Anda di halaman 1dari 10

Prosedur Pengelolaan Pasien (PPP)

Prosedur pengelolaan pasien adalah suatu prosedur atau tatacara yang dilakukan oleh klinis
kepada pasien untuk membebaskan pasien dari penyakitnya melalui tahapan yang tersusun
secara logis, sistematis dan holistik dimulai dari pasien datang hingga selesai.

Logis : masuk akal


Sistematis : sesuai dengan tahapan prosedur pengelolaan pasien
Holistik : menilai pasien secara keseluruhan bukan hanya dari penyakitnya tapi juga dari
etiologi kausatif, faktor predisposisi, prognosis, penatalaksanaan,
komplikasi.

Tahapan PPP :

1. Pemeriksaan subjektif
Pemeriksaan yang didengarkan dari pasien berupa symptom yang dipikirkan untuk
membangun kecurigaan klinis
a. Identitas
Data yang berasal dari pasien berupa nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal, jenis
kelamin, status pernikahan, agama, ras dan bangsa yang dapat mengarah kepada
factor risiko pasien.
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
i. Keluhan utama
ii. Gejala penyerta
iii. Onset
iv. Lokasi
v. Kualitas dan kuantitas
vi. Faktor yang memperberat
vii. kronologis
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat sosial ekonomi
2. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan yang dilakukan oleh klinisi terhadap pasien untuk mendapatkan sign (tanda)
dan membuktikan kecurigaan klinis.
a. Pemeriksaan rutin umum
Pemeriksaan yang selalu dilakukan oleh klinisi kepada pasien untuk memenuhi
PPP
b. Pemeriksaan rutin khusus

1
Pemeriksaan spesial yang dilakukan oleh klinisi terhadap pasien dengan
kecurigaan penyakit tertentu.
c. Pemeriksaan penunjang
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan klinisi kepada pasien di luar instalasi yang ada/ Pemeriksaan
yang dilakukan di instalasi/ bagian lain diluar poliklinik THT atas permintaan/rujukan
dokter spesialis THT/ dokter yang bertugas
4. Resume
5. Diagnosis banding
6. Diagnosis sementara
7. Diagnosis pasti Follow up untuk menegakkan diagnosis
8. Prognosis pasti, terutama bila prognosisnya dubia ad
Untuk menentukan malam
penatalaksanaan. Bonam : terapi
bisa segera tanpa penegakkan diagnosis pasti. Malam : harus menunggu pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum terapi dilakukan.
9. Penatalaksanaan
10. Komplikasi

Pemeriksaan Rutin Umum

A. Telinga
Pemeriksaan langsung telinga dengan menggunakan Head Lamp ( untuk melihat
membrane timpani dan proyeksi cavum timpani). Alat yang digunakan : head lamp,
corong telinga, dan otoskop.

Cara kerja :
Gunakan lampu kepala dan atur fokusnya
Meminta izin atau permisi kepada pasien
Posisikan pasien ( duduk rileks tapi tidak menyandar)
Inspeksi aurikula dan sekitarnya, nilai apakah ada kelainan atau tidak
Tarik daun telinga ke arah posterosuperior ( untuk dewasa) atau anteroinferior (untuk
anak)
Inspeksi liang telinga, bila ada debris atau serumen, maka bersihkan terlebih dahulu,
hingga kita dapat melihat liang telinga dan membrane timpani ( MT) secara jelas.
Setelah dibersihkan inspeksi liang telinga secara keseluruhan apakah ada kelainan
atau tidak
Inspeksi MT nilai :
o Keutuhan ( intak/ perforasi) :

2
Bila terdapat perforasi, tentukan letaknya ( sentral, marginal, atik)
o Bentuk :
Cekung (normal), bulging ( Otitis Media (OM) stadium supuratif), retraksi
(OM stadium oklusi tuba)
o Warna : putih keabu-abuan seperti kulit mutiara (normal), merah ( otitis
media akut (OMA), miringitis), kuning/ doff ( otitis media eksterna, otitis
stadium serosa), bercak-bercak putih seperti kapur (timpanosklerotik)
o Mobilitias : menurun ( otitis media, hipersklerotik), hypermobile ( perforasi
yang sembuh/ sikatriks)
Bila pemeriksaan kurang jelas dapat digunakan corong telinga atau otoskop
Bila pemeriksaan sudah dirasa cukup, Tarik semua peralatan, dan terangkan hasil dari
pemeriksaan secara singkat kepada pasien.

B. Hidung
Pemeriksaan rhinoskopi anterior
Alat yang digunakan : Head lamp dan speculum hidung
Cara kerja :
Gunakan lampu kepala dan atur fokusnya
Meminta izin atau permisi kepada pasien
Posisikan pasien ( duduk rileks tetapi tidak menyandar)
Masukkan speculum hidung dalam keadaan tertutup ke dalam lubang hidung pasien
sejajar dinding bibir atas, namun jangan terlalu dalam
Buka perlahan speculum hidung, kemudian nilai :
o Sekret/ rhinnorea : sifat ( serous, mucous, purulent, seromucous,
mucopurulent)
o Mukosa : meatus ( inferior, media, superior), edema, warna,
infeksi)
o Septum : deviasi +/-
o Konka (inferior, media) : ukuran, edema, kerut
Bila pemeriksaan sudah dirasa cukup, Tarik speculum hidung dalam keadaan masih
sedikit terbuka, kemudian terangkan hasil dari pemeriksaan secara singkat kepada
pasien.

C. Tenggorok
Pemeriksaan langsung cavum oris dan orofaring dengan menggunakan tongue spatel dan
head lamp.
Cara kerja :
Gunakan lampu kepala dan atur fokusnya
Meminta izin atau permisi kepada pasien
Posisikan pasien (duduk rileks tetapi tidak menyandar)

3
Meminta pasien untuk membuka mulut, masukkan spatel tongue dan tekan sampai
2/3 bagian posterior lidah, kemudian lihat :
o Mukosa pipi, gingiva, dan gigi geligi
o Palatum durum dan mole
o Lidah 2/3 anterior ( lakukan inspeksi dan palpasi)
o Dasar mulut : ductus whartoni ( palpasi bimanual)
o Tonsila palatina tentukan :
Ukurannya :
T0 : sudah ditonsilektomi
T1 : masih dalam pilar
T2 : sampai pilar atau sedikit keluar
T3 : mendekati atau mencapai mid
T4 : keluar mid/ overlap
Permukaan
Kripta
Detritus
Warna
Fixative
Peritonsil
Pilar anterior
o Dinding posterior orofaring, perhatikan apakah ada tanda-tanda peradangan :
Radang akut (+) : merah (+) injeksi (+) Oedem (+)
Radang kronik : granulasi, licin/ rata
Amati secara keseluruhan dan nilai adakah warna merah yang lebih mencolok pada
salah satu organ dibandingkan dengan sekitarnya.
Bila pemeriksaan sudah dirasa cukup, ambil spatel tongue, kemudian terangkan hasil
dari pemeriksaan secara singkat kepada pasien.

Pemeriksaan Rutin Khusus

A. Telinga
Politzer test : dengan menghubungkan alat (politzer/ otoskop pneumatic) ke
liang telinga, kemudian diberi tekanan pada liang telinga dengan memompa pompa
politzer. Hasil positif jika didapatkan MT yang bergerak-gerak (normal)

Reservoir sign : suction otorea dengan menggunakan alat suction atau


membersihkan sekret/ discharge dengan menggunakan kapas aplikator hingga bersih.
Hasil positif jika dalam 3 menit otorea keluar kembali

4
Toynbee test : pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi tuba
eustachius. Pasien diminta untuk menutup hidung dan mulut, kemudian diminta untuk
menelan. Hasil positif, jika pasien merasakan pergerakan tarikan dari MT atau dengan
menggunakan otoskop dapat terlihat gerakan MT ( normal).

Valsava test : pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi tuba


eusthacius. Pasien diminta menutup hidung dan mulut, kemudian diminta untuk
meniup. Hasil positif, jika pasien merasakan desakan di ruang telinga tengah sampai
mendesak MT ( normal).
o Bila MT tidak intak, maka akan serasa ada letupan
o Bila MT sudah perforasi, maka akan serasa ada angin yang keluar dari telinga

Tes penala
a. Weber test
Prinsip : untuk membandingkan bone conduction (BC) telinga kanan dan kiri
Cara kerja :
Getarkan garpu tala
Letakkan garpu tala pada tulang tepat di linea mediana ( vertex,
glabella, dagu)
Kemudian tanyakan adakah bunyi yang terdengar lebih keras jelas
pada pasien satu telinga
Normal bunyi di auricular dextra ( AD) dan auricular Sinistra (AS)
sama jelas.

Interpretasi :

o Apabila terdengar lebih keras di satu sisi -> lateralisasi ke kanan/kiri


o Apabila sama keras di 2 sisi -> tidak ada lateralisasi
o Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sakit, bisa jadi Conductive Hearing
Loss (CHL) pada telinga tersebut, namun harus disesuaikan dengan
pemeriksaan garputala lainnya.

b. Rinne test
Prinsip : untuk membandingkan AC BC pada telinga yang diperiksa
Cara kerja :
o Getarkan garpu tala
o Letakkan garputala pada mastoid
o Bila sudah tidak terdengar, pindahkan garputala ke depan liang telinga

5
Interpretasi :

o Masih terdengar -> Rinne test (+)


o Tidak terdengar -> Rinne test (-)
o Bila masih terdengar ( BC> AC) : normal atau Sensory-Neural Hearing Loss
(SNHL)
o Bila sudah tidak terdegngar ( AC>BC) : CHL

c. Swabach test
Prinsip : bandingkan BC pasien dengan pemeriksa (yang normal)
Cara Kerja :
o Getarkan garputala
o Letakkan garputala pada mastoid pemeriksa
o Bila pemeriksa sudah tidak mendengar, pindahkan garputala ke mastoid
pasien. Tanyakan apakah pasien masih mendengar bunyi atau tidak
(pendengaran pasien dalam kondisi normal)
o Lakukan sebaliknya, dimana garputala diletakkan di mastoid penderita
terlebih dahulu kemudian bila sudah tidak terdengar bunyi, pindahkan
garputala ke mastoid pemeriksa

Interpretasi :

o Memanjang; dimana penderita masih mendengar saat pemeriksa sudah tidak


mendengar : CHL
o Memendek; dimana penderita sudah tidak mendengar saat pemeriksa masih
mendengar : SNHL
o Pasien dan pemeriksa sama: Schwabach sama dengan pemeriksa
B. Hidung
Palatal phenomenon
Tujuan : untuk mengetahui ada tidaknya massa pada daerah nasofaring. cth:
adenoid
Cara kerja :
1. Dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior
2. Lakukan aplikasi efedrin 1% pada hidung terutama pada daerah konka dengan
tujuan untuk memperluas cavum nasi sehingga kita dapat melihat cavum nasi
sampai bagian posterior dengan jelas.
3. Meminta pasien untuk mengucapkan iiiiiiii.. saat itulah kita tahu dinding
posterior faring melaluui nares anterior, dengan masih menggunakan speculum
hidung dan head lamp.

6
Interprestasi :

o positif bila tampak fenomena gelap terang yang merupakan manifestasi dari
naik turunnya palatum mole, berarti normal atau tidak ada massa pada daerah
nasofaring.
o Negatif bila hanya Nampak gambaran terang saja, maka dapat disimpulkan
tidak adanya pergerakan dari palatum mole. Maka dapat dicurigai adanya
massa pada daerah nasofaring.

*) aplikasi efedrin 1% juga dapat dilakukan untuk membedakan edema dan


hipertrofi konka. Bila setelah pemberian efedrin :

Konka masih tetap besar : hipertrofi


Konka mengecil : edema

Tes pengembunan
Tujuan : untuk mengetahui adanya obstruksi hidung
Cara kerja :
o Letakkan spatel tongue di depan nares anterior
o Pasien diminta untuk menghembuskan napas
o Bandingkan banyaknya embun yang terdapat pada spatel tongue kanan dan
kiri

Interpretasi :

o Bila embun banyak dan simetris, maka normal/ tidak ada obstruksi
o Bila embun sedikit atau bahkan tidak ada, maka terdapat obstruksi baik parsial
maupun total

Pemeriksaan sinus paranasal


o Pemeriksaan palpasi dan perkusi sinus ( pemeriksaan objektif)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan palpasi dan perkusi pada area-
area sinus. Apakah ditemukan nyeri tekan/ nyeri ketok, pada area-area
tersebut.
Area-area tersebut adalah :
Sinus maksilaris : pipi, canina, infraorbital
Sinus ethmoidalis : glabella, apex nasi
Sinus frontalis : margo supraorbital
Sinus sfenoidalis : belakang glabella/ kepala ( lokasi sulit ditentukan)

7
Pemeriksaan transiluminasi/ diafanoskopi ( menentukan sinusitis kronis)
Pemeriksaan ini dengan menggunakan senter yang mempunyai titik focus yang jelas.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan gelap.
- Sinus frontalis
- Sinus maxilaris
- Sinus ethmoid

C. Tenggorokan
Rhinoskopi posterior -> untuk lihat nasofaring
Laringoskopi indirect -> untuk lihat lringofaring
Palpasi adenoid

Pemeriksaan Penunjang THT

A. Telinga
Audiometri
Timpanometri
Kalorimetri
Vestibulometri
X foto mastoid
CT Scan
MRI
B. Hidung dan SPN
Swab nasal
Provokasi test
Alergi test
X foto nasal
X foto SPN
CT Scan
MRI
C. Tenggorokan
Swab tenggorokan
X foto soft tissue nasofaring (untuk lihat nasofaring dan menentukan ratio
adenoid pada pembesaran adenoid)
CT Scan
MRI
Endoskopi/ laringoskopi -> reflux dinding, direct score

Klinis Tegak

8
A. Polip nasi
Klinis polip nasi tegak pada PRU hidung. Rhinoskopi anterior ditemukan massa polip
dengan mukosaa yang licin dan pada PRK hidung test aplikasi efedrin 1% memberikan
hasil + (mengecil). Pendukung: Test Pengembunan (Obstruksi +)
B. OME
Klinis OME tegak pada PRU telinga ditemukan MT yang intak, bulging dan berwarna
kuning doff.

C. OMA Pre-Supuratif
Klinis OMA pre-supuratif tegak pada PRU telinga ditemukan MT yang intak, bulging
dan hiperemis

D. OMSK
Klinis OMSK tegak pada PRU telinga ditemukan MT perforasi yang bulat, rata dan tepi
menebal. Pendukung: valsava (+), reservoir (+), Toynbee (+), test penala (CHL)

E. OMA Stadium Perforasi


Klinis OMA perforasi tegak pada PRU tellinga ditemukan MT dengan perforasi yang
compang-camping dan hiperemis

F. ATK
Klinis ATK tegak pada PRU tenggorokan ditemukan kripta tonsil yang menebal dan pada
PRK tenggorokan Rhinoskopi posterior terlihat pembesaran adenoid. Jika tidak
kooperatif, bisa melakukan palpasi adenoid dengan diraba pembesaran adenoid.
Trias TK: kripta melebar, arcus faring kemerahan, limfonodi submandibularis.

G. RA + Polip Nasi
Klinis RA tegak pada PRU hidung rhinoskopi anterior ditemukan mukosa yang licnd
(pucat), sekret seromukous dan pembesaran konka inferior, dan pada PRK hidung tes
aplikasi efedrin 1% hasilnya Pendukung: test pengembunan, diagnosis pasti: test
alergi (prick test pada kulit).
Trias: bersin-bersin, rhinorea, hidung tersumbat.

H. Sinusitis Maxillaris Kronis


Klinis sinusitis maxillaris kronis tegak pada PRU hidung ditemukan sekret mukopurulen
terakumulasi di meatus medius di sekitar ostium sinus maxilaris dengan mukosa di
sekitarnya hiperemis. Pendukung: Tes proyeksi nyeri SPN, tes transiluminasi, X-foto

9
SPN posisi waters (kesuraman air fluid level/penebalan). Diagnosis pasti (makroskopis):
saat dilakukan irigasi sinus banyak pus yang keluar.

I. Fraktur Os Nasal
Klinis fraktur Os nasal tegak pada PRU hidung ditemukan deformitas hidung dan pada
rhinoskopi anterior ditemukan deviasi septum. Pendukung: X-foto Os nasal posisi lateral
(diskontinuitas os nasal)

J. LPR (LaringoPharingeal Refluks)


Klinis LPR tegak pada PRU tenggorokan tampak mukosa yang hiperemis dan jaringan
granulasi pada dinding posterior orofaring, dan pada PRK tenggorokan (laringoskopi
indirek) ditemukan mukosa laringofaring yang edem, hiperemis, dan ada jaringan
granulasi. Pada beberapa tempat ditemukan juga epiglottis yang hiperemis dan 1/3 plica
vocalis edem sehingga tidak tertutup rapat.

K. Ca Nasofaring
Diagnosis pasti secara PA (dubia ad malam)

10

Anda mungkin juga menyukai