal sudah mencukupi.
Asumsikan kemiringan 60o terhadap sumbu elemen. Panjang antara dua pengikat adalah
8,5/cos 30o = 9,8 in, dan l/r untuk 1 kanal antar sambungan pengikat adalah 9,8/cos 30o
= 12,9 < 55,94 (l/r untuk elemen utama).

C12 x 30
9,8 in
8,5 in

9,8

12 in
g = 1,75 in

8,5 in

g = 1,75 in

9,8

g = 1,75 in

8,5 in
C12 x 30

in

60o

9,8 in

in

60o

g = 1,75 in

12 in
8,5 in

Gambar 6.10 Penampang Kolom untuk Contoh 6.6

Gaya pada batang pengikat:


V u = 0,02 dikali dengan kuat tekan rencana batang (dari Contoh 6.5)
V u = (0,02)(457,8) = 9,16 k
Gaya geser pada satu pengikat:
V u = 4,58 k = gaya geser pada setiap pengikat
Gaya pada batang = (9,8/8,5)(4,58) = 5,28 k
Properti batang:
I = 121 bt 3
A = bt
bt 3
bt
r = 0,289t

r=

1
12

Perencanaan batang pengikat:

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

145

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

maksimum

l
= 140
r

9,8
= 140
0,289t
t = 0,242 in (coba pelat in.)
9,8
l
=
= 136
r (0,289)(0,250)
c F a = 11,54 ksi

Luas yang diperlukan = 5,28/11,54 = 0,458 in2 (1,83 x )


Jarak minimum dari sisi kanal jika digunakan baut in = 1 in.
Gunakan batang: x 2 x 1 ft 2 in.
Desain pelat kopel:
Panjang minimum = 8,5 in.
Dengan t tidak kurang dari 1/50 jarak antara dua baris baut,
t = (1/50)(8,5) = 0,17 in.
Lebar minimum = 8,5 + (2)(1) = 11 in.
Gunakan pelat kopel: 3/16 x 8 x 0 ft 12 in.

6.8 Tekuk Lentur-Torsi Batang Tekan


Batang tekan secara teoritis dapat runtuh akibat tiga hal: tekuk lentur, tekuk torsi, atau
tekuk lentur-torsi.
Tekuk lentur (disebut juga tekuk Euler) adalah kondisi yang telah dibahas sejauh
ini. Untuk tekuk lentur ini, kita telah menghitung rasio kelangsingan untuk sumbu
utama kolom dan menentukan c F cr untuk nilai rasio kelangsingan yang terbesar.
Kolom dengan dua sumbu simetri seperti profil W hanya akan mengalami tekuk lentur
dan torsi.
Tekuk torsi merupakan fenomena yang sangat rumit dan lebih baik untuk
mencegahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat susunan batang dengan baik
dan memberikan pengaku untuk mencegah gerakan lateral dan puntir. Jika tumpuan dan
pengaku lateral diantara bentang diberikan maka yang akan menentukan adalah tekuk
lentur. Kuat rencana kolom yang diberikan dalam tabel kolom LRFD untuk profil W,
M, S, tube, dan pipa didasarkan pada tekuk lentur.
Penampang terbuka seperti W, M, dan kanal mempunyai kekuatan torsional
yang kecil, tetapi penampang box mempunyai kekuatan torsional yang besar. Jadi jika
torsi akan terjadi lebih baik menggunakan penampang box atau profil W yang ditambah
pelat pada sisinya dengan sambungan las (
). Cara lain untuk mengatasi pengaruh
torsi adalah dengan memperpendek panjang batang.
Untuk penampang dengan sumbu simetri tunggal sepergi T atau siku ganda,
tekuk Euler dapat terjadi terhadap sumbu x dan y. Untuk siku tunggal sama kaki, tekuk
Euler dapat terjadi terhadap sumbu z. Untuk penampang semacam ini, tekuk lentur torsi
dapat terjadi dan mungkin menentukan. (Tekuk lentur torsi akan selalu hal yang
menentukan untuk profil siku tunggal tidak sama kaki). Nilai yang diberikan dalam
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

146

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

tabel beban kolom LRFD penampang siku ganda dan T dihitung untuk tekuk terhadap
sumbu terlemah x atau y dan untuk tekuk lentur-torsi.
Pada umumnya perencana tidak memperhitungkan tekuk torsi dari profil
simetris atau tekuk lentur-torsi dari profil tidak simetrik. Hal ini terjadi karena dirasakan
bahwa kondisi ini tidak menentukan beban kolom kritis, atau tidak berpengaruh besar.
Jika kita mempunyai kolom tidak simetrik atau simetris yang tersusun dari pelat tipis,
akan terbukti bahwa tekuk torsi dan tekuk lentur-torsi mengurangi kapasitas kolom
cukup signifikan.

6.9 Batang Tekan Siku Tunggal


Sampai sejauh ini belum dibahas cara mendesain batang tekan dari siku tunggal. Dalam
praktek, siku tunggal digunakan jika terdapat eksentrisitas beban yang cukup besar.
Part 6 manual LFRD memberikan peraturan untuk mendesain batang dari siku
tunggal. Dalam manual tersebut diberikan rumusan yang cukup rumit untuk menghitung
kuat aksial rencana batang siku tunggal.
Rumus-rumus yang ada dalam manual LRFD dikembangkan untuk
memperhitungan ketiga kondisi batas yang dapat terjadi pada siku tunggal. Kondisi
batas tersebut adalah: tekuk lentur, tekuk lokal dari kaki siku tipis, dan tekuk lenturtorsi. Kuat rencana dari siku tunggal yang dibebani secara konsentris, dihitung untuk
baja 36 ksi dan 50 ksi untuk suatu rentang nilai KL. Kuat rencana ini diberikan pada
akhir Part 3 manual LRFD.
Sebelum tabel tersebut, diberikan contoh analisa siku tunggal yang dibebani
secara eksentris.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

147

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

Kumpulan Soal
Semua kolom dalam soal ini diasumsikan bagian dari suatu portal yang ditahan terhadap
goyangan.
6.1 s.d. 6.3 Gunakan cara coba-coba dengan perkiraan nilai KL/r, tentukan nilai c F cr
dari Tabel 3-36 (halaman 6-147) atau 3-50 (halaman 6-148) dalam Part 6 manual
LRFD, tentukan luas kolom, pilih profil, hitung P u , coba profil lain jika diperlukan, dst.
6.1

Pilih profil W12 untuk memikul beban tekan P D = 140 k dan P L = 120 k jika KL =
14 ft dan digunakan baja A572 mutu 50. (Jawab: W12 x 50).

6.2

Pilih profil W14 untuk memikul beban tekan P D = 200 k dan P L = 300 k jika KL =
12 ft dan F y = 50 ksi.

6.3

Ulangi Soal 6.2 jika F y = 36 ksi. (Jawab: W14 x 90)

6.4 s.d. 6.20 Gunakan tabel kolom Part 3 manual LRFD.


6.4

Ulangi Soal 6.1.

6.5

Ulangi Soal 6.2. (Jawab: W14 x 74)

6.6

Ulangi Soal 6.3.

6.7

Beberapa kolom suatu gedung direncanakan dari baja A572 mutu 50 dan
peraturan LRFD. Pilih profil W paling ringan untuk kolom dibawah ini.
(a) P u = 600 k, L = 14 ft, tumpuan sendi-sendi. (Jawab: W12 x 65)
(b) P u = 400 k, L = 12 ft, tumpuan jepit,jepit. (Jawab: W10 x 39)
(c) P u = 800 k, L = 18 ft-6 in, tumpuan jepit dibawah dan sendi di atas. (W12 x
87)
(d) P u = 1600 k, L = 17 ft, tumpuan sendi-sendi. (W14 x 159)

6.8

Pilih profil W dari baja 50 ksi dengan tumpuan sendi-sendi yang memikul beban
aksial: P D = 200 k, dan P w akibat angin = 400 k. Asumsikan KL = 15 ft.

6.9

Suatu profil W dipilih untuk memikul beban aksial tekan P u = 1800 k. Panjang
batang 24 ft dan tumpuan sendi-sendi dengan sokongan lateral arah sumbu lemah
pada pertengahan kolom. Pilih profil W12 atau W14 yang paling ringan dengan
menggunakan baja A572 mutu 50. (Jawab: W14 x 176, W12 x 252).

6.10 Ulangi Soal 6.9 jika F y = 36 ksi.


6.11 Ulangi Soal 6.9 jika sokongan lateral diberikan pada tiap jarak 1/3 tinggi kolom
dan panjang kolom diubah menjadi 33 ft. Gunakan baja A36. (Jawab: W14 x 257,
W12 x 252).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

148

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

6.12 Kolom setinggi 27 ft mendapat sokongan lateral dalam sumbu lemah


dipertengahan kolom. Pilih profil W yang paling ringan untuk memikul beban P D
= 200 k dan P L = 150 k dengan F y = 50 ksi. Asumsikan semua K = 1,0.
6.13 Kolom setinggi 14 ft akan dibangun pada dinding sehingga kolom akan mendapat
sokongan lateral menerus pada sumbu lemah tetapi tidak pada sumbu kuat. Jika
kolom dibuat dari baja A36 dan diasumsikan kedua ujung kolom tumpuan sendi,
pilih profil W12 paling ringan dengan menggunakan peraturan LRFD. P u = 1000
k. (Jawab: W12 x 120).
6.14 Ulangi Soal 6.13 jika F y = 50 ksi.
6.15 Profil W14 dari baja 50 ksi akan digunakan untuk memikul beban tekan P D = 300
k dan P L = 350 k. Panjang batang 30 ft dengan tumpuan jepit diujung atas dan
bawah serta sokongan lateral pada setiap 1/3 tinggi kolom dalam sumbu y (sendi
pada titik tersebut). (Jawab: W14 x 90).
6.16 Dengan menggunakan peraturan LRFD dan baja A36 kecuali F y = 46 ksi untuk
tube persegi dan segiempat, pilih profil paling ringan (W, M, S, HP, tube persegi,
tube segiempat, tube lingkaran) untuk kondisi kolom berikut.
(a) P u = 300 k, L = 14 ft, tumpuan sendi-sendi.
(b) P u = 420 k, L = 15 ft, tumpuan jepit-jepit.
(c) P u = 740 k, L = 20 ft, tumpuan sendi-jepit.
6.17 Dengan meninjau gaya aksial saja, pilih profil W untuk kolom interior dari portal
dalam Gambar S6.17. Gunakan baja F y = 50 ksi dan peraturan LRFD. Setiap
profil kolom dapat digunakan untuk satu atau dua lantai. Data lain: berat jenis
beton 150 lbs/ft3. Beban hidup (LL) pada atap = 30 psf. Atap = 6 psf. Beban hidup
pada lantai interior = 80 psf. Beban partisi pada lantai interior = 15 psf. Untuk
memudahkan perhitungan, semua titik dianggap sendi. Jarak antar portal 30 ft.
(Jawab: salah satu kemungkinan adalah W14 x 53 pada dua lantai atas dan W14 x
90 pada dua lantai bawah).

Gambar S5.17 Portal untuk Soal 5.17

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

149

POLBAN

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

6.18 Desain kolom untuk memikul beban P u = 2875 k dengan baja A572 mutu 50 dan
KL = 12 ft. Material yang tersedia adalah profil W14 x 145 dan baja setebal in.
Rencanakan pelat penutup yang akan dilas pada flens profil W sehingga kolom
mampu memikul beban.
6.19 Tentukan kuat tekan rencana dari penampang dalam Gambar S6.19 jika baut
snug-tight pada setiap jarak 4 ft untuk menghubungkan siku dari baja A572 mutu
50. K x L x = K y L y = 24 ft. (Jawab: 111,2 k).
2L8 x 6 x
(kaki pendek saling
membelakangi)

3/8 in
Gambar S6.19 Profil Siku Ganda untuk Soal 6.19

6.20 Ulangi Soal 6.19 jika siku dilas pada kaki panjang dan dipasang saling
membelakangi. Las dilakukan pada setiap jarak 6 ft.
6.21 Empat buat siku 4 x 4 x yang disusun seperti dalam Gambar S6.21 digunakan
sebagai elemen tekan. Panjang batang 30 ft, tumpuan sendi-sendi, dan baja A572
mutu 50. Tentukan kuat tekan rencana batang tersebut. Rencanakan batang
pengikat tunggal dan pelat kopel jika alat penyambung dengan siku adalah baut
in. (Jawab: P u = 547,9 k. Pelat kopel 9/32 x 13 x 1 ft-4 in, batang pengikat tunggal
3/8 x 2 x 1 ft 5 in dengan sudut 60o).
6.22 Pilih kanal ganda untuk memikul beban tekan aksial P u = 925 k. Panjang kolom
24 ft dengan kondisi kedua ujung sendi dan ke dua kanal disusun seperti dalam
Gambar S6.22. Gunakan F y = 50 ksi, rencanakan batang pengikat tunggal, dan
pelat kopel jika baut yang digunakan in. Asumsikan lokasi baut adalah 2 in
dari belakang profil kanal.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

150

BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL

POLBAN

18 in

8 in

18 in

Gambar S6.21 Penampang Kolom, Soal 6.21

Gambar S6.22 Penampang Kolom, Soal 6.22

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

151

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memberikan pengenalan dan pembahasan detil tentang batang tekan yang meliputi
penurunan rumus, jenis profil batang tekan, makna penampang kompak, penampang
tersusun, dan perancangan dengan menggunakan metode AISC-LRFD dan juga SNILRFD. Dua jenis standar diberikan karena pada prakteknya di lapangan akan digunakan
tidak hanya peraturan berdasarkan SNI tetapi juga standar lain yaitu AISC.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan kepada mahasiswa agar mempunyai kompetensi untuk
merancang batang tekan. Hal ini dapat dilakukan jika mahasiswa paham tentang
penampang kompak, penampang tersusun. Terdapat perbedaan mendasar antara standar
SNI dan AISC yang pada prakteknya kedua standar ini dipakai sehingga mahasiswa
akan diberikan pembahasan teori dan soal agar kompetensi dicapai.
Sebagai tambahan dari bab sebelumnya, bab ini akan memberikan kompetensi
untuk menentukan panjang tekuk dari elemen tekan dalam struktur bergoyang dan tidak
bergoyang. Selanjutnya bab ini juga akan menguji kompetensi mahasiswa untuk
merancang pelat landas (base plate) untuk beban sentris.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

152

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

7.1 Pembahasan Lanjut Tentang Panjang Efektif Kolom


Pembahasan tentang panjang efektif kolom telah diberikan dalam Bab 5 dan beberapa
nilai K yang disarankan diberikan dalam Tabel 5.1. Tabel tersebut hanya berlaku untuk
kondisi tumpuan ideal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Cara ini dinilai cukup untuk
prarencana dan untuk kondisi goyangan dikekang. Jika kolom merupakan bagian dari
portal yang mendapat goyangan, akan lebih baik jika dilakukan analisa yang lebih rinci
seperti yang akan dijelaskan berikut ini. Lebih diinginkan kolom dengan goyangan
dikekang.
Goyangan berhubungan dengan panjang efektif dan jenis tekuk. Pada struktur
statis tak tentu, goyangan terjadi jika portal berdefleksi lateral akibat beban lateral atau
beban tidak simetris atau portal yang tidak simetris. Goyangan juga dapat terjadi pada
kolom yang ujungnya dapat bergerak secara transversal dan dibebani sampai terjadi
tekuk.
Jika portal mempunyai pengaku diagonal atau dinding geser, kolom akan
dikekang terhadap goyangan dan juga rotasi pada ujung kolom. Untuk kondisi ini,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.1, nilai faktor K akan berada diantara kasus (a) dan
(d) dari Tabel 5.1.
Spesificasi C2 LRFD menyatakan bahwa nilai K = 1,0 harus digunakan jika
kolom pada portal dikekang terhadap goyangan kecuali jika analisa menunjukkan
bahwa nilai yang lebih kecil dapat digunakan. Nilai K = 1,0 seringkali terlalu
konservatif (terlalu aman, cenderung boros), dan metoda analisa yang akan dijelaskan
dalam bab ini memberikan penghematan yang cukup besar.

(a) Pengaku Diagonal


(b) Dinding Geser
Gambar 7.1 Portal dengan Goyangan Dikekang

Pada kenyataannya panjang efektif kolom merupakan properti dari struktur


secara keseluruhan. Pada umumnya bangunan mempunyai dinding bata yang dapat
memberikan sokongan lateral untuk mencegah goyangan. Tetapi jika digunakan dinding
yang ringan maka hanya sedikit saja tahanan terhadap goyangan yang dapat diberikan.
Goyangan yang cukup besar juga terjadi pada bangunan tinggi kecuali jika diberikan
system pengaku diagonal atau dinding geser. Jadi untuk kolom dengan dinding ringan
dapat diasumsikan bahwa tahanan lateral diberikan oleh kekakuan lateral portal saja.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

153

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Gambar 7.2 Grafik Panjang Efektif Kolom dalam Portal Kaku

Sumber: SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan
gedung

Subskrip A dan B menyatakan titik kumpul ujung kolom yang ditinjau. G didefinisikan
sebagai
Ic

G=

Ig

dimana menyatakan penjumlahan semua elemen yang disambungkan secara kaku


pada titik tersebut dan berada dalam bidang tekuk kolom yang ditinjau, I c adalah
momen inersia dan L c adalah panjang kolom yang tanpa sokongan, dan I g adalah
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

154

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

momen inersia dan L g adalah panjang balok tanpa sokongan atau elemen penahan
lainnya. I c dan I g diambil terhadap sumbu tegak lurus bidang tekuk yang ditinjau.
Untuk kolom dengan sambungan tidak kaku pada pondasi, secara teoritis G tak
hingga, tetapi untuk praktek diambil sama dengan 10. Jika kolom disambungkan secara
kaku pada pondasi, nilai G dapat diambil sama dengan 1,0 atau lebih kecil jika analisa
dapat membuktikan hal tersebut.
Analisa dengan menggunakan teori matematik dapat digunakan untuk
menentukan panjang efektif, tetapi prosedur tersebut terlalu panjang dan sulit untuk
keperluan praktis para perencana. Prosedur yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan Tabel 5.1 dan melakukan interpolasi antara kondisi ideal dengan kondisi
lapangan, atau dengan menggunakan kurva yang akan dijelaskan kemudian.
Kurva alinyemen pada Gambar 7.2 memberikan cara praktis untuk menentukan
nilai K. Kurva ini didapat dari analisa slope deflection suatu portal dengan
memasukkan pengaruh beban kolom. Satu kurva digunakan untuk portal bergoyang dan
kurva lainnya untuk portal tidak bergoyang. Dengan menggunakan kurva tersebut,
perencana dapat menentukan nilai K dengan cukup baik tanpa harus melalui proses
coba-coba yang panjang dengan persamaan tekuk.
Untuk menggunakan kurva alinyemen ini perlu dimensi kolom dan balok yang
berhubungan dengan kolom yang ditinjau sebelum panjang efektif dapat ditentukan.
Dengan kata lain, kurva hanya dapat digunakan jika profil hasil prarencana telah
didapat.
Yang dimaksud dengan tidak bergoyang adalah diberikannya suatu media untuk
mencegah perpindahan horisontal suatu titik. Media tersebut dapat berupa pengaku
lateral atau dinding geser. Sedangkan portal dikatakan dapat bergoyang jika translasi
horisontal diberikan oleh kekuatan lentur dan kekakuan balok utama serta balok anak.
Kekangan rotasi yang diberikan oleh balok anak dan balok utama yang bertemu
dengan kolom tergantung pada kekakuan rotasi batang-batang tersebut. Momen yang
diperlukan untuk menghasilkan rotasi satu satuan pada ujung batang jika ujung batang
lainnya dikekang, disebut kekakuan rotasional. Dari teori mekanika teknik, untuk
batang dengan penampang konstan, kekakuan rotasional adalah 4EI/L. Telah disebutkan
diatas bahwa kekangan rotasional pada ujung suatu kolom sebanding dengan jumlah
rasio kekakuan kolom terhadap jumlah rasio kekakuan balok yang bertemu pada suatu
titik, dan secara matematis dituliskan sebagai:
4 EI
untuk kolom
L
=
G=
4 EI
L untuk balok

Ic

Ig

(7.1)

Untuk menentukan nilai K untuk kolom tertentu, dapat dilakukan langkah


berikut:
1. Pilih kurva yang sesuan, apakah dengan goyangan atau tanpa goyangan.
2. Hitung G pada setiap ujung kolom dan beri notasi G A dan G B .
3. Tarik garis lurus pada kurva berdasarkan nilai G A dan G B dan baca nilai K
yang memotong pada garis tengah kurva.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

155

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Jika faktor G yang dihitung adalah untuk portal kaku (kaku dalam kedua arah),
kekuatan torsional balok biasanya diabaikan. Tinjau Gambar 7.3 untuk menghitung nilai
G dari titik yang ditinjau untuk tekuk dalam bidang. Dalam hal ini, kekuatan torsional
balok tegak lurus terhadap bidang, diabaikan.

Balok

Gambar 7.3 Titik Pertemuan Balok dan Kolom

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi dari Structural Stability Research


Council (SSRC) sehubungan dengan kurva alinyemen.
1. Untuk kolom ujung sendi, secara teoritis nilai G adalah tak terhingga. Kondisi
ujung sendi ini dapat diasumsikan untuk kolom yang disambung pada pondasi
dengan sendi tanpa gesekan. Karena kenyataannya sendi selalu ada gesekan,
maka untuk kondisi ini disarankan nilai G = 10.
2. Untuk kolom dengan ujung jepit, maka nilai G secara teoritis sama dengan nol,
tetapi disarankan untuk menggunakan nilai 1,0 karena dalam praktek tidak ada
kondisi jepit sempurna.
3. Jika balok utama atau balok anak dihubungkan secara kaku pada kolom,
kekakuannya I/l harus dikalikan dengan faktor yang diberikan dalam Tabel 7.1,
tergantung pada kondisi ujung lain dari balok tersebut.

Tabel 7.1 Faktor Pengali untuk Batang yang Disambungkan Secara Kaku

Kondisi Ujung Lain dari Balok


Sendi
Jepit terhadap rotasi

Tidak Bergoyang
Dikalikan dengan:
1,5
2,0

Bergoyang
Dikalikan dengan:
0,5
0,67

Jika balok yang bertemu pada titik sangat kaku (mempunyai nilai I/L sangat
besar), maka nilai G = (I c / Lc ) / (I g / Lg ) akan mendekati nol dan faktor K akan
kecil. Jika G sangat kecil maka momen yang bekerja pada kolom tidak dapat memutar
titik, sehingga titik tersebut mendekati kondisi jepit. Tetapi jika nilai G cukup besar,
akan menghasilkan faktor K yang besar pula.
Dalam Contoh 7.1, panjang efektif setiap kolom dari suatu portal dihitung
dengan kurva alinyemen. Jika dapat terjadi goyangan maka panjang efektif akan lebih
panjang dari panjang aktual seperti yang terjadi pada contoh ini. Jika portal tidak
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

156

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

mungkin mengalami goyangan maka K lebih kecil dari 1,0. Hasil prarencana telah
memberikan dimensi elemen dalam Contoh 7.1. Setelah panjang efektif dihitung, kolom
dapat didesain ulang. Jika dimensi kolom banyak berubah maka panjang efektif yang
baru harus dicari dan kolom didesain ulang, dst.

Contoh 7.1
Tentukan panjang efektif dari setiap kolom dari portal tanpa pengikat goyangan dalam
Gambar 7.4 dengan menggunakan kurva alinyemen. Asumsikan ujung balok dikekang
terhadap rotasi. Dimensi profil hasil prarencana diberikan dalam gambar.

Contoh 7.4 Gambar Struktur untuk Contoh 7.1

Solusi:
Faktor kekakuan:
Elemen
AB
BC
DE
EF
GH
HI
BE
CF
EH
FI

Profil
W8 x 24
W8 x 24
W8 x 40
W8 x 40
W8 x 24
W8 x 24
W18 x 50
W16 x 36
W18 x 97
W26 x 57

I
82,8
82,8
146
146
82,8
82,8
800
448
1750
758

L
144
120
144
120
144
120
240
240
360
360

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

I/L
0,575
0,690
1,014
1,217
0,575
0,690
3,333
1,867
4,861
2,106

157

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Faktor G untuk setiap titik:


Titik
A
B

D
E

G
H

(I

/ Lc ) / (I g / Lg )

Lihat kurva alinyemen

G
10,0

0,575 + 0,690
(0,67)(3,333)
0,690
(0,67)(1,867)

0,566
0,552

Lihat kurva alinyemen

10,0

1,014 + 1,217
(0,67)(3,333 + 4,861)
1,217
(0,67)(1,867 + 2,106)
Lihat kurva alinyemen

0,406

0,457
10,0

0,575 + 0,690
(0,67)(4,861)
0,690
(0,67)(2,106)

0,388

0,489

Faktor K kolom dari kurva alinyemen:


Kolom
AB
BC
DE
EF
GH
HI

GA
10,0
0,566
10,0
0,406
10,0
0,388

GB
0,566
0,522
0,406
0,457
0,388
0,489

K*
1,79
1,17
1,77
1,13
1,76
1,14

Pada gedung, umumnya nilai K x dan K y harus dihitung secara terpisah. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan kondisi portal dalam kedua arah. Kebanyakan portal
terdiri dari portal kaku pada satu arah dan pada arah lain berupa portal tersambung
secara konvensional dengan pengaku terhadap goyangan. Juga sokongan lateral pada
kedua sumbu dapat berbeda.
Ada rumus sederhana untuk menghitung faktor panjang efektif. Rumus ini lebih
mudah digunakan dibandingkan harus membaca nilai K dari kurva alinyemen terutama
jika menggunakan program komputer. Akan terasa mengganggu jika pada saat
menggunakan program komputer, kita harus membaca kurva alinyemen untuk
mendapatkan nilai K. Jadi rumus ini dapat dimasukkan dalam program komputer
sehingga tidak perlu lagi membaca kurva alinyemen.
Kurva alinyemen dalam Gambar 7.2(b) untuk portal dengan goyangan selalu
mempunyai K 1,0. Nilai faktor K yang wajar adalah sekitar 2 3 meskipun nilai yang
lebih besar memungkinkan. Perencana harus memeriksa ulang jika didapat nilai faktor
K yang cukup besar. Artinya perencana harus memeriksa nilai G dan asumsi dasar yang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

158

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

digunakan untuk memasuki kurva alinyemen. Asumsi tersebut akan dibahas lebih detail
dalam Sub Bab 7.2.

Fcr

7.2 Faktor Reduksi Kekakuan


Kurva alinyemen dibuat berdasarkan kondisi ideal yang jarak atau tidak pernah terjadi
di lapangan. Asumsi lengkap diberikan diberikan dalam Section C2 Commentary
LRFD. Diantara asumsi tersebut adalah: perilaku kolom elastis, semua kolom
mengalami tekuk secara bersamaan, semua batang mempunyai penampang yang
konstan, semua titik kumpul kaku, dll.
Jika kondisi aktual berbeda dengan asumsi, tidaklah realistis jika didapat faktor
K yang tinggi dari kurva alinyemen karena akan menghasilkan desain yang konservatif.
Pada umumnya kolom akan runtuh dalam daerah inelastis, tetapi kurva alinyemen
dibuat dengan asumsi keruntuhan elastis. Kondisi ini telah dibahas dalam Bab 5 dan
diberikan kembali dalam Gambar 7.5. Untuk kasus seperti ini, nilai K dari kurva
alinyemen akan terlalu konservatif sehingga perlu dikoreksi seperti yang akan
dijelaskan pada paragraf berikut.
Dalam daerah elastis kekakuan kolom sebanding dengan EI dengan E = 29000
ksi, sedangkan dalam daerah inelastis kekakuannya sebanding dengan E T I dengan E T
adalah modulus reduksi atau modulus tangen.
Kekuatan tekuk kolom dalam struktur portal sebagaimana diperlihatkan dalam
kurva alinyemen berhubungan dengan
kekakuan kolom ( EI / L) kolom
G=
=
(7.2)
kekakuan balok
( EI / L) balok
Jika kolom berperilaku elastis, maka modulus elastisitas akan hilang dari rumus
G di atas. Jika kolom berperilaku inelastis, faktor kekakuan kolom akan lebih kecil yaitu
sebesar E T I/L. Akibatnya faktor G yang digunakan dalam kurva alinyemen akan lebih
kecil sehingga nilai K yang didapat juga akan lebih kecil.

Inelastis

Elastis

Panjang tanpa sokongan

Gambar 7.5 Hubungan antara Rasio Kelangsingan dan Tegangan Kritis

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

159

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Meskipun kurva elinyemen dikembangkan untuk kolom dengan perilaku elastis,


kurva tersebut dapat juga digunakan untuk kolom inelastis jika nilai G dikalikan dengan
faktor koreksi yang dinamakan Faktor Reduksi Kekakuan FRK (Stiffness Reduction
Factor SRF). Faktor reduksi ini sama dengan rasio modulus tangen dengan modulus
elastisitas (E T /E) dan mendekati nilai F cr inelastis /F cr elastis (P u /A)/F cr elastis . Nilai faktor
koreksi ini diberikan dalam Tabel 7.2 sebagai fungsi dari P u /A dan tabel tersebut
didapat dari Tabel 3-1 manual LRFD. Suatu metoda desain langsung untuk tekuk
inelastis diberikan dalam manual dan langkah desain adalah sebagai berikut:
1. Hitung P u dan coba dimensi kolom.
2. Hitung P u /A dan pilih FRK dari Tabel 7.2. Jika P u /A kurang dari nilai yang
diberikan dalam tabel, kolom berada dalam daerah elastis dan tidak perlu
dilakukan reduksi.
3. Hitung nilai G elastis dan kalikan dengan FRK dan pilih K dari kurva alinyemen.
4. Hitung rasio kekakuan efektif KL/r dan c F cr yang didapat dari manual
dikalikan dengan luas penampang kolom untuk mendapatkan P u . Jika nilai ini
tidak mendekati nilai yang dihitung dalam langkah 1, coba kembali profil lain
dan ulangi langkah 2 s.d. 4.
P u /A
ksi
42
41
40
39
38
37
36
35
34
33
32
31
30
29
28
27

Fy
36 ksi
0,05
0,14
0,22
0,30

50 ksi
0,03
0,09
0,16
0,21
0,27
0,33
0,38
0,44
0,49
0,53
0,58
0,63
0,67
0,71
0,75
0,79

P u /A
ksi
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11

Fy
36 ksi
0,38
0,45
0,52
0,58
0,65
0,70
0,76
0,81
0,85
0,89
0,92
0,95
0,97
0,99
1,00
1,00

50 ksi
0,82
0,85
0,88
0,90
0,93
0,95
0,97
0,98
0,99
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0

- Menyatakan tidak berlaku

Contoh 7.2 memberikan ilustrasi perencanaan kolom dalam suatu portal


bergoyang. Dalam contoh ini hanya ditinjau perilaku dalam bidang dan hanya lentur
terhadap sumbu x. Akibat perilaku inelastis kolom, panjang efektif kolom berkurang
cukup besar.

Contoh 7.2
Pilih profil W12 kolom AB dari portal dalam Gambar 7.6 dengan asumsi: (a) kolom
elastis dan (b) kolom inelastis. P u = 1210 k dan baja A36. Kolom di atas dan bawah AB

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

160

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

dianggap mempunyai ukuran yang hampir sama dengan AB. Tinjau hanya perilaku
dalam bidang. Ujung lain dari balok dikekang terhadap rotasi.
Dimensi
sama dengan
kolom AB
12 ft
W18 x 50

W18 x 50

(I = 800 in4)
12 ft
W18 x 50

W18 x 50
B
12 ft
Dimensi
sama dengan
kolom AB

30 ft

30 ft

Gambar 7.6 Rangkaian Elemen untuk Contoh 7.2

Solusi:
(a) Kolom diasumsikan elastis dan pilih profil berdasarkan K y L y = 12 ft
Coba W12 x 170 (A = 50,0 in2, I x = 1650 in4, r x = 5,74 in.)
(I c / Lc ) = (2)(1650 / 12) = 7,70
G A = GB =
(I g / Lg ) (2)(800 / 30)(0,67)
Dari kurva alinyemen, K = 2,65
(2,65)(12 x 12)
KL
= 66,48
=

5,74
r x
c F cr = 24,25 ksi
P u = (24,25)(50,0) = 1212 k > 1210 k
Gunakan W12 x 170

(memenuhi syarat)

(b) Solusi inelastis


Coba profil yang lebih ringan W12 x 152 (A = 44,7 in2, I x = 1430 in4, r x = 5,66
in.)
P u /A = 1210/44,7 = 27,07 ksi
Dari Tabel 3-1 manual LRFD, FRK = 0,294. Jadi kkolom dalam kondisi
inelastis.
(I c / Lc ) (FRK) = (2)(1430 / 12) (0,294) = 1,96
GA = GB =
(2)(800 / 30)(0,67)
(I g / Lg )

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

161

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Dari kurva alinyemen Gambar 7.2(b) didapat K = 1,57

KL (1,57)(12 x 12)
=
= 39,94
5,66
r
c F cr = 28,14 ksi
P u = (28,14)(44,7) = 1258 k > 1210 k
Gunakan W12 x 152

(memenuhi syarat)

7.3 Kolom Bersandar pada Kolom Lain untuk Desain Dalam Bidang
Jika suatu portal tanpa pengaku dengan balok yang dihubungkan pada kolom secara
kaku, akan lebih aman mendesain setiap kolom secara individu dengan menggunakan
kurva alinyemen bergoyang untuk mendapatkan nilai K (kemungkinan akan lebih besar
dari 1,0).
Suatu kolom tidak dapat menekuk akibat goyangan kecuali jika semua kolom
pada lantai tersebut menekuk akibat goyangan. Salah satu asumsi dalam membuat kurva
alinyemen dalam Gambar 7.2(b) adalah semua kolom pada satu lantai menekuk
bersamaan. Jika asumsi ini dipenuhi maka kolom-kolom tersebut tidak dapat saling
menyokong atau mengikat karena jika satu kolom menekuk, semua kolom juga akan
menekuk.
Tetapi pada beberapa kondisi, kolom tertentu mempunyai kekuatan tekuk yang
lebih besar. Misalnya, beban tekuk kolom luar dari portal tanpa pengaku dalam Gambar
7.7 belum tercapai jika kolom dalam belum mencapai beban tekuknya, dan portal tidak
akan menekuk. Dalam hal ini kolom dalam akan menyandar pada kolom luar artinya
kolom luar akan mengikat kolom dalam. Jadi kolom luar akan memberikan kekuatan
geser akibat goyangan.
Kolom dengan ujung sendi tidak membantu stabilitas lateral pada struktur dan
merupakan kolom yang bersandar. Kolom ini tergantung pada bagian lain dari struktur
untuk memberikan stabilitas lateral. LRFD Section C2.2 menyatakan bahwa pengaruh
kolom menumpang yang mendapat beban gravitasi harus diperhitungkan dalam desain
kolom terhadap momen.
Banyak sekali kondisi praktis dimana beberapa kolom mempunyai kekuatan
tekuk besar. Hal ini dapat terjadi pada saat mendesain kolom yang berbeda dari suatu
lantai yang ditentukan oleh kondisi pembebanan yang berlainan. Untuk situasi seperti
ini keruntuhan portal hanya akan terjadi jika beban gravitasi ditingkatkan pada kolom
yang mempunyai kekuatan ekstra. Akibatnya beban kritis kolom interior pada Gambar
7.7 meningkat sehingga panjang efektif akan berkurang. Dengan kata lain, jika kolom
luar mengikat kolom interior terhadap goyangan, faktor K dari kolom interior akan
mendekati 1,0. Menurut J.A. Yura, panjang efektif beberapa kolom dalam portal akibat
goyangan dapat dikurangi menjadi 1,0 mekipun tidak tersedia sistem pengaku.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

162

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Gambar 7.7 Portal dengan Goyangan Diijinkan

Pengaruh dari penjelasan diatas adalah beban gravitasi yang dapat dipikul oleh
portal tanpa pengaku sama dengan jumlah dari kekuatan setiap kolom. Dengan kata
lain, beban gravitasi total yang dapat menyebabkan tekuk suatu portal dapat dibagi
secara merata pada semua kolom dengan syarat beban maksimum yang bekerja pada
setiap kolom tidak melebihi beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom tersebut
jika kolom dikekang terhadap goyangan dengan K = 1,0.
Untuk portal tanpa pengaku dalam Gambar 7.8(a) diasumsikan semua kolom
mempunyai nilai K = 2,0 dan akan mengalami tekuk akibat beban seperti dalam gambar.
Jika terjadi goyangan, portal akan menyandar pada satu sisi seperti pada Gambar 7.8(b)
dan momen P sama dengan 200 Dan 700.
Misalkan beban pada kolom kiri 200 k dan 500 k pada kolom kanan (atau 200 k
lebih rendah dari beban sebelumnya). Pada kondisi ini seperti pada Gambar 7.8(c),
portal tidak akan mengalami tekuk oleh goyangan sampai momen tumpuan kolom
kanan mencapai 700. Artinya kolom kanan dapat memikul momen tambahan sebesar
200. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yura, kolom kanan mempunyai cadangan
kekuatan yang dapat digunakan sebagai pengaku untuk kolom kiri dan mencegah tekuk
akibat goyangan.

Gambar 7.8

Sekarang kolom sebelah kiri ditahan terhadap goyangan dan tekuk akibat
goyangan tidak akan terjadi sampai momen tumpuan mencapai 200. Oleh karena itu,
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

163

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

kolom kiri dapat didesain dengan faktor K lebih kecil dari 2,0 dan dapat memikul
tambahan beban sebesar 200 k, sehingga total beban yang dapat dipikul menjadi 400 k.
Tetapi nilai ini tidak boleh lebih besar dari kapasitas kolom yang ditahan terhadap
goyangan dengan K = 1,0. Perlu dicatat bahwa beban total yang dapat dipikul oleh
portal adalah tetap 900 k, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7.8(a).
Kelebihan perilaku portal yang dijelaskan diatas ditunjukkan dalam bentuk
Contoh 7.3 dimana kolom interior ditahan terhadap goyangan oleh kolom luar.
Akibatnya semua kolom dalam diasumsikan mempunyai faktor K = 1,0. Kolom dalam
didesain terhadap beban terfaktor sebesar 660 k. Faktor K untuk kolom luar ditentukan
dari kurva alinyemen bergoyang pada Gambar 7.1, dan kolom luar ini didesain terhadap
beban sebesar 440 + 660 = 1100 k.

Contoh 7.3
Portal pada Gambar 7.9 terdiri dari baja A36 dengan balok disambungkan secara kaku
pada kolom luar sedangkan pada kolom interior sambungan sendi. Kolom atas dan
bawah dikekang terhadap goyangan luar bidang sehingga pada arah tersebut K = 1,0.
Goyangan pada bidang portal dapat terjadi. Rencanakan kolom dalam dengan asumsi K
= 1,0 dan kolom luar dengan K dari kurva alinyemen dan P u = 1100 k. (Dengan
pendekatan tekuk kolom seperti ini, kolom dalam/interior tidak akan memikul beban
sama sekali karena kolom tersebut menjadi tidak stabil karena adanya goyangan).

Gambar 7.9 Portal untuk Contoh 7.3

Solusi:
Perencanaan Kolom Dalam
Asumsikan K = 1,0; KL = (1,0)(15) = 15 ft; P u = 660 k
Dari tabel kolom LRFD: gunakan W14 x 90
Perencanaan Kolom Luar
Keluar bidang: K = 1,0; P u = 440 k
Dalam bidang: P u = 440 + 660 = 1100 k, dan K x ditentukan dari kurva alinyemen.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

164

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Perkirakan dimensi kolom sedikit lebih besar dibandingkan jika kolom tersebut
memikul beban 1100 k (hal ini dilakukan karena portal dapat bergoyang sehingga
panjang efektif lebih besar dari panjang aktual).
Coba: W14 x 159 (A = 46,7 in2, I x = 1990 in4, r x = 6,38 in.)

Gatas =

1900 / 15
= 3,62
2100 / 30 x 0,5

(kekakuan balok dikalikan dengan 0,5 karena portal dapat bergoyang dan salah satu
ujung balok adalah sendi)

Gambar 7.10 Kemungkinan Penambahan Portal

G bawah = 10
K x = 2,40
K x Lx (2,40)(12 x 15)
=
= 67,71
rx
6,38
c F cr = 24,04 ksi
P u = (24,04)(46,7) = 1122,7 k > 1100 k
Gunakan W14 x 159

(memenuhi syarat)

Dalam contoh ini tidak diberikan faktor reduksi kekakuan (seperti yang
dijelaskan dalam Sub Bab 7.2) pada kolom dari portal ini. Spesifikasi LRFD Section
C2.2 menyatakan bahwa reduksi kekakuan akibat inelastisitas kolom diijinkan jika telah
diaplikasikan teori kolom yang bersandar pada kolom lain.
Hal yang dikuatirkan adalah jika ada penambahan portal dan penerapan teori
kolom yang bersandar. Jika kita mempunyai gedung (diberikan dalam garis penuh pada
Gambar 7.10) dan mengingikan penambahan portal (diberikan oleh garis putus pada
Gambar 7.10), maka kita akan berargumentasi bahwa portal lama akan mengikat portal
yang baru sehingga kita dapat terus menambahkan portal kearah samping tanpa adanya
pengaruh pada portal asal. Kenyataannya, kolom yang baru akan menyebabkan kolom
asal runtuh.

7.4 Pelat Landasan untuk Kolom dengan Beban Konsentris


Tegangan tekan rencana dalam beton atau tipe pondasi lain jauh lebih kecil dari pada
tegangan yang terjadi pada kolom baja. Jika kolom baja ditumpu oleh pondasi, maka
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

165

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

beban kolom harus disebar pada luas pondasi yang cukup sehingga terhindar dari
tegangan yang berlebihan. Beban dari kolom baja ditransfer melalui pelat landasan baja
ke pondasi dibawahnya.
Pelat landasan untuk kolom baja dapat dilas langsung atau dengan alat
penyambung lain seperti baut atau dilas dengan profil siku. Metoda penyambung ini
diberikan dalam Gambar 7.11. Pelat landasan yang dilas langsung dengan kolom dapat
dilihat dalam bagian (a). Untuk kolom yang kecil, pelat landasan ini dapat dilas pada
kolom di bengkel, tetapi untuk kolom yang besar pengelasan ini lebih cocok dilakukan
dilapangan. Selanjutnya kolom ini diangkur pada pondasi dengan bantuan siku. Tipe
sambungan ini diperlihatkan dalam bagian (b).

(a)

(b)
Gambar 7.11 Pelat Landasan Kolom

Tahapan kritis dalam pelaksanaan bangunan baja adalah akurasi penempatan


posisi pelat landasan. Jika pelat tidak ditempatkan pada elevasi yang tepat maka akan
terjadi perubahan tegangan pada balok dan kolom. Salah satu dari tiga metoda berikut
dapat digunakan untuk menempatkan kolom pada posisi yang tepat: pelat pembantu
penyetara ketinggian, baut pembantu penyetara ketinggian, atau pelat landasan
tambahan. Artikel dari D. T. Ricker, Some Practical Aspects of Column Bases,
Engineering Journal, AISC, 26, no. 3 (3rd quarter, 1989), pp. 81 89 memberikan
penjelasan detail mengenai ketiga metoda tersebut.
Untuk pelat landasan ukuran kecil dan sedang (s.d. 22 in.), perlu diberikan pelat
pembantu dengan tebal sekitar in dan dimensi yang sama atau lebih besar dari pelat
landasan yang dipasang pada lokasi. Selanjutnya kolom dengan pelat landasannya
disambungkan pada pelat pembantu tersebut.
Karena pelat pembantu ini tidak terlalu berat, maka dapat dikerjakan secara
manual oleh kontraktor pekerjaan pondasi. Untuk pemasangan pelat landasan yang
besar diperlukan derek atau crane dan hal ini dilakukan oleh kontraktor pekerjaan baja.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

166

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Untuk pelat landasan dengan dimensi sampai dengan 36 in, diperlukan baut
pembantu penyetara ketinggian. Untuk menjamin kestabilan selama pelaksanaan, baut
ini paling sedikit harus dipasang pada empat angkur.
Jika pelat landasan lebih besar dari 36 in, kolom dengan pelat landasan yang
sudah terpasang akan terlalu berat dan jika pelat landasan dipasang dibengkel akan
timbul kesulitan dalam pengangkutan ke lapangan. Dalam hal ini akan lebih baik jika
pelat landasan dikirim ke lapangan dan dipasang di lapangan. Untuk penyetaraan
ketinggian dapat digunakan baji dari material baja.
Untuk pelat landasan yang sangat besar dan berat, perlu dibuatkan portal dari
baja siku sebagai tumpuan pelat. Portal tersebut secara hati-hati dipasang pada elevasi
yang direncanakan kemudian diisi dengan beton. Jika diperlukan permukaan beton
harus diratakan dan pelat landasan dipasang langsung diatasnya.
Kolom mentransfer beban ke tumpuan melalui pelat landasan. Jika luas beton
pendukung A 2 lebih besar dari pelat landasan A 1 , kekuatan beton akan lebih besar.
Dalam hal ini, beton disekitar luas kontak akan memberikan sokongan lateral pada
bagian beton yang mendapat beban secara langsung, sehingga beton yang dibebani
dapat memikul beban lebih besar lagi. Hal ini telah diperhitungkan dalam tegangan
rencana.
Panjang dan lebar pelat landasan biasanya diambil kelipatan genap dalam satuan
inci dan tebal kelipatan dari 1/8, , s.d. 1 in. Untuk memastikan bahwa beban kolom
tersebar merata pada pelat landasan maka kontak permukaan antara keduanya harus
baik. Penyiapan permukaan pelat landasan ditentukan dalam spesifikasi LRFD Section
M2.8. Disebutkan bahwa pelat landasan dengan tebal 2 in s.d. 4 in dapat dibuat lurus
dengan pengepresan. Pelat dengan tebal lebih besar dari 4 in, permukaan atasnya harus
diratakan supaya memenuhi syarat toleransi seperti yang diberikan dalam Tabel 1-19
dan 1-20, Part 1 manual LRFD dalam bagian yang berjudul Permissible Variations
form Flatness.
Jika terjadi kontak antara pelat landasan dan permukaan pondasi maka pelat
landasan tidak perlu diratakan. Pelat landasan dengan tebal lebih dari 4 in dan dilas
dengan penetrasi penuh, permukaannya tidak perlu ditempa. Jika finishin pelat
diharuskan mengikuti syarat yang akan dijelaskan dibawah ini, maka pelat harus
dipesan sedikit lebih tebal dari yang diperlukan karena akan terjadi pengurangan
dimensi pelat akibat pemotongan.
Mula-mula, kolom diasumsikan akan memikul beban sedang. Jika ternyata
beban sangat kecil, sehingga pelat sangat kecil, maka langkah perencanaan harus
direvisi seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Spesifikasi LRFD tidak menjelaskan secara khusus cara mendesain pelat
landasan untuk kolom. Metoda yang dijelaskan disini didasarkan pada contoh yang
diberikan dalam Part 11 manual LRFD.
Untuk menganalisa pelat landasaan dalam Gambar 7.12, kolom dianggap
meneruskan beban P u ke pelat landasan. Beban ini dianggap terdistribusi merata melalui
pelat landasan ke pondasi dengan tegangan sama dengan P u /A dimana A adalah luas
pelat landasan. Pondasi akan memberikan reaksi berupa dorongan dengan tegangan
P u /A dan cenderung melentur keatas seperti kantilever dengan jepit pada kolom seperti
yang ditunjukan dalam gambar. Tekanan ini juga cenderung mendorong pelat landasan
diantara flens kolom ke arah atas.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

167

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Berdasarkan Gambar 5.12, manual LRFD merekomendasikan bahwa momen


maksimum dalam pelat landasan terjadi pada jarak 0,08 b f dan 0,95d. Momen lentur
dihitung pada kedua penampang ini dan nilai terbesar digunakan untuk menentukan
tebal pelat yang diperlukan. Metoda ini hanya pendekatan karena sesungguhnya
tegangan pada pelat disebabkan oleh kombinasi lentur dalam dua arah.
Luas Pelat
Kuat rencana beton dibawah pelat landasan harus lebih besar atau sama dengan beban
yang dipikul. Jika pelat landasan menutupi seluruh luas tumpuan beton, kuat rencana ini
sama dengan c (0,60 untuk tumpuan diatas beton) dikalikan dengan kekuatan nominal
beton 0,85 f c dikalikan dengan A 1 (dimana f c adalah kuat tekan beton umur 28 hari
dalam ksi dan A 1 adalah luas pelat landasan).
Pu = c Pp = c (0,85 f c' A1 )
A1 =

(LRFD Pers. J9-1)

Pu
c 0,85 f c'

(7.3)
(7.4)

Jika tidak seluruh luas tumpuan beton ditutup oleh pelat landasan, beton
dibawah pelat, yang dikelilingi oleh beton diluar pelat landasan, akan lebih kuat. Untuk
situasi seperti ini spesifikasi LRFD J9b mengijinkan kuat rencana diatas ( 0,85 f c' A1 )
dan ditingkatkan dengan mengalikan A2 / A1 . A 2 adalah luas maksimum dari tumpuan
beton yang tidak tertutup pelat dimana secara geometris akan konsentris dengan luas
yang terbebani. Nilai A2 / A1 dibatas sebesar 2 seperti dinyatakan dalam rumus
berikut.

Pu = c Pp = c (0,85 f c' A1 )

A2
dengan
A1

A2
2
A1

(LRFD Pers. J9-2)

(7.5)

Kemudian
Pu

A1 =

c (0,85 f A1
'
c

A2
A1

dengan

A2
tidak boleh > 2
A1

(7.6)

A 1 tidak boleh lebih kecil dari tinggi profil kolom dikalikan dengan lebar
flensnya.
A1 = bfd

(7.7)

Setelah nilai A 1 dikontrol seperti diatas, dimensi pelat B dan N (diperlihatkan


dalam Gambar 7.12) ditentukan sampai 1 atau 2 in yang terdekat, sehingga nilai m dan n
dalam gambar hampir sama. Prosedur ini akan membuat momen kantilever pada kedua

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

168

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

arah hampir sama besar dan hal ini dapat mempertahankan tebal pelat yang minimum.
Kondisi m = n dapat dipenuhi jika persamaan berikut dipenuhi.
(7.8)
N A1 +
dimana A 1 = luas pelat = BN
= 0,5(0,95d 0,80b f )
B

A1
N

(7.9)
(7.10)
(7.11)

Tebal Pelat
Untuk menentukan tebal pelat yang diperlukan, momen diambil dalam dua arah seolaholah pelat terlentur keatas dengan dimensi m dan n. Berdasarkan Gambar 7.12, berikut
ini diberikan momen pada kedua penampang kritis dengan meninjau lebar pelat 1 in.
P m2
Pu
(7.12)

(m)(m / 2) = u
2 BN
BN
Pu n 2
Pu

(n)(n / 2) =
2 BN
BN

(7.13)

Gambar 7.12 Pelat Landasan

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

169

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Kuat rencana momen pelat per in. harus lebih besar atau sama dengan momen
terbesar dari dua momen tersebut. Dalam bab selanjutkan akan dibahas bagaimana
menghitung kuat rencana momen. Untuk pelat, kuat rencana momen adalah
(7.14)
Fy (t 2 / 4)
dimana t adalah tebal pelat dan = 0,90.
Samakan persamaan diatas dengan momen maksimum yang telah dihitung, sehingga
didapat tebal pelat yang diperlukan.

Pu n 2
t 2 Pu m 2
Fy =
atau
4 2 BN
2 BN
t=m

(7.15)

2 Pu
2 Pu
atau n
0,90 Fy BN
0,90 Fy BN

(7.16)

Jika beban yang bekerja pada pelat landasan kecil, seperti untuk kolom pada
bangunan yang tidak tinggi, maka metoda perencanaan yang dijelaskan diatas akan
menghasilkan luas pelat landasan yang sangat kecil. Akibatnya, pelat landasan yang
diperlukan hanya diperlukan sedikit diluar profil kolom dan momen yang dihitung dan
tebal pelat akan sangat kecil sehingga tidak praktis untuk dipasang.
Beberapa masalah untuk menyelesaikan masalah tersebut telah diusulkan. Pada
tahun 1990 W. A. Thornton (dalam artikelnya: Design of Base Plates for Wide Flange
Columns A Concatenation of Methods, Engineering Journal, AISC, 27, no. 4 (4th
quarter, 1990), pp. 173-174) mengkombinasikan ketiga metoda menjadi satu prosedur
yang dapat diterapkan baik untuk pelat landasan yang mendapat beban ringan maupun
berat. Motoda ini digunakan dalam contoh perencanaan pelat landasan dalam Part 11
manual LRFD dan juga dalam contoh dari buku ini.
Thornton mengusulkan bahwa tebal pelat ditentukan dengan menggunakan nilai
terbesar dari m, n, atau n. Dia menamakan nilai terbesar ini dengan l.
l = maks (m, n, atau n)

(7.17)

Untuk menentukan n, perlu mensubstitusikan rumus berikut seperti yang telah


dijelaskan dalam artikelnya.

c Pp = c 0,85 f c' A1

c Pp = c f c' A1

A2
A1

untuk pelat yang menutup seluruh pedestal beton

dimana

A2
harus 2 untuk pelat yang tidak menutupi
A1

seluruh pedestal beton.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

170

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

4db f Pu
X =
2
(d + b f ) c Pp

2 X
1+ 1 X

n ' =

db f
4

(7.18)

(7.19)

(7.20)

Akhirnya, tebal pelat ditentukan dengan


t =l

2 Pu
0,90 Fy BN

(7.21)

Tiga contoh perencanaan pelat landasan diberikan dibawah ini. Contoh 7.4
memberikan ilustrasi perencanaan pelat landasan yang ditumpu pada luas permukaan
beton A 2 yang beberapa kali lebih besar dari A 1 . Dalam Contoh 7.5 suatu pelat landasan
dipikul oleh beton dengan luas yang sama besar dengan luas pelat.
Dalam Contoh 7.6 suatu pelat landasan ditumpu oleh beton yang 4 in lebih lebar
dari luas pelat. Artinya A 2 tidak dapat ditentukan sebelum A 1 dihitung. Jadi perlu proses
coba-coba dalam mendesain pelat landasan ini. Proses tersebut adalah sebagai berikut:
Pu
1. Hitung A1 =
c 0,85 f c'
2. Hitung A2 = ( B + 4)( N + 4)
Pu
A dari langkah 1
3. A 1 dapat dihitung dari
dan nilai yang dipilih
= 1
A2
A2
'
c 0,85 f c
A1
A1
untuk B dan N.
4. Nilai A 2 yang ditentukan dari langkah 2 telah berubah sehingga harus
mengulangi langkah 2 dan 3 sampai didapat perubahan A 1 yang tidak terlalu
besar.

Contoh 7.4
Rencanakan pelat landasan dengan A36 untuk kolom W12 x 65 (F y = 50 ksi) dengan
beban aksial terfaktor P u = 720 k. Kolom ini ditumpu oleh pondasi beton dengan kuat
tekan f c' = 3 ksi. Asumsi dimensi pondasi adalah 9 ft x 9 ft.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 65 (d = 12,12 in, b f = 12,00 in)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

171

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

A 2 = (12 x 9)(12 x 9) = 11.664 in2


n = 2,70 in

0,80 bf = 9,60 in

n = 2,70 in

m = 2,24 in

N = 16 in
d = 12,12 in

0,95 d = 11,51 in

m = 2,24 in

bf = 12,00 in
B = 15,00 in

Gambar 7.13 Dimensi Pelat Landasan untuk Contoh 7.4

Menentukan luas pelat landasan yang diperlukan


Asumsikan luas beton jauh lebih besar dari luas pelat landasan, misalnya
A2 / A1 2
Pu
720
=
= 25,3 in 2
(
0
,
6
)(
0
,
85
)(
3
)(
2
)
A
c 0,85 f c' 2
A1
Kontrol

A2
11.664
=
= 7,04 > 2 (memenuhi)
A1
235,3
Pelat landasan harus lebih besar atau sama dengan luas kolom
A 1 = db f = (12,12)(12,00) = 145,44 in2
Optimasi dimensi pelat landasan

=
N=

0,95d 0,8b f
2

(0,95)(12,12) (0,8)(12,00)
= 0,957 in
2

A1 + = 235,3 + 0,957 = 16,30 in Ambil16 in

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

172

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

B=

A1 235,3
=
= 14,71 in. Ambil 15 in.
N
16

Menghitung tebal pelat landasan yang diperlukan

m=

n=

N 0,95d 16 0,95(12,12)
=
= 2,24 in
2
2

B 0,8b f
2

15 0,8(12,00)
= 2,70 in
2

c Pp = 0,6(0,85 f c' A1 )

A2
= (0,6)(0,85)(3)(16)(15)(2) = 734,4 k
A1

4db f Pu
(4)(12,12)(12,00) 720
=
= 0,980
X =
2
(12,12 + 12,00) 2 734,4
(d + b f ) c Pp

2 X
1+ 1 X

n ' =

db f
4

2 0,980
1 + 1 0,980

= 1,73 > 1,0 Gunakan 1,0

1 (12,12)(12,00)
= 3,01 in
4

l = maks (m, n, n) = 3,01 in


t =l

2 Pu
(2)(720)
= 3,01
= 1,30 in
0,90 Fy BN
(0,9)(36)(15)(16)

Gunakan PL 1 x 15 x 1 ft 4 in.

Contoh 7.5
Rencanakan pelat landasan dengan A36 untuk kolom W12 x 152 (F y = 50 ksi) dengan
beban aksial terfaktor P u = 960 k. Kolom ini ditumpu oleh pondasi beton dengan kuat
tekan f c' = 3 ksi. Asumsi kan bahwa pelat landasan menutup seluruh permukaan
pondasi.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 152 (d = 13,71 in, b f = 12,48 in)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

173

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

A1 =

Pu
960
=
= 627,5 in 2
'
c 0,85 f c (0,6)(0,85)(3)

A 1 = (13,71)(12,48) = 171,1 in2


Optimasi dimensi pelat landasan

0,95d 0,8b f
2

N=

B=

(0,95)(13,71) (0,8)(12,48)
= 1,52 in
2

A1 + = 627,5 + 1,52 = 26,57 in Ambil127 in

A1 627,5
=
= 23,24 in. Ambil 24 in.
N
27

Menghitung tebal pelat landasan yang diperlukan

m=

n=

N 0,95d 27 0,95(13,71)
=
= 6,99 in
2
2

B 0,8b f
2

15 0,8(12,48)
= 7,01 in
2

c Pp = 0,6(0,85 f c' A1 ) = (0,6)(0,85)(3)(27)(24) = 991,4 k


4db f Pu
(4)(13,71)(12,48) 960
=
= 0,966
X =
2
(13,71 + 12,48) 2 991,4
(d + b f ) c Pp

2 X
2 0,966
=
= 1,66 > 1,0 Gunakan 1,0
1 + 1 X 1 + 1 0,966

n ' =

db f
4

1,0 (13,71)(12,48)
= 3,27 in
4

l = maks (m, n, n) = 7,01 in

t =l

2 Pu
(2)(960)
= 7,01
= 2,12 in
0,90 Fy BN
(0,9)(36)(24)(27)

Gunakan PL2 x 24 x 2 ft 3 in dengan pedestal beton 24 in x 27 in

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

174

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Contoh 7.6
Ulangi Contoh 7.5 jika kolom dipikul diatas pedestal beton yang lebih besar 4 in setiap
sisi pelat landasan.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 152 (d = 13,71 in, b f = 12,48 in)
Jika pedestal mempunyai luas yang sama dengan pedestal, A 1 dihitung dengan
cara berikut.
A1 =

Pu
960
=
= 627,5 in 2
'
c 0,85 f c (0,6)(0,85)(3)

A 1 = (13,71)(12,48) = 171,1 in2


Jika dicoba dimensi pelat 25 x 26 (A 1 = 650 in2), luas pedestal A 2 akan sama
dengan (25 + 4)(26 + 4) = 870 in2. Maka
A2
870
=
= 1,16
A1
650
dan

Pu

A1 =

960
= 540,9 in 2
(0,6)(0,85)(3)(1,16)

A2
A1
Coba pelat 23 x 24 (A 1 = 552 in2), luas pedestal menjadi (23 + 4)(24 + 4) = 756
in2 dan A2 / A1 = 756 / 540,9 = 1,18. Jadi tidak mengubah A 1 terlampau besar,
sehingga tidak perlu iterasi untuk mendapatkan A1 yang baru.

c 0,85 f c'

Optimasi dimensi pelat landasan

=
N=

B=

0,95d 0,8b f
2

(0,95)(13,71) (0,8)(12,48)
= 1,52 in
2

A1 + = 540,9 + 1,52 = 24,78 in Ambil125 in

A1 540,9
=
= 21,6 in. Ambil 22 in.
N
25

Gunakan pedestal 26 x 29

A2
=
A1

(26)(29)
= 1,17 Jadi tidak ada berubah.
(22)(25)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

175

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

Menghitung tebal pelat landasan yang diperlukan

m=

n=

N 0,95d 25 0,95(13,71)
=
= 5,99 in
2
2

B 0,8b f
2

22 0,8(12,48)
= 6,01 in
2

c Pp = 0,6(0,85 f c' A1 )

A2
26 x 29
= (0,6)(0,85)(3)(22 x 25)
= 984,6 k
A1
22 x 25

4db f Pu
(4)(13,71)(12,48) 960
=
= 0,973
X =
2
(13,71 + 12,48) 2 984,6
(d + b f ) c Pp

2 X
2 0,973
=
= 1,69 > 1,0 Gunakan 1,0
1 + 1 X 1 + 1 0,973

n ' =

db f
4

1,0 (13,71)(12,48)
= 3,27 in
4

l = maks (m, n, n) = 6,01 in

t =l

(2)(960)
2 Pu
= 6,01
= 1,97 in
(0,9)(36)(22)(25)
0,90 Fy BN

Gunakan PL2 x 22 x 2 ft 1 in dengan pedestal beton 26 in x 29 in

Kekangan Momen pada Dasar Kolom


Perencana seringkali menginginkan kekangan momen pada dasar kolom. Sebelum
membahas topik ini, diperlukan pengetahuan tentang perencanaan las dan sambungan
momen yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Topik mengenai kekangan momen
pada dasar kolom diberikan dalam apendik.

Kumpulan Soal
7.1 Pilih profil W12 untuk kolom AB dalam Gambar S7.1 jika P u = 1100 k. Gunakan
baja 50 ksi. Dimensi kolom diatas dan bawah AB hampir sama dengan kolom AB.
Tinjau hanya perilaku dalam bidang portal. Goyangan dikekang dan salah satu
ujung balok dikekang terhadap rotasi. (a) Asumsikan perilaku kolom elastis. (b)
Asumsikan perilaku kolom inelastis. (Jawab: W12 x 106, W12 x 96).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

176

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

14 ft
W21 x 68

W21 x 68
14 ft

W21 x 68

W21 x 68
B
14 ft

28 ft

28 ft

Gambar S7.1 Sebagian dari Portal untuk Soal 7.1

7.2 Ulangi Soal 7.1 jika F y = 36 ksi.


7.3 Ulangi Soal 7.1 jika digunakan W14. (Jawab: W14 x 109, W14 x 99)
7.4 Pilih profil W14 untuk kolom CD dalam Gambar S7.4 jika P u = 1330 k. Gunakan
baja 50 ksi. Dimensi kolom diatas dan bawah CD hampir sama dengan kolom CD.
Tinjau hanya perilaku dalam bidang portal. Goyangan tidak dikekang dan salah satu
ujung balok dikekang terhadap rotasi. (a) Asumsikan perilaku kolom elastis. (b)
Asumsikan perilaku kolom inelastis.

15 ft
W24 x 84

W24 x 84
15 ft

W24 x 84

W24 x 84
D
15 ft

36 ft

36 ft

Gambar S7.4 Sebagian dari Portal untuk Soal 7.4

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

177

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

7.5 Pilih profil W12 untuk kolom pada Gambar S7.5 dengan baja 50 ksi dan penentuan
faktor K inelastis. Ujung atas dan bawah dari kolom dikekang terhadap goyangan
keluar bidang sehingga K = 1,0 dalam arah tersebut. Goyangan dalam bidang portal
dimungkinkan. Rencanakan kolom kanan dengan menggunakan K = 1,0 dan kolom
sebelah kiri dengan K ditentukan dari kurva alinyemen dan P u = 1900 k. Salah satu
ujung dari balok dihubungkan secara kaku pada kolom kiri dan sambungan sendi
pada kolom kanan. (Jawab: W12 x 96, W12 x 210)

Gambar S7.5 Portal untuk Soal 7.5

7.6 Ulangi Soal 7.5 jika P u = 1000k pada setiap kolom dan baja A36.
7.7 Semua kolom dalam Gambar S7.7 pada ujung atas dan bawah ditahan terhadap
goyangan keluar bidang sehingga K = 1,0 pada arah tersebut. Goyangan dalam
bidang portal dimungkinkan. Rencanakan kolom interior dengan asumsi K = 1,0 dan
kolom luar dengan K ditentukan dari kurva alinyemen. Data lain: P u = 2000 k, F y =
50 ksi, dan profil yang dipakai dari seri W14. (Jawab: W14 x 193, W14 x 233)

Gambar S7.7 Portal untuk Soal 7.7

7.8 Ulangi Soal 7.7 dengan F y = 36 ksi.


Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

178

BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN

7.9 Balok dalam Gambar S7.9 dihubungkan secara kaku pada kolom luar sedangkan
sambungan lainnya berupa sendi. Semua kolom pada ujung atas dan bawah ditahan
terhadap goyangan keluar bidang sehingga K = 1,0 pada arah tersebut. Goyangan
dalam bidang portal dimungkinkan. Rencanakan kolom interior dengan asumsi K =
1,0 dan kolom luar dengan K ditentukan dari kurva alinyemen. Data lain: P u = 1625
k, F y = 50 ksi, dan profil yang dipakai dari seri W14. (Jawab: W14 x 90, W14 x
193)

Gambar S7.9 Portal untuk Soal 7.9

7.10 Ulangi Soal 7.9 dengan menggunakan F y = 36 ksi.


7.11 Rencanakan pelat landasan untuk kolom W14 x 82 dengan baja A36. Beban yang
bekerja P D = 120 k dan P L = 460 k. Kekuatan beton 28 hari adalah 3 ksi. Dimensi
pondasi 11 ft x 11 ft. (Jawab: PL 1 x 15 x 1 ft 8 in.)
7.12 Rencanakan pelat landasan untuk kolom W12 x 106 dengan baja A36. Beban yang
bekerja P D = 100 k dan P L = 420 k. Kekuatan beton 28 hari adalah 4 ksi. Dimensi
pondasi 12 ft x 12 ft.
7.13 Ulangi Soal 7.12 jika kolom ditumpu pada pedestal berukuran 28 in x 28 in.
(Jawab: PL 1 x 13 x 1 ft 4 in).
7.14 Rencanakan pelat landasan kolom W14 x 120 baja A36. Kolom memikul beban
aksial P u = 960 k. Dimensi pedestal 10 ft x 10 ft dan f c = 3 ksi.
7.15 Rencanakan pelat landasan kolom W14 x 90 dengan P u = 650 k, jika mutu baja
A36 dan f c = 3 ksi. Asumsikan kolom dipikul oleh pedestal yang lebih besar
dibandingkan pelat landasan yaitu 6 in lebih lebar pada setiap sisi. (Jawab: PL 1
x 18 x 1 ft 6 in., pedestal 24 x 24).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

179

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Tujuan Pembelajaran Umum:


Mengenalkan dan membahas detil tentang sambungan baut pada sambungan sentris.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Memberikan pembekalan pada mahasiswa agar mempunyai kompetensi untuk
merancang sambungan baut batang aksial dengan beban sentris. Berbagai tipe
sambungan dan juga baut dibahas untuk memberikan tipe sambungan yang paling
ekonomis dan mudah dilaksanakan karena harus menyesuaikan dengan kondisi
lapangan dan juga kemampuan pekerja.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

180

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.1
Pendahuluan
Untuk waktu yang cukup lama metoda sambungan dengan rivet untuk struktur baja
banyak digunakan. Sekarang ini penggunaan rivet berkurang karena keunggulan metoda
sambungan las dan baut mutu tinggi.
Penggunaan baut pada struktur baja dapat mempercepat proses pelaksanaan dan
tidak memerlukan kemampuan tinggi bagi pekerja dibandingkan dalam sambungan rivet
dan las. Hal ini menyebabkan struktur baja dengan sambungan baut lebih ekonomis.

8.2
Jenis Baut
Ada beberapa jenis baut yang dapat digunakan sebagai sambungan dalam struktur baja.
Beberapa jenis baut tersebut antara lain adalah unfinished bolt atau baut biasa. Baut
ini dikelompokkan oleh ASTM dalam A307 yang terbuat dari baja karbon dengan sifat
tegangan-regangan yang hampir sama dengan baja A36. Diameter dari baut ini
bervariasi antara 5/8 s.d. 1 in dengan interval diameter 1/8 in.
Baut A307 umumnya mempunyai kepala persegi dan nuts untuk mengurangi
harga, tetapi kepala berbentuk heksagonal juga sering digunakan karena penampilannya
lebih menarik, mudah diputar dan mudah digenggam dengan alat putar, serta
memerlukan lebih sedikit ruang putar. Baut jenis ini mempunyai toleransi yang cukup
besar dalam dimensi leher dan ulirnya, oleh karena itu kuat rencana baut ini jauh lebih
rendah dari pada baut mutu tinggi. Baut A307 umumnya digunakan pada struktur ringan
dengan beban static dan untuk elemen sekunder seperti gording, girt, pengaku, platform,
rangka kecil, dll.
Perencana umumnya akan menggunakan baut biasa untuk sambungan dan bukan
baut mutu tinggi. Kekuatan dan kelebihan dari baut biasa telah sejak lama tidak
diperhatikan. Analisa dan perencanaan sambungan dengan baut A307 diperlakukan
sama seperti sambungan rivet kecuali dalam hal tegangan ijin.
Baut mutu tinggi dibuat dari karbon medium baja yang dipanaskan dan dari baja
alloy dengan kekuatan tarik dua kali atau lebih dari baut biasa. Pada dasarnya ada dua
jenis baut mutu tinggi, baut A325 (dari baja karbon medium yang dipanaskan) dan baut
A490 dengan kekuatan yang lebih tinggi (dari baja alloy yang dipanaskan). Baut mutu
tinggi digunakan pada seluruh jenis bangunan mulai dari bangunan kecil hingga
bangunan tingkat tinggi serta jembatan. Baut jenis ini dikembangkan akibat kelemahan
tarik pada leher baut biasa setelah proses pendinginan. Gaya tarik yang dihasilkan tidak
cukup kuat untuk membuat baut dalam posisi semua/diam akibat beban getaran. Baut
mutu tinggi harus dikencangkan lebih kuat hingga mempunyai tegangan tarik bagian
yang disambung terikat kuat antara kepala baut dan nuts, dan beban ditransfer oleh
gesekan.
Kadang-kadang baut mutu tinggi dibuat dari baja A449 untuk ukuran yang lebih
besar dari 1 in diameter baut A325 dan A490. Baut dengan ukuran lebih besar
digunakan pula sebagai baut angkur mutu tinggi dan batang berulir dengan diameter
yang bervariasi.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

181

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.3
Sejarah Baut Mutu Tinggi
Kinerja dan lebih ekonomisnya sambungan dengan baut mutu tinggi akan lebih baik
dibandingan sambungan dengan rivet menyebabkan baut mutu tinggi lebih unggul
dalam metoda sambungan elemen struktur baja. Pada tahun 1934, C. Batho dan E. H.
Bateman menyatakan bahwa baut mutu tinggi memberikan hasil cukup baik pada
struktur baja, tetapi baru pada tahun 1947 dapat diakui setelah terbentuknya Research
Council on Riverted and Bolted Structural Joints of the Engineering Foundation.
Kelompok ini menerbitkan peraturan pertama tahun 1951, dan baut mutu tinggi diterima
oleh ahli teknik bangunan dan jembatan untuk beban statik dan dinamik dengan cepat.
Baut ini tidak hanya digunakan pada sambungan di lapangan tetapi juga di bengkel.
Sambungan dengan baut dan nut tidak terlalu menunjukan hasil yang baik
terutama akibat beban getaran karena nut seringkali longgar dan perlu diganti. Untuk
beberapa tahun sebelum ditemukan baut mutu tinggi, baut biasa ini dilengkapi dengan
pengunci nut, tetapi dengan baut mutu tinggi memberikan solusi yang sangat baik.

8.4
Kelebihan Baut Mutu Tinggi
Kelebihan dari baut mutu tinggi adalah:
1. Pekerja lebih sedikit dibandingkan dalam pemasangan sambungan dengan rivet.
2. Dibandingkan sambungan rivet, untuk memberikan kekuatan yang sama
diperlukan baut mutu tinggi lebih sedikit.
3. Sambungan yang baik dengan baut mutu tinggi tidak memerlukan tenaga yang
dilatih terlalu tinggi dibandingkan dengan sambungan baut atau rivet dengan
mutu sambungan yang sama. Cara pemasangan baut mutu tinggi yang baik dapat
dipelajari hanya dalam beberapa jam.
4. Tidak diperlukan baut bantu pelaksanaan (erection bolt) dan harus dilepaskan
kembali (tergantung peraturan yang digunakan) dibandingkan pada sambungan
las.
5. Kebisingan yang ditimbulkan tidak seperti pada sambungan rivet.
6. Peralatan yang diperlukan untuk membuat sambungan baut lebih murah.
7. Tidak menimbulkan bahaya kebakaran atau terlemparnya rivet yang masih
panas.
8. Sambungan dengan baut mutu tinggi memberikan kekuatan fatik yang lebih
tinggi dibandingkan sambungan rivet dan las.
9. Jika perlu perubahan bentuk struktur akan lebih mudah hanya dengan membuat
baut dibandingkan dengan sambungan las dan rivet.

8.5
Baut Snug-Tight dan Tarikan Penuh
Tergantung pada kekuatan ikatannya, baut mutu tinggi dikelompokan menjadi snugtight atau tarikan penuh (fully tensioned).
Pada umumnya baut mutu tinggi dikencangkan secara snug-tight. Kondisi snugtight adalah jika semua bagian yang tersambung saling kontak. Ikatan snug-tight ini
didapat dengan kekuatan penuh seorang pekerja dengan menggunakan kunci pemutar
atau dengan kunci pemukul. Tentu saja akan terjadi variasi dalam derajat ikatan yang

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

182

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

dihasilkan. Dalam gambar rencana dan pelaksanaan, baut snug-tight harus secara jelas
dituliskan.
Jika pada baut snug-tight diberikan beban maka dapat terjadi sedikit geseran,
karena lubang sedikit lebih besar dari pada leher baut. Akibatnya sebagian sambungan
akan menumpu pada baut. Hal ini sangat tidak diinginkan dalam kondisi fatik dimana
beban berubah secara konstan.
Untuk kondisi fatik dan untuk sambungan yang mendapat beban tarik,
diinginkan menggunakan sambungan yang tidak akan mengalami geseran dan
dinamakan sambungan geser-kritis (slip-critical connection). Untuk mencapai kondisi
seperti ini baut harus dikencangkan hingga mencapai kondisi tarik penuh dimana baut
akan mendapat gaya tarik yang sangat besar.
Proses penarikan penuh cukup mahal, oleh karena itu perlu diperiksa kondisi
pengencangan yang diinginkan. Jadi jenis ini harus digunakan pada kondisi yang
diperlukan saja yaitu jika beban kerja menimbulkan perubahan tegangan sehingga
menghasilkan fatik. Peraturan LRFD Section J1.11 memberikan sambungan-sambungan
yang harus dibuat dengan baut tarikan penuh, termasuk sambungan untuk tumpuan
mesin atau beban hidup yang menghasilkan kejut dan beban bolak-balik; sambungan
kolom dengan tinggi lebih dari 200 ft; sambungan balok pada kolom atau balok anak
pada balok utama; dll. Untuk kasus lain cukup digunakan baut mutu tinggi snug-tight
(tipe tumpu) atau baut biasa A307.
Baut snug-tight mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan baut tarikan
penuh. Seorang pekerja dapat mengencangkan baut pada kondisi snug-tight dengan alat
kunci pemutar biasa atau hanya dengan beberapa pukulan pada kunci pengencang.
Pelaksanaannya sangat mudah dan hanya memerlukan pemeriksaan visual. (Pada baut
tarikan penuh pemeriksaan tidak dapat dilakukan secara visual). Baut snug-tight dapat
dipasang dengan kunci listrik, sehingga tidak diperlukan kompresor udara dilapangan.
Jadi penggunaan baut snug-tight akan menghemat waktu dan uang serta lebih aman
dibandingkan dengan baut tarikan penuh.
Tabel 8.1 yang diambil dari Peraturan LRFD Tabel J3.1 memberikan gaya tarik
yang diperlukan untuk sambungan slip-resistant dan sambungan yang mendapat gaya
tarik langsung. Untuk mencapai kondisi tarikan penuh pada baut A325 dan A490 harus
dikencangkan hingga minimal 70% dari kekuatan tarik minimumnya.
Kontrol kualitas dari A325 dan A490 lebih ketat dibandingkan untuk baut A449.
Oleh karena itu baut A449 tidak dapat digunakan sebagai sambungan slip-resistant.
Meskipun disadari bahwa akan terjadi pergeseran pada sambungan baut mutu
tinggi dibandingkan pada sambungan rivet (karena rivet yang dipasang pada kondisi
panas akan mengisi lubang secara penuh), sambungan dengan baut mutu tinggi tarikan
penuh menunjukkan pergeseran yang lebih kecil untuk kondisi beban yang sama.
Nut yang digunakan pada baut mutu tinggi tarikan penuh tidak memerlukan
aturan khusus untuk kuncian. Begitu baut terpasang dengan pengencangan yang cukup
untuk menghasilkan tarikan yang diperlukan, hampir tidak ada kemungkinan nut akan
menjadi longgar. Meskipun demikian, beban getaran yang besar akan menyebabkan
longgarnya nut. Jika kondisi ini terjadi, maka diperlukan dua buah nut atau cukup satu
buat nut yang dilas pada bautnya. Hal ini akan memberikan hasil yang baik.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

183

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.6
Cara Pengencangan Penuh Baut Mutu Tinggi
Cara pengencangan penuh baut mutu tinggi antara lain adalah: cara pemutaran nut
(turn-of-the-nut), cara pengencang kaliberasi (calibrated wrench), dan menggunakan
perencanaan baut alternatif dan indikator tarik langsung, yang diijinkan tanpa mengacu
pada peraturan LRFD.
Tabel 8.1 Gaya Tarik Baut yang Diperlukan untuk Sambungan Slip-Critical dan
Sambungan Menerima Tarik Langsung*
Dimensi Baut (in)
Baut A325
Baut A490
1/2
12
15
5/8
19
24
3/4
28
35
7/8
39
49
1
51
64
1 1/8
56
80
1 1/4
71
102
1 3/8
85
121
1 1/2
103
148
*Sama dengan 70% kuat tarik minimum baut

Cara Pemutaran Nut


Mula-mula baut dikencangkan hingga kondisi snug-tight kemudian dengan kunci kejut
diberikan putaran sepertiga hingga penuh, tergantung pada panjang dan kemiringan
pemukaan dibawah kepala baut dan nutnya. (Jumlah putaran dapat dikontrol dengan
memberikan tanda posisi snug-tight dengan cat).
Cara Kaliberasi Pengunci
Dalam cara ini baut dikencangkan dengan kunci kejut (impact wrench) yang diatur pada
putaran tertentu yang secara teoritis diperlukan untuk menarik baut dengan diameter
tertentu dan klasifikasi ASTM untuk mencapai tarikan yang diinginkan. Alat pengunci
harus dikaliberasi setiap hari dan digunakan washer yang lebih keras. Hal yang harus
diperhatikan adalah perlindungan baut dari kotoran dan kelembaban di lokasi pekerjaan.
Untuk lebih jelasnya disarankan mengacu pada Specification for Structural Joints
Using ASTM A325 or A490 Bolts dalam Part 6 dari Manual LRFD.
Indikator Tarik Langsung
Indikator tarik langsung (alat yang berasal dari Inggris) terdiri dari washer yang
diperkeras dan mempunyai salah satu permukaan yang berbentuk lengkung. Lengkung
ini akan menjadi lurus pada saat baut dikencangkan. Besar gap dapat diukur dari tarikan
baut. Untuk baut tarikan penuh besar gap ini harus sekitar 0,015 in. atau kurang.
Perencanaan Alat Penyambung Alternatif
Selain cara pengencangan baut yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa alternatif
desain alat penyambung yang cukup baik. Salah satunya adalah baut dengan dengan ulir
diperpanjang ada bagian ujungnya dan disebut twist-of bolt. Untuk mengencangkan
baut jenis ini diperlukan alat pengunci khusus.
Dalam metoda penarikan yang dijelaskan diatas tidak disebutkan pengencangan
baut maksimum yang dijinkan. Ini berarti bahwa baut boleh dikencangkan setinggi
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

184

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

mungkin tanpa mematahkan baut dan baut masih dapat bekerja. Perlu dicatat bahwa nut
lebih kuat dari pada baut dan baut akan patah sebelum nut.
Untuk kondisi fatik dimana elemen mengalami beban bolak balok yang konstan,
lebih baik digunakan sambungan tahanan geser (slip-resistant). Jika gaya yang akan
dipikul lebih kecil dari tahanan gesernya sehingga tidak ada gaya yang bekerja pada
baut, bagaimana mungkin keruntuhan fatik dapat terjadi pada baut? Sambungan slipresistant adalah kondisi batas layan yang didasarkan pada beban kerja. Untuk
sambungan slip-resistant beban kerja tidak diperbolehkan melebihi tahanan friksi yang
diijinkan.
Kondisi lain dimana sambungan slip-resistant lebih disarankan adalah baut yang
digunakan pada luas lubang yang jauh lebih besar dari yang seharusnya, sambungan
dimana baut digunakan dalam lubang slot dimana beban bekerja sejajar atau hampir
sejajar dengan slot, sambungan yang mendapat beban bolak-balik yang cukup
signifikan, dan sambungan dimana las dan baut menahan geser secara bersamaan pada
permukaan faying (faying surface yaitu luas gesrer antar elemen).

8.7

Sambungan Tipe Slip-Resistant (Tahanan Geser) dan Tipe Bearing


(Tumpu)
Jika baut mutu tinggi ditarik penuh maka elemen yang disambung akan terikat kuat satu
dengan lainnya. Ini akan menghasilkan tahanan geser pada permukaan kontak.
Kekuatannya sama dengan gaya ikat dikalikan dengan koefisien friksi.
Jika beban geser kurang dari kekuatan friksi ijin sambungan yang dihasilkan
disebut tahanan geser (slip-resistant). Jika beban yang bekerja lebih besar dari tahanan
geser maka elemen akan bergeser satu terhadap lainnya dan menimbulkan gaya geser
pada baut seperti pada Gambar 8.1.
Permukaan sambungan termasuk daerah sekitar washer, harus dibersihkan dari
kotoran. Bagian yang disambung tidak boleh mempunyai kemiringan lebih dari 1 : 20
terhadap kepala baut dan nut, kecuali digunakan washer yang mempunyai kemiringan.
Bidang kontak dari sambungan slip-resistant harus bebas dari minyak, cat, dan cairan.
(Sebenarnya cat boleh digunakan asalkan hasil uji membuktikan bahwa hal tersebut
tidak mengganggu fungsi).
Jika bidang kontak diberik galvanis, faktor slip akan berkurang sampai
separuhnya. Faktor slip akan meningkat jika bidang kontak disikat dengan kawat, tetapi
tidak berlaku jika sambungan mendapat beban konstan yang bersifat seperti perilaku
rangkak (creep).
Peraturan AASHTO 1989 memperbolehkan galvanis hot-dip jika permukaan
yang diselimuti dibersihkan dengan sikat kawat proses galvanis dan sebelum
pemasangan baja.
Peraturan ASTM mengijinkan proses galvanis pada baut A325 tetapi tidak pada
baut A490. Ada kemungkinan bahaya baja mutu tinggi ini menjadi getas akibat
hidrogen bereaksi dengan baja dalam proses galvanisasi.
Jika kondisi bidang kontak yang khusus (misalnya permukaan yang dibersihkan
dengan ledakan dimana diberikan pelindung khusus slip-resistant) digunakan untuk
meningkatkan slip-resistant, perencana boleh menaikkan nilai slip-resistant sesuai yang
diberikan oleh Research Council on Structural Joints dalam Part 6 manual LRFD.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

185

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.8
Sambungan Campuran
Baut seringkali digunakan bersamaan dengan las dan rivet (misalnya baut dipasang pada
sambungan rivet untuk meningkatkan daya dukungnya). Spesifikasi LRFD memberikan
aturan khusus untuk kasus seperti ini.
Kombinasi Baut dan Las
Untuk struktur baru, baut biasa A307 dan baut mutu tinggi yang direncanakan untuk
sambungan tumpu (bearing) atau snug-tight tidak boleh dianggap memikul beban
bersama-sama dengan las. (Sebelum kekuatan ultimate sambungan tercapai baut akan
bergeser, akibatnya las akan memikul sebagian besar beban yang sulit ditentukan).
Untuk kondisi demikian las harus didesain memikul seluruh beban.
Jika baut mutu tinggi direncanakan untuk kondisi kritis geser (slip-critical),
makabaut tersebut diijinkan untuk memikul beban bersamaan dengan las. Untuk kondisi
ini LRFD Commentary J1.9 menyatakan bahwa baut harus dikencangkan secara penuh
sebelum pengelasan dilakukan. Jika las dilakukan lebih dahulu, panas yang ditimbulkan
oleh las akan membuat sambungan mengalami distorsi sehingga tahanan kritis geser
dari baut yang diinginkan tidak tercapai. Jika baut dikencangkan secara penuh sebelum
pengelasan, panas dari las tidak akan mengubah sifat mekanis sambungan. Untuk kasus
seperti ini baut kritis geser dan las boleh diasumsikan memikul beban bersamaan.
Jika kita membuat perubahan pada struktur yang ada yang disambung dengan
baut tumpu atau baut snug-tight atau rivet, maka dapat diasumsikan bahwa geseran yang
akan terjadi telah terjadi sebelumnya. Jadi jika digunakan las dalam perubahan struktur
yang telah ada, las direncanakan dengan mengabaikan gaya yang akan ditimbulkan oleh
beban mati struktur yang telah ada.
Kombinasi Baut Mutu Tinggi dan Rivet
Baut mutu tinggi dapat dianggap bersama memikul beban dengan rivet untuk bangunan
baru atau menyambung pada bangunan yang sudah ada dan direncanakan sebagai geser
kritis (slip-critical). Daktilitas rivet mengijinkan kedua sambungan tersebut dianggap
bekerja bersama-sama.

8.9
Ukuran Lubang Baut
Selain ukuran lubang baut standar (STD) yaitu 1/16 in lebih besar dari diameter baut,
ada tiga jenis pembesaran lubang: lubang besar (oversized), slot pendek, dan slot
panjang. Lubang besar berguna dalam mempercepat pelaksanaan konstruksi baja.
Dengan lubang besar dapat memberikan ruang untuk kemiringan dalam pemasangan
portal untuk plambing. Penggunaan lubang yang tidak standar memerlukan persetujuan
perencana dan harus memenuhi persyaratan J3 dari Spesifikasi LRFD. Tabel 8-2 yang
sama dengan Tabel J3.3 LRFD memberikan dimensi nominal untuk beberapa
pembesaran lubang yang diijinkan untuk ukuran baut yang berbeda.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang boleh menggunakan lubang
diperbesar.
Lubang besar (oversized hole = OVS) dapat digunakan dalam semua pelat
penyambung selama beban yang bekerja tidak melebihi tahanan geser yang diijinkan.
OVS tidak boleh digunakan dalam sambungan tipe tumpu. Washer yang digunakan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

186

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

dalam OVS harus dibuat lebih keras dan washer tersebut ditempatkan diluar pelat
penyambung. Penggunaan OVS memberikan toleransi pelaksanaan yang besar.
Lubang slot pendek (short-slotted hole = SSL) dapat digunakan tanpa
memperhatikan arah kerja beban baik untuk sambungan kritis geser maupun tipe tumpu.
Jika beban bekerja dalam arah tegak lurus (antara 80 100o) terhadap slot, maka lubang
ini dapat digunakan dalam salah satu atau semua pelat penyambung tipe tumpu.
Diharuskan untuk menggunakan washer (yang diperkeras jika digunakan baut mutu
tinggi) pada lubang slot pendek pada bagian luar sambungan.
Tabel 8.2 Dimensi Lubang Nominal

Dia.
Baut
1/2
5/8
3/4
7/8
1
1 1/8

Standar
(dia.)
9/16
11/16
13/16
15/16
1 1/16
d + 1/16

Dimensi lubang
Oversize
Slot pendek
(dia.)
(lebar x panjang)
5/8
9/16 x 11/16
13/16
11/16 x 7/8
15/16
13/16 x 1
1 1/16
15/16 x 1 1/8
1 1/4
(d + 1/16)(d + 3/8)
d + 5/16

Slot panjang
(lebar x panjang)
9/16 x 1 1/4
11/16 x 1 9/16
13/16 x 1 7/8
15/16 x 2 3/16
1 1/16 x 2 1/2
(d + 1/16)(2,5 x d)

Lubang slot panjang (long-slotted hole = LSL) hanya boleh digunakan pada satu
bagian yang disambung dari sambungan tipe kritis geser atau tipe tumpu di salah satu
bidang kontak. Untuk sambungan kritis geser lubang jenis ini dapat digunakan dalam
segala arah, tetapi untuk sambungan tipe tumpu beban yang bekerja harus tegak lurus
(antara 80 100o) terhadap sumbu lubang slot. Jika lubang slot panjang digunakan pada
sisi luar maka harus ditutup dengan pelat washer atau batang menerus. Untuk
sambungan baut mutu tinggi washer atau batang tidak perlu diperkeras, tetapi washer
dan batang tersebut harus dibuat dari material bermutu struktural dan dengan tebal
minimum 5/16. Lubang slot panjang biasanya digunakan jika sambungan yang dibuat
terhadap struktur yang telah ada (existing structure) tidak diketahui dengan pasti posisi
elemen yang akan disambungkan.
Umumnya washer digunakan untuk mencegah penggerusan bagian yang
disambung pada saat baut dikencangkan. Hasil uji menunjukkan bahwa washer tidak
berperan dalam menyebarkan gaya cengkaram supaya lebih merata pada elemen yang
disambung kecuali jika digunakan lubang slot pendek dan panjang.

8.10 Transfer Beban dan Tipe Sambungan


Dalam bagian ini akan dibahas jenis sambungan baut yang mendapat beban aksial (yaitu
beban yang diasumsikan melalui pusat dari sekelompok baut. Pada sambungan jenis ini
diberikan penjelasan mengenai metoda transfer beban. Sambungan dengan beban
eksentris dijelaskan dalam buku lain sebagai lanjutan dari buku baja ini.
Gambar 8.1(a) memperlihatkan pelat yang disambung dengan grup baut snugtight. Artinya baut tidak dikencangkan sehingga tidak menekan kedua pelat. Jika
gesekan yang terjadi pada kedua pelat tidak terlalu besar maka pelat tersebut akan
bergeser akibat beban yang bekerja. Akibatnya beban akan memberikan gaya geser pada
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

187

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

baut pada bidang antara kedua pelat kemudian akan menekan dan membabani kedua sisi
baut seperti pada gambar. Baut seperti ini dikatakan mendapat geser tunggal dan tumpu
(atau tumpu terbuka). Baut harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan
beban kerja, dan elemen yang bertemu pada sambungan tersebut harus cukup kuat untuk
menahan baut dari patah geser.
Jika bukan digunakan baut snug-tight melainkan rivet, kondisinya akan berbeda
karena rivet yang dipasang pada kondisi panas akan menjadi dingin dan mencengkeram
elemen yang tersambung sehingga akan meningkatkan gesekan diantaranya. Akibatnya
sebagian besar beban ditransfer oleh gesekan/friksi. Gaya cengkeram yang dihasilkan
dalam sambungan rivet tidak terlalu dapat diandalkan sehingga umumnya peraturan
menganggap sambungan seperti ini seperti snug-tight tanpa tahanan friksi. Hal yang
sama diberlakukan untuk baut biasa A307 tidak dikencangkan.
Baut mutu tinggi dengan pengencangan penuh dikelompokan dalam kelas
tersendiri. Dengan metoda pengencangan yang telah dijelaskan sebelumnya akan
didapat gaya tarik baut yang dapat diandalkan dengan gaya cengkeram besar dan
tahanan friksi yang cukup besar untuk mencegak gelincir/slip. Jika beban yang
ditransfer lebih kecil dari tahanan friksi, seluruh gaya akan ditahan oleh friksi dan baut
tidak menerima geser atau tumpu. Jika beban lebih besar dari tahanan friksi maka akan
terjadi gelincir sehingga baut menerima geser dan tumpu.

Sambungan Lap
Sambungan dalam Gambar 8.1(a) disebut sambungan lap (lap joint). Sambungan jenis
ini mempuyai kelemahan yaitu p.g. dalam satu elemen tidak segaris dengan pusat gaya
dalam elemen lain. Akibatnya terjadi kopel yang menyebabkan lentur dalam sambungan
seperti diperlihatkan dalam gambar. Oleh karena itu, sambungan lap sebaiknya hanya
digunakan pada sambungan ringan, dan harus didesain dengan menggunakan paling
sedikit dua baut dalam arah sejajar panjang elemen untuk meminimalkan kemungkinan
keruntuhan akibat lentur.
Tumpu pada baut
P

P
P
P
Lentur pada
sambungan lap

P
Geser dua bidang baut

(a)
P/2

P/2
P

P
P/2

P/2
(b)

Gambar 8.1 (a) Sambungan Lap. (b) Sambungan Butt

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

188

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Sambungan Butt
Sambungan jenis ini untuk menggabungkan tiga elemen seperti pada Gambar 8.1(b).
Jika tahanan friksi antar elemen kecil, elemen akan tergelincir sedikit dan semua baut
akan menerima geser secara simultan pada dua bidang kontak diantaranya. Dengan
demikian baut dikatakan menerima geser ganda dan tumpu. Sambungan butt lebih
disukai dibandingkan sambungan lap karena:
1. Elemen disusun sedemikian sehingga gaya geser P terbagi dalam dua bagian,
sehingga gaya pada setiap bidang hanya menerima separuh dari beban geser
yang dipikul dengan sambungan lap. Secara teoritis, kemampuan memikul
beban dari kelompok baut dalam geser ganda akan dua kali dari baut dalam
geser tunggal.
2. Kondisi pembebanan lebih simetris. Kenyataannya, sambungan butt hanya
memberikan kondisi simetris jika dua elemen luar mempunyai ketebalan dan
menahan beban yang sama. Hal ini dapat mereduksi atau menghilangkan lentur
yang terjadi pada sambungan lap.
Sambungan Bidang Ganda
Dalam sambungan ini baut menerima geser tunggal tetapi momen lentur dapat dicegah.
Sambungan ini terjadi pada struktur penggantung Gambar 8.2(a) yang menyebabkan
baut menerima geser tunggal pada dua yang berbeda.

(a)

(b)

Gambar 8.2 (a) Sambungan Penggantung. (b) Baut Menerima Geser Lebih dari Dua Bidang

Lain-lain
Sambungan dengan baut umumnya terdiri dari sambungan lap atau butt atau kombinasi
dari keduanya, meskipun masih ada sambungan jenis lain. Misalnya kadang-kadang
harus menyambung tiga elemen sehingga baut menerima geser lebih dari dua bidang
seperti dalam Gambar 8.2(b). Meskipun baut pada sambungan ini menerima geser lebih
dari dua bidang, dalam praktek perhitungan kekuatan hanya dihitung untuk dua bidang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

189

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

geser. Secara fisik tidaklah mungkin keruntuhan geser terjadi pada tiga atau lebih
bidang geser secara simultan.

8.11 Keruntuhan Sambungan Baut


Gambar 8.3 memperlihatkan beberapa jenis keruntuhan yang dapat terjadi pada baut.
Untuk dapat mendesain sambungan dengan baik perlu dipahami kemungkinan
keruntuhan ini dan dijelaskan dibawah ini.
1. Kemungkinan keruntuhan pada sambungan lap akibat geser baut pada bidang
antara elemen (geser tunggal) seperti pada Gambar 8.3(a).
2. Kemungkinan keruntuhan tarik pada salah satu pelat melalui lubat baut seperti
pada Gambar 8.3(b).
3. Kemungkinan keruntuhan baut dan/atau pelat akibat geser antara keduanya
seperti diberikan dalam Gambar 8.3(c).
4. Kemungkinan keruntuhan akibat geser bagian elemen yang disambung seperti
pada Gambar 8.3(d).
5. Kemungkinan keruntuhan geser pada baut melalui dua bidang pelat (geser
ganda) seperti pada Gambar 8.3(e).

P
P

P
P

(a)
(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 8.3 (a) Keruntuhan Geser Tunggal Dalam Baut. (b) Keruntuhan Tarik Dalam Pelat.
(c) Keruntuhan Pelat. (d) Keruntuhan Geser Pelat Dibelakang Baut.
(e) Keruntuhan Geser Ganda dari Sambungan Butt

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

190

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.12 Jarak Antara dan Jarak Sisi Baut


Sebelum membahas cara menentukan jarak antar baut minimum dan jarak sisi, berikut
ini diberikan penjelasan beberapa istilah dengan mengacu pada Gambar 8.4.
Pitch adalah jarak dari pusat-ke-pusat baut dalam arah sejajar sumbu elemen.
Gage adalah jarak dari pusat-ke-pusat baut tegak lurus terhadap sumbu elemen.
Jarak sisi adalah jarak dari pusat baut ke sisi elemen.
Jarak antar baut adalah jarak terpendek antara baut pada gage yang sama atau
berlainan.
g

p
p
p

p
p p

p = pitch
g = gage

g
g

Gambar 8.4

Notasi Dalam Sambungan Baut

Jarak Antara Minimum


Baut harus dipasang pada jarak tertentu untuk mendapatkan pemasangan yang efisien
dan mencegah keruntuhan tumpu dari elemen diantara bautnya. Spesifikasi LRFD J3.3
memberikan jarak minimum pusat-ke-pusat untuk lubang standar, luban diperbesar, atau
lubang slot yaitu diameternya tidak boleh kurang dari 22/ 3 (dan lebih disarankan diamter
3 in.). Hasil uji menunjukkan bahwa kekuatan tumpu berbanding lurus dengan 3d pusatke-pusat hingga mencapai mencapai maksimum 3d.
Pada halaman berikutnya akan dipelajari bahwa kekuatan tumpu harus direduksi
jika lubang berderat dalam arah sejajar garis kerja gaya. Tabel 8.3 (Tabel J3.7
Spesifikasi LRFD) menunjukkan nilai pertambahan yang harus dijumlahkan pada nilai
3d untuk memperhitungkan peningkatan dimensi lubang (yaitu lubang besar dan lubang
slot) sejajar dengan garis kerja gaya.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

191

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Tabel 8.3 Nilai Pertambahan Jarak Antara C 1 untuk Menentukan Jarak Antara Minimum
dari Lubang yang Diperbesar

Diameter baut
nominal

Lubang oversize

7/8
1
1 1/ 8

1/8
3/16
1/4

Lubang dengan slot


Sejajar garis
Sejajar garis kerja gaya
kerja gaya
Slot pendek
Slot panjang
0
3/16
1 d 1/16
0

1 7/ 16
0
5/16
1 d 1/16

*Jika panjang slot lebih kecil dari maksimum yang diijinkan dalam Tabel 8.2, C 1 boleh dikurangi dengan
perbedaan antara panjang slot maksimum dan aktual.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.7, p.6-86.

Jarak Sisi Minimum


Baut tidak boleh ditempatkan terlalu dekat dengan sisi elemen dengan dua alasan.
Pertama, membuat lubang terlalu dekat dengan sisi akan menyebabkan baja melentur
keluar bahkan retak. Kedua, pada ujung elemen akan terjadi tarikan baut yang
menyebabkan sobeknya baja. Dalam praktek diambil jarak minimum 1,5 2,0 dari
diameter baut sehingga baja mempunyai kekuatan geser yang cukup setidaknya sama
dengan kekuatan geser dari baut. Untuk mendapatkan informasi yang lebih pasti harus
mengacu pada spesifikasi yang digunakan. LRFD J3.4 menyatakan bahwa jarak dari
pusat lubang standar ke sisi bagian yang disambung tidak boleh kurang dari nilai yang
diberikan dalam Tabel 8.4 (dari Tabel J3.4 manual LRFD).
Pengurangan jarak sisi minimum diijinkan (1 in) menurut LRFD untuk ujung
sambungan yang dibaut pada web balok dan direncanakan hanya terhadap reaksi geser
balok saja. Informasi ini diberikan dalam catatan kaki dari Tabel 8.4.
Jarak sisi minimum dari pusat lubang-besar (oversized hole) atau lubang slot ke
sisi dari bagian yang disambung harus sama dengan jarak minimum yang disyaratkan
untuk lubang standar ditambah suatu pertambahan C 2 , dimana nilai C 2 diberikan dalam
Tabel 8.5 (dari Tabel J3.8 spesifikasi LRFD). Pada paragraf berikut akan dijelaskan
bahwa kekuatan tumpu dari sambungan harus direduksi jika persyaratan ini tidak
dipenuhi.
Tabel 8.4 Jarak Sisi Minimum [a], in. (Pusat Lubang Standar[b] ke Sisi Elemen yang Disambung)

Diameter Nominal
Baut atau Rivet [in.]

Pada Sisi Menerima Geser

5/8

7/8
1
11/ 8
1
Lebih dari 1

7/8
1 1/ 8
1
1 [d]
1 [d]
2
2
1 x diameter

Pada Sisi Pelat, profil atau


Batang, atau sisi dari hasil
pemotongan gas[c]

7/8
1
11/ 8
1
1
15/ 8
1 x diameter

[a] Diijinkan untuk menggunakan jarak yang lebih kecil yang disesuaikan sebagaimana Spesifikasi LRFD
J3.10.
[b] Untuk lubang oversize atau lubang dengan slot, lihat Tabel 8.5.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

192

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

[c] Semua jarak sisi dalam tabel ini dapat dikurangi 1/8 in jika lubang berada pada titik dengan tegangan
tidak lebih dari 25% kuat rencana maksimum dalam elemen.
[d] Nilai ini mungkin 1 in pada ujung sambungan balok, siku dan geser pada ujung pelat.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.4, p.6-82.

Jarak Maksimum Antar Baut dan Jarak Sisi


Spesifikasi baja struktur mensyaratkan jarak sisi maksimum untuk sambungan baut.
Tujuan dari persyaratan ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terperangkapnya air
diantara bagian yang disambung. Jika baut terlalu jauh dari elemen yang disambung,
sisi elemen dapat terpisah sehingga air dapat masuk. Jika hal ini terjadi maka korosi
akan terakumulasi sehingga menambah separasi. LRFD memberikan jarak sisi
maksimum yang diijinkan (J3.5) yaitu 12 kali tebal bagian yang disambung, tetapi tidak
lebih dari 6 in.
Jarak sisi maksimum dan jarak antar baut yang digunakan pada baja terkena
udara luar harus lebih kecil dari baja yang dicat secara teratur untuk mencegah korosi.
Salah satu persyaratan untuk menggunakan baja untuk udara luar adalah kontak antara
baja dan air secara kontinu. Oleh karena itu spesifikasi LRFD mensyaratkan bahwa
bagian dari baja built-up yang kontak dengan udara luar (weathering steel) harus
tersambung dengan kuat dengan interval cukup dekat untuk mencegah terjadinya
kantung air. Spesifikasi LRFD J3.5 menyatakan bahwa jarak maksimum antar baut
pusat-ke-pusat untuk elemen yang dicat atau elemen tanpa cat yang tidak akan
mengalami korosi adalah 24 kali tebal pelat paling tipis, dan tidak melebihi 12 in. Untuk
elemen yang terdiri dari baja yang ada kontak dengan udara luar dan tidak
memungkinkan terjadi korosi, jarak maksimum adalah 14 kali tebal pelat paling tipis
dan tidak boleh lebih dari 7 in.
Lubang tidak boleh dibuat terlalu dekat dengan pertemuan flens dan web dari
suatu balok atau pertemuan kaki dari profil siku. Lubang dapat dibor, tetapi cara ini
terlalu mahal dan hanya perlu dilakukan kecuali pada kondisi khusus. Meskipun lubang
dibor, akan sulit untuk menempatkan dan mengencangkan baut dengan keterbatasan
ruang yang ada.
Tabel 8.5 Nilai Pertambahan Jarak Sisi C 2 , in.

Diameter
nominal
Fastener (in.)

Lubang oversize

7/8
1
1 1/8

1/16
1/8
1/8

Lubang dengan
Slot
Sumbu panjang
Tegak lurus sisi
Slot pendek
Slot panjang[a]
1/8
d
1/8
3/16

Sumbu panjang
Sejajar sisi

[a] Jika panjang slot kurang dari maksimum yang diijinkan (lihat Tabel 8.2), C 2 dapat dikurangi separuh
dari beda antara jarak slot maksimum dan aktual.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.8, p.6-86.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

193

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.13

Sambungan Tipe Tumpu dengan Beban Melalui Pusat Sambungan

Kekuatan Geser
Pada sambungan tipe tumpu diasumsikan bahwa beban yang ditransfer lebih besar dari
pada tahanan geser yang ditimbulkan oleh pengencangan baut, dimana elemen akan
saling bergeser sedikit dan baut akan menerima gaya geser dan tumpu. Kuat rencana
baut dalam geser tunggal sama dengan dikalikan dengan kuat geser nominal baut
dalam ksi dan dikalikan kembali dengan luas penampang. Menurut LRFD, nilai untuk
geser pada baut mutu tinggi, rivet dan baut biasa A307 adalah 0,75.
Kuat geser nominal untuk baut dan rivet diberikan dalam Tabel 8.6 (dari Tabel
J3.2 spesifikasi LRFD). Untuk baut A325 besar kuat gesernya adalah 48 ksi jika ulir
termasuk dalam bidang geser dan 60 ksi jika ulir tidak termasuk bidang geser. (Untuk
baut A490, nilainya adalah 60 ksi dan 75 ksi). Jika baut menerima geser ganda,
kekuatan gesernya adalah dua kali geser tunggal.
Dalam praktek, apa yang dimaksud dengan ulir termasuk dalam bidang geser
atau tidak? Jika digunakan baut dan ukuran elemen normal, ulir hampir selalu tidak
dimasukkan dalam bidang geser. Hasil yang konservatif akan didapat jika ulir tidak
termasuk dalam bidang geser.
Seringkali perencana memerlukan baut mutu tinggi dengan diameter yang lebih
besar dari yang tersedia untuk baut A325 dan A490. Misalnya dalam pengencangan
dasar mesin akan diperlukan baut yang sangat besar. Untuk kondisi ini Spesifikasi
LRFD A3.3 mengijinkan penggunaan baut A449 yang dipanaskan dan ditempa.
Spesifikasi LRFD A3.3 menyatakan bahwa baut semacam ini hanya boleh digunakan
jika diperlukan diameter lebih besar dari 1 in, dan hanya untuk sambungan tipe
tumpu.
Kekuatan Tumpu
Kekuatan tumpu sambungan baut bukan ditentukan dari kekuatan baut sendiri
melainkan didasarkan pada kekuatan bagian yang disambung dan susunan baut. Secara
detail, kekuatan yang dihitung tergantung pada jarak antar baut dan jarak baut ke sisi
elemen, kekuatan tarik F u elemen yang disambung, dan tebal elemen.
Kekuatan rencana tumpu dari suatu baut sama dengan (sama dengan 0,75)
dikali dengan kuat tumpu nominal dari bagian yang disambung (R n ). Rumus untuk R n
diberikan dalam Spesifikasi LRFD Section J3.10. Dalam rumus tersebut melibatkan
diameter baut (d) dan tebal elemen yang disambung dengan baut (t). Rumus lainnya
mengandung jarak pusat-ke-pusat lubang standar dalam arah kerja gaya. Jika terdapat
lubang slot pendek dan slot panjang dengan slot tegak lurus pada garis kerja gaya, s
adalah jarak dari pusat-ke-pusat lubang. Untuk lubang ukuran besar (oversized hole)
dan untuk lubang slot sejajar garis kerja gaya, s dijumlahkan dengan pertambahan jarak
C 1 dalam Tabel 8.3 (dari Tabel J3.7).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

194

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Tabel 8.6 Kuat Rencana Penyambung

Uraian tentang
Penyambung
Baut A307
Baut A325, ulir di
dalam bidang geser
Baut A325, ulir di luar
bidang geser
Baut A490, ulir di
dalam bidang geser
Baut A490, ulir di luar
bidang geser
Ulir memenuhi syarat
LRFD A3, ulir di
dalam bidang geser
Ulir memenuhi syarat
LRFD A3, ulir di luar
bidang geser
A502, Gr.1, rivet
pemasangan panas
A502, Gr.2, rivet
pemasangan panas

Kuat Tarik
Faktor
Kuat nominal,
ksi
Resistansi,
45,0[a]
0,75
90[d]

Kuat geser dalam sambungan tipe


tumpu
Faktor
Kuat nominal, ksi
Resistansi,
0,75
24[b,e]
0,75
48[e]

90[d]

60[e]

113[d]

60[e]

113[d]

75[e]

0,75F u [a,c]

0,75

0,40F u

0,75F u [a,c]

0,50F u [a,

45,0[a]

25[e]

60,0[a]

33[e]

[a] Beban statik saja


[b] Diijinkan ulir dalam bidang geser
[c] Kuat tarik nominal bagian ulir dari batang upset, didasarkan pada luas penampang pada diameter ulir
terbesar, A D harus lebih besar dari luas nominal batang sebelum dilakukan upsetting dikalikan dengan
Fy.
[d] Untuk baut A325 dan A409 dengan beban tarik fatik, lihat Apendik K3.
[e] Jika digunakan sambungan tipe tumpu untuk menyambung batang tarik dengan susunan alat
penyambung (baut, rivet,dll) yang panjangnya diukur sejajar garis kerja gaya, melampaui 50 in., nilai
dalam tabel harus dikurangi 20%.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.2, p.6-81.

(a) Jika L e 1,5d dan s 3d, dan jika ada dua baut atau lebih dalam garis kerja gaya.
Jika deformasi sekitar lubang baut menjadi pertimbangan desain (yaitu jika kita
menginginkan deformasi 0,25 in)
Rn = 2,4dtFu

(LRFD Pers. J3-1a)

Hampir semua soal dalam buku ini mengasumsikan bahwa deformasi sekitar lubang
baut adalah penting. Jadi, kecuali disebutkan lain nilai 2,4dtF u Akan digunakan
dalam perhitungan untuk tumpu.
Jika deformasi sekitar lubang baut tidak menentukan (yaitu jika deformasi > 0,25 in
diperbolehkan)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

195

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Untuk lubang baut dekat sisi


Rn = LetFu 3,0dtFu

(LRFD Pers. J3-1b)

Untuk baut lain


d

Rn = s tFu dtFu
2

(LRFD Pers. J3-1c)

Untuk lubang baut slot panjang tegak lurus pada garis kerja gaya
(LRFD Pers. J3-1d)
Rn = 2,0dtFu
(b) Jika L e < 1,5d atau s < 3d, atau jika hanya ada satu baut dalam garis kerja gaya
Untuk baut tunggal atau baut terdekat dengan sisi jika ada dau baut atau lebih dalam
garis kerja gaya
(LRFD Pers. J3-2a)
Rn = LetFu 2,4dtFu
Untuk baut lainnya
d

Rn = s tFu 2,4dtFu
2

(LRFD Pers. J3-2b)

Nilai R n juga diberikan dalam Spesifikasi LRFD Section J3.10 untuk lubang slot
panjang tegak lurus pada garis kerja gaya. Perlu diingat bahwa dalam Sub Bab 8.9
dijelaskan bahwa lubang ukuran besar dan lubang slot pendek dan slot panjang hanya
dapat digunakan untuk sambungan geser kritis kecuali jika beban bekerja dalam arah
tegak lurus slot.
Hasil uji menunjukkan bahwa baut atau baja yang disambung akan runtuh
karena tumpu. Tetapi uji ini juga menunjukkan bahwa efesien bagian yang disambung
dalam menerima beban tarik dan tekan dipengaruhi oleh tegangan tumpu. Oleh karena
itu kekuatan tumpu nominal yang diberikan Spesifikasi LRFD adalah nilai diatas
kekuatan yang dapat merusak elemen yang disambung. Dengan kata lain, hal ini
merupakan tegangan tumpu rencana yang sangat tinggi yang sebenarnya sama sekali
bukan tegangan tumpu melainkan efisiensi indeks dari bagian yang disambung. Jika
tegangan tumpu lebih besar dari nilai yang diijinkan, lubang akan memanjang sekitar
in dan meperlemah kekuatan sambungan.
Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa kekuatan tumpu yang diberikan
tidak untuk melindungi baut dari keruntuhan tumpu karena baut memang tidak
memerlukan perlindugan seperti ini. Jadi nilai tumpu yang sama akan digunakan untuk
suatu sambungan tanpa memperhatikan mutu baut dan ada atau tidaknya ulir pada
bidang tumpu.
Kekuatan Sambungan Minimum
Spesifikasi LRFD Section J1.7 menyatakan bahwa kecuali untuk pengikat, batang untuk
mereduksi lendutan (sag rod), dan girt, sambungan harus direncanakan dengan kekuatan
yang cukup untuk memikul beban terfaktor paling sedikit 10 kips.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

196

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Contoh 8.1 memberikan ilustrasi perhitungan menentukan kekuatan sambungan


tipe tumpu. Dengan prosedur yang hampir sama, jumlah baut yang diperlukan untuk
kondisi tertentu diberikan dalam Contoh 8.2. Dalam kedua contoh tersebut tebal
tumpuan yang digunakan sama dengan tebal total terkecil pada satu satu sisi atau
lainnya. Misalnya, dalam Gambar 8.6, tebal dimaksud adalah nilai terkecil dari 2 x
pada sebelah kiri atau in pada sebelah kanan.
Nilai kekuatan baut yang diberikan dalam bab ini, baik tipe geser kritis maupun
tipe tumpu, bisa diperoleh dari Manual LRFD Section 8 yaitu pada Design Shear
Strength of One Bolt and Design Bearing Strength at Bolt Holes.
Dalam tabel sambungan manual LRFD atau pada literature lain sering
digunakan singkatan untuk berbagai tipe baut. Misalnya, A325-SC, A325-N, A325-X,
A490-SC, dll. Singkatan tersebut menyatakan:
A325-SC baut A325 tipe geser kritis atau dikencangkan penuh.
A325-N baut A325 snug-tight atau tumpu dengan ulir termasuk dalam bidang geser.
A325-X baut A325 snug-tight atau tumpu dengan ulir tidak termasuk dalam bidang
geser.

Contoh 8.1
Tentukan kuat rencana P u dari sambungan tipe tumpu pada Gambar 8.5. Baja adalah
A572 Grade 50, baut adalah 7/8 in A325, ukuran lubang standar, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser, jarak sisi > 1d, dan jarak lubang baut pusat-ke-pusat > 3d.

Pu

Baut 7/8 in (A = 0,6 in2)


in

in

Pu

3 in

Pu

6 in

Pu
12 in

3 in
3 in

3 in

3 in

Gambar 8.5

Solusi:
Perencanaan kekuatan pelat:
Ag = ( 12 )(12) = 6,0 in 2

An = 6,00 (2)(1,0)( 12 ) = 5,0 in 2 = Ae

Pu = t Fy Ag = (0,9)(50)(6,0) = 270 k
Pu = t Fu Ae = (0,75)(65)(5,0) = 243,7 k
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

197

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada in:


Pu = (0,6)(60)(4) = (0,75)(0,6)(4) = 108 k
Pu = 2,4dtFu = (0,75)(2,4)(7 / 8)(1 / 2)(65)(4) = 204,7 k
P u rencana = 108 K (LRFD Pers. J3-1a)

Contoh 8.2
Berapa jumlah baut in A325 dengan ukuran lubang standar dan ulir tidak termasuk
dalam bidang geser, yang diperlukan untuk sambungan tipe tumpu pada Gambar 8.6?
Gunakan baja A36 dan asumsi jarak sisi > 1d serta jarak lubang baut pusat-ke-pusat >
3d.
Baut in (A = 0,44 in2)
PL in
PL in

Pu/2 = 150 k

Pu = 300 k

Pu/2 = 150 k
PL in

Gambar 8.6

Solusi:
Baut mendapat geser ganda dan tumpu pada in:
Kuat geser rencana per baut = (0,75)(2 x 0,44)(60) = 39,6 K
Kuat tumpu rencana per baut = (0,75)(2,4)()()(58) = 58,7 k
Jumah baut yang diperlukan = 300/39,6 = 7+
Gunakan 8 atau 9 baut (tergantung pada susunan baut)
Jika pelat penutup dibaut pada flens dari profil W, baut harus memikul geser
longitudinal pada bidang antara pelat dan flens. Dari Gambar 8.7, tegangan geser
longitudinal satuan yang harus ditahan antara pelat dan flens W dihitung dari rumus:
VQ
fv =
Ib
Gaya geser total pada penampang W dari balok selebar 1 in adalah:
VQ VQ
(b)(1,0)
=
I
Ib
Spesifikasi LRFD E4 memberikan jarak ijin maksimum untuk baut yang
digunakan pada sisi luar pelat dari batang tersusun (built-up). Nilai tersebut adalah yang
terkecil dari tebal pelat luar terbesar dikalikan dengan 127 / Fy atau 12 in.
Jarak pasangan baut dalam Gambar 8.7 dapat ditentukan dengan membagi kuat
rencana kedua baut dengan gaya geser yang diambil per in pada penampang tertentu.
Secara teoritis jarak antara baut akan bervariasi kerena gaya geser luar juga bervariasi
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

198

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

sepanjang bentang. Contoh 8.3 memberikan ilustrasi perhitungan untuk menentukan


jarak antar baut dari balok dengan pelat penutup.

Contoh 8.3
Pada suatu penampang balok dengan pelat penutup dalam Gambar 8.7 bekerja gaya
geser luar terfaktor V u = 275 k. Tentukan jarak antar baut yang diperlukan untuk baut
A325 7/8 in dengan sambungan tipe tumpu. Asumsikan jarak sisi pusat-ke-pusat 1d
dan 3d dan ulir baut tidak termasuk dalam bidang geser. Baja adalah A36.
Solusi:
I x = 3630 + (2)(16 x ) (11,405)2 = 6752 in4

PL in x 16

0,75 in
p

W21 x 147
(Ix = 3630,
tf = 1,150)

22,06 in

23,56 in

0,75 in
PL in x 16

Gambar 8.7

Vu Q (275)(16 x 34 x 11,405)
=
= 5,574 k/in
I
6752
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada in:
Kuat geser rencana untuk 2 baut = (2)(0,75)(0,6)(60) = 54 k
Kuat geser rencana untuk 2 baut = (2)(0,75)(2,4)(7/8)()(58) = 137 k

Geser terfaktor per inci =

p = 54/5,574 = 9,69 in (ambil 9 in pusat ke pusat)


3 127
= 15,88 in atau 12 in.
4 36
Gunakan jarak baut 9 in pusat-ke-pusat.

Maksimum p =

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

199

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Contoh 8.4 memberikan ilustrasi perhitungan dari kekuatan rencana sambungan


dimana jarak sisi L e adalah < 1,5d dan jarak antar baut adalah < 3d.

Contoh 8.4
Hitung kuat rencana sambungan tipe tumpu dalam Gambar 8.8. Baut adalah A325 1 in
dengan ulir tidak termasuk dalam bidang geser dan baja adalah A36. Dianggap kekuatan
pelat telah terpenuhi sehingga tidak perlu dikontrol.
PL 3/8 x 12

Pu
Pu

Pu

Pu

1 in 2 in

2 in

2 in

1 in

Gambar 8.8

Solusi:
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada 3/8 in.
Kuat geser rencana dari 4 baut = (0,75)(0,785)(60)(4) = 141,3 k
L e = 1,25 in < 1,5d = 1,50 in.
dan s = 2,00 in < 3d = 3,00 in.
Kuat tumpu rencana setiap ujung luar
= LetFu = (0,75)(1,25)( 83 )(58) = 20,39 k
Kuat tumpu rencana setiap baut dalam
= ( s d2 )tFu = 0,75(2 1,200 )( 83 )(58) = 24,47 k
Kuat tumpu rencana total dari 4 baut = (2)(20,39) + (2)(24,47) = 89,7 k
P u = 89,7 k
Pada pembahasan sebelumnya selalu diasumsikan bahwa beban yang bekerja
pada sambungan tipe tumpu dibagi secara merata pada seluruh baut jika jarak sisi dan
jarak antar baut memenuhi syarat. Supaya distribusi ini dapat terjadi pelat harus sangat
kaku dan baut elastis sempurna, tetapi pada kenyataannya pelat yang disambung juga
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

200

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

elastis dan mempunyai deformasi mempengaruhi tegangan baut. Pengaruh deformasi ini
menyebabkan distribusi beban yang sangat rumit dalam daerah elastis.
Jika pelat dianggap sangat kaku dan tidak berdeformasi, semua baut akan
berdeformasi sama besar dan menerima tegangan yang sama pula. Kondisi ini
diperlihatkan dalam Gambar 8.9(a). Kenyataannya, beban yang ditahan oleh setiap baut
dalam suatu grup tidak pernah sama (dalam daerah elastis) jika dalam satu baris terdapat
lebih dari dua baut. Jika pelat berdeformasi, tegangan pelat dan deformasi akan
berkurang dari ujung sambungan ke tengah seperti diperlihatakan dalam Gambar 8.9(b).
Hasilnya adalah tegangan tertinggi pada elemen pelat atas akan melampaui tegangan
paling rendah dari pelat bawah, dan sebaliknya. Geseran terbesar akan terjadi pada baut
ujung dan yang terkecil pada baut tengah. Baut ujung akan menerima tegangan yang
jauh lebih besar dari baut tengah.
Semakin besar jarak antar baut dalam sambungan akan semakin besar variasi
tegangan pada baut akibat deformasi pelat; oleh karena itu, sambungan yang kompak
lebih diinginkan karena dapat mereduksi variasi tegangan dalam baut. Berikut ini akan
ditinjau teori (meskipun tidak praktis) untuk menyamakan tegangan baut. Teori ini akan
melibatkan pengurangan tebal pelat ke arah ujung untuk mengimbangi tegangan yang
berkurang. Prosedur yang diperlihatkan dalam Gambar 8.9(c) ini cenderung akan
membuat deformasi pelat sama dan demikian juga dengan tegangan baut akan sama.
Prosedur yang sama akan menyambung pelat overlap.

(a)

(b)

(c)

Gambar 8.9 (a) Asumsi Pelat Tidak Berdeformasi. (b) Asumsi Pelat Berdeformasi.
(c) Sambungan Berjenjang (Stepped Joint), Tidak Praktis

Perhitungan tegangan elastis eksak secara teoritis dari kumpulan baut


berdasarkan deformasi pelat merupakan pekerjaan rumit dan jarak digunakan.
Sebaliknya analisa sambungan baut berdasarkan teori elastis sangat sederhana. Dalam
teori ini baut ujung diasumsikan diberikan tegangan hingga titik lelehnya. Jika beban
total dalam sambungan ditingkatkan, baut ujung akan berdeformasi tanpa dapat
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

201

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

menahan beban tambahan, baut berikutnya dalam baris yang sama akan menerima
tegangan yang lebih besar hingga mencapai titik leleh, dst. Terlihat bahwa analisa
plastis mengasumsikan pelat kaku dan tegangan baut sama yang biasa dilakukan dalam
pratis desain. Asumsi ini juga digunakan dalam contoh-contoh bab ini.
Jika dalam satu baris hanya ada beberapa baut, teori plastis tentang tegangan
yang sama akan memberikan hasil yang sangat baik, tetapi jika dalam satu baris banyak
terdapat baut maka situasinya akan berubah. Hasil uji menunjukkan bahwa baut ujung
akan runtuh sebelum terjadi redistribusi penuh.
Spesifikasi LRFD mensyaratkan bahwa kuat geser rencana dari sambungan tipe
tumpu yang digunakan untuk menyambung batang tarik harus direduksi jika batang ini
mempunyai susunan baut lebih panjang dari 50 in. sejajar garis gaya. Dalam catatan
kaki dari Tabel 8.6 disebutkan bahwa untuk situasi seperti ini harus dikurangi 20%.
Untuk sambungan yang memikul beban biasanya disyaratkan minimum dua atau
tiga baut. Alasannya adalah sambungan tunggal akan runtuh untuk mencapai kekuatan
yang disyaratkan karena kesalahan pemasangan, kelemahan material, dll, tetapi jika
digunakan beberapa baut pengaruh buruk dari satu baut akan diatasi oleh baut lainnya.

8.14 Sambungan Geser Kritis Beban Melalui Pusat Sambungan


Sambungan geser kritis dapat direncanakan untuk memikul kondisi beban layan
menurut Spesifkasi LRFD J3.8a, atau terhadap beban terfaktor menurut LRFD Apendik
J3.8b. Meskipun baut yang diperlukan menurut kedua metoda tersebut hampir sama,
dengan perbedaan rasio beban mati-hidup maka akan terdapat perbedaan dalam jumlah
baut yang diperlukan. Dalam buku ini akan dipakai pendekatan beban layan. Terlepas
dari metoda yang digunakan, jika arah beban menuju sisi elemen yang disambung,
maka tetap diperlukan kapasitas tumpu yang cukup pada kondisi beban terfaktor.
Jika baut dikencangkan hingga mencapai gaya tarik yang diperlukan untuk
sambungan geser kritis (Tabel 8.1) maka akan ada sedikit perubahan pada kekuatan
tumpu terhadap pelat penyambungnya. Hasil uji menunjukka bahwa ada sedikit
perubahan pada geseran yang terjadi kecuali jika diperhitungkan geser paling sedikit
50% dari gaya tarik total baut. Ini berarti bahwa baut geser kritis tidak menerima
tegangan geser; tetapi Spesifikasi LRFD J3.8a memberikan kekuatan geser ijin (nilai
tersebut adalah gaya gesekan yang diijinkan pada bidang kontak) sehingga perencana
dapat mendesain sambungan dengan cara yang sama seperti sambungan tipe tumpu.
LRFD mengasumsikan bahwa baut menerima geser dan tidak menerima tumpu.
Kekuatan geser nominal untuk baut semacam ini diberikan dalam Tabel 8.7 (dari Tabel
J3.6 LRFD). =1,0, kecuali untuk lubang slot panjang dengan beban sejajar terhadap
slot 0,85.
Tabel 8.7 Tahanan Nominal Geser Kritis terhadap Geser, ksi, dari baut mutu tinggi[a]

Jenis Baut
A325
A490

Lubang Ukuran
Standar
17
21

Tahan Geser Nominal


Lubang Ukuran Besar
Dan Slot Pendek
15
18

Lubang Slot
Panjang
12
15

[a]

Untuk setiap bidang geser

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

202

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Menurut LRFD J3.8a diijinkan untuk memberikan pelat tambahan hingga


setebal in pada sambungan geser kritis dengan lubang baut standar tanpa harus
mengurangi kekuatan baut rencana untuk lubang slot.
Nilai yang diberikan dalam Tabel 8.7 untuk kekuatan geser nominal slip-kritis
didasarkan pada Kelas A, mill-scale yang bersih dan permukaan yang dibersihkan
dengan ledakan dan cat Kelas A dan koefisien geseran/slip 0,33. Perencana boleh
menetapkan sambungan dengan kondisi permukaan khusus dan menaikkan tahanan
nominal geseran/slip kemudian menyesuaikan dengan nilai yang diberikan dalam
Spesifikasi Load and Resistance Factor Design dari RCSC.1
Pembahasan sebelumnya tentang sambungan geser-kritis tidak menyeluruh
karena selama pemasangan sambungan dapat dibentuk dengan menggunakan baut, dan
adanya berat sendiri akan mendorong baut ke sisi lubang sebelum baut tersebut
dikencangkan dan sebelum baut menerima tumpu dan geser.
Contoh 8.5 memperlihatkan perencanaan sambungan geser kritis untuk
sambungan bersilang (lap joint). Mula-mula ditentukan jumlah baut yang diperlukan
untuk kondisi batas beban layan tanpa terjadi geseran. Kemudian dihitung jumlah baut
yang diperlukan untuk kondisi batas beban terfaktor dengan asumsi tahanan geseran
sudah diatasi sehingga baut hanya menerima tumpu saja.
Contoh 8.5
Rencanakan sambungan geseran kritis (slip-critical) untuk pelat dalam Gambar 8.10
untuk menahan beban layan aksial P D = 30 k dan P L = 50 k dengan menggunakan baut
mutu tinggi A325 1 in. dengan ulir tidak termasuk dalam bidang geser dan dengan
ukuran lubang standar, L e > 1d dan jarak baut pusat-ke-pusat > 3d. Baja A36.
5/8 in
5/8 in

Gambar 8.10

Solusi:
Perencanaan Geseran Kritis (beban layan)
Baut menerima geser tunggal (Single Shear = ss) dan tidak menerima tumpu
Kekuatan ss satu baut = ()(0,785)(17) = (1,0)(0,785)(17) = 13,35 k
Jumlah baut yang diperlukan = 80/13,35 = 5,99. Ambil 6.
Perencanaan sambungan tipe tumpu (beban terfaktor)
P u = (1,2)(30) + (1,6)(50) = 116 k
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada 5/8 in.
Kekuatan ss satu baut = (0,75)(0,785)(60) = 35,32 k
_______________
1
Research Council on Structural Connections, Load and Resistance Factor Design
Specifications for Structural Joints Using ASTM A325 or A490 bolts (Chicago: AISC,
June 8, 1988).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

203

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Kekuatan tumpu satu baut = (0,75)(2,4)(1,0)(5/8)(58) = 65,25 k


Jumlah baut yang diperlukan = 116/35,32 = 3+. Gunakan 6 baut.
Dalam Contoh 8.6 digunakan baut tipe tumpu untuk menyambung sebuat balok
dengan sepasang pelat buhul. Pertama ditentukan kekuatan tarik dari profil W dan pelat
berikut kekuatan bautnya. Selanjutnya, kekuatan geser blok dari profil W dihitung.

Contoh 8.6
Sambungan dalam Gambar 8.11 terdiri dari baut 7/8 in A325 tipe tumpu dengan ukuran
lubang standar dan ulir tidak termasuk dalam bidang geser. Balok dan pelat buhul terdiri
dari baja A36. Periksalah: (a) kekuatan tarik profil W dan pelat buhul, (b) kekuatan baut
dengan geser tunggal dan tumpu, dan (c) kekuatan geser blok dari profil W dengan luas
arsir dalam Gambar 8.11(b).

Gambar 8.11

Solusi:
(a) Kuat rencana tarik profil W
P u = t F y A g = (0,9)(36)(11,2) = 362,9 k > 330 k
A n = 11,2 (4)(1)(0,515) = 9,14 in2
Dari Bab 3: U = 1

(OK)

1,54
x
= 1
= 0,74
L
L

A e = (0,74)(9,14) = 6,76 in2


Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

204

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

P u = t F u A e = (0,75)(58)(6,76) = 294 k < 330 k

(Tidak memenuhi)

Kuat rencana tarik pelat buhul


P u = t F y A g = (0,9)(36)( x 12)(2) = 388,8 k > 330 k
(OK)
A n dari dua pelat = [()(12) (2)(1)()]2 = 10 in2
0,85A g = (0,85)()(12)(2) = 10,2 in2
P u = t F u A n = (0,75)(58)(10) = 435 k > 330 k
(OK)
(b) Baut dengan geser tunggal dan tumpu pada in.
Kuat rencana ss dari baut = (0,75)(0,6)(60)(12) = 324 k < 330 k
(OK)
Kuat tumpu rencana dari baut = (0,75)(2,4)(7/8)()(58)(12) = 548,1 k > 330 k
(OK)
(c) Kuat geser blok dari profil W
Luas total atas dan bawah
A gv = luas bruto yang menerima geser
= (4)(0,515)(7) = 15,45 in2
A gt = luas bruto yang menerima tarik
= (4)(0,515)(1,635) = 3,37 in2
A nv = luas netto yang menerima geser
= (4)(7,50 2,5 x 1,0)( 0,515) = 10,30 in2
A nt = luas netto yang menerima tarik
= (4)(1,635 x 1)(0,515) = 2,34 in2
Memeriksa apakah persyaratan dipenuhi:
F u A nt = (58)(2,34) = 135,7 k < 0,6 F u A nv = (0,6)(58)(10,30) = 358,4 k
Jadi harus digunakan Pers. J4-3b LRFD.

R n = [0,6 F u A nv + F y A gt ]

= 0,75[(0,6)(58)(10,30) + (36)(3,37)] = 359,8 k > 330 k

(OK)

Perhitungan sambungan rivet dan baut biasa A307 sama dengan baut mutu
tinggi tipe tumpu. Perbedaannya hanyalah nilai kekuatan geser untuk jenis sambungan
ini lebih kecil. Spesifikasi LRFD tidak mengijinkan perencanaan sambungan tipe
geseran kritis dengan menggunakan rivet atau baut biasa.

Kumpulan Soal
Untuk setiap soal yang diberikan, gunakan informasi berikut ini kecuali disebutkan lain
dalam soal: (a) Spesifikasi LRFD; (b) ukuran lubang standar; (c) elemen mempunyai
permukaan bersih (Kelas A); (d) jarak sisi 1,5d dan diameter pusat-ke-pusat 3d.
8.1 s.d. 8.5

Tentukan kuat tarik rencana P u untuk elemen dan sambungan dalam


gambar dengan asumsi sambungan tipe tumpu.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

205

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Pu

PL x 12 in
PL x 12 in
Pu

Pu

Pu

Soal 8.1 s.d. 8.5

8.1 Baja A36, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 243 k)
8.2 Baja A36, baut in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.3 Baja A36, baut 1 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 254,3 k)
8.4 Baja A572 Grade 50, baut 1 in A490, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.5 Baja A572 Grade 50, baut 7/ 8 in A490, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
(Jawab: 243 k)
8.6 s.d. 8.10 Tentukan kuat tarik rencana P u untuk elemen dan sambungan tipe tumpu
dalam gambar.
8.6 Baja A36, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.7 Baja A36, baut 1 in A325, ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 328,4 k)
8.8 Baja A36, baut in A325, ulir termasuk dalam bidang geser.
8.9 Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut 1 in A490, ulir tidak termasuk dalam
bidang geser. (Jawab: 396,4 k)
8.10 Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut in A490, ulir tidak termasuk dalam
bidang geser.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

206

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

PL x 12 in
PL 7/8 x 12 in

Pu/2

Pu

Pu/2
PL x 12 in

Pu

Pu

Soal 8.6 s.d. 8.10

8.11 s.d. 8.13 Berapa jumlah baut yang diperlukan pada sambungan tipe tumpu dalam
gambar?

Pu = 220 k

PL 5/8
PL 5/8
Pu = 220 k

Soal 8.11 s.d. 8.13

8.11

Baja A36, baut in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab:
11,11. Gunakan 12)

8.12

Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut 7/8 in A490, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser.

8.13

Baja A36, baut 1 in A325, ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 7,78.
Gunakan 8 atau 9)

8.14 s.d. 8.16

Berapa jumlah baut yang diperlukan untuk sambungan tipe tumpu


dalam gambar?

8.14

Baja A36, baut 7/8 in., ulir tidak termasuk dalam bidang geser.

8.15

Baja A36, baut 7/8 in., ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 8,33. Gunakan
9 atau 10)

8.16

Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 65 ksi, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser.

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

207

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

Pu/2 = 180 k

PL
PL 3/4
Pu 360 k

Pu/2 = 180 k

PL

Soal 8.14 s.d. 8.6

8.17

Elemen dari suatu rangka batang dalam gambar berikut terdiri dari dua buah
C12 x 25 (baja A36) yang disambungkan pada pelat buhul 1 in. Berapa banyak
baut A325 7/8 in (ulir termasuk dalam bidang geser) yang diperlukan supaya
terbentuk kapasitas tarik rencana penuh dari elemen jika digunakan dalam
sambungan tipe tumpu? Asumsikan U = 0,85. (Jawab: 8,82. Gunakan 9 atau 10).

Pu
Pu

Soal 8.17

8.18

Ulangi Soal 8.17 dengan menggunakan baja A242 Grade 46 dan baut A490.

8.19

Ulangi Soal 8.3 jika digunakan baut A490 dan baja A572 (F y = 50 ksi, F u = 65
ksi). (Jawab: 315,4 k)

8.20

Untuk sambungan dalam gambar, P u = 750 k. Tentukan jumlah baut A325 1 in


baja A36 yang diperlukan untuk sambungan tipe tumpu. Ulir tidak termasuk
dalam bidang geser.

8.21

Ulangi Soal 8.20 dengan baut A490 7/8 in. (Jawab: 11,11. Gunakan 12).

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

208

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

PL 5/8 x 16
Pu/2

Pu/3
Pu/3
Pu/3

Pu/2
PL 7/8 x 16

Soal 8.20

8.22

Berapa jumlah baut A325 in (ulir tidak termasuk dalam bidang geser) dalam
sambungan tipe tumpu yang diperlukan supaya kekuatan tarik rencana elemen
dapat dicapai? Asumsikan baja A36 dan ada dua baris baut pada setiap flens
(paling sedikit 3 baut dengan jarak pusat-ke-pusat 4 in.).
Pelat x 16
W18 x 76

Pu/2
Pu
Pu/2
Pelat x 16

Soal 8.22

8.23

Untuk balok dalam gambar, berapa jarak baut A325 7/8 in yang diperlukan (ulir
tidak termasuk dalam bidang geser) dalam sambungan tipe tumpu pada
penampang dengan gaya geser luar V u = 300 k? Baja A36. (Jawab: 7,76 in.
Gunakan jarak 7 in.)
PL 1 in x 12

W24 x 94

PL 1 in x 12

Soal 8.23

8.24

Profil yang diberi pelat penutup dalam gambar harus memikul beban merata w D
= 12 klf (tidak termasuk berat sendiri balok dan w L = 15 klf, balok tumpuan

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

209

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

sederhana bentang 18 ft). Jika digunakan baut A325 7/8 in (ulir tidak termasuk
dalam bidang geser) dalam sambungan tipe tumpu, gambarkan sketsa jarak antar
baut sepanjang bentang. Baja A36.

PL 5/16 in x 16

W27 x 178

PL 5/16 in x 16

Soal 8.24

8.25

Untuk penampang dalam gambar, tentukan jarak baut A490 in yang


diperlukan (ulir tidak termasuk dalam bidang geser) untuk sambungan tipe
tumpu jika elemen dibuat dari baja A572 grade 60 (F u = 75 ksi). V D = 100 k dan
V L = 140 k. (Jawab: 9,21 in. Gunakan 9 in.)
2 in

PL x 48
43 in

48 in

2 in

L 8 x 4 x (kaki pendek saling membelakangi)

Soal 8.25

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

210

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.26

Penampang built-up ini memikul gaya geser luar V u = 900 k dengan baut A325
in (ulir tidak termasuk dalam bidang geser) dan sambungan tipe tumpu.
Hitung jarak baut yang diperlukan. Baja A36.
PL in x 20
3 in
PL 8 x 8 x

3 in

PL5/8 x 54
42 in

54 in

3 in

Baut tidak dipasang


zig-zag

3 in
PL in x 20
Soal 8.26

8.27

Tentukan kuat rencana P u untuk sambungan tipe tumpu dalam gambar, jika
digunakan baut A325 7/8 in dan digunakan baja A36. L e < 1d dan s < 3d.
(Jawab: 154,9 k)
Pu

PL x 12 in
PL x 12 in
Pu

3 in
Pu

Pu
6 in
3 in
1 in

2 in

2 in

1 in

Soal 8.27

8.28 s.d. 8.33 Ulangi soal berikut dengan sambungan geseran-kritis, permukaan Kelas
A dan beban layan diberikan dalam gambar.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

211

BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN

8.28

Soal 8.11. P D = 60 k, P L = 90 k.

8.29

Soal 8.7. P D = 50 k, P L = 100 k. (Jawab: 14,71. Gunakan 15)

8.30

Soal 8.9. P D = 75 k, P L = 160 k.

8.31

Soal 8.14. P D = 60 k, P L = 80 k. (Jawab: 6,86. Gunakan 8 atau 9)

8.32

Soal 8.13. P D = 40 k, P L = 100 k.

8.33

Soal 8.21. P D = 120 k, P L = 360 k. (Jawab: 23,53. Gunakan 24)

8.34 s.d. 8.35 Ulangi soal berikut dengan sambungan geseran-kritis.


8.34

Soal 8.24

8.35

Soal 8.25 (Jawab: 4,50 in.)

8.36

Tentukan kuat tarik rencana P u untuk sambungan dalam gambar, jika digunakan
baja A36 dan baut A325 7/8 in tipe tumpu (ulir tidak termasuk dalam bidang
geser) pada setiap flens. Hitung juga geser blok.
Pelat x 14

Pelat x 14

1 in

W21 x 101

5 in

3 @ 3 in
12 in

1 in

Soal 8.36

8.37

Ulangi Soal 8.36 dengan menggunakan baja A572 grade 50 dan baut tipe tumpu
A325 1 in. (Jawab: 565,2 k)

Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial

212

BA

09

KG2072

BUKU I BAHAN AJAR

PERANCANGAN STRUKTUR BAJA METODE LRFD


ELEMEN AKSIAL

Penyusunan Bahan Ajar Dalam Kurikulum Berbasis


Kompetensi (Kurikulum 2007) ini dibiayai dari DIPA
Politeknik Negeri Bandung
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun Ajaran 2009

Disusun Oleh:
Ir. Sumargo, Ph.D.
NIP. 131.870.097

POLBAN

PROGRAM STUDI KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2009

DAFTAR GAMBAR
POLBAN

Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
Gambar 1.7
Gambar 1.8
Gambar 1.9

Beberapa Bentuk Profil Baja


Profil Hasil Pembuatan Dingin
Beberapa Jenis Dek Baja
Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Struktur
Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Getas
Kurva Tegangan-Regangan Aktual
Spesimen untuk Test Charpy V-notch
Hasil Tes Charpy V-notch
Daerah Inti, Lokasi Tempat Terjadinya Keruntuhan Getas
Penampang Jumbo
Gambar 1.10 Bagian dari Gambar Detail
Gambar 1.11 Bagian dari Gambar Pelaksanaan Memperlihatkan Letak Setiap
Elemen

Halaman
7
8
8
10
11
14
16
16
17
18
19

Gambar 2.1 Konsep Perancangan Struktur Baja


Gambar 2.2 Definisi dari Indeks Reliabilitas

28
33

Gambar 3.1 Tipe Batang Tarik


Gambar 3.2 Pelat untuk Contoh 3.1
Gambar 3.3 Sambungan Rangka Batang
Gambar 3.4 Pengaruh Lubang pada Batang Tarik
Gambar 3.5 Pelat Berlubang untuk Contoh 3.2
Gambar 3.6 Pelat Berlubang untuk Contoh 3.3
Gambar 3.7 Profil W Berlubang untuk Contoh 3.4
Gambar 3.8 Profil Kanal Berlubang untuk Contoh 3.5
Gambar 3.9 Shear Lag
Gambar 3.10 Mengurangi Shear Lag Dengan Mereduksi Panjang Kaki
Yang Tidak Disambung dan Berarti Mengurangi x
Gambar 3.11 Nilai x Untuk Beberapa Jenis Penampang
Gambar 3.12 Menentukan x Untuk Sebuah Kanal Dengan Baut Pada Web
Gambar 3.13 Dua Pelat Disambung Untuk Contoh 3.7
Gambar 3.14 Profil Siku Dengan Sambungan Las Pada Salah Satu Kaki
Saja 8-in
Gambar 3.15 Batang Tarik Dan Pelat Penyambung Untuk Contoh 3.9
Gambar 3.16 Geser Blok
Gambar 3.17 Geser Blok
Gambar 3.18 Batang Tarik Untuk Contoh 3.10
Gambar 3.19 Batang Tarik Untuk Contoh 3.11
Gambar 3.20 Dua Kemungkinan Robek Web

38
41
42
42
44
45
46
46
47

Gambar 4.1 Penampang Elemen Untuk Contoh 4.1


Gambar 4.2 Penampang Built-up Untuk Contoh 4.3
Gambar 4.3 Rod Bulat dengan Upset

73
76
79

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

viii

48
49
50
52
53
54
55
56
57
58
59

DAFTAR GAMBAR
POLBAN

Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8

Atap Dua Bentang


Detail Sambungan Trekstang
Batang Sambungan Sendi (Eyebar)
Kekuatan Batang Tarik Sambungan Sendi
Tipikal Kurva S-N

Gambar 5.1 Pengaruh Tegangan Residual Kolom pada Diagram


Tegangan-Regangan
Gambar 5.2 Tipe Profil Batang Tekan
Gambar 5.3 Hasil Uji Kolom
Gambar 5.4 Batang Tekan dengan Defleksi Lateral
Gambar 5.5 Panjang Efektif Kolom dalam Portal dengan Pengaku
(Goyangan Dikekang)
Gambar 5.6 Kolom Dengan dan Tanpa Goyangan
Gambar 5.7 (a) Elemen Tanpa Pengaku. (b) Elemen Dengan Pengaku
Gambar 5.8 Simbol untuk Beberapa Variabel Penampang
Gambar 5.9 Kurva Hubungan Antara Rasio Kelangsingan dan Kuat Rencana
Gambar 5.10 Profil Tersusun
Gambar 5.11 Batang Tersusun dengan Pelat Kopel
Gambar 5.12 Kolom untuk Contoh 5.2
Gambar 5.13 Penampang Built-up untuk Contoh 5.3
Gambar 5.14 Kolom dengan Sokongan Lateral untuk Contoh 5.4
Gambar 6.1 Kolom dengan Kekangan Lateral di Titik Tengah dalam
Sumbu Lemah
Gambar 6.2 Pelat Sambungan Kolom
Gambar 6.3 Kolom dari Dua Pelat yang Tidak Disambung
Gambar 6.4 Kolom dari Dua Pelat yang Disambung Menerus
Gambar 6.5 Kolom dari Dua Pelat yang Disambung pada Kedua Ujungnya
Gambar 6.6 Profil W dengan Pelat Penutup
Gambar 6.7 Penampang W dengan Pelat Penutup Digunakan Sebagai Kolom
Gambar 6.8 Kolom Tersusun (Tersusun) dari Dua Kanal dan Beban
untuk Contoh 6.5
Gambar 6.9 Susunan Pelat Kopel dan Batang Pengikat
Gambar 6.10 Penampang Kolom untuk Contoh 6.6

80
81
82
83
85

95
96
98
99
102
103
105
106
113
114
115
118
119
121

132
135
137
137
138
140
141
143
145
146

Gambar 7.1 Portal dengan Goyangan Dikekang


Gambar 7.2 Grafik Panjang Efektif Kolom dalam Portal Kaku
Gambar 7.3 Titik Pertemuan Balok dan Kolom
Contoh 7.4 Gambar Struktur untuk Contoh 7.1
Gambar 7.5 Hubungan antara Rasio Kelangsingan dan Tegangan Kritis
Gambar 7.6 Rangkaian Elemen untuk Contoh 7.2
Gambar 7.7 Portal dengan Goyangan Diijinkan
Gambar 7.8
Gambar 7.9 Portal untuk Contoh 7.3
Gambar 7.10 Kemungkinan Penambahan Portal
Gambar 7.11 Pelat Landasan Kolom

153
154
156
157
159
161
163
163
164
165
166

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

ix

DAFTAR GAMBAR
POLBAN

Gambar 7.12 Pelat Landasan


Gambar 7.13 Dimensi Pelat Landasan untuk Contoh 7.4

169
172

Gambar 8.1 (a) Sambungan Lap. (b) Sambungan Butt


Gambar 8.2 (a) Sambungan Penggantung. (b) Baut Menerima Geser Lebih
dari Dua Bidang
Gambar 8.3 (a) Keruntuhan Geser Tunggal Dalam Baut.
(b) Keruntuhan Tarik Dalam Pelat.
(c) Keruntuhan Pelat.
(d) Keruntuhan Geser Pelat Dibelakang Baut.
(e) Keruntuhan Geser Ganda dari Sambungan Butt
Gambar 8.4 Notasi Dalam Sambungan Baut
Gambar 8.5
Gambar 8.6
Gambar 8.7
Gambar 8.8
Gambar 8.9 (a) Asumsi Pelat Tidak Berdeformasi.
(b) Asumsi Pelat Berdeformasi.
(c) Sambungan Berjenjang (Stepped Joint), Tidak Praktis
Gambar 8.10
Gambar 8.11

188

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

189

190
191
197
198
199
200

201
203
204

DAFTAR ISI
POLBAN

Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Istilah
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Deskripsi Mata Kuliah
Petunjuk Penggunaan

Halaman
i
ii
iii
vi
vii
viii
xi
xiii

BAB I. Pendahuluan Perencanaan Struktur Baja


1.1 Kelebihan Baja sebagai Material Struktur
1.2 Kelemahan Baja sebagai Material Struktur
1.3 Penggunaan Awal Besi dan Baja
1.4 Profil Baja
1.5 Pembuatan Dingin Profil Baja Ringan
1.6 Hubungan Tegangan-Regangan Baja Struktur
1.7 Baja Struktur Modern
1.8 Penggunaan Baja Kekuatan Tinggi
1.9 Pengukuran Toughness
1.10 Penampang Jumbo
1.11 Sobek Lamellar
1.12 Furnishing Baja Struktur
1.13 Pekerjaan Perancang Struktur
1.14 Tujuan Perancang Struktur
1.15 Perancangan Ekonomis Elemen Struktur Baja
1.16 Kegagalan Struktur
1.17 Penanganan dan Pengiriman Baja Struktur
1.18 Ketepatan Perhitungan
1.19 Pengaruh Komputer Pada Perancangan Struktur Baja

1
2
3
4
5
7
8
11
15
15
17
17
18
19
19
20
21
22
22
22

BAB II. Peraturan, Beban, dan Metoda Desain


2.1 Peraturan Untuk Gedung
2.2 Beban
2.3 Beban Mati
2.4 Beban Hidup
2.5 Pemilihan Beban Rencana
2.6 Metoda Perancangan Elastis dan Plastis
2.7 Load and Resistance Factor Design
2.8 Faktor Beban
2.9 Faktor Resistansi atau Faktor Reduksi
2.10 Besar Beban dan Faktor Resistansi
2.11 Reliabilitas dan Peraturan LRFD
2.12 Kelebihan LRFD

24
25
25
25
25
26
26
26
28
30
31
32
34

BAB III. Analisa Batang Tarik


3.1 Pendahuluan

36
37

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

iii

DAFTAR ISI
POLBAN

3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7

Kuat Rencana Batang Tarik


Luas Netto
Pengaruh Lubang Selang-seling
Luas Netto Efektif
Elemen Penyambung Batang Tarik
Geser Blok (Block Shear)

39
40
41
47
53
54

BAB IV. Analisa Batang Tarik


4.1 Pemilihan Profil
4.2 Batang Tarik Built-Up (Tersusun)
4.3 Rod dan Bar
4.4 Batang Sambungan Sendi
4.5 Desain Terhadap Beban Fatik

69
70
75
77
81
84

BAB V. Pendahuluan Batang Tekan


5.1
Pendahuluan
5.2
Tegangan Residual
5.3
Profil Penampang Kolom
5.4
Perkembangan Rumus Kolom
5.5
Penurunan Rumus Euler
5.6
Kondisi Tumpuan dan Panjang Efektif Kolom
5.7
Elemen Dengan Pengaku dan Tanpa Pengaku
5.8
Kolom Panjang, Pendek, dan Sedang
5.9
Rumus Kolom
5.10 Rasio Kelangsingan Maksimum
5.11 Contoh Soal

92
93
94
95
98
99
101
104
111
111
117
117

BAB VI. Perencanaan Batang Tekan


6.1 Pendahuluan
6.2 Tabel Desain LRFD
6.3 Sambungan Kolom
6.4 Kolom Tersusun
6.5 Kolom Tersusun dengan Komponen Saling Kontak
6.6 Persyaratan Sambungan untuk Kolom Tersusun
dengan Komponen Saling Kontak
6.7 Kolom Tersusun Tanpa Kontak Komponen
6.8 Tekuk Lentur-Torsi Batang Tekan
6.9 Batang Tekan Siku Tunggal

128
129
130
134
136
136

BAB VII. Perencanaan Batang Tekan - Lanjutan


7.1 Pembahasan Lanjut Tentang Panjang Efektif Kolom
7.2 Faktor Reduksi Kekakuan
7.3 Kolom Bersandar pada Kolom Lain untuk Desain Dalam Bidang
7.4 Pelat Landasan untuk Kolom dengan Beban Konsentris

152
153
159
162
165

BAB VIII. Sambungan Baut


8.1
Pendahuluan

180
181

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

iv

138
142
147
148

DAFTAR ISI
POLBAN

8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
8.9
8.10
8.11
8.12
8.13
8.14

Jenis Baut
Sejarah Baut Mutu Tinggi
Kelebihan Baut Mutu Tinggi
Baut Snug-Tight dan Tarikan Penuh
Cara Pengencangan Penuh Baut Mutu Tinggi184
Sambungan Tipe Slip-Resistant (Tahanan Geser) dan
Tipe Bearing (Tumpu)
Sambungan Campuran
Ukuran Lubang Baut
Transfer Beban dan Tipe Sambungan
Keruntuhan Sambungan Baut
Jarak Antara dan Jarak Sisi Baut
Sambungan Tipe Tumpu dengan Beban Melalui Pusat Sambungan
Sambungan Geser Kritis Beban Melalui Pusat Sambungan

181
182
182
182
184
185
186
186
187
190
191
194
202

Daftar Pustaka

213

Lampiran
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Satuan Acara Pengajaran
Tugas Besar

214
218
234

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

DAFTAR ISTILAH
POLBAN

D
L
Ru
W
Rn

Ab
b
f cr
fy
I
K
L
N cr
Nn
Nu
ry
t
c
p
r
A
a
Ae
As
Aw
b
d
E
fc
f cr
fr
Is
kc

adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,


termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan
peralatan layan tetap
adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, hujan, dan lain-lain
adalah beban terfaktor atau kuat perlu
adalah beban angin
adalah kuat rencana
adalah faktor reduksi
adalah luas penampang bruto, mm2
adalah lebar elemen penampang, mm
adalah tegangan kritis penampang tertekan, MPa
adalah tegangan leleh material, MPa
adalah momen inersia, mm4
adalah faktor panjang tekuk
adalah tinggi tingkat atau panjang komponen struktur tekan, mm
adalah beban kritis elastis, N
adalah kuat aksial nominal komponen struktur, N
adalah beban aksial terfaktor, N
adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm
adalah tebal, mm
adalah parameter kelangsingan batang tekan
adalah batas perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang
kompak
adalah batas perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang
tak kompak
adalah luas penampang, mm2
adalah jarak antara dua pengaku vertikal, mm
adalah luas efektif penampang, mm2
adalah luas pengaku, mm2
adalah luas pelat badan, mm2
adalah lebar pelat atau penampang, mm
adalah tinggi penampang, mm
adalah modulus elastisitas baja, MPa
adalah tegangan acuan untuk momen kritis tekuk torsi lateral, MPa
adalah tegangan kritis, MPa
adalah tegangan sisa, MPa
adalah momen inersia pengaku terhadap muka pelat badan, mm4
adalah faktor kelangsingan pelat badan

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

vi

DAFTAR PUSTAKA
POLBAN

1.

McCormac, Jack C., Structural Steel Design, Harper & Row, New York, 1986.

2.

Gaylord, Edwin and Gaylord, Charles, Design of Steel Structures, 3rd Edition,
McGraw-Hill, Inc., New York, 1992.

3.

Brochkenbrough, Roger and Merrit, Frederich, Structural Steel Designers


Handbook, 2nd Edition, McGraw-Hill, 1994.

4.

Englekirk, Robert, Steel Structures Controlling Behavior Through Design,


John Wiley & Sons, New York, 1994.

5.

Salmon, Charles G. and Johnson, John E., Steel Structures Design and
Behavior Emphasizing Load and Resistance Factor Design, 3rd Edition,
HarperCollins, New York, 1990.

6.

Badan Standardisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-02, Tata


Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.

7.

American Institute of Steel Construction AISC, Steel Construction Manual


Load & Resistance Factor Design, 1st Edition, 1986.

8.

American Institute of Steel Construction AISC, Steel Construction Manual


Load & Resistance Factor Design, 2st Edition, 1993.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

213

DAFTAR TABEL
POLBAN

Tabel 1.1 Sifat Baja Struktur


Tabel 1.2 Sifat Mekanis Baja Struktural

Halaman
12
13

Tabel 2.1 Faktor Reduksi () untuk Keadaan Kekuatan Batas

31

Tabel 3.1 Gage Untuk Siku, inci


Tabel 3.2 Nilai U Untuk Sambungan Baut

43
51

Tabel 5.1 Panjang Efektif Kolom


104
Tabel 5.2(a) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan 107
Tabel 5.2(b) Batas Rasio Lebar-Tebal untuk Elemen Tekan
109
Tabel 7.1 Faktor Pengali untuk Batang yang Disambungkan Secara Kaku
Tabel 8.1 Gaya Tarik Baut yang Diperlukan untuk Sambungan Slip-Critical dan
Sambungan Menerima Tarik Langsung
Tabel 8.2 Dimensi Lubang Nominal
Tabel 8.3 Nilai Pertambahan Jarak Antara C 1 untuk Menentukan
Jarak Antara Minimum dari Lubang yang Diperbesar
Tabel 8.4 Jarak Sisi Minimum, in.
Tabel 8.5 Nilai Pertambahan Jarak Sisi C 2 , in.
Tabel 8.6 Kuat Rencana Penyambung
Tabel 8.7 Tahanan Nominal Geser Kritis terhadap Geser, ksi,
dari baut mutu tinggi

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

156

184
187
192
192
193
195
202

vii

KATA PENGANTAR
POLBAN

Buku Ajar ini disusun untuk digunakan oleh penulis sebagai acuan dalam pengajaran
bidang struktur baja. Buku ini mengacu pada Load and Resistance Factor Design
LRFD yang juga dianut oleh SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Bangunan Gedung. Buku ini memuat perancangan struktur baja yang paling
sederhana yaitu batang tarik dan tekan.
Meskipun telah terbitnya SNI 03-1729-2002, kesulitan yang dihadapi oleh perancang
struktur baja di Indonesia masih cukup besar yaitu tidak tersedianya alat bantu praktis
untuk merancang berupa kurva dan tabel yang dapat mempersingkat waktu perhitungan.
Hal ini tidak terjadi pada peraturan AISC-LRFD di Amerika Serikat yang telah cukup
lengkap menyediakan alat bantu perancangan. Untuk hal-hal lain yang tidak tercakup
dalam SNI 03-1729-2002, penulis mengacu pada peraturan AISC-LRFD. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa pengkayaan wawasan mengenai berbagai peraturan selain
SNI juga perlu dilakukan mengingat di dunia kerja dimungkinkan untuk tidak selalu
menggunakan SNI.
Tentunya masih banyak kekurangan dari buku ini dan penulis akan memperbaikinya
secara kontinyu. Harapan penulis semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan pembaca lain pada umumnya.

Bandung, 28 September 2009

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

ii

LAMPIRAN TUGAS BESAR


POLBAN

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN TEKNIK SIPIL
MataP OKuliah:
Struktur Baja Dasar
LBAN
SKS/Sem/Thn: 2 SKS/Ganjil 2009/2010
Pengajar:
Sumargo

Catatan:
Pengumpulan tugas setelah tanggal yang ditentukan
tidak dapat diterima

Tujuan:
a. Mendesain atap bangunan industri dari material baja.
b. Tugas dikerjakan secara perorangan.
c. Variasi jenis truss yang berlainan sehingga dapat disimpulkan jenis struktur yang ekonomis
d. Bangunan direncanakan dibangunan pada lokasi/daerah yang sama.
Spesifikasi bangunan:
a. Ukuran diberikan sesuai gambar atau berdasarkan tabel tugas.
b. Bangunan didesain berdasarakan AISC LRFD
c. Sambungan dibuat dengan baut.
d. Jenis atap bangunan adalah bangunan industri dengan material baja mutu A36/A50
e. Pembebanan yang ditinjau adalah beban mati dan beban angin dengan lokasi kampus Polban.
f. Beban mati terdiri dari penutup atap, gording (purlin), rangka atap, dan ikatan angin.
Diminta untuk mendesain bangunan industri dengan tahapan sebagai berikut:
No.
Tanggal dikumpulkan
Kegiatan
Tugas
sejak diberikan tugas
1
Hitung pembebanan dan selesaikan mekanika teknik
2 minggu
3 minggu
2
Desain batang tekan, tarik, dan bresing.
3 minggu
3
Desain sambungan
2 minggu
4
Penggambaran
2 minggu
5
Hitung berat total stuktur termasuk pelat buhul dan jumlah
baut yang dibutuhkan
Total
12 minggu

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

234

LAMPIRAN TUGAS BESAR


POLBAN

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLBAN

Mata Kuliah: Struktur Baja Dasar


SKS/Sem/Thn: 2 SKS/Ganjil 2009/2010
Pengajar:
Sumargo
No.

Nama

NIM

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Pengumpulan tugas setelah tanggal yang ditentukan tidak dapat diterima.

Tugas
(4) =
(5)(6)(7)(8)
(9)(10)(11)

BAAAABA
BBAAABA
BCAAABA
BDAAABA
BEAAABA
BFAAABA
BGAAABA
BHAAABA
BIAAABA
BJAAABA
BAAABBA
BBAABBA
BCAABBA
BDAABBA
BEAABBA
BFAABBA
BGAABBA
BHAABBA
BIAABBA
BJAABBA
BAAAABB
BBAAABB
BCAAABB
BDAAABB
BEAAABB
BFAAABB
BGAAABB
BHAAABB
BIAAABB
BJAAABB
BAAABBB
BBAABBB

Tipe
Struktur
(5)

A = Warren
slope kecil
B = Pratt slope
kecil
C = Pratt slope
besar
D = Howe
E = Fink
F = French
(chamberedFink)
G = Fan Fink
H = Busur
(Bowstring)
I = Gunting
J = Quadrangular

Jarak
Antar
Rangka
(ft)
(6)

A = 18
B = 24
C = 30

Lebar
Bentang
(ft)
(7)

Tinggi
Atap
(ft)
(8)

Mutu
Baja

A = 80
B = 90
C = 100
D = 110
E = 120
F = 130
G = 140

A = 15
B = 20
C = 25
D = 30
E = 35
F = 40
G = 45
H = 50

A36
A50

(9)

Sambungan

Titik Angkat
Rangka

(10)

(11)

Tanggal Pengumpulan
Tugas Tugas Tugas Tugas
1
2
3
4
(12)

(13)

(14)

(15)

Tugas
5
(16)

A = Las A = Titik
B = Baut
tengah
C = Rivet B = Tumpuan
kiri Titik
tengah Tumpuan
kanan.
C = Semua
titik
atas.

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

235

LAMPIRAN TUGAS BESAR


POLBAN

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLBAN

L3

28'-6"

L4

U'3

U'2

L5
L'4
L'3
8 @ 6'-0" = 48'-0"

L'2

U'1

U'o

L'o
6'-5"

L'1

U1

Uo

Lo
L1
6'-5"

U2

U3

L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"

Finishing lantai

L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"

L5

U'3

U'2

L'3

L'2

U'1

L'1

U'o

U1

Uo

4'-6"
7'-6"

U'4

L'4

L'o
6'-5"

Lo
L1
6'-5"

U2

U3

U4

U5

L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"

L'4

U'3

L'3

Jarak antar portal = B

Tipe Struktur C

Tipe Struktur D

U5
U4

U'2

U'1

L'2

U'1

L'1

U'o

L'o
6'-5"

L'4

L'3

Finishing lantai
Jarak antar portal = B

Tipe Struktur E

L'2

L'1

L'o
6'-5"

U'3

U2

U'2

U1

35'-6"

U1

4'-6"

U'2

L5

U'o

L'o
6'-5"

U'4

U3

14'-6"

U'3

U2

L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"

U'1

L'1

U5

U'4

U3

35'-6"

L5

U'4

Jarak antar portal = B

U4

L'2

Finishing lantai

Finishing lantai

Lo
L1
6'-5"

L'3

U'2

Tipe Struktur B

28'-6"

28'-6"

Lo
L1
6'-5"

U5

U4

U3

U2

L'4

U'3

Jarak antar portal = B

Tipe Struktur A

U1

L5

U'4

Finishing lantai

Jarak antar portal = B

Uo

U5

U4

4'-6"
7'-6"

L2

U'4

4'-6"
7'-6"

Lo
L1
6'-5"

U5

U4

Lo
L1
6'-5"

14'-6"

U3

U'1
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"

L5

L'4

L'3

L'2

L'1

4'-6"

U2

28'-6"

U1

Uo

Pengumpulan tugas setelah tanggal yang ditentukan mendapat nilai NOL.

4'-6"
7'-6"

Mata Kuliah: Struktur Baja Dasar


SKS/Sem/Thn: 2 SKS/Ganjil 2009/2010
Pengajar:
Sumargo

L'o
6'-5"

Finishing lantai
Jarak antar portal = B

Tipe Struktur F

Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial

236

Anda mungkin juga menyukai