Anda di halaman 1dari 57

GAMBARAN SOSIO-DEMOGRAFI DAN GEJALA APENDISITIS AKUT

DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN


Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :
Iftina Amalia
NIM : 1113103000036

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H / 2016

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
yang amat berlimpah, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul GAMBARAN SOSIO-DEMOGRAFI DAN GEJALA APENDISITIS
AKUT DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN, sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini tidak
terlepas dari dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait, lewat tulisan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghormatan kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Achmad Luthfi, SpB-KBD selaku pembimbing satu, atas segala
motivasi serta bimbingannya dalam proses penyusunan laporan
penelitian dari awal perumusan laporan penelitian hingga laporan
penelitian ini bisa selesai disusun.
4. dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD selaku pembimbing dua, atas segala
bimbingannya serta motivasi yang diberikan yang membuat proses
penyusunan laporan penelitian ini lebih baik.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset angkatan
2013 atas segala arahannya serta bimbingannya dalam proses
penyusunan laporan penelitian ini
6. RSU Kota Tangerang Selatan, yang telah memberikan wadah bagi
penulis untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya
7. Kedua orang tua penulis, Nur M Busro dan Fahma Wijayanti yang
tanpa kenal lelah selalu memberikan motivasi dan selalu hadir

vi

mendampingi serta memberikan solusi dalam setiap proses penyusunan


laporan penelitian ini
8. Kedua adik penulis, Adel dan Alysa yang selalu mendukung dan
menghibur penulis dalam proses penyusunan laporan penelitian ini
9.

Kedua sahabat terbaik penulis, Nabila Ferina dan Clarissa yang


senantiasa mendukung, menghibur, membantu, dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini

10. Sahabat-sahabat saya Hani, Bonita, Siti, Hafiz, Faisal, Nabila Hazima,
Adit, Fathur, Zata serta seluruh teman-teman angkatan 2013 PSK PD
atas semua dukungan dan semangatnya selama menjalani pendidikan
preklinik sehingga memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman
yang luar biasa bagi penulis
11. Saudara-saudara terbaik saya Andika, Mila, Eza, Ali, dan Farhan yang
selalu mendukung serta membantu proses penyusunan laporan
penelitian ini
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kata sempurna, penulis sangat mengharapkan dan menghargai segala
bentuk kritik dan saran yang membangun bagi laporan penelitian ini.
Akhir kata, penulis sadar tidak dapat membalas kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan pihak-pihak yang telah membantu,
semoga Allah SWT dapat membalas semua kebaikan mereka. Semoga
laporan penelitian ini dapat membawa manfaat.

vii

ABSTRAK
Iftina Amalia. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran SosioDemografi dan Gejala Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan
Latar Belakang: Indonesia merupakan negara dengan angka morbiditas
apendisitis akut tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Sebagian besar
penyakit apendisitis tidak menunjukkan gambaran klinis yang khas. Hal ini
membuat beberapa kasus apendisitis terlambat di diagnosis sehingga kasus
ditemukan sudah dalam tahap komplikasi seperti peritonitis dan sepsis. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian dari apendisitis akut di RSU
Kota Tangerang Selatan. Metodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
desain cross sectional. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis dengan
sampel sebanyak 111 sampel. Hasil: Prevalensi apendisitis akut adalah 111 kasus.
Gambaran kejadian apendisitis akut adalah sebagai berikut; distribusi pasien
apendisitis akut berdasarkan tempat tinggal mayoritas tinggal di Kecamatan
Pamulang 46 pasien (41.4%), distribusi pasien apendisitis akut berdasarkan usia
tertinggi pada kelompok umur 17-25 tahun (34.2%), dan distribusi pasien wanita
64 pasien (57.7%) lebih tinggi dari pasien laki-laki. Mayoritas keluhan utama
pasien ialah nyeri perut kanan bawah (95.57%), terdapat 68.8% kenaikan jumlah
leukosit
pada
pasien
laki-laki
dan
52.3%
pada
pasien
perempuan.Simpulan:Faktor tempat tinggal, jenis kelamin, dan usia berpengaruh
terhadap kejadian apendisitis akut
Kata kunci : apendisitis akut, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, gejala klinik,
kenaikan leukosit

viii

ABSTRACT
Iftina Amalia. School of Medicine. Depiction of Socio-Demographic and
Symptoms of Acute Appendicitis In South Tangerang Hospital
Background: Indonesia has the highest morbidity rates of acute appendicitis
among ASEAN countries. Most patients with acute appendicitis shows no spesific
symtomps. This makes some cases of acute appendicitis late to be diagnosed, so
the cases are found in complications stage, such as peritonitis and sepsis. This
study was conducted to describe the incidence, sosio-demographic, and symptoms
of acute appendicitis in South Tangerang Hospital. Method: This research uses
descriptive study method with cross-sectional design. The data collection was
obtained from medical records with 111 samples. Results: The prevalence of
acute appendicitis in South Tangerang Hospital is 111 cases. Distribution of
acute appendicitis patients based on residence, majority live in Pamulang with 46
patients (41.4%), the highest prevelance of accute appendicities is in the age
group 17-25 years (34.2%), the prevalence of female patients is higher than male
patient with 64 female patients (57.7%) and 47 male patients (42.3%). The
majority of the patient's symptomps is the lower right abdominal pain (95.57%).
There is 68.8% patients have increasing of leukocytes number. Conclusion:
Factors of residence, gender, and age affect the prevalence of acute appendicitis.
Key words : accute appendicitis, age, gender, leukocyte, recidence, symptomps

ix

Daftar isi

LEMBAR JUDUL.............................................................................................

LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................

iv

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ABSTRAK........................................................................................................

vii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR........................................................................................

xi

DAFTAR TABEL.............................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................

1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................

1.4. Manfaat Penelitian......................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................


2.1. Landasan Teori...........................................................................................

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks.............................................................

2.1.2. Apendisitis Akut......................................................................................

2.1.2.1 Definisi..................................................................................................

2.1.2.2. Epidemiologi........................................................................................

2.1.2.3. Etiologi.................................................................................................

2.1.2.4.Patofisiologi..........................................................................................

10

2.1.2.5.Gambaran Klinis...................................................................................

11

2.1.2.6. Diagnosis..............................................................................................

13

2.1.2.7. Tatalaksana...........................................................................................

16

2.2. KerangkaTeori............................................................................................

19

2.3. Kerangka Konsep.......................................................................................

19

2.4. Definisi Operasional...................................................................................

20

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Desain Penelitian........................................................................................

22

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................

22

3.3. Populasi dan Sampel..................................................................................

22

3.4. Cara Kerja Penelitian.................................................................................

23

3.5. Manajemen Data........................................................................................

24

3.5.1. Teknik Pengumpulan Data......................................................................

24

3.5.2. Pengolahan dan Analisa Data.................................................................

25

3.6. Etika Penelitian..........................................................................................

25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Angka Kejadian Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan.........

27

4.2. Analisa Faktor Sosio-Demografi Pasien Apendisitis Akut........................

27

4.3. Karakteristik Sosio-Demografi Pasien Apendisitis Akut...........................

28

4.3.1. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Tempat Tinggal.....

28

4.3.2. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin........

29

4.3.3. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Usia.......................

31

4.4. Karakteristik Gejala Apendisitis Akut......................................................

33

4.5. Keterbatasan Penelitian..............................................................................

36

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan.....................................................................................................

37

5.2. Saran...........................................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

39

LAMPIRAN......................................................................................................

42

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.

Anatomi Apendiks Vermiformis

Gambar 2.2.

Letak Apendiks Vermiformis

Gambar 4.1.

Penyebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan wilayah tempat


tinggal

Gambar 4.2.

Penyebaran kejadian apendisitis akut sesuai jenis kelamin


berdasarkan wilayah tempat tinggal

Gambar 4.3

Diagram batang kejadian apendisitis akut berdasarkan kategori usia

Gambar 4.4

Distribusi jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di RSU


Kota Tangerang Selatan berdasarkan katagori usia

xii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.

Skor Alvarado

Tabel 2.2

Interpretasi Skor Alvarado

Tabel 4.1

Distribusi Pasien Apendistis Akut Berdasarkan Tempat Tinggal

Tabel 4.2

Distribusi Pasien Apendistis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.3

Distribusi Pasien Apendistis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.4.

Uji Korelasi Pearson Usia dan Angka Kejadian Appendisitis Akut .

Tabel 4.5.

Distribusi Keluhan Utama Pasien Apendisitis Akut

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 2.

Daftar Riwayat Hidup

xiv

xv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Prevalensi apendisitis akut secara global sebesar 25 per 10.000 penduduk
pada usia 10-17 tahun. Prevalensi apendisitis akut paling tinggi di negara Amerika
Serikat dengan 1 kejadian di setiap 400 penduduk (0.25%).1
Kejadian apendisitis akut di negara berkembang tercatat lebih rendah angka
kejadiannya dari negara maju. Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian
apendisitis akut ditemukan hampir diseluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia
dengan prevalensi 0.05% menempati urutan pertama sebagai negara dengan angka
kejadian apendisitis akut tertinggi, disusul oleh dengan Filipina (0.022%) dan
Vietnam (0.02%). Apendisitis tercatat lebih tinggi angka kejadiannya pada negara
maju dibandingkan dengan negara berkembang, hal ini diperkirakan erat
hubungannya dengan kebiasaan pola makan pada beberapa negara maju yang
rendah serat dan tinggi angka konsumsi makanan cepat saji.1
Pada sebuah studi tahun 2008 diketahui bahwa apendisitis akut menyerang 10
juta penduduk Indonesia setiap tahunnya, dengan angka morbiditas apendisitis
akut di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini menempati
urutan tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation south East Asia Nation
(ASEAN). Survey yang dilakukan pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008
menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251
kasus. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
dimana tercatat sebanyak 1.236 kasus.2Tercatat sebanyak 144 kasus apendisitis
akut di temukan di RS RUMKITAL dr Mintohardjo Jakarta Pusat dalam kurung
waktu satu tahun pada tahun 2014.3
Dalam Profil kesehatan Provonsi Banten tahun 2012, tidak ditemukan data
angka kejadian apendisitis akut di Provinsi Banten. Begitu pula dengan angka
kejadian apendisitis akut di setiap kecamatan yang ada di Provinsi Banten.4

Setiap daerah berpotensi memiliki karakteristik pasien apendisitis akut yang


berbeda berkaitan dengan penyebaran penduduk, pola makan, serta etnis
penduduk di suatu daerah. Perbedaan karakteristik ini seringkali melahirkan
gambaran klinis serta penyebaran kelompok penderita yang berbeda antar daerah
yang membuat sulitnya penegakkan diagnosis apendisitis.5 Gambaran klasik yang
biasa ditunjukkan pada pasien apendisitis antara lain ialah rasa tidak nyaman pada
daerah preumbilikus yang diikuti oleh anoreksia, mual, dan muntah. Adanya nyeri
tekan kuadran kanan bawah, yang dalam beberapa jam dapat berubah menjadi
rasa pegal yang dalam atau nyeri di kuadran kanan bawah juga menjadi salah satu
keluhan utama pasien apendisitis.6 Namun, sebagian besar penyakit apendisitis
akut tidak menunjukkan gambaran klinis yang khas. Hal ini membuat beberapa
kasus apendisitis terlambat di diagnosis sehingga kasus ditemukan sudah dalam
tahap komplikasi seperti peritonitis dan sepsis.7
Kota Tangerang Selatan merupakan kota administrasi penyangga DKI Jakarta
yang lingkungan dan gaya hidup penduduknya mendekati gaya hidup penduduk
Kota Jakarta. Hal ini memunculkan dugaan tingginya angka kejadian apendisitis
akut di Kota Tangerang Selatan, mengingat kejadian apendisitis akut dipicu oleh
kebiasaan pola makan penduduk kota yang minim serat dan tingginya konsumsi
makanan cepat saji. Kasus apendisitis akut di Kota Tangerang Selatan dapat di
amati di RSU Kota Tangerang Seelatan yang merupakan RS rujukan daerah
tingkat pertama.Studi ini diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran
kejadian pasien apendisitsis khususnya apendisitis akut di RSU Kota Tangerang
Selatan. Gambaran kejadian kasus apenditis akut diharapkan dapat membantu
menentukan mekanisme dan alat diagnosis, penanganan pasien, dan juga upaya
promotif dan preventif yang paling efektif dan efisien untuk digunakan sesuai
dengan karakteristik dominan pasien apendisitis di Tangerang Selatan.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran sosio-demografi dan gejala apendisitis akut di RSU
Kota Tangerang Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sosio-demografi serta gejala kejadian apendisitis
akut di RSU Kota Tangerag Selatan

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui angka kejadian apendisitis akut di RSU Kota Tangerang
Selatan
b. Mengetahui sebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan usia pada
pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
c. Mengetahui sebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin
pada pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
d. Mengetahui sebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan wilayah tempat
tinggal pada pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
e. Mengetahui sebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan keluhan utama
pada pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
f. Mengetahui sebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan kenaikan
leukosit pada pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan

1.4. Manfaat Penelitian


Bagi Peneliti :
a. Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti dalam bidang
penelitian.
b. Meningkatkan pemahaman peneliti akan gambaran kejadian kasus
apendisitis akut.
c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama menjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Bagi Institusi :
a. Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
universitas yang dapat ikut berkontribsi dalam program pemerintah untuk
mengurangi angka kejadian apendisitis akut.
b.

Sebagai bahan informasi, pustaka, dan masukan bagi mahasiswa untuk


melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
yang telah dilakukan penulis.

c. Dapat memberikan informasi yang berguna untuk peneliti lainnya dan


dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya.

Bagi Instansi :
a. Untuk instansi kesehatan dan tenaga kesehatan, penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan evaluasi program dan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan.
b. Dapat memberikan informasi dan gambaran bagi RSU Kota Tangerang
Selatan

tentang gambaran kejadian apendisitis akut, sehingga dapat

melakukan upaya untuk menurunkan angka kejadiannya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks vermiformis merupakan struktur tabung yang sempit, berongga,
berujung buntu disalah satu sisinya dan berhubungan dengan caecum di sisi yang
lain.8 Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan
sebuah lumen yang relatif kecil, sempit, dan tak teratur yang disebabkan oleh
banyaknya folikel limfoid di dalam dindingnya.9 Apendiks vermiformis pertama
kali tampak pada saat minggu ke-8 perkembangan embriologi yaitu berupa bagian
ujung protuberans dari sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan
dari sekum yang berlebih akan membentuk organ apendiks vermiformis, yang
kemudian berpindah dari medial menuju katup ileosekal.10

Ileum

Caecum

Ostium apendiks vermisformis

Apendiks Vermiformis

Gambar 2.1. Anatomi Apendiks Vermiformis


Sumber : Sobotta, 2010

Apendiks vermiformis memiliki panjang sekitar 3-15 cm dan diameter 0,51 cm. Pada bagian proksimal, lumen apendiks sempit dan melebar di bagian
distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, di mana bagian pangkal melebar
dan semakin menyempit ke arah ujung. Hal ini merupakan salah satu faktor
insidensi apendisitis yang rendah pada umur tersebut.10 Apendiks menggantung
pada ileum terminal oleh mesoappendiks, yang berisi vasa apendikularis. Titik
perlekatan apendiks vermiformis dengan caecum konsisten dengan alur taenia coli
libera yang tampak jelas mengarah ke basis apendiks vermiformis, sementara
ujung lain dari apendiks vermiformis memiliki posisi sangat bervariasi.11 Bagian
apendiks vermiformis yang lain dapat berada di :
-

Posterior dari caecum atau bagian bawah colon ascendens, atau


kedua dengan posisi retrocaecalis atau retrocolicae.

Menggantung diatas apertura pelvis, di dalam pelvis atau dalam


posisi descenden.

Dibawah caecum pada posisi subcaecale.

Anterior dari ileum terminal, kemungkinan berhubungan


dengan dinding tubuh pada posisi pre-ileale atau posterior dari
ileum terminal pada posisi post ileal

Ket : a) menggangtung diatas apertura pelvis b)retrocaecal


c)pre-ileal d)retro-ileal
Gambar 2.2. Letak Apendiks Vermiformis
Sumber : Sobotta, 2010

Proyeksi dari basis apendiks vermiformis terletak pada pertemuan antara


1/3 lateral dan 1/3 tengah garis dari SIAS sampai umbilicus, atau yang di kenal
dengan titik McBurney.11
Sel goblet pada apendiks dapat menghasilkan mukus sebanyak 1-2 ml
perhari. Lendir pada muara dari apendiks diduga juga memiliki peran pada
patogenesis apendisitis.10 GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)yang terdapat
pada organ apendiks dapat mensekresi Imunoglobulin (IgA) yang berfungsi
sebagai alat pertahanan tubuh terhadap infeksi. Ketika terjadi pengangkatan organ
apendiks, hal ini tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfe yang perbandingannya sangat kecil bila dibandingkan dengan
jumlahnya di seluruh tubuh.10

2.1.2. Apendisitis Akut


2.1.2.1. Definisi
Apendisitis merupakan suatu proses peradangan pada appendiks
vermiformis. Apendisitis dapat bersifat akut dimana terjadi peradangan pada
apendiks vermiformis dengan mula gejala akut yang memerlukan pembedahan
cepat dan biasanya ditandai dengan nyeri pada kuadran abdomen kanan bawah,
nyeri lepas alih, spasme otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit. Sementara
apendisitis kronik berupa appendisisitis yang ditandai dengan penebalan fibrotik
diniding organ tersebut yang disebabkan oleh peradangan akut sebelumnya.12

2.1.2.2. Epidemiologi
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut,
kuadran kanan rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari
pembedahan abdomen darurat.14Pada tahun 2006 tercatat angka kejadian
apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus setiap tahunnya.14 Menurut data
statistik di Amerika pada tahun 2008, tercatat 20-35 juta kasus apendisitis terjadi
setiap tahunnya di negara tersebut. Dengan tujuh persen penduduk di Amerika
menjalani apendiktomi setiap tahunnya. Insiden apendisitis di negara maju lebih
tinggi dari pada di negara berkembang. Hal ini diduga dipengaruhi pola makan
masyarakat di negara maju yang cenderung mengkonsumsi makanan rencah serat.

Namun, pada akhir-akhir ini kejadiannya menurun secara bermakna, hal ini
diduga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diet
harian masyarakat di negara maju.15
Angka morbiditas apendisitis diketahui sebesar 10 % dan angka mortalitas
apendisitis ialah 15 %. Hal ini diduga erat kaitannya dengan keterlambatan
diagnosis dan juga penanganan pada pasien apendisistis.16 Di Indonesia, menurut
data statistik menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta
penduduk Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006,
apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah
dispepsia, gastritis dan duodenitis, serta penyakit sistem cerna lain dengan jumlah
pasien rawat inap sebanyak 28.040.2 Menurut Lubis. A (2008), saat ini angka
morbiditas apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini
merupakan tertinggi di antara negara-negara di Assosiation South East Asia
Nation (ASEAN). Menurut survey di 12 provinsi di Indonesia tahun 2008
menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251
kasus. Jumlah ini meningkat secara drastis bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 1.236 kasus. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut diketahui merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawat daruratan abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia menempati urutan
tertinggi dari beberapa kasus kegawatan abdomen lainnya.2
Apendisitis dapat menyerang berbagai kelompok usia, mulai dari bayi
hingga lansia. Kejadian apendisitis mengalami puncak pada usia 10-30 tahun dan
menurun kejadiannya pada pasien usia lanjut. Menurut suatu studi epidemiologi
disebutkan bahwa insiden puncak apendisitis ada pada kelompok usia 10-14 tahun
pada wanita dan 15-19 tahun pada laki-laki. Didapatkan pula rata- rata usia pasien
yang mengalami apendisitis adalah 31,3 tahun dengan usia tengah 22 tahun.6
Diketahui 5 % kasus apendisitis terjadi pada anak usia kurang dari 5
tahun.8 Pada pasien anak kejadian apendisitis akut menempati puncaknya pada
usia 6-10 tahun dengan 50%-85% kejadian terdiagnosis ketika sudah terjadi
perforasi.18 Tingginya angka kejadian perforasi pada kasus apendisitis diduga
berhubungan dengan anatomi dinding apendiks anak yang masih tipis dan juga

omentum pada anak belum berkembang dengan sempurna sehingga meningkatkan


faktor resiko terjadinya perforasi pada anak. Keterlambatan diagnosis apendisitis
pada anak diduga juga menjadi salah satu faktor tingginya angka perforasi. 19
Angka perforasi yang tinggi juga terjadi pada kasus apendisitis di kelompok usia
lansia. Dilaporkan terdapat 60% kejadian perforasi pada kasus apendisitis pada
kelompok usia lansia. Hal ini diduga dipengaruhi oleh anatomi apendiks pada
lansia yang mengalami penyempitan pada lumennya, serta arteroskeloris yang
terjadi pada vaskular yang memeprdarahi apendiks sehingga menurunkan suplai
darah ke apendiks.19
Kasus apendisitis lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan dengan rasio 1,5:1. Resiko kejadian apendisitis di Amerika
tercatat sebesar 8.6% pada laki-laki dan 6.7% pada wanita.20
Apendisitis akut lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat dengan
ekonomi menengah keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di RS Immanuel
Bandung pada bulan Januari 2013- Juni 2013, dari 152 sampel pasien apendisitis
tercatat 55 orang (36,8%) berprofesi sebagai karyawan swasta dengan perkiraan
kategori ekonomi menengah keatas, sementara 1 orang (0,65%) berprofesi sebagai
pedagang dengan perkiraan kategori ekonomi menengah kebawah. Hal ini
diperkirakan berhubungan dengan pola konsumsi serat yang dilakukan oleh
masyarakat di tiap-tiap kelompok.5

2.1.2.3. Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen apendiks.
Penyebab obstruksi tersering pada kasus apendisitis ialah adanya sumbatan oleh
masa fecalith. Penyebab lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks
antara lain adanya hiperplasia jaringan limfoid yang berkaitan dengan infeksi
virus, atau walaupun jarang adanya neoplasma (tumor karsinoid apendiks). Batu
empedu dan gumpalan cacing (oxyuriasis vermicularis) diketahui juga dapat
menimbulkan obstruksi pada lumen apendiks sehingga menimbulkan peradangan
pada apendiks.6
Ketika obstruksi lumen apendiks terjadi, lapisan mukosa pada dinding
apendiks akan mensekresi mukus yang jumlahnya meningkat. Peningkatan

produksi mukus tersebut akan meningkatkan volume lumen apendiks yang


berujung pada terjadinya kenaikan tekanan intralumen. Hal ini dapat
mengakibatkan colapsnya vena drainase sehingga menurunkan suplai darah ke
apendiks sehingga dapat menyebabkan iskemia jaringan apendiks, infark, dan
gangren. Keduanya, obstruksi dan cedera iskemik memudahkan terjadinya
proliferasi bakteri pada lumen apendiks. Gangguan limfatik yang terjadi pada
kasus apendisitis juga menyebabkan turunnya pertahanan mukosa apendiks
sehingga memudahkan invasi bakteri ke dinding apendiks.6
Bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks yang meradang berbeda
dengan bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks normal. Pada 60% aspirasi
cairan apendiks yang meradang ditemukan adanya bakteri anaerob, dimana pada
jaringan apendiks normal hanya ditemukan 25% bakteri anerob. Menurut studi
yang dilakukan di Ukraina pada tahun 2016, dari 153 sampel pasien apendisitis
ditemukan terdapat 82 sampel (80.39%) yang positif terdapat bakteri E. coli, 52
sampel (50.98%) terdapat bakteri staphylococcus dan bakteri fecal streptococcus
terdapat pada 9 sampel (18.63%).18

2.1.2.4.

Patofisiologi
Apendisitis dimulai dengan adanya obstruksi pada lumen apendiks,

dimana penyebab tersering ialah obstruksi karena masa fecalith. Obtruksi lumen
apendiks akan merangsang mukosa apendiks untuk mensekresi mukus dengan
jumlah yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan tekanan intralumen
sehingga menstimulus serabut saraf eferen visceral sehingga menimbulkan rasa
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen dibawah epigastrium.
Obstruksi pada apendiks yang diikuti kenaikan sekresi mukus membuat lumen
apendiks menjadi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Kenaikan
proliferasi bakteri yang diiringi dengan colaps vena drainase dan juga gangguan
aliran limfatik akibat kenaikan tekanan intralumen, memudahkan bakteri untuk
menginvasi dinding mukosa jaringan apendiks. Invaasi bakteri akan membuat
aktivasi mediator inflamasi pada jaringan apendiks. Dan saat eksudat inflamasi
dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf

10

somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik
Mc. Burney.18
Menurut Robin (2006) pada stadium dini apendisitis hanya ditemukan
sedikit eksudat neutrofil diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis proparia.
Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofil
perivaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah gambaran lapisan serosa
dinding apendiks yang tampilannya berkilap menjadi merah, granular, dan suram,
perubahan ini merupakan suatu penanda adanya apendisitis akut dini.

Pada

stadium selanjutnya eksudat neutrofilik yang hebat selanjutnya menghasilkan


reaksi fibrinopurulen di atas lapisan serosa. Proses peradangan yang terus
berlanjut menyebabkan pembentukan abses di dinding usus disertai ulserasi dan
fokus nekrosis di mukosa yang mencerminkan keadaan apendisitis supuratif akut.
Semakin buruknya peradangan menybabkan timbulnya daerah ulkus hijau
hemorargik di mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan
dinding hingga ke serosa, hal ini yang dikenal sebagai apendisitis gangrenosa
akut, yang akan cepat diikuti ruptur dan peritonitis supurativ.17

2.1.2.5.

Gambaran klinis.
Pasien dengan apendisitis akut biasannya datang dengan keluhan klasik

berupa nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium dan periumbilikal


yaang disertai dengan gejala mual dan muntah. Keluhan nyeri perut dimulai
dengan nyeri kolik visceral pada bagian epigastrium dan peri-umbilikal yang
biasannya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke bagian
iliaca kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri somatik yang relatif konstan dan
tajam. Nyeri kolik yang terjadi pada fase awal apendisitis dihasilkan akibat
rangsangan saraf visceral dari dinding usus. Sementara nyeri somatik yang relatif
dapaat

terlokalisir dihasilkan akibat keterlibatan parietal peritoneum setelah

perkembangan proses inflamasi yang terjadi.7


Keluhan klasik tidak selalu ditemukan pada seluruh pasien apendisitis.
Usia dan posisi anatomi dari apendiks masing-masing individu akan menampilkan
gambaran

klasik

yang

berbeda.

Pada

pasien

dengan

letak

apendiks

retrocaecal/retrocolic, nyeri pinggang dibagian kanan sering kali muncul.

11

Tegangan otot abdomen dan nyeri tekan saat dilakukan palpasi dalam mungkin
tidak ditemukan, karena adanya perlindungan dari caecum yang terletak di bagian
depan apendiks. Muskulus psoas mayor mungkin dapat teriritasi diikuti dengan
rasa nyeri pada saat pinggul di ekstensikan dan m. Psoas mayor teregang.7
Pada pasien dengan letak anatomi subcaecal dan pelvic, pasien biasanya
mengeluhkan keluhan berupa nyeri suprapubis. Diare biasanya dapat hadir karena
adanya iritasi pada bagian rectum. Nyeri pada abdomen sedikit ditemukan namun
nyeri rectal atau vaginal dapat ditemukan. Kenaikan frekuensi berkemih juga
dapat ditemukan, disertai dengan ditemukan adanya hematuria dan leukosit pada
pengamatan mikroskopis analisa urin. Pada pasien apendisitis dengan letak
apendiks pre-ileal dan post-ileal, tidak menunjukkan banyak gejala. Muntah
sering ditemukan sebagai salah satu keluhan disertai dengan diare akibat iritasi
bagian distal dari ileum. Keadaan yang lebih buruk dapat timbul sejak mulainya
gejala sampai perforata biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis
terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata menjadi 65%.7
Menurut Pieter, 2005 manifestasi klinis apendisitis akut adalah sebagai
berikut:
a)

Tanda awal berupa nyeri mulai di epigastrium atau regio


umbilikus disertai mual dan anoreksi

b) Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda


rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
-

Adanya nyeri tekan

Adanya nyeri lepas

Adanya defans muskuler

c) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung


-

nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan


(Blumberg)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas


dalam, berjalan, batuk, mengedan

12

2.1.2.6.

Diagnosis
Penegakkan diaagnosis apendisitis akut dapat dilakukan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik juga pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut


meliputi :
a. Anamnesis
Pasien dengan apendisitis akut biasannya datang dengan
keluhan utama berupa nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan
nyeri kolik peri-umbilikal yang biasannya akan bertahan selama 24
jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke bagian iliaca kanan abdomen dan
berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam. Keluhan mual,
muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada kasus
apendisitis.18
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku
pasien dan keadaan perutnya. Pasien dengan apendisitis sering
bergerak perlahan dan terbatas, membungkuk kedepan, dan sering
dengan sedikit pincang.

Pasien tersebut akan memegang kuadran

kanan bawah dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa.
Pada apendisitis dini akan ditemukan inspeksi berupa perut rata.
Perubahan warna dan bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut.
Adanya perut kembung menunjukkan suatu komplikasi seperti
perforata atau obstruksi. Pada auskultasi bisa menunjukkan suara usus
normal atau hiperaktif pada apendisitis dini diganti dengan suara usus
hipoaktif ketika menjelek menjadi perforata.18
Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran
kanan bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah
pemeriksa telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons
terhadap pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Tanda

13

fisik yang paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap
pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus.10
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.
psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang
meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.10
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.10
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan

analisa

darah

pada

pasien

apendisitis

menunjukkan adanya kenaikan jumlah leukosit >10.000/mm3 pada


89% pasien dengan apendisitis dan 93% pasien apendisitis perforasi.
Namun kriteria ini juga dapat ditemukan pada 62% pasien nyeri
abdomen yang bukan apendisitis. Menurut studi metaanalisi selain
kenaikan angka leukosit, pada penderita apendisitis juga dapat
ditemukan kenaikan angka C-Reactive Protein (CRP).18

14

Pemeriksaan yang juga dianjurkan ialah pemeriksaan radiologi


pada pasien dengan dugaan klinis apendisitis. Menurut studi
metaanalisi, pemeriksaan radiologi dapat menurunkan 15% angka
kejadian negatif apendektomi. Ultrasonography (USG), computed
termography (CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah
beberapa pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan pada pasien
dengan dugaan apendisitis.18
Ultrasonography (USG) adalah pemeriksaan radiologi noninvasifdan dapat menghindari pasien dari paparan radiasi. USG
memiliki rerata sensitivitas antara 71-94% sementara spesifisitaasnya
antara 81-98%. USG memiliki nilai prediksi positif berkisar antara 646 dan nilai prediksi negatif berkisar antara 0.08-0.30. Menurut studi
metaanalisi, USG dapat dijadikan sebagai salah satu alat konnfirmasi
apendisitis yang efektif.18
Pemeriksaan abdominal Computed termography (CT) pada
pasien dengan dugaan apendisitismemiliki sensitivitas 76-100% dan
spensifisitas 83-100%. Paparan radiasi pada pemeriksaan CT
menimbulkan kekhawatiran bila pemeriksaan ini dilakukan pada ibu
hamil dan pasien dengan kelompok usia anak. Sementara pemeriksaan
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menjadi
pilihan pada ibu hamil dan kelompok usia anak dengan dugaan
apendisitis. Menurut sebuah studi dari 336 pasien dengan dugaan
apendisitis yang dilakukan pemeriksaan MRI ditemukan bahwa MRI
memiliki nilai sensitifitas 97% dan spesitivitas 95%. Sementara nilai
prediksi positif dari MRI pada pasien apendisitis ialah 16.3 sementara
nilai prediksi negatif dari MRI pada kasus apendisitis ialah 0.09.
Pemeriksaan menggunakan teknik MRI membutuhkan biaya yang
relatif lebih mahal dibandingkan dengan teknik pemeriksaan yang lain.
Selain itu, dibuthkan tenaga ahli untuk melakukan teknik pemeriksaan
MRI. Dengan alasan tersebut, pemeriksaan MRI tidak banyak
digunakan pada pasien apendisitis, dan hanya digunakan untuk pasien

15

dengan kebutuhan khusus, seperti ibu hamil dan pasien dengan


kelompok usia anak.18
Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks juga
dapat dijadikan salah satu gold standart dalam uji diagnosis
apeendisitis karena memiliki sensitifitas yang tinggi dibandingkan
dengan pemeriksaan lain.18
d. Skor Alvarado
Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk
mendiagnosis apendisitis ialah menggunakan skor Alvarado. Skor
Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 dengan
menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium
sederhana sebagai alat diagnosis apendisitis.20
Tabel 2.1. Skor Alvarado
Characteristics

Score

3 symptoms
Migration of pain to the right lower 1
quadrant
Nausea and vomiting

Anorexia

3 signs
Tenderness in right iliac fossa

Rebound tenderness in right iliac fossa

Elevated temperature

2 laboratory finding
Leukocytosis

Shift to the left neutrophils

Total

10
Sumber : Tamanna Zikrullah, 2012

16

Temuan pada pasien dengan suspect apendisitis lalu dijumlahkan


dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil
penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.21
Tabel 2.2 Interpretasi Skor Alvarado
Score

Interpretation

1-4

Acute appendicitis, very unlikely,


keep under observation

5-6

Acute

appendicities,

maybe,

for

regular observation
7-8

Acute appendicities, probable, operate

9-10

Acute appendicities, definite operate


Sumber : Baidya, 2006

2.1.2.7.

Tatalaksana

Pilihan utama tatalaksana yang dilakukan pada pasien dengan diagnosis


apendisitis ialah pemulihan resusitasi pada pasien diikuti dengan tindakan
pengangkatan jaringan apendiks (apendektomi). Pada sebuah studi metaanalisi
disebutkan bahwa pemberian analgesia pada pasien dengan diagnosis apendisitis
tidak diperlukan. Seluruh pasien dengan dugaan apendisitis harus diberikan
antibiotik spektrum luas untuk menurunkan kemungkinan infeksi pasca-operasi
dan juga intraabdominal abses.22
Teknik pengangkatan jaringan apendiks yang dilakukan ialah dengan
melakukan laparoskopi dan juga teknik apendektomi terbuka. Pada studi metaanalisis yang dilakukan pada 67 studi pada tahun 2010, disebutkan bahwa
laparoskopi memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan teknik
apendektomi terbuka. Laparoskopi diketahui dapat menurunkan resiko infeksi
pada pembedahaan, namun dapat meningkatkan resiko intraabdominal abses.
Nyeri post operatif yang dirasakan pasien setelah melakukan laparoskopi juga
lebih sedikit bila dibandingkan dengan pasien yang melakukann apendektomi
terbuka. Hal ini akan berpengaruh terhadap lama rawat inap yang semakin
singkaat dan juga waktu pulih dan siap bekerja pasca oper atif yang semakin

17

singkat. Selain itu terdapat pula perkembangan dari teknik laparoskopi, yaitu
single-incision laparoscopic surgery (SILS). Menurut beberapa studi, diketahui
SILS dapat menurunkan angka nyeri pasca operasi dan juga dapat menghasilkan
tampilan

kosmetik

yang

lebih

baik

pasca

operasi.18

18

2.3.

Kerangka Teori

Kebiasaan
konsumsi
makanan rendah
serat

Sosio demografi
Usia;Tempat
tinggal;Jenis
kelamin

Apendisitis akut

Anamnesis
Keluhan utama

Perbedaan
anatomi
apendiks

2.4.

Pemeriksaan
Angka leukosit

Kerangka Konsep

Variabel independen

variabel dependen

Usia
Jenis Kelamin
Wilayah tempat tinggal
Jumlah leukosit

Kejadian apendisitis

Keluhan utama

akut

19

2.5.
Variabel

Definisi Operasional
Definisi

Cara Ukur

Skala

Referensi
pengelompokkan

Usia

Usia pasien

Sesuai tertulis

Ordinal

Berdasarkan

yang tercatat

dalam rekam

1. 0-5tahun

pengkategorian

pada status

medis

1. 6-11 tahun

kelompok usia

2. 12-16 tahun

sesuai dengan

3. 17-25 tahun

Kementerian

4. 26-35 tahun

Kesehatan RI

5. 36-45 tahun

tahun 2009

pasien

6. 46-55 tahun
7. 56-65 tahun
8. > 65 tahun
Jenis

Indikasi jenis

Sesuai tertulis

Nominal

Kategori

kelamin

kelamin ketika

dalam rekam

1.Laki-laki

berdasarkan

lahir

medis

2.Perempuan

pengelompokkan
jenis kelamin
menurut Badan
Pusat Statistik
Indonesia

Tempat

Alamat pasien

Sesuai tertera

Nominal

Kategori

tinggal

yang tercantum

dalam rekam

1.Serpong

berdasarkan data

dalam rekam

medis

2.Serpong utara

Badan Pusat

3.Pondok aren

Statistik Kota

4.Ciputat

Tangerang Selatan

5.Ciputat timur

sesuai Kecamatan

6.Setu

yang terdapat di

7.Pamulang

Kota Tangerang

medis

Selatan

20

Leukosit

Agen

Sesuai tertulis

pertahanan

dalam rekam

tubuh yang akan

medis

Nominal
1.

meningkat
2.

apabila terdapat
infeksi

Keluhan yang

Sesuai tertera

utama

diutarakan

dalam rekam

pasien yang

medis

rekam medis

3200

berdasarkan

10.000/

pengkategorian

SDP/mm

Kementerian

12.000

Kesehatan RI

SDP/mm3

Keluhan

tercantum dalam

Kategori

Ordinal
1. Nyeri ulu
hati
2. Nyeri
perut
kanan
bawah
3. Demam
tinggi
4. Diare

21

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional dengan menggunakan data
sekunder berupa rekam medis pasien yang ditetapkan sebagai apendisitis akut di
RSU Kota Tangerang Selatan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan pada bulan Juli
2016- November 2016

3.3. Populasi dan Sample


Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien dengan diagnosis
apendistis akut yang mendapatkan tindakan apendektomi maupun yang tidak
mendapatkan tindakan apendektomi di RSU Kota Tangerang Selatan periode 1
Januari 2015 hingga 31 Desember 2015
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh atau bagian dari populasi
yang didapat dari rekam medis. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sample)

3.3.1. Kriteria Sampel


Kriteria inklusi
a. Pasien yang telah terdiagnosis apendisitis di RSU Kota Tangerang Selatan
pada tahun 2015.
Kriteria eksklusi
a. Pasien yang didiagnosis sebagai apendisitis kronik dan apendisitis relaps
b. Pasien rujukan dari rumah sakit lain yang telah mendapatkan tindakan
apendektomi

22

3.4. Cara Kerja Penelitian


a. Survei pendahuluan dilakukan dengan mengamati secara umum gambaran
pasien yang berkunjung ke UGD dan poli bedah RSU Kota Tangerang
Selatan
b. Melakukan perizinan ke RSU Kota Tangerang Selatan
c. Pengambilan data rekam medik. Pendataan sample yang diambil dari data
rekam medik pasien dengan pemeriksaan klinis appendisistis di RSU Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015.
d. Melakukan penggolongan dan pengkategorisasian pasien.
Dari

data

hasil

rekam

medik

dilakukan

penggolongan

dan

pengkategorisasian berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat


pendidikan, dan manifestasi klinis.
e. Analisis data kualitatif menggunakan MiniTab for windowsdan data
kuantitatif di deskripsikan menggunakan program Ms. Excel
f. Melakukan pelaporan hasil yang dibuat dalam bentuk makalah laporan
penelitian.

3.5. Manajemen Data

3.5.1. Teknik Pengumpulan


a. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakana dalam penelitian ini
berupa daftar tabel. Daftar tabel yang digunakan berisikan variabelvariabel penelitian yaitu data pasien appendisitis serta data yang
mendukung lainnya
b. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah menggunakan
studi dokumentasi, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa
data sekunder data rekam medis pasien RSU Kota Tangerang Selatan
periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015.

23

3.5.2. Pengolahan dan Analisa Data


A. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengolahan yang
meliputi:
1. Cleaning
Proses pengecekan data untuk mencegah adanya data yang
berulang
2. Editing
Proses pengeditan yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan,
kesinambungan, dan keseragaman data
3. Coding
Memudahkan dalam pengelompokkan data sesuai kategori yang
ada.
4. Entry data
Memasukkan

data

ke

komputer

untuk

dianalisis

PCA

menggunakan program minitab for windows series 11.

B. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi
ini dibuat untuk memperoleh gambaran masing-masing variabel.

3.6. Etika Penelitian


1. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan
kepada Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan
kepada Kepala Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
(KESBANGPOL) Kota Tangerang Selatan
3. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan
kepada Direktur RSU Kota Tangerang Selatan

24

4. Melakukan pemaparan sidang proposal penelitian yang akan


dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan
5. Mendapatkan izin penelitian di RSU Kota Tangerang Selatan

25

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Angka Kejadian Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan


Pada periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015 menurut data
rekam medis ditemukan 282 kasus dengan dugaan apendisitis dan terdapat 111
kasus yang terdiagnosa sebagai apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan.
Dari 111 kasus yang ditemukan seluruhnya memiliki data sosio-demografi yang
lengkap berupa data usia, jenis kelamin, tempat tinggal serta data gejala berupa
keluhan utama dan angka leukosit.

4.2. Analisa Faktor Sosio-Demografi Pasien Apendisitis Akut


Pada tahun 2015 di RSU Kota Tangerang Selatan terdapat 111 kasus
apendisitis akut. Berdasarkan nilai egen value analisis komponen utama (PCA)
didapatkan data sebagai mana tersaji pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai egen value Loading factor untuk analisis komponen utama

Variable

Factor1

Factor2

Usia

0,504

-0,502

Tempat tinggal

0,184

0,784

Jenis kelamin

0,783

-0,186

Data tersebut menunjukkan bahwa faktor usia, tempat tinggal dan jenis
kelamin merupakan komponen utama yang berpengaruh nyata terhadap kejadian
apedisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan (Egen value> 0,5) . Faktor tempat
tinggal memberikan pengaruh terbesar dengan nilai egen value 0,784; diikuti oleh
faktor jenis kelamin dengan nilai egen value 0,783 dan yang terkecil pengaruhnya
yaitu faktor usia dengan egen value 0,504.

26

4.3. Karakteristik Sosio-Demografi Pasien Apendisitis Akut


4.3.1. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Tempat Tinggal
Frekuensi pasien apendisitis akut berdasarkan tempat tinggal tersaji pada
Tabel 4.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar pasien apendisitis akut
di RSU Kota Tangerang Selatan bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang
dengan jumlah 46 pasien (41.1%), diikuti oleh Kecamatan Ciputat dengan 27
pasien (24.3%), Kecamatan Pondok Aren 11 pasien (9.9%), Kecamatan Ciputat
Timur 9 pasien (8.1%), Kecamatan Serpong 9 pasien (8.1%), Kecamatan Setu 6
pasien (3.6%), dan Kecamatan Serpong Utara 3 pasien (2.7%).

Tabel 4.2. Distribusi Pasien Apendistis Akut Berdasarkan Tempat Tinggal


Daerah tinggal

Frekuensi

Persentase

Serpong utara

2.7%

Pondok aren

11

9.9%

Ciputat

27

24.3%

Ciputat timur

8.1%

Setu

3.6%

Pamulang

46

41.4%

Serpong

8.1%

Total

111

100%

Dari data tersebut terlihat bahwa Kecamatan Pamulang menempati urutan


teratas jumlah pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan. Hal ini
diduga erat kaitanya dengan letak RSU Kota Tangerang Selatan yang berada di
Kecamatan Pamulang. Pasien apendisitis akut dengan gejala nyeri akut abdomen
yang termasuk kedalam kasus gawat darurat yang membutuhkan pertolongan
cepat, cenderung akan memilih layanan kesehatan dengan jarak terdekat dari
tempat tinggalnya untuk mengatasi keluhannya.18 Ini merupakan alasan mengapa
mayoritas pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan bertempat
tinggal di Kecamatan Pamulang.

27

3
11
9

27

9
46

RSU TangSel

6
Gambar 4.1. Penyebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan wilayah tempat
tinggal

4.3.2. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin.


Frekuensi kejadian apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin tersaji pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Pasien Apendistis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase

Perempuan

64

57.7%

Laki-laki

47

42.3%

Total

111

100%

28

Dari tabel 4.3 terlihat dominasi pasien apendisitis akut di RSU Kota
Tangerang Selatan ialah pasien wanita dengan angka kejadian 64 pasien (57.7%)
sementara pasien laki-laki sebanyak 47 pasien (42.3%).
Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana menurut Humes & Simpson
(2006) angka kejadian apendisitis lebih banyak pada laki-laki dari pada
perempuan, dengan perbandingan 1,5:1.20 Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hwang & Khumbaar (2002) proporsi jaringan limfoid pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan, dengan temuan tersebut dapat menjelaskan insiden
apendisitis pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.15 Ditemukanya
dominansi pasien apendisitis akut perempuan di RSU Kota Tangerang Selatan
diduga disebabkan karena gaya hidup dan kebiasaan makan perempuan di Kota
Tangerang Selatan yang lebih banyak mengkonsumsi makanan cepat saji rendah
serat. Hal ini memicu tingginya resiko apendisitis pada kaum perempuan di Kota
Tangerang Selatan.5
Menurut penyebarannya sesuai dengan wilayah tempat tinggal, pasien
apendisitis akut dibeberapa wilayah didominasi oleh pasien wanita di 5 kecamatan
yang ada di Tangerang Selatan. Sementara di 2 kecamatan lain, yaitu Pondok
Aren dan Serpong Utara di dominasi oleh pasien pria.
Jumlah Pasien

Kecamatan

Gambar 4.2. Penyebaran kejadian apendisitis akut sesuai jenis kelamin


berdasarkan wilayah tempat tinggal
29

4.3.3. Karakteristik Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Usia


Pengamatan distribusi pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang
Selatan diklasifikasikan dalam tiap kelompok usia sesuai pengelompokkan usia
menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009, dimana pengelompokkan dibagi
menjadi 8 kelompok usia. Gambar 4.1 menunjukkan adanya peningkatan angka
kejadian apendisitis yang cukup tajam dari usia dibawah 11 tahun ke usia 12 s/d
25 tahun. Hal sebaliknya terjadi pada usia 35 s/d 45 tahun ke usia 46 s/d 55
tahun. Meskipun terdapat kenaikan angka kejadian mulai 0 tahun sampai 25
tahun, terdapat penurunan angka kejadian yang lebih konsisten mulai dari usia 25
tahun sampai usia > 65 tahun.
Jumlah Pasien

Usia pasien
Gambar 4.3. Diagram batang kejadian apendisitis akut berdasarkan kategori usia
Kelompok usia remaja akhir (usia 17-25 tahun) menempati posisi teratas
pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan. Hal ini sesuai dengan
yang dipaparkan Marcdante (2004) dimana angka kejadian puncak apendisitis
akut berkisar antara 20-30 tahun dengan tahun kejadian usia tengah 22 tahun.28
Pada saat remaja jaringan limfoid berkembang dengan maksimal, hal ini
diduga menjadi penyebab tingginya resiko penyumbatan apendiks yang dapat
berujung pada kejadian apendisitis.23 Sementara kelompok usia balita (0-5 tahun)
dan manula (>65 tahun) menempati urutan terbawah kejadian pasien apendisitis

30

akut di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015, dengan masing-masing 1 pasien
(0.9%). Hal ini sesuai dengan yang diuraikan Pieter (2005) dimana pada
kelompok usia balita, anatomi apendiks berbentuk seperti corong sehingga
mengurai resiko obstruksi pada organ apendiks. Sementara pada

usia lansia

terdapat penurunan jumlah jaringan limfoid, dan perubahan pada lapisan


submukosa apendiks membuat merununnya

kemampuan meregang dari

apendiks.10
Hubungan antara kejadian apendisitis akut dengan usia pasien memiliki
keterkaitan yang rendah dengan nilai R (-0,438). Nilai usia tertinggi pasien
apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan ialah pasien dengan usia 73
tahun, dan usia terendah pasien apendisitis akut ialah pasien berusia 4 tahun. Ratarata usia pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan ialah 33,48
tahun.
Tabel 4.4 Tabel Uji Korelasi Pearson Usia dan Angka Kejadian Appendisitis Akut

Variabel

Mean

SD

Min

Max

Usia

44

33,48

17,25

4,00

73,00

0,003

-0,438

Angka

44

2,477

2,017

1,000

9,000

kejadian

31

4.4. Karakteristik Gejala Apendisitis Akut


Berdasarkan data pada rekam medis tahun 2015, pasien apendisitis akut
yang datang ke RSU Kota Tangerang Selatan menunjukkan keluhan umum berupa
nyeri pada bagian perut kanan bawah, nyeri ulu hati dan demam. Gejala paling
banyak dikeluhkan pasien adalah nyeri pada bagian perut kanan bawah (95,50%),
sementara keluhan lainya kurang dari 2 % yaitu : demam 1.80 %); diare (0.90%)
dan nyeri ulu hati (1,80 %)
Tabel 4.5. Distribusi Keluhan Utama Pasien Apendisitis Akut.
Keluhan Utama

Frekuensi

Persentase

Diare

0.90%

Demam

1.80%

Nyeri ulu hati

1.80%

Nyeri perut kanan bawah

106

95.50%

Total

111

100%

Menurut Robbins (2006) keluhan utama pasien apendisitis akut berupa


nyeri kolik visceral pada bagian epigastrium dan peri-umbilikal yang biasannya
akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke bagian iliaca kanan
abdomen dan berubah menjadi nyeri somatik yang relatif konstan dan tajam.
Nyeri kolik yang terjadi pada fase awal apendisitis akut dihasilkan akibat
rangsangan saraf visceral dari dinding usus. Sementara nyeri somatik yang relatif
dapat terlokalisir dihasilkan akibat keterlibatan parietal peritoneum setelah
perkembangan proses inflamasi yang terjadi.6 Hal ini sesuai dengan mayoritas
keluhan utama pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015
berupa nyeri perut kanan bawah. Sementara keluhan nyeri ulu hati
menggambarkan onset pasien apendisitis akut yang lebih dini, kurang dari 24 jam.
Demam tinggi timbul akibat rangsangan mediator inflamasi yang
dikeluarkan oleh organ apendiks yang meradang. Sementara diare merupakan
hasil dari respon inflamasi yang khas untuk menggambarkan posisi anatomi

32

apendiks subcaecum dan pelvic, dimana inflamasi yang terjadi pada apendiks juga
ikut mengiritasi rectum.6
Jumlah pasien

Usia
pasien
Gambar 4.4. Distribusi jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di
RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan katagori usia

Pemeriksaan pendukung terhadap jumlah leukosit menujukkan adanya


peningkatan jumlah leukosit pada 68,8 % pasien apendisitis akut berjenis kelamin
laki laki di RSU Kota Tangerang Selatan. (Gambar 4.3)
Dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa pasien laki-laki katagori umur
balita dan anak-anak seluruhnya menunjukkan peningkatan jumlah leuskosit.
Sementara pada pasien apendisitis akut laki-laki dengan usia diatas 11 tahun tidak
selalu disertai dengan peningkatan jumlah leukosit. Bahkan pada pasien
apendisitis akut usia 56 s/d 65 tahun hanya 25 % saja yang disertai dengan
peningkatan jumlah leukosit. Sementara pada pasien apendisitis akut wanita,
ditemukan sebanyak 52,28 % pasien mengalami peningkatan jumlah leukosit
seperti yang ditampilkan pada gambar 4.3. Berbeda halnya dengan pasien anak
laki-laki, pada pasien anak wanita tidak seluruhnya mengalami peningkatan
jumlah leukosit. Namun demikian, pasien usia diatas 45 tahun seluruhnya
mengalami peningkatan jumlah leukosit.

33

Menurut Marisa (2012) penelitian yang dilakukan di RSUD Tugurejo


Semarang pada januari 2009- Juli 2011 menyebutkan bahwa terdapat kenaikan
jumlah leukosit pada penderita apendisitis akut dan apendisitis perforasi.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kenaikan jumlah leukosit dapat
dijadikan salah satu diagnosis penunjang penting bagi pasien apendisitis.24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. (2013) yang
dilakukannya di Karachi pada Juli 2011 hingga Juni 2012, ditemukan terdapat 55
pasien apendisitis akut yang datang tanpa disertai kenaikan angka leukosit.
Dimana 28 pasien (56%) merupakan pasien laki-laki dan 22 pasien (44%)
merupakan pasien perempuan. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa
kenaikan jumlah leukosit tidak bisa dijadikan alat diagnosis penunjang yang
utama bagi kasus apendisitis akut. Hal ini sesuai dengan penemuan pasien
apendisitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015, dimana tidak semua
pasien yang terdiagnosis apendisitis akut menunjukkan kenaikan angka leukosit.27

34

4.5. Keterbatasan Penelitian


Desain penelitian yang menggunakan teknik cross-section membuat
penelitian ini hanya dapat menampilkan data cuplikan dari karakteristik pasien
apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015. Proses
pengumpulan data yang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien
membuat keterbatasan faktor sosio-demografi yang bisa diamati pada penelitian
ini. Kelengkapan data yang ada pada rekam medis di RSU Kota Tangerang
Selatan juga menjadi salah satu keterbatasan pada penelitian ini.

35

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Gambaran Sosio-Demografi dan Gejala Apendisitis
Akut di RSU Kota Tangerang Selatan, disimpulkan :
A. Jumlah pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan periode 1
Januari hingga 31 Desember 2015 berjumlah 111 kasus
B. Berdasarkan usia, didapatkan kelompok usia tertinggi pasien apendisitis
akut berusia 17-25 tahun
C. Pasien perempuan memiliki angka kejadian apendisitis akut yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien laki-laki
D. Distribusi tertinggi pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2015 bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang, diikuti oleh
Kecamatan Ciputat; Pondok Aren; Ciputat Timur; Serpong; Setu, dan
Serpong Utara
E. Keluhan utama terbanyak pasien apendisitis akut ialah nyeri pada bagian
perut kanan bawah
F. Kenaikan angka leukosit ditemukan lebih banyak pada pasien apendisitis
akut perempuan dibandingkan dengan pasien apendisitis akut laki-laki

36

5.2. Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan Tangerang Selatan untuk melakukan pendataan
yang lebih baik terkait kejadian apendisitis akut di Tangerang

untuk

mendukung peningkatan usaha kuratif serta promotif dan preventif


kesehatan yang lebih efektif.
2. Kepada RSU Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pelengkapan data
rekam medik yang lebih baik, mulai dari identitas pasien, data anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggali faktor sosio-demografi lain
yang belum dianalisa dalam penelitian ini untuk menemukan hubungan
antara faktor-faktor sosio-demografi yang berhubungan dengan kejadian
apendisitis akut.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Kong VY1, (2012). Acute appendicitis in a developing country. World
Journal of surgery, Volume 36, p. 206873.\
2. Departemen Kesehatan RI. (2009) Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Jakarta ; Depkes RI, p. 24-31
3. Hidayatullah, Rendy. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada
Pasca Operasi Apendisitis di Rumkital dr. Mintoharjo Jakarta Pusat.
Jakarta; repository UIN
4. Dinas Kesehatan Banten. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun
2012. Banten; Dinkes Banten p.20-22
5. Dani & Calista, P., (2013) Karakteristik penderita apendisitis akut di
rumah sakit immanuel Bandung periode 1 januari 2013 30 juni 2013.
Laporan Penelitian. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha.
6. Kumar,V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi .7
nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 860-1.
7. Gomes, C.A.,Sartelli2,M., Saverio,. M., Ansaloni, A. et al. (2015). Acute
appendicitis: proposal of a new comprehensive grading system based on
clinical, imaging and laparoscopic findings . World Journal of Emergency
Surgery (2015) 10:60.
8. Sadler,T.W. (2000). Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran.
Langman. Edisi 7, Jakarta : EGC, 243-71
9. Junqueira, L.C., Carneiro, J. (2007) . Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta :
EGC : 249-72
10. Pieter, J. (2005). Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum . Dalam:
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
646-47.
11. Richard, L. D.,

Vogl W., & Mitchell W. (2014) Grays Anatomy:

Anatomy of the Human Body. Elsevier : 160-3


12. Dorland, W.A. & Newman. (2012). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC : 80-1

38

13. Gyuton, Arthur, C. & Jhon, E. ( 2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke 11. Alih bahasa: Setiawan, I dan Santoso, A. Jakarta: EGC: 81371
14. Suzanne, S.C.,

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah. EGC : Jakarta: 623-25


15. Stacrose. (2009).Angka Kejadian Appendicitis.diakses dari: http://
digilib.unimus.ac.id/

files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-

babi.pdf pada tanggal 2 November 2012


16. Garst, G.C, Moore, E.E., Banerjee, M.N, Leopold D.K, et al (2013) Acute
appendicitis: a disease severity score for the acute care surgeon. J Trauma
Acute Care Surg. 2013 Jan;74(1).
17. Kumar,V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi .7
nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 860-1.
18. Gorter, R.R., Eker,H.H., Gorter,M.A.W., et al (2015). Diagnosis and
management of acute appendicitis. EAES consensus development
conference 2015. Surg Endosc. Springer 24(2).
19. Gerst,G.H.,

Mukherjee,H., Kumar, A.& Albu, E.,

(2008).

Acute

appendicitis in minority communities: an epidemiologic study.journal of


the national medical association 89 (3).
20. Humes, D.J., &
Appendicitis

Simpson, J.( 2011). Clinical Presentation of Acute


:

Clinical

Signs-Laboratory

Findings-Clinical

Scores,Alvarado Score and Derivate Scores. Notingham University


Hospital NHS trust. Springer-Verlag. UK. 13-21
21. Tamanna , M., Eram, U.,

Al Harbi,T.U., (2012). Clinical value of

leukocyte counts in evaluation of patients with suspected appendicitis in


emergency department. Turkish journal of trauma & emergency surgery.
18 (6):474-78.
22. Solomkin,J.S.,

Mazuski, E.,

Bradley, J.S., Rodvold, J.A., et al.

(2010).Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal


Infection in Adults and Children:Guidelines by the Surgical Infection
Society and the Infectious Diseases Society of America CID 2010:50 (15
January)

39

23. Lee, J. (1982). The influence of sex and age on appendicitis in children
and young adults. Gut , 804.
24. Marisa1,

Junaedi,H.I.,

Setiawan, M.R. (2012). Batas Angka Lekosit

Antara Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi Di Rumah Sakit


Umum Daerah Tugurejo Semarang selama Januari 2009 -Juli 2011. Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah 1(1).
25. Taldere, B.M.D.,ener, M.D., Taldere, M.D., Nahide, G. M.D.,et al.
(2016). Role of endothelial nitric oxide synthases system on acute
appendicitis. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 22 (4).
26. Jamaluddin M, Hussain SMA, Ahmad H (2013).Acute Appendicitis with
Normal Total Leukocyte Count .Journal of Surgical Academia 3(1):2-6.
27. Lima,

A.P.,

Vieira,

P.J.,

&Oliveira

G.P.M.,

(2016).Clinical-

epidemiological profile of acute appendicitis: retrospective analysis of 638


cases.Rev. Col. Bras. Cir. 2016; 43(4): 248-53
28. Kliegman, R. M, Marcdante, K. J, Jenson, H. B., Behrman, R. E. 2007.
Nelson Essentials of Pediatrics, Edisi ke-5, Elsevier Publications, hal. 275.

40

Lampiran 1

41

Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Iftina Amalia

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 Juni 1995


Alamat

: Jl. Wr. Supratman No. 27B, Cempaka Putih, Ciputat,


Tangerang Selatan

No.HP

: 087808209823

Email

: Iftina Amalia@gmail.com

Riwayat Pendidikan : 2000-2006

: MI Pembangunan UIN Jakarta

2006-2009

: MTs Pembangunan UIN Jakarta

2010-2013

: SMAN 34 Jakarta

2013-sekarang : Fakultas Kedokteran dan Profesi Dokter


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

42

Anda mungkin juga menyukai