Anda di halaman 1dari 456

J P

D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Salam Sejahtera,

Alhamdulillah, segala puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga buku Susunan Dalam Satu Naskah
Peraturan di Bidang Kepegawaian ini dapat dibuat. Buku ini dibuat dengan
tujuan agar lebih mudah dalam memahami peraturan kepegawaian yang
berlaku saat ini, dengan harapan tertib administrasi kepegawaian yang lebih
J P
baik akan terwujud.
D
N
Penerapan reformasi birokrasi dan sistem administrasi modern di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus didukung dengan penerapan peraturan

A
I
kepegawaian. Karena prinsip Pelayanan Prima tidak hanya menuntut
pelayanan ke luar kepada Wajib Pajak, tetapi juga pelayanan ke dalam, yaitu
kepada pegawai DJP.
A
A W
Akhir kata, buku Susunan Dalam Satu Naskah Peraturan Kepegawaian ini
diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan administrasi
kepegawaian dengan baik dan benar.

Wassalamulaikum wr. wb.


E G
Jakarta, 1 Mei 2012
E P
K
Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak

A N
I
Herry Sumardjito

G
NIP 195507231981081001

A
B

iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Bagian I Pokok-pokok Kepegawaian 1
Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999
3

J P
Bagian II Disiplin Pegawai Negeri Sipil 27
D
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010
A N29
76
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011
A I 183
190

W
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214 /PMK.01/2011 211
Surat Edaran Sekjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012 228

A
Bagian III Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil 246

E G
Susanan Dalam Satu Naskah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah
248

P
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 8/SE/1983 259

K E
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990
Bagian IV Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
362
376

A N
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
Susunan Dalam Satu Naskah Peraturan Pemerintah Republik
378
397

I
Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 dan

A GPeraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008


Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.90/2009
Bagian V Cuti Pegawai Negeri Sipil
414
422

B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976


Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-102/MK.01/1988
424
439
Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-3559/MK.1/2009 442
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 449
03/PJ/UP.90/2010

v
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
-3-
POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

SUSANAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 8 TAHUN 1974 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-
POKOK KEPEGAWAIAN

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
J P
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang D
N
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-

2.
undangan yang berlaku.

I A
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri

3. A
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasya

4.
A W
berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 dan

5. G
Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

E
Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya

6.
kepaniteraan pengadilan. P
jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara dan

E
Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya

7.
ditentukan.
K
diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang

Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada

8.

A N
suatu satuan organisasi pemerintah.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya

I
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang

A G meliputi perencanaan,

Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.
pengadaan, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.

B BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI

Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan

Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari:
-4- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

a. Pegawai Negeri Sipil;


b. Anggota Tentara Nasional Indonesia;
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
(3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
J P
Cukup jelas.
Huruf b D
N
Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional Indonesia,
diatur dengan undang-undang.
Huruf c

I
Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, diatur dengan undang-undang. A
Ayat (2)
Huruf (a) A
A W
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah
pegawai negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
pada

E G
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi
Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan
Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas
negara lainnya.
Huruf (b)

E P
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah

K
adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota
yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau

A Ndipekerjakan di luar instansi induknya.


Pegawai negeri Sipil Pusat dan pegawai negeri Sipil

I Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya


dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.

A G Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas
pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis profesional

B dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan


organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai
Pegawai Negeri.

Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan dan pembangunan.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-5- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai
politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Penjelasan Pasal 3
Cukup jelas.

Bagian Kedua
J P
Kewajiban
D
N
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-
undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta wajib menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penjelasan Pasal 4 I A
Cukup jelas.
A
Pasal 5

A W
Setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan

Penjelasan Pasal 5
E G
kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.

Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-

E P
undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan
perundang-undangan ditaati oleh masyarakat.
Berhubung dengan itu setiap Pegawai Negeri berkewajiban untuk

K
memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan, pada

A N
umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas kedinasan untuk
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pada Pokoknya pemberian

I
tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang
berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan

A G dengan sebaik-baiknya. Berhubung dengan itu maka setiap Pegawai


Negeri wajib melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan
kepadanya
tanggungjawab.
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan

B Pasal 6
(1) Setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan.
(2) Pegawai Negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada
dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-undang.
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Pada umumnya yang dimaksud dengan "rahasia" adalah
rencana kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-6- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

dilakukan yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar atau


dapat menimbulkan bahaya, apabila diberitahukan kepada atau
diketahui oleh orang yang tidak berhak.
Rahasia jabatan adalah rahasia mengenai atau yang ada
hubungannya dengan jabatan. Pada umumnya rahasia jabatan
dapat berupa dokumen tertulis seperti surat, notulen rapat, peta,
dan lain-lain; dapat berupa rekaman suara dan dapat pula berupa
perintah atau keputusan lisan dari seorang atasan. Ditinjau dari
sudut pentingnya, maka rahasia jabatan itu ditentukan tingkatan
klasifikasinya, seperti sangat rahasia, konfidensil atau terbatas.
Ditinjau dari sudut pentingnya, maka ada rahasia jabatan yang
sifat kerahasiaannya terbatas pada waktu tertentu tetapi ada pula
J P
rahasia jabatan yang sifat kerahasiaannya terus menerus. Apakah
sesuatu rencana, kegiatan atau tindakan bersifat rahasia jabatan, D
N
begitu juga tingkatan klasifikasi dan sampai bilamana hal itu
menjadi rahasia jabatan, harus ditentukan dengan tegas oleh
pimpinan instansi yang bersangkutan.
Pada umumnya Pegawai Negeri karena jabatan atau
I
pekerjaannya mengetahui sesuatu rahasia jabatan. Bocornya A
A
sesuatu rahasia jabatan selalu menimbulkan kerugian atau
bahaya terhadap Negara. Pada umumnya kebocoran sesuatu

A W
rahasia jabatan adalah disebabkan oleh dua hal, yaitu sengaja
dibocorkan kepada orang lain atau karena kelalaian atau
tidak/kurang hati-hatinya pejabat yang bersangkutan. Apakah
kebocoran rahasia jabatan itu karena kesengajaan atau karena

E G
kelalaian, akibatnya terhadap Negara sama saja, oleh sebab itu
setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan dengan
sebaik-baiknya.
Ayat (2)

E P
Rahasia jabatan hanya dapat dikemukakan oleh Pegawai Negeri
atau bekas Pegawai Negeri kepada dan atas perintah pejabat

K
yang berwajib atas kuasa Undang-undang, umpamanya atas
perintah petugas penyidik dalam rangka penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi.

A N
I Bagian Ketiga
Hak

A
(1)
G Pasal 7
Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak
sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.

B
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah bahwa
gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, sehingga Pegawai Negeri yang bersangkutan dapat

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-7- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk


melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengaturan gaji Pegawai negeri yang adil dimaksudkan untuk
mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antar Pegawai
Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta.
Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong
produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri.
J P
Pasal 8 D
N
Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti.
Penjelasan Pasal 8
Yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang

I A
diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam rangka usaha untuk
menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan
Pegawai Negeri perlu diatur pemberian cuti.
A
Cuti Pegawai Negeri terdiri dari, cuti tahunan, cuti sakit, cuti

A W
karena alasan penting, cuti besar, cuti bersalin, dan cuti di luar
tanggungan Negara.
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan
ibadah haji.

E G
a.

E P
Pasal 9
Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh

b.
perawatan.
K
Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang

A N
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga,
berhak memperoleh tunjangan.
c.
I
Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh
uang duka.

A G
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Dalam menjalankan tugas kewajiban selalu ada kemungkinan
bahwa Pegawai Negeri menghadapi risiko. Apabila seorang

B Pegawai Negeri mengalami kecelakaan dalam dan karena


menjalankan tugas kewajibannya, maka ia berhak memperoleh
perawatan dan segala biaya perawatan itu ditanggung oleh
Negara.
Ayat (2)
Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan ia
menderita cacad jasmani atau,cacad rohani yang mengakibatkan
ia tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga,
berdasarkan keterangan dari Majelis Penguji Kesehatan Pegawai

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-8- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Negeri atau Dokter Penguji Tersendiri, maka disamping pensiun


yang berhak diterimanya, kepadanya diberikan tunjangan bulanan
yang memungkinkan dapat hidup dengan layak.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tewas, ialah :
1. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya;
2. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada
hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu
disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya;
3. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka
J P
atau cacad jasmani dan cacad rohani yang didapat dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya; D
N
4. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggungjawab ataupun sebagai akibat tindakan
terhadap anasir itu.

I
Kepada isteri/suami dan atau anak Pegawai Negeri yang tewas
A
diberikan uang duka yang diterimakan sekaligus. Pemberian uang

A
duka yang dimaksud tidak mengurangi pensiun dan hak-hak
lainnya yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10 A W
berhak atas pensiun.
Penjelasan Pasal 10
E G
Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,

E P
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap
Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya
kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari setiap

K
orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini setiap
Pegawai Negeri wajib menjadi peserta dari sesuatu badan asuransi
sosial yang dibentuk oleh Pemerintah. Karena pensiun bukan saja

A N
sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka
Pemerintah memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri.

I
Iuran pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan Pemerintah tersebut
dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial.

A G Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara

B
(1)
Pasal 11
Pejabat Negara terdiri dari atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada
semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-9- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;


g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang- undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan
dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa
kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak
J P
perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai D
N
menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan
organiknya.
Penjelasan Pasal 11
Ayat (1)
I A
Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam ketentuan ini

A
tidak berarti menunjukkan tingkatan kedudukan dari pejabat
tersebut.

A W
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hakim pada Badan
Peradilan adalah Hakim yang berada di Lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer dan
Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
E G
E P
Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua,
Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta
Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan;

K
Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang
berasal dari jabatan karier; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa

A N
dan Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier dan jabatan
yang setingkat Menteri.

I
Ayat (4)
Cukup jelas.

A G
B BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Bagian Pertama
Tujuan Manajemen

Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara
berdaya guna dan berhasil guna.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 10 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan


pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan
Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan
adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja.
Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan
keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja, maka perlu
dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-
J P
baiknya atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. D
N
Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang obyektif
terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna yang

I
sebesar-besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus
A
dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti
negara.
A
Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka

A W
dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari
Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang satu ke
Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau
sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang
bersifat manajerial.

E G
E P
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen

(1)
K Pasal 13
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan
norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan

A N
kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan

(2)
I
kedudukan hukum.
Kebijaksanaan manajemen Pegawai negeri Sipil sebagaimana

A
(3)
G dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala
Pemerintah.
Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan

B
(4)
tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
terdiri dari 2(dua) Anggota tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan
Sekretaris Komisi, serta 3(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio menjabat sebagai Kepala
dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 11 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang-kurangnya


sekali dalam satu bulan.
Penjelasan Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas membantu Presiden
dalam:
a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian;
J P
b. merumuskan kebijaksanaan
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan
penggajian dan
D
N
c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural tertentu menjadi wewenang Presiden.

I A
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara obyektif,
maka kedudukan Komisi adalah independen.
Ayat (4)
A
Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari

A W
instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf senior dari
Badan Kepegawian Negara, sedangkan Anggota Tidak Tetap
diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari Departemen terkait,
wakil organisasi Pegawai Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat

Ayat (5)
Cukup jelas.
E G
yang mempunyai keahlian yang diperlukan oleh Komisi.

Ayat (6)
Cukup jelas.

E P
K Pasal 14
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan, dan kekompakan serta

A N
dalam rangka usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh seluruh
Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,

I
Negara, dan Pemerintah, perlu dipupuk dan dikembangkan jiwa korps yang
bulat di dan Pemerintah, perlu dipupuk dan dikembangkan jiwa korps yang

G
bulat dan kalangan Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 14

A Cukup jelas.

B Bagian Ketiga
Formasi dan Pengadaan

Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan
ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus
dilaksanakan.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 12 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat pegawai
negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas
pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
Ayat (2)
Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam
jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam
pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah
J P
dan sumber daya manusia yang diperlukan.
D
(1)
Pasal 16
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi.
A N
(2)
I
Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan.
A
(3) Apabila pelamar yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini diterima, maka

A W
ia harus melalui masa percobaan dan selama masa percobaan itu
berstatus sebagai calon Pegawai Negeri Sipil.
(4) Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
setelah memulai masa percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
dan selama- lamanya 2 (dua) tahun.
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1)
E G
E P
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi
yang lowong. Lowongnya formasi dalam sesuatu organisasi pada
umumnya disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya Pegawai Negeri

K
Sipil yang keluar karena berhenti, atau adanya perluasan
organisasi. Karena pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk
mengisi formasi yang lowong maka penerimaan Pegawai Negeri

A
Ayat (2) N
Sipil harus berdasarkan kebutuhan.

I
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan Pegawai Negeri
Sipil harus didasarkan atas syarat-syarat obyektif yang telah

A G ditentukan dan tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku,


agama, ras, golongan atau daerah.
Ayat (3)
Setiap pelamar yang diterima harus melalui masa percobaan dan

B selama masa percobaan itu ia berstatus sebagai calon Pegawai


Negeri Sipil. Selama dalam masa percobaan, kepada calon
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberikan gaji pokok dan
penghasilan lain menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (4)
Lamanya masa percobaan adalah sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun dan selama-lamanya 2 (dua) tahun. Apabila dalam masa
percobaan itu ia dipandang tidak cakap, maka ia dikeluarkan dan
apabila cakap diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Calon

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 13 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Pegawai Negeri Sipil yang dalam waktu 1 (satu) tahun telah


memenuhi syarat-syarat yang diperlukan, dengan segera diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 16A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang teleh bekerja pada instansi yang
menunjang kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
J P
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 16A D
N
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil,

telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.


Ayat (2) I A
dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang dipandang

Cukup jelas.
A
Bagian Keempat

A W
Kepangkatan, Jabatan, Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

(1)
(2)
Pasal 17

E G
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan

E P
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi
kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat
obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras,
atau golongan.
K
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan
berdasarkan tingkat pendidikan formil.

A
Ayat (1) N
Penjelasan Pasal 17

I Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang


menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak

A G seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi


Negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan adalah Jabatan
Karier.

B Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi


pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil
atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Jabatan karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu
jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural
adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi.
Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas
disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 14 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan


dan lain-lain yang serupa dengan itu.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah
disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama dan
dapat dipercaya.
Ayat (3)
Cukup jelas.

(1)
Pasal 18
Pemberian kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistim
J P
kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pangkat pilihan.
(2) Setiap Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat-syarat yang D
N
ditentukan, berhak atas kenaikan pangkat reguler.
(3) Pemberian kenaikan pangkat pilihan adalah pengharapan atas
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

I
(4) Syarat-syarat kenaikan pangkat reguler adalah prestasi kerja,
A
disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dan syarat-
syarat obyektip lainnya.
A
(5) Kenaikan pangkat pilihan, disamping harus memenuhi syarat-syarat

kepangkatan.
A W
yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, harus pula didasarkan atas
jabatan yang dipangkunya dengan memperhatikan daftar urut

(6) Pegawai Negeri Sipil yang tewas diberikan kenaikan pangkat

Penjelasan Pasal 18
Ayat (1)
E G
setingkat lebih tinggi secara anumerta.

E P
Pemberian kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan
sistim kenaikan pangkat reguler dan sistim kenaikan pangkat
pilihan.

K
Yang dimaksud dengan kenaikan pangkat reguler adalah
apabila seorang Pegawai Negeri Sipil telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dapat dinaikkan pangkatnya tanpa terikat

A N
pada jabatan. Kenaikan pangkat regular ditentukan sampai
dengan tingkat pangkat tertentu, umpamanya sampai dengan III/d

I
PGPS 1968.
Yang dimaksud dengan kenaikan pangkat pilihan adalah

A G kenaikan pangkat yang disamping harus memenuhi syarat-syarat


yang ditentukan juga harus ada jabatan, atau dengan perkataan
lain, walaupun seorang Pegawai Negeri Sipil telah memenuhi
syarat-syarat umum untuk kenaikan pangkat, tetapi jabatannya

B tidak sesuai untuk pangkat itu, maka ia belum dapat dinaikkan


pangkatnya.
Tingkat pangkat untuk kenaikan pangkat pilihan dapat
ditentukan umpamanya mulai IV/a ke atas PGPS 1968.
Ayat (2)
Kenaikan pangkat reguler adalah merupakan hak, oleh sebab itu
apabila seorang Pegawai Negeri Sipil telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan pada dasarnya harus dinaikkan
pangkatnya, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk
menundanya.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 15 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Ayat (3)
Kenaikan pangkat pilihan bukan hak, tetapi adalah kepercayaan
dan penghargaan kepada seseorang Pegawai Negeri Sipil atas
prestasi kerjanya, yakni bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah
menunjukkan prestasi kerja yang tinggi ada kemungkinan
mendapat kenaikan pangkat pilihan.
Ayat (4)
Untuk lebih menjamin obyektipitas dalam mempertimbangkan dan
memberikan kenaikan pangkat, maka perlu ditentukan syarat-
syarat kenaikan pangkat. Syarat-syarat kenaikan pangkat antara
lain ialah prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, jabatan, latihan jabatan, dan syarat-syarat obyektip
J P
lainnya. Syarat-syarat kenaikan pangkat sebagai tersebut di atas
merupakan konsekwensi logis dari prinsip adanya pengkaitan D
N
yang erat antara pangkat dan jabatan.
Ayat (5)
Dalam setiap organisasi yang sehat, maka makin tinggi

I
pangkat, makin terbatas jumlahnya, oleh sebab itu Pegawai
Negeri Sipil yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai A
pangkat tertinggi itu makin terbatas pula.
A
Untuk kenaikan pangkat pilihan, disamping harus dipenuhi

A W
syarat-syarat umum, harus pula didasarkan atas jabatan yang
dipangku oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk mengikuti
pendidikan atau latihan jabatan, dalam mempertimbangkan

E G
kenaikan pangkat, ia dianggap menduduki jabatan yang
dipangkunya, sebelum mengikuti pendidikan atau latihan jabatan
tersebut.
Ayat (6)

E P
Pemberian kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi secara
anumerta merupakan penghargaan yang diberikan oleh

K
Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil yang tewas atas
pengabdian dan jasa-jasanya kepada Negara dan Bangsa.
Pemberian kenaikan pangkat secara anumerta harus

A N
dilaksanakan tepat pada waktunya, yaitu diusahakan sebelum
Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dikebumikan. Pangkat

I
anumerta ditetapkan berlaku terhitung mulai tewasnya Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan. Kenaikan pangkat anumerta

A G membawa akibat kenaikan gaji pokok.

Pasal 19

B
Dihapus.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Untuk lebih menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan pengangkatan
dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 16 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Pasal 21
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas bagi Pegawai Negeri Sipil tertentu
ditetapkan tanda pengenal.
Penjelasan Pasal 21
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, maka bagi Pegawai Negeri
Sipil yang memangku sesuatu jabatan tertentu yang dalam
menjalankan tugasnya di lapangan perlu dengan segera dikenal oleh
masyarakat umum, perlu ditetapkan tanda pengenal, umpamanya
pejabat Bea dan Cukai, Imigrasi, dan lain-lain,yang serupa dengan itu.
Tanda pengenal itu dapat berupa pakaian seragam dan atau
tanda lain yang diperlukan.
J P
Pasal 22 D
N
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka
pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas,
dan/atau wilayah kerja.
Penjelasan Pasal 22
I
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk A
memperluas pengalaman, wawasan dan kemampuan maka perlu
A
diadakan perpindahan jabatan, tugas dan wilayah kerja bagi Pegawai

merugikan hak kepegawaiannya.

A W
Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak

(1)
Pasal 23

E G
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal
dunia.
(2)

E
a. atas permintaan sendiri;P
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena:

b. mencapai batas usia pensiun;

K
c. perampingan organisasi pemerintah; atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3)
N
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak

A
diberhentikan karena

I
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji
jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan

A G sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-


undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena

B
(4)
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya
kurang dari 4 (empat) tahun.
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau
lebih;atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena :

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 17 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/janji


jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-undang Dasar
1945, Negara dan Pemerintah.
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang
menentang Negara dan pemerintah; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
J P
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat
menerima hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan D
N
perundangan yang berlaku antara lain hak pensiun dan tabungan
hari tua.
Ayat (2)

I A
Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak diperlukan
oleh Pemerintah atau hal-hal lain yang dapat mengakitbatkan

A
yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat.
Ayat (3)

A W
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung
kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa-
jasa dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)

E G
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
diberhentikan tidak dengan hormat tergantung kepada berat
ringannya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang

Ayat (5)

E P
bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya.

Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat

K
tidak berhak menerima pensiun.

A N Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahan oleh pejabat yang berwajib

I
karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

A G
dikenakan pemberhentian sementara.
Penjelasan Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri
Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak

B pidana kejahatan, dikenakan pemberhentian sementara sampai


adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian
sementara dari jabatan negeri bukan pemberhentian sementara
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah
ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap dan ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
tidak bersalah, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut direhabilitasikan
terhitung sejak dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 18 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

yang dimaksud mengandung pengertian bahwa Pegawai Negeri Sipil


yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula.
Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai dan
ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh
sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat diberhentikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 23 Ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a,
dan ayat (5) huruf c.

Pasal 25
J P
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
dilakukan oleh Presiden. D
N
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya
kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan
I
sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah A
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
A
(3) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Jaksa agung, Pimpinan

A W
Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur
Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat, ditetapkan oleh
Presiden.
Penjelasan Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
E G
Ayat (2)
Ketentuan

E
mengenaiP pendelegasian atau penyerahan
kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan menjadi

K
norma, standar dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)

A N
Jabatan-jabatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan
jabatan-jabatan karier tertinggi. Oleh karena itu pengangkatan,

I
pemindahan dan pemberhentiannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.

A G Bagian Kelima
Sumpah, Kode etik dan Peraturan Disiplin

B
(1)
Pasal 26
Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi
Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/janji.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji adalah sebagai berikut:
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pagawai Negeri Sipil, akan setia
dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,
Negara dan Pemerintah;

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 19 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang


berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa
mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya
atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat
untuk kepentingan Negara.
Penjelasan Pasal 26
J P
Ayat (1)
Pengucapan Sumpah/Janji dilakukan menurut agama yang diakui D
N
Pemerintah, yakni :
a. diawali dengan ucapan Demi Allah untuk penganut
agama Islam;
b. diakhiri dengan ucapan Semoga Tuhan menolong
I A
saya untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik;

A
c. diawali dengan ucapan Om atah Paramawisesa untuk
penganut agama hindu; dan

Ayat (2)
Cukup jelas. A W
d. diawali dengan ucapan Demi Sang Hyang Adi Budha
untuk penganut agama Budha.

E
Pasal 27
G
E P
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk memangku sesuatu jabatan
tertentu wajib mengangkat Sumpah/Janji Jabatan Negeri.
Penjelasan Pasal 27

K
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku
sesuatu jabatan terutama jabatan yang penting yang mempunyai
ruang lingkup yang luas adalah merupakan kepercayaan yang besar

A N
dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian,
kejujuran, keikhlasan, dan tanggungjawab yang besar. Berhubung

I
dengan itu, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk menduduki
jabatan tertentu, pada saat pengangkatannya wajib mengangkat

A G Sumpah/Janji Jabatan Negeri di hadapan atasan yang berwenang


menurut agama atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.

B Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.
Penjelasan Pasal 28
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkat
laku, dan perbuatan yang harus dilaksanakan oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil. Dengan adanya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, maka
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, abdi Negara,
dan Abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 20 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup


sehari-hari.
Dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil akan digariskan prinsip-
prinsip, yang pada pokoknya antara lain sebagai berikut:
Pegawai Negeri Sipil adalah Warga Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan bersikap hormat-menghormati antara sesama
Warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yang berlainan.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat, setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah
J P
serta mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan diri
sendiri, seseorang atau golongan. D
N
Pegawai Negeri Sipil menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta menaati segala

I A
peraturan-peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan, dan
perintah-perintah atasan dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan
tanggungjawab.
Pegawai Negeri Sipil memberikan pelayanan terhadap
A
masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.

A W
Pegawai Negeri Sipil tetap memelihara keutuhan, kekompakan,
persatuan, dan kesatuan Negara dan Bangsa Indonesia serta korps
Pegawai Negeri Sipil.

E G
Karena Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan bagi Pegawai Negeri Sipil, maka sanksi terhadap
pelanggaran Kode Etik adalah sanksi moril.

E P Pasal 29

K
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

A N
Penjelasan Pasal 29
Peraturan Disiplin adalah suatu peraturan yang membuat

I
keharusan, larangan, dan sanksi, apabila keharusan tidak diturut atau
larangan itu dilanggar. Untuk menjamin tatatertib dan kelancaran

A G pelaksanaan tugas, maka dengan tidak mengurangi ketentuan dalam


peraturan perundang-undangan pidana, diadakan Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
Keharusan yang akan dimuat dalam Peraturan Disiplin Pegawai

B Negeri Sipil antara lain adalah:


Menepati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku serta melaksanakan
perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan
yang berhak.
Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta
memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat
sesuai dengan bidang tugasnya.
Menggunakan dan memelihara barang-barang dinas
dengan sebaik-baiknya.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 21 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap


masyarakat sesama Pegawai Negeri Sipil dan terhadap
atasan
Dan lain lain.
Larangan yang akan dimuat dalam Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil antara lain adalah :
Menjadi Pegawai Negara Asing tanpa ijin Pemerintah.
Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan martabat
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dan lain-lain.
Hukuman yang dapat dijatuhkan sebagai sanksi terhadap
pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil ialah teguran lisan, tegoran J P
tertulis, pernyataan tidak puas, penundaan kenaikan gaji berkala,
penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pemindahan D
sebagai hukuman, pembebasan tugas, dan pemberhentian.
Selain daripada keharusan, larangan, dan sanksi, dalam

A N
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil akan diatur tentang pejabat

A I
yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin, tatacara penjatuhan
hukuman disiplin dan tatacara mengajukan keberatan/pembelaan,
apabila seorang Pegawai Negeri Sipil tidak menerima hukuman
disiplin yang dijatuhkan kepadanya.

Pasal 30
A W
Undang-undang Dasar 1945..
E G
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin Pegawai Negeri
Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28

(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin sebagaimana

Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E P
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

K
N
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan

(1) I A Pasal 31
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya

A G diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan


jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan
pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan dan keterampilan.

B
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan agar terjamin
keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perencanaan
anggaran, penentuan standar, pemberian akreditasi, penilaian
dan pengawasan.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 22 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain adalah :


meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan
keterampilan;
menciptakan adanya pola berpikir yang sama;
menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang
lebih baik; dan
membina karier Pegawai Negeri Sipil.
Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan dibagi
2(dua), yaitu pendidikan dan pelatihan prajabatan dan pendidikan
dan pelatihan dalam jabatan :
Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service
training) adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada J P
Calon Pegawai Negeri Sipil, dengan tujuan agar ia
dapat terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan D
kepadanya;
Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan (in service

A N
I
training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan dan

Ayat (2)
ketrampilan.

Cukup jelas. A
Bagian Ketujuh
A W
Pasal 32
E G
Kesejahteraan

P
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.

K E
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi
program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan
perumahan dan asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri
Sipil.

N
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan

A
dari penghasilannya.

I
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan
asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.

A G
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak

B memperoleh bantuan
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.

Bagian Kedelapan
Penghargaan

Pasal 33
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan atau
berjasa terhadap Negara atau yang telah menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa baiknya, dapat diberikan penghargaan.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 23 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(2) Penghargaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat berupa
tanda jasa atau bentuk penghargaan lainnya.
Penjelasan Pasal 33
Ayat (1)
Untuk mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk
memupuk kesetiaan terhadap Negara kepada Pegawai Negeri
Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan atau telah berjasa
terhadap Negara atau yang telah menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa baiknya dapat diberikan penghargaan oleh
Pemerintah.
Ayat (2)
Penghargaan yang dimaksud dapat berupa tanda jasa, pangkat
J P
istimewa, atau bentuk penghargaan lainnya, seperti surat pujian,
penghargaan yang berupa materiil, dan lain-lain. D
Bagian Kesembilan
A N
(1) Untuk
Penyelenggaraan Pembinaan Kepegawaian

menjamin
Pasal 34
kelancaran penyelenggaraan A I
kebijaksanaan

A W
manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian
Negara.
(2) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menyelenggarakan
manajemen Pegawai Negeri Sipil yang mencakup perencanaan,

administrasi
penyelenggaraan
kepegawaian,
dan
G
pengembangan kualitas sumber daya Pegawai negeri Sipil dan

E
pengawasan
pemeliharaan
dan
informasi
pengendalian,
kepegawaian,

E P
mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai negeri
Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang
menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas. K
A N
(1)
I Pasal 34A
Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil

A G Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.


(2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah perangkat Daerah dibentuk oleh Kepala Daerah.
Penjelasan Pasal 34A

B Cukup jelas.

Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha
Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding
administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 24 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan


Peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi hukuman
disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil dapat mengajukan upaya banding administratif ke
Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Ayat (3)
J P
Cukup jelas.
D
Pasal 36

A
Perincian tentang hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan PasalN
Penjelasan Pasal 36
A I
35 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan.

Perincian tentang hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 sampai

A W
dengan Pasal 35 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal-pasal 10, 30,
dan 35 diatur dengan Undang-undang dan pelaksanaan ketentuan

E
Pemerintah atau Keputusan Presiden. G
yang dimaksud dalam pasal-pasal lainnya diatur dengan Peraturan

E
BAB IV
P
K
MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A N Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian

I
Negara Republik Indonesia, masing-masing diatur dengan Undang-undang
tersendiri.

A G
Penjelasan Pasal 37
Cukup jelas.

B BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan perundang-
undangan yang ada di bidang kepegawaian yang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum diadakan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 25 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Penjelasan Pasal 38
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan
Perundang-undangan yang ada, di bidang kepegawaian yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini, umpamanya.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1970 tentang Pencabutan
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang Larangan
Keanggotaan Partai-partai Politik Bagi Pejabat Negeri Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 8).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970 tentang Pangaturan
Kehidupan Politik Pejabat-pejabat Negeri dalam rangka Pembinaan
Sistim Kepegawaian Negeri Republik Indonesia (Lembaran Negara
J P
Tahun 1970 Nomor 9).
D
Pasal 39

A
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi: N
a.

b.
A I
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 263);
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1952 tentang Menetapkan Undang-
undang Darurat tentang Hak Pengangkatan dan Pemberhentian

c. A W
Pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat (Undang-undang Darurat
Nomor 25 dan 34 Tahun 1950) sebagai Undang-undang Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 78);
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-

E G
undang Darurat Nomor 13 Tahun 1957 (Lembaran Tahun 1957 Nomor
58) tentang Menambah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1952
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 78) tentang Menetapkan
Undang-undang Darurat

E P tentang Hak Pengangkatan


Pemberhentian Pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat (Undang-
undang Darurat Nomor 25 dan 34 Tahun 1950) sebagai Undang-
dan

d. K
undang Republik Indonesia, sebagai Undang-undang (Lembaran
Negara Tahun 1957 Nomor 100);
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1961 tentang Perubahan Undang-

A N
undang Nomor 21 Tahun 1952 tentang Hak Mengangkat dan
Memberhentikan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1961

I
Nomor 259).
Penjelasan Pasal 39

A G Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-


undang yang dimaksud dalam pasal ini, tetap berlaku, selama belum
diadakan penggantinya berdasarkan Undang-undang ini.

B Pasal 40
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini,
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 26 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Penjelasan Pasal 41
Cukup jelas.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 29 -
DISIPLIN PNS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
J P
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan D
N
yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat

3.
dan PNS Daerah.

I A
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan

4. A
disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena

5.
melanggar peraturan disiplin PNS.
W
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian

A
Daerah Provinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan

6.
pemindahan, dan pemberhentian PNS.G
perundang-undangan yang mengatur wewenang pengangkatan,

E
Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS

7.
P
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya

E
berupa keberatan atau banding administratif.
Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS

K
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum.
8.
N
Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh

A
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa

I
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh

A G pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan


Kepegawaian.
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.

B Pasal 2
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi calon PNS.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.
- 30 -
DISIPLIN PNS

BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 3
Setiap PNS wajib:
(1) mengucapkan sumpah/janji PNS;
(2) mengucapkan sumpah/janji jabatan;
(3) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
J P
Indonesia, dan Pemerintah;
(4) menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; D
N
(5) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

I A
(6) menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
(7) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan;

A
(8) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan;

A W
(9) bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara;
(10) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau

E G
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
(11) masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
(12) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

sebaik-baiknya;

E P
(13) menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan

(14) memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;

K
(15) membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
(16) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier; dan

A N
(17) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.

I
Penjelasan Pasal 3
Angka 1

A G Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3

B Yang dimaksud dengan setia dan taat sepenuhnya kepada


Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pemerintah adalah setiap PNS di samping taat juga berkewajiban
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, kebijakan negara dan Pemerintah serta
tidak mempermasalahkan dan/atau menentang Pancasila, dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 31 -
DISIPLIN PNS

Angka 4
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis
dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan tugas kedinasan adalah tugas yang
diberikan oleh atasan yang berwenang dan berhubungan dengan:
a. perintah kedinasan;
b. peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian atau
peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian;
c. peraturan kedinasan;
d. tata tertib di lingkungan kantor; atau
J P
e. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure atau
SOP). D
N
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8 I A
A
Yang dimaksud dengan menurut sifatnya dan menurut perintah
adalah didasarkan pada peraturan perundang-undangan, perintah
kedinasan, dan/atau kepatutan.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10 A W
Cukup jelas.
Angka 11
E G
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk masuk kerja dan

E P
menaati ketentuan jam kerja adalah setiap PNS wajib datang,
melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta
tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila

berwenang.
K
berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang

Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara

A N
kumulatif dan dikonversi 7 (tujuh setengah) jam sama dengan 1
(satu) hari tidak masuk kerja.

I
Angka 12
Yang dimaksud dengan sasaran kerja pegawai adalah rencana

A G kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang pegawai yang
disusun dan disepakati bersama antara pegawai dengan atasan
pegawai.
Angka 13

B Cukup jelas.
Angka 14
Yang dimaksud dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada masyarakat adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 15
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 32 -
DISIPLIN PNS

Angka 16
Yang dimaksud dengan memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk mengembangkan karier adalah memberi
kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan kemampuan
dalam rangka pengembangan karier, antara lain memberi
kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan pendidikan
formal lanjutan.
Angka 17
Cukup jelas.

Bagian Kedua
J P
Larangan
D
N
Pasal 4
Setiap PNS dilarang :
1.
2.
menyalahgunakan wewenang;

I A
menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3.
A
tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4.

5.
A W
bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,

6. G
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

E
melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan

7.
P
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara

E
langsung atau tidak langsung merugikan negara;
memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun

8. K
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan;
menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga

9.

A N
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

I
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani

A G sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;


11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan

B Rakyat Daerah dengan cara:


a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau
atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan
cara:

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 33 -
DISIPLIN PNS

a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau


merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
J P
undangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala D
N
Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;

I A
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;

A
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau

A W
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,

E G
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Penjelasan Pasal 4
Angka 1

E P
Yang dimaksud dengan menyalahgunakan wewenang adalah
menggunakan kewenangannya untuk melakukan sesuatu atau

K
tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi atau
kepentingan pihak lain yang tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut.
Angka 2

A N
Contoh:

I Seorang PNS yang tidak memiliki wewenang di bidang perizinan


membantu mengurus perizinan bagi orang lain dengan

A G memperoleh imbalan.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4

B Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan memiliki, menjual, membeli,
menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah adalah perbuatan yang dilakukan
tidak atas dasar ketentuan termasuk tata cara maupun kualifikasi
barang, dokumen, atau benda lain yang dapat dipindahtangankan.
Angka 6
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 34 -
DISIPLIN PNS

Angka 7
Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan struktural dan
jabatan fungsional tertentu.
Angka 8
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan patut
diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Angka 9
Yang dimaksud dengan bertindak sewenang-wenang adalah
setiap tindakan atasan kepada bawahan yang tidak sesuai
J P
dengan peraturan kedinasan seperti tidak memberikan tugas atau
pekerjaan kepada bawahan, atau memberikan nilai hasil D
N
pekerjaan (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) tidak
berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11 I A
A
Yang dimaksud dengan menghalangi berjalannya tugas
kedinasan adalah perbuatan yang mengakibatkan tugas

Contoh :
A W
kedinasan menjadi tidak lancar atau tidak mencapai hasil yang
harus dipenuhi.

PNS yang tidak memberikan dukungan dalam hal diperlukan

Angka 12
Huruf a
E G
koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam tugas kedinasan.

Cukup jelas.
Huruf b

E P
PNS sebagai peserta kampanye hadir untuk mendengar,

K
menyimak visi, misi, dan program yang ditawarkan peserta
pemilu, tanpa menggunakan atribut Partai atau PNS.
Yang dimaksud dengan menggunakan atribut partai adalah

A Ndengan menggunakan dan/atau memanfaatkan pakaian,


kendaraan, atau media lain yang bergambar partai politik

I dan/atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan


Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

A G dan/atau calon Presiden/Wakil Presiden dalam masa


kampanye.
Yang dimaksud dengan menggunakan atribut PNS adalah
seperti menggunakan seragam Korpri, seragam dinas,

B kendaraan dinas, dan lain-lain.


Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 35 -
DISIPLIN PNS

Huruf a
Yang dimaksud dengan terlibat dalam kegiatan kampanye
adalah seperti PNS bertindak sebagai pelaksana kampanye,
petugas kampanye/tim sukses, tenaga ahli, penyandang
dana, pencari dana, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
J P
BAB III D
N
HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu
Umum
I A
Pasal 5
A
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.
A W
E G
Pasal 6
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-

hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 6
E P
undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi

K
PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi hukuman disiplin
dan apabila perbuatan tersebut terdapat unsur pidana maka terhadap
PNS tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat dikenakan hukuman
pidana.

A N
I Bagian Kedua

A
1.
G Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 7
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

B a. hukuman disiplin ringan;


b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari:

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 36 -
DISIPLIN PNS

a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
J P
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1) D
N
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a

I A
Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan
disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang

A
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin.

hukuman disiplin.
Huruf b A W
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan

E G
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan
disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran.
Huruf c

E P
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas secara
tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh

Ayat (3) K
pejabat yang berwenang menghukum kepada PNS yang
melakukan pelanggaran.

A N
Huruf a
Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung

I penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.


Huruf b

A G Ayat (4)
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

B Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah dengan memperhatikan jabatan yang lowong dan
persyaratan jabatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan struktural
dan fungsional tertentu.
Huruf d

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 37 -
DISIPLIN PNS

Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Bagian Ketiga
Pelanggaran dan Jenis Hukuman

Paragraf 1
Pelanggaran Terhadap Kewajiban

Pasal 8
J P
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban: D
N
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan

I A
Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
2.
A
menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada

3.
unit kerja;
W
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS

A
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran

4. G
berdampak negatif pada unit kerja;

E
menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran

5. P
berdampak negatif pada unit kerja;

E
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

6.
K
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

7.

A N
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk

I
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
8.

A G melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada


hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah
terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak

B
9.
negatif pada unit kerja;
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 5 (lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15
(lima belas) hari kerja;

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 38 -
DISIPLIN PNS

10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan


sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan
dengan tidak sengaja;
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja; dan
J P
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila D
N
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
Penjelasan Pasal 8
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2 I A
Cukup jelas.
Angka 3 A
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5 A W
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
E G
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
E P
Cukup jelas.
Angka 9
K
Yang dimaksud dengan tanpa alasan yang sah adalah bahwa

A N
alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima akal sehat.
Angka 10

ICukup jelas.
Angka 11

A G Jenis hukuman disiplin terhadap pelanggaran ketentuan ini


mengacu antara lain pada peraturan perundang-undangan
tentang pelayanan publik.
Angka 12

B Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
.

Pasal 9
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 39 -
DISIPLIN PNS

1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi
yang bersangkutan;
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi
instansi yang bersangkutan;
J P
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab D
N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
6.

I A
menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
7.
A
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

8.
A W
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

9.
bersangkutan; G
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang

E
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk

E P
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
10.
K
melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil

A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11.
I
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:

A G a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS


yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam
belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang

B tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh
satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26
(dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja
pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima persen) sampai
dengan 50% (lima puluh persen);

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 40 -
DISIPLIN PNS

13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan


sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, apabila pelanggaran dilakukan
dengan sengaja;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 16, apabila
J P
pelanggaran dilakukan dengan sengaja; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang D
N
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 9
Angka 1
Cukup jelas. I A
Angka 2
Cukup jelas. A
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas. A W
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
E G
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
E P
Angka 8
K
Cukup jelas.
Angka 9

A N
Cukup jelas.
Angka 10

ICukup jelas
Angka 11

A G Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9.


Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13

B Cukup jelas.
Angka 14
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 41 -
DISIPLIN PNS

Pasal 10
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan

3.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
J P
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran D
N
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS

5.
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran

I
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,

A
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah

6.
dan/atau negara;
W
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut

A
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah

7.
dan/atau negara;

E G
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,

8.
negara; P
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau

E
melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada

K
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran

9.

A N
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud

I
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun

A G bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31
(tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional

B tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36
(tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45
(empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh
enam) hari kerja atau lebih;

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 42 -
DISIPLIN PNS

10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja
pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh lima persen);
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan
sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 17, apabila
J P
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara.
Penjelasan Pasal 10 D
N
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3 I A
Cukup jelas.
Angka 4 A
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6 A W
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
E G
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
E P
Angka 10
K
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9.

Cukup jelas.

A N
Angka 11
Cukup jelas.

I
Angka 12
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.

A G Angka 13
Cukup jelas.

B Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan

Pasal 11
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara, secara tidak sah

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 43 -
DISIPLIN PNS

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran


berdampak negatif pada unit kerja;
(2) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
(3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan
dengan tidak sengaja;
(4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
J P
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana D
N
dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
(5) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud

I A
dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
unit kerja.
Penjelasan Pasal 11
Angka 1 A
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3 A W
Cukup jelas.
Angka 4
E G
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 5
Cukup jelas.

E P
.
K Pasal 12
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)

A N
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau

I
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah

A G sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran


berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
(2) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan

B tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;
(3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan
dengan sengaja;
(4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 44 -
DISIPLIN PNS

dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan;
(5) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi
instansi;
(6) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye,
menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau
atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b,
dan huruf c;
J P
(7) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan
cara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan D
N
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam

I A
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf b;

A
(8) memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara

A W
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan
(9) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

E G
Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap

E P
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit

K
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
Penjelasan Pasal 12

A N
Angka 1
Cukup jelas.

I
Angka 2
Cukup jelas.

A G Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.

B Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 45 -
DISIPLIN PNS

Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 1;
(2) menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
(3) tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 3;
(4) bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
J P
swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 4; D
N
(5) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah

I A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

A
(6) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan

A W
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;

E G
(7) memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 7;

E P
(8) menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya

K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
(9) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani

A N
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan

I
perundang-undangan;
(10) menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud

A G dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada


pemerintah dan/atau negara;
(11) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan

B Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan


menggunakan fasilitas negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 12 huruf d;
(12) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan
cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf a; dan
(13) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 46 -
DISIPLIN PNS

dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu


pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.
Penjelasan Pasal 13
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
J P
Angka 5
Cukup jelas. D
N
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8 I A
Cukup jelas.
Angka 9 A
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11 A W
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
E G
Angka 13
Cukup jelas.

E P
K Pasal 14
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam

A N
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan
Pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun
berjalan.
I
Penjelasan Pasal 14

A G Yang dimaksud dengan dihitung secara kumulatif sampai dengan


akhir tahun berjalan adalah bahwa pelanggaran yang dilakukan
dihitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun
yang bersangkutan.

B Contoh:
Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret
2011 tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari maka yang bersangkutan
dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan.
Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang
bersangkutan tidak masuk kerja selama 2 (dua) hari, sehingga
jumlahnya menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal demikian, maka yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis.
Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan bulan
Nopember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 5 (lima)

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 47 -
DISIPLIN PNS

hari, sehingga jumlahnya menjadi 12 (dua belas) hari. Dalam hal


demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa
pernyataan tidak puas secara tertulis.

Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum

Pasal 15
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang
menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden
J P
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. D
N
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian.
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
I A
Pejabat struktural eselon I yang diturunkan jabatannya

A
menjadi pejabat struktural eselon II maka untuk pengangkatan
dalam jabatan struktural eselon II ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK).

A W
Yang dimaksud dengan jabatan lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara lain
Panitera Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah Konstitusi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
E G
(1)
E P Pasal 16
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan

K
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin

A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a;

I
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

A G (2), ayat (3), dan ayat (4);


3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a,

B huruf d, dan huruf e;


4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);
5. struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan pejabat
yang setara yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4);

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 48 -
DISIPLIN PNS

6. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan


ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
7. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang Muda
dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan
8. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e.
J P
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana D
N
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin

huruf b dan huruf c;


I A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4)

3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e

A
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan

A W
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan
huruf c;

jabatan:
E G
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki

1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

E P
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan

K
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam

A N
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya untuk

I jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;

A G 5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan


ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang

B Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 49 -
DISIPLIN PNS

2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang


Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e; dan
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu
jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
J P
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin D
N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e; dan

I A
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau
badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),

(2)
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
A
Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:

A W
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan

E G
ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan

E P
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
K
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional tertentu

A N
jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan ruang IV/a
sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin

I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan

A G struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan


Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan golongan ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.

B
(3) Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 50 -
DISIPLIN PNS

jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/c dan golongan ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
J P
(4)
huruf b.
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya: D
N
a. Pejabat Pembina Kepegawaian; dan
b. Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina
Kepegawaian,

I
selain menetapkan penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) juga berwenang menetapkan penjatuhan A
A
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon IV
ke bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana

(5)
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c.
A W
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud

Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara menetapkan


penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
E G
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan

E P
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

K
ayat (2); dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a

A N
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a

I dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang

A G menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu


jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

B ayat (2); dan


c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana
dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 51 -
DISIPLIN PNS

1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan


Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d untuk hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
J P
dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan D
N
fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d untuk hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.

I A
(7) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:

A
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis

A W
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai

E G
dengan golongan ruang I/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
E P
Angka 2
K
Cukup jelas.

Cukup jelas.

A N Angka 3
Cukup jelas.

I Angka 4
Yang dimaksud dengan pejabat struktural eselon II

A G antara lain adalah:


a. Pejabat struktural eselon II di lingkungan Direktorat
Jenderal atau Badan atau Sekretariat Jenderal,
seperti Direktur, Kepala Pusat, Kepala Biro;

B b. Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi


vertikal yang atasan langsungnya Pejabat struktural
eselon I yang Bukan Pejabat Pembina Kepegawaian,
seperti Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai;
c. Pejabat struktural eselon II b di lingkungan Unit
Pelaksana Teknis, seperti Kepala Balai Besar.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 52 -
DISIPLIN PNS

Angka 5
Yang dimaksud dengan pejabat struktural eselon II
adalah Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi
vertikal dan Kepala Kantor Perwakilan Provinsi atau
Kepala unit setara dengan sebutan lain yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian, seperti Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala
Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan, Kepala
Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara, dan Kepala
Kejaksaan Tinggi.
Angka 6
J P
Cukup jelas.
Angka 7 D
N
Cukup jelas.
Angka 8

Huruf b
Cukup jelas.

Cukup jelas. I A
Huruf c
Cukup jelas. A
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas. A W
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
E G
Ayat (2)
Cukup jelas.

E P
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang

K
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,
antara lain Rektor dan Dekan.
Ayat (3)

A N
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,

I
antara lain Ketua Pengadilan Tinggi.
Ayat (4)

A G Lihat penjelasan ayat (1) angka 4 dan angka 5.


Ayat (5)
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,

B antara lain Ketua Pengadilan Negeri, Direktur Akademi.


Ayat (6)
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,
antara lain Kepala Sekolah Menengah Atas, Kepala Sekolah
Menengah Pertama.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,
antara lain Kepala Sekolah Dasar, Kepala Taman Kanak-Kanak.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 53 -
DISIPLIN PNS

Pasal 17
Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas.

(1)
Pasal 18
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
J P
a. PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:
D
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin

N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a;

I A
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);

A
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

A W
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin

E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan
ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin

E P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang Muda

K
dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan

A N
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

I dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e;

A G b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:


1. struktural eselon I untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin

B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4)


huruf b dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan
huruf c;

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 54 -
DISIPLIN PNS

c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki


jabatan:
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
J P
ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan D
N
ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;

I A
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
A
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah, untuk jenis

A W
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:

E G
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang

E P
Utama ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e; dan

K
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;

A N
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu

I
jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

A G dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;


f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf

B a, huruf d, dan huruf e; dan


g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau
badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
(2) Pejabat struktural eselon I menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 55 -
DISIPLIN PNS

ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional tertentu
jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan ruang IV/a
sampai dengan golongan ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
J P
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda danD
N
Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin

(3)
A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.

I
Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
A
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan

A W
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan

E G
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

E P
ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu

K
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan

A N
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama

I
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman

A
(4)
G disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:

B a. PNS yang menduduki jabatan:


1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2); dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 56 -
DISIPLIN PNS

disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a


dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana
dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
J P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan D
N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:

I A
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman

A
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan

A W
ruang I/d, untuk hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya, yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu

E G
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan

E P
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan

K
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan

A N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a

I
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);

A G dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin

B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).


Penjelasan Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Jabatan struktural eselon I di Provinsi adalah jabatan
Sekretaris Daerah Provinsi.
Angka 2
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 57 -
DISIPLIN PNS

Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7

Huruf b
Cukup jelas.

Cukup jelas.
J P
Huruf c
Cukup jelas. D
N
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f I A
Cukup jelas.
Huruf g A
Ayat (2)
Cukup jelas.

Cukup jelas.
Ayat (3) A W
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
E G
Ayat (5)

E P
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).
Ayat (6)

K
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7).

A N Pasal 19
Gubernur selaku wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a.
I
PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/Kota yang

A G dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota lain dalam satu


provinsi yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e; dan

B
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain yang dipekerjakan atau
diperbantukan pada Kabupaten/Kota di provinsinya yang menduduki
jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan
huruf c.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 58 -
DISIPLIN PNS

Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
J P
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e; D
N
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin

ayat (4);
I A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan

5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan

A
ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;

A W
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4); dan

E G
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

dan huruf e;

E P
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,

b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki jabatan:

K
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin

A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4)
huruf b dan huruf c;

I
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam

A G Pasal 7 ayat (2); dan


4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4)

B huruf b dan huruf c;


c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 59 -
DISIPLIN PNS

3. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan


ruang IV/e, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
5. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
6. fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
J P
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki D
N
jabatan:
1. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang

I A
Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e; dan

A
2. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

A W
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional
tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan fungsional umum

E G
golongan IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan

E P
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e; dan

K
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau
badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),

(2)

A N
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan hukuman

I
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:

A G 1. struktural eselon II di lingkungannya, untuk jenis hukuman


disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan

B golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman


disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
3. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 60 -
DISIPLIN PNS

ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
J P
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman D
N
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan

I A
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a dan huruf b;
A
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang

A W
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan

E G
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan

E P
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4)
K
Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:

A N
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c

I sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk


jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

A G ayat (2); dan


2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman

B disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a


dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 61 -
DISIPLIN PNS

dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum golongan


ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d, untuk hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
J P
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang D
N
menduduki jabatan struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum

I A
golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan

A
fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud

penjatuhan hukuman disiplin bagi:


A W
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan

a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a

E G
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan

E P
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin

Penjelasan Pasal 20
Ayat (1) K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

A N
Huruf a
Angka 1

I Cukup jelas.
Angka 2

A G Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4

B Jabatan struktural eselon II antara lain adalah Kepala


Dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 62 -
DISIPLIN PNS

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g

Ayat (2)
Cukup jelas.

Huruf a
J P
Angka 1
D
Jabatan struktural eselon II adalah Asisten di lingkungan

N
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas. I A
Huruf b
Cukup jelas. A
Huruf c

Ayat (3)
Cukup jelas.

Cukup jelas. A W
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
E G
Ayat (6)

E P
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).

Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7).

K Pasal 21
(1)
N
Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman

A
disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.

I
(2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang

A G melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman


disiplin oleh atasannya
(3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan
jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang

B melakukan pelanggaran disiplin.


(4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan
hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Penjelasan Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada
pejabat yang seharusnya menghukum berlaku juga bagi atasan
dari atasan secara berjenjang.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 63 -
DISIPLIN PNS

Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat


yang tidak menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan setelah
mendengar keterangannya, dan tidak perlu dilakukan
pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
Ayat 3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 22
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka
J P
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat
yang lebih tinggi. D
N
Penjelasan Pasal 22
Yang dimaksud dengan tidak terdapat pejabat yang berwenang

I A
menghukum adalah terdapat satuan organisasi yang pejabatnya
lowong, antara lain karena berhalangan tetap, atau tidak terdapat
dalam struktur organisasi.

A
Bagian Kelima
W
Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan, dan

A
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin

(1) G
Pasal 23

E
PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara
tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.

E P
(2) Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal
pemeriksaan.

K
(3) Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa
tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada

A N
pemanggilan pertama.
(4) Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat

I
(3) PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan

A G alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.


Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.

B Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula
diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat
panggilan.

Ayat (4)
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 64 -
DISIPLIN PNS

Pasal 24
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib
memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara
pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS
tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung
J P
tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib D
N
melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan.
Penjelasan Pasal 24
Ayat (1)

I A
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, adalah
untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar atau

A
tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan ia melakukan
pelanggaran disiplin.

A W
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga
dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat
mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman

Ayat (2)
E G
disiplin yang akan dijatuhkan.

Yang dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah

E P
pemeriksaan hanya dihadiri oleh PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan pemeriksa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
K
(1)

A N Pasal 25
Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya

I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) dapat
dibentuk Tim Pemeriksa.

A G
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari atasan
langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh

B Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.


Penjelasan Pasal 25
Ayat (1)
Tim Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc).
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 65 -
DISIPLIN PNS

Pasal 26
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau pejabat yang
berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.
Penjelasan Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
(1) Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
J P
(2)
atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud D
N
pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan
hukuman disiplin.
(3)

I A
PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
A
Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
ada, maka pembebasan sementara dari jabatannya dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi.
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)
A W
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya dimaksudkan

E G
untuk kelancaran pemeriksaan dan pelaksanaan tugas-tugasnya.
Selama PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara dari
tugas jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
E P
Ayat (4)
K
Cukup jelas.

Cukup jelas.

A N
(1)
I Pasal 28
Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat

A
(2)
G (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang
diperiksa.
Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita
acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara

B
(3)
pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan
hukuman disiplin.
PNS yang diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 dan Pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan
hukuman disiplin.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 66 -
DISIPLIN PNS

(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS
yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
(1) PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan
beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu
jenis hukuman disiplin yang terberat setelah mempertimbangkan
pelanggaran yang dilakukan.
J P
(2) PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan
pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis D
N
hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang
pernah dijatuhkan.

pelanggaran disiplin.
I A
(3) PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk satu

(4) Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya

A
akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi kewenangannya,
Pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan mengusulkan penjatuhan

Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas. A W
hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian instansi
induknya disertai berita acara pemeriksaan.

E G
Pasal 31

E P
(1) Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara

K
tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain
yang ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta tembusannya
disampaikan kepada pejabat instansi terkait.

A N
(3) Penyampaian keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak

I
keputusan ditetapkan.
(4) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada saat

A G penyampaian keputusan hukuman disiplin, keputusan dikirim kepada


yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 31
Ayat (1)

B Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan secara tertutup adalah bahwa
penyampaian surat keputusan hanya diketahui PNS yang
bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan keputusan serta
pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan bahwa pejabat terkait
dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari
PNS yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 67 -
DISIPLIN PNS

Ayat (4)
Cukup jelas.

Bab IV
Upaya Administratif

Pasal 32
Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.

J P
Pasal 33
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh : D
N
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin

c.
huruf a, huruf b, dan huruf c;
Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

I
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;

e.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
tidak dapat diajukan upaya administratif.
Penjelasan Pasal 33 A W
Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin

Cukup jelas.

E G
(1)

E P Pasal 34
Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 yaitu jenis hukuman disiplin sebagaimana

oleh:
K
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b yang dijatuhkan

a. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara ke bawah;

A N
b. Sekretaris Daerah/Pejabat struktural eselon II Kabupaten/Kota ke
bawah/Pejabat yang setara ke bawah;

I
c. Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal
dan unit dengan sebutan lain yang atasan langsungnya Pejabat

A G struktural eselon I yang bukan Pejabat Pembina Kepegawaian; dan


d. Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal
dan Kantor Perwakilan Provinsi dan unit setara dengan sebutan lain
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pejabat

B
(2)
Pembina Kepegawaian.
Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yaitu hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
dan
b. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 68 -
DISIPLIN PNS

Penjelasan Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 4 huruf b dan huruf
c.
Huruf d

Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 5.
J P
Cukup jelas.
D
(1)
Pasal 35

A N
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), diajukan

kepada pejabat yang berwenang menghukum.


A I
secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka

Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas. A W
waktu 14 (empat belas) hari, terhitung mulai tanggal yang bersangkutan
menerima keputusan hukuman disiplin.

E G
Pasal 36
(1)

E P
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1), harus memberikan tanggapan atas keberatan yang
diajukan oleh PNS yang bersangkutan.
(2)
K
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis kepada atasan Pejabat yang berwenang menghukum, dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja terhitung mulai tanggal yang

(3)

A N
bersangkutan menerima tembusan surat keberatan.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil

I
keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan
dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung mulai

(4)

A G tanggal yang bersangkutan menerima surat keberatan.


Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
pejabat yang berwenang menghukum tidak memberikan tanggapan atas
keberatan maka atasan pejabat yang berwenang menghukum

B
(5)
mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil
dan/atau meminta keterangan dari pejabat yang berwenang
menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin, dan/atau pihak lain
yang dianggap perlu.

Penjelasan Pasal 36
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 69 -
DISIPLIN PNS

Pasal 37
(1) Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat,
memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Keputusan Atasan Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat.
(4) Apabila dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari kerja Atasan Pejabat
yang berwenang menghukum tidak mengambil keputusan atas
keberatan maka keputusan pejabat yang berwenang menghukum batal
J P
demi hukum.
Penjelasan Pasal 37 D
N
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) I A
A
Yang dimaksud dengan final dan mengikat adalah terhadap
keputusan penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan

Ayat (4)
Cukup jelas. A W
hukuman disiplin tidak dapat diajukan keberatan dan wajib
dilaksanakan.

E
Pasal 38
G
E P
(1) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2), dapat mengajukan banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian.

K
(2) Ketentuan mengenai banding administratif diatur lebih lanjut dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Badan
Pertimbangan Kepegawaian.

A N
Penjelasan Pasal 38
Cukup jelas.

I
(1)

A G Pasal 39
Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin:
a. mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 maka gajinya tetap dibayarkan sepanjang yang

B bersangkutan tetap melaksanakan tugas;


b. tidak mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 maka pembayaran gajinya dihentikan terhitung
mulai bulan berikutnya sejak hari ke 15 (lima belas) keputusan
hukuman disiplin diterima.
(2) Penentuan dapat atau tidaknya PNS melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi kewenangan Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan
kerja.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 70 -
DISIPLIN PNS

Penjelasan Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
(1) PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan diberikan
hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas:
a. keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak
J P
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; D
N
b. banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai
dengan ditetapkannya keputusan banding administratif.

I A
(3) Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf
b meninggal dunia, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 40 A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas. A W
Ayat (3)

E G
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhkan
hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat

E P
maka keputusan pemberhentiannya ditinjau kembali oleh pejabat
yang berwenang menjadi pemberhentian dengan hormat.

(1) K Pasal 41
PNS yang mengajukan keberatan kepada atasan Pejabat yang

A N
berwenang menghukum atau banding administratif kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian, tidak diberikan kenaikan pangkat dan/atau

I
kenaikan gaji berkala sampai dengan ditetapkannya keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.

A G
(2) Apabila keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibatalkan
maka PNS yang bersangkutan dapat dipertimbangkan kenaikan
pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

B
Penjelasan Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keputusan yang dibatalkan adalah
bahwa berdasarkan keputusan atasan pejabat yang berwenang
menghukum atau Badan Pertimbangan Kepegawaian, PNS yang
bersangkutan dinyatakan tidak bersalah.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 71 -
DISIPLIN PNS

Pasal 42
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif tidak dapat
disetujui untuk pindah instansi.
Penjelasan Pasal 42
Cukup jelas.

BAB V
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN DAN PENDOKUMENTASIAN
KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
J P
Bagian Kesatu
Berlakunya Hukuman Disiplin D
Pasal 43
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh :
A N
1.
2.
Presiden;
I
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin

A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf b, dan huruf c;
3.

4.
5.
Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan
A W
Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;

Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin

E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
mulai berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan.
Penjelasan Pasal 43
Cukup jelas.

E P
(1)
K Pasal 44
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, apabila tidak diajukan keberatan maka mulai

A
diterima.N
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin

I
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, apabila diajukan keberatan maka mulai

G berlaku pada tanggal ditetapkannya keputusan atas keberatan.


Penjelasan Pasal 44

A Cukup jelas.

B
(1)
Pasal 45
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e,
apabila tidak diajukan banding administratif maka mulai berlaku pada
hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e,

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 72 -
DISIPLIN PNS

apabila diajukan banding administratif maka mulai berlaku pada tanggal


ditetapkannya keputusan banding administratif.
Penjelasan Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin berlaku
pada hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 46
J P
Cukup jelas.
D
Bagian Kedua
Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin
A N
(1)
Pasal 47

A I
Keputusan hukuman disiplin wajib didokumentasikan oleh pejabat
pengelola kepegawaian di instansi yang bersangkutan.

pembinaan PNS yang bersangkutan.


Penjelasan Pasal 47 A W
(2) Dokumen keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai salah satu bahan penilaian dalam

Cukup jelas.

E G
E PBAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

(1)
K Pasal 48
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan

A N
dinyatakan tetap berlaku.
(2) Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang

I
menghukum atau banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini

A G diselesaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun


1980 tentang
pelaksanaannya.
Peraturan Disiplin PNS beserta peraturan

(3) Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah dilakukan pemeriksaan

B sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka hasil pemeriksaan


tetap berlaku dan proses selanjutnya berlaku ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
(4) Apabila terjadi pelanggaran disiplin sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan belum dilakukan pemeriksaan maka berlaku
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 48
Cukup jelas.

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 73 -
DISIPLIN PNS

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh
Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
J P
1. Ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara D
N
Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah dua kali

I
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 141),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; A
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008

2.
A
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

3.
A W
1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3176), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan pelaksanaan mengenai disiplin PNS yang ada sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku

Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 50
E G
sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan

Cukup jelas.

E P
K Pasal 51
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 51

N
Cukup jelas.

A
I
A G
B

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


- 74 -
DISIPLIN PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 53 Tahun 2010"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 76 -
DISIPLIN PNS

PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA


NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Pasal 1
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian ini.

J P
Pasal 2
Untuk mempermudah pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian D
N
Negara ini, dilampirkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut dalam Lampiran II
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian ini.

I A
Pasal 3
A
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara

W
ini, maka Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Nomor 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
A
E
Pasal 4G
Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

E P
K
A N
I
A G
B
- 77 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. PENDAHULUAN
J P
A. UMUM D
N
1. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

IA
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, telah diatur
kembali ketentuan tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
A
2. Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 49 Peraturan Pemerintah

A W
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan
untuk menjamin keseragaman serta memperlancar pelaksanaannya,
maka perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

B. TUJUAN
E G
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

E P
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini dimaksudkan sebagai
pedoman bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan
dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

K
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

C. PENGERTIAN

dengan:

A N
Dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini yang dimaksud

I
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri
Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang

A G ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan


kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman
disiplin.
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS

B Pusat dan PNS Daerah.


3. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan
PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan
ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar
jam kerja.
4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS
karena melanggar peraturan disiplin PNS.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK
adalah PPK Pusat, PPK Daerah Provinsi, dan PPK Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 78 -
DISIPLIN PNS

undangan yang mengatur wewenang pengangkatan, pemindahan,


dan pemberhentian PNS.
6. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan
kepadanya berupa keberatan atau banding administratif.
7. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh
pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum.
8. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
J P
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan
oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Badan D
N
Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK).
9. Jabatan adalah jabatan struktural dan jabatan fungsional tertentu.
10.

IA
Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau
dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi,
melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya.
11.
A
Tulisan adalah pernyataan pikiran dan/atau perasaan secara tertulis
baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur,

12. W
coretan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.
Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang

A
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
13.

E G
Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin.
14.
P
Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung

E
dari pejabat yang berwenang menghukum.

K
II. KEWAJIBAN DAN LARANGAN

A. KEWAJIBAN

A N
Setiap PNS wajib:

I
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;

A G
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;

B 5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS


dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat
PNS;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang dan/atau golongan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 79 -
DISIPLIN PNS

10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui


ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan
sebaik-baiknya;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
J P
berwenang.
D
N
B. LARANGAN
Setiap PNS dilarang:
1. menyalahgunakan wewenang;

IA
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;

A
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;

A W
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,

E G
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan

E P
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara;

K
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan;

A N
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

I
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang

A G dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani


sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,

B Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai
atau atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas
negara;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 80 -
DISIPLIN PNS

13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan


cara:
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
J P
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk D
N
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
undangan; dan

Daerah, dengan cara:


IA
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala


Daerah/Wakil Kepala Daerah;
A
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;

A W
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau

E G
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,

E P
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.

K III. HUKUMAN DISIPLIN

A. UMUM

A N
I
1. PNS dan CPNS yang tidak menaati kewajiban atau melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4

A G Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dijatuhi hukuman


disiplin.
2. Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar Pasal 3
dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dijatuhi

B hukuman disiplin.
3. Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Contoh :
Sdr. Sukoco, pangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d, diduga
telah melakukan tindak pidana dan dilakukan penahanan sehingga
yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan negeri.
Dalam hal demikian, meskipun yang bersangkutan telah diperiksa
oleh pihak yang berwajib atas dugaan tindak pidana yang dilakukan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 81 -
DISIPLIN PNS

dan diberhentikan sementara dari jabatan negeri, maka atasan


langsung yang bersangkutan wajib melakukan pemeriksaan. Apabila
dalam pemeriksaan tersebut yang bersangkutan terbukti melakukan
pelanggaran disiplin, maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin, tanpa menunggu putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.

B. TINGKAT DAN JENIS


HUKUMAN DISIPLIN
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
J P
c. hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari: D
N
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; IA
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
A
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:

A W
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
c. pembebasan dari jabatan;

E G
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan

C. PELANGGARAN DAN
E P
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

JENIS HUKUMAN
DISIPLIN
K
1. Pelanggaran terhadap kewajiban

A N
a. Hukuman disiplin ringan dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban:

I
1) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

A G Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah,


apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
2) menaati segala peraturan perundang-undangan, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;

B 3) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada


PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
4) menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan
martabat PNS, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
unit kerja;
5) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 82 -
DISIPLIN PNS

6) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau


menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
7) bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada unit kerja;
8) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau
merugikan negara atau pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
9) masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, berupa :
J P
a) teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja. D
N
Contoh 1:
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang

IA
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
Lanjutan. Yang bersangkutan tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja antara bulan

A
Januari sampai dengan April 2011. Dalam hal demikian
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin ringan

A W
berupa teguran lisan oleh pejabat struktural eselon III.
Contoh 2:
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana

E G
Lanjutan. Sejak bulan Januari sampai dengan April 2011
yang bersangkutan sering terlambat masuk kerja dan/atau
pulang cepat tanpa keterangan yang sah.

E P
Setelah dihitung secara kumulatif jumlahnya menjadi
40 (empat puluh) jam kerja, dan dikonversi sama dengan
5 (lima) hari tidak masuk kerja, karena 7 (tujuh

K
setengah) jam dikonversi sama dengan 1 (satu) hari tidak
masuk kerja. Dalam hal demikian Sdr. Farah dijatuhi
hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan oleh pejabat

A N struktural eselon III.


b) teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa

I alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10


(sepuluh) hari kerja.

A G Contoh:
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
Lanjutan. Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi

B hukuman disiplin berupa teguran lisan karena tidak masuk


kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja
dari bulan Januari sampai dengan April 2011. Kemudian
antara bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang
bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa alasan yang
sah selama 1 (satu) hari kerja.
Dalam hal demikian setelah dikumulatifkan, jumlah
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah menjadi 6
(enam) hari kerja, maka yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 83 -
DISIPLIN PNS

disiplin ringan berupa teguran tertulis oleh pejabat


struktural eselon III.
c) pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas)
sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja.
Contoh :
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
Lanjutan. Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
hukuman disiplin berupa teguran tertulis karena tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) hari
kerja.
J P
Kemudian antara bulan Agustus sampai dengan
November 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi D
N
tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) hari kerja. Dalam
hal demikian setelah dikumulatifkan, jumlah tidak masuk

kerja.
IA
kerja tanpa alasan yang sah menjadi 12 (dua belas) hari

Dalam hal demikian yang bersangkutan dijatuhi

A
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas secara

10) W
tertulis oleh pejabat struktural eselon III.
menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara

A
dengan sebaik-baiknya, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
11)

12)
E G
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas, apabila

13) memberikan

E P
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
kesempatan kepada bawahan
mengembangkan karier, apabila pelanggaran dilakukan
untuk

14)
K
dengan tidak sengaja; dan
menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, apabila pelanggaran berdampak negatif

A N pada unit kerja.

I
b. Hukuman disiplin sedang dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban:

A G 1) mengucapkan sumpah/janji PNS, apabila pelanggaran


dilakukan tanpa alasan yang sah;
2) mengucapkan sumpah/janji jabatan, apabila pelanggaran
dilakukan tanpa alasan yang sah;

B 3) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah,
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
4) menaati segala peraturan perundang-undangan, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
5) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 84 -
DISIPLIN PNS

jawab, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi


yang bersangkutan;
6) menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi
instansi yang bersangkutan;
7) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, atau golongan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
8) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau

9)
menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
J P
kepentingan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif
bagi instansi yang bersangkutan; D
N
10) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau
merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang

IA
keamanan, keuangan, dan materiil, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11)
A
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, berupa:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun

hari kerja.
Contoh: A W
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh)

E G
Sdr. Bayu Segara, S.H., M.H., pangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d, jabatan Kepala Seksi
(eselon IV). Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi

E P
hukuman disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas
secara tertulis karena tidak masuk bekerja tanpa alasan
yang sah selama 14 (empat belas) hari kerja dari bulan

K
Januari sampai dengan Februari 2011.
Kemudian antara bulan Maret sampai dengan April
2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa

A N alasan yang sah selama 4 (empat) hari kerja. Setelah


dikumulatifkan, jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan

I yang sah menjadi 18 (delapan belas) hari kerja.


Dalam hal demikian yang bersangkutan dijatuhi

A G hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman


disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun oleh pejabat struktural eselon II.
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi

B PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah


selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh
lima) hari kerja.
Contoh:
Sdr. Bayu Segara, S.H., M.H., pangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d, jabatan Kepala Seksi
(eselon IV). Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun karena tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 18 (delapan belas) hari kerja dari

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 85 -
DISIPLIN PNS

mulai bulan Maret sampai dengan April 2011.


Kemudian antara bulan Mei sampai dengan Juli 2011
yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa alasan
yang sah selama 6 (enam) hari kerja. Setelah
dikumulatifkan, jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah adalah 24 (dua puluh empat) hari kerja.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin sedang berupa penundaan kenaikan pangkat
selama 1 (satu) tahun oleh pejabat eselon II.
c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
J P
yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30
(tiga puluh) hari kerja. D
N
Contoh:
Sdr. Bayu Segara, S.H., M.H., pangkat Penata

IA
Tingkat I golongan ruang III/d, jabatan Kepala Seksi
(eselon IV). Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat

A
selama 1 (satu) tahun karena tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 24 (dua puluh empat) hari kerja

A W
dari mulai bulan Januari sampai Juli 2011.
Kemudian antara bulan Agustus sampai dengan
Desember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi
tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja. Setelah

E G
dikumulatifkan jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah menjadi 29 (dua puluh sembilan) hari kerja.
Dalam hal demikian yang bersangkutan dijatuhi

E P
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 1 (satu) tahun oleh pejabat yang

K
berwenang menghukum.
12) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan, apabila
pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun hanya mencapai

A N 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh
persen).

I Contoh:
Sdr. Rini Anggraini, pangkat Penata Muda Tingkat I

A G golongan ruang III/b, jabatan fungsional umum, yang


bersangkutan sebelumnya telah menandatangai kontrak kerja
dengan atasan langsungnya berupa penyelesaian berkas
persetujuan kenaikan pangkat PNS untuk selama 1 (satu)

B tahun sebanyak 1000 (seribu) berkas persetujuan (capaian


target 100%). Dalam akhir tahun setelah dievaluasi yang
bersangkutan prestasi kerjanya hanya mencapai 450 (empat
ratus lima puluh) berkas (capaian target 45%). Dalam hal
demikian karena capaian targetnya kurang dari 50%, maka
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sedang oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
13) menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
dengan sebaik-baiknya, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 86 -
DISIPLIN PNS

14) memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat,


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada saat ini ketentuan yang mengatur pelayanan publik yaitu
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik;
15) membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas, apabila
dilakukan dengan sengaja;
16) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier, apabila dilakukan dengan sengaja;
dan
17) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, apabila pelanggaran berdampak negatif
J P
pada instansi yang bersangkutan.
D
N
c. Hukuman disiplin berat dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban:

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah,IA
1) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-

A
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;

dan/atau negara;
A W
2) menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah

3) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada

E G
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;

E P
4) menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;

K
5) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

A N
6) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran

I berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;


7) bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk

A G kepentingan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif


pada pemerintah dan/atau negara;
8) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau

B merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang


keamanan, keuangan, dan materiil, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
9) masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, berupa:
a) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35
(tiga puluh lima) hari kerja.
Contoh:
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 87 -
DISIPLIN PNS

golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).


Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama
1 (satu) tahun dari Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b
menjadi Pembina golongan ruang IV/a terhitung mulai
tanggal 10 Maret 2011 sampai dengan 9 Maret 2012,
karena tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
28 (dua puluh delapan) hari kerja dari bulan Januari
sampai dengan Februari 2011.
Kemudian antara bulan Maret sampai dengan April
2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa
alasan yang sah selama 6 (enam) hari kerja. Setelah
J P
dikumulatifkan jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah menjadi 34 (tiga puluh empat) hari kerja. D
N
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat

IA
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun oleh PPK.
Karena hukuman ini sifatnya berlanjut, maka penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun

A
dimaknai sebagai perpanjangan masa hukuman, bukan
diturunkan lagi pangkatnya menjadi Penata Tingkat I
golongan ruang III/d.

A W
Dengan demikian, Sdr. Drs. Suherman hanya
menjalani masa hukuman disiplin berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun ke

E G
depan dalam pangkat Pembina golongan ruang IV/a.
b) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa

E P
alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai
dengan 40 (empat puluh) hari kerja.
Contoh:

K
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).
Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin

A N berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama


3 (tiga) tahun dari Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b

I menjadi Pembina golongan ruang IV/a karena tidak


masuk kerja 34 (tiga puluh empat) hari kerja tanpa alasan

A G yang sah dari bulan Januari sampai dengan April 2011.


Kemudian antara bulan Mei sampai dengan Juli 2011
yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa alasan
yang sah selama 6 (enam) hari kerja. Setelah

B dikumulatifkan, jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan


yang sah menjadi 40 (empat puluh) hari kerja.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin berat berupa pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah dari Kepala
Bagian pejabat struktural eselon III.a menjadi pejabat
struktural eselon IV.a oleh PPK. Karena yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat,
maka hukuman disiplin yang sedang dijalani yaitu berupa

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 88 -
DISIPLIN PNS

penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)


tahun dianggap selesai, sehingga pangkatnya kembali ke
pangkat semula yaitu Pembina Tingkat I golongan ruang
IV/b.
c) pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki
jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat
puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari
kerja.
Contoh:
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).
J P
Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin
berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan D
N
setingkat lebih rendah karena tidak masuk kerja selama
40 (empat puluh) hari kerja tanpa alasan yang sah dari
bulan Januari sampai dengan Juli 2011.

I
Kemudian antara bulan Agustus sampai dengan
A
Oktober 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi

A
tanpa alasan yang sah selama 4 (empat) hari kerja.
Setelah dikumulatifkan, jumlah tidak masuk kerja tanpa

A W
alasan yang sah menjadi 44 (empat puluh empat) hari
kerja.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman

E G
disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan oleh PPK.
d) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai

E P
PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih.
Contoh:

K
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).
Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin

A N berupa pembebasan dari jabatan karena tidak masuk


kerja selama 44 (empat puluh empat) hari kerja tanpa

I alasan yang sah dari bulan Januari sampai dengan


Oktober 2011.

A G Kemudian antara bulan November sampai dengan


Desember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi
tanpa alasan yang sah selama 3 (tiga) hari kerja. Setelah
dikumulatifkan jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan

B yang sah menjadi 47 (empat puluh tujuh) hari kerja.


Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman yang disiplin lebih berat menjadi hukuman
disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS oleh PPK.
10) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan, apabila
pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun kurang
dari 25% (dua puluh lima persen).
Contoh:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 89 -
DISIPLIN PNS

Sdr. Rini Anggraini, pangkat Penata Muda Tingkat I


golongan ruang III/b, fungsional umum, yang bersangkutan
sebelumnya telah menandatangai kontrak kerja dengan
atasan langsungnya berupa penyelesaian pekerjaan berupa
kenaikan pangkat PNS untuk selama 1 (satu) tahun sebanyak
1000 (seribu) berkas persetujuan (capaian target 100%).
Dalam akhir tahun setelah dievaluasi yang bersangkutan
prestasi kerjanya hanya mencapai 200 (dua ratus) berkas
(capaian target 20%). Dalam hal demikian karena capaian
targetnya kurang dari 25%, maka yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin berat oleh PPK.
11) menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
J P
dengan sebaik-baiknya, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara; D
N
12) memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan

IA
13) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada pemerintah dan/atau negara.
A
d.
W
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka

A
9), huruf b angka 11), huruf c angka 9), dihitung secara kumulatif
sampai dengan akhir tahun berjalan yaitu mulai Januari sampai

E G
dengan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
Dalam hal PNS tidak masuk kerja secara terus-menerus
meskipun telah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali tetapi tidak hadir,

E P
PNS tersebut dijatuhi hukuman disiplin tanpa melalui pemeriksaan
dan jenis hukumannya berdasarkan jumlah hari ketidakhadiran
secara kumulatif.

K
2. Pelanggaran terhadap larangan
a. Hukuman disiplin ringan, dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap

A N
larangan:
1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,

I atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak


bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara, secara

A G tidak sah, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit


kerja;
2) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan

B kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,


atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada unit kerja;
3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, apabila
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 90 -
DISIPLIN PNS

perundang-undangan; dan
5) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.

b. Hukuman disiplin sedang, dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap


larangan:
1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
instansi yang bersangkutan;
2) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
J P
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, D
N
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada instansi yang bersangkutan;

IA
3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, apabila
pelanggaran dilakukan dengan sengaja;

A
4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah

5) menghalangi berjalannya
W
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
A
tugas kedinasan, apabila

E G
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
6) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

E P
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara
ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta
kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut

lain;
K
PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS

7) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden

A Ndengan cara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada


keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta

I pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye


meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau

A G pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit


kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
8) memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

B Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto


kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
9) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan
kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah
kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 91 -
DISIPLIN PNS

atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit


kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

c. Hukuman disiplin berat, dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap


larangan:
1) menyalahgunakan wewenang;
2) menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang
lain;
3) tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4) bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau
J P
lembaga swadaya masyarakat asing;
5) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, D
N
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara

pemerintah dan/atau negara;


IA
tidak sah, apabila pelanggaran berdampak negatif pada

6) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,

A
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,

pada pemerintah dan/atau negara;


A W
atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif

7) memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada

E G
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan
dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8) menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari

pekerjaannya;

E P
siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau

9) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu

K
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan

A Nperundang-undangan;
10) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila

I pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau


negara;

A G 11) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil


Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara
sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas

B negara.
12) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan
13) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang
terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu calon pasangan selama masa

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 92 -
DISIPLIN PNS

kampanye.
IV. PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM

(1) Presiden
a. Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang
menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden,
untuk jenis hukuman disiplin:
1) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
2) Pembebasan jabatan;
3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri J P
sebagai PNS; dan
4) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. D
b. Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan berdasarkan usul dari PPK.

A N
c. "Jabatan lain yang pengangkatannya dan pemberhentiannya menjadi
wewenang Presiden" antara lain Panitera Mahkamah Agung dan
Panitera Mahkamah Konstitusi.

A I
d. Pejabat Struktural eselon I yang diturunkan jabatannya menjadi
pejabat eselon II maka untuk pengangkatannya dalam jabatan

peraturan perundang-undangan.

A W
struktural eselon II ditetapkan oleh PPK dan dilantik sesuai dengan

(2) Instansi Pusat

1) PNS yang menduduki jabatan:


E G
a. PPK Pusat menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:

a) struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman:

E P
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

K
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

N
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

I A (7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun.
b) fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk

A G jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;

B (3) pernyataan tidak puas secara tertulis;


(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 93 -
DISIPLIN PNS

(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan
(11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
J P
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun; D
N
(8) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(9) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

IA
d) struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya dan
fungsional Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1)
A
penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

A W
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

lebih rendah;
E G
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

(6) pembebasan dari jabatan struktural atau fungsional


tertentu;

E P
(7) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

K
(8) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
e) Struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan pejabat
setara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

A NPPK untuk jenis hukuman:


(1) teguran lisan;

I (2) teguran tertulis;


(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

A G (4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;

B (7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;
(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
f) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 94 -
DISIPLIN PNS

(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
g) struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis
hukuman:
J P
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; D
N
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

lebih rendah;
(4) pembebasan dari jabatan; IA
(3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

A
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

lingkungannya untuk jenis hukuman:


A W
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
h) fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di

(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1


(satu) tahun;

E G
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

E P
(3) pmberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

jabatan:
K
2) PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki

a) struktural eselon I untuk jenis hukuman:

A N(1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; dan

I (3) pernyataan tidak puas secara tertulis.


b) fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman:

A G (1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

B lebih rendah; dan


(5) pembebasan dari jabatan.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
d) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 95 -
DISIPLIN PNS

(1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat


lebih rendah; dan
(2) pembebasan dari jabatan.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
a) struktural eselon I untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
J P
(satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 D
N
(tiga) tahun.
b) fungsional jenjang Utama untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis; IA
A
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

A W
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

lebih rendah;
E
(9) pembebasan dari jabatan.
G
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

E P
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;

K
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

A N(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;


(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

I (satu) tahun; dan


(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

A G (tiga) tahun;
d) struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya
untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

B (2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;


(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(6) pembebasan dari jabatan.
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 96 -
DISIPLIN PNS

(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
f) struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
J P
(3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan D
N
(4) pembebasan dari jabatan.
g) fungsional umum golongan ruang IIl/d ke bawah untuk jenis
hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan IA
A
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

A W
4) PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:
a) struktural eselon I untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

E
(tiga) tahun P
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

b) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang

K
Utama ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

A N(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1


(satu) tahun;

I (4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun;

A G (5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
c) fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis

B hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 97 -
DISIPLIN PNS

5) PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang


menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utarna ke bawah, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukurnan:
a) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
b) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
6) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
J P
c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun; D
N
d) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;

sebagai PNS; dan


f) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. IA
e) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

A
7) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain,
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis;
A W
c) pernyataan tidak puas secara tertulis;

E G
d) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
e) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
f) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun;

E P
g) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;

K
h) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
i) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

A N
b. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan

I
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

A G a) struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan


fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di Iingkungannya untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;

B (2) teguran tertulis; dan


(3) pernyataan tidak puas secara tertulis
b) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan IlI/d di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 98 -
DISIPLIN PNS

tertentu jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan


ruang IV/a sampai dengan IV/c untuk jenis hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
Contoh:
Sdr. Drs. Maryadi, M.Si., pangkat Pembina Utama Muda
golongan ruang IV/c adalah PNS Badan Pusat Statistik yang
dipekerjakan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika
dengan jabatan Direktur Pengolahan Data. Yang bersangkutan
telah melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11 yaitu menghalangi berjalannya
J P
tugas kedinasan.
Dalam hal demikian yang bersangkutan dijatuhi hukuman D
N
disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun oleh Kepala Badan Pusat Statistik.
3) PNS yang diperbantukan di Iingkungannya yang menduduki

IA
jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan

A
ruang III/b sampai dengan golongan ruang IIl/d untuk jenis
hukuman:

Contoh:
A W
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

Sdri. Dra. Susana, pangkat Pembina golongan ruang IV/a

E G
adalah PNS Badan Kepegawaian Negara yang diperbantukan
pada Badan Narkotika Nasional menduduki jabatan Kepala
Bagian Mutasi Kepegawaian pada Biro Kepegawaian. Yang

E P
bersangkutan telah melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11 yaitu menghalangi berjalannya
tugas kedinasan.

K
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun oleh Sekretaris Utama Badan Narkotika Nasional.

A N
c. Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan

I
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

A G a) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan


Penyelia dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;

B (2) teguran tertulis; dan


(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang
Il/c sampai dengan golongan ruang IIl/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 99 -
DISIPLIN PNS

2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya


yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang IIl/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b, untuk
J P
jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan D
N
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

d. Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya:


1) Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)
IA
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya PPK dalam

A
ketentuan ini antara lain Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama, Kepala Perwakilan BPKP, dan Kepala Kantor Regional
BKN.

A W
2) Pejabat struktural eselon I yang bukan PPK
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya pejabat
struktural eselon I yang bukan PPK dalam ketentuan ini antara

E G
lain Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:

E P
a) PNS yang menduduki jabatan:
(1) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia dan fungsional umum golongan ruang IlI/c dan

K
golongan ruang IIl/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(a) teguran lisan;
(b) teguran tertulis; dan

A N (c) pernyataan tidak puas secara tertulis.


(2) struktural eselon IV ke bawah, fungsional tertentu jenjang

I Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum


golongan ruang IIl/d ke bawah di Iingkungannya, untuk jenis

A G hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun;
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

B dan
(c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun.
b) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di Iingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis
hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 100 -
DISIPLIN PNS

(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.


c) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang IIl/d ke bawah, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.
Contoh 1:
(Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya PPK)
Sdr. Marwanto, jabatan struktural eselon IV.a di lingkungan
J P
Kantor Regional I BKN Yogyakarta telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam D
N
Pasal 3 angka 5, yaitu tidak melaksanakan tugas kedinasan yang
dipercayakan kepadanya, dengan penuh pengabdian, kesadaran,

IA
dan tanggung jawab yang berdampak negatif bagi BKN. Sehingga
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun oleh Kepala Kantor Regional I Yogyakarta.
Contoh 2: A
A W
(Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya pejabat
struktural eselon I yang bukan PPK)
Sdri. Dra. Mardiyanti, fungsional umum golongan ruang IIl/d di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Yang

E G
bersangkutan sampai dengan bulan November 2010 telah terbukti
melakukan pelanggaran tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 28 (dua puluh delapan) hari kerja. Sehingga yang

E P
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
bersangkutan.
K
3) PPK dan membawahi pejabat struktural eselon Il.b
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya PPK dan

A N
membawahi pejabat struktural eselon Il.b dalam ketentuan ini
antara lain Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

I
a) Pejabat struktural eselon lI.a menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan:

A G (1) struktural eselon Il.b di lingkungannya, untuk jenis


hukuman:
(a) teguran lisan;
(b) teguran tertulis; dan

B (c) pernyataan tidak puas secara tertulis.


(2) struktural eselon III dan fungsional tertentu Jenjang Muda
dan Penyelia, di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun; dan
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
(3) struktural eselon IV ke bawah, fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum
golongan ruang IIl/d ke bawah di lingkungannya, untuk

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 101 -
DISIPLIN PNS

jenis hukuman sedang berupa penurunan pangkat


setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
(4) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di
lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon
III, jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan Penyelia,
dan jabatan fungsional umum golongan ruang IIl/c dan
golongan ruang IIl/d, untuk jenis hukuman:
(a) teguran Iisan;
(b) teguran tertulis; dan
(c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
(5) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan
J P
fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan ruang D
N
IIl/d ke bawah, untuk jenis hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun; dan

IA
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
b) Pejabat struktural eselon lI.b menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan:
A
(1) struktural eselon III di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:
(a) teguran lisan;
(b) teguran tertulis; dan
A W
(c) pernyataan tidak puas secara tertulis.

E G
(2) struktural eselon IV dan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah di Iingkungannya, untuk

E P
jenis hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun; dan

K
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

e. Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara menetapkan

A N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

Ia) Struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan


Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang

A G II/c sampai dengan golongan ruang III/b di Iingkungannya,


untuk jenis hukuman:
(1) teguran Iisan;
(2) teguran tertulis; dan

B (3) pernyataan tidak puas secara tertulis.


b) Struktural eselon V, fungsional tertentu Jenjang Pelaksana
dan Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang
II/a dan golongan ruang Il/b di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 102 -
DISIPLIN PNS

tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan


fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang IIl/b, untuk jenis hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang Il/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
J P
f. Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan D
N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

IA
a) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan A
A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional umum golongan ruang l/a sampai dengan
golongan ruang l/d, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan

E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya

E P
yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b,

K
untuk jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan

A N
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki

Ijabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan


golongan ruang l/d untuk jenis hukuman:

A G a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan


b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

g. Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan

B penjatuhan hukuman disiplin bagi:


1) PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang
I/a sampai dengan golongan ruang l/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di Iingkungannya
yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang l/d, untuk jenis hukuman:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 103 -
DISIPLIN PNS

a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis

(3) Kepala Perwakilan Republik Indonesia


Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis;
c) pernyataan tidak puas secara tertulis;
d) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
J P
dan
e) pembebasan dari jabatan. D
(4) Instansi Daerah Provinsi

A N
a. PPK Daerah Provinsi menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:

(1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; A I
a) Struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman:

A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

E G
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.

E
jenis hukuman:P
b) fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk

(1) teguran lisan;

K
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

A N (5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;


(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

I (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

A G (tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;

B (10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan
(11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 104 -
DISIPLIN PNS

(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1


(satu) tahun; dan
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS: dan
(9) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
d) struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
J P
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 D
N
(tiga) tahun;
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(6) pembebasan dari jabatan;
(7) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaanIA
(8)
sendiri sebagai PNS; dan
A
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

A W
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

(satu) tahun;
E G
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

E P
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

K
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
f) struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya, untuk jenis

A Nhukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

I (satu) tahun;
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

A G (tiga) tahun;
(3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(4) pembebasan dari jabatan;

B (5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
g) fungsional umum golongan ruang IIl/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 105 -
DISIPLIN PNS

(3) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan


sendiri sebagai PNS; dan
(4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
2) PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
a) struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
J P
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat D
N
lebih rendah; dan
(5) pembebasan dari jabatan.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan; IA
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis. A
A W
d) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(2) pembebasan dari jabatan.

E G
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:

E
(1) teguran lisan;P
a) struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman:

(2) teguran tertulis;

K
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

A N(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1


(satu) tahun; dan

I (7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun.

A G b) fungsional jenjang Utama untuk jenis hukuman:


(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

B (4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(9) pembebasan dari jabatan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 106 -
DISIPLIN PNS

c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang


IV/e untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
d) struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya
J P
untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; D
N
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;

IA
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

A
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(6) pembebasan dari jabatan.

A W
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

E P
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
f) struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang

K
Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;

A N(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun;

I (3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat


lebih rendah; dan

A G (4) pembebasan dari jabatan.


g) fungsional umum golongan ruang IIl/d ke bawah untuk jenis
hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

B (satu) tahun; dan


(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
4) PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:
a) struktural eselon I untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 107 -
DISIPLIN PNS

(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun
b) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Utama ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
J P
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
c) fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis D
N
hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; IA
A
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

A W
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
5) PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang

E G
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman:

E P
a) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan

K
b) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
6) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman:

A N
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

Ic) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)


tahun;

A G d) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)


tahun;
e) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan

B f) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS


7) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain,
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis;
c) pernyataan tidak puas secara tertulis;
d) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
e) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 108 -
DISIPLIN PNS

f) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)


tahun;
g) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
h) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
i) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

b. Pejabat struktural eselon I menetapkan penjatuhan hukuman disiplin


bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
a) struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan
J P
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di Iingkungannya untuk jenis hukuman: D
N
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) ternyataan tidak puas secara tertulis.

IA
b) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai

A
dengan golongan ruang IlI/d di lingkungannya untuk jenis
hukuman:

A W
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya

E G
yang menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional
tertentu jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;

E P
b) teguran tertulis; dan

K
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di Iingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang

A N
Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/b sampai dengan golongan ruang IIl/d untuk jenis

Ihukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan

A G b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

c. Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin


bagi:

B 1) PNS yang menduduki jabatan:


a) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan
ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 109 -
DISIPLIN PNS

Il/c sampai dengan golongan ruang IIl/b di lingkungannya,


untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang IIl/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
J P
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki D
N
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum

jenis hukuman:
IA
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b, untuk

a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan


b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
A
1) PNS yang menduduki jabatan:
A W
d. Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:

a) struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan

E G
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang
II/c sampai dengan golongan ruang III/b di Iingkungannya,
untuk jenis hukuman:

E P
(1) teguran Iisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.

K
b) Struktural eselon V, fungsional tertentu Jenjang Pelaksana
dan Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang
II/a dan golongan ruang Il/b di lingkungannya, untuk jenis

A N hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

I dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

A G 2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya


yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan

B ruang IIl/b, untuk jenis hukuman:


a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang Il/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 110 -
DISIPLIN PNS

e. Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara menetapkan


penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
a) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang l/d, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
J P
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun. D
N
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional

IA
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b,
untuk jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan A
A W
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang l/d untuk jenis hukuman:

E G
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

f.

E P
Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang

K
I/a sampai dengan golongan ruang l/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman:
a) teguran Iisan;

A N
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.

I
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di Iingkungannya
yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a

A G sampai dengan golongan ruang l/d, untuk jenis hukuman:


a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.

B
(5) Gubernur selaku Wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/Kota yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota lain dalam
satu provinsi yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota untuk jenis hukuman:
1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
2) pembebasan dari jabatan:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 111 -
DISIPLIN PNS

3) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri


sebagai PNS; dan
4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
b. PNS Pusat, PNS Daerah Provinsi, dan PNS Daerah Kabupaten/Kota
dari provinsi lain yang dipekerjakan atau diperbantukan pada
Kabupaten/Kota di provinsinya yang menduduki jabatan Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota untuk jenis hukuman:
1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
2) pembebasan dari jabatan.

(6) Instansi Daerah Kabupaten/Kota


J P
a. PPK Daerah Kabupaten/Kota menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi: D
N
1) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
a) PNS Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; IA
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
A
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

(satu) tahun; dan


A W
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun.

E G
b) fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk
jenis hukuman:

E P
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

K
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

A N (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

I (tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

A G lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;
(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

B (11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.


c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e di lingkungannya untuk jenis hukuman :
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 112 -
DISIPLIN PNS

(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3


(tiga) tahun;
(8) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS: dan
(9) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
d) struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
J P
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; D
N
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan; IA
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

A
(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

A W
(11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;

E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

E P
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

K
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan

A N sendiri sebagai PNS: dan


(9) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

I f) struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang


Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya, untuk jenis

A G hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

B (4)
(satu) tahun;
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(6) pembebasan dari jabatan;
(7) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(8) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 113 -
DISIPLIN PNS

g) fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang


III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
h) fungsional umum golongan ruang III/b ke bawah di
J P
lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 D
N
(satu) tahun;
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

IA
(3) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

A
(4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
2) PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:

(1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; dan A W
a) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman:

E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;

E P
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

K
lebih rendah; dan
(5) Pembebasan dari jabatan.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang

A NIV/e, untuk jenis hukuman:


(1) teguran lisan;

I (2) teguran tertulis; dan


(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.

A G d) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang


Madya dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;

B (3) pernyataan tidak puas secara tertulis


(4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(5) pembebasan dari jabatan.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
a) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 114 -
DISIPLIN PNS

(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
b) fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
J P
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; D
N
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

lebih rendah; dan


(9) pembebasan dari jabatan. IA
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

c) Fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan


golongan ruang IV/e, untuk jenis hukuman: A
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;

A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

E G
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan

d)
P
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

E
(tiga) tahun;
Struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya,

K
untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;

A N (3) pernyataan tidak puas secara tertulis;


(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

I (5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;


(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

A G (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat

B e)
lebih rendah; dan
(9) pembebasan dari jabatan.
struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 115 -
DISIPLIN PNS

(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat


lebih rendah; dan
(6) pembebasan dari jabatan.
f) fungsional umum golongan ruang III/c dan golongan ruang
IIl/d, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
4) PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
J P
jabatan:
a) struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang D
N
Utama ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; IA
A
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;

A W
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
b) fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukuman:

E G
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

E P
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

K
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan

A N(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.


5) PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang

Imenduduki jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan


fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan

A G fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis


hukuman:
a) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan

B b) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.


6) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun;
d) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 116 -
DISIPLIN PNS

e) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri


sebagai PNS; dan
f) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
7) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain,
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis;
c) pernyataan tidak puas secara tertulis;
d) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
e) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
f) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
J P
tahun;
g) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) D
N
tahun;
h) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
i) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
IA
A
b. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

(1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; dan A W
a) struktural eselon II di Iingkungannya, untuk jenis hukuman:

E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan

E P
golongan ruang IlI/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan

K
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
c) Struktural Eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang

A N II/c sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya,


untuk jenis hukuman disiplin:

I (1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


dan

A G (2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.


2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum

B golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis


hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b, untuk
jenis hukuman:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 117 -
DISIPLIN PNS

a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan


b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

c. Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan


penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
a) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
J P
b) struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang D
N
Il/c sampai dengan golongan ruang IIl/b di lingkungannya,
untuk jenis hukuman:

dan
IA
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

A
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional

hukuman:
a) teguran lisan; A W
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang IIl/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis

b) teguran tertulis; dan

E G
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki

E P
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b untuk

K
jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

A N
d. Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin

I
bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:

A G a) struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan


Pelaksana Lanjutan dan fungsional umum golongan ruang II/c
dan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:

B (1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang Il/a
dan golongan ruang Il/b di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 118 -
DISIPLIN PNS

2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya


yang menduduki jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/c sampai dengan golongan
ruang III/b, untuk jenis hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/a sampai dengan golongan ruang Il/b di
J P
lingkungannya, untuk jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; D
N
dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

IA
e. Pejabat struktural eselon IV dan jabatan yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
A
a) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan

(1) teguran lisan;


(2) teguran tertulis; dan A W
Pelaksana Pemula, fungsional umum golongan ruang II/a dan
golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman:

E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman:

dan

E P
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

K
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon V, fungsional tertentu
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional

A N
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman:

I
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan

A G c) pernyataan tidak puas secara tertulis.


3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman:

B a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan


b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun

f. Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan


penjatuhan hukuman disiplin bagi :
1) PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang
I/a sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 119 -
DISIPLIN PNS

c) pernyataan tidak puas secara tertulis


2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.

(7) "Pejabat yang setara" adalah PNS yang diberi tugas tambahan untuk
memimpin satuan unit kerja tertentu, misalnya:
a. Rektor dan Dekan pada Perguruan Tinggi Negeri, setara dengan
eselon I;
J P
b. Ketua Pengadilan Tinggi, setara dengan eselon II;
c. Ketua Pengadilan Negeri dan Direktur Akademi, setara dengan eselon D
N
III;
d. Kepala Sekolah Menengah Atas dan Kepala Sekolah Menengah
Pertama, setara dengan eselon IV; dan
e. Kepala Sekolah Dasar dan Kepala Taman Kanak-Kanak, setara
dengan eselon V. IA
(8) A
Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman

A W
disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila
pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut
dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.

E G
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat
yang seharusnya menghukum, berlaku juga bagi atasan dari atasan
secara berjenjang.

E P
Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan setelah mendengar
keterangannya dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan yang dituangkan

K
dalam berita acara pemeriksaan.
Jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada atasan yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran

A N
disiplin, sama dengan jenis hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.

I
Atasan pejabat yang berwenang menghukum, juga menjatuhkan hukuman
disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.

A G Contoh:
Sdr. Leo Firmansyah, jabatan Kepala Seksi (eselon IV.a) membawahi
seorang PNS bemama Sdr. Michael, jabatan fungsional umum pangkat
Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b.

B Sdr. Michael telah melakukan pelanggaran disiplin yang seharusnya


dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis, tetapi Sdr. Leo
Firmansyah sebagai atasan langsungnya tidak menjatuhkan hukuman.
Dalam hal demikian, atasan Sdr. Leo Firmansyah yaitu Sdr. Bambang
Sugono, Kepala Bidang (eselon III.a), selain menjatuhkan hukuman
disiplin ringan berupa teguran tertulis kepada Sdr. Leo Firmansyah juga
menjatuhkan hukuman disiplin yang sama jenisnya kepada Sdr. Michael.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 120 -
DISIPLIN PNS

(9) Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka


kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat
yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan "tidak terdapat pejabat yang berwenang
menghukum" adalah terdapat satuan organisasi yang pejabatnya lowong,
antara lain karena berhalangan tetap, atau tidak terdapat dalam struktur
organisasi.
Contoh:
Sdr. Novianto, pangkat Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b
jabatan fungsional umum telah melakukan pelanggaran tidak masuk kerja
selama 5 (lima) hari kerja tanpa alasan yang sah. Karena atasan
langsungnya yaitu Kepala Seksi (eselon IV) tidak ada/lowong, maka yang
J P
memeriksa dan menjatuhkan hukuman disiplin ringan kepada Sdr.
Novianto berupa teguran lisan adalah Kepala Bagian (eselon III). D
V. TATA CARA PEMANGGILAN, PEMERIKSAAN, PENJATUHAN, DAN
A N
A. UMUM
PENYAMPAIAN KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN

1. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, atasan langsung wajib A I


A W
memeriksa lebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin.
2. Untuk ancaman hukuman disiplin sedang dan berat maka PPK atau
pejabat lain yang ditunjuk dapat membentuk Tim Pemeriksa.

E G
3. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah PNS yang
bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, dan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan

E P
PNS yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin serta untuk
mengetahui dampak atau akibat dari pelanggaran disiplin tersebut.
4. Pemeriksaan terhadap PNS yang melanggar disiplin harus dilakukan

K
dengan teliti dan obyektif, sehingga pejabat yang berwenang
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seksama tentang
jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan kepada PNS yang

N
bersangkutan.

A
I
B. PEMANGGILAN
1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dipanggil secara

A G tertulis untuk diperiksa oleh atasan langsung atau Tim Pemeriksa.


Surat panggilan dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Anak Lampiran I-a Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2. Pemanggilan secara tertulis bagi PNS yang diduga melakukan

B pelanggaran disiplin, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja


sebelum tanggal pemeriksaan.
3. Apabila PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin pada
tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada
pemanggilan pertama.
4. Dalam menentukan tanggal pemeriksaan dalam surat pemanggilan
pertama dan pemanggilan kedua harus memperhatikan waktu yang
diperlukan untuk menyampaikan dan diterimanya surat panggilan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 121 -
DISIPLIN PNS

5. Apabila pada tanggal pemeriksaan yang ditentukan dalam surat


pemanggilan kedua PNS yang bersangkutan tidak hadir juga, maka
pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan
pemeriksaan.
Contoh:
Sdr. Ariel Syahroni, S.Kom., jabatan fungsional Pranata Komputer
Pertama, pangkat Penata Muda golongan ruang III/b, diduga
melakukan pelanggaran disiplin. Untuk mengetahui atau membuktikan
pelanggaran yang diduga dilakukan, Sdr. Ariel Syahroni dipanggil oleh
atasan langsungnya secara tertulis pada tanggal 6 Oktober 2010
untuk hadir dalam pemeriksaan pada tanggal 14 Oktober 2010, tetapi
J P
Sdr. Ariel Syahroni tidak hadir pada tanggal 14 Oktober 2010, maka
pada tanggal 14 Oktober 2010 atasan langsungnya melakukan D
N
pemanggilan kedua secara tertulis kepada Sdr. Ariel Syahroni untuk
hadir dalam pemeriksaan pada tanggal 22 Oktober 2010.

IA
Apabila pada tanggal 22 Oktober 2010 pemeriksaan pemanggilan
kedua Sdr. Ariel Syahroni tidak juga hadir, maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan

A
alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.

C. PEMERIKSAAN

A W
1. Sebelum melakukan pemeriksaan, atasan langsung atau Tim
Pemeriksa mempelajari lebih dahulu dengan seksama laporan-
Iaporan atau bahan-bahan mengenai pelanggaran disiplin yang

E G
diduga dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara
tertutup, hanya diketahui dan dihadiri oleh PNS yang diperiksa dan
pemeriksa.

E P
3. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang kewenangan
penjatuhan hukuman disiplinnya menjadi wewenang Presiden dan

K
PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang
pemeriksaannya menjadi kewenangan PPK atau Gubernur sebagai
atasan langsungnya, pemeriksaannya dilakukan oleh PPK atau

A N
Gubernur yang bersangkutan.
Untuk mempercepat pemeriksaan, PPK atau Gubernur dapat

I
memerintahkan pejabat di bawahnya dalam lingkungan kekuasaannya
untuk melakukan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan

A G pelanggaran disiplin, dengan ketentuan bahwa pejabat yang


diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan itu tidak boleh
berpangkat atau memangku jabatan yang lebih rendah dari PNS yang
diperiksa. Surat perintah untuk melakukan pemeriksaan, dibuat

B menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-b


Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
4. PNS yang diperiksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin,
wajib menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh atasan
langsungnya.
5. Apabila PNS yang diperiksa itu tidak mau menjawab pertanyaan,
maka yang bersangkutan dianggap mengakui pelanggaran disiplin
yang dituduhkan kepadanya.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 122 -
DISIPLIN PNS

6. Hasil pemeriksaan harus dituangkan dalam bentuk berita acara


pemeriksaan, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Anak Lampiran I-c Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
7. Apabila PNS yang diperiksa mempersulit pemeriksaan, maka hal itu
tidak menjadi hambatan untuk menjatuhkan hukuman disiplin
berdasarkan bukti-bukti yang ada.
8. Apabila menurut hasil pemeriksaan, ternyata kewenangan untuk
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan
kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan, maka atasan langsung
tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi, maka atasan langsungnya wajib
J P
melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan,
laporan kewenangan penjatuhan hukuman disiplin, dibuat D
N
menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-d
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
Contoh:

IA
Sdr. Abdul Durahman, pangkat Pengatur golongan ruang lI/c
fungsional umum, diduga telah melakukan pelanggaran disiplin.

A
Setelah diperiksa oleh atasannya Kepala Seksi (eselon IV.a),
ternyata hukumannya berupa hukuman disiplin tingkat sedang.

A W
Dalam hal demikian, karena kewenangan untuk menjatuhkan
hukuman disiplin tingkat sedang merupakan kewenangan Kepala
Bidang (eselon lII.a) atau pejabat yang lebih tinggi, maka Kepala
Seksi tersebut membuat laporan hasil pemeriksaan kepada

E
berita acara pemeriksaannya. G
Kepala Bidang atau pejabat yang lebih tinggi disertai dengan

Kepala Bidang atau pejabat yang lebih tinggi, sebelum

E P
menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan Berita Acara
Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dari orang lain.
9. Apabila terdapat pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya

K
sedang dan berat maka PPK atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari atasan langsung, unsur
pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.

A N
10. Apabila atasan langsung dari PNS yang bersangkutan terlibat dalam
pelanggaran tersebut, maka yang menjadi anggota Tim Pemeriksa

I
adalah atasan yang lebih tinggi secara berjenjang.
11. Susunan Tim Pemeriksa terdiri dari:

A G a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota;


b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan
c. paling kurang 1 (satu) orang anggota.
Persyaratan untuk menjadi Tim Pemeriksa tidak boleh berpangkat

B atau memangku jabatan yang lebih rendah dari PNS yang diperiksa.
12. Tim Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc) yang bertugas sampai
proses pemeriksaan selesai terhadap suatu dugaan pelanggaran
disiplin yang dilakukan seorang PNS, pembentukan Tim Pemeriksa
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-
e Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
Contoh:
Sdr. Jayusman, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a,
diduga telah melakukan pelanggaran disiplin, yang ancaman
hukumannya berupa hukuman disiplin berat. Dalam hal demikian,

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 123 -
DISIPLIN PNS

PPK dapat membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari atasan


langsungnya, Inspektorat, Biro Kepegawaian/BKD, atau pejabat lain
yang ditunjuk.
13. Apabila diperlukan, untuk mendapatkan keterangan yang lebih
lengkap dan dalam upaya menjamin obyektifitas dalam pemeriksaan,
atasan langsung, tim pemeriksa atau pejabat yang berwenang
menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.
14. Untuk memperlancar pemeriksaan PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
atasan langsungnya sejak yang bersangkutan diperiksa sampai
dengan ditetapkannya keputusan hukuman disiplin. Keputusan
J P
pembebasan sementara dari tugas jabatannya, dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-f Peraturan Kepala D
N
Badan Kepegawaian Negara ini.
15. Agar pelaksanaan tugas organisasi tetap berjalan sebagaimana
mestinya, maka selama PNS yang bersangkutan dibebaskan

IA
sementara dari tugas jabatannya, diangkat Pejabat Pelaksana Harian
(PLH).
16.
A
PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, tetap masuk
kerja dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Contoh:

A W
Sdr. Dedy Putra, S.E., pangkat Penata Muda Tk. I golongan ruang
IIl/b, Jabatan Kepala Seksi (eselon IV.a). Yang bersangkutan diduga

E G
telah melakukan pelanggaran disiplin dan ancaman hukumannya
berupa hukuman disiplin berat. Dalam hal demikian, untuk
memperlancar pemeriksaan, atasan langsungnya, yaitu pejabat

E P
struktural eselon III.a dapat membebaskan sementara Sdr. Dedy
Putra, S.E., dari tugas jabatan sebagai Kepala Seksi sejak yang
bersangkutan diperiksa sampai dengan ditetapkannya keputusan

K
hukuman disiplin. Selama dibebaskan sementara dari tugas jabatan
sebagai Kepala Seksi, yang bersangkutan masih tetap masuk kerja
dan menerima penghasilan serta tunjangan jabatan.
17.
N
Apabila atasan langsung dari PNS yang diduga melakukan

A
pelanggaran disiplin tidak ada ataupun terjadi kekosongan, maka

I
untuk pembebasan sementara dari tugas jabatannya dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi atau secara berjenjang.

A G18. Berita acara pemeriksaan harus ditandatangani oleh atasan langsung


atau Tim Pemeriksa dan PNS yang diperiksa. Apabila ada isi berita
acara pemeriksaan itu yang menurut pendapat PNS yang diperiksa
tidak sesuai dengan apa yang diucapkan, maka hal itu diberitahukan

B 19.
kepada pemeriksa dan pemeriksa wajib memperbaikinya.
Apabila PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita
acara pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan tersebut cukup
ditandatangani oleh pemeriksa, dengan memberikan catatan dalam
berita acara pemeriksaan bahwa PNS yang diperiksa tidak bersedia
menandatangani berita acara pemeriksaan. Walaupun PNS yang
diperiksa tidak bersedia untuk menandatangani berita acara
pemeriksaan tersebut, tetap dijadikan sebagai dasar untuk
menjatuhkan hukuman disiplin.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 124 -
DISIPLIN PNS

20. PNS yang telah diperiksa berhak mendapat fotokopi berita acara
pemeriksaan.
21. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri yang diduga melakukan pelanggaran disiplin,
pemeriksaannya dilakukan oleh atasan langsungnya. Sedangkan
penjatuhan hukumannya tetap menjadi kewenangan Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Dalam hal diperlukan, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri dapat meminta kepada PPK Kementerian Luar Negeri untuk
membentuk Tim Pemeriksa.

J P
D. PENJATUHAN HUKUMAN
DISIPLIN D
N
1. Umum
a. Tujuan penjatuhan hukuman disiplin pada prinsipnya bersifat
pembinaan yaitu untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin agar yang bersangkutan
IA
mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi serta
memperbaiki diri pada masa yang akan datang. Juga
A
dimaksudkan agar PNS lainnya tidak melakukan pelanggaran
disiplin.

A W
b. Pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan
hukuman disiplin wajib mempelajari dengan teliti hasil
pemeriksaan, dan memperhatikan dengan seksama faktor-faktor

E G
yang mendorong atau menyebabkan PNS tersebut melakukan
pelanggaran disiplin dan dampak atas pelanggaran disiplin
tersebut.

E P
c. Meskipun bentuk pelanggaran disiplin yang dilakukan sama, tetapi
faktor-faktor yang mendorong dan dampak yang ditimbulkan dari
pelanggaran disiplin itu berbeda, maka jenis hukuman disiplin

K
yang akan dijatuhkan berbeda.
d. PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin, harus
dijatuhi hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran yang

A N
dilakukan. Tingkat dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan
tidak harus secara berjenjang.

I
e. Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum,
misalnya jabatan yang lowong karena pejabatnya berhalangan

A G tetap, belum diangkat pejabat untuk jabatan tersebut, atau tidak


terdapat dalam struktur organisasi, maka kewenangan
menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat yang
lebih tinggi.

B f. Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di


Iingkungannya akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi
kewenangannya, Pimpinan Instansi atau Kepala Perwakilan
mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin kepada PPK instansi
induknya disertai berita acara pemeriksaan.
g. Penjatuhan hukuman disiplin yang menjadi wewenang Presiden
diusulkan oleh PPK dan tembusannya disampaikan kepada
BAPEK dengan melampirkan:
1) berita acara pemeriksaan;
2) bukti-bukti pelanggaran disiplin; dan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 125 -
DISIPLIN PNS

3) bahan-bahan lain yang diperlukan.

2. Pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman disiplin


a. Dalam menentukan jenis hukuman disiplin haruslah
dipertimbangkan dengan seksama agar hukuman disiplin yang
akan dijatuhkan itu setimpal dengan pelanggaran disiplin yang
dilakukan.
Contoh:
Seorang PNS telah melakukan penggelapan barang-barang
milik Negara berupa alat tulis kantor (ATK) untuk kepentingan
pribadi dan terbukti melanggar Pasal 3 angka 13 yang
pelanggarannya berdampak negatif pada instansi yang
J P
bersangkutan. Sehingga oleh pejabat yang berwenang
menghukum dapat dijatuhkan hukuman disiplin sedang. Dengan D
N
demikian, berdasarkan hasil pertimbangan pejabat yang
berwenang menghukum maka:
1) apabila yang bersangkutan baru pertama kali melakukan

I
perbuatan tersebut dan terpaksa melakukannya karena
kebutuhan ekonomi yang mendesak, maka pejabat yang A
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
A
tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun.

A W
2) apabila yang bersangkutan melakukannya karena untuk
mencari keuntungan pribadi atau memperkaya diri, maka
dapat diberikan hukuman disiplin tingkat sedang berupa

E G
penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun atau
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.

E P
b. PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan
beberapa pelanggaran disiplin, kepadanya hanya dapat dijatuhi 1
(satu) jenis hukuman disiplin yang terberat setelah

Contoh:
K
mempertimbangkan semua pelanggaran disiplin yang dilakukan.

Sdr. Drs. Sugihjaya, Penata Muda Tingkat I golongan ruang

A N
III/b, jabatan Kepala Subbagian (eselon IV.a). Yang bersangkutan
tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah selama 8 (delapan)

Ihari kerja yang menurut ketentuan PP Nomor 53 Tahun 2010


harus dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis. Setelah

A G dilakukan pemeriksaan oleh atasan langsungnya ternyata di


samping tidak masuk kerja, juga terbukti melakukan pelanggaran
disiplin berupa melakukan perceraian dengan istri tanpa izin dari
pejabat yang berwenang yang menurut ketentuan PP Nomor 10

B Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 harus dijatuhi salah satu


hukuman disiplin tingkat berat.
Dalam hal demikian, PNS tersebut dijatuhi salah satu jenis
hukuman disiplin tingkat berat dengan tetap mempertimbangkan
tidak masuk kerjanya.
c. PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin, kemudian melakukan
pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir
yang pernah dijatuhkan kepadanya. Ketentuan ini tidak berlaku

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 126 -
DISIPLIN PNS

bagi pelanggaran disiplin tidak masuk kerja dan menaati jam kerja
yang dilakukan dalam tahun yang berbeda.
Contoh:
Sdri. Susiana, S.H., golongan ruang IIl/b pada tahun 2009
melakukan pelanggaran disiplin tidak melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab yang berdampak negatif
terhadap unit kerja. Yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman
disiplin ringan berupa teguran tertulis.
Kemudian pada tahun 2010 yang bersangkutan mengulangi
perbuatan yang sama. Dalam hal demikian, Sdri. Susiana, S.H.,
harus dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat yaitu berupa
J P
pernyataan tidak puas secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang menghukum. D
3. Tata cara penjatuhan hukuman disiplin
a. Teguran Lisan
A N
A I
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran lisan ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
Lampiran I-g Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.

A W
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa teguran lisan,
harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
PNS yang bersangkutan.
b. Teguran Tertulis

E G
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran tertulis ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,

E P
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
Lampiran I-h Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.

K
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa teguran tertulis,
harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
PNS yang bersangkutan.

A N
c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis
1) Jenis hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara

I tertulis ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang


menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut

A G dalam Anak Lampiran I-i Peraturan Kepala Badan


Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa pernyataan tidak
puas secara tertulis, harus disebutkan pelanggaran disiplin

B yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.


d. Penundaan Kenaikan Gaji Berkala selama 1 (satu) tahun
1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji
berkala selama 1 (satu) tahun, ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum, dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-j Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji
berkala ditetapkan untuk selama 1 (satu) tahun.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 127 -
DISIPLIN PNS

3) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penundaan


kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, harus disebutkan
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang
bersangkutan.
4) Masa penundaan kenaikan gaji berkala, dihitung penuh untuk
kenaikan gaji berkala berikutnya.
Contoh 1:
Sdr. Kurniawan, S.E., M.M., pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b. Kepala Bagian Umum (eselon IIl.a).
Pada tanggal 1 Juli 2010 yang bersangkutan baru
memperoleh kenaikan gaji berkala (KGB) dengan masa kerja
18 tahun 00 bulan dengan gaji pokok sebesar Rp
J P
2.667.900,00.
Terhitung mulai tanggal 1 September 2010 dijatuhi D
N
hukuman disiplin tingkat sedang berupa penundaan KGB
selama 1 (satu) tahun. Dalam hal demikian, maka KGB yang
seharusnya diberikan mulai 1 Juli 2012, baru dapat
dipertimbangkan terhitung mulai 1 Juli 2013.
IA
Yang bersangkutan dari bulan Juli 2012 sampai dengan
Juni 2013, masih menerima gaji pokok lama.
Contoh 2: A
A W
Sdr. Kurniawan, S.E., M.M., pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, Kepala Bagian Umum (eselon IIl.a).
Seharusnya pada tanggal 1 November 2010 akan
mendapatkan kenaikan gaji berkala dengan masa kerja 18

E G
tahun 00 bulan dengan gaji pokok sebesar Rp 2.667.900,00.
Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2010, dijatuhi hukuman
disiplin tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji

E P
berkala selama 1 (satu) tahun.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan baru dapat
dipertimbangkan kenaikan gaji berkala berikutnya terhitung

K
mulai tanggal 1 November 2011.
Yang bersangkutan dari bulan November 2010 sampai
dengan Oktober 2011, masih menerima gaji pokok lama.
e.
N
Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (satu) tahun

A
1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat

I ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang


menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut

A G dalam Anak Lampiran I-k Peraturan Kepala Badan


Kepegawaian Negara ini.
2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan
pangkat, ditetapkan berlaku untuk selama 1 (satu) tahun,

B terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat yang bersangkutan


dapat dipertimbangkan.
3) Masa kerja selama penundaan kenaikan pangkat, tidak
dihitung untuk masa kerja kenaikan pangkat berikutnya.
Contoh :
Sdr. Drs. Badrun, jabatan fungsional umum, pangkat
Penata Muda, golongan ruang III/a, terhitung mulai tanggal 1
April 2007. Pada tanggal 12 November 2010, yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 128 -
DISIPLIN PNS

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk


kenaikan pangkat regulernya menjadi Penata Muda Tingkat I
golongan ruang IIl/b seharusnya dapat dipertimbangkan
terhitung mulai tanggal 1 April 2011, karena yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, maka kenaikan
pangkat menjadi Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIl/b
baru dapat dipertimbangkan terhitung mulai tanggal 1 April
2012 dan kenaikan pangkat berikutnya menjadi Penata
golongan ruang IlI/c baru dapat dipertimbangkan untuk
periode 1 April 2016.
4) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penundaan
J P
kenaikan pangkat, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan. D
N
f. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
1) Jenis hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat
lebih rendah selama 1 (satu) tahun ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum, dibuat
IA
menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran

A
I-I Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan

A W
pangkat selama 1 (satu) tahun harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat
selesai, maka pangkat PNS yang bersangkutan dengan

E G
sendirinya kembali kepada pangkat yang semula.
4) Masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun tidak

E P
dihitung sebagai masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan
pangkat berikutnya, baru dapat dipertimbangkan setelah PNS
yang bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun setelah

Contoh 1:
K
kembali pada pangkat semula.

Sdr. Andri Subono, S.E., pangkat Penata Muda Tingkat I

A N
golongan ruang IIl/b terhitung mulai tanggal 1 April 2010
dengan masa kerja 4 tahun 2 bulan dengan gaji pokok Rp

I 1.907.500,00. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin


berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1

A G (satu) tahun TMT 10 September 2010 sampai dengan tanggal


9 September 2011. Dalam hal demikian maka:
a) TMT 1 Oktober 2010 Sdr. Andri Subono, S.E., pangkatnya
turun dari Penata Muda Tingkat I golongan ruang IlI/b

B menjadi Penata Muda golongan ruang IIl/a dengan gaji


pokoknya turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi Rp
1.830.100,00.
b) TMT 1 Oktober 2011, pangkatnya kembali menjadi
Penata Muda Tingkat I golongan ruang IlI/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.
c) TMT 1 April 2015 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata golongan ruang III/c apabila
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 129 -
DISIPLIN PNS

Contoh 2:
Sdr. Sulaeman, S.E., pangkat Penata Muda Tingkat I
golongan ruang IlI/b terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2006
masa kerja 4 tahun 9 bulan dengan gaji pokok Rp
1.907.500,00 yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun TMT 10 Agustus 2010 sampai dengan 9 Agustus
2011. Dalam hal demikian maka:
a) TMT 1 September 2010 pangkat Sdr. Sulaeman, S.E.,
turun dari Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIl/b
menjadi Penata Muda golongan ruang IlI/a dengan gaji
pokok turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi Rp 1.830.1
J P
00,00.
b) TMT 1 September 2011, pangkatnya kembali menjadi D
N
Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.
c) TMT 1 Oktober 2012 kenaikan pangkatnya baru dapat

IA
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata golongan ruang III/c apabila

g.
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
A
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun

A W
1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak

ini.
E G
Lampiran I-m Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara

2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat

E P
ditetapkan setingkat lebih rendah untuk selama 3 (tiga) tahun.
3) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah berlaku untuk selama 3 (tiga)

K
tahun harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh PNS yang bersangkutan.
4) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat

A N
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun selesai, maka
pangkat PNS yang bersangkutan dengan sendirinya kembali

I kepada pangkat yang semula.


5) Masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan

A G pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun tidak


dihitung sebagai masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan
pangkat berikutnya, baru dapat dipertimbangkan setelah PNS
yang bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun setelah

B kembali pada pangkat semula.


Contoh 1:
Sdr. Jeffry Woworuntu, S.E., pangkat Penata Muda
Tingkat I golongan ruang IlI/b terhitung mulai tanggal 1 April
2010 masa kerja 4 tahun 3 bulan dengan gaji pokok Rp
1.907.500,00. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun TMT 10 Agustus 2010 sampai dengan tanggal 9
Agustus 2013. Dalam hal demikian maka:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 130 -
DISIPLIN PNS

a) TMT 1 September 2010 Sdr. Jeffry Woworuntu, S.E.,


pangkatnya turun dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang III/b menjadi Penata Muda golongan ruang III/a
dengan gaji pokoknya turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi
Rp 1.830.100,00.
b) TMT 1 September 2013, pangkatnya kembali menjadi
Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.
c) TMT 1 April 2017 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata golongan ruang IlI/c apabila
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
J P
Contoh 2:
Sdr. Jeffry Woworuntu, S.E., pangkat Penata Muda D
N
Tingkat I golongan ruang III/b terhitung mulai tanggal 1
Oktober 2006 masa kerja 4 tahun 9 bulan dengan gaji pokok
Rp 1.907.500,00. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman

IA
disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 3 (tiga) tahun TMT 10 Agustus 2010 sampai dengan 9
Agustus 2013. Dalam hal demikian maka:
A
a) TMT 1 September 2010 pangkat Sdr. Jeffry Woworuntu,

A W
S.E., turun dari pangkat Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata Muda golongan ruang IIl/a
dengan gaji pokok turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi Rp
1.830.100,00.

E G
b) TMT 1 September 2013, pangkatnya kembali menjadi
Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIl/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.

E P
c) TMT 1 Oktober 2014 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IlI/b menjadi Penata golongan ruang III/c apabila

h.
K
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah

A N
1) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah dilakukan dengan mempertimbangkan lowongan

I jabatan yang lebih rendah dan kompetensi yang bersangkutan


sesuai dengan persyaratan jabatan yang ditentukan.

A G 2) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemindahan dalam


rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak

B Lampiran I-n Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara


ini.
3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin tersebut, harus
disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS
yang bersangkutan.
4) PPK harus segera menetapkan keputusan tentang
pengangkatan dalam jabatan baru yang telah ditentukan
sesuai dengan kompetensi dan persyaratan jabatan serta
harus segera dilantik dan diambil sumpahnya.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 131 -
DISIPLIN PNS

5) Tunjangan jabatan yang lama dihentikan mulai bulan


berikutnya sejak ditetapkannya keputusan hukuman disiplin
berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah.
6) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemindahan dalam
rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, diberikan
tunjangan jabatan berdasarkan jabatan baru yang
didudukinya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan struktural setingkat lebih
rendah, baru dapat dipertimbangkan kembali dalam jabatan
J P
yang lebih tinggi paling singkat 1 (satu) tahun setelah yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin. Dalam waktu 1 (satu) D
N
tahun, dianggap sudah cukup untuk menilai apakah yang
bersangkutan sudah dapat dipercaya atau belum untuk
menduduki sesuatu jabatan lain.

IA
Pengangkatan kembali dalam jabatan satu tingkat lebih tinggi
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8)
A
Penurunan jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan
fungsional tertentu.

A W
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat
lebih rendah, tetap menduduki pangkat sebelum diturunkan
jabatannya. PPK harus segera menetapkan keputusan

ditentukan.
E G
tentang pengangkatan dalam jabatan baru yang telah

PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemindahan dalam

E P
rangka penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat lebih
rendah, diberikan tunjangan jabatan berdasarkan jabatan baru
yang didudukinya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
K
Jumlah angka kredit yang dimiliki sebelum diturunkan
jabatannya, tetap dimiliki oleh PNS yang bersangkutan.

A N PNS tersebut dapat dipertimbangkan diangkat kembali


dalam jabatan semula paling singkat 1 (satu) tahun sejak

I yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan


perundang-undangan dengan menggunakan angka kredit

A G yang dimiliki sebelum diturunkan dari jabatannya.


Angka kredit yang diperoleh dari prestasi kerja dalam
jenjang jabatan yang diduduki setelah diturunkan jabatannya,
diperhitungkan untuk kenaikan pangkat atau jabatan setelah

B diangkat kembali dalam jabatan yang semula.


Kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi setelah yang
bersangkutan diangkat kembali dalam jabatan semula, baru
dapat dipertimbangkan apabila paling singkat 1 (satu) tahun.
Contoh:
Sdr. Dian Supardi, S.Sos., jabatan Analis Kepegawaian
Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d dengan
angka kredit 300. Yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin tingkat berat berupa pemindahan dalam rangka

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 132 -
DISIPLIN PNS

penurunan jabatan setingkat lebih rendah TMT 9 November


2010. Dalam hal demikian, maka:
a) Sdr. Dian Supardi S.Sos., pangkat Penata Tingkat I
golongan ruang III/d jabatannya diturunkan dari Analis
Kepegawaian Muda menjadi Analis Kepegawaian
Pertama dengan angka kredit tetap 300.
b) Sdr. Dian Supardi S.Sos., diberikan tunjangan jabatan
fungsional Analis Kepegawaian Pertama.
c) Sdr. Dian Supardi S.Sos., dapat diangkat kembali ke
jabatan Analis Kepegawaian Muda dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) paling singkat telah 1 (satu) tahun terhitung sejak
J P
dijatuhi hukuman disiplin;
2) menggunakan angka kredit terakhir sebelum dijatuhi D
N
hukuman disiplin, yaitu 300 angka kredit; dan
3) memenuhi syarat lain sesuai peraturan perundang-
undangan.

IA
d) Selama menduduki jabatan Analis Kepegawaian Pertama,
Sdr. Dian Supardi S.Sos., memperoleh angka kredit 50.

A
e) Setelah 2 (dua) tahun diangkat kembali ke dalam jabatan
Analis Kepegawaian Muda, Sdr. Dian Supardi S.Sos.
memperoleh angka kredit 55.

A W
f) Dalam hal demikian, Sdr. Dian Supardi S.Sos., dapat
dipertimbangkan untuk naik jabatan menjadi Analis
Kepegawaian Madya dengan angka kredit 405 yang
berasal dari:

E G
1) angka kredit terakhir, yaitu 300;
2) angka kredit yang diperoleh selama menduduki

E P
jabatan fungsional Analis Kepegawaian Pertama,
yaitu 50; dan
3) angka kredit yang diperoleh setelah diangkat kembali

i. K
dalam jabatan fungsional Analis Kepegawaian Muda,
yaitu 55.
Pembebasan Dari Jabatan

A N
1) Jenis hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang

I menghukum dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut


dalam Anak Lampiran I-o Peraturan Kepala Badan

A G Kepegawaian Negara ini.


2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa pembebasan dari
jabatan, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh PNS yang bersangkutan.

B 3) Selama dibebaskan dari jabatan, PNS yang bersangkutan


masih tetap menerima penghasilan sebagai PNS, kecuali
tunjangan jabatan.
4) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari
jabatan, baru dapat diangkat kembali dalam suatu jabatan
setelah PNS yang bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun
setelah dibebaskan dari jabatannya. Dalam waktu 1 (satu)
tahun, dianggap sudah cukup untuk menilai apakah yang
bersangkutan sudah dapat dipercaya atau belum untuk
menduduki sesuatu jabatan lain.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 133 -
DISIPLIN PNS

j. Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri


Sebagai PNS
1) Jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS ditetapkan dengan
keputusan pejabat yang berwenang menghukum, dibuat
menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran
I-p Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, harus
disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS
yang bersangkutan.
3) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan
J P
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, diberikan
hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang- D
N
undangan.
k. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS

IA
1) Jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS ditetapkan dengan keputusan pejabat
yang berwenang menghukum, dibuat menurut contoh

A
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-q Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.

A W
2) Dalam keputusan hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak

E. PENYAMPAIAN
E G
dengan hormat sebagai PNS, tidak diberikan hak pensiun.

HUKUMAN DISIPLIN

E P
1. Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum.

K
2. Pada prinsipnya penyampaian keputusan hukuman disiplin dilakukan
sendiri oleh pejabat yang berwenang menghukum.
3. PNS yang bersangkutan dipanggil secara tertulis untuk hadir

A N
menerima keputusan hukuman disiplin dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-r Peraturan Kepala

4.
I
Badan Kepegawaian Negara ini.
Penyampaian keputusan hukuman disiplin disampaikan secara

A G tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain


yang ditunjuk, kepada PNS yang bersangkutan serta tembusannya
disampaikan kepada pejabat instansi terkait.
Yang dimaksud secara tertutup adalah penyampaian surat

B keputusan hanya diketahui oleh PNS yang bersangkutan dan pejabat


yang menyampaikan serta pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan
bahwa pejabat terkait dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak boleh
lebih rendah dari PNS yang bersangkutan.
5. Apabila tempat kedudukan pejabat yang berwenang menghukum dan
tempat PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berjauhan, maka pejabat
yang berwenang menghukum dapat menunjuk pejabat lain untuk
menyampaikan keputusan hukuman disiplin tersebut, dengan
ketentuan bahwa pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 134 -
DISIPLIN PNS

6. Penyampaian keputusan hukuman disiplin dilakukan paling lambat 14


(empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.
7. Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada saat
penyampaian keputusan hukuman disiplin, keputusan hukuman
disiplin dikirim kepada yang bersangkutan melalui alamat terakhir
yang diketahui dan tercatat di instansinya.
8. Hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden
disampaikan kepada PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh
pimpinan instansi Induknya.

VI. UPAYA ADMINISTRATIF


J P
A. UMUM D
N
1. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan
kepadanya berupa keberatan atau banding administratif.

IA
2. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh

A
pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum.

A W
3. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan

E
Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). G
oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan

B. HUKUMAN DISIPLIN YANG


TIDAK DAPAT DILAKUKAN
UPAYA ADMINISTRATIF
E P
K
1. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden.
2. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh PPK, berupa jenis hukuman
disiplin:

A N
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;

I
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
d. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

A G e. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;


f. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun;
g. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
h. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih

B rendah; dan
i. pembebasan dari jabatan.
3. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Gubernur selaku wakil
pemerintah, berupa jenis hukuman disiplin berat, yaitu:
a. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
b. pembebasan dari jabatan.
4. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Kepala Perwakilan Republik
Indonesia berupa hukuman disiplin:
a. teguran lisan;

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 135 -
DISIPLIN PNS

b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
d. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
e. pembebasan dari jabatan.
5. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum, berupa jenis hukuman disiplin ringan, yaitu:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;

C. HUKUMAN DISIPLIN YANG


J P
DAPAT DILAKUKAN UPAYA
ADMINISTRATIF D
1. Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan adalah yang
dijatuhkan oleh:
A N
A I
a) Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara ke bawah,
untuk jenis hukuman disiplin sedang berupa:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

disiplin sedang berupa:


A W
b) Sekretaris Daerah/pejabat struktural eselon II Kabupaten/Kota ke
bawah/pejabat yang setara ke bawah, untuk jenis hukuman

1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan

E G
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
c) Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan unit setara dengan sebutan lain yang atasan

E P
langsungnya pejabat struktural eselon I yang bukan PPK, untuk
jenis hukuman disiplin sedang berupa:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan

K
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
d) Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan kantor perwakilan provinsi dan unit setara dengan

A N
sebutan lain yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada PPK, untuk jenis hukuman disiplin sedang berupa:

I1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan


2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

A G e) Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan unit


setara dengan sebutan lain yang atasan langsungnya pejabat
struktural eselon I yang bukan PPK dan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada PPK, untuk jenis hukuman disiplin

B sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama


1 (satu) tahun.
2. Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif adalah
yang dijatuhkan oleh PPK dan Gubernur sebagai wakil pemerintah
untuk jenis hukuman disiplin berat berupa:
a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 136 -
DISIPLIN PNS

D. TATA CARA PENGAJUAN


KEBERATAN KEPADA
ATASAN PEJABAT YANG
BERWENANG MENGHUKUM
1. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan
tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menghukum dan pejabat yang membidangi kepegawaian pada satuan
unit kerja.
2. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kalender, terhitung mulai tanggal yang
bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin. Keberatan yang
J P
diajukan melebihi 14 (empat belas) hari kalender tidak dapat diterima.
3. Pejabat yang berwenang menghukum setelah menerima tembusan D
N
surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang telah
dijatuhkannya, harus memberikan tanggapan atas keberatan yang
diajukan oleh PNS yang bersangkutan.
4. Tanggapan tersebut disampaikan secara tertulis kepada atasan
I
pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 6 (enam)A
A
hari kerja terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima
tembusan surat keberatan.

A W
5. Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil
keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang
bersangkutan, dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu)
hari kerja terhitung mulai tanggal atasan pejabat yang berwenang

E G
menghukum menerima surat keberatan.
6. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja pejabat yang
berwenang menghukum tidak memberikan tanggapan atas keberatan

E P
tersebut, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum
mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
7. Agar lebih obyektif dalam mengambil keputusan penjatuhan hukuman

K
disiplin, atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat
memanggil dan/atau meminta keterangan dari pejabat yang
berwenang menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin,

A N
dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
8. Dalam hal atasan pejabat yang berwenang menghukum memiliki

I
keyakinan berdasarkan bukti-bukti yang ada, atasan pejabat yang
berwenang menghukum dapat memperkuat, memperingan,

A G memperberat atau membatalkan hukuman disiplin yang dijatuhkan


oleh pejabat yang berwenang menghukum.
9. Penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman
disiplin, ditetapkan dengan keputusan atasan pejabat yang

B berwenang menghukum, dibuat menurut contoh sebagaimana


tersebut dalam Anak Lampiran I-s Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara ini.
10. Keputusan tersebut bersifat final dan mengikat. Yang dimaksud
dengan final dan mengikat adalah terhadap keputusan peringanan,
pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin tidak dapat diajukan
keberatan dan wajib dilaksanakan.
11. Apabila dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari kerja atasan
pejabat yang berwenang menghukum tidak mengambil keputusan

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 137 -
DISIPLIN PNS

atas keberatan tersebut, maka keputusan pejabat yang berwenang


menghukum batal demi hukum.
12. Keputusan pejabat yang berwenang menghukum yang batal demi
hukum diberitahukan oleh pejabat yang membidangi kepegawaian
pada satuan unit kerja paling rendah pejabat struktural eselon IV dan
ditujukan kepada PNS yang dijatuhi hukuman disiplin, dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut pada Anak Lampiran I-t Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
Tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada:
a. atasan pejabat yang berwenang menghukum;
b. pejabat yang berwenang menghukum; dan
c. pejabat lain yang terkait.
J P
13. Sebelum 21 (dua puluh satu) hari kerja, pejabat yang membidangi
kepegawaian berkoordinasi dengan atasan pejabat yang berwenang D
N
menghukum tentang keberatan atas hukuman disiplin.
14. Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang tidak mengambil

IA
keputusan atas keberatan yang diajukan kepadanya lebih dari 21 (dua
puluh satu) hari kerja, dijatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan
perundang-undangan setelah dilakukan pemeriksaan.

E. BANDING ADMINISTRATIF A
KEPADA BADAN
PERTIMBANGAN
KEPEGAWAIAN (BAPEK)
A W
1. PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh PPK dan Gubernur berupa:

sebagai PNS; dan


E G
a. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

b. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

E P
dapat mengajukan banding administratif kepada BAPEK.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai banding administratif kepada BAPEK
diatur tersendiri dengan peraturan perundang-undangan.

K
3. PNS yang sedang mengajukan banding administratif gajinya tetap
dibayarkan sepanjang PNS yang bersangkutan tetap masuk kerja dan
melaksanakan tugas.

A N
4. Untuk dapat tetap masuk kerja dan melaksanakan tugas, PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan izin kepada PPK, yang

I
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-
u Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.

A G
5. Penentuan dapat atau tidaknya PNS tersebut masuk kerja dan
melaksanakan tugas menjadi kewenangan PPK dengan
mempertimbangkan dampak pelanggaran disiplin yang dilakukannya
terhadap lingkungan kerja, yang ditetapkan dengan keputusan dibuat

B menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-v


Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
6. PPK dapat mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada pejabat
lain di lingkungannya untuk menetapkan keputusan dapat atau
tidaknya PNS tersebut masuk kerja dan melaksanakan tugas.
7. PNS yang sedang mengajukan banding administratif dan tetap masuk
kerja dan melaksanakan tugas, apabila melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban dan larangan yang dapat dikenakan hukuman
disiplin, maka PPK membatalkan keputusan tentang izin masuk kerja
dan melaksanakan tugas bagi PNS yang sedang melakukan banding

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 138 -
DISIPLIN PNS

administratif ke BAPEK, kemudian diikuti dengan penghentian


pembayaran gaji.
8. Apabila tidak mengajukan banding administratif, maka gajinya
dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya sejak hari ke 15 (lima
belas) keputusan hukuman disiplin diterima.
9. PNS yang mengajukan banding administratif kepada BAPEK tidak
diberikan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, dan pindah
instansi sampai dengan ditetapkannya keputusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.

VII. BERLAKUNYA KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN, HAPUSNYA


J P
KEWAJIBAN MENJALANI HUKUMAN DISIPLIN, DAN HAK-HAK
KEPEGAWAIAN D
A. BERLAKUNYA KEPUTUSAN
HUKUMAN DISIPLIN
A N
1. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:
a. Presiden
b. PPK, untuk jenis hukuman disiplin berupa:
1) teguran lisan; A I
2) teguran tertulis;
3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

A W
4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

tahun;
E G
6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)

7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)


tahun;

E P
8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan

K
9) pembebasan dari jabatan.
c. Gubernur selaku wakil pemerintah, untuk jenis hukuman disiplin
berupa:

A N
1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan

I
2) pembebasan dari jabatan.
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia, untuk jenis hukuman

A G disiplin berupa:
1) teguran lisan;
2) teguran tertulis; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis;

B 4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih


rendah; dan
5) pembebasan dari jabatan.
e. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman
disiplin berupa:
1) teguran lisan;
2) teguran tertulis; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
mulai berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan.
2. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh:

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 139 -
DISIPLIN PNS

a. pejabat struktural eselon I sampai dengan eselon IV atau pejabat


yang setara berupa:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun,
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
b. pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya PPK atau
pejabat struktural eselon I yang bukan PPK berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun,
mulai berlaku pada:
a. hari ke-15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin
diterima apabila tidak diajukan keberatan; dan
b. tanggal ditetapkan keputusan atas keberatan, apabila diajukan
keberatan.
J P
3. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh PPK atau Gubernur selaku
wakil pemerintah berupa: D
N
a. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
b. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
mulai berlaku pada:
IA
a. hari ke-15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin
diterima apabila tidak diajukan keberatan; dan
A
b. tanggal ditetapkan keputusan atas banding administratif, apabila
diajukan banding administratif.

A W
4. Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka berlaku pada hari ke
15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk penyampaian
keputusan hukuman disiplin.

B. HAPUSNYA KEWAJIBAN
E G
MENJALANI HUKUMAN
DISIPLIN

E P
1. PNS yang mencapai batas usia pensiun atau meninggal dunia pada

K
saat sedang menjalani hukuman disiplin:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

A
dan N
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun;

I
d. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.
dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan diberhentikan

A G dengan hormat sebagai PNS.


2. PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
3. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas

B 4.
keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
PNS yang sedang mengajukan banding administratif dan telah
mencapai batas usia pensiun, apabila meninggal dunia maka yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhi hukuman
disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat maka keputusan
pemberhentiannya ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang
menjadi keputusan pemberhentian dengan hormat.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 140 -
DISIPLIN PNS

C. HAK-HAK KEPEGAWAIAN
1. PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas
keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. PNS yang sedang mengajukan banding administratif dan telah
mencapai batas usia pensiun, apabila meninggal dunia maka yang
J P
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan D
N
perundang-undangan.
4. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas

ditetapkannya keputusan banding administratif.


IA
banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai dengan

VIII. PENDOKUMENTASIAN HUKUMAN DISIPLIN A


lingkungannya.
A W
1. Untuk tertib administrasi, pejabat pengelola kepegawaian wajib
mendokumentasikan setiap keputusan hukuman disiplin PNS di

2. Setiap jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat dalam kartu

E G
hukuman disiplin PNS, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut
dalam Anak Lampiran I-w Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.

E P
3. Apabila seorang PNS pindah instansi, maka kartu hukuman disiplin PNS
dikirimkan oleh pimpinan instansi lama kepada pimpinan instansi baru.
4. Dokumen keputusan hukuman disiplin digunakan sebagai salah satu

K
bahan penilaian dalam pembinaan PNS yang bersangkutan.

1.

A N IX. KETENTUAN LAIN-LAIN


Dalam hal seorang PNS diusulkan untuk dijatuhi hukuman disiplin berupa

I
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
terlebih dahulu diperhatikan jabatan yang lowong dan kompetensinya.
2.

A
3.
G PNS yang sedang mengajukan upaya administratif tidak diberikan
kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sampai dengan
ditetapkannya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan

B
4.
pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif, tidak
dapat disetujui untuk pindah instansi.
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin tidak dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya.
5. PNS yang sedang menjalani hukuman disiplin tidak dapat
dipertimbangkan kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkatnya.
6. PNS yang sedang menjalani hukuman disiplin dan melakukan
pelanggaran disiplin, dijatuhi hukuman disiplin.
7. Hasil pemeriksaan pihak berwajib dan unsur pengawasan dapat
digunakan sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan atau melengkapi

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 141 -
DISIPLIN PNS

berita acara pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan


pelanggaran disiplin.
8. Surat panggilan, berita acara pemeriksaan, surat keputusan, dan bahan
lain yang menyangkut hukuman disiplin adalah bersifat rahasia.
9. Calon PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat,
dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS dan
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon PNS.
10. Apabila PNS masih menjalani hukuman disiplin karena melanggar
kewajiban masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja dan
melakukan pelanggaran tidak masuk kerja lagi, maka kepada yang
bersangkutan dijatuhi hukuman yang lebih berat dan sisa hukuman yang
J P
harus dijalani dianggap selesai dan berlanjut dengan hukuman disiplin
yang baru ditetapkan. D
N
11. Dalam hal PNS yang sebelumnya dijatuhi hukuman disiplin penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun dan baru menjalani
sebagian dari masa hukuman, apabila yang bersangkutan kemudian

IA
dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun, maka PNS yang bersangkutan hanya

12.
menjalani masa hukuman selama 3 (tiga) tahun ke depan.
A
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam

13.
bersangkutan.
A W
kerja dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan, yaitu
mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak

E G
dengan hormat sebagai PNS terhadap pelanggaran disiplin tidak masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja selama 46 (empat puluh enam)
hari atau lebih didasarkan atas pertimbangan yang obyektif dari PPK.

E P
X. KETENTUAN PERALIHAN

K
1. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan tetap
berlaku.

A N
2. Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang

I
menghukum atau banding administratif kepada BAPEK sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

A G
Pegawai Negeri Sipil diselesaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah dilakukan pemeriksaan

B berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan Surat


Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor :
23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka hasil
pemeriksaan tetap berlaku dan proses selanjutnya berlaku ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 beserta peraturan
pelaksanaannya dengan ketentuan:
a. Apabila ketentuan yang dilanggar dalam Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980 terdapat juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010, maka penjatuhan hukumannya disesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 142 -
DISIPLIN PNS

b. Apabila ketentuan yang dilanggar dalam Peraturan Pemerintah Nomor


30 Tahun 1980 tidak terdapat secara tegas dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, maka untuk menentukan jenis
pelanggarannya disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
4. Apabila terjadi pelanggaran disiplin sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dan belum dilakukan pemeriksaan,
maka berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
5. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PNS yang melanggar ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
J P
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, dijatuhi salah satu jenis D
N
hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010.
6. Dengan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku ketentuan Pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
IA
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan

A
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008, PNS yang meninggalkan
tugas secara tidak sah dalam waktu 2 (dua) bulan atau lebih terus-

A W
menerus sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka yang bersangkutan
diperiksa dan dijatuhi hukuman disiplin atas pelanggaran ketentuan
masuk kerja dan menaati jam kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

E G
E P
XI. PENUTUP
1. Apabila dalam pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara dijumpai kesulitan, agar ditanyakan kepada Kepala Badan

K
Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian.
2. Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 143 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-a PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Surat Panggilan

RAHASIA

SURAT PANGGILAN I / II*


NOMOR : ..

J P
1. Bersama ini diminta dengan hormat kehadiran Saudara:
Nama : D
N
NIP :
Pangkat :

A
Jabatan :
Unit Kerja

Nama
NIP
:
Untuk menghadap kepada
:
: A I
Pangkat
Jabatan
Unit Kerja
pada
:
:
:
A W
Hari
Tanggal
Jam
:
:
:
E G
Tempat

E P
: ...
untuk diperiksa/dimintai keterangan *) sehubungan dengan dugaan pelanggaran
disiplin .. **)

2.
K
Demikian untuk dilaksanakan.

A N
Atasan langsung/Ketua

I Tim Pemeriksa *)

A G NAMA ....................................

B NIP .

Tembusan Yth :
1.
2. .

*) Coret yang tidak perlu.


**) Tulislah pelanggaran disiplin yang diduga dilakukan PNS yang bersangkutan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 144 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-b PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Surat Perintah
Untuk Melakukan Pemeriksaan

RAHASIA

SURAT PERINTAH UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN


NOMOR : .
J P
1. Diperintahkan kepada: D
N
Nama :
NIP :

A
Pangkat :
Jabatan
Unit Kerja
:
:
untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Nama : A I
NIP
Pangkat
Jabatan
pada
:
:
:

A W
Hari
Tanggal
Jam
:
:
:
E G
P
Tempat : ...
karena yang bersangkutan diduga melanggar disiplin .. **)

2.

K E
Demikian agar Surat Perintah ini dilaksanakan sebaik-baiknya.

A N
PPK/Gubernur. *)

I
A G NAMA ....................................
NIP .

B
Tembusan Yth :
1.
2. .

*) Coret yang tidak perlu.


**) Tulislah pelanggaran disiplin yang diduga dilakukan PNS yang bersangkutan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 145 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-c PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Berita Acara Pemeriksaan

RAHASIA

BERITA ACARA PEMERIKSAAN

Pada hari ini . tanggal . bulan .. tahun .. saya/Tim Pemeriksa *)


J P
1. Nama
NIP
:
: D
N
Pangkat :
Jabatan :

A
2. Nama :

3.
NIP
Pangkat
Jabatan
dst.
:
:
:

A I
Nama :
A W
berdasarkan wewenang yang ada pada saya/Surat Perintah *) .. telah
melakukan pemeriksaan terhadap :

NIP
Pangkat
Jabatan
Unit Kerja
:
:
:
:
E G
E P
karena yang bersangkutan diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal .... angka huruf Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

1. Pertanyaan:
K
N
..

A
1.
I
Jawaban:

A
2.
G ..

Pertanyaan:

B 2.
..

Jawaban:

..

3. dst.

Demikian Berita Acara Pemeriksaan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 146 -
DISIPLIN PNS

,
Yang diperiksa: Pejabat Pemeriksa/Tim Pemeriksa
*)
Nama : 1. Nama :
NIP : NIP :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :

2. Nama :
NIP :
Tanda tangan

3. dst.
:

J P
*) Coret yang tidak perlu. D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 147 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-d PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Laporan Kewenangan
Penjatuhan Hukuman Disiplin

., .
Kepada
Yth. .
di
J P
..
D
RAHASIA

A N
I
Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan
pada hari . tanggal bulan tahun saya/Tim Pemeriksa *) telah

A
melakukan pemeriksaan terhadap:
Nama :
NIP :
Pangkat
Jabatan
:
:
A W
G
Unit Kerja :
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata kewenangan untuk menjatuhkan hukuman

P E
disiplin kepada PNS tersebut di atas merupakan kewenangan **).
Sehubungan dengan hal tersebut, disampaikan Berita Acara Pemeriksaan terhadap PNS
yang bersangkutan untuk digunakan sebagai bahan untuk menjatuhkan hukuman disiplin

E
kepada PNS yang bersangkutan.

K
Demikian disampakian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

A N Yang melaporkan (Atasan


langsung),

I
A G NAMA ....................................
NIP .

B
Tembusan Yth :
1. ;
2. Dan seterusnya.

*) Coret yang tidak perlu.


**) Isilah sesuai dengan pejabat yang berwenang menghukum.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 148 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-e PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Pembentukan Tim Pemeriksa

RAHASIA
PEMBENTUKAN TIM PEMERIKSA

1.
NOMOR : .

Berdasarkan dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..


NIP. pangkat .. jabatan .. maka perlu dilakukan J P
pemeriksaan.
D
N
2. Mengingat ancaman hukumannya berupa hukuman disiplin sedang atau berat,
maka perlu membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari:
a. atasan langsung
Nama :
I A
A
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
b. unsur pengawasan
Nama
NIP
Pangkat
:
:
: A W
c.
Jabatan
unsur kepegawaian

E G
:

P
Nama :
NIP :

E
Pangkat :
Jabatan :
d.

K
pejabat lain yang ditunjuk
Nama :

N
NIP :
Pangkat :

A
Jabatan :

3.
I
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

A G ..,
PPK/Pejabat yang Ditunjuk. *)

B NAMA ....................................
NIP .

Tembusan Yth :
1.
2. .

*) Coret yang tidak perlu.


"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"
- 149 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-f PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Pembebasan
Sementara dari Tugas Jabatannya

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

I A
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. .

Menimbang :
NIP ... tanggal ;
2. ;
A
bahwa untuk kelancaran pemeriksaan terhadap Sdr. ..,

A W
atas dugaan pelanggaran disiplin terhadap Pasal . angka
huruf yang ancaman hukumannya berupa hukuman
disiplin tingkat berat, perlu menetapkan keputusan tentang
Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatannya;
Mengingat :

G
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

E
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

E P
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

K Pegawai Negeri Sipil;

A N MEMUTUSKAN:

Menetapkan
KESATU
I :
: Membebaskan sementara dari tugas jabatan Saudara:

G
Nama :
NIP :

A
Pangkat :
Jabatan :

B
Unit Kerja :
terhitung mulai tanggal sampai ditetapkannya
keputusan hukuman disiplin, karena yang bersangkutan diduga
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.

KEDUA : Selama menjalani pembebasan sementara dari tugas


jabatannya sebagaimana tersebut pada diktum KESATU,
kepada Sdr. tersebut tetap diberikan hak-hak
kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 150 -
DISIPLIN PNS

KEEMPAT : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk


diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

Atasan langsung *)

NAMA
NIP
J P
Diterima tanggal .
D
A N
NAMA
NIP

A I
Tembusan Yth :
1. ;
2. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A W
*)

E G
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 151 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-g PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Teguran Lisan

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA J P


*) D
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

A N
Menimbang :
2.
3.
a.
;
Hasil pemeriksaan tanggal ..;
A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal ;

bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

b.
W
melakukan perbuatan berupa .;
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran

A
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c.
d.
G
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan

E
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e.
P
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

E
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Teguran Lisan;
Mengingat : 1.
K
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

A
3. .;

I 4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21


Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:

KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Teguran Lisan kepada:


Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 152 -
DISIPLIN PNS

KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)

NAMA
NIP J P
D
Tembusan Yth :
1. ;

A N
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

A I
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;

*) Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 153 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-h PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Teguran Tertulis

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA J P


*) D
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

A N
Menimbang :
NIP . tanggal ;
2. ;
3. Hasil pemeriksaan tanggal ..;
A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..

a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

A W
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;

E G
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;

E P
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Teguran Tertulis;
Mengingat :
K
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

A
3. .;

I 4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21


Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:

KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Teguran Tertulis kepada:


Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 154 -
DISIPLIN PNS

KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)

NAMA J P
NIP
D
Tembusan Yth :

A N
1. ;

I
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

A
*)
W
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum

A
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 155 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-i PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
*)

A N
Membaca : 1.

2.
Laporan dari tanggal tentang

I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat;
;
A
3. Hasil pemeriksaan tanggal ..;
Menimbang : a.

b.
W
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;

A
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .

c.
d.
E G
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran

e. P
disiplin yang dilakukannya;

E
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

N
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

A
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

I 3.
4.
.;
Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21

A G Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan


Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

B
Menetapkan
KESATU
:
:
MEMUTUSKAN:

Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pernyataan Tidak Puas


Secara Tertulis kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 156 -
DISIPLIN PNS

angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun


2010.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)

J P
NAMA D
N
NIP

Tembusan Yth :
IA
1. ;

A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)
A W
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 157 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-j PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (satu) Tahun

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

I A
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..

2.
3.
NIP . pangkat;
;
A
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh NIP

Menimbang : a.

b.
W
pangkat tanggal ..;
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

A
melakukan perbuatan berupa .;
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran

c.
d.
G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;

E
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan

e.
E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (Satu)

N
Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

I 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21

A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

B
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penundaan Kenaikan
Gaji Berkala Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 158 -
DISIPLIN PNS

karena yang bersangkutan pada tanggal telah


melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan **)/Apabila
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP

A I
NAMA

Diterima tanggal .

A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)

A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
**)
***)
I
Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.

A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 159 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-k PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (satu) Tahun

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh NIP

Menimbang :
W
pangkat tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran

E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan

E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (Satu)

N
Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

I 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21

A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

B
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penundaan Kenaikan
Pangkat Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 160 -
DISIPLIN PNS

karena yang bersangkutan pada tanggal telah


melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan **)/Apabila
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP

A I
NAMA

Diterima tanggal .

A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)

A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

I
**) Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
***) Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.

A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 161 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-l PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (satu) Tahun

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP

Menimbang :
W
. pangkat . tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran

E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan

E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah

N
Selama 1 (Satu) Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

I 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21

A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

B
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 162 -
DISIPLIN PNS

karena yang bersangkutan pada tanggal telah


melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Terhitung mulai tanggal 1 bulan .. tahun. Pangkat Sdr.
.. diturunkan dari pangkat .... golongan ruang .
menjadi pangkat .... golongan ruang . dan terhitung
mulai tanggal 1 bulan . tahun . pangkatnya
dikembalikan pada pangkat semula.
KETIGA : Terhitung mulai tanggal 1 bulan .. tahun. sebagai akibat
penurunan pangkat tersebut gaji pokok Sdr. . diturunkan
dari Rp. .. (..) menjadi Rp. ..
(..) dan terhitung mulai tanggal 1 bulan .
tahun . gaji pokoknya dikembalikan pada gaji pokok J P
KEEMPAT :
semula.
D
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan **)/Apabila

N
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang

A
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KELIMA :

I
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

A
Ditetapkan di

A W
Pada tanggal ...

*)

E G NAMA

Diterima tanggal . E P NIP

K
A
NAMA N
NIP

I
A G
Tembusan Yth :
1. ;

B
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*) Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.


**) Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
***) Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 163 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-m PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL: 1 OKTOBER 2010
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 3 (tiga) Tahun

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP

Menimbang :
W
. pangkat . tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah

A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran

E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan

E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu

K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah

N
Selama 3 (Tiga) Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

I 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21

A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

B
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 3 (tiga) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 164 -
DISIPLIN PNS

karena yang bersangkutan pada tanggal telah


melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Terhitung mulai tanggal 1 bulan .. tahun. Pangkat Sdr.
.. diturunkan dari pangkat .... golongan ruang .
menjadi pangkat .... golongan ruang . dan terhitung
mulai tanggal 1 bulan . tahun . pangkatnya
dikembalikan pada pangkat semula.
KETIGA : Terhitung mulai tanggal 1 bulan .. tahun. sebagai akibat
penurunan pangkat tersebut gaji pokok Sdr. . diturunkan
dari Rp. . (..) menjadi Rp.
.. (..) dan terhitung mulai tanggal 1
bulan . tahun . gaji pokoknya dikembalikan pada gaji J P
KEEMPAT :
pokok semula.
D
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan **)/Apabila

N
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang

A
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KELIMA :

I
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

A
Ditetapkan di

A W
Pada tanggal ...

*)

E G NAMA

Diterima tanggal . E P NIP

K
A
NAMA N
NIP

I
A G
Tembusan Yth :
1. ;

B
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*) Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.


**) Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
***) Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 165 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-n PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pemindahan Dalam Rangka
Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)

A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

NIP . tanggal;
2. ; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..

Menimbang : W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;

A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;

E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;

E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman

N
Disiplin Pemindahan Dalam Rangka Penurunan Jabatan
Setingkat Lebih Rendah;

A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

I diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;

A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemindahan Dalam
Rangka Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 166 -
DISIPLIN PNS

Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Pengangkatan dalam jabatan yang baru dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah, ditetapkan dengan
keputusan tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEEMPAT : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

J P
Ditetapkan di
Pada tanggal ... D
*)

A N
A
NAMA
NIP
I
Diterima tanggal .
A W
NAMA
E G
NIP

E P
Tembusan Yth :
1. ; K
N
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)
I A
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 167 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-o PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Pembebasan dari Jabatan

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
J P
D
NOMOR : .

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*)

A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat ;
2. ;

Menimbang :
W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;

A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;

E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;

E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;

K
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman

N
Disiplin Pembebasan dari Jabatan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

I 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

A G 3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

B
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pembebasan dari
Jabatan ., kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 168 -
DISIPLIN PNS

karena yang bersangkutan pada tanggal telah


melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)
J P
D
NAMA
NIP

A N
Diterima tanggal .

A I
NAMA
NIP
A W
Tembusan Yth :
E G
1. ;

E P
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*) K
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.

A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 169 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-p PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pemberhentian Dengan Hormat
Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai PNS

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)

A N
Membaca : 1.

2.
Laporan dari tanggal tentang

NIP . pangkat ;
; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..

Menimbang :
3.

a. W
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;

A
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
b.

c.
E G
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
..;
d.

e. E P
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman

N
Disiplin Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas
Permintaan Sendiri Sebagai Pegawai Negeri Sipil;

A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

I 2.
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;

A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemberhentian Dengan
Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai Pegawai
Negeri Sipil, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 170 -
DISIPLIN PNS

Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam Diktum KESATU,
diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
KETIGA : Apabila tidak ada banding administratif, maka keputusan ini

KEEMPAT :
berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan ini.
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya. J P
D
N
Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)

I A
A
A W
NAMA
NIP

Diterima tanggal . **)

E G
NAMA
NIP
E P
K
N
Tembusan Yth :
1. ;

A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;

I
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)

A
**)G Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
Tulislah tanggal, bulan, dan tahun diterimanya keputusan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 171 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-q PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)

A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang

NIP . pangkat ;
2. ; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..

Menimbang : W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;

A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;

E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;

E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman

N
Disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai
Pegawai Negeri Sipil;

A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah

I diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;

A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 172 -
DISIPLIN PNS

Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Apabila tidak ada banding administratif, maka keputusan ini
berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan ini.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP

A I
NAMA

Diterima tanggal . **)

A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)

A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
**)

I
Tulislah tanggal, bulan, dan tahun diterimanya keputusan.

A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 173 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-r PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Surat Panggilan
Untuk Menerima Keputusan Hukuman Disiplin

Kepada
Yth. .
., .

J P
di
..
D
RAHASIA

A N
I
Dengan ini diminta kehadiran Saudara, untuk menghadap kepada:
Nama :
NIP
Pangkat
Jabatan
:
:
: A
pada
Hari
Tanggal
:
:
A W
Jam
Tempat
:
: ...

E G
untuk menerima Keputusan Nomor . tanggal . tentang

P
penjatuhan hukuman disiplin

K E
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan.

*)

A N
I NAMA ....................................
NIP .

A G
Tembusan Yth :

B
1. :
2. Pejabat yang dianggap perlu.

*) Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menandatangani surat panggilan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 174 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-s PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Atas Keberatan
Penjatuhan Hukuman Disiplin

RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca :

IA
1. Surat keberatan yang diajukan oleh Sdr. .. NIP .
pangkat jabatan tanggal .;

A
2. Surat tanggapan Sdr. .. NIP . pangkat
jabatan tanggal . sebagai Pejabat yang
berwenang menghukum;
Menimbang :
W
a. bahwa berdasarkan Keputusan . Nomor .. tanggal
. Sdr. .. NIP pangkat ..

A
jabatan .. telah dijatuhi hukuman disiplin berupa
.;

E G
b. bahwa setelah memperhatikan dan mempelajari dengan
seksama keberatan yang diajukan oleh Sdr. . NIP
pangkat . Jabatan .. tanggal ...
dan tanggapan dari . tanggal, dapat diambil

E P
kesimpulan bahwa penjatuhan hukuman disiplin kepada Sdr.
. sudah sesuai/tidak sesuai **) dengan perbuatan
yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan ;
c. ..;

K
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan

N
memperkuat/memperingan/memperberat/membatalkan**)
hukuman disiplin Sdr. ;

A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah

I dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

G
Pegawai Negeri Sipil;
3. .;

A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun
2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

B
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Memperkuat/memperingan/memperberat/membatalkan **) hukuman
disiplin yang dijatuhkan kepada Sdr. NIP
pangkat .. jabatan unit kerja
.. berupa . sesuai dengan Keputusan Nomor
. tanggal , menjadi hukuman disiplin . ***)
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 175 -
DISIPLIN PNS

dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)

NAMA
NIP
J P
D
Tembusan Yth :
1. ;

A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;N
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)
A I
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menetapkan keputusan atas keberatan.
**) Coret yang tidak perlu.
***)
W
Diisi dalam hal memperingan atau memperberat hukuman disiplin.

A
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 176 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-t PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Surat Pemberitahuan Keputusan Batal Demi Hukum

Nomor : .,
Perihal : Pemberitahuan Keputusan Batal Demi Hukum

Kepada
J P
Yth. .
di
.. D
1. Dengan ini diberitahukan bahwa surat keberatan atas Keputusan Nomor

A N
I
tentang hukuman disiplin berupa . yang Saudara ajukan pada tanggal
. dan diterima oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum pada

A
tanggal ., telah lebih dari 21 (dua puluh satu) hari kerja, tetapi atasan
pejabat yang berwenang menghukum tidak mengambil keputusan.
2. Bahwa berdasarkan pasal 37 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

3.

A W
2010, maka Keputusan Nomor . tentang hukuman disiplin berupa
batal demi hukum.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

G
*)

P E NAMA ....................................

K E NIP .

Tembusan Yth :

N
1. PPK/Pimpinan Instansi/Gubernur:
2. Atasan pejabat yang berwenang menghukum;

A
I
3. Pejabat yang berwenang menghukum;
4. Pejabat lain yang dianggap perlu.

*)

A G Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menandatangani surat panggilan.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 177 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-u PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Permohonan Izin Untuk Dapat Masuk Kerja dan
Melaksanakan Tugas Selama Dalam Proses
Banding Administratif

Kepada
Yth. .
., .

J P
di
..
D
A N
I
1. Bahwa atas Keputusan Nomor .. tanggal .
tentang penjatuhan hukuman disiplin barupa pemberhentian dengan hormat tidak

A
atas permintaan sendiri/pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS *), saya
telah mengajukan banding administratif kepada kepala Badan Pertimbangan
Kepegawaian, tanggal .. (foto kopi terlampir).
2.

3.
tugas di lingkungan ..

A W
Bahwa sambil menunggu keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian, dengan
ini saya mengajukan permohonan izin untuk dapat masuk kerja dan melaksanakan

Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perkenannya diucapkan terima

G
kasih.

P E Pemohon

KE NAMA ....................................
NIP .

A N
I
Tembusan Yth :
1. Kepala Biro/Bagian Keuangan..:

G
2. Kepala Biro/Bagian Kepegawaian;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.

A
B
*) coret yang tidak perlu.

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 178 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-v PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Keputusan Dapat/Tidak Dapat Melaksanakan Tugas
bagi PNS yang Mengajukan Banding Administratif ke BAPEK

KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)

Membaca :

I A
1. Surat permohonan untuk dapat tetap melaksanakan tugas
yang diajukan oleh Sdr. .. NIP . pangkat

Menimbang :
jabatan tanggal .;
2. .;
A
a. bahwa berdasarkan Keputusan . Nomor ..

berupa .;
A W
tanggal . Sdr. .. NIP pangkat
.. jabatan .. telah dijatuhi hukuman disiplin

b. bahwa atas keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

E G
Sdr. .. telah mengajukan banding administratif ke
Badan Pertimbangan Kepegawaian;
c. ..;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

E P
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
keputusan tentang Dapat/Tidak Dapat **) Melaksanakan
Tugas Selama Mengajukan Banding Administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian;
Mengingat :
K
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;

N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;

A
3. .;

I 4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21


Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil;

BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:

KESATU : Kepada Sdr. NIP dapat/tidak dapat


**) melaksanakan tugas selama mengajukan banding administratif
ke Badan Pertimbangan Kepegawaian;
KEDUA : Selama yang bersangkutan melaksanakan tugas gajinya tetap
dibayarkan.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEEMPAT Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 179 -
DISIPLIN PNS

Ditetapkan di
Pada tanggal ...

*)

NAMA
NIP

J P
D
Tembusan Yth :
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Kepala Biro/Bagian Keuangan ;
4. Kepala Biro/Bagian Kepegawaian ..; dan
5. Pejabat lain yang dianggap perlu.

A N
*)
**)
A
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menetapkan keputusan.
Coret yang tidak perlu.
I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 180 -
DISIPLIN PNS

ANAK LAMPIRAN I-w PERATURAN KEPALA BADAN


KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 21 TAHUN 2010
TANGGAL : 1 OKTOBER 2010

Contoh
Kartu Hukuman Disiplin PNS

RAHASIA

NAMA
KARTU HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

: .. J P
NIP : ..
D
NO
JENIS HUKUMAN
DISIPLIN YANG
DIJATUHKAN PEJABAT
KEPUTUSAN
NOMOR TANGGAL

A N KETERANGAN

1 2 3 4 5

A I 6

A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


- 181 -
DISIPLIN PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 183 -
DISIPLIN PNS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat
J P
2.
dan PNS Daerah.
D
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS

N
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
3.

4.
melanggar peraturan disiplin PNS.
I A
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian

A
Daerah Provinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana

5.
PNS.
A W
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian

Pejabat yang berwenang menghukum adalah Pejabat yang diberi

6. G
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin bagi PNS.

E
Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa

E P
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh
pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan

7.
Kepegawaian.
K
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.

A N
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.

I
A G BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS

Pasal 2

B
(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Pertimbangan yang
selanjutnya disebut BAPEK.
(2) BAPEK berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.
- 184 -
DISIPLIN PNS

Pasal 3
BAPEK mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan kepada Presiden atas usul penjatuhan
hukuman disiplin berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS, bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural eselon I dan pejabat lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya oleh Presiden;
b. memeriksa dan mengambil keputusan atas banding administratif dari
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
J P
hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan/atau
gubernur selaku wakil pemerintah. D
N
Penjelasan Pasal 3
Huruf a

I A
Yang dimaksud dengan Pejabat lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya oleh Presiden antara lain: Panitera
Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah Konstitusi.
Huruf b
A
Yang dimaksud dengan memeriksa dalam ketentuan ini adalah

terkait dengan pelanggaran disiplin.

A W
memeriksa banding administratif, tanggapan, dan bukti yang

BAB III

E G
SUSUNAN KEANGGOTAAN

(1) BAPEK terdiri atas:

E P Pasal 4

a. Seorang Ketua merangkap Anggota;

K
b. Seorang Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. 5 (lima) orang Anggota.
(2) Susunan keanggotaan BAPEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

A N
adalah sebagai berikut:
a. Menteri selaku Ketua merangkap Anggota;

I
b. Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku Sekretaris
merangkap Anggota;

A G c. Sekretaris Kabinet selaku Anggota;


d. Kepala Badan Intelijen Negara selaku Anggota;
e. Jaksa Agung Muda yang membidangi urusan keperdataan
dan tata usaha negara, Kejaksaan Agung selaku Anggota;

B f. Direktur Jenderal yang membidangi urusan peraturan


perundang-undangan, Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
selaku Anggota; dan
g. Ketua Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik
Indonesia selaku Anggota.
Penjelasan Pasal 4
Cukup jelas.

"PP Nomor 24 Tahun 2011"


- 185 -
DISIPLIN PNS

Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Ketua, Sekretaris, dan Anggota
BAPEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diatur dengan Peraturan
Menteri.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
(1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas BAPEK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dibentuk Sekretariat BAPEK yang dipimpin oleh
Sekretaris BAPEK.
J P
(2) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat BAPEK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan D
N
Kepegawaian Negara.
(3) Pegawai Sekretariat BAPEK berasal dari PNS yang diangkat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.


Penjelasan Pasal 6 I A
diberhentikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara sesuai dengan

Ayat (1)
Cukup jelas. A
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
A W
PNS yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah PNS yang

G
dipekerjakan di Sekretariat BAPEK.

E
E PBAB IV
BANDING ADMINISTRATIF

(1)
K Pasal 7
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan

A N
hormat sebagai PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah dapat mengajukan banding

I
administratif kepada BAPEK.
(2) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

A G secara tertulis kepada BAPEK dan tembusannya disampaikan kepada


Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah
yang memuat alasan dan/atau bukti sanggahan.
(3) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

B paling lama 14 (empat belas) hari, terhitung sejak tanggal surat


keputusan hukuman disiplin diterima.
(4) Banding administratif yang diajukan melebihi tenggang waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat diterima.
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bukti adalah dokumen sebagai
sanggahan terhadap tuduhan pelanggaran disiplin.

"PP Nomor 24 Tahun 2011"


- 186 -
DISIPLIN PNS

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan 14 (empat belas) hari adalah 14 (empat
belas) hari kalender.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 8
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), wajib memberikan
tanggapan dan/atau bukti pelanggaran disiplin yang disampaikan
kepada BAPEK paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggal
J P
diterimanya tembusan banding administratif.
(2) Apabila Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil D
N
Pemerintah tidak memberikan tanggapan dalam waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BAPEK mengambil keputusan terhadap
banding administratif berdasarkan bukti yang ada.
Penjelasan Pasal 8
Cukup jelas. I A
A
(1)
Pasal 9
W
BAPEK wajib memeriksa dan mengambil keputusan dalam waktu paling

A
lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diterimanya banding
administratif.

E G
(2) BAPEK dalam mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui sidang BAPEK.
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)

E P
Yang dimaksud dengan 180 (seratus delapan puluh) hari adalah
180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
Ayat (2)
K
Cukup jelas.

A N Pasal 10
(1)
I
Sidang BAPEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap bulan.

A G
(2) Sidang BAPEK dinyatakan sah apabila dihadiri oleh Ketua, Sekretaris,
dan paling sedikit 3 (tiga) orang Anggota.
Penjelasan Pasal 10
Cukup jelas.

B Pasal 11
(1) BAPEK dalam mengambil keputusan dilakukan dengan musyawarah
untuk mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(3) Keputusan BAPEK dapat memperkuat, memperberat, memperingan,
atau membatalkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah.

"PP Nomor 24 Tahun 2011"


- 187 -
DISIPLIN PNS

(4) Keputusan BAPEK ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris.


(5) Keputusan BAPEK mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak
yang terkait.
(6) Keputusan BAPEK disampaikan kepada PNS yang mengajukan
banding administratif, Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur
selaku Wakil Pemerintah, dan Pejabat lain yang terkait.
Penjelasan Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BAPEK berwenang meminta
J P
keterangan tambahan dari PNS yang bersangkutan, Pejabat, atau pihak lain
yang dianggap perlu. D
N
Penjelasan Pasal 12
Cukup jelas.

BAB V I A
PENDANAAN
A
Pasal 13

A W
Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas BAPEK
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
ditempatkan pada anggaran Badan Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas.
E G
E PBAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

K Pasal 14
Keberatan yang dalam Peraturan Pemerintah ini disebut banding administratif

A N
yang diajukan kepada BAPEK sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
berlaku ketentuan:

I
(1) keberatan dan tanggapan yang telah diterima oleh BAPEK, tetapi belum
diputus maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan

A G sebelum Peraturan Pemerintah ini.


(2) keberatan yang telah diterima oleh BAPEK, tetapi tanggapan belum
diterima, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.

B
Penjelasan Pasal 14
Cukup jelas.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku ketentuan peraturan
pelaksanaan mengenai BAPEK yang telah ada sebelum Peraturan

"PP Nomor 24 Tahun 2011"


- 188 -
DISIPLIN PNS

Pemerintah ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak


bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Keputusan Presiden
Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980
tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian, dicabut dan dinyatakan tidak
J P
berlaku.
Penjelasan Pasal 16 D
N
Cukup jelas.

Pasal 17
I A
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas. A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 24 Tahun 2011"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 190 -
DISIPLIN PNS

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124/PMK.09/2011


TENTANG PENGGUNAAN METODE PENENTUAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN
DALAM RANGKA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI
SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin adalah metode untuk
menentukan tingkat dan jenis hukuman disiplin dengan penilaian
menggunakan angka (scoring) yang akan dijatuhkan terhadap Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan.
J P
2. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Pegawai, adalah
Pegawai Negeri Sipil atau Calon Pegawai Negeri Sipil yang bekerja diD
N
lingkungan Kementerian Keuangan.
3. Pejabat Pemeriksa adalah atasan langsung dan/atau Tim Pemeriksa

4.
yang ditunjuk.
A
yang dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat lain

I
Unit Kerja adalah unit eselon I masing-masing di lingkungan

5.
Kementerian Keuangan.
Instansi adalah Kementerian Keuangan. A
Pasal 2
A W
Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini juga berlaku bagi Calon

E G
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, baik yang telah
mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil maupun yang belum mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan

P
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

E
(1)
K Pasal 3
Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Keuangan diberikan setelah Pegawai yang diduga

A N
melakukan pelanggaran disiplin terbukti bersalah dalam pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

(2)
I
2010.
Dalam hal pelanggaran disiplin menimbulkan dampak negatif,

A G penentuan jenis hukuman disiplin mempertimbangkan dampak negatif


terhadap:
a. Unit Kerja;
b. Instansi; dan

B(3)
c. Pemerintah dan/atau Negara.
Pelanggaran disiplin yang berdampak negatif terhadap Unit Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan pelanggaran
yang memenuhi salah satu atau lebih unsur sebagai berikut:
a. Pencemaran nama baik/citra Unit Kerja yang terungkap melalui
pengaduan;
b. Menurunnya semangat/motivasi kerja;
c. Menimbulkan budaya kerja yang negatif apabila dilakukan oleh
perseorangan dan di lingkungan Unit Kerja yang bersangkutan;
- 191 -
DISIPLIN PNS

d. Pelayanan terganggu yang tidak berdampak terhadap Keuangan


Negara;
e. Menimbulkan ketakutan/rasa malu bagi Pegawai dan kebencian
pihak lain dalam Unit Kerja yang bersangkutan; dan/atau
f. Tidak tercapainya kinerja/target unit kerja, apabila kinerja/target
hanya terkait Unit Kerja.
(4) Pelanggaran disiplin yang berdampak negatif terhadap Instansi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan pelanggaran
yang memenuhi salah satu atau lebih unsur sebagai berikut:
a. Tidak tercapainya kinerja/target Instansi, apabila target menyangkut
Instansi namun tidak mempengaruhi pencapaian target secara
nasional;
J P
b. Pencemaran nama baik/citra Instansi yang terungkap melalui media
massa; D
N
c. Fokus perhatian minimal pimpinan eselon I, Wakil Menteri
Keuangan, dan Menteri Keuangan;
d. Membahayakan pihak lain di dalam Kementerian Keuangan
dan/atau di luar Kementerian Keuangan; dan/atau
I
e. Merusak lingkungan/kesehatan/keamanan masyarakat mencakup A
(5)
wilayah kabupaten/kota.
A
Pelanggaran disiplin yang berdampak negatif terhadap Pemerintah

sebagai berikut:
A W
dan/atau Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
merupakan pelanggaran yang memenuhi salah satu atau lebih unsur

a. Tidak tercapainya kinerja/target Kementerian Keuangan Wide,

E G
apabila mempengaruhi pencapaian target secara nasional;
b. Menimbulkan potensi kerugian Negara dan potensi hilangnya
pendapatan Negara;

E P
c. Memberikan keuntungan pelanggar atau pihak ketiga;
d. Fokus perhatian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil
Presiden, dan/atau Presiden;

K
e. Membahayakan keamanan Negara; dan/atau
f. Merusak lingkungan/kesehatan/keamanan masyarakat mencakup
wilayah propinsi.

A N
(1)
I Pasal 4
Penjatuhan hukuman disiplin kepada Pegawai dilakukan dengan

(2)

A G menggunakan Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin.


Dalam menentukan tingkat dan jenis hukuman disiplin, Pejabat
Pemeriksa menggunakan hasil penghitungan dengan Metode
Penentuan Jenis Hukuman Disiplin.

B
(3) Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.09/2009 tentang Penggunaan Metode
Pemeringkatan Hukuman Disiplin dalam Rangka Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan, dicabut

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 192 -
DISIPLIN PNS

dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 193 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 124/PMK.09/2011 TENTANG
PENGGUNAAN METODE PENENTUAN
JENIS HUKUMAN DISIPLIN DALAM
RANGKA PENJATUHAN HUKUMAN
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

METODE PENENTUAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN DALAM RANGKA


PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN J P
I. PENDAHULUAN D
1. LATAR BELAKANG
A N
A I
Dalam upaya mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas
pemerintahan dan pembangunan, reformasi birokrasi telah menjadi
program pemerintah. Selaras dengan hal tersebut, Kementerian
Keuangan telah menjalankan program reformasi birokrasi pembinaan

A W
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai salah satu pilar yang menopang
program tersebut yang dimaksudkan untuk menciptakan aparatur yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta
profesional.

E G
Pada tahun 2010, telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Berbeda
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Peraturan

E P
Pemerintah yang baru ini telah memberikan relasi antara jenis
pelanggaran dengan tingkat hukuman disiplinnya. Meskipun untuk
pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan

K
jam kerja relasi yang dibangun telah sampai antara jenis pelanggaran
dengan jenis hukuman disiplinnya, namun secara umum belum diatur
relasi antara jenis pelanggaran dan jenis hukuman disiplinnya.

A N
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, agar terhadap pelanggaran disiplin dapat dikenakan hukuman

I
yang setimpal dan dapat mendekati keadilan yang diharapkan oleh
semua pihak, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri

A G Keuangan Nomor 213/PMK.09/2009 tentang Penggunaan Metode


Pemeringkatan Hukuman Disiplin dalam Rangka Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan
(PMK Nomor 213/PMK.09/2009). PMK Nomor 213/PMK.09/2009

B tersebut merelasikan jenis pelanggaran dengan jenis hukuman


disiplinnya dengan menggunakan metode scoring.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
yang di dalamnya telah terdapat batasan tingkat hukuman disiplin atas
suatu jenis pelanggaran tertentu, maka PMK Nomor 213/PMK.09/2009
menjadi tidak dapat diimplementasikan. Oleh karena itu diperlukan
suatu metode baru yang mampu menggantikan metode yang telah
diatur sebelumnya dalam PMK Nomor 213/PMK.09/2009, yang sesuai
dengan batasan-batasan tingkat hukuman yang terdapat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 194 -
DISIPLIN PNS

Dengan penggunaan metode maka dapat dibangun relasi antara


jenis pelanggaran dengan jenis hukuman disiplinnya. Hal ini agar di
lingkungan Kementerian Keuangan tidak terdapat kesenjangan dalam
menentukan jenis hukuman disiplin terhadap jenis pelanggaran yang
serupa sehingga dapat mengurangi subyektifitas dan diterima oleh rasa
keadilan yang diharapkan semua pihak dengan berlandaskan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Dalam mendukung upaya pemerintah mewujudkan Good
Governance, dengan mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan
Surat Edaran Nomor SE/06/M.PAN/04/2006 tanggal 24 April 2006
Tentang Pelaksanaan Pakta Integritas. Berkenaan dengan hal tersebut
J P
kepada PNS atau CPNS yang bekerja di lingkungan Kementerian
Keuangan wajib membuat Pakta Integritas yang ditandatangani di atas D
N
materai. Pelanggaran terhadap Pakta Integritas tersebut ancaman
hukuman disiplinnya berupa hukuman disiplin berat.

2. RUANG LINGKUP
I
Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur penggunaan Metode A
A
Penentuan Jenis Hukuman Disiplin (MPJHD) dalam rangka penjatuhan
hukuman disiplin Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan.

3. TUJUAN

A W
Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin bertujuan untuk memberikan
pedoman bagi Pejabat yang Berwenang Menghukum, Pejabat

E G
Pemeriksa, dan/atau Pejabat Fungsional Auditor dalam rangka
penjatuhan hukuman disiplin yang setimpal dengan kesalahan Pegawai
atas penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran ketentuan yang

4.
berlaku.

DEFINISI
E P
K
a. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53

A N
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
b. Tidak Masuk Kerja adalah ketidakhadiran Pegawai di kantor bagi

I
Pegawai yang seharusnya masuk kantor termasuk Pegawai yang
substansinya tidak berada di kantor selama jam kantor meskipun

A G setiap pagi dan sore mengisi daftar hadir dengan menggunakan


sistem kehadiran elektronik.
c. Nilai Pokok adalah nilai batas sebelum memasuki Rentang Nilai
Tingkat Hukuman Disiplin tertentu.

B d. Nilai Tambahan adalah nilai yang ditentukan oleh faktor-faktor yang


terdapat dalam jenis pelanggaran sesuai dengan karakteristiknya.
e. Nilai Akhir adalah hasil penjumlahan Nilai Pokok dengan Nilai
Tambahan.
f. Pakta Integritas adalah suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai
tuntutan integritas dan transparansi dalam melaksanakan tugas-
tugas yang menjadi tanggung jawab pejabat/pegawai di lingkungan
Kementerian Keuangan, yang ditandatangani oleh pejabat/pegawai
yang bersangkutan dengan pimpinan Unit Kerjanya.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 195 -
DISIPLIN PNS

II. HUKUMAN DISIPLIN

1. TINGKAT DAN JENIS


HUKUMAN DISIPLIN
Hukuman disiplin sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 memiliki 3 (tiga) tingkat yaitu hukuman disiplin
ringan, sedang, dan berat. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini,
masing-masing jenis hukuman disiplin sebagaimana terdapat dalam

P
Tabel-1 Jenis Hukuman Disiplin:

Tabel-1 Jenis Hukuman Disiplin


No. Jenis Hukuman Disiplin (Hukdis) Kategori Hukdis
D J
1. Teguran lisan Ringan-1
2. Teguran tertulis
N
Ringan-2

A
3.
4.
Pernyataan tidak puas secara tertulis
Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
tahun
A I Ringan-3
Sedang-1

5.

6.
Penundaan kenaikan pangkat selama 1
tahun
Penurunan pangkat pada pangkat yang
A W Sedang-2

Sedang-3

G
setingkat lebih rendah selama 1 tahun
7. Penurunan pangkat pada pangkat yang Berat-1

8. Pemindahan dalam rangka


E
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun

P penurunan Berat-2

9.

K E
jabatan setingkat lebih rendah
Pembebasan dari jabatan
10. Pemberhentian dengan hormat tidak atas
Berat-3
Berat-4
permintaan sendiri sebagai PNS

A N
11. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Berat-5

I
PNS

2.

A G PEMERIKSAAN
2.1. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka membuktikan pelanggaran
disiplin yang dilakukan Pegawai.
2.2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 2.1. dilakukan

B oleh Pejabat Pemeriksa.


2.3. Pejabat Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada butir 2.2
merupakan atasan langsung dan/atau Tim Pemeriksa.
2.4. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada butir 2.3 dibentuk
oleh Inspektur Jenderal, yang terdiri dari atasan langsung, unsur
pengawasan, dan unsur kepegawaian, atau pejabat lain yang
ditunjuk.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 196 -
DISIPLIN PNS

III. PENETAPAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN

1. METODE PENENTUAN
JENIS HUKUMAN
DISIPLIN
Apabila menurut hasil pemeriksaan Pegawai terbukti melakukan
pelanggaran disiplin, maka terhadap Pegawai tersebut dijatuhi hukuman
disiplin sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor

P
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Penentuan jenis
hukuman disiplin terhadap Pegawai tersebut dilakukan dengan
menggunakan Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin (MPJHD).
Dalam MPJHD, dihasilkan sebuah nilai (Nilai Akhir) yang dapat
dikonversi menjadi peringkat (grade) jenis hukuman disiplin tertentu.
Semakin besar Nilai Akhir yang menunjukkan semakin besar bobot D J
N
pelanggaran yang dilakukan pegawai, semakin tinggi peringkat (grade)
jenis hukuman disiplinnya, yang berarti semakin berat jenis hukuman

A
I
disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai.
Langkah-langkah dalam penerapan MPJHD adalah sebagai
berikut:
A
a. Menentukan Jenis Pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai;
b. Memilih Tingkat Hukuman Disiplin yang sesuai dengan pelanggaran

A W
yang dilakukan oleh Pegawai tersebut dengan memperhatikan latar
belakang serta dampak negatifnya atau langsung klasifikasinya
yaitu hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, atau
hukuman disiplin berat;
G
c. Menghitung Nilai Akhir dengan cara menambahkan Nilai Pokok
dengan Nilai Tambahan;
E
P
d. Mengkonversi Nilai Akhir menjadi Grade, dengan memperhatikan
Rentang Nilai tempat Nilai Akhir tersebut berada;

yang dihasilkan.

1.1. Nilai Pokok K E


e. Menetapkan Jenis Hukuman Disiplin yang sesuai dengan Grade

A N
Nilai Pokok adalah sebagaimana tercantum dalam tabel
dibawah ini:

I
Tabel-2 Nilai Pokok
Tingkat Hukuman

A G No.

1. Ringan
Disiplin
Rentang Nilai

0 < x < 30
Nilai Pokok

B 2. Sedang
3. Berat
30 < x < 60
60 < x < 110
30
60

Dengan demikian maka:


a. jenis pelanggaran dengan tingkat hukuman disiplin ringan
memiliki Nilai Pokok 0;
b. jenis pelanggaran dengan tingkat hukuman disiplin
sedang memiliki Nilai Pokok 30; dan
c. jenis pelanggaran dengan tingkat hukuman disiplin berat
memiliki Nilai Pokok 60.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 197 -
DISIPLIN PNS

1.2. Nilai Tambahan


Selain Nilai Pokok, setiap jenis pelanggaran memiliki Nilai
Tambahan. Nilai Tambahan ditentukan oleh faktor-faktor yang
terdapat dalam Jenis Pelanggaran sesuai dengan
karakteristiknya, yaitu:
a. Pembobotan tetap, karena telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
b. Pembobotan utama yaitu pemberian bobot berdasarkan
banyaknya jenis, frekuensi, dan latar belakang
pelanggarannya;
c. Pembobotan tambahan yaitu pemberian bobot
J P
berdasarkan karakteristik pelanggaran yaitu:
1) Jumlah kerugian pihak yang dilayani apabila D
N
pelanggaran berkaitan dengan pelayanan;
2) Jumlah kerugian negara apabila pelanggaran
berkaitan dengan kerugian negara dan atau
gratifikasi;
I A
3) Jumlah uang yang diterima secara tidak sah/bukan

A
menjadi haknya yang diterima apabila pelanggaran
berkaitan dengan kerugian negara dan atau
gratifikasi.

A W
Berdasarkan faktor pembobotan tetap, faktor pembobotan
utama, dan faktor pembobotan tambahan tersebut, maka
Jenis Pelanggaran yang terdapat dalam Peraturan

(empat) kelompok, yaitu:


E G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dikelompokkan menjadi 4

a. Kelompok I yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 3 angka


11

E P
Kelompok I hanya memiliki faktor pembobotan tetap yang
telah ditentukan secara pasti dalam Peraturan Pemerintah

K
Nomor 53 Tahun 2010. Nilai Tambahan Kelompok I
ditentukan oleh hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sahnya.

A N
b. Kelompok II yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 3 angka 1
s.d. angka 8, angka 10, angka 12 s.d. angka 17 dan Pasal

I 4 angka 3, angka 4, angka 7, angka 9, angka 11 s.d.


angka 15.

A G Kelompok II hanya memiliki 3 (tiga) faktor pembobotan


utama saja, yaitu:
1) Banyaknya jenis pelanggaran, dengan pilihan kondisi:
a) Hanya 1 butir yang dilanggar (bobot 25%)

B b) Terdapat 2 butir yang dilanggar (bobot 50%)


c) Terdapat 3 butir yang dilanggar (bobot 75%)
d) Lebih dari 3 butir yang dilanggar (bobot 100%)
2) Frekuensi pelanggaran yang sama, dengan pilihan
kondisi:
a) Hanya 1 kali melanggar pada pelanggaran yang
sama (bobot 25%)
b) 2 (dua) kali melanggar pada pelanggaran yang
sama (bobot 50%)

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 198 -
DISIPLIN PNS

c) 3 (tiga) kali melanggar pada pelanggaran yang


sama (bobot 75%)
d) Lebih dari 3 (tiga) kali melanggar pada
pelanggaran yang sama (bobot 100%)
3) Latar belakang dilakukannya pelanggaran, dengan
pilihan kondisi:
a) Terancam (bobot 0%)
b) Ketidaksengajaan (bobot 25%)
c) Terpaksa (bobot 50% )
d) Terbujuk yang dilakukan dengan sadar (bobot
75% )
e) Berinisiatif melakukan (bobot 100%)
J P
c. Kelompok III yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 4 angka
10. D
N
Kelompok III memiliki 3 (tiga) faktor pembobotan utama
dan 1 faktor pembobotan tambahan, yaitu:
1) Faktor pembobotan utama, yaitu:

I
a) Banyaknya jenis pelanggaran, dengan pilihan
kondisi sama seperti pada kelompok II; A
A
b) Frekuensi pelanggaran yang sama, dengan
pilihan kondisi sama seperti pada kelompok II;

kelompok II.
A W
c) Latar belakang dilakukannya pelanggaran,
dengan pilihan kondisi sama seperti pada

2) Faktor pembobotan tambahan yang berupa Jumlah

E G
Kerugian Pihak yang Dilayani, dengan pilihan kondisi:
a) Kecil (bobot 25%)
b) Sedang (bobot 50%)

E P
c) Signifikan (bobot 75%)
d) Besar (bobot 100%)
d. Kelompok IV yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 3 angka

K
9 dan Pasal 4 angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan
angka 8.
Kelompok IV memiliki 3 (tiga) faktor pembobotan utama

A N dan 2 (dua) faktor pembobotan tambahan, yaitu:


1) Faktor pembobotan utama, yang terdiri dari:

I a) Banyaknya jenis pelanggaran, dengan pilihan


kondisi sama seperti pada kelompok II;

A G b) Frekuensi pelanggaran yang sama, dengan


pilihan kondisi sama seperti pada kelompok II;
c) Latar belakang dilakukannya pelanggaran,
dengan pilihan kondisi sama seperti pada

B kelompok II.
2) Faktor pembobotan tambahan, yang terdiri dari:
a) Jumlah kerugian negara, dengan pilihan kondisi:
(1) Tidak Terdapat Kerugian Negara (bobot 0%)
(2) Rp50 juta (bobot 25%)
(3) Rp50 juta < KN Rp100 juta (bobot 50% )
(4) Rp100 juta < KN Rp1 miliar (bobot 75%)
(5) Lebih dari Rp1 miliar (bobot 100%)

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 199 -
DISIPLIN PNS

b) Jumlah Uang Yang Diterima Secara Tidak Sah


(UYDSTS)/Bukan Menjadi Haknya Yang Diterima
(BMHYD), dengan pilihan kondisi:
(1) 0 (bobot 0%)
(2) Menerima sampai dengan Rp10 juta (bobot
25%)
(3) Rp10 juta < UYDSTS/BMHYD Rp50 juta
(bobot 50%)
(4) Rp50 juta < UYDSTS/BMHYD Rp1 miliar
(bobot 75%)
(5) Lebih dari Rp1 miliar (bobot 100%)
Nilai Tambahan Kelompok II, Kelompok III, dan
J P
Kelompok IV dihitung dengan menggunakan metode
scoring. D
1.3. Nilai Akhir
Formula Nilai Akhir:
A N
Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan

A I
Dengan menggunakan Daftar Grade, ditentukan Jenis
Hukuman Disiplin yang sesuai dengan Nilai Akhir yang
diperoleh, yaitu dengan melihat termasuk pada Rentang Nilai
manakah Nilai Akhir tersebut berada.

A W
Grade jenis hukuman disiplin terdiri dari 11 (sebelas)
grade sesuai dengan banyaknya jenis hukuman yang terdapat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, yaitu:

Tabel-3 Daftar Grade


E G
No. Hukuman

E P
Kategori

Disiplin
Grade Rentang Nilai

K
1. Ringan-1
2. Ringan-2
Grade 01
Grade 02
0 < x < 10
10 < x < 20

A N 3. Ringan-3 Grade 03 20 < x < 30

I 4. Sedang-1
5. Sedang-2
Grade 04
Grade 05
30 < x < 40
40 < x < 50

A G 6. Sedang-3
7. Berat-1
Grade 06
Grade 07
50 < x < 60
60 < x < 70

B 8. Berat-2
9. Berat-3
Grade 08
Grade 09
70 < x < 80
80 < x < 90
10. Berat-4 Grade 10 90 < x < 100
11. Berat-5 Grade 11 100 < x < 110

2. PENENTUAN NILAI
TAMBAHAN
Penentuan Nilai Tambahan untuk Kelompok I dilakukan dengan
melihat Tabel-4 Nilai Tambahan Kelompok I. Nilai Tambahan pada
"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"
- 200 -
DISIPLIN PNS

Kelompok I ditentukan berdasarkan jumlah Hari Tidak Masuk Kerjanya


Pegawai yang bersangkutan.

Tabel-4 Nilai Tambahan Kelompok I


Hari Tidak Masuk
No. Nilai Tambahan
Kerja
1. 5 10
2.
3.
6 s.d. 10
11 s.d. 15
20
30
J P
4.
5.
16 s.d. 20
21 s.d. 25
10
20 D
6.
7.
26 s.d. 30
31 s.d. 35
30
10
A N
8.
9.
36 s.d. 40
41 s.d. 45
20
30
A I
10. 46 atau lebih

A W 40

Penentuan Nilai Tambahan untuk Kelompok II, Kelompok III, dan

G
Kelompok IV dilakukan dengan menggunakan penghitungan scoring
Nilai Tambahan.

E
Nilai Tambahan Maksimal untuk tingkat hukuman disiplin ringan
atau sedang adalah 30, sedangkan untuk tingkat hukuman disiplin berat

P
adalah 50. Jumlah tersebut dibagi rata untuk masing-masing faktor

K E
pembobotan utama dan faktor pembobotan tambahan yang ada.
Dengan perbedaan Nilai Tambahan Maksimal tersebut, maka
Penghitungan Scoring Nilai Tambahan untuk Kelompok II, Kelompok III,
dan Kelompok IV dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

A N
2.1. Tingkat Hukuman Disiplin Ringan atau Sedang
Formula Nilai Tambahan:

I
Nilai Tambahan = ((bobot pada setiap faktor x Nilai Faktor))

A G Untuk Kelompok II:


Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Ringan atau Sedang adalah 30 dan banyaknya faktor

B
pembobotan utama untuk Kelompok II adalah 3, maka Nilai Faktor
Kelompok II adalah 10. Nilai tersebut didapat dari angka 30 dibagi
3.
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok II untuk tingkat
Hukuman Disiplin Ringan/Sedang adalah:
((bobot pada setiap faktor x 10))
Untuk Kelompok III:
Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Ringan atau Sedang adalah 30 dan banyaknya faktor
pembobotan utama untuk Kelompok III adalah 4, maka Nilai

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 201 -
DISIPLIN PNS

Faktor Kelompok III adalah 7,5. Nilai tersebut didapat dari angka
30 dibagi 4.
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok III untuk
tingkat Hukuman Disiplin Ringan/Sedang adalah:
((bobot pada setiap faktor x 7,5))

Untuk Kelompok IV:


Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Ringan atau Sedang adalah 30 dan banyaknya faktor
pembobotan utama untuk Kelompok IV adalah 5, maka Nilai
Faktor Kelompok IV adalah 6. Nilai tersebut didapat dari angka 30
dibagi 5.
J P
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok IV untuk
tingkat Hukuman Disiplin Ringan/Sedang adalah: D
N
((bobot pada setiap faktor x 6))

2.2. Tingkat Hukuman Disiplin Berat


Formula Nilai Tambahan:
I A
Nilai Tambahan = ((bobot pada setiap faktor x Nilai Faktor))

Untuk Kelompok II: A


A W
Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Berat adalah 50 dan banyaknya faktor pembobotan utama
untuk Kelompok II adalah 3, maka Nilai Faktor Kelompok II adalah
16,67. Nilai tersebut didapat dari angka 50 dibagi 3.

E
Hukuman Disiplin Berat adalah:G
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok II untuk tingkat

((bobot pada setiap faktor x 16,67))

E
Untuk Kelompok III: P
Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman

K
Disiplin Berat adalah 50 dan banyaknya faktor pembobotan utama
untuk Kelompok III adalah 4, maka Nilai Faktor Kelompok III
adalah 12,5. Nilai tersebut didapat dari angka 50 dibagi 4.

A N Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok III untuk


tingkat Hukuman Disiplin Berat adalah:

I((bobot pada setiap faktor x 12,5))

A G Untuk Kelompok IV:


Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Berat adalah 50 dan banyaknya faktor pembobotan utama
untuk Kelompok IV adalah 5, maka Nilai Faktor Kelompok IV

B adalah 10. Nilai tersebut didapat dari angka 50 dibagi 5.


Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok IV untuk
tingkat Hukuman Disiplin Berat adalah:
((bobot pada setiap faktor x 10))

Matrix Nilai Faktor


Untuk memudahkan, Nilai Faktor dalam sub bagian 2.1. dan 2.2.
dapat digambarkan dalam suatu matriks sebagaimana Tabel-5
Matriks Nilai Faktor.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 202 -
DISIPLIN PNS

Tabel-5 Matriks Nilai Faktor


Tingkat Hukuman Disiplin

Tingkat
Kelompok Tingkat Berat
Ringan/Sedang

II 10 16,67
III 7,5 12,5
IV 6 10

J P
3. CONTOH KASUS
3.1. Contoh Kasus Kelompok I
a. Pegawai A telah melakukan pelanggaran berupa tidak masuk D
kerja selama 7 hari kerja tanpa alasan yang sah. Setelah
melalui pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian

A N
A I
keadaannya dan melanggar Pasal 3 Angka 11 Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pelanggaran tersebut
diancam hukuman disiplin dengan tingkatan hukuman disiplin
Ringan.

MPJHD adalah sebagai berikut:


A W
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin Ringan dengan menggunakan

1) Nilai Pokok = 0 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).

Kelompok).

E G
2) Nilai Tambahan = 20 (Lihat Tabel-4 Nilai Tambahan

3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 0 + 20 = 20.

P
4) Berdasarkan perhitungan dimaksud, Nilai Akhir berada
pada Rentang Nilai Jenis Hukuman Disiplin Ringan-2

E
(Lihat Tabel-3 Daftar Grade).

K
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, maka Pegawai A yang melakukan pelanggaran
dikenakan Jenis Hukuman Disiplin Ringan-2 berupa Teguran

N
Tertulis (Lihat Tabel-1 Jenis Hukuman Disiplin).
b. Pegawai B telah melakukan melanggar tidak masuk kerja

A
I
selama 33 hari kerja tanpa alasan yang sah. Setelah melalui
pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian keadaannya

A G dan Pasal 3 Angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun


2010. Pelanggaran tersebut diancam hukuman disiplin
dengan tingkatan hukuman disiplin Berat.
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan

B tingkat hukuman disiplin berat dengan menggunakan MPJHD


adalah sebagai berikut:
1) Nilai Pokok = 60 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).
2) Nilai Tambahan = 10 (Lihat Tabel-4 Nilai Tambahan
Kelompok).
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok+Nilai Tambahan = 60 + 10 = 70.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Berat-1 (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 203 -
DISIPLIN PNS

Berat-1 berupa Penurunan pangkat pada pangkat yang


setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.

3.2. Contoh Kasus Kelompok II


a. Pegawai C telah melakukan pelanggaran yaitu tidak
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan. Setelah melalui
pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian keadaannya
dan melanggar Pasal 3 Angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010. Pelanggaran tersebut memiliki dampak
negatif pada unit kerja. Pegawai C telah melakukan 8 kali
pelanggaran yang sama, dengan latar belakang terbujuk
J P
dengan sadar untuk melakukan dan hanya satu pelanggaran
yang telah dilakukan. D
N
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin ringan dengan menggunakan
MPJHD adalah sebagai berikut:
1) Nilai Pokok = 0 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok)
I A
Hal ini mengingat pelanggaran tersebut memiliki dampak

A
negatif pada unit kerja maka diancam dengan Tingkat
Hukuman Disiplin Ringan.

A W
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);

E G
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : lebih dari 3 (tiga)
kali melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
100%); dan

E P
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : berinisiatif
melakukan (bobot 100%).
2) Nilai Tambahan

K
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok II, Tingkat Ringan/Sedang), maka Nilai
Tambahan adalah:

A N Nilai Tambahan = ((bobot pada setiap faktor x 10))


= ((25%x10)+(100%x10)+(100%x10))

I = 22,5.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok+Nilai Tambahan = 0 + 22,5 =

A G 22,5.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Ringan-3 (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar

B Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin


Ringan-3 berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis.
b. Pegawai D, telah melakukan pelanggaran yaitu tidak
mengutamakan kepentingan Pemerintah dan/atau Negara
dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan.
Setelah melalui pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian
keadaannya dan melanggar Pasal 3 Angka 7. Pelanggaran
Pegawai D tersebut berdampak negatif pada Pemerintah
dan/atau Negara. Pelanggaran tersebut baru pertama kali

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 204 -
DISIPLIN PNS

terjadi. Tidak dapat dibuktikan adanya kesengajaan dalam


melakukan pelanggaran tersebut.
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin berat dengan menggunakan MPJHD
adalah sebagai berikut:
1) Nilai Pokok = 60 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : hanya 1 kali
melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
J P
25%); dan
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : D
N
ketidaksengajaan (bobot 25%).
2) Nilai Tambahan

(Kelompok II, Tingkat Berat) adalah:


I A
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor

Nilai Tambahannya =((bobot pada setiap faktor x 16,67))

A
=((25%x16,67)+(25%x16,67)+(25%x16,67))
= 12,5.

A W
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok+Nilai Tambahan = 60 + 12,5 =
72,5.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Berat-2. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).

E G
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Berat-2 berupa Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan

E P
setingkat lebih rendah.

3.3. Contoh Kasus Kelompok III

K
a. Pegawai E telah melakukan pelanggaran yaitu mempersulit
salah satu pihak yang dilayani sehingga merugikan bagi pihak
yang dilayani. Setelah melalui pemeriksaan telah dibuktikan

A N
benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal 4 Angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pejabat

I Pemeriksa telah mempertimbangkan pelanggaran tersebut


termasuk dengan tingkat hukuman disiplin sedang. Pegawai E

A G baru pertama kali melakukan pelanggaran yang sama dan


hanya satu pelanggaran yang telah dilakukan serta dilakukan
dengan latar belakang melakukan pelanggarannya Berinisiatif
Melakukan. Kerugian berdasarkan pengakuan pihak yang

B dilayani dikategorikan sedang.


Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin sedang dengan menggunakan
MPJHD adalah sebagai berikut:
1) Nilai Pokok = 30 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama dan 1 faktor pembobotan tambahan, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 205 -
DISIPLIN PNS

b) Frekuensi pelanggaran yang sama : hanya 1 kali


melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
25%);
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : terbujuk
yang dilakukan dengan sadar. (bobot 75% ); dan
d) Kerugian pihak yang dilayani : signifikan (bobot 75%).
2) Nilai Tambahan
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok III, Tingkat Ringan/Sedang) adalah:
Nilai Tambahannya =((bobot pada setiap faktor x 7,5))

=((25%x7,5)+(25%x7,5)+(75%x7,5)+(75%x7,5))
J P
= 15.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 30 + 15 = 45. D
N
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Sedang-2 (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).

I A
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Sedang-2 berupa Penundaan kenaikan pangkat selama 1
tahun.
A
b. Pegawai F telah melakukan pelanggaran yaitu mempersulit

A W
salah satu pihak yang dilayani sehingga merugikan bagi pihak
yang dilayani. Setelah melalui pemeriksaan telah dibuktikan
benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal 4 Angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pejabat

E G
Pemeriksa telah mempertimbangkan pelanggaran tersebut
termasuk dengan tingkat hukuman disiplin berat. Pegawai F
telah 6 (enam) kali melakukan pelanggaran yang sama meski

E P
hanya satu jenis pelanggaran yang telah dilakukan serta
dilakukan dengan latar belakang melakukan pelanggarannya
Berinisiatif Melakukan. Kerugian berdasarkan pengakuan

K
pihak yang dilayani dikategorikan besar.
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin berat dengan menggunakan MPJHD

A Nadalah sebagai berikut:


1) Nilai Pokok= 60 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).

I Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan


utama dan 1 faktor pembobotan tambahan, yaitu:

A G a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang


dilanggar (bobot 25% );
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : lebih dari 3 (tiga)
kali melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot

B 100%);
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : berinisiatif
melakukan (bobot 100%); dan
d) Kerugian pihak yang dilayani : Besar (bobot 100%).
2) Nilai Tambahan
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok III, Tingkat Berat) adalah:
Nilai Tambahannya = ((bobot pada setiap faktor x
12,5))
=((25%x12,5)+(100%x12,5)+(100%x12,5)+(100%x12,5))

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 206 -
DISIPLIN PNS

=24,375.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 60 + 40,625
= 100,625.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Berat-5. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Berat-5 berupa Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
PNS.

3.4. Contoh Kasus Kelompok IV


a. Pegawai G telah melakukan pelanggaran yaitu tidak bekerja
J P
dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara. Setelah melalui pemeriksaan telah D
N
dibuktikan benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal
3 Angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

I
baru pertama kali melakukan pelanggaran yang sama dan
A
Pelanggaran tersebut berdampak kepada instansi. Pegawai G

hanya satu pelanggaran yang telah dilakukan serta tidak

A
dapat dibuktikan adanya kesengajaan. Terdapat kerugian
Negara senilai Rp10 juta. Yang bersangkutan tidak terbukti
menerima uang secara tidak sah.

A W
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin sedang dengan menggunakan
MPJHD adalah sebagai berikut:

E G
1) Nilai Pokok = 30 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama dan 2 (dua) faktor pembobotan tambahan, yaitu:

E P
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25% );
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : hanya 1 kali

K
melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
25%);
c) Latar belakang melakukan pelanggaran :

A N ketidaksengajaan (bobot 25% );


d) Jumlah kerugian negara : < Rp50 juta (bobot 25%);

I dan
e) Jumlah Uang Yang Diterima Secara Tidak Sah/Bukan

A G Menjadi Haknya Yang Diterima : 0 (bobot 0%).


2) Nilai Tambahannya
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok IV, Tingkat Ringan/Sedang) adalah:

B Nilai Tambahannya = ((bobot pada setiap faktor x 6))


=((25%x6)+(25%x6)+(25%x6)+(25%x6)+(0%x6))
= 6.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 30 + 6 = 36.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Sedang-1. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Sedang-1 berupa Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
tahun.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 207 -
DISIPLIN PNS

b. Pegawai H telah melakukan pelanggaran yaitu


menyalahgunakan. Setelah melalui pemeriksaan telah
dibuktikan benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal
4 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Pelanggaran tersebut diancam dengan tingkat hukuman
disiplin berat. Pegawai H telah 6 (enam) kali melakukan
pelanggaran yang sama meski hanya satu jenis pelanggaran
yang telah dilakukan serta dilakukan dengan latar belakang
melakukan pelanggaran berupa Berinisiatif Melakukan.
Kerugian Negara lebih dari Rp1 miliar. Selain itu yang
bersangkutan terbukti menerima uang yang tidak sah sebesar
Rp200 juta.
J P
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin berat dengan menggunakan MPJHD D
N
adalah sebagai berikut:
1) Nilai Pokok = 60 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).

I A
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama dan 2 (dua) faktor pembobotan tambahan, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);
A
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : lebih dari 3 (tiga);

melakukan (bobot 100%);


A W
c) pada pelanggaran yang sama (bobot 100%);
d) Latar belakang melakukan pelanggaran : berinisiatif

e) Jumlah kerugian negara : lebih dari Rp1 miliar (bobot


100%); dan

E G
f) Jumlah Uang Yang Diterima Secara Tidak Sah/Bukan
Menjadi Haknya Yang Diterima : Rp50 juta <

E P
UYDSTS/BMHYD Rp1 miliar (bobot 75%).
2) Nilai Tambahannya
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor

K
(Kelompok IV, Tingkat Berat) adalah:
Nilai Tambahannya = ((bobot pada setiap faktor x 10))
=((25%x10)+(100%x10)+(100%x10)+(100%x10)+(75%x10))

A N = 40.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 60 + 40 =

I 100.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis

A G Hukuman Disiplin Berat-4. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).


Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Berat-4 berupa Pemberhentian dengan hormat tidak atas

B
4.
permintaan sendiri sebagai PNS.

APLIKASI MPJHD
Dalam rangka memudahkan penghitungan Nilai MPJHD disediakan
Aplikasi MPJHD yang dapat diunduh di situs www.itjen.depkeu.go.id.

5. HAL KHUSUS
5.1. Kondisi Tidak Memungkinkan
Bila Pegawai yang bersangkutan memiliki kondisi yang tidak
memungkinkan dijatuhkan hukuman disiplin berdasarkan hasil

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 208 -
DISIPLIN PNS

MPJHD, misalnya seseorang yang tidak memiliki jabatan


mendapat hukuman disiplin Pembebasan dari Jabatan, maka
jenis hukuman disiplin yang dapat diimplementasikan diusulkan
oleh Pejabat Pemeriksa.
5.2. Pelanggaran Pakta Integritas
Pelanggaran terhadap Pakta Integritas khususnya yang
menimbulkan potensi kerugian Negara (fraud) dikenakan
hukuman disiplin berat.
5.3. Pelanggaran Tindak Pidana
Pelanggaran tindak pidana dikenakan jenis hukuman disiplin
Berat-4 yaitu Pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS ataupun jenis hukuman disiplin
J P
Berat-5 yaitu Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Dikecualikan dari ketentuan ini adalah pelanggaran tindak pidana D
N
ringan (TIPIRING).

IV. PENUTUP
I A
A
Demikian Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan sebagai pedoman bagi
Pejabat Pemeriksa atau Pejabat yang Berwenang Menghukum dalam

A W
menentukan jenis hukuman disiplin atas pelanggaran yang dilakukan
Pegawai. Bagi Pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin dikenakan
hukuman disiplin setimpal dan sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan, sehingga dapat memenuhi rasa keadilan.

E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


- 209 -
DISIPLIN PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 211 -
DISIPLIN PNS

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 214/PMK.01/2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM KAITANNYA
DENGAN TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Pegawai, adalah
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan dan Pegawai Negeri Sipil
J P
yang diperbantukan atau dipekerjakan di lingkungan Kementerian
Keuangan. D
N
2. Jam kerja adalah jam kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan mengenai hari dan jam kerja di lingkungan

3.
Kementerian Keuangan.

I A
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara, yang selanjutnya
disingkat TKPKN, adalah penghasilan selain gaji yang diberikan kepada

4. A
pegawai yang aktif berdasarkan kompetensi dan kinerja.
Alasan yang sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan

W
yang disampaikan secara tertulis dan dituangkan dalam surat
permohonan izin/pemberitahuan serta disetujui oleh pejabat yang

A
berwenang sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.

E G
Pasal 2
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku bagi Calon Pegawai

E P
Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, baik yang telah
mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil maupun yang belum mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan

K
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

A N BAB II
KETENTUAN MASUK BEKERJA

I Pasal 3
(1)

A
(2)
G Pegawai wajib masuk dan pulang bekerja sesuai ketentuan Jam Kerja
dengan mengisi daftar hadir elektronik.
Pengisian daftar hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat masuk bekerja dan pada saat

B (3)
pulang bekerja.
Pengisian daftar hadir dapat dilakukan secara manual dalam hal:
a. sistem kehadiran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengalami kerusakan/tidak berfungsi;
b. pegawai belum terdaftar dalam sistem kehadiran secara elektronik;
c. sidik jari tidak terekam dalam sistem kehadiran elektronik;
d. terjadi keadaan kahar (force majeure); atau
e. lokasi kerja tidak memungkinkan untuk disediakan sistem kehadiran
elektronik.
- 212 -
DISIPLIN PNS

(4) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan
kendali manusia dan tidak dapat dihindarkan berupa bencana alam dan
kerusuhan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilakukan atau tidak
dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

BAB II
PELANGGARAN JAM KERJA

(1)
Pasal 4
Pegawai dinyatakan melanggar Jam Kerja apabila tidak masuk bekerja,
J P
terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di
tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak D
N
mengisi daftar hadir, tanpa Alasan yang sah.
(2) Pegawai tidak dinyatakan melanggar Jam Kerja sebagaimana dimaksud

I
pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak
A
pada ayat (1) apabila ketidakhadiran, keterlambatan masuk bekerja,

mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar hadir,

(3)
dengan menggunakan Alasan yang sah.
A
Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan

diajukan oleh pejabat Eselon II;


A W
dalam surat permohonan izin/pemberitahuan yang disetujui oleh:
a. Pejabat Eselon I, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan yang

b. Pejabat Eselon II di kantor pusat, untuk surat permohonan

E G
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III, pejabat
Eselon IV, dan pejabat fungsional di lingkungannya masing-masing;
c. Pejabat Eselon II di kantor vertikal, untuk surat permohonan

E P
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III, dan
pejabat Eselon IV serta pejabat fungsional di lingkungannya
masing-masing;

K
d. Pejabat Eselon III di kantor pusat, untuk surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh Pelaksana; atau
e. Pejabat Eselon III di kantor vertikal, untuk surat permohonan

A N
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon IV, pejabat
Eselon V, pejabat fungsional, dan pelaksana di lingkungannya

(4)
Imasing-masing;
Surat permohonan izin/pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada

A
(5)
G ayat (3) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat permohonan izin/pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) wajib disampaikan kepada Pejabat yang menangani daftar hadir

B paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran,


keterlambatan masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada
di tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak
mengisi daftar hadir.
(6) Surat permohonan izin/pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang disampaikan lebih dari 3 (tiga) hari dinyatakan tidak
berlaku dan dianggap melanggar Jam Kerja.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 213 -
DISIPLIN PNS

Pasal 5
(1) Pegawai yang melanggar Jam Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1), dihitung secara kumulatif mulai bulan Januari sampai
dengan bulan Desember tahun berjalan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. tidak masuk kerja 1 (satu) hari dihitung sebagai 1 (satu) hari tidak
masuk bekerja;
b. terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya
dihitung bersadarkan jumlah waktu keterlambatan/pulang sebelum
waktunya sesuai ketentuan mengenai hari dan jam kerja;
c. tidak berada di tempat tugas dihitung berdasarkan jumlah waktu
ketidakberadaan Pegawai di tempat tugas yang dibuktikan dengan
J P
surat keterangan dari atasan langsung sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak D
N
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
d. tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja dan/atau pulang kerja juga

waktunya selama 3 (tiga tiga perempat) jam; dan


I
e. bagi yang tidak mengganti waktu keterlambatan penghitungan A
dihitung sebagai keterlambatan masuk bekerja atau pulang sebelum

(2)
kumulatif didasarkan pada waktu keterlambatan.
A
Penghitungan jumlah waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

(3)
A W
b, huruf c, dan huruf d dilakukan dengan konversi 7 jam (tujuh
setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk bekerja.
Terhadap Pegawai yang melanggar Jam Kerja dan telah memenuhi
akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman

disiplin Pegawai Negeri Sipil.


E G
disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai

E P Pasal 6
Pejabat yang menangani daftar hadir elektronik menyampaikan informasi

K
mengenai akumulasi penghitungan terhadap Pegawai yang melanggar Jam
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) kepada atasan langsung
Pegawai yang bersangkutan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan

N
ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.

A
I BAB IV

A
(1)
G PEMOTONGAN TKPKN

Pasal 7
Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada:

B a. Pegawai yang tidak masuk bekerja atau tidak berada di tempat


tugas selama 7 (tujuh setengah) jam atau lebih dalam sehari;
b. Pegawai yang terlambat masuk bekerja;
c. Pegawai yang pulang sebelum waktunya;
d. Pegawai yang tidak mengganti waktu keterlambatan;
e. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir;
f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
g. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan
negeri.
(2) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 214 -
DISIPLIN PNS

dalam % (perseratus).

Pasal 8
(1) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
a, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 5% (lima perseratus)
untuk tiap 1 (satu) hari tidak masuk bekerja atau tidak berada di tempat
tugas selama 7 (tujuh setengah) jam atau lebih dalam sehari.
(2) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
J P
(3) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum D
N
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 9 I A
A
Khusus bagi Pegawai yang berlokasi kerja di Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
W
kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum

A
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
b.

E G
kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
c, huruf d, dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan

c. P
dari Peraturan Menteri ini; dan

E
Pegawai yang terlambat masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada
huruf a berupa Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1) diwajibkan untuk

K
mengganti waktu keterlambatan selama 30 (tiga puluh) menit setelah
jam pulang bekerja pada hari yang bersangkutan.

A N Pasal 10

I
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9
dihitung secara kumulatif yang dalam 1 (satu) bulan paling banyak sebesar

A G
100% (seratus perseratus).

Pasal 11

B
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),
bagi Pegawai yang tidak masuk bekerja karena:
a. menjalani cuti tahunan, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0%
(nol perseratus);
b. menjalani cuti karena alasan penting, diberlakukan pemotongan TKPKN
sebesar 0% (nol perseratus);
c. menjalani cuti sakit, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol
perseratus) dan 2,5% (dua koma lima perseratus); atau
d. menjalani cuti bersalin, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0%
(nol perseratus) dan 2,5% (dua koma lima perseratus).

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 215 -
DISIPLIN PNS

Pasal 12
(1) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b
hanya diberikan bagi Pegawai yang mengajukan cuti karena alasan
penting dengan alasan orang tua, mertua, istri/suami, anak, saudara
kandung, atau menantu meninggal dunia.
(2) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling lama 3 (tiga) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena
alasan penting karena orang tua, istri/suami, anak, dan/atau
saudara kandung meninggal dunia; atau
b. paling lama 2 (dua) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena
alasan penting karena mertua dan/atau menantu meninggal dunia.
J P
(3) Bagi Pegawai yang menjalani cuti karena alasan penting melebihi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada hari berikutnya D
N
dikenakan pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1).

Pasal 13 I A
(1)
A
Kepada Pegawai yang sedang menjalani cuti sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf c diberlakukan ketentuan sebagai
berikut:

A W
a. Pegawai yang sakit dengan surat keterangan dokter namun tidak
menjalani rawat inap untuk paling lama 2 (dua) hari kerja,
diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima

E G
perseratus) dan untuk hari berikutnya dikenakan pemotongan
TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
b. Pegawai yang menjalani rawat inap di Puskesmas atau rumah sakit

E P
yang dibuktikan dengan surat keterangan rawat inap dan fotokopi
rincian biaya rawat inap dari Puskesmas atau rumah sakit untuk
paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, diberlakukan

K
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) dan untuk hari
berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma
lima perseratus);

A N
c. Pegawai yang menjalani rawat jalan setelah selesai menjalani rawat
inap yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter,

I
diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus);

A G d. Pegawai wanita yang mengalami gugur kandungan namun tidak


menjalani rawat inap yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter untuk paling lama 5 (lima) hari kerja, diberlakukan
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) dan untuk hari

B
(2)
berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat(1).
Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai Cuti Pegawai
Negeri Sipil.

Pasal 14
(1) Kepada Pegawai wanita yang sedang menjalani cuti bersalin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d untuk melaksanakan

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 216 -
DISIPLIN PNS

persalinan yang pertama sampai dengan ketiga sejak diangkat sebagai


Calon Pegawai Negeri Sipil, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar
0% (nol perseratus) selama 5 (lima) hari kerja dan untuk hari berikutnya
diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus).
(2) Kepada Pegawai wanita yang melaksanakan persalinan yang keempat
dan seterusnya sejak diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil,
dikenakan potongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1).

Pasal 15
J P
(1) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f
yang berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai D
N
disiplin Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin karena
melakukan pelanggaran terkait non administratif, dikenakan
pemotongan TKPKN secara proporsional dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Hukuman disiplin ringan: I A
A
1. Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 2 (dua) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan;

dan
A W
2. Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 3 (tiga) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis;

3. Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 6 (enam)

E G
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa pernyataan
tidak puas secara tertulis.
b. Hukuman disiplin sedang:

E P
1. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 6 (enam) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

K
2. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 9 (sembilan)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan

A N
3. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 12 (dua belas)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan

I pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.


c. Hukuman disiplin berat:

A G 1. Sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus) selama 12 (dua


belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;

B 2. Sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) selama 12 (dua


belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
3. Sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus) selama 12 (dua
belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
pembebasan dari jabatan; dan
4. Sebesar 100% (seratus perseratus), jika Pegawai dijatuhi
hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 217 -
DISIPLIN PNS

hormat dan mengajukan banding administratif ke Badan


Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f
yang berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai
disiplin Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin karena
melakukan pelanggaran terkait administratif tidak dikenakan
pemotongan TKPKN.
(3) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan
pemotongan TKPKN apabila pelanggaran terkait administratif yang
dilakukan berupa pelanggaran:
a. jam kerja yang merupakan perbuatan berulang-ulang dengan
kesengajaan;
J P
b. pencapaian sasaran kerja dikarenakan murni kesalahan Pegawai
yang bersangkutan; D
N
c. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure) yang
memiliki unsur merugikan keuangan negara atau memperkaya diri
sendiri dan/atau orang lain;

I A
d. proses perceraian tanpa izin murni kesengajaan Pegawai yang
bersangkutan; dan/atau

(4) A
e. melakukan pernikahan kedua dan seterusnya tanpa izin (poligami).
Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberlakukan

(5) W
pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal banding administratif yang diajukan oleh Pegawai

A
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 diterima oleh
Badan Pertimbangan Kepegawaian dan hukuman disiplinnya diubah

E G
menjadi selain pemberhentian atau hukuman disiplinnya dibatalkan,
maka TKPKN Pegawai yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung
sejak Pegawai yang bersangkutan diizinkan untuk tetap melaksanakan
tugas.

E P
(1)
K Pasal 16
Pelanggaran terkait non administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) merupakan pelanggaran kedisiplinan yang terkait
dengan:.

A N
a. penyalahgunaan wewenang;

I
b. terdapat indikasi terjadinya tindak pidana/kejahatan;
c. melakukan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang

A G langsung/tidak langsung menyebabkan kerugian Negara;


d. Melakukan tindakan yang mencoreng harkat dan martabat Pegawai
Negeri Sipil;
e. melakukan tindakan yang dengan sengaja menghalangi atau

B mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga


mengakibatkan kerugian bagi yang dialami;
f. tidak melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
terdapat indikasi kerugian negara yang akan terjadi; atau
g. melakukan tindakan yang terkait dengan pemberian dukungan
terhadap calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye.

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 218 -
DISIPLIN PNS

(2) Pelanggaran terkait administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal


15 ayat (2) merupakan pelanggaran kedisiplinan yang terkait dengan:
a. jam kerja;
b. pencapaian sasaran kerja;
c. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure) yang tidak
memiliki unsur merugikan keuangan negara atau memperkaya diri
sendiri dan/atau orang lain;
d. prosedur laporan perkawinan dan izin perceraian;
e. prosedur izin berpoligami;
f. prosedur izin usaha;
g. prosedur izin ke luar negeri; atau
h. prosedur izin menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara lain
J P
dan/atau lembaga atau organisasi internasional.
D
(1)
Pasal 17
Kepada Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari
A N
A I
jabatan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g
karena dilakukan penahanan oleh pihak yang berwajib, diberlakukan
pemotongan TKPKN sebesar 100% (seratus per seratus) selama
dalam masa permberhentian dari jabatan negeri.
(2)
W
Dalam hal berdasarkan pemeriksaan atau keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat

A
(1) dinyatakan tidak bersalah, TKPKN Pegawai yang dikenakan
pemotongan selama masa pemberhentian sementara dari jabatan
negeri dibayarkan kembali.

E G
E P
BAB V
PEMBERLAKUAN PEMOTONGAN TKPKN

(1)
K Pasal 18
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf a, huruf c angka 1, angka 2, angka 3, dan ayat (4) diberlakukan

A N
terhitung mulai bulan berikutnya sejak keputusan penjatuhan hukuman
disiplin ditetapkan.
(2)
I
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b angka 1 dan angka 2 diberlakukan terhitung mulai bulan

A
(3)
G berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai menerima
hukuman disiplin, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin tidak
mengajukan keberatan.
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)

B huruf b angka 1 dan angka 2, diberlakukan mulai bulan berikutnya


setelah keputusan atas keberatan ditetapkan, apabila Pegawai yang
dijatuhi hukuman disiplin mengajukan keberatan.
(4) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b angka 3 diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Menteri
Keuangan, diberlakukan terhitung mulai bulan berikutnya sejak
keputusan penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan; dan

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 219 -
DISIPLIN PNS

b. bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Pejabat struktural


Eselon II di lingkungan instansi vertikal, diberlakukan terhitung
mulai:
1. bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai
menerima hukuman disiplin, apabila Pegawai yang dijatuhi
hukuman disiplin tidak mengajukan keberatan; atau
2. bulan berikutnya setelah keputusan atas keberatan ditetapkan,
apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin mengajukan
keberatan.
(5) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf c angka 4 diberlakukan mulai bulan berikutnya sejak hari ke-15
(lima belas) setelah Pegawai menerima hukuman disiplin.
J P
(6) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
diberlakukan mulai bulan berikutnya sejak tanggal penahanan. D
Pasal 19
A N
(1)
yang bersamaan, maka terhadap Pegawai yang bersangkutan

A I
Dalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada bulan

diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman disiplin yang


paling berat.
(2)
W
Dalam hal Pegawai dijatuhi hukuman disiplin dan pada bulan berikutnya
kembali dijatuhi hukuman disiplin, maka terhadap Pegawai yang

A
bersangkutan diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman
disiplin yang paling berat.

BAB VI
E G
E P
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20
(1)
K
Peringatan Tertulis dan hukuman disiplin yang dijatuhkan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini dan sedang dijalani oleh Pegawai yang
bersangkutan, dinyatakan tetap berlaku.
(2)
N
Pemotongan TKPKN yang dilakukan terhadap Pegawai yang mendapat

A
Peringatan Tertulis dan/atau hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh

I
pejabat yang berwenang menghukum sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini dan masih dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,

(3)

A G dinyatakan tetap berlaku sesuai ketentuan sebelumnya.


Hukuman disiplin yang diajukan keberatan kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan
keputusan atas keberatan ditetapkan setelah berlakunya Peraturan

B
(4)
Menteri ini, diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.
Terhadap hukuman disiplin yang diajukan banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian dan sampai dengan mulai
berlakunya Peraturan Menteri ini belum ada keputusan atas banding
administratif tersebut, diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai
ketentuan Peraturan Menteri ini.
(5) Pegawai yang sedang menjalani pemberhentian sementara dari jabatan
negeri dan sampai dengan mulai berlakunya Peraturan Menteri ini
masih dalam status pemberhentian sementara dari jabatan negeri,

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 220 -
DISIPLIN PNS

diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan Menteri


ini.
(6) Pegawai yang sedang menjalani cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena
alasan penting sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan saat
berlakunya Peraturan Menteri ini masih menjalani cuti dimaksud,
kepadanya diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan
sebelumnya.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
J P
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Keuangan D
N
Nomor 41/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya
Dengan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada

dinyatakan tidak berlaku .


I A
Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian Keuangan, dicabut dan

Pasal 22 A
W
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.

A
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 221 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN/PEMBERITAHUAN

J P
PERMOHONAN IZIN/PEMBERITAHUAN *)
D
Nama
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
:

A N
NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
:
:
:
A I
Unit Organisasi

Pulang Sebelum
:

Waktunya/Pemberitahuan
A W
dengan ini mengajukan Permohonan Izin Untuk Tidak Masuk Bekerja/Izin
Terlambat Masuk

, tanggal
yaitu..

E G
Bekerja/. *) selama hari/jam/menit *), pada hari
karena alasan penting,

P
Demikan disampaikan kiranya menjadi maklum.

E
.. K
Menyetujui/Tidak Menyetujui*) Hormat kami

A N
I
...... .......

A G
NIP . NIP

B
*) Coret yang tidak perlu

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 222 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

FORMAT SURAT KETERANGAN

SURAT KETERANGAN
J P
NOMOR : KET-..

D
Nama
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
:

A N
NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
Unit Organisasi
:
:
:
:
A I
dengan ini menerangkan bahwa Pegawai:
Nama
NIP
:
:
A W
Pangkat/Gol.
Jabatan
Unit Organisasi
:
:
:
E G
P
telah tidak berada di tempat tugas tanpa alasan yang sah/tanpa izin pada hari
.., tanggal , antara Pukul s.d. .

E
K
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk
diketahui dan dipergunakan sebagimana mestinya.

A N .., .

I (Atasan langsung)

A G

B NIP ..

Tembusan:
1. Pejabat Eselon II yang bersangkutan
2. Pejabar Eselon III/IV yang menangani Kepegawaian

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 223 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG TERLAMBAT MASUK BEKERJA
J P
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE D
N
KETERLAMBATAN (TL) BEKERJA POTONGAN

TL 1 07.31 s.d. < 08.01


I A0,5%

A
TL 2
W
08.01 s.d. < 08.31

A
1%

TL 3
G
08.31 s.d. < 09.01

E
1,25%

TL4

E P 09.01 dan/atau tidak


mengisi daftar hadir
masuk bekerja
2,5%

K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 224 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG PULANG SEBELUM WAKTUNYA
J P
TINGKAT PULANG WAKTU PULANG PERSENTASE D
N
SEBELUM WAKTU (PSW) BEKERJA POTONGAN

PSW 1 16.31 s.d. < 17.00


I A
0,5%

A
PSW 2
W
16.01 s.d. < 16.31

A
1%

PSW 3
G
15.31 s.d. < 16.01

E
1,25%

PSW4

E P < 15.31 dan/atau tidak


mengisi daftar hadir
pulang bekerja
2,5%

K
A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 225 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG TERLAMBAT MASUK BEKERJA YANG BERLOKASI
KERJA DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
J P
D
N
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE
KETERLAMBATAN (TL) BEKERJA POTONGAN

I A
0 % dengan
kewajiban

A
TL 1 07.31 s.d. < 08.01
mengganti waktu
keterlambatan

TL 2
A W
08.01 s.d. < 08.31 1%

TL 3
E G
08.31 s.d. < 09.01 1,25%

E P 09.01 dan/atau tidak

K
TL4 mengisi daftar hadir 2,5%
masuk bekerja

A N
I
A G
B

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


- 226 -
DISIPLIN PNS

LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG PULANG SEBELUM WAKTUNYA YANG
BERLOKASI KERJA DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
J P
D
N
TINGKAT PULANG WAKTU PULANG PERSENTASE
SEBELUM WAKTU (PSW) BEKERJA POTONGAN
17.00 s.d. < 17.30
bagi yang tidak
I A
PSW 1 mengganti waktu
keterlambatan A 0,5%

A W
16.31 s.d. < 17.00

16.31 s.d. < 17.00

PSW 2
G
dan tidak mengganti
waktu keterlambatan

E
16.01 s.d. < 16.31
1%

E P 16.01 s.d. < 16.31


dan tidak mengganti
PSW 3
K waktu keterlambatan

15.31 s.d. < 16.01


1,25%

A N < 16.01 dan tidak

I mengganti waktu
keterlambatan

A G PSW4
< 15.31 dan/atau tidak
mengisi daftar hadir
pulang bekerja
2,5%

"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
228 -
DISIPLIN PNS

SURAT EDARAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN NOMOR


10/SJ/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 214/PMK/01/2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN
DALAM KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

A. Umum
Berkenaan dengan telah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya
Dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan
Kementerian Keuangan pada tanggal 1 Januari 2012, perlu kiranya
J P
disusun suatu petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan
dimaksud. D
B. Maksud dan Tujuan

A N
A I
Maksud dan tujuan disusunnya Surat Edaran ini yaitu untuk menyamakan
persepsi seluruh Pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dalam
melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011
tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus

C. Ruang Lingkup
A W
Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan.

E G
Surat Edaran ini meliputi petunjuk pelaksanaan mengenai kewajiban
mengisi daftar hadir secara elektronik, pelanggaran terhadap jam kerja,
pemotongan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN)
dan pengecualian pemotongan TKPKN bagi Pegawai yang menjalani cuti
tertentu.

D. Dasar E P
K
Dasar penyusunan Surat Edaran ini adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai

A N
Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

I
Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 71/KMK.01/1996 tentang Hari

A G Dan Jam Kerja Di lingkungan Departemen Keuangan;


4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.01/2010 tentang
Pedoman Tata Naskah Dinas Kementerian Keuangan;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 tentang

B Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus


Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan.

E. Ketentuan Umum
Dalam Surat Edaran ini yang dimaskud dengan:
1. Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian
Keuangan termasuk Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau
dipekerjakan di lingkungan Kementerian Keuangan dan Calon
Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil maupun yang
- 229 -
DISIPLIN PNS

belum mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon


Pegawai Negeri Sipil.
2. Jam Kerja adalah jam kerja sesuai Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 71/KMK.01/1996 yaitu:
a. Jam masuk kantor adalah pukul 07.30 waktu setempat;
b. Jam istirahat pada hari Senin s.d. Kamis adalah pukul 12.15 s.d.
13.00 waktu setempat;
c. Jam istirahat pada hari Jumat adalah pukul 11.30 s.d. 13.15 waktu
setempat;
d. Jam tutup kantor adalah pukul 17.00 waktu setempat; dan
e. Jam kerja lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Alasan yang sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
J P
yang disampaikan secara tertulis dan dituangkan dalam surat
permohonan izin/pemberitahuan serta disetujui oleh pejabat yang D
N
berwenang.

F. Ketentuan Masuk Bekerja

I A
1. Pegawai wajib masuk dan pulang bekerja sesuai ketentuan Jam Kerja

A
dengan mengisi daftar hadir elektronik sebanyak 2 (dua) kali yaitu
pada saat masuk bekerja dan pada saat pulang bekerja.

A W
2. Pengisian daftar hadir elektronik sebagaimana angka 1 dapat
dilakukan secara manual dalam hal:
a. sistem kehadiran elektronik mengalami kerusakan/tidak berfungsi;
b. pegawai belum terdaftar dalam sistem kehadiran secara
elektronik;
G
c. sidik jari tidak terekam dalam sistem kehadiran elektronik;

E
d. terjadi keadaan kahar (force majeure) yaitu suatu kejadian yang

E P
terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia dan tidak dapat
dihindarkan berupa bencana alam dan kerusuhan sehingga suatu
kegiaan tidak dapat dilakukan atau tidak dapat dilakukan
sebagaimana mestinya.

K
Keadaan kahar yang dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 berdampak hanya pada

N
suatu satuan kerja (satker) sehingga pernyataan keadaaan kahar
cukup dilakukan oleh pimpinan satker dengan ketentuan

A
I
sepanjang memungkinakan seluruh pegawai tetap masuk bekerja
walaupun menggunakan tempat kerja yang lain (misalnya Kantor

A G Kementerian Keuangan yang tidak terkena dampak keadaan


kahar atau kantor instansi pemerintah lainnya); atau
e. lokasi kerja tidak memungkinkan untuk disediakan sistem
kehadiran elektronik.

B Contoh : Pos Pelayanan Bea dan Cukai atau Pos Kawasan


Berikat pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Pengisian daftar hadir secara manual sebagaimana angka 2 ditulis
sesuai waktu saat masuk atau saat pulang bekerja.
Contoh : Pada saat masuk pukul 07.10 dan mesin rusak, maka pada
daftar hadir manual harus ditulis sesuai waktu sebenarnya
yaitu pukul 07.10.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 230 -
DISIPLIN PNS

G. Pelanggaran Jam Kerja


1. Pegawai dinyatakan melanggar Jam Kerja apabila tidak masuk
bekerja, terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak
berada di tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan (khusus
DKI Jakarta), dan/atau tidak mengisi daftar hadir, yang
keseluruhannya dilakukan oleh Pegawai tanpa Alasan yang sah.
2. Apabila Pegawai tidak masuk bekerja, terlambat masuk bekerja,
pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak

P
mengganti waktu keterlambatan (khusus DKI Jakarta), dan/atau tidak
mengisi daftar hadir dilakukan dengan Alasan yang sah, maka
dinyatakan tidak melanggar Jam Kerja.
3. Alasan yang sah diajukan dalam suatu surat permohonan
izin/pemberitahuan harus disetujui oleh Pejabat yang berwenang,
yaitu: D J
N
a. Pejabat Eselon I, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan
yang diajukan oleh pejabat Eselon II, termasuk pejabat Eselon II

A
I
di daerah;
b. Pejabat Eselon II di kantor pusat (misal: Kepala Biro, Kepala

A
Pusat, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan,
Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur, Direktur), untuk surat
permohonan izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat

lingkungannya masing-masing;

A W
Eselon III, pejabat Eselon IV, dan pejabat fungsional di

c. Pejabat Eselon II di kantor vertikal, untuk surat permohonan

G
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III (misal:
Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Kantor Pelayanan) dan

E
pejabat Eselon IV (misal: Kepala Subbagian, Kepala Subbidang,

P
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
B) serta pejabat fungsional di lingkungannya masing-masing.

K E
Khusus jabatan Kepala Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi
dan Komunikasi dan Barang Milik Negara pada Sekretariat
Jenderal harus disetujui oleh Kepala Pusat Informasi dan
Teknologi Keuangan.

N
Khusus jabatan Kepala Balai Diklat pada Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, surat permohonan izin/pemberitahuan harus

A
disetujui oleh Sekretaris Badan.

I
d. Pejabat Eselon III di kantor pusat, untuk surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh Pelaksana.

A G Khusus bagi Pelaksana di Inspektorat pada Inspektorat Jenderal,


oleh karena tidak memiliki jabatan strukturan Eselon III, maka
surat permohonan izin/pemberitahuan cukup disetujui oleh

B pejabat Eselon IV.


e. Pejabat Eselon III di kantor vertikal, untuk surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon IV (misal:
Kepala Seksi), pejabat Eselon V, pejabat fungsional, dan
pelaksana di lingkungannya masing-masing.
Khusus satker setingkat eselon IV, surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon V dan
Pelaksana disetujui oleh Kepala Satker yang bersangkutan.
4. Dalam hal Pejabat yang berwenang tersebut berhalangan,
persetujuan surat permohonan izin/pemberitahuan dapat digantikan
oleh Pelaksana Tugas (Plt.) maupun Pelaksana Harian (Plh.).

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 231 -
DISIPLIN PNS

5. Pembuatan surat permohonan izin/pemberitahuan wajib dilaksakan


sebagai berikut:
a. Surat permohonan izin dibuat dalam hal Pegawai merencanakan
untuk tidak hadir, terlambat masuk bekerja, pulang sebelum
waktunya, tidak berada di tempat tugas, dan/atau tidak mengganti
waktu keterlambatan dengan ketentuan:
1) ketidakhadiran dan keterlambatan, dibuat pada hari
sebelumnya;
2) pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, atau
tidak mengganti waktu keterlambatan, dibuat pada hari yang
sama.
b. Surat pemberitahuan dibuat dalam hal Pegawai tidak hadir,
J P
terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada
di tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan dan/atau D
N
tidak mengisi daftar hadir dan terjadi diluar kehendak Pegawai,
dengan ketentuan:

kewajiban memberitahukan
I
sementera
A
1) ketidakhadiran, dibuat setelah kembali masuk kerja dengan
alasan
ketidakhadirannya melalui media lainnya seperti telephone
atau pesan singkat sesegera mungkin;
A
2) terlambat atau tidak berada di tempat tugas, dibuat pada hari
yang sama;

A W
3) pulang sebelum waktunya atau tidak mengganti waktu
keterlambatan, dibuat pada hari kerja berikutnya;
4) tidak mengisi daftar hadir masuk atau pulang bekerja dibuat

E G
pada saat mengetahui terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
6. Surat permohonan izin/pemberitahuan yang telah disetujui oleh
Pejabat yang berwenang wajib disampaikan kepada Pejabat/Pegawai

E P
yang menangani daftar hadir untuk paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran, keterlambatan masuk
bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,

hadir.
K
tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar

Khusus bagi yang tidak masuk bekerja lebih dari 1 (satu) hari maka

A N
penghitungan 3 (tiga) hari kerja dihitung sejak masuk kerja kembali.
Khusus bagi yang tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja/pulang

I
bekerja, maka penghitungan 3 (tiga) hari kerja dimulai sejak diketahui
terjadinya tidak mengisi daftar hadir.

A G7. Surat permohonan izin /pemberitahuan yang disampaikan lebih dari 3


(tiga) hari kerja dinyatakan tidak berlaku dan dianggap melanggar
Jam Kerja.
8. Pegawai yang melanggar Jam Kerja dihitung secara kumulatif mulai

B bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berjalan dengan


ketentuan sebagai berikut:
a. tidak masuk bekerja 1 (satu) hari dihitung sbeagai 1 (satu) hari
tidak masuk bekerja;
b. terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya
dihitung berdasarkan jumlah waktu keterlambatan/pulang sebelum
waktunya sesuai ketentuan mengenai hari dan jam kerja.
c. tidak berada di tempat tugas dihitung berdasarkan jumlah waktu
ketidakberadaan pegawai di tempat tugas yang dibuktikan dengan
surat keterangan dari atasan langsung;

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 232 -
DISIPLIN PNS

d. tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja atau pulang kerja juga
dihitung sebagai keterlambatan masuk bekerja atau pulang
sebelum waktunya selama 3 (tiga tiga per empat) jam; dan
e. bagi yang tidak mengganti waktu keterlambatan (khusus DKI
Jakarta) penghitungan kumulatif didasarkan pada waktu
keterlambatan.
9. Penghitungan jumlah waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8,
dilakukan dengan konversi 7 (tujuh setengah) jam sama dengan 1
(satu) hari tidak masuk bekerja dan apabila telah memenuhi
akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman
disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:
J P
No
Tingkat
Hukuman Jenis Hukuman Disiplin
Jumlah
D
Ketidakhadiran
1
Disiplin
Ringan a. Teguran Lisan
b. Teguran Tertulis N
5 Hari

A
6-10 Hari

2 Sedang
Tertulis
a. Penundaan Kenaikan
A I
c. Pernyataan Tidak Puas Secara 11-15 Hari

Gaji 16-20 Hari


Berkala Selama 1 (satu) Tahun

A
Selama 1 (satu) Tahun W
b. Penundaan Kenaikan Pangkat 21-25 Hari

c. Penurunan Pangkat Setingkat 26-30 Hari

3 Berat
E G
Lebih Rendah Selama 1 (satu)
Tahun
a. Penurunan Pangkat Setingkat 31-35 Hari

P
Lebih Rendah Selama 3 (tiga)
Tahun

K E
b. Pemindahan Dalam Rangka 36-40 Hari
Penurunan Jabatan Setingkat
Lebih Rendah
c. Pembebasan Dari Jabatan 41-45 Hari

A N d. Pemberhentian dengan Hormat 46 Hari atau


Tidak Atas Permintaan Sendiri lebih

I
sebagai PNS atau
Pemberhentian Tidak Dengan

G
Hormat Sebagai PNS

BA 10. Pejabat yang menangani daftar hadir elektronik menyampaikan


informasi mengenai akumulasi penghitungan terhadap Pegawai yang
melanggar Jam Kerja kepada atasan langsung Pegawai yang
bersangkutan secara hierarki untuk selanjutnya diproses sesuai
dengan ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil pada akhir
tahun berjalan.
11. Namun, dalam hal ditemukan adanya pelanggaran disiplin
ketidakhadiran selama 5 (lima) hari atau lebih sebelum akhir tahun,
maka Pejabat yang menangani daftar hadir wajib menyampaikan
informasi kepada atasan langsung yang bersangkutan secara hierarki.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 233 -
DISIPLIN PNS

H. Pemotongan TKPKN
1. Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada:
a. Pegawai yang tidak masuk bekerja;
b. Pegawai yang tidak berada di tempat tugas selama 7 (tujuh
setengah) jam atau lebih dalam sehari;
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja;
d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya;
e. Pegawai yang tidak mengganti waktu keterlambatan;

P
f. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir;
g. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
h. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan
negeri.
2. Pemotongan TKPKN dimaksud pada angka 1 huruf a, c, d, e, f
diberlakukan bagi Pegawai baik yang dengan alasan yang sah D J
maupun yang dengan alasan tidak sah
3. Khusus pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada angka 1

A N
I
huruf b berlaku bagi Pegawai yang dengan alasan tidak sah.
4. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai diatur sebagai berikut:

untuk tiap 1 (satu) hari tidak masuk bekerja.


A
a. Pegawai yang tidak masuk bekerja sebesar 5% (lima perseratus)

b. Pegawai yang tidak berada di tempat tugas selama 7 (tujuh

perseratus).
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja
A W
setengah) jam atau lebih dalam sehari sebesar 5% (lima

atas:

E G
Berkenaan dengan terlambat masuk bekerja, penerapannya terdiri

P
1) Pegawai yang bekerja di DKI Jakarta
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE

K
(TL)
E
KETERLAMBATAN BEKERJA POTONGAN

0 % dengan
kewajiban

N
TL 1 07.31 s.d. < 08.01
mengganti waktu
keterlambatan

I A TL 2 08.01 s.d. < 08.31 1%

A G TL 3 08.31 s.d. < 09.01

09.01 dan/atau
1,25%

B TL4 tidak mengisi daftar


hadir masuk bekerja
Pegawai yang terlambat masuk bekerja sebagaimana
2,5%

dimaksud pada tabel di atas berupa Tingkat Keterlambatan 1


(TL 1), oleh karena dikenakan pemotongan 0% (nol
perseratus), maka diwajibkan untuk mengganti waktu
keterlambatan selama 30 (tiga puluh) menit setelah jam
pulang bekerja pada hari yang bersangkutan, atau setidak-
tidaknya pulang bekerja pukul 17.30 WIB.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 234 -
DISIPLIN PNS

2) Pegawai yang bekerja selain di DKI Jakarta


TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE
KETERLAMBATAN BEKERJA POTONGAN
(TL)

TL 1 07.31 s.d. < 08.01 0,5%

TL 2 08.01 s.d. < 08.31 1%

TL 3 08.31 s.d. < 09.01 1,25%

J P
TL 4
09.01 dan/atau
tidak mengisi daftar
hadir masuk bekerja
2,5%
D
A
d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya dan/atau Pegawai yang N
tidak mengganti waktu keterlambatan
Berkenaan dengan pulang sebelum waktunya, penerapannya
terdiri atas:
A I
1) Pegawai yang bekerja di DKI Jakarta
TINGKAT PULANG
SEBELUM WAKTU
A W
WAKTU PULANG
BEKERJA
PERSENTASE
POTONGAN

G
(PSW)

E
17.00 s.d. < 17.30
bagi yang tidak
PSW 1

E P mengganti waktu
keterlambatan

16.31 s.d. < 17.00


0,5%

K 16.31 s.d. < 17.00


dan tidak mengganti

A N PSW 2 waktu keterlambatan 1%

I
16.01 s.d. < 16.31

G
16.01 s.d. < 16.31
dan tidak mengganti
1,25%

A
PSW 3 waktu keterlambatan

B 15.31 s.d. < 16.01

< 16.01 dan tidak


mengganti waktu
keterlambatan
PSW4 2,5%
< 15.31 dan/atau
tidak mengisi daftar
hadir pulang bekerja

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 235 -
DISIPLIN PNS

2) Pegawai yang bekerja selain di DKI Jakarta


TINGKAT PULANG WAKTU PULANG PERSENTASE
SEBELUM WAKTU BEKERJA POTONGAN
(PSW)

PSW 1 16.31 s.d. < 17.00 0,5%

PSW 2 16.01 s.d. < 16.31 1%

PSW 3 15.31 s.d. < 16.01 1,25%


J P
PSW4
< 15.31 dan/atau
tidak mengisi daftar 2,5% D
hadir pulang bekerja

A N
lima perseratus);
f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
A I
e. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir, sebesar 2,5% (dua koma

g. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabaan

W
negeri diatur kententuan sebagai berikut:
1) Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 100% (seratus

A
perseratus) selama dalam masa pemberhentian sementara

G
dari jabatan negeri.
2) Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keputusan pengadilan

E
yang berkekuatan hukum tetap dinyatakan tidak bersalah,
maka TKPKN dibayarkan kembali sebesar TKPKN yang

P
dikenakan pemotongan selama masa pemberhentian

E
sementara dari jabatan negeri.
5. Pemotongan TKPKN dalam setiap bulannya paling banyak dihitung

K
sebesar 100% (seratus perseratus).

I.
N
Pengeculian Besaran
Pemotongan TKPKN

A
I
Pada prinsipnya, setiap ketidakhadiran wajib dikenakan pemotongan TKPKN
sebesar 5% (lima perseratus). Namun demikian, terdapat beberapa jenis

A G
ketidakhadiran dalam hal ini melalui mekanisme cuti PNS, dikenakan
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) sampai dengan 2,5% (dua
koma lima perseratus) setiap harinya. Adapun jenis cuti yang dimaksud
adalah:

B 1. Cuti tahunan, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol


perseratus).
2. Cuti karena alasan penting, diberlakukan pemotongan 0% (nol
perseratus) yaitu cuti karena alasan penting dengan alasan orang tua,
mertua, istri/suami, anak, saudara kandung, atau menantu meninggal
dunia, dengan ketentuan:
a. Diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja untuk setiap pengajuan
cuti karena alasan penting karena orang tua, istri/suami, anak,
dan/atau saudara kandung meninggal dunia.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 236 -
DISIPLIN PNS

b. Diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja untuk setiap pengajuan


cuti karena alasan penting karena mertua dan/atau menantu
meninggal dunia.
c. Apabila Pegawai yang menjalani cuti karena alasan penting
melebihin pketentuan huruf a dan b maka pada hari berikutnya
dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5% (lima perseratus).
3. Cuti sakit
a. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus) bagi Pegawai yang mengajukan cuti sakit namun tidak
menjalani rawat inap dengan ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter baik dari puskesmas,
rumah sakit, klinik, maupun dokter praktek.
J P
2) Diberikan untuk paling lama 2 (dua) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5% D
N
(lima perseratus).
b. Dikenakan pemotongan sebesar 0% (nol perseratus) bagi

Puskesmas atau rumah sakit dengan ketentuan:


I A
Pegawai yang mengajukan cuti sakit dan menjalani rawat inap di

1) Melampirkan surat keterangan dokter, surat keterangan rawat

A
inap dan fotokopi rincian biaya rawat inap dari Puskesmas
atau rumah sakit atau surat keterangan bebas biaya bagi

A W
Puskesmas atau Rumah Sakit yang menerapkan
pembebasan biaya.
2) Diberikan untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5%

E G
(dua koma lima perseratus).
4) Apabila sakit yang dialami lebih dari 14 (empat belas) hari
kalender maka surat keterangan dokter harus dari dokter yang

E P
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan (Tim Penguji Kesehatan).
5) Pemberian untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja
ditujukan kepada Pegawai yang mengajukan cuti sakit untuk

Contoh:
K
setiap kejadian dan jenis penyakit yang sama.

a) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena

A N menderita stroke atau jantung dan harus dirawat selama


30 (tiga puluh) hari kerja, maka kepada yang

I bersangkutan dikenakan pemotongan TKPKN sebesar


0% (nol perseratus) selama 25 (dua puluh lima) hari kerja

A G dan hari berikutnya dikenakan pemotongan 2,5% (dua


koma lima perseratus), dan apabila yang bersangkutan
setelah rawat jalan harus menjalani rawat inap kembali
karena menderita stroke atau jantung, maka kepada yang

B bersangkutan sudah tidak mempunyai hak pemotongan


TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) namun dapat
diberikan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma
lima perseratus).
b) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena
menderita stroke atau jantung dan harus dirawat selama
20 (dua puluh) hari kerja, maka kepada yang
bsersangkutan selama dirawat dikenakan pemotongan
TKPKN sebesar 0% (nol perseratus), dan apabila yang
bersangkutan setelah rawat jalan harus menjalani rawat

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 237 -
DISIPLIN PNS

inap kembali karena menderita stroke atau jantung, maka


kepada yang bersangkutan masih mempunyai hak
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama
5 (lima) hari kerja, dan hari berikutnya dikenakan
pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus).
c) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena
menderita demam berdarah dan harus dirawat selama 3

P
(tiga) hari kerja, maka kepada yang bersangkutan selama
dirawat dikenakan potongan TKPKN sebesar 0% (nol
perseratus), dan apabila yang bersangkutan kembali
menjalani rawat inap karena menderita thypus, maka
kepada yang bersangkutan masih mempunyai hak
D J
25 (dua puluh lima) hari kerja.

A N
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama

I
d) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena
kecelakaan dan harus dirawat 5 (lima) hari kerja, maka

A
kepada yang bersangkutan selama dirawat dikenakan
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus), dan

W
apabila yang bersangkutan kembali menjalani rawat inap
karena kecelakaan kembali, maka kepada yang

A
bersangkutan masih mempunyai hak pemotongan TKPKN

hari kerja.

E G
sebesar 0% (nol perseratus) selama 25 (dua puluh lima)

c. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima

E P
perseratus) bagi Pegawai yang menjalani rawat jalan setelah
selesai menjalani rawat inap dengan ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter dari Puskesmas atau

K
rumah sakit pemerintah atau swasta.
2) Apabila rawat jalan lebih dari 14 (empat belas) hari kalender

A Nmaka surat keterangan dokter harus dari dokter yang ditunjuk


oleh Menteri Kesehatan (Tim Penguji Kesehatan).
d. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) bagi

IPegawai wanita yang mengalami gugur kandungan namun tidak

A G menjalani rawat inap dengan ketentuan:


1) Melampirkan surat keterangan dokter dari Puskesmas atau
rumah sakit pemerintah atau swasta.
2) Diberikan untuk paling lama 5 (lima) hari kerja.

B 3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5%


(lima perseratus).
e. Yang dimaksud dengan rumah sakit pada huruf b dan c adalah
rumah sakit pemerintah maupun swasta, termasuk klinik yang
memiliki fasilitas rawat inap.
4. Cuti bersalin dengan ketentuan:
a. Untuk pelaksanaan persalinan yang pertama sampai dengan
ketiga:

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 238 -
DISIPLIN PNS

1) Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus)


untuk paling lama 5 (lima) hari kerja.
2) Hari berikutnya diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar
2,5% (dua koma lima perseratus).
b. Persalinan yang keempat dan seterusnya dikenakan pemotongan
TKPKN sebesar 5% (lima) perseratus.
c. Persalinan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
diberlakukan sejak Pegawai diangkat sebagai Calon Pegawai
Negeri Sipil.
5. Pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus) bagi
J P
D
yang menjalani cuti sakit sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf
b dan huruf c serta cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada angka 4
huruf a, dihitung secara kumulatif selama 1 bulan paling banyak
sebesar 50% (lima puluh perseratus).

A N
J. Pemotongan TKPKN
Karena Hukuman Disiplin
A I
Hukuman disiplin terdiri atas pelanggaran terkait administratif dan non
administratif sebagai berikut:
W
1. Hukuman disiplin administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. jam kerja;
A
G
b. pencapaian sasaran kerja;
c. standar prosedur kerja (Standard Operation Procedure) yang tidak

P E
memiliki unsur merugikan keuangan Negara atau memperkaya
diri sendiri dan/atau orang lain;
d. prosedur laporan perkawinan dan izin perceraian;

K E
e. prosedur izin berpoligami;
f. prosedur izin usaha;
g. prosedur izin ke luar negeri; atau

N
h. prosedur izin menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional.

I A
2. Hukuman disiplin non administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. penyalahgunaan wewenang;

A G b. terdapat indikasi adanya tindak pidana/kejahatan;


c. melakukan tindakan Korups, Kolusi dan Nepotisme yang
langsung/tidak langsung menyebabkan kerugian negara;

B d. melakukan tindakan yang mencoreng harkat dan martabat


Pegawai Negeri Sipil;
e. melakukan tindakan yang dengan sengaja menghalangi atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
f. tidak melaporkan dengan sengaja kepada atasannya apabila
tedapat indikasi kerugian negara yang akan terjadi; atau
g. melakukan tindakan yang terkait dengan pemberian dukungan
terhadap calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 239 -
DISIPLIN PNS

Daerah, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara


membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
3. Dalam kaitannya dengan pemotongan TKPKN, secara prinsip bagi
Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan
pelanggaran terkait administratif tidak dikenakan pemotongan TKPKN
dan Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan
pelanggaran terkait non administratif dikenakan pemotongan TKPKN
secara proporsional.
4. Namun demikian, terhadap Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin
J P
D
karena melakukan pelanggaran terkait administratif dikenakan
pemotongan TKPKN apabila pelanggaran terkait administratif yang
dilakukan berupa pelanggaran:
a. Jam kerja yang merupakan perbuatan berulang-ulang dengan
kesengajaan
A N
perbuatan berulang-ulang dengan
A I
Yang dimaksud dengan pelanggaran jam kerja yang merupakan
kesengajaan adalah
pelanggaran terhadap jam kerja yang berakibat Pegawai dijatuhi

W
hukuman disiplin lebih dari 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sejak hukuman disiplin pertama ditetapkan.
Contoh 1:
A
G
Pegawai A dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Mei
2012 telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 6

P E
hari, sehingga kepadanya pada tanggal 8 Juni 2012 dijatuhi
hukuman disiplin berupa Teguran Tertulis. Hukuman disiplin
Teguran Tertulis tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama

K E
dan oleh karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan
pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari
sampai dengan Juli 2012 yang bersangkutan kembali tidak masuk

N
bekerja tanpa alasan yang sah selama 17 hari, sehingga
kepadanya dijatuhi hukuman disipin berupa penundaan kenaikan

A
I
gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 3 Agustus 2012.
Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan

A G dikenakan pemotongan TKPKN karena hukuman disiplin yang


kedua dijatuhkan masih dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun
sejak hukuman disiplin yang pertama.

B Selanjutnya, dalam kurun waktu Januari sampai dengan Agustus


2013 Pegawai A tersebut kembali secara akumulasi telah tidak
masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 14 (empat belas)
hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada tanggal 3
September 2013. Terhadap hukuman disiplin tersebut masih
dikenakan pemotongan TKPKN karena masih dalam tenggang
waktu 2 (dua) tahun sejak hukuman disiplin yang pertama
ditetapkan.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 240 -
DISIPLIN PNS

Apabila selanjutnya dalam kurun waktu Januari sampai dengan


Juni 2014 Pegawai A kembali melakukan pelanggaran tidak
masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh
enam) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
pada tanggal 7 Juli 2014, maka terhadap hukuman disiplin
tersebut tidak dikenakan pemotongan TKPKN karena telah
melewati tenggang waktu 2 (dua) tahun dan hukuman disiplin
tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama untuk
pemotongan TKPKN atas hukuman disiplin yang selanjutnya.
J P
D
Contoh 2:
Pegawai B dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan
Desember 2012 telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah

A
tanggal 4 Januari 2013 dijatuhi hukuman disiplin berupa N
selama 31 (tiga puluh satu) hari, sehingga kepadanya pada

A I
penurunan pangkat selama 3 (tiga) tahun. Hukuman disiplin
tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama dan oleh
karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan

W
pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari
sampai dengan Desember 2013 yang bersangkutan kembali tidak

A
masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 17 hari, sehingga

G
kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan
gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 7 Januari 2014.

P E
Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan
dikenakan pemotongan TKPKN karena hukuman disiplin yang
kedua dijatuhkan masih dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun

K E
sejak hukuman disiplin yang pertama.
Selanjutnya, dalam kurun waktu Januari sampai dengan
Desember 2014 Pegawai B tersebut kembali secara akumulasi

N
telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 14
(empat belas) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin

A
I
berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada tanggal 12
Januari 2015. Terhadap hukuman disiplin tersebut tidak

A G dikenakan pemotongan TKPKN kaena telah melewati tenggang


waktku 2 (dua) tahun sejak hukuman disiplin pertama ditetapkan
hukuman disiplin tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama

B untuk pemotongan TKPKN atas hukuman disiplin yang


selanjutnya.
Contoh 3:
Pegawai C dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan
Februari 2012 telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah
selama 12 hari, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin
berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada tanggal 20
Maret 2012. Hukuman disiplin tersebut menjadi hukuman disiplin
yang pertama dan oleh karenanya kepada yang bersangkuan
tidak dikenakan pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 241 -
DISIPLIN PNS

akumulasi bulan Januari sampai dengan Maret 2014 yang


bersangkutan kembali telah tidak masuk bekerja tanpa alasan
yang sah selama 17 hari, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman
disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun
pada tanggal 22 April 2014. Terhadap hukuman disiplin tersebut,
kepada yang bersangkutan tidak dikenakan pemotongan TKPKN
karena penjatuhan hukuman disiplin yang kedua telah melewati
tenggang waktu 2 (dua) tahun dan hukuman disiplin tersebut
menjadi hukuman disiplin yang pertama untuk pemotongan
TKPKN atas hukuman disiplin yang selanjutnya.
J P
D
b. Pencapaian sasaran kerja dikarenakan murni kesalahan Pegawai
yang bersangkutan.
c. Standar prosedur kerja (Standard Operating Procedure) yang

sendiri dan/atau orang lain.


A N
memiliki unsur merugikan keuangan negara atau memperkaya diri

bersangkutan.
A I
d. Proses perceraian tanpa izin murni kesengajaan Pegawai yang

Kesengajaan dalam hal ini termasuk tidak diajukannya izin

W
perceraian atau pemberitahuan adanya gugatan cerai dengan
alasan tidak mengetahui adanya aturan kewajiban untuk

A
mengajukan izin perceraian dan pemberitahuan adanya gugatan

G
cerai bagi pegawai yang akan melakukan perceraian.
e. Melakukan pernikahan kedua dan seterusnya tanpa izin
(poligami).

P E
5. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman
disiplin terkait non administratif dan administratif sebagaimana

K E
dimaksud pada angka 4 ditetapkan sebagai berikut:
a. Hukuman disiplin ringan:
1) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 2 (dua)

A N bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran


lisan;

I
2) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 3 (tiga)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran

A G tertulis; dan
3) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 6 (enam)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa

B pernyataan tidak puas secara tertulis.


b. Hukuman disiplin sedang:
1) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 6 (enam) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 9 (sembilan)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
3) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 12 (dua belas)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 242 -
DISIPLIN PNS

penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)


tahun.
c. Hukuman disiplin berat:
1) Sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus) selama 12 (dua
belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
2) Sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) selama 12 (dua
belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
J P
D
rendah;
3) Sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus) selama 12
(dua belas) bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin
berupa pembebasan dari jabatan; dan

A N
4) Sebesar 100% (seratus perseratus), jika Pegawai dijatuhi

A I
hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
hormat dan mengajukan banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
W
6. Khusus jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian baik dengan

A
hormat tidak atas permintaan sendiri maupun tidak dengan hormat,

G
dan baik yang terkait administratif maupun yang terkait non
administratif diberlakukan pemotongan yang sama yaitu 100% apabila

P E
mengajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian (BAPEK) dan diizinkan untuk tetap melaksanakan
tugas.

K E
Dalam hal banding administratif yang diajukan oleh Pegawai diterima
oleh BAPEK dan hukuman disiplinnya diubah menjadi selain
pemberhentian atau hukuman disiplinnya dibatalkan, maka TKPKN

N
Pegawai yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung sejak
Pegawai yang bersangkutan diizinkan untuk tetap melaksanakan

A
I
tugas.

A G
K. Pemberlakuan
Pemotongan TKPKN
1. Pemberlakuna pemotongan TKPKN diatur sebagai berikut:

B a. Bagi tingkat hukuman disiplin ringan, tingkat hukuman disiplin


berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan, dan
pembebasan dari jabatan, pemotongan TKPKN berlaku terhitung
mulai bulan berikutnya sejak keputusan penjatuhan hukuman
disiplin ditetapkan.
b. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun dan penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, pemotongan TKPKN
berlaku terhitung mulai bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima
belas) setelah Pegawai menerima hukuman disiplin, apabila
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 243 -
DISIPLIN PNS

Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin tidak mengajukan


keberatan.
c. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun dan penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, pemotongan TKPKN
berlaku terhitung mulai bulan berikutnya setelah keputusan atas
keberatan ditetapkan, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman
disiplin mengajukan keberatan
d. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun, pemotongan
TKPKN diberlakukan dengan ketentuan:
1) bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Menteri
J P
Keuangan, diberlakukan terhitung mulai bulan berikutnya
sejak keputusan penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan; atau D
N
2) bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Pejabat
struktural Eselon II di lingkungan instansi vertikal,
diberlakukan terhitung mulai:

I A
a) bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah
Pegawai menerima hukuman disiplin, apabila Pegawai

A
yang dijatuhi hukuman disiplin tidak mengajukan
keberatan; atau

A
disiplin mengajukan keberatan.
W
b) bulan berikutnya setelah keputusan atas keberatan
ditetapkan, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman

e. Bagi tingkat hukuman disiplin berat berupa pemberhentian

E G
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian
dengan hormat, pemotongan TKPKN berlaku mulai bulan
berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai

E P
menerima hukuman disiplin.
f. Bagi Pegawai yang diberhentikan sementara dari jabatan negeri
karena dilakukan penahanan oleh pihak yang berwajib,

penahanan.
K
pemotongan TKPKN berlaku mulai bulan berikutnya sejak tanggal

2. Dalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada

A N
bulan yang bersamaan atau pada bulan berikutnya kembali dijatuhi
hukuman disiplin, maka terhadap Pegawai yang bersangkutan

I
diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman disiplin yang
paling berat, dengan ketentuan:

A G a. Dalam hal kedua hukuman disiplin memiliki konsekuensi


pemotongan TKPKN maka pemotongan TKPKN berdasarkan
hukuman disiplin yang paling berat.
b. Dalam hal hukuman disiplin yang lebih berat tidak memiliki

B konsekuensi pemotongan TKPKN, maka pemotongan TKPKN


berdasarkan pada hukuman disiplin yang dikenakan pemotongan
TKPKN.

L. Ketentuan Lain-lain
1. Bagi Pegawai yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta dan terlambat
masuk bekerja berupa Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1), sepanjang
yang bersangkutan mengganti waktu keterlambatan maka tidak
diwajibkan untuk membuat surat permohonan izin/pemberitahuan.
2. Dalam hal terjadi pelanggaran:
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 244 -
DISIPLIN PNS

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/KMK.01/2011 tentang


Penyelenggara Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan
Yang Wajib Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.09/2011 tentang
Penyampaian dan Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi
(LP2P) Pejabat/Pegawai Di Lingkungan Kementerian Keuangan;
dan
c. tidak mengucapkan sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil,
maka dikategorikan dalam pelanggaran terkait administratif yang tidak
dikenakan pemotongan TKPKN.
3. Atasan langsung yang menetapkan surat keterangan tidak berada di
J P
tempat tugas bagi Pejabat fungsional adalah Pejabat yang
menetapkan nilai Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). D
M. Ketentuan Peralihan

A N
dinyatakan tetap berlaku.
2. Pemotongan TKPKN yang dilakukan terhadap Pegawai yang A I
1. Peringatan Tertulis dan hukuman disiplin yang dijatuhkan sebelum 1
Januari 2012 dan sedang dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,

A W
mendapat Peringatan Tertulis dan/atau hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sebelum 1
Januari 2012 dan masih dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,
dinyatakan tetap berlaku sesuai ketentuan sebelum Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.
G
3. Hukuman disiplin yang diajukan keberatan kepada atasan pejabat

E
yang berwenang menghukum sebelum 1 Januari 2012 dan keputusan

E P
atas keberatan ditetapkan setelah berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011, maka diberlakukan pemotongan
TKPKN sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011.

K
4. Terhadap hukuman disiplin yang diajukan banding administratif
kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian dan sampai dengan

N
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011
belum ada keputusan atas banding administratif tersebut,

A
I
diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.

A G5. Pegawai yang sedang menjalani pemberhentian sementara dari


jabatan negeri dan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 masih dalam
pemberhentian sementara dari jabatan negeri, diberlakukan
status

B pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 214/PMK.01/2011.
6. Pegawai yang sedang menjalani cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena
alasan penting sebelum 1 Januari 2012 dan setelah berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 masih
menjalani cuti dimaksud, kepadanya diberlakukan pemotongan
TKPKN sesuai ketentuan sebelum Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 214/PMK.01/2011.

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


- 245 -
DISIPLIN PNS

N. Ketentuan Penutup
1. Kepada seluruh unit eselon I kiranya senantiasa melakukan
pengawasan dan evaluasi teruatam terkait dengan penerapan jam
kerja khususnya di Provinsi DKI Jakarta agar tidak mengganggu
pelayanan kepada stakeholder dan tetap mewajibkan bagi Pegawai di
lingkungan masing-masing untuk masuk bekerja pada pukul 07.30,
kecuali jam kerja lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Bagi Pegawai yang akan menggunakan cuti yang berakibat tidak

P
dikenakannya pemotongan, agar tetap mengajukan permohonan izin
cuti sesuai dengan ketentuan mengenai cuti PNS.
3. Atasan langsung bertanggung jawab dalam pengawasan terhadap
penerapan aturan ini dan agar segera melakukan tindak lanjut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam hal terdapat indikasi
penyalahgunaan aturan ini oleh pegawai. D J
4. Apanbila ditemukan kendala dalam menerapkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 agar berkoordinasi dengan Biro

A N
I
Sumber Daya Manusia.
5. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012.

A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 248 -
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 10 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
J P
a. Pegawai Negeri Sipil adalah:
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang- D
N
undang Nomor 8 Tahun 1974;
2. Yang dipersamakan dengan Pegawai negeri Sipil yaitu:
(a) Pegawai Bulanan di samping pensiun;
(b) Pegawai Bank milik Negara;
(c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; I A
(d) Pegawai Bank milik Daerah;
(e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah; A
b. Pejabat adalah:
1. Menteri; A W
(f) Kepala Desa, perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di Desa;

2. Jaksa Agung;

E G
3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

E P
5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
6. Pimpinan Bank milik Negara;
7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;

K
8. Pimpinan Bank milik Daerah;
9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah.
Penjelasan Pasal 1

N
Cukup jelas.

A
I Pasal 2

A G
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib
memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran
hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
perkawinan itu dilangsungkan.

B (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi
Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang
melangsungkan perkawinan lagi.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat;
- 249 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau
bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk
memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus mengajukan permintaan secara tertulis;
(3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan
alasan yang lengkap yang mendasarinya.
Penjelasan Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku bagi setiap Pegawai Negeri Sipil yang akan
melakukan perceraian, yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang
mengajukan gugatan perceraian (penggugat) wajib memperoleh
J P
izin lebih dulu dari Pejabat, sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil
yang menerima gugatan perceraian (tergugat) wajib memperoleh D
N
surat keterangan lebih dulu dari Pejabat sebelum melakukan
perceraian.
Ayat (2)

I
Permintaan izin perceraian diajukan oleh penggugat kepada
Pejabat secara tertulis melalui saluran hierarki, sedangkan A
A
tergugat wajib memberitahukan adanya gugatan perceraian dari
suami/istri secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka

Ayat (3)
Cukup jelas. A W
waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima
gugatan perceraian.

E G
Pasal 4

E P
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
K
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara
tertulis.

A N
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan

I
izin untuk beristri lebih dari seorang
Penjelasan Pasal 4

A G Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa selama

B berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dilarang


menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 5
(1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 250 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis.


(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil
dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk
beristri lebih dari seorang wajib memberikan pertimbangan dan
meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka
waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima permintaan izin dimaksud.
Penjelasan Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Setiap atasan yang menerima permintaan izin untuk
J P
melakukan perceraian atau untuk beristri lebih dari seorang wajib
memberikan pertimbangan secara tertulis kepada Pejabat. D
N
Pertimbangan itu harus memuat hal-hal yang dapat digunakan
oleh Pejabat dalam mengambil keputusan apakah permintaan izin
itu mempunyai dasar yang kuat atau tidak.

I
Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan yang
bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/istri yang A
A
bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan.

Pasal 6
A W
(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian

E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan
seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin
dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

E P
(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam
permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus
meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri

K
Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang
dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu

A N
merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara
memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat.

I
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)

A G Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)

B Pada dasarnya, dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri


yang bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara
langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi apabila
tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri yang
bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat memerintahkan
Pejabat lain dalam lingkungannya untuk berusaha merukunkan
kembali suami/isteri tersebut.
Pasal 7
(1) Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan
pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 251 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


(2) Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
isteri, tidak diberikan oleh Pejabat.
(3) Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dan/atau
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
Penjelasan Pasal 7
J P
Ayat (1)
Cukup jelas. D
N
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I A
Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya
perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau

A
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri

meskipun ketentuan peraturan


W
Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa
musibah tersebut tidaklah memberikan keteladanan yang baik,

A perundang-undangan
memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan

E G
alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat
merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-
syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin

Ayat (3)
Cukup jelas.
E P
beristeri lebih dari seorang. (Lihat Pasal 10 ayat (2)

K Pasal 8
(1)
N
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria

A
maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas

(2)
I
isteri dan anak-anaknya.
Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga

A
(3)
G untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk
bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang
wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya

B
(4)
ialah setengah dari gajinya.
Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan
perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap
suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang
sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama
dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain di luar kemampuannya.
(5) Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak
atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 252 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila
istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau
suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk,
pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
(7) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi,
maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus
terhitung mulai ia kawin lagi.
Penjelasan Pasal 8
Ayat (1)
J P
Cukup jelas.
Ayat (2) D
N
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. I A
Ayat (5)
Cukup jelas. A
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas. A W
Pasal 9
E G
a.

E P
Pejabat yang menerima perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan
dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat

b.
bersangkutan.
K
pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang

Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam

A N
permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus
meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang

I
mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan.
c.

A G Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri


Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya
untuk diberi nasehat.
Penjelasan Pasal 9

B Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 10
(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh
Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 253 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat


(2) dan ayat (3) Pasal ini.
(2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan; atau
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. ada persetujuan tertulis dari isteri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai
penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri
dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak
J P
penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan D
N
bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat
apabila :

I
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan; A
A
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);

dan/atau
A W
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat;

e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.


Penjelasan Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
E G
Ayat (2)
huruf a

E P
Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban

K
sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan
menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa,
sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai

A N
isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut
keterangan dokter sukar disembuhkan lagi.

I
huruf b
Yang dimaksud dengan cacad badan atau penyakit yang tidak

A G dapat disembuhkan, adalah apabila isteri yang bersangkutan


menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut
keterangan dokter sukar disembuhkan.
huruf c

B Yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan,


adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan
dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah
pernikahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak
menghasilkan keturunan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 254 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri
lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai:
(1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari
Presiden.
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib
meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
J P
(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara,
wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. D
N
(4) Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah,
wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 11
Cukup jelas.
I A
Pasal 12 A
A W
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristri lebih dari seorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara
tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia
menerima permintaan izin tersebut.
Penjelasan Pasal 12
Cukup jelas.
E G
E P
Pasal 13

K
Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat
lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang
dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin

A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sepanjang mengenai
permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah

I
atau yang dipersamakan dengan itu.
Penjelasan Pasal 13

A G Cukup jelas.

Pasal 14

B
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan
istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa
ikatan perkawinan yang sah.
Penjelasan Pasal 14
Yang dimaksud dengan hidup bersama adalah melakukan hubungan
sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 255 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/
ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1),
Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu
selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian,
dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak
perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin
berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2)
dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
J P
Pegawai Negeri Sipil;
(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang D
N
melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin
berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1) I A
Cukup jelas.
Ayat (2) A
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
A W
Pasal 16
E G
Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji

E P
sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peratuan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 16
Cukup jelas.
K
A N Pasal 17
(1)
I
Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15
dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai

A G dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan


Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap

B pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan


Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan
sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Pasal 1 huruf a angka
2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 256 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pasal 18
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3050), dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Penjelasan Pasal 18
Cukup jelas.
J P
Pasal 19 D
N
Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat dan
memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas. I A
A
(1)
Pasal 20
W
Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan

A
salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin atau penolakan

E G
pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, kepada :
a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang
menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a

E P
angka I dan angka 2 huruf (a);
b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik
Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik Daerah,

K
sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal
1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d), dan (e);
c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut Pegawai

A N
Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (f).
(2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam

I
ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan
masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank

A G milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta Bupati Kepala Daerah
Tingkat II, membuat dan memelihara:
a. catatan perkawinan dan perceraian;
b. kartu isteri/suami.

B
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 21
Cukup jelas.

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 257 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pasal 22
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 23
Cukup jelas.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 259 -
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN


NEGARA NOMOR 08/SE/1983 TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN
PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. PENDAHULUAN

1. UMUM
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah ditetapkan ketentuan-
ketentuan tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga
negara Indonesia. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
J P
1 Tahun 1974 tersebut telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975.
b. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut D
N
dinyatakan bahwa asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya

A
A I
boleh mempunyai seorang suami. Asas perkawinan yang demikian itu
disebut asas monogami.
c. Namun demikian dalam keadaan yang sangat terpaksa masih
dimungkinkan seorang pria beristri lebih dari seorang sepanjang:

dihayatinya;
A W
(1) Tidak bertentangan dengan ajaran / peraturan agama yang
dianutnya / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang

(2) Memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang


berlaku ; dan
G
(3) Disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

E
d. Karena perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

E P
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin
harus dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang
sangat terpaksa.
K
e. Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan

N
abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada

A
I
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat
melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan

G
Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga
yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam

BA melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-


masalah dalam keluarganya.
f. Atas dasar pokok pikiran sebagai tersebut di atas, maka telah
ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. DASAR
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun pegawai dan
pensiun Janda/Duda pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906);
- 260 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3019);
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041);
e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3153);
J P
f. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan
Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 D
N
Nomor 42);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3050); IA
A
h. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1975 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri

A W
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3058);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor

E G
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun

3. TUJUAN
E P
1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250).

K
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi Pejabat dalam
menyelesaikan masalah perkawinan atau perceraian bagi Pegawai Negeri

N
Sipil dalam lingkungannya masing-masing.

A
I
4. PENGERTIAN
Dalam surat edaran ini yang dimaksud dengan:

A Ga. Pegawai Negeri Sipil adalah:


(1) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

B Kepegawaian, yang meliputi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan


Pegawai Negeri Sipil Daerah, termasuk calon Pegawai Negeri
Sipil.
(2) Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu :
(a) Pegawai Bulanan di samping pensiun
(b) Pegawai Bank Milik Negara
(c) Pegawai Bank Milik Daerah
(d) Pegawai Badan Usaha Milik Negara
(e) Pegawai Badan Usaha Milik Daerah
(f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 261 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Pejabat adalah:
(1) Menteri;
(2) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
(3) Jaksa Agung;
(4) Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi negara;
(5) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
(6) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
(7) Pimpinan Bank Milik Negara;
(8) Pimpinan Bank Milik Daerah;
(9) Pimpinan Badan Usaha Milik Negara;
(10) Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah;
(11) Pejabat lain yang diberikan delegasi wewenang oleh Pejabat
J P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983. D
N
c. Atasan adalah mereka yang membawahi Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing.
d.
tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. IA
Pejabat yang berwajib adalah mereka yang karena jabatan atau

e.
A
Perkawinan yang sah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

A W
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha esa yang dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya / kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang

f.
berlaku.

E G
Anak adalah anak kandung yang dilahirkan dari perkawinan yang sah,
anak yang disahkan, atau anak angkat.
g.
(1) Gaji Pokok;

E P
Gaji adalah penghasilan Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari:

(2) Tunjangan Keluarga;

K
(3) Tunjangan Jabatan (kalau ada);
(4) Tunjangan perbaikan penghasilan;
(5) Tunjangan lain yang berhak diterimanya berdasarkan Peraturan

h.

A N
Perundang-undangan yang berlaku, setelah dipotong iuran wajib.
Salinan sah adalah salinan surat yang disahkan oleh pejabat

i.
I
kepegawaian atau atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Orang yang telah dewasa adalah yang berusia sekurang-kurangnya

A Gj.
21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin / pernah kawin.
Instansi induk adalah Departemen, Kejaksanaan Agung, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pemerintah Daerah, Bank Milik Daerah, dan

B k.
Badan Usaha Milik Daerah.
Mutasi keluarga adalah suatu perubahan yang terjadi pada keluarga,
yaitu perkawinan, perceraian, kelahiran / pertambahan anak, kematian
anak, dan kematian suami / istri.

II. LAPORAN PERKAWINAN


1. Pegawai Negeri Sipil yang telah melangsungkan perkawinan pertama,
wajib mengirimkan laporan perkawinan secara tertulis kepada Pejabat
melalui saluran hirarki.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 262 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

2. Laporan perkawinan tersebut harus dikirimkan selambat-lambatnya 1


(satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, berlaku juga bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan
lagi.
4. Laporan perkawinan tersebut di atas di buat menurut contoh sebagai
tersebut dalam:
a. Lampiran I-A Surat Edaran ini, bagi Pegawai Negeri Sipil yang
melangsungkan perkawinan pertama.
b. Lampiran I-B Surat Edaran ini, bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah
menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.
5. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
J P
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, laporan
perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) D
N
yaitu untuk:
a. Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki.

melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.


c. Pertinggal. IA
b. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, yang disampaikan

A
6. Bagi Pegawai Bank Milik negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa dan

yaitu:
A W
petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, laporan
perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua),

a. Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki.


b. Pertinggal.

E G
7. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan:
a. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan.

E P
b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan
ketentuan bahwa di belakang pas foto tersebut dituliskan nama
lengkap istri / suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai

K
Negeri Sipil yang menjadi suami / istri.
8. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

A N
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun,
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk:

I
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki.
(2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian negara, yang

A G disampaikan melalui Pejabat, atau pejabat lain yang ditunjuk


olehnya.
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan usaha Milik
Negara, Badan usaha milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa,

B dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa,


dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk
Pejabat.
9. Pas foto bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun dibuat
sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu:
(1) 1 (satu) lembar untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 263 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(2) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian


Negara, yang disampaikan melalui pejabat atau pejabat lainnya
yang ditunjuk olehnya.
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dibuat sekurang-kurangnya 2
(dua) lembar, yaitu untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di desa, dibuat sekurang-kurangnya 2 (dua)
lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang disampaikan
melalui saluran hirarki.
10. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan sebagaimana dimaksud di atas
J P
disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata naskah kepegawaian
masing-masing instansi. D
N
11. Penggunaan pas foto sebagaimana dimaksud di atas, ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pas foto yang dikirimkan kepada masing-masing pejabat pada
Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan
IALembaga
Tertinggi/tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan

A
Pemerintah Daerah Tingkat I, disimpan dan dipelihara dengan baik
dalam tata naskah kepegawaian masing-masing instansi.

A W
b. Pas foto yang dikirimkan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara digunakan:
(1) 1 (satu) lembar untuk Kartu Induk Pegawai Negeri Sipil.
(2) 1 (satu) lembar untuk Kartu Istri Pegawai Negeri Sipil

E G
(KARIS)/Kartu suami Pegawai Negeri Sipil (KARSU).
c. Pas foto yang dikirimkan kepada Pimpinan Bank Milik Negara, Bank
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,

E P
dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II, digunakan:
(1) 1 (satu) lembar untuk KARIS/KARSU.
(2) 1 (satu) lembar disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata

K
naskah kepegawaian masing-masing instansi.

A N III. PERCERAIAN

I
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh
ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.

A G
2. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada
alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu atau lebih alasan sebagai
tersebut di bawah ini:
a. Salah satu pihak berbuat zinah, yang dibuktikan dengan:

B (1) Keputusan pengadilan;


(2) surat pernyataan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi
yang telah dewasa yang melihat perzinahan itu. Surat pernyataan
tersebut diketahui oleh pejabat yang berwajib serendah-
rendahnya Camat dan dibuat menurut contoh sebagai tersebut
dalam Lampiran II-A Surat Edaran ini; atau
(3) Perzinahan itu diketahui oleh satu pihak (suami atau istri) dengan
tertangkap tangan. Dalam hal yang sedemikian, maka pihak yang
mengetahui secara tertangkap tangan itu membuat laporan yang
menguraikan hal ikhwal perzinahan itu, yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran II-B Surat Edaran ini.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 264 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar
disembuhkan yang dbuktikan dengan:
(1) Surat Pernyataan dari 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa
yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang
berwajib serendah-rendahnya Camat, yang dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini; atau
(2) Surat Keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan
bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah
menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar
disembuhkan / diperbaiki.
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
J P
karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa, yang D
N
disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

IA
hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan
berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

A
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et
repertum dari dokter pemerintah.

A W
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala

3.
serendah-rendahnya Camat. G
Kelurahan/Kepala Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwajib

E
Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat menurut contoh sebagai

4. P
tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini.

E
Permintaan ijin sebagaimana dimaksud di atas harus dilengkapi dengan
salah satu atau lebih bahan pembuktian sebagaimana dimaksud dalam

5.
angka 2 di atas.
K
Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat sekurang-kurangnya
dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk:

A N
a. Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki;
b. Pertinggal.
6.
I
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian harus
berusaha dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila

A G usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan ijin perceraian


itu kepada pejabat melalui saluran hirarki disertai pertimbangan tertulis.
Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan
obyektif suami istri tersebut dan memuat pula saran-saran sebagai bahan

B pertimbangan bagi Pejabat dalam mengambil keputusan.


Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil dari Departemen A bernama
B, NIP 990123321, pangkat Penata Muda Golorangn Ruang
III/a, bekerja pada kantor Kabupaten, mengajukan
permintaan ijin untuk menceraikan istrinya yang ditujukan
kepada Menteri Departemen A dan disampaikan melalui
saluran hirarki. Dalam hal yang sedemikian, maka Kepala
Kantor Kabupaten Departemen A memberikan
pertimbangan tentang permintaan ijin tersebut dan
kemudian mengirimkannya kepada Kepala Kantor Wilayah.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 265 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Kepala Kantor Wilayah juga membuat pertimbangan dan


kemudian mengirimkannya kepada atasannya dan begitu
seterusnya sehingga semua pertimbangan tersebut
sampai kepada Menteri. Pertimbangan-pertimbangan
tersebut adalah sebagai bahan bagi Menteri Departemen A
dalam mengambil keputusan.
7. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian, wajib
menyampaikannya kepada Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
melalui saluran hirarki, terhitung mulai tanggal ia menerima surat

8.
permintaan ijin perceraian itu.
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian
J P
9.
itu.
Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu D
N
merukunkan kembali suami istri tersebut dengan cara memanggil mereka,
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk diberikan nasehat.

kedudukan Pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada


IA
Apabila tempat suami istri yang bersangkutan berjauhan dari tempat

pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan

A
kembali suami istri itu. Apabila dipandang perlu, Pejabat dapat meminta
keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami

10.
istri yang bersangkutan.
W
Apabila usaha merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan tidak

A
berhasil, maka Pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin
perceraian itu dengan mempertimbangkan dengan seksama:

E G
a. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sebagai tersebut dalam surat permintaan ijin perceraian
dan lampiran-lampiranya.

bersangkutan.

E P
b. Pertimbangan yang diberikan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil yang

c. Keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan

11.
apabila ada.
K
suami istri yang mengajukan permintaan ijin perceraian tersebut,

Keputusan pejabat dapat berupa:

A N
a. Penolakan pemberian ijin.
b. Pemberian ijin.
12.
I
Permintaan ijin untuk bercerai ditolak, apabila:
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang

A G dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang


dihayatinya.
b. Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas.
c. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlalu;

B dan atau
d. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal
sehat.
13. Permintaan ijin untuk bercerai dapat diberikan, apabila:
a. Tidak bertentangan dengan ajaran / Peraturan agama yang
dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
dihayatinya.
b. Ada alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas.
c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku; dan atau

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 266 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

d. Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal


sehat.
14. Penolakan atau pemberian ijin perceraian dilakukan dengan surat
keputusan pejabat.
15. Surat keputusan penolakan permintaan ijin perceraian dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini.
16. Surat Keputusan pemberian ijin perceraian dibuat menurut contoh sebagai
tersebut dalam lampiran VI Surat Edaran ini.
17. Surat Keputusan penolakan atau pemberian ijin perceraian:
a. bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
J P
(empat) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. D
N
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.

IA
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

A
b. Bagi pegawai Bank Milik negara, bank milik Daerah, Badan usaha
Milik Negara, dan badan usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat

A W
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:
(1) 1(satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV.

E G
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing

E P
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.

K
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang akan
melakukan perceraian itu, adalah perangkat desa, atau petugas
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.

18.

A N
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapat ijin untuk melakukan

I
perceraian, apabila ia telah melakukan perceraian itu, maka ia wajib
melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki, selambat-

A G lambatnya 1 (satu) bulan, terhitung mulai tanggal perceraian itu. Laporan


perceraian itu dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VII
Surat Edaran ini dan dilampiri dengan salinan sah surat cerai / akta
perceraian dan dibuat menurut ketentuan sebagai berikut:

B a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat) yaitu:
(1) 1 (satu rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau Pejabat lain yang
ditunjuk olehnya.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 267 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil


yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau
yang setingkat dengan itu.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
b. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
J P
D
bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat yang setingkat
dengan eselon IV.
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang

A
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing N
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu:

A I
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.
W
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan

A
perceraian itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang

G
menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

P E
19. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka
ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan
anak-anaknya,dengan ketentuan sebagai berikut:

sebagai berikut:

K E
a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji ditetapkan

(1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan.
(2) Sepertiga gaji untuk bekas istrinya.

A N
(3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada bekas
istrinya.

I
b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka gaji dibagi dua,

G
yaitu setengah untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan
dan setengah untuk bekas istrinya.

BA c. Apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan,


maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut:
(1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan.
(2) Sepertiga gaji untuk bekas istrinya.
(3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada Pegawai
Negeri Sipil pria yang bersangkutan.
d. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang
bersangkutan dan sebagian lagi mengikuti bekas istri, maka sepertiga
gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut jumlah anak.
Umpamanya: seorang Pegawai Negeri Sipil bercerai dengan istrinya.
Pada waktu perceraian terjadi mereka mempunyai tiga

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 268 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

orang anak, yang seorang mengikuti Pegawai Negeri


Sipil yang bersangkutan dan yang dua orang mengikuti
bekas istri. Dalam hal sedemikian, maka bagian gaji
yang menjadi hak anak itu dibagi sebagai berikut:
1. 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji = 1/9
(sepersembilan) gaji diterimakan kepada Pegawai
Negeri Sipil pria yang bersangkutan.
2. 2/3 (duapertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji = 2/9
(duapersembilan) gaji diterimakan kepada bekas
istrinya.
J P
D
20. Hak atas bagian gaji sebagai tersebut di atas tidak berlaku apabila
perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, kecuali karena
istri yang bersangkutan meminta cerai karena dimadu, atau dengan

N
perkataan lain apabila istri meminta cerai karena dimadu, maka setelah
perceraian terjadi, bekas istri tersebut berhak atas bagian gaji tersebut.

A
21.

22.
bersangkutan kawin lagi.
A I
Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembayaran
bagian gaji itu dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas istri yang

Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, sedang semua anak ikut

W
bekas istri tersebut, maka 1/3 (sepertiga) gaji tetap menjadi hak anak
tersebut yang diterimakan kepada bekas istri yang bersangkutan.
23.
A
Apabila pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri
Sipil dan sebagian lagi mengikuti bekas istri dan bekas istri kawin lagi dan

24.
E G
anak tetap mengikutinya, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu,
tetap diterimakan kepada bekas istri.
Apabila anak telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, atau 25 (dua puluh

25. E P
lima) tahun apabila anak tersebut masih bersekolah, yang telah / pernah
kawin, atau telah mempunyai penghasilan sendiri maka pembayaran
bagian gaji untuknya dihentikan.
Bagian gaji yang dihentikan pembayarannya sebagai tersebut di atas,

26. K
dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Apabila Pegawai Negeri Sipil pria yang telah menceraikan istrinya dan

N
kemudian kawin lagi dengan wanita lain dan kemudian menceraikannya
lagi, maka bekas istri tersebut berhak menerima:

A
a. 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang

I
bersangkutan, apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil tersebut.

A G b. 2/3 (duapertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan apabila anak mengikuti bekas istri.
c. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang

B
27.
bersangkutan dan sebagian anak mengikuti bekas istri, maka 1/3
(sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi
menurut jumlah anak.
Pembagian gaji sebagai tersebut di atas, adalah menjadi kewajiban
masing-masing pejabat yang bersangkutan, atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya dan yang menandatangani daftar gaji adalah Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
28. Apabila perceraian terjadi atas kehendak bersama suami istri yang
bersangkutan, maka pembagian gaji diatur sebagai berikut:
a. Apabila perkawinan tersebut tidak menghasilkan anak, maka
pembagian gaji suami ditetakan menurut kesepakatan bersama.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 269 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Dengan tidak mengurangi ketentuan huruf a di atas, maka:


(1) Apabila semua anak mengikuti bekas istri, maka 1/3 (sepertiga)
gaji Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan adalah untuk anak
yang diterimakan kepada bekas istrinya.
(2) Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil pria yang
bersangkutan dan sebagian mengikuti bekas istrinya, maka 1/3
(sepertiga) gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi menurut jumlah
anak.

J P
D
IV. PEGAWAI NEGERI SIPIL PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI
SEORANG
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.

A N
2. Ijin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat

a. Syarat Alternatif
A I
apabila memenuhi sekurang-kurangnya satu syarat alternatif dan ketiga
syarat kumulatif, yaitu:

(1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam arti

A W
bahwa istri menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah
sedemikian rupa yang sukar disembuhkan, sehingga ia tidak
dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik kewajiban

E G
secara biologis maupun kewajibannya lainnya, yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter Pemerintah.
(2) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat

E P
disembuhkan, dalam arti bahwa istri menderita penyakit badan
yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
Pemerintah; atau

K
(3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun, yang dibuktikan dengan surat

A N
keterangan dokter Pemerintah.
b. Syarat Kumulatif

I
(1) Ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila istri Pegawai

A G Negeri Sipil pria yang bersangkutan lebih dari seorang, maka


semua istri-istrinya itu membuat surat persetujuan secara tertulis
secara ikhlas. Surat persetujuan tersebut disahkan oleh atasan

B Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya


pejabat eselon IV.
(2) Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai
penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri
dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan
pajak penghasilan; dan
(3) Ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil pria yang
bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 270 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

anak-anaknya, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut


dalam lampiran VIII surat edaran ini.
3. Surat pemintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang dibuat menurut
contoh sebagaimana tersebut dalam lampiran IX Surat Edaran ini, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan bukti sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 huruf a dan semua bahan bukti
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b.
b. Dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat;
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
J P
4. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat. D
5.
N
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki

A
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima

6.
surat permintaan ijin itu.

A I
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu.
7. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu

A W
memberikan nasehat kepada Pegawai Negeri Sipil dan calon istri yang
bersangkutan, dengan maksud agar niat untuk beristri lebih dari seorang
sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat Pegawai Negeri Sipil yang

G
bersangkutan atau tempat calon istri berjauhan dari tempat kedudukan
pejabat, maka Pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam

8. E
lingkungannya untuk memberikan nasehat tersebut.
Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat

P
mengambil keputusan atas permintaan ijin untuk beristri lebih dari

9.
seorang.

a. Bertentangan E
Permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang ditolak apabila:

K dengan ajaran/peraturan
dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
agama yang

N
dihayatinya.
b. tidak memenuhi salah satu syarat alternatif sebagai tersebut dalam

A
I
angka 2 huruf a dan semua syarat kumulatif sebagai tersebut dalam
angka 2 huruf b.

A G c. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


d. Alasan-alasan yang dikemukakan untuk beristri lebih dari seorang
bertentangan dengan akal sehat; dan atau

B e. Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang


dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai Negeri
Sipil ybs, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat
dengan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam
Lampiran X Surat Edaran ini.
10. Permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang dapat disetujui apabila:
a. Tidak bertentangan dengan ajaran / peraturan agama yang
dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
dihayatinya.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 271 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. memenuhi salah satu syarat alternatif sebagai tersebut dalam angka 2


huruf a dan semua syarat kumulatif sebagai tersebut dalam angka 2
huruf b.
c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
d. Alasan-alasan yang dikemukakan untuk beristri lebih dari seorang
tidak bertentangan dengan akal sehat; dan atau
e. Tidak ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan,
yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai
Negeri Sipil ybs, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang
J P
D
setingkat dengan itu, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut
dalam Lampiran XI Surat Edaran ini.
11. Surat Keputusan:

A N
a. Penolakan permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat Edaran ini.

sebagai tersebut dalam lampiran XIII surat Edaran ini.

A I
b. Pemberian ijin untuk beristri lebih dari seorang dibuat menurut contoh

12. Surat Keputusan penolakan dan surat keputusan pemberian ijin untuk

W
beristri lebih dari seorang:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-

A
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat), yaitu:

E G
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.

E P
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

K
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat

A N
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan.

I
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang

G
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkat eselon
IV.

BA (3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.


c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila melakukan
perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 272 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

13. Pegawai Negeri Sipil pria yang telah mendapat ijin untuk beristri lebih dari
seorang, apabila telah melangsungkan perkawinan tersebut wajib
melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu
dilangsungkan, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam
Lampiran XIV Surat Edaran ini.
14. Laporan perkawinan tersebut:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat), yaitu:
J P
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
D
N
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya.

IA
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil

A
yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau
yang setingkat dengan itu.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
W
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha

A
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat

G
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
E
bersangkutan.

E P
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang

(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

K
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing

N
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang

A
I bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.

A G (3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila melakukan


perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.

B (4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.


15. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan:
a. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan.
b. Pas foto isteri ukuran 3x4 cm dan warna hitam putih dengan
ketentuan dibelakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap isteri
serta nama dan NIP/Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi suami.
16. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan bagi:

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 273 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun,
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu untuk:
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki.
(2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang
disampaikan melalui Pejabat, atau pejabat lain yang ditunjuk
olehnya.
b. Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa,
dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa,
J P
D
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk
Pejabat.
17. Pas foto bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun,
A N
dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar yaitu:

A I
(1) 1 (satu) lembar untuk Pejabat yang disampaikan melalui
saluran hirarki.

A W
(2) 2 (dua) lebar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
b. Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik

E G
Negara, Badan Usaha milik Daerah, dibuat sekurang-kurangnya 2
(dua) lembar, yaitu untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran

P
hirarki.
c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan

K E
urusan pemerintahan di Desa, di buat sekurang-kurangnya 2 (dua)
lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang disampaikan
melalui saluran hirarki.

A N
V. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA YANG AKAN MENJADI ISTRI

I
KEDUA/ KETIGA/KEEMPAT DARI PRIA YANG BUKAN PEGAWAI NEGERI

G
SIPIL
1. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri

BA kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.


2. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat
dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperleh ijin tertulis
lebih dahulu dari Pejabat.
3. Pegawai Negeri Sipil Wanita hanya dapat diijinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil apabila
memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut di bawah ini:
a. Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya /
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayatinya;
b. Ada persetujuan tertulis dari istri calon suami yang dibuat secara
ikhlas oleh istri pria yang bersangkutan. Apabila istri pria yang
bersangkutan lebih dari seorang, maka semua istri-istrinya itu
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 274 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

membuat persetujuan tertulis secara ikhlas. Surat persetujuan


tersebut disahkan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV;
c. Calon suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai
lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan
surat keterangan pajak penghasilan;
d. Ada jaminan tertulis dari calon suami, bahwa ia akan berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anaknya, yang dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XV Surat Edaran ini;
e. Tidak mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
J P
D
4. Surat permintaan ijin dari Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVI Surat Edaran ini,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dilengkapi dengan semua surat-surat keterangan sebagaimana

A N
dimaksud dalam angka 3.
b. Dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:

A I
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.

5.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

A W
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil
wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan

6.
G
Pegawai Negeri Sipil, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan surat ijin Pegawai Negeri

E
Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan

P
Pegawai Negeri Sipil, wajib menyampaikan kepada pejabat selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan melalui saluran hirarki terhitung mulai tanggal ia

7.

8. K E
menerima surat permintaan ijin itu.
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu.
Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu

A N
memberikan nasehat kepada pegawai wanita dan calon suami yang
bersangkutan, dengan maksud agar niat menjadi
kedua/ketiga/keempat sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat
istri

I
Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau tempat calon suami
berjauhan dari tempat kedudukan Pejabat, maka Pejabat dapat

A
9.
G menginstruksikan kepada Pejabat lain dalam lingkungannya untuk
memberikan nasehat tersebut.
Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat

B
10.
mengambil keputusan atas permintaan ijin itu.
Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/
keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diberikan
oleh Pejabat apabila memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut
dalam angka 3.
11. Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/
keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil tidak diberikan oleh
Pejabat apabila tidak memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut
dalam angka 3.
12. Surat Keputusan

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 275 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

a. Pemberian ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang


bukan Pegawai Negeri Sipil, dibuat menurut contoh sebagai tersebut
dalam lampiran XVII Surat Edaran ini.
b. Penolakan pemberian ijin untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat
dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini.
13. Surat Keputusan penolakan dan Surat Keputusan pemberian ijin untuk
menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri
Sipil:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping
J P
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat), yaitu: D
A N
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara;
I
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil

A
yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV;
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

A W
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:

E G
(1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan;
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
bersangkutan serendah-rendahnya pejabat yang setingkat
dengan eselon IV;

E P
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang

K
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:

A N
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan;

I
(2) 1 (satu) rangkap untuk camat;

G
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan
perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang

BA menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;


(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
14. Pegawai Negeri Sipil wanita yang telah mendapat ijin untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil, apabila
telah melangsungkan perkawinan tersebut wajib melaporkannya kepada
Pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
terhitung mulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan, yang dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIX Surat Edaran ini.
15. Laporan perkawinan tersebut:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 276 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4


(empat) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat, yang disampaikan melalui saluran
hirarki;
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang
ditunuk olehnya;
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV;
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
J P
D
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan;
A N
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang

A I
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkap
dengan eselon IV;
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal;
W
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang

A
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing

G
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan;

P E
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat;
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan

K E
perkawinan itu adalah Perangkat Desa atau petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

N
16. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan;

A
b. Pas foto suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan

I
ketentuan di belakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap

A G suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil
yang menjadi istri.
17. Salinan surat sah nikah/akta perkawinan bagi:

B
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki;
(2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang
disampaikan melalui Pejabat, atau Pejabat lain yang ditunjuk
olehnya.
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa,
dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa,
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 277 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu), yaitu untuk


pejabat.
18. Pas photo bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, dibuat
sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar,yaitu:
(1) 1 (satu) lembar untuk pejabat yang disampaikan melalui saluan
hirarki;
(2) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara yang disampaikan melalui pejabat atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya; J P
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah dibuat sekurang-kurangnya 2 D
hirarki;
A N
(dua lembar, yaitu untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran

A I
c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di desa, dibuat sekurang-kurangnya dua lembar
yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang disampaikan melalui
saluran hirarki.

A W
VI. PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN TERTENTU

E G
1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan melakukan perceraian atau untuk
beristri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan

P
menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri
Sipil yang berkedudukan sebagai:

E
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan

K
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan

A N
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, termasuk Wakil Gubernur Kepala
Daerah Tk. I, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden.

I
b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di

A G Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta Walikota Administratif, wajib


memperoleh ijin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
c. Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara kecuali gubernur Bank Indonesia

B dan Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh Ijin lebih
dahulu dari menteri yang secara teknis membawahi Bank Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.
d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik
Daerah, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah
Tingkat I/ Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
e. Anggota Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara wajib memperoleh ijin
lebih dahulu dari Menteri/Pimpinan instansi induk yang bersangkutan.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 278 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badu, NIP.


999832144, jabatan anggota DPR, akan menceraikan
istrinya. Dalam hal yang demikian, maka Sdr. Badu
tersebut harus mengajukan permohonan kepada
Menteri yang bersangkutan melalui Ketua Fraksinya.
2. Tata cara permintaan ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain
yang harus dipenuhi adalah sama dengan ketentuan-ketentuan sebagai
tersebut dalam angka III, angka IV, dan angka V Surat Edaran ini.

VII. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN YANG SAH


J P
1. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria
sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah. D
Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama diluar

A N
2. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai

I
perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk di periksa, apakah ia benar melakukan hidup

A
bersama dengan wanita/pria di luar ikatan perkawinan yang sah.
3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tertulis oleh Pejabat atau pejabat

W
lain yang ditunjuk olehnya.
4. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil

A
yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar
ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang

bersama itu.

E G
bersangkutan diperingatkan secara tertulis agar ia menghentikan hidup

E P
VIII. PENDELEGASIAN WEWENANG
1. Pejabat dapat mendelegasikan sebagaian wewenangnya kepada pejabat

K
lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau
yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian Ijin bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkai I golongan ruang

A N
II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu untuk:
a. Melakukan perceraian atau beristri lebih dari seorang.

I
b. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai
Negeri Sipil.

A G
2. Pendelegasian wewenang tersebut dilakukan dengan surat keputusan,
yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XX Surat
Edaran ini.

B
3. Pejabat yang menerima delegasi wewenang, tidak dapat mendelegasikan
lagi wewenang yang diterimanya itu kepada pejabat lain.

IX. SANKSI
1. Pegawai Negeri Sipil kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiun
dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil , apabila:
a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari
Pejabat;

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 279 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin lebih dahulu dari
Pejabat;
c. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil;
d. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai
Negeri Sipil tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat;
e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar lkatan
perkawinan yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh
pejabat, tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu.
2.

3.
Pegawai Bulanan disamping pensiun apabila melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dibebaskan dari jabatannya.
Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang J P
Nomor 8 tahun 1974, hukuman disiplin tersebut dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum menurut ketentuan dan tata cara D
N
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
jo Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980.
A
4. Bagi:
a. Pegawai Bank Milik Negara;
b. Pegawai Bank Milik Daerah;
A I
W
c. Pegawai Badan Usaha Milik Negara; dan
d. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah,

A
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri itu dilakukan
oleh Pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan.
5. Bagi Kepala Desa,

E G
Perangkat Desa, dan petugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaaan sendiri dilakukan oleh Bupati Kepala
yang

6.
P
Daerah Tk. II yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat tidak atas

E
permintaan sendiri tersebut, kepadanya diberikan hak-hak kepegawaian

K
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Umpamanya:
a. Kepada Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-

A N
Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri, diberikan pensiun apabila ia telah

I
mempunyai masa kerja pensun sekurang-kurangnya 20 tahun;
b. Kepada pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha

A G Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang diberhentikan


dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, diberikan hak-hak
kepegawaian sesuai dengan peraturan yang berlaku pada

B Bank/Badan usaha yang bersangkutan;


c. Kepada Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang
menyelenggarakan pemerintahan di Desa yang diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri, diberikan hak kepegawaian
sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 280 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

X. TATA USAHA KEPEGAWAIAN

1. PENCATATAN
a. Setiap instansi memelihara catatan mutasi keluarga, yaitu catatan
perkawinan, perceraian, kelahiran/pertambahan anak, dan kematian.
b. Pencatatan itu dilakukan dengan tertib/teratur, dan terus-menerus
oleh Pejabat di bidang kepegawaian.
c. Mutasi keluarga tersebut dicatat dalam Buku Induk yang dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXI Surat Edaran
ini.
J P
d. Pencatatan Mutasi keluarga di Badan Administrasi Kepegawaian
Negara di samping dicatat dalam Buku Insuk dicatat juga dalam Kartu
D
N
Induk serta direkam juga dalam komputer.

2. LAPORAN MUTASI
KELUARGA
IA
A
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan kepada pejabat melalui
saluran hirarki setiap mutasi keluarganya yaitu:
(1) Laporan perkawinan pertama dan laporan perkawinan Pegawai

dalam angka II.

A W
Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda, sebagai tersebut

(2) Laporan perceraian , sebagai tersebut dalam angka III.

G
(3) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria yang beristri lebih
dari seorang sebagai tersebut dalam angka IV.

E
(4) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi
istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri

P
Sipil, sebagai tersebut dalam angka V.

E
(5) Laporan kelahiran / pertambahan anak yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXII Surat Edaran ini

K
dan dilampiri dengan akta kelahiran / surat keterangan kelahiran /
keputusan pengadilan.
(6) Laporan kematian anak yang dibuat menurut contoh sebagai

A N
tersebut dalam Lampiran XXIII Surat Edaran ini dan dilampiri
dengan surat keterangan kematian.

I
(7) Laporan kematian istri / suami yang dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XXIV Surat edaran ini dan

A G dilampiri dengan surat keterangan kematian.


b. Laporan mutasi keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam
rangkap 2 (dua), yaitu:

B
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan
disamping pensiun, laporan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga),
yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 281 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian


Negara, disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya.
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
d. Laporan untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
sebagai tersebut di atas, disampaikan oleh pejabat atau pejabat lain
yang ditunjuk olehnya dengan surat pengantar yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXV-A sampai dengan XXV-
H Surat Edaran ini, yaitu:
(1) Surat pengantar laporan perkawinan pertama, sebagai tersebut
dalam Lampiran XXV-A.
(2) Surat Pengantar laporan perkawinan dari Pegawai Negeri Sipil
J P
yang telah menjadi janda/duda, sebagai tersebut dalam lampiran
XXV-B. D
N
(3) Surat pengantar laporan perceraian, sebagai tersebut dalam
lampiran XXV-C.

IA
(4) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria
yang beristri lebih dari seorang, sebagai tersebut dalam lampiran
XXV-D.

A
(5) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita
menjadi istri kedua / ketiga / keempat dari pria yang bukan

dalam lampiran XXV-F.


A W
Pegawai Negeri Sipil, sebagai tersebut dalam lampiran XXV-E.
(6) Surat pengantar laporan pertambahan anak, sebagai tersebut

(7) Surat pengantar laporan kematian anak, sebagai tersebut dalam


lampiran XXV-G.

E G
(8) Surat pengantar laporan kematian istri/suami sebagai tersebut
dalam lampiran XXV-H.

E P
e. Ketentuan tentang laporan sebagai tersebut dalam huruf d di atas,
berlaku juga bagi pengiriman kepada pejabat yang dilakukan melalui
saluran hirarki, dengan perubahan seperlunya.

K
N
XI. DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBELUM
BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983

A
1. UMUM
I
A G
a. Pegawai Negeri Sipil yang telah berkeluarga sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, wajib mengisi Daftar
Keluarga yang memuat nama istri/suami dan anak, yang dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVI Surat Edaran

B ini.
b. Daftar keluarga tersebut disahkan kebenarannya oleh atasan
langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-
rendahnya pejabat eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan
itu.
c. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping
pensiun, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam
rangka 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 282 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian


Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya.
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
d. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, Daftar Keluarga
tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
e. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, Daftar Keluarga
J P
tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang D
N
disampaikan melalui saluran hirarki.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

2. PAS FOTO
IA
a. Daftar Keluarga tersebut dilengkapi dengan pas foto istri/suami,

A
ukuran 3x4 cm dan warna hitam putih, dengan ketentuan bahwa di
belakang pas foto dituliskan nama lengkap suami/istri serta nama dan

A W
NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
b. Pas foto tersebut dibuat sekurang-kurangnya:
(1) 3 (tiga) lembar pas foto istri/ suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

E G
1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, yaitu:
(a) 1 (satu) lembar untuk Pejabat.
(b) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi

E P
Kepegawaian Negara.
(2) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara,
Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha

K
Milik Daerah, yaitu untuk pejabat.
(3) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat
Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

A N
di Desa, yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang
bersangkutan.

I
c. Pas foto tersebut dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan
kemudian dijahitkan pada Daftar Keluarga yang bersangkutan.

A G
3. PENGIRIMAN
a. Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami tersebut disampaikan oleh

B
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kepada atasan langsungnya
untuk diteruskan kepada yang berkepentingan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun disampaikan
kepada:
(a) Pejabat melalui saluran hirarki.
(b) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara melalui
Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 283 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(2) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami pegawai Bank Milik
Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan
Badan Usaha Milik Daerah disampaikan kepada Pejabat melalui
saluran hirarki.
(3) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat
Desa, dan petugas yang menyelenggarakan pemerintahan di
Desa disampaikan kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II yang
bersangkutan melalui saluran hirarki.
b. Daftar Keluarga dan pas foto tersebut dikirimkan oleh atasan
langsung kepada pejabat dengan surat pengantar menurut contoh
J P
D
sebagaimana tersebut dalam lampiran XXVII Surat Edaran ini.
c. Daftar Keluarga dan pas foto Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai

yang ditunjuk olehnya kepada Kepala Badan Administrasi


A N
bulanan disamping pensiun, dikirimkan oleh Pejabat atau pejabat lain

A I
Kepegawaian Negara dengan surat pengantar yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVIII Surat Edaran ini.

XII. KARTU ISTRI / SUAMI

A W
G
1. UMUM
a. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Istri disingkat

Suami disingkat KARSU.

P E
KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu

b. KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri / suami Pegawai Negeri

K E
Sipil, dalam arti bahwa pemegangnya adalah istri / suami sah dari
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
c. KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri /
suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

N
d. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai
Negeri Sipil tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah

IA
diberikan kepada istri/ suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi.
e. Apabila seorang istri / suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka
KARIS/KARSU yang telah diberikan kepadanya, dengan sendirinya

A G tidak berlaku lagi, tetapi apabila ia rujuk / kawin kembali dengan bekas
suami / istrinya, maka KARIS/KARSU tersebut dengan sendirinya
berlaku kembali.

B f. Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan hak


pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada istri /
suaminya tetap berlaku, begitu juga apabila Pegawai Negeri Sipil atau
pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia, maka
KARIS/KARSU tetap berlaku selama masih ada janda / duda /anak
yang berhak atas pensiun.

2. PENETAPAN KARIS /
KARSU
a. KARIS / KARSU bagi suami / istri Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 284 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

bulanan disamping pensiun, ditetapkan oleh Kepala Badan


Administrasi Kepegawaian Negara.
b. KARIS / KARSU bagi istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah, ditetapkan oleh pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
c. KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan
petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa,
ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan.
d. Bentuk, ukuran, warna dan isi KARIS / KARSU, ditetapkan tersendiri
dengan Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
J P
3. TATA CARA PERMINTAAN,
PENETAPAN, DAN D
N
PENYAMPAIAN KARIS /
KARSU

I
Dimaksud Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Dan Pegawai
Bulanan Di Samping Pensiun A
a. Karis / Karsu Bagi Istri / Suami Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana

(1) Umum
A
(a) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil

A W
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun yang
perkawinannya berlangsung sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, ditetapkan oleh Kepala

E G
Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah Daftar
Keluarga dan pas foto diterima dari pimpinan instansi yang
bersangkutan.

E P
(b) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, yang

K
perkawinannya dilangsungkan sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ditetapkan oleh Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah diterima

A Nlaporan perkawinan dan pas foto dari pimpinan instansi yang


bersangkutan.

I(c) KARIS / KARSU yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan


Administrasi Kepegawaian Negara dikirimkan kepada

A G pimpinan instansi yang bersangkutan untuk disampaikan


kepada istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang
berkepentingan melalui saluran hirarki.
(d) Penyampaian KARIS / KARSU tersebut kepada istri / suami

B Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dilakukan secara


tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXIX
Surat Edaran ini.
(2) Kehilangan Karis / Karsu
(a) Istri/suami Pegawai Negeri Sipil yang kehilangan KARIS /
KARSU diwajibkan membuat laporan tertulis kepada atasan
langsung suami/istrinya, serendah-rendahnya Pejabat eselon
IV menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXX
Surat Edaran ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 285 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

(b) Atasan langsung yang bersangkutan memeriksa laporan


tersebut dan membuat catatan seperlunya pada tempat yang
tersedia dengan ketentuan:
i. Apabila laporan itu diyakini kebenarannya, maka laporan
itu disahkan dengan membubuhkan tanda tangan pada
laporan itu.
ii. Apabila laporan itu tidak benar atau disangsikan
kebenarannya, maka dicatat hal-hal yang dipandang perlu
pada laporan itu dan kemudian dibubuhi tandatangan
pada tempat yang tersedia.
(c) Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang mengirimkan
laporan kehilangan KARIS / KARSU tersebut kepada pejabat
J P
melalui saluran hirarki.
(d) Pejabat yang bersangkutan mengajukan permintaan D
N
penggantian KARIS / KARSU yang hilang itu kepada Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara menurut contoh

IA
sebagai tersebut dalam lampiran XXXI Surat Edaran ini.
(e) Berdasarkan permintaan pejabat yang bersangkutan, maka
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara mengganti

A
KARIS / KARSU yang hilang itu dengan ketentuan sebagai
berikut:

A W
i. Kehilangan KARIS / KARSU karena kesalahan atau
kelalaian, maka istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diwajibkan membayar harga KARIS /
KARSU menurut harga yang akan ditentukan kemudian.

E G
ii. Kehilangan KARIS / KARSU di luar kesalahan istri / suami
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, akan diganti
dengan cuma-cuma.

E P
(f) Laporan kehilangan KARIS / KARSU dibuat sekurang-
kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:
i. 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui

K
saluran hirarki.
ii. 1 (satu) rangkap sebagai lampiran permintaan
penggantian KARIS / KARSU kepada Kepala Badan

A N Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan oleh


Pejabat atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

I iii. 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.


(3) Lain-lain

A G Permintaan KARIS / KARSU bagi istri / suami guru Sekolah Dasar


Negeri, Guru Agama pada Sekolah Dasar Negeri, dan Penjaga
Sekolah Dasar Negeri yang diperbantukan pada Daerah Otonom
diajukan kepada Kepada Badan Administrasi Kepegawaian

B Negara oleh Gubernur Kepala Daerah Tk. I yang bersangkutan.


b. Karis / Karsu Bagi Istri / Suami Pegawai Pada Bank Milik Negara,
Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan Usaha
Milik Daerah
KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai pada Bank Milik Negara,
Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
Milik Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Bank / Badan Usaha yang
bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan angka 1, 2, dan
angka 3 huruf a.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 286 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

c. Karis / Karsu Bagi Istri / Suami Kepala Desa, Perangkat Desa, Dan
Petugas Yang Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Desa
KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan
petugas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Desa
ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan
dengan berpedoman pada ketentuan angka 1,2,dan angka 3 huruf a.

P
XIII. KETENTUAN LAIN-LAIN

J
1. Ketentuan sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 dan ketentuan sebagai tersebut dalam Surat Edaran ini tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun
1974, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019) dan Peraturan D
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

A N
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan Peraturan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.


A I
Perundang-undangan lainnya, kecuali ketentuan Pasal 19 huruf e

2. Ketentuan sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10

b. Pegawai Negeri Sipil yang:


A W
Tahun 1983 dan ketentuan Surat Edaran ini berlaku juga bagi:
a. Calon Pegawai Negeri Sipil;

(1) Diangkat menjadi Pejabat negara dan dibebaskan dari jabatan


organiknya;
G
(2) Sedang menjalani pemberhentian sementara;

E
(3) Sedang menerima uang tunggu;

luar negeri;
E P
(4) Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara;
(5) Sedang menjalani tugas belajar baik di dalam negeri maupun di

(6) Sedang dipekerjakan / diperbantukan pada Badan internasional,

K
negara sahabat, atau instansi lain.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka dinyatakan tidak berlaku lagi:

N
a. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor A.07/KUP/1969
tanggal 18 Oktober 1969.

A
I
b. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor 01/KUP/1972
tanggal 24 Januari 1972.

A G
c. Bab-B, angka II dari lampiran Keputusan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 024/KEP/1973 tanggal 15 Maret 1973.
4. Pendaftaran keluarga yang telah dilakukan berdasarkan ketentuan Surat
Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam

B angka 3 di atas, tetap diakui sebagai pendaftaran keluarga yang berhak


pensiun janda / duda.
5. Laporan Mutasi keluarga dan Daftar Keluarga yang dimaksud dalam surat
edaran ini berfungsi sebagai pendaftaran istri / suami / anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2906).
6. Khusus mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berada di Propinsi Daerah
Tk. I Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka
laporan yang disampaikan dengan surat pengantar sebagaimana
dimaksud dalam lampiran XXV-a s.d. XXV-H, disamping dikirimkan
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 287 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara di Jakarta,


dikirimkan juga masing-masing 1 (satu) rangkap kepada Kepala Kantor
Wilayah I Badan Administrasi Kepegawaian Negara di Yogyakarta.

XIV. PENUTUP
1. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur

P
kemudian.
2. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, agar
menghubungi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk
mendapatkan penyelesaian selanjutnya.
3. Seterimanya Surat Edaran ini agar pejabat hendaknya dengan segera
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud D J
Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya
masing-masing.

A N
4. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
.

A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 288 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN I-A SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. .........................................................
................................................................
di
................................................................

LAPORAN PERKAWINAN PERTAMA


J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1 :
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Instansi
g. Tempat dan tanggal lahir
:
: A
h. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
i. Alamat
:
:
Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya: A W
a. Pada tanggal
b. Di
E G
Telah melangsungkan perkawinan yang pertama dengan wanita/pria *-2

a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
P
sebagai tersebut di bawah ini:

E
:
:

K
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
e. Satuan organisasi *-3
:
:
:

A N
f. Tanggal lahir
g. Agama/kepercayaan terhadap
:

I
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
:
:

A G
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-4
b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak . Lembar *-5
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:

B a. Dicatat perkawinan tersebut dalam Daftar Keluarga saya.


b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri / suami *-2 saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,

(..................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 289 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
J P
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya D
N
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-5 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; IA
A
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat

W
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya

A
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.

E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 290 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN I-B SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ...............


Yth. ..........................................................
.................................................................
di
.................................................................

LAPORAN PERKAWINAN JANDA/DUDA


J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1 :
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Instansi
g. Tempat dan tanggal lahir
:
: A
h. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
i. Alamat
:
:
Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya: A W
a. Pada tanggal
b. Di
E G
Telah melangsungkan perkawinan yang pertama dengan wanita/pria *-2

a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
P
sebagai tersebut di bawah ini:

E
:
:

K
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
e. Satuan organisasi *-3
:
:
:

A N
f. Tanggal lahir
g. Agama/kepercayaan terhadap
:

I
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
:
:

A G
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-4
b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak . Lembar *-5
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:

B a. Dicatat perkawinan tersebut dalam Daftar Keluarga saya.


b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri / suami *-2 saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,

(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 291 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
J P
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya D
N
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-5 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; IA
A
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat

W
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya

A
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.

E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 292 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN II-A SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT PERNYATAAN MENYAKSIKAN PERBUATAN ZINAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


I 1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
:
:
:
J P
5. Tanggal lahir
6. Alamat
:
: D
N
II 1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1 :
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
5. Tanggal lahir
:
:
: I A
6. Alamat
III dan seterusnya
:
A
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-2
:
:
: A W
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
5. Satuan Organisasi
6. Alamat
E G
:
:
:

..................... dengan
bernama.................
E P
Telah melakukan zinah pada tanggal jam ............... di
seorang wanita/pria *-3 yang mengaku

K
Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah sebagai berikut :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
3. Dan seterusnya.

A N
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila

I
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.

A G ........................................., tanggal ....................


Kami yang membuat pernyataan:

B
1. (..............................) 2. (............................)
NIP/Nomor Identitas *-2 NIP/Nomor Identitas *-2

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 293 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Mengetahui:

(....................................)

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
J P
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada. D
N
*-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-3 Coret yang tidak perlu.

IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 294 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN II-B SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

LAPORAN PERBUATAN ZINAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
:
:
:
J P
5. Satuan organisasi
6. Istri / Suami dari *-3
a. Nama
:

: D
b. NIP / Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang *-2
:
:

A N
d. Jabatan / Pekerjaan *-2
e. Satuan organisasi
7. Alamat
:
:
:
A I
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa suami/istri *-3 saya:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
:
:
:
: A W
5. Satuan organisasi
6. Alamat

E G
:
:
telah melakukan zinah pada tanggal ..

P
jam.. di .
dengan seorang wanita/pria *-3 yang mengaku bernama

E
. Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah

K
sebagai berikut:
1.
2.

N
3. dan seterusnya.

A
I
Demikianlah laporan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia

A G
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.

.., tanggal
Kami yang membuat pernyataan:

B (.)
NIP / Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-3 Coret yang tidak perlu.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 295 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT PERNYATAAN PEMADAT/PEMABUK/PENJUDI *-1

Yang bertanda tangan di bawah ini:


I 1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-3
4. Jabatan / Pekerjaan *-3
:
:
:
J P
5. Satuan Organisasi *-3
6. Tanggal lahir
7. Alamat
:
:
: D
II 1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
:
:

A N
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
5. Satuan Organisasi *-3
6. Tanggal lahir
:
:

: A I
1. Nama
7. Alamat
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa:

2. NIP / Nomor Identitas *-2


:
:
:

A W
3. Pangkat/golongan ruang *-3
4. Jabatan / Pekerjaan *-3
5. Satuan Organisasi *-3
E
:
:G :
6. Alamat
kami kenal sejak tanggal

E P :
.. sebagai
pemadat/pemabuk/penjudi *-1 yang sukar disembuhkan, dengan keterangan

K
sebagai berikut:
1. ................................................................................................................... ...
2. ......................................................................................................................
3. Dan seterusnya.
N
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila

A
I
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.

A G .........................................., tanggal ....................


Kami yang membuat pernyataan:

B
1. (..............................) 2. (............................)
NIP/Nomor Identitas *-1 NIP/Nomor Identitas *-1

Mengetahui:

(....................................)
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 296 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 297 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. ..........................................................
...
di
..................................................................

SURAT PERMINTAAN IJIN UNTUK MELAKUKAN PERCERAIAN


J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1 :
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Tanggal lahir
g. Agama/kepercayaan terhadap
:
A
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
:
:

A W
Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan untuk melakukan
perceraian dengan istri / suami *-2 saya:
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang *-3
E G :
:
:
d. Jabatan / Pekerjaan *-3

Tuhan Yang Maha Esa


E P
e. Agama/kepercayaan terhadap
:

:
f. Alamat
K :
2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin untuk melakukan
perceraian adalah:

A N
a.
b.

I
c. dan seterusnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:

A G
a.
b.
c. dan seterusnya.
4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya untuk

B dapat digunakan sebagaimana mestinya.

......................, .....................................
Yang Meminta Ijin

(...................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 298 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 299 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN V SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN PERCERAIAN


NOMOR : .
. *-1

Membaca : Surat yang diajukan tanggal . yang diajukan oleh:


J P
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
:
: D
N
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

: IA
A
Tentang permintaan ijin untuk melakukan perceraian
dengan istri/suaminya *-3:
1. Nama
2. NIP/Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-4
4. Jabatan / Pekerjaan *-4 A W :
:
:
:
5. Satuan organisasi

E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

Menimbang
7. Alamat

E P :
: a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
oleh Sdr. tersebut untuk melakukan

K
perceraian itu bertentangan dengan akal sehat dan tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;

A N b. dst. * -5
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

I dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan


ijin perceraian yang diajukan oleh Sdr.

A G
Mengingat
. tersebut.
: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

B 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-


Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 300 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
6. dst. *-8;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);

Surat Keputusan
Nomor tanggal
J P
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan D
N
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-9.
Memperhatikan :
A
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
I
MEMUTUSKAN
A
Menetapkan
PERTAMA
:
: W
Menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian yang

A
diajukan pada tanggal . oleh:
1. Nama :

E G
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
:
:
:

E P
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

:
KEDUA
KETIGA
:
:
K
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan

A N sebagaimana mestinya.

I Ditetapkan di

A G Pada Tanggal
*-1

B (.)
NIP/Nomor Identitas *-2

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:


1.
2. dst.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 301 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Coret yang tidak perlu.
*-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin
perceraian, apabila ada.
*-6

*-7
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
J P
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa. D
N
*-8 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
*-9 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan

IA
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.

A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 302 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN VI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN PEMBERIAN IJIN PERCERAIAN


NOMOR : .
. *-1

Membaca : Surat tanggal . yang diajukan oleh:


1. Nama :
J P
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
:
: D
N
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi :
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
IA
Tentang permintaan ijin untuk melakukan perceraian dengan
istri/suaminya *-3:
1. Nama : A
2. NIP/Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-4
4. Jabatan / Pekerjaan *-4
5. Satuan organisasi A W :
:
:
:

G
6. Agama/kepercayaan terhadap

E
Tuhan Yang Maha Esa
7. Alamat
:
:
Menimbang :
P
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan

E
oleh Sdr. tersebut untuk melakukan
perceraian itu tidak bertentangan dengan akal sehat dan

K
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. dst. * -5

A N bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dikemukakan di atas dipandang perlu menyetujui

I permintaan ijin perceraian yang diajukan oleh Sdr.


. tersebut.

A G
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

B Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun


1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 303 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
6. dst. *-8;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);

Surat Keputusan
Nomor
..
tanggal
tentang Pendelegasian Wewenang
J P
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan D
N
. *-9.
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.

MEMUTUSKAN IA
Menetapkan : A
PERTAMA : Memberikan ijin kepada:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang A W :
:
:
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:

1. Nama
E P
Tuhan Yang Maha Esa :
Untuk melakukan perceraian dengan istri/suaminya *-3:
:

K
2. NIP/Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-4
4. Jabatan / Pekerjaan *-4
:
:
:

A N 5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
:

I Tuhan Yang Maha Esa


7. Alamat
:
:
KEDUA
KETIGA

A G :
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

B Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1

(.)
NIP/Nomor Identitas *-2

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 304 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:


1.
2. dst.

CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas

*-3
*-4
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
Coret yang tidak perlu.
Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
J P
*-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab pemberian ijin perceraian,
apabila ada. D
N
*-6 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-7
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa. IA
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala

*-8
A
Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
*-9
W
Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.

A
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 305 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. .........................................................
................................................................
di
................................................................

LAPORAN PERCERAIAN
J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1 :
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
:
:
: I A
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
*-2, Nomor .

perceraian dari Pengadilan Agama / Pengadilan A W


Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa sesuai dengan Keputusan
.

Negeri
Tanggal
. Tentang Pemberian Ijin Perceraian dan surat cerai/akta
*-3
.. Nomor

E G
.
., saya telah melakukan perceraian dengan istri /
suami *-3 saya:
Tanggal

1. Nama

E
2. NIP/Nomor Identitas *-1P
3. Pangkat/golongan ruang *-4
:
:
:

K
4. Jabatan / Pekerjaan *-4
5. Satuan organisasi *-4
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:

A
7. Alamat N
Tuhan Yang Maha Esa :
:

I
2. Bersama ini saya lampirkan salinan sah surat cerai / akta perceraian
dalam rangkap . ( ).

A G
3. Demikian untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

Hormat saya,

B (.........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.
*-3 Coret yang tidak perlu.
*-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 306 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT JAMINAN BERLAKU ADIL

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
:
:
:
J P
e. Satuan organisasi
f. Agama/kepercayaan terhadap
:
D
N
Tuhan Yang Maha Esa :
Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh, bahwa apabila saya
diijinkan untuk kawin ke .. dengan wanita sebagai tersebut di bawah ini:
a. Nama
b. Tanggal lahir
:
: I A
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
d. Alamat
W:
Saya akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak saya.

A
2. Demikian surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya
dan apabila di kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat

oleh Pejabat yang berwenang.


E G
jaminan ini maka saya bersedia menerima segala tindakan yang diambil

E P ., tanggal.
Yang Membuat Jaminan

K
A N (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *

I
A GCATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 307 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN IX SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. .........................................................
................................................................
di
................................................................

SURAT PERMINTAAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH DARI SEORANG


J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1 :
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
g. Alamat :

calon istri ke... sebagai tersebut di bawah ini:


a. Nama : A W
Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan kawin dengan

b. Tanggal lahir
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
E G :

:
d. Alamat

E P :
2. Adapun alasan-alasan untuk beristri lebih dari seorang adalah sebagai
berikut:

K
a.
b.
c.

A N
d.
e.

I
f. dan seterusnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:

A G
a. Surat persetujuan dari istri ke .
b. Salinan sah surat keterangan pajak penghasilan.
c. Surat jaminan berlaku adil.
d. Surat keterangan dari dokter pemerintah yang menyatakan bahwa:

B (1) Istri saya yang ke . Mendapat penyakit jasmani / rohani yang


sukar disembuhkan sehingga ia tidak dapat memenuhi
kewajibannya sebagai istri *-2.
(2) Istri saya yang ke . Mendapat cacat badan / penyakit lain yang
tidak dapat disembuhkan *-2.
(3) Istri saya yang ke tidak dapat melahirkan keturunan walaupun
kami telah menikah .. tahun *-2.
e. Surat keterangan dari .... *-3 yang menyatakan bahwa tidak
akan mengganggu tugas kedinasan, apabila saya kawin dengan istri
ke

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 308 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya, untuk
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yang Meminta Ijin,

(........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

J P
CATATAN : D
N
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas

*-2
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

I
Lampirkan salah satu surat keterangan atau lebih dari dokter
pemerintah sehubungan dengan alasan yang dimaksudkan. A
*-3
A
Tulislah jabatan dari atasan yang menyatakan bahwa perkawinan
yang akan dilangsungkan tidak akan mengganggu tugas
kedinasan.

A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 309 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN X SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT KETERANGAN MENGGANGGU TUGAS KEDINASAN


NOMOR : .

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


a. Nama
b. NIP / Nomor Identitas *
c. Pangkat/golongan ruang
:
:
:
J P
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
: D
N
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
Atasan langsung dari:
a. Nama
b. NIP / Nomor Identitas *
:
: I A
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
:
: A
e. Satuan organisasi
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

A
:
W
Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila

yaitu:
a. Nama
G
Saudara .. tersebut kawin dengan calon istri ke ..

E :
b. Tanggal lahir

Tuhan Yang Maha Esa


E P
c. Agama/kepercayaan terhadap
:

:
d. Alamat
K :
akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya.
2. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan

N
mengingat sumpah jabatan.

A
I .., tanggal .

A G .

B (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *

CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 310 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT KETERANGAN TIDAK MENGGANGGU TUGAS KEDINASAN


NOMOR : .

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


a. Nama
b. NIP / Nomor Identitas *
c. Pangkat/golongan ruang
:
:
:
J P
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
: D
N
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
Atasan langsung dari:
a. Nama
b. NIP / Nomor Identitas *
:
: I A
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
:
: A
e. Satuan organisasi
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

A
:
W
Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila

yaitu:
a. Nama
G
Saudara .. tersebut kawin dengan calon istri ke ..

E :
b. Tanggal lahir

Tuhan Yang Maha Esa


E P
c. Agama/kepercayaan terhadap
:

:
d. Alamat
K :
Tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya.
2. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan

N
mengingat sumpah jabatan.

A
I .., tanggal ..

A G .

B (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *

CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 311 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH


DARI SEORANG
NOMOR : .

Membaca
. *-1

: Surat tanggal . yang diajukan oleh:


J P
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
:
: D
N
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

: IA
A
Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke.
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama
2. Tanggal Lahir
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa A W :
:

Menimbang :
4. Alamat

E G :

a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan

E P
oleh Sdr. tersebut untuk kawin
dengan istri ke bertentangan dengan akal sehat dan
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

K
berlaku;
b. dst. * -3
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

A N dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan


ijin yang diajukan oleh Sdr. .

Mengingat
I :
tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

A G Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun

B 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor


3037);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 312 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975


Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
6. dst. *-6;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);

Surat Keputusan
Nomor
..
tanggal
tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
J P
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7. D
N
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.

MEMUTUSKAN
IA
Menetapkan
PERTAMA
:
: A
Menolak permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke
. Yang diajukan oleh:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang A W :
:
:
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:

KEDUA
KETIGA
:
:
E P
Tuhan Yang Maha Esa :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri

K
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

A N Ditetapkan di

I Pada Tanggal
*-1

A G (.)

B NIP/Nomor Identitas *-2

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:


1.
2. dst.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 313 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab penolakan
permintaan ijin beristri lebih dari seorang, apabila ada.
*-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa.
J P
*-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada. D
N
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.

IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 314 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XIII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN PEMBERIAN IJIN UNTUK BERISTRI LEBIH DARI SEORANG


NOMOR : .
. *-1

Membaca : Surat tanggal . yang diajukan oleh:


1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
:
:
J P
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
:
: D
N
5. Satuan organisasi :
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :

IA
Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke.
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama
2. Tanggal Lahir
:
: A
Menimbang :
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
4. Alamat
A W :
:
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan

E G
oleh Sdr. tersebut untuk kawin
dengan istri ke tidak bertentangan dengan akal
sehat dan tidak bertentangan dengan peraturan

b. dst. * -3

E P
perundang-undangan yang berlaku;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

K
dikemukakan di atas dipandang perlu menyetujui
permintaan ijin yang
. tersebut.
diajukan oleh Sdr.

Mengingat

A N: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,

I Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);


2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

A G Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun


1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

B pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974


Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
6. dst. *-6;

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 315 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin


Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);

Surat Keputusan
Nomor tanggal
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan

Memperhatikan :
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7.
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
J P
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
D
N
MEMUTUSKAN

Menetapkan
PERTAMA
:
: Memberikan ijin kepada:
1. Nama IA:
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
:
: A
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa A W :
:

G
Untuk melakukan perkawinan dengan calon istri ke .

E
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama :

E P
2. Tanggal Lahir
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

KEDUA
KETIGA
:
: K
4. Alamat :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri

A N Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan


sebagaimana mestinya.

I
A G Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1

B (.)
NIP/Nomor Identitas *-2

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:


1.
2. dst.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 316 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab permintaan ijin
beristri lebih dari seorang diberikan, apabila ada.
*-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa.
J P
*-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada. D
N
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.

IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 317 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XIV SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. .........................................................
................................................................
di
................................................................

LAPORAN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG


J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1 :
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
g. Alamat :
Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa bahwa sesuai dengan
Keputusan . *-2, Nomor . Tanggal
. Tentang Pemberian Pemberian Ijin untuk beristri lebih A W
dari seorang, maka:
a. Pada tanggal
b. Di
E G
a. Nama
b. Tanggal lahir
P
Saya telah melangsungkan perkawinan dengan istri ke....... :

E
:
:
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
d. Alamat K :
:

A N
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-3

I
b. Pas foto istri saya ukuran 3x4 cm, warna hitam putih sebanyak .
Lembar *-4

A G
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:
a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya.
b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat

B digunakan sebagaimana mestinya.


Hormat saya,

(..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada:
1. ...............................................................
2. dst.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 318 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.
*-3 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
J P
*-4
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang- D
N
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat;
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
IA
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat;

A
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.

A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 319 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XV SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

SURAT JAMINAN BERLAKU ADIL DARI CALON SUAMI YANG BUKAN


PEGAWAI NEGERI SIPIL

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


a. Nama
b. Tanggal Lahir
c. Agama/kepercayaan terhadap
:
:
J P
Tuhan Yang Maha Esa
d. Jabatan / Pekerjaan
:
: D
N
e. Alamat :
Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh, apabila saya diijinkan
kawin dengan Pegawai Negeri Sipil wanita:
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
:
: I A
c. Pangkat/Golongan Ruang
d. Pekerjaan
:
: A
e. Satuan Organisasi
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:

:
A W
sebagai istri saya yang ke *-2 saya akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak saya.

E G
2. Demikian surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya
dan apabila di kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat

E
oleh Pejabat yang berwajib. P
jaminan ini, maka saya bersedia menerima segala tindakan yang diambil

K ., tanggal
Yang Membuat Jaminan

A N
I (..........................................)

A G CATATAN :
*-1
NIP/Nomor Identitas *-1

Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

B *-2
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
Tulislah akan menjadi istri yang ke berapa.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 320 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XVI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

...................................., tanggal ..............


Yth. ..........................................................
di
..................................................................

SURAT PERMINTAAN IJIN PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA UNTUK


MENJADI ISTRI KEDUA/KETIGA/KEEMPAT
J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas :
c. Pangkat/golongan ruang
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
:
: I A
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
g. Alamat :

ke... dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil:


a. Nama : A W
Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan untuk menjadi istri

b. Tanggal lahir
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
E G :

:
d. Pekerjaan
e. Alamat

E P :
:
2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin menjadi istri ke....
adalah:
K
a.
b.
c. dst.

A N
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:

I
a. Surat persetujuan dari istri calon suami.
b. Surat keterangan pajak penghasilan calon suami.

G
c. Surat jaminan berlaku adil dari calon suami.
4. Demikian surat permintaan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan agar

A dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

B Yang Meminta Ijin,

(..........................................)
NIP/Nomor Identitas *
CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 321 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XVIII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN PENOLAKAN PERMINTAAN IJIN UNTUK MENJADI ISTRI


KE
NOMOR : .
. *-1

Membaca : Surat tanggal . yang diajukan oleh:


1. Nama :
J P
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
:
: D
N
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi :
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
IA
Tentang permintaan ijin untuk kawin menjadi istri ke.
sebagai tersabut di bawah ini:
1. Nama : A
2. Tanggal Lahir
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
4. Alamat A W :

:
:
Menimbang :
G
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan

E
oleh Sdr. untuk menjadi istri ke
dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil bertentangan

E P
dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. dst. * -3

K
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan
ijin yang diajukan oleh Sdr. .

Mengingat

A N:
tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);

A G 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-


Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037);

B 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-


pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 322 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

6. dst. *-6;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);

Surat Keputusan
Nomor tanggal
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7.
J P
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. D
MEMUTUSKAN

A N
Menetapkan
PERTAMA
:
: I
Menolak permintaan ijin yang diajukan pada tanggal .
oleh:
7. Nama : A
8. NIP / Nomor Identitas *-2
9. Pangkat/golongan ruang
10. Jabatan / Pekerjaan
11. Satuan organisasi A W :
:
:
:

Tuhan Yang Maha EsaG


12. Agama/kepercayaan terhadap

E :
Untuk menjadi istri ke . dari pria yang bukan Pegawai

1. Nama P
Negeri Sipil sebagai tersebut di bawah ini:

E
2. Tanggal Lahir
:
:

K
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
4. Alamat
:
:
KEDUA
KETIGA

A N:
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri

I Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan


sebagaimana mestinya.

A G Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1

B
(.)
NIP/Nomor Identitas *-2

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:


1.
2. dst.
CATATAN :

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 323 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.


*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah pertimbangan ijin yang perlu.
*-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan

*-6
urusan pemerintahan di Desa.
Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
J P
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat. D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 324 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XIX SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

LAPORAN PERKAWINAN MENJADI ISTRI

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


a. Nama
b. NIP / Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang
:
:
:
J P
d. Jabatan / Pekerjaan
e. Satuan organisasi
:
: D
N
f. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya:
a. Pada tanggal
b. Di I A
Saya telah melangsungkan perkawinan pria :
a. Nama : A
b. Tanggal lahir
c. Pekerjaan
d. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:
:

: A W
e. Alamat :
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
E G
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-3

Lembar *-4

E P
b. Pas foto suami saya ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih sebanyak .

3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:

K
a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya.
b. Diselesaikan pemberian KARSU bagi istri saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat

A N
digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,

I
A G (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

B
TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada:
1. ...............................................................
2. dst.

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 325 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

*-3 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat;
J P
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat; D
N
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.

IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 326 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XX SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

KEPUTUSAN . *-1
NOMOR : .
TENTANG
PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/PEMBERIAN
IJIN
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM LINGKUNGAN *-2
J P
.. *-1
D
N
Menimbang : a. bahwa dipandang perlu memberikan delegasi wewenang
kepada Pejabat dalam lingkungan .*-2

IA
untuk menolak atau memberikan ijin perkawinan atau
perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat golongan ruang II/d ke bawah / yang setingkat

A
dengan itu dalam lingkungannya masing-masing;
b. bahwa para pejabat sebagai tersebut dalam lampiran

Mengingat :
W
keputusan ini dipandang cakap untuk menerima
pemberian delegasi wewenang tersebut;

A
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,

E G
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun

3037);

E P
1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

K
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

A N Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979


Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153);

I 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

A G tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975


Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan

B Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara


Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3058;
7. dst. *-5;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 327 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN . *-1 TENTANG


PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN
/ PEMBERIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN
. *-2.
Pasal 1
Memberikan delegasi wewenang kepada pejabat sebagai tersebut dalam lajur 2
lampiran keputusan ini untuk menolak atau memberikan ijin perkawinan dan
perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-
J P
masing yang berpangkat Pengatur Tk. I golongan ruang II/d ke bawah

Pasal 2 D
adalah:

A N
Penolakan atau pemberian ijin perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1

A I
a. Perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pria dengan istri
kedua/ketiga/keempat.
b. Perkawinan yang telah dilakukan Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
A W
Pasal 4
G
Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk diindahkan dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
E
E P Ditetapkan di

K Pada Tanggal
*-1

A N
I (.)

A G
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:
NIP/Nomor Identitas *-6

B
1.
2. dst.

CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan
mengenai pendelegasian wewenang.
*-2 Tulislah instansi dalam lingkungan mana keputusan mengenai
pendelegasian wewenang berlaku.
*-3 Hanya dicantumkan apabila pendelegasian wewenang meliputi
wewenang penolakan / pemberian ijin perkawinan dan perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah..
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 328 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

*-4 Hanya dicantumkan apabila pendelegasian wewenang meliputi


wewenang penolakan / pemberian ijin perkawinan dan perceraian
bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa.
*-5 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada..
*-6 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 329 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN KEPUTUSAN .
NOMOR :
TANGGAL :

NO PEJABAT YANG DIBERI DELEGASI KETERANGAN


WEWENANG

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N .., tanggal ..

I .

A G
B
(..........................................)

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 330 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

Contoh Buku Induk NIP / Nomor Identitas *

1. NAMA :
2. STATUS
3. PANGKAT DAN GOL.RUANG
:
:
J P
D
4. TEMPAT LAHIR :
5. TAHUN LAHIR :
6. JENIS KELAMIN
7. AGAMA
:
:
A N
8. INSTANSI INDUK
9. MULAI MASUK MENJADI PNS
:
: TGL. THN.
A I
W
10. INSTANSI TEMPAT BEKERJA :
11. KABUPATEN / KOTAMADYA :
12. PROPINSI :
A
13. PENDIDIKAN

E G
P
a. Pendidikan Umum (Dalam dan Luar Negeri)
No Nama Pendidikan Negeri/Swasta Tahun Ijazah

K E
b. Kursus / Latihan Dalam Negeri
Lamanya

N
No Nama Kursus/Latihan
Tahun Bulan

I A
c. Kursus / Latihan Luar Negeri
No

A G Nama Kursus/Latihan
Tahun
Lamanya
Bulan

B
14. SUSUNAN KELUARGA

a. Istri / suami orang


No Nama Tgl. Tahun Kawin

b. Jumlah anak : orang


Jenis Tgl/Tahun
No Nama Keterangan
Kelamin Lahir

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 331 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

15. MUTASI KEPEGAWAIAN


Pejabat yang mengeluarkan Surat Keputusan
No Jenis Mutasi
Surat Keputusan Nomor Tanggal

16. LAIN-LAIN
No Hal-hal Keterangan

J P
CATATAN : D
*-1
N
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

A
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 332 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

LAPORAN KELAHIRAN/PERTAMBAHAN ANAK

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
:
:
J P
D
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi
6. Alamat
:
:
A N
Dengan ini melaporkan kelahiran/pertambahan *-1 anak saya yang ke
........ (............) sebagaimana tersebut di bawah ini:
A I
NO NAMA JENIS
KELAMIN LAHIR *-2 W
TANGGAL NAMA AYAH/ KETERANGAN

A IBU *-3

1 2 3

E G
4 5 6

E P .., tanggal ..
Yang Melaporkan

K
A N (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

Mengetahui
I
G
.............................................

BA (................................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan /akta kelahiran.
*-3 Tulis nama ibu apabila yang melaporkan ayahnya atau tulislah
nama ayah apabila yang melaporkan ibunya.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 333 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXIII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

LAPORAN KEMATIAN ANAK

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
:
:
J P
D
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi
6. Alamat
:
:
A N
Dengan ini melaporkan bahwa anak saya yang ke . (..) sebagai
tersebut di bawah ini telah meninggal dunia:
A I
NO NAMA JENIS
KELAMIN LAHIR *-2
A
TANGGALW
TANGGAL TEMPAT DAN NAMA AYAH/

KEMATIAN
IBU *-3
KETE-
RANGAN

1 2 3 4
E G 5 6 7

E P
Mengetahui K .., tanggal ..

A N
......................................... Yang Melaporkan

I
A G
(.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
(....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

B CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian.
*-3 Tulis nama ibu apabila yang melaporkan ayahnya atau tulislah
nama ayah apabila yang melaporkan ibunya.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 334 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXIV SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

LAPORAN KEMATIAN ISTRI/SUAMI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
:
:
J P
D
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan :
5. Satuan organisasi
6. Alamat
:
:
A N
Dengan ini melaporkan kematian suami / istri *-2 sebagai tersebut di
bawah ini:
A I
NO NAMA TANGGAL
LAHIR
TANGGAL
PERKAWINAN
A W TEMPAT DAN
TANGGAL
KEMATIAN *-2
KETE-
RANGAN

1 2 3
E G
4 5 6

E P
Mengetahui K .., tanggal ..

A N
......................................... Yang Melaporkan

I
A G (.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

B CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 335 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVA SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Perkawinan Pertama
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil
A N
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan

A
perkawinan yang pertama, dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi
I
W
istri/ suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan
diserahkan kepada kami.

A
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:

E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)

rangkap 1 (satu)
E P
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam

K
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
masing sebanyak 2 (dua) lembar.

N
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

A
I .................................... *

A G
B (....................................)
NIP
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 336 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Pegawai Negeri Sipil yang Melangsungkan Perkawinan Pertama

Jenis Pangkat
Kawin Dengan

Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan

Lap.
Salinan sah
Pas Foto
J P
No Nama NIP Kela-
min
Gol.
Ruang
Nama Perkawi-
nan
Perkawin-
an dalam
surat

nikah/akta
Seba-
nyak D Ket

1 2 3 4 5 6 7
Rangkap

8
perkawinan

A N 10 11

A I
A W
E G .............., tanggal ................
......................................

E P
K .......................................

A N NIP

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 337 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVB SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran :
Perihal : Laporan Perkawinan Janda / Duda
Pegawai Negeri Sipil
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
J P
JAKARTA
D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil

A N
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan
perkawinan lagi setelah menduda/menjanda beberapa lama, dengan
permintaan agar KARIS / KARSU bagi istri/ suami yang bersangkutan
A I
A W
dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:

E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
rangkap 1 (satu)

E P
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-

K
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

A N
I .................................... *

A G (....................................)

B NIP

CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 338 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Pegawai Negeri Sipil yang Melangsungkan Perkawinan Lagi

Jenis Pangkat
Kawin Dengan

Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan

Lap.
Salinan sah
Pas Foto
J P
No Nama NIP Kela-
min
Gol.
Ruang
Nama Perkawi-
nan
Perkawin-
an dalam
surat

nikah/akta
Seba-
nyak D Ket

1 2 3 4 5 6 7
Rangkap

8
perkawinan

A N 10 11

A I
A W
E G ..............., tanggal ...............
......................................

E P
K .......................................

A N NIP

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 339 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVC SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Perceraian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
di
JAKARTA D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil
A N
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
A I
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melakukan perceraian..

W
dilampirkan:
a. Laporan perceraian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)

A
b. Salinan sah surat cerai / keputusan perceraian masing-masing dalam
rangkap 1 (satu).

E G
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

E P .................................... *

K
A N (....................................)
NIP

I
A G
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 340 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Perceraian

No Nama NIP
Jenis
Kela-
Pangkat
Gol.
Kawin Dengan

Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Laporan
Percerai-
Salinan sah
surat Pas Foto
J P
Ket

D
Nama Percerai- cerai/kepu- Seba-
min Ruang an dalam tusan
an Perceraian nyak
Rangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9

A N 10 11

A I
A W
E G ................, tanggal ..............
......................................

E P
K .......................................

A N NIP

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 341 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVD SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Pegawai Negeri Sipil
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Yang Beristri Lebih dari Seorang di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil

A I
yang beristri lebih dari seorang sebagai tersebut dalam lampiran surat ini,
dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi yang bersangkutan dapat
hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.

A W
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:

E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)

rangkap 1 (satu)

E P
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam

c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-

K
masing sebanyak 2 (dua) lembar.

N
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

A
I .................................... *

A G (....................................)

B
CATATAN :
NIP

* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 342 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Pegawai Negeri Sipil yang Melangsungkan Perkawinan Pertama

P
Kawin Dengan Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Pangkat Lap. Salinan sah
Tanggal Pas Foto

J
No Nama NIP Gol. Istri Perkawin- surat Ket
Nama Perkawi- Seba-
Ruang ke an dalam nikah/akta
nan nyak

D
Rangkap perkawinan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

A N
A I
A W
..............., tanggal ...............
......................................

E G
E P .......................................

K NIP

A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 343 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVE SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

................., tanggal .............

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
J P
D
Perihal : Laporan Perkawinan Pegawai Jl. Letjen Sutoyo No. 12
Negeri Sipil Wanita menjadi di
istri kedua/ketiga/keempat JAKARTA
Dari Pria yang Bukan Pegawai
Negeri Sipil

A N
A I
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil wanita
yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai

A W
Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan
agar KARSU bagi yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan
diserahkan kepada kami.

E G
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:

E P
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
rangkap 1 (satu)
K
A N
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
masing sebanyak 2 (dua) lembar.

I
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

A G .................................... *

B (....................................)
NIP
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 344 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Pegawai Negeri Sipil Wanita yang Menjadi Istri Kedua/Ketiga/Keempat dari


Pria yang Bukan Pegawai Negeri Sipil

Pangkat
Kawin Dengan Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan

J P
No Nama NIP Gol.
Ruang Nama
Tanggal
Perkawinan
Istri
Ke
Laporan
Perkawin-
an dalam
Salinan sah
surat
nikah/akta
Pas
Foto
Seba-D Ket

1 2 3 4 5 6 7
Rangkap

A
10 N
perkawinan nyak

11 12

A I
A W
E G ................, tanggal ..............
......................................

E P
K .......................................

A N NIP

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 345 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVF SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kelahiran /
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Pertambahan Anak
Pegawai Negeri Sipil
di
JAKARTA D
A N
Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini..
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama iniA I
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kelahiran / pertambahan anak dari

dilampirkan:

A W
a. Laporan kelahiran / pertambahan anak masing-masing dalam rangkap
1 (satu)

E G
b. Salinan sah surat kelahiran / akta kelahiran masing-masing dalam
rangkap 1 (satu).

E P
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

K .................................... *

A N
I (....................................)

A G
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
NIP

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 346 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Kelahiran anak Pegawai Negeri Sipil


Pegawai Negeri Sipil yang
Anak Bahan Kelengkapan
Bersangkutan

No
Nama NIP
Jenis
Kela-
Pangkat
Gol. Nama Ke
Jenis
Kela-
Tanggal
Laporan
Pertambah
an Anak
Salinan

J
Sah Surat
P
Kelahiran /
Akta
Ket

D
Lahir
min Ruang min dalam Kelahiran
Rangkap dalam
Rangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A N 11 12

A I
A W
E G
P
................, tanggal ..............
......................................

KE
A N .......................................

I NIP

A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 347 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVG SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kematian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Anak Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kematian anak Pegawai Negeri
Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini..
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini A I
dilampirkan:

A W
a. Laporan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)

E G
b. Salinan surat kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

E P .................................... *

K
A N (....................................)
NIP
CATATAN :
I
G
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.

A
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 348 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Kematian Anak Pegawai Negeri Sipil


Pegawai Negeri Sipil yang
Anak Bahan Kelengkapan

No
Bersangkutan

Jenis Pangkat
Salinan
Sah Surat
J P
Ket

D
Tanggal Laporan
Nama NIP Kela- Gol. Nama Ke Kematian
Kematian Kematian
min Ruang dalam

1 2 3 4 5 6 7 8 9

A N Rangkap
10 11

A I
A W
E G
E P ................, tanggal ..............
......................................

K
A N
I .......................................

G
NIP

B A

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 349 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVH SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

........................., tanggal ....................

Nomor : Kepada

Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kematian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Istri / Suami Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, Pegawai Negeri Sipil yang istri /

A
suaminya meninggal dunia sebagai tersebut dalam lampiran surat ini.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
I
dilampirkan:

A W
a. Laporan kematian istri / suami masing-masing dalam rangkap 1 (satu)

E G
b. Surat keterangan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu).
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

E P .................................... *1

K
A N (....................................)
NIP
CATATAN :
I
A G*-1
*-2
Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
Hanya diisi, apabila yang meninggal istri Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 350 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ...........................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

Kematian Istri Pegawai Negeri Sipil


Pegawai Negeri Sipil yang
Suami / Istri Bahan Kelengkapan

No
Bersangkutan

Jenis Pangkat
Salinan
Sah Surat
J P
Ket

D
Ke Tanggal Laporan .
Nama NIP Kela- Gol. Nama Kematian
*2 Kematian Kematian
min Ruang dalam

1 2 3 4 5 6 7 8 9

A N Rangkap
10 11

A I
A W
E G
E P ................, tanggal ..............
......................................

K
A N
I .......................................

G
NIP

B A

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 351 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGERI SIPIL

Yang bertanda tangan di bawah ini:

I KETERANGAN PERORANGAN:
J P
1. Nama :
D
2. NIP / Nomor Identitas *-1 : :

A N
I
3. Pangkat/golongan ruang :

4. Jabatan / Pekerjaan

5. Satuan Organisasi
:

: A
6. Tanggal lahir :

A W
G
7. Jenis Kelamin :

8. Agama/ Kepercayaan Terhadap


Tuhan Yang Maha Esa

P E :

II
9. Alamat

SUSUNAN KELUARGA
K E :

A.
N
ISTRI/SUAMI *3

A TANDA

INO NAMA
TANGGAL
LAHIR
TANGGAL
PERKAWINAN
ALAMAT
TANGAN
ISTRI/SUAMI
KET.

A G 1 2 3 4 5 6
*3
7

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 352 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

B. ANAK
JENIS TANGGAL NAMA
NO NAMA KET
KELAMIN LAHIR IBU/AYAH *3
1 2 3 4 5 6

J P
. *-4 .., tanggal
D
A N
(.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
A I
(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1

CATATAN :
A W
*-1
G
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
E
*-2

*-3
*-4
Coret yang tidak perlu.
E P
Cantumkan semua istri dan semua anak, bukan hanya anak yang
tercantum dalam daftar gaji.

Disahkan oleh atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang

K
bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV atau yang setingkat
dengan itu.

A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 353 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. ............................................
Lampiran :
Perihal : Daftar Keluarga
Pegawai Negeri Sipil
di
................................
J P
D
1. Dengan ini disampaikan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri

A N
Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
A I

A W
a. Daftar Keluarga, masing-masing-masing-masing dalam

b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-
rangkap

masing sebanyak .. lembar.

E G
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

E P .................................... *1

K
A N (....................................)

I NIP/Nomor Identitas *-2

G
CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar

BA *-2
Daftar Keluarga.
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas
bagi pegawai lain, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 354 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT ............................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

PENGIRIMAN DAFTAR KELUARGA


Bahan Kelengkapan yang

No Nama NIP
Jenis
Kela-
min
Pangkat/
Gol.
Ruang
Dilampirkan

Daftar Keluarga
Pas Foto Istri /
Suami
J P
Ket.

1 2 3 4 5
dalam Rangkap

6
Sebanyak
7 D 8

A N
A I
A W
E G ................, tanggal ..............

E P ...................................... *-1

K
A N .......................................
NIP/Nomor Identitas *-2

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 355 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXVIII SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

......................, tanggal ........................

Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran :
Perihal : Daftar Keluarga
Pegawai Negeri Sipil
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
J P
JAKARTA
D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri

A N
agar KARIS/KARSU bagi istri / suami yang bersangkutan dapat
hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.
A I
Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan

dilampirkan:
A W
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini

a. Daftar Keluarga, masing-masing-masing-masing dalam rangkap 1


(satu)

E G
b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-

E P
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.

K .................................... *1

A N
I (....................................)

G
NIP/Nomor Identitas *-2

BA CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar
Daftar Keluarga.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas
bagi pegawai lain, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 356 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN SURAT : ..........................


NOMOR : ...........................
TANGGAL : ...........................

PENGIRIMAN DAFTAR KELUARGA


Bahan Kelengkapan yang

No Nama NIP
Jenis
Kela-
min
Pangkat
Gol.
Ruang
Dilampirkan
Daftar Keluarga
dalam Rangkap
Pas Foto Istri /
Suami P
Ket.

J
1 2 3 4 5 6
Sebanyak
7
D 8

A N
A I
A W
E G ................, tanggal ..............
...................................... *-1

E P
K .......................................

A N NIP/Nomor Identitas *-2

I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 357 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXIX SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983

PENYAMPAIAN KARIS / KARSU *-1


NOMOR : ..

Dengan ini disampaikan kepada:


1. Nama
2. Alamat
:
:
J P
D
3. Istri / Suami dari *-1 :
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-2 :
c. Pangkat/golongan ruang :
d. Jabatan / Pekerjaan :
A N
e. Satuan organisasi :
1 (satu) KARIS/KARSU *-1 a.n. Saudara dengan nomor seri
. Dengan permintaan agar dipelihara dengan baik untuk
A I
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

A W
Sesampainya surat ini diminta agar Saudara menandatangani lembaran
tersebut di bawah ini dan kemudian mengirimkannya kembali kepada
kami.

G
, tanggal
Kepala Biro/Kepala Bagian Kepegawaian *-1

E
E P (................................................)
NIP/Nomor Identitas *-2

K Kepada:
Kepala Biro/Kepala Bagian Kepegawaian

A N di

Pada hari ini . Tanggal .

I
Telah diterima dari Kepala Biro / Bagian Kepegawaian (satu)
KARIS/KARSU *-1 a.n. .. Nomor Seri

A G. Yang disampaikan kepada saya dengan


Surat Nomor . Tanggal
..

B , tanggal
Yang Menerima

(.)
CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 358 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXX SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983
...................................., tanggal ..............
Kepada
Yth. Kepala Biro / Bagian Kepegawaian *-1
..................................................................
di

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


J P
a. Nama
b. Alamat
:
: D
N
c. Istri / Suami dari *-1 :
Nama :
NIP / Nomor Identitas *-2
Pangkat/golongan ruang
Jabatan / Pekerjaan
:
:
: I A
Satuan organisasi :
A
Dengan ini melaporkan dengan hormat, bahwa saya telah kehilangan
KARIS/KARSU *-1 Nomor Seri pada tanggal

A W
2. Keterangan tentang sebab-sebab hilangnya KARIS/KARSU *-1 saya itu
adalah sebagai berikut:
a. ..
b. ..
c. . .
E G
d. dan seterusnya.

E P
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar dapat hendaknya
diselesaikan penggantian KARIS/KARSU *-1 yang hilang itu, dan segala

K
resiko yang timbul sebagai akibat hilangnya KARIS/KARSU *-1 itu akan
saya tanggung sebagaimana mestinya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk digunakan

A N
sebagaimana mestinya.
Hormat saya,

I (................................)

A GCatatan Pejabat: *-3


.. tgl.
*-4

B CATATAN :
(..)

*-1 Coret yang tidak perlu.


*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah hal-hal yang dipandang perlu dalam kolom catatan dan
kemudian dibubuhi tanda tangan.
*-4 Tulislah nama jabatan Pejabat yang membuat catatan.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 359 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN XXXI SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 08/SE/1983
TANGGAL: 26 APRIL 1983
..............., tanggal ...............

Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran : Kepegawaian Negara
Perihal : Permintaan Penggantian
KARIS/KARSU
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
JAKARTA
J P
1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat bahwa KARIS/KARSU *-1 D
Nomor Seri : .. :
a. Nama :

A N
b. Alamat :
c. Istri / Suami dari *-1 :
(1) Nama :
A I
(2) NIP / Nomor Identitas *-2 :
(3) Pangkat/golongan ruang :
(4) Jabatan / Pekerjaan
(5) Satuan organisasi
:
:
A W
E G
Dengan laporan tanggal dilaporkan telah hilang.
2. Setelah diadakan penelitian ternyata hilangnya KARIS/KARSU tersebut
adalah di luar / atas kelalaian *-1 istri / suami *-1 Pegawai Negeri Sipil

E P
yang bersangkutan. Untuk jelasnya tembusan dari laporan kehilangan
KARIS/KARSU *-1 tersebut dilampirkan pula pada surat ini.
3. Berhubung dengan itu, diminta agar kepada istri / suami *-1 Pegawai

K
Negeri Sipil tersebut dapat diberikan KARIS/KARSU *-1 pengganti.
4. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.

A N .. tgl.

I *-2

A G (..)
NIP

B
TEMBUSAN dengan hormat disampaikan kepada:
1. ...........................................................................
2. ...........................................................................

CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Tulislah jabatan Pejabat yang mengajukan permintaan
penggantian KARIS/KARSU.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


- 360 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 362 -
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN


NEGARA NOMOR 48/SE/1990 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IJIN
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. PENDAHULUAN

1. UMUM
a. Sebagaimana diketahui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45
J P
Tahun 1990 telah ditetapkan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin perkawinan dan Perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil. D
b. Untuk menjamin kelancaran dan keseragaman
N
pelaksanaannya, dipandang perlu menetapkan petunjuk teknis

A
dalam

I
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang

A
Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. DASAR

A W
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3019);

E G
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041);

E P
c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran

K
Negara Nomor 3050);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang

N
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran

IA
Negara Nomor 3058);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor

A G 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);


f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun

B 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250).


g. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3424);
h. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1988 tentang Badan
Administrasi Kepegawaian Negara;
i. Keputusan Presiden Nomor 240/M Tahun 1987 tanggal 29 September
1987.
- 363 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

3. TUJUAN
Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk menyelesaikan
masalah perkawinan dan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

II. PERCERAIAN
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh
ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
2. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
J P
perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin
tertulis lebih dahulu dari pejabat. D
N
Contoh:
a. Saudara AMIR seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai istri

Untuk melaksanakan maksudnya tersebut, Saudara AMIR yang


I A
bernama TUTI. Saudara AMIR bermaksud akan menceraikan istrinya.

berkedudukan sebagai penggugat wajib memperoleh ijin tertulis lebih

A
dahulu dari Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus
mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat.

A W
b. Saudara ISTI seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai suami
bernama ANTO. Saudari ISTI bermaksud akan mengajukan gugatan
perceraian terhadap suaminya. Untuk melaksanakan maksudnya
tersebut saudari ISTI yang berkedudukan sebagai penggugat wajib

E G
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Setelah
memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan gugatan
perceraian melalui pengadilan setempat.

E P
3. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan
secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran

K
hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu
selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan
perceraian yang dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Lampiran I.
Contoh :

A N
I
a. Saudara TUTI seorang Pegawai Negeri Sipil telah menerima gugatan
cerai dari suaminya bernama AMIR melalui pengadilan setempat.

A G Dalam hal demikian, saudari TUTI yang berkedudukan sebagai


tergugat wajib memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari
suaminya tersebut kepada Pejabat untuk mendapatkan surat
keterangan untuk melakukan perceraian dalam jangka waktu

B selambat-lambatnya enam hari kerja.


b. Saudara RANO seorang Pegawai Negeri Sipil pada tanggal 31
Oktober 1990 telah menerima gugatan cerai dari istrinya bernama ARI
melalui pengadilan setempat. Dalam hal demikian, saudara RANO
yang berkedudukan sebagai tergugat wajib memberitahukan secara
tertulis adanya gugatan kepada Pejabat untuk mendapatkan surat
keterangan untuk melakukan perceraian selambat-lambatnya tanggal
7 November 1990.
Catatan:
Tanggal 4 November 1990 adalah hari libur.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 364 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

4. Suami istri yang akan melakukan perceraian dan keduanya berkedudukan


sebagai Pegawai Negeri Sipil baik dalam satu lingkungan departemennya/
Instansi maupun pada departemen/instansi yang berbeda, masing-masing
Pegawai Negeri Sipil tersebut wajib memperoleh ijin tertulis atau surat
keterangan lebih dahulu dari Pejabat.
Contoh :
a. Saudara IMAM mempunyai istri bernama NURI, keduanya Pegawai
Negeri Sipil pada Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Saudara
IMAM bermaksud akan menceraikan istrinya. Untuk melaksanakan
maksudnya tersebut saudara IMAM yang berkedudukan sebagai
penggugat wajib memperleh ijin tertulis lebih dahulu dari Kepala
BAKN. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan
J P
gugatan perceraian melalui pengadilan setempat. Saudari NURI yang
berkedudukan sebagai tergugat wajib memperoleh surat keterangan D
N
untuk melakukan perceraian dari Kepala BAKN.
b. Saudari FATIMAH seorang Pegawai Negeri Sipil pada Departemen
Tenaga Kerja mempunyai suami bernama DULAH seorang Pegawai

IA
Negeri Sipil pada Pemda Tingkat I Jawa Barat. Saudari FATIMAH
bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya

A
melalui pengadilan setempat. Untuk melaksanakan maksudnya
tersebut, saudari FATIMAH yang berkedudukan sebagai penggugat

A W
wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Menteri Tenaga Kerja.
Saudara DULAH yang berkedudukan sebagai tergugat wajib
memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.

E G
5. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada
alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai
berikut:

E P
a. Salah satu pihak berbuat zina;
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar
disembuhkan;

K
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-
turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa
memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar

A
Contoh:N
kemampuannya.

I
(1) Saudara INDRA (swasta) dengan istrinya bernama RIMA
(Pegawai Negeri Sipil) antara keduanya telah terjadi percekcokan.

A G Akibat percekcokan tersebut saudara INDRA telah meninggalkan


rumah tanpa sepengetahuan maupun ijin istri, dan selama
meninggalkan istrinya yang bersangkutan tidak lagi memberikan
nafkah baik lahir maupun batin. Dalam hal demikian apabila

B Saudari RIMA akan melakukan perceraian, harus menunggu dua


tahun berturut-turut sejak kepergian suaminya.
(2) Saudari TINA seorang Pegawai Negeri Sipil bersuamikan
Saudara ANTON seorang pilot di salah satu perusahaan
penerbangan di Indonesia. Pada tanggal 30 September 1990
saudara ANTON melakukan penerbangan dari Jakarta ke
Kalimantan namun pada waktu yang telah ditentukan ternyata
pesawat tersebut tidak diketahui secara pasti di mana
mendaratnya. Setelah tim SAR mencarinya selama tiga bulan
ternyata pesawat tersebut tidak diketemukan dan untuk

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 365 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

sementara dinyatakan hilang. Dalam hal ini, apabila saudari TINA


akan melakukan perceraian harus menunggu dua tahun berturut-
turut sejak suaminya dinyatakan hilang.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan
berlangsung.
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik
lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

6.
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di atas, harus
J P
dikuatkan dengan bukti sebagaimana yang ditentukan dalam angka III
angka 2 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara D
N
Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
7. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari

8.
permintaan ijin perceraian.
A
suami/sitri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian surat

I
Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya

A
gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti
dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan

9.
A W
kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau
meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar
dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan

10.
masing. G
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masing-

E
Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian

E P
kepada setiap Pegawai Negeri Sipil yang menyampaikan surat
pemberitahuan adanya gugatan, menurut contoh sebagaimana tersebut
dalam Lampiran II.
11.
K
Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Pejabat tidak juga
menetapkan keputusan yang sifanya tidak mengabulkan atau tidak
menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian atau tidak

A N
memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, maka dalam hal demikian

I
Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin perceraian yang
disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.
12.

A
13.
G Apabila hal tersebut dalam angka 11 di atas ternyata semata-mata
merupakan kelalaian dari Pejabat, maka pejabat yang bersangkutan
dikenakan hukuman disiplin.
Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan perceraian

B itu terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib
menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-
anaknya.
14. Pegawai Negeri Sipil yang diwajibkan menyerahkan bagian gajinya untuk
penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, wajib membuat pernyataan
tertulis, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran III.
15. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud dalam
angka 13 tidak diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti
telah berzina dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 366 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

terbukti menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar


disembuhkan dan atau istri terbukti telah meninggalkan suami selama dua
tahun berturut-turut tanpa ijin suami dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya.
16. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan,
haknya atas bagian gaji untuk bekas istri tetap diberikan apabila ternyata
alasan istri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan atau karena
suami terbukti telah berzina, dan atau suami terbukti telah melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap
istri, dan atau suami terbukti telah menjadi pemabuk, pemadat, dan
penjudi yang sukar disembuhkan dan atau suami terbukti telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan
J P
17.
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
Yang dimaksud dengan gaji adalah penghasilan yang diterima oleh suami D
N
dan tidak terbatas pada penghasilan suami pada waktu terjadinya
perceraian.
18.

IA
Bendaharawan gaji wajib menyerakan secara langsung bagian gaji yang
menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat perceraian,
tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari Pegawai Negeri Sipil

19.
bekas suami yang telah menceraikannya.
A
Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara

20.
A W
langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat
meminta untuk dikirimkan kepadanya.
Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan setelah
dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak berhasil, maka

E G
proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya mematuhi dan sesuai
dengan ketentuan jangka waktu yang telah ditentukan.

E P
III. PEGAWAI NEGERI SIPIL PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI
SEORANG

K
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.

N
2. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.

A
I
3. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki

A G
selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
permintaan ijin tersebut.
4. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya tiga
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut.

B
5. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar
dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masing-
masing.
6. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pejabat tidak menetapkan
keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tidak menolak
permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya untuk beristri lebih
dari seorang, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah
menolak permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang yang
disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 367 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

7. Apabila hal tersebut dalam angka 6 di atas ternyata merupakan kelalaian


dari Pejabat, maka Pejabat yang bersangkutan dikenakan hukuman
disiplin.

IV. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA TIDAK DIIJINKAN MENJADI ISTRI


KEDUA, KETIGA, KEEMPAT
1. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
2. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat
dilarang menjadi Pegawai Negeri Sipil.
J P
Contoh:
a. Saudari ATI (swasta) menikah dengan Saudara BADU seorang
Pegawai Negeri Sipil yang telah beristri. Saudari ATI kemudian
D
A N
melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan diterima pada salah
satu Departemen/Instansi. Dalam hal demikian, maka saudari ATI

Negeri Sipil.
A
b. Saudari NINA seorang Pegawai Negeri Sipil wanita bermaksud
I
harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai

W
menikah dengan saudara ADI seorang Pegawai Negeri Sipil pada
salah satu Departemen/ Instansi yang telah mempunyai istri. Sebelum

A
melaksanakan maksud tersebut, saudari NINA berhenti bekerja

G
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Setelah melangsungkan pernikahannya
dengan saudara ADI, saudari NINA kembali melamar sebagai calon
Pegawai Negeri

P
Sipil
E
dan diterima pada salah satu
Departemen/Instansi. Dalam hal demikian, maka saudari NINA harus
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil.

K E
c. Seorang wanita bernama WATI adalah istri kedua dari seorang
pengusaha; suatu saat saudari WATI menginginkan menjadi Pegawai

N
Negeri Sipil pada salah satu Departemen/Instansi, maka ia
mengajukan lamaran ke Departemen Penerangan dan kemudian ia

A
I
berhasil diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal
demikian, saudari WATI harus diberhentikan tidak dengan hormat

A G sebagai calon Pegawai Negeri Sipil.

B V. PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN TERTENTU


1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan Pegawai
Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang yang berkedudukan
sebagai :
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib memperoleh ijin lebih dahulu
dari Presiden.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"
- 368 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil


Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta Walikota Administratif, wajib
memperoleh ijin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
c. Pimpinan / Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan Badan Usaha
Milik Negara, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden.
d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik
Daerah, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah
Tingkat I/ Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
e. Anggota Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara wajib memperoleh ijin
J P
D
lebih dahulu dari Menteri / Pimpinan instansi induk yang
bersangkutan.
f. Kepala Desa, Perangkat Kepala Desa, dan Petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa wajib memperoleh
ijin lebih dahulu dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
A N
bersangkutan.

A I
2. Tata cara permintaan ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain
yang harus dipenuhi dan ditaati adalah sama dengan ketentuan-ketentuan

W
sebagaimana tersebut dalam angka III, angka IV Surat Edaran Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26

A
April 1983 dan angka II, III, IV Surat Edaran ini.

E G
VI. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN YANG SAH
1. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan
yang sah.

E P
2. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah
melakukan hubungan sebagai suami istri dengan wanita yang bukan

K
istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga.
3. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai

A N
Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan
perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang

I
bersangkutan untuk diperiksa.
4. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Pejabat atau Pejabat lain yang

G
ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
5. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil

A yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar

B
ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.

VII. PENDELEGASIAN WEWENANG


Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain
dalam lingkungannya serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang
setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian ijin atau surat
keterangan untuk melakukan perceraian atau beristri lebih dari seorang bagi
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"
- 369 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d
ke bawah dan yang setingkat dengan itu.

VIII. SANKSI
1. Pegawai Negeri Sipil dan atau atasan/pejabat,kecuali pegawai bulanan di
samping pensiun, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil, apabila melakukan salah satu atau lebih perbuatan
sebagai berikut:
a. tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada
J P
Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan; D
sebagai penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang

A N
b. melakukan perceraian tanpa memperoleh ijin bagi yang berkedudukan

I
berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari Pejabat;
c. beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh ijin terlebih dahulu dari
pejabat;
A
d. Melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan

A W
wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya;
e. tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya satu bulan setelah terjadinya perceraian;

G
f. tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada
Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan;
E
E P
g. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak
meneruskan permintaan ijin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih

K
dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan
setelah ia menerima permintaan ijin atau pemberitahuan adanya

N
gugatan perceraian;
h. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan ijin

A
I
perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas
pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak

A G memberikan keputusan terhadap permintaan ijin untuk beristri lebih


dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan
setelah ia menerima permintaan ijin atau pemberitahuan adanya

B gugatan perceraian.
i. Pejabat yang tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui
adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan
hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.
2. Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat
dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980.
3. Pegawai Negeri Sipil, kecuali pegawai bulanan di samping pensiun,
dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 370 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, apabila menolak melaksanakan


pembagian gaji dan atau tidak mau menandatangani daftar gajinya
sebagai akibat perceraian.
4. Apabila pegawai bulanan di samping pensiun melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan atau menjadi istri
kedua/ketiga/keempat, dan atau menolak melaksanakan pembagian gaji
sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dibebaskan dari jabatannya.
5. Tata cara penjatuhan hukuman disiplin menurut ketentuan Pasal 15 dan
pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 45 Tahun 1990
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Sanksi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
J P
1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 bagi:
a. Pegawai bulanan di samping pensiun; D
b. Pegawai Bank Milik Negara;
c. Pegawai Badan Usaha Milik Negara;

A N
d. Pegawai Bank Milik Daerah;
e. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah;

A I
f. Kepala Desa, Perangkat Desa dan Petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di desa.

W
berlaku jenis hukuman disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 6
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980n tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
A
E G
IX. KARTU ISTRI / SUAMI

Suami disingkat KARSU.


E P
1. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Istri disingkat
KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu

2. Istri pertama/kedua/ketiga/keempat dari pegawai negeri sipil yang dinikahi

K
secara sah yaitu yang dilakukan sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 diberikan KARIS.

N
3. Tata cara permintaan, penetapan, dan penyampaian serta ketentuan-
ketentuan lain tentang KARIS/KARSU dilaksanakan sesuai dengan angka

A
I
XII Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.

A G X. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Surat

B Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tetap berlaku, sepanjang tidak


bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1990 dan Surat Edaran ini.
2. Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena
melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak dapat diangkat
sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 371 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

XI. PELAKSANAAN
Dengan ditetapkannya Surat Edaran ini, para Pejabat hendaknya segera
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud
Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing-
masing.

XII. KETENTUAN PERALIHAN


1. Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
J P
1983 yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tetapi belum dijatuhi D
N
hukuman disiplin, atau belum ada keputusan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1990.

IA
2. Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah

A
Nomor 10 Tahun 1983 yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, tetapi
belum dijatuhi hukman disiplin, atau belum ada keputusan yang

A W
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diproses berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 10 tahun 1983.
3. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan dan telah mempunyai kekuatan

Tahun 1990 tetap berlaku.

E G
hukum yang tetap sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45

E P
XIII. PENUTUP

K
1. Apabila dalam pelaksanaan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan-kesulitan
supaya segera ditanyakan kepada Kepala BAKN untuk mendapatkan
penyelesaian.

N
2. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

A
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 372 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 48/SE/1990
TANGGAL 22 DESEMBER 1990

...................................., tanggal ..............


Kepada
Yth. ..........................................................
di
..................................................................

SURAT PEMBERITAHUAN ADANYA GUGATAN PERCERAIAN


J P
D
N
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
a. Nama :
b. NIP / Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
:
:
: I A
e. Satuan organisasi
f. Tempat Lahir
:
: A
g. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
memberitahukan dengan hormat, bahwa A W
:
:
saya telah digugat dalam

a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
G
perkara perceraian oleh suami/istri *-2 saya:

E :
:

d. Jabatan / Pekerjaan *-3

E P
c. Pangkat/golongan ruang *-3

e. Agama/kepercayaan terhadap
:
:

f. Alamat
K
Tuhan Yang Maha Esa :
:

N
2. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:
a. Surat gugatan perceraian

A
I
b. ..
c. dan seterusnya.

A G
3. Demikian pemberitahuan adanya gugatan perceraian ini agar dapat

dipergunakan sebagaimanamestinya.

B Yang Memberitahukan,

.............................................
NIP/Nomor Identitas

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 373 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 374 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN II SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 48/SE/1990
TANGGAL 22 DESEMBER 1990

SURAT KETERANGAN UNTUK MELAKUKAN PERCERAIAN


NOMOR: .

Berdasarkan surat tanggal ..................... yang disampaikan oleh:


1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-3
:
:
:
J P
4. Jabatan / Pekerjaan *-3
5. Satuan organisasi
:
: D
N
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa :
tentang pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari istri /suaminya *-
2:
1. Nama : I A
2. NIP/Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-3
:
: A
4. Jabatan / Pekerjaan *-3
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa A W :
:

:
7. Alamat

E G :
Dapat disimpulkan bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
oleh Saudara .......................... tersebut untuk melakukan perceraian, dapat

E
Perundang-undangan yang berlaku.P
diterima oleh akal sehat dan tidak bertentangan dengan Peraturan

K
Demikian keterangan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

A N ..............., tanggal ...............

I
A G .............................................
NIP/Nomor Identitas

B
Tembusan keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:
1.
2. dan seterusnya.

CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


- 375 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA


BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR : 48/SE/1990
TANGGAL 22 DESEMBER 1990

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
:
:
:
J P
5. Satuan organisasi
6. Tanggal Lahir
:
: D
N
7. Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia menyerahkan bagian gaji saya untuk bekas
istri dan anak-anak saya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku,
yaitu sebagai berikut:
1. .. I A
2. ..
3. dan seterusnya. A
W
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.

A
Mengetahui
E G ..............., tanggal ...............
Yang Membuat Pernyataan

E P
..
NIP/Nomor Identitas
K .......................................
NIP/Nomor Identitas

A N
*-1
I
CATATAN :
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

A G dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas


bagi pegawai lainnya, apabila ada.

"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 48/SE/1990"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 378 -
PEMBERHENTIAN PNS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 11 TAHUN 1969
TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI

BERIKUT PENJELASANNYA

Pasal 1
Tentang sifat pensiun
Pensiun-pegawai dan pensiun-janda/duda menurut Undang-undang ini
diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa
pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas Pemerintah.
Penjelasan Pasal 1 J P
Sifat pensiun ini adalah sesuai dengan yang dimaksud dalam
Undang-undang Pokok Kepegawaian. D
Pasal 2
A N
Tentang pembiayaan pensiun

A I
Pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan tunjangan-tunjangan serta
bantuan-bantuan di atas pensiun yang dapat diberikan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini:
a.

A W
Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang terakhir sebelum
berhenti sebagai pegawai negeri atau meninggal dunia, berhak
menerima gaji atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

E G
menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu Dana Pensiun
yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah; dibiayai sepenuhnya
oleh Negara, sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk pembiayaan
itu dibebankan atas anggaran termaksud;
b.

E P
Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang tidak termasuk huruf a
di atas ini, dibiayai oleh suatu dana pensiun yang di bentuk dengan dan
penyelenggaraannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 2
K
a. Sejak keluarnya Undang-undang No. 11 tahun 1956 (Lembaran-

N
Negara tahun 1956 No.23), maka pensiun pegawai negeri telah
dibiayai oleh Negara dan dibebankan atas Anggaran Pendapatan

I Adan Belanja Negara, sedangkan iuran-iuran pensiun telah


ditanggung pula oleh Pemerintah sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah No. 29 tahun 1954 (Lembaran-Negara tahun 1954

A G No. 77).
b. Pegawai negeri yang gajinya tidak menjadi beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara adalah umpamanya pegawai

B Perusahaan-Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang


No. 19 Tahun 1960.

Pasal 3
Arti beberapa istilah
Yang dimaksudkan dengan:
a. Pegawai negeri, ialah pegawai negeri menurut ketentuan Pasal 1 Ayat
(1) Undang-undang Pokok Kepegawaian No. 18 tahun 1961 (Lembaran-
Negara tahun 1961 No. 263), kecuali anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia;
- 379 - PEMBERHENTIAN PNS

b. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari pegawai negeri atau
penerima-pensiun pegawai yang meninggal dunia;
c. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari pegawai negeri wanita
atau penerima pensiun-pegawai wanita, yang meninggal dunia dan tidak
mempunyai isteri lain;
d. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak yang
disahkan menurut Undang-undang Negara dari pegawai negeri,
penerima pensiun, atau penerima pensiun-janda/duda;
e. Orang tua, ialah ayah kandung dan/atau ibu kandung pegawai negeri.
Penjelasan Pasal 3
Golongan-golongan pegawai yang termasuk dalam arti pegawai
negeri menurut pasal ini adalah :
J P
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat,
b. Pegawai Daerah Otonom, D
N
c. Pegawai Perusahaan/Bank Negara.
Yang memiliki ketiga unsur kepegawaian termaksud dalam Pasal 1
Undang-undang Pokok Kepegawaian.

I A
Pasal 4
Yang dimaksud dengan tewas, ialah: A
a.
b. W
Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan

A
dinasnya sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia
dalam dan/atau karena menjalankan kewajibannya;
c.

E G
Meninggal dunia yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun
cacad rokhani atau jasmani yang didapat dalam hal-hal tersebut pada
huruf a dan b di atas;
d.

E P
Meninggal dunia karena perbuatan anasir-anasir yang tidak
bertanggungjawab ataupun sebagai akibat dari tindakan terhadap
anasir-anasir itu.
Penjelasan Pasal 4
Cukup jelas.
K
A N Pasal 5

I Tentang dasar pensiun


Dasar pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya pensiun, ialah gaji

A G
pokok (termasuk gaji pokok tambahan dan/atau gaji pokok tambahan
peralihan) terakhir sebulan yang berhak diterima oleh pegawai yang
berkepentingan berdasarkan peraturan gaji yang berlaku baginya.
Penjelasan Pasal 5

B Dengan "gaji terakhir yang berhak diterima", dimaksudkan juga gaji


menurut pangkat anumerta.

Pasal 6
Tentang masa kerja
(1) Masa-kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya pensiun
untuk selanjutnya disebut masa-kerja untuk pensiun ialah:
a. Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri;
b. Waktu bekerja sebagai anggota A.B.R.I.;

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 380 - PEMBERHENTIAN PNS

c. Waktu bekerja sebagai tenaga bulanan/harian dengan menerima


penghasilan dari Anggaran Negara atau Anggaran Perusahaan
Negara, Bank Negara;
d. Masa selama menjalankan kewajiban berbakti sebagai pelajar
dalam Pemerintah Republik Indonesia pada masa perjuangan
phisik;
e. Masa berjuang sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan;
f. Masa berjuang sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan;
g. Waktu bekerja sebagai pegawai pada sekolah partikelir bersubsidi.
(2) Waktu bekerja sebagai pegawai negeri pada Pemerintah Republik
Indonesia dahulu yang dialami antara tanggal 17 Agustus 1945 dan 1
Januari 1950, dan masa termaksud huruf d dan f ayat (1) pasal ini,
J P
dihitung 2 (dua) kali sebagai masa kerja untuk pensiun.
(3) Waktu menjalankan suatu kewajiban Negara dalam kedudukan lain D
N
daripada sebagai pegawai negeri, dihitung penuh apabila yang
bersangkutan pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai negeri

(lima) tahun.
I A
telah bekerja sebagai pegawai negeri sekurang-kurangnya selama 5

(4) Waktu bekerja dalam kedudukan lain daripada yang disebut pada Ayat

A
(1) dan (3) pasal ini dalam hal-hal tertentu dapat dihitung untuk
sebagian atau penuh sebagai masa-kerja untuk pensiun.Ketentuan-

menjadi sebulan penuh.


Penjelasan Pasal 6 A W
ketentuan mengenai hal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam perhitungan masa kerja, maka pecahan bulan dibulatkan ke atas

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
E G
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
E P
Huruf d
K
Cukup jelas.

Yang dimaksud ialah masa berbakti sebagai pelajar menurut

A N Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1949, tentang


Penghargaan Pemerintah terhadap pelajar yang telah terbukti

I untuk Negara.
Huruf e

A G Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g

B Pegawai-pegawai dari sekolah-sekolah swasta bersubsidi


tersebut pada ayat (1) huruf g, hingga sekarang masih diberi
pensiun menurut peraturan lama (Pensioenreglement voor
Bijzondere Leerkrechten) yang juga dibiayai oleh Pemerintah,
sambil menunggu peninjauan Pensioenreglement voor
Bijzondere Leerkrachten.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 381 - PEMBERHENTIAN PNS

Ayat (4)
Peraturan Pemerintah yang kini berlaku ialah Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960
No. 49) tentang masa-kerja yang dihitung untuk pensiun.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 7
Yang berhak memberi pensiun
Yang berhak memberi pensiun.
(1) Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian pensiun-
J P
janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan pegawai
yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi Kepala D
N
Kantor Urusan Pegawai.
(2) Selama pejabat yang berhak memberhentikan pegawai yang

I A
bersangkutan belum dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ayat (1)
tersebut di atas, tugas ini dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan
Pegawai.
Penjelasan Pasal 7
Cukup jelas. A
Pasal 8
A W
Tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan dan lain-lain tunjangan.

E G
Di atas pensiun-pegawai, pensiun janda/duda atau bagian pensiun-janda
diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan dan tunjangan-tunjangan
umum atau bantuan-bantuan umum lainnya menurut ketentuan-ketentuan

Penjelasan Pasal 8

E P
yang berlaku bagi pegawai negeri.

Yang dimaksud dengan "tunjangan umum dan bantuan umum" ialah

K
tunjangan atau bantuan yang pemberiannya tidak tergantung dari
jabatan/pekerjaan pegawai negeri, melainkan diberikan dalam rangka
kesejahteraan c.q. jaminan sosial pegawai negeri.

A N
I Pasal 9
Hak atas pensiun pegawai.
(1)

A G Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri


berhak menerima pensiun-pegawai, jikalau ia pada
pemberhentiannya sebagai pegawai negeri.
saat

a. Telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan

B mempunyai masa-kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua


puluh) tahun.
b. Oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai
negeri, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun
juga karena keadaan jasmani atau rokhani yang disebabkan oleh
dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan atau
c. Mempunyai masa-kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan
oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 382 - PEMBERHENTIAN PNS

negeri, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun


juga karena keadaan jasmani atau rokhani, yang tidak disebabkan
oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatannya.
(2) Pegawai negeri yang diberhentikan atau dibebaskan dari pekerjaannya
karena penghapusan jabatan, perubahan dalam susunan pegawai,
penertiban aparatur Negara atau karena alasan-alasan dinas lainnya
dan kemudian tidak dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri,
berhak menerima pensiun pegawai apabila ia diberhentikan dengan
hormat sebagai pegawai negeri dan pada saat pemberhentiannya
sebagai pegawai negeri itu telah berusia sekurang-kurangnya 50 tahun
dan memiliki masa-kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun.
(3) Pegawai negeri yang setelah menjalankan suatu tugas negara tidak
J P
dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima
pensiun-pegawai apabila ia diberhentikan dengan hormat sebagai D
N
pegawai negeri dan pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai
negeri ia telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun
dan memiliki masa-kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun.
I A
(4) Apabila pegawai negeri yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) Pasal

A
ini pada saat ia diberhentikan sebagai pegawai negeri telah memiliki
masa-kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun akan tetapi

Penjelasan Pasal 9
Ayat (1) A W
pada saat itu belum mencapai usia 50 tahun, maka pemberian pensiun
kepadanya ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 tahun.

E G
Berhubung dengan sifatnya sebagai jaminan hari tua,
ditetapkan batas usia minimum yang harus telah dicapai oleh
pegawai untuk mendapat hak atas pensiun, yaitu umur sekurang-
kurangnya 50 tahun.

E P
Dari syarat tentang batas usia minimum tersebut dikecualikan
pegawai yang harus diberhentikan sebagai pegawai negeri karena

K
keadaan jasmani dan atau rochani. Selanjutnya, sesuai dengan
tujuan dari Undang-undang Pokok Kepegawaian No. 18 tahun
1961 untuk menempatkan pegawai-pegawai pada badan-badan

A N
Pemerintah yang memenuhi syarat kepribadian dan kesetiaan,
maka ditentukan pula sebagai syarat untuk mendapat hak atas

Ipensiun bahwa pegawai yang bersangkutan diberhentikan


sebagai pegawai negeri dengan sebutan "dengan hormat".

A G Karena pemberian pensiun dimaksudkan juga sebagai


penghargaan atas jasa-jasa pegawai dalam dinas Pemerintah,
maka ditentukan pula minimum masa-kerja yang wajar sebagai
syarat untuk dapat diberikan pensiun, yaitu sekurang-kurangnya

B 20 tahun.
Berhubung dengan ketentuan pada Pasal 35 Undang-undang
ini bahwa Undang-undang ini berlaku surut mulai tanggal 1
Nopember 1966, perlu dijelaskan, bahwa pegawai yang
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri
setelah 1 Nopember 1966, tidak berhak akan pensiun menurut
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Jika pegawai di luar kemauannya sendiri diberhentikan sebagai
pegawai negeri karena menjadi tenaga kelebihan atau karena

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 383 - PEMBERHENTIAN PNS

penertiban aparatur Negara dan sebagainya, maka untuk dapat


diberikan pensiun pegawai yang bersangkutan harus memiliki
masa-kerja sekurang-kurangnya 10 tahun.
Ayat (3)
Bagi pegawai negeri yang pernah menjalankan tugas Negara,
yaitu kewajiban Negara yang dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 41 tahun 1952, untuk hak pensiun tidak lagi
disyaratkan masa-kerja 10 tahun seluruhnya sebagai pegawai
negeri, tetapi cukup dengan memiliki masa-kerja untuk pensiun
sekurang-kurangnya 10 tahun dalam kedudukan apapun.

J P
Pasal 10
Tentang usia pegawai negeri D
N
Usia pegawai negeri untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan atas dasar
tanggal kelahiran yang disebut pada pengangkatan pertama sebagai pegawai

I A
negeri menurut bukti-bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu
tidak terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur
pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang bersangkutan

A
pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan bahwa tanggal kelahiran
atau umur termaksud kemudian tidak dapat diubah lagi untuk keperluan
penentuan hak atas pensiun-pegawai.
Penjelasan Pasal 10

A W
Untuk mempercepat pemberian/pembayaran pensiun maka:
a. Departemen-departemen/Lembaga-lembaga Pemerintah/Negara

E G
harus segera mulai menyusun Daftar Riwayat Pekerjaan para
pegawai yang ada dalam administrasi masing-masing terutama
Daftar Riwayat Pekerjaan mereka yang berusia 50 (lima puluh)
tahun ke atas.

E P
b. Harus diusahakan oleh masing-masing Departemen/Lembaga
Pemerintah/Negara agar jauh sebelum masa peremajaan sudah

K
tersedia bahan-bahan keterangan yang mengenai usia/tanggal
lahir, masa-kerja pensiun serta nama, tanggal kelahiran
isteri/anak-anak pegawai.

A N
I Pasal 11
Besarnya pensiun-pegawai
(1)

A G Besarnya pensiun-pegawai sebulan adalah 2% (dua setengah


perseratus) dari dasar pensiun untuk tiap-tiap tahun masa-kerja, dengan
ketentuan bahwa:
a. pensiun-pegawai sebulan adalah sebanyak-banyaknya 75% (tujuh

B puluh lima perseratus) dan sekurang-kurangnya 40% (empat puluh


perseratus) dari dasar-pensiun;
b. pensiun-pegawai sebulan dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat
(1) huruf b Undang-undang ini adalah sebesar 75% (tujuh puluh
lima perseratus) dari dasar-pensiun;
c. pensiun-pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji-pokok
terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat
yang berlaku bagi pegawai negeri yang bersangkutan.
(2) pensiun pegawai tersebut pada ayat (1) huruf b pasal ini dipertinggi
dengan suatu jumlah tertentu dalam hal pegawai negeri yang

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 384 - PEMBERHENTIAN PNS

bersangkutan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun


juga karena cacat jasmani dan/atau rokhani yang terjadi didalam
dan/atau oleh karena ia menjalankan kewajiban jabatannya. Ketentuan-
ketentuan tentang pemberian tambahan atas pensiun-pegawai ini diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 11
Besarnya pensiun-pegawai sebulan ditetapkan sebesar 75%
(tujuh puluh lima per seratus) dari gaji-pokok, dengan maksud agar
pegawai, apabila dipensiunkan tidak mengalami kemunduran
penghasilan yang terlampau besar.
Dalam rangka pembentukan dana pensiun, maka dengan
Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 2 huruf a Undang-
J P
undang ini, dapat ditetapkan prosentase-prosentase yang tinggi
daripada yang ditetapkan dalam pasal ini. D
Pasal 12
A N
Permintaan pensiun-pegawai

A I
Untuk memperoleh pensiun-pegawai menurut Undang-undang ini, pegawai
negeri yang bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada Kepala
Kantor Urusan Pegawai, dengan disertai:

a.

b.
pegawai negeri;
A W
Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia sebagai

Daftar riwayat pekerjaan yang disusun/disahkan oleh Pejabat/badan

c.
bersangkutan; G
Negara yang berwenang untuk memberhentikan pegawai negeri yang

E
Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang

d.
anaknya; P
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (istri-istri) suami dan anak-

E
Surat keterangan dari pegawai negeri yang berkepentingan yang

K
menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang sah maupun turunan
atau kutipannya, dan barang-barang lainnya milik Negara yang ada
padanya, telah diserahkan kembali kepada yang berwajib.

A N
Penjelasan Pasal 12
(1) Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-undang ini, Kepala

IKantor Urusan Pegawai menetapkan pemberian pensiun pegawai


dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah menerima salinan

A G Surat Keputusan/Pemberitahuan dari pejabat yang berhak


memberhentikan pegawai negeri yang besangkutan tentang
pemberhentian dengan hormat seorang pegawai negeri, tanpa
menunggu surat permintaan pensiun dari yang berkepentingan

B apabila pada Kantor Urusan Pegawai telah terkumpul:


a. Daftar Riwayat Pekerjaan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
b. Daftar Susunan Keluarga yang disahkan oleh yang berwajib,
dan
c. Surat keterangan dari pegawai yang bersangkutan bahwa
semua surat-surat baik yang asli maupun turunan milik
Negara telah diserahkan kembali kepada yang berwajib.
(2) Pejabat yang berhak memberhentikan pegawai berkewajiban
untuk dalam waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 385 - PEMBERHENTIAN PNS

saat pemberhentian dengan hormat sebagai pegawai negeri


dengan hak pensiun :
a. Menetapkan Surat Keputusan tentang pemberhentian yang
bersangkutan dan menyampaikan salinannya kepada Kantor
Urusan Pegawai ;
b. Menyampaikan kepada Kepala Kantor Urusan Pegawai,
Daftar Riwayat Pekerjaan yang memuat juga tempat/tanggal
kelahiran c.q. usia pegawai yang bersangkutan, yang ditanda-
tangani oleh pejabat yang berhak serta Daftar Susunan
Keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang memuat
nama, tanggal kelahiran dan alamat, istri/suami dan anak-
anaknya.
J P
D
N
Pasal 13
Mulainya pemberian pensiun-pegawai

I A
(1) Pensiun-pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan berikutnya
pegawai negeri yang bersangkutan diberhentikan sebagai pegawai
negeri.

A
(2) Dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat (4) Undang-undang ini,
pensiun-pegawai diberikan mulai bulan berikutnya bekas pegawai

Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas
A W
negeri yang bersangkutan mencapai usia 50 tahun.

E
Pasal 14G
Berakhirnya hak pensiun-pegawai

E P
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 14
Cukup jelas
K
A N Pasal 15
Pembatalan pemberian pensiun-pegawai

I
(1) Pembayaran pensiun-pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang
pemberian pensiun-pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun-

A G pegawai diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri atau diangkat


kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian
setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-
undang ini atau peraturan yang sesuai dengan Undang-undang ini.

B
(2) Jika Pegawai Negeri termaksud pada ayat (1) pasal ini kemudian
diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya diberikan
lagi pensiun-pegawai termaksud ayat (1) pasal ini atau pensiun
berdasarkan peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan terakhir
itu, yang ditetapkan dengan mengingat jumlah masa-kerja dan gaji yang
lama dan baru, apabila perhitungan ini lebih menguntungkan.
Penjelasan Pasal 15
Menurut ketentuan dalam pasal ini pensiun-pegawai harus
dibatalkan jika penerima pensiun yang besangkutan diangkat lagi
sebagai pegawai negeri, termasuk anggota ABRI karena pada

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 386 - PEMBERHENTIAN PNS

azasnya Pemerintah untuk selanjutnya tidak lagi menghendaki


kemungkinan pemberian lebih dari satu macam pensiun-pegawai
ataupun pensiun-janda kepada bekas pegawai negeri atau
isteri/anaknya.
Ketentuan dalam pasal ini dengan sendirinya tidak berlaku lagi bagi
pegawai pensiunan yang dipekerjakan kembali dalam suatu jabatan
negeri dengan diberi gaji bulanan/harian di samping pensiun.
Dalam hal tersebut pada pasal 15 ayat (2) kepada pegawai yang
bersangkutan diberikan pensiun menurut perhitungan yang lebih
menguntungkan.

J P
Pasal 16
Hak atas pensiun Janda/Duda D
N
(1) Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun pegawai meninggal
dunia, maka isteri (istri-istri)-nya untuk pegawai Negeri pria atau
suaminya untuk Pegawai Negeri Wanita, yang sebelumnya telah

I A
terdaftar-pada kantor Urusan Pegawai, berhak menerima pensiun janda
atau pensiun duda.

A
(2) Apabila Pegawai Negeri atau penerima-pensiun pegawai yang
beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada istri/suami

A W
yang terdaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/duda,
maka dengan menyimpang dari ketentuan pada ayat (1) pasal ini,
pensiun-janda/duda diberikan kepada istri/suami yang ada pada waktu
ia meninggal dunia. Dalam hal Pegawai Negeri atau penerima pensiun-

E G
pegawai pria termaksud diatas beristri lebih dari seorang, maka
pensiun-janda diberikan kepada istri yang ada waktu itu paling lama dan
tidak terputus-putus dinikahnya.
Penjelasan Pasal 16

E P
Cukup jelas. Periksa Penjelasan Umum.

K Pasal 17
Besarnya pensiun-janda/duda
(1)
N
Besarnya pensiun-janda/duda sebulan adalah 36% (tiga puluh enam

A
persen) dari dasar-pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat

I
lebih dari seorang istri yang berhak menerima pensiun-janda, maka
besarnya bagian pensiun-janda untuk masing-masing istri, adalah 36%

(2)

A G (tiga puluh enam perseratus) dibagi rata antara istri-istri itu.


Jumlah 36% (tiga puluh enam perseratus) dari dasar pensiun termaksud
ayat (1) pasal ini tidak boleh kurang dari 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari gaji-pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah

B
(3)
tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri yang berlaku bagi almarhum
suami/istrinya.
Apabila Pegawai Negeri tewas, maka besarnya pensiun-janda/duda
adalah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar-pensiun, dengan
ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak
menerima pensiun-janda maka besarnya bagian pensiun-janda untuk
masing-masing isteri adalah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dibagi
rata antara isteri-isteri itu.
(4) Jumlah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun termaksud
ayat (3) pasal ini tidak boleh kurang dari gaji-pokok terendah menurut

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 387 - PEMBERHENTIAN PNS

Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri yang


berlaku bagi almarhum suami/istrinya.
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Periksa Penjelasan Umum.
Ayat (2)
Ketentuan tentang batas minimum sebesar 75% dari gaji-pokok
terendah hanya berlaku bagi pensiun-janda (36%) dan tidak
berlaku untuk bagian-bagian pensiun-janda termaksud pada ayat
(1).
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat (3) menghapuskan ketentuan-ketentuan
J P
dalam peraturan lama Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
1952, tentang pemberian pensiun kepada janda dan tunjangan D
N
kepada anak yatim/piatu pegawai negeri sipil dan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 tahun 1954, tentang pemberian tunjangan
istimewa kepada keluarga pegawai yang tewas.

I A
Ketentuan dalam ayat (3) pasal ini berlaku juga bagi calon
pegawai dan pensiunan yang dipekerjakan kembali sebagai
pegawai bulanan apabila ia tewas.
A
Dalam rangka pembentukan dana pensiun, maka dengan

W
Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 2 huruf a Undang-
undang ini, dapat ditetapkan prosentase-prosentase yang lebih

A
tinggi dari pada yang ditetapkan dalam pasal ini.

(1) E G
Pasal 18
Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai meninggal

E P
dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang berhak
untuk menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
termaksud pasal 17 Undang-undang ini maka:

K
a. pensiun janda diberikan kepada anak/anak-anaknya, apabila hanya
terdapat satu golongan anak yang seayah-seibu.

N
b. satu bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-masing
golongan anak yang seayah-seibu.

(2)
A
c. pensiun duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).

I
Apabila pegawai negeri pria atau penerima-pensiun pegawai pria
meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri (isteri-isteri) yang

A G berhak menerima pensiun-janda/bagian pensiun-janda di samping anak


(anak-anak) dari isteri (isteri-isteri) yang telah meninggal dunia atau
telah cerai, maka bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-

B
(3)
masing isteri dan golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.
Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan sebagai
pegawai negeri dan kedua-duanya meninggal dunia, diberikan satu
pensiun-janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-duda atas dasar
yang lebih menguntungkan.
(4) Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau bagian
pensiun-janda menurut ketentuan-ketentuan ayat (1) atau ayat (2) pasal
ini, ialah anak (anak-anak) yang pada waktu pegawai atau penerima-
pensiun pegawai meninggal dunia:
a. belum mencapai usia 25 tahun atau
b. tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 388 - PEMBERHENTIAN PNS

c. belum menikah atau belum pernah menikah.


Penjelasan Pasal 18
Ayat (1).
Huruf b
Dengan satu bagian pensiun-janda dimaksud bagian pensiun-
janda yang seharusnya diberikan kepada ibu atau golongan
anak (anak-anak) yang bersangkutan.
Ayat (2)
Berdasarkan ketentuan pada ayat ini, dalam hal janda/duda
penerima pensiun meninggal dunia dan mempunyai anak (anak-
anak) yang berhak diberikan pensiun, maka pensiun janda/duda
diberikan langsung kepada anak (anak-anak) itu, tanpa
J P
memerlukan penetapan surat keputusan pensiun baru.
D
Pasal 19
Pendaftaran Isteri/Suami/Anak
A N
sebagai Yang Berhak Menerima Pensiun-Janda/Duda

A I
(1) Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/suami/anak (anak-anak sebagai yang
berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud dalam pasal 16
dan pasal 18 Undang-undang ini harus dilakukan oleh Pegawai Negeri

A W
atau penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan menurut petunjuk-
petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
(2) Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak menerima
pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-tiap isteri yang
didaftarkan.

E G
(3) Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah terdaftar
terputus, maka terhitung mulai hari penceraian berlaku sah isteri/suami

janda/duda.

E P
itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang berhak menerima pensiun-

(4) Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak menerima

K
pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda seperti termaksud pasal
18 Undang-undang ini ialah:
a. Anak-anak pegawai atau penerima pensiun-pegawai dari

A N
perkawinannya dengan isteri, (isteri-isteri)/suami yang didaftar
sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/duda.

I
b. Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita.
(5) Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali anak-anak

A G yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak yang dilahirkan


selambat-lambatnya 300 hari sesudah perkawinan itu terputus.
(6) Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang berhak
menerima pensiun-janda harus dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun

B sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat terjadinya


kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu. Pendaftaran
isteri/suami/anak yang diajukan sudah lampau batas waktu tersebut
tidak diterima lagi.
Penjelasan Pasal 19
Pendaftaran suami/isteri/anak sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda perlu diadakan untuk menjamin hak mereka,
memudahkan tata-usaha, serta pula untuk mempercepat penjelasan
pemberian pensiun.

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 389 - PEMBERHENTIAN PNS

Pasal 20
(1) Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami ataupun
anak, maka 20% (dua puluh perseratus) dari pensiun-janda/duda
termaksud pasal 17 ayat (3) Undang-undang ini diberikan kepada orang
tuanya.
(2) Jika kedua orang tua telah bercerai, maka kepada mereka masing-
masing diberikan separoh dari jumlah termaksud pada ayat (1) pasal ini.
Penjelasan Pasal 20
Surat permintaan untuk mendapat pensiun-janda/duda ini harus
disertai dengan surat keterangan dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah
tingkat II yang bersangkutan yang menyatakan bahwa orang tua yang
J P
bersangkutan adalah orang tua kandung atau, dalam hal orang tua
kandung telah meninggal dunia, orang tua yang secara sah telah D
N
mengangkat-sebagai anak-angkat pegawai yang bersangkutan.

Pasal 21
Permintaan Pensiun-Janda/Duda I A
A
Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut
Undang-undang ini janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan

a.

b.
berwajib;
A W
surat permintaan kepada Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan disertai:
Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh yang

Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib;


c.

E G
Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang
berkepentingan;
d.
yang meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 21
E P
Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir pegawai

Cukup jelas
K
(1)

A N Pasal 22
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda kepada anak

I
(anak-anak) termaksud pasal 18 Undang-undang ini, dilakukan atas
permintaan dari atau atas nama anak (anak-anak) yang berhak

A G menerimanya.
(2) Permintaan termaksud ayat (1) pasal ini harus disertai:
a. Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;

B b. Salinan surat kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan


keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang
berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari mereka
yang berkepentingan;
c. Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa
anak (anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
d. Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji-pokok terakhir
pegawai atau penerima pensiun-pegawai yang meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 22

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 390 - PEMBERHENTIAN PNS

Cukup jelas

Pasal 23
(1) Kepala Kantor dimana Pegawai Negeri yang meninggal dunia terakhir
bekerja, berkewajiban untuk membantu agar pengiriman surat-surat
permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud dalam pasal 21
dan 22 ayat (2) terlaksana selekas mungkin.
(2) Isteri/suami atau anak (anak-anak) dari penerima pensiun pegawai atau
penerima pensiun-janda/duda yang meninggal dunia dapat mengajukan
surat permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud dalam pasal
21 dan pasal 22 ayat (2) langsung kepada Kepala Kantor Urusan
J P
Pegawai, dengan disertai salinan dari surat keputusan tentang
pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda kepada penerima D
N
pensiun yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 23

memperlancar penyelesaian pemberian pensiun.


I A
Ketentuan pada pasal ini merupakan salah satu usaha untuk

Pasal 24 A
A W
Mulainya Pemberian Pensiun-Janda/Duda
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut Undang-undang ini
diberikan mulai bulan berikutnya Pegawai Negeri atau penerima pensiun-
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan berikutnya hak

E G
atas pensiun-janda/bagian pensiun-janda itu didapat oleh yang bersangkutan.
Bagi anak yang dilahirkan dalam batas waktu 300 hari setelah Pegawai
Negeri atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia, pensiun-

kelahiran anak itu.


Penjelasan Pasal 24
E P
janda/bagian pensiun-janda diberikan mulai bulan berikutnya tanggal

Cukup jelas.
K
A N Pasal 25
Berakhirnya Hak Pensiun-Janda/Duda

I
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda berakhir pada
akhir bulan:
a.
b.

A G Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia;


Tidak lagi terdapat anak yang memenuhi syarat-syarat untuk
menerimanya.
Penjelasan Pasal 25

B Cukup jelas.

Pasal 26
Pembayaran Uang Muka atas Pensiun-Pegawai atau Pensiun-Janda
Jikalau syarat-syarat yang disebut dalam pasal 12, pasal 21 atau pasal 22
Undang-undang ini belum dipenuhi atau jika karena sesuatu hal penetapan
pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-
janda belum dapat dilaksanakan maka kepada bekas pegawai negeri atau
janda (janda-janda)/duda atau anak (anak-anak) yang berkepentingan oleh

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 391 - PEMBERHENTIAN PNS

pejabat yang berhak memberhentikan pegawai yang bersangkutan dapat


diberikan untuk sementara uang muka atas pensiun-pegawai atau pensiun-
janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut petunjuk dari Kepala Kantor
Urusan Pegawai.
Penjelasan Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Penetapan Kembali Pensiun-Pegawai atau Pensiun Janda/Duda.
Apabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau
bagian pensiun-janda dikemudian hari ternyata keliru, maka penetapan
J P
tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan surat keputusan baru yang
memuat alasan perubahan itu, akan tetapi kelebihan pensiun-pegawai atau D
N
pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang mungkin telah
dibayarkan, tidak dipungut kembali.
Penjelasan Pasal 27
Cukup jelas
I A
Pasal 28 A
A W
Pembatasan Pensiun-Janda/Duda
(1) Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan kepada
janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika janda/duda
yang bersangkutan nikah lagi, terhitung dari bulan berikutnya
perkawinan itu dilangsungkan.

E G
(2) Apabila kemudian khusus dalam hal janda (janda-janda) perkawinan
termaksud pada ayat (1) pasal ini terputus, maka terhitung dari bulan

E P
berikutnya kepada janda yang bersangkutan diberikan lagi pensiun-
janda atau bagian pensiun-janda yang telah dibatalkan, atau jika lebih
menguntungkan, kepadanya diberikan pensiun-janda yang menurut

Penjelasan Pasal 28
K
Undang-undang ini dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.

Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan

A N
kepada janda/duda menurut ketentuan ayat (1) pasal 28 tidak
dibatalkan jika janda/duda masih mempunyai anak.

I
A
(1)
G Pasal 29
Hapusnya Pensiun-Pegawai/Pensiun-Janda/Duda
Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/ duda hapus:
a. jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi

B anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing.


b. jika penerima pensiun-pegawai/pensiun-janda/duda/bagian pensiun-
janda menurut keputusan pejabat/Badan Negara yang berwenang
dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu
gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap Negara dan
Haluan Negara yang berdasarkan Panca Sila.
c. Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai
bahan untuk penetapan pemberian pensiun-pegawai/pensiun-
janda/duda/bagian pensiun-janda, tidak benar dan bekas Pegawai

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 392 - PEMBERHENTIAN PNS

Negeri atau janda/duda/anak yang bersangkutan sebenarnya tidak


berhak diberikan pensiun.
(2) Dalam hal-hal tersebut pada ayat (1) huruf a dan b pasal ini, maka surat
keputusan pemberian pensiun dibatalkan, sedang dalam hal-hal
tersebut huruf c, ayat itu surat keputusan termaksud dicabut.
Penjelasan Pasal 29
Ayat (1)
Huruf b
Yang dimaksud dengan keputusan pejabat/badan Negara
yang berwenang dalam pasal 29 ayat (1) huruf b, ialah
keputusan Badan Pengadilan Negeri yang bersangkutan
dan/atau Keputusan Presiden/Pemerintah sesuai dengan
J P
ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) huruf e dan f, Undang-
undang Pokok Kepegawaian. D
N
Ayat (2)
Dalam hal keputusan pemberian pensiun dicabut, termaksud pada

ditagih kembali.
I A
ayat (2) pasal ini, maka pensiun yang telah dibayarkan harus

Pasal 30 A
Jaminan untuk Pinjaman

A W
Surat keputusan tentang pemberian pensiun menurut Undang-undang ini
dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari salah
satu bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
E P Pasal 31
Pemindahan Hak Pensiun-Pensiun

dipindahkan.
K
(1) Hak atas pensiun-pensiun menurut Undang-undang ini tidak boleh

(2) Penerima pensiun tersebut tidak boleh menggadaikan atau dengan

A N
maksud itu secara lain menguasakan haknya kepada siapapun juga.
(3) Semua perjanjian yang bertentangan dengan yang dimaksud pada ayat

I
(1) dan ayat (2) pasal ini, dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.
Penjelasan Pasal 31

A G Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi penerima


pensiun terhadap praktek pemberian pinjaman uang dengan
memungut bunga yang tinggi.

B Pasal 32
Hal-Hal Luar Biasa dan Peraturan Pelaksanaan
(1) Hal-hal luar biasa yang tidak/belum diatur dalam Undang-undang ini,
diputus oleh Presiden.
(2) Hal-hal yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini diatur oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai menurut
petunjuk-petunjuk Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 393 - PEMBERHENTIAN PNS

Pasal 33
Peraturan Peralihan
(1) Istri (istri-istri) dan anak (anak-anak) yang telah didaftarkan sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda atau tunjangan-anak yatim/piatu
berdasarkan peraturan yang berlaku sebelum Undang-undang ini,
dianggap telah didaftarkan sebagai yang berhak menerima pensiun-
janda menurut peraturan ini.
(2) Anak-anak Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai yang
dilahirkan sebelum waktu Undang-undang ini mulai berlaku terhadapnya
dari perkawinan dengan istri/suami yang pada waktu itu telah meninggal
dunia atau telah bercerai dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut
J P
Undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 33 D
N
Hal yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ialah jika pegawai
yang bersangkutan, pada waktu diangkat menjadi pegawai negeri,

atau diceraikan.
I A
mempunyai anak (anak-anak) sedang ibunya telah meninggal dunia

Ketentuan pada ayat tersebut merupakan penyimpangan dari

A
pasal 19 ayat (4) huruf a yang menentukan, bahwa anak yang dapat
didaftar untuk hak atas pensiun, adalah hanya anak (anak-anak) dari

Pasal 34 A W
isteri (isteri-isteri)/suami yang terdaftar.

(1)

E G
Pensiun-pegawai, pensiun janda/duda, bagian pensiun-janda dan
tunjangan-anak yatim/piatu yang penetapannya didasarkan atas
peraturan-peraturan yang berlaku sebelum tangggal mulai berlakunya

E P
Undang-undang ini, dinaikkan besarnya menjadi 150% (seratus lima
puluh perseratus) dari jumlah yang ditetapkan berdasarkan peraturan-
peraturan lama itu, terhitung mulai tanggal mulai berlakunya Undang-

K
undang ini, dengan ketentuan bahwa: Pensiun/tunjangan yang bersifat
pensiun bagi bekas pegawai dan janda setelah dinaikkan tidak boleh
kurang dari berturut-turut 100% dan 75% dari gaji pokok terendah

A N
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat Pegawai
Negeri yang berlaku.

I
(2) Jumlah yang dinaikkan itu ditetapkan dalam rupiah bulat, pecahan
rupiah dibulatkan ke atas menjadi rupiah penuh.

A G
(3) Pelaksanaan kenaikan pensiun dan tunjangan yang bersifat pensiun itu
diselenggarakan oleh Kantor-kantor pembayaran yang bersangkutan
menurut petunjuk-petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
Penjelasan Pasal 34

B Besarnya pensiun-pegawai sebulan untuk tiap-tiap tahun masa-


kerja telah dipertinggi dari 1,6% menurut peraturan lama menjadi
2,5% menurut pasal 11 ayat (1) Undang-undang ini.
Begitu pula minimum pensiun-pegawai yang menurut peraturan
lama berjumlah 50% telah ditetapkan dalam Undang-undang ini
menjadi 75%. Ini berarti, bahwa besarnya pensiun-pegawai dan
maksimum pensiun-pegawai menurut Undang-undang telah
dipertinggi dengan 150% jika dibandingkan dengan besarnya pensiun
pegawai dan maksimum pensiun pegawai menurut peraturan lama.

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 394 - PEMBERHENTIAN PNS

Oleh karena itu maka pensiun-pegawai yang ditetapkan


berdasarkan peraturan lama dipandang perlu dinaikkan besarnya
dengan 150%. Kenaikan sebesar 150% bagi pensiun-pegawai
termaksud di atas sudah selayaknya diberikan pula bagi pensiun-
janda dan tunjangan anak-yatim/piatu yang ditetapkan menurut
peraturan lama.
Dalam rangka pembentukan Dana Pensiun termaksud pasal 2
huruf a, dan apabila keadaan keuangan Negara mengizinkan maka
dengan Peraturan Pemerintah dapat ditentukan prosentase-
prosentase yang lebih tinggi dari yang ditentukan dalam pasal ini.

J P
Pasal 35
Ketentuan Penutup D
N
Undang-undang ini disebut "Undang-Undang Pensiun Pegawai dan
Pensiun-Janda/Duda Pegawai" dan mulai berlaku pada hari diundangkan
serta berlaku surut mulai tanggal 1 Nopember 1966.
Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas I A
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"UU No. 11 Tahun 1969"


- 395 - PEMBERHENTIAN PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"UU No. 11 Tahun 1969"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 397 -
PEMBERHENTIAN PNS

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR KALI DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 65 TAHUN 2008

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
J P
1. pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian
yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai D
N
Pegawai Negeri Sipil;
2. pemberhentian dari Jabatan Negeri adalah pemberhentian yang

I A
mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan
Organisasi Negara, tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil;
3.
A
hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang diluar kemauan dan
kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui

4. W
apakah dia masih hidup atau telah meninggal dunia;
batas usia pensiun adalah batas usia Pegawai Negeri Sipil harus

A
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.

E G
E P BAB II
PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama

K
Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 2
(1)
N
Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan dengan

A
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

I
(2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas

A G yang mendesak.
(3) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih terikat
dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan

B perundang-undangan yang berlaku.


Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti
sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Penundaan atas permintaan berhenti dari seorang Pegawai
Negeri Sipil, hanyalah didasarkan semata-mata untuk
kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya dengan
- 398 -

berhentinya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan sangat


mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.
Permintaan berhenti yang dapat ditunda untuk paling lama 1
(satu) tahun antara lain adalah permintaan berhenti dari Pegawai
Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas yang penting.
Penundaan ini dilakukan untuk paling lama 1 (satu) tahun,
sehingga dengan demikian pimpinan instansi yang bersangkutan
dapat mempersiapkan penggantinya.
Ayat (3)
Permintaan berhenti yang dapat ditolak, antara lain adalah
permintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil yang
sedang menjalankan ikatan dinas, wajib militer, dan lain-lain yang
J P
serupa dengan itu.
D
Bagian Kedua
Pemberhentian Karena Telah Mencapai Batas Usia Pensiun
A N
(1)
Pasal 3
Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai batas usia pensiun,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. A I
Penjelasan Pasal 3
Ayat (1) A W
(2) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 56
(lima puluh enam) tahun.

Cukup jelas.
Ayat (2)
E G
Ditinjau dari sudut fisik, pada umumnya usia 56 (lima puluh

E P
enam) tahun adalah merupakan batas usia seorang Pegawai
Negeri Sipil mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya
guna dan berhasil guna.

K Bagian Kedua

A N Kewajiban

(1)
I Pasal 4
Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat

A
(2)
G diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
tertentu.
Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan:

B a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang


memangku:
1. jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang ditugaskan
secara penuh di bidang penelitian; atau
2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku:
1. jabatan struktural Eselon I;
2. jabatan struktural Eselon II;
3. jabatan Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit
pelayanan kesehatan negeri;
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 399 -

4. jabatan Pengawas Sekolah Menengah Atas, Sekolah


Menengah Pertama, Sekolah Dasar, Taman Kanak-kanak atau
jabatan lain yang sederajat; atau
5. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.
c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku:
1. jabatan Hakim pada Mahkamah Pelayaran; atau
2. jabatan lain yang ditentukan Presiden.
(3) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil
yang memangku jabatan struktural Eselon I tertentu.
(4) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
J P
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan D
N
organisasi;
b. memiliki kinerja yang baik;
c. memiliki moral dan integritas yang baik; dan

I
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan Dokter.
(5) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) A
ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan
A
Instansi/Lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai

Penjelasan Pasal 4
Cukup jelas. A W
Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari
Jabatan Struktural Eselon I.

Pasal 5
E G
E P
Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, karena telah
mencapai batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan 4,
diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan 1 (satu) tahun

Penjelasan Pasal 5
K
sebelum ia mencapai batas usia pensiun tersebut.

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dilakukan

A N
secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk semua golongan. Jangka waktu 1 (satu) tahun itu

I
dipandang cukup bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk
menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya.

A G Dalam waktu 1 (satu) tahun itu, pimpinan instansi yang bersangkutan


harus sudah menyelesaikan segala sesuatu yang menyangkut tata
usaha kepegawaian, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dapat menerima hak-haknya tepat pada waktunya.

B Bagian Ketiga
Pemberhentian Karena Adanya Penyederhanaan Organisasi

Pasal 6
Apabila ada penyederhanaan suatu satuan organisasi Negara yang
mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri
Sipil yang kelebihan itu disalurkan kepada satuan organisasi lainnya.

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 400 -

Penjelasan Pasal 6
Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam
melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu satuan
organisasi harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok,
sehingga dengan demikian dapat dicapai dayaguna dan hasilguna
yang sebesar-besarnya.
Perubahan satuan organisasi Negara adakalanya mengakibatkan
Kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi hal yang sedemikian,
maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu disalurkan pada satuan
organisasi Negara yang lainnya.

J P
Pasal 7
Apabila penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak mungkin D
N
dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari Jabatan Negeri
dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 7 I A
Cukup jelas.
A
Pasal 8

A W
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena:
a.

b.
E G
melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan
Negeri atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil atau
dihukum penjara, berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah

E P
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja
melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam dengan

Penjelasan Pasal 8
K
pidana yang lebih berat.

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam

A N
pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat,
satu dan lain hal tergantung pada pertimbangan pejabat yang

I
berwenang atas berat atau ringannya perbuatan yang dilakukan dan
besar atau kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu.

A G Huruf a
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan
Negeri, dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil wajib ditaati
oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah

B ternyata melanggar sumpah/janji atau melanggar Peraturan


Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang berat dan menurut
pertimbangan atasan yang berwenang tidak dapat diperbaiki lagi,
dapat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Huruf b
Pada dasarnya, tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau diancam dengan
pidana yang lebih berat adalah merupakan tindak pidana
kejahatan yang berat. Meskipun maksimum ancaman pidana
terhadap suatu tindak pidana telah ditetapkan, namun pidana
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 401 -

yang dijatuhkan/diputuskan oleh Hakim terhadap jenis tindak


pidana itu dapat berbeda-beda sehubungan dengan berat
ringannya tindak pidana yang dilakukan dan atau besar kecilnya
akibat yang ditimbulkannya.
Berhubung dengan itu, maka dalam mempertimbangkan
apakah Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak pidana
kejahatan itu akan diberhentikan atau tidak, atau apakah akan
diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat, haruslah
diperhatikan faktor-faktor yang mendorong Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu, serta
harus pula dipertimbangkan berat ringannya keputusan
Pengadilan yang dijatuhkan.
J P
D
N
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena:
a. I
melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana A
b.
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud A
Penjelasan Pasal 9
A W
dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi pidana penjara, atau kurungan,

E G
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap karena melakukan sesuatu tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, harus diberhentikan tidak

E P
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan ini tidak
berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya dijatuhi pidana
percobaan
Huruf a
K
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang
Pegawai Sipil adalah merupakan kepercayaan dari Negara yang

A N
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara atau

I
kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan suatu

A G tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan


yang ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaannya, maka
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan
tidak dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan

B yang diberikan kepadanya.


Tindak pidana kejahatan yang dimaksud, antara lain adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 sampai dengan Pasal
436 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Huruf b
Tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
104 sampai dengan Pasal 161 KUHP, adalah tindak pidana
kejahatan yang berat, karena tindak pidana kejahatan itu, adalah
tindak pidana kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan
yang melanggar martabat Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 402 -

terhadap Negara dan Kepala Negara/Wakil Kepala Negara


sahabat, kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara, hak-
hak Negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum.
Berhubung dengan itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan tindak pidana tersebut harus diberhentikan tidak
dengan hormat.

Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan
mengubah Pancasila dan/atau Undang-Undang Dasar 1945 dan/atau terlibat
J P
dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau
Pemerintah. D
N
Penjelasan Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah melakukan usaha atau
kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan Undang-Undang
I
Dasar 1945, atau terlibat dengan gerakan atau melakukan kegiatan A
yang menentang Negara dan atau Pemerintah sudah menyalahi
A
sumpahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu Pegawai

A W
Negeri Sipil yang demikian harus diberhentikan dengan tidak hormat.
Usaha atau kegiatan mana yang merupakan usaha atau kegiatan
yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar
1945, serta kegiatan atau gerakan mana yang merupakan kegiatan

diputuskan oleh Presiden.


E G
atau gerakan yang menentang Negara dan atau Pemerintah,

E P
Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Atau Rohani

K Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak

A N
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
apabila berdasarkan surat keterangan Team Penguji Kesehatan dinyatakan:
a.
I
tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena
kesehatannya; atau
b.

A
c.
G menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri
dan atau lingkungan kerjanya; atau
setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
Penjelasan Pasal 11

B Huruf a
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat
keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa keadaan jasmani
dan atau rohani yang bersangkutan sudah sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri.
Huruf b
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat
keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa yang bersangkutan
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 403 -

menderita penyakit atau kelainan yang sedemikian rupa, sehingga


apabila ia dipekerjakan terus dapat membahayakan dirinya sendiri
atau orang lain, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil yang
menderita penyakit jiwa yang berbahaya.
Huruf c
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
adalah Pegawai Negeri Sipil yang setelah berakhirnya cuti sakit
belum mampu bekerja kembali, yang dinyatakan dengan surat
keterangan Team Penguji Kesehatan.

Bagian Keenam
J P
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas
D
N
Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah
dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran
gajinya mulai bulan ketiga.
(2) Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang I A
dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada
pimpinan instansinya, dapat: A
A W
a. ditugaskan kembali apabila ketidak hadirannya itu karena ada
alasan-alasan yang dapat diterima; atau
b. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila
ketidak hadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai Negeri Sipil

E G
yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat yang berwenang
akan mengganggu suasana kerja, jika ia ditugaskan kembali.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang

E P
dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus meninggalkan tugasnya
secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
K
Yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak sah

A N
adalah meninggalkan tugas tanpa izin dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti.

I
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,

A G dapat ditugaskan kembali atau dapat pula diberhentikan dengan


hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Huruf a
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah

B itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, maka


Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat ditugaskan
kembali setelah lebih dahulu dijatuhi hukuman disiplin
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Huruf b
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah
itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, atau
apabila menurut pendapat pejabat yang berwenang akan
mungkin mengganggu suasana atau disiplin kerja apabila
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 404 -

Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan kembali


maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai pada bulan
dihentikan pembayaran gajinya.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang

Pasal 13
J P
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. D
N
Penjelasan Pasal 13
Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka pimpinan instansi
yang bersangkutan membuat surat keterangan meninggal dunia.

I A
Pasal 14
A
(1) Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada

A W
akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang.
(2) Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan atau berita
acara dari pejabat yang berwajib.

E G
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembali
sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh terhitung sejak

E P
dianggap meninggal dunia dengan memperhitungkan hak-hak
kepegawaian yang telah diterima oleh keluarganya.
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
K
Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas) bulan,
dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih tetap bekerja,

A N
oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainnya yang berhak
diterimanya diterimakan kepada keluarganya. Yaitu istri, suami,

I
atau anak yang sah. Apabila setelah jangka waktu 12 (dua belas)
bulan Pegawai Negeri Sipil yang hilang itu belum juga

A G diketemukan, maka ia dianggap telah meninggal dunia pada akhir


bulan kedua belas dan kepada keluarganya diberikan uang duka
wafat atau uang duka tewas dan hak-hak kepegawaian lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hak-hak kepegawaian yang diperhitungkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini, tidak termasuk uang duka wafat atau
uang duka tewas.

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 405 -

Bagian Kedelapan
Pemberhentian Karena Hal-hal Lain

Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya
setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, tetapi
tidak dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan,
diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
J P
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1) D
N
Yang dimaksud dengan instansi induk, adalah Departemen,
Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Daerah Otonom,
dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden.
Ayat (2) I A
Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam
A
ayat ini, dapat berupa pemberhentian dengan hormat Pegawai

W
Negeri Sipil atau pemberhentian dengan hormat dari Jabatan
Negeri. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 17.

A
BAB III

E G
HAK-HAK KEPEGAWAIAN

E P
Bagian Pertama
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Yang Diberhentikan Dengan Hormat

K Pasal 16
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan

A N
perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 16

I
Cukup jelas.

A
(1)
G Pasal 17
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11
huruf b dan huruf c, dan Pasal 15 ayat (2):

B a. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan


hak pensiun, apabila telah mencapai usia sekurang-kurangnya (lima
puluh) tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) tahun;
b. diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri dengan
mendapat uang tunggu, apabila belum memenuhi syarat-syarat usia
dan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak
pensiun:
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 406 -

a. Tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Team Penguji
Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua
Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang disebabkan oleh dan
karena ia menjalankan kewajiban jabatan;
b. Jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun, apabila oleh Team Penguji Kesehatan dinyatakan
tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena
kesehatannya yang bukan disebabkan oleh dan karena ia
menjalankan kewajiban jabatan.
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
J P
Cukup jelas.
Huruf b D
N
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
tunggu, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah
mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan

I
telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat A
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun.
A
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang

A W
tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memiliki masa
kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, tetapi
belum mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai

E G
Pegawai Negeri Sipil dan pemberian pensiunnya ditetapkan
pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh) tahun. Apabila
pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu,

E P
Pegawai Negeri Sipil tersebut belum memiliki masa kerja
pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil

Ayat (2)
Cukup jelas. K
tanpa hak pensiun.

A N
I Pasal 18
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai

A G
Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak atas pensiun
apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun.
Penjelasan Pasal 18

B Cukup jelas.

Bagian Kedua
Uang Tunggu

Pasal 19
(1) Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun.
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 407 -

(2) Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
boleh lebih lama dari 5 (lima) tahun.
Penjelasan Pasal 19
Ayat (1)
Kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan,
pemberian uang tunggu setiap kali ditetapkan untuk paling lama 1
(satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 20
J P
(1) Besarnya uang tunggu adalah:
a. 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun pertama; D
N
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahun-tahun
selanjutnya.
(2) Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari
Jabatan Negeri. I A
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas. A
Pasal 21
A W
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan

E G
kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan
lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 21

E P
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil, oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain

K
berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian
pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar untuk
pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian pelaksanaan

A N
pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri.

I
Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji berkala
digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu.

A G Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan:

B
a.

b.
Melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali selambat-
lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian uang tunggu;
Senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu Jabatan Negeri;
c. Meminta izin lebih dahulu kepada pimpinan instansinya, apabila mau
pindah alamat di luar wilayah pembayaran.
Penjelasan Pasal 22
Huruf a
Pelaporan diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, dilakukan
melalui saluran hierarki.
Huruf b
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 408 -

Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diangkat kembali
dalam suatu Jabatan Negeri apabila ada lowongan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang menolak untuk
diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri, diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan yang
bersangkutan menolak untuk diangkat kembali.
J P
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1) D
N
Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dilakukan
dengan memperhatikan keahlian, pengalaman, dan pangkat
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas. I A
A
Pasal 24

A W
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang diangkat kembali
dalam suatu Jabatan Negeri, dicabut pemberian uang tunggunya terhitung
sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 24
Cukup jelas.
E G
E P
Pasal 25
Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut uang tunggu, adalah

K
pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan memberhentikan dari
jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 25

N
Cukup jelas.

A
I BAB IV

A G KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang akan mencapai usia sebagaimana dimaksud dalam

B
Pasal 3 dan Pasal 4, sebelum diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil dengan hak pensiun, dapat dibebaskan dari jabatannya untuk
paling lama 1 (satu) tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 26
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah semua
penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali tunjangan jabatan.

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 409 -

Pasal 27
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, pada
saat ia mencapai batas usia pensiun, diberhentikan pembayaran
gajinya.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung
sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan
J P
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan
suatu tindak pindana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, apabila D
N
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, mendapat
hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan

(4) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan PengadilanI A
yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.

A
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diberhentikan

A W
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir
bulan dicapainya batas usia pensiun.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai

E G
Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)

E P
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian

K
sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu tindak
pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan apakah ia bersalah
atau tidak.

A N
Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan
pemberhentian sementara, ia menerima bahagian gajinya.

I
Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian sementara
ia mencapai batas usia pensiun, maka pembayaran bahagian

A G gajinya dihentikan, sehingga dengan demikian dapat dihindarkan


kemungkinan kerugian terhadap keuangan Negara.
Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan
setelah ada keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai

B kekuatan hukum yang tetap.


Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 410 -

Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan
dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam)
tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan
mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penjelasan Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
J P
Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, berlaku terhitung sejak akhir
bulan pemberhentian yang bersangkutan. D
N
Penjelasan Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30 I A
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana
A
dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini

A W
telah mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih, tetapi belum
dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil
dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi mereka.
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
E P
BAB V
KETENTUAN PENUTUP

K Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih

A N
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 30

I
Cukup jelas.

A G Pasal 32
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan
oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

B
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.

Bagian Kedelapan
Penghargaan

Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan Yang
Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang Tidak Atas
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 411 -

Kemauan Sendiri Diberhentikan Dengan Hormat Dari Pekerjaannya


(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 27. Tambahan Lembaran
Negara Nomor 93);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1958 tentang Peremajaan Alat-
alat Negara (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1686);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 239 Tahun 1961 tentang Pemberian
Penghasilan Kepada Pegawai-pegawai Negeri Yang Berhubung
Dengan "Retooling" Diberhentikan Dengan Hormat Dari Jabatannya

d.
Jabatan Negeri (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 305, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2364);
Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
J P
Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 33 D
N
Cukup jelas.

Bagian Kesembilan
Penyelenggaraan Pembinaan Kepegawaian I A
Pasal 34 A
Agar supaya setiap orang mengetahuinya,

A W
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
memerintahkan
pengundangan, Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Repulik Indonesia.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas.
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 412 -

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 414 -
PEMBERHENTIAN PNS

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR


SE-179/PJ/UP.84/2009 TENTANG USULAN PENSIUN, KENAIKAN PANGKAT
PENGABDIAN, ATAU KENAIKAN PANGKAT ANUMERTA BAGI PEGAWAI
NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Sehubungan dengan masih adanya usulan pensiun Pegawai Negeri


Sipil yang disampaikan oleh pimpinan unit kerja Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) yang tidak lengkap, serta masih adanya pegawai yang mengajukan
usulan pensiun dan kenaikan pangkat pengabdian atau anumerta tetapi masih
menguasai aset negara, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para
J P
pegawai yang akan memasuki batas usia pensiun dan untuk lebih
menertibkan administrasi usulan pegawai, setiap pimpinan unit kerja D
N
DJP diminta agar segera mengusulkan pegawai DJP yang akan
memasuki Batas Usia Pensiun (BUP) ke Bagian Kepegawaian Kantor

I A
Pusat DJP melalui saluran hirarki sebelum pegawai yang bersangkutan
mencapai batas usia pensiun. Agar surat keputusan pensiun dapat
diterbitkan sebelum pegawai yang bersangkutan mencapai batas usia

A
pensiun, hendaknya usul pensiun tersebut disampaikan paling lama 6
(enam) bulan sebelum Pegawai Negeri Sipil tersebut mencapai batas

2.
usia pensiun.

a. A W
Yang dimaksud dengan disampaikan melalui saluran hirarki
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, yaitu sebagai berikut:
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Direktorat,

E G
maka usulan pensiun tersebut disampaikan oleh Direktur kepada
Direktur Jenderal Pajak u.p Kepala Bagian Kepegawaian Kantor
Pusat DJP;
b.

E P
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, maka usulan
pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Pengolahan

c. K
Data dan Dokumen Perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak
u.p. Kepala Bagian Kepegawaian Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Kantor Wilayah

A N
DJP, maka usulan pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala
Kantor Wilayah DJP kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala

d.
I Bagian Kepegawaian Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Kantor

A G Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan


Konsultasi Perpajakan (KP2KP), maka usulan pensiun tersebut
disampaikan oleh Kepala KPP kepada Kepala Kanwil DJP,
selanjutnya Kepala Kanwil DJP menyampaikan usulan tersebut

B e.
kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Bagian Kepegawaian
Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di lingkungan unit
eselon III Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak, maka usulan
pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian kepada
Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Bagian Kepegawaian Kantor
Pusat DJP.
3. Persyaratan administrasi untuk mengajukan usulan pensiun Pegawai
Negeri Sipil atau Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil, yaitu
sebagai berikut:
- 415 - PEMBERHENTIAN PNS

a. Pensiun PNS yang mencapai Batas Usia Pensiun (BUP);


1) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP);
2) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
3) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara
(SKPPS);
4) Surat Permintaan Surat Keterangan Penghentian
Pembayaran (SP-SKPP);
5) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
J P
7) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;
8) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir; D
N
9) Salinan sah surat nikah dan akte kelahiran anak
kandung/anak yang sah;
10) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6;

I
11) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat A
b.
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
A
Pensiun PNS yang Tidak Cakap Jasmani atau Rohani karena
dinas:

A W
1) Surat permohonan pensiun pegawai yang disebabkan tidak
cakap jasmani atau rohani PNS yang bersangkutan kepada
Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan Golongan

E
sampai dengan Golongan IV/a;G
IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS Golongan I/a

2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP), dalam hal

E P
PNS yang cacat karena dinas tidak dapat menandatangani,
maka DPCP ditandatangani oleh isteri/suami/anak/orang tua;
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
K
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara
(SKPPS);

A N
5) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);

I
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);

A G 7) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;


8) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
9) Salinan sah surat penugasan atau surat keterangan yang
menjelaskan bahwa CPNS/PNS yang bersangkutan

B mengalami kecelakaan atau cacat dalam menjalankan tugas


kedinasan;
10) Laporan dari pimpinan unit kerja serendah-rendahnya eselon
III kepada pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan
tentang peristiwa yang mengakibatkan PNS yang
bersangkutan cacat;
11) Surat keterangan dari Tim Penguji Kesehatan yang
menyatakan jenis cacat yang diderita oleh PNS yang
bersangkutan yang mengakibatkan ia tidak dapat bekerja lagi
dalam semua jabatan negeri;

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 416 - PEMBERHENTIAN PNS

12) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte
kelahiran anak kandung/anak yang sah;
13) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6 Pegawai Negeri
Sipil;
14) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
c. Pensiun PNS yang Tidak Cakap Jasmani atau Rohani:
1) Surat permohonan pensiun pegawai yang disebabkan tidak
cakap jasmani atau rohani PNS yang bersangkutan kepada
Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan Golongan
IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS Golongan I/a
J P
sampai dengan Golongan IV/a;
2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP), dalam hal D
N
PNS yang cacat tidak dapat menandatangani, maka DPCP
ditandatangani oleh isteri/suami/anak/orang tua;
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara I A
(SKPPS);
A
5) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);

Negeri Sipil (PNS);


A W
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai

7) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;

E G
8) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
9) Surat keterangan dari Tim Penguji Kesehatan yang
menyatakan jenis cacat yang diderita oleh PNS yang

E P
bersangkutan yang mengakibatkan ia tidak dapat bekerja lagi
dalam semua jabatan negeri;
10) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte

K
kelahiran anak kandung/anak yang sah;
11) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6 Pegawai Negeri
Sipil;

A N
12) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat

d.
I Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
Pensiun Janda/Duda PNS:

A G 1) Surat permohonan pensiun janda/duda yang bersangkutan


kepada Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan
Golongan IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS
Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a;

B 2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP) yang


ditandatangani oleh isteri/isteri-isteri/suami/anak/orang tua;
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model B
(SP4-B);
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
5) Surat Keterangan Janda/Duda dari Kepala
Kelurahan/Desa/Kecamatan;
6) Surat Keterangan Kematian dari Kepala
Kelurahan/Desa/Kecamatan;

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 417 - PEMBERHENTIAN PNS

7) Surat keterangan dari Kepala Kelurahan/Desa/Kecamatan


yang menerangkan bahwa anak (anak-anak) itu tidak pernah
kawin dan tidak mempunyai penghasilan sendiri;
8) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
9) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
10) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;
11) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
12) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte
kelahiran anak kandung/anak yang sah;
13) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6 Pegawai Negeri
J P
Sipil;
14) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang D
N
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
e. Pensiun PNS yang memenuhi syarat usia 50 tahun dan masa
kerja pensiun 20 tahun:
1) Surat permohonan pensiun pegawai yang bersangkutan I A
A
kepada Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan
Golongan IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS

A W
Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a;
2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP);
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);

(SKPPS);
5) Surat Permintaan
E G
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara

Surat Keterangan Penghentian

E P
Pembayaran (SP-SKPP);
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);

K
7) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
8) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;

A N
9) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
10) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte

I kelahiran anak kandung/anak yang sah;


11) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6;

A Gf.
12) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
Dalam hal pegawai yang diusulkan pensiun PNS menduduki

B g.
jabatan, ditambah dengan persyaratan berupa salinan sah surat
keputusan jabatan terakhir;
Dalam hal pegawai dikenai hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan
telah memenuhi syarat usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja
pensiun 20 (dua puluh) tahun, persyaratan usul pensiun yang
bersangkutan sama dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf e, ditambah dengan keputusan penjatuhan
hukuman disiplin.

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 418 - PEMBERHENTIAN PNS

4. Dalam hal pegawai yang diusulkan pensiun juga diusulkan diberikan


kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, maka persyaratan
usulan pensiun tersebut ditambah dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Salinan sah Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dalam
1 (satu) tahun terakhir;
b. Surat keterangan telah bekerja secara terus-menerus sebagai
Pegawai Negeri Sipil dan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau berat dalam 1 (satu) terakhir yang disahkan
dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Kepegawaian Kantor

c.
Pusat DJP;
Daftar riwayat pekerjaan:
1) Untuk Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a yang
J P
disahkan dan ditandatangani serendah-rendahnya oleh
Pejabat eselon III; D
N
2) Untuk Golongan IV/b sampai dengan Golongan IV/e yang
disahkan dan ditandatangani serendah-rendahnya oleh

d.
Pejabat eselon II:

I A
Surat pernyataan cacat karena dinas dari Tim Penguji Kesehatan
apabila pegawai yang diusulkan tidak dapat bekerja lagi dalam

5.
semua jabatan negeri.
A
Dalam hal pegawai yang diusulkan pensiun juga diusulkan diberikan

ditambah dengan persyaratan sebagai berikut:


a.
b. A W
kenaikan pangkat anumerta, maka persyaratan usulan pensiun tersebut

Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;


Berita Acara dari pejabat yang berwajib tentang kejadian yang

c.
d.
G
mengakibatkan yang bersangkutan meninggal dunia;

E
Visum et repertum dari dokter;
Salinan sah surat perintah penugasan atau surat keterangan yang

e.
P
menerangkan bahwa CPNS/PNS tersebut meninggal dunia dalam

E
rangka menjalankan tugas kedinasan;
Laporan dari pimpinan unit kerja serendah-rendahnya eselon III

K
kepada pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan
tentang peristiwa yang mengakibatkan PNS yang bersangkutan
tewas; dan

6.
f.
Surat

A N
Salinan sah keputusan sementara kenaikan pangkat anumerta.
Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang

I
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dibuat dengan menggunakan formulir sebagaimana

A G dimaksud dalam lampiran 1 Surat Edaran ini, dan harus diketahui oleh:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, apabila yang diusulkan
pensiun adalah Direktur Jenderal Pajak, pejabat eselon II DJP
atau pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Pusat DJP;

B b. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan,


apabila yang yang diusulkan pensiun adalah pejabat/pegawai di
lingkungan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan;
c. Kepala Kantor Wilayah DJP, apabila yang diusulkan pensiun
adalah pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Wilayah DJP.
7. Surat Pernyataan Tidak Menguasai Rumah Negara sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dibuat dengan menggunakan formulir
sebagaimana dimaksud dalam lampiran 2 Surat Edaran ini, dan harus
diketahui oleh:

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 419 - PEMBERHENTIAN PNS

a. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, apabila yang diusulkan


pensiun adalah Direktur Jenderal Pajak, pejabat eselon II DJP,
Pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Pusat DJP,
pejabat/pegawai Pusat Pengolahan Data dan Dokumen
Perpajakan, dan pejabatlpegawai Kantor Wilayah DJP di wilayah
DKI Jakarta;
b. Kepala Kantor Wilayah DJP, apabila yang diusulkan pensiun
adalah pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Wilayah DJP selain
di wilayah DKI Jakarta.
8. Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pad a angka 6 dan angka 7
sebelum menandatangani Surat Pernyataan Telah Mengembalikan
Seluruh Barang Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan
J P
Surat Pernyataan Tidak Menguasai Rumah Negara masih
membutuhkan data mengenai aset negara yang dikuasai oleh pegawai D
N
yang diusulkan pensiun di kantor sebelum tempat tugasnya terakhir
maka pejabat tersebut dapat melakukan konfirmasi sebagai berikut:
a. untuk rumah negara ke Bagian Perlengkapan Kantor Pusat DJP

I A
(bagi pegawai yang menduduki jabatan eselon I, eselon II, eselon
III, eselon IV, dan Pejabat Fungsional);
b.
A
untuk aset selain rumah negara ke kantor dimana pegawai yang
diusulkan pensiun tersebut pernah aktif bekerja sebelum tempat

9.
tugasnya berakhir.
W
Kelengkapan usul pensiun dan kenaikan pangkat pengabdian

A
sebagaimana dimaksud pada angka 3 sampai dengan angka 5 untuk
Golongan IV/b sampai dengan Golongan IV/e dibuat rangkap 3 (tiga),

10.
rangkap 2 (dua). G
sedangkan untuk Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a dibuat

E
Pimpinan unit kerja/satuan kerja DJP atau pegawai dilarang

11.
P
menyampaikan usulan pensiun langsung ke Badan Kepegawaian

E
Negara, Menteri Keuangan atau Presiden.
Dalam hal pimpinan unit kerja/satuan kerja DJP atau pegawai

K
menyampaikan usulan pensiun langsung ke Badan Kepegawaian
Negara, Menteri Keuangan atau Presiden, maka yang bersangkutan
harus dikenai hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, kecuali yang

A N
bersangkutan membatalkan usulan tersebut sebelum dilakukan
pemeriksaan dalam rangka penjatuhan hukuman disiplin.
12.
I
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-160/PJ/UP.84/2002 tanggal 15 Oktober 2002

A G tentang Pensiun Dan Kenaikan Pangkat Pengabdian Di Lingkungan


Direktorat Jenderal Pajak dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 420 - PEMBERHENTIAN PNS

Lampiran 1 Surat Edaran Direktur


Jenderal Pajak
Nomor : SE-179/PJ/UP.84/2009
Tanggal : 30 November 2009

SURAT PERNYATAAN TELAH MENGEMBALIKAN


SELURUH BARANG MILIK/KEKAYAAN NEGARA SELAIN RUMAH NEGARA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


J P
Nama : D
N
NIP :
Pangkat/Golongan :
Jabatan
Unit Kerja
:
:
I A
A
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mengembalikan semua surat-surat,
baik yang asli maupun turunan atau kutipan (seperti: STNK kendaraan, surat-

barang milik/kekayaan negara.

A W
surat dinas lainnya), barang milik/kekayaan negara, dan tidak menguasai

Surat Pernyataan ini kami buat untuk memenuhi ketentuan sebagaimana

E G
diatur dalam Pasal 12 huruf d Undang Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.

E P
Demikian surat pernyataan untuk mengajukan usul pensiun ini saya buat
dengan sebenar-benarnya, dan saya bersedia dituntut secara perdata atau
pidana apabila dikemudian hari surat pernyataan yang saya buat ternyata
tidak benar.
K
A N ., tanggal .

I
Mengetahui, Yang Membuat Pernyataan

A G

Materai 6000

B
NIP NIP

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


- 421 - PEMBERHENTIAN PNS

Lampiran 1 Surat Edaran Direktur


Jenderal Pajak
Nomor : SE-179/PJ/UP.84/2009
Tanggal : 30 November 2009

SURAT PERNYATAAN TIDAK MENGUASAI RUMAH NEGARA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
J P
NIP
Pangkat/Golongan
:
: D
N
Jabatan :
Unit Kerja :

I
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah tidak menguasai rumah negara.
A
A
Surat Pernyataan ini karni buat untuk memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.

A W
Demikian surat pernyataan untuk mengajukan usul pensiun ini saya buat
dengan sebenar-benarnya, dan saya bersedia dituntut secara perdata atau

tidak benar.
E G
pidana apabila dikemudian hari surat pernyataan yang saya buat ternyata

E P ., tanggal .
Mengetahui,
K Yang Membuat Pernyataan

A N Materai 6000

NIP I .
NIP

A G
B

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-179/PJ/UP.84/2009"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 424 -
CUTI PNS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN


1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERIKUT PENJELASANNYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri
Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja
yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
J P
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas. D
Pasal 2
A N
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
I
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
A
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non

A W
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil

E G
yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan
sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan

E P
kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam
Peraturan Pemerintah ini atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) K
A N
Cuti Pegawai Negeri Sipil hendaknyalah diberikan tepat pada
waktunya. Untuk memungkinkan hal ini, maka pendelegasian

I
wewenang untuk memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil
dalam lingkungan kekuasaannya masing-masing hendaknya

A G didelegasikan sejauh mungkin kepada pejabat-pejabat sampai


satuan organisasi bawahan, umpamanya pemberian cuti tahunan,
cuti sakit yang tidak lebih dari 14 (empat belas) hari, cuti sakit
dalam dan karena alasan penting hendaknya didelegasikan

B sejauh mungkin sampai kepada pejabat terbawah.


Pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti sakit yang lebih
dari 14 (empat belas) hari dan cuti besar dibatasi sampai tingkat
pejabat tertentu, umpamanya sampai tingkat instansi vertikal
tingkat Propinsi. Pemberian cuti diluar tanggungan Negara,
dilakukan sendiri oleh pejabat yang dimaksud dalam ayat (1),
tidak dapat didelegasikan.
- 425 - CUTI PNS

BAB II
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Bagian Pertama
Jenis Cuti

Pasal 3
Cuti terdiri dari:
a. Cuti tahunan;
b.
c.
d.
Cuti besar;
Cuti sakit;
Cuti bersalin;
J P
e.
f.
Cuti karena alasan penting; dan
Cuti diluar tanggungan Negara. D
N
Penjelasan Pasal 3
Cukup Jelas.

Bagian Kedua I A
Cuti Tahunan
A
(1)
Pasal 4
W
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu)

A
tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.

kurang dari 3 (tiga) hari kerja.


E G
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang

(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang

E P
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Penjelasan Pasal 4
K
Yang berhak mendapat cuti tahunan adalah Pegawai Negeri Sipil,

A N
termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus. Yang dimaksud

I
dengan bekerja secara terus menerus adalah bekerja dengan tidak
terputus karena menjalankan cuti diluar tanggungan Negara atau

A G karena diberhentikan dari jabatan dengan menerima uang tunggu.

Pasal 5

B
Cuti tahunan yang akan dijalankan ditempat yang sulit perhubungannya, maka
jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14
(empat belas) hari.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat
diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas)

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 426 - CUTI PNS

hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut,
dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang
berjalan.
Penjelasan Pasal 6
Cukup jelas.

(1)
Pasal 7
Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti paling lama 1 (satu) tahun, apabila
J P
kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) D
N
dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari
kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan.
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
I A
Cuti tahunan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaanya apabila

A
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mungkin
meninggalkan pekerjaannya karena ada pekerjaan yang

Ayat (2)
Cukup jelas. A W
mendesak yang harus segera diselesaikan. Penangguhan ini tidak
boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun.

E
Pasal 8
G
E P
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada
perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Penjelasan Pasal 8
K
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen
pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada sekolah/perguruan

A N
tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/diperbantukan untuk
mengajar pada sekolah/perguruan tinggi swasta yang mendapat

I
liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak
berhak atas cuti tahunan.

A G Bagian Ketiga
Cuti Besar

B
(1)
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangya 6 (enam)
tahun secara terus menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3
(tiga) bulan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas
cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 427 - CUTI PNS

(4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja secara terus menerus
setiap 6 (enam) tahun berhak atas cuti besar, umpamanya
seorang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil 1 April
1970. Pada tanggal 1 April 1976, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan berhak atas cuti besar.
Cuti besar yang tidak diambil Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tepat pada waktunya, dapat diambil pada tahun-
tahun berikutnya tetapi keterlambatan pengambilan cuti besar itu
J P
tidak dapat diperhitungkan untuk pengambilan cuti besar yang
berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah D
N
berhak atas cuti besar pada tanggal 1 April 1975, tetapi karena
sesuatu sebab cuti besar itu baru dapat diambilnya pada tanggal

I A
1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan baru berhak atas cuti besar yang berikutnya
pada 1 April 1983.
Ayat (2)
Cukup jelas. A
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. A W
E
Pasal 10
G
E P
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
untuk memenuhi kewajiban agama.
Penjelasan Pasal 10

K
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya
menunaikan ibadah haji.

A N
I Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang

A G
untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
Penjelasan Pasal 11
Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pemberian cuti besar
dapat ditangguhkan untuk paling lama 2 (dua) tahun, dengan

B ketentuan, bahwa selama masa penangguhan itu diperhitungkan


sebagai hak untuk mendapatkan cuti besar berikutnya. Umpamanya
seorang Pegawai Negeri Sipil telah berhak atas cuti besar pada 1
April 1975, tetapi karena ada tugas kedinasan yang mendesak, maka
pelaksanaan cuti besar itu ditangguhkan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti selama 2 (dua) tahun, oleh sebab itu cuti
besar tersebut baru diberikan 1 April 1977. Dalam hal yang
sedemikian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti
besar berikutnya pada 1 April 1981.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 428 - CUTI PNS

Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 12
Yang dimaksud dengan penghasilan penuh adalah gaji pokok dan
penghasilan lain yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan
pimpinan.

Bagian Keempat
Cuti Sakit
J P
Pasal 13 D
N
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas.

I A
(1)
Pasal 14
A
Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari

(2)
A W
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan
14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa

E G
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti
dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3)

E P
Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas)
hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis

(4) K
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan
surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara

A N
lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan
keterangan lain yang dipandang perlu.
(5)
I
Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(6)

A
(7)
G Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat ditambah
untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan
surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka

B waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus
diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh
dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 429 - CUTI PNS

Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
Apabila Pegawai Negeri Sipil sakit yang tidak lebih dari 2 (dua)
hari, cukup memberitahukan kepada atasannya langsung secara
tertulis atau dengan lisan.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari tetapi tidak
lebih dari 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan
secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti melalui hierarki dengan melampirkan
surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter
swasta.
J P
Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 14 (empat belas) hari D
N
harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan
cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti

I A
dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan. Cuti yang lebih dari 14 (empat belas) hari
tidak dapat diberikan atas dasar surat keterangan dokter swasta.
Ayat (4)
Cukup jelas. A
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas. A W
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
E G
Cukup jelas.

E P
(1)
K Pasal 15
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandungan berhak
atas cuti sakit untuk paling lama 1 (satu setengah) bulan.

A N
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan

I
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

A G
Penjelasan Pasal 15
Cukup jelas.

B Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena
menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapatkan perawatan
berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Penjelasan Pasal 16
Cuti sakit yang dimaksud dalam pasal ini adalah cuti yang tidak
terbatas waktunya.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 430 - CUTI PNS

Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14
sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima
penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 sampai dengan 16,
kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
J P
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat
oleh pejabat yang mengurus kepegawaian. D
N
Penjelasan Pasal 18
Cukup jelas.

Bagian Kelima I A
Cuti Bersalin
A
(1)
Pasal 19
W
Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, ketiga, Pegawai

A
Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada

E G
Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti diluar tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1
(satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.

E P
(1) K Pasal 20
Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang

A N
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.

I
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.

A G
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.

B Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 21
Cukup jelas.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 431 - CUTI PNS

Bagian Keenam
Cuti Karena Alasan Penting

Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit
keras atau meninggal dunia;
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a
meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai

c.
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia itu;
melangsungkan perkawinan yang pertama;
J P
d. alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
Penjelasan Pasal 22 D
N
Cukup jelas.

Pasal 23
I A
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting.

A
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) A W
E G
Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti, berdasarkan pertimbangan waktu
yang diperlukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,

P
tetapi tidak boleh lama lebih dari 2 (dua) bulan.

E
(1)
K Pasal 24
Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan

A N
menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti.

I
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.

A G
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi ditempat
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin

B sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting.


(4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus
segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti
oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) memberikan cuti
karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 432 - CUTI PNS

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk menjalankan
cuti karena alasan penting dapat diberikan oleh pejabat yang
tertinggi ditempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
bekerja.
Umpamannya :
Seorang kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita
bahwa ibunya meningal dunia ditempat lain. Pejabat yang
berwenang memberikan cuti terhadap kepala instansi vertikal itu
adalah Direktur Jenderal dari Departemennya. Dalam hal ini maka
J P
Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan izin sementara
kepada kepala instansi vertikal tersebut menjalankan cuti karena D
N
alasan penting.
Ayat (4)

I A
Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting
yang telah diberikan pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (3),
wajib diberitahukan dengan segera kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
Ayat (5) A
A W
Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai dimaksud
dalam ayat (4), memberikan cuti karena alasan penting kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara resmi.
.

E
Pasal 25
G
E P
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 25
Cukup jelas.
K
A N Bagian Ketujuh
Cuti di Luar Tanggungan Negara

I Pasal 26
(1)

A G Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5


(lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang
penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama 3

B (tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila
ada alasan-alasan penting untuk memperpanjangnya.
Penjelasan Pasal 26
Ayat (1)
Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan pribadi yang
penting dan mendesak, umpamannya Pegawai Negeri Sipil wanita
yang mengikuti suaminya bertugas di luar Negeri.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 433 - CUTI PNS

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 27
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar
tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan
Negara dengan segera dapat diisi.
Penjelasan Pasal 27
Cukup jelas.
J P
D
N
Pasal 28
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri

I A
Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara, hanya dapat diberikan dengan surat

A
keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Badan Administrasi Kepegawain Negara.
Penjelasan Pasal 28

A W
Pemberian cuti di luar tanggungan Negara tidak dapat didelegasikan
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagai dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1).

E G
(1)

E P Pasal 29
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari
Negara.
K
(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.

A N
Penjelasan Pasal 29
Pasal (1)

IPegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti di luar


tanggungan Negara tidak berhak menerima penghasilan dari

A G Negara, terhitung mulai bulan berikutnya ia menjalankan cuti di


luar tanggungan Negara itu, dan segala fasilitas yang
diperolehnya harus dikembalikan kepada instansi tempat ia
bekerja.

B Pasal (2)
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil, baik
sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun, maupun sebagai
masa kerja untuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan
lain-lain.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 434 - CUTI PNS

Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi
induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 30
Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara habis,
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan diri
kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Pemberhentian ini dilakukan dengan surat keputusan pejabat
yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri
J P
Sipil.
D
Pasal 31

A N
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kembali kepada instansi induknya
setelah menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka:
(1) apabila ada lowongan ditempatkan kembali;

A I
(2) apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan
melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi kepegawaian

A W
Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain;
(3) Apabila penempatan dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya
karena kelebihan dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian menurut

Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E P
Bagian Kedelapan

K Lain-lain

Pasal 32
(1)
N
Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar,

A
dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila

I
kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu

A G cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.

B
Bagian Kedelapan
Penghargaan

Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat
diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
kecuali cuti besar yang digunakan menjalankan kewajiban agama.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 435 - CUTI PNS

Penjelasan Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri
Sipil dapat ditangguhkan.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas.

J P
Pasal 35
D
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih

N
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas.

I A
Pasal 36
A
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan

Penjelasan Pasal 36
Cukup jelas.
A W
oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

E
BAB III G
KETENTUAN PERALIHAN

E P Pasal 37
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini,

K
sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan
cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 37

N
Cukup jelas.

A
I BAB IV

A
(1)
G KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38
Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negeri diatur

B dalam peraturan tersendiri.


(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan
tersendiri.
Penjelasan Pasal 38
Cukup jelas.

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 436 - CUTI PNS

BAB V
PENUTUP

Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat Karena
Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian

c.
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan
J P
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, D
N
Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang Perubahan

e.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian

I A
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39);
Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan

A
ditambah, terakhir dengan bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti Di
Luar Tanggungan Negara).
Penjelasan Pasal 39
Cukup jelas.

A W
E G
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 40
Cukup jelas.

E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


- 437 - CUTI PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"PP Nomor 24 Tahun 1976"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 439 -
CUTI PNS

SURAT EDARAN MENTERI KEUANGAN NOMOR SE-102/MK.01/1988


TENTANG IZIN PERJALANAN KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN
PRIBADI/DILUAR KEDINASAN

Sebagaimana dimaklumi bahwa adakalanya seorang Pegawai Negeri


Sipil, Pejabat dan atau isterinya karena sesuatu hal merencanakan untuk
melakukan perjalanan ke Luar Negeri antara lain didasarkan pada alasan
menjalankan kewajiban agama, berobat, menengok keluarga atau mendapat
undangan yang kesemuanya bersifat kepentingan pribadi.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini diingatkan kembali


J P
tentang adanya ketentuan yang telah di keluarkan oleh Pemerintah yang
mengatur pembatasan perjalanan ke Luar Negeri untuk kepentingan pribadi D
N
sebagai berikut :
1. Dalam Keputusan Presiden RI No. 10 Tahun 1974 tentang Beberapa
Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka

I A
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Keserhanaan Hidup, Bab IV pasal

A
6, terdapat ketentuan bahwa Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan
Isterinya yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri untuk

W
kepentingan pribadi, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan prosedur perjalanan ke Luar Negeri
yang berlaku;
A
G
2. Di lingkungan Departemen Keuangan, sebagai pelaksanaan keputusan
Presiden RI No. 10 Tahun 1974 tersebut telah dikeluarkan Instruksi

E
Menteri Keuangan RI No. 04/IMK.01/1978 tentang Pembatasan Kegiatan

P
Pegawai Negeri di Lingkungan Departemen Keuangan dalam rangka
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, yang antara
lain menegaskan:
E
K
a. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri/Pimpinan dan Karyawan
Badan Usaha Milik Negara dalam lingkungan Departemen Keuangan

N
dan isterinya yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri untuk
kepentingan pribadi dengan mempergunakan fasilitas dinas.

A
I
b. Mewajibkan setiap Pejabat/Pegawai Negeri/Pimpinan dan karyawan
Badan Usaha Milik Negara dalam lingkungan Departemen Keuangan

A G dan isterinya yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri, untuk


mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku mengenai perjalanan ke Luar Negeri.

B
3. Di samping Instruksi tersebut di atas telah dikeluarkan pula Surat Edaran
Menteri Keuangan No. SE-37/MK.1/1980 yang antara lain mengatur
ketentuan sebagai berikut:
a. Sepanjang perjalanan tersebut dalam rangka kepentingan dinas,
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Dalam hal Pegawai Negeri pada Departemen Keuangan akan
melakukan perjalanan ke Luar Negeri tidak dalam rangka dinas,
Pejabat tersebut harus dalam status cuti yang sesuai dengan
peraturan cuti yang berlaku.
- 440 -
CUTI PNS

c. Isteri Pejabat/Pegawai Departemen Keuangan yang akan melakukan


perjalanan ke Luar Negeri tidak dalam rangka mengikuti dinas
Pejabat/Pegawai tersebut harus mendapat izin tertulis sebagai
berikut:
Untuk isteri Pejabat eselon I dan II izin Menteri Keuangan.
Untuk isteri Pejabat eselon III ke bawah sampai dengan
pelaksana izin dari Pejabat selon I atasannya.
d. Harus memenuhi semua kewajiban yang disyaratkan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi Departemen Kehakiman desuai dengan ketentuan
yang berlaku.
J P
4. Perlu pula dikemukakan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil pasal 33 antara lain
D
N
ditegaskan bahwa segala macam cuti bagi Pegawai Negeri Sipil yang
dijalankan di Luar Negeri hanya dapat diberikan oleh Pimpinan

I A
Departemen, sehingga dengan demikian setiap pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Departemen Keuanagn yang akan mengambil cuti di Luar

A
Negeri sebelum melakukan perjalanan ke Luar Negeri, wajib
mendapatkan izin tetulis terlebih dahulu dari Pimpinan Departemen
Keuangan.
W
5. Dari ketentuan dalam peraturan tersebut di atas, kiranya dapatlah ditarik

A
suatu kesimpulan yang tegas bahwa setiap pegawai dilingkungan

G
Departemen Keuangan beserta isterinya yang akan melakukan perjalanan
ke Luar Negeri tidak dalam rangka dinas, diwajibkan untuk mendapatkan

E
izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan

E P
yang berlaku mengenai perjalanan ke Luar Negeri.

Demikian untuk diketahui dengan permintaan kiranya Saudara dapat

K
menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dimaksud kepada setiap pegawai
dilingkungan unit masing-masing.

N
Atas perhatian dan kerja sama Saudara diucapkan terima kasih.

A
I
A G
B

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-102/MK.01/1988"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 442 -
CUTI PNS

SURAT EDARAN MENTERI KEUANGAN NOMOR


SE-3559/MK.1/2009

Dalam rangka menertibkan pelaksanaan cuti di lingkungan Departemen


Keuangan, bersama ini kami beritahukan bahwa:

A. Cuti Tahunan
1. Hak Cuti Tahunan

P
a. Merupakan hak PNS, termasuk CPNS yang telah bekerja secara
terus menerus selama 1 (satu) tahun.
b. CPNS hanya berhak atas cuti tahunan, kecuali ditentukan lain
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti berdasarkan
pertimbangan kemanusiaan.
c. Selama menjalankan cuti tahunan, PNS/CPNS D
yang
J
bersangkutan memperoleh TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Tahunan
a. Penggunaan cuti tahunan dapat digabungkan dengan cuti
A N
A I
bersama, dengan jumlah paling sedikit menjadi 3 (tiga) hari kerja.
b. Cuti bersama yang tidak digunakan karena kepentingan dinas dan
berdasarkan surat tugas, tetap menjadi hak cuti tahunan PNS.
3. Penangguhan Cuti Tahunan yang Tersisa

menjadi hak PNS yang bersangkutan.

A W
a. Cuti tahunan yang tersisa 6 (enam) hari kerja atau kurang tetap

b. Cuti tahunan yang tersisa lebih dari 6 (enam) hari kerja harus

E G
dimintakan penangguhan oleh PNS/CPNS kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti, agar penangguhan dimaksud dapat
dilaksanakan tahun berikutnya.
c. Pejabat yang berwenang memberikan cuti dapat menangguhkan

berjalan.
E P
cuti tahunan paling lambat akhir bulan Desember tahun yang

4. Penggunaan Cuti Tahunan yang Tersisa

K
a. Cuti tahunan yang tersisa yang digabungkan penggunaannya
dengan cuti tahunan tahun yang sedang berjalan, dapat diambil

N
untuk paling lama:
1) 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan yang

A sedang berjalan; dan

I
2) 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang
sedang berjalan, apabila cuti tahunan tidak diambil secara

A G penuh dalam beberapa tahun.


b. Pengajuan permohonan cuti tahunan yang tersisa yang
digabungkan penggunaannya dengan cuti tahunan yang sedang

B berjalan harus mencantumkan jumlah cuti tahunan yang tersisa


dari cuti tahunan pada masing-masing tahun yang bersangkutan.
c. Tanpa adanya persetujuan penangguhan dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti, lamanya cuti tahunan yang dapat
diambil dalam tahun yang sedang berjalan menjadi paling lama 18
(delapan belas) hari kerja.

B. Cuti Besar
1. Hak Cuti Besar
a. Merupakan hak PNS yang telah bekerja paling kurang 6 (enam)
tahun secara terus menerus.
- 443 - CUTI PNS

b. PNS yang akan/telah menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas
cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
c. Selama menjalankan cuti besar, PNS yang bersangkutan tidak
berhak atas tunjangan jabatan dan tidak memperoleh TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Besar
a. PNS perlu merencanakan penggunaan cuti besar sejak awal
tahun.
b. Cuti besar dapat digunakan oleh PNS untuk
1) memenuhi kewajiban agama;
2) persalinan anaknya yang keempat apabila PNS yang
bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang
persalinan; atau
J P
3) keperluan lainnya sesuai pertimbangan pejabat yang
berwenang memberikan cuti. D
N
c. PNS yang telah melaksanakan cuti tahunan dan akan mengambil
cuti besar pada tahun yang bersangkutan harus mengembalikan

I A
TKPKN yang diterimanya selama melaksanakan cuti tahunan.
d. PNS yang akan/telah menggunakan cuti besar berhak atas:
1) cuti bersama;

A
2) cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
besar;
3) cuti sakit;

dan ketiga;
5) cuti karena alasan penting. A W
4) cuti bersalin untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua,

C. Cuti Sakit
E G
1. Hak Cuti Sakit merupakan hak PNS dan/atau PNS/CPNS wanita yang

2. Penggunaan Cuti Sakit

E P
mengalami gugur kandungan.

a. PNS yang menderita sakit lebih dari 2 (dua) hari harus

K
melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit
pemerintah/puskesmas.
b. PNS yang telah menggunakan cuti sakit untuk jangka waktu

A N
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan telah aktif bekerja
kembali, berhak atas:

I1) cuti bersama;


2) cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti

A G tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti


sakit;
3) cuti besar;
4) cuti bersalin;

B 5) cuti karena alasan penting.

D. Cuti Bersalin
1. Hak Cuti Bersalin
a. Merupakan hak PNS/CPNS wanita untuk persalinan anaknya
yang pertama, kedua, dan ketiga.
b. Cuti bersalin yang digunakan oleh CPNS wanita untuk persalinan
anaknya yang pertama akan mengurangi hak cuti persalinan
setelah yang bersangkutan menjadi PNS.
2. Penggunaan Cuti Bersalin dan Cuti Lain untuk Bersalin

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-3559/MK.1/2009"


- 444 - CUTI PNS

a. PNS yang telah menggunakan cuti bersalin, berhak atas:


1) cuti bersama;
2) cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti
tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
bersalin;
3) cuti besar;
4) cuti sakit;
5) cuti karena alasan penting.
b. PNS wanita dapat diberikan cuti besar untuk persalinan anaknya
yang keempat, apabila yang bersangkutan mempunyai hak cuti
besar menjelang persalinan.
c. PNS wanita yang akan/telah menggunakan cuti besar untuk
J P
persalinan anaknya yang keempat tidak berhak lagi atas cuti
tahunannya dalam tahun yang bersangkutan. D
N
d. PNS wanita yang akan/telah menggunakan cuti besar tersebut
berhak atas:
1) cuti bersama;

I A
2) cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
besar;
3) cuti sakit;
4) cuti karena alasan penting. A
A W
e. PNS wanita dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara untuk
persalinan anaknya yang kelima dan seterusnya.
f. PNS wanita yang telah menggunakan cuti di luar tanggungan
negara tersebut, berhak atas:
1) cuti bersama;

E G
2) cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti
tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti di

E P
luar tanggungan negara;
3) cuti besar setelah bekerja kembali paling kurang 6 (enam)
tahun secara terus-menerus;

K
4) cuti sakit;
5) cuti karena alasan penting.

A N
E. Cuti Karena Alasan Penting
1. Hak Cuti Karena Alasan Penting

I
a. Merupakan hak PNS.
b. Selama menjalankan cuti karena alasan penting, PNS yang

A G bersangkutan tidak memperoleh TKPKN.


2. Penggunaan Cuti Karena Alasan Penting
a. Selain karena alasan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur cuti PNS, PNS juga berhak

B atas cuti karena alasan penting karena terjadinya kondisi force


major, misalnya banjir, tanah longsor, kebakaran, dan gempa
bumi.
b. PNS yang telah menggunakan cuti karena alasan penting, berhak
atas:
1) cuti bersama;
2) cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti
tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
karena alasan penting;
3) cuti besar;

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-3559/MK.1/2009"


- 445 - CUTI PNS

4) cuti sakit;
5) cuti bersalin.

F. Hak Cuti bagi PNS yang Sedang Tugas Belajar


1. PNS yang sedang tugas belajar, berhak atas:
a. cuti bersama;
b. cuti bersalin;
c. cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat apabila yang
bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan;
2. PNS yang sedang tugas belajar di dalam negeri atau di luar negeri
yang akan menggunakan cuti bersalin dan cuti besar untuk persalinan
anaknya yang keempat (apabila yang bersangkutan mempunyai hak
J P
cuti besar menjelang persalinan) harus mengajukan permohonan cuti
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui Pimpinan D
N
Perguruan Tinggi atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
negara yang bersangkutan.

G. Hak Cuti bagi PNS yang Telah Selesai Tugas Belajar


I A
1. PNS yang telah selesai tugas belajar dan bekerja kembali di
lingkungan Departemen Keuangan berhak atas:
a. cuti bersama; A
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin; A W
b. cuti besar untuk persalinan anaknya yang keempat apabila yang
bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang persalinan;

e. cuti karena alasan penting.

E G
2. PNS yang telah selesai tugas belajar dan bekerja kembali di
lingkungan Departemen Keuangan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan, berhak atas:

E P
a. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan;
b. cuti besar.

K
H. Pengajuan Permohonan Hak Cuti
1. Permohonan cuti yang akan dijalankan di dalam negeri dan sudah

A N
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti,
harus disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan

I
surat izin cuti paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal
pelaksanaan cuti, kecuali permohonan:

A G a. cuti sakit;
b. cuti karena alasan penting.
2. Cuti yang akan dijalankan di luar negeri harus mendapatkan izin dari
Menteri Keuangan.

B 3. Permohonan cuti yang akan dijalankan di luar negeri dan izin ke luar
negeri, harus disampaikan kepada Sekretariat Jenderal c.q. Biro
Sumber Daya Manusia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sebelum tanggal pelaksanaan cuti, kecuali permohonan:
a. cuti sakit;
b. cuti karena alasan penting.

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-3559/MK.1/2009"


- 446 - CUTI PNS

I. Cuti di Luar Tanggungan Negara


1. PNS yang telah bekerja paling kurang 5 (lima) tahun secara terus-
menerus dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara karena
alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak.
2. Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk paling lama 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila
ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
3. Alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak tersebut dapat
dipertimbangkan oleh atasan langsung PNS yang bersangkutan
apabila disertai dengan bukti-bukti yang mendukung.
4. PNS yang bekerja kembali di lingkungan Departemen Keuangan
setelah melaksanakan cuti di luar tanggungan negara tidak berhak
J P
atas cuti tahunan yang tersisa dan berhak atas:
a. cuti bersama; D
N
b. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan setelah bekerja
kembali paling kurang 3 (tiga) bulan;

tahun secara terus-menerus;


d. cuti sakit; I A
c. cuti besar, yaitu setelah bekerja kembali paling kurang 6 (enam)

e. cuti bersalin;
f. cuti karena alasan penting. A
A W
Pemberitahuan ini perlu diinformasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan
Saudara. Atas perhatian dan kerja sama Saudara kami ucapkan terima kasih.

E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-3559/MK.1/2009"


- 447 - CUTI PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Menkeu Nomor SE-3559/MK.1/2009"


J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 449 -
CUTI PNS

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-


03/PJ/UP.90/2010 TENTANG IZIN PERJALANAN KE LUAR NEGERI
UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI/DI LUAR KEDINASAN

Dalam rangka menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor


SE-3559/MK.1/2009 tanggal 10 Desember 2009 khususnya menyangkut
Permohonan Izin Perjalanan ke Luar Negeri untuk Kepentingan Pribadi/Di
Luar Kedinasan, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. dalam surat edaran Menteri Keuangan tersebut ditegaskan bahwa
permohonan cuti yang akan dijalankan di luar negeri dan izin ke luar
negeri harus disampaikan kepada Sekretariat Jenderal cq. Biro Sumber J P
Daya paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal
pelaksanaan cuti, kecuali cuti: D
a. Cuti sakit;
b. Cuti karena alasan penting.
A N
A I
2. berkenaan dengan hal sebagaimana tersebut pada angka 1, setiap
permohonan izin perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan pribadi/di
luar kedinasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal

W
Pajak disampaikan melalui unit kerja di mana yang bersangkutan bertugas
dan sudah harus diterima dalam keadaan lengkap oleh Bagian

A
Kepegawaian Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 1
(satu) bulan sebelum yang bersangkutan berangkat ke luar negeri, kecuali

karena alasan penting;


E G
permohonan izin ke luar negeri yang menggunakan cuti sakit atau cuti

P
3. permohonan izin perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan pribadi/di
luar kedinasan ditujukan kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris

K E
Jenderal Departemen Keuangan (lampiran I) dengan dilengkapi:
a. surat permintaan cuti kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris
Jenderal Departemen Keuangan, dalam hal cuti yang digunakan

N
selain cuti besar untuk ibadah keagamaan (lampiran II); atau
b. surat izin cuti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal

A
cuti yang digunakan adalah cuti besar untuk ibadah keagamaan.

I
A GDemikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

B
- 450 - CUTI PNS

Lampiran I
SE-03/PJ/UP90/2010
Tanggal 9 Maret 2012
, tanggal .

Hal : Permohonan Izin Perjalanan Ke Luar Negeri

Yth. Menteri Keuangan RI


u.p. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan
melalui
J P
Direktur Jenderal Pajak
di Jakarta D
A N
Nama
NIP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
:
: ...
A I
Pangkat/Gol. :
Jabatan
Unit Organisasi
:
:
A W
E G
Bersama ini kami mengajukan permohonan izin ke luar negeri
(.) dalam rangka . dengan menggunakan Cuti
selama (..) terhitung mulai tanggal

E P
s.d. . Bersama

Demikian permohonan ini kami sampaikan.

K
Mengetahui

A
Kepala KantorN Hormat saya

I
A G
Nama Nama

B
NIP NIP

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ/UP.90/2010"


- 451 - CUTI PNS

Lampiran II
SE-03/PJ/UP90/2010
Tanggal 9 Maret 2012

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERMINTAAN CUTI TAHUNAN/CUTI ALASAN PENTING/


CUTI SAKIT/CUTI BESAR SELAIN UNTUK IBADAH KEAGAMANAAN *)
, tanggal
Kepada :
J P
D
Yth. Menteri Keuangan
u.p. Sekretaris Jenderal
Departemen Keuangan
di

A N
Nama
NIP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
:
:
A I
W
Pangkat/Gol. :
Jabatan :
Unit Organisasi :
A
dengan ini mengajukan permintaan cuti tahunan untuk tahun selama

E G
(.) hari kerja terhitung mulai tanggal . sampai dengan

Selama menjalankan cuti alamat saya adalah di

sebagaimana mestinya.
E P
Demikian permintaan ini saya buat untuk dapat dipertimbangkan

K Hormat saya,

A N Nama

I
NIP
CATATAN PEJABAT CATATAN/PERTIMBANGAN

G
KEPEGAWAIAN
Cuti yang telah diambil dalam tahun

A
yang bersangkutan:
ATASAN LANGSUNG

B 1. Cuti Tahunan .
2. Cuti Besar
3. Cuti Sakit
Nama
NIP

4. Cuti Bersalin CATATAN/PERTIMBANGAN


5. Cuti Alasan Penting PIMPINAN UNIT
6. Keterangan lain-lain
Cuti Tahunan
Diambil Nama
Sisa Cuti NIP

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ/UP.90/2010"


- 452 - CUTI PNS

J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B

"Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ/UP.90/2010"

Anda mungkin juga menyukai