Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Miftah Rafi Dikumpulkan tanggal : 01/03/2017

NPM : 1506717872
Kelompok :2 Paraf Asisten :
Topik Pemicu : Perpindahan Kalor Konduksi

I. Outline
1. Tahanan Kontak Termal
2. Penyelesaian Masalah pada Dimensi Rangkap dengan Pendekatan: Analitik, Grafis,
dan Numerik
II. Pembahasan
1. Tahanan Kontak Termal
Tahanan kontak termal adalah sebuah istilah untuk sisi sebuah benda yang
menghasilkan kontak dengan benda lainnya, yakni daerah di mana analogi
resistansi elektrik yang terabaikan tiba-tiba menjadi begitu berpengaruh pada
interfasa dari dua media penghantar.

Gambar 1. Ilustrasi situasi fisik terjadinya tahanan kontak termal.


(Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer, Tenth Edition. The McGraw-Hills Companies,
Inc.: New York.)

Dari Gambar 1., dengan menerapkan neraca energi pada kedua material
tersebut didapatkan,

T 1 T 2 A T 2 A T 2 B T T 3
q=k A A = =k B A 2 B
xA 1/hc A xB

atau

T 1T 3
q=
x A / k A A+ 1/hc A+ x B /k B A

di mana 1/hc A , disebut sebagai tahanan kontak termal dan hc disebut


sebagai koefisien kontak.
Tabel 1. Beberapa nilai koefisien kontak pada kisaran tekanan 1-10 atm.
(Sumber: Liendhard IV, John H. & Lienhard V, John H. 2006. A Heat Transfer
Textbook, Third Edition. Phlogiston Press: Cambridge.)

Tabel 2. Nilai Tahanan Kontak Termal untuk permukaan material-material yang biasa
digunakan.
(Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer, Tenth Edition. The McGraw-Hills Companies,
Inc.: New York.)
Mekanisme fisik dari tahanan kontak akan lebih mudah untuk dipahami
dengan lebih memerhatikan sisi yang dipertemukan pada kedua benda.

Gambar 2. Permukaan padatan yang tidak sempurna (kasar)


(Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer, Tenth Edition. The McGraw-Hills Companies,
Inc.: New York.)

Tidak ada dua permukaan padatan yang selamanya memberikan kontak termal
sempurna ketika keduanya disambungkan. Adanya faktor kekasaran permukaan,
menyebabkan terbentuknya celah udara yang sempit. Konduksi melalui kontak
bagian padatan ke padatan sangat efektif, tetapi konduksi yang melalui celah udara
yang memiliki nilai konduktivitas termal yang kecil sangat tidak menguntungkan,
ditambah lagi dengan kemungkinan terjadinya radiasi termal pada celah tersebut.
Berikutnya, dengan menentukan area kontak sebagai A c dan area celah
sebagai A v , dapat dihasilkan persamaan untuk laju panas pada sisi pertemuan
pada permukaan padatan,

T 2 A T 2 B T T 2 B T 2 A T 2 B
q= +k f A v 2 A =
L g /2 k A A c + Lg /2 k B A c Lg 1/hc A

di mana Lg adalah ketebalan celah dan k f adalah konduktivitas termal dari


fluida yang melewati atau mengisi area celah tersebut. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah bahwa udara yang mengisi area celah dan nilai k f kecil jika
dibandingkan dengan k A dan k B . Ketika area kontak kecil, makan area celah
menjadi bagian utama dari nilai tahanan termal yang dihasilkan.
Kekurangan dari teori tahanan kontak termal ini adalah bahwa sangatlah susah
untuk menentukan nilai yang paling efektif untuk A c , A v , dan Lg pada
permukaan yang terhubung. Tidak ada teori yang memuaskan untuk memprediksi
nilai tahanan kontak termal untuk segala tipe material teknik, dan hal ini dapat
dimaklumi karena banyaknya kondisi permukaan kompleks yang terhubung satu
sama lain.

2. Penyelesaian Masalah pada Dimensi Rangkap dengan Pendekatan: Analitik, Grafis,


dan Numerik

Permasalahan perpindahan kalor dalam sistem dimensi rangkap dapat


diselesaikan dengan beberapa pendekatan, yaitu analitik, grafis, dan numeric.
A. Metode analitis

Salah satunya adalah metode pemisahan variabel, terbatas untuk geometri yang
sederhana. Prinsip dari metode ini ialah bahwa persamaan diferensial dapat dianggap
mempunyai bentuk hasil perkalian.

= Di mana =()
=() (Persamaan 2)

Dengan mensubtitusi persamaan 2 ke dalam persamaan 1, maka diperoleh:

1 d 2 X 1 d2 Y
=
X d x2 Y d y2
Dengan menggunakan konstanta di atas, maka didapatkan dua buah persamaan
diferensial:
d2 X 2
2
+ X =0
dx
2
d Y
2
2 Y =0
dy
Dimana:
n
=
W
Sehingga diperoleh penyelesaian akhir yaitu:
x
W
()+T 1
T =T m sinh ( y/ W ) sin
sinh ( H /W )

Pada dimensi rangkap, terlihat bahwa garis-garis aliran kalor tegak lurus terhadap
isotherm:

2 (1)n +1+ 1 nx sinh ( y /W )
T 2 T = sin
1
n=1 n W sinh ( H /W )
T T 1

Teknik analisa yang digunakan dalam perpindahan kalor konduksi memerlukan latar
belakang teori fungsi ortogonal demikian juga fungsi bessel dan fungsi-fungsi khusus
lainnya yang digunakan dalam berbagai kondisi batas dan geometri.

B. Analisis Grafik
Sistem dua dimensi dengan permukaan dalam berada pada suhu T1, dan bagian luar
pada suhu T2. Garis-garis aliran kalor dan isoterm membentuk berkas-berkas garis
lengkung kurvilinear (Gambar 1). Aliran kalor melintasi bagian-bagian kurvilinear ini
diberikan oleh hukum Fourier, dengan mengandaikan satu satuan kedalaman bahan:
k x T
q
y

Aliran kalor ini sama untuk semua bagian dalam jalur aliran kalor, dan aliran kalor
total ialah jumlah dari aliran kalor dalam semua jalur. Jika bahan ini dibuat
sedemikian rupa, sehingga x = y, maka aliran kalor akan sebanding dengan T
melintas unsur itu. Selanjutnya, karena aliran kalor harus tetap (konstan), maka T
melintas masing-masing unsur harus pula sama dalam jalur aliran-kalor yang sama.
Jadi, T melintas unsur diberikan oleh
Tmenyeluruh
T
N
di mana N adalah banyaknya jenjang atau tokokan suhu (temperature increment)
antara permukaan dalam dan luar. Selanjutnya, aliran kalor melalui setiap jalur harus
sama karena tidak bergantung dari dimensi x dan y, kalau keduanya ini dibuat
sama. Jadi perpindahan kalor total dapat ditulis
M M
q k Tmenyeluruh k (T2 T1 )
N N
di mana M adalah jumlah jalur aliran kalor. Sehingga, untuk memperhitungkan
perpindahan kalor, kita hanya perlu menggambarkan bujur sangkar kurvilinear ini,
dan menghitung banyaknya tambahan suhu dan jalur aliran kalor. Namun, kita harus
hati-hati dan teliti dalam menggambarkannya, supaya x y, dan garis-garisnya
tegak lurus.

C. Analisis Numerik (m, n+1)

Berbagai kondisi batas dan geometri menyulitkan


. .. y

analisa secara analitis. Analisa numerik lebih (m-1, n) (m, n) (m+1, n)


dapat diaplikasikan karena dilakukan dengan
metode pendekatan. Dalam analisa numerik,
.
(m, n-1)
sebuah benda dua-dimensi dibagi atas sejumlah x x
jenjang tambahan kecil yang sama (equal increments) pada arah x dan arah y. Titik-
titik node diberi tanda seperti pada gambar di samping, lokasi m menunjukkan
tambahan pada arah x, dan lokasi n tambahan pada arah y. Kita ingin menentukan
suhu pada setiap titik node di dalam benda itu dengan menggunakan Persamaan (1) :
2T 2T
0
x 2 y 2 sebagai kondisi yang menentukan. Kita gunakan beda-beda berhingga
untuk mendekati tambahan diferensial pada koordinat ruang dan suhu. Makin kecil
tambahan berhingga yang kita gunakan, makin baik pula pendekatan kita terhadap
distribusi suhu sebenamya.
Gradien atau landaian suhu (temperature gradient) dapat dituliskan sebagai berikut:
T Tm 1,n Tm ,n T Tm,n Tm 1,n

x m 1 / 2 , n x x m 1 / 2 , n x

T Tm ,n 1 Tm ,n T Tm,n Tm,n 1

y m , n 1 / 2
y y m , n 1 / 2
y

T T

2T x m 1 / 2 , n x m 1 / 2 , n Tm 1,n Tm 1,n 2Tm,n

x 2 m,n
x (x ) 2
T T

2T y m , n 1 / 2
y m , n 1 / 2 Tm ,n 1 Tm ,n 1 2Tm,n

y 2 m,n
y (y ) 2

Sehingga aproksimasi beda berhingga untuk persamaan (1) menjadi

Tm 1,n Tm 1,n 2Tm ,n Tm,n 1 Tm ,n 1 2Tm,n



(x) 2
(y ) 2 =0 (2)
Jika x = y, maka

Tm 1,n Tm 1,n Tm,n 1 Tm ,n 1 4Tm,n 0


(3)

Oleh karena konduktivitas termal tetap, maka aliran kalor dapat dinyatakan sebagai
diferensial suhu. Persamaan (3) menunjukkan bahwa aliran kalor netto pada setiap
node ialah nol pada keadaan tunak. Pada hakekatnya, dalam pendekatan numerik
beda-berhingga distribusi suhu yang kontinu digantikan dengan sejumlah batangan
penghantar kalor khayalan yang bersambung pada setiap titik node, dan tidak
mempunyai pembangkitan kalor.
Jalan beda-berhingga yang memperhitungkan pembangkitan kalor juga dapat disusun
dengan jalan menambahkan suku q/k ke dalam persamaan (2) sehingga mendapat:

Tm 1,n Tm 1,n 2Tm ,n Tm ,n 1 Tm,n 1 2Tm ,n q



(x) 2
( y ) 2
k =0

Lalu untuk kisi bujur-sangkar di mana x = y,

q ( x ) 2
Tm 1,n Tm1,n Tm,n 1 Tm,n 1 4Tm,n 0
k (4)

Untuk menggunakan metode numerik, persamaan (3) harus ditulis untuk setiap node
di dalam bahan itu, dan sistem persamaan yang dihasilkan lalu diselesaikan untuk
mendapatkan suhu pada setiap node.
Jika benda padat berada dalam kondisi batas konveksi (convection boundary
condition), suhu pada permukaan harus dihitung dengan cara yang berbeda dan
metode di atas. Perhatikan batas yang diberikan gambar 3. Neraca energi pada mode
(m,n) adalah

Tm,n Tm 1,n x Tm,n Tm ,n 1 x Tm ,n Tm ,n 1


k y k k h y (Tm,n T )
x 2 y 2 y

Jika x = y, maka suhu batas dinyatakan dengan persamaan:

h x h x 1
Tm ,n ( 2) T (2Tm1,n Tm,n 1 Tm,n 1 ) 0
k k 2 (5)

Persamaan (5) harus dibuat untuk setiap node pada permukaan yang ditunjukkan pada
gambar 3. Jadi, bila terdapat kondisi batas konveksi, maka persamaan (5) digunakan
untuk batas, dan persamaan (3) untuk titik-titik di bagian dalam.

. . m, n+1

. . m, n
y
T

. q

m, n-1
x
Permukaan
x 2

Persamaan (5) berlaku untuk permukaan datar yang mengalami kondisi batas
konveksi; tetapi tidak berlaku untuk situasi lain, seperti pada dinding yang diisolasi
atau pada sudut yang terkena kondisi batas konveksi. Perhatikan bagian sudut pada
gambar 4. Neraca energi untuk bagian sudut ini

y Tm ,n Tm1,n x Tm ,n Tm,n 1 x y
k k h (Tm,n T ) h (Tm,n T )
2 x 2 y 2 2

Jika x = y, maka

h x h x
2Tm ,n 1 2 T Tm 1,n Tm,n 1 0
k k (6)
m-1, n
m, n
y
y
2 T

m-1, n-1
xm, n-1
x
2

Kondisi-kondisi batas lainnya dapat dikerjakan dengan cara yang sama; suatu
rangkuman persamaan-persamaan node yang mudah dipakai diberikan pada bagian
lampiran. Adapun cara penyelesaian analisis numerik ini ada 3 cara, yaitu eliminasi,
matriks, dan relaksasi (membuat neraca kalor untuk setiap node). Metode relaksasi
meliputi: (1) membuat masing-masing persamaan neraca kalor untuk tiap node ; (2)
mengandaikan suhu masing-masing node ; (3) menghitung nilai sisa tiap-tiap node ;
(4) menolkan sisa terbesar ; (5) melanjutkan relaksasi sampai sisa tiap node
mendekati nol.
Daftar Pustaka

Holman, J.P. 2010. Heat Transfer, Tenth Edition. The McGraw-Hills Companies, Inc.:
New York

Liendhard IV, John H. & Lienhard V, John H. 2006. A Heat Transfer Textbook, Third
Edition. Phlogiston Press: Cambridge

Kern, D.Q., Process Heat Transfer, International Student Edition, McGraw Hill
Kogakusha, Ltd., New York.

Anda mungkin juga menyukai