Anda di halaman 1dari 15

Menuju Poso Yang Dicita-Citakan, Bupati Baru, Harapan Baru di Tahun Baru

4 Januari 2016
Pilkada langsung yang baru saja kita lalui, KPU Poso menetapkan peraih suara
terbanyak adalah pasangan Darmin A Sigilipu-T Samsuri dengan perolehan 39.484
suara. Tinggal menunggu sedikit waktu untuk KPU menetapkan pasangan ini sebagai
calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Proses politik yang cukup menguras energi ini
memiliki keterkaitan erat dengan Undang undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini mengatur tentang Otonomi Daerah yang
merupakan bagian dari proses desentralisasi yang bertujuan untuk mencapai
pemerataan pembangunan dan pemberdayaan daerah secara lebih luas. Oleh
karenanya, salah satu aspek penting dari undang-undang tersebut adalah aspek
demokratisasi. Dalam Undang-undang ini, aspek demokratisasi diukur dari dua faktor
penting, yaitu unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan pejabat publik di
daerah (kepala daerah) dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan
kebijakan publik yang terkait dengan kepentingan masyarakat secara luas. Adalah tidak
realistis bila ingin menegakkan demokrasi sementara itu rakyat tidak boleh berperan
secara aktif, sebab demokrasi dan peranan rakyat menjadi dua hal yang tidak dapat
dipisahkan.
Semangat perubahan demokrasi kearah yang lebih baik telah dijalani pada tahun ini
melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, dan telah menghasilkan pasangan
peraih suara terbanyak sebelum KPU menetapkan Bupati terpilih diberbagai daerah
termasuk di Kabupaten Poso. Tentunya ada begitu banyak harapan yang disandangkan
kepada Bupati hasil pilihan rakyat itu, yaitu harapan menuju masyarakat yang Damai,
Adil dan Sejahterah.
Untuk mewujudkan harapan menuju Kabupaten Poso yang dicita-citakan itu perlu
didukung dengan penyelenggaraan pemerintahan yang good governance
(kepemerintahan yang baik).
Istilah good governance (kepemerintahan yang baik) barangkali merupakan
paradigma
baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan. Dalam istilah
governance, ada tiga pilar penting sebagai penopang yaitu pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat. Sementara itu syarat bagi terciptanya good governance paling tidak
meliputi 3 aspek penting, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan pemerintahan aspiratif.
Transparansi berarti pemberian jaminan bagi ketersediaan akses publik dalam seluruh
proses pengambilan kebijakan pengelolaan pemerintah. Akuntabilitas merupakan suatu
perwujudan
pertanggungjawaban
pemerintah
mengenai
keberhasilan
dan
kegagalannya. Sementara pemerintahan yang partisipatif dapat dimaknai sebagai
wujud pemerintahan yang berupaya mengakomodasi berbagai aspirasi yang muncul di
masyarakat
dan
melibatkannya
dalam
proses
pengambilan
keputusan.
Harapan terhadap pemerintahan baru dengan good governance, yang secara formal
telah mendapatkan legitimasi langsung dari rakyat itu, perlu diupayakan dengan tetap
memberikan masukan dan dukungan agar pemerintah yang baru dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan baik, tanpa harus menghilangkan peran dan fungsi kontrol
kritis dari masayarakat. Selain itu, perhatian terhadap masyarakat kelas bawah juga
perlu menjadi perhatian serius seperti di Kabupaten Poso.
Di Kabupaten Poso, jika kita melihat struktur kemasyarakatan dari sudut pandang
Piramida Penduduk, maka jumlah masyarakat miskin memiliki jumlah yang paling

banyak. Artinya, kelompok masyarakat inilah yang memiliki prosentase yang besar
dalam berkontribusi memberikan suaranya dalam Pilkada. Sehingga sepantasnyalah
jika golongan masyarakat ini mendapatkan prioritas program pembangunan daerah ke
depan. Selain itu, dalam proses pemilihan kepala daerah ini masyarakat tidak hanya
berharap pada baik dan bersihnya pelaksanaan pilkada itu sendiri, akan tetapi harapan
akan adanya perubahan-perubahan yang signifikan bagi pemberdayaan masyarakat
dan pembangunan daerah. Sebab dilihat dari aspek demokratis, masyarakat telah
melaksanakan politik demokratisnya relatif baik, aman, lancar dan tertib, jauh dari
sangkaan banyak orang bahwa pilkada serentak tahun ini berpotensi besar
menghadirkan gesekan sosial dan huru-hara.
Harapan-harapan perubahan dengan terpilihnya Bupati baru di Kabupaten Poso
menjadi tugas dan tanggung jawab bagi Bupati terpilih. Beberapa isu sentral perubahan
yang berhembus dikalangan masyarakat adalah reformasi birokarasi dan peranan tim
sukses pasca pilkada yang memiliki pengaruh signifikan dalam kebijakan pemerintah.
Birokrasi selama ini, oleh sebagian masyarakat dinilai tidak lagi didasarkan pada asas
profesionalitas, namun lebih didasarkan pada faktor like and dislike (suka-tidak suka)
yang syarat KKN. Sementara itu keterlibatan tim sukses dalam berbagai kebijakan
pemerintah, baik dalam proyek-proyek pembangunan fisik maupun penempatan PNS
juga telah melemahkan secara birokratik penyelenggaraan kepemerintahan. Isu-isu
inilah yang berkembang dalam kampanye Pilkada Kabupaten Poso yang menjadi
sorotan utama selain isu keamanan daerah yang harus direspon positif oleh Bupati
terpilih.
Untuk itu kedepan, kita tinggal menunggu dan melihat seberapa besar komitmen kepala
daerah yang baru terpilih dalam mengusahakan dan melaksanakan agenda perubahan
menuju perbaikan-perbaikan dari kegagalan-kegagalan pembangunan sebelumnya.
Sementara pada aspek mekanisme dalam proses penentuan kebijakan publik, kita
berharap adanya pelibatan masyarakat secara aktif oleh kepala daerah baru yang telah
dipilihnya.
Partisipasi masyarakat pada tahap perumusan kebijaksanaan publik sangat mendasar
sekali, terutama keputusan yang diambil menyangkut nasib mereka secara
keseluruhan. Dalam penyusunan kebijakan public pemerintah hendaknya
mengikutsertakan partisipasi semua unsur stakeholder pembangunan, yakni sektor
publik (eksekutif dan legislatif), sektor swasta (perusahaan-perusahaan, pelaku bisnis),
dan pada sektor masyarakat lainnya (tokoh masyarakat, lembaga adat, LSM, pers,
ormas dan sebagainya, ). Sehingga pemerintahan yang demokratis akan dapat dilihat
dari indikator sejauh mana peran yang dimainkan oleh lembaga penyelenggara
pemerintahan dalam perumusan kebijakan publik, dan sejauhmana peran masyarakat
sebagai perwujudan dari partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Dengan demikian demokrasi harus dipahami sebagai proses sistemik, yang melibatkan
berbagai potensi yang saling berpengaruh serta mempunyai kekuatan yang seimbang.
Semoga dengan hadirnya Bupati baru pilihan rakyat Kabupaten Poso dapat melangkah
maju menuju Poso yang dicita-citakan.(Penulis adalah pengamat sosial, tinggal di
kabupaten Poso)
Dewua-Sulewana Bisa Ditempuh 20 Menit

4 Januari 2016
Jembatan gantung terbuat dari rangkaian kayu dan papan melintas diatas sungai
menjadi salah satu jalur transportasi yang sudah lama ditempuh masyarakat dari
wilayah Pamona bersaudara bila hendak menuju ke wilayah Poso Pesisir seperti desa
Dewua, Sangginora atau Tangkura. Saat ini pemerintah tengah membangun jalan raya
yang menghubungkan kedua wilayah ini untuk mempercepat akses transportasi
masyarakat menyusul akan berpindahnya ibu kota kabupaten Poso ke Tentena atau
Sulewana dalam waktu tidak terlalu lama lagi.(foto :dok.Dzeko Kanina)
DEWUA Menyusul akan berpindahnya ibu kota kabupaten Poso ke salah satu wilayah
Pamona bersaudara, kebutuhan akan transportasi juga makin mendesak. Akan ada
kesulitan yang dialami warga Lore Utara, Lore Timur atau Tengah bila mereka
berurusan ke ibukota kabupaten jika harus melewati wilayah Poso Kota sebab jalur
yang mereka tempuh menjadi semakin panjang. Ada satu jalan yang memotong
langsung dari desa Dewua ke Sulewana yang hanya membutuhkan waktu tempuh 20
menit saat ini, namun sayangnya itu hanya bisa dilalui kendaraan roda 2.
Seperti yang disampaikan Asni, salah seorang warga Tangkura, kecamatan Poso
Pesisir Selatan,jalan yang ditempuh untuk menuju Sulewana memang lebih pendek,
namun membutuhkan nyali serta kehati-hatian tinggi sebab jalur ini melewati tebing
gunung yang curam dan harus melewati jembatan darurat kecil dengan ketinggian
diatas
20
meter
dari
sungai.
Kalau mau lewat situ harus betul-betul orang jago nae motor dengan nyali besar
karena jalannya susah sekali,kata Asni. Dia juga berharap pemerintah bisa segera
menyelesaikan pembangunan jalan Dewua-Sulewana sehingga bisa segera dilalui.
Kalau lewat sini, mau ke Tentena paling cuma satu jam asal jalannya sudah
bagus,katanya.
Saat ini pemerintah daerah tengah membangun jalan tembus Dewua-Sulewana senilai
lebih dari 1 miliar, namun pembangunannya sempat dipermasalahkan karena disebut
belum memiliki izin pinjam pakai lahan dari Menteri Kehutanan.(IAN)
Pemekaran Kota Poso, Semangat Yang Hampir Padam
15 Januari 2016
Berbicara tentang sebuah perjuangan Pemekaran Kabupaten Poso membentuk
Pemerintahan Kota Poso adalah sebuah perjuangan membentuk Daerah Otonomi
Baru yang dikumandangkan oleh tokoh-tokoh masyarakat dari 7 Kecamatan yang
meliputi Kecamatan Lage, Kecamatan Poso Kota Utara, Poso Kota Selatan, dan Poso
Kota, Poso Pesisir, Poso Pesisir Utara, Poso Pesisir Selatan. Meskipun tokoh tokoh
perjuangan pemekaran Pemerintahan Kota Poso itu sebagian telah banyak yang
mendahului kita. Sebut Almarhum, Drs, Firdaus Tato, Doya Langgara, Drs Lempadeli,
Drs Malik Sahadat, namun usaha mewujudkan mereka terus bergulir ditangan generasi
baru yang kini menerima tongkat estafet mewujudkan cita-cita mereka, boleh kita sebut
beberapa nama seperti Munawir, Frit Sam Purnama, Erawanto Timumun, Rudi
Rompas dan masih banyak lainya yang tidak tersebutkan.
Namun api perjuangan Pemekaran Pemerintahan Kota Poso pada masa Kabupaten
Poso dibawah Pimpinan Bupati Piet Inkiriwang sepanjang tahun tahun 2009 hingga
2013 terkesan meredup bila tidak mau disebut padam. Namun pada penghujung masa

kekuasannya tahun 2014- 2015 api perjuangan yang nyaris padam itu dihembuskan
kembali, sehingga muncul Komite Percepatan Pemekaran Pemerintahan Kota Poso
baru dan Pemerintah Poso selaku tim fasilitasi untuk mempercepat proeses
administrasinya. Namun munculnya Komite ini banyak menimbulkan kritik sebab hampir
semuanya diisi oleh kalangan Birokrasi Pemda.
Barangkali karena semua ditangani orang pemerintahan sehingga gaungnya di
masyarakat seperti kecil sekali, jarang orang bicarakan ini pemekaran,kata Sudiono,
warga Poso Kota yang ditemui di taman Alun-Alun Sintuwu Maroso. Senada dengan itu,
Amir Zulham, warga Kota Poso lainnya menilai, seharusnya persiapan pemekaran ini
melibatkan peran aktif masyarakat, khususnya generasi muda agar ada gairah didalam
prosesnya.
Kalau sekarang ini saya lihat, berjalan biasa saja, tidak ada yang luarbiasa, saya
khawatir ini ujungnya bagi kekuasaan nantinya,kata dia sambil menyeruput kopi di
alun-alun Sintuwu Maroso. Ruang publik memang harus dibuka, termasuk bagaimana
proses pemekaran saat ini, apa kendalanya jarang terbuka dan diketahui masyarakat
luas.**
FP3KP Optimis Pemekaran Kota Terwujud
19 Januari 2016
POSO RAYA -Sekretaris Forum Perjuangan Percpatan Pembentukan Kota Poso
(FP3KP) Erawanto Timumun optimis usaha membentuk daerah otonomi baru yakni
Kota Poso bakal terwujud. Dia menegaskan semangat perjuangan untuk
mewujudkannya tidak pernah padam. Ditegaskannya justru langkah langkah yang
selama ini dilakukan oleh FP3KP terus berjalan.
Menurut Erawanto, langkah mewujudkan pemekaran Pemerintahan Kota Poso tinggal
satu langkah lagi yaitu dokumen batas Kabupaten Poso dan luasannya pasca
pemekaran Kabupaten Tojo una una. Informasi yang disampaikan oleh kepala bagian
pemerintahan, Amos Mondolu menyebutkan pemerintah daerah yang menjadi tim
Fasilitasi Pemekaran Pemerintahan Kota Poso membenarkan bahwa kini tinggal satu
dokumen lagi yang harus disediakan, yakni dokumen penetapan batas wilayah
Kabupaten Poso dengan kabupaten lain oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini
akan ditunjukkan oleh peta batas yang diterbitkan oleh Badan Geospasial (BIG).
Mau atau tidak bahwa perjuangan Pemekaran Pemerintahan Kota Poso muaranya dari
kemauan Pemerintah dalam memberikan dukungan baik dalam bentuk teknis
administrasi dan keuangankata Erawanto. Erawanto tidak menyebut jumlah dukungan
keuangan dari Pemerintah untuk memperjuangkan pemekaran ini, tetapi dengan pasti
disampaikan bahwa Pemerintah Poso hingga sekarang masih menganggarkannya.
Pemerhati sosial Poso, Ricmojhene mengataka bahwa perjuangan pembentukan
pemerintahan Kota Poso adalah perjuangan semesta, dia berharap perjuangan
tersebut jangan sampai hanya dijadikan komoditi politik yang mengarah kepada ego
kelompok maupun ego golongan.(SAM)
Pemekaran Kota, Anggota DPRD Pesimis Terwujud
20 Januari 2016

Kapan pemekaran kota Poso terwujud? pertanyaan itu hingga kini belum bisa dijawab
dengan parameter yang jelas. Sejumlah pejabat yang mengurus usaha pemekaran
memiliki jawaban yang seragam, tinggal menunggu peta revisi batas wilayah dari BIG.
Namun ada pula yang pesimis, salah satunya anggota DPRD dari dapil 1, Baharudin
Sapii.
Kalau bicara pemekaran, kita bisa langsung cek saja, apakah usulan pemekaran kota
Poso masuk dalam prolegnas 2016 atau tidak, yang kedua kita bisa lihat kebijakan
pemerintah pusat yang sangat ketat untuk meloloskan usulan pemekaran,katanya.
Sejak awal, Baharudin menyatakan kesangsiannya mengenai teruwujudnya
pemekaran.
Sebagai daerah otonomi dengan status pemerintahan kota, menurut dia tentu
mengandalkan sektor jasa untuk membiayai dirinya sendiri guna menggerakkan roda
pemerintahan. Namun jika berkaca pada tingkat pendapatan asli daerah (PAD)
kabupaten Poso yang jumlah targetnya tahun ini hanya 69 miliar akan sulit
membayangkan bagaimana pemerintahan itu nantinya membiayai roda pemerintahan
dan pembangunan.
Di kota Poso sendiri, hingga kini belum ada industri yang bisa diandalkan sebagai
sumber pendapatan, adapun pelabuhan masih sangat sepi dari kapal barang maupun
penumpang. Ini menunjukkan bahwa jasa pelabuhan juga sulit diandalkan. Sedangkan
sektor pertanian, sebagian besar produksi beras masih ada di wilayah Pamona
bersaudara serta Lore.
Namun pesimisme Baharudin Sapii berbeda dengan sikap anggota DPRD lainnya,
Sahir Sampeali yang sangat optimis, wilayah Lore bakal mekar. Sebelumnya
pemerintah daerah kabupaten Poso memang mengajukan dua wilayah yakni Poso Kota
yang terdiri dari 7 kecamatan, yakni 3 kecamatan di Poso Kota, 3 kecamatan Poso
Pesisir bersaudara dan Lage sebagai bakal calon wilayah Kota Poso, sedangkan
seluruh wilayah kecamatan Lore bersaudara menjadi bakal calon wilayah kabupaten
Tampolore.
Sikap Optimis Sahir sama dengan Yus Ama yang mengatakan, warga Lore terus
berjuang agar pemekaran wilayah mereka terwujud. Dia tidak mempersoalkan apakah
kabupaten baru itu nantinya berbentuk kabupaten konservasi atau seperti kabupaten
induknya.Yang penting adalah pelayanan kepada masyarakat lebih dekat dan cepat
sehingga kesejahteraan meningkat,katanya.(IAN)
Warga Minta Pemda Segera Bangun Jalan
5 Februari 2016
KADUA Bagi warga yang tinggal di kawasan Lore Utara maupun Lore Tengah serta
Lore Timur, bila ingin berkunjung ke Lore Barat atau Lore Selatan hingga kini masih
harus menempuh perjalanan yang sangat jauh, yakni melewati Poso Pesisir, Poso Kota
dan Tentena. Padahal jarak antara desa Doda, kecamatan Lore Tengah dengan desa
Lelio, kecamatan Lore Selatan hanya berjarak sekira 30 km, namun sampai saat ini
belum ada jalan yang menghubungkan kedua wilayah itu.
Yohanes Topuha, salah seorang tokoh masyarakat desa Kadua, Lore Tengah,
mengatakan, salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi mereka adalah dibukanya

jalan memadai yang menghubungkan antar wilayah Lore bagian selatan danLore
bagian utara.
Dikatakannya, saat ini sebenarnya ada jalan setapak yang menghubungkan antara
kedua wilayah itu. Namun hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki dengan waktu
tempuh selama satu hari. Biasanya kalau ada pesta, kita yang mau ke Bada ada yang
jalan kaki, itu satu hari baru sampe, padahal sebenarnya cuma 30 kilometer, tapi
memang harus bermalam dihutan dulu, sebab medannya berat juga,kata Tohupa.
Hingga kini pemerintah daerah mulai membangun salah satu ruas jalan pintas dari Lore
menuju ke Pamona Utara, yakni ruas Dewua-Sulewana sepanjang hampir 8 kilometer.
Jalan ini diharapkan bisa memperpendek jalur transportasi masyarakat dari Lore
menuju ke Pamona.
Karena itu, dia berharap pemerintah mau memperhatikan kebutuhan masyarakat akan
jalan pintas itu. Sebab dengan rute menggunakan kendaraan, biayanya cukup mahal
dan harus berputar jauh. Sebenarnya, dikatakan Tohupa, sekitar tahun 2006 lalu,
pemerintah daerah pernah berencana membangun jalan pintas itu, namun hanya
sampai pada peresmian saja dan tidak pernah diteruskan hingga saat ini.
Kalau jalan kami itu dibangun, minimal ada peningkatakan ekonomi, sebab barangbarang dan hasil bumi kami bisa lancar diperdagangkan, biayanya pasti lebih murah
juga,kata tokoh adat ini. Meski sudah beberapa kali mempertanyakan kelanjutan
pembangunan jalan itu, hingga kini tidak kunjung terealisasi. Kami hanya bisa
menunggu janji katanya mau bangun daerah ini,katanya singkat.(IAN)
Selamat Datang Tadulako, Berharap Kepemimpinan yang Melahirkan Solidaritas Sosial
16 Februari 2016
Oleh: Lefran Timparosa
Istilah politik rumpu-rumpu oleh Bapak Asyer Tandapai menjadi isu kepemimpinan
yang menjadi tantangan akan perubahan-perubahan itu. Selain itu isu keragaman
budaya dan keberagaman kepercayaan juga tetap menjadi isu hangat yang terus
menjadi perbincangan. Memahami hal ini, maka di Kabupaten Poso membutuhkan
pendekatan kepemimpinan yang transformasional, yang berbeda dari sistem
kepemimpinan yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya, sekaligus yang
berwawasan multikulturalisme, yang mampu meneropong ke pelbagaian kultural yang
saat ini menjadi realitas sosial di Kabupaten Poso
Pelantikan Bupati Baru untuk Kabupaten Poso yang akan dilaksanakan pada tanggal
17 Februari 2016 melahirkan harapan akan hadirnya pemimpin yang mampu membawa
perubahan bagi kepemimpinan di Kabupaten Poso. Perwujudan itu merupakan harapan
masyarakat akan adanya jawaban terhadap ketidakpuasan sebagian masyarakat
dengan sistem kepemimpinan dari pemerintahan sebelumnya yang menurut mereka
telah gagal melahirkan sistem pemerintahan yang ideal.
Mewujudkan kepemimpinan harapan rakyat, maka dibutuhkan terobosan baru dalam
sistem kepemimpinan oleh Bupati terpilih. Terobosan ini diperlukan dalam upaya
membangun sistem kepemimpinan yang mampu menjawab tantangan pembangunan di
kabupaten Poso.
Istilah politik rumpu-rumpu oleh Bapak Asyer Tandapai menjadi isu kepemimpinan
yang menjadi tantangan akan perubahan-perubahan itu. Selain itu isu keragaman

budaya dan keberagaman kepercayaan juga tetap menjadi isu hangat yang terus
menjadi perbincangan. Memahami hal ini, maka di Kabupaten Poso membutuhkan
pendekatan kepemimpinan yang transformasional, yang berbeda dari sistem
kepemimpinan yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya, sekaligus yang
berwawasan multikulturalisme, yang mampu meneropong kepelbagaian kultural yang
saat ini menjadi realitas sosial di Kabupaten Poso.
Secara sederhana kepemimpinan transformasional merupakan suatu cara untuk
mempengauhi orang lain sedemikian sehingga mereka mau dan rela memunculkan
kebijakan dan kapabilitas terbaiknya dalam proses penciptaan nilai. Nilai yang
dimaksud adalah prinsip-prinsip baik, baik yang sifatnya individual maupun yang
berlaku umum. Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang
proaktif dan visioner yang berorientasi pada maksimalisasi kerja dan berorientasi untuk
mengembangkan anggotanya. Model kepemimpinan transformasional ini mendasarkan
tindakanya pada kepentingan kolektif, komunitas dan masyarakat, sehingga nilai-nilai
kolektif yang dibangun adalah nilai-nilai umum seperti kebebasan, kesamaan, keadilan
dan
persaudaraan.
Kepemimpinan model transformasional ini menjadi penting bagi pembangunan di
Kabupaten Poso. Membangun sistem kepemimpinan yang baru menjadi salah satu
tantangan besar bagi kepemimpinan terpilih. Merubah sistem pembangunan yang telah
terbangun dalam dua periode pemerintahan sebelumnya bukanlah hal yang mudah.
Struktur dan pendekatan kepemimpinan yang sudah dijalani tentunya telah membangun
benteng-benteng dan sistem sendiri, dimana sistem ini cenderung tertutup dan
mungkin ditutup-tutupi serta ekslusif. Dengan demikian sistem kepemimpinan kolektif,
komunikatif yang menjunjung tinggi kebebasan dan pengembangan kapasitas struktur
pemerintahan menjadi tantangan tersendiri. Kepemimpinan transformasional sebagai
proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan
moralitas dan motivasinya. Tentunya moralitas dan motivasi itu merupakan moralitas
dan motivasi yang baik dan bertujuan bagi kemaslahatan hidup masyarakat.
Kepemimpinan itu berupaya untuk mewujudkan tanggung jawab yang berempati
dengan rakyat yang susah dan bersama rakyat membangun perubahan.
Di sisi lain, Kabupaten Poso, secara sosio-kultural tidak dapat lagi dilihat sebagai
kesatuan etnis yang ekslusif. Namun sebaliknya, ia harus dipandang sebagai satu
kesatuan geografis yang didalamnya telah bertumbuh dan berhimpun kepelbagian
sistem sosio-kultural dengan berbagai identitas, nilai-nilai dan keunikanya masingmasing. Suku terbesar di Kabupaten Poso, yaitu suku Pamona, harus melihat realitas
Kabupaten Poso yang saat ini terbangun dari berbagai suku dan sub etnis yang ada.
Penelitian terbaru tentang etnis dan sub etnis di Kabupaten Poso menunjukan bahwa
Kabupaten Poso saat ini merupakan wilayah yang terbuka, dimana di dalamnya
terdapat lebih dari 20-an etnis besar, seperti Bugis, Jawa, Minahasa, Gorontalo,
Pamona, Mori, Kaili, Napu dsb, serta lebih dari 50-an sub etnis atau anak suku dari
suku-suku besar tersebut. Keberagaman ini tentunya dalam proses kepemimpinan
perlu mendapatkan perhatian besar dan pendekatan-pendekatan yang tepat. Sehingga
dalam perkembangannya, kepelbagaian ini bukan menjadi penghambat pembangunan,
tetapi justru dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk menjadi tonggak pendukung
pembangunan. Mencermati hal demikian, maka pemimpin kedepan haruslah memiliki
wawasan yang multikulturalisme. Artinya, kepemimpinan yang mampu melihat dan

menerima realitas sosio-kultural itu serta menentukan kebijakan-kebijkan yang tepat


terhadap isu ini.
Berangkat dari refleksi kekinian di atas, maka beberapa kualitas kepemimpinan yang
mencitrakan kepemimpinan yang multikultarlisme adalah sebagai berikut; Pertama,
keterbukaan. Menjadi pemimpin yang multikultarilsme tentunya memiliki sikap
keterbukaan terhadap berbagai keragaman yang ada diluar dirinya. Kepemimpinan
model ini memiliki sense of acceptance atau rasa menerima yang tinggi terhadap
berbagai latar belakang budaya yang tidak ia miliki. Ini juga berarti bahwa ia adalah
orang yang mampu berinteraksi dan bergaul dengan masyarakat luas.
Namun demikian dalam mengembangkan hubungan ini, dalam rangka menjaga kualitas
hubungannya, maka hubungan yang dibangun adalah hubungan dekat yang sekaligus
berjarak. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga obyektifitas agar tetap berimbang dan
proposional. Kedua adalah komunikatif. Poin pentingnya adalah, bahwa seorang
pemimpin haru berkemampuan berkomunikasi lintas kultur demi terciptanya iklim yang
kondusif bagi kemajemukkan. Membangun komunikasi yang berpedoman pada nalar
komunikatif sehingga tidak ada satu kelompokpun yang merasa terabaikan dan
dimanipulasi atau tertipu atau ditunggangi, yang biasa diistilahkan dengan politisasi
etnis. Dan yang ketiga adalah memiliki kesadaran etis. Seorang pemimpin
multikulturalisme harus berwawasan multi kultur yang mengupayakan keadilan serta
solidaritas. Karena akan menjadi sia-sia keterbukaan dan komunikatif tanpa diakhiri
dengan perwujudan nyata ke dalam keadilan dan solidaritas sosial. Multikultur yang
nyata hanya dapat dipastikan keberlangsunganya jika dalam realitas sosial, masingmasing kultur menikmati keadilan. Oleh sebab itu kepemimpinan perlu berperan aktif
untuk mewujudkan keadialan dan solidaritas sosial tersebut. Dengan cara ini Damai,
Adil
dan
Sejahterah
itu
dapat
diwujudkan.
Harapan kedepan, kiranya pemerintahan baru di Kabupaten Poso yang dilantik dapat
mewujudkan visi dan misi sosial mereka, bukan hanya menjadi slogan yang indah
semata. Memang tantangan kepemimpinan kedepan akan sulit, khususnya untuk awalawal kepemimpinan. Namun jika pemerintah terlihat berusaha keras, serius dan
memang benar-benar berjuang untuk mengaktualkan visi sosial ini, maka tentunya
seluruh elemen masyarkat akan ikut serta didalamnya. Solidaritas sosial itu tidak perlu
diciptakan, namun justru ia akan terbentuk dengan sendirinya. Inilah yang menjadi
salah satu indikator penting akan keberhasilan suatu kepemimpinan. Semoga
kepemimpinan baru di Kabupaten Poso dapat mewujudkan solidaritas masyarakat Poso
yang Sintuwu Maroso. (Penulis adalah pemerhati sosial tinggal di Tentena)
Gubernur Pastikan Pemekaran Berjalan, Sebut Masih Dalam Proses di Provinsi
24 Februari 2016
POSO KOTA- Bagaimana kabar pemekaran kabupaten Poso saat ini sudah jarang
yang mengetahui bagaimana dan sudah ditahap mana prosesnya. Ketika memimpin
acara serah terima jabatan Bupati di aula Mpogombo, Senin (22/2) lalu Gubernur
Longki Djanggola memastikan langkah pemekaran itu terus bergulir. Masih, prosesnya
terus berjalan sekarang sudah di provinsi, kita akan upayakan agar secepatnya
berjalan,kata Longki. Proses pemekaran kota Poso dan Tampolore selama ini memang
terkesan adem ayem, tidak ada euforia ditengah masyarakat Poso maupun Lore.

Sosialisasinya pun jarang dilakukan. Longki mengatakan, selama ini jarang


membicarakan pemekaran sebab masih disibukkan pilkada. Kini setelah dirinya tinggal
menunggu pelantikan, proses pemekaran bakal berjalan lebih cepat lagi.
Sebelumnya Kabag Tapem, Amos Mondolu mengatakan saat ini berkas administrasi
pemekaran tinggal menunggu revisi peta batas wilayah yang akan dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait batas kabupaten Poso dengan Sulsel yang
ada di wilayah Rampi untuk pemekaran kabupaten Tampolore. Wilayah kabupaten yang
sebagian berada di area Taman Nasional Lore Lindu itu akan menyatukan wilayah
Napu dengan lembah Bada. Pemekaran wilayah ini dulunya diusulkan kepada
Gubernur HB Paliudju pada 2007 silam dalam acara kongres adat di desa Watutau,
Lore Utara. Saat itu ada 3 point yang disepakati dalam pertemuan para tetua adat
wilayah Pekurehua itu, yang pertama adalah pewmbentukan kabupaten khusus di
kawasan konservasi Lore dengan tujuan melestarikan wilayah Lore. Kesepakatan
kedua, terhitung sejak 22 Juni 2007 melalui forum kongres masyarakat adat Tampo
Lore secara de facto telah lahir kabupaten Lore walaupun persyaratan legalitasnya
masih dalam proses penyelesaian. Ketiga, seluruh warga Lore berharap kepada
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta DPRD Sulawesi Tengah dan DPRD
Kabupaten Poso untuk segera memproses pembentukan Kabupaten Lore sebagai
sebuah Kabupaten Konservasi.(IAN)
100 Hari Darmin-Samsuri, Dari Soal Keamanan, Relokasi Pedagang, Sampai Batas
Wilayah
30 Mei 2016
Menjadikan Tanah Poso sebagai kabupaten yang cerdas berkemajuan, memang bukan
pekerjaan gampang. Selain masalah masa lalu yang menghantui, tantangan ke depan
juga makin besar, seiring dengan perubahan zaman yang menuntut persaingan global.
Kini setelah 100 hari kepemimpinan Darmin-Samsuri, perwujudan visi misinya memang
belum bisa dirasakan secara langsung. Namun, sejauh mana tekad untuk menuju ke
arah yang lebih baik sudah bisa diamati. Adalah Hidayat Bungawa, mengakui adanya
secercah harapan baru yang terbuka dari kepemimpinan baru, meski pun kata Hidayat,
memberi penilaian keberhasilan dan kegagalan dalam kurung waktu 100 hari tidaklah
cukup.
Anggota Komisi I DPRD Poso ini, menyebut eksekusi relokasi pedagang dari pasar
lama ke pasar baru oleh Darmin-Samsuri, bukanlah persoalan gampang. Ini kan
kebijakan rezim lama yang sebenarnya tidak populer, tapi Pak Bupati berani
melakukannya, saya kira ini membutuhkan keberanian seorang pemimpin, tegas
Hidayat
(Poso
Raya,
26
Mei
2016).
Begitulah politisi Partai Gerindra ini memberi sinyal positif duet kepemimpinan DarminSamsuri, pasca 100 hari dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati periode 2016-2021 ini.
Senada dengan Hidayat, Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten
Poso, Radius Tandawuya, menilai meski indikator kemajuan pasca peralihan dari
pemerintahan lama ke pemerintahan baru belum bisa dipastikan, namun tanda-tanda
perubahan cukup terasa. Memang tolok ukurnya belum bisa dilihat dengan mata
kepala, tapi kan nuansa perubahan pemerintahan hari ini sangat terasa. Tidak usah
jauh-jauh, aspek pelayanan birokrasi saja sudah mulai ada kemajuan, setidaknya

aparatur sipil negara itu tidak lagi tertekan bekerja, mereka mulai berlomba berbenah,
tanpa harus merasa menghamba. Ini kan sinyal positif yang harus diapresiasi., jelas
Radius.
Begitulah kedua politisi ini mencoba mengomentari kepemimpinan baru, pasca 100 hari
kepemimpinan Darmin-Samsuri. Meski demikian, tidak berarti kepemimpinan yang
mengusung tage line Poso Kota Cerdas ini, sepi sorotan. Budiman Maliki misalnya,
tidak melihat adanya perubahan signifikan selama 100 hari berlalu. Rasanya hampir
sama saja dengan situasi sebelumnya, kata Direktur LPMS ini sebagaimana yang telah
dilansir media ini. Budi menyoroti eksekusi pengosongan pasar sentral Poso dengan
mengarahkan ratusan personil. Memang kebijakan ini berhasil menutup pasar sentral,
namun langkah antisipasi tidak ada, bahkan muncul pasar kecil di tengah kota, tambah
Budi.
Berbeda dengan Budi, para birokrat secara umum nampaknya merasa optimis,
kepemimpinan Darmin-Samsuri bisa melakukan perubahan secara mendasar ke depan.
Yang kongkrit saja, pelaksanaan rapat kerja ini, adalah raker tercepat di antara Bupati
dan Wakil Bupati yang terpilih serentak 9 Desember 2016 lalu. Ini bukti bahwa Pak
Bupati mau bergerak cepat. Bukankah sebuah perubahan ditandai dengan langkah
cepat?, urai Asisten I, Yus Madoli, yang ditemui Poso Raya, usai menghadiri Raker di
Banua Tadulako, kamis, 26-5/16.
Kalau Yus Madoli mencoba fokus pada aspek gerak cepat Darmin-Samsuri, Kabag
Administrasi Pemerintahan, Amos Mondolu mengamati dari taktik kepemimpinan
Darmin. Dia menilai, kunjungan langsung Bupati ke beberapa tapal batas memberi
kesan tersendiri. Menurutnya, batas wilayah menjadi penting karena selain
dimaksudkan untuk ketertiban administrasi kependudukan, juga menjadi penting atas
kedaulatan wilayah. Bayangkan saja, jika masyarakatnya berKTP Poso,lalu kemudian
berdomisili di Kabupaten lain, mungkin dalam waktu singkat tidak ada masalah, tapi
lama-lama kan bisa menumbuhkan benih masalah, kata Amos.
Karena itu, dia menaruh hormat kepada Bupati Poso, Darmin Agustinus Sigilipu, yang
menurutnya sangat peduli terhadap batas wilayah. Dalam sebuah pertemuan
pembahasan tapal batas wilayah di Jakarta, kami hanya sms beliau bermaksud
memberi laporan, tapi rupanya beliau langsung datang mendampingi kami. Dalam hati
saya berpikir, luar biasa kita punya komandan ini, jelas Amos.
Kalau Amos melihat dari sisi strategi seorang Darmin, Pelaksana Harian Kabag
Ekbang, Syaal Tiel Kaope melihat dari aspek kecepatan dalam merespon sebuah
masalah. Dia melihat langkah cepat Bupati dan Wakil Bupati Poso, telah memotivasi
jajaran birokrasi lainnya untuk bergerak maju. Ya, kalau Pak Bupati bergerak cepat,
tentu torang yang di bawah-bawah ini harus lebih cepat. Kan begitu, jadi saya kira ke
depan, torang memang bisa berharap banyaklah, kata Tiel.
Dari kalangan masyarakat muncul apresiasi soal keamanan. Menurut Ropolemba
Lagantondo, Bupati dan Wakil Bupati telah menunjukkan kinerjanya, khususnya dalam
hal keamanan. Untuk selanjutnya kata petani yang berdomisili di Desa Silanca ini,
Bupati harus mengatasi persediaan pupuk. Sekarang ini pupuk masih mahal, jadi kalau
bisa Pak Bupati jangan cuma dengar laporan kepala dinas, karena belum tentu sesuai
dengan yang terjadi di lapangan harap Ropolemba.
Kini, Bupati dan Wakil Bupati Poso telah melewati titik 100 harinya. Tentu saja belum
semua harapan bisa terwujud. Tapi setidaknya, tekad untuk memajukan daerah ini

terlihat dengan kasat mata. Sebutlah misalnya relokasi pedagang pasar. Sebab meski
kebijakan ini memicu polemik sampai saat ini, tapi pada sisi yang lain harus diakui
bahwa, perbedaan sikap antara pedagang yang memilih pindah lebih dahulu dengan
yang mencoba bertahan tidak berkepanjangan. Dan tentu saja sikap pro kontra
tersebut, tidak berarti Bupati dan Wakil Bupati lepas tangan.
Yang paling penting kita syukuri bersama, karena prosesnya berjalan aman dan lancar,
selanjutnya kita akan tindakanjuti dengan membangun sinergi semua elemen terkait,
terminal secara ertahap akan kita benahi, fasilitasnya kita tingkatkan. Kalau arus
lalulintas terarah dan terfokus, terminal isa hidup. Kalau terminalnya hidup pasar kita
pasti ramai. Kalau sudah ramai, kan pendapatan pedagang secara perlahan akan pulih.
Terus soal dampak lingkungannyaakan kita kontrol sambil mengusahakan
pengelolaannya dengan tekhnologi sederhana. Tapi sekali lagi, semua ini
membutuhkan saling pengertian, kalau mau kritik ya silahkan, tapi kasih solusi
kongkritlah, jangan asal ngomong, tegas Darmin dalam sebuah wawancara eksklusive
dengan Poso Raya, pekan lalu. DW
Desa Tobe Butuh Jalan Kantong Produksi
30 Mei 2016
TOBE Sebagai desa yang berada paling ujung Utara kabupaten Poso, Tobe bisa
dikatakan kondisi infrastruktur pertaniannya masih tertinggal dibanding desa lain. Jalan
kantong produksi contohnya, di desa ini masih sangat kurang. Kepala desa Tobe,
Darustan Lapangadjo mengatakan, sejak desa itu berdiri, masyarakatnya tidak pernah
menunggak pajak bumi bangunan (PBB) sehingga sudah sepantasnya pemerintah
memperhatikan pula kebutuhan masyarakatnya, khususnya membangunkan jalan
kantong produksi.
Jalan kantong produksi sangat dibutuhkan masyarakat kami untuk meningkatkan
perekonomian, ini aspirasi masyarakat yang terus menerus disampaikan kepada saya
agar diteruskan kepada Bupati,kata Rustam. Sikap masyarakat yang menuntut agar
pemda memperhatikan aspirasi ini sudah ditegaskan sejak lama, namun belum ada
tanggapan dari pemerintah.
Sehubungan dengan Uji Petik pajak PBB 2016, Rustam mengakui bahwa desanya
belum menyelesaikan pajak PBB areal kebun masyarakat tahun 2016, karena masih
menunggu kebijakan pemerintah daerah kapan akan dibangun jalan produksi yang
menuju
ke
kebun
masyarakat.
Rustam juga mengingatkan agar aspirasi masyarakat yang telah menunjukan
kesetiannya terhadap pemerintah dengan melaksanakan kewajiban mereka
didengarkan. Dikatakan Rustam, permintaan masyarakat Tobe sangat sederhana saja,
yakni dibuatkan jalan kantong produksi. Jika ini dipenuhi yang untung selain
masyarakat tentu pemerintah daerah juga, sebab potensi pajaknya juga turut meningkat
dengan naiknya hasil perkebunan.(SAM)
Warga 3 Desa Kesulitan Angkutan Umum, Mobnas Bantuan Dikuasai Seorang Warga
30 Mei 2016

LENA Satu unit kendaraan roda empat bak terbuka merk Toyota jenis Hilux Single
Cabin milik pemda Poso yang berasal dari bantuan kementerian desa pembangunan
daerah tertinggal dan transmigrasi DN 8076 E yang diserahkan tahun 2015 silam
keberadaannya mulai dipertanyakan sejumlah pihak, sebab mobil ini masih dikuasai
orang dekat mantan Bupati sebelumnya.
Mobil ini sebenarnya digunakan untuk transportasi umum bagi warga di daerah
terpencil seperti desa Lena, Uelincu dan Panjoka di kecamatan Pamona Utara. Namun
sejak diserahkan kepada badan pengelola, ternyata kendaraan ini hanya digunakan
secara pribadi oleh seorang warga yang dekat dengan Piet Inkiriwang saat menjadi
Bupati.
Kepala desa Lena, Apri Gimbo mengatakan warganya tidak pernah merasakan manfaat
kendaraan itu. Namun sejak lama kendaraan dikuasai orang ini, tidak ada warga yang
berani memprotes apalagi mempersoalkannya sebab ketika itu Piet masih berkuasa
sebagai bupati.
Hingga kini warga di 3 desa itu harus mengeluarkan ongkos hingga 50 ribu untuk
ongkos angkutan bila hendak menuju Tentena. Keberadaan mobil bantuan itu
sebenarnya dimaksudkan mengurangi beban warga dengan tarif hanya 20 ribu rupiah,
namun hanya beroperasi sebentar saja, setelah itu menghilang.(RIF)
Jalan Poros UelincuPanjoka Masih Memprihatinkan, Warga Minta Bupati Kunjungi
Mereka
7 Juni 2016
PAMONA UTARA Kondisi jalan yang menghubungkan Desa Uelincu dan Panjoka
sampai saat ini masih memprihatinkan. Diketahui, kedua desa yang terletak di
Kecamatan Pamona Utara itu, selama ini memang terkesan terisolir, bayangkan untuk
bisa sampai di Sulewana, ibu kota kecamatan Pamona utara, masyarakat yang tinggal
di Panjoka bisa menghabiskan waktu dua jam. itu kalau kebetulan tidak hujan, kalau
musim hujan begini, bisa sampai empat jam torang di jalan, kata Viktor Sarigo kepada
wartawan.
Terpisah, Pendeta Jemaat Bukit Sinai Panjoka, Adolf Taroreh yang dihubungi Poso
Raya via telepon, mengakui sulitnya melakukan aktivitas pelayanan karena infrastruktur
jalan antara Lena dan Panjoka rusak parah. Sebagai hamba Tuhan, kami berharap
Pak Darmin, bisa segera memperhatikan infrastruktur jalan antara Uelincu dan Panjoka,
kalau beliau berkenan berkunjung tentu jauh lebih bagus , kata Adolf.
Ditambahkan oleh Adolf, permintaan kepada Bupati agar jalanan tersebut bisa
diperhatikan, bukan saja semata-mata karena Desa Panjoka terletak di ujung
kecamatan, tetapi sesungguhnya yang menjadi penekanan adalah bagaimana
pemerintah bisa memikirkan infra struktur jalan ke kantong-kantong produksi, sehingga
bisa meningkatkan hasil pertanian warga. Kalau untuk masyarakat sebenarnya tidak
banyak mengeluh karena memang selama ini mereka sudah terbiasa, tapi kan
sejauhmana mereka bisa meningkatkan hasil kebunnya, itu yang harus dipikirkan oleh
pemerintah. Karena itu, masyarakat ingin pak Bupati berkunjung ke sana, kata Adolf.
DW

Pemekaran Terhalang Moratorium, DPRD Bilang Persiapan Terus Dilakukan


15 Juni 2016
POSO KOTA Warga Kota Poso bersaudara dan Lore bersaudara yang menginginkan
wilayahnya menjadi daerah otonomi sendiri terpisah dari induknya, kabupaten Poso,
sepertinya masih harus bersabar, sebab hampir dapat dipastikan dalam beberapa tahun
kedepan pemerintah pusat tidak akan memekarkan daerah otonomi baru.
Sebelumnya anggota DPR RI Ahmad Ali disalah satu media menyatakan tidak akan ada
pemekaran dalam waktu dekat sebab selain masih dalam periode moratorium,
pemerintah pusat juga masih fokus pada sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU)
yang sedang dibahas di DPR RI guna menata kembali usulan-usulan daerah otonomi
baru.
Lantas bagaimana dengan rencana pembentukan kota Poso dan kabupaten
Tampolore?. Ketua komisi I DPRD Poso, Hidayat Bungasawa mengatakan, apa yang
dilakukan pemerintah daerah dan DPRD tidak boleh dilihat hasilnya sekarang, tetapi
sebagai persiapan jika nantinya moratorium dicabut. Pemekaran itu tidak serta merta
terjadi, tetapi kita sudah mempersiapkan segala yang dibutuhkan, misalnya peta batas
dan dokumen lainnya, sehingga bila moratorium dicabut, kita sudah siap,kata Hidayat.
Sudah beberapa tahun terakhir pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk
mendukung pembentukan daerah otonomi baru (DOB) kota Poso dan kabupaten
Tampolore dalam APBD. Selain pemerintah daerah, di masyarakat juga ada panitia
percepatan pembentukan kota yang bergerak dilapangan. Namun sejak setahun
terakhir gerakan pemekaran ini seperti kehilangan gaung, tidak bersemangat seperti
kala deklarasi kedua pembentukan kota Poso di alun-alun Sintuwu Maroso pada tahun
2013 silam. Saat itu sejumlah pejabat pemda meyakini kota Poso akan terbentuk pada
tahun ini. Namun sepertinya hal itu tidak akan terwujud hingga beberapa tahun lagi.
(IAN)
Pemekaran Tergantung Pusat, Wabup: Anggaran Diberikan untuk DOkumen dan
Komunikasi
17 Juni 2016
POSO KOTA Pemekaran kabupaten Poso dengan membentuk pemerintah kota Poso
dan kabupaten Tampolore masih tergantung kebijakan pemerintah pusat. Daerah tidak
bisa memaksakan kehendak. Hal itu disampaikan Wakil Bupati T Samsuri kepada Poso
Raya, Rabu (15/6) sore. Pemekaran itu tergantung pemerintah pusat, kita tidak bisa
memaksakan apa yang diputuskan pusat,kata Samsuri. Ditambahkannya, pemerintah
daerah hanya mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk mewujudkan itu.
Diakuinya keinginan untuk melaksanakan pemekaran ini juga didesakkan oleh sebagian
warga Lore.
Agar proses persiapan di daerah tetap berjalan, selama beberapa tahun terakhir, dalam
APBD dimasukkan juga anggaran untuk mendukung kegiatan pemekaran. Namun
Samsuri mengatakan jumlahnya tidak besar dan hanya untuk biaya kebutuhan
pengurusan dokumen saja.
Sebelumnya, ketua komisi I DPRD Hidayat Bungasawa juga mengatakan, meski ada
moratorium, bukan berarti pekerjaan mewujudkan pemekaran kota itu sia-sia.
Ditegaskannya, meski pemerintah masih memberlakukan moratorium namun apa yang

dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat saat ini merupakan bagian dari persiapan
untuk melengkapi semua dokumen yang menjadi syarat pemekaran. Jika nanti
moratorium dicabut, kita sudah siap semuanya,kata Hidayat.(IAN)
Pemekaran Kota dan Tampolore, Dukungan Menhut dan Menkopolhukam Diperlukan
23 Juni 2016
POSO KOTA Kapan pemekaran kota Poso dan kabupaten Tampolore ditentukan
memang masih menunggu dicabutnya kebijakan moratorium oleh pemerintah pusat.
Namun kepala bagian pemerintahan, Amos Mondolu mengatakan langkah-langkah
persiapan tidak boleh dihentikan. Kita terus mempersiapkan segala persyaratan yang
dibutuhkan, sehingga ketika keran pemekaran itu dibuka, kita sudah siap,kata Amos
kepada Poso Raya, Kamis (23/6) kemarin.
Saat ini dokumen persyaratan untuk pembentukan kota Poso menurut Amos sudah
lengkap sementara untuk rencana pemekaran kabupaten Tampolore saat ini masih
menunggu ditandatanganinya revisi peta batas wilayah oleh Badan Informasi
Geospasial (BIG). Namun dikatakan Amos sebenarnya peta itu sudah selesai.
Bagaimana agar pemekaran kabupaten Poso menjadi 2 wilayah baru itu bisa cepat
terwujud di tengah anggaran yang tidak begitu besar. Amos mengatakan hal itu bukan
masalah sebab proses perjuangan pemekaran tidak lagi memerlukan pengerahan
massa tapi lebih banyak memenuhi persyaratan. Amos mengatakan pembentukan kota
Poso dan kabupaten Tampolore dijadikan isu nasional dengan menguatkan bahwa
pemekaran 2 wilayah ini memiliki alasan strategis secara nasional.
Tampolore menurut Amos menjadi strategis karena merupakan wilayah konservasi dan
budaya dengan megalitiknya serta keamanan. Sementara kota Poso secara strategis
menjadi perhatian karena keamanannya. Kita ajukan ini ke kementerian lain juga untuk
dapat dukungan seperti menteri kehutanan untuk Tampolore dan mendiknas serta
pariwisata. Sementara Kota kita minta dukungan dari menkopolhukam,ujar Amos.(IAN)
Tampo Lore Dapat Restu
25 Oktober 2016
POSO RAYA Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab Poso akhirnya merestui Tampo
Lore sebagai wilayah persiapan pemekaran untuk Kabupaten Konservasi yang
menjadi wilayah pemekaran dari Kabupaten Poso sebagai kabupaten induk. Wilayah
Tampo Lore yang selama ini dikenal sebagai daerah Konservasi yang meliputi 6 bagian
wilayah kecamatan masing-masing Lore Utara, Lore Tengah, Lore Peore, Lore Barat ,
Lore Timur dan kecamatan Lore Barat mendapatkan restu sebagai wilayah persiapan
Konservasi oleh Bupati Poso Darmin Sigilipu.
Pernyataan dukungan menjadi daerah otonomi baru (DOB) untuk Kabupaten Tampo
Lore tersebut disampaikan langsung Bupati Poso Darmin Sigilipu saat menghadiri
Musyawarah Masyarakat Adat Tampo Lore yang ke IV di Desa Wuasa, Kecamatan
Lore Utara Sabtu (22/10/2016).
Pemda memberi support atas aspirasi masyarakat Tampo Lore yang ingin membentuk
daerah otonomi baru. Kita akan mendorong agar ini bisa segera direaliasikan. Kita

berharap Tampo Lore bisa menjadi anak keempat yang lahir dari Kabupaten Poso
setelah Banggai, Morowali dan Tojo Unauna, jelas Darmin Sigilipu.
Dihadapan para tokoh adat dan ratusan warga setempat, Bupati Darmin yang saat itu
juga dinobatkan sebagai warga kehormatan Adat Lore menyakinkan harapan para
warga agar tetap berusaha memperjuangkan diri dan mempersiapkan diri dari sekarang
untuk menjadi wilayah pemekaran. Menurut Bupati, hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk membentuk satu daerah otonomi baru diantaranya tersedianya infrastruktur dan
sumber daya manusia yang memadai.
Pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu sejak saat ini untuk
mempersiapkan segala seuatu yang menjadi faktor penilaian terbentuknya daerah
otonomi baru. Pemerintah daerah sangat mengapresiasi adanya aspirasi masyarakat
untuk menjadikan wilayah Tampo Lore sebagai kabupaten persiapan Konservasi, jelas
Darmin.A,Sigilipu.
Sementara Ketua Komite Pemekaran Kabupaten Tampo Lore, Harri.S.Kabi yang
dikonfirmasi disela-sela pelaksanan Musyawarah Masyarakat Adat Tampo Lore yang ke
IV menyatakan bahwa aspirasi masyarakat Tampo Lore untuk membentuk kabupaten
Konservasi sudah ada sejak Kongres I digelar tahun 2007 lalu. Sejak saat itu kami
terus berjuang untuk menjadi wilayah otonomi sendiri, paparnya.
Menurutnya dari hasil perjuangan itu, telah lahir Peraturan Daerah (Perda) Konservasi
pada tahun 2012. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan surat persetujuan dari Bupati
dan DPRD Poso yang menyetujui wilayah Tampo Lore sebagai daerah Kabupaten
Konservasi.
Selain itu juga telah dilakukan kajian akademik oleh Universitas Tadulako yang
hasilnya menyatakan bahwa wilayah Tampo Lore layak menjadi daerah otonomi baru,
ungkap Harry Kabi yang juga mantan anggota DPRD Poso itu.
Saat ini kata Harry tahapan perjuangan sudah sampai pada tingkat gubernur dan DPRD
Sulteng untuk selanjutnya meneruskan ke pemerintah pusat. Tahapan ini sudah jalan.
Setelah memperoleh restu dari Bupati dan DPRD Poso, serta adanya kajian tehnis dari
Untad, maka kita tinggal menunggu keputusan Gubernur dan paripurna DPRD Sulteng
yang selanjutnya dibawa ke pemerintah pusat untuk menjadikan Tampo Lore sebagai
kabupaten persiapan konservasi, jelas tokoh adat Lore itu.
Lagipula tambahnya, selain lahirnya Perda Konservasi tahun 2007 lalu, rencana
pemekaran Tampo Lore juga telah tertuang dalam RPJMD Bupati Poso. Ini
membuktikan respon pemerintah daerah sangat besar dengan aspirasi masyarakat
Lore apalagi Kongres ini dihadiri langsung oleh Bupati Poso, imbuhnya.
Disinggung soal persyaratan jumlah penduduk dan kesiapan infrastruktur wilayah
menurut Harry itu hanya merupakan salah satu faktor saja dalam proses pemekaran.
Namun yang terpenting adalah bagaimana kapasitas dan kemampuan daerah itu untuk
bisa menjadi daerah otonomi baru, tegasnya mengakhiri. ULY

Anda mungkin juga menyukai