Lapsus Urologi
Lapsus Urologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS
April 2016
PIELONEFRITIC CHRONIC
OLEH :
ICHSANIAR AMALIA, S. Ked
PEMBIMBING :
dr. Abdul Malik Yusuf, Sp.U
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
sert salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
Pielonefritic Chronic sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Bedah.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai
pihak akhirnya laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam
kepada dr. Abdul Malik Yusuf, Sp. U selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama penyusunan tugas ini hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa
yang akan datang. Saya berharap sekiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme. Infeksi saluran kemih
dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis) dan infeksi saluran kemih
bawah (seperti sistitis atau uretritis).1,2
Pielonefritis
adalah
infeksi
saluran
kemih
atas
yang
telah
mencapai
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
RM
Agama
Status
Pekerjaan
Tgl MRS
Tgl KRS
: Tn. SSD
: 45 tahun
: Laki-laki
: 57 73 31
: Kristen
: Menikah
: Petani
: 06 Maret 2016
14 Maret 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
dengan keluhan nyeri pada pinggang yang dirasakan sejak 4 tahun lalu. Nyeri
dirasakan seperti pada bagian pinggang sebelah kiri, dan terasa lebih nyeri ketika
pasien bernafas. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul (+) dan mulai memberat
sejak 2 bulan lalu.. Pasien mengeluh badan terasa lemas (+), nyeri kepala (+) selera
makan kurang (+), sering demam (+), pusing (-), mual (+) kadang-kadang, muntah
(-), disuri (-), hematuria (-), ketika buang air kecil urin terlihat keruh.
Riwayat penyakit terdahulu : Awal mula penyakit pada tahun 2012 dengan keluhan
nyeri pinggang sebelah kiri dan hilang timbul. Pasien beberapa kali memeriksakan
diri ke Puskesmas di Flores, bulan Februari 2016 keluhan makin memberat,
pinggang semakin terasa nyeri ketika pasien bernafas, badan mudah lelah, pasien
pun di rujuk ke Rumah Sakit di Flores dan dari Flores pasien di rujuk ke RS.
Pelamonia.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti
penderita. Tidak ada riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun
penyakit keganasan dikeluarga.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status presents : Dibuat tanggal 16/03/2016
Status generalis : Sakit berat/gizi baik/sadar
(BB : 70 kg TB : 171 cm IMT : 23,93 kg/m2)
Status vitalis :
TD
: 110/70 mmHg
N
: 78 x/menit
P
: 16 x/menit, spontan,tipe torakoabdominal, bunyi vesikuler
S
: 36,9C per axilla
Kepala :
Rambut
: Hitam, lurus, sukar dicabut
Wajah
: Tidak tampak moon face, tidak tampak luka maupun hematom
Mata
: Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik
Pupil
: Isokor 2,5mm/2,5mm
Gerakan bola mata : Kesegala arah
Hidung
: Tidak didapatkan epistaksis, tidak ada deformitas
Bibir
: Tidak tampak sianosis
Leher :
Regio colli anterior :
Inspeksi
: Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Regio colli posterior :
Inspeksi
: Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Toraks :
Paru
Inspeksi
Palpasi
fremitus
Perkusi
Auskultasi
tambahan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
jantung
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
warna
Palpasi
tekan
tidak ada
Perkusi
:Timpani
Auskultasi
: Peristaltik ada,kesan normal
.
Ekstremitas :
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak jejas,
Palpasi
ROM
NVD
Sensibilitas
ROM
NVD
Sensibilitas
Status Urologi :
Regio costovertebra Dextra:
Inspeksi
: Tidak tampak gibbus, tampak skoliosis, edema dan
Palpasi
Perkusi
ballottement
: Nyeri ketok tidak ada
Perkusi
ballottement
: Ada nyeri ketok costovertebra kiri
Regio Suprapubik:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Genetalia Eksterna
Penis:
Inspeksi
: Tampak belum disirkumsisi,warna kulit lebih gelap dari sekitarnya,
OUE berada di ujung glans penis, udem tidak ada, hematom tidak
ada.
Palpasi
Scrotum:
Inspeksi
Palpasi
: Teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan normal. Nyeri
tekan tidak ada
Perineum:
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan Laboratorium:
Dilakukan pemeriksaan darah dan pemeriksaan fungsi ginjal 06/03/2016
Pemeriksaan
RBC
Hasil
4,77 x 106/mm3
Rujukan
4,50 5,50 x 106/mm3
WBC
HB
HCT
6,4 x 103/mm3
15,8 g/dl
45,8%
PLT
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
185 x 103/mm3
102 mg/dl
31 U/L
55 U/L
13 mg/dl
0,85 mg/dl
Tanggal
Subjecti
f
Nyeri
pinggang
sebelah kiri
Objectif
Analisis
Perencanaan
TD : 100/70mmHg
N : 76 x/menit
RR : 16/menit
S : 36, 9
Batu
ureter
07-04-2016
Nyeri
pinggang
sebelah kiri
TD : 120/70mmHg
N : 72 x/mnenit
RR : 16x/menit
S: 36,7
Batu
ureter 1/3
proximal
sinistra
08-04-2016
Nyeri
pinggang
sebelah kiri
TD : 120/80 mmHg
N : 72x/menit
RR : 16x/menit
S : 36,8
Foto BNO : tampak
batu open setinggi L. IV
Batu
ureter 1/3
proximal
+ PNC
06-04-2016
Ren sinistra
PNC
Renc. URS sinistra
CT-scan:
- PNC Sinistra
- Batu ureter 1/3
proximal
O : TD; 120/80 mmHg
N : 72x/menit
S; 36,8
P : 16 x/menit
09-04-2016
Nyeri
pinggang
sebelah kiri
10-04-2016
Nyeri
pinggang
sebelah kiri
11-04-2016
Nyeri post
op (+)
12-04-2016
Nyeri post
op (+)
berkurang,
demam (+)
TD : 120/70 mmHg
N : 72x/menit
S : 37,4
P : 20x/menit
13-04-2016
Nyeri post
op (-),
demam (+)
TD : 110/70mmHg
N : 72 x/menit
S : 37, 6
P: 20x/menit
Hari 0 URS
Nyeri post op (+)
TD; 110/80
N : 76x/menit
S : 36,9
P : 16x/menit
TD : 100/70mmHg
N : 72x/menit
S : 37,3
P : 20/menit
Batu
ureter 1/3
proximal
sinistra +
PNC
sinistra
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke - I
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke II
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Rencana URS
Puasa jam 02.00
Co. anastesi
Lapor OK
Inj. Ceftriaxone 1 gr /
12jam/iv
Diet bebas
Inj. RL : D5% = 2 :3
Ceftriaxone
1gr/12jam/iv
Novalgin 1 Amp/8jam
Furosemid 1 x 1 tab
Diet bebas
Inj. RL : D5% = 2 :3
Ceftriaxone
1gr/12jam/iv
Novalgin 1 Amp/8jam
Furosemid 1 x 1 tab
Mobilisisasi jam 13.00
WITA
Renc. Aff infus sore
Ganti oral 13-04-2016
- Ciprofloxacin
- PCT 3x1
- Furosemid 1-00
14-04-2016
Nyeri post
op (+)
Demam (-)
TD : 110/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36, 9
P : 20x/menit
Hari ke III
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke IV
Aff cateter
Terapi lanjut
Jika
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal,
sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran
kemih bagian bawah.4
perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Diluar fasia gerota terdapat jaringan
lemak retroperitoneal yang disebut sebagai lemak pararenal.4
dalam
parenkim
ginjal
terdapat
nefron yang
merupakan unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus
proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah
yang
.
B.
DEFINISI
kronik
merupakan
penyakit
infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal
yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan
jaringan parut) pada korteks, perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal.
tersering
penyebab
pielonefritis
kronik
adalah
akibat
pielonefritis akut berulang, obstruktif kronik dan refluks kronik. Obstruksi kronik.
Biasanya urine kandung kemih steril, karena sifat antimikroba mukosa kandung
kemih dan karena efek pembilasan yang ditimbulkan oleh proses berkemih secara
periodik. Pada obstruksi aliran keluar atau disfungsi kandung kemih, mekanisme
pertahanan alami kandung kemih terganggu sehingga ISK mudah terjadi. Obstruksi
setinggi kandung kemih menyebabkan pengosongan yang inkomplit
dan
peningkatan volume urine sisa sehingga terjadi stasis urine. Stasis urine
menyebabkan bakteri yang masuk ke dalam kandung kemih dapat berkembang
biak tanpa gangguan, tanpa mengalami pembilasan atau dihancurkan oleh dinding
kandung kemih. Dari urine kandung kemih yang tercermar, bakteri naik di
sepanjang ureter untuk menginfeksi pelvis dan parenkim ginjal. Dari duktus
koligentes, bakteri memperoleh akses ke jaringan interstitial dan tubulus lainnya di
ginjal. Oleh karena itu, pielonefritis sering terjadi pada pasien dengan obstruksi
saluran kemih, seperti akibat hipertrofi prostat jinak dan prolaps uterus.
Tumor vesika urinaria, striktur, hiperplasia prostat jinak (BPH), dan batu
traktus uriaria merupakan faktor yang berpotensial menyebabkan obstruksi
yang akhirnya menyebabkan infeksi.6
Refluks kronik. Bakteri pada vesika urinaria umumnya tidak memiliki akses ke
ginjal. Insersi normal ureter ke dalam kandung kemih merupakan suatu katup
kompeten satu-arah dengan sudut insersi yang tajam yang mencegah aliran
urine retrograd, terutama saat berkemih dimana tekanan intravesika meningkat.
Pada beberapa individu, insersi ureter dengan vesika urinaria memiliki sudut yang
lebih tegak lurus, sehingga pada saat miksi dimana tekanan intravesika meningkat,
urine terdorong ke ginjal melalui orifisium ureter yang tidak tertutup (refluks
vesikoureter (vesicoureteral reflux), VUR).6
Vesicoureteral reflux terdapat pada 35% sampai 45% anak dengan ISK.
Vesicoureteral reflux biasanya merupakan cacat kongenital yang menyebabkan
inkompetensi katup ureterovesika. Vesicoureteral reflux juga dapat merupakan
kelainan didapat pada pasien dengan kandung kemih yang kendur akibat
cedera medula spinalis. Efek VUR serupa dengan efek suatu obstruksi yaitu bahwa
setelah berkemih
akan
terdapat
sisa
urine
dalam
saluran
kemih
yang
Papilla rena normal (simple papilla) berbentuk cembung (kiri) dan papilla renal
akibat obstruksi (compound papilla) berbentuk cekung (kanan) yang memudahkan
terjadinya refluks intrarenal.
D. PATOGENESIS
Setelah terjadi inokulasi di parenkim ginjal, akan terjadi respon hebat
yang memicu terjadinya kerusakan jaringan akibat iskemia fokal dan efek
langsung akibat toksin yang dilepaskan. Respon inflamasi akan merangsang
migrasi
merusak epitel tubulus. Sel tubular yang mati akan menyebabkan proses inflamasi
ke dalam jaringan interstitial yang akan memperburuk kerusakan yang sedang
terjadi. Hasil ini pada akhirnya dapat menyababkan cedera parenkim yang bersifat
permanen atau pembentukan jaringan parut disertai atrofi tubulus dan fibrosis
interstitial.*
E. PATOLOGI
Pielonefritis kronik dapat melibatkan satu atau dua ginjal. Apabila terjadi
secara bilateral, kedua ginjal tidak sama parahnya terkena sehingga tidak
mengalami kontraksi yang setara. Ukuran ginjal yang mengalami pielonefritis
biasanya mengecil, permukaan ginjal tak beraturan akibat jaringan parut yang
terbentuk. Jaringan parut tampak seperti depresi berbentuk huruf U. Terdapat
dilatasi
pelvis
dan
kaliks
yang tumpul.9
Gambar 6.
Gross
anatomi
Pada pieloneftiris kronik akibat obstruksi kronik, semua kaliks dan pelvis
renalis mengalami dilatasi, dan parenkim mengalami penipisan yang seragam
akibat pembentukan jaringan parut. Sementara pada pielonefritis akibat VUR,
dilatasi lebih sering terjadi pada kaliks renalis bagian kutub atas maupun bawah
ginjal disertai dengan pembentukan jaringan parut pada parenkim yang berada di
atas kaliks tersebut.9
Pielonefritis kronik; (Kiri) Pielonefritis akibat refluks kronik menyebabkan pembentukan jaringan
parut pada kutub ginjal; (Kanan) Pielonefritis akibat obstruksi kronik menyebabkan aliran balik
dengan tekanan tinggi dan infeksi pada semua papila menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
penipisan korteks secara difus
Histopatologi ginjal dengan pielonefritis kronik; Terdapat atrofi tubulus, dilatasi tubulus dengan cast
colloid di dalamnya, tubulus dikelilingi oleh jaringan fibrosa dan reaksi inflamasi kronik, dinding
pembuluh darah mengalami penebalan dan terdapat fibrosis periglomerular
akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya (gagal ginjal).
Jika pielonefritis kronik pada pasien dianggap sebagai hasil dari episode
pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri
panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia, poliuria.
Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat dijadikan tolak
ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat memiliki urine yang
steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada di luar traktus
urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik memiliki
gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis akut seperti
demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang.10,11
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium. Pada pemerisaan laboratorium mungkin ditemukan gejaa
gagal ginjal kronik dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin.
Dapat juga dijumpai hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis.12
Urinalisis. Jika dicurigai adanya infeksi pada ginjal, perlu dilakukan kultur
sampel urin tengah (midstream) untuk menentukan jumlah dan spesies bakteri pada
urin. Lakukan uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Sampel urin juga
diperiksa apakah terdapat sel darah merah atau pus (hematuria atau piuria). Dapat
juga ditemukan adanya protein dalam urin (proteinuria, albuminuria).12.
Intravena Pielografi. Gambaran pielografi berupa bentuk ginjal yang
asimetri dan irregular, kaliks ginjal yang berdilatasi dengan tepi yang tumpul dan
jaringan parut pada korteks ginjal yang terletak di atas papila. Biasanya lesi ini
unilateral, namun dapat juga ditemukan lesi bilateral. Ketebalan parenkim
berkurang, terdapat hipertrofi fokal pada daerah yang tidak mengalami fibrosis
sebagai akibat kompensasi.11
Ultrasonografi. Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi
dengan korteks yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat
unilateral, maka hipertrofi kompensatorik dapat dilihat pada ginjal kontralateral.11
Intravena pielografi; Ginjal kanan yang kecil disertai penumpulan kaliks pada
pielonefritis kronik.
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pieloneritis kronik dilakukan dengan mengatasi infeksi yang
sedang terjadi dan mengoreksi faktor yang mendasari penyakit. Penatalaksanaan infeksi
yang sedang terjadi harus berdasarkan uji kerentanan antimikroba dan memilih obat yang
dapatmencapai konsentrasi \ bakterisidal di dalam urine dan tidak bersifat nefrotoksik.
Durasi terapi antimikrobial diperpanjang hingga jangka waktu maksimal. Terapi antibiotik
jangka panjang sebagai profilaksis dapat membatasi rekurensi penyakit dan fibrosis ginjal11
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah TMP-SMX (Bactrim), doxycycline
(Vibramycin) dan kuinolon. TMP-SMX diberikan 2 kali sehari selama 4 6 minggu.
Doksisiklin 2 x 200 mg selama 3 hari, kemudian 2 x 100 mg selama 4 6 minggu.
Golongan kuinolon yang dapat digunakan adalah ciprofloxacin XR (per oral/ PO) 1 x 1000
mg, atau ciprofloxacin 2 x 400 mg intravena (IV), atau levofloxacin 2 x 500 mg IV.
Kuinolon PO atau IV + PO diberikan selama 2 4 minggu. Pada pemberian intravena,
apabila pasien sudah bisa menerima terapi secara oral, maka terapi intravena harus segera
diganti dengan terapi oral (biasanya<72 jam). Kultur urin sebagai evaluasi perlu dilakukan
1 minggu setelah pengobatan selesai 12,13
Jika memungkinkan, kelainan struktural perlu di koreksi. Operasi mungkin
dibutuhkan untuk menghilangkan obstruksi atau memperbaiki striktur. Berbagai prosedur
operasi dapat dilakukan tergantung pada kelainan yang mendasari. Pada refluks
vesikoureter dapat dilakukan operasi reimplantasi ureter.11
Seperti bentuk cedera lain pada ginjal, sekali terjadi atrofi tubulus dan fibrosis
interstitial berkembang, hanya sedikit yang dapat dilakukan agar perjalan penyakit tidak
berkembang menjadi insufisiensi ginjal kronik dan penyakit gagal ginjal kronik. Apabila
terdapat hipertensi dapat diberikan antihipertensi. Jika terdapat gagal ginjal kronik, maka
terapi diberikan sesuai dengan terapi gagal ginjal kronik.6,12
K. Komplikasi
Komplikasi
dari
pielonefritis
kronik
adalah
kerusakan
ginjal
progresif
menyebabkan gagal ginjal kronik (akibat hilangnya nefron secara progresif sekunder
terhadap inflamasi dan fibrosis), infeksi rekuren akibat resistensi bakteri, dan hipertensi.14
BAB IV
PEMBAHASAN
menyebabkan
obstruksi
pemeriksaan BNO pada pasien ini dikatakan kesan batu ureter 1/3 proximal sinistra,
adanya obstruksi pada ureter sebagian atau total oleh batu merupakan factor resiko
terjadinya pielonefritis. Adanya batu pada ureter dapat sebabkan lambannya aliran urin ke
vesika urinaria sehingga bakteri akan menumpuk dan berkembang biak.
Pada CT-scan tanpa kontras selain kesan batu ureter proximal sinistra didapat pula
kesan Pielonefrtis sinistra. Uuran ginjal yang mengalami pielonefritis biasanya mengecil,
permukaan ginjal tak beraturan akibat jaringan parut yang terbentuk.9
Terapi pada pasien ini adalah dilakukan tindakan URS dan ESWL untuk
memecahkan batunya, sedangkan untuk PNC diberi Ciprofloxacin 2 x 1 dan Asam
mafenamat 2 x 1 sebagai penghilang nyeri.
Pasien dirawat di RS Pelamonia selama 1 minggu setelah dilakukan URS dan
ESWL, pasien di lakukan pemasangan kateter 2 cabang 18 F. Pada hari ke-8 perawatan
pasien keadaan pasien membaik, kateter di aff dan diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin EJ. Infeksi saluran kemih. In buku saku patofisiologi edisi 3.
Jakarta: penerbit buku kedokteran.
2. Gardjito W. Puruhito, Iwan A et all. Saluran Kemih dan Alat Kelamin
lelaki.In :Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit ECG;2005"\
3. Fuller, K., Catherine C. G., 2009, Pathology: Implication For The Physical
Therapist, United Stated of America : Saunders Elsevier
4. Purnomo, B.B., 2009, Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua, Jakarta: CV Sagung
Seto
5. Tortora, G. J. Dan Bryan D., 2009, Principles of Anatomy and Physiology, USA:
John Wiley Ana Sons Inc
6. Abraham, N. A., Donna JL, 2013, Practical Renal Pathology : A Diagnostic
Approach, United States of America : Saunders Elsevier.
7. Rubin, 2009, Rubins Pathology, 5th Edition, United Stated of America: Lippincott
Williams and Wilkins
8. Smith, 2007, Pyelonephritis, Renal Scarring, and Reflux Nephropathy: A Pediatric
Urologists Prespective, Atlanta: Springer.
9. Kumar,V., Ramzi S. C., Stanley L. B., 2007, Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7,
Jakarta: EGC
10. Kathryn, L., 2009, Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Children
and Adult, United Stated of America: Elsevier.
11. Gillenwaters et al., 2002, Adult and Pediatric Urology, Volume 1, Edisi ke IV,
Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.
12. Dillon, M. J., and C. D. Goonasekera. 1998. "Reflux Nephropathy." Clinical
Journal of the American Society and Nephrology 9 : 2377-2383; tersedia di
https://www.mdguidelines.com/pyelonephritis-chronic
13. Kellerman, Rakel dan Rope, 2011, Conns Current Therapy 2011, United States of
America: Saunders Elsevier.
14. Suzanne, et al., 2010, Brunnerand Suddarths Textbooks of Medical Nursing, USA:
Lippincott Williams and Wilkins.