PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik. Gejala
nyeri ini dapat semakin menghebat atau malah hilang perlahan-lahan seiring dengan
berjalannya waktu. Gejala nyeri pada skrotum yang menetap, semakin menghebat, dan
disertai dengan mual dan muntah merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan
medis secepatnya. Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan hal
yang memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis karena skrotum dan testis
merupakan glandula reproduksi dari seorang pria yang menghasilkan sperma sehingga
kesalahan penanganan akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidup seorang lelaki.
Bila keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas,
disfungsi ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus
dibuang untuk selamanya.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi, non
infeksi, trauma, dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
Proses infeksi yang sering menimbulkan keluhan akut skrotum adalah epididimitis. Menurut
laporan jurnal di Amerika, epididimitis merupakan keluhan kelima terbanyak di bidang
urologi yang dikeluhkan oleh laki-laki berusia 18-50 tahun dan 70% menjadi penyebab
keluhan nyeri akut pada skrotum. Sekitar 40% epididimitis terbanyak terjadi pada laki-laki
usia 20-39 tahun dan sekitar 29% terjadi pada laki-laki usia 40-59 tahun. Epididimitis jarang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah
torsio testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena
torsio testis menyebabkan strangulasi pada aliran darah testis sehingga dapat berakhir dengan
nekrosis dan atrofi testis. Angka kejadian torsio testis adalah 1 dari 160 orang remaja lakilaki dan 1 dari 4000 orang laki-laki berusia kurang dari 25 tahun. Dua pertiga kasus terjadi
pada rentang usia 12 18 tahun. Keadaan ini harus dibedakan dengan keluhan nyeri akut
pada skrotum lainnya karena keterlambatan diagnosis dan penanganan akan menyebabkan
hilangnya testis dan skrotum. Berdasarkan penelitian, torsio testis dapat diselamatkan 100%
bila ditangani kurang dari 6 jam sejak terjadinya nyeri, hanya 20% yang dapat diselamatkan
bila penanganan torsio dilakukan sesudah 12 jam, dan 0% testis yang dapat bertahan bila
ditangani sesudah 24 jam sejak timbulnya nyeri. Faktor lain yang dapat menimbulkan
keluhan nyeri akut pada skrotum adalah trauma. Jumlah trauma pada skrotum yang murni
berdiri sendiri yang terjadi di Amerika hanya sekitar 1%. Rentang usia berkisar antara 10-30
tahun. Testis kanan lebih sering terkena trauma dibandingkan dengan testis kiri karena
kemungkinan besar dapat terbentur saat mengenai os pubis. Hernia inguinalis inkarserata
sebagai salah satu diagnosa banding dari nyeri akut pada skrotum banyak dikeluhkan oleh
laki-laki. Hernia inguinalis yang sering mengalami inkarserta adalah hernia inguinalis
lateralis dan 75% lebih sering terjadi pada laki-laki.
Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga lebih mudah dalam
menegakkan diagnosis. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah suatu hal yang mudah
karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan
yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Perdarahan:
Arteria pudenda externa mengurus perdarahan bagian ventral scrotum, dan arteria
pudeda interna bagian dorsal. Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria
testicularis dan arteria cremasterica.
Vena scrotales mengiringi arteri arteri tersebut dan bergabung dengan vena
pudenda externa. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales
superficiales
2. Saraf scrotum ialah :
a. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (LI,L2) yang bercabang menjadi
cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.
b. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan scrotum ventral
c. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum dorsal
d. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan
scrotum kaudal.
3. Skrotum merupakan sebuah kantong yang mempunyai isi. Isi dari skrotum terdiri
dari:
A. Testis
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak
di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis
merupakan organ reproductive primer pada pria dan memproduksi spermatozoa
dan hormon, terutama testosteron. Setiap testis mempunyai panjang: 4-5 cm.
B.
Epididimis
Struktur berbentuk huruf C yang berada disisi posterior testis dan
membesar dari bagian caput,corpus dan cauda. Tunika vaginalis membungkus
epididimis kecuali pada bagian posterior. Vaskularisasi dan inervasi epididimis
sama dengan testis. Epididimis juga merupakan tuba terlilit yang panjangnya
mencapai 20 kaki atau 4m-6m. Bagian kranial yang melebar, yakni caput
epididymis terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk oleh gulungan sejumlah ductuli
efferentes. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididymis
untuk ditimbun. Corpus epididymis terdiri dari ductus epididymis yang berbelitbelit. Cauda epididymis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkat
spermatozoon dari epididymis ke ductus ejakulatorius untuk dicurahkan ke dalam
pasr prostatica urethrae.
A: Caput or head of the epididymis.
B: Corpus or body of the epididymis.
C: Cauda or tail of the epididymis.
D: Vas deferens.
E:Testicle
Spermatic Cord
Merupakan perpanjangan dari cincin inguinal yang ,menuju ke kanalis
inguinalisdan ke testis. Urutan lapisan spermatic cord dari luar ke dalam: fascia
spermatic eksterna(berasal dari fascia terdalam dari muskulus oblikus abdominalis
eksterna,fascia Cremasterika(dari muskulus oblikus interna),dan fascia spermatic
interna(dari fascia tranversalis). Struktur pambentuk spermatic cord terdiri
dari:duktus deferens,hubungan pembuluh darah dan persarafan(dinding posterior
dari cord),arteri testikularis,pleksus venosus pampiniformis. Akhirnya membentuk
vena testikularis,dan percabangan genital dari nervus genitofemoral.
Etiologi
Akut skrotum pada anak-anak dan remaja memiliki banyak penyebab yang
potensial. Diagnosis banding meliputi torsio, infeksi, trauma, tumor, dan
penyebab lain.
diderita oleh I diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun,
paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Disamping itu, tak jarang janin yang masih berada dalam uterus atau bayi
baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga
mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral maupun bilateral
Gambar 2.7 Torsio testis dan testis normal (Gunther dan Rubben, 2012)
Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat
menyebabkan terjadinya strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria
yang jaringan di sekitar testisnya tidak melekat dengan baik ke scrotum.
Berdasarkan penelitian, torsio testis dapat diselamatkan 100% bila
ditangani kurang dari 6 jam sejak terjadinya nyeri, hanya 20% yang dapat
diselamatkan bila penanganan torsio dilakukan sesudah 12 jam, dan 0%
testis yang dapat bertahan bila ditangani sesudah 24 jam sejak timbulnya
nyeri.
2. Etiologi
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas.
Pergerakan yang bebas tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai
berikut :
1. Mesorchium yang panjang.
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis.
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga
dapat menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan pergerakan berlebihan itu antara lain ; perubahan suhu yang
mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai
scrotum.
3. Patogenesis
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu
torsio intravagina dan ekstravagina. Torsio intravagina terjadi di dalam
tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada
spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari
epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis
posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari
scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan
deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada
cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada
usia remaja dan dewasa muda.
Torsio ekstravagina terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir
pada axis vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non
fiksasi
dari
gubernakulum
terhadap
dinding
scrotum,
sehingga
secara
berlebihan.
Terpeluntirnya
funikulus
spermatikus
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai
berikut :
1. Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau
tanpa faktor predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada
scrotum. Testis yang infark dapat menyebabkan perubahan pada
scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak. Pasien
sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman.
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga
ditemukan nyeri alih di daerah inguinal atau abdominal. Jika testis
yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis, maka gejala
yang yang timbul menyerupai hernia strangulata.
b. Pemeriksaan fisik
Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio
letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi
stetoskop
Doppler, ultrasonografi
Doppler, dan
berwarna
merupakan
pemeriksaan
noninvasif
yang
gonorrhoeae,
Treponema
pallidum,
Trichomonas
dan
lain
(seperti
brucellosis,
coccidioidomycosis,
Patofisiologi
terjadinya
epididimitis
masih
belum
jelas,
dimana
mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah
b. Pemeriksaan fisik
1. Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran
kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah
satu testis dan epididimis membengkak di permukaan dorsal testis
yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak
dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit
skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi
bengkak dan nyeri.
2. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
3. Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum
diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan
pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.
4. Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
5. Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu
adanya pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase
prostat.
6. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
7. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali
kongenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas
deferens ektopik, dll.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya suatu infeksi adalah:
1. Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat
dengan shift to the left (10.000-30.000/l)
2. Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab
infeksi
3. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Virus:
orchitis
gondong
(mumps)
paling
umum.
Infeksi
Granulomatous:
T.
pallidum,
Mycobacterium
tuberculosis,
Idiopatik
3. Patofisiologi
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM.
Radang pada testis dapat disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri.
Hal ini akan menimbulkan proses inflamasi pada testis yang meliputi
kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa.
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Kelelahan / mialgia
Mual
Sakit kepala
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
5. Tatalaksana
penicillin-binding
proteins.
Dewasa
bahkan
tanpa
adanya
patologi.
Selalu
melakukan
Gambar 5. Alur diagnosis dan tatalaksana akut skrotum (Gunther dan Rubben, 2012)