PENDAHULUAN
1. Perdarahan:
Arteria pudenda externa mengurus perdarahan bagian ventral scrotum, dan arteria
pudeda interna bagian dorsal. Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria
testicularis dan arteria cremasterica.
Vena scrotales mengiringi arteri arteri tersebut dan bergabung dengan vena
pudenda externa. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales
superficiales
2. Saraf scrotum ialah :
a. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (LI,L2) yang bercabang menjadi
cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.
b. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan scrotum ventral
c. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum dorsal
d. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan
scrotum kaudal.
3. Skrotum merupakan sebuah kantong yang mempunyai isi. Isi dari skrotum terdiri dari:
A. Testis
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di
dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis
merupakan organ reproductive primer pada pria dan memproduksi spermatozoa
dan hormon, terutama testosteron. Setiap testis mempunyai panjang: 4-5 cm.
C. Vas Deferens
Merupakan kelanjutan dari epididimis dengan panjang 30-45 cm dan
berfungsi untuk membawa sperma ke duktus ejakulatorius. Lilitan portio dari
duktus deferens menjadi lurus dengan diameter 2-3mm,kemudian berjalan ke
posterior dari testis dan ke arah medial epididimis sesudah itu ke duktus asendens
pada bagian posterior dari spermatic cord sampai pada daerah cincin inguinal
medial yang mana berperan dalam pembentukan spermatic cord.
Perjalanan duktus deferens sepanjang lateral dinding pelvik,medial,dan
distal ureter,sepanjang dinding posterior dari buli-buli sampai pada vesika
seminalis dan bagian dorsal dari prostat. Duktus deferens mempunyai arteri yang
biasanya berasal dari arteri vesikal superior. Dengan aliran vena ke pelvik pleksus
venosus. Aliran limfe pada duktus deferens menuju ke nodus iliaka eksternal dan
internal,dan inervasi utamanya adalah saraf simpatis dari pleksus pelvik.
D. Spermatic Cord
Merupakan perpanjangan dari cincin inguinal yang ,menuju ke kanalis
inguinalisdan ke testis. Urutan lapisan spermatic cord dari luar ke dalam: fascia
spermatic eksterna(berasal dari fascia terdalam dari muskulus oblikus abdominalis
eksterna,fascia Cremasterika(dari muskulus oblikus interna),dan fascia spermatic
interna(dari fascia tranversalis). Struktur pambentuk spermatic cord terdiri
dari:duktus deferens,hubungan pembuluh darah dan persarafan(dinding posterior
dari cord),arteri testikularis,pleksus venosus pampiniformis. Akhirnya membentuk
vena testikularis,dan percabangan genital dari nervus genitofemoral.
Timbulnya nyeri yang akut, pembengkakan, dan atau nyeri intrascrotal disebut akut
skrotum dan merupakan keluhan utama yang umum di urologi pediatrik. Tanda-tanda dan
gejala yang berhubungan dengan nyeri skrotum akut sangat bervariasi dengan tumpang
tindih diagnostik yang luas, sehingga selain gejala klinis diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pencitraan untuk dapat menegakkan diagnosis secara cepat
(Walsh,2012).
2.3.1 Etiologi
Akut skrotum pada anak-anak dan remaja memiliki banyak penyebab yang
potensial. Diagnosis banding meliputi torsio, infeksi, trauma, tumor, dan penyebab
lain.
Gambar 2.7 Torsio testis dan testis normal (Gunther dan Rubben, 2012)
1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis.
Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah
dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama
dengan selain isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya.
Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan
Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut
terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio
testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya
berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan
adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang
dapat keluar masuk ke dalam scrotum.
3. Hidrokel
4. Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam
testis
5. Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya
sumbatan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang
tidak diketahui sebabnya (idiopatik).
6. Tatalaksana
a. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus
dapat mengembalikan aliran darah.
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio
biasanya ke medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih
dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode “open book” (untuk testis kanan), Karena
gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat
menghilang pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik
untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat
menghindarkan dari prosedur pembedahan.
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit
gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini
sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya
terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari
RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah
hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan
memperburuk derajat torsio.
b. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik
lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih
viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan
oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung
lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk
tetap melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi
dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika
masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral.
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal
ini dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain
waktu.
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan
menggunakan benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar
testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami
nekrosis, dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul
orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap berada
di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.
7. Komplikasi
1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection
b. Epididimitis
1. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada
epididimis. Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi
epididimitis akut dan kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya
nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari sedangkan pada epididimitis
kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis telah berlangsung
sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya indurasi pada
skrotum
2. Etiologi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien,
sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi:
1. Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella)
menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa
dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma
urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and Mima polymorpha juga
dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat
jarang terjadi.
2. Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang
dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan
Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini.
3. Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada
epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria.
Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain
coxsackie virus A dan varicella
4. Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di
daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB
urogenitalis.
5. Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis,
blastomycosis, cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV)
dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya
terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.
6. Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.
7. Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering
menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.
8. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi Amiodarone adalah obat yang
digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari –
800 mg/ hari selama 1 – 3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan
400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200
mg/hari) akan menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian
akan menyerang epidididmis sehingga timbullah gejala epididimitis.
Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididimis dan kasus
ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat amiodarone.
9. Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum,
menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat,
pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala
yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara
penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada
pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa
nyeri jika disentuh.
10. Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi
preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang
dilakukan prostatektomi suprapubik.
11. Kateterisasi dan instrumentasi
Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan
instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar
hingga ke epididimis.
3. Patogenesis
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana
diperkirakan terjadinya epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang
mengandung bakteri, dari uretra pars prostatika menuju epididimis melalui
duktus ejakulatorius vesika seminalis, ampula dan vas deferens. Oleh karena
itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya anomali
kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya
epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun
instrumentasi seperti sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering
menimbulkan epididimitis bakterial
Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu
epididimis. Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak
jarang berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang
sekali epididimitis disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan
tinggi intra abdomen karena cedera perut
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga
berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari
sumber infeksi asli seperti duh uretra dan nyeri atau itching pada uretra
(akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan
rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut
Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang
meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi
pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank
(akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis)
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri
mulai timbul dari bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat
akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadangkala ke daerah
inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya
mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah
b. Pemeriksaan fisik
1. Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran
kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu
testis dan epididimis membengkak di permukaan dorsal testis yang
sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat
diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit
skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak
dan nyeri.
2. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
3. Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum
diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan
pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.
4. Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
5. Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu
adanya pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase
prostat.
6. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
7. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital
pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik,
dll.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya suatu infeksi adalah:
1. Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat
dengan shift to the left (10.000-30.000/µl)
2. Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab
infeksi
3. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
4. Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
5. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada
penderita
5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding epididimitis meliputi;
1. Orkitis
2. Hernia inguinalis inkarserata
3. Torsio testis
4. Seminoma testis
5. Trauma testis
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis
dan bedah, berupa :
1. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik
yang sering digunakan adalah :
a. Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti
resisten terhadap kuman gonorhoeae
b. Sefalosforin (Ceftriaxon)
c. Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan
digunakan pada pasien yang alergi penisilin
d. Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi
infeksi bakteri non gonokokal lainnya
Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti ;
a. Pengurangan aktivitas
b. Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama
dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada
skrotum.
c. Kompres es
d. Pemberian analgesik dan NSAID
e. Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra
2. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :
a. Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis
dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada
testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan
saat dilakukan orchiectomy.
b. Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang
disebabkan oleh kronik epididimitis pada 50% kasus.
c. Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut
supurativa.
7. Komplikasi
Komplikasi dari epididimitis adalah :
1. Abses dan pyocele pada skrotum
2. Infark pada testis
3. Epididimitis kronis dan orchalgia
4. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi
dari duktus epididimis
5. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
6. Fistula kutaneus
c. Orchitis
1. Definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap
infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong
, namun, virus lain dan bakteri dapat menyebabkan orchitis.
Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki . Dalam orchitis
gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari
10 tahun). Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan
dengan epididimitis (epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-
laki yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih
tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).
2. Etiologi
Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi
Coxsackievirus tipe A, varicella, dan echoviral jarang terjadi.
Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Staphylococcus, dan Streptococcus
Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium leprae, Actinomycetes
Trauma sekitar testis
Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .
Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak,
dan rubella (MMR) dapat ,enyebabkan orchitis
Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam
seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk
Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa , Staphylococcus,
Streptococcus
Idiopatik
3. Patofisiologi
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM. Radang
pada testis dapat disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri. Hal ini
akan menimbulkan proses inflamasi pada testis yang meliputi kalor, rubor,
dolor, tumor, dan function laesa.
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang
hebat.
Kelelahan / mialgia
Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
Demam dan menggigil
Mual
Sakit kepala
b. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran testis dan skrotum
Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
Pembengkakan KGB inguinal
Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
c. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis
orchitis.
USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio
testis.
5. Tatalaksana
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang
paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena
gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk
pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan kecurigaan bakteri,
dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk
menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone,
doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak
lagi direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah resisten. Contoh
antibiotik:
1. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-
negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-
positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu
atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa
IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi
125 mg / d
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan
gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari
PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
3. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain
rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi
gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi
klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan
orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg /
hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari
5. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci,
MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme,
namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis
DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa
tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan
Pemeriksaan pada Akut Skrotum
a. Anamnesis
Nyeri skrotum yang terjadi tiba-tiba dan berat seringkali diakibatkan oleh
torsioo testis sampai terbukti sebaliknya. Puntiran spermatic cord. Karakteristik
torsioo testis menyebabkan penurunan cepat suplai darah yang menyebabkan
nyeri iskemia. Berbeda dengan epididimitis yang seringkali nyeri progresif
lambat dan rasa terbakar(non-iskemik). Rasa nyeri pada torsioo testis
berkembang detik hingga menit, sedangkan nyeri pada epididimitis berkembang
dalam hitungan jam hingga hari (Davis et al, 2009).
Gejala sistemik pada akut skrotum pada torsio testis lebih sering muncul
seperti mual muntah, sedangkan etiologi lain pada peradangan jarang muncul
mual muntah, sekalipun ada,biasanya ringan, sering juga muncul malaise dan
demam. Pada pasien dengan nyeri skrotum akut seringkali disertai nyeri perut
bawah, ekstremitas bawah(pangkal paha, paha bagian dalam,inguinal) atau nyeri
panggul. Selalu tanyakan perubahan buang air kecil, termasuk frekuensi, warna,
volume, nyeri berkemih, hematuria. Masalah buang air kecil dapat menjadi
banyak penyebab dari skrotum akut, epididimitis seringkali muncul keluhan
seperti disuria dan urgensi (Davis et al, 2009).
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan alat bantu diagnostik rutin (seperti kerja darah dan urine)
sedikit tambahan untuk membedakan antara etiologi umum nyeri skrotum akut.
Sebaliknya, malah menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis, Jika temuan
riwayat dan pemeriksaan menunjukkan diagnosis torsio testis, konsultasi urologi
(atau bedah anak) dan rencana untuk eksplorasi bedah segera harus dimulai tanpa
penundaan. Seorang pasien usia yang tepat (neonatus, remaja) dengan temuan
klasik torsio testis tidak memerlukan tes diagnostik (Davis et al, 2009).