Anda di halaman 1dari 14

1

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR CRURIS

A. Pengertian

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas

tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi

pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika

tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

Fraktur cruris adalah suatu keadaan dikontinuitas

jaringan struktural pada tulang tibia dan fibula (Silvia

Anderson Price, 1995)

B. Klasifikasi

Ada 2 tipe dari fraktur ceruris yaitu:

1. Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi dalam tulang

sendi panggul dan captula

a. Melalui kapital fraktur

b. Hanya dibawah kepala femur

c. Melalui leher dari femur

2. Fraktur ekstra kapsuler

a. Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter

cruris yang lebih besar atau yang lebih kecil pada

daerah intertrokanter

b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris

tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter

terkecil.
2

Selain 2 tipe di atas ada lebih dari 150

klasifikasi fraktur diantaranya 5 yang utama adalah:

1. Incomplete

Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan

menyilang tulang satu sisi patah yang lain biasanya

hanya bengkok (green stick)

2. Complete

Garis fraktur melibatkan seluruh potongan

menyilang dari tulang dan frgmen tulang biasanya

berupa tempat

3. Tertutup (simple)

Fraktur tidak meluas melewati kulit

4. Terbuka (complete)

Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit

dimana potensial untuk terjadi infeksi

5. Patologis

Fraktur terjadi pada penyakit tulang (seperti

kanker, osteoforosis) dengan tak ada trauma hanya

minimal.

C. Etiologi

1. Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik

terjadinya trauma itu, misalnya tulang kaki terbentur

bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat

benturan.
3

2. Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat

yang jatuh dari tempat terjadinya trauma.

3. Truma akibat tarikan otot, jarang terjadi.

4. Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan

struktur tulang dan menyebabkan fraktur

5. Adanya penyakit primer seperti osteoporosis ( E.

Oerswari, 1989 : 147 )


4

D. Patofisiologi
Trauma langsung kecelakaan
Trauma tidak langsung jatuh
Penurunan masa tulang

Kerusakan Fraktur/patah tulang Resti trauma


Integritas kulit
( actual/resti )

Resti Infeksi Kerusakan Kerusakan


jaringan Pembuluh darah

Spasme otot Kerusakan


Pembuluh darah

Spasme otak Perdarahan

Kerusakan Nyeri Itematum Nyeri


Pembuluh darah seluruh medula

Inflamasi Nekrosis

Proses penyembuhan tulang


5

E. Fase penyembuhan Tulang

1. Fase hematum

a. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema,

hematume disekitar fraktur

b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur

meningkat

2. Fase granulasi jaringan

a. Terjadi 1 5 hari setelah injury

b. Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis

c. Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang

berisi pembuluh darah baru fogoblast dan

osteoblast.

3. Fase formasi callus

a. Terjadi 6 10 harisetelah injuri

b. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus

4. Fase ossificasi

a. Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai

dengan sembuh

b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku

dengan endapan garam kalsium yang menyatukan

tulang yang patah

5. Fase consolidasi dan remadelling

a. Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk

callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan

osteuctas
6

F. Tanda Dan Gejala

1. Deformitas

Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen

tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan

dan contur terjadi seperti :

1) Rotasi pemendekan tulang

2) Penekanan tulang

2. Bengkak

Edema muncul secara cepat dari lokasi dan

ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan

dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot

berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan

struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi

dari rusaknya saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10. Krepitasi

G. Komplikasi

1. Malunion: tulang patah telahsembuh dalam posisi yang

tidak seharusnya.
7

2. Delayed union: proses penyembuhan yang terus berjlan

tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari

keadaan normal.

3. Non union: tulang yang tidak menyambung kembali

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rontgen

a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur

secara langsung

b. Mengetahui tempat dan type fraktur

Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan

operasi dan selama proses penyembuhan secara

periodik

2. Skor tulang tomography, skor C1,

Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak.

3. Artelogram dicurigai bila ada

kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap HT mungkin

meningkat (hemokonsentrasi) atau menrurun (perdarahan

bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple).

5. Peningkatan jumlah SDP adalah

respon stres normal setelah trauma


8

6. Profil koagulasi perubahan dapat

terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau

cedera hati (Marlyn E. Doenges, 2001).

I. Penatalaksanaan Medis

1. Faktor Reduction

a. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non

bedah penyusunan kembali secara manual dari

fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi

sebelumnya.

b. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang

terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali

memasukkan internal viksasi terhadap fraktur

dengan kawat, sekrup peniti plates batang

intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur

tergantung umur klien.

Peralatan traksi:

1) Traksi kulit biasanya untuk

pengobatan jangka pendek

2) Traksi otot atau pembedahan

biasanya untuk periode jangka panjang.

2. Fraktur Immobilisasi

a) Pembalutan (gips)

b) Eksternal Fiksasi

c) Internal Fiksasi

d) Pemilihan Fraksi
9

3. Fraksi terbuka

a) Pembedahan debridement dan irigrasi

b) Imunisasi tetanus

c) Terapi antibiotic prophylactic

d) Immobilisasi

J. Kemungkinan diagnosa yang terjadi Post Op Fraktur Cruris

1.Nyeri berhubungan dengan spasma otot dan kerusakan

sekunder terhadap fraktur

2.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan

gips

3.Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit

barhubungan dengan perubahan sirkulasi sekunder

terhadap fraktur dengan post op sindrom emboli atau

infeksi

4.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

tidak ada kuatnya pertahanan primer kerusakan kulit,

trauma jaringan

K. Intervensi Keperawatan/ Penetalaksanaan Keperawatan

1.Nyeri berhubungan dengan spasma otot dan kerusakan

sekunder terhadap fraktur

a. Tujuan

Bebas nyeri, ekspresi wajah rileks, tidak merintih.

b. Intervensi

1) Pertahankan tirah baring sampai fraktur berkurang


10

R/ Nyeri dan spasma otot dikontrol oleh

imobilisasi

2) Pertahankan fraksi yang diprogramkan

R/ Mengobilisasikan fraktur dan mengurangi nyeri

3) Pantau TD, nadi, respirasi, intensitas nyeri,

tingkat kesadaran tiap 4 jam

R/ Untuk mengenal indikasi kemajuan atau

penyimpangan dari hasil yang diharapkan

4) Berikan obat analgesik dan evaluasi

keefektifannya

R/ Anal gesik mengurangi imbang nyeri

5) Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman

R/ Posisi yang nyaman berfungsi untuk relaksasi

2.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan

gips

a. Tujuan

Mendemontrasikan tidak adanya komplikasi otot

dengan kakauan sendi, BAB konsistensi lunak.

b. Intervensi

1) Pantau keadaan umum tiap 8 jam

R/ mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan

dari hasil yang diharapkan

2) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

oleh cedera atau pengobatan dan perhatian

persepsi klien terhadap imobilisasi instruksikan


11

R/ klien dibatasi oleh persepsi diri tentang

keterbatasan fisik aktual memerlukan informasi

atau intervensi untuk meningkatkan kesehatan

3) Klien dalam rentan gerak, klien aktif

dalam ekstermitas yang tidak sakit

R/ meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang

untuk meningkatan tonus otot, mempertahankan

gerak sendi mencegah kontraktur dan resorobsi

kalsium yang tidak digunakan

4) Ubah posisi secara periodik dan dorong

untuk latihan batuk atau nafas dalam

R/ mencegah onsiden komplikasi kulit atau

pernafasan

5) Bantu perawatan diri

R/ meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,

meningkatkan diri langsung

6) Awasi TD saat melakukan aktivitas

perhatikan keluhan pusing.

R/ hipotensi postural merupakan masalah yang umum

mengenai tirah baring yang lama.

3.Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit

barhubungan dengan perubahan sirkulasi sekunder

terhadap fraktur dengan post op sindrom emboli atau

infeksi

Intervensi :
12

a. Kaji kulit untuk luka terbuka benda asing,

perdarahan, perubahan warna

R/ memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan

masalah yang disebabkan oleh fraksi

b. Masase kulit penonjolan tulang

R/ menurunkan tekanan pada area yang sama dan

menurunkan resiko kerusakan kulit

c. Ubah posisi tipa 2 jam

R/ meminimalkan kerusakan kulit

d. Observasi area yang terkena

R/ tekanan dapat mengakibatkan ulserasi nekrosis

dan kelumpuhan syaraf

4.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

tidak ada kuatnya pertahanan primer kerusakan kulit,

trauma jaringan

a. Tujuan

Mencapai penyembuhan sesuai dengan waktu bebas

drainase, porulen, uritema dan demam

b. Intervensi

1) Infeksi kulit adanya iritasi robekan

kontinuitas

R/ deteksi tanda mulianya peradangan

2) Berikan perawatan kulit

R/ mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan

infeksi
13

3) Kaji tonus otot reflek tendon dan kemampuan

untuk bicara

R/ kekuatan otot sepasme tonik otot rahang,

difagia menunjukkan osteomelitis

4) Selidiki nyeri tiba tiba keterbatasan

gerak odema lokal dan eritema extrimitas yang

cedera.

R/ Mengindikasikan terjadinya osteomilitas


14

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M.1993 Medical Surgical Nursing W.B Sainders


Company. Philadelpia

Doenges, Marilyn E 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3


Made Kariasa, Nimade Sumarwati Editor Monicaester,
Yasmin Asih, EGC: Jakarta

E. Oerswari .1989. Bedah dan Perawatannya. PT Gramedia:


Jakarta

Brunner dan Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah,


Edisi 3. EGC: Jakarta

Kwalak, Welsh, dan Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.


Jakarta: EGC

Price, Silvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis


proses-proses pengkajian. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai