Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
April 2016

PIELONEFRITIC CHRONIC

OLEH :
ICHSANIAR AMALIA, S. Ked

PEMBIMBING :
dr. Abdul Malik Yusuf, Sp.U
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama

: Ichsaniar Amalia, S. Ked

Judul Referat : Pielonefritic Chronic


Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, April 2016

Pembimbing

( dr. Abdul Malik Yusuf, Sp.U )

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
sert salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
Pielonefritic Chronic sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Bedah.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai
pihak akhirnya laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam
kepada dr. Abdul Malik Yusuf, Sp. U selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama penyusunan tugas ini hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa
yang akan datang. Saya berharap sekiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Amin.

Makassar, Maret 2016


Hormat Kami

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme. Infeksi saluran kemih
dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis) dan infeksi saluran kemih
bawah (seperti sistitis atau uretritis).1,2
Pielonefritis

adalah

infeksi

saluran

kemih

atas

yang

telah

mencapai

pyelum(panggul) dari ginjal (nephros). Pielonefritis umumnya disebabkan oleh Escherichia


coli(bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar). Bakteri ini
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50%
infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.2
Menurut penelitian di Swedia, insidens pielonefritis meningkat pada usia 1-2 tahun,
kemudian menurun sesuai dengan pertumbuhan usia. Pada usia dewasa kasus ini telah
sering timbul pada wanita dewasa muda (usia subur), salah satu kemungkinan adalah
karena proses dari kehamilan (obstetrihistory). 20-30% wanita hamil dengan bakteriuri
asimptomatik selanjutnya akan berkembang menjadi pielonefritis. Lebih dari 250.000
kasus terjadi di AS setiap tahun, dan 200.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah
sakit (data 1997). Menurut literatur lain disebutkan bahwa angka kejadian pielonefritis
yaitu 280 kasus per 100.000 perempuan dengan rentang umur 18 sampai 49 tahun. Sebanyak 7%
pasien memerlukan perawatan dirumah sakit.2
Pyelonefrtitis ada yang akut dan ada yang kronis. Pielonefritis akut biasanya akan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak
sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.1

Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang


disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan
struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks dan
perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal.3
Berikut ini dilaporkan satu kasus Pielonefritis Kronik pada pasien laki-laki yang di
rawat di RS TK II Pelamonia Makassar.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
RM
Agama
Status
Pekerjaan
Tgl MRS
Tgl KRS

: Tn. SSD
: 45 tahun
: Laki-laki
: 57 73 31
: Kristen
: Menikah
: Petani
: 06 Maret 2016
14 Maret 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Nyeri pada pinggang sebelah kiri yang dirasakan


sejak 4 tahun lalu.

Riwayat penyakit sekarang

: Pasien laki-laki umur 45 tahun masuk rumah sakit

dengan keluhan nyeri pada pinggang yang dirasakan sejak 4 tahun lalu. Nyeri
dirasakan seperti pada bagian pinggang sebelah kiri, dan terasa lebih nyeri ketika
pasien bernafas. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul (+) dan mulai memberat
sejak 2 bulan lalu.. Pasien mengeluh badan terasa lemas (+), nyeri kepala (+) selera
makan kurang (+), sering demam (+), pusing (-), mual (+) kadang-kadang, muntah
(-), disuri (-), hematuria (-), ketika buang air kecil urin terlihat keruh.
Riwayat penyakit terdahulu : Awal mula penyakit pada tahun 2012 dengan keluhan
nyeri pinggang sebelah kiri dan hilang timbul. Pasien beberapa kali memeriksakan
diri ke Puskesmas di Flores, bulan Februari 2016 keluhan makin memberat,
pinggang semakin terasa nyeri ketika pasien bernafas, badan mudah lelah, pasien
pun di rujuk ke Rumah Sakit di Flores dan dari Flores pasien di rujuk ke RS.
Pelamonia.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti
penderita. Tidak ada riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun
penyakit keganasan dikeluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status presents : Dibuat tanggal 16/03/2016
Status generalis : Sakit berat/gizi baik/sadar
(BB : 70 kg TB : 171 cm IMT : 23,93 kg/m2)
Status vitalis :
TD
: 110/70 mmHg
N
: 78 x/menit
P
: 16 x/menit, spontan,tipe torakoabdominal, bunyi vesikuler
S
: 36,9C per axilla
Kepala :
Rambut
: Hitam, lurus, sukar dicabut
Wajah
: Tidak tampak moon face, tidak tampak luka maupun hematom
Mata
: Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik
Pupil
: Isokor 2,5mm/2,5mm
Gerakan bola mata : Kesegala arah
Hidung
: Tidak didapatkan epistaksis, tidak ada deformitas
Bibir
: Tidak tampak sianosis

Leher :
Regio colli anterior :
Inspeksi
: Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Regio colli posterior :
Inspeksi
: Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Toraks :
Paru
Inspeksi

: Dinding toraks simetris kanan kiri, pernapasan tipe torakoabdominal

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, vokal

fremitus
Perkusi
Auskultasi

simetris kiri dan kanan kesan normal


: Sonor kanan kiri sama, batas paru hepar ICS VI kanan
: Bunyi pernafasan bronkovesikuler, tidak ada bunyi

tambahan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Iktus cordis tidak tampak


: Iktus cordis teraba
: Pekak, batas kanan jantung pada linea parasternalis dekstra,
batas kiri jantung linea midklavikularis sinistra,batas

jantung
Auskultasi

atas ICS II, batas bawah ICS V


: Bunyi jantung I/II, murni, regular, murmur tidak ada

Abdomen :
Inspeksi

: Datar, ikut gerak nafas, tidak tampak massa tumor pada


regio suprapubis, hematom tidak ada, jejas tidak ada,

warna
Palpasi

kulit sama dengan sekitar


: Hepar dan lien tidak teraba. Tidak teraba benjolan nyeri

tekan
tidak ada
Perkusi
:Timpani
Auskultasi
: Peristaltik ada,kesan normal
.
Ekstremitas :
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak jejas,
Palpasi
ROM
NVD
Sensibilitas

edema tidak ada, hematom tidak ada


: Nyeri tekan tidak ada, tidak ada krepitasi
: dalam batas normal
: Arteri radialis kiri dan kanan; teraba
: Dalam batas normal

Ekstremitas inferior kanan dan kiri :


Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak jejas,
Palpasi

edema tidak ada, hematom tidak ada


: Nyeri tekan tidak ada, tidak ada krepitasi

ROM
NVD
Sensibilitas

: Dalam batas normal


: Arteri tibialis kiri dan kanan; teraba
: Dalam batas normal

Status Urologi :
Regio costovertebra Dextra:
Inspeksi
: Tidak tampak gibbus, tampak skoliosis, edema dan
Palpasi

hematom tidak ada


: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba

Perkusi

ballottement
: Nyeri ketok tidak ada

Regio Costovertebra Sinistra:


Inspeksi
: Tampak alignment tulang baik, gibbus tidak ada, skoliosis
Palpasi

tidak ada, edema dan hematom tidak ada


: Ada nyeri tekan, massa tumor tidak ada, tidak teraba

Perkusi

ballottement
: Ada nyeri ketok costovertebra kiri

Regio Suprapubik:
Inspeksi

: warna kulit sama dengan sekitarnya, edema tidal ada,

Palpasi
Perkusi

hematoma tidak ada.


: nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba
: nyeri ketok tidak ada

Genetalia Eksterna
Penis:
Inspeksi
: Tampak belum disirkumsisi,warna kulit lebih gelap dari sekitarnya,
OUE berada di ujung glans penis, udem tidak ada, hematom tidak
ada.
Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada

Scrotum:
Inspeksi

: Tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna kulit


sekitarnya,udem tidak ada,hematom tidak ada

Palpasi

: Teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan normal. Nyeri
tekan tidak ada

Perineum:
Inspeksi

: Warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, massa tumor tidak

Palpasi

tampak,edema dan hematoma tidak ada


:Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba

Diagnosa sementara : berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis, maka


diagnosa yang paling mendekati adalah Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis
Kronik)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK


Foto thorax PA (07 Maret 2016)

Kesan : Foto thorax dalam batas normal

Foto BNO (07 Maret 2016)


Kesan : Ureterolith 1/3 tengah sinistra
Lumbalisasi

CT scan abdomen tanpa kontras:

Kesan : PNC Sinistra


Batu ureter 1/3 proximal sinistra

Pemeriksaan Laboratorium:
Dilakukan pemeriksaan darah dan pemeriksaan fungsi ginjal 06/03/2016
Pemeriksaan
RBC

Hasil
4,77 x 106/mm3

Rujukan
4,50 5,50 x 106/mm3

WBC
HB
HCT

6,4 x 103/mm3
15,8 g/dl
45,8%

5,0 10,0 x 103/mm3


14,0 17,4 g/dl
42,0 52,0 %

PLT
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin

185 x 103/mm3
102 mg/dl
31 U/L
55 U/L
13 mg/dl
0,85 mg/dl

140 400 x 103/mm3


70 140 mg/dl
L: <37 P: <31 u/l
L: <42 P: <32 u/l
10 50 mg/dl
L : 0,7 1,3 P : 0,6 1,1 mg/dl

Berdasarkan hasil anamnesis, laboratorium, dan radiologi maka pasien ini


didiagnosis batu ureter 1/3 proximal sinistra, PNC sinistra
Tindakan Pembedahan (10- 03 2016)
Dilakukan URS kiri UK stent Kiri ESWL kiri
Laporan operasi :
-

Posisi Litotomi (SAB anastesi)


Uretroscopy-cystoscopy dengan sheat URS 7,5F
Cystrocopy: buli kapasitas 200 cc
Muara ureter kanan kiri kesan normal
URS 7,5F dengan guiding UK, UK masuk agak lancar
Dilatasi muara ureter dengan sheat masuk cm striktur UVJ 4F
URS 6F dengan guiding UK dilatasi UVJ, URS sampai 1/3 proximal pada L4-5
Tahanan berat pada UVJ sondase UK kesan sampai ginjal
Flashing ginjal kesan lancar masuk ginjal
Pasang UK dan dipertahankan
Pasang kateter 18F 2 cabang lanjut ESWL
Posisi terlentang masih dalam pengaruh SAB
Identifikasi ginjal kiri dengan X-ray dan USG
Ditemukan batu ginjal kiri pole atas 1 buah diameter 7mm
ESWL dengan power 14, rate 1x perdetik
Jumlah tembakan 1000x
Kesan disintegrasi batu baik
Nyeri dapat ditolerir
Operasi selesai
Instruksi pasca bedah:
o Diet rendah purin
o Infus RL : D5 = 2 : 3
o Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr, novalgin 3x1 Amp, furosemide 1x1

Perawatan Pasca Bedah

Pasien dirawat di RS Pelamonia selama 1 minggu setelah dilakukan URS dan


ESWL, pasien di lakukan pemasangan kateter 2 cabang 18 F. Pada hari ke-8 perawatan
pasien keadaan pasien membaik, kateter di aff dan diperbolehkan pulang.

Tanggal

Subjecti
f
Nyeri
pinggang
sebelah kiri

Objectif

Analisis

Perencanaan

TD : 100/70mmHg
N : 76 x/menit
RR : 16/menit
S : 36, 9

Batu
ureter

07-04-2016

Nyeri
pinggang
sebelah kiri

TD : 120/70mmHg
N : 72 x/mnenit
RR : 16x/menit
S: 36,7

Batu
ureter 1/3
proximal
sinistra

Renc. Lab : DR,


CT/BT, UR/CR, GDS,
As. Urat, Bilirubin
total, GDS, EKG, Foto
thorax, Evaluasi tensi
Renc. Open,
Renc. BNO
Tunggu hasil thorax

08-04-2016

Nyeri
pinggang
sebelah kiri

TD : 120/80 mmHg
N : 72x/menit
RR : 16x/menit
S : 36,8
Foto BNO : tampak
batu open setinggi L. IV

Batu
ureter 1/3
proximal
+ PNC

06-04-2016

USG di poli, hasil:


- Ren Dextra
normal

Renc. USG di poli


Renc. CT scan

Ren sinistra
PNC
Renc. URS sinistra

CT-scan:
- PNC Sinistra
- Batu ureter 1/3
proximal
O : TD; 120/80 mmHg
N : 72x/menit
S; 36,8
P : 16 x/menit

09-04-2016

Nyeri
pinggang
sebelah kiri

10-04-2016

Nyeri
pinggang
sebelah kiri

11-04-2016

Nyeri post
op (+)

12-04-2016

Nyeri post
op (+)
berkurang,
demam (+)

TD : 120/70 mmHg
N : 72x/menit
S : 37,4
P : 20x/menit

13-04-2016

Nyeri post
op (-),
demam (+)

TD : 110/70mmHg
N : 72 x/menit
S : 37, 6
P: 20x/menit

Hari 0 URS
Nyeri post op (+)
TD; 110/80
N : 76x/menit
S : 36,9
P : 16x/menit
TD : 100/70mmHg
N : 72x/menit
S : 37,3
P : 20/menit

Batu
ureter 1/3
proximal
sinistra +
PNC
sinistra
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke - I
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke II
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra

Rencana URS
Puasa jam 02.00
Co. anastesi
Lapor OK
Inj. Ceftriaxone 1 gr /
12jam/iv
Diet bebas
Inj. RL : D5% = 2 :3
Ceftriaxone
1gr/12jam/iv
Novalgin 1 Amp/8jam
Furosemid 1 x 1 tab
Diet bebas
Inj. RL : D5% = 2 :3
Ceftriaxone
1gr/12jam/iv
Novalgin 1 Amp/8jam
Furosemid 1 x 1 tab
Mobilisisasi jam 13.00
WITA
Renc. Aff infus sore
Ganti oral 13-04-2016
- Ciprofloxacin
- PCT 3x1
- Furosemid 1-00

Besok aff cateter


- Ciprofloxacin
2x1
- PCT 3x1
- Furosemid 1-00

14-04-2016

Nyeri post
op (+)
Demam (-)

TD : 110/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36, 9
P : 20x/menit

Hari ke III
Post URS
sinistra
UK stent
sinistra
ESWL
sinistra
Hari ke IV

Aff cateter
Terapi lanjut
Jika

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan
uretra. Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal
berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya
berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh
memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus
diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi
tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi
elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa, dan

regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal,
sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran
kemih bagian bawah.4

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga


retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat
struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter
menuju dan meninggalkan ginjal. Ginjal terletak di antara vertebra thoracica
terakhir hingga vertebra lumbal ke-3, dan dilindungi oleh tulang iga ke-11 dan
ke-12. Ginjal sebelah kanan lebih rendah dibandingkan ginjal sebelah kiri.4
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsula fibrosa.
Di bagian luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial
ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama dengan ginjal dan jaringan lemak

perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Diluar fasia gerota terdapat jaringan
lemak retroperitoneal yang disebut sebagai lemak pararenal.4

Gambar 2. Rongga pararenal dan perirenal yang membatasi ginjal.

Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan


medulla ginjal. Medula renalis terdiri atas piramid yang dasarnya menghadap ke
korteks dan bagian apeks (papilla renalis) menghadap ke kaliks ginjal. Sementara
korteks ginjal membentang dari kapsula ginjal menuju ke basis piramid dan
masuk di antara piramid di medula ginjal (renal column). Korteks ginjal dan
medula ginjal disebut sebagai parenkim ginjal.5
Di

dalam

parenkim

ginjal

terdapat

nefron yang

merupakan unit

fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus
proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah

yang

membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli


kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air
membentuk urine. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan

pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional


dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urine sampai ke ureter.4

Gambar 3. Struktur Anatomi Ginjal

.
B.
DEFINISI

Pielonefritis Kronis adalah Pielonefritis

kronik

merupakan

penyakit

infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal
yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan
jaringan parut) pada korteks, perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal.

Pielonefritis kronik merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang


mungkin membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti transplantasi atau dialisis.
Sebanyak 25% kasus gagal ginjal kronik disebabkan oleh pielonefritis kronik.6
C. ETIOLOGI
Mekanisme

tersering

penyebab

pielonefritis

kronik

adalah

akibat

pielonefritis akut berulang, obstruktif kronik dan refluks kronik. Obstruksi kronik.
Biasanya urine kandung kemih steril, karena sifat antimikroba mukosa kandung
kemih dan karena efek pembilasan yang ditimbulkan oleh proses berkemih secara
periodik. Pada obstruksi aliran keluar atau disfungsi kandung kemih, mekanisme
pertahanan alami kandung kemih terganggu sehingga ISK mudah terjadi. Obstruksi
setinggi kandung kemih menyebabkan pengosongan yang inkomplit

dan

peningkatan volume urine sisa sehingga terjadi stasis urine. Stasis urine
menyebabkan bakteri yang masuk ke dalam kandung kemih dapat berkembang
biak tanpa gangguan, tanpa mengalami pembilasan atau dihancurkan oleh dinding
kandung kemih. Dari urine kandung kemih yang tercermar, bakteri naik di
sepanjang ureter untuk menginfeksi pelvis dan parenkim ginjal. Dari duktus
koligentes, bakteri memperoleh akses ke jaringan interstitial dan tubulus lainnya di
ginjal. Oleh karena itu, pielonefritis sering terjadi pada pasien dengan obstruksi
saluran kemih, seperti akibat hipertrofi prostat jinak dan prolaps uterus.
Tumor vesika urinaria, striktur, hiperplasia prostat jinak (BPH), dan batu
traktus uriaria merupakan faktor yang berpotensial menyebabkan obstruksi
yang akhirnya menyebabkan infeksi.6
Refluks kronik. Bakteri pada vesika urinaria umumnya tidak memiliki akses ke
ginjal. Insersi normal ureter ke dalam kandung kemih merupakan suatu katup
kompeten satu-arah dengan sudut insersi yang tajam yang mencegah aliran
urine retrograd, terutama saat berkemih dimana tekanan intravesika meningkat.
Pada beberapa individu, insersi ureter dengan vesika urinaria memiliki sudut yang
lebih tegak lurus, sehingga pada saat miksi dimana tekanan intravesika meningkat,

urine terdorong ke ginjal melalui orifisium ureter yang tidak tertutup (refluks
vesikoureter (vesicoureteral reflux), VUR).6
Vesicoureteral reflux terdapat pada 35% sampai 45% anak dengan ISK.
Vesicoureteral reflux biasanya merupakan cacat kongenital yang menyebabkan
inkompetensi katup ureterovesika. Vesicoureteral reflux juga dapat merupakan
kelainan didapat pada pasien dengan kandung kemih yang kendur akibat
cedera medula spinalis. Efek VUR serupa dengan efek suatu obstruksi yaitu bahwa
setelah berkemih

akan

terdapat

sisa

urine

dalam

saluran

kemih

yang

memudahkan pertumbuhan bakteri. Selain itu, VUR menjadi mekanisme yang


mendorong urine dari kandung kemih yang terinfeksi ke atas menuju pelvis ginjal
lalu ke parenkim ginjal melalui duktus yang terbuka di ujung papila (refluks
intrarenal).7
Papila pada kaliks renal normal berbentuk cembung sehingga mencegah
terjadinya refluks urine intrarenal. Pada obstruksi, terjadi peningkatan tekanan oleh
urine yang berkepanjangan, papila kaliks renal akan berubah menjadi cekung yang
menyebabkan terjadinya refluks intrarenal.

Papilla rena normal (simple papilla) berbentuk cembung (kiri) dan papilla renal
akibat obstruksi (compound papilla) berbentuk cekung (kanan) yang memudahkan
terjadinya refluks intrarenal.
D. PATOGENESIS
Setelah terjadi inokulasi di parenkim ginjal, akan terjadi respon hebat
yang memicu terjadinya kerusakan jaringan akibat iskemia fokal dan efek
langsung akibat toksin yang dilepaskan. Respon inflamasi akan merangsang
migrasi

sel granulosit ke area infeksi. Kumpulan sel-sel ini selanjutnya

menyebabkan obstruksi pada arteriole dan kapiler peritubuler. Edema interstitial


yang menyertai proses inflamasi akan menyebabkan kompresi pada kapiler
peritubular, glomerulus dan arteriole medula, yang berkontribusi terhadap
iskemia fokal dan cedera tubular.8
Mekanisme kedua, cedera tubular disebabkan oleh produksi superoksida
selama proses reperfusi jaringan dan dengan dilepaskannya lisozim setelah
granulosit memfagosit bakteri yang menginvasi. Radikal bebas oksigen
menghasilkan peroksida dan enzim toksik yang dilepaskan oleh granulosit
merupakan substansi dekstruktif yang tidak hanya membunuh bakteri namun juga

merusak epitel tubulus. Sel tubular yang mati akan menyebabkan proses inflamasi
ke dalam jaringan interstitial yang akan memperburuk kerusakan yang sedang
terjadi. Hasil ini pada akhirnya dapat menyababkan cedera parenkim yang bersifat
permanen atau pembentukan jaringan parut disertai atrofi tubulus dan fibrosis
interstitial.*
E. PATOLOGI
Pielonefritis kronik dapat melibatkan satu atau dua ginjal. Apabila terjadi
secara bilateral, kedua ginjal tidak sama parahnya terkena sehingga tidak
mengalami kontraksi yang setara. Ukuran ginjal yang mengalami pielonefritis
biasanya mengecil, permukaan ginjal tak beraturan akibat jaringan parut yang
terbentuk. Jaringan parut tampak seperti depresi berbentuk huruf U. Terdapat
dilatasi

pelvis

dan

kaliks

yang tumpul.9

Gambar 6.

Gross

anatomi

ginjal dengan pielonefrtis kronik (A) Permukaan korteks mengandung


jaringan parut yang ireguler; (B) Terdapat dilatasi kaliks akibat inflamasi destruksi pada papila
dengan atrofi dan jaringan parut pada korteks di atasnya

Pada pieloneftiris kronik akibat obstruksi kronik, semua kaliks dan pelvis
renalis mengalami dilatasi, dan parenkim mengalami penipisan yang seragam
akibat pembentukan jaringan parut. Sementara pada pielonefritis akibat VUR,
dilatasi lebih sering terjadi pada kaliks renalis bagian kutub atas maupun bawah

ginjal disertai dengan pembentukan jaringan parut pada parenkim yang berada di
atas kaliks tersebut.9

Pielonefritis kronik; (Kiri) Pielonefritis akibat refluks kronik menyebabkan pembentukan jaringan
parut pada kutub ginjal; (Kanan) Pielonefritis akibat obstruksi kronik menyebabkan aliran balik
dengan tekanan tinggi dan infeksi pada semua papila menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
penipisan korteks secara difus

Kelainan mikroskopik berupa:


1. Fibrosis interstitium yang tidak merata dan sebukan limfosit, sel plasma, dan
kadang-kadang neutrofil,
2. Dilatasi dan kontraksi tubulus, disertai atrofi epitel yang melapisinya. Banyak
tubulus yang melebar berisi silinder positif-PAS seperti kaca berwarna merah muda
sampai biru yang dikenal sebagai silinder koloid. Gambaran ini mirip dengan
kelenjar tiroid sehingga muncul nama deskriptif tiroidisasi. Di dalam tubulus sering
ditemukan neutrofil.
3. Dilatasi pada pelvis dan kaliks renalis. Terdapat peradangan kronis dan fibrosis
yang mengenai dinding dan mukosa kaliks.
4. Walaupun glomerulus mungkin normal, pada sebagian besar kasus ditemukan
glomerulosklerosis di bagian yang parenkim ginjalnya relatif baik.

Histopatologi ginjal dengan pielonefritis kronik; Terdapat atrofi tubulus, dilatasi tubulus dengan cast
colloid di dalamnya, tubulus dikelilingi oleh jaringan fibrosa dan reaksi inflamasi kronik, dinding
pembuluh darah mengalami penebalan dan terdapat fibrosis periglomerular

F. GEJALA DAN TANDA PIELONEFRITIS KRONIK


Gejala awal pielonefritis kronik sering tidak jelas. Pasien dengan
pielonefritis kronik sering didiagnosis ketika pasien mengalami gangguan fungsi
ginjal akibat kerusakan ginjal. Gejala yang terjadi pada tahap ini sama dengan
gejala gagal ginjal kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan,
hipertensi dan anemia. Terdapat ganggguan kemampuan konversi sodium,
hiperkalemia, asidosis metabolik akibat gangguan fungsi tubulus. Resiko dehidrasi
harus dipertimbangkan apabila terdapat gangguan konsentrasi urine.6,10.
Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.6
Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan
demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis
kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti
penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada

akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya (gagal ginjal).
Jika pielonefritis kronik pada pasien dianggap sebagai hasil dari episode
pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri
panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia, poliuria.
Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat dijadikan tolak
ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat memiliki urine yang
steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada di luar traktus
urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik memiliki
gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis akut seperti
demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang.10,11
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium. Pada pemerisaan laboratorium mungkin ditemukan gejaa
gagal ginjal kronik dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin.
Dapat juga dijumpai hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis.12
Urinalisis. Jika dicurigai adanya infeksi pada ginjal, perlu dilakukan kultur
sampel urin tengah (midstream) untuk menentukan jumlah dan spesies bakteri pada
urin. Lakukan uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Sampel urin juga
diperiksa apakah terdapat sel darah merah atau pus (hematuria atau piuria). Dapat
juga ditemukan adanya protein dalam urin (proteinuria, albuminuria).12.
Intravena Pielografi. Gambaran pielografi berupa bentuk ginjal yang
asimetri dan irregular, kaliks ginjal yang berdilatasi dengan tepi yang tumpul dan
jaringan parut pada korteks ginjal yang terletak di atas papila. Biasanya lesi ini
unilateral, namun dapat juga ditemukan lesi bilateral. Ketebalan parenkim
berkurang, terdapat hipertrofi fokal pada daerah yang tidak mengalami fibrosis
sebagai akibat kompensasi.11
Ultrasonografi. Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi
dengan korteks yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat
unilateral, maka hipertrofi kompensatorik dapat dilihat pada ginjal kontralateral.11

CT-Scan. Terlihat jaringan parut parenkim fokal yang menutupi kaliks


ginjal yang mengalami dilatasi.11

Intravena pielografi; Ginjal kanan yang kecil disertai penumpulan kaliks pada
pielonefritis kronik.

CT-Scan; Scarring pada tepi ginjal kiri dengan kalsifikasi

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pieloneritis kronik dilakukan dengan mengatasi infeksi yang
sedang terjadi dan mengoreksi faktor yang mendasari penyakit. Penatalaksanaan infeksi
yang sedang terjadi harus berdasarkan uji kerentanan antimikroba dan memilih obat yang
dapatmencapai konsentrasi \ bakterisidal di dalam urine dan tidak bersifat nefrotoksik.
Durasi terapi antimikrobial diperpanjang hingga jangka waktu maksimal. Terapi antibiotik
jangka panjang sebagai profilaksis dapat membatasi rekurensi penyakit dan fibrosis ginjal11
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah TMP-SMX (Bactrim), doxycycline
(Vibramycin) dan kuinolon. TMP-SMX diberikan 2 kali sehari selama 4 6 minggu.
Doksisiklin 2 x 200 mg selama 3 hari, kemudian 2 x 100 mg selama 4 6 minggu.
Golongan kuinolon yang dapat digunakan adalah ciprofloxacin XR (per oral/ PO) 1 x 1000
mg, atau ciprofloxacin 2 x 400 mg intravena (IV), atau levofloxacin 2 x 500 mg IV.
Kuinolon PO atau IV + PO diberikan selama 2 4 minggu. Pada pemberian intravena,
apabila pasien sudah bisa menerima terapi secara oral, maka terapi intravena harus segera
diganti dengan terapi oral (biasanya<72 jam). Kultur urin sebagai evaluasi perlu dilakukan
1 minggu setelah pengobatan selesai 12,13
Jika memungkinkan, kelainan struktural perlu di koreksi. Operasi mungkin
dibutuhkan untuk menghilangkan obstruksi atau memperbaiki striktur. Berbagai prosedur
operasi dapat dilakukan tergantung pada kelainan yang mendasari. Pada refluks
vesikoureter dapat dilakukan operasi reimplantasi ureter.11
Seperti bentuk cedera lain pada ginjal, sekali terjadi atrofi tubulus dan fibrosis
interstitial berkembang, hanya sedikit yang dapat dilakukan agar perjalan penyakit tidak
berkembang menjadi insufisiensi ginjal kronik dan penyakit gagal ginjal kronik. Apabila
terdapat hipertensi dapat diberikan antihipertensi. Jika terdapat gagal ginjal kronik, maka
terapi diberikan sesuai dengan terapi gagal ginjal kronik.6,12

K. Komplikasi
Komplikasi

dari

pielonefritis

kronik

adalah

kerusakan

ginjal

progresif

menyebabkan gagal ginjal kronik (akibat hilangnya nefron secara progresif sekunder
terhadap inflamasi dan fibrosis), infeksi rekuren akibat resistensi bakteri, dan hipertensi.14

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis Pielonefritis Chronic (PNC) ditegakkan dari hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis terhadap pasien ini
didapat keluhannya nyeri pinggang sebelah kiri yang bersifat intermitten selama 4 tahun
kemudian memberat 2 bulan terakhir, terdapat rasa mual, sering demam.
Nyeri pinggang yang dirasakan oleh pasien yang bersifat intermitten selama 4
tahun, terdapat rasa mual, dan sering demam dapat merupakan gejala dari infeksi menahun
saluran kemih atas (Pielonefritis kronik). Kemudian nyeri pinggang kiri yang memberat
yang dialami 2 bulan terakhir dapat disebabkan oleh kejang ureter. Kejang ureter bisa
terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA (Costovertebra angle).
Costovertebra angel adalah sudut yang terbentuk pada kedua sisi di bagian punggung
manusia yang terletak diantara lateral dari muskulus sakrospinalis (musculus erector
spinae) dan dibawah iga ke 12. Ginjal terletak tepat dibawah area ini, dengan cara perkusi,
nyeri akan diperoleh bila seseorang mengalami batu ginjal atau inflamasi ginjal.
Pielonefritis sering terjadi pada pasien dengan obstruksi saluran kemih, seperti
akibat hipertrofi prostat jinak dan prolaps uterus. Tumor vesika urinaria, striktur,
hiperplasia prostat jinak (BPH), dan batu traktus uriaria merupakan faktor yang
berpotensial

menyebabkan

obstruksi

yang akhirnya menyebabkan infeksi. Dari

pemeriksaan BNO pada pasien ini dikatakan kesan batu ureter 1/3 proximal sinistra,
adanya obstruksi pada ureter sebagian atau total oleh batu merupakan factor resiko
terjadinya pielonefritis. Adanya batu pada ureter dapat sebabkan lambannya aliran urin ke
vesika urinaria sehingga bakteri akan menumpuk dan berkembang biak.

Pada CT-scan tanpa kontras selain kesan batu ureter proximal sinistra didapat pula
kesan Pielonefrtis sinistra. Uuran ginjal yang mengalami pielonefritis biasanya mengecil,
permukaan ginjal tak beraturan akibat jaringan parut yang terbentuk.9
Terapi pada pasien ini adalah dilakukan tindakan URS dan ESWL untuk
memecahkan batunya, sedangkan untuk PNC diberi Ciprofloxacin 2 x 1 dan Asam
mafenamat 2 x 1 sebagai penghilang nyeri.
Pasien dirawat di RS Pelamonia selama 1 minggu setelah dilakukan URS dan
ESWL, pasien di lakukan pemasangan kateter 2 cabang 18 F. Pada hari ke-8 perawatan
pasien keadaan pasien membaik, kateter di aff dan diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin EJ. Infeksi saluran kemih. In buku saku patofisiologi edisi 3.
Jakarta: penerbit buku kedokteran.
2. Gardjito W. Puruhito, Iwan A et all. Saluran Kemih dan Alat Kelamin
lelaki.In :Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit ECG;2005"\
3. Fuller, K., Catherine C. G., 2009, Pathology: Implication For The Physical
Therapist, United Stated of America : Saunders Elsevier
4. Purnomo, B.B., 2009, Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua, Jakarta: CV Sagung
Seto
5. Tortora, G. J. Dan Bryan D., 2009, Principles of Anatomy and Physiology, USA:
John Wiley Ana Sons Inc
6. Abraham, N. A., Donna JL, 2013, Practical Renal Pathology : A Diagnostic
Approach, United States of America : Saunders Elsevier.
7. Rubin, 2009, Rubins Pathology, 5th Edition, United Stated of America: Lippincott
Williams and Wilkins
8. Smith, 2007, Pyelonephritis, Renal Scarring, and Reflux Nephropathy: A Pediatric
Urologists Prespective, Atlanta: Springer.
9. Kumar,V., Ramzi S. C., Stanley L. B., 2007, Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7,
Jakarta: EGC
10. Kathryn, L., 2009, Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Children
and Adult, United Stated of America: Elsevier.
11. Gillenwaters et al., 2002, Adult and Pediatric Urology, Volume 1, Edisi ke IV,
Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.
12. Dillon, M. J., and C. D. Goonasekera. 1998. "Reflux Nephropathy." Clinical
Journal of the American Society and Nephrology 9 : 2377-2383; tersedia di
https://www.mdguidelines.com/pyelonephritis-chronic
13. Kellerman, Rakel dan Rope, 2011, Conns Current Therapy 2011, United States of
America: Saunders Elsevier.
14. Suzanne, et al., 2010, Brunnerand Suddarths Textbooks of Medical Nursing, USA:
Lippincott Williams and Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai