BATASAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml (pada persalinan
pervaginam) atau melebihi 1000 ml (pada persalinan dengan bedah sesar) yang terjadi setelah
bayi lahir (Williams Obstetrics menggunakan batasan perdarahan yang terjadi setelah kala III
lengkap). Perdarahan post partum dapat mulai terjadi sebelum maupun setelah terlepasnya
plasenta. Disebut perdarahan post partum primer jika perdarahan post partum terjadi
dalam 24 jam, jika terjadi setelah 24 jam tetapi sebelum 12 minggu post partum
disebut perdarahan post partum sekunder.
Untuk kepentingan klinik, setiap kehilangan darah yang berpotensi menyebabkan instabilitas
hemodinamik ibu harus dianggap sebagai perdarahan post partum.
PATOFISIOLOGI
Secara normal, setelah bayi lahir uterus akan mengecil secara mendadak dan akan
berkontraksi untuk melahirkan plasenta, menghentikan perdarahan yang terjadi pada bekas
insersi plasenta dengan menjepit pembuluh darah (disebut living ligatures of the uterus)
pada tempat tersebut. Apabila mekanisme ini tidak terjadi atau terdapat sesuatu yang
menghambat mekanisme ini (adanya sisa plasenta, adanya selaput plasenta yang tertinggal,
adanya bekuan darah, dsb.) akan terjadi perdarahan akibat lumen pembuluh darah pada bekas
insersi plasenta tidak tertutup atau tertutup tidak optimal. Perdarahan juga dpat terjadi akibat
adanya robekan pada jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah.
a)
b)
c)
d)
GEJALA KLINIS
Penyebab terjadinya perdarahan post partum, secara mudah adalah 4-T:
Tonus
: atonia uteri, kandung kemih yang over distensi.
Tissue
: retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah.
Trauma
: perlukaan pada vagina, serviks, atau uterus.
Trombin : gangguan pembekuan darah (bawaan atau didapat).
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk terjdinya perdarahan post partum adalah: kehamilan pertama kali, ibu
gemuk, bayi besar, kehamilan kembar, persalinan lama atau persalinan dengan augmentasi,
dan perdarahan antepartum. Paritas tinggi bukan faktor risiko yang kuat. Yang penting
untuk diingat adalah: perdarahan post partum primer bahkan sering terjadi pada wanita
risiko rendah, yang sering tidak diperkirakan.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
1)
2)
3)
4)
g)
h)
i)
j)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetrical
hemmorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
Crawford JT, Tolosa JE. Abnormal third stage of labor. In: Berghella V. Obstetric evidence
based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
Hofmeyr GJ, Neilson JP, Alfirevic Z, Crowther CA, Gulmezoglu AM, Hodnett ED, Gyte
GML, Duley L. A cochrane pocketbook. Pregnancy and childbirth. John Wiley and Son Ltd.
The Cochrane Collaboration. 2008.
Thorp JM, Jr. Clinical aspects of normal and abnormal labor. In: Creasy RK, Resnik R,
Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR. Creasy and Resniks maternal fetal medicine.
Principles and practice. 6th Ed. Saunders elsevier, 2009. p 691 717.
Leduc D, senikas V, Lalonde AB. Activemanagement of the third stage of labour:
prevention and treatment of postpartum hemorrhage. SOGC Clinical Practice Guideline.
JOGC, Oktober 2009. p 980 93.
C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta,
inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta
atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi
sub involusi uterus.
D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya
perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya
kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40
tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan
uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi :
Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda
hipoksia jaringan )
Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi
jaringan ).
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan
cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
DAFTAR PUSTAKA :
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing 2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR,
Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian
ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke
rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya
mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap
100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa
plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post
partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab
tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan
histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post
partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada
serviks uteri.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien pendarahan post partum.
b.
Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien pendarahan
post partum.
c.
d.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada klien pendarahan post partum.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
1.
Defenisi
Perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
lahir.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas 2 bagian, yaitu:
a.
Perdarahan post partum primer (carly post partum hemorrhage) yang terjadi 24 jam setelah
anak lahir.
b.
Perdarahan post partum sekunder (late post partum hemorrhage) biasanya terjadi antara hari
ke 5-15 post partum
Menurut Wiknjisastro H. (1960) post partum merupakan salah satu dari sebab utama
kematian ibu dalam persalinan, maka harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum yaitu:
a.
Penghetian perdarahan
b.
c.
2.
Etiologi
a.
Atonia uteri
Faktor terjadinya adalah:
Utrus terlalu regang dan besar. Misal pada qemeli, hidramnio dan janin besar.
Malnutrisi.
b.
Sisa plasenta
c.
d.
Solusio plasenta
3.
Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.
4.
Gejala klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga
pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut:
a.
b.
c.
Syok
d.
Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah
keluar
e.
Atonia uteri
f.
g.
h.
Plasenta lengkap
i.
Pucat
j.
Lemah
k.
Mengigil
l.
m.
n.
o.
p.
Inversio uteri
q.
Perdarahan lanjutan
r.
Retensio plasenta
s.
t.
Perdarahan segera
u.
v.
y.
z.
Inversio uteri
5.
Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
a.
Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus
terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b.
Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi
masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak
juga pada asupan ASI bayi.
c.
Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
6.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan
b.
Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi
intrauterin
c.
d.
Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih
e.
Profil Koagulasi
Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa
tromboplastin dan masa tromboplastin parsial
7.
Penatalaksanaan
a.
Pencegahan
1)
2)
Pada
pasien
yang
mempunyai
riwayat
perdarahan
b.
Penanganan
1)
2)
Bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi intravena berupa darah
3)
c.
1)
Hentikan perdarahan.
2)
3)
d.
Penatalaksanaan khusus:
sebelumnya,
agar
1)
Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak): Berikan uterotonika, urut/ massage pada
rahim, pasang gurita.
2)
Tahap II (perdarahan lebih banyak): Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus),
prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade
uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3)
Bila semua tindakan di atas tidak menolong: Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.
B.
1.
Pengkajian
a.
Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
b.
Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin,
kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
c.
d.
e.
Pengkajian fisik :
Tanda vital :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
1)
Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah
keotak dan organ lain.
2)
3)
4)
5)
Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu
tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6)
7)
8)
9)
Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
1)
2)
Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3)
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4)
Tindakan kolaborasi :
a)
Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda
hipoksia jaringan )
b)
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
d.
1)
2)
Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3)
4)
Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5)
Berikan
perawatan
perineal,dan
pertahankan
agar
pembalut
pembalut
yang
menjadi
terlalu
media
basah
untuk
menyebabkan
pertumbuhan
kulit
iritasi
dan
bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
6)
Tindakan kolaborasi
a)
b)
Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
e.
Tidak
terjadi
shock(tidak
terjadi
penurunan
kesadaran
2)
3)
4)
5)
Kolaborasi dalam:
a)
b)
4.
Pelaksanaan
Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
a.
1)
2)
3)
Pernafasan : 20 24 x/menit
4)
Suhu : 36 37 oc
b.
c.
d.
Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan
e.
f.
g.
h.
6.
Penkes
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya Perdarahan Post Partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara legeartis. Apabila persalinan diawasi oleh
dokter spesialis obstetric-ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrik secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi perdarahan yang
terjadi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik
maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai
tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6
minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam
pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu
kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate
dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada
late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska
persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).
B.
Saran
Diharapkan askep ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk
para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam
perawatan perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing 2, JB. Lippincot Company,
Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
B. Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum menurut waktu terjadinya:
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
C. Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :
Etiologi perdarahan postpartum dini :
a)
Atonia uteri
2)
3)
4)
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
5)
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
6)
b)
Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
c)
Lain-lain
Retensio plasenta, sisa plasenta atau gangguan pembekuan darah. Perlu dibedakan antara retensio
plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum
lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer
atau perdarahan post partum sekunder.
Etiologi perdarahan postpartum lambat :
a)
b)
c)
d) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap, terjadi
perdarahan segera. Disertai dengan penyulit seperti uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang. (tertinggalnya sebagian plasenta)
2. Tanda dan gejala perdarahan post partum lambat/sekunder
a)
Perdarahan yang bersifat merembes dan berlangsung lama serta mengakibatkan kehilangan
darah yang banyak.
b)
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di
dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
c)
Sub-involusio uterus
d)
e)
Lokhia mukopuruluen dan berbau (bila disertai infeksi)
E. Penanganan
Penanganan perdarahan post partum primer
Perdarahan karena atonia uteri:
1)
2)
Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi
bimanual.
3)
Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebgaian plasenta masih tertinggal, lakukan
evakuasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir.
4)
5)
6)
Bila semua tindakan di atas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan
spesifik sebagai berikut:
a)
Kompresi aorta abdominalis: raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan
posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi.
b)
Pada rumah sakit rujukan:
1.
1)
2)
3)
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap.
4)
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
5)
Khusus pada ruptur perineum komplit (hingga anus dan bagian rektum) dilakukan penjahitan
lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut:
a)
b)
Mulai panjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa, menggunakan
benang poliglikolik no 2/0 (dexon/Vicryl) hingga ke spingter ani. Jepit kedua spingter ani dengan klem
dan jahit dengan benang no 2/0
c)
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submokosa dengan benang yang sama
(atau kromik 2/0) secara jelujur.
d)
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler.
e)
Berikan antibiotik profilaksik (ampisilin 2g dan metronidazol 1 g peroral). Terapi penuh antibiotik
hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tandatanda infeksi yang jelas.
1.
1)
a)
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
b)
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi palsenta tidak terjadi,
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c)
Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena
kontraksi tonik yang timbul yang dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati
dan halus (melepaskan plasenta yang melekat erat secara paksa dapat menyebabkan perdarahan
atau perforasi).
e)
f)
g)
h)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
2)
Sisa plasenta
a)
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,
sebagian besar pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan subinvolusi uteri.
b)
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih
adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1
g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
c)
Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau dilatasi dan kuretase.
d) Bila kadar Hb < 8 g% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb 8 g%, berikan sulfas ferosus 600
mg/hari selam 10 hari.
3)
a)
Stabilisasi
b)
Transfusi dan produk darah lain (plasma, beku segar, trombosit, fibrinogen)
c)
Pemberian uterotonika
1.
menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan
plasenta yang tidak keluar.
5.
Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta.
6.
Pada kasus yang lebih jarang, jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan
ligasi uterina dan utero-ovarika atau histerektomi.
7.
Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histrektomi, jika
memungkinkan untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.