Anda di halaman 1dari 41

27

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi alat diagnostik yang pesat saat ini sudah
sangat dirasakan manfaatnya dalam mendiagnosa gangguan struktur
morfologi organ tubuh. Untuk mendiagnosa struktur morfologi organ tubuh
diperlukan modalitas radiologi sesuai dengan kemampuan alat dan
karakteristik organ yang akan dinilai. Modalitas yang digunakan dalam
bidang radiologi seperti radiologi konvensional (foto Rontgen), Computed
Tomography Scan (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Ultrasonography (USG), dan pencitraan nuklir kini pun berkembang sangat
pesat.
Magnetic

Resonance

Imaging

(MRI)

adalah

suatu

alat

Kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan


gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan menggunakan
medan magnet berkekuatan antara 0,064-3Tesla (1 Tesla=10000 Gauss) dan
resonansi getaran terhadap inti atom Hidrogen.(1)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu
modalitas imejing diagnostik yang dapat menghasilkan irisan anatomi tubuh
secara multiplanar dengan kontras resolusi yang sangat baik. MRI dapat
mendeteksi perbedaan kontras pada jaringan lebih baik daripada CT Scan.
Sehingga MRI sangat baik digunakan untuk mendeteksi suatu lesi pada
jaringan lunak.(Blink, 2004).
Pada beberapa kondisi, pemeriksaan MRI mengalami kesulitan
untuk membedakan lemak dan soft tissue sekitar. Lemak sering menjadi
sumber masalah pada MRI, karena lemak mengelilingi banyak struktur
anatomi, tapi tidak dibatasi dengan baik. Pada beberapa jaringan, lemak
merupakan komponen molecular dengan atom hydrogen pada cairan. Untuk
mengatasi hambatan tersebut maka dikembangkan suatu teknik penekanan
lemak yang disebut fat suppression (Wu Jing et all, 2012).
Menurut Grande et all (2014) Fat suppression adalah teknik yang
dipakai untuk menekan sinyal lemak sehingga gambaran lemak akan

27

kelihatan hitam (hypointens). Pulsa fat suppression hanya digunakan jika


diaplikasikan pada jaringan (khususnya lemak), dan tidak efektif jika
diaplikasikan pada udara. Ada beberapa teknik fat-sup antara lain Fat
Saturation (Fat-Sat), Water Excitation, Dixon, Short Tau (TI) Inversion
Recovery (STIR),Spectral Presaturation Inversion Recovery (SPIR),
Spectral Adiabatic Inversion Recovery (SPAIR).
SPAIR merupakan teknik Fat-Suppression hybrid dengan
menggunakan adiabatic pulse inversion 180, menggabungkan teknik STIR
dan fat-sat. Teknik ini hanya digunakan untuk suppressing lemak.
(Grande,2014)
Keunggulan dari teknik SPAIR ini adalah suatu teknik yang
sangat efektif untuk fat suppression yang memberikan keuntungan yang
berbeda dari teknik fat suppression yang konvensional dan SPAIR baik
digunakan untuk pemeriksaan Muskuloskletal. Pada knee joint teknik ini
dapat menampakkan soft tissue pada articular kartilago, ligamen-ligamen,
articular capsule dan dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan knee
joint sebelum dilakukan operasi.( Wuu Jing et al,2012)
Fat Saturation merupakan salah satu teknik fat suppression.
direkomendasikan untuk menekan sinyal dalam jumlah yang besar dari
lemak dan aquisisinya dapat dibuktikan pada gambaran enhance media
kontras. Fat Saturation juga bermanfaat untuk menghindari terjadinya
misregistration artefak, sehingga dapat digunakan dalam berbagai macam
imaging sekuen. Salah satu keunggulan fat saturation adalah waktu yang
digunakan lebih cepat karena waktu yang diperlukan untuk mengaplikasikan
pulsa saturasi adalah 10 msec (Westbrook,2011)
Kualitas pencitraan MRI sangat mempengaruhi kemampuan
untuk memberikan gambaran kontras pada jaringan lunak tubuh. Dalam
memilih parameter diupayakan agar gambar yang dihasilkan optimal dalam
scanning yang singkat. Kualitas gambaran pada MRI dipengaruhi oleh 4
faktor, yaitu Signal to Noise Ratio (SNR), Contras to Noise Ratio (CNR),
Spatial Resolusition, Scan Time (Westbrook,2011).
Menurut Mc Robbie (2006) Signal to noise ratio (SNR) adalah
perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan amplitude noise. Pada

27

pemeriksaan MRI knee joint dengan menggunakan pembobotan Proton


Density, SNR akan meningkat dan organ yang kecil seperti, korteks tulang,
ligamen dan meniscus terlihat lebih jelas.
Menurut Moeller (2003) pemeriksaan MRI Knee Joint menggunakan
teknik fat suppression sekuens PD Fatsat sagital. Pada saat penulis PKL di
Instalasi Radiologi RS Usada Insani teknik fat suppressing yang digunakan
yaitu Proton density fat saturation dan ketika penulis PKL di Instalasi
Radiologi Siloam Hospital Lippo Village untuk pemeriksaan MRI Knee Joint
menggunakan teknik fat suppression sekuens PDW_SPAIR.
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengevaluasi perbedaan nilai
Signal to Noise Ratio (SNR) yang dihasilkan dari kedua sekuens tersebut
khususnya untuk teknik Fat Suppression pada pemeriksaan MRI Knee Joint.
Perbedaan nilai SNR akan mempengaruhi kualitas citra yang dihasilkan dan
nilai SNR yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan gambar
dengan spatial resolution yang baik.
Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
perbedaan SNR antara sekuens PDW_SPAIR dan PDW_Fatsat dalam sebuah
karya tulis ilmiah yang berjudul PERBEDAAN NILAI SIGNAL TO
NOISE RATIO (SNR) ANTARA SEKUENS PDW_SPAIR (SPECTRAL
ADIABATIC

INVERSION

RECOVERY)

DENGAN

SEKUENS

PDW_FATSAT (FAT SATURATION) PADA PEMERIKSAAN MRI


KNEE JOINT POTONGAN SAGITAL.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini antara lain :
1. Apakah ada perbedaan SNR anatara sekuens PDW_SPAIR dengan
sekuens PDW_Fatsat pada pemeriksaan MRI Knee Joint potongan sagital?
2. Manakah SNR yang lebih baik antara sekuens PDW_SPAIR dengan
sekuens PDW_Fatsat pada pemeriksaan MRI Knee joint potongan sagital ?
C. Tujuan Penelitian

27

1. Untuk mengevaluasi

perbedaan SNR anatara

sekuens PDW_SPAIR

dengan sekuens PDW_Fatsat pada pemeriksaan MRI Knee Joint potongan


sagital
2. Untuk menilai SNR yang lebih baik antara sekuens PDW_SPAIR dengan
sekuens PDW_Fatsat pada pemeriksaan MRI Joint potongan sagittal
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian karya Tulis Ilmiah ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan wawasan mengenai informasi perbedaan sekuens
PDW_SPAIR dengan sekuens PDW_Fatsat sekuen pada pemeriksaan MRI
Knee Joint potongan Sagital dan informasi mengenai teknik fat
suppression mana yang lebih baik dalam menghasilkan nilai SNR yang
optimal.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukan kepada unit radiologi rumah sakit terkait
perbedaan perbedaan sekuens PDW_SPAIR dengan sekuens PDW_Fatsat
pada pemeriksaan MRI Knee joint potongan Sagital dan teknik mana yang
menghasilkan nilai SNR yang baik.

E. Keaslian Penelitian

27

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, dan
HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1.
Dasar Dasar MRI
a.
Instrumen Dasar MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik pencitraan
yang digunakan terutama dalam pengaturan medis untuk menghasilkan
gambar berkualitas tinggi dari bagian dalam tubuh manusia. MRI
didasarkan

pada

prinsip-prinsip

teknik

resonansi

magnetik

nuklir.Komponen MRI terdiri dari magnet utama, Shim coil dan


Gradient coil, Radiofrequency (RF Coil, dan Sistem komputer.
b.

Dasar pencitraan MRI (Inti Atom Hidrogen)


Pada dasarnya setiap materi dengan jumlah proton dan netron
ganjil akan mempunyai nilai momen magnetik yang dikenal dengan
MR nuklei sedangkan inti yang mempunyai jumlah proton dan neutron
genap akan mempunyai momen magnetik yang bernilai nol. Atom
hidrogen terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang melimpah, kurang
lebih 80% penyusun tubuh manusia adalah atom hidrogen. Setiap atom
hidrogen mempunyai satu inti bermuatan tunggal yang mempunyai
nilai magnetisasi. Oleh karena itu maka inti atom hidrogen mempunyai

peranan yang sangat besar pada MRI (Westbrook, 2011).


c.
Presesi
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu atau
porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau
gerakan NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut
precession, dan menyebabkan magnetik moment bergerak secara
circular mengelilingi Bo. Jalur sirkulasi pergerakan itu disebut
precessional path dan kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo
disebut frekuensi presesi . Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz=
1 putaran per detik. Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom

hydrogen tergantung pada kuat medan magnetik yang diberikan pada


jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan
frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik disebut
dengan frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan : = B dimana
adalah frekuensi Larmor proton, adalah properti inti
gyromagnetik, dan B adalah medan magnet eksternal (Westbrook,
2011).

Gambar 2.4. Gambaran presesi (Westbrook, 2011)

d.

Resonansi
Resonansi Adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek
diberikan pulsa yang mempunyai frekuensi sesuai dengan frekuensi
Larmor. Apabila tubuh pasien diletakkan dalam medan magnet
eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya akan berada pada
arah yang searah atau berlawanan dengan medan magnet luar dan intiinti itu akan mengalami perpindahan dari suatu energi ke tingkat
energi yang lain. Proses perpindahan energi ini seringkali merubah
arah dari NMV, akibatnya vektor

dapat berubah arah dari arah

longitudinal atau parallel medan magnet luar, ke arah yang lain.


Peristiwa ini terjadi apabila inti atom menyerap energi untuk
berpindah energi yang lebih tinggi atau melepaskan energi untuk
berpindah ke tingkat yang lebih rendah. Energi untuk terjadinya
proses ini di dapat dari energi pulsa radiofrekuensi. Pulsa radio

frekuensi ini harus mempunyai frekuensi tertentu untuk dapat


berperan dalam proses transisi, dan harus disesuaikan dengan
kekuatan medan magnet eksternal. Untuk magnet dengan kekuatan 1
Tesla (10.000 gauss), frekuensi RF yang diperlukan adalah 42,6 Mhz,
sedangkan untuk 1,5 Tesla diperlukan 63,9 Mhz. Besar nilai
magnetisasi dari obyek atau jaringan yang berada pada medan magnet
eksternal merupakan hubungan linier yaitu semakin besar nilai medan
magnet eksternalnya maka akan semakin besar nilai magnetisasinya.
Jika medan magnet eksternal dalam suatu jaringan sebesar 1 Tesla,
presisi atom dalam jaringan ( sebagai contoh atom hidrogen dan
karbon ) mempunyai frekuensi presisi yang berbeda pula, yaitu besar
frekuensi presisi Larmor atom hidrogen adalah 42,6 MHz, sedangkan
untuk karbon nilainya adalah 10,7 MHz, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sinyal yang diterima koil receiver RF yang dipancarkan
terhadap pasien adalah 42,6 MHz. Hal ini menimbulkan fenomena
resonansi yang di dalamnya didapatkan sinyal.

Gambar 2.5 Proses transfer energy selama eksitasi (Westbrook, 2011)


e.

MR Signal
MR Signal adalah sebagai akibat resonansi NMV yang
mengalami inphase pada bidang transversal. Hukum Faraday
menyatakan jika receiver koil ditempatkan pada area medan magnet
yang bergerak misalnya NMV yang mengalami presesi pada bidang

transversal tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh


karena itu NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang
berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi sesuai frekuensi
Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi voltage. Voltage
ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah sama dengan
frekuensi Larmor, besar kecilnya sinyal tergantung pada banyaknya
magnetisasi dalam bidang transversal. Bila masih banyak NMV, akan
menimbulkan sinyal yang kuat dan tampak terang pada gambar, bila
NMV lemah akan sedikit menimbulkan sinyal dan akan tampak gelap
pada gambar.

Gambar 2.6 Pembangkitan sinyal (Westbrook, 2011)


f.

Sinyal FID
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan
energi dalam bentuk sinyal. Ekposi pulsa 90o RF menghasilkan sinyal
yang dikenal dengan nama peluruhan induksi bebas ( Free Induction
Decay = FID ), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk mendapatkan
sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan lagi pulsa 180o.
Sinyal echo ini yang akan ditangkap koil sebagai data awal proses
pembentukan citra. Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan
pada pasien menyebabkan obyek akan mengalami eksitasi dan sinyal
terakuisisi dalam daerah yang terlokalisasi menjadi dua dimensi.
Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode Transformasi
Fourier 2 dimensi. Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh

10

masing-masing elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI


menjadi suatu nilai Signal to Noise Ratio (SNR), yaitu perbandingan
yang diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap noise. SNR ini
akan menentukan citra yang diperoleh. SNR akan menggambarkan
besar intensitas signal yang didapat pada elemen voxel.
g.

Relaksasi
Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang
diserap dan kembali pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak
tergantung moment magnetik NMV kehilangan magnetisasi transversal
yang dikarenakan dephasing. Relaksasi menghasilkan recoveri
magnetisasi longitudinal dan decay dari magnetisasi transversal.
a) Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh
proses yang dinamakan T1 recoveri
b) Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses
yang dinamaka n T2 decay

Gambar 2.7 Magnetisasi longitudinal dan transfersal (Westbrook, 2011)


h.

Fenomena T1 dan T2
T1 recovery disebabkan oleh karena nuklei memberikan
energinya ke lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga sering
disebut dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang dibebaskan ke
lingkungan

sekitar

akan

menyebabkan

magnetisasi

bidang

longitudinal akan semakin lama semakin menguat (recovery) dengan

11

waktu recovery yang konstant dan berupa proses eksponensial yang


disebut waktu relaksasi T1. Yakni waktu yang diperlukan suatu
jaringan untuk mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga
63%. (Westbrook, 2011)
T2 decay dihasilkan oleh adanya pertukaran energi antar nuklei
yang satu dengan nuklei yang lain disekitarnya. Pertukaran energy ini
disebabkan

medan

magnet

tiap

nucleus

berinteraksi

dengan

sekitarnya. Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal dengan Spin


Relaxation

dan

akan

menghasilkan

decay

pada

magnetisasi

transversal. Waktu yang diperlukan suatu jaringan kehilangan


energinya hingga 63% dikenal dengan waktu relaksasi T2.

(a)

(b)

Gambar 2.8(a) Kurva T1 recovery, (b) Kurva T2 decay


(Westbrook, 2011)
2.
a.

Pembobotan Citra dan Kontras


Kontras T1
Sebagai waktu T1 lemak lebih pendek daripada air, vektor
lemak diatur kembali dengan Bo lebih cepat dari vektor air. Komponen
longitudinal magnetisasi lemak oleh karena itu lebih besar dari air.
Setelah TR tertentu yang lebih pendek dari total waktu relaksasi dari
jaringan, selanjutnya eksitasi pulsa RF diterapkan. Sudut eksitasi pulsa
RF komponen longitudinal magnetisasi dari kedua lemak dan air ke
dalam bidang transversal (dengan asumsi pulsa 90 diterapkan)
(Westbrook, 2011)

b.

Kontras T2

12

Waktu T2 lemak lebih pendek dari pada air, sehingga


komponen magnetisasi transversal lemak meluruh cepat. Besarnya
magnetisasi transversal dalam air adalah besar. Air memiliki sinyal
yang tinggi dan muncul terang pada gambar kontras T2. Namun,
besarnya magnetisasi transversal lemak kecil. Oleh karena itu lemak
memiliki sinyal rendah dan tampak gelap pada gambar kontras T2
disebut pembobotan citra T2 (T2 weighted image) (Westbrook et al,
2011).
3.
a.

Parameter Pemilihan Waktu Pulsa


Time Repetition (TR)
Time Repetition (TR) merupakan waktu dari aplikasi satu pulsa
RF untuk aplikasi pulsa RF berikutnya untuk setiap slice dan diukur
dalam milidetik (ms). TR menentukan jumlah relaksasi longitudinal
antara RFpulsa ke RF berikutnya. Sehingga TR menentukan jumlah
relaksasi T1 yang telah terjadi ketika sinyal dibaca. T1 WI memiliki
nilai TR yang pendek, sehingga cukup untuk longitudinal recovery
sedikit jaringan (T1 pendek). TR panjang digunakan pada T2 WI.
Dengan TR panjang, memungkinkan terjadinya full longitudinal
recovery untuk jaringan-jaringan(Westbrook, 2011).

b.

Time Echo (TE)


Time Echo (TE) adalah waktu yang diperlukan dari aplikasi
radiofrekuensi sampai puncak induksi sinyal dalam koil, dimana
satuannya

millisecond

(ms).

TE

menentukan

berapa

banyak

magnetisasi transverse untuk decay yang terjadi sebelum dibaca. Oleh


karena itu TE mengontrol jumlah T2 relaksasi yang terjadi (Westbrook,
2011).

4.

Teknik Fat Suppression


Fat Suppression adalah teknik yang dipakai untuk menekan sinyal
lemak sehingga gamabaran lemak akan kelihatan hitam (hipointens).

13

Teknik fat suppression dapat meningkatkan visibilitasa lesi sumsum


tulang, mengevaluasi lemak dalam jaringan lunak dan mengoptimalkan
SNR pada MR arthrography. Pulsa fat suppression tidak efektif jika
diaplikasikan pada udara (Grande,2004)
Menurut Grande (2004) Teknik fat suppression terdiri dari fat
saturation (fat-sat), water excitation, Dixon technique, Short Tau
Inversion Recovery (STIR), Spectral Presaturaion Inversion Recovery
(SPIR) dan Spectral Adiabatic inversion Recovery(SPAIR)
a. Spectral Adiabatic Inversion Recovery (SPAIR)
Teknik penekanan lemak SPAIR (Spectral Adiabatic /
Attenuation Inversion Recovery) merupakan salah satu teknik yang
kuat untuk menekan lemak, yang memiliki berbagai keuntungan lebih
dari teknik penekanan lemak konvensional. Teknik ini ditandai dengan
sifat sensitivitas rendah terhadap inhomogenitas pulsa RF, dan hanya
spin lemak yang ditekan / inversi. SPAIR menggunakan pulsa inversi
pada adiabatic pulse yang selektif untuk membalikkan spin lemak
dalam volume yang dianalisis. Setelah pemberian pulsa adiabatik,
spoiler

besar

digunakan

untuk

meniadakan

sisa

magnetisasi

transversal. Spin lemak akan mengalami decay sesuai dengan laju


relaksasi T1, dan setelah waktu karakteristik tertentu (TI null)
magnetisasi longitudinal akan menjadi nol. Pada titik ini, pulsa eksitasi
diterapkan. Saat spin lemak tidak memiliki magnetisasi longitudinal,
lemak tidak akan memberikan kontribusi pada sinyal MR untuk
ditampilkan dalam citra. Penerapan SPAIR sebagai teknik penekanan
lemak akan mengakibatkan kejenuhan lemak yang lebih homogen
dibandingkan dengan teknik penekanan lemak lainnya (Ribeiro, 2013).
Adiabatic inversion pulse adalah RF-pulse yang dapat memutar
secara akurat magnetisasi longitudinal dan tranversal tepat pada 180o,
bahkan meskipun kondisi area B1 (lemak) tidak seragam. Pulse ini
memutar magnetisasi longitudinal dari lemak, hingga terletak pada
arah z, sedangkan proton air tidak terpengaruh (Mc.Robbie,2006).

14

Keunggulan dari teknik SPAIR ini adalah suatu teknik yang


sangat efektif untuk fat suppression yang memberikan keuntungan
yang berbeda dari teknik fat suppression yang konvensional dan
SPAIR baik digunakan untuk pemeriksaan Muskuloskletal. Pada knee
joint teknik ini dapat menampakkan soft tissue pada articular kartilago,
ligamen-ligamen, articular capsule dan dapat digunakan untuk
mendiagnosa kelainan knee joint sebelum dilakukan operasi.( Wuu
Jing et al,2012)
Teknik SPAIR tepat dikombinasikan dengan sequence T2W
dan PDW (Phillips, 2011)

Gambar 2.9.SPAIR Magnetization Charts


( Philips, 2011)
b. Fat Saturation
Selama akuisisi fat saturation, frekuensi selektif saturation
pada pulsa RF dengan resonance frekuensi yang sama dengan lemak
digunakan pada masing-masing slice. Pulsa homogenitas gradient
langsung ditambahkan setelah pulsa saturation untuk membuat
dephase pada sinyal lemak. Sinyal tereksitasi oleh pulsa dari sliceselektive berikutnya yang tidak mengandung lemak. Fat saturation
digunakan untuk menekan sinyal lemak, pulsa pre-saturasi 90 harus
diterapkan pada frekuensi presesi lemak ke seluruh FOV.Eksitasi RF

15

pulsa kemudian diterapkan pada irisan dan momen magnetik inti


lemak membalik menjadi tertekan. Jika membalik ke 180, maka tidak
memiliki komponen magnetisasi transversal dan menghasilkan
kekosongan sinyal. inti air, bagaimanapun dieksitasi, rephased dan
menghasilkan sinyal. Menggunakan fat saturation akan meningkatkan
CNR antara lesi dan jaringan normal sebagai komponen dasar, lemak
dihilangkan (Westbrook, 2011).
Kentungan dari fat saturation adalah khusus pada lemak, maka
dari itu metode ini baik digunakan untuk meningkatkan kontras pada
jaringan pada T1-Weighting dan terutama karakteristik jaringan pada
area yang mengandung banyak lemak. Fat saturation juga berguna
untuk menghindari artefak chemical shift misregistration. Karena fat
suppression dihasilkan dengan mendahului akuisisi normal dengan
pulsa frekuensi selektive saturation, fat saturation dapat digunakan
pada berbagai sekuen. Sinyal pada jaringan nonadipose tidak
terpengaruh pada prakteknya, selama frekuensi dari pulsa saturation
dan bandwith sesuai dengan jaringan yang diperiksa, SNR pada
jaringan

adipose

akan

menurun.

Fat

saturation

mungkin

menghasilkan gambar yang baik untuk detail anatomi yang kecil dan
ini sangat berguna semisal pada postcontrast MR arthrography.
Kekurangannya antara lain, untuk menghasilkan fat saturation
yang baik, frekuensi yang digunakan pada pulsa frekuensi selektive
saturation harus sama dengan resonance frequency dari lemak.
Bagaimanapun, inhomogenitas dari magnet statis akan menyebabkan
perubahan frekuensi resonansi dari air dan lemak. Pada area ini, pulsa
frekuensi saturation mungkin saja tidak sama dengan frekuensi
resonansi lemak, ketidaksesuaian akan menghasilkan fat suppression
yang sedikit. Bahkan lebih buruk, pulsa saturation dapat mensaturasi
sinyal air saat mensaturasi sinyal lemak. Inhomogenitas magnet statis
dirancang relatif kecil pada alat modern dan dapat dikurangi dengan
menurunkan FOV, meletakkan pada center dari ROI, dan mengunakan
autoshimming. Bagaimanapun, inhomogenitas yang besar dapat
disebabkan oleh susceptibility magnetik lokal yang berbeda seperti

16

ditemukan pada air bone yang saling yang terhubung pada bagian
rendah pada orbit dan seperti pada nasofaring, pada air-fat-liver yang
terhubung pada region anterior diafragma, atau sekitar benda asing
seperti logam atau pada kumpulan udara. Inhomogenitas juga seperti
area tajam dari berbagai anatomi struktur.
Inhomogenitas dalam RF juga dapat mengurangi kegunaan fat
saturation. Untuk saturasi yang lengkap dari sinyal lemak, pulsa
saturasi harus tepat 900 . Dimana RF dalam keadaan inhomogenity,
pulsa saturation akan lebih dari atau kurang dari 90 0 dan akan
meninggalkan

sampah

sinyal

lemak.

Masalah

yang

dapat

memperburuk dengan menggunakan coil surface. Bahkan ketika coil


surface hanya digunakan untuk menerima sinyal, keberadaan coil
yang sejenis cukup dapat merubah transmitter field sehingga sinyal
lemak yang kuat akan tertinggal.
Disamping masalah teknik, ada dua alasan kenapa fat saturation
dapat dihasilkan pada fat suppression yang tidak komplit. Pertama,
pecahan dari jaringan adipose seperti air akan tersaturasi. Kedua,
pecahan kecil dari fatty acids (5%) mempunyai frekuensi resonansi
yang sama dengan air (3%), dan sinyal dari fatty acids ini tidak akan
tersuppress.
Chemical Shift antara lemak dan air meningkat dengan
kekuatan medan magnet (pada 1.0 T = 150 Hz, pada 1,5 T = 220 Hz).
Fat suppression akan menghasilkan kualitas yang rendah ketika pada
low tesla yang digunakan. Ini sulit untuk mencapai saturasi lemak
yang efektif tanpa memproduksi saturasi pada air. Sehingaa, karena
waktu yang diperlukan untuk aplikasi dari pulsa saturasi kira-kira 10
msec, fat saturasi dapat meningkatkan waktu scanning. Pada T2Weighting, penambahan waktu kecil perbandingannya dengan waktu
akuisisi (waktu antara pulsa eksitasi dan akhir dari periode baca).
Bagaimanapun, pada fast gradient echo, waktu saturasi dan waktu
akuisisi berbanding lurus, fakta ini bisa menyebabkan peningkatan
waktu scanning (Delfault, 1999).
1) Proton Density Fat Saturation

17

Proton density Fat Sat merupakan salah satu teknik yang


digunakan pada pemeriksaan MRI Muskuloskeletal.PD Fatsat
sangat baik digunakan untuk menampakan hyaline cartilage. Dapat
juga menampakan internal struktur dari knee joint seperti
synovium, meniscus, ligament, dan tendon. Penggunaan fat
saturation pada pembobotan Proton Density dapat meningkatkan
kejelasan dalam pengevaluasian. Proton Density bisa menjadi fat
saturasi dan non fat saturasi. Manfaat dari fat saturasi resolusi
kontras citra yang dihasilkan menjadi lebih baik, tetapi dengan
menambah waktu akuisisi citra, sehingga kurang menguntungkan
bagi pasien yang tidak mampu menahan sakit saat pemeriksaan.
(Woodward, 1997)
5.

Kualitas Citra MRI


Menurut Westbrook (2011) parameter

yang mempengaruhi

kualitas citra MRI yaitu: Signal to Noise Ratio (SNR). Contras to Noise
ratio (CNR), Spatial Resolution, dan Scan Time.
a. Signal to Noise Ratio (SNR)
Signal to Noise Ratio (SNR merupakan hal yang paling menjadi
perhatian pada kualitas MRI. Istilah ini didefinisikan sebagai
perbandingan amplitudo dari sinyal yang diterima oleh koil dengan
amplitudo dari noise. Jika sinyal yang sebenarnya relatif lebih kuat
daripada noise maka SNR akan meningkat, dan kualitas gambar akan
lebih baik.
SNR dapat ditingkatkan dengan cara menggunakan sekuens spin
echo (SE dan fast spin scho (FSE, TR yang panjang serta TE yang
pendek, flip angle 90, coil yang tepat dan berfungsi baik, matrix yang
kasar, FOV yang lebar, irisan yang tebal, bandwidth sesempit mungkin,
dan penggunaan NEX/NSA setepat mungkin.
Sinyal berhubungan dengan kekuatan medan sistem operasional
dan meningkat sejalan dengan aktivitas perubahan energi pada atom /
inti hidrogen. Meningkatkan kekuatan medan 2 (dua kali, secara teori
akan mendobelkan SNR. Densitas proton relatif sama pada jaringan
lunak, pada suhu tertentu, sehingga faktor yang mempengaruhi SNR

18

pada jaringan adalah jumlah nuklei per voxel, sehingga dengan


meningkatkan ukuran voxel dapat meningkatkan kekuatan sinyal.
Noise adalah sinyal yang superposisi dengan citra (sinyal yang
tidak diinginkan. Ini disebabkan karena nilai pixel rata-rata lebih
mendominasi sinyal yang sebenarnya, sehingga pixel dapat lebih terang
atau gelap dari nilai rata-rata yang dindikasikan. Hal ini berarti bahwa
citra yang mempunyai noise yang cukup dapat menyamarkan ketajaman
dari suatu jaringan. Perbedaan intensitas sinyal yang kecil pada
jaringan, yang kemungkinan adalah hal yang penting, karena adanya
noise ini dapat menjadi tidak terlihat.
Ada dua jenis dari noise. Pertama, hal yang memungkinkan kita
dapat untuk mengakalinya, adalah noise yang berasal dari variasi sinyal
yang terdapat pada substansi pada tubuh. Ini disebabkan oleh
pergerakan suhu pada penghantar listrik jaringan, menyebabkan
resistensi / perlawanan, sehingga menghasilkan background pada sinyal
RF yang kembali. Pada klinisnya, jaringan memiliki sinyal yang
dominan dibanding noise.
Yang kedua, noise yang disebabkan / ditimbulkan oleh sistem.
Noise ini tidak dapat kita koreksi dengan parameter yang ada. Seperti
pada koil receiver. Koil yang sedekat mungkin dengan obyek / organ
yang akan diperiksa akan meningkatkan SNR secara signifikan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi SNR. Ada faktor yang
memungkinkan untuk diatur, tetapi ada juga faktor yang tidak dapat
diatur oleh operator, misalnya kekuatan medan magnet, homogenitas
medan magnet dan densitas proton.
Sedangkan parameter yang dapat mempengaruhi SNR yang
memungkinkan operator untuk mengatur atau memilihnya adalah volume
voxel, jenis sekuens pulsa, NEX/NSA, Jumlah phase-encoding (PE,
jumlah sampel data, bandwidth. Optimisasi dari parameter tersebut dapat
dilakukan untuk mendapatkan citra MRI yang lebih bagus. Dengan
menaikkan SNR juga akan memperlihatkan perbedaan yang kecil pada
jaringan, sehingga dapat meningkatkan contrast to noise pada gambar.
Menurut NessAvier, ada beberapa metode pengukuran SNR yaitu:

19

1) Metode 1 : dengan mengukur sinyal dan background noise pada strip


diluar phantom pada satu gambar
2) Metode 2 : dengan dua gambar, pertama, mengukur sinyal didalam
phantom dan mengukur noise dari sekuens dengan flip angle 0.
Kedua metode tersebut menghasilkan hasil yang serupa. Jika ada
perbedaan besar pada hasil keduanya, mengindikasikan adanya masalah
pada hardware.

Gambar 2.10. Metode pengukuran SNR (NessAvier, 1996)


Perhitungan SNR adalah dengan membagi sinyal rata-rata dengan
standar deviasi dari noise, dengan persamaan (NessAiver, 1996) :
Signal ratarata
SNR : Signal noise to ratio = Standar deviasi darinoise

Sedangkan SNR dipengaruhi oleh :


1) Pulse sekuen Spin Echo/Fast Spin Echo
2) Densitas Proton yang diperiksa, yaitu semakin tinggi densitas proton,
semakin tinggi nilai SNRnya.
3) Tebal irisan, yaitu semakin besar ukuran ketebalan irisan atau
potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan semakin
tinggi pula nilai SNR.
4) TR panjang, TE pendek, dan Flip Angle 900
5) Field of view (FOV) lebar
6) NEX ganda berarti jumlah data yang tersimpan pada K-space juga
ganda. Namun karena noisenya acak, yaitu dimana saja data dicatat,

20

sedangkan sinyalnya tetap, maka NEX ganda hanya meningkatkan


SNR sebesar 1,4
7) Receive Bandwith (RBW), semakin kecil bandwith maka noise akan
semakin mengecil.
8) Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan obyek
b. Contrast Noise to Ratio (CNR)
CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah yang patologis dan
daerah sehat.
Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara :
1)
Menggunakan kontras media
2)
Menggunakan pembobotan gambar T2
3)
Memilih magnetization transfer
4)
Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral
pre-saturation.
c. Scan Time
Waktu scanning dipengaruhi oleh TR (time repetition), jumlah
phase encoding, dan NEX sekecil mungkin. Untuk mengurangi waktu
scan time dilakukan dengan cara:
1) TR dibuat sependek mungkin
2) Matrix yang kasar
3) NEX sekecil mungkin (Westbrook,2011).
d. Spatial Resolution
Spatial resolution adalah kemampuan untuk membedakan antara
dua titik secara terpisah dan jelas. Spatial resolution dikontrol oleh
ukuran voksel. Semakin kecil ukuran voksel resolusi akan semakin baik.
Spatial resolution dapat ditingkatkan dengan :
1) Irisan yang tipis
2) Matriks yang halus atau kecil
3) FOV kecil
4) Menggunakan rectanguler/asymetric FOV

bila

memungkinkan

(Westbrook,2011)
6. Anatomi Knee joint
Knee joint merupakan bagian dari extremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Pada dasarnya
sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus

21

femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dengan
sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies patellaris femoris.
Persendian pada knee termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint),
yaitu sendi yang mempunyai cairan synovial yang berfungsi untuk
membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih
leluasa bergerak. (Pearce,2009).
Fungsi dari pergerakan ini adalah untuk mengatur pergerakan dari
kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini diperlukan juga anatara lain:
a. Otot-otot yang membantu menggerakkan sendi
b. Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang
yang bersendi
c. Adanya permukaan tulang dengan bentuk tertentu yang
mengatur luasnya gerakan
d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi
e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang
merupakan penghubung kedua buah tulang (Lumongga,2004)

1
4
6
7

8
9

2
5

1
11
12
13

Gambar 2.1 Anterior View Right Knee joint (Westbrook,2014)

14

22

Keterangan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Patella
Lateral femoral condyle
Anterior Cruciate ligament
Lateral meniscus
Fibular collaretal ligament
Tibia
Head of fibula

8. Quadriceps tendon
9. Medial femoral condyle
10. Posterior cruciate ligament
11. Medial meniscus
12. Tibia collateral ligament
13. Medial condyle tibia
14. Patellar ligament

15.
16.
17.
1) Meniscus
18.Meniscus adalah cincin semilunar berbentuk C
disela antara permukaan artikular dari kondilus femoralis dan
tibia plateau. Bertindak sebagai penyangga antara dua
permukaan, melindungi articular cartilage, mendistribusikan
berat tubuh (mendukung 50% dari pembagian beban),
meningkatkan stabilitas dan menyediakan pelumasan untuk
memfasilitasi fleksi dan ekstensi sendi.
19.Meniscus medial berbentuk C terbuka dan terikat
pada intercondylar notch dari tibia baik anterior dan posterior,
dengan anterior horn dari meniscus lateral yang melalui
tranverse meniscal ligament pada 40%, untuk kapsul posterior
dan pada ligament collateral medial. Meniscus lateral berbentuk
lebih melingkar, memiliki ikatan anterior dan posterior
intercondylaris notch, lekukan meniscal transverse dengan
anterior horn dari

meniscus medial, ikatan ligamentum

menisco-femoral pada aspek bagian dalam dari kondilus


femoralis medial (Wrisberg posterior, Humphrey anterior), dan
secara bebas melekat pada kapsul tetapi tidak lateral collateral
ligament. Meniscus berulang kali mengalami rotasi pada fleksi
dan ekstensi. (Ryan et al, 2011).
2) Collateral Ligaments
a) Lateral Collateral Ligament Komplek

23

20.

Stabilitas lateral knee melalui

kapsul sendi dan struktur kompleks lateral collateral ligament.


Deskripsi sederhana membagi lateral collateral ligament yang
menjadi tiga lapisan, termasuk lapisan luar, terdiri dari
iliotibial secara anterior, berkesinambungan secara posterior
dengan biseps femoris tendon; lapisan tengah, yang terdiri dari
posterolateral fibular collateral ligament; dan lapisan dalam
yang terdiri dari tendon popliteus.
b) Medial Collateral Ligament
21.
Stabilitas medial knee adalah melalui fasia
subkutan, distal sartorius dan medial collateral ligament.
Medial collateral ligament terdiri dari serat yang pada
dasarnya meniscofemoral dan meniscotibial ligamentus
dipisahkan dari ligamen meniscotibial tebal dengan bursa
medial collateral ligament.
3) Cruciate Ligaments
a) Anterior Cruciate Ligament (ACL)
22. ACL
adalah
ligamen

extrasynovial

intracapsular yang terutama bertugas untuk menahan


perpindahan anterior dari tibia pada fleksi-ekstensi.
Ligament berjalan pada sebuah 'hand in pocket' sumbu dari
medial ke lateral dan dari anterior ke posterior, dari
kedudukan aspek interkondilaris notch aspek dalam dari
kondilus femoral lateral. ligamentum memiliki dua
identifikasi, yang anteromedial (AMB) dan posterolateral
(PLB), sesuai dengan penempatan pada tulang belakang
tibialis. AMB sangat kuat dan, menjadi kencang, menolak
perpindahan anterior di fleksi. PLB tegang dalam ekstensi,
menolak hiperekstensi dan karenanya perpindahan femoral
posterior. sepanjang siklus gait, baik fleksi dan ekstensi,
b)

ACL mempertahankan isometry fungsional.


Posterior Cruciate Ligament (PCL)
23. PCL, seperti ACL, adalah

ligamen

ekstrakapsular intrasynovial, terutama bertugas untuk


menolak translasi posterior tibia. ligamen memiliki panjang

24

rata-rata 13 mm dan terdiri dari ikatan anterolateral


dominan dan ikatan lebih kecil posteromedial. Bagian
dalam dari kondilus femoralis medial, ligament berjalan
secara posterior dalam konfigurasi susunan berbetuk C
memberikan garis tengah di margin posterior tibia plateau.
PCL secara keseluruhan hypointense, meskipun beberapa
sinyal sering terlihat hyperintesity di puncak C di mana
serat berjalan pada sudut magic 550 terhadap sumbu z,(ryan
et al, 2011).
7
1

10

11
12

13

24.
25.Gambar 2.2. Knee Joint Sagital Section (Ryan et al, 2011)
26. Keterangan
27. 1. Femoral articular cartilage

33. 7. Quadriceps tendon

28. 2. Posterior cruciate

34. 8. Suprapatellar bursa

ligament

35. 9. Patella

29. 3. Fibrous capsule

36. 10. Prepatellar bursa

30. 4. Synovium

37. 11. Patellar tendon

31. 5. Anterior cruciate ligament

38. 12. Fat pad

32. 6. Tibial atricular cartilage

39. 13. Deep infrapatellar bursa

40.
41.
42.
43.

29

44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.

(a)

(b)

56. Gambar 2.3 (a) MRI Knee Joint irisan sagital, (b) Anatomi Knee
joint irisan sagital (Moeller,2007)
57.
Femur (shaft)

16. tibial nerve

Vastus medialis muscle

17. inferior lateral genicular artery and

Quadriceps muscle

vein

Semimembranous muscle

18. Posterior cruciate ligament

Suprapatelar bursa

19. Subcutaneous infrapatellar bursa

Popliteal artery

20. Medial intercondylar tubercle

Patellar anastomosis

21. Transverse ligament of knee

Poplietal vein

22. Plantaris muscle

Patella

23. Patellar ligament

Joint capsule

24. Gastrocnemius muscle (lateral head)

Subcutaneous prapatellar bursa

25. Head of Tibia

Femur (intercondylar part)

26. Popliteus muscle

Anterior cruciate ligament

27. Deep infrapatellar bursa

Oblique popliteal ligament

28. Soleus muscle

Infapattelar fad pad


58.

59.
60.
61.

30

62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
7. Prosedur Pemeriksaan MRI Knee Joint
a. Indikasi Pemeriksaan (Moeller,2003)
1) Gangguan pada internal sendi misalnya meniscal tears, cruciate
ligament tears, post perbaikan robek ligament, bursae.
2) Chondromalacia patella
3) Tumor tulang dan kerusakan tulang pada sendi lutut.
4) Joint effusion
b. Persiapan Alat (Moeller,2003)
1) Pesawat MRI 1,5 T
2) Knee phased array coil / extremity knee coil
3) Alat Imobilisasi
4) Ear plugs
c. Persiapan Pasien (Moeller,2003)
1) Mengisi formulir screening yang telah disediakan
2) Pasien diminta untuk ganti baju dan meninggalkan semua benda
yang dapat mengganggu selama pemeriksaan.
3) Memberikan penjelasan singkat dan padat kepada pasien tentang
prosedur pemeriksaan yang akan dijalani
4) Coil yang digunakan adalah knee coil.
70.
71.
72.
73.
74.
75.

31

76. Gambar 2.11.Positioning Knee dalam coil


d. Posisi Pasien (Moeller,2003)
1) Supine, dengan knee berada dalam coil dalam keadaan relax.
2) Knee diimobilisasi
3) Pasien diposisikan shg longitudinal alignment light terletak di mid
line kaki yg diperiksa, Horisontal alignment light melewati
pertengahan coil(batas bawah patella ditengah coil).
e. Teknik Pengambilan Gambar (Westbrook,1999)
77.

Pada pemeriksaan knee joint diperlukan berbagai

macam potongan agar dapat memberikan nilai informasi anatomi


yang lebih akurat baik dari potongan coronal, sagital dan axial.
1) Di buat potongan coronal dengan Slice dari bagian belakang
condylus femur hingga bagian depan patella dan parallel
dengan

permukaan condylus femur bagian belakang.

Potongan ini di ambil dari tripilot axial). Seluruh daerah


kelainan masuk ke dalam gambar.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85. Gambar 2.12. Scanogram coronal MRI Knee Joint

(Westbrook,1999)

86.
2) Di buat potongan sagital dengan slice dari lateral hingga
medial kolateral ligament dan parallel dan condylus lateralis.
Batas atas dan bawah kelainan masuk gambar. Sagital scan
dapat diperoleh dari coronal lokaliser

87.

32

88.

Gambar 2.13. Scanogram Sagital MRI Knee


(Westbrook,1999)

3) Dibuat Scan axial dari permukaan superior patella hingga


tuberositas tibia ( sesuai dengan kelainan yang ada) . Sekuens
ini untuk menampilkan gambaran axial dari knee joint.
Sekuens axial dibuat dengan menggunakan localizer coronal
dan sagital dengan memastikan irisan axial sejajar terhadap
patella
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98. Gambar 2.14. Scanogram Axial MRI Knee Joint(Westbrook,1999)
99.
f. Protokol Pemeriksaan MRI Genu
100.Menurut Moeller (2003), Protokol pemeriksaan MRI Knee
Joint dilakukan dengan :
1) Tri pilot lokaliser, untuk mendapatkan gambaran umum dari
potongan axial, sagital dan koronal dari daerah Genu.
2) STIR coronal
3) T2 Fat saturasi Coronal
4) Gradien Echo Sagital
5) Proton Density Fat saturasi Sagital
6) T2 Axial

33

7) Proton Density Fat Saturasi Axial


8) T1 Coronal
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
8. Kerangka teori
108.
109.

Magnetic
Resonance Imaging
110.
111. (MRI)
Pemeriksaan
112. MRI Knee Joint
Axial

TE
TR
NEX
Matrix
Slice
Thickness
FOV

113.
114.Sagital
115.
116.
Pembobotan Proton
117.
Density
118.
119.Teknik
120.Suppression
Fat
121.
122.
123.
124.
125.
SNR126.
127.
128.

Koronal

SPAIR
Fat Saturation

Scan Time

CNR

129.
132.

Spasial
Resolusi

130.
131.
Gambar 2.15 Kerangka teori penelitian

133.
134.
135.
136.
B.
Kerangka Konsep
137.
Variabel bebas
138.
iabel
MRI Knee joint dengan
menggunakan sekuens
PDW_SPAIR

Kualitas Citra

34

139.

Variabel

Terikat
140.
Signal to Noise
Ratio

141.
142.
MRI Knee joint dengan

143.
menggunakan sekuens
144.
PDW_Fatsat
145.
C.
Definisi Operasional
146. 147.
N

Vari 148.

abel

Defini 149.

si

Cara 150.

Ukur

A 151.

lat ukur

Has

il ukur

152.
Skala

o.
153.
154.

PD

1 W_SPAIR

155.

157.

Ko

Merupaka mputerisasi

158.

O 159.

bservasi

Den 160.

gan

Nomin

n satu

menggunak al

teknik

an SPAIR

FatSuppr
essio
n
hybri
d
denga
n
meng
gunak
an
adiab
atic
pulse,
meng
gabun
gkan
teknik

35

STIR
dan
fatsat.
161.
162.

PD

2 W_Fatsat

156.
163.

165.

Ko

Merupaka mputerisasi

166.

O 167.

bservasi

Den 168.

gan

Nomin

menggunak al

salah

an Fatsat

satu
teknik
yang
digun
akan
untuk
mene
kan
lemak
pada
jaring
an
pada
pemer
iksaan
MRI
Musk
uloskl
etal
169. 170.
3.

Sig

nal to
noise ratio

164.
171.

173.

Ko

Merupaka mputerisasi
n
perba

174.

O 175.

bservasi

176.
Nomin
al

36

nding
an
amplit
udo
dari
sinyal
yang
diteri
ma
oleh
koil
denga
n
amplit
udo
dari
noise.
Jika
sinyal
yang
seben
arnya
relatif
lebih
kuat
daripa
da
noise
maka
SNR
akan
menin

37

gkat,
dan
kualit
as
gamb
ar
akan
lebih
baik.
172.
D.

177.
Hipotesis
178.

Ha

: Ada perbedaan Signal to Noise Ratio (SNR) antara sekuens

PDW_SPAIR dan sekuens PDW_Fatsat pada pemeriksaan MRI


Knee joint potongan Sagital.
179.

Ho

: Tidak ada perbedaan Signal to Noise Ratio (SNR) antara

sekuens

PDW_SPAIR

dan

sekuens

PDW_Fatsat

pemeriksaan MRI Knee joint potongan Sagital.


180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.

pada

38

191.
192.
193.
194.
195.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
196.
Jenis penelitian ini adalah peneliitian kuantitatif dengan
pendekatan observasi partisipatif untuk mengetahui perbedaan Signal to Noise
Ratio (SNR) pada penggunaan sekuens PDW_SPAIR (Spectral Adiabatic
Inversion Recovery ) dan PDW_Fatsat (Fat Saturation) pada pemeriksaan
MRI Knee Joint potongan sagital.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat Pengambilan data : Instalasi Radiologi RS X
2. Waktu pengambilan data : Februari sampai dengan Maret 2017
C. Populasi & Sampel
1. Populasi
197.

Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien pada

pemeriksaan

MRI

Knee

Joint

potongan

sagital

antara

sekuens

PDW_SPAIR dengan PDW_Fatsat.


2.

Sampel
198.

Sampel terdiri dari 10 pasien dengan pemeriksaan MRI

Knee Joint potongan sagital dengan menggunakan sekuen PDW_SPAIR


dan PDW_fatsat. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah purposive sample yaitu dalam

memilih sampel dari populasi

dilakukan secara tidak acak dan didasarkan dalam suatu pertimbangan


tertentu yang dibuat yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2007). Kriteria
sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eklusi, dimana kriteria tersebut
menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan.
199.
200.
201.
202. Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi

39

203.

Kriteria Inklusi adalah kriteria dimana subjek

penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang


memenuhi syarat sebagai sampel ( Notoatmojo, 2002). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Pria atau wanita kooperatif dengan usia 20-40 tahun. Berat
badan untuk wanita 50-60 kg, dan pria 60-70 kg.
b) Pasien dalam keadaan sehat, tidak pernah mengalami cidera
ligament pada genu.
2) Kriteria Eklusi
204. Kriteria eklusi merupaan kriteria dimana subjek
penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi
syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmojo,2002). Kriteria
eklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Pria atau wanita kooperatif dengan usia kurang dari
20tahun dan lebih dari 40 tahun. Berat badan untuk wanita
tidak dalam rentang 50-60 kg, dan tidak dalam rentang pria
60-70 kg.
b) Pernah mengalami cidera ligament genu.
205.
D. Metode Pengumpulan Data
206. Untuk mendapatkan obyektivitas dan kebenaran dari Karya Tulis
Ilmiah ini, maka penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data :
1. Observasi
207. Penulis mengadakan observasi partisipatif secara langsung
terhadap jalannya pemeriksaan MRI Knee Joint di Instalasi Radiologi RS X.
2. Dokumentasi
208. Pengambilan data diperoleh melalui dokumen-dokumen seperti
lembar maintenance pesawat MRI dan gambar hasil pemeriksaan dalam
bentuk soft copy.
E. Instrumen Penelitian
1.

Lembar Kerja
209. Berbentuk

tabel

untuk

mencatat

data

selama

penelitian

berlangsung.
2. Lembar Kuisioner
210. Berbentuk lembar berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan informasi signal to noise ratio.

40

211.
F. Pengolahan dan Analisis Data
212.

Pada penelitian ini analisis data yang dihasilkan melalui

pengukuran SNR disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian diolah dan
dianalisa secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS dengan
rincian sebagai berikut:
a

Data yang dihasilkan berupada data ratio dan data dari rata-rata
dua sampel yang berpasangan. Data tersebut diuji dengan uji
statistik

melalui uji normalitas data untuk mengetahui data

tersebut berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data


dilakukan dengan menggunakan Uji Saphiro Wilk. Selanjutnya
apabila data normal, data tersebut diolah dengan menggunaakn
metode statistik Paired T-Test dan apabila data tidak normal diolah
b

menggunakan uji Wilcoxon.


Analisis statistik nilai SNR ditetapkan tingkat kepercayaan (level
of significance) dengan nilai = 0,05 dan dilakukan dengan
menilai p value. Jika p>0,05 artinya Ho diterima atau dapat
disimpulkan

tidak

ada

perbedaan

SNR

antara

sekuens

PDW_SPAIR dengan PDW_FATSAT pada pemeriksaan MRI


Knee joint potongan sagital, sedangkan jika p<0,05 artinya Ha
diterima atau dapat disimpulkan ada perbedaan SNR antara
sekuens PDW_SPAIR dengan PDW_FATSAT pada pemeriksaan
MRI Knee joint potongan sagital.
213.
214.
215.
216.
217.
218.

Dummy Tabel

41

219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.
227.
228.
229.
230.
231.
232.
233.

DAFTAR PUSTAKA:

234.
1. Westbrook, C., Kaut, C., & Talbot, John. (2011). MRI in Practice 4th Edition.
West Sussesx: Blackwell Publishing Ltd.
2. Grande,F.D.D.S.,&Harsska,D.A.

(2004).

Radiographic

RSNA.

Fat

suppression Technique for 3T MRI of muskoskeletal system,218.


3. Wu, J., & Lu, L. Q. (2012). The Applications of fat suppression MR Pulse
Sequence in the diagnosis of bone Joint disease. International Journal of
medical physics, 1,2,3.
4. Phillips. (2011). Optimizing SPIR and SPAIR. Netforum Community, 1,2

42

5. Delfaut, E. M., J. B., & G. J. (1999). Fat Suppression in MR Imaging .


technique and pitfalls, 374-377.
6. Pearce,Evelyn. (2009). Anatomi Fisiologi.
235.
236.

237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
252.

Lampiran 1

LAMPIRAN :

253.

FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN


254.

255.

(Informed Consent)

Saya yang bernama Lidia Rahmanisa / P2.31.30.1.14.018

adalah mahasiswa Diploma 4 (PS D4) Teknik Radiodiagnostik dan


Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan
proses belajar mengajar pada program Diploma 4 (PS D4) Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Jakarta II.
256.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan

tekknik penekanan lemak dengan menggunakan PDW-SPAIR dengan PDW-Fatsat


terhadap SNR. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
menjadi

pastisipan

dalam

penelitian

ini.

Jika

ibu

bersedia,

menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu.

silahkan

43

257.

Identitas pribadi sebagai partisipan akan dirahasiakan dan

semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian


ini. Bapak/Ibu berhak untuk IKUT atau TIDAK IKUT berpartisipasi tanpa
ada sanksi dan konsekuensi buruk di kemudian hari. Jika ada hal yang
kurang dipahami Bapak/Ibu dapat bertanya langsung kepada peneliti.
258.

Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi partisipan dalam

penelitian ini saya ucapkan terima kasih.


259.

Jakarta,

Januari

2017
260.

Peneliti,

Partisipan,

261.

(Lidia Rahmanisa)

)
262.

Lampiran 1

263.

PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


264.

265.

Setelah memperoleh informasi baik secara lisan dan tulisan

mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Lidia Rahmanisa /


P2.31.30.1.14.018 mahasiswa Program Diploma 4 (PS D4) Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Jakarta II
266.

dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai

manfaat, tindakan yang akan dilakukan, keuntungan, dan kemungkinan


ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, saya:
267.

Nama

268.

Umur/ Jenis Kelamin :

269.

Alamat

44

270.

Setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut.

271.
272.
273.

Yang membuat pernyataan


Saksi

274.

Tanda tangan

Tanda

tangan
275.
276.
277.
278.

()
()

279.
280.
281.
282.

284.
289.
294.
299.
304.
309.
314.
319.
324.
329.
334.

Lampiran 2

Lembar Kerja

Nilai rata- rata KNEE JOINT T2 SAGITAL SPAIR

285.
290.
295.
300.
305.
310.
315.
320.
325.
330.
335.

283.
286.
291.
296.
301.
306.
311.
316.
321.
326.
331.
336.
339.
340.

287.
292.
297.
302.
307.
312.
317.
322.
327.
332.
337.

288.
293.
298.
303.
308.
313.
318.
323.
328.
333.
338.

45

341.
342.
343.
344.
345.
346.
347.
348.
349.
350.
351.
352.
353.
354.
355.

Lembar Kuisioner

Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai