Makalah Aspek Hukum Bangunan
Makalah Aspek Hukum Bangunan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Hukum banyak
sekali jenis dan turunannya, salah satunya adalah hukum bangunan dimana hukum yang
mengatur tentang bangunan yang dibangun oleh manusia.
Maka dari itu dalam makalah ini penulis ingin sekali mengangkat tema tersebut diatas
kedalam sebuah karya tulis yang penulis beri judul Hukum Bnagunan.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah :
1.
2.
3.
4.
Tahap-tahap Pelelangan :
5.
Klasifikasi Pemborong
6.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui
tentang hukum bangunan sehingga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Bangunan
Menurut pendapat yang lazim dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan
hukum bangunan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menyangkut pembangunan
suatu bangunan.
Peraturan-peraturan tersebut dapat digolongkan kepada 2 golongan :
1. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan prosedur pelelangan.
Yaitu ketentuan-ketantuan yang berlaku sebelum terjadinya kontrak. golongan yang
menyangkut peraturan pelelangan bangunan di Indonesia ditetapkan oleh penguasa, baik
bangunan Pemerintah maupun swasta yang terjadi melalui pelelangan. Pengaturan ini disasari
oleh keputusan Presiden tentang APBN. Khususnya mengenai pelaksanaan pemborongan
bangunan dan lampirannya.
Di dalam peraturan tersebut diatur tentang pelelangan umum dan pelelangan terbatas
beserta persyaratan-persyaratan yang berlaku bagi pemborong yang mengikuti pelanggan.
Disamping itu Pemerintah juga menganjurkan tentang pengutamaan perusahaan setempat
sebagai pelaksanaan pemborongan bangunan serta pengusahaan bagi golongan ekonomi
lemah.
2. Peraturan-peraturan yang menyangkut perjanjiannya.
Dari ketentuan-ketentuan yang tergolong bangunan, yaitu peraturan yang
menyangkut perjanjiannya didalam sertifikasi hukum perdata, perjanjian pemborongan
bangunan tergolong pada perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang diatur dalam bab yang
mengatur tentang perjanjian khusus dalam KUHPer.
Di dalam KUHPer diatur mengenai ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian
yang berlaku terhadap semua perjanjian, yaitu perjanjian-perjanjian jenis baru yang belum
ada dalam peraturan perundang-undangan. Disamping itu didalam KUHPer diatur perjanjian
khusus, yaitu perjanjian : yang telah dilazimkan di pergunakan didalam praktek.
B. Aspek Hukum Bangunan
Pada dasarnya bangunan gedung memegang peranan yang sangat penting sebagai
tempat dimana manusia melakukan kegiatannya sehari-hari. Pengaturan bangunan gedung
secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
a)
keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana
umum, serta ketinggian gedung;
b)
c)
a)
b)
kesehatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan sistem sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi,
dan penggunaan bahan bangunan gedung;
c)
kenyamanan, yaitu berkenaan dengan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang,
kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan; dan
d)
Pembangunan, yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi melalui tahapan perencanaan
dan pelaksanaan dengan diawasi pembangunannya oleh pemilik bangunan gedung.
Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung
disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk IMB. Pembangunan bangunan gedung ini
sendiri dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
2.
Pemanfaatan, yang dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan gedung setelah
bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi. Bangunan gedung
dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila telah memenuhi persyaratan teknis.
Agar persyaratan laik fungsi suatu bangunan gedung tetap terjaga, maka pemilik gedung atau
pengguna bangunan gedung wajib melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan
secara berkala terhadap bangunan gedung.
3. Pelestarian, yang dilakukan khusus untuk bangunan gedung yang ditetapkan sebagai cagar
budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
4.
pembangunan
bangunan
gedung
setelah
mendapatkan
4. Peran Masyarakat
Sebagai bagian dari pengguna bangunan gedung, dalam UU Bangunan Gedung juga
mengatur mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang
mencakup:
1. pemantauan penyelenggaraan bangunan gedung;
2.
3.
Karena didalam praktek dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak sering tidak
mengatur mengenai akibat-akibat hukum yang timbul kalau ada secara sumir pengaturannya.
Akibat yang seringterjadi dalam pelaksanaan perjanjian sering muncul masalah-masalah yang
tidak terjawab oleh ketentuan kontrak.
2.
Keputusan umum menghendaki bahwa dalam hal-hal tertentu kebebasan berkontrak yang
diberi oleh para pihak perlu dibatasi, yaitu dengan jalan memberi ketentuan-ketantuan atau
tempat, hari dan waktu untuk memperoleh dokumen lelang dan keterangan-keterangan
lainnya.
5.
tempat, hari dan waktu untuk diberikan penjelasan mengenai dokumen lelang dan
kekurangan-kekurangan lainnya.
2. Persyaratan-persyaratan
prakwalifikasi,
kwalifikasi
dan
klasifikasi
terhadap
pemborong.
3. Pemenuhan jaminan yang diwajibkan dalam pemborongan bangunan seperti :
-
Jaminan tender
Jaminan pelaksana
Jaminan pemeliharaan
Pencairan jaminan.
4. Pelelangan
Pelelanmgan umum
Pelelangan terbatas
Pernyataan lulus prakualifikasi berlaku jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang
selama 1 tahun.
Jika rakanan memperoleh uang muka sebesar 20%, sedangkan tahap pembayarannya dalam
kontrak ditetapkan: Tahap kesatu:20%, kedua: 30%, ketiga: 25%, keempat: 20%,dan terakhir:
5%. Pelunasan uang muka pada sistim pembayaran diatas dapat diterangkan berikut ini (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Pelunasan Uang Muka melalui Tahapan Pembayaran (Termijn).
Prestasi
(00%)
Tahap Pembayaran
Uang muka 20% x 100%
Pembayaran
= 20%
20% (20%)
= 16%
50% (30%)
= 24%
75% (25%)
= 20%
100% (25%)
=15%
100% (00%)
100%
V. 5%
5% - 0%
100%
= 5%
100%
Pelunasan uang muka selain dengan secara merata pada tahap-tahap pembayaran
sesuai dengan kontrak, dapat juga rekanan mempercepat pelunasan uang muka yang
diterimanya, misalnya sekaligus dilunasi pada tahap pertama. Jika uang muka tidak dilunasi
pada saat pekerjaan mencapai prestasi 100% atau pada penyerahan pertama, maka surat
jaminan uang muka menjadi milik negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa Hukum bangunan
adalah Ilmu yang mempelajari pelaksanaan pelaksanaa bangunan ruang lingkupnya seluruh
kegiatan pembangunan yang di lakukan pemerintah khusus bangunan itu. Peraturan-peraturan
tersebut dapat digolongkan kepada 2 golongan yaitu Peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan prosedur pelelangan dan Peraturan-peraturan yang menyangkut perjanjiannya.
Pada dasarnya bangunan gedung memegang peranan yang sangat penting sebagai
tempat dimana manusia melakukan kegiatannya sehari-hari. Pengaturan bangunan gedung
secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (UU Bangunan Gedung).
Jaminan dalam Perjanjian Pemborongan dipandang dari sudut keamanan pemilik
proyek ternyata masih mengandung kelemahan terhadap perlindungan pihak pemilik proyek.
Kelemahan tersebut dikarenakan besaran jaminan (sesuai aturan yang berlaku) masih belum
mewakili sebagai jaminan, atau tidak proporsional (relatif kecil) bila dibandingkan dengan
total nilai proyek yang dijamin.
Sebagai upaya untuk memperbaiki praktek jasa konstruksi, terutama dalam
memperbaiki perlindungan terhadap pihak pemilik proyek yang sering dirugikan, perlu
dilakukan penyesuaian besaran jaminan terhadap prosentase nilai proyek.
B. Saran
Semua kegiatan yang memiliki dasar hukum harus kita taat dan aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari agar tidak terkendala oleh jebakan-jebakan hukum yang tidak kita
sadari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djumaldi, Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Renaka Cipta,
Yogyakarta, 1995.
2. Keputusan Presiden nomor 16 Tahun 1994
3. Undang-Undang No 7 Tahun 1992
4. Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999