Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1.

Latar Belakang Masalah


Pertumbuhan ekonomi masyarakat selain menimbulkan hal yang positif,

juga menimbulkan hal yang negatif. Peningkatan perekonomian menimbulkan


peningkatan daya guna masyarakat terhadap kendaraan umum dimana salah
satunya adalah taksi yang bisa di jumpai dimana saja.
Menurut data dari Dinas Perhubungan, perkembangan jumlah kendaraan
di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013
mengalami peningkatan pada masing-masing moda transportasi dengan rata-rata
persentase peningkatan sebesar 5,98% pertahunnya yakni dari 3.048.988 unit
menjadi 3.314.753 unit dimana jumlah terbesar pada moda sepeda motor dengan
persentase peningkatan sebesar 9,65%. Angka kejadian KLL di Provinsi Sulawesi
Selatan juga mengalami peningkatan dari tahun 2012 yakni 4.141 kejadian
menjadi 4.563 kejadian di tahun 2013. Menurut data di tahun 2011 kejadian KLL
mengakibatkan korban meninggal sebanyak 1.607 jiwa, luka berat 1.861 jiwa dan
luka ringan 3.419 jiwa.1

No

Status Jalan

Tahun

2010 Taksi Tahun


20112010-2013
2012
2013
Tabel I.1. Data Perkembangan Jumlah
(dalam
unit)
1. Mobil
penumpang
280.662
298.398
315.280
346.713
Republik Indonesia,
2. Bus Sumber: Badan Pusat Statistik
140.468Kepolisian
140.727
140.9322014 141.059
3. Truk
267.636
283.162
295.631
308.142
4. I.2.
Sepeda
2.018.841
2.297.145 2.518.839
Tabel
Angkamotor
Kecelakaan di1.784.875
Sulawesi Selatan
Tahun 2008-2013
Total
2.473.641 2.741.128 3.048.988 3.314.753
Tahun
Jumlah
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Kecelakaan
2.003
1.675
5.428
4.404
4.141
4.563

Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2014

Tabel I.3. Jumlah Korban Akibat Kecelakaan Lintas di Sulawesi Selatan tahun
2008 - 2011
Tahun
2008
2009
2010
2011

Meninggal Dunia
1.044
1.111
1.551
1.607

Luka Berat
625
512
3.471
1.861

Luka Ringan
1.536
1.013
4.653
3.419

Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah, 2012

Adapun menurut data kecelakaan lalu lintas Polrestabes Makassar, terjadi


peningkatan jumlah kecelakaan dari tahun 2014 hingga 2015. Tahun 2014 dengan
jumlah 781 kecelakaan, dengan korban meninggal sebesar 112 jiwa, meningkat
menjadi 810 kecelakaan dengan korban meninggal 116 jiwa pada tahun 2015.2
Tabel I.4. Data Kecelakaan Lalu Lintas Polrestabes Makassar Tahun 2013-2015
Tahun

Jumlah Laka

2013
2014
2015

961
781
810

Meninggal
136
112
116

Korban
Luka Berat
258
235
57

Luka Ringan
945
728
918

Keadaan para korban kecelakaan dapat semakin buruk atau berujung pada
kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Satu jam pertama adalah waktu yang
sangat penting dalam penanganan penyelamatan korban kecelakaan yaitu dapat
menekan sampai 85% dari angka kematian. Penanganan yang dimaksud disini
adalah bantuan hidup dasar (BHD). BHD dapat diartikan sebagai usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang yang sedang terancam
jiwanya. Kondisi yang mengharuskan seseorang melakukan BHD seperti pada
korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Keterampilan
BHD ini dapat diajarkan kepada siapa saja.3
Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD, bahkan
anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya. Semua lapisan
masyarakat seharusnya diajarkan tentang BHD terlebih bagi para pekerja yang
berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan.4,5

I.2.

Rumusan Masalah
Belum diketahuinya pengetahuan dari seorang supir taksi Bosowa saat

bertugas di lapangan mengenai penanganan Bantuan Hidup Dasar korban gawat


darurat akibat KLL.
I.3.

Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan supir taksi
Bosowa di kota Makassar mengenai Bantuan Hidup Dasar korban
gawat darurat akibat Kecelakaan Lalu Lintas.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengetahuan supir taksi Bosowa mengenai
pengertian keadaan gawat darurat di jalan raya.
2. Untuk mengetahui pengetahuan supir taksi Bosowa mengenai
penilaian dan penanganan awal pasien gawat darurat akibat
KLL.
3. Untuk mengetahui pengetahuan supir taksi Bosowa mengenai
evakuasi pasien gawat darurat akibat KLL.
I.4.

Manfaat Penelitian
I.4.1. Manfaat Teoritik
Bermanfaat sebagai wadah ilmu yang telah diperoleh agar dapat
diaplikasikan langsung dalam membantu mengatasi masalah yang
terjadi dalam masyarakat.
I.4.2. Manfaat Metodologik
Bermanfaat sebagai wadah untuk menilai pengetahuan dan ilmu
supir taksi Bosowa saat sedang bertugas di jalanan.
I.4.3. Manfaat Aplikatif
Bermanfaat dalam memberikan data dasar, yang dapat dipakai
sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan model-model
usaha pencegahan peningkatan angka-angka luka dan kematian
korban KLL.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.

Tinjauan Umum tentang Pengetahuan


II.1.1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.8
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:8
1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan


apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
II.1.2. Tingkatan
Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam
tingkatan, yaitu:8
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan


sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen,
tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria
yang ada.
II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (2008), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:9
1. Umur
Singgih (1998) dalam Hendra (2008), mengemukakan
bahwa makin tua umur seseorang maka proses proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada
umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini
tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, Abu
Ahmadi (2001) dalam Hendra (2008), juga mengemukakan
bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa
bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan
atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan


pembagian- pembagian umur sebagai berikut:10
Menurut tingkat kedewasaan:
a. 0 14 tahun
: bayi dan anak anak
b. 15 49 tahun : orang muda dan dewasa
c. 50 tahun ke atas : orang tua
Interval 5 tahun :
a. Kurang dari 1 tahun,
b. 1 4 tahun,
c. 5 9 tahun,
d. 10 14 tahun dan sebagainya
2. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara
mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi
bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan
mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia
menguasai lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh
pula terhadap tingkat pengetahuan.

3. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan
memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, di mana
seseorang dapat mempelajari hal hal yang baik dan juga hal
hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam
lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang
akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang.
4. Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam
hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini
seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh
suatu pengetahuan.
5. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau
meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran
pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary A.
(1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula
pengetahuannya
6. Informasi
Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan
pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang

10

memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan


informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi,
radio atau surat kabar, maka hal itu dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang.
7. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut
dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara memperoleh
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
II.1.4. Cara Mengukur
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan - tingkatan diatas.10
Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item
pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden.
Menurut Arikunto dalam Machfoedz (2009), kategori pengetahuan
dapat ditentukan dengan kriteria:11
1. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 %

11

2. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%


3. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai < 56 %
II.3.

Tinjauan Umum tentang Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)


Sebagian besar negara di dunia mengalami epidemi trauma namun
negara berkembang merupakan pihak dengan peningkatan jumlah yang
tertinggi. Meningkatnya penambahan jalan raya dan jumlah kendaraan
bermotor menyebabkan laju jumlah korban luka dan meninggal ikut
bertambah. Banyak fasilitas kesehatan di perifer tidak mampu menangani
korban dengan jumlah yang banyak dari kecelakaan yang melibatkan
angkutan umum atau bencana lainnya. Beberapa perbedaan negara
perpenghasilan tinggi dengan yang rendah membuat negara berkembang
memerluka adanya pelatihan Primay Trauma Care diakibatkan karena:15
a. Jauhnya jarak yang harus ditempuh pasien gawat darurat menuju
rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.
b. Lamanya waktu yang dibutuhkn korban untuk mencapai rumah
sakit.
c. Tidak adanya peralatan yang canggih dan penyediaan obat- obat
yang penting.
d. Tidak adanya tenaga kesehatan yang terdidik untuk menjalankan
alat medis dan merawatnya.
II.3.1. ABCDE dalam Trauma
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan
kejelasan dalam menetapkan prioritas. Tujuannya adalah segera
mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan Survei Primer
seperti:15
12

Obstruksi jalan napas


Cedera dada dengan kesukaran bernapas
Perdarahan berat eksternal dan internal
Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu korban maka pengelolaan

dilakukan berdasarkan prioritas (triage). Hal ini tergantung


pengalaman penolong dan fasilitas yang ada. Survei ABCDE
(Airway, Breathing,Circulation, Disability and Environment) ini
disebut Survei Primer yang harus dilakukan dalam 2-5 menit.
Terapi dilaksanakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa
akibat banyak sistem yang cedera.15
a. Airway (A)
Menilai bebasnya jalan napas. Apakah pasien dapat
berbicara dan bernapas dengan bebas? Jika ada obstruksi
maka lakukan:15
1. Chin lift/ jaw thrust (lidah bertaut pada rahang
bawah), unutk pasien yang tidak sadar yang
kemungkinan besar lidah jatuh ke belakang dan
terdengar suara ngorok (snoring).
2. Suction/ hisap (jika alat tersedia), untuk korban yang
mengalami perdarahan di jalan napas dengan suara
napas seperi orang berkumur (gurgling).
3. Guedel airway/ nasopharyngeal airway, sebagai alat
untuk penanganan korban dengan jalan napas yang

13

tidak stabil serta membantu penolong


mempertahankan jalan napas.
4. Intubasi trakea dengan leher ditahan (imobilisasi)
pada posisi netral, sebagai bentuk lanjut pertolongan
untuk jalan napas dimana pemasangannya
membutuhkan tenaga ahli atau yang sudah terlatih.
b. Breathing (B)
Menilai pernapasan cukup. Sementara itu nilai ulang
apakah jalan napas telah bebas. Jika pernapasan tidak
memadai maka lakukan:15
1. Dekompresi rongga pleura (penumothoraks), jika
terdapat peninggian tekanan udara pada rongga
pleura akibat udara yang terperangkap di dalamnya.
2. Tutuplah jika terdapat luka robek di dinding dada,
untuk mencegah terjadi tension penumothoraks.
3. Pernapasan buatan, untuk korban yang tidak sadar
dan tidak dirasakan adanya hembusan napas dengan
terlebih dahulu membebaskan jalan napas korban.
4. Berikan oksigen jika ada. Lakukan evaluasi ulang
ABC jika kondisi pasien tidak stabil.
c. Circulation (C)
Menilai sirkulasi/ peredaran darah. Sementara itu nilai
ulang apakah jalan napas telah bebas dan pernapasan cukup.
Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:15

14

1. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan


melakukanexternal compression disertai pemberian
napas buatan dengan perbandingan 30 : 2.
2. Hentikan perdarahan eksternal untuk mencegah
terjadinya syok hipovolemik.
3. Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar
(14-16 G) sebagai alat bantu rehidrasi.
4. Berikan infus cairan untuk mempertahankan jumlah
cairan tubuh yang adekuat terutama pada korbankorban yang banyak kehilangan darah.
d. Disability (D)
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasein sadar,
hanya merespon dengan nyeri atau tidak sama sekali. Tidak
dianjurkan menggunakan Glassgow Coma Scale (GCS)
namun menggunakan metode AVPU. 15
Sadar (alert) = A
Respon bicara (verbal) = V
Respon nyeri (pain) = P
Tak ada respon (unresponsive) = U
e. Environment (E)
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat
dicari semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan
cedera leher atau tulang belakang, maka immobilisasi inline harus dikerjakan untuk mencegah cedera lebih lanjut.15
II.3.2. Evakuasi Pasien Gawat Darurat
Evakuasi pasien gawat darurat ini beresiko tinggi sehingga
diperlukan komunikasi yang baik dalam hal perencanaan dan

15

tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai. Pasien harus distabilisasi


terlebih dahulu sebelum diberangkatkan. Prinsipnya pasien hanya
ditransportasikan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih memadai
di tempat tujuan. Perencanaan dan persiapan tersebut meliputi:15
a. Menentukan jenis tansportasi (mobil, perahu, pesawat
terbang, dll).
b. Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien.
c. Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan
selama perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat.
d. Menentukan kemungkinan penyulit.
e. Menentukan pemantauan pasien selama transportasi.
Komunikasi yang efektif sangat penitng untuk menghubungkan:15
a.
b.
c.
d.

Rumah sakit tujuan.


Penyelenggara transportasi.
Petugas pendamping pasien.
Pasien dan keluarganya.

Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan:15


a.
b.
c.
d.

Resusitasi yang cepat.


Menghentian perdarahan dan menjaga sirkulasi.
Imobilisasi fraktur.
Analgesia.

II.3.3. ABCD untuk Orang Awam (Non-medis)


Bagi masyarakat awam, pengetahuan tentang penanganan
tentang kegawatdaruratan dapat dirumuskan sebagai berikut:15
a. Menilai keadaan dan kondisi lokasi kejadian, apakah
kondusif atau tidak dalam melakukan pertolongan.
b. Menilai kesadaran korban dengan metode AVPU (Alert,
Verbal,Pain, Unresponsive).
b. Melakukan evaluasi terhadap keadaan ABC dari korban.

16

c. Melakukan pemeriksaan fisik kepada korban meliputi


deformitas, luka terbuka, kekakuan dan pembengkakan
(DOTS:Deformity,Open injury, Tenderness,Swelling) dengan
tetap menghormati korban.
d. Melakukan evaluasi ulang terhadap kondisi ABC korban.
e. Melakukan evakuasi ke tempat lain jika perlu dan
mempersiapkan transportasi bagi korban.
f. Melakukan komunikasi atau memberikan laporan kepada
intansi tujuan.

17

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
III.1.

Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini ingin diketahui sejauh mana pengetahuan Supir taksi

Bosowa mengenai BHD korban akibat KLL dan sikap supir taksi Bosowa terkait
pentingnya pelatihan BHD bagi supir taksi. Adapun karakteristik supir taksi yang
terkait akan terbagi berdasarkan umur, jenis kelamin dan riwayat pelatihan BHD
yang telah diikuti. Beberapa pertanyaan mengenai pengetahuan yang akan
diajukan dalam penelitian ini antara lain, penilaian dan penanganan awal keadaan
gawat darurat pada KLL, pengetahuan penanganan Safety, Airway, Breathing,
Circulation, dan kesadaran korban gawat darurat akibat KLL serta evakuasi
korban menyangkut perhatian terhadap keselamatan dalam pemindahan korban.
Transportasi korban juga dinilai sebagai bentuk resiko tinggi sehingga diperlukan
komunikasi dan perencanaan yang baik dengan tenaga-tenaga kesehatan.

Karakteristik Polantas:
1. Umur
2. Riwayat pelatihan

PENGETAHUAN
MENGENAI BANTUAN
HIDUP DASAR KORBAN
AKIBAT KECELAKAAN
LALU LINTAS

Gambar III.1. Kerangka Konsep

18

III.2.

Defenisi Operasional
III.2.1. Pengetahuan
a. Definisi
Yang ingin diteliti adalah pengetahuan Supir taksi Bosowa
terhadap penanganan kegawatdaruratan medis pada korban
b.
c.
d.
e.

KLL di jalan raya.


Skala ukur: ordinal.
Alat ukur : kuesioner.
Cara ukur : menyebarkan kuesioner kepada Polantas.
Hasil ukur :
-

Kategori baik apabila skor jawaban benar responden 76100% dari nilai keseluruhan

Kategori Sedang apabila apabila skor jawaban benar


responden 56-75% dari nilai keseluruhan

Kategori kurang apabila skor jawaban benar responden


<56% dari nilai keseluruhan

III.2.2. Umur
a. Definisi
Waktu (tahun) yang telah dijalani oleh seorang Polantas mulai
b.
c.
d.
e.

dari lahir hingga saat pengambilan data sampel.


Skala ukur: interval.
Alat ukur : kuesioner.
Cara ukur : menyebarkan kuesioner kepada Polantas.
Hasil ukur : menggunakan interval 5 tahun
- 21 tahun - 25 tahun
=1
- 26 tahun - 30 tahun
=2
- 31 tahun - 35 tahun
=3
- 36 tahun - 40 tahun
=4
- 41 tahun - 45 tahun
=5
- 46 tahun - 50 tahun
=6
- 51 tahun - 55 tahun
=7
- diatas 55 tahun
=8

III.2.3. Riwayat Pelatihan


19

a. Definisi
Jenjang pendidikan atau riwayat pelatihan gawat darurat yang
b.
c.
d.
e.

pernah dijalani selama menjadi anggota Polantas.


Skala ukur: nominal.
Alat ukur : kuesioner.
Cara ukur : menyebarkan kuesioner kepada supir taksi Bosowa
Hasil ukur :
- Pernah mengikuti pelatihan gawat darurat
=1
- Tidak pernah mengikuti pelatihan gawat darurat = 0

BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1.

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan

pengetahuan supir taksi Bosowa di kota Makassar mengenai bantuan hidup


dasar korban gawat darurat akibat KLL. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok.
IV.2.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kantor Bosowa Kota Makassar

IV.3.

Teknik Sampling

20

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, dalam hal ini berupa accidental sampling dimana
pengambilan sampel berdasarkan kesukarelaan responden dan kenyataan bahwa
responden kebetulan muncul di lokasi penelitian.
IV.4.

Besar Sampel
Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk populasi kurang

dari 10.000 orang dengan menggunakan rumus Slovin:16


n=

N
2
1+ N ( d )

= perkiraan besar sampel minimal

= jumlah supir taksi Bosowa dalam populasi

= batas toleransi kesalahan

Jadi besar sampel yang diperlukan:


n=

IV.5.

264
264
264
=
=
=159
2
1+0,66
1,66
1+264 (0,05 )

Kriteria Pemilihan Sampel


IV.5.1. Kriteria Inklusi
Supir taksi Bosowa kota Makassar yang bertugas di lapangan yang
bersedia mengikuti penelitian.
IV.5.2. Kriteria Eksklusi
Kuesioner tidak diisi dengan lengkap.

IV.6.

Manajemen Data
IV.6.1. Pengumpulan Data

21

Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh


persetujuan setelah penjelasan atau informed consent dari subjek
penelitian. Data dikumpulkan dengan bantuan instrumen penelitian
berupa kuesioner.
IV.6.2. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan
perangkat lunak pengolah data.
IV.6.3. Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi yang disertai penjelasan tabel dan analisa hasil.

22

Anda mungkin juga menyukai