Anda di halaman 1dari 8

Nama : Anthony Ryan Dikumpulkan Tanggal : 29 Februari 2017

NPM : 1506746424 Paraf Asisten :


Kelompok :4
Topik Pemicu : Perpindahan Kalor Konduksi

I. OUTLINE:
Pendekatan analitik, grafis, dan numerik pada dimensi rangkap

II. PEMBAHASAN:

Permasalahan perpindahan kalor dalam sistem dimensi rangkap dapat diselesaikan


dengan beberapa pendekatan, yaitu analitik, grafis, dan numeric.

A. Metode analitis

T=f(x)

y
T=T1

H
T=T1
W T=T1
Dalam perpindahan kalor dua dimensi untuk keadaan tunak, berlaku persamaan Laplace,

2 T 2 T
+ =0 (1)
x2 y 2

Dengan menganggap konduktivitas termal tetap.


Untuk menyelesaikan persamaan no (1) digunakkan metode pemisahan variable
T = XY dimana X = X (x)
Y = Y (y) (2)
Untuk menetapkan bentuk fungsi X dan Y, maka harus ditentukkan kondisi batasnya
T = T1 pada y = 0
T = T1 pada x = 0
T = T1 pada x = W

T = Tm sin ( xW ) + T1 pada y = H (3)

Dengan memasukkan persamaan (2) ke persamaan (1), maka akan didapat

1 d 2 X 1 d2 Y
= (4)
X d x2 Y d y2

Bagian kiri dan kanan persamaan di atas tidak saling bergantung karena x dan y adalah
variable bebas. Hal ini berarti masing-masing bagian harus sama dengan suatu konstanta.

d2 X 2 d2Y
+ X =0 2 Y =0
d x2 d y2

Dimana 2 disebut konstanta separasi. Penyelesaian persamaan di atas bergantung pada


tanda 2. Kalau 2 adalah nol akan didapat suatu bentuk yang lain. Maka cara untuk
mendapatkan bentuk yang benar adalah dengan cara menerapkan kondisi batas pada soal
itu.
Untuk batas-batas yang ditentukkan di atas, kondisi batas akan dapat dipenuhi untuk 2 >
0. Selanjutnya harus dipenuhi syarat yang lainnya dengan mensubtitusikan
= T T1
Maka kondisi batas akan menjadi
=0 pada y = 0
=0 pada x = 0
=0 pada x = W
x
= Tm sin W pada y = H

Dengan menerapkan kondisi di atas, kita mendapatkan


0 = (C9 cos x + C10 sin x) (C11 + C12) (a)
0 = C9 (C11 e-y + C12 ey) (b)
0 = (C9 cos W + C10 sin W) (C11 e-y + C12 ey) (c)
x
Tm sin W = (C9 cos x + C10 sin x) (C11e-H + C12 eH) (d)

Selanjutnya, C11 = -C12


C9 = 0
Dan dari (c)
0 = C10 C12 sin W (ey e-y)
Hal ini memerlukan
sin W = 0
Ada beberapa nilai yang dapat memenuhi persamaan di atas, dan ini dapat dituliskan
n
=
W

di mana n bilangan bulat. Penyelesaian persamaan diferensial ini dapat ditulis sebagai
jumlah seluruh pemecahan untuk masing-masing nilai n. Jumlah ini tak berhingga,
sehingga penyelesaian akhir berbentuk deret tak berhingga, yaitu

nx ny
=T T 1= C n sin sinh
n=1 W W

di mana semua konstanta telah digabungkan, dan suku-suku eksponensial dikonversikan


ke dalam fungsi hiperbola. Lalu dapat diterapkan kondisi batas terakhir

x nx nH
T m sin = C sin sinh
W n=1 n W W

Yang memerlukan Cn = 0 untuk n>1. Jadi peyelesaian akhir ialah

sinh ( y /W ) x
T =T m
sinh ( H /W ) ( )
sin
W
+ T1

B. Analisis Grafik
Sistem dua dimensi dengan permukaan dalam berada pada suhu T1, dan bagian luar pada
suhu T2. Garis-garis aliran kalor dan isoterm membentuk berkas-berkas garis lengkung
kurvilinear (Gambar 1). Aliran kalor melintasi bagian-bagian kurvilinear ini diberikan
oleh hukum Fourier, dengan mengandaikan satu satuan kedalaman bahan:
k x T
q
y

Gambar 1
Aliran kalor ini sama untuk semua bagian dalam jalur aliran kalor, dan aliran kalor total
ialah jumlah dari aliran kalor dalam semua jalur. Jika bahan ini dibuat sedemikian rupa,
sehingga x = y, maka aliran kalor akan sebanding dengan T melintas unsur itu.
Selanjutnya, karena aliran kalor harus tetap (konstan), maka T melintas masing-masing
unsur harus pula sama dalam jalur aliran-kalor yang sama. Jadi, T melintas unsur
diberikan oleh

Tmenyeluruh
T
N

di mana N adalah banyaknya jenjang atau tokokan suhu (temperature increment) antara
permukaan dalam dan luar. Selanjutnya, aliran kalor melalui setiap jalur harus sama
karena tidak bergantung dari dimensi x dan y, kalau keduanya ini dibuat sama. Jadi
perpindahan kalor total dapat ditulis

M M
q k Tmenyeluruh k (T2 T1 )
N N

di mana M adalah jumlah jalur aliran kalor. Sehingga, untuk memperhitungkan


perpindahan kalor, kita hanya perlu menggambarkan bujur sangkar kurvilinear ini, dan
menghitung banyaknya tambahan suhu dan jalur aliran kalor. Namun, kita harus hati-hati
dan teliti dalam menggambarkannya, supaya x y, dan garis-garisnya tegak lurus.

(m, n+1)

. ..
C. Analisis Numerik
y
Berbagai kondisi batas dan geometri menyulitkan

.
analisa secara analitis. Analisa numerik lebih (m-1, n) (m, n) (m+1, n)
dapat diaplikasikan karena dilakukan dengan
metode pendekatan. Dalam analisa numerik, (m, n-1)
sebuah benda dua-dimensi dibagi atas sejumlah x x
jenjang tambahan kecil yang sama (equal increments) pada arah x dan arah y. Titik-titik
node diberi tanda seperti pada gambar di samping, lokasi m menunjukkan tambahan pada
arah x, dan lokasi n tambahan pada arah y. Kita ingin menentukan suhu pada setiap titik
2T 2T
0
x 2 y 2
node di dalam benda itu dengan menggunakan Persamaan (1) : sebagai
Gambar 2
kondisi yang menentukan. Kita gunakan beda-beda berhingga untuk mendekati tambahan
diferensial pada koordinat ruang dan suhu. Makin kecil tambahan berhingga yang kita
gunakan, makin baik pula pendekatan kita terhadap distribusi suhu sebenamya.
Gradien atau landaian suhu (temperature gradient) dapat dituliskan sebagai berikut:

T Tm1,n Tm,n T Tm ,n Tm 1,n



x m 1 / 2 , n x x m 1 / 2 , n x

T Tm,n 1 Tm,n T Tm ,n Tm,n 1



y m , n 1 / 2
y y m , n 1 / 2
y

T T

T 2
x m 1 / 2 , n x m 1 / 2, n Tm 1,n Tm 1,n 2Tm ,n

x 2 m ,n
x (x ) 2
T T

2T y m , n 1 / 2
y m , n 1 / 2 Tm ,n 1 Tm,n 1 2Tm ,n

y 2 m ,n
y (y ) 2

Sehingga aproksimasi beda berhingga untuk persamaan (1) menjadi

Tm 1,n Tm 1,n 2Tm,n Tm,n 1 Tm ,n 1 2Tm,n



(x) 2 (y ) 2
=0 (2)

Tm1,n Tm 1,n Tm,n 1 Tm,n 1 4Tm,n 0


Jika x = y, maka
(3)
Oleh karena konduktivitas termal tetap, maka aliran kalor dapat dinyatakan sebagai
diferensial suhu. Persamaan (3) menunjukkan bahwa aliran kalor netto pada setiap
node ialah nol pada keadaan tunak. Pada hakekatnya, dalam pendekatan numerik beda-
berhingga distribusi suhu yang kontinu digantikan dengan sejumlah batangan penghantar
kalor khayalan yang bersambung pada setiap titik node, dan tidak mempunyai
pembangkitan kalor.
Jalan beda-berhingga yang memperhitungkan pembangkitan kalor juga dapat disusun
dengan jalan menambahkan suku q/k ke dalam persamaan (2) sehingga mendapat:

Tm 1,n Tm 1,n 2Tm ,n Tm ,n 1 Tm,n 1 2Tm ,n q



(x) 2
( y ) 2
k
=0

Lalu untuk kisi bujur-sangkar di mana x = y,

q ( x ) 2
Tm 1,n Tm 1,n Tm,n 1 Tm ,n 1 4Tm,n 0
k
(4)
Untuk menggunakan metode numerik, persamaan (3) harus ditulis untuk setiap node di
dalam bahan itu, dan sistem persamaan yang dihasilkan lalu diselesaikan untuk
mendapatkan suhu pada setiap node.
Jika benda padat berada dalam kondisi batas konveksi (convection boundary condition),
suhu pada permukaan harus dihitung dengan cara yang berbeda dan metode di atas.
Perhatikan batas yang diberikan gambar 3. Neraca energi pada mode (m,n) adalah

Tm,n Tm1,n x Tm,n Tm,n 1 x Tm,n Tm,n 1


k y k k h y (Tm,n T )
x 2 y 2 y

Jika x = y, maka suhu batas dinyatakan dengan persamaan:

h x h x 1
Tm ,n ( 2) T ( 2Tm 1,n Tm ,n 1 Tm,n 1 ) 0
k k 2
(5)
Persamaan (5) harus dibuat untuk setiap node pada permukaan yang ditunjukkan pada
gambar 3. Jadi, bila terdapat kondisi batas konveksi, maka persamaan (5) digunakan
untuk batas, dan persamaan (3) untuk titik-titik di bagian dalam.

. . m, n+1

. . m, n
y
T

. q
m,x
n-1

Permukaan
x 2
Gambar 3
Persamaan (5) berlaku untuk permukaan datar yang mengalami kondisi batas konveksi;
tetapi tidak berlaku untuk situasi lain, seperti pada dinding yang diisolasi atau pada sudut
yang terkena kondisi batas konveksi. Perhatikan bagian sudut pada gambar 4. Neraca
energi untuk bagian sudut ini

y Tm,n Tm 1,n x Tm,n Tm ,n 1 x y


k k h (Tm,n T ) h (Tm,n T )
2 x 2 y 2 2

Jika x = y, maka

h x h x
2Tm,n 1 2 T Tm 1,n Tm,n 1 0
k k
(6)

m-1, n
m, n
y
y
2 T

m-1, n-1
xm, n-1
Gambar 4 2
x

Kondisi-kondisi batas lainnya dapat dikerjakan dengan cara yang sama; suatu rangkuman
persamaan-persamaan node yang mudah dipakai diberikan pada bagian lampiran. Adapun
cara penyelesaian analisis numerik ini ada 3 cara, yaitu eliminasi, matriks, dan relaksasi
(membuat neraca kalor untuk setiap node). Metode relaksasi meliputi: (1) membuat
masing-masing persamaan neraca kalor untuk tiap node ; (2) mengandaikan suhu masing-
masing node ; (3) menghitung nilai sisa tiap-tiap node ; (4) menolkan sisa terbesar ; (5)
melanjutkan relaksasi sampai sisa tiap node mendekati nol.

III. SUMBER RUJUKAN


Holman, J.P. 1987. Heat Transfer. New York: Mc Graw Hill.
Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer. New York: Mc Graw Hill.
Sholeh, Muhamad. 2009. Perpindahan Panas. (http://www.mohammadsholeh.
wordpress.com/2009/08/18/amphp-ampp-5/) [25 Februari 2017]

Anda mungkin juga menyukai