Oleh :
Iftina Amalia
NIM : 1113103000036
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
yang amat berlimpah, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul GAMBARAN SOSIO-DEMOGRAFI DAN GEJALA APENDISITIS
AKUT DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN, sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini tidak
terlepas dari dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait, lewat tulisan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghormatan kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Achmad Luthfi, SpB-KBD selaku pembimbing satu, atas segala
motivasi serta bimbingannya dalam proses penyusunan laporan
penelitian dari awal perumusan laporan penelitian hingga laporan
penelitian ini bisa selesai disusun.
4. dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD selaku pembimbing dua, atas segala
bimbingannya serta motivasi yang diberikan yang membuat proses
penyusunan laporan penelitian ini lebih baik.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset angkatan
2013 atas segala arahannya serta bimbingannya dalam proses
penyusunan laporan penelitian ini
6. RSU Kota Tangerang Selatan, yang telah memberikan wadah bagi
penulis untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya
7. Kedua orang tua penulis, Nur M Busro dan Fahma Wijayanti yang
tanpa kenal lelah selalu memberikan motivasi dan selalu hadir
vi
10. Sahabat-sahabat saya Hani, Bonita, Siti, Hafiz, Faisal, Nabila Hazima,
Adit, Fathur, Zata serta seluruh teman-teman angkatan 2013 PSK PD
atas semua dukungan dan semangatnya selama menjalani pendidikan
preklinik sehingga memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman
yang luar biasa bagi penulis
11. Saudara-saudara terbaik saya Andika, Mila, Eza, Ali, dan Farhan yang
selalu mendukung serta membantu proses penyusunan laporan
penelitian ini
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kata sempurna, penulis sangat mengharapkan dan menghargai segala
bentuk kritik dan saran yang membangun bagi laporan penelitian ini.
Akhir kata, penulis sadar tidak dapat membalas kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan pihak-pihak yang telah membantu,
semoga Allah SWT dapat membalas semua kebaikan mereka. Semoga
laporan penelitian ini dapat membawa manfaat.
vii
ABSTRAK
Iftina Amalia. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran SosioDemografi dan Gejala Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan
Latar Belakang: Indonesia merupakan negara dengan angka morbiditas
apendisitis akut tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Sebagian besar
penyakit apendisitis tidak menunjukkan gambaran klinis yang khas. Hal ini
membuat beberapa kasus apendisitis terlambat di diagnosis sehingga kasus
ditemukan sudah dalam tahap komplikasi seperti peritonitis dan sepsis. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian dari apendisitis akut di RSU
Kota Tangerang Selatan. Metodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
desain cross sectional. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis dengan
sampel sebanyak 111 sampel. Hasil: Prevalensi apendisitis akut adalah 111 kasus.
Gambaran kejadian apendisitis akut adalah sebagai berikut; distribusi pasien
apendisitis akut berdasarkan tempat tinggal mayoritas tinggal di Kecamatan
Pamulang 46 pasien (41.4%), distribusi pasien apendisitis akut berdasarkan usia
tertinggi pada kelompok umur 17-25 tahun (34.2%), dan distribusi pasien wanita
64 pasien (57.7%) lebih tinggi dari pasien laki-laki. Mayoritas keluhan utama
pasien ialah nyeri perut kanan bawah (95.57%), terdapat 68.8% kenaikan jumlah
leukosit
pada
pasien
laki-laki
dan
52.3%
pada
pasien
perempuan.Simpulan:Faktor tempat tinggal, jenis kelamin, dan usia berpengaruh
terhadap kejadian apendisitis akut
Kata kunci : apendisitis akut, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, gejala klinik,
kenaikan leukosit
viii
ABSTRACT
Iftina Amalia. School of Medicine. Depiction of Socio-Demographic and
Symptoms of Acute Appendicitis In South Tangerang Hospital
Background: Indonesia has the highest morbidity rates of acute appendicitis
among ASEAN countries. Most patients with acute appendicitis shows no spesific
symtomps. This makes some cases of acute appendicitis late to be diagnosed, so
the cases are found in complications stage, such as peritonitis and sepsis. This
study was conducted to describe the incidence, sosio-demographic, and symptoms
of acute appendicitis in South Tangerang Hospital. Method: This research uses
descriptive study method with cross-sectional design. The data collection was
obtained from medical records with 111 samples. Results: The prevalence of
acute appendicitis in South Tangerang Hospital is 111 cases. Distribution of
acute appendicitis patients based on residence, majority live in Pamulang with 46
patients (41.4%), the highest prevelance of accute appendicities is in the age
group 17-25 years (34.2%), the prevalence of female patients is higher than male
patient with 64 female patients (57.7%) and 47 male patients (42.3%). The
majority of the patient's symptomps is the lower right abdominal pain (95.57%).
There is 68.8% patients have increasing of leukocytes number. Conclusion:
Factors of residence, gender, and age affect the prevalence of acute appendicitis.
Key words : accute appendicitis, age, gender, leukocyte, recidence, symptomps
ix
Daftar isi
LEMBAR JUDUL.............................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................
iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ABSTRAK........................................................................................................
vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................
2.1.2.1 Definisi..................................................................................................
2.1.2.2. Epidemiologi........................................................................................
2.1.2.3. Etiologi.................................................................................................
2.1.2.4.Patofisiologi..........................................................................................
10
2.1.2.5.Gambaran Klinis...................................................................................
11
2.1.2.6. Diagnosis..............................................................................................
13
2.1.2.7. Tatalaksana...........................................................................................
16
2.2. KerangkaTeori............................................................................................
19
19
20
22
22
22
23
24
24
25
25
27
27
28
28
29
31
33
36
37
5.2. Saran...........................................................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
39
LAMPIRAN......................................................................................................
42
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3
Gambar 4.4
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Skor Alvarado
Tabel 2.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
xiv
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
Bagi Institusi :
a. Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
universitas yang dapat ikut berkontribsi dalam program pemerintah untuk
mengurangi angka kejadian apendisitis akut.
b.
Bagi Instansi :
a. Untuk instansi kesehatan dan tenaga kesehatan, penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan evaluasi program dan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan.
b. Dapat memberikan informasi dan gambaran bagi RSU Kota Tangerang
Selatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
Ileum
Caecum
Apendiks Vermiformis
Apendiks vermiformis memiliki panjang sekitar 3-15 cm dan diameter 0,51 cm. Pada bagian proksimal, lumen apendiks sempit dan melebar di bagian
distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, di mana bagian pangkal melebar
dan semakin menyempit ke arah ujung. Hal ini merupakan salah satu faktor
insidensi apendisitis yang rendah pada umur tersebut.10 Apendiks menggantung
pada ileum terminal oleh mesoappendiks, yang berisi vasa apendikularis. Titik
perlekatan apendiks vermiformis dengan caecum konsisten dengan alur taenia coli
libera yang tampak jelas mengarah ke basis apendiks vermiformis, sementara
ujung lain dari apendiks vermiformis memiliki posisi sangat bervariasi.11 Bagian
apendiks vermiformis yang lain dapat berada di :
-
2.1.2.2. Epidemiologi
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut,
kuadran kanan rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari
pembedahan abdomen darurat.14Pada tahun 2006 tercatat angka kejadian
apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus setiap tahunnya.14 Menurut data
statistik di Amerika pada tahun 2008, tercatat 20-35 juta kasus apendisitis terjadi
setiap tahunnya di negara tersebut. Dengan tujuh persen penduduk di Amerika
menjalani apendiktomi setiap tahunnya. Insiden apendisitis di negara maju lebih
tinggi dari pada di negara berkembang. Hal ini diduga dipengaruhi pola makan
masyarakat di negara maju yang cenderung mengkonsumsi makanan rencah serat.
Namun, pada akhir-akhir ini kejadiannya menurun secara bermakna, hal ini
diduga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diet
harian masyarakat di negara maju.15
Angka morbiditas apendisitis diketahui sebesar 10 % dan angka mortalitas
apendisitis ialah 15 %. Hal ini diduga erat kaitannya dengan keterlambatan
diagnosis dan juga penanganan pada pasien apendisistis.16 Di Indonesia, menurut
data statistik menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta
penduduk Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006,
apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah
dispepsia, gastritis dan duodenitis, serta penyakit sistem cerna lain dengan jumlah
pasien rawat inap sebanyak 28.040.2 Menurut Lubis. A (2008), saat ini angka
morbiditas apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini
merupakan tertinggi di antara negara-negara di Assosiation South East Asia
Nation (ASEAN). Menurut survey di 12 provinsi di Indonesia tahun 2008
menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251
kasus. Jumlah ini meningkat secara drastis bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 1.236 kasus. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut diketahui merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawat daruratan abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia menempati urutan
tertinggi dari beberapa kasus kegawatan abdomen lainnya.2
Apendisitis dapat menyerang berbagai kelompok usia, mulai dari bayi
hingga lansia. Kejadian apendisitis mengalami puncak pada usia 10-30 tahun dan
menurun kejadiannya pada pasien usia lanjut. Menurut suatu studi epidemiologi
disebutkan bahwa insiden puncak apendisitis ada pada kelompok usia 10-14 tahun
pada wanita dan 15-19 tahun pada laki-laki. Didapatkan pula rata- rata usia pasien
yang mengalami apendisitis adalah 31,3 tahun dengan usia tengah 22 tahun.6
Diketahui 5 % kasus apendisitis terjadi pada anak usia kurang dari 5
tahun.8 Pada pasien anak kejadian apendisitis akut menempati puncaknya pada
usia 6-10 tahun dengan 50%-85% kejadian terdiagnosis ketika sudah terjadi
perforasi.18 Tingginya angka kejadian perforasi pada kasus apendisitis diduga
berhubungan dengan anatomi dinding apendiks anak yang masih tipis dan juga
2.1.2.3. Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen apendiks.
Penyebab obstruksi tersering pada kasus apendisitis ialah adanya sumbatan oleh
masa fecalith. Penyebab lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks
antara lain adanya hiperplasia jaringan limfoid yang berkaitan dengan infeksi
virus, atau walaupun jarang adanya neoplasma (tumor karsinoid apendiks). Batu
empedu dan gumpalan cacing (oxyuriasis vermicularis) diketahui juga dapat
menimbulkan obstruksi pada lumen apendiks sehingga menimbulkan peradangan
pada apendiks.6
Ketika obstruksi lumen apendiks terjadi, lapisan mukosa pada dinding
apendiks akan mensekresi mukus yang jumlahnya meningkat. Peningkatan
2.1.2.4.
Patofisiologi
Apendisitis dimulai dengan adanya obstruksi pada lumen apendiks,
dimana penyebab tersering ialah obstruksi karena masa fecalith. Obtruksi lumen
apendiks akan merangsang mukosa apendiks untuk mensekresi mukus dengan
jumlah yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan tekanan intralumen
sehingga menstimulus serabut saraf eferen visceral sehingga menimbulkan rasa
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen dibawah epigastrium.
Obstruksi pada apendiks yang diikuti kenaikan sekresi mukus membuat lumen
apendiks menjadi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Kenaikan
proliferasi bakteri yang diiringi dengan colaps vena drainase dan juga gangguan
aliran limfatik akibat kenaikan tekanan intralumen, memudahkan bakteri untuk
menginvasi dinding mukosa jaringan apendiks. Invaasi bakteri akan membuat
aktivasi mediator inflamasi pada jaringan apendiks. Dan saat eksudat inflamasi
dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf
10
somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik
Mc. Burney.18
Menurut Robin (2006) pada stadium dini apendisitis hanya ditemukan
sedikit eksudat neutrofil diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis proparia.
Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofil
perivaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah gambaran lapisan serosa
dinding apendiks yang tampilannya berkilap menjadi merah, granular, dan suram,
perubahan ini merupakan suatu penanda adanya apendisitis akut dini.
Pada
2.1.2.5.
Gambaran klinis.
Pasien dengan apendisitis akut biasannya datang dengan keluhan klasik
klasik
yang
berbeda.
Pada
pasien
dengan
letak
apendiks
11
Tegangan otot abdomen dan nyeri tekan saat dilakukan palpasi dalam mungkin
tidak ditemukan, karena adanya perlindungan dari caecum yang terletak di bagian
depan apendiks. Muskulus psoas mayor mungkin dapat teriritasi diikuti dengan
rasa nyeri pada saat pinggul di ekstensikan dan m. Psoas mayor teregang.7
Pada pasien dengan letak anatomi subcaecal dan pelvic, pasien biasanya
mengeluhkan keluhan berupa nyeri suprapubis. Diare biasanya dapat hadir karena
adanya iritasi pada bagian rectum. Nyeri pada abdomen sedikit ditemukan namun
nyeri rectal atau vaginal dapat ditemukan. Kenaikan frekuensi berkemih juga
dapat ditemukan, disertai dengan ditemukan adanya hematuria dan leukosit pada
pengamatan mikroskopis analisa urin. Pada pasien apendisitis dengan letak
apendiks pre-ileal dan post-ileal, tidak menunjukkan banyak gejala. Muntah
sering ditemukan sebagai salah satu keluhan disertai dengan diare akibat iritasi
bagian distal dari ileum. Keadaan yang lebih buruk dapat timbul sejak mulainya
gejala sampai perforata biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis
terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata menjadi 65%.7
Menurut Pieter, 2005 manifestasi klinis apendisitis akut adalah sebagai
berikut:
a)
12
2.1.2.6.
Diagnosis
Penegakkan diaagnosis apendisitis akut dapat dilakukan melalui
kanan bawah dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa.
Pada apendisitis dini akan ditemukan inspeksi berupa perut rata.
Perubahan warna dan bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut.
Adanya perut kembung menunjukkan suatu komplikasi seperti
perforata atau obstruksi. Pada auskultasi bisa menunjukkan suara usus
normal atau hiperaktif pada apendisitis dini diganti dengan suara usus
hipoaktif ketika menjelek menjadi perforata.18
Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran
kanan bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah
pemeriksa telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons
terhadap pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Tanda
13
fisik yang paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap
pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus.10
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.
psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang
meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.10
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.10
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
analisa
darah
pada
pasien
apendisitis
14
15
Score
3 symptoms
Migration of pain to the right lower 1
quadrant
Nausea and vomiting
Anorexia
3 signs
Tenderness in right iliac fossa
Elevated temperature
2 laboratory finding
Leukocytosis
Total
10
Sumber : Tamanna Zikrullah, 2012
16
Interpretation
1-4
5-6
Acute
appendicities,
maybe,
for
regular observation
7-8
9-10
2.1.2.7.
Tatalaksana
17
singkat. Selain itu terdapat pula perkembangan dari teknik laparoskopi, yaitu
single-incision laparoscopic surgery (SILS). Menurut beberapa studi, diketahui
SILS dapat menurunkan angka nyeri pasca operasi dan juga dapat menghasilkan
tampilan
kosmetik
yang
lebih
baik
pasca
operasi.18
18
2.3.
Kerangka Teori
Kebiasaan
konsumsi
makanan rendah
serat
Sosio demografi
Usia;Tempat
tinggal;Jenis
kelamin
Apendisitis akut
Anamnesis
Keluhan utama
Perbedaan
anatomi
apendiks
2.4.
Pemeriksaan
Angka leukosit
Kerangka Konsep
Variabel independen
variabel dependen
Usia
Jenis Kelamin
Wilayah tempat tinggal
Jumlah leukosit
Kejadian apendisitis
Keluhan utama
akut
19
2.5.
Variabel
Definisi Operasional
Definisi
Cara Ukur
Skala
Referensi
pengelompokkan
Usia
Usia pasien
Sesuai tertulis
Ordinal
Berdasarkan
yang tercatat
dalam rekam
1. 0-5tahun
pengkategorian
pada status
medis
1. 6-11 tahun
kelompok usia
2. 12-16 tahun
sesuai dengan
3. 17-25 tahun
Kementerian
4. 26-35 tahun
Kesehatan RI
5. 36-45 tahun
tahun 2009
pasien
6. 46-55 tahun
7. 56-65 tahun
8. > 65 tahun
Jenis
Indikasi jenis
Sesuai tertulis
Nominal
Kategori
kelamin
kelamin ketika
dalam rekam
1.Laki-laki
berdasarkan
lahir
medis
2.Perempuan
pengelompokkan
jenis kelamin
menurut Badan
Pusat Statistik
Indonesia
Tempat
Alamat pasien
Sesuai tertera
Nominal
Kategori
tinggal
yang tercantum
dalam rekam
1.Serpong
berdasarkan data
dalam rekam
medis
2.Serpong utara
Badan Pusat
3.Pondok aren
Statistik Kota
4.Ciputat
Tangerang Selatan
5.Ciputat timur
sesuai Kecamatan
6.Setu
yang terdapat di
7.Pamulang
Kota Tangerang
medis
Selatan
20
Leukosit
Agen
Sesuai tertulis
pertahanan
dalam rekam
medis
Nominal
1.
meningkat
2.
apabila terdapat
infeksi
Keluhan yang
Sesuai tertera
utama
diutarakan
dalam rekam
pasien yang
medis
rekam medis
3200
berdasarkan
10.000/
pengkategorian
SDP/mm
Kementerian
12.000
Kesehatan RI
SDP/mm3
Keluhan
tercantum dalam
Kategori
Ordinal
1. Nyeri ulu
hati
2. Nyeri
perut
kanan
bawah
3. Demam
tinggi
4. Diare
21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional dengan menggunakan data
sekunder berupa rekam medis pasien yang ditetapkan sebagai apendisitis akut di
RSU Kota Tangerang Selatan.
22
data
hasil
rekam
medik
dilakukan
penggolongan
dan
23
data
ke
komputer
untuk
dianalisis
PCA
B. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi
ini dibuat untuk memperoleh gambaran masing-masing variabel.
24
25
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variable
Factor1
Factor2
Usia
0,504
-0,502
Tempat tinggal
0,184
0,784
Jenis kelamin
0,783
-0,186
Data tersebut menunjukkan bahwa faktor usia, tempat tinggal dan jenis
kelamin merupakan komponen utama yang berpengaruh nyata terhadap kejadian
apedisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan (Egen value> 0,5) . Faktor tempat
tinggal memberikan pengaruh terbesar dengan nilai egen value 0,784; diikuti oleh
faktor jenis kelamin dengan nilai egen value 0,783 dan yang terkecil pengaruhnya
yaitu faktor usia dengan egen value 0,504.
26
Frekuensi
Persentase
Serpong utara
2.7%
Pondok aren
11
9.9%
Ciputat
27
24.3%
Ciputat timur
8.1%
Setu
3.6%
Pamulang
46
41.4%
Serpong
8.1%
Total
111
100%
27
3
11
9
27
9
46
RSU TangSel
6
Gambar 4.1. Penyebaran kejadian apendisitis akut berdasarkan wilayah tempat
tinggal
Frekuensi
Persentase
Perempuan
64
57.7%
Laki-laki
47
42.3%
Total
111
100%
28
Dari tabel 4.3 terlihat dominasi pasien apendisitis akut di RSU Kota
Tangerang Selatan ialah pasien wanita dengan angka kejadian 64 pasien (57.7%)
sementara pasien laki-laki sebanyak 47 pasien (42.3%).
Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana menurut Humes & Simpson
(2006) angka kejadian apendisitis lebih banyak pada laki-laki dari pada
perempuan, dengan perbandingan 1,5:1.20 Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hwang & Khumbaar (2002) proporsi jaringan limfoid pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan, dengan temuan tersebut dapat menjelaskan insiden
apendisitis pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.15 Ditemukanya
dominansi pasien apendisitis akut perempuan di RSU Kota Tangerang Selatan
diduga disebabkan karena gaya hidup dan kebiasaan makan perempuan di Kota
Tangerang Selatan yang lebih banyak mengkonsumsi makanan cepat saji rendah
serat. Hal ini memicu tingginya resiko apendisitis pada kaum perempuan di Kota
Tangerang Selatan.5
Menurut penyebarannya sesuai dengan wilayah tempat tinggal, pasien
apendisitis akut dibeberapa wilayah didominasi oleh pasien wanita di 5 kecamatan
yang ada di Tangerang Selatan. Sementara di 2 kecamatan lain, yaitu Pondok
Aren dan Serpong Utara di dominasi oleh pasien pria.
Jumlah Pasien
Kecamatan
Usia pasien
Gambar 4.3. Diagram batang kejadian apendisitis akut berdasarkan kategori usia
Kelompok usia remaja akhir (usia 17-25 tahun) menempati posisi teratas
pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan. Hal ini sesuai dengan
yang dipaparkan Marcdante (2004) dimana angka kejadian puncak apendisitis
akut berkisar antara 20-30 tahun dengan tahun kejadian usia tengah 22 tahun.28
Pada saat remaja jaringan limfoid berkembang dengan maksimal, hal ini
diduga menjadi penyebab tingginya resiko penyumbatan apendiks yang dapat
berujung pada kejadian apendisitis.23 Sementara kelompok usia balita (0-5 tahun)
dan manula (>65 tahun) menempati urutan terbawah kejadian pasien apendisitis
30
akut di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2015, dengan masing-masing 1 pasien
(0.9%). Hal ini sesuai dengan yang diuraikan Pieter (2005) dimana pada
kelompok usia balita, anatomi apendiks berbentuk seperti corong sehingga
mengurai resiko obstruksi pada organ apendiks. Sementara pada
usia lansia
apendiks.10
Hubungan antara kejadian apendisitis akut dengan usia pasien memiliki
keterkaitan yang rendah dengan nilai R (-0,438). Nilai usia tertinggi pasien
apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan ialah pasien dengan usia 73
tahun, dan usia terendah pasien apendisitis akut ialah pasien berusia 4 tahun. Ratarata usia pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan ialah 33,48
tahun.
Tabel 4.4 Tabel Uji Korelasi Pearson Usia dan Angka Kejadian Appendisitis Akut
Variabel
Mean
SD
Min
Max
Usia
44
33,48
17,25
4,00
73,00
0,003
-0,438
Angka
44
2,477
2,017
1,000
9,000
kejadian
31
Frekuensi
Persentase
Diare
0.90%
Demam
1.80%
1.80%
106
95.50%
Total
111
100%
32
apendiks subcaecum dan pelvic, dimana inflamasi yang terjadi pada apendiks juga
ikut mengiritasi rectum.6
Jumlah pasien
Usia
pasien
Gambar 4.4. Distribusi jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di
RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan katagori usia
33
34
35
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Gambaran Sosio-Demografi dan Gejala Apendisitis
Akut di RSU Kota Tangerang Selatan, disimpulkan :
A. Jumlah pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan periode 1
Januari hingga 31 Desember 2015 berjumlah 111 kasus
B. Berdasarkan usia, didapatkan kelompok usia tertinggi pasien apendisitis
akut berusia 17-25 tahun
C. Pasien perempuan memiliki angka kejadian apendisitis akut yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien laki-laki
D. Distribusi tertinggi pasien apendisitis akut di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2015 bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang, diikuti oleh
Kecamatan Ciputat; Pondok Aren; Ciputat Timur; Serpong; Setu, dan
Serpong Utara
E. Keluhan utama terbanyak pasien apendisitis akut ialah nyeri pada bagian
perut kanan bawah
F. Kenaikan angka leukosit ditemukan lebih banyak pada pasien apendisitis
akut perempuan dibandingkan dengan pasien apendisitis akut laki-laki
36
5.2. Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan Tangerang Selatan untuk melakukan pendataan
yang lebih baik terkait kejadian apendisitis akut di Tangerang
untuk
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Kong VY1, (2012). Acute appendicitis in a developing country. World
Journal of surgery, Volume 36, p. 206873.\
2. Departemen Kesehatan RI. (2009) Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Jakarta ; Depkes RI, p. 24-31
3. Hidayatullah, Rendy. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada
Pasca Operasi Apendisitis di Rumkital dr. Mintoharjo Jakarta Pusat.
Jakarta; repository UIN
4. Dinas Kesehatan Banten. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun
2012. Banten; Dinkes Banten p.20-22
5. Dani & Calista, P., (2013) Karakteristik penderita apendisitis akut di
rumah sakit immanuel Bandung periode 1 januari 2013 30 juni 2013.
Laporan Penelitian. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha.
6. Kumar,V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi .7
nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 860-1.
7. Gomes, C.A.,Sartelli2,M., Saverio,. M., Ansaloni, A. et al. (2015). Acute
appendicitis: proposal of a new comprehensive grading system based on
clinical, imaging and laparoscopic findings . World Journal of Emergency
Surgery (2015) 10:60.
8. Sadler,T.W. (2000). Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran.
Langman. Edisi 7, Jakarta : EGC, 243-71
9. Junqueira, L.C., Carneiro, J. (2007) . Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta :
EGC : 249-72
10. Pieter, J. (2005). Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum . Dalam:
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
646-47.
11. Richard, L. D.,
38
13. Gyuton, Arthur, C. & Jhon, E. ( 2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke 11. Alih bahasa: Setiawan, I dan Santoso, A. Jakarta: EGC: 81371
14. Suzanne, S.C.,
files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-
(2008).
Acute
Clinical
Signs-Laboratory
Findings-Clinical
Mazuski, E.,
39
23. Lee, J. (1982). The influence of sex and age on appendicitis in children
and young adults. Gut , 804.
24. Marisa1,
Junaedi,H.I.,
A.P.,
Vieira,
P.J.,
&Oliveira
G.P.M.,
(2016).Clinical-
40
Lampiran 1
41
Lampiran 2
Nama
: Iftina Amalia
No.HP
: 087808209823
: Iftina Amalia@gmail.com
2006-2009
2010-2013
: SMAN 34 Jakarta
42