Anda di halaman 1dari 6

Refleksi Kompetisi Hypermarket

dan Pasar Tradisional

Ahmad Erani Yustika

Perkembangan pasar modern dalam menyebabkan pedagang besar dapat masuk


beberapa tahun terakhir ini relatif sangat pesat. menjadi pedagang pengecer. Oleh karena itu,
Beberapa sumber menyatakan bahwa hal itu selain perkembangan pesat pasar modern skala
bermula dari Keppres No. 96/2000 tentang besar, retail di Indonesia juga diwarnai oleh
bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penguasaan pedagang pengecer oleh pemain
penanaman modal asing. Dalam regulasi besar.
tersebut, usaha perdagangan eceran merupakan Sepintas, kebijakan ini langsung
salah satu bidang usaha yang terbuka bagi pihak menimbulkan surplus transaksi oleh konsumen,
asing. Bagi pedagang besar internasional, karena -misalnya- dengan berbagai strategi
kebijakan tersebut jelas merupakan peluang yang diskon dan pembelian barang langsung kepada
sangat menjanjikan, karena Indonesia produsen, maka harga jual produk di pasar
mempunyai pasar yang sangat potensial. Oleh modern menjadi lebih rendah daripada di pasar
karena itu, setelah diintrodusir kebijakan itu, tradisional. Fakta ini tentu berimbas pada biaya
lambat namun pasti perkembangan pasar yang dikeluarkan oleh konsumen ketika
modern skala besar terus meningkat. Dalam awal berbelanja di pasar modern skala besar lebih
perkembangannya, pasar yang terjadi tidak rendah dari berbelanja di pedagang eceran
memperlihatkan pasar yang terkonsentrasi pada tradisional (baik di pasar tradisional maupun di
segelintir pemain. Pendeknya, pasar sektor retail sekitar tempat tinggal masyarakat). Tetapi apakah
masih belum terjadi praktik oligopoli. Namun, data empiris yang terjadi memang seperti ini
dalam tiga tahun terakhir pola tersebut ataukah justru ada hasil yang lain? Selain itu, juga
mengalami pergeseran, di mana pasar sektor terdapat prognosis bahwa pergeseran pola
retail Indonesia menjadi terkonsentrasi pada konsumen tersebut juga menyebabkan
segelintir pemain saja. Naasnya, proses tersebut penurunan eksistensi para pedagang pengecer
mengikutkan akuisisi perusahaan retail domestik tradisional, mulai dari penurunan omzet usaha,
oleh korporasi retail multinasional asing. laba, sampai dengan tutupnya berbagai usaha
Sementara itu, beberapa sumber lain perdagangan eceran, yang akhirnya berimbas
mewartakan bahwa perkembangan tersebut itu pada timbulnya penganggguran bekas pedagang
tidak terlepas dari kebijakan Menteri eceran. Tapi, apakah realitas yang demikian ini
Perindustrian dan Perdagangan pada 1998, di benar-benar terjadi di Indonesia atau malah ada
mana tidak adanya definisi yang jelas antara hasil lain yang selama ini belum muncul ke
pedagang pengecer, grosir, dan pedagang besar. permukaan?
Pada sisi yang berseberangan, dunia bisnis yang Lebih dari segalanya, juga belum tergambar
dipandu oleh menejemen pengetahuan yang dengan jelas bagaimana preferensi konsumen,
terus berkembang (melalui desain waralaba) sehingga mereka akhirnya berpaling dari pasar
tradisional ke pasar modern. Identifikasi ini berpijak pada dua sisi yang berkebalikan
sangat penting, di mana bukan hanya bertujuan tersebut, maka pemerintah (daerah) secara
mengetahui alasan rasional para konsumen yang rasional akan (dan telah) memosisikan pasar
orientasi belanjanya berubah ke pasar modern, tradisional sebagai alat untuk mendapatkan
tetapi juga sebagai bagian strategi untuk keuntungan dalam rangka meningkatkan
memosisikan pasar tradisional supaya dapat pendapatan asli daerahnya, misalnya dari
bersaing dengan pasar modern di masa retribusi pasar atau multiplier effect dari perubahan
mendatang. Pasalnya, ketika pasar tradisional tata kelola pasar yang cenderung menjadi pasar
telah menyediakan berbagai hal yang menjadi semi-modern tersebut. Dalam konteks ini,
dasar pilihan rasional para konsumen, maka para
pilihan kebijakan yang digunakan oleh
pembeli tersebut pasti tidak segan untuk kembali
pemerintah (daerah) untuk mendapatkan
berbelanja kepada pedagang pengecer
keuntungan adalah mengubah konfigurasi
tradisional.
pelaku-pelaku ekonomi di dalam pasar
tradisional. Pedagang-pedagang yang lemah
****
secara modal sebagai pelaku ekonomi utama di
Sementara itu, dalam konteks spesifik pasar pasar tradisional (harus) tergantikan dengan
tradisional, terdapat tiga generasi pasar pedagang-pedagang yang kuat secara modal.
tradisional, yakni murni informal, informal- Pertimbangan pilihan kebijakan ini berpijak pada
formal, dan murni formal. Generasi murni argumentasi bahwa pedagang-pedagang dengan
informal berarti bahwa pasar tradisional tersebut
modal yang besar akan memberikan insentif
tersusun secara alamiah oleh kesepakatan
yang lebih besar kepada pemerintah daerah
masyarakat setempat yang dilandasi sikap saling
daripada pemerintah daerah tetap
percaya yang berbasiskan kearifan lokal yang
mempertahankan pedagang-pedagang yang
sarat dengan nilai-nilai mulia adat-istiadat
lemah secara modal di pasar tradisional.
setempat. Sedangkan pada generasi informal-
formal, peran negara mulai masuk. Pada tata Sebenaranya apa yang dilakukan oleh
kelola yang demikian ini, mulai banyak terjadi pemerintah daerah dalam formulasi kebijakan
pada masa Indonesia merdeka. Pada generasi ini, seperti di atas tidak sepenuhnya dapat
tata kelola yang berlaku adalah kesepakatan disalahkan, namun juga tidak dapat dibenarkan.
informal yang disusun oleh masyarakat (harus) Hal ini dikarenakan setiap perubahan tata kelola,
terlegitimasi oleh aturan formal, misalnya dengan termasuk perubahan tata kelola pasar tradisional,
peraturan daerah. Sementara itu, pada generasi harus dihitung berapa biaya yang akan
ketiga pasar tradisional, yang terjadi adalah dikeluarkan untuk mengubah hal tersebut dan
murni secara formal. Artinya, tata kelola pasar
berapa pendapatan yang akan didapatkan dari
disusun secara murni oleh pemerintah (daerah)
perubahan tersebut. Apabila biaya untuk
dengan meniadakan kesepakatan informal dari
mengubah tata kelola pasar tradisional lebih
masyarakat. Pada generasi inilah kearifan lokal
besar daripada pendapatan yang diperoleh dari
yang sarat dengan nilai-nilai mulia adat-istidat
perubahan tata kelola pasar yang sudah ada,
setempat mulai sirna. Semua pertimbangan
maka perubahan itu tidak layak dilakukan; begitu
didasarkan atas dua sisi yang berkebalikan, yakni
untung dan rugi. juga sebaliknya. Dengan pilihan kebijakan yang
telah ditentukan seperti di atas, maka pemerintah
Lebih lanjut, tata kelola formal inilah yang daerah jelas akan mendapatkan pendapatan yang
terjadi saat ini di hampir seluruh pasar tradisional lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
di Indonesia, khususnya lagi di Jawa. Dengan Pada titik inilah kebijakan tersebut bisa dikatakan
sebagai kebijakan yang tidak sepenuhnya dapat yang agak berbeda dengan kenyataan yang ada di
disalahkan. wilayah perkotaan. Jika di wilayah perkotaan,
Sungguh pun begitu, yang perlu diingat pilihan rasional konsumen dalam berbelanja di
bahwa perubahan tata kelola yang ideal adalah pasar modern lebih dikarenakan faktor harga,
terwujudnya konsep peningkatan atau kenyaman tempat berbelanja, dan jaminan atas
pembagian keuntungan secara merata. Artinya, kualitas barang yang dibeli, tetapi jika di
perubahan yang terjadi haruslah memberikan perdesaan juga disebabkan oleh preferensi
manfaat kepada seluruh kelompok kepentingan lainnya, terutama keinginan masyarakat turut
tanpa mengebiri kepentingan salah satu merasakan imbas modernisasi.
kelompok kepentingan tersebut. Dalam konteks Sungguh pun begitu, masih banyak wilayah
ini, terlihat bahwa pilihan kebijakan pemerintah perdesaan di Indonesia yang belum banyak
daerah yang memberikan ruang bagi pedagang- dijamah oleh retail eceran modern. Oleh karena
pedagang dengan modal besar sekaligus -yang itu, peluang itu dalam beberapa tahun ke depan
secara tidak sadar- menggusur pedagang- pasti akan dimanfaatkan secara maksimal oleh
pedagang dengan modal kecil merupakan retail pengecer modern. Bagi pemerintah daerah
kebijakan yang tidak dapat dibenarkan. Indonesia, terutama wilayah bagian timur, upaya
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tersebut pasti akan mendapatkan dukungan
fenomena kemiskinan yang terjadi pada penuh, karena dengan adanya pengecer modern
pedagang-pedagang lemah, memang tidak bisa tersebut disparitas harga jual barang di tingkat
dilepaskan dari proses pemiskinan itu sendiri. produsen dengan saat sampai ke konsumen tidak
Dalam konteks ini, pemiskinan pada pedagang- terlalu jauh. Hal ini tentu berbeda dengan apa
pedagang kecil lebih disebabkan oleh pemiskinan yang terjadi saat ini, di mana sekarang terjadi
secara formal yang terbungkus oleh pemiskinan selisih harga yang sangat tinggi antara di tingkat
secara informal. Artinya, aturan formal yang produsen dengan di level konsumen. Fakta ini
diformulasikan oleh pemerintah (daerah), memang tidak dapat dilepaskan dari tingginya
misalnya Perda tentang pasar, secara tidak biaya distribusi barang yang mayoritas dibuat di
langsung telah meminggirkan pedagang- wilayah Pulau Jawa. Memang tidak dapat
pedagang kecil yang syarat dengan nilai-nilai disangkal bahwa pada saat retail pengecer
kearifan lokal dari pedagang-pedagang dengan modern beroperasi di wilayah Indonesia timur,
modal besar. Pola peminggiran inilah yang biaya distribusi yang besar itu tetap ditanggung,
akhirnya memperlihatkan bahwa pemiskinan itu namun ketika terdapat pendistribusian secara
merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah. besar-besaran akan memungkinkan kian
rendahnya harga jual produk oleh para retail
****
pengecer modern.
Di luar itu, perkembangan pasar retail Tepat pada inilah harus disusun regulasi
modern di Indonesia, terutama pedagang yang tepat, di mana pada satu sisi dapat
pengecer telah merambah wilayah-wilayah mengantisipasi ancaman eksistensi para
perdesaan. Tidak sedikit wilayah perdesaan di pedagang eceran tradisional dan di sisi lain
Indonesia yang telah menjadi ladang usaha peluang menurunnya harga yang akan
menjanjikan bagi pedagang eceran modern memberikan dampak strategis bagi konsumen
(terutama Alfamart dan Indomart). Realitas yang wilayah timur Indonesia. Lebih dari itu,
terjadi di wilayah perdesaan ini memiliki pola kebijakan tersebut dalam konteks saat ini
memang menjadi domain dari pemerintah terkecuali dalam penentuan harga jual suatu
daerah kota/kabupaten, karena salah satu barang).
kewenangan yang diberikan oleh pemerintah
Dengan demikian, tampak bahwa
pusat kepada pemerintah daerah dalam era
pergeseran pola perdagangan eceran di
desentralisasi adalah kebijakan tentang
Indonesia, dari berbelanja di pedagang eceran
perdagangan. Namun, dikarenakan sudut
tradisional kepada retail modern, tidak dapat
pandang yang digunakan oleh pemerintah daerah dilepaskan dari kebijakan perdagangan
(terutama timur Indonesia) hanya internasional Indonesia yang sangat lunak,
berorientasikan kepada perwujudan surplus sehingga Indonesia yang memiliki potensi pasar
transaksi konsumen, kemungkinan besar akan yang sangat besar hanya dimanfaatkan oleh
menyebabkan pemberian keleluasaan yang besar korporasi retail asing dalam rangka
bagi retail eceran modern untuk membuka usaha menggandakan keuntungan. Lebih jauh, realitas
di sana. Oleh karena itu, dalam tataran nasional itu juga menampakkan Indonesia tidak dapat
rasanya perlu dibuat payung hukum tentang mengakses keuntungan dari potensi globalisasi
usaha retail ini yang lebih mengikat (lebih justru dikarenakan berbagai regulasi yang
tepatnya dalam bentuk UU), sehingga bukan diintrodusir sendiri di dalam negeri.
hanya para pedagang eceran tradisional di
wilayah timur Indonesia yang masih dapat eksis ****
tetapi terutama untuk wilayah Indonesia bagian
barat.
Atas dasar latar belakang di atas, beberapa
Terlepas dari itu semua, fenomena
tulisan tentang Hypermarket dan Pasar Tradisional
mengenai perkembangan pesat pasar modern
akan disajikan dalam BEP Volume 9 Nomor 2
sekaligus dikuasai oleh segelintir pemain saja
Tahun 2008. Tulisan-tulisan ini adalah sebagai
bukan hanya fakta yang ada di Indonesia, tetapi
berikut:
juga realitas yang terdapat di negara-negara lain,
baik sesama negara berkembang maupun negara 1. Analisis Cost-Benefit Kehadiran Pengecer
maju. Lebih jauh, ketika menguliti struktur Besar (Edy Priyono dan Erlinda Ekaputri).
pemain retail global tersebut tampak bahwa Dalam artikel ini secara umum disajikan
aktor-aktor utama retail modern di negara maju analisis biaya manfaat dari adanya pengecer
sama juga dengan yang menguasai usaha retail di besar. Paper ini merupakan rangkuman dari
negara-negera berkembang. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan pada 2003 di tiga
secara keseluruhan pasar retail global hanya wilayah Jawa Barat. Secara detail, paper
dikuasai oleh segelintir pemain. Tatkala ditelisik tersebut membahas: (i) kebijakan
lebih dalam terlihat bahwa korporasi retail pemerintah di bidang perdagangan eceran,
modern itu lebih banyak berasal dari negara khususnya yang menyangkut keberadaan
maju, sehingga dalam melakukan aktivitas pengecer besar; (ii) anatomi persaingan
operasional di negara berkembang, retail modern bisnis ritel di Indonesia, khususnya terkait
tersebut meneguk untung yang sangat besar dari dengan hubungan antara pengecer besar
potensi besarnya jumlah penduduk di negara dengan pengecer kecil; dan (iii) pihak-pihak
berkembang. Pada kondisi yang demikian, retail yang terkait dengan keberadaan pengecer
modern tersebut bukan hanya dapat memandu besar, dan kemudian melakukan penilaian
konsumen dalam mengubah pola belanjanya, terhadap net benefit yang dinikmati oleh
tetapi juga bisa memengaruhi produsen (tak setiap agen. Pada bagian akhir, paper
tersebut menyimpulkan bahwa meskipun ini diuraikan mengenai dampak
memberikan dampak negatif bagi pengecer perkembangan supermarket terhadap pasar
kecil, keberadaan pengecer besar secara tradisional. Dengan menggunakan model
sosial memberikan dampak positif bagi ekonometrika dan wawancara secara
konsumen dan supplier. mendalam berhasil ditemukan bahwa dalam
perkembangan supermarket tidak
2. Preferensi Konsumen: Strategi
Pengembangan Pasar Tradisional (Usman menyebabkan perubahan pendapatan dan
Hidayat). Dalam artikel ini diulas mengenai laba secara signifikan, namun lebih
salah satu faktor yang menyebabkan terus menyebabkan terjadinya perubahan secara
berkembangnya pasar modern sekaligus signifikan atas tenaga kerja di pasar
mematikan pasar tradisional. Dari tradisional. Realitas tersebut dapat terjadi
identifikasi itu terlihat bahwa preferensi karena untuk menarik para konsumen dari
konsumen dalam mengalihkan tempat pasar tradisional, pasar modern
belanja dari pasar tradisional ke pasar menggunakan strategi diskon, sehingga
modern memang dipandu oleh pilihan keuntungan yang didapatkan tidak
rasional, yaitu harga yang lebih rendah, lebih mengalami peningkatan yang besar. Tapi
terjaminnya kualitas atas barang yang dibeli, untuk beberapa waktu mendatang realitas
dan tempat yang lebih nyaman. Gambaran ini sangat mungkin untuk berubah, dimana
tersebut memperlihatkan bahwa upaya intinya pendapatan dan keuntungan pasar
mengembangkan pasar tradisional dapat modern yang dikuasai oleh segelintir pemilik
didorong dengan memastikan dua faktor akan terus meningkat.
terakhir, karena memang sangat rasional 5. Perkembangan Indikator Ekonomi
dilakukan oleh pasar tradisional. Indonesia Triwulan II tahun 2008 (Abdul
3. Dampak Pembentukan Kapabilitas yang Manap Pulungan). Dalam evaluasi ini
Dinamis Melalui Penelusuran diungkapkan beberapa pokok penting
Entrepreneurial Proclivity s
ebagai Pemicu perekonomian nasional, seperti: (i) kinerja
Kinerja Pedagang pada Pasar Tradisional pertumbuhan ekonomi; (ii) perkembangan
(Rizal Edy Halim). Risalah secara khusus sektor moneter (inflasi, nilai tukar, dan suku
menguraikan kapabilitas yang dimiliki oleh bunga); (iii) perkembangan sektor
para pedagang di pasar tradisional dalam perbankan dan pasar modal (intermediasi
rangka bersaing dengan pasar-pasar modern perbankan, perkembangan pasar obligasi,
yang semakin banyak. Dari penelitian itu dan kinerja saham); dan (iv) tekanan
perekonomian global.
terlihat bahwa kapabilitas pedagang pasar
tradisional memang sangat lemah, sehingga Demikianlah, pada edisi ini kami mengambil
ketika disandingkan dengan pasar moden topik bahasan tentang Persaingan Hypermarket
yang lebih kuat pada modal, teknologi, dan dan Pasar Tradisional. Diharapkan pembahasan
manajemen, para pedagang tersebut tampak topik yang aktual dan menarik ini dapat
tersisih secara alamiah. memperkaya wawasan publik serta sebagai
4. Dampak Supermarket terhadap Keberadaan referensi pertimbangan bagi pengambil kebijakan
Pasar Tradisional di Daerah Perkotaan di sehingga dapat dihasilkan keputuan yang lebih
Indonesia (Adri Poesoro). Dalam paper baik dan tepat sasaran.
yang merupakan ringkasan hasil penelitian

Anda mungkin juga menyukai