STATUS KONVULSIVUS
Oleh:
Elsa Giatri
1110313060
Preseptor
Prof. dr. Basjiruddin Ahmad, Sp.S (K)
DR. dr. Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case report session ini
dengan judul Status Konvulsivus. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Basjiruddin
Ahmad, Sp.S (K) dan DR. dr. Yuliarni Syafrita, Sp.S (K) sebagai preseptor yang telah
memberiksan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Case report session ini.
Case report session ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Saraf dan menambah wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana Status
Konvulsivus. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan dari Case report
session ini.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Kejang adalah kedaruratan neurologi yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Hampir 5% anak berumur dibawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami kejang selama
hidupnya. Sebanyak 21% kejang pada anak terjadi pada satu tahun pertama kehidupan,
sedangkan 64% dalam lima tahun pertama. Kejang adalah manifestasi klinis yang disebabkan
oleh lepasnya muatan listrik di neuron. Status konvulsivus adalah kejang konvulsif yang
berlangsung lebih dari 30 menit atau kejang berulang selama lebih dari 30 menit. Pada status
konvulsivus, selama kejang pasien tidak sadar.
II. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi terbaru di Amerika Serikat melaporkan angka kejadian status
konvulsivus pada anak berkisar 17/100.000 hingga 23-58/100.000 anak per tahun. Angka
kejadian tertinggi dijumpai pada anak usia dibawah 1 tahun yakni 135,2 -156 per 100.000
anak/tahun.
III. ETIOLOGI
Penentuan etiologi kejang berperan penting dalam tatalaksana kejang selanjutnya.
Keadaan ini sangat penting terutama pada kejang yang sulit diatasi atau kejang berulang.
Etiologi kejang pada seorang pasien dapat lebih dari satu. Etiologi kejang tersering pada anak
dapat dilihat pada tabel 1.
Kejang sederhana
Infeksi
Keracunan
Shigellosis
Alkohol, teofilin, kokain
Gangguan metabolic
IV. KLASIFIKASI
Jenis kejang dapat ditentukan berdasarkan deskripsi yang akurat. Penentuan jenis
kejang ini sangatlah penting untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Pemilihan
obat antikejang/ obat antiepilepsi (OAE) jangka panjang sangat dipengaruhi oleh jenis kejang
pasien. Ada obat diindikasikan untuk jenis kejang tertentu, misalnya karbamazepin untuk
jenis kejang fokal atau asam valproat untuk kejang tipe absans.
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) terdiri
dari 2 jenis klasifikasi yaitu:
Bangkitan parsial
o Bangkitan parsial sederhana
Motorik
Sensorik
Otonom
Psikis
Bangkitan umum
Lena (absence)
Mioklonik
Tonik
Tonik-klonik
Atonik
Tak tergolongkan
V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kejang pada tingkat selular berhubungan dengan terjadinya paroxysmal
depolarization shift (PDS) yaitu depolarisasi potensial pascasinaps yang berlangsung lama
(50 ms). PDS merangsang lepas muatan listrik yang berlebihan pada neuron otak dan
merangsang sel neuron lain untuk melepaskan muatan listrik secara bersama-sama sehingga
timbul hiperkesitabilitas neuron otak.
PDS diduga disebabkan oleh kemampuan membrane sel melepaskan muatan listrik
yang berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat
(GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh neurotransmitter glutamate dan aspartat
melalui jalur eksitasi yang berulang. Pada pasien dengan epilepsy fokal, terdapat sekelompok
sel neuron yang bertindak sebagai pacemaker lepasnya muatan listrik disebut sebagai focus
epileptikus. Sekelompok sel neuron ini akan merangsang sel di sekitarnya untuk melepaskan
muatan listriknya. Keadaan ini merupakan transisi fokal interiktal atau gelombang paku iktal
pada elektroensefalografi.
Manifestasi klinis bergantung pada luasnya sel neuron yang tereksitasi. Pasien
epilepsy umum pembentukan gelombang paku-ombak terjadi pada struktur korteks. Terdaat
penyebaran cepat proses eksitasi (spike) dan inhibisi (gelombang ombak) pada kedua
hemisfer otak melalui jaras kortikoretikular dan talamokortikal. Status konvulsivus terjadi
akibat proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus yang diikuti oleh proses
inhibisi yang tidak sempurna.
Kejang tonik akan diikuti oleh sentakan otot atau kejang klonik. Proses ini
berlangsung terus, sambung menyambung tanpa diselingi oleh fase sadar. Dalam bentuk
klinis seperti ini penderita berada dalam keadaan status konvulsivus.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis status konvulsivus dapat langsung ditegakkan bila ada yang menyaksikan
bangkitan umum tonik-klonik. Status konvulsivus seringkali tidak dipikirkan pada pasien
koma yang telah memasuki fase nonkonvulsif. Pada semua pasien koma perlu diketahui
adanya minor twitching yang bisa terlihat di wajah, tangan, kaki, atau dalam bentuk
nistagmus.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal,
elektroensefalografi, dan pencitraan neurologis. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untuk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada
kondisi klinis pasien. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang lama adalah
kadar glukosa darah, elektrolit, darah perifer lengkap, dan masa protrombin. Pemeriksaan
laboratorium tersebut bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam.
Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien kejang disertai penurunan
kesadaran atau gangguan status mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala
infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau pada kasus yang tidak didapatkan faktor
pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48-72 jam setelah pungsi
lumbal yang pertama untuk memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform.
Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khususnya interiktal EEG. Beberapa anak tanpa
kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak
lain dengan epilepsy berat mempunyai gambaran interiktal EEG yang normal. Sensitivitas
EEG interiktal bervariasi.
Pencitraan neurologis
Foto polis kepala memiliki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukkan
adanya fraktur tulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma kepala dideteksi dengan
CT Scan kepala. Kelainan gambaran CT Scan kepala dapat ditemukan pada pasien kejang
dengan riwayat trauma kepala, pemeriksaan neurologis yang abnormal, perubahan pola
kejang, kejang berulang, riwayat menderita penyakit susunan saraf pusat, kejang fokal, dan
riwayat keganasan.
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih superior dibandingkan CT scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah yang
tertutup struktur tulang misalnya daerah serebelum atau batang otak. MRI dipertimbangkan
pada anak dengan kejang yang sulit diatasi, epilepsy lobus temporalis, perkembangan
terlambat tanpa adanya kelainan pada CT scan, dan adanya lesi ekuivokal pada CT scan.
IX. PENATALAKSANAAN
Umumnya kejang tonik klonik berhenti spontan dalam 5 menit. Bila kejang tidak
berhenti dalam 5 menit, maka kejang cenderung berlangsung lama. Status konvulsivus adalah
kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau kejang berulang selama lebih dari
30 menit; selama kejang pasien tidak sadar. Status konvulsivus pada anak merupakan
kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis.
Langkah-langkah penanganan kejang terbagi atas tatalaksana fase akut dan fase
meliputi:
Penanganan pada pasien dengan status konvulsivus tidak hanya bertujuan untuk
mengentikan kejang, tetapi juga mencegah terjadinya komplikasi sistemik yang timbul pasca
status konvulsivus. Pengenalan dini, intervensi yang adekuat, dan pencegahan komplikasi
penting untuk prognosis pasien. Pada kejang lama dapat terjadi hipoksia terjadi akibat
gangguan ventilasi, sekresi air liur dan sekret trakeobronkial yang berlebihan, serta
Diazepam
0,3-0,5
mg/kgBB
10 mg
Lorazepam
0,05-0,1
mg/kgBB
4 mg
Fenitoin
15-20
mg/kgBB
-
Fenobarbital
10-20
mg/kgBB
-
5-10 menit,
5-10 menit,
Bila kejang
10-15 menit
Midazolam
0,05-0,1
mg/kgBB
-
ulangan
dapat diulang
1-2 kali
dapat diulang
1 kali
Lama kerja
15 menit-4
jam
IV perlahan,
rectal
Sampai 24
jam
IV
Dilanjutkan
dengan
fenitoin atau
OAE
Somnolen,
ataksia,
depresi napas
Hindarkan
pengulangan
sebelum 48
jam
Bingung,
depresi napas
Rute
pemberian
Catatan
Efek
samping
tidak
terkontrol,
periksa kadar
dalam serum
setelah 1-2
jam. Dapat
diberikan
setengah
dosis
12 jam
IV perlahan,
kecepatan 50
mg/ menit,
dapat
diencerkan
dengan NaCl
0,9%
Monitor
tanda vital
5-10
mg/kgBB
12-24 jam
1-6 jam
12-24 jam IV
perlahan,
kecepatan 100
mg/menit,
atau IM
IV bolus
perlahan,
kecepatan 0,2
ug/menit atau
drip 0,4-0,6
ug/kgBB/
menit
Monitor tanda
vital
Hipotensi,
Hipotensi,
Hipotensi,
depresi
depresi napas
bradikardi
napas,
aritmia
Tabel 3. Obat-obat yang sering digunakan dalam penghentian kejang
X. KOMPLIKASI
Neurotoksisitas
Kejang menyebabkan kebutuhan metabolic sel neuron meningkat. Bila status
konvulsivus berlangsung lebih dari 60 menit, akan terjadi kerusakan neuron.
Sistemik
o Aritmia jantung dan gagal jantung akibat peningkatan output
o Hipoksia: edema paru dan aspirasi
o Demam
o Hipoglikemia, hiperkalemia
o Rhabdomyolisis, myoglobulinuria
XI. PROGNOSIS
Prognosis status konvulsivus tergantung pada penyakit yang mendasarinya, kecepatan
penangan kejang, dan komplikasinya.
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 28 tahun
Suku bangsa
: Minang
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
Tanggal periksa
: 27 Desember 2016
ANAMNESIS
Seorang pasien, Ny. Y, perempuan, usia 28 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 13 Desember 2016 dengan:
Keluhan Utama : Kejang berulang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang berulang sejak 2 hari yang lalu, kejang terjadi tiba-tiba saat pasien sedang
dalam rawatan di RSUD Adnan WD Payakumbuh. Kejang diawali dengan kelonjotan
pada kedua tangan dan tungkai selama 1-2 menit. Saat kejang pasien sadar, mulut
tidak berbuih, lidah tidak tergigit, dan pasien tidak mengompol. Kejang berulang
hingga > 10 kali. Jarak antar kejang 5-15 menit. Saat kejang, sesudah kejang, dan
diantara kejang pasien tetap sadar.
Riwayat kehamilan ektopik terganggu yang diketahui 6 hari yang lalu. Saat itu pasien
mengeluhkan nyeri pada perut dan didiagnosis dengan kehamilan diluar rahim. Pasien
dioperasi dan sesaat setelah di operasi pasien mengalami cardiac arrest, lamanya tidak
diketahui. Setelah cardiac arrest pasien sadar, kemudian pasien diintubasi dan dirawat
dengan ventilator. Pasien sadar penuh saat satu hari yang lalu, kemudian dilakukan
ekstubasi sekitar 10 jam yang lalu.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, asma, dan
kelainan jantung lainnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis (E4M6V5)
Kooperatif
: Kooperatif
Nadi/ irama
: 93 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Suhu
: 37,0 oC
Keadaan gizi
: baik
Turgor kulit
: baik
Aksila
Inguinal
Inspeksi
Torak
Paru
Palpasi
: sulit dinilai
Perkusi
: sonor
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: timpani
: deformitas (-)
Palpasi
: gibus (-)
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Kanan
Baik
Baik
Kiri
Baik
Baik
Kiri
Lapangan pandang
Baik
Baik
Melihat warna
Funduskopi
Baik
Tidak dilakukan
Baik
Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Kanan
Bulat
(-)
Bebas kesegala arah
Kiri
Bulat
(-)
Bebas kesegala arah
Strabismus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Ekso/endotalmus
(-)
(-)
Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi
Bulat
(+) normal
(+)
(+)
Bulat
(+) normal
(+)
(+)
Kiri
Baik
Ortho
(-)
(-)
Kanan
Baik
Ortho
Kiri
Baik
Ortho
Diplopia
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
N. VI (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea
- Sensibilitas
Divisi maksila
- Refleks masetter
- Sensibilitas
Divisi mandibula
- Sensibilitas
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
N. VII (Fasialis)
Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebra
Kanan
Kiri
Plika nasolabialis
simetris
(+)
(+)
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Baik
Baik
Baik
Baik
Mencibir/ bersiul
Baik
Baik
Memperlihatkan gigi
Baik
Baik
Baik
Baik
Hiperakusis
(-)
(-)
N. VIII (Vestibularis)
Suara berbisik
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Detik arloji
Baik
Baik
Rinne tes
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Weber tes
Tidak diperiksa
Schwabach tes
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala
Tidak diperiksa
(-)
(-)
(-)
(-)
Kanan
Baik
(+)
Kiri
Baik
(+)
N. IX (Glossopharyngeus)
Sensasi lidah 1/3 belakang
Refleks muntah (Gag Rx)
N. X (Vagus)
Kanan
Simetris
Simetris
Baik
Baik
Reguler
Arkus faring
Uvula
Menelan
Suara
Nadi
Kiri
Simetris
Simetris
Baik
Baik
Reguler
N. XI (Asesorius)
Kanan
Baik
Baik
ke Baik
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu
kanan
Mengangkat bahu ke kiri
Baik
Kiri
Baik
Baik
Baik
Baik
N. XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah dalam
Kedudukan lidah dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atropi
Kanan
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan
Tidak diperiksa
Romberg tes
Tidak diperiksa
Ataksia
Tidak diperiksa
Reboundphenome
n
Test tumit lutut
Kiri
Baik
Baik
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Respirasi
Teratur
Duduk
b. Berdiri
dan Gerakan spontan
Tidak dilakukan
Tremor
Tidak dilakukan
berjalan
Atetosis
Tidak dilakukan
Mioklonik
Tidak dilakukan
Khorea
Tidak dilakukan
c. Ekstremitas
Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Gerakan
Aktif
Aktif
Aktif
Kekuatan
555
555
555
Tropi
Eutrofi
Eutropi
Euttrofi
Kiri
Aktif
555
Eutropi
Tonus
Eutonus
6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensiblitas termis
7. Sistem refleks
a. Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Laring
Masetter
Dinding perut
Atas
Tengah
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Baik
Baik
Tidak dapat dilakukan
Kanan
(+)
Kiri
(+)
Kanan
Kiri
Kanan
++
++
++
++
Kiri
++
++
++
++
Babinski
Chaddocks
Kanan
(-)
(-)
Kiri
(+)
(-)
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus paha
Klonus kaki
Tungkai
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Biseps
Triseps
KPR
APR
Bulbokvernosus
Cremaster
Sfingter
Bawah
b.Patologis
Lengan
HoffmannTromner
(-)
(-)
8. Fungsi otonom
- Miksi
: baik
- Defekasi
: baik
- Sekresi keringat
: baik
9. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran
Reaksi bicara Baik
Fungsi intelek Baik
Reaksi emosi Sulit dinilai
Tanda Dementia
Reflek glabella
Reflek Snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Reflek
palmomental
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin
: Hb
: 11,6 gr/dl
Leukosit
: 12.220/mm3
Kimia Klinik
Trombosit
: 138.000/mm3
Hematokrit
: 34%
: GDS 59 gr/l
Na 135 / K 4,2 / Cl 108
Ur / cr 24 / 0,8
Pemeriksaan tambahan:
EKG : Irama sinus, HR 93x/i, ST change (-) T inverted (-), SV1 + RV5 < 35. Kesan
Diagnosis :
Diagnosis Klinis
: Status konvulsivus
Diagnosis Topik
: Intrakranial
Diagnosis Etiologi
Umum :
Oksigen 4 L/menit
-
Khusus :
Follow up
14 Desember 2016 (07.00)
S/
Pasien sadar (+)
Kejang (+)
O/
KU
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
120/80
90
20
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
Hipoglikemia
P/
Curcuma 3 x 1 tab
Protokol hipoglikemia : IVFD D 10% 8 jam/kolf dan cek GD setiap 15 menit bila:
GD <60 D 40% 2 flc
GD 60-80 D 40% 1 flc
GD > 100 mg/dl 3x berturut-turut cek GD per jam GD > 100mg/dl 3x berturutturut lagi periksa setiap 4 jam selama 24 jam
GD > 200 mg/dl ganti IVFD dengan NaCl 0,9% 8 jam/kolf
GD 100-200 IVFD D 5% 8 jam/kolf
15 Desember 2016 (07.00)
S/
Kejang (+)
O/
KU
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/70
80
21
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
Hipoglikemia
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/70
85
20
37oC
TD
Nadi
Nafas
110/80
82
20
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
GDS terakhir 140 gr/dl
A/
Status konvulsivus
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/70
76
21
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
Laboratorium : Hb = 11,5 g/dl
Leukosit = 13.730
Trombosit = 425.000/mm3
Hematokrit = 35%
Ca/Na/K/Cl = 8,8/140/3,8/106
SGOT/SGPT = 59/74 u/L
A/
Status konvulsivus
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/70
76
21
37oC
TD
Nadi
Nafas
110/75
81
20
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
Laboratorium : Hb = 11,4 g/dl
Leukosit = 10.940
Trombosit = 400.000/mm3
Hematokrit = 35%
Ca/Na/K/Cl = 8,8/140/3,8/106
SGOT/SGPT = 59/74 u/L
A/
Status konvulsivus
P/
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/75
81
20
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
P/
Oksigen 4 L/menit
Depakote 2x25 mg
Asam folat 2 x 5 mg oral
Clobazam 2 x 1 tab
28 Desember 2016 (07.00)
S/
Kejang (berkurang)
O/
KU
Kesadaran
Sedang Composmentis
TD
Nadi
Nafas
110/75
81
20
37oC
SI
: Rh -/- wh -/SN
: GCS E4M6V5
TRM (-) TIK (-)
Pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm
Motorik :
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis (++), Refleks patologis
A/
Status konvulsivus
P/
BAB 3
DISKUSI
pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan dengan ditemukan udem serebri. Terapi umum yang
diberikan pada pasien saat ini adalah IVFD Dextrose 10% 12jam/kolf, Oksigen 4 L/menit, Inj
Fenitoin 3 x 100 mg (iv), Inj Dexametason 4 x 10 mg (iv) tapp off, Asam folat 2 x 5 mg oral
dan Lansoprazol 2 x 30 mg.
DAFTAR PUSTAKA
11. Setiaji A. Pengaruh Penyuluhan tentang Penyakit Epilepsi Anak Terhadap Pengetahuan
Masyarakat Umum. Universitas Diponegoro. 2014: 1-30