Anda di halaman 1dari 21

A. SKENARIO C.................................................................................................

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke Puskesmas dengan


keluhan anak tampak lesu. Si anak malas makan dan Berat Badan kurang dari
normal tetapi perut tampak agak buncit. Pada pemeriksaan fisis kuku terlihat
panjang dan hitam, bising usus sangat ramai dan nyaring. Pemeriksaan
laboratorium feses didapatkan telur yang dibuahi. Menurut ibunya, si anak suka
bermain tanah dan kebiasaan menggigit kukunya.

B. KATA SULIT

C. KALIMAT KUNCI
Perempuan 8 tahun
Tampak lesu
Malas makan dan berat badan menurun
Perut tampak buncit
Pemeriksaan fisi kuku terlihat panjang dan hitam
Bising usus sangat ramai dan nyaring
Feses didapatkan telur yang dibuahi
Anak suka main tanah
Mempunyai kebiasaan mengginggit kukunya

D. PERTANYAAN
1. Mengapa anak tersebut tampak lesu?
2. Bagaimana daur hidup parasit pada skenario ?
3. Patomekanisme terjadinya bising usus ?
4. Jelaskan hubungan gejala dan kebiasaan pada anak tersebut ?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis ?
6. Differensial diagnosis
a. Ascariasis
b. Ancylostomiasis & necatoriasis

E. JAWABAN
1. Mengapa anak tersebut tampak lesu?
Jawab :
Oleh karena kurangnya gizi tubuh tetntunya akan berdampak pada kurangnya
energi untuk beraktivitas. Hal ini bisa menyebabkan anak menjadi lemas dan
lesu disamping juga dapat disebabkan karena anemia yang sering terjadi pada
cacingan.
Anemia yang terjadi pada infeksi cacing dapat terjadi karena cacing menghisap
darah dalam tubuh sekitar 2-100 cc per hari. Jumlah kehilangan darah ini jika
berlangsung dalam jangka waktu yang lama (kronis) akan berdampak pada
timbulnya anemia. Anemia yang terjadi akibat infeksi cacing tergolong anemia
defisiensi besi terkait hilangnya simpanan besi tubuh yang hilang bersama
darah. Gejala anemia dapat berupa badan lemas, lesu dan mudah lelah. Indikasi
yang mudah dilihat adalah gambaran pucat pada telapak tangan atau
konjungtiva mata.1

2. Bagaimana daur hidup parasit pada skenario ?


Jawab :
Cacing dewasa menghasilkan telur-telur yang akan matang di tanah, saat telur
ini tertelan, larvanya akan melubangi dinding usus, bergerak ke hati, jantung
dan/atau paru-paru. Sesaat di dalam paru-paru, larva berganti kulit, setelah
sepuluh hari bermigrasi lewat saluran udara ke kerongkongan tempat dimana
mereka akan tertelan. Kemudian adapula masuk kedalam saluran pencernaan,
Dalam usus kecil cacing dewasa kawin dan betinanya menimbun telur-telur
yang akan dilepaskan keluar bersama feses. Siklus pun akan terulang kembali
bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.2

Pada scenario pasien anak perempuan tersebut sebelumnya harus ditegakkan


diagnosis dengan melakukan pemeriksaan feses terdapat telur yang telah
dibuahi. Apakah anak tersebut fesesnya merupakan telur dari Enterobiasis,
Necatoriasis atau anchilostomiasis.

3. Patomekanisme terjadinya bising usus ?


Jawab :
akibat dari aktivitas cacing yang ada pada usus halus dan gerakan peristaltik
yang meningkat pada usus.3

4. Jelaskan hubungan gejala dan kebiasaan pada anak tersebut ?


Jawab :
Kehilangan nafsu makan dan BB turun,
Nafsu makan yang hilang diakibatkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh
cacing dewasa di usus halus. Nafsu makan pada umumnya dikontrol oleh pusat
kepuasan yang terletak di hipotalamus medius dan lateralis. Hipotalamus juga
mengontrol pusat dibawahnya, terletak dibatang otak yang bertanggung jawab
untuk salivasi, pengunyahan, dan penelanan Sedangkan pusat diatas
hipotalamus bertanggung jawab terhadap apatis (keinginan untuk makan suatu
macam makanan tertentu). Mekanisme untuk menentukan macam makanan
ditentukan oleh memori penglihatan, pengecapan, penciuman dan
perabaan. Mengutarakan bahwa anoreksia dan penurunan berat badan sering
menyertai gejala infeksi/inflamasi. Beberapa sitokin yang terbukti
menyebabkan anoreksia, yaitu IL-1, IL-6, IL-8, dan IFN . Sitokin dilepaskan
sebagai reaksi terhadap kejadian infeksi atau inflamasi yang berpengaruh
secara langsung terhadap otak sehingga menyebabkan anoreksia. Jadi,
secara tidak langsung, saat nafsu makan pada anak kurang karena salah
satu faktornya yakni infeksi atau inflamasi maka asupan gizi yang
masuk kedalam tubuh juga berkurang sehingga terjadi penurunan berat
badan. 3

Perut buncit,
abdomen yang buncit bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni malnutrisi
dan obstruksi usus oleh cacing.
Malnutrisi,
pada anak dengan nafsu makan yang kurang akan mempengaruhi asupan gizi
yangkurang pula. Salah satunya adalah berkurangnya protein dan zat besi yang
masuk kedalam tubuh.Kurangnya zat besi dalam tubuh, dapat mempengaruhi
pembentukan Hemoglobin (Hb) yang merupakan komponen pembentuk
albumin selain protein. Albumin yang berfungsi untuk menyeimbangkan
osmolaritas cairan atau untuk retensi cairan berkurang sehingga penarikan
cairan dari ekstravaskuler kedalam intravaskuler juga berkurang sehingga pada
anak ini pada abdomennya tampak buncit
Di dalam tubuh nantinya telur ataupun larva cacing akan menetas dan
berkembang menjadi cacing dewasa dan hidup dalam usus. Cacing yang
bersifat parasit ini akan bersaing dengan tubuh untuk mendapatkan makanan.
Sari-sari makanan dalam usus akan direbut oleh cacing sehingga tubuh pun
kekurangan zat gizi. Meskipun makan dalam jumlah yang cukup, jika zat
nutrisi yang masuk direbut oleh cacing tentunya keterpenuhan gizi tubuh akan
tetap kurang
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis ?
Jawab :
A. Anamnesis4,5
a. Identitas : Nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status
perkawinan, pekerjaan dan alamat rumah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
I. Keluhan utama
i. Sejak kapan
ii. Kronologi/urutan waktu
iii. Deskripsi gejala atau keluhan yang ada pada pasien : Lamanya,
onsetnya (mendadak, atau mengangsur), faktor pencetus, gejala
yang menyertai yang diperkirakan berhubungan.
iv. Gejala lain yang dirasakan : Nyeri, mual dan atau muntah,
perubahan BAB, pendarahan rectum, Ikterus, Distensi abdomen,
Massa, pruritus, gatal
II. Anamnesis sistem yang lain
Kepala, Mata Telinga, Hidung, Mulut, Tenggorokan, Leher, Jantung
dan paru-paru, Lambung dan usus, Alat kelamin, Haid, Saraf dan otot,
Kejiwaan, Berat badan
a. Riwayat penyakit dahulu
b. Riwayat Keluarga

B. Pemeriksaan Fisik4,5
Pasien harus berbaring lurus di tempat tidur. Tangan berada di sisi tubuh.
Setelah itu dilakukan :
a. Inspeksi
I. Evaluasi penampilan umum
Sering memberi informasi yang berharga. Contohnya pada pasien
dengan kolik ginjal atau empedu, akan benar-benar terlihat menggeliat
di tempat tidur karena tidak dpaat menemukan posisi yang aman.
Sebaliknya, peritonitis yang nyeri hebat kalau bergerak, jadi secara
khas, pasien hanya terdiam dna biasanya lutut ditarik ke atas untuk
membantu relaksasi otot perut dan mengurangi tekanan intra
abdomen.
II. Menentukan frekuensi pernafasan
Pernafasan meningkat pada pasien dengan peritonitis generalisata,
pendarahan abdomen atau obstruksi usus
III. Inspeksi Kulit
Lihat apakah adanya warna kuning yang tampak (ikterus).
IV. Inspeksi Tangan
Lihat apakah ada otot-otot yang mengecil, dan juga melihat perubahan
dari warna dan bentuk kuku
V. Inspeksi Wajah
Perhatikan warna dan mukosa dari wajah. Contohnya, ketika terdapat
endapan melanin, berarti mengarah kepaa syndrome Peutz Jeghers;
Telangiektasis pada bibir dan lidah mengarah pada sindrome Osler
Weber rendu. Telangiektasi dapat berdarah secara tidak kentara,
sehinggan menyebabkan anemia.
VI. Inspeksi abdomen
Perhatikan apa yang terdapat pada abdomen, apakah ada
ketidaksimetrisan, distensi, massa, atau gelombang peristaltik yang
dapat dilihat. Lihat juga apakah umbilikus alami eversi, dimana itu
menandakan bahwa tekanan intra abdomen meningkat. Dan
perhatikan juga tanda lainnya
VI. Inspeksi hernia
Pasiennya disuruh batuk, kemudian pemeriksa melihat pada daerah
inguinal, umbilikal dan femoral karena apabila terjadi penonjolan
pada daerah ini, mungkin pasien mengalami hernia.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan diluan karena akan mengubah motilitas dari usus,
sehingga akan mengubah hasil yang didapat nantinya.
Bunyi yang didengar adalah bunyi usus di mana tiap 5-10 detik akan
bernada tinggi. Apabila terdengar bunyi bruit, maka itu biasanya terjadi
pada orang yang menderita stenisis arteri renalis atau aorta abdomminal.
c. Perkusi
Untuk memperlihatkan adanya distensi dari gas, cairan atau massa padat.
Bunyi yang normal ditemukan yaitu tymphani, dan daerah pekak pada
bagian hepar.
d. Palpasi
Biasanya dibagi menjadi 2 : Palpasi ringan dan alpasi dalam. Kita
melihat apakah ada nyeri pada saat palpasi

C. Pemeriksaan Penunjang6
Dilakukan pengambilan spesimen berupa feses (larva/ telur/ cacing) dan
darah (eosinofil).
7. Differensial diagnosis
a. Ascariasis
Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu
jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.7
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan
mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus,
mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan
penyerapan makanan.12
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di
beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun
sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih
tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena
aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat
antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.12

Gambar Cacing Ascaris Lumbicoides dewasa.10

Epidemologi
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi
dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Ascariasis adalah salah satu infeksi
parasit pada manusia yang paling umum. Sampai dengan 10% dari penduduk
negara berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan
oleh Ascaris. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000
kematian per tahun, terutama pada anak.7
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan
intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki
infeksi simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing
tambang. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa wanita dewasa Vietnam
yang tinggal di daerah pedesaan, terutama yang terkena tanah pada malam hari
dan tinggal di rumah tangga tanpa jamban, beresiko sangat tinggi untuk
ascariasis. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada 2005 adalah
sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur
dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat
lain di Asia Selatan, 84 juta dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23
juta di Timur Tengah dan Afrika Utara.10

Etiologi dan Patofisiologi


Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja
atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam
usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui
aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke tenggorokan dan tertelan.
Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa
yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat bertelur yang
kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau
hewan yang mengandung telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur
berkembang di tanah dan menjadi infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi
dapat tetap infektif selama beberapa bulan atau tahun.7
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika
tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan
pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk
kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju
jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan
masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva
tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler,
masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea,
laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui
saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus.
Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi
menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan.11
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan
sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan
200.000 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3
4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium
ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja
manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai
stadium III yang bersifat infektif.11
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak
terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar,
yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang
cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat
tersebar dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang.
Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif
masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva
itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi
tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung
dengan kulit.11
Gambar Siklus Hidur Askaris12

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk,
dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia,
dan diare intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus parsial atau
lengkap oleh cacing dewasa. Penyakit kuning, mual, muntah, demam, dan nyeri
perut berat mungkin mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis.3
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan demam
mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen tidak
spesifik tetapi adalah umum pada anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama
di kuadran kanan atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah, mungkin
mengindikasikan komplikasi ascariasis. Bukti untuk kekurangan gizi karena
ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti ditunjukkan
oleh penelitian albumin dan pertumbuhan pada anak yang diamati secara
prospektif. Beberapa penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan
perkembangan gizi atau karena ascariasis.10
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh
migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena
infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup
besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan
gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang
menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang
disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis
dan iritasi pernapasan bagian atas.12,13
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke
organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus
dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan
manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut:
1 Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat
rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2 Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks,
saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.12,13

Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul
kolangitis supuratif dan abses multiple. Untuk menegakkan diagnosis pasti
harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur
cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam
cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.5,6
Penatalaksanaan
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah orang
yang terinfeksi penyakit askariasis:1
- menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran
manusia;
- mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum mengambil makanan;
- mencuci, mengupas atau memasak semua sayuran mentah dan buah-buahan;
- melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan makanan
apapun yang jatuh di lantai.
Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat
pembuangan kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana
limbah digunakan untuk irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa
teknologi lainnya yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan
tumbuh di tanah yang terkontaminasi.7
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut
menimbulkan efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat
cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek
samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya. 12,13
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:7, 9,11,12
1. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang
baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa
melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus
terjadi migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah
ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (welltolerated). Obat ini
mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing
tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi
multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis
tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan
mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius
vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan
dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg
piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan
mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti
berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.
5. Albendazole
Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja
terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya aktivitas
larvisidal dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja menghambat
pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan dimana larva bertempat
tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan glikogen dalam tubuh parasit
yang mana menyebabkan berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate
(ATP). ATP ini penting untuk reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan
kemudian parasit akan mati.1
Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan
infeksi Echinococcus pada manusia.Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris
lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium
strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus
granulosus .1
Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan efek
samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah
dan diare. S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil
transmitted helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja
diperiksa ulang pada minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini
diperoleh angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5%
untuk Trichuris trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides.1
Pencegahan
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat
mempunyai arti dalam penanggulangan infeksi cacing ini. Suatu pengalaman
oleh E. Kosin pada tahun 1973, yang mana telah dilakukan suatu penelitian
kontrol ascariasis di suatu desa di daerah Belawan, Sumatera Utara,yang mana
diketahui prevalensi cacinggelang pada anak 85%> setelah pengobatan massal,
angka infeksi menurun drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan kemudian,
saat anak-anak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat
mengejutkan yaitu angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan
penelitian, ternyata cacing yang berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi
tersebar di sembarang tempat dan terjadi pencemaran tanah dengan telur cacing
dam ini merupakan sumber infeksi.13
Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam
beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya
menghapus cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi
jumlah komplikasi. Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang
yang akan terjadi.11
Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam perbaikan
ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat badan.
Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki
toksisitas dan yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan
manajemen konservatif.11

b. Ancylostomiasis & necatoriasis

Infeksi cacing tambang di Indonesia disebabkan oleh cacing nematoda yang


hidup melekat pada dinding usus dan menimbulkan perdarahan, yaitu Necator
Americanus yang menimbulkan Necatoriasis dan Anchylostoma duodenale
yang menimbulkan Anchylostomiasis.1............................................................

Epidemiologi
Manusia adalah satu-satunya Hospes definitive dari necator americanus dan
Anchilostoma duodenale ini. Telur yang keluar dari usus penderita akan
tumbuh di tanah menjadi larva Rabditiform( tidak infektif ), kemudian
berkembang menjadi larva filariform yang infektif yang mampu menembus
kulit manusia. 1
Cacing dewasa hidup di usus halus dengan melekatkan diri menggunakan
giginya.1
Larva filariform beredar di aliran darah sebelum tumbuh menjadi cacing
dewasa yang hidup di usus halus.

Diagnosis
Gejala klinis dapat ditimbulkan baik oleh cacing dewasa ataupun larvanya.
Cacing dewasa mengisap darah penderita. Seekor cacing Necator Americanus
menimbulkan kehilangan darah sekitar 0,1 cc perhari, sedangkan seekor cacing
Anchylostoma duodenale menimbulkan kehilangan darah sampai 0,34 cc
perhari. 13
Larva cacing menimbulkan dermatitis pada waktu menembus kulit penderita
dan menimbulkan alergi pada waktu beredar di dalam darah.

Gejala klinis
1 Anemia mikrositik hipokrom
2 Gambaran umum kekurangan darah seperti pucat, perut buncit, rambut
kering dan mudah lepas.
3 Rasa tak enak di epigastrium
4 Sembelit, diare
5 Ground-itch (gatal kulit di tempat masuknya larva cacing )
6 Gejala bronkhitis ( batuk, kadang-kadang berdarah ). 7

Diagnosis banding
1 Askariasis
2 Trikuriasis
3 Tuberulosis

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroskopis terhadap tinja untuk menemukan telur cacing.
Pemeriksaan darah menunjukkan gambaran :
1 Hemoglobin menurun
2 MCHC <31-36 gr/dl
Pada apusan darah didapatkan
1 hipokrom mikrositer
2 leukopeni
3 eosinofilier sekitar 30%
4 anisositosis atau poikilositosis. 1

Pengobatan
1 terapi anemia menggunakan preparat besi diberikan secara oral maupun
parenteral
2 obat cacing yang dapat diberikan peroral :
a Pirantel Pamoat 10 mg/kg BB sebagai dosis tunggal
b Oxantel Pamoat 10-20 mg/kg BB sebagai dosis tunggal
c Mebendazol 2 x 100 mg/hari , diberikan 3 hari berturut-turut
d Levamisol diberikan sebagai dosis tunggal. Pada orang dewasa diberikan
150mg, sedangkan dosis anak 25 mg/kg BB. 1

Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya infeksi baru atau reinfeksi dilakukan pengobatan
massal dan perorangan dengan obat cacing
Pendidikan kesehatan dengan membuat jamban yang baik dan selalu berjalan
di tanah menggunakan alas kaki. 1

Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi komplikasi,
prognosisnya akan tetap baik.
REFERENSI
1. Sudarmo,SS.Garna Herry. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Kedokteran Tropis. Soedarto. Airlangga University Press. Surabaya : 2007. Halaman
77-79.
3. Kerwin MLE. Empirically Supported Treatment in Pediatric Psychology.
Journal of Pedoatric Pyschology.1999; 24 (3): 193-214
4. Markum, H.M.s. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI. 2005
5. Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC. 1995
6. Sudoyo, W. Ari; dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing. 2009
7. World Health Organization (WHO). Water related diseases: Ascariasis.
Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH)
Available at URL: http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/
ascariasis/en/. Accessed on Dec 2014
8. Mardiana and Djarismawati. Helminthiosis Prevalence Among Compulsory
Learning of Public School Children In The Slum Areas Of Poverty
Elimination Integrated Program in Jakarta Province. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008 : 769 774.
9. Haburchak, David R. Ascariasis. Division of Infectious Disease, Medical
College of Georgia. Available at URL: http://emedicine.medscape.com/
article/212510-overview. Accessed on Dec 2014.
10. Shoff, William H. Pediatric Ascariasis. Department of Emergency Medicine,
Hospital of the University of Pennsylvania. Available at URL:
http://emedicine.medscape.com/article/996482-overview Accessed on Dec
2014.
11. Syamsu, Yohandromeda. Ascariasis, Respons IgE dan Upaya
Penanggulangannya. Program Studi Imunologi Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga.
12. Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.
13. Jagota SC, 1986. Albendazole, a Broad Spectrum Anthelmintic, in the
Treatment of Intenstinal Nematode and Cestode Infection: A Multicenter
Study in 460 Patients. Clin.Ther ; 8 : 226-231, 1986.

Anda mungkin juga menyukai