Anda di halaman 1dari 7

NAMA : PUTRI KAMALA

NIM : 2030303702105

Analisis Dampak Positif Dan Negatif Masifnya Kebijakan Pembukaan


Ritel Moderen Di Palangkaraya

Beberapa dekade akhir, perkembangan bisnis ritel di Indonesia


saat ini sangat pesat, khususnya peritel modern dengan segala jenis
variasinya. Beberapa faktor pendukung perkembangan bisnis ritel modern
antara lain terbukanya peluang pasar, berkembangnya bisnis manufaktur
yang akan memasok produknya ke peritel, dan salah satu upaya
pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan
mengembangkan bisnis ritel. Berdasarkan Data Asosiasi Perusahaan Ritel
Indonesia (Aprindo) 2007-2020, rata-rata pertumbuhan jumlah gerai ritel
modern di Indonesia sekitar 17,57% per tahun. Pada tahun 2011, jumlah
bisnis retail di Indonesia masih 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2020
mencapai 30.152 gerai yang hampir tersebar di seluruh kota di Indonesia.
Pertumbuhan jumlah gerai diikuti oleh pertumbuhan penjualan. Besaran
pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10% -15% per tahun.
Penjualan ritel pada 2006 tercatat Rp 49 triliun, dan melonjak menjadi Rp
98 triliun pada 2015. Sementara pada 2022, pertumbuhan ritel
diproyeksikan tetap sama, yakni 10%-15% atau mencapai Rp 98 triliun.
Banyaknya pelaku bisnis ritel membuat persaingan menjadi sangat ketat.
Apalagi jika melihat dari keberadaan peritel-peritel besar, terutama
perusahaan asing, yang sedang mengintensifkan ekspansi bisnisnya di
Indonesia.

Akan tetapi, hal ini memberikan dampak negatif bagi para peritel
modern kecil dan peritel tradisional. Indonesia dengan jumlah penduduk
sekitar 237 juta jiwa dengan total konsumsi sekitar Rp3.600 triliun
merupakan pasar potensial dan menjadi bagi bisnis ritel modern. Hal ini
didukung oleh pergeseran perilaku penduduk Indonesia, dari berbelanja di
pasar tradisional ke peritel modern. Setelah dibukanya pintu masuk bagi
peritel asing seperti Perpres no. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis
ritel dari daftar negatif penanaman modal asing (PMA), ritel asing mulai
menjamur di Indonesia. Masuknya peritel asing dalam bisnis ini
menunjukkan bisnis ini sangat menguntungkan. Di sisi lain, perluasan
hypermarket asing menjadi ancaman bagi peritel lokal. Tidak hanya
hypermarket yang merupakan produk ritel modern dari asing, keberadaan
minimarket skala swasta nasional seperti Indomaret dan Alfamart juga
menjadi ancaman bagi peritel lokal.

Akibat dampak negatif yang diberikan dari adanya ritel modern


kepada ritel tradisional yang berada di daerah semi perkotaan sampai
pedesaan, Kontestasi atau persaingan antara ritel tradisional dan modern
pun tak terhindarkan. Tak hanya itu, akibat minimnya aturan zonasi dari
perkembangan ritel modern, peritel tradisional di kota-kota besar pun
terkena imbasnya. Persaingan head to head akibat menjamurnya peritel
modern berdampak negatif terhadap eksistensi ritel tradisional. Salah satu
dampak nyata kehadiran ritel moderndi tengah-tengah ritel tradisional
adalah berkurangnya jumlah pedagang kecil dan turunnya omzet dari
pedagang kecil, oleh karena itu peritel tradisional perlu dibekali ilmu
manajemen ritel modern agar memiliki daya saing dalam berkontestasi
dengan ritel moderen.

Keberadaan pengecer tradisional masih cukup diperlukan dalam


rangka melayani segmen ekonomi bawah. Namun, kemajuan teknologi
dan tuntutan kebutuhan konsumen yang semakin meningkat menjadi
pendorong perubahan orientasi bisnis di bisnis ritel. Pada awalnya banyak
bisnis ritel yang dikelola secara cukup tradisional, tanpa dukungan
teknologi yang memadai, tanpa pendekatan manajemen yang modern dan
tanpa mengutamakan kenyamanan dan keinginan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Pergeseran pola perilaku pelanggan yang
terdeteksi dari sejumlah penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
aktivitas belanja pelanggan tidak hanya dalam upaya memenuhi
kebutuhan barang untuk hidup, tetapi lebih mengarah pada pemenuhan
kebutuhan rekreasi. Kondisi ini mendorong para pelaku bisnis ritel
tradisional untuk mulai peka terhadap kebutuhan pelanggan yang ingin
bertahan dalam lingkungan bisnis ritel yang kompetitif. Persaingan dalam
industri ritel dapat dilihat dalam banyak hal, yaitu persaingan antara ritel
tradisional dan ritel moderen, Gencarnya kehadiran peritel modern di
kawasan mau tidak mau memaksa ritel tradisional untuk bersaing dengan
peritel modern. Ruang lingkup persaingan ritel tradisional dengan ritel
modern meliputi internal dan faktor eksternal meliputi semua atribut dalam
aspek kinerja, aspek regulasi dan aspek preferensi konsumen meliputi
sumber daya manusia, barang dagangan, harga dan lokasi.

Peluang pangsa pasar ritel moderen menyasar dan mentargetkan


kota-kota besar seperti tingkat kabupaten, kotamadya, dan ibu kota
provinsi. Salah satu ibu kota provinsi yang menjadi target didirikannya
pangsa pasar ritel moderen secara massif atau besar-besaran ialah ibu
kota provinsi Kalimantan Tengah, yakni Palangkaraya. Di Palangkaraya
Tahun 2022 pengecer modern yang terdaftar di Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, yang menggunakan merek dagang komersial (seperti:
Indomaret dan Alfamart) berjumlah 121 gerai atau menggunakan merek
sendiri berjumlah 35 gerai. Dari total peritel modern di dengan merek
dagang komersial seperti Indomaret (PT Indomarko Prismatama) dan PT
Alfamart memiliki 121 gerai yang tersebar di 13 kabupaten dan 1
kotamadya.

Fakta perkembangan industri ritel yang sangat ekspansif menjadi


perhatian khusus bagi pemerintah daerah maupun provinsi khususnya di
kota Palangkaraya selaku Ibu provisnis terkait dengan regulasi ritel secara
keseluruhan. Artinya, kemunculan ritel-ritel modern di Palangkaraya akan
mengancam dan membunuh industri kecil dan UMKM. Jika dikembalikan
keperaturan yang berlaku, persaingan usaha yang sehat diatur dalam UU
No. 5 tahun 1999; Dimana pada tahap selanjutnya sebagai akibat dari
undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
yang diatur dalam Perpres no. 75 Tahun 1999. Tugas pokok KPPU adalah
mengawal pelaksanaan UU No. 5 tahun 1999 tentang persaingan usaha
yang sehat. Di sisi lain ritel tradisional diharapkan juga berbenah diri untuk
memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat.

Kekhawatiran tersebut terjawab oleh Pemerintahan Kota Palangka


Raya melalui Dinas Penanaman Modal (DPM) Pelayanan Terpadu Satu
Pintu atau PTSP yang akhirnya memberikan pembatasan ijin kepada mini
market modern di Kota Palangka Raya hanya sebanyak sekitar 177 unit.
Dari ratusan mini market waralaba yang kini sedang menjadi trend,
Pemerintah Kota mengetatkan sejumlah persyaratan seperti halnya
adanya persetujuan dari pengurus RT/RW setempat dan berjarak tak
boleh kurang dari 500 meter dengan pemilik usaha swadaya masyarakat.
Kepala DPM PTSP Palangka Raya, Ahmad Fordiansah menyebut bahwa
kebijakan ini memiliki sejumlah tujuan diantaranya, mengatur dan menata
keberadaaan pusat perbelanjaan dan tidak merugikan dan mematikan
usaha toko warung. Ini juga bertujuan menjamin kemitraan antara pelaku
usaha kecil dan pusat perbelanjaan toko modern, berdasarkan prinsip
kesamaan dan keadilan di dalam usaha perdagangan. Dengan banyaknya
toko ritel di Palangkaraya yakni 58 toko alfamart, 63 toko Indomaret dan
juga 18 court mart dan juga 35 gerai dikawatirkan akan tidak sebanding
dengan pertumbuhan kota yang kian maju beserta usaha milik masyarakat
yang ada di Kota Palangka Raya.

Sementara itu, seorang pengamat kebijakan publik Kota Palangka


raya, Jovano Palenewen mengungkap, kebijakan ini sangat tepat seiring
dengan menjamurnya ritel dan waralaba pasar minimarket di Palangka
Raya. Ini menjaga agar salah satu pihak tidak mendominasi dan merebut
pangsa pasar milik pihak lainnya. Dengan demikian ini juga melindungi
dan menjamin keberlangsungan keberadaan pasar tradisional dan usaha
dan warung milik swadaya masyarakat. Dengan demikian, ada
keberpihakan dan juga prinsip sama sama diuntungkan dari kebijakan
ini.Selain itu ini juga memperkecil adanya gejolak, penolakan , konflik
hingga persaingan tidak sehat yang mungkin bisa muncul jika ada salah
satu pihak mendominasi. Memang keberadaan toko dan minimarket
modern di tengah maju dan bertumbuhnya Kota Palangkaraya
dikawatirkan akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan pedagang dan
pengusaha kecil menengah. Sehingga kearifan dari pemerintah ini patut
diapresiasi agar memberikan kesempatan yang berimbang bagi
keduanya.

Kehadiran ritel modern ini dapat memberikan dampak positif bagi


masyarakat, antara lain mempermudah akses masyarakat dalam
mendapatkan barang konsumsi yang mereka butuhkan karena minimarket
dan supermarket atau ritel modern memiliki kelengkapan dalam
memberikan barang-barang kebutuhan sehari-hari dalam satu gerai atau
toko. Selain itu letaknya yang berada dekat dengan pemukiman maupun
akses jalan membuat minimarket mudah dijangkau. Hal lain yang
berkaitan dengan dampak positif yang diberikan minimarket adalah
fasilitas yang nyaman dan bersih, harga-harga yang terjangkau dan
seringnya diskon maupun potongan-potongan harga terhadap produk-
produk tertentu. Dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan, minimarket
dapat menambah peluang kerja bagi masyarakat yang pada akhirnya
mampu meningkatkan penghasilan dan mengurangi pengangguran.

Selain dampak-dampak positif yang telah disebutkan di atas,


maraknya pasar modern juga memberikan berbagai dampak negatif bagi
masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dengan munculnya ritel modern
adalah mematikan pasar dan ritel tradisional. Persaingan keberadaan
pasar tradisional maupun toko kebutuhan sehari-hari (toko kelontong)
tradisional muncul karena fasilitas, kenyamanan maupun pelayanan dari
minimarket atau ritel modern yang lebih baik.Sehingga hal tersebut
membuat konsumen lebih memilih ritel modern tersebut. Di satu sisi,
pasar modern dikelola secara profesional dengan fasilitas yang serba
lengkap, di sisi lain, pasar tradisional masih berkutat dengan
permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang profesional dan
ketidaknyamanan berbelanja. Pasar modern dan tradisional bersaing
dalam pangsa pasar yang sama yaitu pasar ritel. Sehingga perlu adanya
solusi kontestasi yang positif di antara keduanya.

Hampir semua produk yang dijual di ritel tradisional seluruhnya


dapat ditemui di pasar modern, khususnya supermarket atau minimarket.
Semenjak kehadiran ritel modern di daerah perkotaan Indonesia seperti
Palangkaraya, ritel tradisional disinyalir merasakan penurunan
pendapatan dan keuntungan yang drastis (Glessandi, 2011 dalam
Pitasari, 2012 ).

Meskipun demikian, argumen yang mengatakan bahwa kehadiran


pasar modern merupakan penyebab utama tersingkirnya ritel tradisional
tidak seluruhnya benar. Hampir seluruh ritel tradisional di Indonesia
masih bergelut dengan masalah internal pasar seperti buruknya
manajemen pasar, sarana dan prasarana pasar yang sangat minim.
Tetapi ritel tradisional masih memiliki hal - hal yang dapat membuat
mereka tetap mampu untuk bersaing hingga saat ini . Beberapa hal yang
mampu untuk ditonjolkan oleh ritel tradisional yaitu dapat melestarikan
dan mempertahankan kebudayaan, harga barang dan jasa lebih murah,
membantu masyarakat khususnya ekonomi menengah kebawah untuk
berdagang (Estriani, 2011).

Ada beberapa hal lain juga yang dapat menggambarkan tentang


pasar tradisional, seperti keakraban pembeli dan penjual yang saling
kenal masih mewarnai kehidupan pasar tradisional. Terjadinya
kepercayaan di ritel tradisional tak sekedar memberi hutang. Dalam ritel
tradisional sering ditemukan semangat gotong royong antar penjual.
Selain itu juga terjadi hubungan yang saling percaya antara penjual dan
pembeli yang menjadikan langganan. Pembeli diberi diskon dan ada juga
yang diperbolehkan hutang. Oleh karena itu, pernyataan bahwa ritel
moderen membunuh ritel tradisional sepenuhnya bisa dikatakan kurang
tepat, karena diantara keduanya memiliki kelebihan untuk bisa bersaing
atau berkontestasi secara sehat dalam menarik pangsa pasar mereka.

Anda mungkin juga menyukai