Blok Emergency
Skenario 1
Disusun Oleh :
Kelompok 14
Talytha Alethea(1218011152)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
DAFTAR ISI
Skenario 5......................................................................................................................1
STEP 1.............................................................................................................................
IDENTIFIKASI ISTILAH ASING...............................................................................4
STEP II............................................................................................................................
IDENTIFIKASI MASALAH........................................................................................5
STEP III...........................................................................................................................
BRAINSTORMING......................................................................................................6
STEP IV...........................................................................................................................
PENJELASAN LANJUTAN.......................................................................................24
STEP V............................................................................................................................
PENENTUAN LEARNING OBJECTIVE (LO)........................................................33
STEP VI...........................................................................................................................
BELAJAR MANDIRI.................................................................................................34
STEP VII..........................................................................................................................
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE (LO).....................................................35
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................83
Skenario 5
TRAUMA SI RAJA JALANAN
Pasien laki-laki, Tuan Z, usia 25 tahun, datang ke IGD RSP Universitas Lampung
diantar keluarganya. Pasien mengeluh nyeri di seluruh lapangan perut.
Dialami pasien sekitar 10 jam sebelum dibawa ke IGD. Pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas mengendarai sepeda motor dengan kencang lalu menabrak pohon yang
berada di pinggir jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-), kejang (-).
STEP 1
IDENTIFIKASI ISTILAH ASING
Tidak ada istilah asing ditemukan
STEP II
IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.
STEP III
BRAINSTORMING
1.
yang
atas
merupakan
bidang
subcostalis,
yang
mana
menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal
yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan
tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae
lumbalis V.
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis
mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga
abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan
peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan
peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda
peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap
berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi namanama khusus.
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti
kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang
mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang
membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya
yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan
mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti
celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini
memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen
dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum.
Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang
antara lambung dan liver.
Organ
dalam
rongga
a. Organ Intraperitoneal
abdomen
dibagi
menjadi
dua,
yaitu
1.Hati
Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu :
(1) pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus;
(2) berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk
membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen
usus.
Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium
kanan, meluas sampai regio epigastrium. Permukaan atas hati cembung
melengkung
inferior atau
Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang
dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan
terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung
empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan
fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan
pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung bebas omentum
majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang
membentuk lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran
portal, yang mengandung cabang arteri hepatica, vena porta, dan saluran
empedu (segitiga portal).
2.Limpa
Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya
berbentuk oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium
kiri, dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya
berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada
pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas,
flexura coli sinistra. Batas posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus
costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI kiri.
3.Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai
3 fungsi utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas 1500 ml pada
orang dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah lambung untuk
membentuk kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan
pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien
dapat berlangsung.
Lambung
terletak
pada
bagian
atas
abdomen,
dari
regio
diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah
bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal
kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum.
Secara kasar lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium
cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura yang disebut curvatura mayor
dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi
menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke
atas terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas.
Sedangkan corpus adalah badan dari lambung. Antrum merupakan bagian
bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya
membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan
pengeluaran
isi
lambung
ke
duodenum.
Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang
terdiri dari banyak lipatan atau rugae. Dinding otot lambung mengandung
serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut longitudinal
terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut
sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada
pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut oblik
membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan
sepanjang anterior dan posterior.
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada
permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan viseral hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan
collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk
ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding anterior abdomen
dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada colon
tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum.
Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas 50
ml. Vesica Fellia mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk
membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen
yang satu sama lain saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan
ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung
empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak
pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-
garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak.
5. Usus halus
Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi
3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah
pencernaan
dan
absorpsi
hasil-hasil
pencernaan.
halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan. Batas lateral
pada colon ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial
pada caput pancreas.
3. Bagian ketiga duodenum
Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti
pinggir bawah caput pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus
halus, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada ureter kanan,
muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior pada caput
pankreas, dan batas inferior pada lekukan-lekukan jejunum.
4. Bagian keempat duodenum
Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian memutar ke depan pada
perbatasan duodenum dan jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan
junctura
duodeno-jejunalis.
Batas
anterior
pada
permulaan
pangkal
dan
pinggir
medial
muskulus
psoas
kiri.
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan
cabang-cabang yang panjang dan jarang, sedangkan ileum menerima banyak
pembuluh
darah
pendek,
berasal
dari
tiga
atau
lebih
arkade.
mesenterium
ileum
lemak
disimpan
di
seluruh
bagian.
caecum;
(4)
di
depan
atau
di
belakang
bagian
terminal
ileum.
Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm.
Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di
mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan
dilanjutkan sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan
permukaan depan colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding
posterior abdomen. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum
majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista
iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub
bawah ginjal kanan.
Colon tranversum panjangnya 38 cm dan berjalan menyilang abdomen,
menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum
majus dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada bagian kedua
duodenum, caput pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.
Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm.
Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas
anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior
abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus
abdominis, m. Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri.
b. Organ Retroperitoneal
1. Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh
dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi
banyak
lemak
yang
disebut
lemak
pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua
duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus
costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan
m. Tranversus abdominis
Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa,
lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas
posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII,
m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.
2. Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong
sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan
filtrasi glomerulus. Panjang ureter 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1)
di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku
ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica
urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di
belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung
processus tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan
menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca,
kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio
ischiospinalis
dan
memutar
menuju
angulus
lateral
vesica
urinaria.
Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av.
Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal
mesenterium
usus
halus.
Batas
posterior
pada
m.
Psoas
dextra.
Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av.
Colica sinistra, dan av. Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m.
Psoas sinistra.
3. Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang
terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian
eksokrin kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu
pulau langerhans, menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan
penting
dalam
metabolisme
karbohidrat.
Pankreas
menyilang
bidang
transpilorica.
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki
seperti cakram, terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas
ke kiri di belakang av. Mesenterica superior dan dinamakan processus
junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior
dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan
remuk,
biasanya
organ
padat
(spleen,
hati,
ginjal)
terancam.
abdomen
Perdarahan retroperitoneal
Ruptur Lien
4. Penanganan
-Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support
merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi
tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan
memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma
merupakan risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan
berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau fasilitas yang
lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur
-Manajemen
Non
Operative
Trauma
Tumpul
Abdomen
-Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi
tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran
-Follow-Up :
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan
mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi
menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan
tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra
abdomen.
STEP IV
PENJELASAN LANJUTAN
1. (sudah dijelaskan lengkap)
2. (sudah dijelaskan lengkap)
3. Diagnosis Banding Skenario
Berdasaran
jenis
organ
yang
cedera
dapat
dibagi
dua
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama
adalah peritonitis
Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul
abdomen karena adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari
peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga
peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,
intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang
dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing,
obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic
Inflammatory
Disease)
dan
bencana
vaskular
(trombosis
dari
mesenterium/emboli).
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
organ
patologi
atau
iritasi
peritoneal
sekunder.
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling
terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang
ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan
suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah
atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh
sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Palpasi :Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah
yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen
yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian
yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular
(rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum
parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap
rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan
nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara
refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat.
Perkusi: Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi
melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan
peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi. Pada pasien dengan keluhan nyeri perut
meliputi
inspeksi,
auskultasi,
palpasi,
dan
perkusi.
ini
biasanya
lambat
dalam
beberapa
jam
sampai
hari.
-Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu
diaspirasi.
-Dianggap
positif
bila
diperoleh
darah
minimal
sebanyak
0.5
cc
fungsi
organ,
dan
(4)
mengontrol
proses
inflamasi.9
Penatalaksanaan
1. Pre Operasi
a. Resusitasi cairan
b. Oksigenasi
c. NGT, DC
peritonis
meliputi,
antara
lain:
d. Antibiotika
e. Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
a. Kontrol sumber infeksi
b. Pencucian rongga peritoneum
c. Debridement radikal
d. Irigasi kontinyu
e. Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
a. Balance cairan
b. Perhitungan nutrisi
c. Monitor vital Sign
d. Pemeriksaan laboratorium
e. Antibiotika
Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis, antara lain:
1. jenis infeksinya/penyakit primer
2. durasi/lama sakit sebelum infeksi
3. Keganasan
STEP VI
STEP VI
BELAJAR MANDIRI
STEP VII
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE (LO)
1. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung,
colon
transversum,
usus
halus,
dan
colon
sigmoid.
Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,
sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma
tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII
IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran
kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai
perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post
trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat
nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat
dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi.
Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan
laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan
empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran
empedu.
Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma
tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa
karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka
thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu
tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring
semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang
sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari
sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di
rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada
abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering
meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera
setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya
fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit
serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri,
yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi
trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul
setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan
gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus
dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan
diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi
dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun
manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat
mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa
dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan
antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi.
Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma
tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala
burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler
pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan
gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan
pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung.
Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam
pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada
usus dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada
Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena
cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan
intravenous pyelogram.
Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur
pada costa ke XI XII atau adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri,
lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah
secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur
ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi
CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic
hematuri
juga
dapat
menunjukkan
adanya
ruptur
pada
ginjal.
Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat
dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras
seperti aortogram dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai
selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan
adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan
tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma
ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur
yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar ginjal hanya
dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan
non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang
memperlihatkan adanya ekstravasasi.
Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan
kasus diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai
setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada
benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada
pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum
atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada
abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan
pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam
setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala
iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu
dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus
yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic
Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam
keadaan stabil. Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau
konservatif, tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran
dengan
adanya
hematuria
paska
trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba
dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan
langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi
gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada
ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter
biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma.
Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya
perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali
terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat
kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian,
kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan
tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang
kontralateral dengan lokasi trauma
retroperitoneal
yang
terjebak
dari
perforasi
duodenal.
-Ultrasonografi
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan
diinterpretasikan positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak
cairan. Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen
berhubungan dengan hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas
intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi trauma, adanya
perdarahan
tertutup,
posisi
pasien,
dan
jumlah
cairan
bebas.
Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang.
Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis.
Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis.
Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya
hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan
parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver,
diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan
ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan
menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis
menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar
ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai
area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita,
akumulasi
cairan
pada
cavum
Douglas,
posterior
dari
uterus.
untuk
menentukan
sebab
dan
luasnya
kerusakan.
gambaran
yang
jelas
pancreas,
duodenum,
dan
sistem
diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen, (4)
Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan
potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu
lama untuk prosedur yang lain Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien
membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat
pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.
Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal.
Meliputi metode open, semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi
kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan
kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum
tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam
ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di dalam
kulit,
subkutan,
linea
alba
dan
peritoneum.
Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan
aspirasi 10 mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih
dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu,
bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum
untuk
menghasilkan
DPL
positif
secara
mikroskopik.
nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul lien
yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat
ditambahkan dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa
penjahitan omentum.
Splenektomi
Mengingat fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus
dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang
tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi lien sering tidak mudah karena
splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan
a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat
diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan.
Splenektomi parsial bisa terdiri dari eksisi satu segmen yang dilakukan jika
ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital.
Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat
kesuksesan paling tinggi.
Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :
1). Pecahnya lien dalam kecelakaan karena lien tidak dapat dijahit karena
sangat vaskular dan rapuh oleh karena itu untuk menyelamatkan lien pasien
harus diangkat.
2). Pada penyakit kronis misalnya malaria, lien sangat membesar sehingga
menghasilkan ketidaknyamanan kepada pasien karena itu lien harus diangkat.
Tatalaksana Peritonitis
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit,
kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.
Penanganan Preoperatif
1. Resusitasi Cairan
Peradangan yang
menyeluruh
pada
membran
peritoneum
aerob
yaitu
E.
Coli,
golongan
Enterobacteriaceae
dan
diberikan.
Kedua
obat
ini
merupakan
bakterisidal
jika
yang
diberikan
secara
parenteral
lebih
baik
daripada
Penanganan Operatif
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi
biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum.
Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis
primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari
apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahanbahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah,
mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah
dari bakteri virulen.
1. Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk
menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi
penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada
peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi
yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi
fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal
debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ
dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu
diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau
kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis
akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob
maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum.
2. Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter)
dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin,
serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi
tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal:
tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral
akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada
efek tambahan pada pemberian bersamalavage. Terlebih lagi, lavage
dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas
dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari
neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum
peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme
pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang
permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri.
3. Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan
peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum
peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase
yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus
tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu
terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal
residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk
peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi.
Pengananan Postoperatif
Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien
yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas
hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen
inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14
hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai
dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus
menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi
tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial,
CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.
3. Patofisiologi
Patofisiologi rupture limpa (spleen trauma)
Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma
tumpulabdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini
mungkin
disertaikerusakan
Limpa mendapat
yaitu
dan pankreas.
dilewati
kurang
lebih 350 liter darah per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit
darah sekali pemberian. Karena alasan ini, trauma padalimpa mengancam
kelangsungan hidup seseorang.
Limpa kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal
dan traumatembus abdomen. Penyebab utamanya adalah cedera langsung
karena kecelakaanlalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur
atau olahraga kontak,seperti yudo, karate, dan silat. Trauma limpa terjadi pada
25% dari semua traumatumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan
perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin b e r h u b u n g a n d e n g a n t i n g g i n ya
k e g i a t a n d a l a m o l a h r a g a , b e r k e n d a r a a n d a n bekerja kasar pada lakilaki. Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun.
Etiologi
a. Trauma tumpul : organ yang terkena limpa, hati, pankreas, dan ginjal.
disebabkan
oleh
kecelakaan
tabrakan
mobil,
terjatuh
dari
sepeda
Hematom
kuadran
bayangan
splenomegali.
kiri
atas,
jika
besar,
dapat
lien, menjadi
menggeser
gambaran
psoas.
Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada
darah.
Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan tajam
dapat ditemukan.
Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang tipis
membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.
Hematom lien kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih komplek
karena diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari
hematom subkapsuler atau parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan
Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebagai garis fibrosis pada
sekitar 30 % kista.
Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di dalam
geografik.
Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma lien
dan karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam
penyembuhan hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat muncul.
Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear atau
diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi hematom.
Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang
hampir sama, seperti pada penyakit sickle sel. Infark lien kronik dapat
berkembang menjadi kalsifikasi yang mirip dengan hematom subkapsular.
Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran
kiri atas dibawah diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi
hematom lien
Tabel : Grading untuk trauma lien menurut gambaran CT-Scan
d. Post-traumatik infark
e. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen nonoperasi (NOM)
The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the
Surgery of Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi
pada tahun 1994, sebagai berikut:
Grade I
Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan
Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.
Grade II
Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan
Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm
Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan
pembuluh darah trabecular.
Grade III
Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau
Grade IV
Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan
devascularisasi lebih dari 25% dari lien
Grade V
Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.
4. Kegawatdaruratan GIH
A. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas: Hematemesis-Melena
dan lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
golongan
salisilat,
Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun,
alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit
darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya
keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis
timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah
perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa
gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita
perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
1. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obatobatan. Pemberian air
anamnesis
terhadap
kemungkinan
adanya
penyakit
jantung
koroner/iskemik.
1. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah
penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan
dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube
ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat
pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat
seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah
dijumpai.
1. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini
tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan
yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
1. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus,
transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi
hari membaik.
Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil
mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi
oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang,
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
d. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
Jumlah serta warna darah hematemesis.
Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal,
potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi
secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah,
nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg,
pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit
dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah
ke ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,
jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering
mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair
perdarahan
\dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.\
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami
kenaikan temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang
dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena
perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi
klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri,
kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan
melakukan pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa
B. Koma Hepatikum
Patofisiologi
Dalam arti sederhana, ensefalohepatik atau koma hepatik dapat
dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus
yang tidak mengalami metabolisme dalam hati. Keadaan ini dapat terjadi bila
terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau terdapat pirau (patologis/ akibat
and
tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat
pada seorang penderita dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi
kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal,
dan ginjal. HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara
penaggulangan keduanya berbeda.
akut
(tabel
I).
Keterlambatan
pengobatan
akan
peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal
akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi
maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun
sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD
normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversible bila TD diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
ATLS. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctor Eighth edition. American
College of Surgeons Committee in Trauma
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I.Jakarta : FKUI
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Vol. 1. Jakarta: EGC
Rani, A; Simadibrata, M; Syam, AF. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi Edisi I.
Jakarta: Interna Publishing
Syansuhidajat; de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC