Anda di halaman 1dari 19

BALUT DAN BIDAI

BALUT
Balut adalah alat yang digunakan untuk membalut luka. Pembalut harus dipasang cukup
kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga mengganggu sirkulasi
atau menyebabkan nyeri.

A. Jenis Pembalut / Perban


1. Perban segi tiga (Mitella)
2. Perban pita (Zwachtel)
3. Plester

B. Tujuan Membalut / Perban


1. Menutupi bagian yang cedera dari udara, cahaya, debu dan kuman.
2. Menopang yang cedera
3. Menahan dalam suatu sikap tertentu
4. Menekan
5. Menarik

C. Bahan untuk Perban


Bahan yang diperlukan untuk membalut, antara lain salep, bubuk luka, plester, bahan
penyerap (kasa atau kapas), kertas tissue, bahan tidak mudah menyerap (kertas khusus,
kain taf, sutera), bahan elastis (spons, kapas).

D. Jenis – jenis Pembalutan


1.Perban segi tiga (Mitella)
Perban segi tiga dibuat dari kain belacu atau kain muslin, perbannya dibuat segitiga
sama kaki yang puncaknya bersudut 900. Panjang dasar segitiga kira-kira 125 cm dan
kedua kakinya masing-masing 90 cm. Buatlah terlebih dahulu kain segi empat dengan
sisi 90 cm lalu lipat dua atau digunting pada garis diagnonalnya.
2.Balut segi tiga untuk kepala
Untuk luka kepala dapat dipakai perban segi tiga. Dasar segi tiga dilipat selebar 5 cm 2
kali. Letakkan bagian tengah lipatan itu diatas dahi. Bagian yang mengandung lipatan
diletakkan sebelah luar. Ujung puncak segi tiga ditarik ke belakang kepala sehingga
puncak kepala tertutup kain segi tiga. Kedua ujung lipatan tadi dililitkan ke belakang
kepala lalu kembali ke dahi dan dibuat simpul di dahi.
3.Balut segi tiga untuk bahu
Guntingan ujung puncak segitiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Kedua ujung
yang baru dibuat dililitkan secara longgar ke leher, lalu diikat ke belakang. Dasar segi
tiga ditarik sehingga bagian bahu yang cedera tertutup. Lalu kedua ujung dasar segi tiga
dililitkan ke lengan dan diikat.
4.Balut segi tiga untuk dada
Gunting puncak segitiga tegak lurus pada dasarnya sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua
ujung puncak itu secara longgar di belakang leher, sehingga dasar segi tiga berada di
depan dada. Lipatlah dasar segi tiga beberapa kali sesuai dengan kebutuhan lalu ujung
dasar tadi diikat di punggung.
5.Balut segi tiga untuk pantat
Gunting puncak segi tiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua ujung
puncak itu melingkari paha yang cedera. Buatlah beberapa lipatan pada dasar segi tiga,
lalu kedua ujungnya diikatkan melingkar di pinggang.
6.Balut segi tiga untuk tangan
Bila seluruh telapak tangan akan dibalut, dapat dipakai perban segi tiga. Letakkan dasar
segitiga pada telapak tangan. Ujung puncak segitiga di lilitkan ke punggung tangan,
sehingga seluruh jari – jari tertutup, lalu kedua ujung dasar segi tiga dililitkan beberapa
kali pada pergelangan tangan dan diikat. Bila segi tiga terlalu besar, buatlah beberapa
lipatan pada dasar segi tiga.

E. Cara Membuka Pembalut/Perban


Buka simpul perban, bila sulit, gunting saja. Tangan kanan memegang ujung perban.
Bukalah gulungan dengan memindahkan perban itu ke kiri, lalu kembali lagi ke kanan dan
ke kiri lagi. Begitu seterusnya sampai seluruh pembalut terlepas. Untuk membuka perban
kotor pergunakan 2 buah pinset. Bila perban itu telah kotor atau tidak ingin dipakai lagi,
lebih baik digunting dengan memakai gunting perban. Dengan demikian, perban lebih
cepat terlepas.

F. Jenis – Jenis Perban Menurut Bahannya


1. Perban kasa dibuat dari benang yang dianyam jarang – jarang, sering dipakai untuk
membalut pada anggota badan.
2. Perban planel : Kain berbulu dipakai sebagai perban penekan pada pertolongan
pertama.
3. Perban kambrik:Terbuat dari benang kasar pemakaian-nya sama dengan kasa.
4. Perban trikot :Sering dipakai untuk membuat perban ransel.
5. Perban katun dan linen: Dipakai dalam keadaan darurat, sebagai pembalut, penekan
dan penarik.
6. Perban elastis: Dipakai untuk balutan penekan pada keseleo atau salah urat (luksasio
dan sprain) atau untuk membalut anggota gerak yang telah diamputasi.
7. Perban cepat:Dipakai untuk pertolongan pertama pada kecelakaan, dalam peperangan
pada luka tembak atau patah terbuka.
8. Perban gips

G. Cara – cara Membalut


1. Cara – cara khusus membalut perban kepala
a.Verban kepala fasela galenika
Cara memakainya adalah sebagai berikut :
Letakkan kain persegi itu diatas kepala dengan kedua ujung mengarah ke masing –
masing telinga. Ikatkanlah dengan peniti atau plester pita tengah dibawah dagu. Pita
depan diikat ke belakang kepala, sedangkan pita belakang diikat ke dahi.
b.Perban pita untuk membalut kepala dengan cara mempersatukan (Fascia
Union).
Perban yang dipakai dapat yang berkepala satu maupun yang berkepala dua. Dipakai
untuk luka disamping kepala. Cara fascia union ini sangat merosot sehingga sekarang
tidak dipakai lagi.
c. Perban kepala cara Fascia sagitalis
Perban kepala cara sagitalis memakai pembalut berkepala tiga atau disebut juga
perban T. Perban ini dipakai untuk luka di kepala. Mula – mula perban berkepala dua
diletakkan pada dahi, lalu kedua ujung dililitkan ke belakang kepala. Ujung tengah
perban juga diletakkan ke belakang. Setelah dihimpit dengan kedua ujung perban
yang datang dari samping, kembalikan lagi ujung perban tengah ke depan. Demikian
pula kedua ujung samping dililitkan kembali ke depan kepala sehingga mengimpit
lagi ujung perban tengah. Demikianlah seterusnya sampai semua perban terpakai.
a. Perban kepala dengan cara pita silang (Fascia nodosa)
Dengan memakai perban berkepala dua. Bila kedua ujung perban telah sampai diatas
salah satu telinga silangkanlah kedua perban itu lalu masing – masing ujung
membalut dahi dan belakang kepala. Setelah kedua ujung sampai diatas telinga yang
lain, dibuat pula silang, diatur menuju ke bawah dagu, bertemu kembali di atas telinga
pertama, dan seterusnya.
b. Perban penutup kepala (Fascia kapitalis atau mitra hippokrates)
Sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Dipakai sebagai perban penutup atau pelindung
luka kepala yang luas. Satu orang berulang – ulang melingkarkan perban. Mulai dari
dahi terus ke belakang sambil menghimpit perban kedua yang diletakkan berulang –
ulang di atas kepala oleh orang kedua dari arah depan kepala ke belakang kepala.
Balutan digeser sedikit demi sedikit ke kiri dan ke kanan.

2. Cara – cara membalut mata


a. Membalut satu mata (Monokulus)
Dipakai untuk menutupi atau menekan luka pada mata dan sekitarnya. Buatlah
lingkaran perban di sekitar dahi dan belakang kepala beberapa kali. Lalu secara
berangsur-angsur dililitkan sedikit demi sedikit ke mata yang cedera dan belakang
kepala, sehingga seluruh mata tertutup. Usahakan agar lapisan perban terbawah tidak
menutup mata yang sehat
b. Membalut kedua mata (Binoukulus)
Cara ini dipakai untuk menutupi atau menekan mata, misalnya pada operasi
katarak. Caranya : Mulailah seperti membalut satu mata. Setelah melingkarkan
lapisan perban terakhir disekitar depan dan belakang kepala, teruskan dengan
melingkari mata yang lain dengan cara yang sama, tetapi dengan arah sebaliknya.
Ujung perban terakhir dilekatkan dengan sepotong plester.

3. Perban telinga cara koroner


Balutlah perban melingkar dahi dan belakang kepala beberapa kali, lalu
berangsur–angsur diarahkan ke arah telinga yang sakit. Lakukan balutan perban itu
terus sampai seluruh telinga tertutup. Usahakan lapisan perban terakhir berada di
lingkaran dahi lalu dilekatkan dengan plester.
4. Perban pada anggota gerak badan berbentuk bulat panjang
Untuk melakukan perban pada leher, lengan atas dan paha dapat dibalut dengan
2 cara yaitu :
a. Membalut biasa (Dolobra currens)
b. Membalut pucuk rebung (Dolobra reversa)
Setiap kali membalut harus diperhatikan agar :
a. Perban saling menutupi lapis demi lapis.
b. Gulungan perban tidak boleh bergeser, walaupun saling bekerja.
c. Lilitkan perban harus cukup kencang.

5. Membalut persendian
Untuk membalut persendian dipakai :
a.Cara balut silang (Spica)
b.Cara balut penyu (testudo)
Cara balut silang pergelangan tangan
Mulailah dengan melilitkan perban beberapa kali pada pergelangan tangan, lalu
arahkan perban ke distal melilit punggung tangan dan telapak tangan. Masukkan
lilitan diantara ibu jari dan jari telunjuk, miring pada punggung tangan menuju
pergelangan tangan. Lilitkan satu kali lalu ulangi pekerjaan itu sambil menggeser
perban sedikit demi sedikit sehingga seluruh pergelangan tangan terbalut.
Membalut sendi siku cara penyu keluar (Testudo cubiti Reversa)
1) Bengkokkan sedikit siku yang akan dibalut.
2) Balutkan perban beberapa kali pada pertengahan siku.
3) Arahkan lilitan perban bergantian ke proksimal dan ke distal.
4) Lanjutkan lilitan perban ke lengan atas dan ke lengan bawah berulang -ulang
sampai seluruh sendi siku terbalut.
5) Ujung lilitan perban terakhir dilekatkan dengan plester.
6. Cara-cara Membalut kaki (Membalut seluruh kaki)
 Misalkan kaki kiri ingin dibalut, mulailah perban dari bagian punggung kaki menuju
ke ujung jari – jari lalu ke telapak kaki. Peganglah dengan tangan kiri ujung perban
yang ada di punggung. Dengan tangan kanan lilitkan perban untuk menutup jari – jari
kaki dengan cara tadi. Bergantian ke lateral dan medial. Geserlah sedikit demi sedikit
ke arah tengah jari – jari sehingga seluruh jari terbalut. Di telapak kaki, arah balutan
melintang, sedangkan telapak kaki arahnya miring.
 Kemudian lilitkan perban melintang punggung dan telapak kaki sehingga ujung –
ujung perban tadi terhimpit. Buatlah lilitan perban sebanyak 3 lilitan sambil
menggeser ke arah pergelangan kaki.
 Sewaktu lilitan ke empat berada di punggung kaki, perban diarahkan di telapak kaki
sekitar tumit. Kemudian dililitkan ke pergelangan kaki, terus ke punggung kaki lagi.
 Ulangi lagi balutan seperti tadi beberapa kali, sampai seluruh kaki terbalut. Akhiri
balutan pada pergelangan kaki.

H. Gips dan Pemasangannya.


Cara membuat gips spalk (Bidai gips)
Bila terjadi patah proximal, maka panjang gips spalk adalah dari pangkal jari sampai
ke lengan atas kira – kira 2 jari dibawah lipatan ketiak.
Lengan harus ditekuk sampai 90 0 dengan telapak tangan agak diputar ke dalam
(supinasi). Pergelangan tangan lurus dengan tulang lengan bawah.
Pada patah tulang tungkai bawah (Fraktur tibia dan fibula), gips spalk dan sirkuler harus
dipasang mulai ujung jari sampai 2 – 3 cm dibawah sendi paha. Posisi kaki dan tungkai
bawah dibuat sudut 900 sedangkan lutut agak ditekuk membuat sudut kira – kira 1700.
Pada patah tulang kaki dan tumit gips sirkuler dipasang mulai dari ujung jari sampai kira –
kira 2 – 3 cm dibawah sendi lutut saja. Setelah diketahui panjangnya ukuran spalk,
bukalah gulungan gips perban dan letakkan dimeja sepanjang ukuran yang diinginkan.
Untuk anggota gerak atas, cukup dibuat 6 lapis, sedangkan untuk tungkai dibuat 8 – 10
lapis. Setelah lapisan gips spalk selesai dibuat, basahkan lalu letakkan ke anggota gerak
yang akan di gips. Sebelum di gips anggota gerak harus di reposisi dengan kain trikot atau
kapas berlemak.
Setelah dipasang gips spalk, dibalut dengan perban kasa.
Gips sirkuler. Bila melakukan balutan secara gips sirkuler, setelah tulang yang patah
direposisi, dilapisi dengan kapas berlemaj dan dipasang gips spalk langsung dibalut
dengan perban gips dengan cara balut biasa. Gips yang telah dibalut itu diratakan dengan
kedua telapak tangan agar perban gips melekat betul. Jari – jari tangan dan kaki bila tidak
patah jangan di gips. Bila dilakukan reposisi sanguinea, maka luka operasi ditutup dahulu
dengan kasa steril yang telah dioles dengan antiseptik. Kemudian dipasang gips sirkuler.
Luka operasi dibiarkan tertutup dengan gips, jahitan baru dilepas setelah gips dibuka.
Biasanya gips baru dibuka setelah terjadi kalus, untuk lengan memerlukan waktu 4 – 6
minggu, sedangkan untuk tungkai memerlukan 6 – 10 minggu. Makin muda usia
seseorang, makin cepat sembuhnya.

BIDAI

A. Definisi Pembidaian
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang
mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.

B. Jenis Pembidaian
a. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
- Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit.
- Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya.
- Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang lebih
berat.
- Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar
pembidaian.
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
- Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit).
- Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi.
- Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips, dll).
- Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.
Beberapa macam jenis bidai :
a. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan
ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
b. Bidai traksi.
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan
oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
c. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi
si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
d. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)
dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan
daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.

C. Tujuan Pembidaian
a) Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut
b) Mempertahankan posisi yang nyaman
c) Mempermudah transportasi korban
d) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera
e) Mempercepat penyembuhan

A. Indikasi Pembidaian
Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :
- Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
- Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
- Dislokasi persendian
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan:
- Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi “krek”.
- Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi
abnormal.
- Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera.
- Posisi ekstremitas yang abnormal.
- Memar.
- Bengkak.
- Perubahan bentuk.
- Nyeri gerak aktif dan pasif.
- Nyeri sumbu.
- Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang
mengalami cedera (Krepitasi).
- Fungsiolesa
- Perdarahan bisa ada atau tidak
- Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
- Kram otot di sekitar lokasi cedera
Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah
pasien seperti orang yang mengalami fraktur.

B. Kontraindikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan
persarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat
sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

C. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh
yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu
lama selama proses pembidaian.

D. Prosedur Dasar Pembidaian

1) Mempersiapkan penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan kepada
penderita.
a. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
b. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
c. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan
korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesak
(korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan atau penolong)
d. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan,
kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
e. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka
dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka tersebut
mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang
terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan
yang se-steril mungkin
f. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk menopang
leher jika dicurigai terjadi trauma servikal
g. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat sebaiknya
hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau sensasi raba
sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak
makin memperberat cedera.
h. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur
- Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan
mungkin menghilang?
- Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang
cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara
bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi
bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami
fraktur.
- Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke
rumah sakit secepatnya.
i. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya
perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan pada
penderita.
j. Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial. Jangan
pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk
membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan
menambah masalah.

2) Persiapan alat
a. Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa
dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu,
dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
b. Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih
dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
c. Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal
dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk membalut ini harus
bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk
mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa
menghambat sirkulasi.

3) Pelaksanaan pembidaian
a. Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
- Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur).
Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah
tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai
harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
- Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur
maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai
memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka
pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus
mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
- Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan
traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat
tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri,
jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan
traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur
telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat
menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai
saraf atau pembuluh darah.
- Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama
pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk
mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
- Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian
yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni
pada beberapa titik yang berada pada posisi :
a) superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
b) diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
c) inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
d) diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
- Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada
bagian yang cedera.
- Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
- Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoepistaksish, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai
untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan
merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula
bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya
sebagai perlindungan sementara.
- Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus
dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan
kantong es secara berkala untuk mencegah “cold injury” pada jaringan lunak.
Secara umum, es tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10
menit. Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit ditinggikan
posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.

b. Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera


Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada
tempat yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya
fraktur tulang belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang
belakang. Ada beberapa bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur tulang
wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas pada sesi ini karena biasanya
dilakukan oleh para ahli.
Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan.
Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan
kepala. Pembalutan dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan
daerah leher. Jika tersedia, fiksasi leher paling baik dilakukan menggunakan
cervical collar.
Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif
yaitu dengan “ransel bandage” (lihat gambar 2). Pembebatan yang efektif akan
berfungsi untuk traksi dan fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa
bertemu kembali pada posisi yang seanatomis mungkin, sehingga memungkinkan
penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.

Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk
mencegah bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang
bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa
dalam perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut
pada dinding dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada yang
mengalami cedera sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.
Lengan atas
- Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi
siku membentuk sudut 90%, dengan cara :
- Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku,
dan puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera.
posisikan lengan bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat
(kira-kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud.
Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi siku.
- Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada
bagian sisi lateral dinding thoraks.
- Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas
yang mengalami fraktur.
- Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax
(pada sisi medial).
- Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar.
Lengan bawah
- Imobilisasi lengan yang mengalami cedera.
- Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
siku sampai ujung telapak tangan.
- Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera.
- Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat
sudut 90° terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan
dan hati-hati.
- Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar
berada dalam posisi fungsional.
- Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel
antara siku sampai ujung jari.
- Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan tangan sudah terimobilisasi.
- Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai.
- Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat.
- Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku,
dan puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera.
posisikan lengan bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat
(kira-kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud.
Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi siku.
Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni
posisi yang senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti
sedang menggenggam sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan
bantalan yang lain dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan
merekatkan pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting).
Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.

Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia
tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus menggunakan
tandu. Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada
tungkai yang tidak cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi
untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah sakit cukup jauh, dan
terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda sudah kelelahan.
Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai
dengan di bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai
lebih sulit, dan resiko untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi
seringkali lebih besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada
cedera tungkai kecuali jika orang yang membantu pembidaian telah siap untuk
memasang bidai.
Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan
pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat.
Tungkai bawah
- Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan
mencegah timbulnya kerusakan yang lebih berat.
- Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
- Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
- Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus.
- Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi
memanjang antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki.
- Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai
yang dipasang di sisi bawah tungkai.
- Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur. Pastikan bahwa
lutut dan pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik.
- Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai.
- Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat.
Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan
menggunakan pembalutan. Gunakan pola “figure of eight”: Dimulai dari sisi
bawah kaki, melalui sisi atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang
melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya. Bidai penahan
juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral pergelangan kaki
untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan
imobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang
benar.
Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan
merekatkan jari yang cedera pada jari di sebelahnya.

c) Evaluasi pasca pembidaian


Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lengan
maka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5 detik.
Kuku akan berwarna putih kemudian kembali merah dalam waktu kurang dari 2
detik setelah dilepaskan.
Pemeriksaan denyut nadi dan rasa raba seharusnya diperiksa di bagian bawah
bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat, atau
kesemutan, maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang
kembali dengan lebih longgar. (Dengan cara menekan sebagian kuku hingga putih,
kemudian lepaskan. Kalo 1-2 detik berubah menjadi merah, berarti balutan bagus.
Kalau lebih dari 1-2 detik tidak berubah warna menjadi merah, maka longgarkan lagi
balutan, itu artinya terlalu keras ) (Meraba denyut arteri ‘dorsalis pedis’ pada kaki [
untuk kasus di kaki ]. Gambaran tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri
dorsalis pedis. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan ) Meraba
denyut arteri ‘radialis’ pada tangan [ untuk kasus di tangan ]. Gambaran tanda hitam
itu adalah tempat kita meraba arteri redialis. Bila tidak teraba, maka balutan kita
buka dan longgarkan ).

Perhatikan gambar berikut ini:


Cara membidai tungkai

Cara
membalut
Balut dengan pembalut elastis

Anda mungkin juga menyukai