Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulau Bawean merupakan salah satu pulau kecil di Indonesia yang
terletak 150 km ke arah utara dari pulau Jawa. Secara administratif, Pulau
Bawean menjadi bagian wilayah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur,
yang dibagi menjadi dua kecamatan yakni Sangkapura dan Tambak. Pusat
data dan informasi Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Gresik
tahun 2013 menunjukkan luas wilayah pulau Bawean yaitu 197 km2 dengan
jumlah penduduk 118.841 jiwa. Kebanyakan masyarakat pulau Bawean
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, petani, TKI di Malaysia atau
Singapura, dan tidak sedikit yang merantau ke luar pulau.
Potensi sumber daya alam pulau Bawean yang mulai terekspose
mengakibatkan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang. Meningkatnya
jumlah wisatawan baik lokal maupun mancanegara dari tahun ke tahun tidak
diikuti dengan kesadaran wisatawan untuk menjaga lingkungan. Rendahnya
pengetahuan masyarakat daerah juga salah satu faktor utama kerusakan alam
mulai terjadi di sana. Meningkatnya petumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat setempat akan sia-sia apabila tidak diimbangi dengan
keberlanjutan ekosistem laut sebagai daya tarik utama wisatawan yang datang.
Pengelolaan dan pelestarian ekowisata bahari secara terpadu dapat
meningkatkan biodiversitas suatu ekosistem. Untuk itu dibutuhkan kelompok
masyarakat sebagai tonggak perubahan dan perbaikan suatu daerah. Kelompok
masyarakat yang diangap memiliki peran penting dalam hal tersebut adalah
pemuda. Dengan pola pikir baru dan aksi nyata dalam setiap kegiatan,
program yang telah direncanakan dapat berjalan dengan baik dan tepat
sasaran.
Jumlah pemuda pulau Bawean yakni 32.801 jiwa dan merupakan
jumlah terbanyak dari kelompok masyarakat lainnya (Dinas Kependudukan
Kabupaten Gresik, 2013). Nilai tersebut menunjukkan besarnya potensi
2

keberhasilan upaya pemberdayaan pemuda untuk mengelolah pulaunya


sendiri. Penanaman rasa cinta akan alam menjadi dasar pentingnya pelestarian
dan perlindungan dilakukan. Kreativitas setiap pemuda dan berbagai inovasi
sebagai outputnya merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya dan
harus terus dikembangkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di sub bab
sebelumnya, masalah yang dihadapi yaitu bagaimana upaya pemberdayaan
pemuda dalam pengelolahan ekowisata bahari yang berkelanjutan di Pulau
Bawean, Kabupaten Gresik?
1.3 Tujuan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk merumuskan upaya
pemberdayaan pemuda dalam program pengelolahan ekowisata bahari yang
berkelanjutan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.
1.4 Manfaat
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
jawaban dari permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Terwujudnya aktivitas ekowisata bahari yang berkelanjutan.
1.4.2 Menyumbang ide kreatif untuk memecahkan masalah terkait dengan
konservasi sumber daya laut.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemuda


Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang
mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami
perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya
manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon
generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Secara
internasional, WHO menyebut sebagai young people dengan batas usia 10-
24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut adolescenea atau remaja.
Menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang
berusia antara 18 hingga 35 tahun. Menilik dari sisi usia maka pemuda
merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Oleh
karenanya pemuda selalu memiliki aspirasi yang berbeda dengan aspirasi
masyarakat secara umum. Pemuda kebanyakan lebih dilihat pada jiwa yang
dimilikinya. Jika orang tersebut memiliki sifat yang suka memberontak,
penuh inisiatif, kreatif, antikemapanan, serta ada tujuan lebih membangun
kepribadian, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai pemuda.
Acuan inilah yang pada masa lalu digunakan, sehingga pada saat itu
terlihat bahwa organisasi pemuda itu lebih banyak dikendalikan oleh orang-
orang yang secara usia sudah tidak muda lagi, tetapi mereka mempunyai jiwa
pemuda. Oleh sebab itu kelemahan dari pemikiran yang kedua itu organisasi
kepemudaan yang seharusnya digunakan sebagai wadah untuk berkreasi dan
mematangkan para pemuda dijadikan kendaraan politik, ekonomi, dan sosial
untuk kepentingan perorangan dan kelompok.

2.2 Definisi Ekowisata


Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009
tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah Pasal 1 ayat 1.
Ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab
4

dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan


terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan
pendapatan masyarakat lokal.

2.3 Prinsip Ekowisata


Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata UNESCO tahun 2009,
menyebutkan bahwa terdapat lima prinsip yang digunakan dalam
pengembangan Ekowisata di Indonesia, yaitu:
1. Pelestarian
Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang
dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan
dan budaya setempat.
2. Pendidikan
Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur
pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain
dengan memberikan informasi menarik
3. Pariwisata
Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan
dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi.
4. Partisipasi Masyarakat
partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan
menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan.

2.4 Literatur Riview


Sebuah konsep ekowisata diyakini dapat berengaruh positif pada dua
pihak, yaitu SDA dan SDM. Namun, bila wisatawan yang datang tidak paham
tentang konsep yang dimaksud dampaknya justru akan menjadi negatif.
Dampak negatif dari banyaknya wisatawan yang berdatangan pada suatu
wilayah yaitu kerusakan lingkungan. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran
5

masyarakat yang berkunjung tentang konsep ekowisata disebabkan karena


lemahnya manajemen dan peran masyarakat.
Pulau Hoga yang terletak di gugusan Kepulauan Wakatobi Provinsi
Sulawesi Tenggara merupakan kawasan ekowisata yang aktivitas
pariwisatanya pada tahun 2006 pernah mengalami degradasi lingkungan.
Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang memiliki
keanekaragaman hayati laut terlengkap di dunia (Hidayati, dkk, 2008).
Aktivitas pariwisata seperti halnya selam dan snorkeling yang kurang
memiliki tanggung jawab berimbas pada kerusakan lingkungan yang terjadi
di beberapa titik. Kehadiran Operation Wallacea sebagai pusat konservasi
terumbu karang dan perikanan tidak menjamin bahwa segala aktivitas dan
kegiatan wisata bahari di Pulau Hoga merupakan aktivitas yang tidak
merusak atau tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.
6

BAB III
METODOLOGI

3.1 Deskripsi Penelitian


Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis yakni menjabarkan dan
menganalisis data-data yang ada dengan mengolah dari berbagai sumber.
Data dan fakta yang berhubungan dengan pembahasan tema ini berasal dari
tahapan-tahapan pengumpulan data dengan pengamatan langsung di lapangan
dan pembacaan secara kritis terhadap ragam literatur yang berhubungan
dengan tema pembahasan.
Peneliti membuat konsep dengan mengusung sebuah program go blue
yang diterapkan melalui pemberdayaan pemuda Bawean. Hal ini dicanangkan
sebagai upaya untuk pengelolahan dan pengembangan potensi ekowisata
bahari secara berkelanjutan di Bawean. Penelitian ini mendeskripsikan
temuan data mengenai keadaan pulau Bawean beserta potensi yang terkait
sebagai sasaran daerah yang akan diolah, dikembangan, dan dikonservasi.

3.2 Tempat Penelitian


Tempat penelitian merupakan hal yang mendasari pemilihan,
pengolahan, dan penafsiran suatu data dan keterangan yang berkaitan dengan
apa yang menjadi tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau
Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau Bawean terletak sekitar 150
km dari Kabupaten Gresik, ke arah utara dari laut Jawa. Letak geografis pulau
tersebut ada pada 5o40 5o50 LS dan 112o3 112o36 BT.
Luas total Pulau Bawean sekitar 197 km2 dengan daerah yang
bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau. Secara
administratif pulau ini berada dalam wilayah tingkat II kabupaten Gresik dan
terbagi atas dua kecamatan dan 30 desa, dengan rincian Kecamatan
Sangkapura terdiri dari 17 desa dan Kecamatan Tambak terdiri dari 13 desa
(Ramli, 2012).
7

3.3 Metode Pengumpulan Data


3.3.1 Jenis Data
a. Data primer, merupakan data yang dihimpun sendiri dari responden
langsung pada objek penelitian.
b. Data sekunder, yaitu data pelengkap yang sifatnya mendukung
keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan sumber-
sumber tertulis yang diambil langsung dari objek penelitian.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Kajian pustaka, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
mempelajari teori-teori dan literatur yang berhubungan dengan judul
penelitian.

3.4 Rancangan Penelitian


Mulai

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Studi Literatur Pengamatan Langsung

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian


8

3.5 Mekanisme Penelitian


Mekanisme penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti yaitu melalui
beberapa tahap, seperti berikut :
3.5.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini merupakan tahap pengumpulan informasi
awal untuk mengidentifikasi, merumuskan, dan menentukan tujuan
dari pemecahan masalah dengan mempertimbangkan pengetahuan
berdasarkan fakta fakta dan literatur yang ada.
a. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini, maka masalah
yang ingin diselesaikan atau diteliti harus diidentifikasikan secara
jelas untuk menghindari kerancauan yang dapat timbul, serta
menentukan studi kasus bagaimana yang akan digunakan.
Masalah yang diangkat yaitu pemberdayaan pemuda dalam
pengelolahan dan pengembangan potensi ekowisata bahari Pulau
Bawean. Setelah masalah teridentifikasi, maka dilanjutkan dengan
perumusan masalah yang ada secara rinci agar diketahui secara
tepat pokok permasalahannya.
b. Tujuan Penelitian
Dari masalah-masalah yang didapatkan ditentukan pula
tujuan yang ingin dicapai. Sehingga masalah yang dihadapi akan
menghasilkan solusi yang sesuai dengan tujuan.
c. Studi Literatur
Pengumpulan data referensi yang dilakukan pada penelitian
ini melalui dokumen primer dan sekunder. Dalam hal ini digunakan
sumber- sumber yang berupa dokumen yang diterbitkan maupun
yang tidak diterbitkan, seperti laporan-laporan (reports), statistik,
jurnal, buku elektronik (ebook), dan pengamatan secara langsung
keadaan di Pulau Bawean.
Studi literatur ini dilakukan untuk memperoleh dan lebih
memahami teori-teori yang berhubungan dengan pemecahan
9

masalah. Selain itu juga untuk mengetahui penelitian-penelitian


terdahulu yang telah dilakukan untuk meyakinkan bahwa yang
diteliti saat ini belum pernah dilakukan atau merupakan
pengembangan dari penelitian terdahulu.

3.5.2 Tahap Analisa dan Kesimpulan


a. Analisa Data
Dari hasil Analisis data yang telah dilakukan maka dapat
diinterpretasikan sehingga lebih mudah dimengerti maksudnya dan
dilakukan analisa yang lebih mendalam. Dari analisa ini dapat
diketahui bahwa pemberdayaan pemuda sangat penting untuk
mengelola ekowisata bahari yang ada di Pulau Bawean. Kegiatan
yang melibatkan pemberdayaan pemuda ini dapat mendukung
kemajuan daerah Bawean yang mempunyai wisata serta
kebudayaan unik. Pengelolaan ekowisata bahari di Bawean telah
penulis konsep melalui program Go Blue.
b. Kesimpulan
Setelah semua pengolahan, dan analisa data maka ditarik
suatu kesimpulan yang merupakan ringkasan akhir dari hasil yang
mampu menjawab tujuan penelitian yang dilakukan melalui
program Go Blue.
10

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Potensi Wisata Bahari Pulau Bawean


4.1.1 Wisata Bahari
Menurut UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Berikut
adalah potensi objek wisata di Pulau Bawean (table 4.1)

Tabel 4.1. Objek wisata Unggulan Pulau Bawean

No Objek Wisata Penilaian Pangunjung (%)


1 Danau Kastoba 26.83
2 Penangkaran Rusa 13.41
3 Air Terjun 13.41
4 makam Panjang 10.98
5 Pulau Noko 6.1
6 Cagar Alam 4.88
7 Pantai Ria 4.88
8 Pulau Gili 4.88
9 Pantai selayar 3.66
10 Pulau Selayar 3.66
11 Suaka Margasatwa 2.44
12 Pantai Tajunggahan 2.44
13 Lainya 2.44
14 Sumber Air Panas 1.22
Menurut Penilaian Pengunjung (Sumber: Ramli, 2012)

Pada tabel 4.1 menunjukkan objek wisata unggulan di pulau


Bawean menurut penilaian pengunjung. Enam dari empat belas objek
wisata unggulan diatas termasuk wisata bahari. Ini membuktikan
bahwa wisata bahari di pulau Bawean sangat berpotensi dalam
perkembangannya. Pulau Bawean memiliki pulau-pulau kecil
disekitarnya.
Pulau-pulau kecil ini merupakan daerah yang kaya ikan dan
organisme laut lain serta memiliki sebaran terumbu karang yang
11

cukup luas dan variatif. Kekayaan dan keanekaragaman hayati di


sekitar pulau-pulau kecil di pulau Bawean selama ini sudah banyak
dieksploitasi, baik dari penduduk lokal maupun dari luar Bawean.
Namun, Kesejahteraan masyarakat lokal belum memperlihatkan
peningkatan yang berarti.
Kondisi ini menyiratkan perlunya upaya untuk memahami
dengan baik potensi dan karakter sumberdaya wilayah pulau-pulau
kecil, bukan hanya sebatas eksploitasi fisik sumberdaya, namun
pengembangan potensi alternatif sumberdaya untuk dimanfaatkan
secara optimal dan berkelanjutan.

4.2 Konsep GO BLUE


Sebagai salah satu bagian dari bangsa, pemuda adalah generasi penuh
energi dengan aktivitas-akivitas yang positif. Pemuda diharapkan mampu
menjadi kunci pergerakan perubahan bangsa menjadi lebih baik. Kalangan
pemuda dianggap sebagai kelompok masyarakat yang memiliki wawasan luas
dan terbuka terhadap sesuatu yang baru atau asing. Oleh karena itu, mereka
diharapkan dapat menjadi jembatan yang dapat menghubungkan antara
kearifan lokal dengan kebutuhan wisatawan. Kalangan pemuda harus menjadi
pelopor dalam pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan.
Namun demikian, pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan
berarti harus mematuhi batas-batas tertentu untuk menjamin keberlanjutan
dimaksud. Di sinilah letak pentingnya peran kaum muda untuk menciptakan
keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dalam
kaitannya dengan pembangunan. Melihat besarnya potensi bahari di pulau
bawean yang telah disampaikan dalam karya tulis ilmiah ini, membuktikan
bahwa perlu adanya pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan. Oleh sebab itu
diperlukan keberanian untuk berkontribusi dalam upaya pengelolaan
ekowisata bahari yang berkelanjutan melalui sebuah program Go Blue.
Program ini meliputi Blue Waste, Blue Dive, dan Blue Culture. Go
Blue mencakup pengelolaan sampah, petunjuk wisata bawah air yang baik dan
12

benar, serta kelestarian dan kearifan budaya Bawean. Diharapkan melalui


program ini Bawean mampu menjadi salah satu ikon wisata di Jawa Timur
yang tetap mempertahankan kelestarian alam maupun budayanya.

4.2.1 Blue Waste


Blue-waste merupakan salah satu program Go-Blue yang
mengacu pada membuang sampah bersahabat dengan tidak melukai
alam. Konteks alam yang dimaksud yakni laut yang merupakan
sumber kehidupan manusia dan berbagai biota di dalamnya. Program
blue-waste dilaksanakan sebagai upaya keberlanjutan ekowisata
bahari di Pulau Bawean. Pulau Bawean dipilih karena dianggap
memiliki potensi wisata yang besar namun kini cenderung menurun
karena kurang matangnya konsep Ekowisata dalam setiap kegiatan.
Tidak membuang sampah di laut merupakan kegiatan mudah
bila paradigma masyarakat setempat menjadikan laut sebagai halaman
depan mereka. Permasalahan sampah plastik yang ada di laut memang
tidak ada habisnya. Melambatnya pertumbuhan terumbu karang,
rendahnya kadar gizi ikan, dan rusaknya pemandangan bawah laut
akan terjadi bila sampah plastik berada di laut. Upaya yang perlu
dilakukan yaitu:
1. Menyediakan tempat sampah.
2. Membuat slogan-slogan berupa poster atau banner yang
menunjukkan dilarang membuang sampah di sekitar pantai
maupun di pemukiman masyarakat.
3. Melakukan berbagai sosialisasi baik kepada warga setempat
maupun wisatawan yang datang agar tidak membuang sampah
di laut.
4. Langsung mengambil sampah plastik yang berada di dasar laut,
di sela-sela terumbu karang, di akar-akar mangrove atau di
tempat lain yang memungkinkan adanya sampah plastik.
13

4.2.2 Blue Dive


Pulau Bawean memiliki sejumlah daerah yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang dapat menarik wisata
domestik maupun internasional khususnya wisata bahari. Sebagai
kawasan wisata khususnya wisata bahari kegiatan yang banyak
diminati di kawasan ini adalah olahraga diving atau menyelam.
Tempat tujuan yang bisa dikunjungi para wisatawan untuk diving
adalah di pulau Noko dan pulau Gili, sebuah pulau kecil yang terletak
di dekat pulau Bawean karena keindahan terumbu karang yang ada di
bawah laut (Fajaruddin, 2014).
Menyelam dan snorkeling merupakan salah satu cara yang
paling baik untuk mengekplorasi keindahan ekosistem terumbu
karang. Mengingat kondisi terumbu karang saat ini yang tengah
menghadapi tekanan yang berat, maka para penyelam dapat
memainkan peran yang sangat penting dalam melindungi keberadaan
habitat ekosistem ini. Untuk mencegah adanya kerusakan yang lebih
parah pada terumbu karang akibat bertambahnya wisatawan di Pulau
Bawean, Salah satu program Go Blue ialah Blue Dive.
Blue Dive dimaksudkan agar para wisatawan yang akan
melihat keindahan terumbu karang tetap menjaga lingkungan laut
selama penyelaman. Blue Dive merupakan do and dont ketika
menyelam pada spot-spot terumbu karang. Berikut adalah petunjuk
Blue Dive:
a. Jangan pernah mengambil biota laut hidup maupun yang
telah mati pada saat penyelaman. Jika setiap penyelam
mengambil biota laut hidup maupun yang mati dari tempat
asalnya, ini akan berdampak pada lingkungan karang suatu
hari nanti. Karena perubahan sekecil apapun yang terjadi pada
lingkungan terumbu karang akan mengakibatkan efek yang
besar dikemudian hari.
14

b. Gunakanlah Fin dengan baik dan benar. Hal ini


dimaksudkan agar setiap penyelam memperhatikan fin yang
digunakan. Jika penyelam tidak benar dalam menggunakan
finnya, maka dikawatirkan fin yang digunakan dapat merusak
terumbu karang. Selain itu, penggunaan fin yang kurang baik
dan benar dapat mengakibatkan sediman disekitar terumbu
akan berhamburan. ini akan berpengaruh terhadap jumlah
cahaya yang masuk ke dalam laut, sementara cahaya sangat
diperlukan oleh zooxanthella untuk fotosintetik dan hidup di
dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu karang.
c. Jangan membuang sampah ke laut saat penyelaman,
karena ini akan menimbulkan kerusakan di lingkungan laut.
Lebih baik jika setiap penyelam mengambil sampah yang
ditemui saat melakukan penyelaman.
Ketiga hal tersebut merupakan point terpenting pada saat
penyelaman, selain itu menurut Green Fins terdapat beberapa
petunjuk tambahan seperti tidak boleh menginjak karang, tidak boleh
menyentuh biota, dilarang menggunakan sarung tangan, tidak
menggunakan jangkar kapal, tidak boleh memberi makan ikan,
dilarang memburu ikan/ menggunakan spear gun, menggunakan
pelampung saat snorkel, dilarang memkonsumsi sirip ikan hiu dan
membeli cinderamata berupa terumbu karang atau biota laut lain yang
telah mati.

4.2.3 Blue Culture


Menteri Kebudayaan dan pariwisata, Jero Wacik, mengatakan
bahwa kebudayaan mempunyai peran yang vital dalam pengembangan
kepariwisataan nasional. Pada masing-masing komunitas budaya itu
sangat penting untuk saling mengembangkan kearifan lokalnya
sebagai modal sosial untuk menumbuhkan rasa persaudaraan yang
kuat antar kelompok umat beragama.
15

Blue culture adalah salah satu program yang melestarikan


kebudayaan daerah serta dapat menjalin kerukunan antar masyarakat.
Program ini akan dimulai dari para pemuda yang ada di Pulau
Bawean, karena pemuda merupakan aset bangsa yang harus
mendapatkan bekal agar mampu menjunjung tinggi nilai kebudayaan
di daerah. Seperti halnya Pulau Bawean yang disebut Pulau Majdi,
berasal dari bahasa arab yang berarti temuan. Dari segi ini Pulau
Bawean merupakan pulau bertemunya berbagai macam etnis dan
budaya dari berbagai kawasan.
Penduduk Pulau Bawean merupakan pembauran beberapa
suku yang berasal dari pulau Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi,
dan Sumatera termasuk budaya dan bahasanya (BPS Kab. Gresik,
2013). Kearifan lokal di Bawean, yang merupakan bagian kecil dari
Kab. Gresik dibatasi pada tradisi, seni, dan budaya. Adapun kearifan
lokal masyarakat Bawean yang sering ditemukan dalam beberapa
tradisi dan budaya sehingga dapat berkembang di daerah tersebut,
seperti tradisi pengantin amaen, pencak Bawean, dan festival molod
Bawean.
Pertama, budaya Bawean dalam prosesi penikahan adalah
pengantin amaen. Prosesi amaen dipahami sebagai kegiatan keluarga
besar mempelai putri mendatangi keluarga mempelai putra.
Kedatangannya dengan membawa oleh-oleh yang diberikan kepada
pihak yang didatangi, tujuannya adalah mengenalkan isterinya kepada
keluarga sang suami. Pada proses ini tidak hanya keluarga mempelai
puteri saja yang ikut, tapi selutuh keluarga besar pengantin wanita ikut
mengiringi sehingga terkesan besar-besaran.
Kedua, budaya yang dimainkan saat ada acara pernikahan
adalah pencak Bawean. Semula setiap ada acara pernikahan, jawara
kampung didatangkan untuk mencoba kembali kemampuan ilmu bela
diri dengan membawa tiga orang pengikut. Biasanya diawali dengan
adu pedang, dilanjutkan dengan duel tangan kosong. Keduanya
16

sampai begulingan di atas panggung. Inilah pencak silat Bawean.


Atraksi ini biasa ditampilkan pada momentum tertentu.
Pencak Bawean dulu sangat terkenal, karena hal ini merupakan
bekal wajib bagi kaum laki-laki. Pencak silat juga menjadi sarat
utama, sebelum kaum lelaki Bawean merantau. Bawean yang alamnya
tidak begitu subur menjadikan penghuninya harus berpikir dan
berusaha keras untuk mempertahankan hidupnya. Biasanya peserta
dari anak muda terutama yang menginjak dewasa dan menjelang pergi
merantau. Bela diri ini pada hakekatnya untuk membekali diri saat
pergi jauh untuk merantau di negeri orang.
Ketiga, budaya Bawean yang palin meriah disetiap tahunnya
adalah festival molod Bawean. Event ini menjadi etalase budaya
masyarakat Pulau Bawean yang sebenarnya. Dengan tetap
mempertahankan ciri khas dari Molod Bawean yang berupa adanya
bherkat angkatan yang dikoordinir secara besar-besaran. Selain itu,
diadakan beberapa pertandingan atau lomba-lomba adalah suatu usaha
untuk menciptakan suasana bulan Maulid terasa seperti suasana dalam
masyarakat yang sebenarnya.
Ketiga budaya itulah yang paling kuat, sehingga dibutuhkan
pemuda yang benar-benar bisa menjaga budaya dan selalu
melestarikannya. Dengan konsep blue culture diharapkan upaya
pelestarian tradisi budaya Bawean bisa tercapai serta bisa menjadi
daya tarik wisata budaya. Sehingga budaya yang ada dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bawean. Tetap
memberdayakan peran pemuda sebagai pemeran utama dari
terciptanya keselarasan budaya yang ada di Pulau Bawean.

4.3 Peran Pemuda dalam Program GO BLUE


Sebagai salah satu bagian dari bangsa, pemuda adalah generasi penuh
energi dengan aktivitas-akivitas yang positif. Pemuda diharapkan mampu
menjadi kunci pergerakan perubahan bangsa menjadi lebih baik. Kalangan
17

pemuda dianggap sebagai kelompok masyarakat yang memiliki wawasan luas


dan terbuka terhadap sesuatu yang baru atau asing. Oleh karena itu, mereka
diharapkan dapat menjadi jembatan yang dapat menghubungkan antara
kearifan lokal dengan kebutuhan wisatawan. Kalangan pemuda harus menjadi
pelopor dalam pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan.
Merupakan ekowisata bahari berbasis masyarakat yang menjadi
program Pokmaswas Bawean. Pokmaswas (Kelompok Masyarakat
Pengawas) memiliki peran dalam konservasi lingkungan laut di Pulau
Bawean. Namun, kelompok ini masih terkendala dalam perencanaan jangka
panjang pada pengembangan kegiatan dalam pokmaswas pulau Bawean. Oleh
sebab itu perlu adanya terobosan baru untuk meningkatkan kinerja pada
setiap kegiatan pokmaswas khususnya bidang ekowisata bahari berbasis
masyarakat.
Menurut Direktorat Produk Pariwisata, Ekowisata bahari berbasis
masyarakat ialah pola ekowisata yang mendukung keterlibatan penuh oleh
masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan
ekowisata bahari. Melihat kendala pada pokmaswas, salah satu terobosan
yang dapat dilakukan Pokmaswas bawean ialah dengan bekerja sama dengan
karang taruna setempat. Selain untuk regenerasi pokmaswas hal ini
dikarenakan peran pemuda sangat berpengaruh untuk perkembangan potensi
pulau Bawean dimasa depan.
Peran pemuda dalam pengelolaan ekowisata bahari ini merupakan
salah satu point terpenting dalam kelestarian lingkungan di Pulau Bawean.
Pemuda lokal sangat berperan penuh, ini didasari karena merekalah yang
mengetahui karakteristik hingga kondisi diwilayah mereka sendiri.
Keterlibatan pemuda dalam pengelolaan ekowisata bahari ini berarti
mengakui hak pemuda lokal dalam pengelolaan potensi bahari yang dimiliki.
Sehingga dengan adanya kerjasama antara karang taruna dengan pokmaswas
Bawean diharapakan dapat terlaksananya kegiatan pokmaswas yang lebih
baik.
18

Setelah adanya kerjasama yang baik antara pokmaswas dan karang


taruna Bawean, barulah konsep Go Blue diterapkan. Karena dengan adanya
kerjasama yang baik dari berbagai pihak program Go Blue yang diusulkan
dapat terlaksana dengan baik yaitu karang taruna sebagai eksekutor dan
pokmaswas sebagai pengawas.
19

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Upaya yang dilakukan dalam pemberdayaan pemuda Pulau Bawean
yaitu dengan memberikan suatu program yang disebut Go Blue. Dalam
program ini terdapat tiga sub program, yaitu : Blue Waste, Blue Dive, Blue
Culture. Masing-masing program mempunyai tujuan untuk pengelolaan
ekowisata bahari yang berkelanjutan dan berbasis kepemudaan. Program ini
diharapkan dapat menjadikan Pulau Bawean sebagai destinasi wisata yang
tetap mempertahankan kelestarian alamnya. Upaya yang dilakukan
melibatkan organisasi kepemudaan (karang taruna) Bawean yang
bekerjasama dengan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS)
Bawean.

5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas dapat diberikan saran yaitu :
1. Adanya pengawasan secara berkala dari POKMASWAS terhadap organisasi
kepemudaan (karang taruna) Bawean.
2. Adanya sinergi dari pihak-pihak terkait dalam pengembangan inovasi
program Go Blue untuk pengelolaan ekowisata bahari yang berkelanjutan.
20

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kependudukan Kabupaten Gresik. 2013. https://gresikkab.bps.go.id/.


Diakses tanggal 15 September 2016.

Fajaruddin, ilham dan heru subiyantoro.2014. Scrap Guide Book Tentang


Perjalanan Di Pulau Bawean.Createvitas vol. 3, no. 1, januari 2014:43-
56. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

Hidayati, dkk. 2008. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi


COREMAP II : Kasus Kabupaten Wakatobi. Jakarta : LIPI Press.

Kadis Pariwisata dan Kebudayaan. Ekowisata : Panduan Dasar Pelaksanaan.


2009. Kabupaten Nias Selatan.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2012 Tentang


Pengelolaan Dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau
Kecil Tahun 2012-2032.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009 Tentang Pedoman


Pengembangan Ekowisata di Daerah Pasal 1 ayat 1.

Ramli, mohammad et.al. 2012. Strategi Pengembangan Wisata Di Pulau


Bawean Kabupaten Gresik. Media Konservasi. vol. 17, no. 2 agustus
2012: 79 84. Institut pertanian bogor.

Susanto, agus dan susi sulistiana. 2005. Upaya Pengembangan Kegiatan


Ekonomi Pesisir Berbasis Kelautan. Jurnal studi indonesia maret 2005.

UU No.10/2009 Tentang Kepariwisataan.

Anda mungkin juga menyukai