Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI TIROID DAN PREVALENSI

TERJADINYA DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PASIEN-


PASIEN EUTIROID
Tujuan: Hormon tiroid (TH) bertanggung jawab terhadap regulasi energi dan
metabolisme sehingga perubahan dalam jumlah TH mungkin memberi
pengaruh terhadap perkembangan penyakit diabetes mellitus tipe 2 (DMT2).
Akan tetapi hanya sedikit studi yang meneliti mengenai peran perubahan
jumlah serum TH dan kaitannya dengan DMT2

Metode: Sebuah studi cross sectional (n-15,296) yang dilakukan di Tianjin,


Cina. Serum free triodothyronine (FT3),free tyroxine (FT4) dan thyroid
stimulating hormone (TSH) dinilai dengan penilaian immunoassay
kemoluminens dan DMT2 didefinisikan sesuai criteria dari American Diabetes
Association. Beberapa vasiasi analisis regresi digunakan untuk menilai
hubungan yang spesifik menurut jenis kelamin antara FT3, FT4, rasio FT3/FT4
serta perkuintil TSH dengan DMT2

Hasil: Prevalensi DMT2 untuk laki-laki adalah sebesar 16,2% dan untuk
perempuan sebesar 7,7%. Pada pasien laki-laki didapatkan odds ratio DMt2
untuk FT3,FT4, dan rasio FT3/FT4 adalah masing masing 1,00, 0,75(0,63-
0,89), 0.89), 0.70(0.58-0.84), 0.63(0.52-0.76), 0.56 (0.46- 0.68; P :0.0001);
1.00, 1.05(0.87-1.27), 1.16(0.9-1.40), 1.09(0.90-1.31), 1.29 (1.07-1.56; P
0.01); dan 1.00, 0.69(0.58-0.83), 0.72(0.60-0.86), 0.59(0.48-0.71), dan
0.55(0.46 - 0.66; P: 0.0001). Hasil yang sama juga didapatkan pada pasien
perempuan. DI lain pihak, korelasi negative yang kuat antara TSH dan DMt2
didapatkan pada pasien laki-laki tapi tidak pada perempuan.

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa berkurangnya FT3, rasio


FT3/FT4 dan peningkatan FT4 masing-masing berpengaruh terhadap
bertambahnya prevalensi DMT2 baik pada laki-laki amaupun perempuan,
sedangkan TSH hanya berperan pada laki-laki.

Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) adalah penyakit endokrin kronik yang paling
umum terjadi. DMT2 merupakan hiperglikemia yang disebabkan oleh
gangguan sekresi insuln oleh karena atau disertai adanya resistensi insulin.
Komplikasi jangka panjang dari DMT2 adalah peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler dan kanker, serta secara signifikan meningkatkan resiko
kematian. Prevalensi global dari diabetes mellitus meningkat dengan cepat
dikarenakan pergeseran paham gaya hidup, urbanisasi serta bertambah
tuanya umur populasi rata-rata. Pada tahun 2013, sekitar 382 juta orang
memiliki DM, dan sekitar 90-95% diantaranya memiliki DMT2 dimana
diperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi sekitar 592 juta (8,8% orang
dewasa usia 20-79 tahun) pada tahun 2035. Sebuah survey nasional juga
mendapatkan bahwa CIna telah menjadi pusat epidemic DMT2 dengan lebih
dari 11,6% populasi orang dewasa memiliki DM.
Mengetahui mekanisme patofisiologi DMT2 penting untuk deteksi dini dan
penanganan yang tepat. Akhir-akhir ini, ada peningkatan minat dalam
mengetahui hubungan antara fungsi tiroid dan penyakit-penyakit metabolic,
termasuk diantaranya DM. Fungsi utama tiroid itu sendiri adalah sebagai
regulator metabolism dan keseimbangan energy. DIsfungsi tiroid
meningkatkan resistensi insulin di otot dan jaringan adipose dan
menurunkan transport glukosa pada miosit. Selain itu, hormone tiroid (TH)
juga merangsang ekspresi basal dari transporter glukosa yang mengatur
uptake glukosa pada miosit. Tambahan lagi, beberapa studi terbaru
menunjukkan bahwa free triiodothyronine (FT3) ternyata berperan dalam
regulasi sekresi insulin dan sangat berpengaruh terhadap pathogenesis
DMT2. Dari beberapa penelitian diatas, telah dihipotesiskan bahwa TH
mungkin dapat menjadi factor prediktif yang berguna untuk mendeteksi dari
awal terjadinya DMT2. Di lain sisi, thyroid stimulating hormone (TSH)
berikatan dengan reseptornya pada sel epitel kelenjar tiroid dan merangsang
sintesis dan sekresi TH melalui mekanisme negative feedback. Akan tetapi,
sampai saat ini, hanya sedikit studi yang meneliti mengenai hubungan TH,
TSH dan DMT2 pada populasi eutiroid. Oleh karena itu tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menilai apakah konsentrasi TH serta perubahan pada jumlah
TSH berkaitan dengan prevalensi DMT2.

Metode dan Material


Subjek
Sebuah penelitian kohort prospektif besar yang dinamis yakni The Tianjin
Chronic Low Grade Systemic Inflammation and Health Cohort Study
dilakukan pada populasi umum orang dwasa yang tinggal di Tianjin, CIna.
Penelitian ini didasarkan pada pemeriksaan kesehatan tahunan yang
dilakukan pada Tianjin Medical University General Hospital Management
Center dan difokuskan pada hubungan antara status kesehatan dnegan
inflamasi sistemik. Subjek yang direkrut adalah subjek yang telah diperiksa
kesehatannya (termasuk diantaranya pemeriksaan darah, USG abdomen
dsb) dan telah mengisi kuesioner yang berhubungan dengan kebiasaan
merokok dan minum minuman beralkohol serta mengisi riwayat penyakit
yang diderita dalam periode Januari 2007 sampai Desember 2015. Sebagai
tambahan, kuesioner yang lebih mendetail mengenai gaya hidup subjek
yang menanyakan mengenai pemasukan keluarga, status perkawinan, status
pekerjaan, tingakt pendidikan, aktivitas fisik, kebiasaan tidur, diet, waktu
penggunaan computer atau telpon genggam, waktu menonton televise,
riwayat infeksi sebelumnya serta riwayat medikasi serta tes performa fisik
juga diberikan pada subjek secara acak sejak Mei 2013.
Penelitian cross sectional ini menggunakan data dari The Tianjin Chronic Low
Grade Systemic Inflammation and Health Cohort Study periode 2013-
2015.Selama periode penelitian ada 18,683 subjek yang plaing tidak telah
satu kali diperiksa kesehatannya termasuk diantaranya pemeriksaan gula
darah, TH dan TSH dan telah diberi informed consent mengenai penelitian
dan telah setuju untuk menjadi subjek penelitian.Subjek dengan riwayat
penyakit kardiovaskuler (n-1461) atau kanker (n=286) diekslusi. Subjek
dengan tingkat hormone tidak di dalam range normal baik TSH (TSH ,0,55
mIU/L, n=251 atau >4,78 mIU/L, n=938), FT4 (FT4<11,5 pmol,, n=113 atau
>22,7 pmol/L, n=84) FT3 ( FT3<3,5 pmol/L , n=43 atau >6,5 pmol/L, n=237)
juga diekslusikan. Subjek dengan riwayat penyakit tiroid, DM tipe 1 atau
subjek yang dengan riwayat atau sementara menggunakan obat-obat
antitiorid juga diekslusi. Jumlah akhir subjek penelitian setelah dilakukan
ekslusi sesuai criteria adalah 15,269 dengan jumlah laki-laki 8970 orang dan
jumlah perempuan 6299 orang.

Penilaian DMT2
Gula darah puasa diukur dengan metode glucose oxidase. Sampel darah
untuk analisis HbA1C dicampurkan dengan asam etilendiaminetetraasetat
(antikoagulan) sebelum dites. Separasi dan kuantifikasi HbA1C dilakukak
oleh alat kromatografi (HLG-723, Tosoh, Tokyo, Jepang) dengan koefisien
variasi intra dan inter assay sebesar <3%. Untuk memeriksa GD2PP, subjek
diberikan larutan glukosa 75 g dan serum glukosa kemudian diukur 2 jam
kemudian. Subjek didiagnosis DMT2 bila memenuhi criteria GDP > 126 mg/dl
(7.0 mmol/L), GD2PP > 200 mg/dl (11.1 mmol/L), HbA1C > 48 mmol/L (6,5%)
atau adanya riwayat DMT2 berdasarkan criteria American Diabetes
Association tahun 2013.

Pemeriksaan FT3, FT4 dan TSH


Serum FT3 dan FT3 diukur dengan metode immunoassay kemoluminesen
menggunakan alat ADVIA Centaur FT3 Analyzer dan ADVIA Cebtaur FT4
Analyzer dan dinilai dalalm ukuran pmol/L. Range pengukuran FT3 dan FT4
masing-masing adalah dari 0.3-30.8 pmol/L dan 1.3-155 pmol/L. Serum TSH
diukur engan metode immunoassay kemoluminesen menggunakan alat
ADVIA Centaur TSH3-Ultra Analyzer dan dinilai dalam ukuran mIU/L. Range
pengukuran adalah dari 0.001-150 mIU/L. Range referesn dari FT3, FT4 dan
TSH masing-masing adalah 3.70-6.93 pmol/L, 11.61-21.41 pmol/L, and 0.55-
4.87 mIU/L. Kami membagi subjek menjadi 5 kategori (kuintil) berdasarkan
konsentrasi FT3, FT4 dan TSH.

Pemeriksaan Variabel Lain


Tekanan darah (TD) diukur dua kali pada tangan kanan menggunakan
tensimeter otomatis dengan jarak 5 menit dalam posisis duduk. Rata-rata
dari dua pengukuran ini yang dipakai sebagai nilai tekanan darah. Hipertensi
bila TD lebih tinggi dari 140/90 mmHg (sistolik/diastolic) atau memiliki
riwayat hipertensi sebelumnya. Untuk kadar lipid, trigliserida (Tgs) dan total
kolesterol (TC) diukur dengan metode enzimatik.Low Density Lipoprotein
(LDL) diukur dengan metode presipitasi asam sulfur polyvinyl dengan Cobas
800 Analyzer. Hiperlipidemia bila TC > 5,17 mmol/L, TGS > 1,7 mmol/L, LDL
>3.37 mmol/L atau memiliki riwayat hiperlipidemia sebelumnya. Tinggi dan
berat badan diukur dengan protocol standar, dan body mass index (BMI)
diperoleh dari hasil berat badan/tinggi badan (kg/m2). Lingkar pinggang
diukur setinggi pusar dengan subjek diminta untuk berdiri dan bernapas
normal. Informasi mengenai umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan
kebiasaan minum minuman beralkohol diperoleh dari kuesioner. Informasi
mengenai riwayat penyakit pribadi maupun keluarga serta riwayat medikasi
diperoleh lewat jawaban langsung subjek dari pertanyaan yang
bersangkutan.

Analisis Statistik
Analisis statistic dilakukan dengan bantuan program Statistical Analysis
System edisi 9.3 untuk Windows. Berdasarkan penemuan dari penelitian-
penelitian sebelumnya tentang bagaimana jenis kelamin berpengaruh
terhadap peran TH dan TSH dalam kaitannya dengan insiden DMT2 maka
kami menganalisa hubungan TH, TSH dan DMT2 pada masing-masing jenis
kelamin. DIstribusi variable dinilai dengan metode Kolmogorov-Smirnov
(n>2000) aau Shapiro-WIlk ( N< 2000). Karena distribusi dari semua variable
kontinyu pada penelitian ini tidak tersebar normal, maka dibutuhkan
logaritma untuk normaliasasi data sebelum dilakukan analisis. Data
deskriptif dipresentasikan dengan rata-rata geometric untuk variable
kontinyu yang telah dinormalisasi dan dalam bentuk persentase untuk
variable kategorik. Untuk analisa karakteristik, perbedaan tiap kategori DMT2
dinilai dengan menggunakan analisis kovarian untuk variable kontinyu dan
analisis regresi logistic multiple untuk variable proporsional setelah diatur
sesuai umur. Prevalensi DMT2 adalah variable dependen, dan kuintil Ft3, FT4
dan TSH adalah variable independen. Model analisa regresi logistic multiple
digunakan untuk menilai hubunagn antara kuintil FT3, FT4 dan TSh dengan
prevalensi DMT2 dengan pengaturan kovarian untuk setiap umur, BMI,
lingkar pinggang, kebiasaan merokok, kebiasaan minum, hipertensi,
hiperlipidemia, riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
hiperlipidemia dan diabetes. Karena penemuan dari penelitian-penelitian
sebelumnya menduga adanya peran lebih penting dari thyroxine (T4)
dibanding triiodothyronine (T3) maka kami juga menilai hubungan antara
rasio FT3/FT4 dengan prevalensi DMT2. Odds ratio dengan interval
kepercayaan 95% juga diukur. Lebih jauh lagi, karena beberapa obat seperti
NSAID, estrogen dan obat-obatan anti epilepsy dapat berpengaruh terhadap
fungsi tiroid maka kami juga melakukan uji sensitivitas setelah subjek
dengan rwayat pemakaian obat-obat ini dieklusi. P value untuk kuintil FT3,
FT4, dan TSH diukur berdasarkan nilai mediannya dmana bila P < 0,05
artinya bermakna secara statistic.

Hasil
Prevalens DMT2 pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 16.2%
(1449/8970) dan 7.7% (488/6993). Diantara subjek dengan DMT2 sebanyak
482 pasien laki-laki (25.4%) dan 114 pasien perempuan (23.4%) melaporkan
bahwa mereka memang sedang dalam perawatan DM. Jumlah FT3 dan FT4
lebih tingi secara signifikan pada subjek laki-laki dibanding perempuan.
Diantara subjek dengan DMT2, pada subjek laki-laki rata-rata jumlah FT3 dan
FT4 adalah sebesar 5.5 pmol/l dan 16.8 pmol/L, sedangkan pada perempuan
sebesar 5.5 pmol/L dan 15.7 pmol/L dimana keduanya memiliki P value <
0.0001 sedangkan kadar TSH sebaliknya justru lebih rendah pada subjek
laki-laki dibanding perempuan. Rata-rata kadar TSH pada subjek laki-laki
sebesar 1.9 mIU/L dan pada perempuan 2.3 mIU/L, dengan P value < 0.0001.
Bila didasarkan pada umur, hubungan tiap karakteristik dnegan DMT2 dapat
dilihat pada table 1. Bila dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki
DMT2, kebanyakan subjek dengan DMT2 cenderung berusia lebih tua, BMI
dan lingkar pinggang lebih besar, TC, TG, Tekanan darah juga lebih tinggi
pada subjek dengan DMT2. Selain itu keduanya juga memiliki proporsi yang
bermakna mengenai riwayat keluarga hiperlipidemia dan diabtes (P value <
0.01). Meskipun begitu, ada beberapa perbedaan yang dapat ditemui pada
subjek laki-laki dan perempuan. Bila dibandingkan dengan subjek yang tidak
memiliki DMT2, subjek laki-laki dengan DMT2 cenderung memiliki rasio
FT3/FT4 yang rendah, serta kadar FT4 yang tinggi (P value <0.05) dan subjek
perempuan dengan DMT2 cenderung memiliki kadar LDL dan FT4 yang tinggi
serta rasio FT3/FT4 yang rendah (P value <0.01). Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemui pada kadar TSH, kebiasan merokok, kebiasaan
minum minuman beralkhol,dan proporsi riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskuler dan hipertensi ( P value > 0.05).
Hubungan antara FT3, FT4, TSH dan prevalesni DMT2 dapat dilihat pada
table 2. Pada subjek laki-laki, OR DMT2 yang berhubungan dengan
peningkatan gradual dari FT3, FT4, rasio FT3/FT4 dan TSH dibandingkan
dengan subjek dengan konsentrasi serum terendah dan didapatkan sebesar
berikut: FT3: 0.75 (0.63-0.89), 0.70 (0.58-0.84), 0.63 (0.52-0.76), dan 0.56
(0.46-0.68; dengan P value < 0.0001); FT4: 1.05 (0.87 - 1.27), 1.16 (0.96
-1.40), 1.09 (0.90 - 1.31), dan 1.29
(1.07-1.56; P value = 0.01); Rasio FT3/FT4 : 0.69 (0.58- 0.83), 0.72 (0.60 -
0.86), 0.59 (0.48 -0.71), dan 0.55 (0.46 - 0.66; P value < 0.0001); dan TSH:
0.89 (0.74 -1.08), 0.94 (0.78 - 1.13), 0.76 (0.63- 0.92), dan 0.80 (0.67 to
0.97; P value = 0.01). Pada subjek perempuan nilai OR DMT2 yang
berhubungan dengan peningkatan gradual dari FT3, FT4, rasio FT3/FT4 dan
TSH adalah sebagai berikut: FT3: 1.00, 0.97 (0.72- 1.30), 0.91 (0.67 - 1.22),
0.71 (0.52 - 0.96), 0.63 (0.46 - 0.86; P value < 0.01); FT4: 1.00, 0.81 (0.58 -
1.13), 1.15 (0.84 - 1.58), 1.12 (0.81 - 1.54), dan 1.54 (1.14 -2.08; P value <
0.0001); rasio FT3/FT4: 1.00, 0.79 (0.59 - 1.05), 0.56 (0.41 - 0.76), 0.64 (0.47
- 0.85), dan 0.57 (0.42 - 0.78; P value < 0.0001); dam TSH: 1.00, 1.22 (0.91
- 1.66), 0.83 (0.60 - 1.15), 0.89 (0.65 - 1.22), dan 0.82 (0.60 - 1.12; P value =
0.04).
Lebih jauh lagi kami melakukan uji sensitivitas setelah mengeluarkan subjek
yang sedang dalam pengobatan tertentu (seperti obat NSAIDs, estrogen, dan
obat-obatan anti epilepsy, n= 220). Akan tetapi, hubungan antara TH, TSH
dan DMT2 tidak mengalami perubahan. OR DMT2 untuk peningkatan kuintil
TH dan TSH untuk subjek laki-laki adalah sebagai berikut: FT3: 1.00
(referens), 0.75 (0.63 - 0.89), 0.70 (0.58 - 0.84), 0.63 (0.53 - 0.76), dan 0.56
(0.46 - 0.69; P value < 0.0001); FT4: 1.00 (referens), 1.05 (0.87 - 1.27), 1.14
(0.94 - 1.38), 1.09 (0.90 - 1.32), dan 1.29 (1.07 - 1.57; P value = 0.01); rasio
FT3/FT4: 1.00 (referens), 0.70 (0.58 - 0.84), 0.73 (0.61 - 0.87), 0.59 (0.49 -
0.71), dan 0.55 (0.46 - 0.67; P value < 0.0001); dan TSH: 1.00 (referens),
0.89 (0.74 - 1.08), 0.93 (0.77 - 1.12), 0.75 (0.62 - 0.91), dan 0.80 (0.66 -
0.97; P value < 0.01). Pada subjek perempuan, ORnya adalah sebagai
berikut: FT3: 1.00 (referens), 0.95 (0.71 - 1.29), 0.87 (0.64 - 1.18), 0.70 (0.51
- 0.95), dan 0.62 (0.45 - 0.86; P value < 0.001); FT4: 1.00 (referens), 0.88
(0.62 - 1.24), 1.21 (0.88 - 1.68), 1.20 (0.86 - 1.66), dan 1.67 (1.23 - 2.28; P
value < 0.0001); FT3/FT4 ratios: 1.00 (referens), 0.77 (0.57 - 1.02), 0.52(0.38
- 0.71), 0.61 (0.45 - 0.82), dan 0.53 (0.39 - 0.72; P value < 0.0001); dan TSH:
1.00 (referens), 1.17 (0.86 - 1.59), 0.83 (0.60 - 1.15), 0.83 (0.60 - 1.14), dan
0.77 (0.56 - 1.06; P value = 0.02).
Diskusi
Penelitian ini telah menilai hubungan antara TH, TSH dan DMT2 dalam
populasi orang dewasa. Hasilnya menunjukkan bahwa baik pada laki-laki
maupun perempuan, setelah factor perancudisingkirkan maka didapatkan
bahwa prevalensi DMT2 yang tinggi memiliki korelasi negative terhadap
kadar FT3 dan sebaliknya korelasi positif terhadap kadar FT4. Lebih jauh lagi,
ditemukan korelasi negative antara TSH dan DMT2 pada laki-laki tapi tidak
pada perempuan. Sepengetahuan kami, penelitian ini menunjukkan bahwa
kadar TH di dalam reference range berperan terhadap prevalensi DMT2.
Kami juga telah membuat pengaturan dalam analisis kami untuk beberapa
factor yang kemungkinan dapat merancukan hasil penelitian kami. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa beberapa factor (umur, jenis kelamin, BMI,
kebiasaan merokok dan minum, riwayat penyakit dalam keluarga) juga dapa
berhubungan dengan prevalensi DMT2. Karena penelitian-penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa kadar serum TH dan TSH berbeda-
beda tergantung umur dan BMI maka kami mengatur analisa kami
berdasarkan 2 variabel ini. Setelah diatur, maka ternyata hubungan antara
FT4 dan prevalensi DMT2 pada subjek laki-laki berubah, sehingga kami
menyimpulkan bahwa umur dan BMI merupakan factor perancu yang cukup
besar. Kami kemudian juga melakukan pengaturan terhadap beberapa
variable lain seperti lingkar pinggang, kebiasaan merokok, kebiasaan minum
minuman keras, hipertensi, hiperlipidemia, TC, TG dan factor genetic seperti
riwayat penyakit kardiovaskuler, hipertensi, hiperlipidemia maupun riwayat
diabetes dalam keluarga. Setelah dilakukan pengaturan sesuai variable
diatas ternyata kadar FT3 lebih berpengaruh terhadap prevalensi DMt2 pada
laki-laki maupun perempuan.
Beberapa penelitan sebelumnya telah menyeldiki hubungan antara TH, TSH
dan resistensi insulin atau kadar gula darah. Ada empat studi cross sectional
yang menunjukkan hubungan yang negative antara resistensi insulin dan
serum FT4, Sedangkan hubungan yang positif ditemukan antara TSH dan
resistensi insulin. Dua studi cross sectional dan sebuah studi case control
kecil menemukan korelasi positf antara peningkatan kadar T3, rasio T3/T4,
FT3 serta FT4 terhadap peningkatan gula darah puasa dan resistensi insulin.
Sebaliknya, sebuah studi cross sectional menunjukan bahwa kadar FT3, rasio
FT3/FT4 dan TSH memiliki korelasi negative terhadap HbA1 C pada pasien
DMT2. Meskipun penyebab pasti dari ketidaksesuaian hasil ini belum jelas,
factor perancu yang berbeda, situasi penelitian, ukuran sampel, penggunaan
T3 dibanding FT3 dan perbedaan indicator hasil mungkin dapat menjadi
salah satu factor penyebab hasil yang berlawanan ini. Di lain pihak, sampai
saat ini masih sedikit penelitian yang menunjukkan hubungan antara kadar
TH dan TSH terhadap prevalensi DMT2 pada populasi umum. Penelitian ini
menunjukkan bawha DMT2 memiliki korelasi negative dengan kadar FT3 dan
berkorelasi positif dengan kadar FT4 baik pada laki-laki maupun perempuan.
Penelitian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyeldiki lebih lanjut
apakah hasil ini juga bisa didapatkan pada populasi yang lain.
Penelitian kami memperoleh hasil yang kurang lebih sama pada setiap jenis
kelamin baik itu laki-laki maupun perempuan mengenai hubungan TH dan
DMT2, akan tetapi ada perbedaan mendasar yang diperoleh pada laki-laki
dan perempuan bila TSH dibandingkan dengan DMT2. Meskipun begitu,
mekanisme molecular mengapa ini bisa terjadi masih belum diketahui
dengan pasti karena homon seks seperti estrogen, testoteron dsb memang
diketahui dapat berperan terrhadap fungsi tiroid selain itu kadar estrogen
juga diketahui mempunyai peran dalam perkembangan DMT2. Perbedaan
kadar hormone seks pada laki-laki dan perempuan juga meungkin
merupakan penyebab perbedaan hubungan TSH dan DMT2 pada laki-laki dan
perempuan. Akan tetapi, karena kadar hormone seks seperti testoteron
maupun estrogen tidak diukur dalam penelitian ini, maka diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk memastikan peran dari hormone seks tersebut.
Selain itu, karena ukuran sampel subjek perempuan lebih kecil maka tentu
saja prevalensi DMT2 akan lebih rendah pada perempuan (7.7%) dibanding
laki-laki-laki (16.2%), dan akibatnya kekuatan statistic dan ketepatan analisa
pada sbubjek perempuan mungkin menjadi lebih rendah dibanding pada
subjek laki-laki. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih
besar untuk memperbaiki hal ini. Selain itu, signifikansi hubungan FT3 dan
DMT2 pada subjek laki-laki terlihat pada kuintil kedua, namun pada subjek
perempuan baru terlihat pada kuintil keempat.Karena konsentrasi FT3 pada
kuintil keempat subjek perempuan ekuivalen dengan konsentrasi pada kuintil
kedua subjek laki-laki maka dapat diduga bahwa peningkatan prevalensi
DMT2 lebih bergantung pada konsentrasi FT3 dan tidak bergantung pada
jenis kelamin. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan
kebenaran hipotesis ini.
Beberapa mekanisme putative juga dapat menjelaskan hubungan antara
fungsi tiroid dan terjadinya DMT2. Di satu sisi, T3 berfungsi untuk mengatur
glukoneogenesis di hati dan berfungsi sebagai antagonis insulin, bahkan
dalam keadaan tiroid normal (eutiroid). T3 juga berfungsi sebagai modulator
mRNA dan ekspresi protein pada transporter glukosa yakni adenosine
monofosfat protein kinase dan asetil koenzimA karboksilase pada otot
tulang. Lebih jauh lag, peningkatan kadar T3 dalam plasma menganggu
fungsi insulin dalam menekan produksi gula hati dan meningkatkan uptake
glukosa oada otot. Yang menjadi persoalan, bahkan hanya dengan sedikit
peningkatan dari kadar T3 dan T4 cukup untuk memicu terjadinya resistensi
insulin. Sekresi insulin yang inadekuat juga dapat memicu terjadinya DMT2.
Ada bukti yang kuat yang diperoleh dari berbagai penelitian independen
bahwa T3 secara langsung meningkatkan jumlah sel islet B melalui reseptor
hormone tiroid pathway. Selain itu, sekresi insulin dari sel B juga diatur oleh
reseptor T3 mitokondrial yakni p43. Perubahan-perubahan ini dihubungkan
dengan penurunan transporter glukosa spesifik yakni GLUT2 dan Kir6 dan
dimediasi oleh control glukosa intraseluler yang dapat memiliki implikasi
terhadap T3. FT3 juga merupakan pemicu kuat dari proliferasi sel asinar
pankreatik pada hewan pengerat. FT3 memicu ekspresi dari protein-protein
esensial yang berperan dalam metabolism glukosa dan lemak yang mungkin
dapat mempengaruhi sekresi insulin. Akhirnya, beberapa penelitian juga
menduga adanya interaksi antara kadar TSH dan sensitivitas insulin.
Meskipun begitu, tidak ada efek langsung dari resistensi insulin terhadap
fungsi tiroid yang ditemukan pada manusia.
Namun, penelitian ini juga menemukan adanya hubungan kuat antara rasio
FT3/FT4 dengan DMT2. Diketahu bahwa TSH meningkatkan regulasi ekspresi
dan aktivitas enzim deiodinase. Kadar enzim deiodinasi yang tinggi pada
jaringan perifer meningkatkan rasio konversi FT4 menjadi FT3 sehingga rasio
FT3/FT4 dapat dijadikan idnikator tentang aktivitas enzim deiodinase. Karena
inhibisi aktivitas enzim deiodinase berakibat pada turunya tingkat
metabolism basal dan turunnya tingkat metabolism basal dapat berpengaruh
terhadap patogensis DMT2 maka sangat memungkinkan bila rasio FT3/FT4
juga dapat berpengaruh terhadap pathogenesis DMT2. Sebagai kontras, ada
3 studi cross sectional yang melaporkan bahwa rasi FT3/FT4 memiliki korelasi
positif terhadap resistensi insulin pada remaja yang obese dan memiliki fatty
liver non alkoholik (n=200) ,dengan lingkar pinggang dan BMI pada
perempuan obese dengan usia 18-68 tahun (n=201) dan pada pasien-pasien
dengan fatty liver non alkoholik dengankondisi eutiroid atau hipotiroid
(n=200). Perbedaan populasi dan jumlah sampel mungkin dapat menjadi
penyebab ketidaksesuaian hasil antara ketiga studi diatas dengan penelitian
kami. Lebih jauh lagi, beberapa penelitian terbaru menyimpulkan bahwa
seiring dengan peningkatan kadar TSH, rasio FT3/Ft4 juga meningkat sampai
usia 40 tahun. Akan tetapi pada usia yang lebih tua, hal ini tidak terjadi.
Berdasarkan dari penemuan ini, kami melakukan sebauh analisis bertingkat
untuk mentukan apakah umur ( < 40 tahun atau > 40 tahun) menjadi factor
perancu bagi hubungan antara rasio FT3/FT4 dan DMT2. Akan tetapi,
menggunakan model analisa regresi logistic ternyata hasil yang sama
ditemukan pada beberapa kelompok usia berbeda (P = 0.54 untuk laki-laki
dan 0.58 untuk perempuan). Oleh karena itu, kami menduga bahwa
meskipun umur memperantarai regulasi TSH terhadap rasio FT3/FT4, rasio
itu sendiri memang berpengaruh terhadap prevalensi DMT2 pada usia
berapapun. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih mengetahui potensi
mekanisme yang mendasari hal ini.
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, karena penelitian
ini merupakan penelitian cross sectional maka sangatlah sulit untuk
menegakkan suatu kausalitas (apakah peningkatan TH MENYEBABKAN
DMT2). Penelitian cohort dan percobaan intervensi lebih lanjut diperlukan
untuk betul-betul menegakkan kausalitas hubungan antara TH dan DMT2.
Meskipun begitu, penelitian ini berskala cukup besar untuk mendukung
hipotesis penting bahwa kadar TH, bahkan pada pasien eutiroid dapat
berkontribusi pada pathogenesis DMT2. Keterbatasan yang kedua, karena
penelitian ini adalah population-based dan dilakukan pada populasi orang
sehat dan hanya subjek dengan keadaan eutiroid yang dimasukkan sebagai
subjek penelitian, hanya satu seum TH dan satu serumTSH yang diukur
dalam penelitian. Oleh karena itu, diperlukan penelitian berkualitas lebih
tinggi untuk lebih memastikan hasil yang didapat. Keterbatasan yang ketiga,
meskipun kami peneliti telah mengatur anailisa data sedemikian rupa
dengan mempertimbangkan berbagai factor perancu, kami tidak dapat
mengekslusikan semua factor perancu. Kami tidak dapat mengekslusikan
kemungkinan bahwa DMT2 mungkin dapat disebabkan oleh gaya hidup
seperti konsumsi suplemen iodine yang secara instrinsik akan berpengaruh
terhadap kadar TH. Oleh karena itu, sebuah uji acak terkontrol yang lebih
baik harus dilakukakn untuk memastikan kebenaran hasil yang didapat.
Akhirnya, meskipun semua subjek yang memiliki penyakit tiroid telah
dikeluarkan, serum tiroperoksidase bukan merupakan serum yang secara
rutin dicek pada populasi umum. Oleh karena itu, kami tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan bahwa mungkin saja hubungan antara TH, TSH
danDMT2 terjadi karena pasien memiliki antibody positif terhadap serum
tiroperoksidase.

Kesimpulan
Penurunan kadar FT3 dan rasio FT3/FT4 serta peningkatan kadar FT4
berhubungan dengan prevalensi DMT2 pada pupulasi orang dewasa. Korelasi
ngeatif yang signifikan antara TSH dan DMT2 ditemukan pada subjek laki-laki
tapi tidak pada perempuan. Penelitian lebih di masa depan diperlukan untuk
memastikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan sebab-akibat
(kausalitas) antara kadar TH dan terjadinya DMT2.

Anda mungkin juga menyukai