Anda di halaman 1dari 44

JURNAL

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI:

MEGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA

Drs. S. Otniel Kataren, M.Si

Rizka Adiatisna

160101175

Program Pasca Sarjana

Universitas Sari Muiara Indonesia

Medan 2016

Keselamatan dan Keamanan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium
Keselamatan dan Keamanan Kerja atau laboratory safety (K3)
memerlukan perhatian khusus , karena penelitian menunjukkan telah
terjadi kecelakaan kerja dengan intensitas yang mengkawatirkan yaitu 9
orang/hari . Oleh karena itu K3 seyogyanya melekat pada pelaksanaan
praktikum dan penelitian di laboratorium. Laboratorium adalah tempat
staf pengajar, mahasiswa dan pekerja lab melakukan eksprimen dengan
bahan kimia alat gelas dan alat khusus. Penggunaan bahan kimia dan alat
tersebut berpotensi terjadinya kecelakaan kerja. Pada umumnya
kecelakan kerja penyebab utamanya adalah kelalaian atau kecerobohan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dg cara membina dan mengembangkan kesadaran (attitudes)
akan pentingnya K3 di laboratorium.

Keselamatan Kerja di Laboratorium, perlu diinformasikan secara cukup


(tidak berlebihan) dan relevan untuk mengetahui sumber bahaya di
laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya.
Hal tersebut perlu dijelaskan berulang ulang agar lebih meningkatkan
kewaspadaan. Keselamatan yg dimaksud termasuk orang yg ada
disekitarnya.
___________________________________________________________
________

*) Disamapaikan pada Pelatihan Pengelolaan Laboratorium Kimia untuk


Guru guru Kimia Kabupaten Sleman , dilaksanakan di FMIPA UNY
Selama 4 hari

Peraturan Keselamatan Kerja


Tujuan Peraturan Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin :

1. Kesehatan , keselamatan dan kesejahteraan orang yg bekerja di


laboratorium.

2. Mencegah orang lain terkena resiko terganggu kesehatannya akibat


kegiatan di laboratorium.

3. Mengontrol penyimpanan dan penggunaan bahan yang mudah


terbakar dan beracun
4. Mengontrol pelepasan bahan berbahaya (gas) dan zat berbau ke
udara, sehingga tidak berdampak negative terhadap lingkungan.

Aturan umum yang terdapat dalam peraturan itu menyangkut hal hal
sebagai berikut :

1. Orang yang tak berkepintingan dilarang masuk laboratorium, untuk


mencegah hal yang tidak diinginkan.

2. Jangan melakukan eksprimen sebelum mengetahui informasi


mengenai bahaya bahan kimia, alat alat dan cara pemakaiannya.

3. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya


untuk memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.

4. Harus tau cara pemakaian alat emergensi : pemadam kebakaran,


eye shower, respirator dan alat keselamatan kerja yang lain.

5. Setiap laboran /Pekerja laboratorium harus tau memberi


pertolongan darurat (P3K).

6. Latihan keselamatan harus dipraktekkan secara periodik bukan


dihapalkan saja

7. Dilarang makan minum dan merokok di lab, bhal ini berlaku juga
untuk laboran dan kepala Laboratorium.

8. Jangan terlalu banyak bicara, berkelakar, dan lelucon lain ketika


bekerja di laboratorium

9. Jauhkan alat alat yang tak digunakan, tas,hand phone dan benda
lain dari atas meja kerja.

Pakaian di Laboratorium

Pekerja laboratorium harus mentaati etika berbusana di laboratorium.


Busana yang dikenakan di laboratorium berbeda dengan busana yang
digunakan sehari hari. Busana atau pakaian di laboratorium hendaklah
mengikuti aturan sebagai berikut :

1. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak oleh bahan kimia,


sepatu yang terbuka, sepatu licin, atau berhak tinggi.
2. Wanita dan pria yang memiliki rambut panjang harus diikat,
rambut panjang yang tidak terikat dapat menyebabkan kecelakaan.
karena dapat tersangkut pada alat yang berputar.

3. Pakailah jas praktikum, sarung tangan dan pelindung yang lain dg


baik meskipun, penggunaan alat alat keselamatan menjadikan tidak
nyaman.

Bekerja dg Bahan Kimia

Bila anda bekerja dengan bahan kimia maka diperlukan perhatian dan
kecermatan dalam penanganannya. Adapaun hal umum yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Hindari kontak langsung dg bahan kimia

2. Hindari menghirup langsung uap bahan kimia

3. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah


khusus ( cukup dg mengkibaskan kearah hidung )

4. Bahan kimia dapat bereaksi langsung dg kulit menimbulkan iritasi


(pedih dan gatal

Memindahkan Bahan Kimia

Seorang laboran pasti melakukan pekerjaan pemindahan bahan kimia


pada setiap kerjanya. Ketika melakukan pemindahan bahan kimia maka
harus diperhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Baca label bahan sekurang kurangnya dua kali untuk menghindari


kesalahan dalam pengambilan bahan misalnya antara asam sitrat
dan asam nitrat.

2. Pindahkan sesuai jumlah yang diperlukan

3. Jangan menggunakan bahan kimia secara berlebihan

4. Jangan mengembalikan bahan kimia ke tempat botol semula untuk


menghindari kontaminasi, meskipun dalam hal ini kadang terasa
boros
Memindahkan Bahan Kimia Cair

Ada sedikit perbedaan ketika seorang laboran memindahkan bahan kimia


yang wujudnya cair. Hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Tutup botol dibuka dg cara dipegang dg jari tangan dan sekaligus


telapak tangan memegang botol tersebut.

2. Tutup botol jangan ditaruh diatas meja karena isi botol bisa
terkotori oleh kotoran yang ada diatas meja.

3. Pindahkan cairan menggunakan batang pengaduk untuk


menghindari percikan.

4. Pindahkan dengan alat lain seperti pipet volume shg lebih mudah.

Memindahkan Bahan Kimia Padat

Pemindahan bahan kimia padat memerlukan penanganan sebagai berikut:

1. Gunakan sendok sungu atau alat lain yang bukan berasal dari
logam.

2. Jangan mengeluarkan bahan kimia secara berlebihan.

3. Gunakan alat untuk memindahkan bebas dari kontaminasi. Hindari


satu sendok untuk bermacam macam keperluan.

Cara Pemanasan Larutan dalam Tabung Reaksi

Pemanasan tabung reaksi sering dilakukan dalam suatu percobaan di


laboratorium. Ada banyak reaksi yang harus dilakukan pemanasan untuk
mempercepat proses reaksi. Tata cara melakukan pemanasan tabung
reaksi adalah :

1. Isi tabung reaksi sebagian saja, sekitar sepertiganya.


2. Api pemanas terletak pada bag bawah larutan.

3. Goyangkan tabung reaksi agar pemanasan merata.

4. Arah mulut tabung reaksi pada tempat yang kosong agar


percikannya tidak mengenai orang lain.

Cara memanaskan dengan gelas Kimia

Pemanasan yang dilakukan menggunakan gelas kimia ( bukan tabung


reaksi) maka harus memperhatikan aturan sebagai berikut :

1. Gunakan kaki tiga sebagai penopang gelas kimia tersebut.

2. Letakkan batang gelas atau batu didih pada gelas kimia untuk
menghindari pemanasan mendadak.

3. Jika gelas kimia tersebut berfungsi sbg penagas air , isikan air
seperempatnya saja supaya tidak terjadi tumpahan.

Peralatan dan Cara Kerja

Bekerja dengan alat alat kimia juga berpotensi terjadinya kecelakaan


kerja, oleh karena itu harus diperhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Botol reagen harus dipegang dg cara pada bagian label ada pada
telapak tangan .

2. Banyak peralatan terbuat dari gelas , hati hati kena pecahan kaca.
Bila memasukkan gelas pada prop-karet gunakan sarung tangan
sebagai pelindung.

Ketika menggunakan pembakar spritus hati hati jangan sampai tumpah di


meja karena mudah terbakar. Jika digunakan bunsen amati keadaan
selang apakah masih baik atau tidak. Hati hati bila mengencerkan asam
sulfat pekat, asam sulfatlah yang dituang sedikit demi sedikit dalam air
dan bukan sebaliknya.
Pembuangan Limbah

Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan, oleh karena itu
perlu penanganan khusus :

1. Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan .

2. Buang pada tempat yang disediakan

3. Limbah organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur


ulang.

4. Limbah padat (kertas saring, korek api, endapan) dibuang ditempat


khusus.

5. Limbah yang tidak berbahaya (Misal : detergen) boleh langsung


dibuang ,dengan pengenceran air yang cukup banyak.

6. Buang segera limbah bahan kimia setelah pengamatan selesai.

7. Limbah cair yang tidak larut dlm air dan beracun dikumpulkan
pada botol dan diberi label yg jelas.

Terkena Bahan Kimia

Kecelakaan kerja bias saja terjadi meskipun telah bekerja dengan hati
hati. Bila hal itu terjadi maka perhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Jangan panik .

2. Mintalah bantuan rekan anda yg ada didekat anda, oleh karenanya


dilarang bekerja sendirian di laboratorium.

3. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung dg bahan


tersegut, bila memungkinkan bilas sampai bersih

4. Bila kena kulit, jangan digaruk , supaya tidak merata.

5. Bawaah keluar ruangan korban supaya banyak menghirup oksigen.

6. Bila mengkawatirkan kesehatannya segera hubungi paramedik


secepatnya.

Terjadi Kebakaran
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di dalamnya banyak
tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila terjadi kebakaran maka :

1. Jangan Panik

2. Segera bunyikan alarm tanda bahaya.

3. Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A;B atau C), padamkan dg


kelas pemadam yang sesuai ( Contoh kebakaran klas B bensin,
minyak tanah dll tidak boleh disiram dg air)

4. Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker atau


tutup hidung dengan sapu tangan.

5. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dg cepa.

6. Cari Bantuan Pemadam Kebakaran , oleh karenanya No Telpon


Pemadam Kebakaran haru ada di Lab.

Kombinasi Bahan yang harus dihindari

Kombinasi bahan dibawah ini berpotensi terjadi kecelakaan kerja, oleh


karenanya harus dihindari.

1. Natrium atau Kalium dg air

2. Amonium nitrat, serbuk seng dan air

3. Kalium nitrat dg natrium asetat

4. Nitrat dengan ester

5. Peroksida dg magnesium, seng atau aluminium

6. Benzena atau alkohol dg api


Gas Berbahaya

Ada beberapa gas yang berbahaya keberadaanya di laboratorium. Gas gas


tersebut adalah :

1. Bersifat Iritasi
gas HCl, HF, nitrat dan nitrit, klorin,sulfur dioksida ( cermati
baunya yg nyegrak).

2. Karbon monoksida
sangat mematikan, semua reaksi yang menghasilkan gas tersebut
dihindari, karena tidak berwarna, dan tidak berbau

3. Hidrogen sianida berbau seperti almond


Hidrogen sulfida dikenali dari baunya Hidrogen selenida (HSe) gas
yg sangat beracun.

KOMENTAR :

Menurut saya keselamatan kerja dilaboratorium sangatlah penting dan


harus selalu diterapkan oleh semua pekerja dilaboratorium. Karena di
laboratorium terdapat bahan bahan kimia yang berbahaya jika terkena,
terpapar artau terhirup. Tidak saja dengan haban bahan yang bias terkena
atau terhirup melainkan juga dengan bahan bahan kimia yang mudah
terbakar. Sangat lah penting untung selalu mengingat dan membiasakan
diri untuk memakai perlengkapan perlindungan diri dilaboratorium.
Daftar Pustaka

Bahan Ajar Pelatihan Manajemen Laboratorium, Deroktoral Jendral


Pendidikan Tinggi, Proyek Peningkayan Manajemen Pendidikan tinggi,
2002

Mariati; 1998. Bahan Kimia Berbahaya. Penataran pengelolaan


Laboratorium (Laboratorium Manajemen) Fakultas Kedokteran USU
Medan.

Anonim ; 1997. Peralatan Keselamatan Kerja. Penataran Tenaga


Laboratorium Dalam Lingkungan Fakultas Pertanian USU medan
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PT.
METRO ABDI BINA SENTOSA

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka


proses manufaktur dituntut untuk dapat memenuhi standard dan kualitas
yang diinginkan baik dari kualitas maupun keselamatan. Hal itu sangat
disadari betul oleh masyarakat maupun perusahaan manufaktur sebagai
tempat industri yang memproduksi suatu produk.

Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengambangan ilmu


pengetahuan dan teknologi dibutuhkan kerja sama dan jalur komunikasi
antara perguruan tinggi, industri, instansi pemerintah dan instansi swasta.
Kerja sama ini dapat dilaksanakan dengan pertukaran informasi antara
masin-masing pihak antara ilmu di perguruan tinggi dan aplikasi di dunia
industri yang sebenarnya. diperlukan analisis keselamatan dan kesehatan
kerja para pekerjanya sesuai dengan penerapan sistem K3 yang
merupakan salah satu cara untuk menurunkan angka kecelakaan kerja
(zero accident). Pada kerja praktek ini mengacu pada konsep Traffic
Light System

Dari hasil Kerja Praktek yang dilaksanakan di PT. Metro Abdibina


Sentosa dan berdasarkan analisa perhitungan, maka dapat ditarik
disimpulkan bahwa alat K3 yang digunakan PT. Metro Abdibina Sentosa
sudah sesuai standar keselamatan, namun dikarenakan para pekerjanya
yang sering melanggar karena tidak memakai alat K3 sehingga sering
terjadi kecelakaan kerja, berdasarkan perhitungan angka kecelakaan pada
tahun 2010 ke tahun 2011, dapat diberikan kesimpulan bahwa penerapan
K3 yang terdapat di PT. Metro Abdibina Sentosa adalah baik karena
terjadi penurunan angka kecelakaan kerja, berdasarkan atas analisis
keselamatan dan kesehatan kerja, analisis implementasi program K3
berada pada level 2 (level cukup baik) dengan warna kuning. Hal ini
mengindikasikan bahwa penerapan K3 dan implementasi program K3
telah dilakukan dengan cukup baik.
1. Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka


proses manufaktur dituntut untuk dapat memenuhi standard dan kualitas
yang diinginkan baik dari kualitas maupun keselamatan. Hal itu sangat
disadari betul oleh masyarakat maupun perusahaan manufaktur sebagai
tempat industri yang memproduksi suatu produk. Dengan demikian
penguasaan teknologi harus benar-benar diikuti oleh masyarakat umum,
terlebih lagi masyarakat ilmiah (mahasiswa).Kampus sebagai tempat
pendidikan formal diharapkan mampu memberikan masukan secara lebih
intensif secara teoritis dan praktek kerja di lapangan merupakan
penerapan dalam dunia industri yang sebenarnya.Hal ini merupakan
indikasi bahwa antara teori dan penerapan di lapangan tidak bisa
dipisahkan. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengambangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibutuhkan kerja sama dan jalur
komunikasi antara perguruan tinggi, industri, instansi pemerintah dan
instansi swasta. Kerja sama ini dapat dilaksanakan dengan pertukaran
informasi antara masin-masing pihak antara ilmu di perguruan tinggi dan
aplikasi di dunia industri yang sebenarnya.

Indonesia boleh berbangga diri karena memiliki salah satu perusahaan


pembuatan panel listrik yang mampu bersaing di tingkat internasional,
yaitu PT. Metro Abdibina Sentosa .Dengan di dukung peralatan yang
lengkap dan canggih serta memenuhi standard Internasional. Hal ini dapat
di lihat dari banyaknya pesanan pembuatan panel listrik dari Negara lain,
seperti : Jerman, Brasil, Hongkong, dan lain-lain hingga tahun 2012. PT.
Metro Abdibina Sentosa mempunyai reputasi sebagai kekuatan utama
untuk pengembangan industri panel nasional. Sebagai usaha untuk
mendukung pondasi bagi industri panel listrik, PT. Metro Abdibina
Sentosa bekerja keras untuk menyampaikan pengetahuan, ketrampilan
dan teknologi untuk masyarakat luas industri panel listrik nasional.Usaha
ini telah menjadi relevan sebagai pemegang kunci untuk meningkatkan
industri panel listrik nasional.

Prosiding ISBN: 978-602-98569-1-0, edisi : pentingnya


peranan peguruan tinggi dalam pengembangan inovasi
teknologi demi kemandirian bangsa, tahun : surabaya, 13
februari 2013, penerbit: institut teknologi adhi tama
surabaya
Oleh karena itu, diperlukan analisis keselamatan dan kesehatan kerja para
pekerjanya sesuai dengan penerapan sistem K3 yang merupakan salah
satu cara untuk menurunkan angka kecelakaan kerja (zero accident). Pada
kerja praktek ini mengacu pada konsep Traffic Light System dalam
pengukuran kinerja.Traffic Light System menunjukkan nilai (score) dari
suatu indicator kinerja memerlukan suatu perbaikan atau tidak.
Sedangkan kisaran indicator kinerja dibuat menjadi tiga kategori yang
meliputi merah, kuning, dan hijau.

a. PerumusanMasalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka akan timbul permasalahan yang
akan dihadapi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Apakah penerapan K3 yang digunakan PT. Metro Abdibina


Sentosa sudah sesuai standar keselamatan?

2. Bagaimana cara mengetahui angka-angka kecelakaan di PT. Metro


Abdibina Sentosa?

3. Pada level manakah implementasi program kesehatan dan


keselamatan kerja (K3) yang terdapat pada PT. Metro Abdibina
Sentosa?

b. Tujuan Penelitian
Dalam kerja praktek ini ada beberapa tujuan sebagai berikut adalah :

1. Mengetahui penerapan K3 yang digunakan PT. Metro Abdibina


Sentosa sesuai dengan standar keselamatan.

2. Mengetahui angka-angka kecelakaan di PT. Metro Abdibina


Sentosa.

3. Menentukan implementasi program kesehatan dan keselamatan


kerja (K3) yang terdapat pada PT.

Metro Abdibina Sentosa.

2. Tinjauan Pustaka

Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan,
lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan
kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan. (Sumamur, 1988)

K3 mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja


(zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap
sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang
berlimpah pada masa yang akan dating. ( http://www.sinarharapan.co.id)

Sedangkan definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut


falsafah keselamatan kerja dapat diterangnkan sebagai berikut:
menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupu
rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya
(Dalih, 1982)

Menurut Undang-Undang No.23/ 1992 tentang kesehatan memberikan


ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan
bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja
dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka
sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan
produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga
kerja (Departmen Kesehatan 2002).

Higiene perusahaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat


dikatakan memiliki satu kesatuan pengertian, yang merupakan terjemahan
resmi dari Occupational Health dimana diartikan sebagai lapangan
kesehatan yang mengurusi problematik kesehatan secara menyeluruh
terhadap tenaga kerja.Menyeluruh maksudnya usaha-usaha kuratif,
preventif, penyesuaian faktor menusiawi terhadap pekerjaanya.
( Sumamur, 1988)

Prosiding ISBN: 978-602-98569-1-0, edisi : pentingnya


peranan peguruan tinggi dalam pengembangan inovasi
teknologi demi kemandirian bangsa, tahun : surabaya, 13
februari 2013, penerbit: institut teknologi adhi tama
surabaya

Tujuan utama dari dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan tersebut dapat
tercapai karena terdapat korelasi antara derajat kesehatan yang tinggi
dengan produktivitas kerja atau perusahaan berdasarkan kenyataan-
kenyataan sebagai berikut ( Sumamur, 1988) :

1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya pekerjaan harus


dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi
diantaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara
ruang kerja, sikap badan, penyerasian manusia dan mesin, dan
pengekonomisan usaha.

2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum
yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan
keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan sangat
mahal misalnya meliputi pengobatan, perawatan di rumah sakit,
rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan bahan akibat
kecelakaan, terganggunya pekerjaan dan cacat yang menetap. Untuk
mencapai tujuannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga harus
mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan erat dengannya seperti ergonomi,
psikologi industri, toksiologi industri, dan lain sebagainya.
Analysis Incidence Rates
Incidence rate standar yang dikenal secara luas adalah Lost-Workdays-
Cases Incedence Rate (LWDI). Karakteristik LWDI adalah bahwa LWDI
yang didasarkan pada bukti nyata, dipertimbangkan sebagai ukuran yang
lebih tepat untuk keefektifan program keselamatan dan kesehatan kerja
sebuah perusahaan. Ini menjadi alasan LWDI untuk hanya
mempertimbangkan banyaknya waktu yang hilang disebabkan karena
injuries.

4. Pembahasan

1. Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah-


langkah sebagai berikut: a. Menghitung angka-angka kecelakaan
kerja pada tahun 2010 2011.
b. Melihat data histori kecelakaan dan kerugian material tahun
2011
c. Membuat tabel pengelompokan kecelakaan kerja tahun 2011

d. Hasil pencapaian penerapan komunikasi K3 di PT. Metro


Abdibina Sentosa tahun 2011

e. Perhitungan tingkat kerugian (loss rate) dengan menggunakan


traffic light system.
2. Analisa

Setelah pengumpulan dan pengolahan data seperti yang telah


disajikan sebelumnya, maka diperoleh hasil perhitungan. Analisis
dan pembahasan ini dilakukan untuk memperoleh informasi terkait
alat pelindung diri yang digunakan, perhitungan angka-angka
kecelakaan kerja, penerapan komunikasi K3 serta perhitungan
tingkat kerugian dengan menggunakan Traffic Light System.

1. Menghitung angka Frequency Rate (angka kekerapan) x 1.000.000

o Tahun 2010

x 1.000.000 = 22,86 23

Jadi untuk tahun 2010 terjadi 25 kasus kecelakaan yang


mengakibatkan 23 orang korban

untuk setiap 1.000.000 jam kerja orang.

o Tahun 2011

x 1.000.000 = 16,46 16

Jadi untuk tahun 2011 terjadi 18 kasus kecelakaan yang


mengakibatkan 16 orang korban

untuk setiap 1.000.000 jam kerja orang.

2. Menghitung angka Safety Rate (angka keselamatan)

Tahun 2010

x 1.000.000 x 1.000.000 = 1,829 2

Jadi untuk tahun 2010 terjadi kehilangan hari kerja sebesar 2 hari untuk
1.000.000 jam kerja

orang.
Tahun 2011

x 1.000.000 = 0,915 1

Jadi untuk tahun 2011 terjadi kehilangan hari kerja sebesar 1 hari untuk
1.000.000 jam kerja orang.
3. Menghitung Frequency and Savety Indicator

Dimana,
FR : Frequency Rate (angka kekerapan) SR : Safety Rate (angka
kecelakaan)

Tahun 2010 = 0,000046

Jadi untuk tahun 2010 terjadi indicator kecelakaan sebesar 0,000046


Tahun 2011

= 0,000016

Jadi untuk tahun 2011 terjadi indicator kecelakaan sebesar 0,000016

4. Menghitung SAFETY SCORE

Dengan kisaran nilai :


> +200 Keadaanmemburuk
+200 s/d -200 Tidak 200 Keadaan yang membaik

Hasil Pemetaan Tingkat Implementasi Loss Rate


Jadi angka kecelakaan pada tahun 2010 ke tahun 2011 menurun, sehingga
dapat diberikan

kesimpulan bahwa penerapan K3 yang terdapat di PT. METRO


ABDIBINA SENTOSA adalah baik karena terjadi penurunan angka
kecelakaan kerja.
Analysis Incidence Rates

Incidence rate standar yang dikenal secara luas adalah Lost-Workdays-


Cases Incedence Rate (LWDI). Karakteristik LWDI adalah bahwa LWDI
yang didasarkan pada bukti nyata, dipertimbangkan sebagai ukuran yang
lebih tepat untuk keefektifan program keselamatan dan kesehatan kerja
sebuah perusahaan. Ini menjadi alasan LWDI untuk hanya
mempertimbangkan banyaknya waktu yang hilang disebabkan karena
injuries.

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikatir


keberhasilan K3 yang dapat dikategorikan dalam tiga kelompok seperti
ditunjukkan dalam tabel 4.1 berikut yang merupakan indicator pertama
dalam menentukan loss rate pada suatu perusahaan.
Tabel 4.1 Kategori Kecelakaan Kerja

Kategor Parameter Dampak Dampak Kerugian Implementasi


i Penilaian Kecelakaan Material K3

Terjadi Luka ringan atau


kecelakaan sakit ringan Kerugian >70% s./d.
Hijau
ringan (tidak kehilangan < Rp.5.000.000,- 100%
(Injuries) hari kerja)

Luka berat/parah
Terjadi atau sakit dengan
Kerugian antara
kecelakaan perawatan >40% s./d
Kuning Rp.5.000.000,- s/d
sedang intensif 70%
Rp.10.000.000,-
(Illness) (kehilangan hari
kerja)

Prosiding ISBN: 978-602-98569-1-0, edisi : pentingnya


peranan peguruan tinggi dalam pengembangan inovasi
teknologi demi kemandirian bangsa, tahun : surabaya, 13
februari 2013, penerbit: institut teknologi adhi tama
surabaya

(Sumber:Trikens J.H,Hvolby H.H (2000) Performance Measurement and


Improvement in supply chain.CINET conference )

Data Kecelakaan Kerja dan Kerugian Material


Selama tahun 2011 telah terjadi 21 kasus kecelakaan kerja. Perincian
setiap kasus

tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Tabel Data Kecelakaan dan Kerugian Material Tahun 2011

Terjadi Meninggal dunia atau Kerugian 0%


Mera
kecelakaan berat cacat seumur hidup (tidak > s./d.
h
(fatalities) mampu bekerja kembali) Rp.10.000.000,- 40%
Hari Akibat
N Sebab Akibat
Bulan Kerja Kerugian
o Kecelakaan Kecelakaan
Hilang Materiil

Kejatuhan/ Kaki kiri


0 Rp. 5.000
Tertimpa terkilir /keseleo

Tangan kanan
1 Januari Tertusuk 0 Rp. 25.000
terluka

Tangan kiri
Tergores 0 Rp. 15.000
terluka

Kesetrum 0 Rp. 65.000 Lemas

Terbentur /
1 Rp. 225.000 Dagu sobek
2 Februari terantuk

Terpeleset / Kaki kiri lecet


0 Rp. 10.000
terpelosok /keseleo

Lutut kaki kiri


Terpeleset / 0 Rp. 25.000
terluka
3 Maret

terpelosok

Jari telunjuk
Tergores 0 Rp. 15.000 tangan kanan
terluka

4 April - - - -
Selaput mata kiri
Terkena benda 0 Rp. 75.000
terluka
panas
5 Mei

Mata kanan
Sinar las 0 Rp. 125.000
merembes

Tangan kanan
6 Juni Tertusuk 0 Rp. 25.000
terluka

Terpeleset / 0 Rp. 30.000 Lengan tangan


7 Juli
terpelosok kiri terkilir

Tergores 0 Rp. 5.000 Jari manis tangan


8 Agustus
kanan terluka

Terkena bahan Penyakit


0 Rp. 15.000
kimia kulit/gatal- gatal
Septembe
9
r
Mata kanan
Sinar las 0 Rp. 125.000
merembes

Terkena benda Mata kanan


10 Oktober 0 Rp. 75.000
panas merembes

Lengan kanan
11 Nopember Tertusuk 0 Rp. 15.000
terluka

Prosiding ISBN: 978-602-98569-1-0, edisi : pentingnya


peranan peguruan tinggi dalam pengembangan inovasi
teknologi demi kemandirian bangsa,

(Sumber: Data Internal Perusahaan)


Rp. 15.000 Rp. 890.000

Penyakit kulit/gatal- gatal

Perhitungan Tingkat Kerugian (Loss Rate)


Dalam menentukan besarnya tingkat kerugian (loss rate) akibat
kecelakaan kerja yang

terjadi pada PT. Metro Abdibina Sentosa selama tahun 2011. Pada data
tersebut masing-masing kategori memiliki kriteria penilaian yang
memgacu pada konsep Traffic Light System, dimana criteria penilaian
terdiri atas tiga warna, meliputi warna merah, kuning dan hijau. Hasil
pengelompokkan kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2011
tampak pada tabel 4.3 sebagai berikut.
Hasil pencapaian penerapan komunikasi K3 dapat dilihat pada tabel 4.4
di bawah ini :

Total
(Sumber: Data Internal Perusahaan)

Prosiding ISBN: 978-602-98569-1-0, edisi : pentingnya


peranan peguruan tinggi dalam pengembangan inovasi
teknologi demi kemandirian bangsa, tahun : surabaya, 13
februari 2013, penerbit: institut teknologi adhi tama
surabaya

Tabel 4.4 Hasil Pencapaian Penerapan Komunikasi K3 Di PT. Metro


Abdibina Sentosa

No Tidak
Kategori Tersedia
. Tersedia

1 Safety Promotion -----

1. Poster K3

2. Majalah/Buletin K3

3. Kompetisi K3

4. Publisitas K3
5. Pameran/Road show K3

Safety Information

1. Sistem informasi bahaya K3

2. Rambu dan Label K3


2 -----
3. Safety Handbook

4. Prosedur meninggalkan tempat kerja

5. Material Safety Data Sheet

Other forms of Consultation and


Communication

4 1. Safety, Health, and Environment - -


Briefing

2. Papan komunikasi K3

Emergency Response Procedure

3 1. Alarm dan rute mobilisasi - -

2. Prosedur aksi kegawatdaruratan

Subtotal 8 6

Total bentuk penerapan komunikasi K3 14

Total capaian 8

Prosentase capaian 57,14 %


(Sumber: Data Internal Perusahaan)

Penentuan Level Implementasi Program

Dalam menentukan level implementasi program K3 selama tahun 2011.


Tabel 5.4. merupakan tabel Tingkat Implementasi Loss Rate yang telah
ditentukan pada pembahasan sebelumnya, bahwa tingkat implementasi
program K3 berada pada level KUNING, sedangkan pada kategori Loss
Rate berada pada level HIJAU , maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pencapaian level tingkat implementasi program K3 pada tahun 2011
berada pada level 1 (Kondisi Hati-hati). Gambar lebih jelasnya dari
pencapaian level implementasi program K3 tampak pada tabel 5.6.
berikut.

KOMENTAR :

Dari hasil Kerja Praktek yang dilaksanakan di PT. Metro Abdibina


Sentosa dan berdasarkan analisa perhitungan, maka menurut saya

1. Alat K3 yang digunakan PT. Metro Abdibina Sentosa sudah sesuai


standar keselamatan, namun dikarenakan para pekerjanya yang
sering melanggar karena tidak memakai alat K3 sehingga sering
terjadi kecelakaan kerja.

2. Berdasarkan perhitungan angka kecelakaan pada tahun 2010 ke


tahun 2011, dapat diberikan kesimpulan bahwa penerapan K3 yang
terdapat di PT. Metro Abdibina Sentosa adalah baik karena terjadi
penurunan angka kecelakaan kerja.

Daftar Pustaka
Asfalh,C.Ray. 1999.Industrial safety and health Management. Fourth
edition prentice. Hall. Inc .New Jersey.

Barkley, Bruce T. 2004, Project Risk Management. United States of


America: The McGraw Hill Companies.

Gemput santosa, Drs.M .Kes.Dr. 2004.Manejemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja, Prestasi Pustaka.

Geraldin, Laudine H. 2007. Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk


menciptakan Rantai Pasok yang Robust. Surabaya: Tesis Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

Hanafi, Dr. Mahmud M.B.A. 2006. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP


STIM.

Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Manajemen, Surabaya: Guna


Widya.
Supply Chain Council. 2009. Supply Chain Reference Model. Overview
Version 9.0.

ANALISIS KECELAKAAN KERJA DI RUMAH SAKIT


Angka kecelakaan kerja di RS saat ini masih melebihi target zero
accident. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecelakaan
kerja, karakteristik responden dan pekerjaan, faktor lingkungan yang
berpengaruh, klasifikasi dan kerugian akibat kecelakaan kerja. Metode
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis deskriptif.
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui karakteritistik responden
dan pekerjaan serta faktor lingkungan. Jumlah sampel yang diambil
adalah total sampling sebanyak 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa usia responden terbanyak adalah usia 26-35 tahun (60,9%), jenis
kelamin perempuan (69,6%), masa kerja <1 tahun (39,1%), pendidikan
D3 (43,5%), profesi perawat (47,8%). Terjadi di shift pagi (60,9%), unit
kerja di Instalasi Farmasi dan Sterilisasi dan IGD (26,1%). Faktor
lingkungan terbanyak faktor fisik (95,7%). Klasifikasi kecelakaan
terbanyak menurut jenis cidera adalah kontak dengan jarum dan benda
tajam lain (69,6%), menurut penyebab karena peralatan kerja portable
(69,6%), menurut jenis luka atau cidera berupa cidera dangkal dan luka
terbuka (78,3%), menurut lokasi kejadian di tempat kerja biasa (73,9%),
menurut dampak cidera tidak ada hari kerja yang hilang (78,3%), menurut
jenis pekerjaan berupa tindakan medis (73,9%), menurut penyimpangan
dari keadaan normal berupa kurang pengendalian pada alat kerja (73,9%),
menurut lokasi bagian tubuh yang terluka pada jari tangan (82,6%).
Kerugian langsung yang ditimbulkan sebesar Rp 11.103.014 dan 46 hari
kerja yang hilang.

Number of accidents in Gadjah Mada University Hosptal still exceeds the


target of zero accident. This study aims to describe a work accident, the
characteristics of respondents and jobs, environmental factors are
influential, classification and losses due to accidents.

This research method uses quantitative methods with descriptive analysis.


Univariate analysis was conducted to determine the characteristics of
respondents and jobs as well as environmental factors. The number of
samples taken is total sampling as many as 23 people.

The results showed that most respondents age is the age of 26-35 years
(60,9%), female gender (69,6%), working time <1 year (39,1%), level of
education D3 (43,5%), the nursing profession (47,8%). Occur in the
morning shift (60,9%), work unit at Pharmaceutical and Sterilization
Instalation (26,1%). Environmental factors most physical factors (95,7%).
Most accident classification by type of

1
injury is in contact with needles and other sharp objects (69,6%), by
cause for portable work equipment (69,6%), according to the type of
wounds or injuries such as superficial injuries and open wounds (78,3%),
according to the location in the usual workplace (73,9%), according to the
impact of the injury no working days lost (78,3%), according to the type
of work in the form of medical action (73,9%), according to a deviation
from the normal state in the form of lack of control at work tool (73,9%),
according to the location of the injured body part on fingers (82,6%).
Losses incurred amounting to Rp 11.103.014 and 46 working days lost.

Keywords : occupational accidents, hospital

1. PENDAHULUAN

RS merupakan tempat kerja yang berpotensi tinggi terhadap terjadinya


kecelakaan kerja. Adanya bahan mudah terbakar, gas medis, radiasi
pengion dan bahan kimia membutuhkan perhatian serius terhadap
keselamatan pasien, staf dan umum (Sadaghiani, 2001) dalam Omrani
(2015). Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari
pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi di antaranya tertusuk
jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain (Kemenkes,
2007). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1087/MENKES/SK/VIII/2010 mencantumkan penelitian Gun (1983),
yaitu berdasarkan data-data yang ada, insiden akut secara signifikan lebih
besar terjadi pada pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di
semua kategori (jenis kelamin, ras, umur dan status pekerjaan). Angka
kecelakaan kerja di RS UGM pada tahun 2014 tercatat sebanyak 6 kasus,
terdiri dari 3 kasus tertusuk jarum, 2 kasus kecelakaan lalu lintas dan 1
kasus terpercik serbuk gerinda. Pada tahun 2015 terjadi kenaikan jumlah
kecelakaan kerja sebanyak 266,7% yaitu tercatat 16 kasus, yang terdiri
dari 9 kasus tertusuk jarum, 3 kasus kecelakaan lalu lintas dan 4 kasus
sharp injury. Dan selama periode Januari sampai dengan Juni 2016
tercatat sudah terjadi 7 kasus kecelakaan kerja. Target jumlah kecelakaan
adalah zero accident.

Sebagai RS yang peduli terhadap keamanan baik dalam hal keamanan


pengobatan/pelayanan (patient safety), keamanan lingkungan, maupun
keamanan dari bahaya lainnya, termasuk keselamatan SDM yang dimiliki
serta sudah terakreditasi paripurna oleh KARS, maka peneliti tertarik
untuk mengambil tema kecelakaan kerja, supaya kejadian kecelakaan
kerja di RS UGM dapat diturunkan. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah :

1. Mengetahui karakteristik responden sebagai faktor penyebab


kecelakaan kerja

yang meliputi umur, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan


dan profesi

2. Mengetahui karakteristik pekerjaan sebagai faktor penyebab


kecelakaan kerja

yang meliputi shift kerja dan jenis (unit) pekerjaan

3. Mengetahui faktor lingkungan penyebab kecelakaan kerja di RS


UGM

4. Mengetahui klasifikasi dari kejadian kecelakaan kerja di RS UGM

5. Mengetahui kerugian akibat kejadian kecelakaan kerja di RS UGM

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif


dengan metode kuantitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai
kecelakaan kerja yang terjadi di RS UGM Yogyakarta. Pada penelitian ini
menggunakan studi dokumentasi, menggunakan data kejadian kecelakaan
kerja di RS UGM untuk mengetahui faktor penyebab kecelakaan kerja
yang meliputi karakteristik responden, karakteristik kecelakaan kerja,
faktor lingkungan yang berpengaruh, klasifikasi kecelakaan kerja serta
kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja. Selain itu, dalam
penelitian ini juga menggunakan metode cross tabulation (crosstab) untuk
mendeskripsikan hubungan antara shift kerja dengan profesi responden;
hubungan antara shift kerja dengan unit kerja ; hubungan antara profesi
responden dengan jenis cidera; hubungan antara profesi responden
dengan penyebab kecelakaan kerja kecelakaan; hubungan antara profesi
responden dengan jenis luka dan cidera; hubungan antara profesi
responden dengan lokasi kejadian kecelakaan; hubungan antara profesi
responden dengan dampak cidera; hubungan antara profesi responden
dengan lokasi bagian tubuh yang terluka. Waktu yang digunakan untuk
penelitian adalah April sampai dengan Juni 2016. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua SDM RS yang mengalami kejadian
kecelakaan kerja di RS UGM selama bulan Januari 2015 sampai dengan
Juni 2016 sejumlah 23 orang. Sampel adalah seluruh anggota dari
populasi atau total sampling. Sampel pada penelitian ini sejumlah 23.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum RS UGM

Rumah Sakit UGM merupakan salah satu dari 24 rumah sakit perguruan
tinggi negeri (RS PTN) di Indonesia, beroperasional sejak tanggal 2
Maret 2012 dan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B pada tahun
2014. Pada tanggal 30 Desember 2015, Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) menyatakan bahwa RS UGM lulus akreditasi tingkat paripurna.
RS UGM merupakan RS PTN pertama yang telah terakreditasi
PARIPURNA oleh KARS. Sebagai rumah sakit milik UGM, peran
Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat menjadi hal yang pokok di rumah sakit UGM.
Kegiatan operasional sebagai RS pendidikan yang lebih kompleks akan
berimplikasi terhadap kemungkinan adanya kecelakaan kerja. RS UGM
merupakan RS yang sangat peduli terhadap K3, ditandai dengan adanya
Instalasi K3 dan Sanitasi yang berada di bawah koordinasi Direktur
Keuangan dan Administrasi Umum. Salah satu tugas pokok Instalasi K3
dan Sanitasi adalah melakukan pelayanan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja. Pelayanan keselamatan kerja di antaranya adalah
pemantauan dan pengawasan keselamatan/ keamanan sarana, prasarana
dan peralatan kesehatan, melakukan investigasi terhadap setiap
kecelakaan kerja yang terjadi serta memberikan rekomendasi tindakan
perbaikan dan pencegahan, monitoring perlengkapan keselamatan kerja
(APD), pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja.
Upaya tersebut bertujuan untuk mencapai sasaran K3 berupa terwujudnya
zero accident atau tidak adanya kejadian kecelakaan kerja.
3.2.1. Karakteristik Responden 3.2.1.1. Usia

1. Distribusi Frekuensi Usia Responden

Usia

Remaja akhir : 17-25 tahun Dewasa awal : 26-35 tahun Dewasa akhir :
36-45 tahun Lansia awal : 46-55 tahun Lansia akhir : 56-65 tahun

Berdasarkan hasil penelitian dalam tabel 1 bahwa responden penelitian


terbanyak berada pada rentang usia antara 26-35 tahun dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya. Usia muda sering mengalami kecelakaan
kerja dibandingkan usia yang lebih tua. Pada pekerjaan yang memerlukan
banyak tenaga kerja, biasanya dipilih tenaga kerja yang masih muda
karena fisiknya kuat, akan tetapi usia muda biasanya masih penuh dengan
emosi, ceroboh dan kurang pengalaman sehingga sering menyebabkan
timbulnya tindakan yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
(Sumamur, 2009).

Menurut penelitian Pratama (2015), pekerja dengan usia lebih muda


secara psikologi akan cenderung lebih cepat, agresif, tergesa-gesa dan
terburu-buru dalam bekerja sehingga cenderung melakukan unsafe action
yang berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja. Hal tersebut dapat
terjadi karena usia termasuk karakteristik yang dimiliki seseorang yang
dapat mempengaruhi unsafe action meskipun masih ada beberapa faktor
lain yang mendominasi timbulnya unsafe action tersebut. Upaya yang
dilakukan saat ini adalah selalu memberikan pengenalan K3RS atau
induction training di awal pertama masuk kerja atau magang dan
penelitian di RS UGM. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
mengoptimalkan peran pengawas, adanya peran manager dalam perilaku
kerja saling berhubungan dengan target individu yang sedang
berlangsung

Jumlah responden penelitian berdasarkan jenis kelamin paling banyak


adalah responden perempuan yaitu sebanyak 16 orang (69,6%)
dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-laki, yaitu
sebanyak 7 orang (30,4%). Sumber data pegawai yang diperoleh dari
Bagian SDM, persentase SDM RS sebagian besar mempunyai jenis
kelamin perempuan yaitu 65% dan yang mempunyai jenis kelamin laki-
laki sebesar 35%. Rasio perbandingan jumlah pegawai perempuan
dengan laki-laki 1,9:1. Sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja lebih besar pada perempuan. Selain itu laki-laki dan perempuan
mempunyai perbedaan secara fisik dan psikis. Berbagai siklus biologis,
seperti haid dan kehamilan mempengaruhi kondisi psikis dan fisik
seorang perempuan. Pekerja perempuan mempunyai tanggung jawab
sebagai ibu rumah tangga sehingga dapat menyebabkan mereka kurang
fokus dalam bekerja yang mungkin dapat mempengaruhi kecelakaan
lebih sering terjadi. Upaya yang sudah dilakukan adalah dengan
menetapkan persyaratan jenis kelamin laki-laki bagi jabatan yang
membutuhkan kerja fisik serta menetapkan persyaratan jenis kelamin
perempuan untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi, RS juga
memberikan kesempatan kepada pekerja yang masih menyusui untuk
memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja.

3.2.1.3. Masa Kerja

jumlah responden penelitian berdasarkan masa kerja paling banyak


adalah responden dengan masa kerja <1 tahun yaitu sebanyak 9 orang
(39,1%). Masa kerja kurang dari 1 tahun tergolong karyawan baru di RS
UGM. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam
seluk-beluk pekerjaaannya. Penelitian dengan studi restropektif di
Hongkong dengan 383 kasus membuktikan bahwa kecelakaan akibat
kerja karena mesin terutama terjadi pada buruh yang mempunyai
pengalaman kerja di bawah 1 tahun (Sucipto, 2014). Menurut penelitian
Keysterling (1983) kurangnya pengalaman kerja (kurang dari 1 tahun)
menimbulkan risiko tinggi terhadap cidera. Upaya yang telah dilakukan
antara lain dengan menindaklanjuti hasil kredensial yang sudah
dilakukan, dengan berbagai upaya yang sesuai, antara lain pelatihan dan
sertifikasi bagi tenaga kesehatan sesuai profesinya. Upaya lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memastikan rekredensial dilakukan secara
periodik (3 tahun sekali) supaya dapat dipastikan kompetensi tenaga
kesehatan dan selalu melakukan kredensial di awal seorang tenaga
kesehatan masuk kerja di RS UGM.

3.2.1.4. Tingkat Pendidikan

jumlah responden penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, paling


banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan D3 yaitu sebanyak
10 orang (43,5%). Menurut asumsi peneliti, tingkat pendidikan ini
dikaitkan dengan profesi kecelakaan kerja paling banyak dialami oleh
profesi perawat. Di mana untuk profesi perawat baik lulusan D3 maupun
S1 memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama. Perawat dengan tingkat
pendidikan D3 memiliki persentase paling besar daripada tingkat
pendidikan S2, S1 maupun D4, yaitu sebesar 52,6% sehingga
kemungkinan terjadi kecelakaan kerja juga menjadi

lebih besar. Upaya terkait dengan pencegahan kecelakaan kerja yang


berkaitan dengan tingkat pendidikan belum dilakukan di RS UGM. Yang
dilakukan baru pembekalan ketrampilan bagi perawat yang selama ini
ditugaskan di administrasi, sebelum kembali ke pelayanan. Seharusnya
dapat mulai dijadwalkan pelatihan secara berkala terkait ketrampilan
seorang tenaga kesehatan.

3.2.1.5. Profesi

jumlah responden penelitian berdasarkan profesi, paling banyak adalah


responden dengan profesi perawat yaitu sebanyak 11 orang (47,8%). Dari
data jumlah SDM RS, jumlah perawat saat ini adalah 192 orang, dengan
total SDM 502 orang. Dapat dilihat secara jelas persentase perawat
dibandingkan SDM yang lain memang paling besar (38,2%). Perawat
juga bertugas di banyak tempat, yaitu di IGD, IRJ, IRNA, ICU, IRD HD,
IBS, Instalasi Humas, Instalasi Asuransi, Bidang Penunjang Medik,
Bidang Pelayanan Medik, Bidang Keperawatan, dan Bagian Keuangan.
Masing-masing unit tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda.
Penempatan perawat pada banyak tempat semakin meningkatkan risiko
kecelakaan kerja. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi
kecelakaan kerja pada perawat adalah dengan melakukan kredensial pada
seluruh perawat, baik yang bertugas di pelayanan medis maupun
administrasi. Penambahan jumlah perawat juga selalu diusulkan untuk
memenuhi standar minimal jumlah perawat sesuai dengan pelayanan
yang diberikan di RS UGM. Upaya ini dinilai efektif untuk menurunkan
prevalensi kecelakaan kerja pada perawat. Perawat yang mengalami
kecelakaan kerja menurun pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015,
yaitu dari 8 kasus di tahun 2015, menjadi 3 kasus pada periode Januari
sampai dengan Juni 2016.
3.2.2. Karakteristik Pekerjaan
3.2.2.1. Shift Kerja

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kecelakaan Kerja berdasarkan Shift Kerja

Shift Kerja

Shift pagi (jam 07.00-14.30) Shift sore (jam 14.00-21.30) Shift malam
(jam 21.00-07.30)

yang bekerja pada shift pagi lebih banyak daripada yang bekerja pada
shift sore dan malam. Beberapa unit kerja di RS UGM menjalakan sistem
kerja shift, baik pagi-sore maupun pagi-sore-malam. Menurut Grandjean
(1988) dalam Winarsunu (2008), manusia mempunyai circadian
rhythem, yaitu fluktuasi dari berbagai macam fungsi tubuh selama 24
jam. Pada malam hari manusia berada pada fase trophotropic yaitu fase
dimana tubuh melakukan pembaharuan cadangan energi. Sedangkan pada
siang hari manusia berada pada fase ergotropic yaitu fase dimana semua
organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan suatu tindakan. Kondisi di
RS UGM saat ini, pembagian banyaknya jam kerja untuk perawat yang
menjalankan waktu kerja 3 shift yaitu shift pagi mulai pukul 07.00-14.30
(7 jam kerja), shift siang mulai pukul 14.00-21.30 (7 jam kerja) dan shift
malam mulai pukul 21.00-07.30 (10 jam kerja). Banyaknya waktu kerja
di shift malam ini tidak ideal, karena terlalu panjang, seharusnya tiap shift
dibagi menjadi masing-masing 8 jam. Kondisi lain yang belum ideal
adalah waktu libur bagi perawat setelah shift malam. Seharusnya setelah
masuk shift malam 2 hari, perawat mendapat jatah libur 2 hari. Namun
karena keterbatasan SDM, hal ini belum bisa dilakukan di RS UGM. Saat
ini di RS UGM, kadang perawat setelah masuk shift malam 2 hari, hanya
libur 1 hari. Upaya yang sudah dilakukan adalah dengan perencanaan
shift kerja yang baik untuk meminimalisir kelelahan kerja. Untuk
beberapa unit kerja dengan jumlah SDM terbatas dan dengan alasan
kebutuhan, tidak dimungkinkan dilakukan sistem shift kerja,
diberlakukan sistem on call. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah
dengan menerapkan prinsip pengaturan shift kerja yaitu panjang kerja
setiap hari tidak boleh dari 8 jam, setiap shift malam harus diikuti
sedikitnya 24 jam istirahat, setiap rencana shift harus memiliki akhir
minggu yang bebas, jumlah hari bebas pada akhir tahun harus paling
tidak sebanyak hari kontinyu bekerja (Koemer, 1994).

3.2.2.2. Unit Kerja

Instalasi Farmasi dan Sterilisasi Instalasi Rawat Jalan


Bagian Administrasi Umum Instalasi Gawat Darurat Instalasi Rawat
Intensif Instalasi Rawat Inap

dilihat bahwa responden paling banyak berasal dari Instalasi Farmasi dan
Sterilisasi serta IGD. Di Instalasi Farmasi dan Sterilisasi terdapat dua
kegiatan, yaitu farmasi terkait dengan penyediaan sediaan farmasi dan
Central Supply Sterile Department (CSSD) terkait dengan proses
sterilisasi alat. Dua unit tersebut mempunyai karakteristik potensi bahaya
yang besar dan berbeda. Untuk farmasi, erat berhubungan dengan
penggunaan obat-obatan yang mempunyai bahan berbahaya dan beracun
bagi pekerja, misalnya obat kategori sitostatika. Seringkali petugas harus
melakukan pencampuran obat-obatan jenis berbahaya tersebut. Dalam
proses pencampuran tersebut juga menggunakan benda tajam yang dapat
melukai yaitu jarum suntik. Sedangkan untuk unit CSSD, sebagian besar
alat yang disterilkan termasuk dalam kategori benda tajam. Belum lagi
jenis alat yang disterilkan sangat beragam, terutama alat-alat bedah.
Selain alat-alat tajam, di unit ini juga digunakan bahan- bahan yang
berbahaya untuk proses pencuciannya serta mesin autoclave dengan suhu
tinggi untuk sterilisasinya, yang mengandung potensi bahaya yang cukup
besar. Pada IGD, potensi bahaya pada lebih pada kondisi penanganan
medis yang sifatnya darurat, sehingga sangat mempengaruhi kondisi
psikis tenaga medis yang bertugas di IGD. Upaya yang telah dilakukan
untuk mengurangi kejadian kecelakaan kerja di antaranya adalah dengan
penyediaan alat pelindung diri (APD). Upaya lain yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan pelatihan K3 tiap unit kerja, khususnya pada
unit kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap K3 serta melakukan
identifikasi bahaya di semua unit kerja.

3.2.3. Faktor Lingkungan

faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi kejadian kecelakaan kerja


paling banyak berupa faktor fisik yaitu sebanyak 22 kasus (95,7%). Hasil
penelitian di RS UGM menunjukkan bahwa bahaya fisik berupa tertusuk
atau tergores benda tajam merupakan faktor penyebab terbesar dalam
kejadian kecelakaan kerja. Banyak benda tajam yang digunakan dalam
operasional RS sehari-hari, antara lain jarum suntik, jarum hecting, alat
bedah, dan lain-lain. Alat-alat ini berpotensi melukai tenaga kesehatan.
Bahaya fisik ini tidak terlalu berbahaya, dalam arti tidak sampai
mengancam jiwa. Yang berbahaya adalah dampaknya secara biologi,
bahaya biologi ini erat kaitannya dengan infeksi. Masyarakat yang
menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di
rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi
nosocomial atau Healthcare Assosiated Infections (HAIs), yaitu infeksi
yang diperoleh di rumah sakit baik karena perawatan atau datang
berkunjung ke rumah sakit. Terkait dengan hal tersebut, kementerian
kesehatan mengeluarkan kebijakan bahwa setiap rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya harus melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI). Upaya PPI yang sudah dilakukan di RS UGM
adalah dengan membentuk Komite PPI dan memiliki Infection Prevention
and Control Nurse (IPCN) purna waktu. Beberapa upaya lain yang harus
dilakukan adalah penyediaan ruang pelayanan dan ruang isolasi yang
memenuhi persyaratan, penyediaan APD sesuai dengan potensi dan risiko
bahaya.
3.2.4. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
3.2.4.1. Menurut Mode atau Jenis Cidera

Deskripsi

C : Terjatuh, terjerembab ke dalam obyek tidak bergerak dan sejenisnya

E : Kontak dengan benda tajam dan kasar, seperti kontak dengan jarum,
pisau, dan benda tajam sejenisnya
Z: Kontak dengan objek lainnya yang belum terklasifikasi, yaitu kontak
dengan virus Rubella

Hasil penelitian pada tabel 9 menunjukkan bahwa klasifikasi kecelakaan


kerja menurut jenis cidera paling banyak kontak dengan benda tajam dan
kasar, seperti kontak dengan jarum, pisau, dan benda tajam sejenisnya
yaitu sebanyak 16 kasus (69,6%). Secara spesifik, kecelakaan kerja di RS
UGM sebagian besar berupa kontak dengan jarum atau tertusuk jarum
(needle stick injuries). Yang membahayakan bukan dari luka fisik yang
ditimbulkan oleh karena tertusuk jarum atau benda tajam lainnya, namun
yang membahayakan justru bahaya biologinya, yaitu terpaparnya virus,
jamur atau bakteri dari pasien pada karyawan rumah sakit. Jenis cidera
tertusuk jarum merupakan salah satu transmisi penularan melalui darah
dan cairan tubuh (bloodborne pathogen). Beberapa penyakit infeksi
dengan kategori bloodborne pathogen yaitu Hepatitis B, Hepatitis C dan
HIV.

3.2.4.2. Menurut Penyebab Kecelakaan

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut


Penyebab

Penyebab Kecelakaan Kerja

H: Mesin dan peralatan kerja lain yang bersifat portable (jarum suntik,
jarum jahit, instrumen bedah) L: Sarana angkat dan angkut lainya
Q: Organisme makluk hidup, seperti, virus, bakteri, jamur atau
sejenisnya;

klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebab kecelakaan paling banyak


karena mesin-mesin dan peralatan kerja lainnya yang bersifat portable
yaitu sebanyak 16 kasus (69,6%). Termasuk dalam kategori ini adalah
jarum suntik, jarum jahit, peralatan bedah dan benda tajam lainnya, yang
memang di rumah sakit banyak digunakan dalam pelayanan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian di RS UGM, benda tajam yang digunakan dan
berpotensi melukai merupakan benda dengan ukuran yang kecil.
Penggunaan mesin-mesin dan peralatan kerja lainnya yang bersifat
portable, selain di pelayanan medis juga digunakan di farmasi, sanitasi
dan hampir semua unit kerja menggunakan benda kategori ini. Yang
membedakan adalah ketajamannya dan potensi bisa melukai.Selama ini,
upaya yang sudah dilakukan terkait dengan penggunaan alat-alat kerja
diberikan program orientasi bagi karyawan baru. Upaya lain yang dapat
dilakukan adalah dengan pembekalan dan pengujian kompetensi
khususnya bagi tenaga kesehatan, serta pengarahan untuk selalu bekerja
mematuhi prosedur dan taat dalam penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD).

3.2.4.3. Menurut Jenis Luka dan Cidera

Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Jenis Luka


dan Cideranya

Luka atau Kelainan

A: Cidera dangkal dan luka terbuka

B: Patah tulang
C: Dislokasi, terkilir dan keseleo (sprains and strains)

E: Gegar otak dan cidera dalam


H: Jenis cidera spesifik lainnya, seperti efek radiasi, efek panas, efek
kebisingan dan getaran, efek arus listrik, asphisia, hipotermia,dan
sejenisnya

kecelakaan kerja menurut jenis luka atau cidera kecelakaan paling banyak
berupa cidera dangkal dan luka terbuka. Yang termasuk dalam kategori
ini adalah luka karena tertusuk jarum (luka tusuk/vulnus punctum).
Cidera atau luka dangkal berdasarkan kedalaman dan luasnya luka,
merupakan luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. Luka terbuka
berdasarkan tingkat kontaminasi termasuk dalam kategori luka
terkontaminasi (contamined wounds), kemungkinan infeksi luka 10-17%.

Upaya yang sudah dilakukan adalah dengan menggunakan Alat Pelindung


Diri (APD) yang sesuai setiap kali menggunakan benda tajam dalam
proses kerja. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
meminimalkan penggunaan benda tajam atau mengurangi proses re-use
benda tajam karena berpotensi tinggi melukai petugas
3.2.4.4. Menurut Lokasi Kejadian Kecelakaan

Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Lokasi


Kejadian Kecelakaan

Lokasi Kejadian Kecelakan

A: Di tempat kerja biasa


D: Di jalan saat melaksanakan pekerjaan/tugas; E: Di jalan dari rumah ke
tempat kerja;
F: Di jalan dari tempat kerja ke rumah

klasifikasi kecelakaan kerja menurut lokasi kejadian kecelakaan paling


banyak terjadi pada tempat kerja biasa. Kejadian paling banyak terjadi di
dalam area rumah sakit, asumsi peneliti hal ini berkaitan dengan profesi
responden. Responden yang mengalami kejadian kecelakaan kerja
sebagian besar merupakan profesi perawat yang bertugas hanya di dalam
rumah sakit saja, sehingga waktu kerja dihabiskan di dalam rumah sakit.
Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit memiliki potensi bahaya yang
cukup besar, yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Upaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan APD bagi


seluruh karyawan RS sesuai dengan risiko dan potensi bahaya yang
dihadapi, antara lain penggunaan masker N95 untuk perawat yang
memiliki risiko terpapar virus yang menular melalui udara/airborne
disease dan penggunaan sarung tangan tebal dan rangkap bagi petugas
sterilisasi yang mempunyai potensi kontak dengan alat-alat bedah yang
tajam. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
identifikasi bahaya di setiap unit kerja, melakukan penilaian risiko dan
menetapkan tindakan pengendaliannya.

3.2.4.5. Menurut Dampak Cidera

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut


Dampak Cidera

Dampak Cidera

A : 1-3 hari tidak masuk kerja


B : 4-7 hari tidak masuk kerja
C : 8-14 hari tidak masuk kerja
D : 15-21 hari tidak masuk kerja
Z : Dampak lainnya selain yang terklasifikasi, yaitu jam kerja yang hilang
namun tidak sampai 1 hari

klasifikasi kecelakaan kerja menurut dampak cidera paling banyak berupa


dampak lainnya selain yang terklasifikasi sebanyak 18 responden. Yang
termasuk dalam dampak lainnya selain yang terklasifikasi adalah
responden masih dapat aktif bekerja setalah kejadian kecelakaan kerja
(tidak menyebabkan hari kerja yang hilang). Hal ini dikaitkan dengan
jenis luka dan cidera yang paling banyak terjadi adalah cidera dangkal
dan luka terbuka. Jenis luka ini tidak membutuhkan perawatan yang lama
dalam penanganannya. Cukup dibersihkan lukanya, diberi antiseptik dan
dibalut. Untuk kasus tertusuk jarum suntik, luka dibersihkan di bawah air
mengalir, diberi sabun antiseptic dan dilakukan pemeriksaan sampel
darah untuk memastikan kondisi status serologi responden, khususnya
HbSAg. Dengan tidak adanya hari kerja yang hilang, bukan berarti
kecelakaan kerja yang terjadi selama ini aman dan tidak menimbulkan
dampak. Dampak lain yang tidak bisa langsung terlihat atau dirasakan
(efek kronis) menjadi suatu hal lebih membahayakan, yaitu penularan
penyakit dari pasien pada tenaga kesehatan.

Selain itu, dari data penelitian dapat dilihat juga bahwa dampak cidera
berupa hari kerja yang hilang paling banyak adalah 15-21 hari dan
dialami oleh bidan 1 orang. Bidan tersebut mengalami kecelakaan lalu
lintas saat berangkat kerja dan patah tulang pada lengan kanan atas. Ybs
diharuskan istirahat tidak bekerja selama 18 hari. Kecelakaan lalu lintas
saat berangkat atau pulang kerja dapat dialami oleh semua profesi dan
merupakan kecelakaan dengan berbagai faktor yang berpengaruh,
khususnya berhubungan dengan perilaku berkendara pengguna jalan
lainnya.

Upaya yang sudah dilakukan yaitu dengan orientasi K3 bagi seluruh


SDM RS saat awal kali masuk kerja. Upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan menerapkan kewaspadaan standar bagi seluruh tenaga kesehatan.
Pembekalan sebelum kerja tentang prinsip-prinsip K3RS dan sosialisasi
tentang prosedur penanganan kecelakaan kerja di seluruh unit kerja.
3.2.4.6. Menurut Jenis Pekerjaan Tertentu

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut


Jenis Pekerjaan Tertentu

Jenis Pekerjaan Tertentu Frekuensi (orang)

Persentase (%)
C : Operator atau penumpang pada peralatan transportasi 6 26,1 Z :
Pekerjaan spesifik lainnya yang belum terklasifikasi 17 73,9 yaitu
menginjeksi pasien, melakukan pengambilan
sampel darah pasien, menginfus pasien, pencucian alat medis,
pembuangan jarum suntik

Hasil penelitian dalam tabel 14 menunjukkan bahwa klasifikasi


kecelakaan kerja menurut jenis pekerjaan tertentu paling banyak berupa
pekerjaan spesifik lainnya yang belum terklasifikasi yaitu tindakan medis
dan penyiapan obat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
melakukan penyuntikan pada pasien, menginfus pasien, melakukan
pengambilan darah pasien, pencucian alat-alat medis dan pembuangan
jarum suntik, pencampuran obat.

Di suatu RS, hampir setiap hari dilakukan tindakan medis dan penyiapan
obat. Tindakan medis tidak hanya dilakukan oleh perawat, namun juga
dapat

dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lain sesuai kompetensinya.


Jenis pekerjaan tertentu ini jika dikaitkan dengan jenis cidera terbanyak
berupa NSI, terjadi saat dilakukan tindakan memberikan suntikan pada
pasien, pengambilan darah pasien, pencampuran obat dan pencucian alat
medis khususnya instrumen bedah. Upaya yang dapat dilakukan adalah
pembekalan terhadap karyawan RS dan refreshing secara berkala terkait
prinsip-prinsip cara kerja yang aman.

3.2.4.7. Menurut Terjadinya Penyimpangan dari Keadaan Normal

Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Terjadinya


Penyimpangan Dari Keadaan Normal

Penyimpangan dari Keadaan Normal

D : Kurang pengendalian pada mesin, alat-alat kerja, sarana transportasi


dan sejenisnya
E : Terjatuh
F: Pergerakan tubuh (orangnya bergerak)

klasifikasi kecelakaan kerja menurut terjadinya penyimpangan dari


keadaan normal paling banyak berupa kurang pengendalian pada mesin,
alat-alat kerja, sarana transportasi dan sejenisnya yaitu sebanyak 17
responden (73,9%). Penggunaan peralatan kerja dengan variasi ukuran
dan jenis yang cukup banyak sangat dimungkinkan di rumah sakit. Yang
termasuk dalam kategori ini yaitu penggunaan kembali jarum jahit/jarum
hecting, jarum suntik yang digunakan semua tanpa pengaman, sehingga
jika kondisi tidak aman didukung dengan tindakan personil yang tidak
aman, maka terjadilah kecelakaan kerja, yaitu jarum setelah digunakan
tidak dibuang ke safety box dan re-cap jarum yang sudah digunakan.

Upaya yang sudah dilakukan adalah penyediaan safety box dengan


ukuran yang disesuaikan dengan troli tindakan, sehingga safety box dapat
ditempatkan pada troli tindakan dan setiap ada tindakan yang
menggunakan benda tajam, langsung dapat dibuang pada safety box
tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengusahakan

Konsekuensinya berupa biaya yang dikeluarkan akan lebih mahal.


Penambahan biaya ini akan menjadi beban pasien sehingga perlu
dipikirkan lagi cara yang lebih efektif dan efisien, di mana saat ini
pemerintah Indonesia telah memberlakukan program Jaminan Kesehatan
Nasional, dengan tujuan mengendalikan mutu dan mengendalikan

biaya.

penggunaan jarum dengan perangkat keamanan

tinggi. Jarum suntik ini terbukti efektif mencegah penularan virus akibat
kecelakaan jarum suntik pada tenaga kesehatan mencapai 60 hingga 70
persen. Berdasarkan sifatnya, jarum suntik aman ini terdiri dari beberapa
jenis,

seperti retractable needle, shielding needle, dan blunt needle.

Jarum jenis ini

memiliki pelindung di jarumnya, sehingga meskipun jatuh tidak menusuk


kemana-mana. Jarum suntik tersebut hanya ada di beberapa rumah sakit
besar, dan belum menjadi program pemerintah. Selain karena harganya
mahal, Indonesia

juga belum memiliki teknologi untuk memproduksinya.

Rumah sakit dituntut melakukan efisiensi dan mempertimbangkan

efektivitas pelayanan tanpa mengurangi mutu pelayanan yang diberikan


kepada

pengguna jasa pelayanan rumah sakit dalam hal ini pasien.


3.2.4.8. Menurut Lokasi Bagian Tubuh yang Terluka

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut


Lokasi Bagian Tubuh yang Terluka

Lokasi Bagian Tubuh Yang Terluka

C : Tulang belakang dan ruas tulang punggung D : Badan dan organ


dalam
E : Anggota badan bagian atas
G : Seluruh badan

H : Cidera bagian tubuh lainnya, yaitu jari tangan, lebih dari 2 lokasi
bagian tubuh yang terluka

klasifikasi kecelakaan kerja menurut lokasi bagian tubuh yang terluka


paling banyak terjadi pada bagian tubuh lainnya yaitu sebanyak 19
responden (82,6%). Termasuk dalam kategori bagian tubuh lainnya
adalah jari tangan. Dilihat dari jenis cidera yang paling banyak berupa
NSI, di mana NSI ini banyak mengenai jari tangan responden, baik jari
tangan kanan maupun kiri. Berdasarkan penelitian Parubak, M. (2009)
bahwa pada RS Elim Rantepao dan RSUD Lakipadada Makale,
Kabupaten Tana Toraja letak cidera/luka akibat kecelakaan kerja paling
banyak pada anggota tubuh daerah tangan. Hal ini disebabkan karena
pada umumnya petugas di RS lebih banyak menggunakan tangan untuk
mengerjakan tugasnya, seperti pekerjaan menyuntik, melakukan operasi,
merawat pasien, memasak, memperbaiki peralatan RS, membersihkan
serta mencuci. Upaya yang dilakukan berupa APD yang sesuai dengan
bahaya yang akan dihadapi, misalnya sarung tangan karet/latex untuk
perawat di pelayanan, sarung tangan tahan panas dan tahan bahan kimia
untuk petugas di unit sterilisasi yang banyak menggunakan bahan kimia
berbahaya dalam prosesnya serta pemanasan dalam suhu tinggi.

3.3. KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA

Tabel 17. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

NO Tanggal Kejadian

1. 14 Januari 2015

2. 16 Januari 2015

3. 15 Februari 2015
4. 20 Februari 2015

5. 2 Februari 2015

6. 2 Februari 2015

7. 16 Februari 2015

8. 4 Maret 2015

9. 12 Mei 2015

10.30 Mei 2015

11.2 Juni 2015

12.13 Oktober 2015

13.10 Nopember 2015

14.15 Nopember 2015

15.18 Desember 2015

16.26 Desember 2015

17.22 Februari 2016

18.5 Maret 2016

19.25 Maret 2016

20.29 Maret 2016

21.22 April 2016

22.13 Jun 2016

23.30 Juni 2016

TOTAL

Profesi Responden Pramuhusada Perawat


Perawat
Perawat
Petugas sterilisasi Bidan Petugas sterilisasi Asisten Apoteker Pekarya
Perawat Cleaning Service Perawat Asisten apoteker Perawat
Bidan
Perawat Asisten Apoteker Bidan
Perawat
Petugas sterilisasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh H.W.Heinrich (1959),


ditemukan bahwa perbandingan antara biaya tidak langsung dengan biaya
langsung mengikuti rasio 4 berbanding 1. Dengan rasio tersebut, dapat
diperhitungkan kerugian tidak langsung yang ditimbulkan akibat
kecelakaan di RS UGM, yakni sebesar Rp 44.412.056 (empat puluh
empat juta empat ratus dua belas ribu lima puluh enam rupiah), selama
periode 1,5 tahun (data kecelakaan kerja Januari 2015 sampai dengan
Juni 2016). Belum lagi penghitungan biaya tidak langsung berupa
hilangnya waktu oleh pekerja yang terluka untuk menangani lukanya,
hilangnya waktu kerja pekerja lain yang membantu pekerja yang terluka,
kerusakan alat, penurunan produktivitas oleh pekerja selama masa
pemulihan, yang semua itu belum diperhitungkan dalam penelitian ini.

Hari kerja yang hilang selama periode bulan Januari 2015 sampai dengan
Juni 2016 sebanyak 46 hari. Kehilangan waktu kerja tersebut belum
memperhitungkan banyaknya jam kerja yang hilang karena pertolongan
pertama pada pekerja dan banyaknya jam yang hilang karena harus
kontrol kembali pada dokter. Upaya yang sudah dilakukan adalah dengan
mendaftarkan karyawan RS pada BPJS Ketenagakerjaan, baik yang
berstatus karyawan tetap, honorer maupun PNS. Salah satu program dari
BPJS Ketenagakerjaan adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
dengan tujuan memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan
yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi
dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan
penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

4. PENUTUP 4.1. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini antara lain :

1. Karakteristik SDM RS yang mengalami kecelakaan kerja


mempunyai usia 26-35 tahun, jenis kelamin perempuan, masa kerja
1 tahun dan tingkat pendidikan D3.
2. Karakteristik kecelakaan kerja berdasarkan faktor pekerjaan,
terbanyak terjadi shift pagi dan berasal dari Instalasi Farmasi dan
Sterilisasi serta IGD.

KOMENTAR :

Agar RS segera melakukan pemeriksaan kesehatan bagi seluruh


karyawan RS, baik pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.

Selalu menerapkan kewaspadaan standar (universal precautions) dalam


melakukan tindakan medis.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.


Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

KARS. 2012. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar Akreditasi Versi


2012- Edisi 1.Jakarta: Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Kementerian Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor 270/MENKES/SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial PPI di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Publisher
Grandjean, E., 1993. Fatique Dalam : Parmeggiani, L.ed Encyclopedia of

Santoso, S. dan Tjiptono, F. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi


dengan
SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Silalahi L. 2011. Hubungan Pelaksanaan Program Keselamatan dan
Kesehatan

Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada PT. Chevron Pasific


Indonesia 2011. [Skripsi Ilmiah]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU

Alfabeta
Sumamur. P.K. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(HIPERKES).

Anda mungkin juga menyukai