BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Liat (Toughness)
Baja strukur merupakan material yang liat artinya memiliki kekuatan dan daktilitas.
Suatu elemen baja masih dapat terus memikul beban dengan deformasi yang cukup
besar. Ini merupakan sifat material yang penting karena dengan sifat ini elemen baja
bisa menerima deformasi yang besar selama pabrikasi, pengangkutan, dan pelaksanaan
tanpa menimbulkan kehancuran. Dengan demikian pada baja struktur dapat diberikan
lenturan, diberikan beban kejut, geser, dan dilubangi tanpa memperlihatkan kerusakan.
Kemampuan material untuk menyerap energi dalam jumlah yang cukup besar disebut
toughness.
Tambahan pada Struktur yang Telah Ada
Struktur baja sangat sesuai untuk penambahan struktur. Baik sebagian bentang baru
maupun seluruh sayap dapat ditambahkan pada portal yang telah ada, bahkan jembatan
baja seringkali diperlebar.
Lain-lain
Kelebihan lain dari materia baja struktur adalah: (a) kemudahan penyambungan baik
dengan baut, paku keling maupun las, (b) cepat dalam pemasangan, (c) dapat dibentuk
menjadi profil yang diinginkan, (d) kekuatan terhadap fatik, (e) kemungkinan untuk
penggunaan kembali setelah pembongkaran, (f) masih bernilai meskipun tidak
digunakan kembali sebagai elemen struktur, (g) adaptif terhadap prefabrikasi.
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Keruntuhan Getas
Pada kondisi tertentu baja akan kehilangan daktilitasnya dan keruntuhan getas dapat
terjadi pada tempat dengan konsentrasi tegangan tinggi. Jenis beban fatik dan
temperatur yang sangat rendah akan memperbesar kemungkinan keruntuhan getas (ini
yang terjadi pada kapal Titanic).
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Istilah cast iron diberikan untuk campuran dengan kadar karbon rendah,
sedangkan untuk kadar karbon tinggi dinamakan wrought iron. Baja mempunyai kadar
karbon diantara keduanya yaitu sekitar 0,15 s.d. 1,7%.
Pertama kali penggunaan logam untuk elemen struktur dengan dimensi tertentu
adalah pada tahun 1779 di Shropshire, Inggris (140 mil (225 km) arah utara-barat
London) dan digunakan untuk jembatan lengkung Coalbrookdale dengan bentang 100 ft
(30 m) yang melintas di atas sungai Severn. Jembatan ini (dan hingga sekarang masih
berdiri) dianggap sebagai titik balik sejarah bidang teknik karena merupakan pertama
kalinya menggunakan besi sebagai material struktur. Besi yang digunakan diperkirakan
mempunyai kekuatan empat kali dan tigapuluh kali lebih tinggi dari pada kayu.
Sebelum tahun 1840 lebih banyak digunakan cast iron dan setelah tahun tersebut
wrought iron mulai menggantikan peran. Pengembangan proses Bessemer dan
kelebihan dari proses open-hearth telah membuktikan bahwa baja memberikan harga
yang kompetitif sehingga produksi baja struktur pada 100 tahun terakhir sangat tinggi.
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
bentuk I. Sisi dalam dan luar dari flens profil W hampir sejajar dengan kemiringan
maksimum 1:20.
Balok S adalah balok profil pertama yang diproduksi di AS, mempunyai
kemiringan flens sisi dalam 1:6. Perhatikan bahwa tebal flens profil W yang hampir
konstan dibandingkan profil S dapat mempermudah penyambungan. Sekarang ini
produksi wide-flange hampir 50% dari seluruh berat bentuk profil yang diproduksi di
AS, sedangkan di Indonesia hampir seluruh balok menggunakan profil W. Gambar 1.1
memperlihatkan profil W dan S serta profil lainnya. Bebarapa properti penampang yang
digunakan dalam buku ini mengacu pada Manual of Steel Construction Load &
Resistance Factor Design edisi kedua yang diterbitkan oleh American Institute of Steel
Construction (AISC), 1 Desember 1993. Manual terdiri dari Volume I (Structural
Members, Specifications Codes) dan Volume II (Connections). Selain itu, profil yang
digunakan dalam buku ini juga mengacu pada manual yang dikeluarkan oleh produsen
baja Indonesia.
Profil diberikan singkatan berdasarkan suatu system yang dijelaskan dalam buku
ini untuk digunakan dalam penggambaran, spesifikasi, dan desain. Sistem ini telah
distandarisasi sehingga semua produsen dapat mengacu pada sistem yang sama untuk
tujuan pemesanan, pembayaran, dll. Berikut ini adalah beberapa contoh sistem
singkatan dari profil baja yang digunakan dalam peraturan AISC LRFD-93. Kelebihan
dari sistem penamaan (kodifikasi) yang ada dalam AISC dirasakan lebih memudahkan
karena didasarkan pada berat baja persatuan panjang, selain juga didasarkan pada
dimensi tinggi profil. Oleh karenanya dalam buku ini juga akan digunakan sistem
pengkodean yang serupa.
1. W27 x 114 adalah penampang Wide-flange dengan tinggi penampang mendekati
27 in dengan berat 114 lb/ft.
2. S12 x 35 adalah penampang Standar Amerika dengan tinggi penampang
mendekati 12 in dan berat 35 lb/ft.
3. HP12 x 74 adalah profil untuk tiang pondasi dengan tinggi profil mendekati 12
in dan berat 74 lb/ft. Profil ini dibuat dengan material yang sama seperti profil
W tetapi dengan web yang lebih tebal dengan tujuan supaya lebih kuat terhadap
proses pemancangan.
4. M8 x 6,5 adalah profil dengan tinggi 8 in dan berat 6,5 lb/ft. Berdasarkan
dimensinya, profil ini tidak dapat digolongkan dalam penampang W, S, atau HP.
5. C10 x 30 adalah profil tipe kanal dengan tinggi 10 in dan berat 30 lb/ft.
6. MC18 x 58 adalah sejenis kanal tetapi dari dimensinya tidak dapat
dikelompokkan sebagai C.
7. L6 x 6 x adalah siku sama kaki dengan panjang kaki 6 in dan tebal in.
8. WT18 x 140 adalah profil T yang didapat dengan memotong separuh profil W36
x 240.
9. Penampang baja persegi dikelompokkan menjadi pelat dan bar. Pada umumnya
penampang lebih besar dari 8 in. disebut pelat, sedangkan yang lebih kecil dari 8
in disebut tulangan/batang. Informasi detail dari penampang ini diberikan dalam
Part 1 dari Manual LRFD. Pelat umumnya diberi notasi berdasarkan tebal x
lebar x panjang, misalnya: PL x 6 x 1 ft 4 in.
10. IWF 100x100x17,2 adalah profil wide-flange dengan lebar flens 100 mm, tinggi
profil 100 mm, dan berat per meter 17,2 kg.
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
Data profil secara lengkap dapat dilihat dalam peraturan AISC LRFD. Dimensi
diberikan dalam bentuk desimal (diperlukan oleh perancang teknik) dan juga sampai
dengan 1/16 in (digunakan oleh juru gambar). Data lain yang diberikan dalam manual
AISC-LRFD adalah luas penampang, momen inersia, jari-jari girasi, dll.
Tentu saja dalam proses manufaktur baja akan terjadi variasi sehingga besaran
penampang yang ada tidak sepenuhnya sesuai dengan yang tersedia dalam tabel manual
tersebut. Untuk mengatasi variasi tersebut, toleransi maksimum telah ditentukan dalam
peraturan. Sebagai konsekuensi dari toleransi tersebut, perhitungan tegangan dapat
dilakukan berdasarkan properti penampang yang diberikan dalam tabel.
Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dalam penampang baja. Hal ini
disebabkan tidak cukup banyaknya permintaan baja profil tertentu, atau sebagai akibat
dari perkembangan profil yang lebih efisien, dll.
fles
Slope 0-5%
Web
Slope 16 2/3 %
Kanal
Slope 16 2/3 %
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Siku
Profil Z
Dengan
Pengaku
Kanal
Dengan
Pengaku
Kanal
Topi
Profil Z
Topi
Dengan
Pengaku
Pelat beton seringkali dibentuk dengan menggunakan acuan dek metal hasil
pembuatan dingin, dan dek tersebut dibiarkan ditempat setelah beton mengeras.
Beberapa jenis dek telah tersedia dipasaran dengan profil seperti pada Gambar 1.3.
Penampang dengan rusuk yang agak dalam dapat dimanfaatkan untuk peralatan
elektrikal dan mekanikal.
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
batas elastis tetapi nilainya jarang diukur. Untuk material struktur batas elastis sama
dengan batas proporsional.
Tegangan konstan yang disertai perpanjangan atau regangan disebut titik leleh.
Titik ini merupakan titik awal dari diagram tegangan-regangan dengan kemiringan nol
atau horizontal. Titik ini merupakan nilai yang penting untuk material baja karena
perencanaan dengan metoda elastis didasarkan pada nilai tegangan ini. Pengecualian
terjadi pada batang tekan karena nlai dapat tidak dicapai akibat adanya tekuk. Tegangan
ijin yang digunakan dalam metoda ini diambil sebagai persentase atau fraksi dari titik
leleh. Di atas titik leleh akan terjadi pertambahan regangan tanpa penambahan tegangan.
Regangan yang terjadi sebelum titik leleh disebut regangan elastis, sedangkan regangan
setelah titik leleh disebut regangan plastis yang besarnya sekitar 10 sampai dengan 15
kali dari regangan elastis.
Leleh baja tanpa penambahan tegangan dianggap sebagai suatu kelemahan dan
sekaligus kelebihan. Sifat ini seringkali digunakan sebagai pelindung terhadap
keruntuhan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam perancangan. Jika tegangan pada
suatu titik dari suatu struktur daktil mencapai tegangan leleh, elemen dari struktur
tersebut akan leleh secara lokal/setempat tanpa penambahan tegangan sehingga dapat
mencegah keruntuhan prematur/awal. Dengan adanya daktilitas ini, tegangan dalam
struktur dapat diredistribusi atau disebarkan ke seluruh komponen struktur. Demikian
juga dengan tegangan tinggi yang disebabkan oleh fabrikasi, pelaksanaan, atau
pembebanan akan didistribusi dengan sendirinya. Dengan kata lain, struktur baja
mempunyai cadangan regangan plastis sehingga dapat menahan beban yang relatif besar
dan beban kejut. Jika material tidak memiliki sifat daktilitas, akan terjadi kehancuran
mendadak seperti halnya pada gelas atau kaca.
Setelah regangan plastis, terdapat daerah yang dinamakan strain hardening yaitu
daerah dimana diperlukan tegangan untuk terjadinya tambahan regangan, tetapi bagian
ini belum dianggap penting dalam perancangan. Suatu diagram tegangan-regangan baja
struktur diberikan dalam Gambar 1.4.
Disini hanya ditunjukkan bagian awal dari kurva kerena akan terjadi deformasi
yang besar sebelum terjadi keruntuhan. Total regangan baja pada saat terjadi keruntuhan
adalah 150 sampai dengan 200 kali regangan elastis. Kurva akan terus naik mencapai
tegangan maksimum dan selanjutnya akan terjadi pengurangan luas penampang yang
diikuti dengan keruntuhan.
Tipikal kurva tegangan-regangan dalam Gambar 1.4 adalah untuk baja struktur
daktil dan diasumsikan sama untuk tarik dan tekan. (Elemen tekan harus cukup pendek
karena elemen yang panjang akan berdefleksi secara lateral dan sifat material sangat
dipengaruhi oleh momen yang dihasilkan oleh defleksi lateral). Bentuk kurva bervariasi
tergantung pada kecepatan pembebanan, tipe baja, dan temperatur. Salah satu variasi
diberikan dengan garis putus dan dinamakan leleh atas (upper yield) sebagai hasil
pembebanan yang cepat. Leleh bawah (lower yield) didapat jika pembebanan diberikan
dengan lambat.
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Tegangan, f = P/A
POLBAN
Leleh elastis
Leleh plastis
Strain hardening
Leleh bawah
Leleh atas
Regangan, = l/l
Gambar 1.4 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Struktur
10
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Tegangan, f = P/A
POLBAN
Fu
hancur
Fy
Fy = tegangan leleh
Fu = tegangan tarik ultimate
Regangan, = l/l
Gambar 1.5 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Baja Getas
Baja getas mempunyai rentang cukup besar dimana tegangan sebanding dengan
regangan, tetapi tidak mempunyai batas tegangan leleh yang pasti. Sedangkan untuk
menerapkan rumus-rumus untuk desain diperlukan nilai tegangan leleh yang pasti baik
untuk baja daktil maupun getas.
Jika baja lunak ditarik hingga melampaui batas elastis dan kemudian gaya tarik
dihilangkan (unloading) maka tidak akan kembali pada kondisi regangan nol. Pada saat
unloading, diagram tegangan-regangan akan melalui lintasan yang baru seperti yang
ditunjukkan dengan garis putus dalam Gambar 1.5 dan sejajar dengan garis lurus
semula. Hasilnya adalah terjadinya regangan permanen atau regangan residual.
Tegangan leleh dari baja getas biasanya didefinisikan sebagai tegangan dari
lintasan unloading dengan regangan residual 0,002. Jadi dari regangan residual sebesar
0,2% ini kita tarik garis sejajar dengan diagram tegangan-regangan, dan titik
perpotongannya menyatakan tegangan lelehnya.
11
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
hampir sama dengan baja A36. Baja bertegangan leleh 50 ksi (345 MPa) ini dihasilkan
dari peleburan kembali baja mobil tua dengan proses electric furnace.
Sekarang ini banyak permintaan dari pihak perencana dan pelaksana konstruksi
untuk baja yang lebih kuat, lebih tahan korosi, lebih mudah untuk dilas, dll. Penelitian
oleh industri baja telah menghasilkan baja yang dapat memenuhi permintaan tersebut.
Baja struktur dikelompokan dalam: baja karbon multi-fungsi (A36), baja karbon
struktur (A529), baja karbon kekuatan tinggi dengan bahan tambahan rendah (A572),
baja struktur tahan korosi kekuatan tinggi dengan bahan tambahan rendah (A242 dan
A588), dan pelat baja dengan pendinginan dan penempaan (A514 dan A852).
Dalam paragraf berikut akan dijelaskan mengenai 7 klasifikasi baja ini. Tabel
1.1 memperlihatkan fenomena bahwa semakin tebal baja digiling akan semakin kuat.
Elemen yang tebal cenderung akan lebih getas dan kecepatan pendinginan
menyebabkan mikrostruktur baja menjadi lebih kasar. Tabel 1.2 yang diambil dari SNI
03-1729-2002 menampilkan sifat mekanis baja struktural.
Baja Karbon (Carbon Steel)
Kekuatan baja ini ditentukan oleh kadar karbon dan mangan. Proporsi kimia dari baja
ini adalah: 1,7% karbon, 1,65% mangan, 0,60% silikon, dan 0,60% tembaga. Baja ini
dibagi menjadi empat kategori tergantung pada kadar karbonnya.
1. Baja karbon rendah < 0,15 %
2. Baja lunak 0,15 0,29%. (Baja karbon struktur termasuk dalam kategori ini).
3. Baja karbon medium 0,30 0,59%.
4. Baja karbon tinggi 0,60 1,70%.
Baja Tegangan Tinggi Bahan Tambahan Rendah (High-Strength Low-Alloy Steel)
Banyak jenis baja ini dan ASTM mengelompokkannya dalam beberapa notasi. Selain
mengandung karbon dan mangan, baja ini mendapatkan kekuatan tinggi dengan adanya
bahan tambahan seperti columbium, vanadium, kromium, silikon, tembaga, dan nikel.
Dalam kelompok baja ini adalah baja dengan tegangan leleh 40 ksi (276 MPa) dan 70
ksi (483 MPa). Baja ini mempunyai daya tahan korosi yang lebih tinggi dibandingkan
baja karbon.
Istilah low-alloy digunakan untuk menyatakan bahwa baja mempunyai
persentase total bahan tambahan kurang dari 5% dari total komposisi baja.
Notasi
ASTM
Jenis Baja
A36
Karbon
Profil, bar,
dan pelat
A529
Karbon
A572
High-strength
low-alloy
Columbium-
Profil
dan
pelat s.d.
in.
Profil, pelat,
bar s.d. 6 in.
Tegangan
Leleh
Minimum
F y , ksia
(MPa)
36
(248),
tetapi
32
(221)
jika
tebal > 8 in.
42 (290)
50 (345)
42 (290)
65 (448)
Kuat Tarik
Minimum
F u , ksib
(MPa)
58(400) 80
(552)
60 (414)
100 (689)
60 (414)
80 (552)
12
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
Vanadium
A242
A588
A852
A514
Atmospheric
corrosionresistant
highstrength
lowalloy
Atmospheric
corrosionresistant
highstrength
lowalloy
Quenched and
tempered alloy
Profil, pelat,
bar s.d. 5 in.
Quenched and
tempered alloy
Hanya pelat
2 s.d. 6 in.
42 (240)
50 (345)
63 (434)
70 (483)
42 (240)
50 (345)
63 (434)
70 (483)
Hanya pelat
s.d. 4 in.
70 (483)
90 (621)
100 (689)
90 (621)
100 (689)
100 (689)
130 (896)
F y bervariasi terhadap tebal dan group (lihat Tabel 1-1 dan 1-2, Part 1, Manual LRFD)
F u bervariasi terhadap mutu dan jenis.
Jenis Baja
BJ34
BJ37
BJ41
BJ50
BJ55
13
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
Baja Dengan Pendinginan dan Penempaan (Quenched and Tempered Alloy Steel)
Baja ini mempunyai bahan tambahan lebih banyak dari baja karbon kemudian
dipanaskan dan di didinginkan kemudian ditempa sehingga didapat kekuatan dan liat
dengan kekuatan antara 70 110 ksi (483 758 MPa). Pendinginan dilakukan secara
cepat dengan menggunakan air atau oli dari temperatur 1650oF menjadi 300oF. Dalam
penempaan, baja dipanaskan hingga 1150oF, kemudian dibiarkan mendingin.
Baja jenis ini tidak menunjukkan titik leleh yang pasti dibandingkan baja karbon
dan baja high-strength low-alloy. Biasanya tegangan leleh ditentukan sebagai tegangan
pada regangan 0,2%. Dalam Tabel 1.1 baja jenis ini dikelompokan dalam A852 dengan
tegangan leleh 70 ksi (483 MPa) dan A514 dengan tegangan leleh 90 ksi (621 MPa)
atau 100 ksi (689 MPa) tergantung ketebalannya.
Dalam Pasal A3.1, Part 6, Manual LRFD terdapat 8 mutu baja lain menurut
ASTM (A53, A500, A501, A570, A606, A607, A618, dan A709). Mutu baja ini
mencakup pipa, tube proses pembuatan dingin dan panas, lembaran, strip, dan baja
struktur untuk jembatan.
Kurva tegangan-regangan aktual untuk tiga jenis baja diberikan dalam Gambar
1.6 (baja karbon, kekuatan-tinggi aditif-rendah, dan baja dengan proses pendinginan dan
pemanasan). Baja tipe pertama dan kedua mempunyai titik leleh yang pasti, tetapi tidak
pada baja jenis ketiga.
Kekuatan tarik, Fu
0,2%
Fy = 100 ksi
Fy = 50 ksi
Baja karbon, A36
Fy = 36 ksi
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
Beberapa hal bias dipelajari dari kurva ini, yaitu: (a) modulus elastisitas tidak
berbeda untuk mutu baja yang berlainan, (b) semakin tinggi mutu baja daktilitas
semakin rendah, (c) semakin tinggi mutu baja, batas titik leleh semakin tidak jelas.
14
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
15
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
2 mm
20 mm
20 mm
Getas
(daktilitas diabaikan)
Daktil
50
40
30
Temperatur
Transisi
(kemiringan paling curam)
20
10
-10
10
20
30
40 Tempartur, oF
Baja struktur lain memberikan persyaratan lain untuk tingkat penyerapan energi
(misalnya 20 ft-lb pada 20oF) tergantung pada temperatur, tegangan, dan kondisi beban
dimana baja tersebut akan digunakan.
Perancangan Struktur Baja Metode LRFD Elemen Aksial
16
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Gambar 1.9 Daerah Inti, Lokasi Tempat Terjadinya Keruntuhan Getas Penampang Jumbo
Profil jumbo semula dikembangkan untuk digunakan sebagai elemen tekan dan
sejenisnya, telah menunjukkan hasil yang baik. Tetapi perancang teknik sering
menggunakan profil ini untuk batang tarik dan elemen lentur. Selama penggunaannya,
pada daerah flens dan web telah muncul masalah retak tempat dilakukan las dan
pemotongan secara thermal. Retak ini menghasilkan kapasitas daya dukung beban yang
lebih kecil dan berhubungan dengan fatik.
Elemen baja tebal cenderung lebih getas dari pada elemen yang tipis. Salah satu
sebab dari hal ini adalah daerah inti dari penampang tebal (Gambar 1.9) menerima
penggilingan/ penempaan yang lebih sedikit, mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi
(untuk menghasilkan tegangan leleh yang diperlukan), dan mempunyai tegangan tarik
yang lebih tinggi akibat pendinginan.
Penampang jumbo yang disambung dengan las dapat digunakan untuk kondisi
aksial tarik dan lentur jika prosedur yang diberikan dalam Specification A3.1c Manual
LRFD diikuti. Persyaratan tersebut adalah:
1. Baja harus mempunyai tingkat penyerapan energi sebagaimana yang ditentukan oleh
test Charpy V-notch (20 ft-lb pada 70oF). Spesimen harus diambil dari daerah inti
seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.9 dimana telah terbukti adanya masalah
keruntuhan getas.
2. Selama pengelasan temperatur harus dikontrol dan pekerjaan harus mengikuti urutan
tertentu.
3. Diperlukan detail sambungan khusus.
17
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
titik yang dilas. (Hal ini dapat juga dibuktikan pada pelat tipis, tetapi akan lebih banyak
terjadi pada pelat tebal).
Jika suatu titik dikekang, susut las dalam arah tebal tidak dapat diredistribusi dan
menimbulkan sobek baja yang dinamakan sobek lamellar. (Lamellar berati terdiri dari
beberapa lapisan tipis). Hal ini semakin nyata dengan adanya beban tarik. Sobek
lamellar akan terlihat sebagai retak fatik setelah beberapa kali siklus.
Masalah sobek lamellar dapat dihilangkan atau diminimalkan dengan prosedur
las yang baik dan tepat. Misalnya, las harus dibuat sehingga susut sedapat mungkin
terjadi dalam arah giling baja.
1
3
3
3
3
2
2
15 9 7/8
15 9 7/8
32 1
Balok B4F6
W16 x 40 x 32
Gambar 1.10 Bagian dari Gambar Detail
18
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
POLBAN
Dalam gambar balok, girder, dan kolom dinyatakan dengan huruf B, G, C yang
diikuti dengan nomor elemen, misalnya B5, G12, dll. Pada bangunan tingkat tinggi dari
rangka baja akan terdapat beberapa lantai yang identik atau hampir sama sistem
rangkanya. Jadi satu rencana pelaksanaan dapat digunakan untuk beberapa lantai. Untuk
situasi seperti ini notasi elemen kolom, balok, dan balok anak akan mempunyai notasi
yang sama. Misalnya kolom C15(3-5) adalah kolom 15, lantai ke 3 s.d. 5, sedangkan
B4F6, atau B4(6) menyatakan balok B4 lantai ke-6. Sebagian dari gambar pelaksanaan
diberikan dalam Gambar 1.11.
96 - 0
24 - 0
24 - 0
B1
G5
B6
G3
G1
28 - 0
B5
G6
B10
G4
G2
48 - 0
20 - 0
B9
B2
Denah lantai 6
El. 74-3
Serat atas dari baja 6 in
dibawah lantai
Gambar 1.11 Bagian dari Gambar Pelaksanaan Memperlihatkan Letak Setiap Elemen
19
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
Biaya
Perancang teknik harus selalu menekan biaya serendah mungkin tanpa mengorbankan
kekuatan.
Sifat Praktis
Tujuan lain dalam perancangan struktur adalah kemudahan dalam fabrikasi dan
pelaksanaan tanpa menimbulkan masalah yang terlalu besar. Perancang teknik harus
mengerti metode fabrikasi dan berusaha menyesuaikan dengan fasilitas yang ada dalam
proyeknya.
Perancang teknik juga harus mempelajari segala sesuatu tentang pendetailan,
fabrikasi, dan pelaksanaan di lapangan. Hasil pekerjaannya akan lebih dapat diterima,
praktis, dan ekonomis jika perancang mengetahui tentang masalah, toleransi, dan ruang
gerak di lapangan. Dalam hal ini termasuk juga transportasi material ke lapangan
dengan truk atau kereta api, kondisi pekerja, dan peralatan dalam pelaksanaan.
Akhirnya perancang juga harus merancang dimensi yang tidak mengganggu
sistem mekanis struktur seperti sistem pipa, elektrikal, dan arsitektural.
20
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
6. Lebih disukai untuk menggunakan profil yang sama berulang kali karena hal ini
dapat mengurangi gambar dan pekerjaan detail untuk mengurangi biaya pabrikasi
dan pelaksanaan.
7. Untuk penampang besar, khususnya profil built-up, perancang harus mencari
informasi mengenai masalah transportasi. Informasi tersebut adalah panjang dan
tinggi yang dapat diangkut dengan truk atau kereta api, jarak bersih jembatan dan
kabel listrik, dan beban maksimum yang dapat dipikul oleh jembatan. Untuk
membuat rangka atap menjadi satu kesatuan sangatlah memungkinkan, tetapi
apakah mungkin untuk membawanya ke lapangan dan memasangnya?
8. Profil yang dipilih harus mudah untuk dipasang dan mudah dirawat. Misalnya, harus
dimungkikan memberikan akses guna pemeliharaan dan pengecatan periodik.
9. Gedung seringkali dimuati juga oleh pipa, saluran, dll. Pemilihan profil harus
dilakukan sehingga sesuai dengan persyaratan untuk terpasangnya utilitas tersebut.
10. Elemen baja seringkali tidak diselubungi (ekspos) seperti pada jembatan dan
auditorium. Penampilan struktur seperti ini memerlukan pemilihan jenis
penampang.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, bagaimana membuat perancangan struktur
baja yang ekonomis? Perancangan ekonomis akan didapat dicapai jika biaya pabrikasi
minimum.
21
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
yang sama, maka tidak akan terjadi perubahan tegangan. Tetapi biasanya perencana
tidak dapat pencegah penurunan, oleh kerena itu dalam mendesain strutkur harus
diperkirakan tegangan yang muncul akibat adanya perbedaan penurunan. Perbedaan
penurunan pondasi yang terjadi pada struktur tidak simetris akan menyebabkan variasi
tegangan yang sangat besar. Jika kondisi pondasi sangat buruk, maka sebaiknya dibuat
struktur statis tertentu sehingga perbedaan penurunan pondasi tidak menyebabkan
perubahan tegangan yang besar. Pada bagian lain akan dibahas bahwa kekuatan ultimate
baja hanya berubah sedikit akibat adanya perbedaan penurunan.
Jenis keruntuhan lain disebabkan oleh kurangnya perhatian pada defleksi, fatik
elemen, pengaku terhadap goyangan, getaran, dan kemungkinan terjadinya buckling
pada elemen tekan atau flens tekan dari balok. Struktur yang telah selesai dibangun
biasanya diperkaku dengan adanya lantai, dinding, sambungan, dan pengaku khusus,
tetapi pada saat pelaksanaan semua elemen pengaku tersebut belum terpasang. Untuk
itu, selama pelaksanaan perlu adanya pengaku sementara.
22
POLBAN
BAB I
PENDAHULUAN
PERANCANGAN STRUKTUR BAJA
23
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
24
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
2.2 Beban
Salah satu kesulitan yang dihadapi perancang teknik adalah memperhitungkan dengan
tepat beban yang akan bekerja pada struktur. Setelah langkah tersebut, perancang teknik
masih harus menentukan kombinasi beban yang paling menentukan. Misalnya, suatu
gedung apakah harus dirancang berdasarkan beban mati, hidup, angin, dan gempa yang
dianggap bekerja pada waktu yang bersamaan atau dengan kombinasi yang lebih
sedikit?
Paragraf berikut ini akan menjelaskan tipe beban meskipun tidak dibahas secara
detail karena detail jenis pembebanan dapat dilihat pada peraturan. Pada intinya beban
dibagi menjadi dua yaitu beban mati dan beban hidup.
25
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
hujan, ledakan, gempa, tekanan tanah, tekanan air, perubahan temperatur, dan beban
yang disebabkan oleh pelaksanaan konstruksi.
26
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas
kekuatan dan batas layan (serviceability).
Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau
kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk (buckling),
hancur, fatik, guling, dll.
Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan performansi
(unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan dengan hunian struktur
yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi.
Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban
ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung.
Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak
terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau sakit. Dari sisi
kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan
beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-tahunan, meskipun boleh
terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan.
Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas
kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri
batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama
ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan untuk gedung)
adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat
diserahkan kepada perancang teknik sendiri.
Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Q i ) dikalikan dengan faktor beban
atau faktor keamanan ( i ) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan
digunakan beban terfaktor. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi
pembebanan sebagaimana akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung
beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan
teoritis dari elemen struktur (R n ) yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau
faktor overcapacity () yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai
untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan material, dimensi, dan
pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman
reliabilitas dalam perancangan sebagaimana dijelaskan dalam Sub Bab 2.9.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6.3 SNI 03-1729-2002, untuk suatu
elemen, penjelasan paragraf diatas dapat diringkas menjadi: (Jumlah faktor perkalian
beban dan faktor beban) (faktor resistansi)(kekuatan/resistansi nominal) yang secara
konseptual diberikan dalam Gambar 2.1.
Q
i
Rn
(2.1)
Ruas sebelah kiri dari Pers. (2.1) menyatakan pengaruh beban pada struktur
sedangkan ruas sebelah kanan menyatakan ketahanan atau kapasitas dari elemen
struktur.
27
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
28
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
Dalam kelompok kombinasi diatas, beban kejut cukup ditinjau dengan Pers.
(2.4). Untuk bangunan garasi, gedung untuk kepentingan umum, atau gedung lain
dengan beban hidup melampaui 5 kPa (500 kg/m2), maka faktor beban L pada Pers.
(2.3), (2.4), dan (2.5) sama dengan 1,0 sehingga persamaan menjadi:
U = 1,2D + 1,6(L r atau H) + (1,0L atau 0,8W)
(2.7)
U = 1,2D + 1,3W + 1,0L + 0,5(L r atau H)
(2.8)
U = 1,2D 1,0E + 1,0L
(2.9)
Untuk memperhitungan kemungkinan adanya gaya ke atas (uplift), maka LRFD
memberikan kombinasi beban lain. Kondisi ini mencakup kasus dimana gaya tarik
muncul akibat adanya momen guling. Hal ini akan menentukan pada gedung tinggkat
tinggi dengan gaya lateral yang besar. Dalam kombinasi ini beban mati direduksi 10%
untuk mencegah estimasi berlebih (overestimate).
Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif hanya
perlu ditinjau pada Pers. (2.10) di bawah ini. Jadi dalam persamaan sebelumnya, tanda
untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain dalam persamaan
tersebut.
U = 0,9D (1,3W atau 1,0E)
(2.10)
Besar beban (D, L, L a , dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban hidup
rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi.
Contoh 2.1 s.d. 2.3 memberikan ilustrasi perhitungan faktor beban dengan
menggunakan kombinasi dalam LRFD. Nilai yang terbesar dari nilai tersebut disebut
sebagai beban kritis atau beban yang menentukan untuk digunakan dalam perancangan.
Contoh 2.1
Suatu lantai disokong oleh balok IWF100x100x17,2 dengan jarak 2,4 m. Beban lantai
adalah beban mati 244 kg/m2 dan beban hidup 390 kg/m2. Tentukan beban kritis dalam
kg/m yang harus dipikul oleh balok.
Solusi:
Setiap meter balok harus memikul beban mati pada daerah seluas: 2,4 x 1 m = 2,4 m2.
D = 17,2 + (2,4)(244) = 602,8 kg/m
L = (2,4)(390) = 936 kg/m
Hitung beban terfaktor, hanya beban D dan L yang harus dipikul oleh balok, jadi
hanya perlu menggunakan Pers. (2.2) dan (2.3).
U = (1,4)(602.8) = 844 lbs/ft
(2.2)
U = (1,2)(602.8) + (1,6)(936) = 2221 kg/m
menentukan
(2.3)
Jadi beban terfaktor kritis = 2221 kg/m
Contoh 2.2
Suatu lantai disokong oleh balok IWF 100x100x17,2 dengan jarak 2,75 m. Beban lantai
adalah beban mati 195 kg/m2, beban air hujan 146 kg/m2, dan beban angin 98 kg/m2.
Tentukan beban kritis dalam kg/m yang harus dipikul oleh balok.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
29
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
Solusi:
D = 17,2 + (2,75)(195) = 553,5 kg/m
L=0
L a atau H = (2,75)(146) = 401,5 kg/m
W = (2,75)(98) = 270 kg/m
Substitusi ke dalam kombinasi beban LRFD:
U = (1,4)(553,5) = 775 kg/m
U = (1,2)(553,5) + 0 + (0,5)(401,5) = 865 kg/m
U = (1,2)(553,5) + (1,6)(401,5) + (0,8)(270) = 1523 kg/m menentukan
U = (1,2)(553,5) + (1,3)(270) + (0,5)(401,5) = 1216 kg/m
U = (1,2)(553,5) + 0 + (0,2)(401,5) = 745 kg/m
U = (0,9)(553,3) (1,3)(270) = 849 atau 147 kg/m
(2.2)
(2.3)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.2)
(2.3)
(2.4(a))
(2.4(b))
(2.5)
(2.6)
(2.7(a))
(2.7(b))
30
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
tersebut adalah 0,85 untuk kolom, 0,75 atau 0,90 untuk batang tarik, 0,90 untuk balok
dengan beban momen dan geser, dll.
Beberapa nilai faktor resistansi dari SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2 dituliskan
kembali dalam Tabel 2.1. Sebagian istilah dalam tabel tersebut akan dibahas kemudian.
0,90
0,75
0,90
0,90
31
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
0,85
0,85
0,60
0,85
0,90
0,75
0,75
0,75
0,75
0,90
0,75
0,75
Kuat tekan
Komponen struktur komposit:
Kuat tekan
Kuat tumpu beton
Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastis
Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastis
Sambungan baut:
Baut yang memikul geser
Baut yang memikul tarik
Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik
Lapis yang memikul tumpu
Sambungan las:
Las tumpul penetrasi penuh
Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian.
Las pengisi
6. Meskipun beban mati dapat diperkirakan dengan cukup teliti, tetapi tidak
demikian dengan beban hidup.
7. Ketidakpastian lain adalah tegangan residual dan konsentrasi tegangan, variasi
dimensi penampang profil, dll.
32
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
struktur dan begitu pula dengan beban maksimum, Q, yang diharapkan akan bekerja
pada struktur selama masa layan. Struktur akan aman jika R Q.
Nilai aktual dari R dan Q adalah variabel acak/random, maka tidak dapat
dikatakan 100% pasti bahwa R akan sama atau lebih besar dari Q untuk struktur
tertentu. Betapapun teliti perancangan dan pelaksanaan suatu struktur, akan selalu ada
kemungkinan kecil bahwa Q akan lebih besar dari R atau kondisi batas kekuatan akan
dilampaui. Tujuan dari peraturan LRFD adalah untuk membuat kemungkin ini sekecil
mungkin dan dengan persentase yang konsistensi.
Jadi besar resistansi dan beban adalah tidak pasti. Jika digambarkan kurva R/Q
untuk sejumlah struktur maka hasilnya adalah kurva probabilitas berbentuk bel dengan
nilai rata-rata R m dan Q m dan standar deviasi. Jika R < Q maka kondisi batas kekuatan
akan dilampaui dan terjadi keruntuhan.
ln (Rm / Qm )
VR2 + VQ2
(2.11)
33
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
Dalam rumus diatas, R m dan Q m adalah rata-rata resistansi dan beban, sedangkan
V R dan Q R adalah koefisien variasi.
Berdasarkan perhitungan reliabilitas yang dijelaskan diatas, standar/peraturan
memutuskan untuk menggunakan nilai yang konsisten sebagai berikut:
1. = 3,00 untuk elemen akibat beban gravitasi.
2. = 4,50 untuk sambungan. (Nilai ini menunjukkan bahwa sambungan harus
lebih kuat dibandingkan dengan elemen yang disambung).
3. = 2,5 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban angin. (Nilai ini
menunjukkan bahwa faktor keamanan tidak harus sebesar akibat beban lateral
yang biasanya mempunyai durasi yang pendek).
4. = 1,75 untuk elemen akibat beban gravitasi dan beban gempa.
Nilai disesuaikan sedemikian rupa sehingga nilai yang ditentukan diatas bisa
diperoleh dalam perancangan. Hal ini menjadikan perancangan dengan LRFD akan
hampir selalu memberikan hasil yang sama dengan metoda ASD jika rasio beban hidup
terhadap beban mati adalah 3.
34
BAB II
PERATURAN, BEBAN, DAN METODE PERANCANGAN
POLBAN
2.2
Suatu pelat atap memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 100
kg/m2, air hujan H = 150 kg/m2, dan angin W = 100 kg/m2. Hitung beban terfaktor
dalam kg/m2 yang harus digunakan dalam perancangan.
2.3
Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 23 ton, beban
hidup L = 18 t, dan beban angin tarik atau tekan W = 14 ton. Hitung kuat rencana
kolom.
2.4
Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja: beban mati D = 36 ton, beban
hidup L = 27 ton, beban hidup atap L a = 9 ton, dan beban angin W = 25 ton.
Hitung kuat rencana kolom.
2.5
Suatu balok-kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial dan momen:
beban mati D = 36 ton, beban hidup L = 4,5 ton, M D = 2,5 ton-m dan M L = 1,1
ton-m. Hitung beban aksial dan momen yang harus digunakan dalam perancangan.
2.6
Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial: beban mati D = 27 ton,
beban hidup L = 20 ton, beban hidup atap L a = 7 ton, dan beban angin W = 18
ton. Hitung kuat rencana kolom.
2.7
Suatu kolom memikul beban layan atau beban kerja aksial: beban mati D = 91 ton,
beban hidup L = 68 ton, beban hidup atap L a = 11,5 ton, beban angin W = 45 ton,
dan E = 18 ton. Hitung beban terfaktor kritis untuk merancang kolom tersebut.
35
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
36
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.1 Pendahuluan
Batang tarik dapat dijumpai pada jembatan, rangka atap, tower, ikatan angin, sistem
pengaku, dll. Pemilihan penampang batang tarik sangat sederhana karena tidak ada
bahaya tekuk (buckling) sehingga untuk mendapat luas penampang yang diperlukan
cukup menghitung beban terfaktor yang dipikul oleh batang dibagi dengan tegangan
tarik rencana. Kemudian memilih profil sesuai dengan luas penampang yang
diperlukan.
Pemilihan tipe penampang batang yang digunakan lebih banyak dipengaruhi
oleh sambungan. Bentuk batang tarik yang paling sederhana adalah batang bulat, tetapi
sulit untuk disambungkan dengan struktur lain. Pada masa sekarang, batang bulat ini
tidak banyak dipakai kecuali pada sistem pengaku dan rangka atap ringan.
Ukuran batang bulat yang ada mempunyai kekakuan yang sangat kecil sehingga
mudah melentur akibat berat sendiri. Kesulitan lain dari penggunaan batang bulat
adalah dalam hal fabrikasi yang sesuai dengan ukuran panjang sehingga sulit dalam
instalasi.
Jika batang bulat digunakan dalam ikatan angin akan lebih baik jika diberikan
gaya tarik awal yang akan mengikat struktur lebih kuat sehingga mengurangi goyangan.
Untuk memberikan gaya tarik awal, batang bulat dibuat lebih pendek dari yang
diperlukan sekitar 1,6 mm untuk setiap 6,0 m panjang batang. Dengan demikian
tegangan
awal
yang
dihasilkan
sebesar
-3
2
2
Cara
lain
f = E = [1,6 x 10 /(6,0)](200 000 000 kN/m ) = 53 333,3 kN/m .
memberikan tegangan awal adalah dengan melengkapi batang bulat dengan sleeve nut
atau turnbucke seperti dijelaskan dalam Bagian 8 dari AISC-LRFD.
Pada awal penggunaan baja pada struktur, batang tarik terdiri dari batang bulat
dan kabel. Sekarang, batang tarik banyak terdiri dari penampang siku tunggal, siku
ganda, T, kanal, W, atau penampang built-up.
Batang tarik pada rangka atap untuk elemen non-struktural dapat menggunakan
siku tunggal dengan ukuran paling kecil 40x60x6, tetapi akan lebih baik (mengapa?)
jika digunakan siku ganda yang dipasang saling membelakangi dengan jarak tertentu
sebagai tempat pelat buhul untuk sambungan. Untuk siku ganda seperti ini, pada setiap
jarak 1,2 1,5 m, keduanya harus dihubungkan satu sama lain. Mengapa? Penampang T
sangat baik digunakan sebagai batang tarik untuk rangka dengan sambungan las karena
web (badan) dapat saling dihubungkan dengan mudah.
Untuk jembatan dan rangka atap yang besar, batang tarik dapat terdiri dari kanal,
penampang W atau S, atau built up dari siku, kanal, dan pelat. Kanal tunggal sering
digunakan karena eksentrisitas (apa pengaruh eksentrisitas?) yang kecil dan mudah
disambung. Untuk berat yang sama, penampang W lebih kaku dibandingkan dengan
penampang S sehingga akan dijumlai sedikit kesulitan dalam penyambungan
penampang yang berlainan tingginya. Misalnya, W12x79, W12x72, dan W12x65
mempunyai tinggi yang berlainan (masing-masing 12,38 in., 12,25 in., dan 12,12 in.)
(314,5 mm, 311,2 mm, dan 307,8 mm), sedangkan penampang S mempunyai tinggi
nominal yang sama. Misalnya W12x50, S12x40,8 dan S12x35 mempunyai tinggi 12 in
(304,8 mm).
Meskipun penampang tunggal sedikit lebih ekonomis dibandingkan penampang
built up, tetapi penampang built up kadang-kadang digunakan jika perancang teknik
tidak mendapatkan luas penampang atau kekakuan yang dibutuhkan dari penampang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
37
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
tunggal. Jika digunakan penampang built up maka penting untuk menyediakan ruang
kerja dan pengecatan.
Batang yang terdiri dari lebih satu penampang perlu diikat. Pelat pengikat (atau
batang pengikat) diletakan pada interval tertentu atau pelat berlubang dapat digunakan
untuk tujuan ini. Pelat ini berguna untuk mendistribusikan gaya dan menjaga rasio
kelangsingan masing-masing elemen penyusun dalam batas yang diijinkan selain untuk
memudahkan pelaksanaan batang built up. Batang tunggal yang panjang seperti siku
akan menyulitkan pelaksanaan karena fleksibel, tetapi akan lebih mudah untuk batang
tersusun 4-siku seperti dalam Gambar 3.1. Gambar tersebut juga memperlihatkan jenis
lain dari batang tarik. Pelat pengikat tidak boleh dianggap menambah luas efektif
penampang. Karena pelat pengikat (pelat kopel) secara teoritis tidak memikul gaya yang
ada dalam profil utama maka dimensinya biasa ditentukan oleh peraturan atau
berdasarkan pertimbangan perancang teknik. Pelat berlubang (perforated plate) sangat
efektif dalam menahan beban aksial.
Kabel baja dibuat dari baja campuran (alloy) yang dicetak secara cold-drawn
sesuai dengan diameter yang diinginkan. Hasilnya adalah kabel dengan kekuatan 200
s.d. 250 ksi (1380 s.d. 1724 MPa) yang sangat ekonomis untuk digunakan dalam
jembatan suspensi, kabel penopang atap, kereta gantung, dll.
Untuk memilih kabel biasanya perancang teknik harus mengacu pada katalog
pabrik pembuat yang memberikan informasi tegangan leleh dan dimensi kabel yang
diperlukan untuk gaya rencana.
Batang
bulat
Profil
W atau S
Profil T
Siku
Pelat
Siku
ganda
Profil
Built-up
Profil
Built-up
Profil
Built-up
Profil
box
Profil
box
Profil
Built-up
38
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Dalam rumus diatas F u adalah tegangan tarik ultimit/putus dan A e adalah luas
netto efektif yang dianggap menahan gaya tarik pada penampang yang melalui lubang.
Luas penampang netto efektif bisa lebih kecil dari luas penampang netto aktual, A n ,
karena adanya konsentrasi tegangan dan faktor lain yang akan dijelaskan kemudian.
(Lihat Tabel 5.3 dalam SNI untuk nilai F y dan F u , dan dalam buku ini diberikan dalam
Tabel 1.2).
Kuat rencana yang dibahas disini tidak berlaku untuk batang bulat berulir atau
elemen dengan lubang sendi seperti eyebar. Topik ini akan dibahas pada Sub Bab 4.3
dan 4.4.
Fluktuasi tegangan biasanya bukan masalah dalam gedung karena perubahan
beban jarang terjadi dan menghasilkan variasi tegangan yang kecil. Beban angin dan
gempa tidak sering terjadi sehingga tidak ditinjau dalam desain terhadap fatik. Tetapi
jika terdapat tegangan bolak-balik yang cukup sering terjadi maka fatik harus
diperhitungkan. Hal ini akan dibahas dalam Sub Bab 4.5.
39
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Untuk elemen baja dengan tebal lebih besar dari diameter baut akan sulit
dilubangi dan jika memungkinkan akan menyebabkan kerusakan disekitar lubang.
Contoh 3.1 memberikan ilustrasi penentuan luas netto dari pelat tarik.
Contoh 3.1
Tentukan luas netto dari pelat 10x200 mm dalam Gambar 3.2. Pelat dihubungkan
dengan dua baris baut berdiameter 19,0 mm.
Solusi:
Luas netto = (10)(200) (2)(19+2)(10) = 1580 mm2
40
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
41
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Garis gage
Garis melalui
pusat gravitasi
kelompok baut
2L
Untuk menentukan luas netto kritis dalam Gambar 3.4(c), secara logika dapat
dipilih nilai terkecil dari: luas penampang melalui AE dikurangi dengan luas satu
lubang atau luas penampang melalui garis ABCD dikurangi dengan luas dua lubang,
tetapi cara ini salah! Pada garis diagonal BC terjadi kombinasi tegangan aksial dan
geser sehingga harus digunakan luas yang lebih kecil. Kekuatan elemen pada
penampang ABCD akan berada diantara kekuatan yang didapat dengan menggunakan
luas netto yang dihitung dengan mengurangi luas satu lubang dari penampang ABE dan
nilai yang dihitung dengan mengurangi luas dua luang dari penampang ABCD.
s
A
N
u
C
42
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
metoda yang sederhana untuk menghitung lebar netto elemen tarik pada penampang
zig-zag. Metoda ini menggunakan lebar bruto tanpa tergantung variasi garis keruntuhan
yang dapat terjadi dan dikurangi diameter lubang sepanjang pananpang zig-zag yang
ditinjau, kemudian untuk setiap sisi miring ditambah dengan s2/4u.
Dalam ekpresi diatas, s adalah jarak longitudinal (pitch) antara dua lubang dan u
adalah jarak transversal (gage) antara lubang, seperti pada Gambar 3.4(c). Akan banyak
kemungkinan garis kritis yang harus dicoba untuk mendapatkan nilai yang terkecil.
Luas netto, A n , didapat dengan mengalikan lebar netto dengan tebal pelat profil. Contoh
3.2 memberikan ilustrasi untuk menghitung luas netto suatu penampang dengan tiga
lubang baut. Untuk profil siku, gage adalah jumlah dari gage kedua kaki siku dikurangi
dengan tebal siku.
Lubang untuk baut atau rivet pada profil siku biasanya dilubangi pada jarak
tertentu. Lokasi ini atau gage tergantung pada panjang kaki dan jumlah baris baut. Tabel
3.1 yang diambil dari Bagian 9 AISC-LRFD memberikan nilai gage.
g
g1
g2
Kaki
g
g1
g2
8
4
3
3
7
4
2
3
1
1
1
7/8
13/ 8
7/8
1
3/4
1
5/8
sg2
t
sg1
t
sg = sg1 + sg2 - t
Contoh 3.2.
Tentukan luas netto dari pelat setebal 13 mm yang diperlihatkan dalam Gambar 3.5.
Diameter baut yang digunakan adalah 19 mm.
Solusi:
Penampang kritis yang memungkinkan adalah: ABCD, ABCEF, atau ABEF. Diameter
lubang yang harus disediakan adalah 19 + 2 = 21 mm. Lebar netto untuk masing-masing
kasus adalah:
ABCD = 280 (2)(21) = 238 mm
(76) 2
ABCEF = 280 (3)(21) +
= 236 mm
(4)(76)
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
menentukan
43
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
(76) 2
= 248 mm
(4)(152)
Perlu dicatat bahwa pengecekan jalur ABEF hanya membuang waktu. Pada jalur ABCD
dan ABEF harus mengurangi dua lubang. Karena ABCD mempunyai jalur yang lebih
pendek maka jalur tersebut akan menentukan dibandingkan ABEF.
A
66 mm
B
280 mm
u = 76 mm
C
u = 76 mm
64 mm
D
F
s = 76 mm
Penentuan minimum pitch dari baut zig-zag untuk tujuan mendapatkan luas netto
ditunjukkan dalam Contoh 3.3.
Contoh 3.3
Tentukan picth yang memberikan luas netto DEFG sama dengan ABC untuk dua baris
lubang baut pada Gambar 3.6. Dengan kata lain, tentukan picth yang akan memberikan
luas netto sama dengan luas bruto dikurangi satu lubang. Diameter baut yang akan
digunakan 19 mm.
Solusi:
s2
s2
DEFG = 153 (2)(21) +
= 111 +
(4)(51)
204
ABC = DEFG
s2
132 = 111 +
204
s = 65,5 mm
44
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
D
51 mm
E
153 mm
51 mm
F
51 mm
G
s
Aturan s2/4u hanya pendekatan atau penyederhanaan dari variasi tegangan yang
kompleks yang terjadi dalam elemen dengan susunan baut dan rivet tersusun zig-zag.
Manual baja hanya memberikan standar minimum dan perancang teknik diharuskan
menggunakan logika yang sama untuk kondisi yang rumit tetapi tidak dicakup oleh
peraturan. Paragraf selanjutnya membahas aturan s2/4u yang tidak dicakup oleh AISC
LRFD.
Manual AISC-LRFD tidak memberikan metoda untuk menghitung lebar netto
untuk penampang selain pelat dan profil siku. Untuk profil kanal, W, S, dan profil lain
dengan tebal flens dan web yang berbeda. Akibatnya dalam perhitungan harus
menggunakan luas netto dan bukan lebar netto. Jika lubang diletak pada satu garis lurus,
maka luas netto cukup mengurangi luas bruto dengan luas lubang. Jika lubang
diletakkan berzig-zag, maka nilai s2/4u harus dikalikan dengan tebal untuk mengubah
nilai tersebut menjadi luas. Prosedur ini diberikan dalam Contoh 3.4 dimana baut hanya
ada pada web saja.
Contoh 3.4
Tentukan luas netto dari IWF200x150x30,6 (A = 3901 mm2, t w = 6 mm, t f = 9 mm)
seperti diberikan dalam Gambar 3.7. Diameter baut 25 mm.
Solusi:
Luas netto
ABDE = 3901 (2)(25 + 2)(6) = 3577 mm2
(60)2
(6) = 3637 mm2
(4)(48,5)
45
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
A
48,5 mm
B
48,5 mm
tw=6 mm
194 mm
C
48,5 mm
D
48,5 mm
E 60 mm
bf = 150 mm
Jika zig-zag berada pada web dan flens, maka akan terjadi perubahan tebal.
Dalam Contoh 3.5, profil kanal dibuat lurus sehingga berbentuk pelat seperti dalam
Gambar 3.8(b) dan (c). Luas netto sepanjang ABCDEF ditentukan dengan mengurangi
luas kanal dengan luas lubang pada flens dan web serta nilai s2/4u untuk setiap garis
zig-zag dikalikan dengan tebal. Untuk garis CD, s2/4u telah dikalikan dengan tebal web.
Garis BC dan DE (dengan lubang pada web dan flens) cara pendekatan yang digunakan
untuk menghitung s2/4u adalah dengan mengalikan rata-rata tebal web dan flens.
Contoh 3.5
Tentukan luas netto yang melalui garis ABCDEF untuk C380x54,5 (A = 6939 mm2)
seperti dalam Gambar 3.8. Baut yang digunakan 19 mm.
Solusi:
Pendekatan luas netto sepanjang ABCDEF =
(75) 2 16 + 10,5
(75) 2
2
(10,5) + (2)
6939 (2)(21)(16) (2)(21)(10,5) +
= 6167 mm
(4)(139,5)
2
(4)(200)
40 mm
60 mm
A
40 mm
B
90 + 60
10,5 = 139,5 mm
90 mm
16 mm
C
200 mm
200 mm
90 mm
90 + 60
10,5 = 139,5 mm
tw=10,5 mm
40 mm
40 mm
75 mm
60 mm
16 mm
46
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
(3.3)
Profil siku dalam Gambar 3.10(a) disambungkan pada kedua ujungnya hanya
pada satu kaki. Dengan mudah dapat dilihat bahwa luas efektif dalam menahan tarik
dapat ditingkatkan dengan memotong lebar kaki yang tidak tersambung dan
memperpanjang kaki yang tersambung seperti dalam Gambar 3.10(b).
47
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
(a)
(b)
Gambar 3.10 Mengurangi Shear Lag Dengan Mereduksi Panjang Kaki Yang Tidak Disambung
Dan Berarti Mengurangi x
Peneliti telah menemukan bahwa cara mengukur efektivitas suatu profil yang
disambung pada satu kaki seperti profil siku adalah jarak x yang diukur dari bidang
sambungan ke pusat luas seluruh penampang. Semakin kecil nilai x akan semakin besar
luas efektif batang. Peraturan ini akan mereduksi panjang suatu sambungan L dengan
adanya shear lag menjadi panjang efektif yang lebih pendek yaitu L. Nilai U sama
dengan L/L atau 1 - x /L. Beberapa nilai x diberikan dalam Gambar 3.11. Beberapa
paragraf dibawah ini membahas cara menentukan luas efektif untuk batang tarik dengan
sambungan baut dan las.
Batang Dengan Sambungan Baut
Jika beban tarik ditransfer melalui baut, A sama dengan A n dan U dihitung sebagai
berikut:
U = 1
x
0,9
L
Panjang L yang digunakan dalam rumus di atas sama dengan jarak antara baut
pertama dan terakhir dalam baris yang ditinjau. Jika terdapat lebih dari dua baris baut
atau lebih, panjang L adalah panjang dari baris dengan jumlah baut terbanyak. Jika baut
dipasang zig-zag, panjang L adalah jarak terbesar antara baut. Semakin panjang
sambungan (L) akan semakin besar U, dan luas efektif juga menjadi semakin besar.
Tetapi efektivitas sambungan akan berkurang jika sambungan yang dipakai terlalu
panjang. Tidak cukup data untuk menentukan panjang L jika hanya ada satu baut dalam
satu baris. Tetapi secara konservatif dapat diambil A e = A n .
Untuk menghitung U penampang W yang disambung pada flens saja, kita akan
mengasumsikan bahwa penampang dibagi menjadi dua profil T. Kemudian nilai x yang
dipakai adalah jarak dari sisi luar flens ke pusat penampang profil T, seperti dalam
Gambar 3.11(c). Part (b) dan (c) dari Gambar C-B3.1 LRFD Commentary memberikan
ilustrasi prosedur yang direkomendasikan untuk menghitung nilai x untuk profil kanal
dan I dimana beban ditransfer melalui baut yang melalui web saja.
48
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
49
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Gunakan
maksimum x
x
Pusat siku
54 mm 75 mm
(a)
75 mm
(b)
204 mm
Gambar 3.12 Menentukan x Untuk Sebuah Kanal Dengan Baut Pada Web
Contoh 3.6
Tentukan kuat tarik rencana IWF250x250x72,4 dengan dua baris baut 19 mm pada
setiap flens. Gunakan baja BJ34 dengan F y = 210 MPa dan F u = 340 MPa. Diasumsikan
sedikitnya ada 3 baut dalam satu baris dan baut tidak disusun secara zig-zag.
Solusi:
IWF250x250x72,4 (A g = 9218 mm2, d = 250 mm, b f = 250 mm, t f = 14 mm)
(a) N u = t F y A g = (0,90)(210x106)(9218x10-6)10-3 = 1742,2 kN
(b) An = 9218 (4)(21)(14) = 8240 mm 2 = A
Dari tabel untuk separuh IWF250x250x72,4 (atau WT250x250x36,2) didapat x
= 20,8 mm, maka
20,8
x
= 0,898
U = 1 = 1
204
L
Ae = UAn = (0,898)(8042) = 7222 mm2
N u = t F u A e = (0,75)(340x106)(7222x10-6)10-3 = 1841,6 kN
Kuat rencana N u = 1742,2 kN
50
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Jika beban tarik ditransfer dengan las fillet pada beberapa titik tetapi tidak pada
seluruh penampang, kekuatan las akan menentukan.
Sambungan Las
Jika beban tarik ditransfer melalui las maka digunakan peraturan SNI 03-1729-02 Pasal
10.2.2, 10.2.3, dan 10.2.4 dibawah ini untuk menghitung nilai A dan U. Sama seperti
untuk sambungan baut, A e = AU.
1. Jika beban ditransfer dengan las longitudinal/memanjang saja tanpa
menggunakan pelat, atau dengan sambungan las longitudinal yang
dikombinasikan dengan las transversal, A sama dengan luas bruto penampang,
A g . (Pasal 10.2.2).
2. Jika beban tarik ditransfer melalui las transversal/melintang saja, A sama dengan
luas elemen yang secara langsung tersambung dan U sama dengan 1,0. (Pasal
10.2.3).
3. Hasil uji menunjukkan bahwa jika pelat atau bar disambung dengan las fillet
longitudinal digunakan sebagai batang tarik, maka pelat tersebut akan runtuh
lebih awal (prematur) akibat shear lag pada sudut-sudutnya bila las terlalu
berjauhan. Maka peraturan LRFD menyatakan bahwa jika situasi ini terjadi
maka panjang las tidak boleh lebih kecil dari lebar pelat atau bar. A menyatakan
luas pelat dan UA adalah luas netto efektif. Untuk situasi seperti ini, nilai U yang
harus digunakan SNI Pasal 10.2.4 adalah:
Jika l 2w
U = 1,0
Jika 2w > l 1,5w
U = 0,87
Jika 1,5w > l w
U = 0,75
dimana
l = panjang las, in.
w = lebar pelat (jarak antara las), in.
Untuk kombinasi las longitudinal dan transversal, l yang digunakan adalah
panjang las longitudinal karena las transversal hanya memberikan sedikit atau tidak
berpengaruh pada shear lag (artinya, las transversal hanya sedikit mentransfer beban
pada bagian elemen yang tidak tersambung).
Jika digunakan las fillet untuk mentransfer beban tarik pada semua tetapi tidak
seluruh penampang elemen, maka kekuatan las akan menentukan.
Contoh 3.7 memberikan ilustrasi perhitungan luas efektif dan kuat rencana
batang dengan sambungan las.
51
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Contoh 3.7
Pelat 20x150 mm pada Gambar 3.13 disambung dengan pelat 20x200 mm
menggunakan las fillet longitudinal untuk memikul beban tarik. Tentukan kuat rencana
N u dari batang jika F y = 240 MPa dan F u = 370 MPa.
Solusi:
Tinjau pelat terkecil
(a) N u = t F y A g = (0,90)(240x106)(20x150x10-6)10-3 = 648 kN
(b) A = A g = 20x150 = 3000 mm2
1,5w = 1,5x150 = 225 mm in > l = 200 in. > w = 150 mm.
U = 0,75 (SNI 03-1729-02 Pasal 10.2.4)
Ae = AU = (3000)(0,75) = 2250 mm 2
N u = t F u A e = (0,75)(370x106)(2250x10-6)10-3 = 624,4 kN
Kuat rencana N u = 624,4 kN
Contoh 3.8
Hitung kuat rencana N u dari profil siku dalam Gambar 3.14. Profil ini dilas pada ujung
dan sisi kaki 200 mm dan BJ41, F y = 250 MPa dan F u = 410 MPa.
Solusi:
Karena hanya satu kaki profil siku yang disambung, maka luas efektif harus dihitung.
(a) N u = t F y A g = (0,90)(250x106)(5100x10-6)10-3 = 1147,5 kN
72,9
x
(b) U = 1 = 1
= 0,271
100
L
Ae = AU = (5100)(0,271) = 1382,1 mm 2
N u = t F u A e = (0,75)(410x106)(1382,1x10-6)10-3 = 425 kN
Kuat rencana N u = 425 kN
52
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Gambar 3.14 Profil Siku Dengan Sambungan Las Pada Salah Satu Kaki Saja 8-in
53
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
N u = t F u A e = (0,75)(340x106)(4845x10-6)10-3 = 1234,5 kN
N u = 1077,3 kN
Gambar 3.15 Batang Tarik Dan Pelat Penyambung Untuk Contoh 3.9
54
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Dalam Gambar 3.17(c) pada saat terjadi geser blok, luas tarik akan lebih besar
dibandingkan dengan luas geser. AISC-LRFD berpendapat bahwa dalam kasus ini gaya
utama yang menahan keruntuhan geser blok adalah gaya tarik dan bukan geser. Jadi
keruntuhan geser blok tidak dapat terjadi sebelum terjadi keruntuhan tarik. Disini dapat
diasumsikan bahwa luas geser telah leleh.
55
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
dan luas netto untuk kondisi batas kehancuran (t F u A e ). AISC-LRFD J4.3 menyatakan
bahwa kuat rencana keruntuhan geser blok ditentukan sebagai berikut:
1. Jika F u A nt 0,6 F u A nv maka akan tejadi leleh geser dan keruntuhan tarik,
persamaan yang digunakan adalah:
2. Jika 0,6 F u A nv > F u A nt maka akan tejadi leleh tarik dan keruntuhan geser,
persamaan yang digunakan adalah:
= 0,75
A gv = luas bruto akibat geser
A gt = luas bruto akibat tarik
A nv = luas netto akibat geser
A nt = luas netto akibat tarik
56
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Contoh 3.10 dan 3.11 memberikan ilustrasi cara menentukan kekuatan geser
blok untuk dua batang. Topik geser blok dilanjutkan dalam bab sambungan pada bab
berikutnya, dimana sambungan balok harus dicek terhadap flens atas dari balok terlepas.
Contoh 3.10
Batang tarik mutu BJ37 dalam Gambar 3.18 disambungkan dengan tiga baut 19 mm.
Tentukan kekuatan geser blok dan kekuatan tarik batang tersebut.
Solusi:
L100x150x26,1 (t = 14 mm)
Anv = (140 2,5 x 21)(14 ) = 1225 mm 2 , dengan angka 2,5 adalah pengurangan dari
2,5 jumlah baut.
1
jumlah baut.
F u A nt = (370x106)(693x10-6)10-3 =
(0,6)(370x106)(1225x10-6)10-3 = 198,5 kN
256,4
kN
<
0,6
Fu
A nv
57
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
(b) A n = 3320 (1)(21)(14) = 3026 mm2 = A, dengan nilai 1 menyatakan jumlah baut
49,7
=
0,645
140
A e = UA = (0,645)(3026) = 1951,8 mm2
U=
1
N u = t F u A e = (0,75)(370x106)(1951,8x10-6)10-3 = 541,6 kN
N u batang = nilai terkecil dari R n = 355,2 kN atau N u = 541,6 kN
N u = 355,2 kN
Dari tabel Bagian 8 Manual LRFD untuk balok W, dapat dihitung kekuatan
geser bloknya. Dalam Tabel 8-47(a) diberikan nilai F u A nt per inci ketebalan material,
dan Tabel 8-47(b) memberikan nilai (0,60F y A gv ) per inci ketebalan material. SNI 031729-02 tidak memberikan tabel-tabel semacam ini untuk keperluan perancangan
praktis.
Contoh 3.11
Tentukan kuat rencana geser blok batang BJ37 dengan sambungan las dalam Gambar
3.19.
Solusi:
A=
gv
=
(14 ) (100 + 100)
2800 mm2
58
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
=
(14
) (250) 3500 mm2
Anv = (14 )(100 + 100) = 2800 mm 2
Ant = (14)(250) = 3500 mm 2
=
Agt
F u A nt = (370x106)(3500x10-6)10-3 =
(0,6)(370x106)(2800x10-6)10-3 = 621,6 kN
1295
kN
>
0,6
Fu
A nv
Dalam beberapa kasus tidak begitu mudah untuk meninjau penampang untuk
perhitungan geser blok. Dalam hal ini perancang teknik harus menggunakan
pertimbangannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 3.20. Dalam bagian (a)
diasumsikan bahwa robeknya web akan terjadi sepanjang lintasan abcdef . Alternatif
lain kemungkinan robeknya batang ini adalah abdef seperti diperlihatkan dalam bagian
(b) dari Gambar 3.20. Untuk sambungan ini diasumsikan bahwa beban yang dipikul
terdistribusi merata diantara kelima baut. Jadi jika robek web ditinjau untuk kasus (b),
maka kita hanya mengasumsikan 4/5 N u yang dipikul oleh penampang, karena satu baut
berada diluar daerah robek.
a
a
Bidang tarik
c
Bidang tarik
Bidang geser
(a)
Bidang geser
(b)
Perlu dicatat bahwa kekuatan geser blok total akan sama dengan kekuatan geser
blok sepanjang lintatas abdef ditambah kekuatan baut C, karena baut itu harus runtuh.
Untuk menghitung lebar bidang tarik abc dan abd dalam kasus ini, dapat digunakan
rumusan s2/2u sebagaimana dibahas dalam Sub Bab 3.4.
59
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Kumpuan Soal
Gunakan lubang baut ukuran standar untuk semua soal berikut.
3.1 s.d. 3.18
3.1
3.2
3.3
IWF250x125x29,6
Baut 20 mm
3.4
WT300x150x18,4
Baut 19 mm
60
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.5 Profil siku L100x200x40 dengan satu baris baut diameter 22 mm pada setiap kaki.
3.6 Sepasang L100x150x26,1 dengan dua baris baut diameter 19 mm pada kaki panjang
dan satu baris pada kaki pendek.
3.7 Profil IWF200x200x49,9 dengan dua baris baut diamter 22 mm pada setiap flens
dan dua pada web.
3.8 Pelat 19x300 pada Gambar S3.8. Baut 22 mm.
3.8
61
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.11 Siku 100x200x40 dengan satu baris baut 19 mm pada masing-masing kaki. Jarak
baut 75 mm pada setiap baris dan dipasang zig-zag dengan jarak 40 mm satu sama
lain.
90 mm
110 mm
80 mm
20 mm
3.12 Untuk pelat pada Gambar S3.12, hitung pitch s jika hanya perlu mengurangi dua
baut pada setiap perhitungan luas netto. Baut 19 mm.
3.13 Sama seperti Soal 3.12 tetapi baut yang harus dikurangi pada setiap penampang
adalah 1 lubang.
3.14 Profil L200x200x59,9 digunakan sebagai batang tarik dengan satu garis gage untuk
baut 1 in pada setiap kaki dengan lokasi gage standar. (Lihat Tabel 3.1). Berapa
jarak minimum dari zig-zag sehingga hanya perlu mengurangi satu baut dari luas
bruto? Hitung luas netto batang ini jika lubang dibuat zig-zag dengan jarak 50
mm.
3.15 Gambar S3.15 memperlihatkan siku L100x150x26,1. Pada kaki panjang digunakan
dua baris baut 19 mm dan pada kaki pendek digunakan satu baris baut. Tentukan
jarak zig-zag minimum (atau pitch, s) yang diperlukan sehingga hanya dua baut
yang perlu dikurangi dalam menentukan luas netto.
3.16 Profil siku 100x200x31,6 mempunyai satu baris lubang untuk baut 14 mm pada
masing-masing kaki. Tentukan pitch minimum sehingga hanya perlu mengurangi
1 lubang untuk menghitung luas netto. (Gunakan gage standar untuk siku seperti
dalam Tabel 3.1).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
62
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.16 Sebagai latihan menggunakan peraturan lain yaitu AISC-LRFD, soal-soal yang
tersisa diberikan dalam profil yang ada dalam Manual AISC-LRFD serta dimensi
dalam satuan inci. Properti penampang diberikan dalam lampiran dari buku ini
yang diambil dari AISC-LRFD.
3.17 Tentukan luas penampang efektif dari kanal C15 x 40 dalam Gambar S3.17.
Lubang untuk baut in. (Jawab: 10,05 in2).
3.18 Hitung luas netto efektif penampang built-up dalam Gambar S3.18 jika dengan
lubang untuk baut 7/8 in. Asumsikan paling sedikit ada tiga baut pada setiap baris.
63
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
Pelat 1 x 14
MC13 x 50
3.19 s.d. 3.22 Tentukan luas netto efektif penampang dengan menggunakan nilai U
yang diberikan dalam Tabel 3.2. Asumsikan paling sedikit ada tiga baut
dalam satu baris.
3.19
3.20 Tentukan luas netto efektif MC12 x 45 dalam Gambar S3.20. Asumsikan lubang
untuk baut 1-in.
3.21 Profil C12 x 20,7 disambungkan melalui web dengan tiga baris gage dengan baut
in. Jarak antar gage 3 in dan jarak antar baut sepanjang garis gage adalah 4 in.
Jika baut baris tengah dibuat zig-zag terhadap baris luar, tentukan luas netto
efektif dari profil ini. Asumsikan ada tiga baut dalam satu baris. (Jawab: 4,67 in2).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
64
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.22
65
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.30 Tentukan kuat tarik rencana P u dari siku ganda 6 x 6 x dalam Gambar S3.30
yang terbuat dari A242 mutu 50. Gunakan standar gage dari Tabel 3.1 atau
Manual LRFD untuk baut in. Abaikan kekuatan geser blok.
Nu
3.31 Siku 7 x 4 x 3/8 disambung dengan tiga baut 1 in. Jika siku terbuat dari baja A36,
hitung kekuatan geser blok. Bandingkan hasilnya dengan kuat tarik rencana
batang. (Jawab: 100,8 k).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
66
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3 in
Nu
4 in
2 in
4 in
4 in
3.32 Profil W12 x 53 disambung pada ujungnya dengan pelat seperti pada Gambar
S3.32. Tentukan kekuatan geser blok batang jika profil terbuat dari baja A36 dan
disambung dengan enam buah baut 7/8 in pada setiap flens seperti pada gambar.
Bandingkan hasilnya dengan kuat tarik rencana batang. Untuk sementara,
kekuatan pelat tidak perlu dicek.
3.33 Ulangi Soal 3.26 jika baja A242 mutu 50 dan geser blok diperhitungkan.
3.34 Hitung kuat tarik rencana siku 6 x 6 x dalam Gambar S3.34 jika baja
mempunyai F y = 50 ksi dan F u = 65 ksi. Tinjau geser blok dan kekuatan tarik
siku.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
67
BAB III
ANALISIS BATANG TARIK
POLBAN
3.35 Profil W14 x 82 mempunyai dua baris baut 7/8 in (tiga baut dalam satu baris
berjarak 4 in) pada setiap flens. Jika baja A572 mutu 50, tentukan beban mati
maksimum dan beban tarik layan (N D dan N L ) yang dapat dipikul jika beban layan
terdiri dari 30% beban mati dan 70% beban hidup. Gunakan U dari Tabel dalam
LRFD Spec. B.3. (Jawab: N D = 169,6 k, N L = 395,7 k).
3.36 Ulangi Soal 3.35 jika batang adalah C12 x 30 dengan tiga baris baut in. (empat
baut setiap baris dengan jarak 3 in.) dalam web.
3.37 Profil WT15 x 62 dari baja A572 mutu 50 mempunyai las transversal pada flens
saja di bagian ujungnya. Tentukan kuat tarik rencana N u dengan menggunakan
rumus LRFD Spec. B.3 untuk menentukan U. (Jawab: 476,8 k).
3.38 Dua profil MC13 x 50 seperti pada Gambar S3.38 mempunyai las transversal pada
web saja. Hitung kuat tarik rencana P u dari profil ini jika baja A36.
68
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
69
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
10.3.4
Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang saling membelakangi
Komponen struktur tarik tersusun dari dua profil sejenis yang saling membelakangi baik secara
kontak langsung ataupun dengan perantaraan pelat kopel dengan jarak yang memenuhi syarat,
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Komponen struktur tarik dengan profil-profil yang terpisah.
Profil-profil tersebut harus dihubungkan dengan salah satu cara berikut:
a) dengan las atau baut pada interval tertentu sehingga kelangsingan untuk setiap elemen
tidak melebihi 240; atau
b) dengan sistem sambungan yang direncanakan sedemikian sehingga komponen struktur
tersebut terbagi atas paling sedikit tiga bentang sama panjang. Sistem sambungan harus
direncanakan dengan menganggap bahwa pada sepanjang komponen struktur terdapat
gaya lintang sebesar 0,02 atau 2% kali gaya aksial yang bekerja pada komponen
struktur tersebut.
2) Komponen struktur tarik dengan profil yang bersinggungan langsung dan saling
membelakangi.
Profil-profil tersebut harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Butir 10.3.3(1b).
Komponen struktur tarik dengan penghubung
70
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang dihubungkan dengan terali atau pelat
kopel harus memenuhi:
1) Kelangsingan komponen dengan memperhitungkan jarak antar elemen penghubung, tidak
lebih dari 240 untuk komponen struktur utama, dan tidak lebih dari 300 untuk komponen
sekunder;
2) Tebal elemen penghubung tidak kurang dari 0,02 atau 1/50 kali jarak antara garis
sambungan pelat penghubung dengan komponen utama;
3) Panjang pelat kopel tidak kurang dari 2/3 atau 0,67 kali jarak antara garis sambungan pelat
kopel dengan komponen utama;
4) Pelat kopel yang disambung dengan baut harus menggunakan paling sedikit dua buah baut
yang diletakkan memanjang searah sumbu komponen struktur tarik.
Untuk batang tarik selain rod, AISC LRFD Spec. B7 menyarankan rasio kelangsingan
maksimum 300. Jika rancangan suatu batang ditentukan oleh beban tarik, tetapi juga
mendapat beban tekan, tidak perlu memenuhi persyaratan rasio kelangsingan untuk
batang tekan, yaitu 200. Untuk rasio kelangsingan lebih besar dari 200, tegangan tekan
rencana akan sangat kecil, yaitu lebih kecil dari 5,33 ksi (36,75 MPa). Hal ini akan
dibahas kemudian.
Perlu diketahui bahwa ketidaklurusan batang keluar tidak tidak banyak
mempengaruhi kekuatan batang tarik karena beban tarik cenderung membuat batang
menjadi lurus. Hal ini tidak berlaku untuk batang tekan. Dengan alasan tersebut
peraturan LRFD sedikit lebih memberikan kebebasan dalam hal batang tarik, termasuk
batang tarik yang mengalami gaya tekan akibat beban beban sementara seperti angin
dan gempa.
Rasio kelangsingan maksimum yang disarankan sebesar 300 tidak berlaku untuk
batang tarik berupa rod. Nilai maksimum L/r dari rod diserahkan pada pertimbangan
perancang teknik. Jika nilai 300 ditetapkan pada rod, maka rod yang memenuhi syarat
tersebut seringkali tidak dapat digunakan karena mempunyai jari-jari girasi yang sangat
kecil.
Peraturan AASHTO 1989 mensyaratkan rasio kelangsingan maksimum 200
untuk batang tarik utama dan 240 untuk batang tarik sekunder. Batang utama menurut
AASHTO adalah batang dimana tegangan yang terjadi disebabkan oleh beban mati
dan/atau beban hidup, sedangkan batang sekunder adalah batang yang digunakan untuk
memperkaku struktur atau mengurangi panjang tanpa sokongan dari batang lain. LRFD
tidak membedakan antara batang utama/primer dan batang sekunder.
Contoh 4.1 memberikan ilustrasi perancangan batang tarik sambungan baut dari
profil IWF, sedangkan Contoh 4.2 adalah ilustrasi pemilihan batang tarik siku tunggal
sambungan baut. Dalam kedua kasus tersebut digunakan peraturan LRFD. Kuat rencana
N u adalah adalah nilai terkecil dari (a) ) t F y A g atau (b) t F u A e dan dijelaskan
dibawah ini.
(a) Untuk memenuhi rumus pertama, luas bruto minimum harus lebih besar atau
sama dengan nilai berikut:
N
min Ag = u
(4.1)
t Fy
(b) Untuk memenuhi rumus kedua, nilai minimum A e harus lebih besar atau
sama dengan
71
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
min Ae =
Nu
t Fu
(4.2)
(4.3)
Jadi nilai minimum A g untuk rumus kedua harus lebih besar atau sama dengan
nilai A n minimum ditambah perkiraan luas lubang,
Nu
min Ag =
+ luas lubang
(4.4)
t FuU
Perancang teknik dapat memasukkan ke dalam Pers. (4.1) dan (4.2), kemudian
mengambil nilai A g terbesar sebagai ukuran prarancangan (preliminary Design). Perlu
diingat bahwa rasio kelangsingan maksimum adalah 300. Dari nilai ini akan mudah
dihitung nilai r yang diinginkan dalam suatu perencanaan, yaitu nilai r dimana rasio
kelangsingan akan tepat sebesar 300. Jadi jangan dipilih profil dengan r terkecilnya
menghasilkan r kurang dari 300.
L
(4.5)
min r =
300
Untuk dua contoh di bawah ini digunakan faktor beban:
N u = 1,4D
N u = 1,2D + 1,6L
Akan terlihat kemudian bahwa rumus pertama tidak menentukan kecuali jika
beban mati lebih besar 8 kali dari beban hidup. Selanjutnya rumus pertama akan
diabaikan kecuali jika D > 8L.
Dalam Contoh 4.1, suatu profil IWF dipilih untuk mendukung beban tarik.
Untuk contoh pertama ini, proses desain dibatasi untuk profil tertentu yaitu W300x300.
Hal ini ditujukan supaya pembahasan terfokus dan tidak membias untuk meninjau profil
lain, misalnya W200x200, W250x250, W350x350, dll.
Contoh 4.1
Tentukan profil W300x200 panjang 9,0 m dari baja BJ34 untuk memikul gaya tarik
layan akibat beban mati N D = 578 kN dan gaya tarik akibat beban hidup N L = 489 kN.
Seperti dapat dilihat dalam Gambar 4.1, profil mempunyai dua baut 22 mm pada setiap
flens. (paling sedikit ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak 100 mm).
72
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Solusi:
Tinjau dua kondisi pembebanan
N u = 1,4D = (1,4)(578) = 809,2 kN
N u = 1,2D + 1,6L = (1,2)(578) + (1,6)(489) = 1476 kN
Hitung A g minimum yang diperlukan:
N
1476
x10 6 = 7810 mm 2
1. min Ag = u =
t Fy (0,90)(210x10 3 )
2. min Ag =
Nu
+ luas lubang
t FuU
Asumsikan U = 0,90 dari Tabel 3.2 dan asumsikan tebal flens sekitar 14 mm setelah
melihat profil W12 dalam manual LRFD dengan luas 8336 mm2 atau lebih.
1476
min Ag =
x10 6 + (4)(24,0)(14,0) = 7776 mm 2
3
(0,75)(340 x10 )(0,90)
3. min r =
L
(9,0)(1000)
=
= 30 mm
300
300
OK
OK
73
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
L (9,0)(1000)
=
= 188,7 < 300
r
47,7
Gunakan IWF300x200x65,4
3.
OK
Contoh 4.2
Rancang batang tarik siku tunggal panjang 2,75 m untuk memikul beban layan akibat
beban mati 134 kN dan beban layan tarik akibat beban hidup 178 kN. Batang
disambungkan pada satu kaki saja dengan baut 22 mm. (paling sedikit ada tiga baut
dalam satu baris dengan jarak antar baut 75 mm). Asumsikan hanya ada satu baut pada
satu penampang. Gunakan baja BJ37.
Pembahasan:
Akan terdapat banyak siku dalam tabel yang dapat memikul beban layan dalam soal,
sehingga akan sulit untuk menentukan profil siku ekonomis. Untuk mempermudah
proses perancangan, akan lebih mudah jika digunakan tabel dengan mencoba berbagai
tebal siku. Selanjutnya pilih siku dengan luas terkecil.
Solusi:
N u = (1,2)(134) + (1,6)(178) = 445,6 kN
1. min Ag =
Nu
445,6
=
x10 6 = 2063 mm 2
3
t Fy (0,90)(240x10 )
L
(1000)(2,75)
=
= 9,17 mm
300
300
Luas bruto yang diperlukan =
terbesar dari N/0,90 Fy atau
N/0,75F u U + luas lubang (mm2)
8
10
11
13
Luas
1
lubang
baut 24 mm
(mm2)
192
240
264
312
16
384
Gunakan L120.120.15
74
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
75
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
2 C300x100x46,2
(A 1 profil = 5880 mm2)
27 mm
123 mm
Pusat gravitasi x
profil C
g = 45 mm
x 300 mm
210 mm
300 mm
(a)
g = 45 mm
Nu
Panjang
pelat
pengikat
Pelat pengikat
(b)
Nu
Lebar pelat pengikat
LRFD Spec. (D2) memberikan jarak maksimum antara dua pelat pengikat melalui
nilai L/r untuk masing-masing komponen built-up yaitu tidak boleh kurang dari 300.
Dengan mensubstitusi nilai ini, jari-jari girasi terkecil r dari masing-masing komponen
maka dapat dihitung L. Nilai ini adalah jarak maksimum pelat pengikat menurut LRFD.
Contoh 4.3
Dua profil C300x100x46,2 (lihat Gambar 4.2) dipilih untuk memikul gaya akibat beban
mati layan 533,8 kN dan gaya tarik akibat beban hidup layan 1067,6 kN. Panjang
batang adalah 9,1 m dari baja BJ37 dan mempunyai satu baris baut sedikitnya 3 baut 22
mm pada setiap flens dengan jarak 75 mm. Gunakan peraturan LRFD untuk memeriksa
apakah batang ini kuat dan rencanakan pelat pengikat yang diperlukan. Asumsikan
pusat lubang baut adalah 45 mm dari belakang profil kanal.
Solusi:
C300x100x46,2 (A g = 5880 mm2 1 profil, t f = 16 mm, I x = 803.000.000 mm4 1 profil, I y
= 4.950.000 in4 1 profil, sumbu y dari belakang profil C = 27,0 mm, r y = 29,0 mm).
Beban yang harus dipikul
N u = (1,2)(533,8) + (1,6)(1067,6) = 2348,7 kN
76
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Kuat rencana
N u = t F y A g = (0,90)(240x103)(2 x 5880) x 10-6= 2540,2 Nk > 2348,7 kN
A n = [5880 (2)(16)]2 = 11696 mm2
U = 0,85 dari Tabel 3-2
N u = t F u A n U = (0,75)(370x103)(11696)(0,85) = 2758,8 kN > 2348,7 kN
OK
OK
Rasio kelangsingan
I x = (2)( 803.000.000) = 1.606.000.000 mm4
I y = (2)( 4.950.000) + (2)(5880)(123)2 = 187.817.040 mm4
1.606.000.000
=
rx = 369,55 mm
2x5880
L (1000)(9,1)
=
= 24,62 < 300
r
369,55
187.871.040
= 126,39 mm
2x5880
L (1000)(9,1)
=
= 71,2 < 300
r
126,39
(menentukan)
=
ry
77
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Kadang-kadang upset rod seperti dalam Gambar 4.3 digunakan dimana ujung
rod dibuat lebih besar dari rod biasa dan ulir ditempatkan pada bagian rod yang besar
sehingga luas ulir pada rod besar akan lebih besar dari rod biasa.
LRFD menyatakan bahwa kuat tarik nominal dari bagian berulir upset rod sama
dengan 0,75 F u A D dengan A D adalah luas batang pada diameter ulir terbesar. Nilai ini
harus lebih besar dari perkalian luas rod nominal (sebelum diperbesar) dengan F y .
Dengan membuat upsetting perancang dapat menggunakan seluruh luas
penampang yang sama dengan rod tanpa ulir, tetapi penggunaan batang upset mungkin
tidak ekonomis dan harus dihindari kecuali dilakukan pesanan dalam jumlah banyak.
Penggunaan batang tarik banyak terjadi pada portal baja untuk bangunan
industri dengan gording berada diatas rangka untuk memikul atap. Jenis bangunan ini
juga sering dilengkapi dengan girt yang menghubungkan kolom sepanjang dinding. Girt
adalah balok horisontal yang digunakan pada sisi bangunan, biasa bangunan industri,
untuk menahan lentur lateral akibat angin. Girt juga dipakai untuk panel dinding sisi
bangunan. Trekstang (sag rod) juga diperlukan untuk menyokong gording sejajar
dengan permukaan atap dan tumpuan vertikal girt sepanjang dinding. Untuk atap
dengan kemiringan 1:4, diperlukan trekstang sebagai sokongan lateral gording,
khususnya jika gording adalah profil kanal. Baja kanal sering digunakan sebagai
gording tetapi mempunyai tahanan lentur lateral yang kecil. Meskipun tahanan momen
yang diperlukan pada bidang sejajar permukaan atap adalah kecil, tetapi diperlukan
kanal yang sangat besar untuk mendapat modulus penampang yang diperlukan.
Penggunaan trekstang untuk memberikan tumpuan lateral bagi gording biasanya akan
ekonomis karena bidang lemah terhadap lentur dari kanal terletak pada bidang y. Untuk
atap ringan (jika rangka atap mendukung atap baja berlubang), diperlukan trekstang
pada setiap jarak 1/3 bentang jika rangka batang lebih dari 20 ft (6,1 m). Trekstang
cukup diberikan di tengah bentang jika rangka batang kurang dari 6,1 m. Untuk atap
yang lebih berat (terbuat dari tanah liat atau beton) kemungkinan diperlukan jarang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
78
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
trekstang yang lebih rapat. Trekstang yang dipasang pada interval 4,3 m akan
mencukupi jika jarak rangka kuda-kuda kurang dari 4,3 m. Beberapa perancang
menganggap bahwa komponen beban sejajar permukaan atap dapat dipikul oleh atap,
terutama jika atap dibuat dari lembaran baja berpermukaan kasar, dan batang pengikat
tidak diperlukan. Asumsi ini tidak benar dan sebaiknya tidak dilakukan jika kemiringan
atap sangat tajam.
79
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
3
= 910,7 Pa
beban air hujan = 960
10
beban penutup atap
= 1728 Pa
w u = (1,2)(151,9 + 1728) + (0,5)(910,7) = 2711,2 Pa
w u = (1,2)(151,9 + 1728) + (1,6)(910,7) = 3713 Pa
Komponen beban sejajar beban atap = (1 / 10 ) x 3713 = 1174,2 Pa
Trekstang
10
Gording C200x75x25,3
1
3
4m
11,
Siku
Atap genting
3,6 m)
6 @ 3,6 m = 21,6 m
Rangka atap
6,3 m
Rangka atap
2,1 m
Batang
tekan
6,3 m
Pengikat
2,1 m
Gording
Rangka atap
80
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Dari Gambar 4.4 dan 4.5 terlihat bahwa komponen beban sejajar permukaan
atap antara dua gording teratas dipikul langsung oleh trekstang horisontal. Dalam
contoh ini ada tujuh gording (dengan enam jarak antara) pada kedua sisi rangka atap.
Jadi 1/12 beban total miring langsung didistribusikan ke trekstang horisontal dan 11/12
beban diterima oleh trekstang miring.
Trekstang
11
Beban pada trekstang miring teratas = (11,4)(1174,2) = 12269,9 N = 12.270 kN
12
Nu
12.270
=
x10 6 = 58,95 mm 2
AD =
3
0,75Fu (0,75)(0,75)(370x10 )
Gunakan trekstang 16 mm dengan 11 ulir per inci (25,4 mm) (A D = 198 mm2)
Gaya dalam batang tarik antara diantara gording paling atas:
10
T = (11,4)(7)(1174,2)
= 98.765 N = 98,8 kN
3
10 1
+ (11,4)(7)(1174,5) = 13,35 kN
atau sama dengan (12.270)
12
3
98,8
x10 6 = 475,5 mm 2
AD =
3
(0,75)(0,75)(370 x10 )
Gunakan batang 16 mm
4.4
81
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Eyebar adalah batang dengan sambungan sendi seperti dalam Gambar 4.6. Pada
awalnya eye-bar banyak digunakan pada struktur jembatan sambungan sendi, tetapi
sekarang sudah jarang karena kelebihan sambungan baut dan las. Kesulitan dari rangka
dengan sambungan sendi adalah rusaknya sendi yang menyebabkan sambungan
longgar.
SNI 03-1729-02 mensyaratkan sebagai berikut:
10.4
a
Aaa
Tebal = 0,25 b1
Abb > An
Aaa + Acc = 1,33 An
Abb
Nu
An
Pin
Acc
b
b1
c
Gambar 4.6 Batang Sambungan Sendi (Eyebar)
Eye bar dibuat dari batang penampang persegi atau pelat dengan pelebaran
bagian ujung dan melubangi secara thermal bagian ujung ini sehingga berfungsi sebagai
sambungan sendi. LRFD Commentary (D3) menyatakan bahwa batang yang dibentuk
secara thermal akan menghasilkan perencanaan yang lebih seimbang.
SNI tidak memberikan persyaratan rinci, tetapi peraturan AISC-LRFD (D3)
memberikan persyaratan rinci untuk batang sambungan sendi baik untuk sendi maupun
pelatnya. Kuat rencana untuk batang ini adalah nilai terkecil yang didapat dari
persamaan dibawah ini dengan merujuk pada Gambar 4.7. Jika pembaca melihat
langsung ke dalam peraturan AISC-LRFD, maka akan melihat bahwa notasi yang
diberikan dalam rumus di bawah ini dipertukarkan antara P dengan N. Hal ini tidak
82
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
perlu terlalu menjadi masalah karena penulis hanya mencoba untuk menyamakan notasi
gaya aksial dalam SNI yang menggunakan notasi N.
N n = (2t)(2t + 0,63)(F u )
(a) Kuat Tarik Pada Penampang Netto
N n = (0,6)(2t)(a + d/2) F u
(b) Kuat Geser Rencana Pada Luas Netto Efektif
d
N n = 1,8 F y d t
(c) Kuat Tumpu Permukaan (Ini adalah kuat
tumpu pada proyeksi segiempat dibelakang
baut)
t
Lebar
N n = F y (lebar) (t)
(d) Kuat Tarik Pada Penampang Bruto
= t = 0,75
N n = 2 t b eff F u
83
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
dengan t = tebal pelat dan b eff = 2 t + 0,63, tetapi tidak boleh lebih dari jarak antara
lubang pinggir ke sisi bagian profil yang diukur tegak lurus terhadap garis kerja gaya.
2. Kuat rencana geser pada luas netto efektif. Gambar 4.7(b).
= st = 0,75
N n = 0,6 A sf F u
(4.7)
dengan A sf = 2t (a + d/2), dan a adalah jarak terpendek dari sisi lubang sendi ke sisi
profil yang diukur sejajar terhadap gaya.
3. Kekuatan permukaan dalam menahan reaksi. Gambar 4.7(c).
= 0,75
N n = 1,8 F y A pb
(4.8)
dengan A pb = luas proyeksi tumpuan = d t. Perlu dicatat bahwa Pers. (J8-1) LRFD
berlaku untuk permukaan yang dikempa, sendi yang dipahat, dibor atau lubang yang
dibor, dan ujung dari pengaku tumpuan. LRFD Specification J8 juga memberikan
rumus lain untuk menentukan kekuatan tumpu untuk rol.
4. Kuat tarik pada penampang luas bruto. Gambar 4.7(d).
= 0,90
N n = Fy Ag
4.5
84
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Pada umumnya fatik bukanlah masalah yang dijumpai pada bangunan gedung karena
beban pada struktur tidak menimbulkan variasi tegangan yang terlalu besar. Walaupun
demikian fatik tetap dapat dijumpai pada bangunan, yaitu dalam hal adanya keran
(crane) atau vibrasi mesin.
Jika batang baja mendapat beban fatik, maka retak akan terjadi dan menyebar
sehingga menyebabkan keruntuhan fatik. Retak ini cenderung terjadi pada tempat
dimana terjadi konsentrasi tegangan, misalnya pada bagian lubang, sisi penampang
yang tidak sempurna, atau pengelasan yang tidak baik. Fatik juga lebih banyak terjadi
pada batang tarik.
Meskipun telah banyak uji fatik dilakukan tetapi pemahaman perilaku fatik bagi
perancang teknik masih belum ada. Akibatnya, desain baja terhadap fatik hampir
seluruhnya didasarkan pada hasil uji.
Satu metoda untuk uji fatik adalah metoda beban aksial, dimana batang
mendapat tegangan aksial bolak-balik dan hasilnya dinyatakan dalam kurva S-N. Dalam
kurva ini, tegangan maksimum (S) dinyatakan dalam sumbu vertikal dan jumlah
pembebanan berulang yang diperlukan untuk terjadi keruntuhan (N) dalam sumbu
horisontal, seperti diberikan dalam Gambar 4.8. Tentu saja nilai ini akan berlainan
tergantung mutu baja dan temperatur.
Untuk mendapatkan kurva ini, benda uji dites pada tingkat tegangan yang
berbeda dan beban tersebut diberikan berulang sampai terjadi keruntuhan. Dalam
Gambar 4.8 terlihat bahwa fatik life suatu batang bertambah jika tegangan maksimum
berkurang. Kemudian, pada nilai tegangan rendah, umur fatik (fatigue life) semakin
besar. Ada suatu tegangan dimana umur fatik adalah tak terhingga. Tegangan ini
disebut batas daya tahan (endurance). Nilai ini sangat penting untuk suatu material yang
mendapat beban berulang jutaan kali, misalnya untuk mesin yang berrotasi.
SNI 03-1729-02 tidak membahas tentang beban perancangan terhadap beban
fatik, tetapi peraturan AISC-LRFD Appendix K memberikan metoda perancangan
sederhana yang memperhitungkan beban berulang. Dengan metoda ini, jumlah tegangan
berulang, rentang tegangan yang diharapkan (yaitu perbedaan antara tegangan
maksimum dan minimum), tipe dan lokasi batang diperhitungan dalam perancangan.
Dengan informasi ini, rentang tegangan ijin maksimum dapat dicari untuk beban kerja
atau beban layan.
Tegangan maksimum dalam suatu batang yang dihitung berdasarkan LRFD
tidak boleh lebih besar dari tegangan nominal dalam batang tersebut, dan rentang
tegangan maksimumnya tidak boleh lebih dari rentang tegangan ijin dalam Appendix K.
Batas
Endurance
0
20
40
60
80
85
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Jika diperkirakan akan terjadi kurang dari 20.000 kali beban berulang pada suatu
batang, maka fatik tidak perlu ditinjau. Jika beban berulang lebih dari 20.000 kali,
rentang tegangan ijin ditentukan dengan cara berikut.
1. Kondisi pembebanan dihitung dari Tabel A-K3.1 Appendix K peraturan LRFD.
Misalnya jika diperkirakan jumlah siklus beban kurang dari 100.000 (kurang lebih
10 kali beban berulang selama 25 tahun) dan tidak lebih dari 500.000 kali beban
berulang, maka harus digunakan kondisi beban no. 2 dari tabel tersebut.
2. Tipe dan lokasi keruntuhan batang atau detail lainnya ditentukan dari Gambar AK3.1 Appendix K. Jika suatu batang tarik terdiri dari siku ganda yang dilas fillet
pada pelat, maka kasus ini dihitung seperti diilustrasikan dalam Contoh 17 (Las
fillet akan dibahas dalam Bab 14. Dalam jenis las ini, batang dibuat overlap dan
dilas).
3. Dari Tabel A-K3.2 tegangan dikelompokkan ke dalam A, B, B, C, D, E, atau F.
Misalnya, sambungan tarik dengan las fillet dalam Contoh 17, dikelompokkan
sebagai E.
4. Akhirnya dari Tabel A-K3.3 Appendix K, dengan rentang tegangan ijin kelompok E
dan kondisi beban no. 2 didapat F sr = 13 ksi (89,63 MPa).
Contoh 4.6 memperlihatkan desain dua siku tarik yang mendapat beban berulang
dengan menggunakan Appendix K peraturan AISC LRFD.
Contoh 4.6
Suatu elemen baja 18 ft (5,5 m) terdiri dari siku ganda sama kaki dengan las fillet pada
sambungan. Gaya tarik akibat beban mati layan adalah 30 k (133,45 kN). Juga
diperkirakan akan terjadi beban berulang akibat beban hidup 250.000 kali dan variasi
tekan 12 k (53,38 kN) sampai dengan tarik 65 k (289,13 kN). Tentukan dimensi siku
dengan baja A36 dan peraturan LRFD.
Solusi:
Berdasarkan Appendix K dan peraturan LRFD didapat nilai berikut.
Tabel A-K3.1 kondisi beban no. 2
Gambar A-K3.1 diberikan dalam Contoh 17
Tabel A-K3.2 Kategori tegangan: E
Tabel A-K3.3 Rentang tegangan ijin F sr = 13 ksi (89,63 MPa)
Rentang beban terfaktor P u
Tarik maksimum
N u = (1,2)(30) + (1,6)(65) = 140 k (622,8 kN)
86
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
Tekan
N u = (1,4)(30) = 42 k (186,8 kN)
N u = (1,2)(30) + (1,6)(-12) = +16,8 k (74,7 kN)
Jadi, masih dalam kondisi tarik.
Menentukan dimensi profil:
Ag =
Nu
140
=
= 4,32 in 2 (2787,1 mm 2 )
t Fy (0,90)(36)
f t min =
30 + 65
= 12,67 ksi (87,4 MPa)
7,50
30 - 12
= 2,40 ksi (16,5 MPa)
7,50
Kumpulan Soal
Untuk Soal 4.1 s.d. 4.8. Pilih profil untuk kondisi yang dijelaskan dalam soal kecuali
x
disebutkan lain dengan baja BJ37 dan geser blok diabaikan. U = 1 kecuali untuk
L
Soal 4.8.
4.1
Pilih profil IWF350x350 untuk memikul beban N D = 979 kN dan N L = 1112 kN.
Panjang batang 9,0 m dan diasumsikan terdapat dua baris lubang untuk baut 25
87
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
mm pada setiap flens. Paling sedikit ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak
baut 100 mm.
4.2
4.3
Pilih profil IWF300x300 untuk memikul beban tarik terfaktor N u = 1690 kN.
Asumsikan ada dua baris baut 19 mm pada setiap flens (paling sedikit ada tiga
baris baut dalam setiap baris dengan jarak antar baut 100 mm). Panjang batang 8,5
m.
4.4
Pilih profil kanal paling ringan untuk memikul beban tarik layan N D = 356 kN dan
N L = 489 kN. Panjang batang 5,5 m dan diasumsikan hanya ada satu baris baut 25
mm pada setiap flens. Asumsikan ada tiga baut dalam satu baris dengan jarak
antar baut 100 mm.
4.5
4.6
Pilih profil untuk memikul beban tarik layan N D = 356 kN dan N L = 445 kN.
Panjang batang 6 m, dan diasumsikan terdapat dua baris baut 22 mm pada setiap
flens (4 baut dengan jarak antar baut 75 mm).
4.7
Ulangi Soal 4.6 jika batang terbuat dari baja BJ41 (4 baut dalam satu baris dengan
jarak 75 mm, pada web saja).
4.8
Suatu batang tarik sambungan las memikul beban rencana N u = 2891 kN dan
terdiri dari dua kanal yang dipasang saling membelakangi dengan flens
menghadap ke dalam. Jarak kedua kanal 300 mm. Pilih profil kanal. U = 0,87.
Panjang batang adalah 9,1 m.
4.9 s.d. 4.16. Sebagai latihan untuk menggunakan peraturan lain selain SNI dan juga
pemahaman menggunakan jenis satuan yang lain, diberikan latihan soal berikut. Pilih
profil paling ringan untuk kondisi yang diberikan dalam soal. Asumsikan jarak baut 4
in. Abaikan blok geser. Tentukan U dari peraturan LRFD B.3 kecuali untuk Soal 4.11.
Soal
Profil
W12
PD
(kips)
100
PL
(kips)
150
4.9
Panjang
(ft)
22
Baja
4.10
W14
200
240
24
A572
Mutu 50
4.11
W10
80
60
18
4.12
W12
400
100
28
A572
Mutu 50
A36
A572
Mutu 50
Sambungan
Jawab
W12 X 40
W10 X 17
88
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
4.13
4.14
MC
S
70
50
90
80
20
18
A36
A572
Mutu 50
4.15
4.16
WT7
WT6
100
80
60
120
16
15
A36
A242
Mutu 46
MC12 X 35
WT7 X 26,5
4.17 Baja BJ37 digunakan dalam memilih siku tunggal untuk menahan beban tarik
layan N D = 311 kN dan N L = 356 kN. Panjang batang 6 m dan diasumsikan
disambung dengan satu baris baut 22 mm pada kaki panjang, jika digunakan siku
x
tidak sama kaki. Abaikan geser blok. U = 1 .
L
4.18 Pilih sepasang profil kanal untuk kondisi pada Gambar S4.18. Gunakan baja BJ37
dan asumsikan las transversal pada ujung batang dibagian web saja. L = 7,5 m, N u
= 1334 kN. Abaikan geser blok.
4.19 Ulangi Soal 4.17 dengan menggunakan siku ganda dengan kaki panjang saling
membelakangi. Asumsikan terjadi kontak pada kaki siku dan asumsikan terdapat
lubang untuk baut 22 mm pada setiap flens. Juga diasumsikan U = 0,85.
4.20 Rencanakan batang L 2 L 3 dari rangka batang dalam Gambar S4.20. Batang
tersebut terdiri dari siku ganda dengan pelat buhul 9,5 mm pada setiap titik
kumpul. Gunakan baja BJ37 dan peraturan LRFD. Asumsikan terdapat satu baris
baut 19 mm pada setiap kaki siku dengan jarak antara baut 100 mm. Beban N D =
89 kN dan N a = 53 kN (beban atap). Abaikan geser blok.
U2
3,6 m
L3
6 @ 3,6 m = 21,6 m
89
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
4.21 Pilih batang tarik siku tunggal untuk menahan beban layan N D = 356 kN dan N L =
311 kN. Panjang batang 5,5 m dan disambungkan pada kaki panjang dengan satu
baris baut 22 mm dengan jarak baut 100 mm. Asumsikan F y = 276 MPa dan F u =
x
414 MPa. Abaikan geser blok. U = 1 .
L
4.22 Ulangi Soal 4.8 dengan asumsi digunakan satu baris baut 22 mm pada setiap flens
dan paling sedikit ada 3 baut dengan jarak baut 100 mm. Juga rancang pelat
pengikat. Asumsikan jarak atau gage dari belakang profil kanal ke pusat baris baut
adalah 50 mm. Tentukan U dari LRFD Specification B3.
4.23 Suatu batang tarik dari empat buah siku sama kaki disusun seperti dalam Gambar
S4.23 dan harus memikul beban layan N D = 800 kN dan N L = 1423 kN. Panjang
batang 9,1 m dan diasumsikan pada setiap siku mempunyai satu baris baut 22 mm
pada setiap kaki. Rancang batang tersebut termasuk pelat pengikat yang
diperlukan dengan menggunakan baja BJ37. Abaikan geser blok.
460 mm
460 mm
4.24 Pilih batang bulat berulir yang berfungsi sebagai penggantung untuk menahan
beban tarik layan N D = 44 kN dan N L = 53 kN. Gunakan baja BJ37
4.25 Pilih batang bulat berulir yang berfungsi sebagai penggantung untuk menahan
beban tarik layan N D = 53 kN dan N L = 67 kN. Gunakan baja BJ37.
90
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
4.26 Batang tarik pada dasar dari pelengkung tiga sendi dalam Gambar S4.26 adalah
profil batang tarik dari baja BJ37. Berapa ukuran batang bulat berulir yang harus
digunakan untuk menahan beban layan pada gambar?
ND = 89 kN
NL = 111 kN
ND = 89 kN
NL = 111 kN
ND = 89 kN
NL = 111 kN
9,1 m
6m
4,5 m
4,5 m
6m
9m
30 m
4.27 Rangka atap untuk bangunan industri berjarak 6,4 m, memikul beban penutup atap
288 Pa permukaan atap. Gording mempunyai jarak seperti dalam Gambar S4.27
dengan berat 144 Pa permukaan atap. Rencanakan trekstang dengan menggunakan
batang BJ37 dan peraturan LRFD dengan asumsi terdapat beban hidup air hujan
1440 Pa permukaan horisontal atap. Trekstang direncanakan untuk dipasang pada
jarak 1/3 bentang.
6 interval gording
6,10 m
24 m
91
BAB IV
PERANCANGAN BATANG TARIK
POLBAN
92
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
92
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.1
Pendahuluan
Jika beban berusaha untuk menekan atau membuat pendek suatu batang, tegangan yang
dihasilkan disebut tegangan tekan dan batangnya disebut batang tekan. Ada beberapa
tipe batang tekan dan kolom adalah batang tekan yang paling dikenal. Jenis yang lain
adalah batang atas dari rangka atap, batang pengikat, flens tertekan dari suatu profil dan
penampang balok built-up, serta elemen yang mendapat beban tekan dan momen secara
simultan. Kolom adalah elemen vertikal yang mempunyai dimensi panjang jauh lebih
besar dibandingkan dengan tebalnya. Kolom pendek yang mendapat gaya tekan disebut
juga strut atau batang tekan.
Secara umum ada tiga ragam keruntuhan dari batang tekan yaitu tekuk lentur
(flexural buckling), tekuk lokal (local buckling), dan tekuk torsional (torsional
buckling). Berikut ini adalah penjelasan dari ragam keruntuhan tersebut.
1. Tekuk lentur yang disebut juga tekuk Euler adalah jenis keruntuhan tekuk yang
paling sering terjadi dan akan banyak dibahas dalam bab ini. Elemen yang
mendapat lentur akan menjadi tidak stabil.
2. Tekuk lokal terjadi jika beberapa bagian penampang dari suatu kolom menekuk
akibat terlalu tipis sebelum ragam tekuk lain terjadi. Ketahanan suatu kolom
terhadap tekuk lokal diukur dari rasio lebar-tebal bagian penampang. Ragam
keruntuhan ini akan dibahas dalam Bab 5.7.
3. Tekuk torsional dapat terjadi pada kolom dengan susunan penampang tertentu.
Kolom seperti ini akan runtuh oleh tekuk torsi atau kombinasi tekuk torsi dan
lentur. Jenis keruntuhan ini akan dibahas dalam Bab 6.
Ada dua perbedaan utama antara batang tarik dan tekan, yaitu:
1. Gaya tarik menyebabkan batang lurus sedangkan gaya tekan menyebabkan
batang melentur ke luar bidang gaya tersebut bekerja dan ini merupakan kondisi
berbahaya.
2. Lubang baut atau rivet dalam batang tarik akan mereduksi luas penampang,
sedangkan pada batang tekan seluruh luas penampang dapat menahan beban.
Untuk luas penampang yang sama, semakin tinggi suatu kolom akan semakin
besar kemungkinan terjadi tekuk dan beban yang dapat dipikul akan semakin kecil.
Kecenderungan suatu batang untuk tekuk diukur dengan rasio kelangsingan yang
didefinisikan sebagai rasio panjang batang terhadap jari-jari girasi terkecil.
Kecenderungan untuk tekuk juga dipengaruhi oleh tipe sambungan, eksentrisitas beban,
ketidaksempurnaan material kolom, ketidaksempurnaan penampang, adanya lubang
untuk baut, kelengkungan awal kolom, tegangan residual, dan lain-lain.
Beban yang bekerja melalui pusat penampang kolom disebut beban aksial atau
konsentris dan dalam praktek merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Sedikit
ketidaksempurnaan dalam batang tarik dan balok dapat diabaikan karena menimbulkan
akibat yang tidak begitu besar. Tetapi ketidaksempurnaan kecil dalam kolom dapat
menimbulkan akibat yang berbahaya. Suatu kolom yang sedikit tertekuk pada saat
dipasang akan mempunyai momen yang cukup besar yaitu sebesar beban kolom
dikalikan dengan defleksi lateral awal. Hal ini diatur dalam SNI 03-1729-02:
17.4.3 Batang tekan
17.4.3.1 Kelurusan
93
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Penyimpangan dari semua sumbu-utama terhadap suatu garis lurus yang ditarik di
antara kedua
ujung dari suatu komponen struktur tidak boleh melebihi nilai terbesar dari L/1000 atau
3 mm.
5.2
Tegangan Residual
Tegangan residual dan distribusinya merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
kekuatan aksial kolom baja. Tegangan ini sangat penting terutama untuk kolom dengan
nilai rasio kelangsingan antara 40 120, dan memang pada rentang inilah kolom
banyak digunakan di lapangan. Penyebab utama dari tegangan residual adalah
pendinginan yang tidak merata setelah proses pembentukan baja panas. Misalnya pada
profil W, flens luar dan web bagian tengah akan mengalami pendinginan lebih dulu
dibandingkan pertemuan flens dan web.
Bagian yang lebih dahulu dingin akan menahan penyusutan sedangkan bagian
yang masih panas masih terus mengalami penyusutan atau perpendekan. Hasilnya
adalah pada bagian yang dingin lebih dahulu akan terjadi tegangan tekan residual
sedangkan bagian yang belum dingin akan mengalami tegangan tarik residual. Besar
tegangan ini bervariasi sekitar 10-15 ksi (69-103 MPa).
Jika suatu kolom baja diuji, batas proporsionalnya akan dicapai pada nilai N/A
yang nilainya sekitar separuh dari tegangah leleh. Setelah batas proporsional, hubungan
tegangan-regangan akan non-linier hingga mencapai tegangan lelehnya, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 5.1. Karena adanya leleh lokal (setempat) yang terjadi pada
beberapa titik dari penampang kolom, maka kekuatan terhadap tekuk akan berkurang.
Pengurangan kekuatan terbesar terjadi pada kolom dengan rasio kelangsingan antara 7090 dan besar pengurangan ini sekitar 25%.
Jika beban pada suatu kolom meningkat, beberapa bagian kolom akan mencapai
tegangan leleh dengan cepat dan memasuki daerah plastis yang diakibatkan oleh
tegangan tekan residual. Kekakuan kolom akan berkurang dan kekakuan yang tersisa
hanya berdasarkan bagian penampang yang masih elastis. Suatu kolom dengan tegangan
residual akan berperilaku seperti kehilangan sebagian penampangnya. Bagian
penampang tersisa atau bagian elastis dari kolom akan berubah dengan perubahan
tegangan yang terjadi. Perhitungan tekuk kolom akibat tegangan residual dapat
dilakukan dengan menggunakan momen inersia elastis I e yaitu untuk penampang yang
masih elastis atau dengan menggunakan modulus tangen. Untuk penampang kolom
yang lazim, kedua cara tersebut memberikan hasil yang hampir sama.
Tegangan residual juga dapat disebabkan pada saat pabrikasi dimana lendutan
ke atas terbentuk akibat pendinginan setelah las. Las dapat menghasilkan tegangan
residual yang cukup tinggi pada kolom sehingga mendekati titik leleh disekitar las.
Fakta lain yang penting adalah kolom dapat melentur akibat las sehingga mempengaruhi
kemampuan daya dukungnya. Gambar 5.1 memperlihatkan pengaruh tegangan residual
akibat pendinginan dan pabrikasi pada diagram tegangan-regangan untuk profil W.
94
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Tegangan (f = N/Al)
Kurva ideal
Fy
Regangan ( = l/l)
5.3
Profil Penampang Kolom
Secara teoritis terdapat jumlah bentuk yang tidak terbatas dapat digunakan untuk
memikul beban tekan dalam suatu struktur. Tetapi dari segi praktis, jumlah bentuk
penampang elemen tekan menjadi terbatas karena beberapa pertimbangan yaitu: profil
yang tersedia, masalah sambungan, tipe struktur. Gambar 5.2 memperlihatkan
penampang profil yang biasa digunakan sebagai elemen tekan.
Penampang yang digunakan sebagai elemen tekan umumnya sama dengan
elemen tarik dengan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut disebabkan oleh
kenyataan bahwa kekuatan elemen tekan berbanding terbalik dengan rasio kelangsingan
KL/r dan elemen yang diperlukan adalah elemen yang kaku. Elemen tunggal dari batang
bulat, persegi, dan pelat biasanya terlalu langsing untuk digunakan sebagai elemen
tekan kecuali jika elemen tersebut cukup pendek dan mendapat gaya tekan yang relatif
kecil.
Elemen siku tunggal (Gambar 5.2(a)) cukup untuk digunakan sebagai pengaku
dan elemen tekan dalam rangka ringan. Siku sama kaki lebih ekonomis dibandingkan
dengan siku tidak sama kaki karena siku sama kaki mempunyai jari-jari girasi terkecil
yang sama besar untuk luas penampang yang sama. Elemen bagian atas dari rangka atap
dengan sambungan rivet atau baut dapat digunakan sepasang siku yang saling
membelakangi (Gambar 5.2(b)). Biasanya akan selalu disediakan ruang kosong diantara
keduanya untuk menempatkan pelat buhul sebagai sambungan. Dalam hal ini akan lebih
baik jika digunakan siku tidak sama kaki dengan kaki panjang dipasang saling
membelakangi sehingga dapat memberikan keseimbangan antara kedua nilai r terhadap
sumbu x dan y.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
95
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Jika rangka atap menggunakan alat penyambung las, maka pelat buhul dapat
ditiadakan dan profil T (Gambar 5.2(c)) dapat dipilih untuk elemen atas karena web dari
elemen dapat dilas langsung pada kaki profil T. Profil kanal tunggal (Gambar 5.2(d))
tidak mencukupi untuk digunakan sebagai elemen tekan karena nilai r terhadap sumbu
web-nya sangat kecil. Tetapi profil kanal dapat digunakan dengan menyediakan
sokongan lateral tambahan dalam arah sumbu lemah. Profil IWF (Gambar 5.2(e))
merupakan profil yang paling sering digunakan sebagai elemen tekan baik pada gedung
maupun jembatan. Meskipun nilai r pada kedua sumbunya sangat berbeda, tetapi lebih
baik dibandingkan dengan profil kanal.
Siku tunggal
(a)
Pipa atau
Tube bulat
(f)
Siku ganda
(b)
Tube persegi
(g)
Profil box
(k)
Profil
Built-up
(o)
T
(c)
Tube segiempat
(h)
Profil box
(l)
Profil
Built-up
(p)
Kanal
(d)
Profil box
Empat siku
(i)
Profil box
(m)
Profil
Built-up
(r)
Kolom IWF
(e)
Profil box
(j)
IWF dengan
Pelat penutup
(n)
Profil
Built-up
(s)
96
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Untuk beban tekan kecil dan medium, penampang pipa atau tube (Gambar
5.2(f)) sudah mencukupi. Profil ini mempunyai kelebihan yaitu kekakuan yang sama ke
semua arah dan biasanya sangat ekonomis kecuali jika momen yang bekerja cukup
besar. Manual AISC-LRFD mengelompokan pipa baja dalam sangat kuat dan dua kali
sangat kuat.
Penampang persegi dan segiempat (Gambar 5.2(g) dan (h)) belum lama
digunakan sebagai elemen tekan. Kesulitan yang timbul dengan profil ini adalah dalam
hal sambungan dengan rivet atau baut, tetapi dapat diatasi dengan alat penyambung las.
Meningkatnya penggunaan profil ini antara lain adalah:
1. Profil yang efisien sebagai elemen tekan adalah profil dengan jari-jari girasi
yang konstan terhadap pusat penampang. Jadi yang paling efisien adalah
penampang bulat, dan berikutnya adalah penampang persegi.
2. Permukaan yang rata memudahkan pengecatan dibandingkan profil IWF, S, dan
M.
3. Luas permukaan yang harus dicat lebih sedikit.
4. Mempunyai ketahanan terhadap torsi yang baik.
5. Permukaan penampang sangat menarik.
6. Tahanan terhadap angin dari penampang lingkaran hanya 2/3 dari permukaan
rata dengan lebar yang sama.
7. Jika kebersihan diutamakan maka profil persegi ini tidak mempunyai masalah
dalam hal terkumpulnya kotoran pada flens.
Beberapa kelemahan dari penampang pipa dan persegi atau segi empat adalah:
1. Memerlukan penutup pada ujung penampang untuk mencegah korosi.
2. Mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan dengan profil IWF untuk
modulus penampang yang sama.
Jika beban tekan besar, kemungkinan diperlukan penampang built-up. Tetapi
untuk luas penampang yang sama, penampang W lebih ekonomis dibandingkan
penampang built-up. Jika digunakan penampang built-up maka penampang tersebut
harus dihubungkan satu sama lain dengan pengikat sehingga bekerja menjadi satu
kesatuan. Ujung dari profil built-up juga harus dihubungkan dengan pelat pengikat.
Garis putus dalam Gambar 5.2 memperlihatkan pengikat atau bagian elemen
menerus dan garis penuh menyatakan bagian elemen kontinu. Empat buah siku
seringkali disusun seperti pada Gambar 5.2(i) untuk menghasilkan nilai r yang lebih
besar. Jenis profil seperti ini banyak dijumpai pada bangunan pemancar (tower) atau
keran (crane). Sepasang kanal (Gambar 5.2(j)) juga dipakai pada kolom bangunan atau
sebagai elemen web dari rangka batang yang besar. Perlu diketahui bahwa terdapat
jarak tertentu antara kedua kanal yang menghasilkan nilai r yang sama besar terhadap
sumbu x dan y. Kanal juga dapat diputar posisinya seperti pada Gambar 5.2(k).
Sepasang kanal dengan pelat penutup pada bagian atas dan pengikat pada bagian
bawah seperti pada Gambar 5.2(l) sesuai untuk rangka batang jembatan. Pelat buhul
yang juga berfungsi sebagai pelat kopel harus dipasang pada ujung diantara kedua profil
kanal tersebut. Jika diperlukan profil kanal yang lebih besar tetapi tidak tersedia di
pasaran, maka dapat digunakan penampang built-up seperti dalam Gambar 5.2(m).
97
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Jika suatu profil tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menahan beban tekan,
luas penampangnya dapat diperbesar dengan menambahkan pelat pada flens (Gambar
5.2(n)). Untuk konstruksi sambungan las, kolom built-up seperti dalam Gambar 5.2(o)
lebih sesuai digunakan dibandingkan dengan profil IWF dengan pelat tambahan
(Gambar 5.2(n)). Jika profil jenis ini menahan lentur (balok menumpu pada flens
kolom), sukar untuk mentrasfer gaya tarik melalui pelat tambahan tanpa menarik pelat
dari flens kolom. Untuk beban kolom yang sangat besar, penampang box (Gambar
5.2(p)) telah membuktikan hasil yang memuaskan. Beberapa profil built-up lain
diberikan dalam Gambar 5.2(q) sampai dengan (s). Penampang built-up dalam Gambar
5.2(n) sampai dengan (q) mempunyai kelebihan dibandingkan dengan profil built-up
pada Gambar 5.2(i) sampai dengan (m) yaitu tidak memerlukan elemen pengikat. Gaya
geser lateral untuk profil kolom tunggal dan penampang built-up tanpa pengikat, tetapi
tidak demikian untuk profil built-up dengan pengikat.
5.4
Perkembangan Rumus Kolom
Pada tahun 1729 seorang ahli matematika Belanda bernama Pieter van Musschenbroek
memberikan rumus empiris kolom untuk menghitung kekuatan kolom segi empat.
Kemudian tahun 1757, seorang Swiss bernama Leonhard Euler penyampaikan hasil
studi tentang tekuk kolom.
Literatur banyak berisi rumus yang dikembangkan untuk kondisi kolom ideal
yang tidak pernah dijumpai dalam praktek. Sebagai konsekuensi, desain kolom
didasarkan pada hasil uji. Hal ini dilakukan karena rumus yang ada tidak memberikan
hasil yang mendekati hasil uji untuk semua rentang nilai KL/r.
Hasil uji kolom dalam berbagai rentang nilai KL/r memberikan hasil dalam
rentang yang cukup acak seperti dalam Gambar 5.3 dan tidak akan mendekati kurva.
Hal ini disebabkan karena: kesulitan menempatkan beban pada pusat penampang
kolom, ketidakseragaman material, variasi dimensi kolom, variasi kondisi perletakan,
dan lain-lain. Dalam praktek telah dikembangkan rumus yang mewakili hasil uji dengan
memberikan faktor keamanan yang cukup.
L/r
98
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.5
Penurunan Rumus Euler
Rumus Euler yang diturunkan dalam bab ini adalah untuk penampang lurus, dibebani
secara konsentris, homogen, kolom panjang dengan ujung bulat. Diasumsikan bahwa
kolom sempurna ini diberi defleksi lateral seperti pada Gambar 5.4 dan jika beban P
dihilangkan kolom akan kembali pada posisi semula.
Momen lentur pada setiap titik pada kolom adalah Py, persamaan kurva elastis
adalah:
d2y
EI 2 = Py
dx
Untuk memudahkan perhitungan integrasi, kalikan kedua ruas dengan 2 dy.
dy dy
EI 2 d
= 2 Pydy
dx dx
2
dy
EI = Py 2 + C1
dx
Jika y = , dy/dx = 0, dan nilai C 1 akan sama dengan P2 dan
2
dy
EI = Py 2 + P 2
dx
P
x
L/2
L/2
l
P
x
L/2
L/2
l
P 2
dy
y2
=
EI
dx
dy
=
dx
P
2 y2
EI
dy
2 y2
P
dx
EI
99
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
arc sin
P
x + C2
EI
EI
Jika x = L/2, y = , akan memberikan
L P
=
2 2 EI
Dalam ekspresi diatas P adalah beban tekuk kritis atau beban maksimum yang
dapat dipikul oleh kolom sebelum terjadi ketidakstabilan (tekuk). Selanjutnya didapat P:
2 EI
P= 2
(5.1)
L
Rumus ini adalah rumus Euler yang dapat ditulis dalam bentuk lain yaitu dengan
menyertakan rasio kelangsingan. Karena r = I / A dan r2 = I/A dan I = r2A, rumus
Euler dapat ditulis sebagai tegangan tekuk kritis atau dalam manual AISC-LRFD
disebut F e dan beban tekuk kritis diatas dapat dituliskan seperti dibawah ini.
2 EI
P= 2
(5.2)
r
P
2E
=
= Fe
(5.3)
A (L / r )2
Perlu diperhatikan bahwa beban tekuk yang didapat dari rumus Euler tidak
tergantung pada kekuatan baja yang digunakan, hal ini hanya secara teori saja. Untuk
dapat menggunakan rumus Euler dengan benar, maka kondisi perletakan harus
diperhitungkan. Hasil yang didapat dengan rumus Euler sangat cocok jika dibandingkan
dengan kondisi tes laboratorium dimana beban bekerja konsentris dan kolom panjang
dengan tumpuan sendi. Hal ini tidak terjadi di lapangan, karena pada kenyataannya
kolom tidak mempunyai tumpuan sendi akibat adanya baut atau las pada tumpuan.
Setiap kolom akan mempunyai tahanan terhadap rotasi yang berbeda dan bervariasi
mulai dari tahanan rotasi yang kecil hingga kondisi jepit sempurna. Dengan demikian
untuk mencari tegangan kritis harus digunakan panjang kolom yang berbeda dengan
panjang sebenarnya sehingga akan didapat nilai tegangan kritis yang realistis.
Supaya rumus Euler dapat digunakan untuk kondisi lapangan, nilai yang
digunakan L adalah jarak antara momen nol. Jarak ini disebut panjang efektif. Untuk
kolom dengan ke dua ujung sendi, panjang efektif adalah jarak antara ke dua ujung
sendi tersebut. Untuk kolom dengan kondisi tumpuan yang berbeda akan memberikan
nilai L yang berlainan, dan akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
100
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Aplikasi rumus Euler diberikan dalam Contoh 5.1. Perlu diingat bahwa rumus
ini diturunkan untuk tegangan dimana hukum Hooke masih berlaku, artinya tidak
berlaku untuk tegangan diatas batas proporsional.
Contoh 5.1
(a) Profil IWF250x250x64,4 panjang 6 m digunakan sebagai kolom tumpuan sendi.
Dengan menggunakan rumus Euler tentukan beban tekuk kritis. Asumsikan baja
mempunyai batas proporsional 248 MPa.
(b) Ulangi soal (a) jika panjang kolom diubah menjadi 2,4 m.
Solusi:
(a) Profil IWF25x250x64,4 (A = 8206 mm2, r x = 103 mm, r y = 59,8 mm)
r minimum = r y = 59,8 mm
L (1000)(6,0)
=
= 100,3
r
59,8
Tegangan kritis atau tegangan tekuk:
2 (200 000)
Fe =
(100,3) 2
= 196,2 MPa < batas proporsional 248 MPa
Jadi kolom masih dalam daerah elastis.
Beban kritis atau beban tekuk = (196,2 x 103 x 10-6)(8206) = 1610 kN
( )
( )
5.6
Kondisi Tumpuan dan Panjang Efektif Kolom
Kondisi tumpuan dan pengaruhnya pada kapasitas daya dukung kolom merupakan topik
yang sangat penting. Kolom dengan kekangan yang cukup akan dapat memikul beban
yang lebih besar dibandingkan dengan tumpuan dengan kekangan kecil seperti sendi.
Dalam sub bab sebelumnya panjang efektif kolom didefinisikan sebagai jarak
antara dua titik dengan momen nol atau jarak antara titik belok. Dalam peraturan baja,
panjang efektif kolom dinyatakan sebagai KL dengan K adalah faktor panjang efektif.
Nilai K harus dikalikan dengan panjang aktual kolom untuk mendapatkan panjang
efektifnya. Besar K tergantung pada kekangan rotasional yang diberikan oleh tumpuan
dan juga kekangan translasinya.
101
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Gambar 5.5 Panjang Efektif Kolom dalam Portal dengan Pengaku (Goyangan Dikekang)
Kenyataan tidak ada tumpuan sendi atau jepit sempurna dan biasanya kolom
berada diantara dua kondisi ideal tersebut. Artinya panjang efektif kolom akan berada
diatanra L/2 dan L, tetapi ada pengecualian dari hal tersebut seperti diperlihatkan dalam
Gambar 5.6(a). Dasar kolom adalah sendi dan ujung lain bebas berrotasi dan
bertranslasi. Dapat dilihat bahwa panjang efektif akan lebih besar dari panjang kolom
aktual karena garis elastis akan membentuk kurva dengan panjang dua kali tinggi kolom
sehingga K sama dengan 2,0. Gambar 5.6(b) kedua ujung kolom disendi sehingga tidak
terjadi goyangan sehingga defleksi lateral kolom AB akan lebih kecil.
Kolom baja merupakan komponen dari portal yang dapat dilengkapi dengan
pengikat (braced) ataupun tidak (unbraced). Portal dengan pengikat akan mendapat
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
102
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
kekangan terhadap goyangan atau translasi titik; kekangan tersebut dapat melalui batang
pengikat, dinding geser, atau sokongan lateral dari struktur lain yang bergabung pada
portal tersebut. Portal tanpa pengikat tidak mempunyai pengekang lateral sehingga
untuk mencegah tekuk lateral hanya mengandalkan pada kekakuan batang
penyusunnya. Untuk portal dengan pengikat, nilai K tidak lebih besar dari 1,0, tetapi
untuk portal dengan pengikat, nilai K akan selalu lebih besar dari 1,0 karena adanya
goyangan.
Gambar 7.6-1 dalam SNI 03-1729-02 memberikan faktor panjang efektif jika
kondisi ideal dapat dipenuhi. Gambar tersebut diberikan dkembali dalam Tabel 5.1.
Tabel ini memberikan dua nilai K yaitu nilai teoritis dan nilai yang direkomendasikan
dalam perancangan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kondisi ideal sendi dan
jepit tidak ada dalam kenyataan. Jika kedua ujung dari kolom dalam Gambar 5.5(b)
tidak jepit penuh, kolom akan mempunyai sedikit kebebasan untuk melentur secara
lateral sehingga titik beloknya akan semakin jauh. Nilai K yang direkomendasikan
dalam perancangan adalah 0,65, sedangkan secara teoritis adalah 0,5. Karena pada
kenyataannya tidak ada kolom dengan sendi dan jepit sempurna, maka perancang teknik
dapat melakukan interpolasi dari nilai yang diberikan dalam tabel. Interpolasi ini
semata-mata didasarkan pada pertimbangan perancang teknik atas kondisi kekangan
aktual.
Tabel 5.1 sangat bermanfaat untuk prarancangan. Perlu dicatat bahwa untuk
kasus (a), (b), (c), dan (e) rancangan desain lebih besar dari pada nilai teoritis, tetapi
tidak untuk kasus (d) dan (f) dimana kedua nilai tersebut sama besar. Alasannya, jika
dalam kasus (d) dan (f) tidak terjadi sendi tanpa gesekan maka nilai K akan menjadi
kecil, bukan membesar. Jadi dengan mengambil nilai teoritis untuk rancangan akan
aman.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
103
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Nilai K dalam Tabel 5.1 hanya baik untuk mendesain kolom saja dan bukan
bagian dari suatu portal. Untuk kolom yang merupakan bagian dari portal nilai K ini
hanya baik untuk perancangan awal (preliminary design) dan pendekatan saja. Kedua
ujung dari kolom dalam suatu portal dihubungkan dengan balok dan kolom, sehingga
kolom tersebut juga mengalami kekangan. Sambungan kolom dan balok ini
berpengaruh pada nilai K. Jadi nilai yang diberikan dalam Tabel 5.1 tidak cukup akurat
untuk digunakan dalam perancangan akhir.
Tabel 5.1 Panjang Efektif Kolom
Tekuk kolom dinyatakan dengan garis
(a)
(b)
(c)
putus
Nilai K teoritis
Nilai
yang disarankan jika tidak
mendekati kondisi ideal
0,5
0,65
0,7
0,80
1,0
1,2
(d)
(e)
(f)
1,0
1,0
2,0
2,10
2,0
2,0
Untuk portal menerus diperlukan metoda yang lebih akurat untuk menentukan
nilai K. Untuk tujuan tersebut biasanya digunakan kurva alinyemen (alignment chart)
yang akan diberikan dalam Bab 7. Dalam bab tersebut akan diberikan cara menentukan
nilai K untuk portal dengan dan tanpa goyangan. Kurva ini dapat digunakan untuk
merancang kolom dengan cukup akurat.
5.7
Elemen Dengan Pengaku dan Tanpa Pengaku
Pembahasan sebelumnya menjelaskan stabilitas elemen secara keseluruhan, padahal
sangat memungkinkan untuk terjadi tekuk setempat (tekuk lokal) dari flens atau web
dan kolom atau balok yang tertekan sebelum kekuatan tekuk elemen tercapai. Suatu
pelat tipis yang memikul beban tekan akan mengalami tekuk terhadap sumbu lemah
karena momen inersia terhadap sumbu tersebut kecil.
SNI 03-1729-02 Pasal 7.5.2(b) dan AISC LRFD Section B5 memberikan batas
nilai rasio tebal terhadap lebar dari setiap bagian elemen tertekan dan juga bagian balok
pada bagian tekan. Suatu pelat datar akan mempunyai kekakuan kecil, tetapi jika pelat
ini dilipat maka kekakuan dalam arah tegak lurusnya akan meningkat. Untuk alasan
tersebut AISC LRFD mengelompokan elemen menjadi elemen dengan dan tanpa
pengaku (stiffened dan unstiffened element).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
104
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Elemen tanpa pengaku adalah bagian elemen bebas sejajar dengan arah gaya
tekan, sedangkan elemen dengan pengaku adalah elemen yang kedua ujungnya ditumpu
dalam arah gaya tekan. Kedua tipe elemen ini diperlihatkan dalam Gambar 5.10. Lebar,
b, dan tebal, t, untuk masing-masing kasus diberikan dalam gambar tersebut.
Elemen akan menekuk dalam kondisi tegangan yang berlainan tergantung pada
rasio lebar-tebal (b/t) elemen tertekan dan juga tergantung apakah elemen tersebut
dengan atau tanpa pengaku. Jika perbandingan tersebut melampui nilai tertentu, maka
tekuk lokal akan terjadi sebelum tegangan leleh tercapai.
Untuk menentukan batas rasio b/t untuk elemen tekan, LRFD membagi batang
tekan ini dalam tiga yaitu: penampang kompak, tidak kompak, dan elemen tekan
langsing. Ketiga kelompok ini dijelaskan dalam paragraf berikut.
Gambar 5.7 (a) Elemen Tanpa Pengaku. (b) Elemen Dengan Pengaku
Penampang Kompak
Penampang kompak adalah penampang yang mampu mengembangkan distribusi
tegangan plastis secara penuh sebelum terjadi tekuk. Yang dimaksud dengan plastis
adalah tegangan yang terjadi seluruhnya sebesar tegangan leleh dan di luar lingkup
pembahasan buku ini. Supaya batang tekan dapat dikelompokkan sebagai kompak maka
flens harus tersambung secara menerus pada salah satu atau kedua webnya dan rasio
lebar-tebal dari elemen tekan tidak boleh lebih besar dari nilai rasio batas p yang
diberikan dalam Tabel 5.2(a) (SNI 03-1729-02 Tabel 7.5-1) dan Tabel 5.2(b) (Tabel
B5.1 Part 6 Manual LRFD). Kedua tabel ini serupa dan ditampilkan disini untuk
menunjukkan perbedaan yang ada diantara keduanya.
Penampang Non-Kompak
Penampang non-kompak adalah penampang yang dapat mencapai tegangan leleh pada
sebagian penampangnya tetapi tidak pada semua elemen tekannya sebelum terjadi
tekuk. Artinya pada penampang non-kompak tidak dapat terjadi distribusi tegangan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
105
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
secara penuh. Dalam Tabel 5.2, penampang kompak mempunyai rasio lebar-tebal lebih
besar dari p tetapi lebih kecil dari r .
Elemen Tekan Langsing
Suatu elemen langsing dengan dengan penampang yang tidak memenuhi persyaratan
rasio lebar-tebal dalam Tabel 5.2 masih tetap dapat digunakan sebagai kolom tetapi
dengan prosedur yang sangat rumit. Reduksi tegangan rencana juga sangat besar.
Akibatnya akan lebih ekonomis jika batang dipertebal sehingga berada diluar kelompok
elemen tekan langsing.
SNI dan manual dari produsen baja tidak menyediakan tabel profil yang
dilengkapi dengan klasifikasi sifat kompak atau non-kompak. Tetapi manual AISCLRFD memberikan informasi tersebut dan hampir semua profil W, M, dan S yang
diberikan dalam manual LRFD adalah kompak untuk tegangan leleh baja 36 ksi (248
MPa) dan 50 ksi (345 MPa). Beberapa diantaranya non-kompak, tetapi tidak ada yang
termasuk dalam kelompok elemen langsing.
Jika batas rasio lebar-tebal dari penampang non-kompak dilampaui, maka harus
mengacu pada manual AISC-LRFD Appendix B5.3 Rujukan terhadap peraturan ini
diperlukan mengingat untuk kasus serupa SNI 03-1729-02 Pasal 7.6.2 hal. 28 hanya
menyatakan:
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih besar daripada
nilai r pada Tabel 7.5-1, analisis kekuatan dan kekakuannya dilakukan secara tersendiri dengan
mengacu pada metode-metode analisis yang rasional.
Rumus yang diberikan didalamnya sangat rumit dan sebaiknya tidak menggunakan
batang dalam kelompok ini.
b
b
f
hc
fw
h
hc
106
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Tabel 5.2(a) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan (bersambung)
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 5.8)
Jenis elemen
Perbandingan
lebar thd pelat
()
b/t
f y [c ]
170 /
r
(tak kompak)
f y f r [c ]
370 /
b/t
b/t
b/t
250 /
fy
b/t
200 /
fy
d/t
170 /
f yf
(f
420
yf
f r )/ k e
f y / ke [ f ]
290 /
300 /
[e][ f
fy
107
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Tabel 5.2(a) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
(sambungan)
( f y dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 5.8)
Perbandin
gan lebar
thd pelat
()
Jenis elemen
b/t
500 /
b/t
[]
[]
b/t
b/t
fy
f y [c ]
1680 /
625 /
fy
820 /
fy
2550 /
Untuk
N u / b N y 0,125[c ]
1.680 2,75 N u
1
b N y
f y
f y [g ]
[g]
2.550 0,74 N u
1
b N y
f y
Untuk
N u / b N y > 0,125[c ]
500
fy
Elemen-elemen
lainnya
yang
diperkaku dalam tekan murni; yaitu
dikekang sepanjang kedua sisinyan
Penampang bulat berongga
Pada tekan aksial
Pada lentur
N u 665
2.33
b N y
fy
b/t
h/t w
665 /
[d]
D/t
fy
22.000/f y
14.800/f y
62000/f y
[e]. f r = tegangan tekan residual pada pelat sayap
= 70 MPa untuk penampang dirol
= 155 MPa untuk penampang dilas
[f].
ke =
4
tapi 0,35 ke 0,763
h tw
108
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
E
L
E
M
E
N
T
A
N
P
A
P
E
N
G
A
K
U
b/t
65 / Fyf
b/t
NA
109 / Fy / ke [f]
b/t
NA
95 / Fy
b/t
NA
76 / Fy
d/t
NA
127 / Fy
b/t
NA
317 / Fy
h/t w
640 / Fy [c]
970 / Fy [g]
162
[f]
(Fyf 16,5)/ ke
kc =
4
tetapi tidak lebih kecil dari 0,35 k c 0,763
h / tw
109
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
[g] Untuk batang dengan flens yang tidak sama, lihat Appendix B.5.1. F y adalah tegangan leleh minimum
dari baja yang digunakan.
Tabel 5.2(b) Batas Rasio Lebar-Tebal untuk Elemen Tekan (Sambungan)
Uraian Elemen
E
L
E
M
E
N
D
E
N
G
A
N
P
E
N
G
A
K
U
Rasio
Lebar/
Tebal
b/t
Kompak
Non-Kompak
190 / Fy
238 / Fy
b/t
NA
317 / Fy
h/t w
640 / Fy [c]
970 / Fy [g]
Web
mendapat
kombinasi lentur dan
tekan aksial.
h/t w
640
2,75 Pu
2,33
b Py
Fy
970
Fy
1 0,74 Pu [g]
b Py
191
Fy
2,33 Pu 253
b Py
Fy
b/t
h/t w
NA
253 / Fy
D/t
NA [d]
3300/F y
2070/F y
8970/F y
Akibat lentur
110
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.8
Kolom Panjang, Pendek, dan Sedang
Suatu kolom yang mendapat beban tekan akan memendek dalam arah beban. Jika beban
ditingkatkan sampai kolom menekuk, perpendekan akan berhenti dan kolom melentur
dengan cepat atau berdeformasi secara lateral dan pada saat yang sama dapat terpuntir
dalam arah tegak lurus sumbu longitudinal.
Kekuatan kolom dan perilaku keruntuhannya sangat tergantung pada panjang
efektifnya. Kolom baja pendek dapat dibebani hingga leleh dan mungkin tidak masuk
dalam daerah strain hardening. Akibatnya kolom ini akan dapat memikul beban tekan
dan tarik yang sama besar.
Dengan meningkatnya panjang efektif kolom, tegangan tekuknya akan
berkurang. Jika panjang efektif melampaui nilai tertentu, tegangan tekuk akan lebih
kecil dari batas proporsional baja. Kolom dalam daerah ini dikatakan runtuh secara
elastis.
Dalam Sub Bab 5.5 telah diperlihatkan bahwa kolom baja yang sangat panjang
akan runtuh pada beban yang sebanding dengan kekakuan lentur kolom (EI) dan tidak
tergantung kekuatan baja. Misalnya, suatu kolom dengan tegangan leleh 248 MPa akan
runtuh akibat beban yang sama besar meskipun kolom terbuat dari baja dengan
tegangan leleh 690 MPa.
Kolom seringkali juga diklasifikasikan sebagai kolom panjang, pendek, atau
sedang. Penjelasan tentang ketiganya diberikan dalam paragraf berikut.
Kolom Panjang
Rumus Euler mempreduksi dengan baik kekuatan kolom panjang dimana tegangan
tekuk aksial tetap dibawah batas proporsional. Kolom ini akan menekuk secara elastis.
Kolom Pendek
Untuk kolom pendek tegangan runtuh akan sama dengan tegangan leleh dan tidak akan
terjadi tekuk. Kolom seperti akan terlalu pendek dan tidak praktis untuk dipakai
dilapangan dan pembahasan tidak dilakukan lebih dalam lagi.
Kolom Sedang
Serat pada kolom sedang akan mencapai tegangan leleh sebagian sedangkan bagian lain
masih elastis. Batang akan runtuh oleh kelelehan dan juga tekuk dan perilakunya
disebut inelastis. Hampir semua kolom dalam praktek berada dalam kelompok ini.
Supaya rumus Euler dapat digunakan dalam kolom ini maka harus dilakukan modifikasi
berdasarkan konsep modulus reduksi atau modulus tangen untuk memperhitungkan
tegangan residual.
Sub Bab 5.9 memberikan rumus yang digunakan dalam SNI 03-1729-02 dan
manual AISC-LRFD untuk menghitung kekuatan kolom dalam daerah yang berbeda.
Kedua peraturan tersebut akan dibahas dan ditunjukkan perbedaannya.
5.9
Rumus Kolom
SNI 03-1729-02 Pasal 7.6.1 menyatakan bahwa gaya tekuk elastis komponen struktur
(N cr ) untuk keadaan tertentu ujung-ujungnya yang diberikan oleh suatu rangka
pendukung ditetapkan sebagai berikut :
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
111
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
N cr =
Ab . f y
c 2
(5.4)
(5.5)
dengan L k = k c L dan f y adalah tegangan leleh material. Dalam hal ini k c adalah faktor
panjang tekuk yang ditetapkan sesuai dengan Tabel 5.1 dan L adalah panjang teoritis
kolom. Perlu dicatat bahwa notasi K pada beberapa tempat dipertukarkan dengan k c ,
tetapi keduanya mempunyai makna yang sama.
Sedangkan Pasal 7.6.2 menyatakan bahwa untuk penampang yang mempunyai
perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil daripada nilai r pada Tabel 5.2(b),
daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut:
fy
N n = Ag f cr = Ag
(SNI Pers. 7.6-3)
(5.6)
f cr =
fy
untuk c 0,25
maka = 1
(5.7)
(5.8a)
1,43
(SNI Pers. 7.6-5b)
1,6 0,67c
(5.8b)
untuk c 1,2
maka = 1,25c
(SNI Pers. 7.6-5c)
(5.8c)
dengan:
=
adalah luas penampang bruto, mm2
Ag
f cr
=
adalah tegangan kritis penampang, MPa
fy
=
adalah tegangan leleh material, MPa
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih besar
daripada nilai r pada Tabel 5.2(a), analisis kekuatan dan kekakuannya dilakukan secara
tersendiri dengan mengacu pada metode-metode analisis yang rasional
Manual AISC-LRFD memberikan satu rumus (rumus Euler) untuk kolom
panjang dengan tekuk inelastis dan satu rumus parabola empiris untuk kolom pendek
dan sedang. Dari rumus ini dapat ditentukan tegangan kritis atau tegangan tekuk F cr
untuk batang tekan. Kekuatan nominal batang didapat dengan mengalikan tegangan
kritis dan luas penampang. Kuat rencana batang dihitung dari:
2
Pn = Ag Fcr
(5.9)
Satu persamaan LRFD F cr adalah untuk tekuk inelastis dan satu persamaan lain
untuk tekuk elastis. Dalam kedua persamaan tersebut c = Fy / Fe dengan F e adalah
tegangan Euler sama dengan 2E/(KL/r)2. Substitusi nilai ini kedalam nilai F e sehingga
didapat c sebagaimana diberikan dalam manual LRFD.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
112
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
c =
KL
r
Fy
(5.10)
Rumus lain adalah untuk tekuk elastis atau tekuk Euler dan rumus ini sama
dengan rumus Euler yang dikalikan dengan 0,877 untuk memperhitungkan
ketidaklurusan batang.
0,877
Fcr = 2 Fy
c
(5.12)
cFcr
Kolom panjang
(Euler atau daerah elastis)
Rumus inelastis
c = 1,5
Kl/r
Gambar 5.9 Kurva Hubungan Antara Rasio Kelangsingan dan Kuat Rencana
113
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
a
m=2
a
m=2
a
m=2
a
y
y
m=2
a
m=3
y
a
m=4
Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu x-x dihitung dengan persamaan:
L
(SNI Pers. 9.3-1)
(5.13)
x = kx
rx
dengan
L kx adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus
sumbu x-x, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dan kondisi
tumpuan ujung-ujung komponen struktur, mm.
r x adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x-x, mm.
Pada arah tegak lurus sumbu bebas bahan y-y, harus dihitung kelangsingan ideal iy
dengan persamaan:
114
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
iy = 2y +
y =
Lky
l =
Ll
rmin
m 2
l
2
ry
(5.14)
(5.15)
(5.16)
dengan
m adalah konstanta seperti diberikan dalam Gambar 5.10
L ky adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus
sumbu y-y, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada dan kondisi
tumpuan ujung-ujung komponen struktur, mm
r y adalah jari-jari girasi dari komponen struktur tersusun terhadap sumbu y-y,
mm
L l adalah spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan, mm
r min adalah jari-jari girasi elemen komponen struktur terhadap sumbu yang
memberikan nilai yang terkecil (sumbu l-l), mm
Agar Pers. (5-14) dapat dipakai, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a
Ll
115
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Ip
a
10
Il
Ll
(5.17)
dengan
I p adalah momen inersia pelat kopel; untuk pelat kopel di muka dan di belakang
yang tebalnya t dan tingginya h, maka: I p = 2 x 121 th 3 , mm
I l adalah momen inersia elemen komponen struktur terhadap sumbu l-l, mm4.
a adalah jarak antara dua pusat titik berat elemen komponen struktur (lihat
Gambar 5.10), mm
Koefisien tekuk x dan iy ditentukan oleh nilai x dan iy , sehingga kuat tekan
nominal diambil sebagai nilai yang terkecil diantara:
Ag f y
Nn =
(SNI Pers. 9.5-6a)
(5.18)
Nn =
dan
Ag f y
iy
(5.19)
N u n N n
dengan
(5.20)
N u n .N nlt
(5.21)
4 f cry f crz H
f cry + f crz
1 1
f clt =
( f cry + f crz ) 2
2 H
(5.22)
(5.23)
dengan,
r 0 adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
116
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
r0 =
2
Ix + Iy
A
+ x0 + y0 ;
2
x0 2 + y0 2
H = 1
2
r
0
(5.24)
(5.25)
dengan,
x o , y o adalah koordinat pusat geser terhadap titik berat, x o = 0 untuk siku ganda
dan profil T (sumbu y sumbu simetris)
f cry dihitung sesuai dengan Pers. (5.7), untuk tekuk lentur terhadap sumbu lemah
y-y, dan dengan menggunakan harga c , yang dihitung dengan Pers. (5.5),
L
fy
c = ky
(5.26)
.ry E
dengan L ky adalah panjang tekuk dalam arah sumbu lemah y.
Untuk menjaga kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur
tersusun maka nilai x dan iy pada Pers. (5.13) dan (5.14) harus memenuhi:
dan
x 1,2l
(5.27)
iy 1,2l
(5.28)
l 50
(5.29)
117
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
panjang efektif (KL) dalam satuan feet. Penggunaan tabel ini diberikan dalam Contoh
5.2(b).
Contoh 5.2
(a) Dengan menggunakan nilai tegangan desain kolom dalam Tabel 3-50, Bagian 6
Manual AISC-LFRD, tentukan kuat rencana (P u = c P n ) dari suatu kolom dengan
F y = 50 ksi (345 MPa) yang diberi beban aksial seperti dalam Gambar 5.12.
(b) Ulangi soal (a) dengan menggunakan tabel kolom dalam Bagian 2 Manual AISCLRFD.
(c) Ulangi soal (a) dengan menggunakan peraturan SNI 03-1729-02.
Solusi:
(a) W12 x 72 [A = 21,1 in2 (13613 mm2, r x = 5,31 in. (135 mm), r y = 3,04 in. (77 mm)]
K = 0,80 dari Tabel 5.1.
Jelas (KL/r) y > (KL/r) x , jadi (KL/r) y menentukan.
KL (0,80)(12 x 12)
=
= 47,37
3,04
r y
c F cr = 36,07 ksi (249 MPa), dari Tabel 3-50, Bagian 6, Manual AISC-LRFD.
P u = c P n = c F cr A g = (36,07)(21,1) = 761,1 k (3385,5 kN)
Dapat dibandingkan dengan kapasitas batang tarik untuk profil yang sama sebesar 1055
K (Ntarik = A x Fy). Kesimpulan yang dapat diambil adalah tekuk pada profil ini untuk
panjang 12 ft, memberikan pengurangan kekuatan sebesar = (1055-761)/1055 = 27%.
(b) Menggunakan Tabel Bagian 2 Manual AISC-LRFD hal. 3-24 dengan K y L y dalam
feet.
K y L y = (0,80)(15) = 12 ft (3,6 m)
P u = c P n = 761 k (3385,5 kN)
(c) Menggunakan SNI 03-1729-02.
(0,80)(1000 x 4,5)
KL
= 46,75
=
77
r y
(0,80)(1000 x 4,5)
345
= 0,6181
200 000
(77)
1,43
=
= 1,206
1,6 0,67(0,6181)
(termasuk kolom menengah)
c =
Fy
345
= 286 MPa
1,206
c F cr = (0,85)(286) = 243,1 MPa.
N u = c N n = c F cr A g = (243,1x103)(13613x10-6) = 3309,3 kN
Fcr =
118
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
W12 x 72
Pu=cPn
6,64
r y
119
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
MC18x42,7
18 in.
470 mm)
Elemen pengikat
Gambar 5.13 Penampang Built-up untuk Contoh 5.3
120
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
iy =
1,43
1,43
=
= 1,1
1,6 0,67c 1,6 0,67(0,4562)
(22710)(348x10 3 kNx10 -6 mm 2 )
= 7184,6 kN
1,1
iy
Untuk kasus ini, SNI lebih ekonomis dibanding dengan AISC-LRFD.
dan
Nn =
Ag f y
Untuk menentukan tegangan tekan rencana yang akan digunakan kolom, secara
teoritis harus menghitung (KL/r) x dan (KL/r) y . Tetapi pada umumnya penampang baja
yang digunakan sebagai kolom mempunyai r y lebih kecil dari pada r x . Akibatnya untuk
kolom pada umumnya hanya (KL/r) y yang dihitung dan digunakan dalam rumus kolom.
Untuk kolom panjang, pengaku dipasang tegak lurus sumbu lemah untuk
mereduksi kelangsingan atau panjang tekuk dalam arah tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan pengikat atau balok. Misalnya batang horisontal (girt)
yang dipasang sejajar pada sisi luar gedung dapat dirangkaikan dengan kolom sehingga
memberikan hasil yang lebih kuat dan perancang harus menghitung (KL/r) x dan (KL/r) y .
Nilai rasio yang paling besar untuk suatu kolom menyatakan arah lemah dan akan
digunakan untuk menghitung tegangan rencana c F cr kolom tersebut.
Batang pengaku harus dapat menahan gaya lateral tanpa terjadi tekuk pada
batang pengaku sendiri. Gaya yang dipikul oleh pengaku cukup kecil dan secara
konservatif diambil sebesar 0,02 beban rencana kolom. Perancangan batang pengikat ini
sama seperti batang tekan umumnya. Suatu batang pengikat harus dihubungkan dengan
elemen lain yang dapat mentransfer gaya horisontal dengan gaya geser ke tingkat
kekangan berikutnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka hanya sedikit sokongan lateral
yang akan diberikan oleh batang pengikat tersebut pada kolom.
Jika batang pengikat terbuat dari rod tunggal (
) maka batang pengikat ini
tidak dapat menahan torsi dan tekuk torsional kolom (lihat Bab 6). Karena tekuk
torsional merupakan hal yang sulit untuk ditangani, sebaiknya kita menggunakan batang
pengikat yang dapat menahan perpindahan lateral dan puntir/torsi.
Kolom baja dapat juga dibuat dengan dinding disampingnya sehingga dapat
memperkuat tekuk dalam bidang lemah. Tetapi perancang teknik harus hati-hati dalam
mengasumsikan sokongan lateral akibat dinding ini, karena dinding yang dibuat kurang
baik tidak dapat memberikan sokongan lateral penuh.
Contoh 5.4
(a) Tentukan kuat rencana c P n atau c N n profil W14 x 90 baja 50 ksi (345 MPa) yang
dibebani seperti dalam Gambar 5.14. Gunakan Tabel 3-50, Bagian 6 Manual AISCLRFD. Karena kolom cukup panjang maka disediakan penyokong dalam arah
sumbu lemah atau sumbu y pada titik seperti pada gambar. Sambungan antara
sokongan dengan kolom memungkinkan terjadinya rotasi tetapi mencegah
terjadinya goyangan atau translasi horisontal.
(b) Ulangi soal (a) dengan menggunakan tabel kolom, Bagian 2 Manual AISC-LRFD.
(c) Ulangi soal (a) dengan menggunakan SNI 03-1729-02.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
121
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Pu=cPn
10 ft (3,0 m)
10 ft (3,0 m)
32 ft (9,6 m)
Sokongan
lateral
tegak lurus
arah y
12 ft (3,6 m)
W14 x 90
Pu=cPn
Solusi:
(a) W14 x 90 [A = 26,5 in2(17097 mm2), r x = 6,14 in.(156 mm), r y = 3,70 in.(94 mm)]
Menentukan panjang efektif
K x L x = (0,80)(32) = 25,6 ft (7,8 m)
K y L y = (1,0)(10) = 10 ft (3,0 m)
K y L y = (0,80)(12) = 9,6 ft (2,9 m)
Menghitung rasio kelangsingan
(12)(25,6)
KL
= 50,03
=
6,14
r x
(12)(10)
KL
= 32,43
=
3,70
r y
122
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
(b) Dari (a) terlihat bahwa solusi ini mempunyai dua nilai KL yang berbeda
K x L x = 25,6 ft (7,8 m) jika digunakan, phi Pn = 670 Kips
K y L y = 10 ft (3,0 m) jika digunakan, phi Pn = 1040 Kips
Dan nilai K y L y yang menentukan untuk digunakan dalam tabel adalah 10 ft (3,0 m) atau
K x Lx
rx / ry
Untuk W14 x 90 dari tabel kolom r x /r y = 1,66
K x Lx 25,6
=
= 15,42 ft (4,7 m)
rx / ry 1,66
Dari tabel kolom dengan K y L y = 15,42 ft (4,7 m), dengan interpolasi didapat:
P u = c P n = 937,8 k (4171,5 kN)
Sebagai perbandingan, jika tidak diberikan sokongan lateral terhadap sumbu y, besar
kuat tekan rencana = 512 Kip (AISC-LRFD hal. 3-20).
(c) Penyelesaian dengan menggunakan SNI, hampir sama dengan langkah penyelesaian
(a), dan telah didapat panjang efektif:
K x L x = (0,80)(32) = 25,6 ft (7,8 m)
K y L y = (1,0)(10) = 10 ft (3,0 m)
dan rasio kelangsingan:
(12)(25,6)
KL
= 50,03
=
6,14
r x
(12)(10)
KL
= 32,43
=
3,70
r y
(1000 x 7,8)
345
= 0,661
200 000
(156)
dan dari Pers. (5.8b) untuk 0,25 < c < 1,2 , nilai
1,43
1,43
=
= 1,236
iy =
1,6 0,67c 1,6 0,67(0,661)
Ag f y (17097)(345x10 3 kNx10 -6 mm 2 )
dan
=
= 4772,2 kN
Nn =
1,236
x
c =
Kumpulan Soal
Soal 5.1 sampai dengan 5.4. Tentukan beban buckling kritis setiap kolom dengan
menggunakan rumus Euler. E = 200 000 MPa. Batas proporsional = 200 MPa.
Asumsikan tumpuan sendi-sendi dan L/r ijin maksimum = 200.
5.1
123
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.2
12,5 mm
200 mm
5.3
5.4
12 in
5.5
Dengan menggunakan baja BJ50 dan SNI 03-1729-02, tentukan kuat rencana
c N n kolom berikut.
(a) W14 x 90 dengan KL = 12 ft
(b) W12 x 72 dengan KL = 22 ft
(c) S10 x 35 dengan KL = 12 ft
5.6
124
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.7
Pengikat
Pelat 1/2 x 12
WT15 x 177
KL = 24 ft
C12 x 25
KL = 20 ft
(a)
(b)
Gambar S5.8 Batang Tekan untuk Soal 5.8
5.9
4L6 x 6 x 1
KL = 22 ft
W12x72
20 in
KL = 18 ft 6 in.
20 in
(a) (Jawab: 1738 k)
5.10 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.10.
125
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
Pelat x 18
8 in
W21 x 147
C15 x 50
KL = 20 ft
W21 x 73
KL = 25 ft
(a)
(b)
5.11 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.11.
5.12 Dengan menggunakan F y = 50 ksi, tentukan kuat rencana c P n untuk batang tekan
dengan beban aksial seperti pada Gambar S5.12.
126
BAB V
PENDAHULUAN BATANG TEKAN
POLBAN
5.13 Profil W12 x 65 dengan panjang 27 ft dibebani aksial dan mendapat sokongan
lateral terhadap sumbu y pada pertengahan kolom. Tentukan kuat rencana c P n
dari kolom jika F y = 50 ksi dengan faktor panjang efektif K = 1,0. (Jawab: 616,5
k)
5.14 Tentukan beban hidup layan maksimum yang dapat dipikul oleh kolom jika beban
mati 1/3 dan beban hidup 2/3. K x L x = 24 ksi dan K y L y = 12 ft. F y = 50 ksi.
PL x 14
PL x 20
PL x 14
Gambar S5.14 Penampang Built-up untuk Soal 5.14
5.15 Hitung beban hidup layan maksimum yang dapat diberkan pada kolom baja A572
mutu 50 dengan penampang seperti pada Gambar S5.15. K x L x = 15 ft dan K y L y =
10 ft. Asumsikan beban mati layan 30% dan beban hidup layan 70%. (Jawab: P L =
287,2 k)
PL 1 x 12
PL 1 x 8
127
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
128
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
6.1 Pendahuluan
Dalam bab ini diberikan perancangan kolom akibat beban aksial termasuk pemilihan
profil tunggal, W dengan pelat penutup, dan penampang tersusun (built-up) dari profil
kanal. Perancangan penampang dengan panjang-tanpa-penyokong yang berbeda dalam
arah x dan y juga diberikan dalam bab ini termasuk pelat pangikat dari profil tersusun
dengan sisi terbuka. Topik lain yang akan dibahas dalam bab ini adalah tekuk lentur
torsional dari penampang.
Perancangan kolom dengan menggunakan rumus akan melibatkan proses cobacoba. Tegangan rencana c F cr tidak akan diketahui sampai dimensi kolom ditentukan
dan begitu juga sebaliknya. Dengan dibuatnya asumsi profil penampang, nilai r untuk
penampang tersebut bisa dihitung untuk disubstitusikan ke dalam rumus kolom yang
sesuai untuk menentukan tegangan. Contoh 6.1, 6.3, dan 6.4 memberikan ilustrasi
tentang hal ini.
Perancang teknik dapat mengasumsikan tegangan rencana, membagi tegangan
dengan beban terfaktor kolom untuk mendapatkan luas penampang kolom, memilih
profil dengan luas profil yang mendekati, menentukan tegangan rencananya,
mengalikan tegangan dengan luas penampang sehingga didapat kuat rencana. Jika
penampang yang dipilih terlalu besar atau terlalu kecil, coba profil lain. Kesulitan utama
bagi pemula adalah dalam menentukan asumsi tegangan rencana awal. Tetapi dengan
membaca bab ini diharapkan kesulitan tersebut dapat ditiadakan.
Rasio kelangsingan (KL/r) kolom dengan panjang antara 10 15 ft (3,0 4,5 m)
umumnya berkisar antara 40 s.d. 60. Untuk suatu kolom dengan asumsi KL/r dalam
rentang ini dan dimasukkan dalam rumus kolom yang sesuai (dalam AISC-LRFD dapat
dilihat dalam tabel dimana tegangan rencana telah dihitung untk KL/r antara 0 200),
akan dihasilkan tegangan rencana yang memenuhi syaarat.
Dalam Contoh 6.1, profil kolom dengan KL = 10 ft (3,0 m) dipilih dengan
menggunakan rumus LRFD. Diasumsikan rasio kelangsingan 50, tegangan rencana
untuk nilai ini ditentukan dari Tabel 3-50, Bagian 6 Manual LRFD, dan tegangan yang
dihasilkan dibagi dengan beban terfaktor kolom untuk mendapatkan luas kolom. Setelah
profil dipilih berdasarkan luas tersebut, rasio kelangsingan aktual dan kuat rencananya
dapat dihitung. Perkiraan dimensi yang pertama dalam Contoh 6.1, meskipun sudah
mendekati tetapi masih sedikit terlalu kecil, kemudian profil yang lebih besar dicoba
dan ternyata mencukupi.
Untuk kolom dengan panjang lebih besar dari 10 15 ft (3,0 4,5 m), perencana
harus menentukan nilai rasio kelangsingan yang lebih besar dari 40 60, dan demikian
pula sebaliknya. Kolom dengan beban terfaktor besar, misalnya 750 atau 1000 kips
(3336 atau 4448 kN), akan diperlukan jari-jari girasi yang lebih besar dan perencana
dapat menentukan nilai KL/r yang sedikit lebih kecil. Untuk elemen pengaku dengan
beban kecil, rasio kelangsingan dapat diambil lebih besar dari 100.
Contoh 6.1
Dengan menggunakan F y = 36 ksi, pilih profil W14 yang paling ringan untuk memikul
beban layan kolom P D = 100 k dan P L = 160 k. KL = 10 ft.
Solusi:
P u = (1,2)(100) + (1,6)(160) = 376 k
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
129
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
(tidak memenuhi)
130
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
tentu saja tidak memenuhi dan kita harus kembali ke nilai sebelumnya yaitu 1220 k
yang ternyata dipenuhi oleh W14 x 109.
Contoh 6.2 di bawah ini memberikan ilustrasi pemilihan profil W, pipa dan tube.
Untuk beban kolom yang diberikan dapat juga digunakan kolom pipa standar; atau
dengan kolom pipa ekstra kuat (kekuatan X) dengan diameter yang lebih kecil tetapi
dinding lebih tebal sehingga lebih berat dan mahal; atau dengan kolom pipa kekuatan
dobel ekstra (kekuatan XX) dimana diameter lebih kecil lagi dan tebal dinding yang
lebih besar lagi.
Contoh 6.2
Dengan menggunakan tabel kolom Part 3 Manual LRFD untuk:
(a) memilih profil W untuk memikul beban, mutu baja, dan KL pada Contoh 6.1.
(b) memilih kolom untuk kondisi (a) dari profil pipa standar, kekuatan ekstra, dan
kekuatan dobel ekstra.
(c) Memilih kolom untuk kondisi (a) dari profil tube bujur sangkar dan persegi,
tetapi dengan F y = 46 ksi.
Solusi:
(a) Masuk dalam tabel dengan K y L y = 10 ft dan P u = c P n = 376 k
Penampang paling ringan dari profil W adalah:
W14 x 53 (c P n = 389 k)
W12 x 53 (c P n = 422 k)
W10 x 49 (c P n = 392 k)
W8 x 58 (c P n = 441 k)
Gunakan W10 x 49
(b) Profil pipa
Pipa standar 12 (c P n = 429 k), berat = 49,56 lb/ft.
Pipa kekuatan ekstra 10 ( c P n = 465 k), berat = 54,74 lb/ft.
Pipa kekuatan ekstra 6 ( c P n = 399 k), berat = 53,16 lb/ft.
(c) Profil tube bujur sangkar dan persegi (F y = 46 ksi)
8 x 8 x 3/8 (c P n = 392 k), berat = 37,60 lb/ft
12 x 10 x (c P n = 390 k), berat = 36,03 lb/ft
Gambar 6.1 memperlihatkan kolom dengan kekangan lateral dalam arah lemah.
Contoh 6.3 memberikan ilustrasi desain kolom dengan panjang tanpa sokongan
terhadap sumbu x dan y yang berbeda. Kita dapat dengan mudah menyelesaikan soal ini.
Penampang dapat dicoba seperti yang dijelaskan dalam Sub Bab 6.1, hitung nilai
kelangsingan (KL/r) x dan (KL/r) y , tentukan c F cr berdasarkan nilai kelangsingan
terbesar dan kalikan dengan A g untuk mendapatkan c P n . Jika diperlukan, coba profil
lain, dst.
Jika diasumsikan nilai K pada kedua arah sama, maka kekuatan terhadap sumbu
x dan y akan sama besar dan hubungan berikut ini harus dipenuhi.
131
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
Lx Ly
=
rx
ry
Supaya L y ekivalen dengan L x maka
r
Lx = Ly x
ry
Jika L y (r x /r y ) lebih kecil dari L x maka L x menentukan; jika lebih besar dari L x maka L y
menentukan.
Gambar 6.1 Kolom dengan Kekangan Lateral di Titik Tengah dalam Sumbu Lemah
Dari penjelasan di atas, manual LRFD tetap dapat digunakan untuk memilih
profil kolom dengan panjang tanpa sokongan yang berlainan pada kedua sumbu
meskipun harus melalui proses coba-coba yang tidak terlalu panjang. Caranya, kita
dapat memasuki tabel berdasarkan K y L y , pilih profil, ambil nilai r x /r y dari tabel dan
kalikan dengan L y . Jika hasilnya lebih besar dari K x L x maka K y L y menentukan dan
profil yang telah dipilih adalah benar. Sebaliknya, jika hasil perkalian lebih kecil dari
K x L x maka K x L x menentukan dan kita kembali memasuki tabel dengan K y L y yang lebih
besar yaitu K x L x /( r x / r y ) dan pilih profil akhir.
Contoh 6.3 memberikan ilustrasi dua cara yang telah dijelaskan untuk
menentukan W dengan panjang efektif yang berbeda untuk arah x dan y.
132
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
Contoh 6.3
Pilih profil W12 yang paling ringan untuk kondisi: F y = 50 ksi, P u = 900 k, K x L x = 26
ft, dan K y L y = 13 ft.
(a) dengan coba-coba
(b) dengan tabel LRFD
Solusi:
(a) Dengan menggunakan coba-coba
Asumsikan KL/r = 50
c F cr = 35,40 ksi
A yang diperlukan = 900/35,40 = 25,42 in2
Coba W12 x 87 (A = 25,6 in2, r x = 5,38 in., r y = 3,07 in.)
(12)(26)
KL
= 57,99
=
5,38
r x
(12)(13)
KL
= 50,81
=
3,07
r y
c F cr = 33,23 ksi
c P n = (33,23)(25,6) = 850,6 k < 900 k tidak memenuhi syarat
Pengecekan untuk profil W yang lebih besar (W12 x 96) akan memenuhi syarat, jadi
digunakan W12 x 96.
(b) Dengan menggunakan tabel LRFD
Dengan nilai K y L y = 13 ft, dari tabel dicoba:
r
Coba W12 x 87 x = 1,75 dengan c P n didasarkan pada K y L y
y
(K y Ly ) rx = (13)(1,75) = 22,75 < K x Lx
ry
Maka K x L x menentukan.
Masuk kembali kedalam tabel dengan nilai baru:
K L
26
KyLy = x x =
= 14,86
rx / ry 1,75
Gunakan W12 x 96.
133
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
Tipikal sambungan kolom diberikan dalam Gambar 6.2. Ujung kolom yang
disambung biasanya dibuat rata sehingga akan terjadi kontak penuh untuk transfer
beban. Pelat penyambung diperlukan meskipun terjadi kontak penuh dan hanya terjadi
gaya aksial. Pelat penyambung ini semakin penting jika pada kolom terjadi geser dan
momen akibat adanya eksentrisitas beban, gaya lateral, momen, dll.
Jadi terdapat perbedaan yang besar antara pelat sambungan tarik dan tekan. Pada
sambungan tarik semua beban harus ditransfer melalui sambungan, sedangkan pada
sambungan tekan sebagian besar beban ditransfer melalui kontak langsung antara kolom
yang disambung. Jadi pelat penyambung hanya diperlukan untuk mentransfer sebagian
kecil beban yang tersisa.
Jumlah beban yang dipikul oleh pelat penyambung sulit untuk dihitung. Jika
ujung kolom tidak diratakan, pelat penyambung harus didesain untuk memikul seluruh
beban. Jika permukaan ujung penampang kolom diratakan dan hanya terdapat beban
aksial, maka beban yang dipikul oleh pelat sambungan dapat diperkirakan sekitar 25
50% dari beban total. Jika terdapat beban lentur maka dapat diasumsikan 50 75%
beban total dipikul oleh pelat.
Peraturan untuk jembatan memberikan persyaratan ketat untuk batang tekan,
tetapi LRFD tidak. Beberapa persyaratan LRFD diberikan pada Section J1.4.
Sambungan seperti ini dan bahasan rinci diberikan dalam bab 11.
Gambar 6.2(a) memperlihatkan pelat penyambung yang digunakan pada kolom
dengan tinggi profil yang sama. Dalam manual LRFD terlihat bahwa suatu profil W
dapat dibagi dalam beberapa grup yang dicetak dengan satu set cetakan yang sama.
Karena dimensi yang sama untuk satu set cetakan maka jarak antara flens akan sama
untuk setiap set cetakan tersebut, meskipun tinggi total bervariasi. Misalnya, jarak
antara flens dari 28 buah profil W (mulai dari W14 x 61 s.d. W14 x 730) adalah 12,60
in., meskipun tinggi total profil bervariasi mulai dari 13,89 in s.d. 22,42 in.
Akan lebih ekonomis jika digunakan pelat sambungan dalam Gambar 6.2(a).
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan satu set profil pada sebanyak mungkin lantai
gedung. Misalnya, kolom dengan profil W14 dapat digunakan untuk lantai teratas atau
dua lantai atas suatu gedung dan tetap menggunakan profil W14 yang lebih berat untuk
tingkat bawahnya. Atau dapat juga digunakan kolom baja dengan kekuatan yang lebih
tinggi untuk bagian bawah gedung sehingga memungkinkan untuk menggunakan satu
set profil W yang sama meskipun jumlah lantai semakin banyak. Jika kolom atas dan
bawah mempunyai tinggi profil yang berbeda maka diperlukan pelat pengisi diantara
pelat penyambung dan kolom atasnya.
Gambar 6.2(b) memperlihatkan jenis pelat penyambung yang dapat digunakan
untuk kolom dengan tinggi profil yang berbeda. Untuk jenis pelat penyambung ini pelat
butt dilas pada kolom bawah, dan siku kecil digunakan untuk pemasangan dilas pada
kolom atas. Baut bantu pelaksanaan dipasang dan kolom atas dilas pada pelat butt. Las
horisontal di atas pelat ini akan menahan gaya geser dan momen dalam kolom.
134
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
d kolom
atas
Jarak kosong
untuk pelaksanaan
Baut
sbg
alat
bantu
pelaksanaan
Las di lapangan
Pelat
penyambung
Las di bengkel
d kolom
bawah
(a)
Las di lapangan
Las di bengkel
Las di bengkel
Pelat landasan
Siku
Baut bantu
pelaksanaan
(b)
Gambar 6.2 Pelat Sambungan Kolom
(a) Kolom dari seri W yang sama dengan tinggi hampir sama (d atas - d bawah < 2 in.)
(b) Kolom dari seri W yang berbeda
135
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
sehingga didapat berat kolom terkecil. Pelat penyambung yang diperlukan pada setiap
kolom akan sangat mahal , jadi akan lebih ekonomis jika digunakan ukuran kolom yang
sama paling tidak pada dua lantai berurutan, meskipun total berat baja menjadi lebih
besar. Jarang sekali digunakan kolom menerus untuk tiga lantai karena sukar untuk
transportasi dan pemasangan, tetapi kolom untuk dua lantai berturutan dapat dipasang
cukup mudah.
136
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
Pu/2
Pu/2
I = 2 (bd3)/12
= bd3/6
Pelat berdeformasi
sama besar
b
d d
Pu/2
Pu/2
I = (b)(2d)3/12
= 4bd3/6
Pelat kanan
berdeformasi
lebih besar
Pu
Jika kedua pelat disambung pada ujungnya dengan sambungan kekangan geser,
kedua ujung akan berdeformasi bersamaan dan kolom akan berdeformasi seperti pada
Gambar 6.5 atau seperti huruf S.
Jika kolom melentur seperti bentuk huruf S pada gambar, faktor K secara teoritis
sama dengan 0,5 dan nilai KL/r akan sama dengan kolom yang tersambung menerus
pada Gambar 6.4.
(1)( L)
KL/r untuk kolom pada Gambar 6.4 =
= 1,732 L
4
bd 3 / 2bd
6
137
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
KL/r
(0,5)( L)
1
6
bd 3 / 2bd
untuk
kolom
dengan
sambungan
ujung
pada
Gambar
6.5
= 1,732 L
Jadi tegangan rencana untuk kedua kasus tersebut akan sama dan kolom akan
dapat memikul beban yang sama besar. Hal ini benar untuk kasus khusus yang
dijelaskan disini tetapi tidak berlaku untuk kasus dimana kedua pelat dalam Gambar 6.5
mulai terpisah.
Pu
Sambungan
penahan
gelincir/slip
Pu
Sambungan
penahan
gelincir/slip
Gambar 6.5 Kolom dari Dua Pelat yang Disambung pada Kedua Ujungnya
6.6
138
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
garis gage pada setiap penampang, maka jarak maksimum dari las/baut tersebut tidak
boleh lebih besar dari 127/F y dikali tebal pelat sisi-luar terbesar atau 12 in. Jika baut
dalam satu garis gage dipasang zig-zag, maka jarak antar baut dalam satu garis gage
tidak boleh lebih besar dari 190/F y dikali dengan tebal pelat terbesar atau 18 in.
Dalam Bab 12, baut mutu tinggi disebut juga sebagai snug-tight bolt atau slipcritical bolt (gelincir kritis). Snug-tight bolt adalah baut yang dikencangkan sampai
semua komponen sambungan kontak satu dengan lainnya. Biasanya hal ini dilakukan
secara manual dengan kunci/alat maupun dengan alat mekanik.
Slip-critical bolt dikencangkan lebih kuat dari pada snug-tight bolt. Baut ini
dikencangkan hingga badan baut mempunyai tegangan tarik yang sangat tinggi
(mendekati batas tegangah lelehnya). Baut ini akan mengikat bagian yang disambung
dengan sangat kuat diantara kepala baut dan bautnya sehingga beban yang ditahan oleh
friksi dan slip sama dengan nol. Dalam Bab 12 akan dibahas mengenai gelincir
(slippage) dimana harus digunakan slip-critical bolt. Misalnya baut jenis ini harus
digunakan jika beban layan menyebabkan perubahan tegangan yang menimbulkan fatik
pada baut.
Dalam diskusi berikut ini, huruf a menyatakan jarak antara sambungan dan r i
adalah jari-jari girasi terkecil setiap komponen kolom tersusun. Jika batang tekan terdiri
dari dua buah profil atau lebih maka komponen tersebut harus disambungkan pada jarak
tertentu sehingga rasio kelangsingan Ka/r i dari setiap komponen antara sambungan
tersebut tidak lebih dari kali rasio kelangsingan yang menentukan dari seluruh
penampang tersusun. Sambungan ujung batang harus berupa las atau slip-critical bolt
dengan permukaan yang bersih dan rata dan dicat dengan kelas A. (Cat kelas A adalah
cat dengan koefisien gelincir tidak kurang dari 0,33. Lihat Section 5(b) dalam
Specification for Structural Joint Using A325 or A490 Bolts dalam Part 6 Manual
LRFD). Cat kelas A sering digunakan dalam pekerjaan baja struktur. Snug-tight bolt
dapat digunakan untuk baut interior.
Kuat rencana batang tekan yang dibentuk dari dua profil atau lebih dan saling
kontak, ditentukan dengan rumus LRFD yang telah ada (E2-1, E2-3, dan E2-3) dengan
satu pengecualian. Jika kolom cenderung menekuk sedemikian rupa sehingga deformasi
yang berbeda pada setiap komponen menyebabkan gaya geser pada sambungan
komponen, maka perlu memodifikasi nilai KL/r untuk sumbu tekuk tersebut. Modifikasi
ini disyaratkan dalam Section E4 Spesifikasi LRFD.
Tinjau kolom dengan pelat penutup pada Gambar 6.6. Jika penampang ini
menekuk terhadap sumbu y, sambungan antara profil W dan pelat tidak memikul beban
sama sekali. Tetapi jika penampang ini menekuk terhadap sumbu x, sambungan akan
memikul gaya geser. Flens profil W dan pelat akan mempunyai tegangan yang berbeda
sehingga deformasi juga berbeda. Akibatnya geser pada sambungan kedua bagian ini
dan (KL/r) x harus dimodifikasi dengan persamaan LRFD (E4-1) atau (E4-2), dan akan
dijelaskan dibawah ini. Persamaan E4-1 didasarkan pada hasil uji dan telah
memperhitungan deformasi geser dalam sambungan. Persamaan (E4-2) didasarkan pada
teori dan telah dikontrol dengan pengujian.
(a) Untuk sambungan antara dengan snug-tight bolt:
139
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
KL a
KL
+
=
r 0 ri
r m
2
Harus diingat bahwa kuat rencana kolom tersusun akan berkurang jika
jarak konektor (sambungan) menyebabkan satu komponen kolom menekuk
sebelum tekuk seluruh kolom terjadi.
(b) Untuk konektor antara yang dilas atau dibaut dengan tarikan penuh seperti yang
disyaratkan untuk titik slip-critical:
2
KL
KL
+ 0,82
=
1+2
r 0
r m
2
a
rib
r 0
bekerja sebagai satu kesatuan
KL
= kelangsingan modifikasi dari penampang tersusun
r m
a = jarak antara konektor, in.
r i = jari-jari girasi minimum setiap komponen, in.
r ib = jari-jari girasi minimum setiap komponen relatif terhadap sumbu
penampang sejajar sumbu tekuk batang, in.
h = jarak antara pusat penampang setiap komponen tegak lurus pada sumbu
tekuk batang, in.
h
= rasio pemisahan =
2rib
Untuk kasus kolom yang menekuk terhadap suatu sumbu dan menyebabkan
geser pada konektor antara komponen kolom, maka perlu menghitung rasio
kelangsingan modifikasi (KL/r) m untuk sumbu tersebut dan perlu memeriksa apakah
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
140
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
nilai tersebut akan memberikan perubahan kekuatan desain batang. Jika memang
demikian, dimensi profil harus direvisi dan mengulangi langkah yang dijelaskan diatas.
Contoh 6.4 memberikan ilustrasi perencanaan kolom dari profil W dengan pelat
penutup yang dibaut pada flens seperti pada Gambar 6.7. Meskipun pada kolom ini
digunakan baut snug-tight, LRFD Specification E4 mensyaratkan bahwa ujung kolom
harus dipasang baut jenis slip-critical atau dilas. Hal ini diperlukan untuk menghindari
gelincir dari setiap komponen satu dengan lainnya sehingga seluruh penampang akan
bekerja sebagai satu kesatuan dalam menahan beban.
Karena jenis penampang tersusun tidak diberikan dalam tabel kolom manual
LRFD, maka dalam mendesain diperlukan proses coba-coba. Mula-mula diasumsikan
rasio kelangsingan efektif. Kemudian c F cr untuk nilai kelangsingan tersebut ditentukan
dan dibagi dengan beban rencana kolom sehingga diperoleh luas penampang yang
diperlukan. Kurangi luas total dengan luas penampang W untuk mendapatkan luas pelat
penutup. Pilih dimensi pelat penutup untuk mendapatkan luas yang diperlukan.
13,12 in
Selanjutnya dihitung properti profil penampang yang dipilih. Perlu dihitung nilai
modifikasi dari (KL/r) x . Dalam hal ini penampang menekuk terhadap sumbu y, jadi
tidak terjadi geser longitudinal pada konektor profil W dan pelat.
Contoh 6.4
Desain kolom untuk beban P u = 1375 k dengan F y = 50 ksi dan KL = 14 ft. Tersedia
profil W12 x 120 (dari tabel Part 3 manual LRFD, c P n = 1220 k). Rencanakan pelat
penutup dengan baut snug-tight pada jarak 6 in seperti pada Gambar 6.7, sehingga
kolom mampu menahan beban.
Solusi:
Asumsikan KL/r = 50
c F cr = 35,40 ksi
A yang diperlukan = 2375/35,40 = 67,09 in2
- A dari W12 x 120 = -35,30
A untuk dua pelat = 31,79 in2 atau 15,90 in2 (satu pelat)
Coba 1PL1 x 16 pada setiap flens
A = 35,30 + (2)(1)(16) = 67,30 in2
I x = 1070 + (2)(16)(7,06)2 = 2665 in2
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
141
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
2665
= 6,29
67,30
(12)(14)
KL
= 26,71
=
6,29
r x
1
I y = 345 + (2) (1)(16)3 = 1027,7 in 4
12
rx =
1027,7
= 3,91
67,30
(12)(14)
KL
= 42,97
=
3,91
r y
P u = (37,14)(67,30) = 2500 k > 2375 k
(memenuhi syarat)
Gunakan W12 x 120 dengan 1 pelat penutup 1 x 16 pada setiap flens
(banyak dimensi pelat lain yang dapat dipilih)
ry =
Gambar 6.8 Kolom Tersusun (Tersusun) dari Dua Kanal dan Beban untuk Contoh 6.5
142
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
Asumsikan: KL/r = 50
c F cr = 26,83 ksi
A yang diperlukan = 450/26,83 = 16,77 in2
Coba: 2C 12 x 30 (Untuk setiap kanal: A = 8,82 in2, I x = 162 in4, I y = 5,14 in4, x =
0,674 in)
I x = (2)(162) = 324 in4
I y = (2)(5,14) + (17,64)(5,33) 2 = 511 in 4
324
= 4,29
17,64
Kl = (1,0)(20) = 20 ft
Kl (12)(20)
=
= 55,94
4,29
r
rx =
Dari Tabel C-36 AISC ASD hal. 3-16 dan dengan interpolasi didapat:
c F cr = 25,95 ksi
c P n = (25,95)(17,64) = 457,8 k > 450 k
Gunakan: 2C 12 x 30.
Sisi yang terbuka dari batang tekan yang tersusun dari pelat atau profil dapat
dihubungkan dengan pelat penutup secara menerus, engan pelat berlubang yang dapat
dimanfaatkan untuk lubang utilitas, atau dengan pelat pengikat.
Tujuan pengikat (lacing)adalah supaya seluruh bagian tetap sejajar dan
mempunyai jarak sama pada setiap penampang sehingga distribusi tegangan sama.
Masing-masing bagian dari elemen tersusun cenderung akan melentur secara individu
kecuali jika disatukan dengan pengikat. Selain pengikat pada bentang elemen, bagian
ujung juga harus diberi pelat kopel (tie plate). Pelat kopel ini harus dipasang sedekat
mungkin dengan ujung elemen atau pada bentang elemen jika pelat pengikat tidak
menerus. Bagian (a) dan (b) dari Gambar 6.9 memperlihatkan susunan pelat kopel dan
pengikat, sedangkan kemungkinan lain diberikan dalam bagian (c) dan (d).
Keruntuhan beberapa struktur yang terjadi dimasa lalu banyak terjadi akibat kurangnya
pengikat pada batang tekan tersusun. Jika pelat penutup menerus berlubang digunakan
sebagai pengikat batang tersusun, Spesifikasi E4 LRFD menyatakan bahwa (a) pelat
penutup harus mengikuti persyaratan batas rasio lebar-tebal untuk elemen tekan yang
diberikan dalam Section B5.1 Spesifikasi LRFD; (b) rasio panjang lubang akses (searah
tegangan) terhadap lebar lubang tidak boleh lebih dari 2; dan (c) jarak bersih antar
lubang dalam arah tegangan tidak boleh kurang dari jarak transversal antara baris baut
atau las yang berdekatan. Konsentrasi tegangan dan tegangan lentur sekunder biasanya
diabaikan, tetapi gaya geser lateral harus diperiksa sebagaimana halnya untuk jenis
elemen pengikat lainnya. (Lebar tanpa sokongan dari pelat ini pada lubang diasumsikan
memberikan sumbangan pada kuat rencana batang c P n jika kondisi seperti dimensi,
rasio lebar-tebal, dll., dijelaskan dalam Spesifikasi LRFD E4). Pelat penutup
mempunyai keunggulan berikut:
1. Mudah dibuat dengan metoda pemotongan gas modern.
143
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
(a)
Pelat kopel
Pelat buhul
(b)
(c)
Pelat kopel tidak dicakup dalam LRFD
(d)
Gambar 6.9 Susunan Pelat Kopel dan Batang Pengikat
144
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
Contoh 6.6
Dengan menggunakan peraturan LRFD, rencanakan pengikat untuk kolom dalam
Contoh 6.5 yang diberikan dalam Gambar 6.10.
Solusi:
Jarak antara baris baut 8,5 in < 15 in, jadi dengan pengikat tunggal sudah mencukupi.
Asumsikan kemiringan 60o terhadap sumbu elemen. Panjang antara dua pengikat adalah
8,5/cos 30o = 9,8 in, dan l/r untuk 1 kanal antar sambungan pengikat adalah 9,8/cos 30o
= 12,9 < 55,94 (l/r untuk elemen utama).
C12 x 30
9,8 in
8,5 in
9,8
12 in
g = 1,75 in
8,5 in
g = 1,75 in
9,8
g = 1,75 in
8,5 in
C12 x 30
in
60o
9,8 in
in
60o
g = 1,75 in
12 in
8,5 in
r=
1
12
145
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
maksimum
l
= 140
r
9,8
= 140
0,289t
t = 0,242 in (coba pelat in.)
9,8
l
=
= 136
r (0,289)(0,250)
c F a = 11,54 ksi
146
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
tabel beban kolom LRFD penampang siku ganda dan T dihitung untuk tekuk terhadap
sumbu terlemah x atau y dan untuk tekuk lentur-torsi.
Pada umumnya perencana tidak memperhitungkan tekuk torsi dari profil
simetris atau tekuk lentur-torsi dari profil tidak simetrik. Hal ini terjadi karena dirasakan
bahwa kondisi ini tidak menentukan beban kolom kritis, atau tidak berpengaruh besar.
Jika kita mempunyai kolom tidak simetrik atau simetris yang tersusun dari pelat tipis,
akan terbukti bahwa tekuk torsi dan tekuk lentur-torsi mengurangi kapasitas kolom
cukup signifikan.
147
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
Kumpulan Soal
Semua kolom dalam soal ini diasumsikan bagian dari suatu portal yang ditahan terhadap
goyangan.
6.1 s.d. 6.3 Gunakan cara coba-coba dengan perkiraan nilai KL/r, tentukan nilai c F cr
dari Tabel 3-36 (halaman 6-147) atau 3-50 (halaman 6-148) dalam Part 6 manual
LRFD, tentukan luas kolom, pilih profil, hitung P u , coba profil lain jika diperlukan, dst.
6.1
Pilih profil W12 untuk memikul beban tekan P D = 140 k dan P L = 120 k jika KL =
14 ft dan digunakan baja A572 mutu 50. (Jawab: W12 x 50).
6.2
Pilih profil W14 untuk memikul beban tekan P D = 200 k dan P L = 300 k jika KL =
12 ft dan F y = 50 ksi.
6.3
6.5
6.6
6.7
Beberapa kolom suatu gedung direncanakan dari baja A572 mutu 50 dan
peraturan LRFD. Pilih profil W paling ringan untuk kolom dibawah ini.
(a) P u = 600 k, L = 14 ft, tumpuan sendi-sendi. (Jawab: W12 x 65)
(b) P u = 400 k, L = 12 ft, tumpuan jepit,jepit. (Jawab: W10 x 39)
(c) P u = 800 k, L = 18 ft-6 in, tumpuan jepit dibawah dan sendi di atas. (W12 x
87)
(d) P u = 1600 k, L = 17 ft, tumpuan sendi-sendi. (W14 x 159)
6.8
Pilih profil W dari baja 50 ksi dengan tumpuan sendi-sendi yang memikul beban
aksial: P D = 200 k, dan P w akibat angin = 400 k. Asumsikan KL = 15 ft.
6.9
Suatu profil W dipilih untuk memikul beban aksial tekan P u = 1800 k. Panjang
batang 24 ft dan tumpuan sendi-sendi dengan sokongan lateral arah sumbu lemah
pada pertengahan kolom. Pilih profil W12 atau W14 yang paling ringan dengan
menggunakan baja A572 mutu 50. (Jawab: W14 x 176, W12 x 252).
148
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
149
POLBAN
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
6.18 Desain kolom untuk memikul beban P u = 2875 k dengan baja A572 mutu 50 dan
KL = 12 ft. Material yang tersedia adalah profil W14 x 145 dan baja setebal in.
Rencanakan pelat penutup yang akan dilas pada flens profil W sehingga kolom
mampu memikul beban.
6.19 Tentukan kuat tekan rencana dari penampang dalam Gambar S6.19 jika baut
snug-tight pada setiap jarak 4 ft untuk menghubungkan siku dari baja A572 mutu
50. K x L x = K y L y = 24 ft. (Jawab: 111,2 k).
2L8 x 6 x
(kaki pendek saling
membelakangi)
3/8 in
Gambar S6.19 Profil Siku Ganda untuk Soal 6.19
6.20 Ulangi Soal 6.19 jika siku dilas pada kaki panjang dan dipasang saling
membelakangi. Las dilakukan pada setiap jarak 6 ft.
6.21 Empat buat siku 4 x 4 x yang disusun seperti dalam Gambar S6.21 digunakan
sebagai elemen tekan. Panjang batang 30 ft, tumpuan sendi-sendi, dan baja A572
mutu 50. Tentukan kuat tekan rencana batang tersebut. Rencanakan batang
pengikat tunggal dan pelat kopel jika alat penyambung dengan siku adalah baut
in. (Jawab: P u = 547,9 k. Pelat kopel 9/32 x 13 x 1 ft-4 in, batang pengikat tunggal
3/8 x 2 x 1 ft 5 in dengan sudut 60o).
6.22 Pilih kanal ganda untuk memikul beban tekan aksial P u = 925 k. Panjang kolom
24 ft dengan kondisi kedua ujung sendi dan ke dua kanal disusun seperti dalam
Gambar S6.22. Gunakan F y = 50 ksi, rencanakan batang pengikat tunggal, dan
pelat kopel jika baut yang digunakan in. Asumsikan lokasi baut adalah 2 in
dari belakang profil kanal.
150
BAB VI
PERANCANGAN BATANG TEKAN
AKIBAT BEBAN AKSIAL
POLBAN
18 in
8 in
18 in
151
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
152
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
153
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Sumber: SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan
gedung
Subskrip A dan B menyatakan titik kumpul ujung kolom yang ditinjau. G didefinisikan
sebagai
Ic
G=
Ig
154
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
momen inersia dan L g adalah panjang balok tanpa sokongan atau elemen penahan
lainnya. I c dan I g diambil terhadap sumbu tegak lurus bidang tekuk yang ditinjau.
Untuk kolom dengan sambungan tidak kaku pada pondasi, secara teoritis G tak
hingga, tetapi untuk praktek diambil sama dengan 10. Jika kolom disambungkan secara
kaku pada pondasi, nilai G dapat diambil sama dengan 1,0 atau lebih kecil jika analisa
dapat membuktikan hal tersebut.
Analisa dengan menggunakan teori matematik dapat digunakan untuk
menentukan panjang efektif, tetapi prosedur tersebut terlalu panjang dan sulit untuk
keperluan praktis para perencana. Prosedur yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan Tabel 5.1 dan melakukan interpolasi antara kondisi ideal dengan kondisi
lapangan, atau dengan menggunakan kurva yang akan dijelaskan kemudian.
Kurva alinyemen pada Gambar 7.2 memberikan cara praktis untuk menentukan
nilai K. Kurva ini didapat dari analisa slope deflection suatu portal dengan
memasukkan pengaruh beban kolom. Satu kurva digunakan untuk portal bergoyang dan
kurva lainnya untuk portal tidak bergoyang. Dengan menggunakan kurva tersebut,
perencana dapat menentukan nilai K dengan cukup baik tanpa harus melalui proses
coba-coba yang panjang dengan persamaan tekuk.
Untuk menggunakan kurva alinyemen ini perlu dimensi kolom dan balok yang
berhubungan dengan kolom yang ditinjau sebelum panjang efektif dapat ditentukan.
Dengan kata lain, kurva hanya dapat digunakan jika profil hasil prarencana telah
didapat.
Yang dimaksud dengan tidak bergoyang adalah diberikannya suatu media untuk
mencegah perpindahan horisontal suatu titik. Media tersebut dapat berupa pengaku
lateral atau dinding geser. Sedangkan portal dikatakan dapat bergoyang jika translasi
horisontal diberikan oleh kekuatan lentur dan kekakuan balok utama serta balok anak.
Kekangan rotasi yang diberikan oleh balok anak dan balok utama yang bertemu
dengan kolom tergantung pada kekakuan rotasi batang-batang tersebut. Momen yang
diperlukan untuk menghasilkan rotasi satu satuan pada ujung batang jika ujung batang
lainnya dikekang, disebut kekakuan rotasional. Dari teori mekanika teknik, untuk
batang dengan penampang konstan, kekakuan rotasional adalah 4EI/L. Telah disebutkan
diatas bahwa kekangan rotasional pada ujung suatu kolom sebanding dengan jumlah
rasio kekakuan kolom terhadap jumlah rasio kekakuan balok yang bertemu pada suatu
titik, dan secara matematis dituliskan sebagai:
4 EI
untuk kolom
L
=
G=
4 EI
L untuk balok
Ic
Ig
(7.1)
155
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Jika faktor G yang dihitung adalah untuk portal kaku (kaku dalam kedua arah),
kekuatan torsional balok biasanya diabaikan. Tinjau Gambar 7.3 untuk menghitung nilai
G dari titik yang ditinjau untuk tekuk dalam bidang. Dalam hal ini, kekuatan torsional
balok tegak lurus terhadap bidang, diabaikan.
Balok
Tabel 7.1 Faktor Pengali untuk Batang yang Disambungkan Secara Kaku
Tidak Bergoyang
Dikalikan dengan:
1,5
2,0
Bergoyang
Dikalikan dengan:
0,5
0,67
Jika balok yang bertemu pada titik sangat kaku (mempunyai nilai I/L sangat
besar), maka nilai G = (I c / Lc ) / (I g / Lg ) akan mendekati nol dan faktor K akan
kecil. Jika G sangat kecil maka momen yang bekerja pada kolom tidak dapat memutar
titik, sehingga titik tersebut mendekati kondisi jepit. Tetapi jika nilai G cukup besar,
akan menghasilkan faktor K yang besar pula.
Dalam Contoh 7.1, panjang efektif setiap kolom dari suatu portal dihitung
dengan kurva alinyemen. Jika dapat terjadi goyangan maka panjang efektif akan lebih
panjang dari panjang aktual seperti yang terjadi pada contoh ini. Jika portal tidak
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
156
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
mungkin mengalami goyangan maka K lebih kecil dari 1,0. Hasil prarencana telah
memberikan dimensi elemen dalam Contoh 7.1. Setelah panjang efektif dihitung, kolom
dapat didesain ulang. Jika dimensi kolom banyak berubah maka panjang efektif yang
baru harus dicari dan kolom didesain ulang, dst.
Contoh 7.1
Tentukan panjang efektif dari setiap kolom dari portal tanpa pengikat goyangan dalam
Gambar 7.4 dengan menggunakan kurva alinyemen. Asumsikan ujung balok dikekang
terhadap rotasi. Dimensi profil hasil prarencana diberikan dalam gambar.
Solusi:
Faktor kekakuan:
Elemen
AB
BC
DE
EF
GH
HI
BE
CF
EH
FI
Profil
W8 x 24
W8 x 24
W8 x 40
W8 x 40
W8 x 24
W8 x 24
W18 x 50
W16 x 36
W18 x 97
W26 x 57
I
82,8
82,8
146
146
82,8
82,8
800
448
1750
758
L
144
120
144
120
144
120
240
240
360
360
I/L
0,575
0,690
1,014
1,217
0,575
0,690
3,333
1,867
4,861
2,106
157
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
D
E
G
H
(I
/ Lc ) / (I g / Lg )
G
10,0
0,575 + 0,690
(0,67)(3,333)
0,690
(0,67)(1,867)
0,566
0,552
10,0
1,014 + 1,217
(0,67)(3,333 + 4,861)
1,217
(0,67)(1,867 + 2,106)
Lihat kurva alinyemen
0,406
0,457
10,0
0,575 + 0,690
(0,67)(4,861)
0,690
(0,67)(2,106)
0,388
0,489
GA
10,0
0,566
10,0
0,406
10,0
0,388
GB
0,566
0,522
0,406
0,457
0,388
0,489
K*
1,79
1,17
1,77
1,13
1,76
1,14
Pada gedung, umumnya nilai K x dan K y harus dihitung secara terpisah. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan kondisi portal dalam kedua arah. Kebanyakan portal
terdiri dari portal kaku pada satu arah dan pada arah lain berupa portal tersambung
secara konvensional dengan pengaku terhadap goyangan. Juga sokongan lateral pada
kedua sumbu dapat berbeda.
Ada rumus sederhana untuk menghitung faktor panjang efektif. Rumus ini lebih
mudah digunakan dibandingkan harus membaca nilai K dari kurva alinyemen terutama
jika menggunakan program komputer. Akan terasa mengganggu jika pada saat
menggunakan program komputer, kita harus membaca kurva alinyemen untuk
mendapatkan nilai K. Jadi rumus ini dapat dimasukkan dalam program komputer
sehingga tidak perlu lagi membaca kurva alinyemen.
Kurva alinyemen dalam Gambar 7.2(b) untuk portal dengan goyangan selalu
mempunyai K 1,0. Nilai faktor K yang wajar adalah sekitar 2 3 meskipun nilai yang
lebih besar memungkinkan. Perencana harus memeriksa ulang jika didapat nilai faktor
K yang cukup besar. Artinya perencana harus memeriksa nilai G dan asumsi dasar yang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
158
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
digunakan untuk memasuki kurva alinyemen. Asumsi tersebut akan dibahas lebih detail
dalam Sub Bab 7.2.
Fcr
Inelastis
Elastis
159
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Fy
36 ksi
0,05
0,14
0,22
0,30
50 ksi
0,03
0,09
0,16
0,21
0,27
0,33
0,38
0,44
0,49
0,53
0,58
0,63
0,67
0,71
0,75
0,79
P u /A
ksi
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
Fy
36 ksi
0,38
0,45
0,52
0,58
0,65
0,70
0,76
0,81
0,85
0,89
0,92
0,95
0,97
0,99
1,00
1,00
50 ksi
0,82
0,85
0,88
0,90
0,93
0,95
0,97
0,98
0,99
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
Contoh 7.2
Pilih profil W12 kolom AB dari portal dalam Gambar 7.6 dengan asumsi: (a) kolom
elastis dan (b) kolom inelastis. P u = 1210 k dan baja A36. Kolom di atas dan bawah AB
160
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
dianggap mempunyai ukuran yang hampir sama dengan AB. Tinjau hanya perilaku
dalam bidang. Ujung lain dari balok dikekang terhadap rotasi.
Dimensi
sama dengan
kolom AB
12 ft
W18 x 50
W18 x 50
(I = 800 in4)
12 ft
W18 x 50
W18 x 50
B
12 ft
Dimensi
sama dengan
kolom AB
30 ft
30 ft
Solusi:
(a) Kolom diasumsikan elastis dan pilih profil berdasarkan K y L y = 12 ft
Coba W12 x 170 (A = 50,0 in2, I x = 1650 in4, r x = 5,74 in.)
(I c / Lc ) = (2)(1650 / 12) = 7,70
G A = GB =
(I g / Lg ) (2)(800 / 30)(0,67)
Dari kurva alinyemen, K = 2,65
(2,65)(12 x 12)
KL
= 66,48
=
5,74
r x
c F cr = 24,25 ksi
P u = (24,25)(50,0) = 1212 k > 1210 k
Gunakan W12 x 170
(memenuhi syarat)
161
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
KL (1,57)(12 x 12)
=
= 39,94
5,66
r
c F cr = 28,14 ksi
P u = (28,14)(44,7) = 1258 k > 1210 k
Gunakan W12 x 152
(memenuhi syarat)
7.3 Kolom Bersandar pada Kolom Lain untuk Desain Dalam Bidang
Jika suatu portal tanpa pengaku dengan balok yang dihubungkan pada kolom secara
kaku, akan lebih aman mendesain setiap kolom secara individu dengan menggunakan
kurva alinyemen bergoyang untuk mendapatkan nilai K (kemungkinan akan lebih besar
dari 1,0).
Suatu kolom tidak dapat menekuk akibat goyangan kecuali jika semua kolom
pada lantai tersebut menekuk akibat goyangan. Salah satu asumsi dalam membuat kurva
alinyemen dalam Gambar 7.2(b) adalah semua kolom pada satu lantai menekuk
bersamaan. Jika asumsi ini dipenuhi maka kolom-kolom tersebut tidak dapat saling
menyokong atau mengikat karena jika satu kolom menekuk, semua kolom juga akan
menekuk.
Tetapi pada beberapa kondisi, kolom tertentu mempunyai kekuatan tekuk yang
lebih besar. Misalnya, beban tekuk kolom luar dari portal tanpa pengaku dalam Gambar
7.7 belum tercapai jika kolom dalam belum mencapai beban tekuknya, dan portal tidak
akan menekuk. Dalam hal ini kolom dalam akan menyandar pada kolom luar artinya
kolom luar akan mengikat kolom dalam. Jadi kolom luar akan memberikan kekuatan
geser akibat goyangan.
Kolom dengan ujung sendi tidak membantu stabilitas lateral pada struktur dan
merupakan kolom yang bersandar. Kolom ini tergantung pada bagian lain dari struktur
untuk memberikan stabilitas lateral. LRFD Section C2.2 menyatakan bahwa pengaruh
kolom menumpang yang mendapat beban gravitasi harus diperhitungkan dalam desain
kolom terhadap momen.
Banyak sekali kondisi praktis dimana beberapa kolom mempunyai kekuatan
tekuk besar. Hal ini dapat terjadi pada saat mendesain kolom yang berbeda dari suatu
lantai yang ditentukan oleh kondisi pembebanan yang berlainan. Untuk situasi seperti
ini keruntuhan portal hanya akan terjadi jika beban gravitasi ditingkatkan pada kolom
yang mempunyai kekuatan ekstra. Akibatnya beban kritis kolom interior pada Gambar
7.7 meningkat sehingga panjang efektif akan berkurang. Dengan kata lain, jika kolom
luar mengikat kolom interior terhadap goyangan, faktor K dari kolom interior akan
mendekati 1,0. Menurut J.A. Yura, panjang efektif beberapa kolom dalam portal akibat
goyangan dapat dikurangi menjadi 1,0 mekipun tidak tersedia sistem pengaku.
162
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Pengaruh dari penjelasan diatas adalah beban gravitasi yang dapat dipikul oleh
portal tanpa pengaku sama dengan jumlah dari kekuatan setiap kolom. Dengan kata
lain, beban gravitasi total yang dapat menyebabkan tekuk suatu portal dapat dibagi
secara merata pada semua kolom dengan syarat beban maksimum yang bekerja pada
setiap kolom tidak melebihi beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom tersebut
jika kolom dikekang terhadap goyangan dengan K = 1,0.
Untuk portal tanpa pengaku dalam Gambar 7.8(a) diasumsikan semua kolom
mempunyai nilai K = 2,0 dan akan mengalami tekuk akibat beban seperti dalam gambar.
Jika terjadi goyangan, portal akan menyandar pada satu sisi seperti pada Gambar 7.8(b)
dan momen P sama dengan 200 Dan 700.
Misalkan beban pada kolom kiri 200 k dan 500 k pada kolom kanan (atau 200 k
lebih rendah dari beban sebelumnya). Pada kondisi ini seperti pada Gambar 7.8(c),
portal tidak akan mengalami tekuk oleh goyangan sampai momen tumpuan kolom
kanan mencapai 700. Artinya kolom kanan dapat memikul momen tambahan sebesar
200. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yura, kolom kanan mempunyai cadangan
kekuatan yang dapat digunakan sebagai pengaku untuk kolom kiri dan mencegah tekuk
akibat goyangan.
Gambar 7.8
Sekarang kolom sebelah kiri ditahan terhadap goyangan dan tekuk akibat
goyangan tidak akan terjadi sampai momen tumpuan mencapai 200. Oleh karena itu,
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
163
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
kolom kiri dapat didesain dengan faktor K lebih kecil dari 2,0 dan dapat memikul
tambahan beban sebesar 200 k, sehingga total beban yang dapat dipikul menjadi 400 k.
Tetapi nilai ini tidak boleh lebih besar dari kapasitas kolom yang ditahan terhadap
goyangan dengan K = 1,0. Perlu dicatat bahwa beban total yang dapat dipikul oleh
portal adalah tetap 900 k, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7.8(a).
Kelebihan perilaku portal yang dijelaskan diatas ditunjukkan dalam bentuk
Contoh 7.3 dimana kolom interior ditahan terhadap goyangan oleh kolom luar.
Akibatnya semua kolom dalam diasumsikan mempunyai faktor K = 1,0. Kolom dalam
didesain terhadap beban terfaktor sebesar 660 k. Faktor K untuk kolom luar ditentukan
dari kurva alinyemen bergoyang pada Gambar 7.1, dan kolom luar ini didesain terhadap
beban sebesar 440 + 660 = 1100 k.
Contoh 7.3
Portal pada Gambar 7.9 terdiri dari baja A36 dengan balok disambungkan secara kaku
pada kolom luar sedangkan pada kolom interior sambungan sendi. Kolom atas dan
bawah dikekang terhadap goyangan luar bidang sehingga pada arah tersebut K = 1,0.
Goyangan pada bidang portal dapat terjadi. Rencanakan kolom dalam dengan asumsi K
= 1,0 dan kolom luar dengan K dari kurva alinyemen dan P u = 1100 k. (Dengan
pendekatan tekuk kolom seperti ini, kolom dalam/interior tidak akan memikul beban
sama sekali karena kolom tersebut menjadi tidak stabil karena adanya goyangan).
Solusi:
Perencanaan Kolom Dalam
Asumsikan K = 1,0; KL = (1,0)(15) = 15 ft; P u = 660 k
Dari tabel kolom LRFD: gunakan W14 x 90
Perencanaan Kolom Luar
Keluar bidang: K = 1,0; P u = 440 k
Dalam bidang: P u = 440 + 660 = 1100 k, dan K x ditentukan dari kurva alinyemen.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
164
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Perkirakan dimensi kolom sedikit lebih besar dibandingkan jika kolom tersebut
memikul beban 1100 k (hal ini dilakukan karena portal dapat bergoyang sehingga
panjang efektif lebih besar dari panjang aktual).
Coba: W14 x 159 (A = 46,7 in2, I x = 1990 in4, r x = 6,38 in.)
Gatas =
1900 / 15
= 3,62
2100 / 30 x 0,5
(kekakuan balok dikalikan dengan 0,5 karena portal dapat bergoyang dan salah satu
ujung balok adalah sendi)
G bawah = 10
K x = 2,40
K x Lx (2,40)(12 x 15)
=
= 67,71
rx
6,38
c F cr = 24,04 ksi
P u = (24,04)(46,7) = 1122,7 k > 1100 k
Gunakan W14 x 159
(memenuhi syarat)
Dalam contoh ini tidak diberikan faktor reduksi kekakuan (seperti yang
dijelaskan dalam Sub Bab 7.2) pada kolom dari portal ini. Spesifikasi LRFD Section
C2.2 menyatakan bahwa reduksi kekakuan akibat inelastisitas kolom diijinkan jika telah
diaplikasikan teori kolom yang bersandar pada kolom lain.
Hal yang dikuatirkan adalah jika ada penambahan portal dan penerapan teori
kolom yang bersandar. Jika kita mempunyai gedung (diberikan dalam garis penuh pada
Gambar 7.10) dan mengingikan penambahan portal (diberikan oleh garis putus pada
Gambar 7.10), maka kita akan berargumentasi bahwa portal lama akan mengikat portal
yang baru sehingga kita dapat terus menambahkan portal kearah samping tanpa adanya
pengaruh pada portal asal. Kenyataannya, kolom yang baru akan menyebabkan kolom
asal runtuh.
165
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
beban kolom harus disebar pada luas pondasi yang cukup sehingga terhindar dari
tegangan yang berlebihan. Beban dari kolom baja ditransfer melalui pelat landasan baja
ke pondasi dibawahnya.
Pelat landasan untuk kolom baja dapat dilas langsung atau dengan alat
penyambung lain seperti baut atau dilas dengan profil siku. Metoda penyambung ini
diberikan dalam Gambar 7.11. Pelat landasan yang dilas langsung dengan kolom dapat
dilihat dalam bagian (a). Untuk kolom yang kecil, pelat landasan ini dapat dilas pada
kolom di bengkel, tetapi untuk kolom yang besar pengelasan ini lebih cocok dilakukan
dilapangan. Selanjutnya kolom ini diangkur pada pondasi dengan bantuan siku. Tipe
sambungan ini diperlihatkan dalam bagian (b).
(a)
(b)
Gambar 7.11 Pelat Landasan Kolom
166
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Untuk pelat landasan dengan dimensi sampai dengan 36 in, diperlukan baut
pembantu penyetara ketinggian. Untuk menjamin kestabilan selama pelaksanaan, baut
ini paling sedikit harus dipasang pada empat angkur.
Jika pelat landasan lebih besar dari 36 in, kolom dengan pelat landasan yang
sudah terpasang akan terlalu berat dan jika pelat landasan dipasang dibengkel akan
timbul kesulitan dalam pengangkutan ke lapangan. Dalam hal ini akan lebih baik jika
pelat landasan dikirim ke lapangan dan dipasang di lapangan. Untuk penyetaraan
ketinggian dapat digunakan baji dari material baja.
Untuk pelat landasan yang sangat besar dan berat, perlu dibuatkan portal dari
baja siku sebagai tumpuan pelat. Portal tersebut secara hati-hati dipasang pada elevasi
yang direncanakan kemudian diisi dengan beton. Jika diperlukan permukaan beton
harus diratakan dan pelat landasan dipasang langsung diatasnya.
Kolom mentransfer beban ke tumpuan melalui pelat landasan. Jika luas beton
pendukung A 2 lebih besar dari pelat landasan A 1 , kekuatan beton akan lebih besar.
Dalam hal ini, beton disekitar luas kontak akan memberikan sokongan lateral pada
bagian beton yang mendapat beban secara langsung, sehingga beton yang dibebani
dapat memikul beban lebih besar lagi. Hal ini telah diperhitungkan dalam tegangan
rencana.
Panjang dan lebar pelat landasan biasanya diambil kelipatan genap dalam satuan
inci dan tebal kelipatan dari 1/8, , s.d. 1 in. Untuk memastikan bahwa beban kolom
tersebar merata pada pelat landasan maka kontak permukaan antara keduanya harus
baik. Penyiapan permukaan pelat landasan ditentukan dalam spesifikasi LRFD Section
M2.8. Disebutkan bahwa pelat landasan dengan tebal 2 in s.d. 4 in dapat dibuat lurus
dengan pengepresan. Pelat dengan tebal lebih besar dari 4 in, permukaan atasnya harus
diratakan supaya memenuhi syarat toleransi seperti yang diberikan dalam Tabel 1-19
dan 1-20, Part 1 manual LRFD dalam bagian yang berjudul Permissible Variations
form Flatness.
Jika terjadi kontak antara pelat landasan dan permukaan pondasi maka pelat
landasan tidak perlu diratakan. Pelat landasan dengan tebal lebih dari 4 in dan dilas
dengan penetrasi penuh, permukaannya tidak perlu ditempa. Jika finishin pelat
diharuskan mengikuti syarat yang akan dijelaskan dibawah ini, maka pelat harus
dipesan sedikit lebih tebal dari yang diperlukan karena akan terjadi pengurangan
dimensi pelat akibat pemotongan.
Mula-mula, kolom diasumsikan akan memikul beban sedang. Jika ternyata
beban sangat kecil, sehingga pelat sangat kecil, maka langkah perencanaan harus
direvisi seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Spesifikasi LRFD tidak menjelaskan secara khusus cara mendesain pelat
landasan untuk kolom. Metoda yang dijelaskan disini didasarkan pada contoh yang
diberikan dalam Part 11 manual LRFD.
Untuk menganalisa pelat landasaan dalam Gambar 7.12, kolom dianggap
meneruskan beban P u ke pelat landasan. Beban ini dianggap terdistribusi merata melalui
pelat landasan ke pondasi dengan tegangan sama dengan P u /A dimana A adalah luas
pelat landasan. Pondasi akan memberikan reaksi berupa dorongan dengan tegangan
P u /A dan cenderung melentur keatas seperti kantilever dengan jepit pada kolom seperti
yang ditunjukan dalam gambar. Tekanan ini juga cenderung mendorong pelat landasan
diantara flens kolom ke arah atas.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
167
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Pu
c 0,85 f c'
(7.3)
(7.4)
Jika tidak seluruh luas tumpuan beton ditutup oleh pelat landasan, beton
dibawah pelat, yang dikelilingi oleh beton diluar pelat landasan, akan lebih kuat. Untuk
situasi seperti ini spesifikasi LRFD J9b mengijinkan kuat rencana diatas ( 0,85 f c' A1 )
dan ditingkatkan dengan mengalikan A2 / A1 . A 2 adalah luas maksimum dari tumpuan
beton yang tidak tertutup pelat dimana secara geometris akan konsentris dengan luas
yang terbebani. Nilai A2 / A1 dibatas sebesar 2 seperti dinyatakan dalam rumus
berikut.
Pu = c Pp = c (0,85 f c' A1 )
A2
dengan
A1
A2
2
A1
(7.5)
Kemudian
Pu
A1 =
c (0,85 f A1
'
c
A2
A1
dengan
A2
tidak boleh > 2
A1
(7.6)
A 1 tidak boleh lebih kecil dari tinggi profil kolom dikalikan dengan lebar
flensnya.
A1 = bfd
(7.7)
168
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
arah hampir sama besar dan hal ini dapat mempertahankan tebal pelat yang minimum.
Kondisi m = n dapat dipenuhi jika persamaan berikut dipenuhi.
(7.8)
N A1 +
dimana A 1 = luas pelat = BN
= 0,5(0,95d 0,80b f )
B
A1
N
(7.9)
(7.10)
(7.11)
Tebal Pelat
Untuk menentukan tebal pelat yang diperlukan, momen diambil dalam dua arah seolaholah pelat terlentur keatas dengan dimensi m dan n. Berdasarkan Gambar 7.12, berikut
ini diberikan momen pada kedua penampang kritis dengan meninjau lebar pelat 1 in.
P m2
Pu
(7.12)
(m)(m / 2) = u
2 BN
BN
Pu n 2
Pu
(n)(n / 2) =
2 BN
BN
(7.13)
169
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Kuat rencana momen pelat per in. harus lebih besar atau sama dengan momen
terbesar dari dua momen tersebut. Dalam bab selanjutkan akan dibahas bagaimana
menghitung kuat rencana momen. Untuk pelat, kuat rencana momen adalah
(7.14)
Fy (t 2 / 4)
dimana t adalah tebal pelat dan = 0,90.
Samakan persamaan diatas dengan momen maksimum yang telah dihitung, sehingga
didapat tebal pelat yang diperlukan.
Pu n 2
t 2 Pu m 2
Fy =
atau
4 2 BN
2 BN
t=m
(7.15)
2 Pu
2 Pu
atau n
0,90 Fy BN
0,90 Fy BN
(7.16)
Jika beban yang bekerja pada pelat landasan kecil, seperti untuk kolom pada
bangunan yang tidak tinggi, maka metoda perencanaan yang dijelaskan diatas akan
menghasilkan luas pelat landasan yang sangat kecil. Akibatnya, pelat landasan yang
diperlukan hanya diperlukan sedikit diluar profil kolom dan momen yang dihitung dan
tebal pelat akan sangat kecil sehingga tidak praktis untuk dipasang.
Beberapa masalah untuk menyelesaikan masalah tersebut telah diusulkan. Pada
tahun 1990 W. A. Thornton (dalam artikelnya: Design of Base Plates for Wide Flange
Columns A Concatenation of Methods, Engineering Journal, AISC, 27, no. 4 (4th
quarter, 1990), pp. 173-174) mengkombinasikan ketiga metoda menjadi satu prosedur
yang dapat diterapkan baik untuk pelat landasan yang mendapat beban ringan maupun
berat. Motoda ini digunakan dalam contoh perencanaan pelat landasan dalam Part 11
manual LRFD dan juga dalam contoh dari buku ini.
Thornton mengusulkan bahwa tebal pelat ditentukan dengan menggunakan nilai
terbesar dari m, n, atau n. Dia menamakan nilai terbesar ini dengan l.
l = maks (m, n, atau n)
(7.17)
c Pp = c 0,85 f c' A1
c Pp = c f c' A1
A2
A1
dimana
A2
harus 2 untuk pelat yang tidak menutupi
A1
170
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
4db f Pu
X =
2
(d + b f ) c Pp
2 X
1+ 1 X
n ' =
db f
4
(7.18)
(7.19)
(7.20)
2 Pu
0,90 Fy BN
(7.21)
Tiga contoh perencanaan pelat landasan diberikan dibawah ini. Contoh 7.4
memberikan ilustrasi perencanaan pelat landasan yang ditumpu pada luas permukaan
beton A 2 yang beberapa kali lebih besar dari A 1 . Dalam Contoh 7.5 suatu pelat landasan
dipikul oleh beton dengan luas yang sama besar dengan luas pelat.
Dalam Contoh 7.6 suatu pelat landasan ditumpu oleh beton yang 4 in lebih lebar
dari luas pelat. Artinya A 2 tidak dapat ditentukan sebelum A 1 dihitung. Jadi perlu proses
coba-coba dalam mendesain pelat landasan ini. Proses tersebut adalah sebagai berikut:
Pu
1. Hitung A1 =
c 0,85 f c'
2. Hitung A2 = ( B + 4)( N + 4)
Pu
A dari langkah 1
3. A 1 dapat dihitung dari
dan nilai yang dipilih
= 1
A2
A2
'
c 0,85 f c
A1
A1
untuk B dan N.
4. Nilai A 2 yang ditentukan dari langkah 2 telah berubah sehingga harus
mengulangi langkah 2 dan 3 sampai didapat perubahan A 1 yang tidak terlalu
besar.
Contoh 7.4
Rencanakan pelat landasan dengan A36 untuk kolom W12 x 65 (F y = 50 ksi) dengan
beban aksial terfaktor P u = 720 k. Kolom ini ditumpu oleh pondasi beton dengan kuat
tekan f c' = 3 ksi. Asumsi dimensi pondasi adalah 9 ft x 9 ft.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 65 (d = 12,12 in, b f = 12,00 in)
171
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
0,80 bf = 9,60 in
n = 2,70 in
m = 2,24 in
N = 16 in
d = 12,12 in
0,95 d = 11,51 in
m = 2,24 in
bf = 12,00 in
B = 15,00 in
A2
11.664
=
= 7,04 > 2 (memenuhi)
A1
235,3
Pelat landasan harus lebih besar atau sama dengan luas kolom
A 1 = db f = (12,12)(12,00) = 145,44 in2
Optimasi dimensi pelat landasan
=
N=
0,95d 0,8b f
2
(0,95)(12,12) (0,8)(12,00)
= 0,957 in
2
172
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
B=
A1 235,3
=
= 14,71 in. Ambil 15 in.
N
16
m=
n=
N 0,95d 16 0,95(12,12)
=
= 2,24 in
2
2
B 0,8b f
2
15 0,8(12,00)
= 2,70 in
2
c Pp = 0,6(0,85 f c' A1 )
A2
= (0,6)(0,85)(3)(16)(15)(2) = 734,4 k
A1
4db f Pu
(4)(12,12)(12,00) 720
=
= 0,980
X =
2
(12,12 + 12,00) 2 734,4
(d + b f ) c Pp
2 X
1+ 1 X
n ' =
db f
4
2 0,980
1 + 1 0,980
1 (12,12)(12,00)
= 3,01 in
4
2 Pu
(2)(720)
= 3,01
= 1,30 in
0,90 Fy BN
(0,9)(36)(15)(16)
Gunakan PL 1 x 15 x 1 ft 4 in.
Contoh 7.5
Rencanakan pelat landasan dengan A36 untuk kolom W12 x 152 (F y = 50 ksi) dengan
beban aksial terfaktor P u = 960 k. Kolom ini ditumpu oleh pondasi beton dengan kuat
tekan f c' = 3 ksi. Asumsi kan bahwa pelat landasan menutup seluruh permukaan
pondasi.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 152 (d = 13,71 in, b f = 12,48 in)
173
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
A1 =
Pu
960
=
= 627,5 in 2
'
c 0,85 f c (0,6)(0,85)(3)
0,95d 0,8b f
2
N=
B=
(0,95)(13,71) (0,8)(12,48)
= 1,52 in
2
A1 627,5
=
= 23,24 in. Ambil 24 in.
N
27
m=
n=
N 0,95d 27 0,95(13,71)
=
= 6,99 in
2
2
B 0,8b f
2
15 0,8(12,48)
= 7,01 in
2
2 X
2 0,966
=
= 1,66 > 1,0 Gunakan 1,0
1 + 1 X 1 + 1 0,966
n ' =
db f
4
1,0 (13,71)(12,48)
= 3,27 in
4
t =l
2 Pu
(2)(960)
= 7,01
= 2,12 in
0,90 Fy BN
(0,9)(36)(24)(27)
174
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
Contoh 7.6
Ulangi Contoh 7.5 jika kolom dipikul diatas pedestal beton yang lebih besar 4 in setiap
sisi pelat landasan.
Solusi:
Gunakan kolom W12 x 152 (d = 13,71 in, b f = 12,48 in)
Jika pedestal mempunyai luas yang sama dengan pedestal, A 1 dihitung dengan
cara berikut.
A1 =
Pu
960
=
= 627,5 in 2
'
c 0,85 f c (0,6)(0,85)(3)
Pu
A1 =
960
= 540,9 in 2
(0,6)(0,85)(3)(1,16)
A2
A1
Coba pelat 23 x 24 (A 1 = 552 in2), luas pedestal menjadi (23 + 4)(24 + 4) = 756
in2 dan A2 / A1 = 756 / 540,9 = 1,18. Jadi tidak mengubah A 1 terlampau besar,
sehingga tidak perlu iterasi untuk mendapatkan A1 yang baru.
c 0,85 f c'
=
N=
B=
0,95d 0,8b f
2
(0,95)(13,71) (0,8)(12,48)
= 1,52 in
2
A1 540,9
=
= 21,6 in. Ambil 22 in.
N
25
Gunakan pedestal 26 x 29
A2
=
A1
(26)(29)
= 1,17 Jadi tidak ada berubah.
(22)(25)
175
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
m=
n=
N 0,95d 25 0,95(13,71)
=
= 5,99 in
2
2
B 0,8b f
2
22 0,8(12,48)
= 6,01 in
2
c Pp = 0,6(0,85 f c' A1 )
A2
26 x 29
= (0,6)(0,85)(3)(22 x 25)
= 984,6 k
A1
22 x 25
4db f Pu
(4)(13,71)(12,48) 960
=
= 0,973
X =
2
(13,71 + 12,48) 2 984,6
(d + b f ) c Pp
2 X
2 0,973
=
= 1,69 > 1,0 Gunakan 1,0
1 + 1 X 1 + 1 0,973
n ' =
db f
4
1,0 (13,71)(12,48)
= 3,27 in
4
t =l
(2)(960)
2 Pu
= 6,01
= 1,97 in
(0,9)(36)(22)(25)
0,90 Fy BN
Kumpulan Soal
7.1 Pilih profil W12 untuk kolom AB dalam Gambar S7.1 jika P u = 1100 k. Gunakan
baja 50 ksi. Dimensi kolom diatas dan bawah AB hampir sama dengan kolom AB.
Tinjau hanya perilaku dalam bidang portal. Goyangan dikekang dan salah satu
ujung balok dikekang terhadap rotasi. (a) Asumsikan perilaku kolom elastis. (b)
Asumsikan perilaku kolom inelastis. (Jawab: W12 x 106, W12 x 96).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
176
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
14 ft
W21 x 68
W21 x 68
14 ft
W21 x 68
W21 x 68
B
14 ft
28 ft
28 ft
15 ft
W24 x 84
W24 x 84
15 ft
W24 x 84
W24 x 84
D
15 ft
36 ft
36 ft
177
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
7.5 Pilih profil W12 untuk kolom pada Gambar S7.5 dengan baja 50 ksi dan penentuan
faktor K inelastis. Ujung atas dan bawah dari kolom dikekang terhadap goyangan
keluar bidang sehingga K = 1,0 dalam arah tersebut. Goyangan dalam bidang portal
dimungkinkan. Rencanakan kolom kanan dengan menggunakan K = 1,0 dan kolom
sebelah kiri dengan K ditentukan dari kurva alinyemen dan P u = 1900 k. Salah satu
ujung dari balok dihubungkan secara kaku pada kolom kiri dan sambungan sendi
pada kolom kanan. (Jawab: W12 x 96, W12 x 210)
7.6 Ulangi Soal 7.5 jika P u = 1000k pada setiap kolom dan baja A36.
7.7 Semua kolom dalam Gambar S7.7 pada ujung atas dan bawah ditahan terhadap
goyangan keluar bidang sehingga K = 1,0 pada arah tersebut. Goyangan dalam
bidang portal dimungkinkan. Rencanakan kolom interior dengan asumsi K = 1,0 dan
kolom luar dengan K ditentukan dari kurva alinyemen. Data lain: P u = 2000 k, F y =
50 ksi, dan profil yang dipakai dari seri W14. (Jawab: W14 x 193, W14 x 233)
178
BAB VII
PERANCANGAN BATANG TEKAN LANJUTAN
POLBAN
7.9 Balok dalam Gambar S7.9 dihubungkan secara kaku pada kolom luar sedangkan
sambungan lainnya berupa sendi. Semua kolom pada ujung atas dan bawah ditahan
terhadap goyangan keluar bidang sehingga K = 1,0 pada arah tersebut. Goyangan
dalam bidang portal dimungkinkan. Rencanakan kolom interior dengan asumsi K =
1,0 dan kolom luar dengan K ditentukan dari kurva alinyemen. Data lain: P u = 1625
k, F y = 50 ksi, dan profil yang dipakai dari seri W14. (Jawab: W14 x 90, W14 x
193)
179
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
180
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.1
Pendahuluan
Untuk waktu yang cukup lama metoda sambungan dengan rivet untuk struktur baja
banyak digunakan. Sekarang ini penggunaan rivet berkurang karena keunggulan metoda
sambungan las dan baut mutu tinggi.
Penggunaan baut pada struktur baja dapat mempercepat proses pelaksanaan dan
tidak memerlukan kemampuan tinggi bagi pekerja dibandingkan dalam sambungan rivet
dan las. Hal ini menyebabkan struktur baja dengan sambungan baut lebih ekonomis.
8.2
Jenis Baut
Ada beberapa jenis baut yang dapat digunakan sebagai sambungan dalam struktur baja.
Beberapa jenis baut tersebut antara lain adalah unfinished bolt atau baut biasa. Baut
ini dikelompokkan oleh ASTM dalam A307 yang terbuat dari baja karbon dengan sifat
tegangan-regangan yang hampir sama dengan baja A36. Diameter dari baut ini
bervariasi antara 5/8 s.d. 1 in dengan interval diameter 1/8 in.
Baut A307 umumnya mempunyai kepala persegi dan nuts untuk mengurangi
harga, tetapi kepala berbentuk heksagonal juga sering digunakan karena penampilannya
lebih menarik, mudah diputar dan mudah digenggam dengan alat putar, serta
memerlukan lebih sedikit ruang putar. Baut jenis ini mempunyai toleransi yang cukup
besar dalam dimensi leher dan ulirnya, oleh karena itu kuat rencana baut ini jauh lebih
rendah dari pada baut mutu tinggi. Baut A307 umumnya digunakan pada struktur ringan
dengan beban static dan untuk elemen sekunder seperti gording, girt, pengaku, platform,
rangka kecil, dll.
Perencana umumnya akan menggunakan baut biasa untuk sambungan dan bukan
baut mutu tinggi. Kekuatan dan kelebihan dari baut biasa telah sejak lama tidak
diperhatikan. Analisa dan perencanaan sambungan dengan baut A307 diperlakukan
sama seperti sambungan rivet kecuali dalam hal tegangan ijin.
Baut mutu tinggi dibuat dari karbon medium baja yang dipanaskan dan dari baja
alloy dengan kekuatan tarik dua kali atau lebih dari baut biasa. Pada dasarnya ada dua
jenis baut mutu tinggi, baut A325 (dari baja karbon medium yang dipanaskan) dan baut
A490 dengan kekuatan yang lebih tinggi (dari baja alloy yang dipanaskan). Baut mutu
tinggi digunakan pada seluruh jenis bangunan mulai dari bangunan kecil hingga
bangunan tingkat tinggi serta jembatan. Baut jenis ini dikembangkan akibat kelemahan
tarik pada leher baut biasa setelah proses pendinginan. Gaya tarik yang dihasilkan tidak
cukup kuat untuk membuat baut dalam posisi semua/diam akibat beban getaran. Baut
mutu tinggi harus dikencangkan lebih kuat hingga mempunyai tegangan tarik bagian
yang disambung terikat kuat antara kepala baut dan nuts, dan beban ditransfer oleh
gesekan.
Kadang-kadang baut mutu tinggi dibuat dari baja A449 untuk ukuran yang lebih
besar dari 1 in diameter baut A325 dan A490. Baut dengan ukuran lebih besar
digunakan pula sebagai baut angkur mutu tinggi dan batang berulir dengan diameter
yang bervariasi.
181
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.3
Sejarah Baut Mutu Tinggi
Kinerja dan lebih ekonomisnya sambungan dengan baut mutu tinggi akan lebih baik
dibandingan sambungan dengan rivet menyebabkan baut mutu tinggi lebih unggul
dalam metoda sambungan elemen struktur baja. Pada tahun 1934, C. Batho dan E. H.
Bateman menyatakan bahwa baut mutu tinggi memberikan hasil cukup baik pada
struktur baja, tetapi baru pada tahun 1947 dapat diakui setelah terbentuknya Research
Council on Riverted and Bolted Structural Joints of the Engineering Foundation.
Kelompok ini menerbitkan peraturan pertama tahun 1951, dan baut mutu tinggi diterima
oleh ahli teknik bangunan dan jembatan untuk beban statik dan dinamik dengan cepat.
Baut ini tidak hanya digunakan pada sambungan di lapangan tetapi juga di bengkel.
Sambungan dengan baut dan nut tidak terlalu menunjukan hasil yang baik
terutama akibat beban getaran karena nut seringkali longgar dan perlu diganti. Untuk
beberapa tahun sebelum ditemukan baut mutu tinggi, baut biasa ini dilengkapi dengan
pengunci nut, tetapi dengan baut mutu tinggi memberikan solusi yang sangat baik.
8.4
Kelebihan Baut Mutu Tinggi
Kelebihan dari baut mutu tinggi adalah:
1. Pekerja lebih sedikit dibandingkan dalam pemasangan sambungan dengan rivet.
2. Dibandingkan sambungan rivet, untuk memberikan kekuatan yang sama
diperlukan baut mutu tinggi lebih sedikit.
3. Sambungan yang baik dengan baut mutu tinggi tidak memerlukan tenaga yang
dilatih terlalu tinggi dibandingkan dengan sambungan baut atau rivet dengan
mutu sambungan yang sama. Cara pemasangan baut mutu tinggi yang baik dapat
dipelajari hanya dalam beberapa jam.
4. Tidak diperlukan baut bantu pelaksanaan (erection bolt) dan harus dilepaskan
kembali (tergantung peraturan yang digunakan) dibandingkan pada sambungan
las.
5. Kebisingan yang ditimbulkan tidak seperti pada sambungan rivet.
6. Peralatan yang diperlukan untuk membuat sambungan baut lebih murah.
7. Tidak menimbulkan bahaya kebakaran atau terlemparnya rivet yang masih
panas.
8. Sambungan dengan baut mutu tinggi memberikan kekuatan fatik yang lebih
tinggi dibandingkan sambungan rivet dan las.
9. Jika perlu perubahan bentuk struktur akan lebih mudah hanya dengan membuat
baut dibandingkan dengan sambungan las dan rivet.
8.5
Baut Snug-Tight dan Tarikan Penuh
Tergantung pada kekuatan ikatannya, baut mutu tinggi dikelompokan menjadi snugtight atau tarikan penuh (fully tensioned).
Pada umumnya baut mutu tinggi dikencangkan secara snug-tight. Kondisi snugtight adalah jika semua bagian yang tersambung saling kontak. Ikatan snug-tight ini
didapat dengan kekuatan penuh seorang pekerja dengan menggunakan kunci pemutar
atau dengan kunci pemukul. Tentu saja akan terjadi variasi dalam derajat ikatan yang
182
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
dihasilkan. Dalam gambar rencana dan pelaksanaan, baut snug-tight harus secara jelas
dituliskan.
Jika pada baut snug-tight diberikan beban maka dapat terjadi sedikit geseran,
karena lubang sedikit lebih besar dari pada leher baut. Akibatnya sebagian sambungan
akan menumpu pada baut. Hal ini sangat tidak diinginkan dalam kondisi fatik dimana
beban berubah secara konstan.
Untuk kondisi fatik dan untuk sambungan yang mendapat beban tarik,
diinginkan menggunakan sambungan yang tidak akan mengalami geseran dan
dinamakan sambungan geser-kritis (slip-critical connection). Untuk mencapai kondisi
seperti ini baut harus dikencangkan hingga mencapai kondisi tarik penuh dimana baut
akan mendapat gaya tarik yang sangat besar.
Proses penarikan penuh cukup mahal, oleh karena itu perlu diperiksa kondisi
pengencangan yang diinginkan. Jadi jenis ini harus digunakan pada kondisi yang
diperlukan saja yaitu jika beban kerja menimbulkan perubahan tegangan sehingga
menghasilkan fatik. Peraturan LRFD Section J1.11 memberikan sambungan-sambungan
yang harus dibuat dengan baut tarikan penuh, termasuk sambungan untuk tumpuan
mesin atau beban hidup yang menghasilkan kejut dan beban bolak-balik; sambungan
kolom dengan tinggi lebih dari 200 ft; sambungan balok pada kolom atau balok anak
pada balok utama; dll. Untuk kasus lain cukup digunakan baut mutu tinggi snug-tight
(tipe tumpu) atau baut biasa A307.
Baut snug-tight mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan baut tarikan
penuh. Seorang pekerja dapat mengencangkan baut pada kondisi snug-tight dengan alat
kunci pemutar biasa atau hanya dengan beberapa pukulan pada kunci pengencang.
Pelaksanaannya sangat mudah dan hanya memerlukan pemeriksaan visual. (Pada baut
tarikan penuh pemeriksaan tidak dapat dilakukan secara visual). Baut snug-tight dapat
dipasang dengan kunci listrik, sehingga tidak diperlukan kompresor udara dilapangan.
Jadi penggunaan baut snug-tight akan menghemat waktu dan uang serta lebih aman
dibandingkan dengan baut tarikan penuh.
Tabel 8.1 yang diambil dari Peraturan LRFD Tabel J3.1 memberikan gaya tarik
yang diperlukan untuk sambungan slip-resistant dan sambungan yang mendapat gaya
tarik langsung. Untuk mencapai kondisi tarikan penuh pada baut A325 dan A490 harus
dikencangkan hingga minimal 70% dari kekuatan tarik minimumnya.
Kontrol kualitas dari A325 dan A490 lebih ketat dibandingkan untuk baut A449.
Oleh karena itu baut A449 tidak dapat digunakan sebagai sambungan slip-resistant.
Meskipun disadari bahwa akan terjadi pergeseran pada sambungan baut mutu
tinggi dibandingkan pada sambungan rivet (karena rivet yang dipasang pada kondisi
panas akan mengisi lubang secara penuh), sambungan dengan baut mutu tinggi tarikan
penuh menunjukkan pergeseran yang lebih kecil untuk kondisi beban yang sama.
Nut yang digunakan pada baut mutu tinggi tarikan penuh tidak memerlukan
aturan khusus untuk kuncian. Begitu baut terpasang dengan pengencangan yang cukup
untuk menghasilkan tarikan yang diperlukan, hampir tidak ada kemungkinan nut akan
menjadi longgar. Meskipun demikian, beban getaran yang besar akan menyebabkan
longgarnya nut. Jika kondisi ini terjadi, maka diperlukan dua buah nut atau cukup satu
buat nut yang dilas pada bautnya. Hal ini akan memberikan hasil yang baik.
183
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.6
Cara Pengencangan Penuh Baut Mutu Tinggi
Cara pengencangan penuh baut mutu tinggi antara lain adalah: cara pemutaran nut
(turn-of-the-nut), cara pengencang kaliberasi (calibrated wrench), dan menggunakan
perencanaan baut alternatif dan indikator tarik langsung, yang diijinkan tanpa mengacu
pada peraturan LRFD.
Tabel 8.1 Gaya Tarik Baut yang Diperlukan untuk Sambungan Slip-Critical dan
Sambungan Menerima Tarik Langsung*
Dimensi Baut (in)
Baut A325
Baut A490
1/2
12
15
5/8
19
24
3/4
28
35
7/8
39
49
1
51
64
1 1/8
56
80
1 1/4
71
102
1 3/8
85
121
1 1/2
103
148
*Sama dengan 70% kuat tarik minimum baut
184
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
mungkin tanpa mematahkan baut dan baut masih dapat bekerja. Perlu dicatat bahwa nut
lebih kuat dari pada baut dan baut akan patah sebelum nut.
Untuk kondisi fatik dimana elemen mengalami beban bolak balok yang konstan,
lebih baik digunakan sambungan tahanan geser (slip-resistant). Jika gaya yang akan
dipikul lebih kecil dari tahanan gesernya sehingga tidak ada gaya yang bekerja pada
baut, bagaimana mungkin keruntuhan fatik dapat terjadi pada baut? Sambungan slipresistant adalah kondisi batas layan yang didasarkan pada beban kerja. Untuk
sambungan slip-resistant beban kerja tidak diperbolehkan melebihi tahanan friksi yang
diijinkan.
Kondisi lain dimana sambungan slip-resistant lebih disarankan adalah baut yang
digunakan pada luas lubang yang jauh lebih besar dari yang seharusnya, sambungan
dimana baut digunakan dalam lubang slot dimana beban bekerja sejajar atau hampir
sejajar dengan slot, sambungan yang mendapat beban bolak-balik yang cukup
signifikan, dan sambungan dimana las dan baut menahan geser secara bersamaan pada
permukaan faying (faying surface yaitu luas gesrer antar elemen).
8.7
185
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.8
Sambungan Campuran
Baut seringkali digunakan bersamaan dengan las dan rivet (misalnya baut dipasang pada
sambungan rivet untuk meningkatkan daya dukungnya). Spesifikasi LRFD memberikan
aturan khusus untuk kasus seperti ini.
Kombinasi Baut dan Las
Untuk struktur baru, baut biasa A307 dan baut mutu tinggi yang direncanakan untuk
sambungan tumpu (bearing) atau snug-tight tidak boleh dianggap memikul beban
bersama-sama dengan las. (Sebelum kekuatan ultimate sambungan tercapai baut akan
bergeser, akibatnya las akan memikul sebagian besar beban yang sulit ditentukan).
Untuk kondisi demikian las harus didesain memikul seluruh beban.
Jika baut mutu tinggi direncanakan untuk kondisi kritis geser (slip-critical),
makabaut tersebut diijinkan untuk memikul beban bersamaan dengan las. Untuk kondisi
ini LRFD Commentary J1.9 menyatakan bahwa baut harus dikencangkan secara penuh
sebelum pengelasan dilakukan. Jika las dilakukan lebih dahulu, panas yang ditimbulkan
oleh las akan membuat sambungan mengalami distorsi sehingga tahanan kritis geser
dari baut yang diinginkan tidak tercapai. Jika baut dikencangkan secara penuh sebelum
pengelasan, panas dari las tidak akan mengubah sifat mekanis sambungan. Untuk kasus
seperti ini baut kritis geser dan las boleh diasumsikan memikul beban bersamaan.
Jika kita membuat perubahan pada struktur yang ada yang disambung dengan
baut tumpu atau baut snug-tight atau rivet, maka dapat diasumsikan bahwa geseran yang
akan terjadi telah terjadi sebelumnya. Jadi jika digunakan las dalam perubahan struktur
yang telah ada, las direncanakan dengan mengabaikan gaya yang akan ditimbulkan oleh
beban mati struktur yang telah ada.
Kombinasi Baut Mutu Tinggi dan Rivet
Baut mutu tinggi dapat dianggap bersama memikul beban dengan rivet untuk bangunan
baru atau menyambung pada bangunan yang sudah ada dan direncanakan sebagai geser
kritis (slip-critical). Daktilitas rivet mengijinkan kedua sambungan tersebut dianggap
bekerja bersama-sama.
8.9
Ukuran Lubang Baut
Selain ukuran lubang baut standar (STD) yaitu 1/16 in lebih besar dari diameter baut,
ada tiga jenis pembesaran lubang: lubang besar (oversized), slot pendek, dan slot
panjang. Lubang besar berguna dalam mempercepat pelaksanaan konstruksi baja.
Dengan lubang besar dapat memberikan ruang untuk kemiringan dalam pemasangan
portal untuk plambing. Penggunaan lubang yang tidak standar memerlukan persetujuan
perencana dan harus memenuhi persyaratan J3 dari Spesifikasi LRFD. Tabel 8-2 yang
sama dengan Tabel J3.3 LRFD memberikan dimensi nominal untuk beberapa
pembesaran lubang yang diijinkan untuk ukuran baut yang berbeda.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang boleh menggunakan lubang
diperbesar.
Lubang besar (oversized hole = OVS) dapat digunakan dalam semua pelat
penyambung selama beban yang bekerja tidak melebihi tahanan geser yang diijinkan.
OVS tidak boleh digunakan dalam sambungan tipe tumpu. Washer yang digunakan
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
186
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
dalam OVS harus dibuat lebih keras dan washer tersebut ditempatkan diluar pelat
penyambung. Penggunaan OVS memberikan toleransi pelaksanaan yang besar.
Lubang slot pendek (short-slotted hole = SSL) dapat digunakan tanpa
memperhatikan arah kerja beban baik untuk sambungan kritis geser maupun tipe tumpu.
Jika beban bekerja dalam arah tegak lurus (antara 80 100o) terhadap slot, maka lubang
ini dapat digunakan dalam salah satu atau semua pelat penyambung tipe tumpu.
Diharuskan untuk menggunakan washer (yang diperkeras jika digunakan baut mutu
tinggi) pada lubang slot pendek pada bagian luar sambungan.
Tabel 8.2 Dimensi Lubang Nominal
Dia.
Baut
1/2
5/8
3/4
7/8
1
1 1/8
Standar
(dia.)
9/16
11/16
13/16
15/16
1 1/16
d + 1/16
Dimensi lubang
Oversize
Slot pendek
(dia.)
(lebar x panjang)
5/8
9/16 x 11/16
13/16
11/16 x 7/8
15/16
13/16 x 1
1 1/16
15/16 x 1 1/8
1 1/4
(d + 1/16)(d + 3/8)
d + 5/16
Slot panjang
(lebar x panjang)
9/16 x 1 1/4
11/16 x 1 9/16
13/16 x 1 7/8
15/16 x 2 3/16
1 1/16 x 2 1/2
(d + 1/16)(2,5 x d)
Lubang slot panjang (long-slotted hole = LSL) hanya boleh digunakan pada satu
bagian yang disambung dari sambungan tipe kritis geser atau tipe tumpu di salah satu
bidang kontak. Untuk sambungan kritis geser lubang jenis ini dapat digunakan dalam
segala arah, tetapi untuk sambungan tipe tumpu beban yang bekerja harus tegak lurus
(antara 80 100o) terhadap sumbu lubang slot. Jika lubang slot panjang digunakan pada
sisi luar maka harus ditutup dengan pelat washer atau batang menerus. Untuk
sambungan baut mutu tinggi washer atau batang tidak perlu diperkeras, tetapi washer
dan batang tersebut harus dibuat dari material bermutu struktural dan dengan tebal
minimum 5/16. Lubang slot panjang biasanya digunakan jika sambungan yang dibuat
terhadap struktur yang telah ada (existing structure) tidak diketahui dengan pasti posisi
elemen yang akan disambungkan.
Umumnya washer digunakan untuk mencegah penggerusan bagian yang
disambung pada saat baut dikencangkan. Hasil uji menunjukkan bahwa washer tidak
berperan dalam menyebarkan gaya cengkaram supaya lebih merata pada elemen yang
disambung kecuali jika digunakan lubang slot pendek dan panjang.
187
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
baut pada bidang antara kedua pelat kemudian akan menekan dan membabani kedua sisi
baut seperti pada gambar. Baut seperti ini dikatakan mendapat geser tunggal dan tumpu
(atau tumpu terbuka). Baut harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan
beban kerja, dan elemen yang bertemu pada sambungan tersebut harus cukup kuat untuk
menahan baut dari patah geser.
Jika bukan digunakan baut snug-tight melainkan rivet, kondisinya akan berbeda
karena rivet yang dipasang pada kondisi panas akan menjadi dingin dan mencengkeram
elemen yang tersambung sehingga akan meningkatkan gesekan diantaranya. Akibatnya
sebagian besar beban ditransfer oleh gesekan/friksi. Gaya cengkeram yang dihasilkan
dalam sambungan rivet tidak terlalu dapat diandalkan sehingga umumnya peraturan
menganggap sambungan seperti ini seperti snug-tight tanpa tahanan friksi. Hal yang
sama diberlakukan untuk baut biasa A307 tidak dikencangkan.
Baut mutu tinggi dengan pengencangan penuh dikelompokan dalam kelas
tersendiri. Dengan metoda pengencangan yang telah dijelaskan sebelumnya akan
didapat gaya tarik baut yang dapat diandalkan dengan gaya cengkeram besar dan
tahanan friksi yang cukup besar untuk mencegak gelincir/slip. Jika beban yang
ditransfer lebih kecil dari tahanan friksi, seluruh gaya akan ditahan oleh friksi dan baut
tidak menerima geser atau tumpu. Jika beban lebih besar dari tahanan friksi maka akan
terjadi gelincir sehingga baut menerima geser dan tumpu.
Sambungan Lap
Sambungan dalam Gambar 8.1(a) disebut sambungan lap (lap joint). Sambungan jenis
ini mempuyai kelemahan yaitu p.g. dalam satu elemen tidak segaris dengan pusat gaya
dalam elemen lain. Akibatnya terjadi kopel yang menyebabkan lentur dalam sambungan
seperti diperlihatkan dalam gambar. Oleh karena itu, sambungan lap sebaiknya hanya
digunakan pada sambungan ringan, dan harus didesain dengan menggunakan paling
sedikit dua baut dalam arah sejajar panjang elemen untuk meminimalkan kemungkinan
keruntuhan akibat lentur.
Tumpu pada baut
P
P
P
P
Lentur pada
sambungan lap
P
Geser dua bidang baut
(a)
P/2
P/2
P
P
P/2
P/2
(b)
188
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Sambungan Butt
Sambungan jenis ini untuk menggabungkan tiga elemen seperti pada Gambar 8.1(b).
Jika tahanan friksi antar elemen kecil, elemen akan tergelincir sedikit dan semua baut
akan menerima geser secara simultan pada dua bidang kontak diantaranya. Dengan
demikian baut dikatakan menerima geser ganda dan tumpu. Sambungan butt lebih
disukai dibandingkan sambungan lap karena:
1. Elemen disusun sedemikian sehingga gaya geser P terbagi dalam dua bagian,
sehingga gaya pada setiap bidang hanya menerima separuh dari beban geser
yang dipikul dengan sambungan lap. Secara teoritis, kemampuan memikul
beban dari kelompok baut dalam geser ganda akan dua kali dari baut dalam
geser tunggal.
2. Kondisi pembebanan lebih simetris. Kenyataannya, sambungan butt hanya
memberikan kondisi simetris jika dua elemen luar mempunyai ketebalan dan
menahan beban yang sama. Hal ini dapat mereduksi atau menghilangkan lentur
yang terjadi pada sambungan lap.
Sambungan Bidang Ganda
Dalam sambungan ini baut menerima geser tunggal tetapi momen lentur dapat dicegah.
Sambungan ini terjadi pada struktur penggantung Gambar 8.2(a) yang menyebabkan
baut menerima geser tunggal pada dua yang berbeda.
(a)
(b)
Gambar 8.2 (a) Sambungan Penggantung. (b) Baut Menerima Geser Lebih dari Dua Bidang
Lain-lain
Sambungan dengan baut umumnya terdiri dari sambungan lap atau butt atau kombinasi
dari keduanya, meskipun masih ada sambungan jenis lain. Misalnya kadang-kadang
harus menyambung tiga elemen sehingga baut menerima geser lebih dari dua bidang
seperti dalam Gambar 8.2(b). Meskipun baut pada sambungan ini menerima geser lebih
dari dua bidang, dalam praktek perhitungan kekuatan hanya dihitung untuk dua bidang
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
189
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
geser. Secara fisik tidaklah mungkin keruntuhan geser terjadi pada tiga atau lebih
bidang geser secara simultan.
P
P
P
P
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 8.3 (a) Keruntuhan Geser Tunggal Dalam Baut. (b) Keruntuhan Tarik Dalam Pelat.
(c) Keruntuhan Pelat. (d) Keruntuhan Geser Pelat Dibelakang Baut.
(e) Keruntuhan Geser Ganda dari Sambungan Butt
190
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
p
p
p
p
p p
p = pitch
g = gage
g
g
Gambar 8.4
191
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Tabel 8.3 Nilai Pertambahan Jarak Antara C 1 untuk Menentukan Jarak Antara Minimum
dari Lubang yang Diperbesar
Diameter baut
nominal
Lubang oversize
7/8
1
1 1/ 8
1/8
3/16
1/4
1 7/ 16
0
5/16
1 d 1/16
*Jika panjang slot lebih kecil dari maksimum yang diijinkan dalam Tabel 8.2, C 1 boleh dikurangi dengan
perbedaan antara panjang slot maksimum dan aktual.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.7, p.6-86.
Diameter Nominal
Baut atau Rivet [in.]
5/8
7/8
1
11/ 8
1
Lebih dari 1
7/8
1 1/ 8
1
1 [d]
1 [d]
2
2
1 x diameter
7/8
1
11/ 8
1
1
15/ 8
1 x diameter
[a] Diijinkan untuk menggunakan jarak yang lebih kecil yang disesuaikan sebagaimana Spesifikasi LRFD
J3.10.
[b] Untuk lubang oversize atau lubang dengan slot, lihat Tabel 8.5.
192
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
[c] Semua jarak sisi dalam tabel ini dapat dikurangi 1/8 in jika lubang berada pada titik dengan tegangan
tidak lebih dari 25% kuat rencana maksimum dalam elemen.
[d] Nilai ini mungkin 1 in pada ujung sambungan balok, siku dan geser pada ujung pelat.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.4, p.6-82.
Diameter
nominal
Fastener (in.)
Lubang oversize
7/8
1
1 1/8
1/16
1/8
1/8
Lubang dengan
Slot
Sumbu panjang
Tegak lurus sisi
Slot pendek
Slot panjang[a]
1/8
d
1/8
3/16
Sumbu panjang
Sejajar sisi
[a] Jika panjang slot kurang dari maksimum yang diijinkan (lihat Tabel 8.2), C 2 dapat dikurangi separuh
dari beda antara jarak slot maksimum dan aktual.
Sumber: American Institute of Steel Construction, Manual of Steel Construction Load & Resistance
Factor Design, 2nd Ed. (Chicago: AISC, 1994), Table J3.8, p.6-86.
193
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.13
Kekuatan Geser
Pada sambungan tipe tumpu diasumsikan bahwa beban yang ditransfer lebih besar dari
pada tahanan geser yang ditimbulkan oleh pengencangan baut, dimana elemen akan
saling bergeser sedikit dan baut akan menerima gaya geser dan tumpu. Kuat rencana
baut dalam geser tunggal sama dengan dikalikan dengan kuat geser nominal baut
dalam ksi dan dikalikan kembali dengan luas penampang. Menurut LRFD, nilai untuk
geser pada baut mutu tinggi, rivet dan baut biasa A307 adalah 0,75.
Kuat geser nominal untuk baut dan rivet diberikan dalam Tabel 8.6 (dari Tabel
J3.2 spesifikasi LRFD). Untuk baut A325 besar kuat gesernya adalah 48 ksi jika ulir
termasuk dalam bidang geser dan 60 ksi jika ulir tidak termasuk bidang geser. (Untuk
baut A490, nilainya adalah 60 ksi dan 75 ksi). Jika baut menerima geser ganda,
kekuatan gesernya adalah dua kali geser tunggal.
Dalam praktek, apa yang dimaksud dengan ulir termasuk dalam bidang geser
atau tidak? Jika digunakan baut dan ukuran elemen normal, ulir hampir selalu tidak
dimasukkan dalam bidang geser. Hasil yang konservatif akan didapat jika ulir tidak
termasuk dalam bidang geser.
Seringkali perencana memerlukan baut mutu tinggi dengan diameter yang lebih
besar dari yang tersedia untuk baut A325 dan A490. Misalnya dalam pengencangan
dasar mesin akan diperlukan baut yang sangat besar. Untuk kondisi ini Spesifikasi
LRFD A3.3 mengijinkan penggunaan baut A449 yang dipanaskan dan ditempa.
Spesifikasi LRFD A3.3 menyatakan bahwa baut semacam ini hanya boleh digunakan
jika diperlukan diameter lebih besar dari 1 in, dan hanya untuk sambungan tipe
tumpu.
Kekuatan Tumpu
Kekuatan tumpu sambungan baut bukan ditentukan dari kekuatan baut sendiri
melainkan didasarkan pada kekuatan bagian yang disambung dan susunan baut. Secara
detail, kekuatan yang dihitung tergantung pada jarak antar baut dan jarak baut ke sisi
elemen, kekuatan tarik F u elemen yang disambung, dan tebal elemen.
Kekuatan rencana tumpu dari suatu baut sama dengan (sama dengan 0,75)
dikali dengan kuat tumpu nominal dari bagian yang disambung (R n ). Rumus untuk R n
diberikan dalam Spesifikasi LRFD Section J3.10. Dalam rumus tersebut melibatkan
diameter baut (d) dan tebal elemen yang disambung dengan baut (t). Rumus lainnya
mengandung jarak pusat-ke-pusat lubang standar dalam arah kerja gaya. Jika terdapat
lubang slot pendek dan slot panjang dengan slot tegak lurus pada garis kerja gaya, s
adalah jarak dari pusat-ke-pusat lubang. Untuk lubang ukuran besar (oversized hole)
dan untuk lubang slot sejajar garis kerja gaya, s dijumlahkan dengan pertambahan jarak
C 1 dalam Tabel 8.3 (dari Tabel J3.7).
194
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Uraian tentang
Penyambung
Baut A307
Baut A325, ulir di
dalam bidang geser
Baut A325, ulir di luar
bidang geser
Baut A490, ulir di
dalam bidang geser
Baut A490, ulir di luar
bidang geser
Ulir memenuhi syarat
LRFD A3, ulir di
dalam bidang geser
Ulir memenuhi syarat
LRFD A3, ulir di luar
bidang geser
A502, Gr.1, rivet
pemasangan panas
A502, Gr.2, rivet
pemasangan panas
Kuat Tarik
Faktor
Kuat nominal,
ksi
Resistansi,
45,0[a]
0,75
90[d]
90[d]
60[e]
113[d]
60[e]
113[d]
75[e]
0,75F u [a,c]
0,75
0,40F u
0,75F u [a,c]
0,50F u [a,
45,0[a]
25[e]
60,0[a]
33[e]
(a) Jika L e 1,5d dan s 3d, dan jika ada dua baut atau lebih dalam garis kerja gaya.
Jika deformasi sekitar lubang baut menjadi pertimbangan desain (yaitu jika kita
menginginkan deformasi 0,25 in)
Rn = 2,4dtFu
Hampir semua soal dalam buku ini mengasumsikan bahwa deformasi sekitar lubang
baut adalah penting. Jadi, kecuali disebutkan lain nilai 2,4dtF u Akan digunakan
dalam perhitungan untuk tumpu.
Jika deformasi sekitar lubang baut tidak menentukan (yaitu jika deformasi > 0,25 in
diperbolehkan)
195
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Rn = s tFu dtFu
2
Untuk lubang baut slot panjang tegak lurus pada garis kerja gaya
(LRFD Pers. J3-1d)
Rn = 2,0dtFu
(b) Jika L e < 1,5d atau s < 3d, atau jika hanya ada satu baut dalam garis kerja gaya
Untuk baut tunggal atau baut terdekat dengan sisi jika ada dau baut atau lebih dalam
garis kerja gaya
(LRFD Pers. J3-2a)
Rn = LetFu 2,4dtFu
Untuk baut lainnya
d
Rn = s tFu 2,4dtFu
2
Nilai R n juga diberikan dalam Spesifikasi LRFD Section J3.10 untuk lubang slot
panjang tegak lurus pada garis kerja gaya. Perlu diingat bahwa dalam Sub Bab 8.9
dijelaskan bahwa lubang ukuran besar dan lubang slot pendek dan slot panjang hanya
dapat digunakan untuk sambungan geser kritis kecuali jika beban bekerja dalam arah
tegak lurus slot.
Hasil uji menunjukkan bahwa baut atau baja yang disambung akan runtuh
karena tumpu. Tetapi uji ini juga menunjukkan bahwa efesien bagian yang disambung
dalam menerima beban tarik dan tekan dipengaruhi oleh tegangan tumpu. Oleh karena
itu kekuatan tumpu nominal yang diberikan Spesifikasi LRFD adalah nilai diatas
kekuatan yang dapat merusak elemen yang disambung. Dengan kata lain, hal ini
merupakan tegangan tumpu rencana yang sangat tinggi yang sebenarnya sama sekali
bukan tegangan tumpu melainkan efisiensi indeks dari bagian yang disambung. Jika
tegangan tumpu lebih besar dari nilai yang diijinkan, lubang akan memanjang sekitar
in dan meperlemah kekuatan sambungan.
Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa kekuatan tumpu yang diberikan
tidak untuk melindungi baut dari keruntuhan tumpu karena baut memang tidak
memerlukan perlindugan seperti ini. Jadi nilai tumpu yang sama akan digunakan untuk
suatu sambungan tanpa memperhatikan mutu baut dan ada atau tidaknya ulir pada
bidang tumpu.
Kekuatan Sambungan Minimum
Spesifikasi LRFD Section J1.7 menyatakan bahwa kecuali untuk pengikat, batang untuk
mereduksi lendutan (sag rod), dan girt, sambungan harus direncanakan dengan kekuatan
yang cukup untuk memikul beban terfaktor paling sedikit 10 kips.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
196
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Contoh 8.1
Tentukan kuat rencana P u dari sambungan tipe tumpu pada Gambar 8.5. Baja adalah
A572 Grade 50, baut adalah 7/8 in A325, ukuran lubang standar, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser, jarak sisi > 1d, dan jarak lubang baut pusat-ke-pusat > 3d.
Pu
in
Pu
3 in
Pu
6 in
Pu
12 in
3 in
3 in
3 in
3 in
Gambar 8.5
Solusi:
Perencanaan kekuatan pelat:
Ag = ( 12 )(12) = 6,0 in 2
Pu = t Fy Ag = (0,9)(50)(6,0) = 270 k
Pu = t Fu Ae = (0,75)(65)(5,0) = 243,7 k
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
197
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Contoh 8.2
Berapa jumlah baut in A325 dengan ukuran lubang standar dan ulir tidak termasuk
dalam bidang geser, yang diperlukan untuk sambungan tipe tumpu pada Gambar 8.6?
Gunakan baja A36 dan asumsi jarak sisi > 1d serta jarak lubang baut pusat-ke-pusat >
3d.
Baut in (A = 0,44 in2)
PL in
PL in
Pu/2 = 150 k
Pu = 300 k
Pu/2 = 150 k
PL in
Gambar 8.6
Solusi:
Baut mendapat geser ganda dan tumpu pada in:
Kuat geser rencana per baut = (0,75)(2 x 0,44)(60) = 39,6 K
Kuat tumpu rencana per baut = (0,75)(2,4)()()(58) = 58,7 k
Jumah baut yang diperlukan = 300/39,6 = 7+
Gunakan 8 atau 9 baut (tergantung pada susunan baut)
Jika pelat penutup dibaut pada flens dari profil W, baut harus memikul geser
longitudinal pada bidang antara pelat dan flens. Dari Gambar 8.7, tegangan geser
longitudinal satuan yang harus ditahan antara pelat dan flens W dihitung dari rumus:
VQ
fv =
Ib
Gaya geser total pada penampang W dari balok selebar 1 in adalah:
VQ VQ
(b)(1,0)
=
I
Ib
Spesifikasi LRFD E4 memberikan jarak ijin maksimum untuk baut yang
digunakan pada sisi luar pelat dari batang tersusun (built-up). Nilai tersebut adalah yang
terkecil dari tebal pelat luar terbesar dikalikan dengan 127 / Fy atau 12 in.
Jarak pasangan baut dalam Gambar 8.7 dapat ditentukan dengan membagi kuat
rencana kedua baut dengan gaya geser yang diambil per in pada penampang tertentu.
Secara teoritis jarak antara baut akan bervariasi kerena gaya geser luar juga bervariasi
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
198
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Contoh 8.3
Pada suatu penampang balok dengan pelat penutup dalam Gambar 8.7 bekerja gaya
geser luar terfaktor V u = 275 k. Tentukan jarak antar baut yang diperlukan untuk baut
A325 7/8 in dengan sambungan tipe tumpu. Asumsikan jarak sisi pusat-ke-pusat 1d
dan 3d dan ulir baut tidak termasuk dalam bidang geser. Baja adalah A36.
Solusi:
I x = 3630 + (2)(16 x ) (11,405)2 = 6752 in4
PL in x 16
0,75 in
p
W21 x 147
(Ix = 3630,
tf = 1,150)
22,06 in
23,56 in
0,75 in
PL in x 16
Gambar 8.7
Vu Q (275)(16 x 34 x 11,405)
=
= 5,574 k/in
I
6752
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada in:
Kuat geser rencana untuk 2 baut = (2)(0,75)(0,6)(60) = 54 k
Kuat geser rencana untuk 2 baut = (2)(0,75)(2,4)(7/8)()(58) = 137 k
Maksimum p =
199
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Contoh 8.4
Hitung kuat rencana sambungan tipe tumpu dalam Gambar 8.8. Baut adalah A325 1 in
dengan ulir tidak termasuk dalam bidang geser dan baja adalah A36. Dianggap kekuatan
pelat telah terpenuhi sehingga tidak perlu dikontrol.
PL 3/8 x 12
Pu
Pu
Pu
Pu
1 in 2 in
2 in
2 in
1 in
Gambar 8.8
Solusi:
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada 3/8 in.
Kuat geser rencana dari 4 baut = (0,75)(0,785)(60)(4) = 141,3 k
L e = 1,25 in < 1,5d = 1,50 in.
dan s = 2,00 in < 3d = 3,00 in.
Kuat tumpu rencana setiap ujung luar
= LetFu = (0,75)(1,25)( 83 )(58) = 20,39 k
Kuat tumpu rencana setiap baut dalam
= ( s d2 )tFu = 0,75(2 1,200 )( 83 )(58) = 24,47 k
Kuat tumpu rencana total dari 4 baut = (2)(20,39) + (2)(24,47) = 89,7 k
P u = 89,7 k
Pada pembahasan sebelumnya selalu diasumsikan bahwa beban yang bekerja
pada sambungan tipe tumpu dibagi secara merata pada seluruh baut jika jarak sisi dan
jarak antar baut memenuhi syarat. Supaya distribusi ini dapat terjadi pelat harus sangat
kaku dan baut elastis sempurna, tetapi pada kenyataannya pelat yang disambung juga
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
200
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
elastis dan mempunyai deformasi mempengaruhi tegangan baut. Pengaruh deformasi ini
menyebabkan distribusi beban yang sangat rumit dalam daerah elastis.
Jika pelat dianggap sangat kaku dan tidak berdeformasi, semua baut akan
berdeformasi sama besar dan menerima tegangan yang sama pula. Kondisi ini
diperlihatkan dalam Gambar 8.9(a). Kenyataannya, beban yang ditahan oleh setiap baut
dalam suatu grup tidak pernah sama (dalam daerah elastis) jika dalam satu baris terdapat
lebih dari dua baut. Jika pelat berdeformasi, tegangan pelat dan deformasi akan
berkurang dari ujung sambungan ke tengah seperti diperlihatakan dalam Gambar 8.9(b).
Hasilnya adalah tegangan tertinggi pada elemen pelat atas akan melampaui tegangan
paling rendah dari pelat bawah, dan sebaliknya. Geseran terbesar akan terjadi pada baut
ujung dan yang terkecil pada baut tengah. Baut ujung akan menerima tegangan yang
jauh lebih besar dari baut tengah.
Semakin besar jarak antar baut dalam sambungan akan semakin besar variasi
tegangan pada baut akibat deformasi pelat; oleh karena itu, sambungan yang kompak
lebih diinginkan karena dapat mereduksi variasi tegangan dalam baut. Berikut ini akan
ditinjau teori (meskipun tidak praktis) untuk menyamakan tegangan baut. Teori ini akan
melibatkan pengurangan tebal pelat ke arah ujung untuk mengimbangi tegangan yang
berkurang. Prosedur yang diperlihatkan dalam Gambar 8.9(c) ini cenderung akan
membuat deformasi pelat sama dan demikian juga dengan tegangan baut akan sama.
Prosedur yang sama akan menyambung pelat overlap.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8.9 (a) Asumsi Pelat Tidak Berdeformasi. (b) Asumsi Pelat Berdeformasi.
(c) Sambungan Berjenjang (Stepped Joint), Tidak Praktis
201
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
menahan beban tambahan, baut berikutnya dalam baris yang sama akan menerima
tegangan yang lebih besar hingga mencapai titik leleh, dst. Terlihat bahwa analisa
plastis mengasumsikan pelat kaku dan tegangan baut sama yang biasa dilakukan dalam
pratis desain. Asumsi ini juga digunakan dalam contoh-contoh bab ini.
Jika dalam satu baris hanya ada beberapa baut, teori plastis tentang tegangan
yang sama akan memberikan hasil yang sangat baik, tetapi jika dalam satu baris banyak
terdapat baut maka situasinya akan berubah. Hasil uji menunjukkan bahwa baut ujung
akan runtuh sebelum terjadi redistribusi penuh.
Spesifikasi LRFD mensyaratkan bahwa kuat geser rencana dari sambungan tipe
tumpu yang digunakan untuk menyambung batang tarik harus direduksi jika batang ini
mempunyai susunan baut lebih panjang dari 50 in. sejajar garis gaya. Dalam catatan
kaki dari Tabel 8.6 disebutkan bahwa untuk situasi seperti ini harus dikurangi 20%.
Untuk sambungan yang memikul beban biasanya disyaratkan minimum dua atau
tiga baut. Alasannya adalah sambungan tunggal akan runtuh untuk mencapai kekuatan
yang disyaratkan karena kesalahan pemasangan, kelemahan material, dll, tetapi jika
digunakan beberapa baut pengaruh buruk dari satu baut akan diatasi oleh baut lainnya.
Jenis Baut
A325
A490
Lubang Ukuran
Standar
17
21
Lubang Slot
Panjang
12
15
[a]
202
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Gambar 8.10
Solusi:
Perencanaan Geseran Kritis (beban layan)
Baut menerima geser tunggal (Single Shear = ss) dan tidak menerima tumpu
Kekuatan ss satu baut = ()(0,785)(17) = (1,0)(0,785)(17) = 13,35 k
Jumlah baut yang diperlukan = 80/13,35 = 5,99. Ambil 6.
Perencanaan sambungan tipe tumpu (beban terfaktor)
P u = (1,2)(30) + (1,6)(50) = 116 k
Baut menerima geser tunggal dan tumpu pada 5/8 in.
Kekuatan ss satu baut = (0,75)(0,785)(60) = 35,32 k
_______________
1
Research Council on Structural Connections, Load and Resistance Factor Design
Specifications for Structural Joints Using ASTM A325 or A490 bolts (Chicago: AISC,
June 8, 1988).
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
203
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Contoh 8.6
Sambungan dalam Gambar 8.11 terdiri dari baut 7/8 in A325 tipe tumpu dengan ukuran
lubang standar dan ulir tidak termasuk dalam bidang geser. Balok dan pelat buhul terdiri
dari baja A36. Periksalah: (a) kekuatan tarik profil W dan pelat buhul, (b) kekuatan baut
dengan geser tunggal dan tumpu, dan (c) kekuatan geser blok dari profil W dengan luas
arsir dalam Gambar 8.11(b).
Gambar 8.11
Solusi:
(a) Kuat rencana tarik profil W
P u = t F y A g = (0,9)(36)(11,2) = 362,9 k > 330 k
A n = 11,2 (4)(1)(0,515) = 9,14 in2
Dari Bab 3: U = 1
(OK)
1,54
x
= 1
= 0,74
L
L
204
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
(Tidak memenuhi)
R n = [0,6 F u A nv + F y A gt ]
(OK)
Perhitungan sambungan rivet dan baut biasa A307 sama dengan baut mutu
tinggi tipe tumpu. Perbedaannya hanyalah nilai kekuatan geser untuk jenis sambungan
ini lebih kecil. Spesifikasi LRFD tidak mengijinkan perencanaan sambungan tipe
geseran kritis dengan menggunakan rivet atau baut biasa.
Kumpulan Soal
Untuk setiap soal yang diberikan, gunakan informasi berikut ini kecuali disebutkan lain
dalam soal: (a) Spesifikasi LRFD; (b) ukuran lubang standar; (c) elemen mempunyai
permukaan bersih (Kelas A); (d) jarak sisi 1,5d dan diameter pusat-ke-pusat 3d.
8.1 s.d. 8.5
205
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Pu
PL x 12 in
PL x 12 in
Pu
Pu
Pu
8.1 Baja A36, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 243 k)
8.2 Baja A36, baut in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.3 Baja A36, baut 1 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 254,3 k)
8.4 Baja A572 Grade 50, baut 1 in A490, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.5 Baja A572 Grade 50, baut 7/ 8 in A490, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
(Jawab: 243 k)
8.6 s.d. 8.10 Tentukan kuat tarik rencana P u untuk elemen dan sambungan tipe tumpu
dalam gambar.
8.6 Baja A36, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.7 Baja A36, baut 1 in A325, ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 328,4 k)
8.8 Baja A36, baut in A325, ulir termasuk dalam bidang geser.
8.9 Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut 1 in A490, ulir tidak termasuk dalam
bidang geser. (Jawab: 396,4 k)
8.10 Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut in A490, ulir tidak termasuk dalam
bidang geser.
206
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
PL x 12 in
PL 7/8 x 12 in
Pu/2
Pu
Pu/2
PL x 12 in
Pu
Pu
8.11 s.d. 8.13 Berapa jumlah baut yang diperlukan pada sambungan tipe tumpu dalam
gambar?
Pu = 220 k
PL 5/8
PL 5/8
Pu = 220 k
8.11
Baja A36, baut in A325, ulir tidak termasuk dalam bidang geser. (Jawab:
11,11. Gunakan 12)
8.12
Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 70 ksi, baut 7/8 in A490, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser.
8.13
Baja A36, baut 1 in A325, ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 7,78.
Gunakan 8 atau 9)
8.14
Baja A36, baut 7/8 in., ulir tidak termasuk dalam bidang geser.
8.15
Baja A36, baut 7/8 in., ulir termasuk dalam bidang geser. (Jawab: 8,33. Gunakan
9 atau 10)
8.16
Baja dengan F y = 50 ksi, F u = 65 ksi, baut 7/8 in A325, ulir tidak termasuk
dalam bidang geser.
207
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
Pu/2 = 180 k
PL
PL 3/4
Pu 360 k
Pu/2 = 180 k
PL
8.17
Elemen dari suatu rangka batang dalam gambar berikut terdiri dari dua buah
C12 x 25 (baja A36) yang disambungkan pada pelat buhul 1 in. Berapa banyak
baut A325 7/8 in (ulir termasuk dalam bidang geser) yang diperlukan supaya
terbentuk kapasitas tarik rencana penuh dari elemen jika digunakan dalam
sambungan tipe tumpu? Asumsikan U = 0,85. (Jawab: 8,82. Gunakan 9 atau 10).
Pu
Pu
Soal 8.17
8.18
Ulangi Soal 8.17 dengan menggunakan baja A242 Grade 46 dan baut A490.
8.19
Ulangi Soal 8.3 jika digunakan baut A490 dan baja A572 (F y = 50 ksi, F u = 65
ksi). (Jawab: 315,4 k)
8.20
8.21
Ulangi Soal 8.20 dengan baut A490 7/8 in. (Jawab: 11,11. Gunakan 12).
208
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
PL 5/8 x 16
Pu/2
Pu/3
Pu/3
Pu/3
Pu/2
PL 7/8 x 16
Soal 8.20
8.22
Berapa jumlah baut A325 in (ulir tidak termasuk dalam bidang geser) dalam
sambungan tipe tumpu yang diperlukan supaya kekuatan tarik rencana elemen
dapat dicapai? Asumsikan baja A36 dan ada dua baris baut pada setiap flens
(paling sedikit 3 baut dengan jarak pusat-ke-pusat 4 in.).
Pelat x 16
W18 x 76
Pu/2
Pu
Pu/2
Pelat x 16
Soal 8.22
8.23
Untuk balok dalam gambar, berapa jarak baut A325 7/8 in yang diperlukan (ulir
tidak termasuk dalam bidang geser) dalam sambungan tipe tumpu pada
penampang dengan gaya geser luar V u = 300 k? Baja A36. (Jawab: 7,76 in.
Gunakan jarak 7 in.)
PL 1 in x 12
W24 x 94
PL 1 in x 12
Soal 8.23
8.24
Profil yang diberi pelat penutup dalam gambar harus memikul beban merata w D
= 12 klf (tidak termasuk berat sendiri balok dan w L = 15 klf, balok tumpuan
209
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
sederhana bentang 18 ft). Jika digunakan baut A325 7/8 in (ulir tidak termasuk
dalam bidang geser) dalam sambungan tipe tumpu, gambarkan sketsa jarak antar
baut sepanjang bentang. Baja A36.
PL 5/16 in x 16
W27 x 178
PL 5/16 in x 16
Soal 8.24
8.25
PL x 48
43 in
48 in
2 in
Soal 8.25
210
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.26
Penampang built-up ini memikul gaya geser luar V u = 900 k dengan baut A325
in (ulir tidak termasuk dalam bidang geser) dan sambungan tipe tumpu.
Hitung jarak baut yang diperlukan. Baja A36.
PL in x 20
3 in
PL 8 x 8 x
3 in
PL5/8 x 54
42 in
54 in
3 in
3 in
PL in x 20
Soal 8.26
8.27
Tentukan kuat rencana P u untuk sambungan tipe tumpu dalam gambar, jika
digunakan baut A325 7/8 in dan digunakan baja A36. L e < 1d dan s < 3d.
(Jawab: 154,9 k)
Pu
PL x 12 in
PL x 12 in
Pu
3 in
Pu
Pu
6 in
3 in
1 in
2 in
2 in
1 in
Soal 8.27
8.28 s.d. 8.33 Ulangi soal berikut dengan sambungan geseran-kritis, permukaan Kelas
A dan beban layan diberikan dalam gambar.
Perancangan Struktur Gedung Metode LRFD Elemen Aksial
211
BAB VIII
SAMBUNGAN BAUT
POLBAN
8.28
Soal 8.11. P D = 60 k, P L = 90 k.
8.29
8.30
8.31
8.32
8.33
Soal 8.24
8.35
8.36
Tentukan kuat tarik rencana P u untuk sambungan dalam gambar, jika digunakan
baja A36 dan baut A325 7/8 in tipe tumpu (ulir tidak termasuk dalam bidang
geser) pada setiap flens. Hitung juga geser blok.
Pelat x 14
Pelat x 14
1 in
W21 x 101
5 in
3 @ 3 in
12 in
1 in
Soal 8.36
8.37
Ulangi Soal 8.36 dengan menggunakan baja A572 grade 50 dan baut tipe tumpu
A325 1 in. (Jawab: 565,2 k)
212
BA
09
KG2072
Disusun Oleh:
Ir. Sumargo, Ph.D.
NIP. 131.870.097
POLBAN
DAFTAR GAMBAR
POLBAN
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
Gambar 1.7
Gambar 1.8
Gambar 1.9
Halaman
7
8
8
10
11
14
16
16
17
18
19
28
33
38
41
42
42
44
45
46
46
47
73
76
79
viii
48
49
50
52
53
54
55
56
57
58
59
DAFTAR GAMBAR
POLBAN
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
80
81
82
83
85
95
96
98
99
102
103
105
106
113
114
115
118
119
121
132
135
137
137
138
140
141
143
145
146
153
154
156
157
159
161
163
163
164
165
166
ix
DAFTAR GAMBAR
POLBAN
169
172
188
189
190
191
197
198
199
200
201
203
204
DAFTAR ISI
POLBAN
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Istilah
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Deskripsi Mata Kuliah
Petunjuk Penggunaan
Halaman
i
ii
iii
vi
vii
viii
xi
xiii
1
2
3
4
5
7
8
11
15
15
17
17
18
19
19
20
21
22
22
22
24
25
25
25
25
26
26
26
28
30
31
32
34
36
37
iii
DAFTAR ISI
POLBAN
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
39
40
41
47
53
54
69
70
75
77
81
84
92
93
94
95
98
99
101
104
111
111
117
117
128
129
130
134
136
136
152
153
159
162
165
180
181
iv
138
142
147
148
DAFTAR ISI
POLBAN
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
8.9
8.10
8.11
8.12
8.13
8.14
Jenis Baut
Sejarah Baut Mutu Tinggi
Kelebihan Baut Mutu Tinggi
Baut Snug-Tight dan Tarikan Penuh
Cara Pengencangan Penuh Baut Mutu Tinggi184
Sambungan Tipe Slip-Resistant (Tahanan Geser) dan
Tipe Bearing (Tumpu)
Sambungan Campuran
Ukuran Lubang Baut
Transfer Beban dan Tipe Sambungan
Keruntuhan Sambungan Baut
Jarak Antara dan Jarak Sisi Baut
Sambungan Tipe Tumpu dengan Beban Melalui Pusat Sambungan
Sambungan Geser Kritis Beban Melalui Pusat Sambungan
181
182
182
182
184
185
186
186
187
190
191
194
202
Daftar Pustaka
213
Lampiran
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Satuan Acara Pengajaran
Tugas Besar
214
218
234
DAFTAR ISTILAH
POLBAN
D
L
Ru
W
Rn
Ab
b
f cr
fy
I
K
L
N cr
Nn
Nu
ry
t
c
p
r
A
a
Ae
As
Aw
b
d
E
fc
f cr
fr
Is
kc
vi
DAFTAR PUSTAKA
POLBAN
1.
McCormac, Jack C., Structural Steel Design, Harper & Row, New York, 1986.
2.
Gaylord, Edwin and Gaylord, Charles, Design of Steel Structures, 3rd Edition,
McGraw-Hill, Inc., New York, 1992.
3.
4.
5.
Salmon, Charles G. and Johnson, John E., Steel Structures Design and
Behavior Emphasizing Load and Resistance Factor Design, 3rd Edition,
HarperCollins, New York, 1990.
6.
7.
8.
213
DAFTAR TABEL
POLBAN
Halaman
12
13
31
43
51
156
184
187
192
192
193
195
202
vii
KATA PENGANTAR
POLBAN
Buku Ajar ini disusun untuk digunakan oleh penulis sebagai acuan dalam pengajaran
bidang struktur baja. Buku ini mengacu pada Load and Resistance Factor Design
LRFD yang juga dianut oleh SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Bangunan Gedung. Buku ini memuat perancangan struktur baja yang paling
sederhana yaitu batang tarik dan tekan.
Meskipun telah terbitnya SNI 03-1729-2002, kesulitan yang dihadapi oleh perancang
struktur baja di Indonesia masih cukup besar yaitu tidak tersedianya alat bantu praktis
untuk merancang berupa kurva dan tabel yang dapat mempersingkat waktu perhitungan.
Hal ini tidak terjadi pada peraturan AISC-LRFD di Amerika Serikat yang telah cukup
lengkap menyediakan alat bantu perancangan. Untuk hal-hal lain yang tidak tercakup
dalam SNI 03-1729-2002, penulis mengacu pada peraturan AISC-LRFD. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa pengkayaan wawasan mengenai berbagai peraturan selain
SNI juga perlu dilakukan mengingat di dunia kerja dimungkinkan untuk tidak selalu
menggunakan SNI.
Tentunya masih banyak kekurangan dari buku ini dan penulis akan memperbaikinya
secara kontinyu. Harapan penulis semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan pembaca lain pada umumnya.
ii
Catatan:
Pengumpulan tugas setelah tanggal yang ditentukan
tidak dapat diterima
Tujuan:
a. Mendesain atap bangunan industri dari material baja.
b. Tugas dikerjakan secara perorangan.
c. Variasi jenis truss yang berlainan sehingga dapat disimpulkan jenis struktur yang ekonomis
d. Bangunan direncanakan dibangunan pada lokasi/daerah yang sama.
Spesifikasi bangunan:
a. Ukuran diberikan sesuai gambar atau berdasarkan tabel tugas.
b. Bangunan didesain berdasarakan AISC LRFD
c. Sambungan dibuat dengan baut.
d. Jenis atap bangunan adalah bangunan industri dengan material baja mutu A36/A50
e. Pembebanan yang ditinjau adalah beban mati dan beban angin dengan lokasi kampus Polban.
f. Beban mati terdiri dari penutup atap, gording (purlin), rangka atap, dan ikatan angin.
Diminta untuk mendesain bangunan industri dengan tahapan sebagai berikut:
No.
Tanggal dikumpulkan
Kegiatan
Tugas
sejak diberikan tugas
1
Hitung pembebanan dan selesaikan mekanika teknik
2 minggu
3 minggu
2
Desain batang tekan, tarik, dan bresing.
3 minggu
3
Desain sambungan
2 minggu
4
Penggambaran
2 minggu
5
Hitung berat total stuktur termasuk pelat buhul dan jumlah
baut yang dibutuhkan
Total
12 minggu
234
POLBAN
Nama
NIM
(1)
(2)
(3)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Tugas
(4) =
(5)(6)(7)(8)
(9)(10)(11)
BAAAABA
BBAAABA
BCAAABA
BDAAABA
BEAAABA
BFAAABA
BGAAABA
BHAAABA
BIAAABA
BJAAABA
BAAABBA
BBAABBA
BCAABBA
BDAABBA
BEAABBA
BFAABBA
BGAABBA
BHAABBA
BIAABBA
BJAABBA
BAAAABB
BBAAABB
BCAAABB
BDAAABB
BEAAABB
BFAAABB
BGAAABB
BHAAABB
BIAAABB
BJAAABB
BAAABBB
BBAABBB
Tipe
Struktur
(5)
A = Warren
slope kecil
B = Pratt slope
kecil
C = Pratt slope
besar
D = Howe
E = Fink
F = French
(chamberedFink)
G = Fan Fink
H = Busur
(Bowstring)
I = Gunting
J = Quadrangular
Jarak
Antar
Rangka
(ft)
(6)
A = 18
B = 24
C = 30
Lebar
Bentang
(ft)
(7)
Tinggi
Atap
(ft)
(8)
Mutu
Baja
A = 80
B = 90
C = 100
D = 110
E = 120
F = 130
G = 140
A = 15
B = 20
C = 25
D = 30
E = 35
F = 40
G = 45
H = 50
A36
A50
(9)
Sambungan
Titik Angkat
Rangka
(10)
(11)
Tanggal Pengumpulan
Tugas Tugas Tugas Tugas
1
2
3
4
(12)
(13)
(14)
(15)
Tugas
5
(16)
A = Las A = Titik
B = Baut
tengah
C = Rivet B = Tumpuan
kiri Titik
tengah Tumpuan
kanan.
C = Semua
titik
atas.
235
POLBAN
L3
28'-6"
L4
U'3
U'2
L5
L'4
L'3
8 @ 6'-0" = 48'-0"
L'2
U'1
U'o
L'o
6'-5"
L'1
U1
Uo
Lo
L1
6'-5"
U2
U3
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"
Finishing lantai
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"
L5
U'3
U'2
L'3
L'2
U'1
L'1
U'o
U1
Uo
4'-6"
7'-6"
U'4
L'4
L'o
6'-5"
Lo
L1
6'-5"
U2
U3
U4
U5
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"
L'4
U'3
L'3
Tipe Struktur C
Tipe Struktur D
U5
U4
U'2
U'1
L'2
U'1
L'1
U'o
L'o
6'-5"
L'4
L'3
Finishing lantai
Jarak antar portal = B
Tipe Struktur E
L'2
L'1
L'o
6'-5"
U'3
U2
U'2
U1
35'-6"
U1
4'-6"
U'2
L5
U'o
L'o
6'-5"
U'4
U3
14'-6"
U'3
U2
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"
U'1
L'1
U5
U'4
U3
35'-6"
L5
U'4
U4
L'2
Finishing lantai
Finishing lantai
Lo
L1
6'-5"
L'3
U'2
Tipe Struktur B
28'-6"
28'-6"
Lo
L1
6'-5"
U5
U4
U3
U2
L'4
U'3
Tipe Struktur A
U1
L5
U'4
Finishing lantai
Uo
U5
U4
4'-6"
7'-6"
L2
U'4
4'-6"
7'-6"
Lo
L1
6'-5"
U5
U4
Lo
L1
6'-5"
14'-6"
U3
U'1
L2
L3
L4
8 @ 6'-0" = 48'-0"
L5
L'4
L'3
L'2
L'1
4'-6"
U2
28'-6"
U1
Uo
4'-6"
7'-6"
L'o
6'-5"
Finishing lantai
Jarak antar portal = B
Tipe Struktur F
236