D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga buku Susunan Dalam Satu Naskah
Peraturan di Bidang Kepegawaian ini dapat dibuat. Buku ini dibuat dengan
tujuan agar lebih mudah dalam memahami peraturan kepegawaian yang
berlaku saat ini, dengan harapan tertib administrasi kepegawaian yang lebih
J P
baik akan terwujud.
D
N
Penerapan reformasi birokrasi dan sistem administrasi modern di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus didukung dengan penerapan peraturan
A
I
kepegawaian. Karena prinsip Pelayanan Prima tidak hanya menuntut
pelayanan ke luar kepada Wajib Pajak, tetapi juga pelayanan ke dalam, yaitu
kepada pegawai DJP.
A
A W
Akhir kata, buku Susunan Dalam Satu Naskah Peraturan Kepegawaian ini
diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan administrasi
kepegawaian dengan baik dan benar.
A N
I
Herry Sumardjito
G
NIP 195507231981081001
A
B
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Bagian I Pokok-pokok Kepegawaian 1
Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999
3
J P
Bagian II Disiplin Pegawai Negeri Sipil 27
D
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
Peraturan Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2010
A N29
76
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011
A I 183
190
W
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214 /PMK.01/2011 211
Surat Edaran Sekjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012 228
A
Bagian III Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil 246
E G
Susanan Dalam Satu Naskah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah
248
P
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 8/SE/1983 259
K E
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990
Bagian IV Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
362
376
A N
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
Susunan Dalam Satu Naskah Peraturan Pemerintah Republik
378
397
I
Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 dan
v
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
-3-
POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
J P
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang D
N
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
2.
undangan yang berlaku.
I A
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri
3. A
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasya
4.
A W
berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 dan
5. G
Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
E
Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya
6.
kepaniteraan pengadilan. P
jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara dan
E
Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya
7.
ditentukan.
K
diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang
Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada
8.
A N
suatu satuan organisasi pemerintah.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya
I
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang
A G meliputi perencanaan,
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.
pengadaan, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
B BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama
Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari:
-4- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I
Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, diatur dengan undang-undang. A
Ayat (2)
Huruf (a) A
A W
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah
pegawai negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
pada
E G
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi
Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan
Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas
negara lainnya.
Huruf (b)
E P
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah
K
adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota
yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau
A G Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas
pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis profesional
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan dan pembangunan.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-5- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai
politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Penjelasan Pasal 3
Cukup jelas.
Bagian Kedua
J P
Kewajiban
D
N
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-
undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta wajib menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penjelasan Pasal 4 I A
Cukup jelas.
A
Pasal 5
A W
Setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan
Penjelasan Pasal 5
E G
kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
E P
undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan
perundang-undangan ditaati oleh masyarakat.
Berhubung dengan itu setiap Pegawai Negeri berkewajiban untuk
K
memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan, pada
A N
umumnya kepada Pegawai Negeri diberikan tugas kedinasan untuk
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pada Pokoknya pemberian
I
tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang
berwenang dengan harapan bahwa tugas itu akan dilaksanakan
B Pasal 6
(1) Setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan.
(2) Pegawai Negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada
dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-undang.
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Pada umumnya yang dimaksud dengan "rahasia" adalah
rencana kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-6- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A W
rahasia jabatan adalah disebabkan oleh dua hal, yaitu sengaja
dibocorkan kepada orang lain atau karena kelalaian atau
tidak/kurang hati-hatinya pejabat yang bersangkutan. Apakah
kebocoran rahasia jabatan itu karena kesengajaan atau karena
E G
kelalaian, akibatnya terhadap Negara sama saja, oleh sebab itu
setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan dengan
sebaik-baiknya.
Ayat (2)
E P
Rahasia jabatan hanya dapat dikemukakan oleh Pegawai Negeri
atau bekas Pegawai Negeri kepada dan atas perintah pejabat
K
yang berwajib atas kuasa Undang-undang, umpamanya atas
perintah petugas penyidik dalam rangka penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi.
A N
I Bagian Ketiga
Hak
A
(1)
G Pasal 7
Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak
sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
B
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah bahwa
gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, sehingga Pegawai Negeri yang bersangkutan dapat
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-7- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I A
diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam rangka usaha untuk
menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan
Pegawai Negeri perlu diatur pemberian cuti.
A
Cuti Pegawai Negeri terdiri dari, cuti tahunan, cuti sakit, cuti
A W
karena alasan penting, cuti besar, cuti bersalin, dan cuti di luar
tanggungan Negara.
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan
ibadah haji.
E G
a.
E P
Pasal 9
Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh
b.
perawatan.
K
Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
A N
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga,
berhak memperoleh tunjangan.
c.
I
Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh
uang duka.
A G
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Dalam menjalankan tugas kewajiban selalu ada kemungkinan
bahwa Pegawai Negeri menghadapi risiko. Apabila seorang
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-8- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I
Kepada isteri/suami dan atau anak Pegawai Negeri yang tewas
A
diberikan uang duka yang diterimakan sekaligus. Pemberian uang
A
duka yang dimaksud tidak mengurangi pensiun dan hak-hak
lainnya yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10 A W
berhak atas pensiun.
Penjelasan Pasal 10
E G
Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
E P
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap
Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya
kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari setiap
K
orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini setiap
Pegawai Negeri wajib menjadi peserta dari sesuatu badan asuransi
sosial yang dibentuk oleh Pemerintah. Karena pensiun bukan saja
A N
sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka
Pemerintah memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri.
I
Iuran pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan Pemerintah tersebut
dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial.
A G Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
B
(1)
Pasal 11
Pejabat Negara terdiri dari atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada
semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
-9- POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A
tidak berarti menunjukkan tingkatan kedudukan dari pejabat
tersebut.
A W
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hakim pada Badan
Peradilan adalah Hakim yang berada di Lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer dan
Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
E G
E P
Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua,
Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta
Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
K
Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang
berasal dari jabatan karier; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
A N
dan Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier dan jabatan
yang setingkat Menteri.
I
Ayat (4)
Cukup jelas.
A G
B BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Tujuan Manajemen
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara
berdaya guna dan berhasil guna.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 10 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I
sebesar-besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus
A
dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti
negara.
A
Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka
A W
dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari
Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang satu ke
Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau
sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang
bersifat manajerial.
E G
E P
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
(1)
K Pasal 13
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan
norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan
A N
kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan
(2)
I
kedudukan hukum.
Kebijaksanaan manajemen Pegawai negeri Sipil sebagaimana
A
(3)
G dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala
Pemerintah.
Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan
B
(4)
tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
terdiri dari 2(dua) Anggota tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan
Sekretaris Komisi, serta 3(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio menjabat sebagai Kepala
dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 11 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I A
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara obyektif,
maka kedudukan Komisi adalah independen.
Ayat (4)
A
Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari
A W
instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf senior dari
Badan Kepegawian Negara, sedangkan Anggota Tidak Tetap
diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari Departemen terkait,
wakil organisasi Pegawai Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat
Ayat (5)
Cukup jelas.
E G
yang mempunyai keahlian yang diperlukan oleh Komisi.
Ayat (6)
Cukup jelas.
E P
K Pasal 14
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan, dan kekompakan serta
A N
dalam rangka usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh seluruh
Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
I
Negara, dan Pemerintah, perlu dipupuk dan dikembangkan jiwa korps yang
bulat di dan Pemerintah, perlu dipupuk dan dikembangkan jiwa korps yang
G
bulat dan kalangan Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 14
A Cukup jelas.
B Bagian Ketiga
Formasi dan Pengadaan
Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan
ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus
dilaksanakan.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 12 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat pegawai
negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas
pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
Ayat (2)
Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam
jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam
pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah
J P
dan sumber daya manusia yang diperlukan.
D
(1)
Pasal 16
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi.
A N
(2)
I
Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan.
A
(3) Apabila pelamar yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini diterima, maka
A W
ia harus melalui masa percobaan dan selama masa percobaan itu
berstatus sebagai calon Pegawai Negeri Sipil.
(4) Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
setelah memulai masa percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
dan selama- lamanya 2 (dua) tahun.
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1)
E G
E P
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi
yang lowong. Lowongnya formasi dalam sesuatu organisasi pada
umumnya disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya Pegawai Negeri
K
Sipil yang keluar karena berhenti, atau adanya perluasan
organisasi. Karena pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah untuk
mengisi formasi yang lowong maka penerimaan Pegawai Negeri
A
Ayat (2) N
Sipil harus berdasarkan kebutuhan.
I
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan Pegawai Negeri
Sipil harus didasarkan atas syarat-syarat obyektif yang telah
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 13 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Pasal 16A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang teleh bekerja pada instansi yang
menunjang kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan
J P
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 16A D
N
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil,
Cukup jelas.
A
Bagian Keempat
A W
Kepangkatan, Jabatan, Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
(1)
(2)
Pasal 17
E G
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan
E P
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi
kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat
obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras,
atau golongan.
K
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan
berdasarkan tingkat pendidikan formil.
A
Ayat (1) N
Penjelasan Pasal 17
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 14 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
(1)
Pasal 18
Pemberian kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistim
J P
kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pangkat pilihan.
(2) Setiap Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat-syarat yang D
N
ditentukan, berhak atas kenaikan pangkat reguler.
(3) Pemberian kenaikan pangkat pilihan adalah pengharapan atas
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
I
(4) Syarat-syarat kenaikan pangkat reguler adalah prestasi kerja,
A
disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dan syarat-
syarat obyektip lainnya.
A
(5) Kenaikan pangkat pilihan, disamping harus memenuhi syarat-syarat
kepangkatan.
A W
yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, harus pula didasarkan atas
jabatan yang dipangkunya dengan memperhatikan daftar urut
Penjelasan Pasal 18
Ayat (1)
E G
setingkat lebih tinggi secara anumerta.
E P
Pemberian kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan
sistim kenaikan pangkat reguler dan sistim kenaikan pangkat
pilihan.
K
Yang dimaksud dengan kenaikan pangkat reguler adalah
apabila seorang Pegawai Negeri Sipil telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dapat dinaikkan pangkatnya tanpa terikat
A N
pada jabatan. Kenaikan pangkat regular ditentukan sampai
dengan tingkat pangkat tertentu, umpamanya sampai dengan III/d
I
PGPS 1968.
Yang dimaksud dengan kenaikan pangkat pilihan adalah
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 15 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Ayat (3)
Kenaikan pangkat pilihan bukan hak, tetapi adalah kepercayaan
dan penghargaan kepada seseorang Pegawai Negeri Sipil atas
prestasi kerjanya, yakni bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah
menunjukkan prestasi kerja yang tinggi ada kemungkinan
mendapat kenaikan pangkat pilihan.
Ayat (4)
Untuk lebih menjamin obyektipitas dalam mempertimbangkan dan
memberikan kenaikan pangkat, maka perlu ditentukan syarat-
syarat kenaikan pangkat. Syarat-syarat kenaikan pangkat antara
lain ialah prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman, jabatan, latihan jabatan, dan syarat-syarat obyektip
J P
lainnya. Syarat-syarat kenaikan pangkat sebagai tersebut di atas
merupakan konsekwensi logis dari prinsip adanya pengkaitan D
N
yang erat antara pangkat dan jabatan.
Ayat (5)
Dalam setiap organisasi yang sehat, maka makin tinggi
I
pangkat, makin terbatas jumlahnya, oleh sebab itu Pegawai
Negeri Sipil yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai A
pangkat tertinggi itu makin terbatas pula.
A
Untuk kenaikan pangkat pilihan, disamping harus dipenuhi
A W
syarat-syarat umum, harus pula didasarkan atas jabatan yang
dipangku oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk mengikuti
pendidikan atau latihan jabatan, dalam mempertimbangkan
E G
kenaikan pangkat, ia dianggap menduduki jabatan yang
dipangkunya, sebelum mengikuti pendidikan atau latihan jabatan
tersebut.
Ayat (6)
E P
Pemberian kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi secara
anumerta merupakan penghargaan yang diberikan oleh
K
Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil yang tewas atas
pengabdian dan jasa-jasanya kepada Negara dan Bangsa.
Pemberian kenaikan pangkat secara anumerta harus
A N
dilaksanakan tepat pada waktunya, yaitu diusahakan sebelum
Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dikebumikan. Pangkat
I
anumerta ditetapkan berlaku terhitung mulai tewasnya Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan. Kenaikan pangkat anumerta
Pasal 19
B
Dihapus.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Untuk lebih menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan pengangkatan
dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 16 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Pasal 21
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas bagi Pegawai Negeri Sipil tertentu
ditetapkan tanda pengenal.
Penjelasan Pasal 21
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, maka bagi Pegawai Negeri
Sipil yang memangku sesuatu jabatan tertentu yang dalam
menjalankan tugasnya di lapangan perlu dengan segera dikenal oleh
masyarakat umum, perlu ditetapkan tanda pengenal, umpamanya
pejabat Bea dan Cukai, Imigrasi, dan lain-lain,yang serupa dengan itu.
Tanda pengenal itu dapat berupa pakaian seragam dan atau
tanda lain yang diperlukan.
J P
Pasal 22 D
N
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka
pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas,
dan/atau wilayah kerja.
Penjelasan Pasal 22
I
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk A
memperluas pengalaman, wawasan dan kemampuan maka perlu
A
diadakan perpindahan jabatan, tugas dan wilayah kerja bagi Pegawai
A W
Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak
(1)
Pasal 23
E G
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal
dunia.
(2)
E
a. atas permintaan sendiri;P
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena:
K
c. perampingan organisasi pemerintah; atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3)
N
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
A
diberhentikan karena
I
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji
jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan
B
(4)
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya
kurang dari 4 (empat) tahun.
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau
lebih;atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena :
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 17 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I A
Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak diperlukan
oleh Pemerintah atau hal-hal lain yang dapat mengakitbatkan
A
yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat.
Ayat (3)
A W
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung
kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa-
jasa dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)
E G
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
diberhentikan tidak dengan hormat tergantung kepada berat
ringannya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang
Ayat (5)
E P
bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya.
K
tidak berhak menerima pensiun.
A N Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahan oleh pejabat yang berwajib
I
karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
A G
dikenakan pemberhentian sementara.
Penjelasan Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri
Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 18 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Pasal 25
J P
(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
dilakukan oleh Presiden. D
N
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya
kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan
I
sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah A
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
A
(3) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Jaksa agung, Pimpinan
A W
Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur
Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat, ditetapkan oleh
Presiden.
Penjelasan Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
E G
Ayat (2)
Ketentuan
E
mengenaiP pendelegasian atau penyerahan
kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan menjadi
K
norma, standar dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan
dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
A N
Jabatan-jabatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan
jabatan-jabatan karier tertinggi. Oleh karena itu pengangkatan,
I
pemindahan dan pemberhentiannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
A G Bagian Kelima
Sumpah, Kode etik dan Peraturan Disiplin
B
(1)
Pasal 26
Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi
Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/janji.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji adalah sebagai berikut:
Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pagawai Negeri Sipil, akan setia
dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,
Negara dan Pemerintah;
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 19 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A
c. diawali dengan ucapan Om atah Paramawisesa untuk
penganut agama hindu; dan
Ayat (2)
Cukup jelas. A W
d. diawali dengan ucapan Demi Sang Hyang Adi Budha
untuk penganut agama Budha.
E
Pasal 27
G
E P
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk memangku sesuatu jabatan
tertentu wajib mengangkat Sumpah/Janji Jabatan Negeri.
Penjelasan Pasal 27
K
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku
sesuatu jabatan terutama jabatan yang penting yang mempunyai
ruang lingkup yang luas adalah merupakan kepercayaan yang besar
A N
dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian,
kejujuran, keikhlasan, dan tanggungjawab yang besar. Berhubung
I
dengan itu, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk menduduki
jabatan tertentu, pada saat pengangkatannya wajib mengangkat
B Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.
Penjelasan Pasal 28
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkat
laku, dan perbuatan yang harus dilaksanakan oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil. Dengan adanya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, maka
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, abdi Negara,
dan Abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 20 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
I A
peraturan-peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan, dan
perintah-perintah atasan dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan
tanggungjawab.
Pegawai Negeri Sipil memberikan pelayanan terhadap
A
masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.
A W
Pegawai Negeri Sipil tetap memelihara keutuhan, kekompakan,
persatuan, dan kesatuan Negara dan Bangsa Indonesia serta korps
Pegawai Negeri Sipil.
E G
Karena Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan bagi Pegawai Negeri Sipil, maka sanksi terhadap
pelanggaran Kode Etik adalah sanksi moril.
E P Pasal 29
K
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
A N
Penjelasan Pasal 29
Peraturan Disiplin adalah suatu peraturan yang membuat
I
keharusan, larangan, dan sanksi, apabila keharusan tidak diturut atau
larangan itu dilanggar. Untuk menjamin tatatertib dan kelancaran
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 21 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A N
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil akan diatur tentang pejabat
A I
yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin, tatacara penjatuhan
hukuman disiplin dan tatacara mengajukan keberatan/pembelaan,
apabila seorang Pegawai Negeri Sipil tidak menerima hukuman
disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 30
A W
Undang-undang Dasar 1945..
E G
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin Pegawai Negeri
Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28
(2) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin sebagaimana
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E P
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
K
N
Bagian Keenam
Pendidikan dan Pelatihan
(1) I A Pasal 31
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya
B
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan agar terjamin
keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perencanaan
anggaran, penentuan standar, pemberian akreditasi, penilaian
dan pengawasan.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 22 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A N
I
training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan dan
Ayat (2)
ketrampilan.
Cukup jelas. A
Bagian Ketujuh
A W
Pasal 32
E G
Kesejahteraan
P
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
K E
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi
program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan
perumahan dan asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri
Sipil.
N
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan
A
dari penghasilannya.
I
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan
asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.
A G
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak
B memperoleh bantuan
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.
Bagian Kedelapan
Penghargaan
Pasal 33
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan atau
berjasa terhadap Negara atau yang telah menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa baiknya, dapat diberikan penghargaan.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 23 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
(2) Penghargaan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat berupa
tanda jasa atau bentuk penghargaan lainnya.
Penjelasan Pasal 33
Ayat (1)
Untuk mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk
memupuk kesetiaan terhadap Negara kepada Pegawai Negeri
Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan atau telah berjasa
terhadap Negara atau yang telah menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa baiknya dapat diberikan penghargaan oleh
Pemerintah.
Ayat (2)
Penghargaan yang dimaksud dapat berupa tanda jasa, pangkat
J P
istimewa, atau bentuk penghargaan lainnya, seperti surat pujian,
penghargaan yang berupa materiil, dan lain-lain. D
Bagian Kesembilan
A N
(1) Untuk
Penyelenggaraan Pembinaan Kepegawaian
menjamin
Pasal 34
kelancaran penyelenggaraan A I
kebijaksanaan
A W
manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian
Negara.
(2) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menyelenggarakan
manajemen Pegawai Negeri Sipil yang mencakup perencanaan,
administrasi
penyelenggaraan
kepegawaian,
dan
G
pengembangan kualitas sumber daya Pegawai negeri Sipil dan
E
pengawasan
pemeliharaan
dan
informasi
pengendalian,
kepegawaian,
E P
mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai negeri
Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang
menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas. K
A N
(1)
I Pasal 34A
Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil
B Cukup jelas.
Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha
Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding
administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 24 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
A
Perincian tentang hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan PasalN
Penjelasan Pasal 36
A I
35 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan.
A W
dengan Pasal 35 Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal-pasal 10, 30,
dan 35 diatur dengan Undang-undang dan pelaksanaan ketentuan
E
Pemerintah atau Keputusan Presiden. G
yang dimaksud dalam pasal-pasal lainnya diatur dengan Peraturan
E
BAB IV
P
K
MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A N Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian
I
Negara Republik Indonesia, masing-masing diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
A G
Penjelasan Pasal 37
Cukup jelas.
B BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan perundang-
undangan yang ada di bidang kepegawaian yang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum diadakan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 25 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Penjelasan Pasal 38
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan
Perundang-undangan yang ada, di bidang kepegawaian yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini, umpamanya.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1970 tentang Pencabutan
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang Larangan
Keanggotaan Partai-partai Politik Bagi Pejabat Negeri Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 8).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970 tentang Pangaturan
Kehidupan Politik Pejabat-pejabat Negeri dalam rangka Pembinaan
Sistim Kepegawaian Negeri Republik Indonesia (Lembaran Negara
J P
Tahun 1970 Nomor 9).
D
Pasal 39
A
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi: N
a.
b.
A I
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 263);
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1952 tentang Menetapkan Undang-
undang Darurat tentang Hak Pengangkatan dan Pemberhentian
c. A W
Pegawai-pegawai Republik Indonesia Serikat (Undang-undang Darurat
Nomor 25 dan 34 Tahun 1950) sebagai Undang-undang Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 78);
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-
E G
undang Darurat Nomor 13 Tahun 1957 (Lembaran Tahun 1957 Nomor
58) tentang Menambah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1952
(Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 78) tentang Menetapkan
Undang-undang Darurat
d. K
undang Republik Indonesia, sebagai Undang-undang (Lembaran
Negara Tahun 1957 Nomor 100);
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1961 tentang Perubahan Undang-
A N
undang Nomor 21 Tahun 1952 tentang Hak Mengangkat dan
Memberhentikan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1961
I
Nomor 259).
Penjelasan Pasal 39
B Pasal 40
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini,
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
- 26 - POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Penjelasan Pasal 41
Cukup jelas.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
UU No.8 Tahun 1974 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 29 -
DISIPLIN PNS
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
J P
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan D
N
yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat
3.
dan PNS Daerah.
I A
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
4. A
disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
5.
melanggar peraturan disiplin PNS.
W
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian
A
Daerah Provinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan
6.
pemindahan, dan pemberhentian PNS.G
perundang-undangan yang mengatur wewenang pengangkatan,
E
Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS
7.
P
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya
E
berupa keberatan atau banding administratif.
Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS
K
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum.
8.
N
Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
A
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
I
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh
B Pasal 2
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi calon PNS.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.
- 30 -
DISIPLIN PNS
BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 3
Setiap PNS wajib:
(1) mengucapkan sumpah/janji PNS;
(2) mengucapkan sumpah/janji jabatan;
(3) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
J P
Indonesia, dan Pemerintah;
(4) menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; D
N
(5) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
I A
(6) menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
(7) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan;
A
(8) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan;
A W
(9) bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara;
(10) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
E G
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
(11) masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
(12) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
sebaik-baiknya;
E P
(13) menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan
K
(15) membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
(16) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier; dan
A N
(17) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.
I
Penjelasan Pasal 3
Angka 1
A G Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Angka 4
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis
dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan tugas kedinasan adalah tugas yang
diberikan oleh atasan yang berwenang dan berhubungan dengan:
a. perintah kedinasan;
b. peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian atau
peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian;
c. peraturan kedinasan;
d. tata tertib di lingkungan kantor; atau
J P
e. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure atau
SOP). D
N
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8 I A
A
Yang dimaksud dengan menurut sifatnya dan menurut perintah
adalah didasarkan pada peraturan perundang-undangan, perintah
kedinasan, dan/atau kepatutan.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10 A W
Cukup jelas.
Angka 11
E G
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk masuk kerja dan
E P
menaati ketentuan jam kerja adalah setiap PNS wajib datang,
melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta
tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila
berwenang.
K
berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang
A N
kumulatif dan dikonversi 7 (tujuh setengah) jam sama dengan 1
(satu) hari tidak masuk kerja.
I
Angka 12
Yang dimaksud dengan sasaran kerja pegawai adalah rencana
A G kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang pegawai yang
disusun dan disepakati bersama antara pegawai dengan atasan
pegawai.
Angka 13
B Cukup jelas.
Angka 14
Yang dimaksud dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada masyarakat adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Yang dimaksud dengan memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk mengembangkan karier adalah memberi
kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan kemampuan
dalam rangka pengembangan karier, antara lain memberi
kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan pendidikan
formal lanjutan.
Angka 17
Cukup jelas.
Bagian Kedua
J P
Larangan
D
N
Pasal 4
Setiap PNS dilarang :
1.
2.
menyalahgunakan wewenang;
I A
menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3.
A
tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4.
5.
A W
bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
6. G
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
E
melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan
7.
P
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
E
langsung atau tidak langsung merugikan negara;
memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
8. K
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan;
menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
9.
A N
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
I
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
I A
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
A
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
A W
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
E G
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Penjelasan Pasal 4
Angka 1
E P
Yang dimaksud dengan menyalahgunakan wewenang adalah
menggunakan kewenangannya untuk melakukan sesuatu atau
K
tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi atau
kepentingan pihak lain yang tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut.
Angka 2
A N
Contoh:
A G memperoleh imbalan.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
B Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan memiliki, menjual, membeli,
menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah adalah perbuatan yang dilakukan
tidak atas dasar ketentuan termasuk tata cara maupun kualifikasi
barang, dokumen, atau benda lain yang dapat dipindahtangankan.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan struktural dan
jabatan fungsional tertentu.
Angka 8
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan patut
diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Angka 9
Yang dimaksud dengan bertindak sewenang-wenang adalah
setiap tindakan atasan kepada bawahan yang tidak sesuai
J P
dengan peraturan kedinasan seperti tidak memberikan tugas atau
pekerjaan kepada bawahan, atau memberikan nilai hasil D
N
pekerjaan (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) tidak
berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11 I A
A
Yang dimaksud dengan menghalangi berjalannya tugas
kedinasan adalah perbuatan yang mengakibatkan tugas
Contoh :
A W
kedinasan menjadi tidak lancar atau tidak mencapai hasil yang
harus dipenuhi.
Angka 12
Huruf a
E G
koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam tugas kedinasan.
Cukup jelas.
Huruf b
E P
PNS sebagai peserta kampanye hadir untuk mendengar,
K
menyimak visi, misi, dan program yang ditawarkan peserta
pemilu, tanpa menggunakan atribut Partai atau PNS.
Yang dimaksud dengan menggunakan atribut partai adalah
Huruf a
Yang dimaksud dengan terlibat dalam kegiatan kampanye
adalah seperti PNS bertindak sebagai pelaksana kampanye,
petugas kampanye/tim sukses, tenaga ahli, penyandang
dana, pencari dana, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
J P
BAB III D
N
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Umum
I A
Pasal 5
A
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.
A W
E G
Pasal 6
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-
hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 6
E P
undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi
K
PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi hukuman disiplin
dan apabila perbuatan tersebut terdapat unsur pidana maka terhadap
PNS tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat dikenakan hukuman
pidana.
A N
I Bagian Kedua
A
1.
G Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
I A
Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan
disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang
A
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin.
hukuman disiplin.
Huruf b A W
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak
dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan
E G
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan
disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada PNS yang melakukan pelanggaran.
Huruf c
E P
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas secara
tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh
Ayat (3) K
pejabat yang berwenang menghukum kepada PNS yang
melakukan pelanggaran.
A N
Huruf a
Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung
A G Ayat (4)
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
B Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah dengan memperhatikan jabatan yang lowong dan
persyaratan jabatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan struktural
dan fungsional tertentu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Bagian Ketiga
Pelanggaran dan Jenis Hukuman
Paragraf 1
Pelanggaran Terhadap Kewajiban
Pasal 8
J P
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban: D
N
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
I A
Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit
kerja;
2.
A
menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
3.
unit kerja;
W
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
A
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran
4. G
berdampak negatif pada unit kerja;
E
menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran
5. P
berdampak negatif pada unit kerja;
E
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
6.
K
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
7.
A N
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
I
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;
8.
B
9.
negatif pada unit kerja;
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 5 (lima) hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15
(lima belas) hari kerja;
A N
alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima akal sehat.
Angka 10
ICukup jelas.
Angka 11
B Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
.
Pasal 9
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
I A
menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran
berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;
7.
A
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
8.
A W
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
9.
bersangkutan; G
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
E
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
E P
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang
bersangkutan;
10.
K
melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil
A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11.
I
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
B tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh
satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26
(dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, apabila pencapaian sasaran kerja
pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima persen) sampai
dengan 50% (lima puluh persen);
A N
Cukup jelas.
Angka 10
ICukup jelas
Angka 11
B Cukup jelas.
Angka 14
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Pasal 10
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
J P
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran D
N
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS
5.
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran
I
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
A
seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
6.
dan/atau negara;
W
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut
A
perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
7.
dan/atau negara;
E G
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9,
8.
negara; P
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
E
melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
K
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran
9.
A N
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud
I
dalam Pasal 3 angka 11 berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
A G bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31
(tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional
B tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36
(tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45
(empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang
tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh
enam) hari kerja atau lebih;
Cukup jelas.
A N
Angka 11
Cukup jelas.
I
Angka 12
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
A G Angka 13
Cukup jelas.
B Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan
Pasal 11
Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara, secara tidak sah
I A
dalam Pasal 4 angka 11, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
unit kerja.
Penjelasan Pasal 11
Angka 1 A
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3 A W
Cukup jelas.
Angka 4
E G
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
Angka 5
Cukup jelas.
E P
.
K Pasal 12
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
A N
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
I
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
B tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;
(3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, apabila pelanggaran dilakukan
dengan sengaja;
(4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana
I A
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf b;
A
(8) memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan
Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara
A W
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan
(9) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
E G
Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
E P
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
K
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
Penjelasan Pasal 12
A N
Angka 1
Cukup jelas.
I
Angka 2
Cukup jelas.
A G Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11.
B Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
(1) menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 1;
(2) menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 2;
(3) tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 3;
(4) bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
J P
swadaya masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 4; D
N
(5) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah
I A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
A
(6) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan
A W
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
E G
(7) memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 7;
E P
(8) menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya
K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
(9) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
A N
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, sesuai dengan ketentuan peraturan
I
perundang-undangan;
(10) menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud
E P
K Pasal 14
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam
A N
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan
Pasal 10 angka 9 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun
berjalan.
I
Penjelasan Pasal 14
B Contoh:
Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret
2011 tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari maka yang bersangkutan
dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan.
Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang
bersangkutan tidak masuk kerja selama 2 (dua) hari, sehingga
jumlahnya menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal demikian, maka yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis.
Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan bulan
Nopember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 5 (lima)
Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum
Pasal 15
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang
menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden
J P
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. D
N
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian.
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
I A
Pejabat struktural eselon I yang diturunkan jabatannya
A
menjadi pejabat struktural eselon II maka untuk pengangkatan
dalam jabatan struktural eselon II ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK).
A W
Yang dimaksud dengan jabatan lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara lain
Panitera Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah Konstitusi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
E G
(1)
E P Pasal 16
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan
K
hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a;
I
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
A
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2); dan
A W
4. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Madya dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan
huruf c;
jabatan:
E G
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
E P
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
K
ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c;
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
A N
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya untuk
I A
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau
badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
(2)
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
A
Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
A W
1. struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya, dan
fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan
E G
ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
E P
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
dengan III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b;
K
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional tertentu
A N
jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan ruang IV/a
sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin
I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
B
(3) Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
I
selain menetapkan penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) juga berwenang menetapkan penjatuhan A
A
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon IV
ke bawah, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana
(5)
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c.
A W
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah
di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
E P
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
K
ayat (2); dan
2. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
A N
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a
I dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
I A
(7) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
A
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
A W
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
E G
dengan golongan ruang I/d untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
E P
Angka 2
K
Cukup jelas.
Cukup jelas.
A N Angka 3
Cukup jelas.
I Angka 4
Yang dimaksud dengan pejabat struktural eselon II
Angka 5
Yang dimaksud dengan pejabat struktural eselon II
adalah Pejabat struktural eselon II di lingkungan instansi
vertikal dan Kepala Kantor Perwakilan Provinsi atau
Kepala unit setara dengan sebutan lain yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian, seperti Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala
Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan, Kepala
Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara, dan Kepala
Kejaksaan Tinggi.
Angka 6
J P
Cukup jelas.
Angka 7 D
N
Cukup jelas.
Angka 8
Huruf b
Cukup jelas.
Cukup jelas. I A
Huruf c
Cukup jelas. A
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas. A W
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
E G
Ayat (2)
Cukup jelas.
E P
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
K
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,
antara lain Rektor dan Dekan.
Ayat (3)
A N
Yang dimaksud dengan pejabat yang setara adalah PNS yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit kerja tertentu,
I
antara lain Ketua Pengadilan Tinggi.
Ayat (4)
Pasal 17
Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan huruf c.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas.
(1)
Pasal 18
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
J P
a. PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:
D
1. struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) huruf a;
I A
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);
A
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e
di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
A W
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e;
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);
5. fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan golongan
ruang IV/c di lingkungannya untuk jenis hukuman disiplin
E P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
6. struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang Muda
K
dan Penyelia ke bawah di lingkungannya untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c
dan ayat (4); dan
A N
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
I dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e;
I A
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
A
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah, untuk jenis
A W
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) huruf c dan ayat (4) huruf a;
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:
E G
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;
2. struktural eselon II ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
E P
Utama ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e; dan
K
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
A N
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu
I
jenjang Utama ke bawah, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
(3)
A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
I
Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
A
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
A W
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
E G
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
E P
ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu
K
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
A N
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
I
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
A
(4)
G disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
I A
1. struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman
A
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
A W
ruang I/d, untuk hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b;
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya, yang
menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu
E G
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
E P
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
K
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b.
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
A N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
I
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
A G dan
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Huruf b
Cukup jelas.
Cukup jelas.
J P
Huruf c
Cukup jelas. D
N
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f I A
Cukup jelas.
Huruf g A
Ayat (2)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Ayat (3) A W
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
E G
Ayat (5)
E P
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).
Ayat (6)
K
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7).
A N Pasal 19
Gubernur selaku wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a.
I
PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/Kota yang
B
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain yang dipekerjakan atau
diperbantukan pada Kabupaten/Kota di provinsinya yang menduduki
jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan
huruf c.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan:
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a;
2. fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
J P
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan
huruf e; D
N
4. struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya dan
Penyelia di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
ayat (4);
I A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan
A
ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4)
huruf a, huruf d, dan huruf e;
A W
6. struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dan ayat (4); dan
E G
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke bawah di
lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dan huruf e;
E P
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
K
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman disiplin
A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4)
huruf b dan huruf c;
I
3. fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang IV/e,
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
I A
Utama ke bawah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e; dan
A
2. fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
A W
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e;
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional
tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan fungsional umum
E G
golongan IV/e ke bawah, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
E P
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a,
huruf d, dan huruf e; dan
K
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain atau
badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3),
(2)
A N
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e.
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan penjatuhan hukuman
I
disiplin bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
1. struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
J P
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
golongan ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman D
N
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
I A
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
sampai dengan golongan ruang III/b di lingkungannya, untuk
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a dan huruf b;
A
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
A W
menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu
jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
E G
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum golongan
E P
ruang II/c sampai dengan golongan ruang III/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan
huruf b.
(4)
K
Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
bagi:
a. PNS yang menduduki jabatan:
A N
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang II/c
I A
golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki jabatan
A
fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan golongan
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud
E G
sampai dengan golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
dan
E P
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya yang
menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin
Penjelasan Pasal 20
Ayat (1) K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
A N
Huruf a
Angka 1
I Cukup jelas.
Angka 2
A G Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Ayat (2)
Cukup jelas.
Huruf a
J P
Angka 1
D
Jabatan struktural eselon II adalah Asisten di lingkungan
N
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas. I A
Huruf b
Cukup jelas. A
Huruf c
Ayat (3)
Cukup jelas.
Cukup jelas. A W
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
E G
Ayat (6)
E P
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).
K Pasal 21
(1)
N
Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman
A
disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
I
(2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang
Pasal 22
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka
J P
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat
yang lebih tinggi. D
N
Penjelasan Pasal 22
Yang dimaksud dengan tidak terdapat pejabat yang berwenang
I A
menghukum adalah terdapat satuan organisasi yang pejabatnya
lowong, antara lain karena berhalangan tetap, atau tidak terdapat
dalam struktur organisasi.
A
Bagian Kelima
W
Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan, dan
A
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
(1) G
Pasal 23
E
PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara
tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.
E P
(2) Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal
pemeriksaan.
K
(3) Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa
tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada
A N
pemanggilan pertama.
(4) Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
I
(3) PNS yang bersangkutan tidak hadir juga maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan
B Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula
diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat
panggilan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib
memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara
pemeriksaan.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS
tersebut merupakan kewenangan:
a. atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung
J P
tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib D
N
melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan.
Penjelasan Pasal 24
Ayat (1)
I A
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, adalah
untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar atau
A
tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan ia melakukan
pelanggaran disiplin.
A W
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga
dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat
mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman
Ayat (2)
E G
disiplin yang akan dijatuhkan.
E P
pemeriksaan hanya dihadiri oleh PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan pemeriksa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
K
(1)
A N Pasal 25
Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) dapat
dibentuk Tim Pemeriksa.
A G
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari atasan
langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain
yang ditunjuk.
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau pejabat yang
berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.
Penjelasan Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
(1) Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh
J P
(2)
atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud D
N
pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan
hukuman disiplin.
(3)
I A
PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
A
Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
ada, maka pembebasan sementara dari jabatannya dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi.
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)
A W
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya dimaksudkan
E G
untuk kelancaran pemeriksaan dan pelaksanaan tugas-tugasnya.
Selama PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara dari
tugas jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
E P
Ayat (4)
K
Cukup jelas.
Cukup jelas.
A N
(1)
I Pasal 28
Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
A
(2)
G (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang
diperiksa.
Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita
acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara
B
(3)
pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan
hukuman disiplin.
PNS yang diperiksa berhak mendapat foto kopi berita acara
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 dan Pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan
hukuman disiplin.
Pasal 30
(1) PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan
beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu
jenis hukuman disiplin yang terberat setelah mempertimbangkan
pelanggaran yang dilakukan.
J P
(2) PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan
pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis D
N
hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang
pernah dijatuhkan.
pelanggaran disiplin.
I A
(3) PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk satu
A
akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi kewenangannya,
Pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan mengusulkan penjatuhan
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas. A W
hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian instansi
induknya disertai berita acara pemeriksaan.
E G
Pasal 31
E P
(1) Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
K
tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain
yang ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta tembusannya
disampaikan kepada pejabat instansi terkait.
A N
(3) Penyampaian keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
I
keputusan ditetapkan.
(4) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada saat
B Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan secara tertutup adalah bahwa
penyampaian surat keputusan hanya diketahui PNS yang
bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan keputusan serta
pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan bahwa pejabat terkait
dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari
PNS yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Bab IV
Upaya Administratif
Pasal 32
Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.
J P
Pasal 33
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh : D
N
a. Presiden;
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
c.
huruf a, huruf b, dan huruf c;
Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
I
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
e.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
tidak dapat diajukan upaya administratif.
Penjelasan Pasal 33 A W
Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin
Cukup jelas.
E G
(1)
E P Pasal 34
Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 yaitu jenis hukuman disiplin sebagaimana
oleh:
K
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b yang dijatuhkan
A N
b. Sekretaris Daerah/Pejabat struktural eselon II Kabupaten/Kota ke
bawah/Pejabat yang setara ke bawah;
I
c. Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi vertikal
dan unit dengan sebutan lain yang atasan langsungnya Pejabat
B
(2)
Pembina Kepegawaian.
Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yaitu hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh:
a. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e;
dan
b. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.
Penjelasan Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 4 huruf b dan huruf
c.
Huruf d
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 5.
J P
Cukup jelas.
D
(1)
Pasal 35
A N
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), diajukan
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka
Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas. A W
waktu 14 (empat belas) hari, terhitung mulai tanggal yang bersangkutan
menerima keputusan hukuman disiplin.
E G
Pasal 36
(1)
E P
Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1), harus memberikan tanggapan atas keberatan yang
diajukan oleh PNS yang bersangkutan.
(2)
K
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis kepada atasan Pejabat yang berwenang menghukum, dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja terhitung mulai tanggal yang
(3)
A N
bersangkutan menerima tembusan surat keberatan.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil
I
keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan
dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung mulai
(4)
B
(5)
mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil
dan/atau meminta keterangan dari pejabat yang berwenang
menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin, dan/atau pihak lain
yang dianggap perlu.
Penjelasan Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
(1) Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat,
memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Atasan Pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Keputusan Atasan Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat.
(4) Apabila dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari kerja Atasan Pejabat
yang berwenang menghukum tidak mengambil keputusan atas
keberatan maka keputusan pejabat yang berwenang menghukum batal
J P
demi hukum.
Penjelasan Pasal 37 D
N
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) I A
A
Yang dimaksud dengan final dan mengikat adalah terhadap
keputusan penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan
Ayat (4)
Cukup jelas. A W
hukuman disiplin tidak dapat diajukan keberatan dan wajib
dilaksanakan.
E
Pasal 38
G
E P
(1) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2), dapat mengajukan banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian.
K
(2) Ketentuan mengenai banding administratif diatur lebih lanjut dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
A N
Penjelasan Pasal 38
Cukup jelas.
I
(1)
A G Pasal 39
Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin:
a. mengajukan banding administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 maka gajinya tetap dibayarkan sepanjang yang
Penjelasan Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
(1) PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan diberikan
hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas:
a. keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak
J P
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; D
N
b. banding administratif, dihentikan pembayaran gajinya sampai
dengan ditetapkannya keputusan banding administratif.
I A
(3) Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf
b meninggal dunia, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 40 A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas. A W
Ayat (3)
E G
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhkan
hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat
E P
maka keputusan pemberhentiannya ditinjau kembali oleh pejabat
yang berwenang menjadi pemberhentian dengan hormat.
(1) K Pasal 41
PNS yang mengajukan keberatan kepada atasan Pejabat yang
A N
berwenang menghukum atau banding administratif kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian, tidak diberikan kenaikan pangkat dan/atau
I
kenaikan gaji berkala sampai dengan ditetapkannya keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
A G
(2) Apabila keputusan pejabat yang berwenang menghukum dibatalkan
maka PNS yang bersangkutan dapat dipertimbangkan kenaikan
pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
B
Penjelasan Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keputusan yang dibatalkan adalah
bahwa berdasarkan keputusan atasan pejabat yang berwenang
menghukum atau Badan Pertimbangan Kepegawaian, PNS yang
bersangkutan dinyatakan tidak bersalah.
Pasal 42
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif tidak dapat
disetujui untuk pindah instansi.
Penjelasan Pasal 42
Cukup jelas.
BAB V
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN DAN PENDOKUMENTASIAN
KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
J P
Bagian Kesatu
Berlakunya Hukuman Disiplin D
Pasal 43
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh :
A N
1.
2.
Presiden;
I
Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin
A
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
huruf a, huruf b, dan huruf c;
3.
4.
5.
Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan
A W
Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;
E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
mulai berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan.
Penjelasan Pasal 43
Cukup jelas.
E P
(1)
K Pasal 44
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, apabila tidak diajukan keberatan maka mulai
A
diterima.N
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin
I
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, apabila diajukan keberatan maka mulai
A Cukup jelas.
B
(1)
Pasal 45
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e,
apabila tidak diajukan banding administratif maka mulai berlaku pada
hari ke 15 (lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin diterima.
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
atau Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e,
Pasal 46
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin maka hukuman disiplin berlaku
pada hari ke 15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Penjelasan Pasal 46
J P
Cukup jelas.
D
Bagian Kedua
Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin
A N
(1)
Pasal 47
A I
Keputusan hukuman disiplin wajib didokumentasikan oleh pejabat
pengelola kepegawaian di instansi yang bersangkutan.
Cukup jelas.
E G
E PBAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
(1)
K Pasal 48
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan
A N
dinyatakan tetap berlaku.
(2) Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang
I
menghukum atau banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh
Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
J P
1. Ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara D
N
Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah dua kali
I
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 141),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; A
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008
2.
A
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
3.
A W
1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3176), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan pelaksanaan mengenai disiplin PNS yang ada sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku
Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 50
E G
sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan
Cukup jelas.
E P
K Pasal 51
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 51
N
Cukup jelas.
A
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Pasal 1
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian ini.
J P
Pasal 2
Untuk mempermudah pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian D
N
Negara ini, dilampirkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut dalam Lampiran II
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian ini.
I A
Pasal 3
A
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
W
ini, maka Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Nomor 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
A
E
Pasal 4G
Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
E P
K
A N
I
A G
B
- 77 -
DISIPLIN PNS
KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010
TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
I. PENDAHULUAN
J P
A. UMUM D
N
1. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
IA
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, telah diatur
kembali ketentuan tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
A
2. Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 49 Peraturan Pemerintah
A W
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan
untuk menjamin keseragaman serta memperlancar pelaksanaannya,
maka perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
B. TUJUAN
E G
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
E P
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini dimaksudkan sebagai
pedoman bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan
dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
K
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
C. PENGERTIAN
dengan:
A N
Dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini yang dimaksud
I
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri
Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
IA
Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau
dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi,
melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya.
11.
A
Tulisan adalah pernyataan pikiran dan/atau perasaan secara tertulis
baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur,
12. W
coretan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.
Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
A
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
13.
E G
Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin.
14.
P
Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung
E
dari pejabat yang berwenang menghukum.
K
II. KEWAJIBAN DAN LARANGAN
A. KEWAJIBAN
A N
Setiap PNS wajib:
I
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
A G
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
IA
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau
orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
A
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
A W
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga
swadaya masyarakat asing;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak,
E G
dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
E P
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara;
K
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun
untuk diangkat dalam jabatan;
A N
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
I
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
A W
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
E G
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
E P
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS
dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.
A. UMUM
A N
I
1. PNS dan CPNS yang tidak menaati kewajiban atau melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4
B hukuman disiplin.
3. Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Contoh :
Sdr. Sukoco, pangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d, diduga
telah melakukan tindak pidana dan dilakukan penahanan sehingga
yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan negeri.
Dalam hal demikian, meskipun yang bersangkutan telah diperiksa
oleh pihak yang berwajib atas dugaan tindak pidana yang dilakukan
A W
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
E G
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
C. PELANGGARAN DAN
E P
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
JENIS HUKUMAN
DISIPLIN
K
1. Pelanggaran terhadap kewajiban
A N
a. Hukuman disiplin ringan dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban:
I
1) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
IA
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
Lanjutan. Yang bersangkutan tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja antara bulan
A
Januari sampai dengan April 2011. Dalam hal demikian
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin ringan
A W
berupa teguran lisan oleh pejabat struktural eselon III.
Contoh 2:
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
E G
Lanjutan. Sejak bulan Januari sampai dengan April 2011
yang bersangkutan sering terlambat masuk kerja dan/atau
pulang cepat tanpa keterangan yang sah.
E P
Setelah dihitung secara kumulatif jumlahnya menjadi
40 (empat puluh) jam kerja, dan dikonversi sama dengan
5 (lima) hari tidak masuk kerja, karena 7 (tujuh
K
setengah) jam dikonversi sama dengan 1 (satu) hari tidak
masuk kerja. Dalam hal demikian Sdr. Farah dijatuhi
hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan oleh pejabat
A G Contoh:
Sdr. Farah, pangkat Penata Muda golongan ruang
III/a, jabatan Analis Kepegawaian jenjang Pelaksana
Lanjutan. Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
kerja.
IA
kerja tanpa alasan yang sah menjadi 12 (dua belas) hari
A
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas secara
10) W
tertulis oleh pejabat struktural eselon III.
menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara
A
dengan sebaik-baiknya, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada unit kerja;
11)
12)
E G
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas, apabila
13) memberikan
E P
pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
kesempatan kepada bawahan
mengembangkan karier, apabila pelanggaran dilakukan
untuk
14)
K
dengan tidak sengaja; dan
menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, apabila pelanggaran berdampak negatif
I
b. Hukuman disiplin sedang dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban:
9)
menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
J P
kepentingan negara, apabila pelanggaran berdampak negatif
bagi instansi yang bersangkutan; D
N
10) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau
merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
IA
keamanan, keuangan, dan materiil, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;
11)
A
masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, berupa:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun
hari kerja.
Contoh: A W
bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh)
E G
Sdr. Bayu Segara, S.H., M.H., pangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d, jabatan Kepala Seksi
(eselon IV). Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
E P
hukuman disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas
secara tertulis karena tidak masuk bekerja tanpa alasan
yang sah selama 14 (empat belas) hari kerja dari bulan
K
Januari sampai dengan Februari 2011.
Kemudian antara bulan Maret sampai dengan April
2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi tanpa
IA
Tingkat I golongan ruang III/d, jabatan Kepala Seksi
(eselon IV). Yang bersangkutan sebelumnya telah dijatuhi
hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat
A
selama 1 (satu) tahun karena tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 24 (dua puluh empat) hari kerja
A W
dari mulai bulan Januari sampai Juli 2011.
Kemudian antara bulan Agustus sampai dengan
Desember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi
tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja. Setelah
E G
dikumulatifkan jumlah tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah menjadi 29 (dua puluh sembilan) hari kerja.
Dalam hal demikian yang bersangkutan dijatuhi
E P
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
disiplin sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 1 (satu) tahun oleh pejabat yang
K
berwenang menghukum.
12) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan, apabila
pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun hanya mencapai
A N 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh
persen).
I Contoh:
Sdr. Rini Anggraini, pangkat Penata Muda Tingkat I
A
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara;
dan/atau negara;
A W
2) menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah
E G
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
E P
4) menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat PNS, apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
K
5) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang, dan/atau golongan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
A N
6) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan, apabila pelanggaran
IA
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun oleh PPK.
Karena hukuman ini sifatnya berlanjut, maka penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
A
dimaknai sebagai perpanjangan masa hukuman, bukan
diturunkan lagi pangkatnya menjadi Penata Tingkat I
golongan ruang III/d.
A W
Dengan demikian, Sdr. Drs. Suherman hanya
menjalani masa hukuman disiplin berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun ke
E G
depan dalam pangkat Pembina golongan ruang IV/a.
b) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa
E P
alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai
dengan 40 (empat puluh) hari kerja.
Contoh:
K
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).
Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin
I
Kemudian antara bulan Agustus sampai dengan
A
Oktober 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja lagi
A
tanpa alasan yang sah selama 4 (empat) hari kerja.
Setelah dikumulatifkan, jumlah tidak masuk kerja tanpa
A W
alasan yang sah menjadi 44 (empat puluh empat) hari
kerja.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi
hukuman disiplin yang lebih berat menjadi hukuman
E G
disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan oleh PPK.
d) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
E P
PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih.
Contoh:
K
Sdr. Drs. Suherman, pangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b, jabatan Kepala Bagian (eselon III.a).
Yang bersangkutan sedang menjalani hukuman disiplin
IA
13) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, apabila pelanggaran berdampak negatif
pada pemerintah dan/atau negara.
A
d.
W
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka
A
9), huruf b angka 11), huruf c angka 9), dihitung secara kumulatif
sampai dengan akhir tahun berjalan yaitu mulai Januari sampai
E G
dengan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
Dalam hal PNS tidak masuk kerja secara terus-menerus
meskipun telah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali tetapi tidak hadir,
E P
PNS tersebut dijatuhi hukuman disiplin tanpa melalui pemeriksaan
dan jenis hukumannya berdasarkan jumlah hari ketidakhadiran
secara kumulatif.
K
2. Pelanggaran terhadap larangan
a. Hukuman disiplin ringan, dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap
A N
larangan:
1) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
perundang-undangan; dan
5) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
IA
3) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, apabila
pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
A
4) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
5) menghalangi berjalannya
W
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
A
tugas kedinasan, apabila
E G
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
6) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
E P
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara
ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta
kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
lain;
K
PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
A
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
E G
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan
dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8) menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari
pekerjaannya;
E P
siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau
K
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan
A Nperundang-undangan;
10) menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila
B negara.
12) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden
dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan
13) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang
terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye dan/atau
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu calon pasangan selama masa
kampanye.
IV. PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM
(1) Presiden
a. Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang
menduduki jabatan struktural eselon I dan jabatan lain yang
pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden,
untuk jenis hukuman disiplin:
1) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
2) Pembebasan jabatan;
3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri J P
sebagai PNS; dan
4) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. D
b. Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan berdasarkan usul dari PPK.
A N
c. "Jabatan lain yang pengangkatannya dan pemberhentiannya menjadi
wewenang Presiden" antara lain Panitera Mahkamah Agung dan
Panitera Mahkamah Konstitusi.
A I
d. Pejabat Struktural eselon I yang diturunkan jabatannya menjadi
pejabat eselon II maka untuk pengangkatannya dalam jabatan
peraturan perundang-undangan.
A W
struktural eselon II ditetapkan oleh PPK dan dilantik sesuai dengan
E P
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
K
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
N
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
A G jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
IA
d) struktural eselon II, fungsional tertentu jenjang Madya dan
fungsional Penyelia di lingkungannya untuk jenis hukuman:
(1)
A
penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
A W
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
lebih rendah;
E G
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
E P
(7) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
K
(8) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
e) Struktural eselon II di lingkungan instansi vertikal dan pejabat
setara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
lebih rendah;
(4) pembebasan dari jabatan; IA
(3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
A
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
E G
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
E P
(3) pmberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
jabatan:
K
2) PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
A W
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
lebih rendah;
E
(9) pembebasan dari jabatan.
G
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
E P
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
IV/e untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
K
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
A G (tiga) tahun;
d) struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya
untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
A W
4) PNS yang dipekerjakan ke luar instansi induknya yang menduduki
jabatan:
a) struktural eselon I untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
E
(tiga) tahun P
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
K
Utama ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
B hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
A
7) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada negara lain,
atau badan internasional, atau tugas di luar negeri, untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis;
A W
c) pernyataan tidak puas secara tertulis;
E G
d) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
e) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
f) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun;
E P
g) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
K
h) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
i) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
A N
b. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara menetapkan
I
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
IA
jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
A
ruang III/b sampai dengan golongan ruang IIl/d untuk jenis
hukuman:
Contoh:
A W
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
E G
adalah PNS Badan Kepegawaian Negara yang diperbantukan
pada Badan Narkotika Nasional menduduki jabatan Kepala
Bagian Mutasi Kepegawaian pada Biro Kepegawaian. Yang
E P
bersangkutan telah melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 11 yaitu menghalangi berjalannya
tugas kedinasan.
K
Dalam hal demikian, yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun oleh Sekretaris Utama Badan Narkotika Nasional.
A N
c. Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara menetapkan
I
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
A
ketentuan ini antara lain Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama, Kepala Perwakilan BPKP, dan Kepala Kantor Regional
BKN.
A W
2) Pejabat struktural eselon I yang bukan PPK
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya pejabat
struktural eselon I yang bukan PPK dalam ketentuan ini antara
E G
lain Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
E P
a) PNS yang menduduki jabatan:
(1) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia dan fungsional umum golongan ruang IlI/c dan
K
golongan ruang IIl/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(a) teguran lisan;
(b) teguran tertulis; dan
A G hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun;
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
B dan
(c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun.
b) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di Iingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang III/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis
hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
IA
dan tanggung jawab yang berdampak negatif bagi BKN. Sehingga
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun oleh Kepala Kantor Regional I Yogyakarta.
Contoh 2: A
A W
(Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya pejabat
struktural eselon I yang bukan PPK)
Sdri. Dra. Mardiyanti, fungsional umum golongan ruang IIl/d di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Yang
E G
bersangkutan sampai dengan bulan November 2010 telah terbukti
melakukan pelanggaran tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 28 (dua puluh delapan) hari kerja. Sehingga yang
E P
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
bersangkutan.
K
3) PPK dan membawahi pejabat struktural eselon Il.b
Pejabat struktural eselon II yang atasan langsungnya PPK dan
A N
membawahi pejabat struktural eselon Il.b dalam ketentuan ini
antara lain Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
I
a) Pejabat struktural eselon lI.a menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan:
IA
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
b) Pejabat struktural eselon lI.b menetapkan penjatuhan
hukuman disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan:
A
(1) struktural eselon III di lingkungannya, untuk jenis
hukuman:
(a) teguran lisan;
(b) teguran tertulis; dan
A W
(c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
E G
(2) struktural eselon IV dan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum
golongan ruang III/d ke bawah di Iingkungannya, untuk
E P
jenis hukuman:
(a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)
tahun; dan
K
(b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
A N
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
IA
a) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang II/a
dan II/b di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan A
A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional umum golongan ruang l/a sampai dengan
golongan ruang l/d, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
E P
yang menduduki jabatan struktural eselon V, jabatan fungsional
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b,
K
untuk jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan
A N
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis
A N
a. PPK Daerah Provinsi menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan:
A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
E G
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
E
jenis hukuman:P
b) fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk
K
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
I (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
A G (tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;
A W
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(satu) tahun;
E G
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
E P
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
K
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
f) struktural eselon III ke bawah, fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah di lingkungannya, untuk jenis
A Nhukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
I (satu) tahun;
(2) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
A G (tiga) tahun;
(3) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(4) pembebasan dari jabatan;
E G
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
E
(1) teguran lisan;P
a) struktural eselon I di lingkungannya untuk jenis hukuman:
K
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
IA
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
A
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah; dan
(6) pembebasan dari jabatan.
A W
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
E G
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
E P
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
f) struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
K
Muda dan Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman:
(1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
A W
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
5) PNS yang diperbantukan ke luar instansi induknya yang
E G
menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, jabatan
fungsional tertentu jenjang Utama ke bawah dan jabatan
fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah, untuk jenis
hukuman:
E P
a) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
K
b) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
6) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri, untuk jenis hukuman:
A N
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
IA
b) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/b sampai
A
dengan golongan ruang IlI/d di lingkungannya untuk jenis
hukuman:
A W
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
E G
yang menduduki jabatan struktural eselon II, jabatan fungsional
tertentu jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang IV/a sampai dengan golongan ruang IV/c untuk jenis
hukuman:
a) teguran lisan;
E P
b) teguran tertulis; dan
K
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di Iingkungannya yang menduduki
jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional tertentu jenjang
A N
Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum golongan
ruang III/b sampai dengan golongan ruang IIl/d untuk jenis
Ihukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
jenis hukuman:
IA
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b, untuk
E G
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang
II/c sampai dengan golongan ruang III/b di Iingkungannya,
untuk jenis hukuman:
E P
(1) teguran Iisan;
(2) teguran tertulis; dan
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
K
b) Struktural eselon V, fungsional tertentu Jenjang Pelaksana
dan Pelaksana Pemula, dan fungsional umum golongan ruang
II/a dan golongan ruang Il/b di lingkungannya, untuk jenis
A N hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
I dan
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
IA
tertentu jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan
fungsional umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b,
untuk jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
b) teguran tertulis; dan A
A W
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
jabatan fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang l/d untuk jenis hukuman:
E G
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
f.
E P
Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang
K
I/a sampai dengan golongan ruang l/d di lingkungannya, untuk
jenis hukuman:
a) teguran Iisan;
A N
b) teguran tertulis; dan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
I
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di Iingkungannya
yang menduduki jabatan fungsional umum golongan ruang I/a
B
(5) Gubernur selaku Wakil Pemerintah menetapkan penjatuhan hukuman
disiplin bagi:
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah Kabupaten/Kota yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada Kabupaten/Kota lain dalam
satu provinsi yang menduduki jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota untuk jenis hukuman:
1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
2) pembebasan dari jabatan:
E G
b) fungsional tertentu jenjang Utama di lingkungannya untuk
jenis hukuman:
E P
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
K
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
A N (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
I (tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
A G lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan;
(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
lebih rendah;
(9) pembebasan dari jabatan; IA
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
A
(10) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
A W
(11) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
e) fungsional umum golongan ruang IV/a sampai dengan
golongan ruang IV/c di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
E P
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
K
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
A G hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
B (4)
(satu) tahun;
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(5) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
(6) pembebasan dari jabatan;
(7) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(8) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
IA
(3) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
A
(4) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
2) PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang menduduki
jabatan:
E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional tertentu jenjang Utama, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
E P
(2) teguran tertulis;
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
K
lebih rendah; dan
(5) Pembebasan dari jabatan.
c) fungsional umum golongan ruang IV/d dan golongan ruang
A W
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
(4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
E G
(5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun; dan
d)
P
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
E
(tiga) tahun;
Struktural eselon II dan fungsional tertentu jenjang Madya,
K
untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis;
A G (satu) tahun;
(7) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
(8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
B e)
lebih rendah; dan
(9) pembebasan dari jabatan.
struktural eselon III ke bawah dan fungsional tertentu jenjang
Muda dan Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman:
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;
A W
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
(6) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
b) fungsional umum golongan ruang IV/e ke bawah untuk jenis
hukuman:
E G
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
(2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
E P
(3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun;
(4) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
K
(tiga) tahun;
(5) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) struktural eselon III, fungsional tertentu jenjang Muda dan
Penyelia, dan fungsional umum golongan ruang III/c dan
E P
golongan ruang IlI/d di lingkungannya, untuk jenis hukuman:
(1) teguran lisan;
(2) teguran tertulis; dan
K
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
c) Struktural Eselon IV, fungsional tertentu jenjang Pertama dan
Pelaksana Lanjutan, dan fungsional umum golongan ruang
dan
IA
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
A
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon III, jabatan fungsional
hukuman:
a) teguran lisan; A W
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang IIl/c dan golongan ruang III/d, untuk jenis
E G
c) pernyataan tidak puas secara tertulis.
3) PNS yang diperbantukan di lingkungannya yang menduduki
E P
jabatan struktural eselon IV, jabatan fungsional tertentu jenjang
Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan fungsional umum
golongan ruang II/c sampai dengan golongan ruang IIl/b untuk
K
jenis hukuman:
a) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
b) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
A N
d. Pejabat struktural eselon III menetapkan penjatuhan hukuman disiplin
I
bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
IA
e. Pejabat struktural eselon IV dan jabatan yang setara menetapkan
penjatuhan hukuman disiplin bagi:
1) PNS yang menduduki jabatan:
A
a) struktural eselon V, fungsional tertentu jenjang Pelaksana dan
E G
(3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
b) fungsional umum golongan ruang I/a sampai dengan
golongan ruang I/d, untuk jenis hukuman:
dan
E P
(1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
K
2) PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya
yang menduduki jabatan struktural eselon V, fungsional tertentu
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional
A N
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang II/b, untuk jenis
hukuman:
I
a) teguran lisan;
b) teguran tertulis; dan
(7) "Pejabat yang setara" adalah PNS yang diberi tugas tambahan untuk
memimpin satuan unit kerja tertentu, misalnya:
a. Rektor dan Dekan pada Perguruan Tinggi Negeri, setara dengan
eselon I;
J P
b. Ketua Pengadilan Tinggi, setara dengan eselon II;
c. Ketua Pengadilan Negeri dan Direktur Akademi, setara dengan eselon D
N
III;
d. Kepala Sekolah Menengah Atas dan Kepala Sekolah Menengah
Pertama, setara dengan eselon IV; dan
e. Kepala Sekolah Dasar dan Kepala Taman Kanak-Kanak, setara
dengan eselon V. IA
(8) A
Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman
A W
disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila
pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin
kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut
dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
E G
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat
yang seharusnya menghukum, berlaku juga bagi atasan dari atasan
secara berjenjang.
E P
Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan setelah mendengar
keterangannya dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan yang dituangkan
K
dalam berita acara pemeriksaan.
Jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada atasan yang tidak
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran
A N
disiplin, sama dengan jenis hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
I
Atasan pejabat yang berwenang menghukum, juga menjatuhkan hukuman
disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
A G Contoh:
Sdr. Leo Firmansyah, jabatan Kepala Seksi (eselon IV.a) membawahi
seorang PNS bemama Sdr. Michael, jabatan fungsional umum pangkat
Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b.
E G
3. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah PNS yang
bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, dan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan
E P
PNS yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin serta untuk
mengetahui dampak atau akibat dari pelanggaran disiplin tersebut.
4. Pemeriksaan terhadap PNS yang melanggar disiplin harus dilakukan
K
dengan teliti dan obyektif, sehingga pejabat yang berwenang
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seksama tentang
jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan kepada PNS yang
N
bersangkutan.
A
I
B. PEMANGGILAN
1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dipanggil secara
IA
Apabila pada tanggal 22 Oktober 2010 pemeriksaan pemanggilan
kedua Sdr. Ariel Syahroni tidak juga hadir, maka pejabat yang
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan
A
alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
C. PEMERIKSAAN
A W
1. Sebelum melakukan pemeriksaan, atasan langsung atau Tim
Pemeriksa mempelajari lebih dahulu dengan seksama laporan-
Iaporan atau bahan-bahan mengenai pelanggaran disiplin yang
E G
diduga dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara
tertutup, hanya diketahui dan dihadiri oleh PNS yang diperiksa dan
pemeriksa.
E P
3. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang kewenangan
penjatuhan hukuman disiplinnya menjadi wewenang Presiden dan
K
PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang
pemeriksaannya menjadi kewenangan PPK atau Gubernur sebagai
atasan langsungnya, pemeriksaannya dilakukan oleh PPK atau
A N
Gubernur yang bersangkutan.
Untuk mempercepat pemeriksaan, PPK atau Gubernur dapat
I
memerintahkan pejabat di bawahnya dalam lingkungan kekuasaannya
untuk melakukan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan
IA
Sdr. Abdul Durahman, pangkat Pengatur golongan ruang lI/c
fungsional umum, diduga telah melakukan pelanggaran disiplin.
A
Setelah diperiksa oleh atasannya Kepala Seksi (eselon IV.a),
ternyata hukumannya berupa hukuman disiplin tingkat sedang.
A W
Dalam hal demikian, karena kewenangan untuk menjatuhkan
hukuman disiplin tingkat sedang merupakan kewenangan Kepala
Bidang (eselon lII.a) atau pejabat yang lebih tinggi, maka Kepala
Seksi tersebut membuat laporan hasil pemeriksaan kepada
E
berita acara pemeriksaannya. G
Kepala Bidang atau pejabat yang lebih tinggi disertai dengan
E P
menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan Berita Acara
Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dari orang lain.
9. Apabila terdapat pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya
K
sedang dan berat maka PPK atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari atasan langsung, unsur
pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.
A N
10. Apabila atasan langsung dari PNS yang bersangkutan terlibat dalam
pelanggaran tersebut, maka yang menjadi anggota Tim Pemeriksa
I
adalah atasan yang lebih tinggi secara berjenjang.
11. Susunan Tim Pemeriksa terdiri dari:
B atau memangku jabatan yang lebih rendah dari PNS yang diperiksa.
12. Tim Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc) yang bertugas sampai
proses pemeriksaan selesai terhadap suatu dugaan pelanggaran
disiplin yang dilakukan seorang PNS, pembentukan Tim Pemeriksa
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-
e Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
Contoh:
Sdr. Jayusman, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a,
diduga telah melakukan pelanggaran disiplin, yang ancaman
hukumannya berupa hukuman disiplin berat. Dalam hal demikian,
IA
sementara dari tugas jabatannya, diangkat Pejabat Pelaksana Harian
(PLH).
16.
A
PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, tetap masuk
kerja dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Contoh:
A W
Sdr. Dedy Putra, S.E., pangkat Penata Muda Tk. I golongan ruang
IIl/b, Jabatan Kepala Seksi (eselon IV.a). Yang bersangkutan diduga
E G
telah melakukan pelanggaran disiplin dan ancaman hukumannya
berupa hukuman disiplin berat. Dalam hal demikian, untuk
memperlancar pemeriksaan, atasan langsungnya, yaitu pejabat
E P
struktural eselon III.a dapat membebaskan sementara Sdr. Dedy
Putra, S.E., dari tugas jabatan sebagai Kepala Seksi sejak yang
bersangkutan diperiksa sampai dengan ditetapkannya keputusan
K
hukuman disiplin. Selama dibebaskan sementara dari tugas jabatan
sebagai Kepala Seksi, yang bersangkutan masih tetap masuk kerja
dan menerima penghasilan serta tunjangan jabatan.
17.
N
Apabila atasan langsung dari PNS yang diduga melakukan
A
pelanggaran disiplin tidak ada ataupun terjadi kekosongan, maka
I
untuk pembebasan sementara dari tugas jabatannya dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi atau secara berjenjang.
B 19.
kepada pemeriksa dan pemeriksa wajib memperbaikinya.
Apabila PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita
acara pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan tersebut cukup
ditandatangani oleh pemeriksa, dengan memberikan catatan dalam
berita acara pemeriksaan bahwa PNS yang diperiksa tidak bersedia
menandatangani berita acara pemeriksaan. Walaupun PNS yang
diperiksa tidak bersedia untuk menandatangani berita acara
pemeriksaan tersebut, tetap dijadikan sebagai dasar untuk
menjatuhkan hukuman disiplin.
20. PNS yang telah diperiksa berhak mendapat fotokopi berita acara
pemeriksaan.
21. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri yang diduga melakukan pelanggaran disiplin,
pemeriksaannya dilakukan oleh atasan langsungnya. Sedangkan
penjatuhan hukumannya tetap menjadi kewenangan Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Dalam hal diperlukan, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri dapat meminta kepada PPK Kementerian Luar Negeri untuk
membentuk Tim Pemeriksa.
J P
D. PENJATUHAN HUKUMAN
DISIPLIN D
N
1. Umum
a. Tujuan penjatuhan hukuman disiplin pada prinsipnya bersifat
pembinaan yaitu untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin agar yang bersangkutan
IA
mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi serta
memperbaiki diri pada masa yang akan datang. Juga
A
dimaksudkan agar PNS lainnya tidak melakukan pelanggaran
disiplin.
A W
b. Pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan
hukuman disiplin wajib mempelajari dengan teliti hasil
pemeriksaan, dan memperhatikan dengan seksama faktor-faktor
E G
yang mendorong atau menyebabkan PNS tersebut melakukan
pelanggaran disiplin dan dampak atas pelanggaran disiplin
tersebut.
E P
c. Meskipun bentuk pelanggaran disiplin yang dilakukan sama, tetapi
faktor-faktor yang mendorong dan dampak yang ditimbulkan dari
pelanggaran disiplin itu berbeda, maka jenis hukuman disiplin
K
yang akan dijatuhkan berbeda.
d. PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin, harus
dijatuhi hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran yang
A N
dilakukan. Tingkat dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan
tidak harus secara berjenjang.
I
e. Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum,
misalnya jabatan yang lowong karena pejabatnya berhalangan
I
perbuatan tersebut dan terpaksa melakukannya karena
kebutuhan ekonomi yang mendesak, maka pejabat yang A
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin
A
tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun.
A W
2) apabila yang bersangkutan melakukannya karena untuk
mencari keuntungan pribadi atau memperkaya diri, maka
dapat diberikan hukuman disiplin tingkat sedang berupa
E G
penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun atau
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.
E P
b. PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan
beberapa pelanggaran disiplin, kepadanya hanya dapat dijatuhi 1
(satu) jenis hukuman disiplin yang terberat setelah
Contoh:
K
mempertimbangkan semua pelanggaran disiplin yang dilakukan.
A N
III/b, jabatan Kepala Subbagian (eselon IV.a). Yang bersangkutan
tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah selama 8 (delapan)
bagi pelanggaran disiplin tidak masuk kerja dan menaati jam kerja
yang dilakukan dalam tahun yang berbeda.
Contoh:
Sdri. Susiana, S.H., golongan ruang IIl/b pada tahun 2009
melakukan pelanggaran disiplin tidak melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab yang berdampak negatif
terhadap unit kerja. Yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman
disiplin ringan berupa teguran tertulis.
Kemudian pada tahun 2010 yang bersangkutan mengulangi
perbuatan yang sama. Dalam hal demikian, Sdri. Susiana, S.H.,
harus dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat yaitu berupa
J P
pernyataan tidak puas secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang menghukum. D
3. Tata cara penjatuhan hukuman disiplin
a. Teguran Lisan
A N
A I
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran lisan ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
Lampiran I-g Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.
A W
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa teguran lisan,
harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
PNS yang bersangkutan.
b. Teguran Tertulis
E G
1) Jenis hukuman disiplin berupa teguran tertulis ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,
E P
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
Lampiran I-h Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.
K
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa teguran tertulis,
harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
PNS yang bersangkutan.
A N
c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis
1) Jenis hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara
E G
tahun 00 bulan dengan gaji pokok sebesar Rp 2.667.900,00.
Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2010, dijatuhi hukuman
disiplin tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji
E P
berkala selama 1 (satu) tahun.
Dalam hal demikian, yang bersangkutan baru dapat
dipertimbangkan kenaikan gaji berkala berikutnya terhitung
K
mulai tanggal 1 November 2011.
Yang bersangkutan dari bulan November 2010 sampai
dengan Oktober 2011, masih menerima gaji pokok lama.
e.
N
Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (satu) tahun
A
1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat
A
I-I Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
2) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan
A W
pangkat selama 1 (satu) tahun harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat
selesai, maka pangkat PNS yang bersangkutan dengan
E G
sendirinya kembali kepada pangkat yang semula.
4) Masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun tidak
E P
dihitung sebagai masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan
pangkat berikutnya, baru dapat dipertimbangkan setelah PNS
yang bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun setelah
Contoh 1:
K
kembali pada pangkat semula.
A N
golongan ruang IIl/b terhitung mulai tanggal 1 April 2010
dengan masa kerja 4 tahun 2 bulan dengan gaji pokok Rp
Contoh 2:
Sdr. Sulaeman, S.E., pangkat Penata Muda Tingkat I
golongan ruang IlI/b terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2006
masa kerja 4 tahun 9 bulan dengan gaji pokok Rp
1.907.500,00 yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun TMT 10 Agustus 2010 sampai dengan 9 Agustus
2011. Dalam hal demikian maka:
a) TMT 1 September 2010 pangkat Sdr. Sulaeman, S.E.,
turun dari Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIl/b
menjadi Penata Muda golongan ruang IlI/a dengan gaji
pokok turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi Rp 1.830.1
J P
00,00.
b) TMT 1 September 2011, pangkatnya kembali menjadi D
N
Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.
c) TMT 1 Oktober 2012 kenaikan pangkatnya baru dapat
IA
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata golongan ruang III/c apabila
g.
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
A
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
A W
1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun ditetapkan
dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum,
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak
ini.
E G
Lampiran I-m Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
E P
ditetapkan setingkat lebih rendah untuk selama 3 (tiga) tahun.
3) Dalam keputusan hukuman disiplin berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah berlaku untuk selama 3 (tiga)
K
tahun harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh PNS yang bersangkutan.
4) Setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat
A N
setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun selesai, maka
pangkat PNS yang bersangkutan dengan sendirinya kembali
IA
disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 3 (tiga) tahun TMT 10 Agustus 2010 sampai dengan 9
Agustus 2013. Dalam hal demikian maka:
A
a) TMT 1 September 2010 pangkat Sdr. Jeffry Woworuntu,
A W
S.E., turun dari pangkat Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IIl/b menjadi Penata Muda golongan ruang IIl/a
dengan gaji pokok turun dari Rp 1.907.500,00 menjadi Rp
1.830.100,00.
E G
b) TMT 1 September 2013, pangkatnya kembali menjadi
Penata Muda Tingkat I golongan ruang IIl/b dan gaji
pokoknya kembali menjadi Rp 1.907.500,00.
E P
c) TMT 1 Oktober 2014 kenaikan pangkatnya baru dapat
dipertimbangkan dari Penata Muda Tingkat I golongan
ruang IlI/b menjadi Penata golongan ruang III/c apabila
h.
K
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah
A N
1) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah dilakukan dengan mempertimbangkan lowongan
IA
Pengangkatan kembali dalam jabatan satu tingkat lebih tinggi
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8)
A
Penurunan jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan
fungsional tertentu.
A W
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat
lebih rendah, tetap menduduki pangkat sebelum diturunkan
jabatannya. PPK harus segera menetapkan keputusan
ditentukan.
E G
tentang pengangkatan dalam jabatan baru yang telah
E P
rangka penurunan jabatan fungsional tertentu setingkat lebih
rendah, diberikan tunjangan jabatan berdasarkan jabatan baru
yang didudukinya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
K
Jumlah angka kredit yang dimiliki sebelum diturunkan
jabatannya, tetap dimiliki oleh PNS yang bersangkutan.
IA
d) Selama menduduki jabatan Analis Kepegawaian Pertama,
Sdr. Dian Supardi S.Sos., memperoleh angka kredit 50.
A
e) Setelah 2 (dua) tahun diangkat kembali ke dalam jabatan
Analis Kepegawaian Muda, Sdr. Dian Supardi S.Sos.
memperoleh angka kredit 55.
A W
f) Dalam hal demikian, Sdr. Dian Supardi S.Sos., dapat
dipertimbangkan untuk naik jabatan menjadi Analis
Kepegawaian Madya dengan angka kredit 405 yang
berasal dari:
E G
1) angka kredit terakhir, yaitu 300;
2) angka kredit yang diperoleh selama menduduki
E P
jabatan fungsional Analis Kepegawaian Pertama,
yaitu 50; dan
3) angka kredit yang diperoleh setelah diangkat kembali
i. K
dalam jabatan fungsional Analis Kepegawaian Muda,
yaitu 55.
Pembebasan Dari Jabatan
A N
1) Jenis hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan
ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang
IA
1) Jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS ditetapkan dengan keputusan pejabat
yang berwenang menghukum, dibuat menurut contoh
A
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-q Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
A W
2) Dalam keputusan hukuman disiplin pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS harus disebutkan pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.
3) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak
E. PENYAMPAIAN
E G
dengan hormat sebagai PNS, tidak diberikan hak pensiun.
HUKUMAN DISIPLIN
E P
1. Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan
pejabat yang berwenang menghukum.
K
2. Pada prinsipnya penyampaian keputusan hukuman disiplin dilakukan
sendiri oleh pejabat yang berwenang menghukum.
3. PNS yang bersangkutan dipanggil secara tertulis untuk hadir
A N
menerima keputusan hukuman disiplin dibuat menurut contoh
sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-r Peraturan Kepala
4.
I
Badan Kepegawaian Negara ini.
Penyampaian keputusan hukuman disiplin disampaikan secara
IA
2. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS
yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh
A
pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum.
A W
3. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan
E
Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). G
oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan
A N
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
I
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
d. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
B rendah; dan
i. pembebasan dari jabatan.
3. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Gubernur selaku wakil
pemerintah, berupa jenis hukuman disiplin berat, yaitu:
a. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
b. pembebasan dari jabatan.
4. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Kepala Perwakilan Republik
Indonesia berupa hukuman disiplin:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
d. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
e. pembebasan dari jabatan.
5. Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum, berupa jenis hukuman disiplin ringan, yaitu:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis;
E G
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
c) Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan unit setara dengan sebutan lain yang atasan
E P
langsungnya pejabat struktural eselon I yang bukan PPK, untuk
jenis hukuman disiplin sedang berupa:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; dan
K
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
d) Pejabat struktural eselon II ke bawah di lingkungan instansi
vertikal dan kantor perwakilan provinsi dan unit setara dengan
A N
sebutan lain yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada PPK, untuk jenis hukuman disiplin sedang berupa:
A W
5. Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil
keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang
bersangkutan, dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu)
hari kerja terhitung mulai tanggal atasan pejabat yang berwenang
E G
menghukum menerima surat keberatan.
6. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja pejabat yang
berwenang menghukum tidak memberikan tanggapan atas keberatan
E P
tersebut, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum
mengambil keputusan berdasarkan data yang ada.
7. Agar lebih obyektif dalam mengambil keputusan penjatuhan hukuman
K
disiplin, atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat
memanggil dan/atau meminta keterangan dari pejabat yang
berwenang menghukum, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin,
A N
dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
8. Dalam hal atasan pejabat yang berwenang menghukum memiliki
I
keyakinan berdasarkan bukti-bukti yang ada, atasan pejabat yang
berwenang menghukum dapat memperkuat, memperingan,
IA
keputusan atas keberatan yang diajukan kepadanya lebih dari 21 (dua
puluh satu) hari kerja, dijatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan
perundang-undangan setelah dilakukan pemeriksaan.
E. BANDING ADMINISTRATIF A
KEPADA BADAN
PERTIMBANGAN
KEPEGAWAIAN (BAPEK)
A W
1. PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh PPK dan Gubernur berupa:
E P
dapat mengajukan banding administratif kepada BAPEK.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai banding administratif kepada BAPEK
diatur tersendiri dengan peraturan perundang-undangan.
K
3. PNS yang sedang mengajukan banding administratif gajinya tetap
dibayarkan sepanjang PNS yang bersangkutan tetap masuk kerja dan
melaksanakan tugas.
A N
4. Untuk dapat tetap masuk kerja dan melaksanakan tugas, PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan izin kepada PPK, yang
I
dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran I-
u Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini.
A G
5. Penentuan dapat atau tidaknya PNS tersebut masuk kerja dan
melaksanakan tugas menjadi kewenangan PPK dengan
mempertimbangkan dampak pelanggaran disiplin yang dilakukannya
terhadap lingkungan kerja, yang ditetapkan dengan keputusan dibuat
A W
4) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
5) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
tahun;
E G
6) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
E P
8) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
K
9) pembebasan dari jabatan.
c. Gubernur selaku wakil pemerintah, untuk jenis hukuman disiplin
berupa:
A N
1) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
I
2) pembebasan dari jabatan.
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia, untuk jenis hukuman
A G disiplin berupa:
1) teguran lisan;
2) teguran tertulis; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis;
A W
4. Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu
penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka berlaku pada hari ke
15 (lima belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk penyampaian
keputusan hukuman disiplin.
B. HAPUSNYA KEWAJIBAN
E G
MENJALANI HUKUMAN
DISIPLIN
E P
1. PNS yang mencapai batas usia pensiun atau meninggal dunia pada
K
saat sedang menjalani hukuman disiplin:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
A
dan N
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun;
I
d. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.
dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan diberhentikan
B 4.
keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
PNS yang sedang mengajukan banding administratif dan telah
mencapai batas usia pensiun, apabila meninggal dunia maka yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhi hukuman
disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat maka keputusan
pemberhentiannya ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang
menjadi keputusan pemberhentian dengan hormat.
C. HAK-HAK KEPEGAWAIAN
1. PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan atas upaya
administratif, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas
keberatan, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin dan
diberhentikan dengan hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. PNS yang sedang mengajukan banding administratif dan telah
mencapai batas usia pensiun, apabila meninggal dunia maka yang
J P
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan D
N
perundang-undangan.
4. PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada keputusan atas
E G
hukuman disiplin PNS, dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut
dalam Anak Lampiran I-w Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
ini.
E P
3. Apabila seorang PNS pindah instansi, maka kartu hukuman disiplin PNS
dikirimkan oleh pimpinan instansi lama kepada pimpinan instansi baru.
4. Dokumen keputusan hukuman disiplin digunakan sebagai salah satu
K
bahan penilaian dalam pembinaan PNS yang bersangkutan.
1.
I
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
terlebih dahulu diperhatikan jabatan yang lowong dan kompetensinya.
2.
A
3.
G PNS yang sedang mengajukan upaya administratif tidak diberikan
kenaikan pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sampai dengan
ditetapkannya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
B
4.
pelanggaran disiplin atau sedang mengajukan upaya administratif, tidak
dapat disetujui untuk pindah instansi.
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga melakukan
pelanggaran disiplin tidak dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya.
5. PNS yang sedang menjalani hukuman disiplin tidak dapat
dipertimbangkan kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkatnya.
6. PNS yang sedang menjalani hukuman disiplin dan melakukan
pelanggaran disiplin, dijatuhi hukuman disiplin.
7. Hasil pemeriksaan pihak berwajib dan unsur pengawasan dapat
digunakan sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan atau melengkapi
IA
dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun, maka PNS yang bersangkutan hanya
12.
menjalani masa hukuman selama 3 (tiga) tahun ke depan.
A
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam
13.
bersangkutan.
A W
kerja dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan, yaitu
mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang
E G
dengan hormat sebagai PNS terhadap pelanggaran disiplin tidak masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja selama 46 (empat puluh enam)
hari atau lebih didasarkan atas pertimbangan yang obyektif dari PPK.
E P
X. KETENTUAN PERALIHAN
K
1. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan tetap
berlaku.
A N
2. Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang berwenang
I
menghukum atau banding administratif kepada BAPEK sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
A G
Pegawai Negeri Sipil diselesaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah dilakukan pemeriksaan
A
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008, PNS yang meninggalkan
tugas secara tidak sah dalam waktu 2 (dua) bulan atau lebih terus-
A W
menerus sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka yang bersangkutan
diperiksa dan dijatuhi hukuman disiplin atas pelanggaran ketentuan
masuk kerja dan menaati jam kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
E G
E P
XI. PENUTUP
1. Apabila dalam pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara dijumpai kesulitan, agar ditanyakan kepada Kepala Badan
K
Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian.
2. Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
A N
I
A G
B
Contoh
Surat Panggilan
RAHASIA
J P
1. Bersama ini diminta dengan hormat kehadiran Saudara:
Nama : D
N
NIP :
Pangkat :
A
Jabatan :
Unit Kerja
Nama
NIP
:
Untuk menghadap kepada
:
: A I
Pangkat
Jabatan
Unit Kerja
pada
:
:
:
A W
Hari
Tanggal
Jam
:
:
:
E G
Tempat
E P
: ...
untuk diperiksa/dimintai keterangan *) sehubungan dengan dugaan pelanggaran
disiplin .. **)
2.
K
Demikian untuk dilaksanakan.
A N
Atasan langsung/Ketua
I Tim Pemeriksa *)
A G NAMA ....................................
B NIP .
Tembusan Yth :
1.
2. .
Contoh
Surat Perintah
Untuk Melakukan Pemeriksaan
RAHASIA
A
Pangkat :
Jabatan
Unit Kerja
:
:
untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Nama : A I
NIP
Pangkat
Jabatan
pada
:
:
:
A W
Hari
Tanggal
Jam
:
:
:
E G
P
Tempat : ...
karena yang bersangkutan diduga melanggar disiplin .. **)
2.
K E
Demikian agar Surat Perintah ini dilaksanakan sebaik-baiknya.
A N
PPK/Gubernur. *)
I
A G NAMA ....................................
NIP .
B
Tembusan Yth :
1.
2. .
Contoh
Berita Acara Pemeriksaan
RAHASIA
A
2. Nama :
3.
NIP
Pangkat
Jabatan
dst.
:
:
:
A I
Nama :
A W
berdasarkan wewenang yang ada pada saya/Surat Perintah *) .. telah
melakukan pemeriksaan terhadap :
NIP
Pangkat
Jabatan
Unit Kerja
:
:
:
:
E G
E P
karena yang bersangkutan diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal .... angka huruf Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
1. Pertanyaan:
K
N
..
A
1.
I
Jawaban:
A
2.
G ..
Pertanyaan:
B 2.
..
Jawaban:
..
3. dst.
Demikian Berita Acara Pemeriksaan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
,
Yang diperiksa: Pejabat Pemeriksa/Tim Pemeriksa
*)
Nama : 1. Nama :
NIP : NIP :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :
2. Nama :
NIP :
Tanda tangan
3. dst.
:
J P
*) Coret yang tidak perlu. D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Laporan Kewenangan
Penjatuhan Hukuman Disiplin
., .
Kepada
Yth. .
di
J P
..
D
RAHASIA
A N
I
Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan
pada hari . tanggal bulan tahun saya/Tim Pemeriksa *) telah
A
melakukan pemeriksaan terhadap:
Nama :
NIP :
Pangkat
Jabatan
:
:
A W
G
Unit Kerja :
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata kewenangan untuk menjatuhkan hukuman
P E
disiplin kepada PNS tersebut di atas merupakan kewenangan **).
Sehubungan dengan hal tersebut, disampaikan Berita Acara Pemeriksaan terhadap PNS
yang bersangkutan untuk digunakan sebagai bahan untuk menjatuhkan hukuman disiplin
E
kepada PNS yang bersangkutan.
K
Demikian disampakian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
I
A G NAMA ....................................
NIP .
B
Tembusan Yth :
1. ;
2. Dan seterusnya.
Contoh
Pembentukan Tim Pemeriksa
RAHASIA
PEMBENTUKAN TIM PEMERIKSA
1.
NOMOR : .
E G
:
P
Nama :
NIP :
E
Pangkat :
Jabatan :
d.
K
pejabat lain yang ditunjuk
Nama :
N
NIP :
Pangkat :
A
Jabatan :
3.
I
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A G ..,
PPK/Pejabat yang Ditunjuk. *)
B NAMA ....................................
NIP .
Tembusan Yth :
1.
2. .
Contoh
Keputusan Pembebasan
Sementara dari Tugas Jabatannya
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
I A
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. .
Menimbang :
NIP ... tanggal ;
2. ;
A
bahwa untuk kelancaran pemeriksaan terhadap Sdr. ..,
A W
atas dugaan pelanggaran disiplin terhadap Pasal . angka
huruf yang ancaman hukumannya berupa hukuman
disiplin tingkat berat, perlu menetapkan keputusan tentang
Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatannya;
Mengingat :
G
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
E
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
E P
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
A N MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KESATU
I :
: Membebaskan sementara dari tugas jabatan Saudara:
G
Nama :
NIP :
A
Pangkat :
Jabatan :
B
Unit Kerja :
terhitung mulai tanggal sampai ditetapkannya
keputusan hukuman disiplin, karena yang bersangkutan diduga
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
Atasan langsung *)
NAMA
NIP
J P
Diterima tanggal .
D
A N
NAMA
NIP
A I
Tembusan Yth :
1. ;
2. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A W
*)
E G
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Teguran Lisan
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
A N
Menimbang :
2.
3.
a.
;
Hasil pemeriksaan tanggal ..;
A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal ;
b.
W
melakukan perbuatan berupa .;
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
A
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c.
d.
G
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
E
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e.
P
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
E
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Teguran Lisan;
Mengingat : 1.
K
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
A
3. .;
G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
NAMA
NIP J P
D
Tembusan Yth :
1. ;
A N
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A I
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Teguran Tertulis
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
A N
Menimbang :
NIP . tanggal ;
2. ;
3. Hasil pemeriksaan tanggal ..;
A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
A W
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
E G
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
E P
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Teguran Tertulis;
Mengingat :
K
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
A
3. .;
G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
NAMA J P
NIP
D
Tembusan Yth :
A N
1. ;
I
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A
*)
W
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum
A
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
*)
A N
Membaca : 1.
2.
Laporan dari tanggal tentang
I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat;
;
A
3. Hasil pemeriksaan tanggal ..;
Menimbang : a.
b.
W
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
A
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
c.
d.
E G
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
e. P
disiplin yang dilakukannya;
E
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
N
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
A
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
I 3.
4.
.;
Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
B
Menetapkan
KESATU
:
:
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
J P
NAMA D
N
NIP
Tembusan Yth :
IA
1. ;
A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A W
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (satu) Tahun
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
I A
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
2.
3.
NIP . pangkat;
;
A
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh NIP
Menimbang : a.
b.
W
pangkat tanggal ..;
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
A
melakukan perbuatan berupa .;
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
c.
d.
G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
E
..;
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
e.
E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Selama 1 (Satu)
N
Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
B
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penundaan Kenaikan
Gaji Berkala Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP
A I
NAMA
Diterima tanggal .
A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
**)
***)
I
Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (satu) Tahun
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh NIP
Menimbang :
W
pangkat tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 (Satu)
N
Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
B
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penundaan Kenaikan
Pangkat Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP
A I
NAMA
Diterima tanggal .
A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
I
**) Apabila keputusan diterbitkan oleh PPK atau Gubernur.
***) Apabila keputusan diterbitkan oleh bukan PPK atau Gubernur.
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (satu) Tahun
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
Menimbang :
W
. pangkat . tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah
N
Selama 1 (Satu) Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
B
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 1 (satu) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
N
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang
A
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KELIMA :
I
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A
Ditetapkan di
A W
Pada tanggal ...
*)
E G NAMA
K
A
NAMA N
NIP
I
A G
Tembusan Yth :
1. ;
B
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
IA
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . tanggal;
2. ;
A
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
Menimbang :
W
. pangkat . tanggal ..;
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
A
melakukan perbuatan berupa .;
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
E G
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
E P
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
K
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
Disiplin Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah
N
Selama 3 (Tiga) Tahun;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
G
3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
A
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
B
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Penurunan Pangkat
Setingkat Lebih Rendah Selama 3 (tiga) Tahun, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
N
tidak ada keberatan, maka Keputusan ini mulai berlaku pada
hari kelima belas terhitung mulai tanggal PNS yang
A
bersangkutan menerima keputusan ini. ***)
KELIMA :
I
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A
Ditetapkan di
A W
Pada tanggal ...
*)
E G NAMA
K
A
NAMA N
NIP
I
A G
Tembusan Yth :
1. ;
B
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pemindahan Dalam Rangka
Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)
A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang
NIP . tanggal;
2. ; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
Menimbang : W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;
A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
N
Disiplin Pemindahan Dalam Rangka Penurunan Jabatan
Setingkat Lebih Rendah;
A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;
A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemindahan Dalam
Rangka Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Pengangkatan dalam jabatan yang baru dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah, ditetapkan dengan
keputusan tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEEMPAT : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
J P
Ditetapkan di
Pada tanggal ... D
*)
A N
A
NAMA
NIP
I
Diterima tanggal .
A W
NAMA
E G
NIP
E P
Tembusan Yth :
1. ; K
N
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
I A
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Pembebasan dari Jabatan
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
J P
D
NOMOR : .
*)
A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang
A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
NIP . pangkat ;
2. ;
Menimbang :
W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;
A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
K
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
N
Disiplin Pembebasan dari Jabatan;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
A
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
A G 3. .;
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
B
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pembebasan dari
Jabatan ., kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
J P
D
NAMA
NIP
A N
Diterima tanggal .
A I
NAMA
NIP
A W
Tembusan Yth :
E G
1. ;
E P
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*) K
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
A N
I
A G
B
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin Pemberhentian Dengan Hormat
Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai PNS
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)
A N
Membaca : 1.
2.
Laporan dari tanggal tentang
NIP . pangkat ;
; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
Menimbang :
3.
a. W
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;
A
bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
b.
c.
E G
bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
..;
d.
e. E P
bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
N
Disiplin Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas
Permintaan Sendiri Sebagai Pegawai Negeri Sipil;
A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
I 2.
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;
A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemberhentian Dengan
Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai Pegawai
Negeri Sipil, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam Diktum KESATU,
diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
KETIGA : Apabila tidak ada banding administratif, maka keputusan ini
KEEMPAT :
berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan ini.
Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya. J P
D
N
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
I A
A
A W
NAMA
NIP
E G
NAMA
NIP
E P
K
N
Tembusan Yth :
1. ;
A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
I
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A
**)G Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
Tulislah tanggal, bulan, dan tahun diterimanya keputusan.
Contoh
Keputusan Hukuman Disiplin
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : . J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA D
*)
A N
Membaca : 1. Laporan dari tanggal tentang
NIP . pangkat ;
2. ; A I
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Sdr. ..
Menimbang : W
3. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ... NIP
. pangkat . tanggal ..;
A
a. bahwa menurut hasil pemeriksaan tersebut, Sdr. telah
melakukan perbuatan berupa .;
E G
b. bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal .. angka .. huruf .
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010;
c. ..;
E P
d. bahwa untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan
hukuman disiplin yang setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukannya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
K
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
menetapkan Keputusan tentang Penjatuhan Hukuman
N
Disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai
Pegawai Negeri Sipil;
A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
G
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. .;
A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21
Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
B
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Menjatuhkan hukuman disiplin berupa Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil, kepada:
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
karena yang bersangkutan pada tanggal telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal ..
angka . huruf . Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010.
KEDUA : Apabila tidak ada banding administratif, maka keputusan ini
berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan ini.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Pada tanggal ... J P
*) D
A N
NIP
A I
NAMA
A W
NAMA
NIP
E G
Tembusan Yth :
E P
K
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A N
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang berwenang menghukum.
**)
I
Tulislah tanggal, bulan, dan tahun diterimanya keputusan.
A G
B
Contoh
Surat Panggilan
Untuk Menerima Keputusan Hukuman Disiplin
Kepada
Yth. .
., .
J P
di
..
D
RAHASIA
A N
I
Dengan ini diminta kehadiran Saudara, untuk menghadap kepada:
Nama :
NIP
Pangkat
Jabatan
:
:
: A
pada
Hari
Tanggal
:
:
A W
Jam
Tempat
:
: ...
E G
untuk menerima Keputusan Nomor . tanggal . tentang
P
penjatuhan hukuman disiplin
K E
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan.
*)
A N
I NAMA ....................................
NIP .
A G
Tembusan Yth :
B
1. :
2. Pejabat yang dianggap perlu.
Contoh
Keputusan Atas Keberatan
Penjatuhan Hukuman Disiplin
RAHASIA
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
Membaca :
IA
1. Surat keberatan yang diajukan oleh Sdr. .. NIP .
pangkat jabatan tanggal .;
A
2. Surat tanggapan Sdr. .. NIP . pangkat
jabatan tanggal . sebagai Pejabat yang
berwenang menghukum;
Menimbang :
W
a. bahwa berdasarkan Keputusan . Nomor .. tanggal
. Sdr. .. NIP pangkat ..
A
jabatan .. telah dijatuhi hukuman disiplin berupa
.;
E G
b. bahwa setelah memperhatikan dan mempelajari dengan
seksama keberatan yang diajukan oleh Sdr. . NIP
pangkat . Jabatan .. tanggal ...
dan tanggapan dari . tanggal, dapat diambil
E P
kesimpulan bahwa penjatuhan hukuman disiplin kepada Sdr.
. sudah sesuai/tidak sesuai **) dengan perbuatan
yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan ;
c. ..;
K
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan
N
memperkuat/memperingan/memperberat/membatalkan**)
hukuman disiplin Sdr. ;
A
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah
G
Pegawai Negeri Sipil;
3. .;
A
4. Peraturan Kepala Bagian Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun
2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
B
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Memperkuat/memperingan/memperberat/membatalkan **) hukuman
disiplin yang dijatuhkan kepada Sdr. NIP
pangkat .. jabatan unit kerja
.. berupa . sesuai dengan Keputusan Nomor
. tanggal , menjadi hukuman disiplin . ***)
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KETIGA : Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
NAMA
NIP
J P
D
Tembusan Yth :
1. ;
A
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;N
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
A I
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menetapkan keputusan atas keberatan.
**) Coret yang tidak perlu.
***)
W
Diisi dalam hal memperingan atau memperberat hukuman disiplin.
A
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Surat Pemberitahuan Keputusan Batal Demi Hukum
Nomor : .,
Perihal : Pemberitahuan Keputusan Batal Demi Hukum
Kepada
J P
Yth. .
di
.. D
1. Dengan ini diberitahukan bahwa surat keberatan atas Keputusan Nomor
A N
I
tentang hukuman disiplin berupa . yang Saudara ajukan pada tanggal
. dan diterima oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum pada
A
tanggal ., telah lebih dari 21 (dua puluh satu) hari kerja, tetapi atasan
pejabat yang berwenang menghukum tidak mengambil keputusan.
2. Bahwa berdasarkan pasal 37 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
3.
A W
2010, maka Keputusan Nomor . tentang hukuman disiplin berupa
batal demi hukum.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
G
*)
P E NAMA ....................................
K E NIP .
Tembusan Yth :
N
1. PPK/Pimpinan Instansi/Gubernur:
2. Atasan pejabat yang berwenang menghukum;
A
I
3. Pejabat yang berwenang menghukum;
4. Pejabat lain yang dianggap perlu.
*)
Contoh
Permohonan Izin Untuk Dapat Masuk Kerja dan
Melaksanakan Tugas Selama Dalam Proses
Banding Administratif
Kepada
Yth. .
., .
J P
di
..
D
A N
I
1. Bahwa atas Keputusan Nomor .. tanggal .
tentang penjatuhan hukuman disiplin barupa pemberhentian dengan hormat tidak
A
atas permintaan sendiri/pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS *), saya
telah mengajukan banding administratif kepada kepala Badan Pertimbangan
Kepegawaian, tanggal .. (foto kopi terlampir).
2.
3.
tugas di lingkungan ..
A W
Bahwa sambil menunggu keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian, dengan
ini saya mengajukan permohonan izin untuk dapat masuk kerja dan melaksanakan
G
kasih.
P E Pemohon
KE NAMA ....................................
NIP .
A N
I
Tembusan Yth :
1. Kepala Biro/Bagian Keuangan..:
G
2. Kepala Biro/Bagian Kepegawaian;
3. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A
B
*) coret yang tidak perlu.
Contoh
Keputusan Dapat/Tidak Dapat Melaksanakan Tugas
bagi PNS yang Mengajukan Banding Administratif ke BAPEK
KEPUTUSAN .. *)
NOMOR : .
J P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
D
N
*)
Membaca :
I A
1. Surat permohonan untuk dapat tetap melaksanakan tugas
yang diajukan oleh Sdr. .. NIP . pangkat
Menimbang :
jabatan tanggal .;
2. .;
A
a. bahwa berdasarkan Keputusan . Nomor ..
berupa .;
A W
tanggal . Sdr. .. NIP pangkat
.. jabatan .. telah dijatuhi hukuman disiplin
E G
Sdr. .. telah mengajukan banding administratif ke
Badan Pertimbangan Kepegawaian;
c. ..;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
E P
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
keputusan tentang Dapat/Tidak Dapat **) Melaksanakan
Tugas Selama Mengajukan Banding Administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian;
Mengingat :
K
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999;
N
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil;
A
3. .;
G
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil;
BA
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di
Pada tanggal ...
*)
NAMA
NIP
J P
D
Tembusan Yth :
1. ;
2. Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Kepala Biro/Bagian Keuangan ;
4. Kepala Biro/Bagian Kepegawaian ..; dan
5. Pejabat lain yang dianggap perlu.
A N
*)
**)
A
Tulislah nama jabatan dari pejabat yang menetapkan keputusan.
Coret yang tidak perlu.
I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Contoh
Kartu Hukuman Disiplin PNS
RAHASIA
NAMA
KARTU HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
: .. J P
NIP : ..
D
NO
JENIS HUKUMAN
DISIPLIN YANG
DIJATUHKAN PEJABAT
KEPUTUSAN
NOMOR TANGGAL
A N KETERANGAN
1 2 3 4 5
A I 6
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat
J P
2.
dan PNS Daerah.
D
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
N
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan
disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
3.
4.
melanggar peraturan disiplin PNS.
I A
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
A
Daerah Provinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten/Kota adalah Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana
5.
PNS.
A W
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
6. G
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin bagi PNS.
E
Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh
oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa
E P
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh
pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan
7.
Kepegawaian.
K
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.
A N
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.
I
A G BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS
Pasal 2
B
(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Pertimbangan yang
selanjutnya disebut BAPEK.
(2) BAPEK berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.
- 184 -
DISIPLIN PNS
Pasal 3
BAPEK mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan kepada Presiden atas usul penjatuhan
hukuman disiplin berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS, bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural eselon I dan pejabat lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya oleh Presiden;
b. memeriksa dan mengambil keputusan atas banding administratif dari
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
J P
hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan/atau
gubernur selaku wakil pemerintah. D
N
Penjelasan Pasal 3
Huruf a
I A
Yang dimaksud dengan Pejabat lain yang pengangkatan dan
pemberhentiannya oleh Presiden antara lain: Panitera
Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah Konstitusi.
Huruf b
A
Yang dimaksud dengan memeriksa dalam ketentuan ini adalah
A W
memeriksa banding administratif, tanggapan, dan bukti yang
BAB III
E G
SUSUNAN KEANGGOTAAN
E P Pasal 4
K
b. Seorang Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. 5 (lima) orang Anggota.
(2) Susunan keanggotaan BAPEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
A N
adalah sebagai berikut:
a. Menteri selaku Ketua merangkap Anggota;
I
b. Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku Sekretaris
merangkap Anggota;
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Ketua, Sekretaris, dan Anggota
BAPEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diatur dengan Peraturan
Menteri.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
(1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas BAPEK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dibentuk Sekretariat BAPEK yang dipimpin oleh
Sekretaris BAPEK.
J P
(2) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat BAPEK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan D
N
Kepegawaian Negara.
(3) Pegawai Sekretariat BAPEK berasal dari PNS yang diangkat dan
Ayat (1)
Cukup jelas. A
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
A W
PNS yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah PNS yang
G
dipekerjakan di Sekretariat BAPEK.
E
E PBAB IV
BANDING ADMINISTRATIF
(1)
K Pasal 7
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
A N
hormat sebagai PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah dapat mengajukan banding
I
administratif kepada BAPEK.
(2) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan 14 (empat belas) hari adalah 14 (empat
belas) hari kalender.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), wajib memberikan
tanggapan dan/atau bukti pelanggaran disiplin yang disampaikan
kepada BAPEK paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggal
J P
diterimanya tembusan banding administratif.
(2) Apabila Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku Wakil D
N
Pemerintah tidak memberikan tanggapan dalam waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BAPEK mengambil keputusan terhadap
banding administratif berdasarkan bukti yang ada.
Penjelasan Pasal 8
Cukup jelas. I A
A
(1)
Pasal 9
W
BAPEK wajib memeriksa dan mengambil keputusan dalam waktu paling
A
lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diterimanya banding
administratif.
E G
(2) BAPEK dalam mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui sidang BAPEK.
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
E P
Yang dimaksud dengan 180 (seratus delapan puluh) hari adalah
180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
Ayat (2)
K
Cukup jelas.
A N Pasal 10
(1)
I
Sidang BAPEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap bulan.
A G
(2) Sidang BAPEK dinyatakan sah apabila dihadiri oleh Ketua, Sekretaris,
dan paling sedikit 3 (tiga) orang Anggota.
Penjelasan Pasal 10
Cukup jelas.
B Pasal 11
(1) BAPEK dalam mengambil keputusan dilakukan dengan musyawarah
untuk mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(3) Keputusan BAPEK dapat memperkuat, memperberat, memperingan,
atau membatalkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian atau
Gubernur selaku Wakil Pemerintah.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BAPEK berwenang meminta
J P
keterangan tambahan dari PNS yang bersangkutan, Pejabat, atau pihak lain
yang dianggap perlu. D
N
Penjelasan Pasal 12
Cukup jelas.
BAB V I A
PENDANAAN
A
Pasal 13
A W
Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas BAPEK
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
ditempatkan pada anggaran Badan Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas.
E G
E PBAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
K Pasal 14
Keberatan yang dalam Peraturan Pemerintah ini disebut banding administratif
A N
yang diajukan kepada BAPEK sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
berlaku ketentuan:
I
(1) keberatan dan tanggapan yang telah diterima oleh BAPEK, tetapi belum
diputus maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan
B
Penjelasan Pasal 14
Cukup jelas.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku ketentuan peraturan
pelaksanaan mengenai BAPEK yang telah ada sebelum Peraturan
Pasal 16
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Keputusan Presiden
Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980
tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian, dicabut dan dinyatakan tidak
J P
berlaku.
Penjelasan Pasal 16 D
N
Cukup jelas.
Pasal 17
I A
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas. A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin adalah metode untuk
menentukan tingkat dan jenis hukuman disiplin dengan penilaian
menggunakan angka (scoring) yang akan dijatuhkan terhadap Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan.
J P
2. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Pegawai, adalah
Pegawai Negeri Sipil atau Calon Pegawai Negeri Sipil yang bekerja diD
N
lingkungan Kementerian Keuangan.
3. Pejabat Pemeriksa adalah atasan langsung dan/atau Tim Pemeriksa
4.
yang ditunjuk.
A
yang dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat lain
I
Unit Kerja adalah unit eselon I masing-masing di lingkungan
5.
Kementerian Keuangan.
Instansi adalah Kementerian Keuangan. A
Pasal 2
A W
Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini juga berlaku bagi Calon
E G
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, baik yang telah
mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil maupun yang belum mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan
P
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
E
(1)
K Pasal 3
Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Keuangan diberikan setelah Pegawai yang diduga
A N
melakukan pelanggaran disiplin terbukti bersalah dalam pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
(2)
I
2010.
Dalam hal pelanggaran disiplin menimbulkan dampak negatif,
B(3)
c. Pemerintah dan/atau Negara.
Pelanggaran disiplin yang berdampak negatif terhadap Unit Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan pelanggaran
yang memenuhi salah satu atau lebih unsur sebagai berikut:
a. Pencemaran nama baik/citra Unit Kerja yang terungkap melalui
pengaduan;
b. Menurunnya semangat/motivasi kerja;
c. Menimbulkan budaya kerja yang negatif apabila dilakukan oleh
perseorangan dan di lingkungan Unit Kerja yang bersangkutan;
- 191 -
DISIPLIN PNS
sebagai berikut:
A W
dan/atau Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
merupakan pelanggaran yang memenuhi salah satu atau lebih unsur
E G
apabila mempengaruhi pencapaian target secara nasional;
b. Menimbulkan potensi kerugian Negara dan potensi hilangnya
pendapatan Negara;
E P
c. Memberikan keuntungan pelanggar atau pihak ketiga;
d. Fokus perhatian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil
Presiden, dan/atau Presiden;
K
e. Membahayakan keamanan Negara; dan/atau
f. Merusak lingkungan/kesehatan/keamanan masyarakat mencakup
wilayah propinsi.
A N
(1)
I Pasal 4
Penjatuhan hukuman disiplin kepada Pegawai dilakukan dengan
(2)
B
(3) Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.09/2009 tentang Penggunaan Metode
Pemeringkatan Hukuman Disiplin dalam Rangka Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan, dicabut
Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 124/PMK.09/2011 TENTANG
PENGGUNAAN METODE PENENTUAN
JENIS HUKUMAN DISIPLIN DALAM
RANGKA PENJATUHAN HUKUMAN
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
A W
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai salah satu pilar yang menopang
program tersebut yang dimaksudkan untuk menciptakan aparatur yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta
profesional.
E G
Pada tahun 2010, telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Berbeda
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Peraturan
E P
Pemerintah yang baru ini telah memberikan relasi antara jenis
pelanggaran dengan tingkat hukuman disiplinnya. Meskipun untuk
pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan
K
jam kerja relasi yang dibangun telah sampai antara jenis pelanggaran
dengan jenis hukuman disiplinnya, namun secara umum belum diatur
relasi antara jenis pelanggaran dan jenis hukuman disiplinnya.
A N
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980, agar terhadap pelanggaran disiplin dapat dikenakan hukuman
I
yang setimpal dan dapat mendekati keadilan yang diharapkan oleh
semua pihak, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri
2. RUANG LINGKUP
I
Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur penggunaan Metode A
A
Penentuan Jenis Hukuman Disiplin (MPJHD) dalam rangka penjatuhan
hukuman disiplin Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan.
3. TUJUAN
A W
Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin bertujuan untuk memberikan
pedoman bagi Pejabat yang Berwenang Menghukum, Pejabat
E G
Pemeriksa, dan/atau Pejabat Fungsional Auditor dalam rangka
penjatuhan hukuman disiplin yang setimpal dengan kesalahan Pegawai
atas penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran ketentuan yang
4.
berlaku.
DEFINISI
E P
K
a. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
A N
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
b. Tidak Masuk Kerja adalah ketidakhadiran Pegawai di kantor bagi
I
Pegawai yang seharusnya masuk kantor termasuk Pegawai yang
substansinya tidak berada di kantor selama jam kantor meskipun
P
Tabel-1 Jenis Hukuman Disiplin:
A
3.
4.
Pernyataan tidak puas secara tertulis
Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
tahun
A I Ringan-3
Sedang-1
5.
6.
Penundaan kenaikan pangkat selama 1
tahun
Penurunan pangkat pada pangkat yang
A W Sedang-2
Sedang-3
G
setingkat lebih rendah selama 1 tahun
7. Penurunan pangkat pada pangkat yang Berat-1
P penurunan Berat-2
9.
K E
jabatan setingkat lebih rendah
Pembebasan dari jabatan
10. Pemberhentian dengan hormat tidak atas
Berat-3
Berat-4
permintaan sendiri sebagai PNS
A N
11. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Berat-5
I
PNS
2.
A G PEMERIKSAAN
2.1. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka membuktikan pelanggaran
disiplin yang dilakukan Pegawai.
2.2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 2.1. dilakukan
1. METODE PENENTUAN
JENIS HUKUMAN
DISIPLIN
Apabila menurut hasil pemeriksaan Pegawai terbukti melakukan
pelanggaran disiplin, maka terhadap Pegawai tersebut dijatuhi hukuman
disiplin sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
P
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Penentuan jenis
hukuman disiplin terhadap Pegawai tersebut dilakukan dengan
menggunakan Metode Penentuan Jenis Hukuman Disiplin (MPJHD).
Dalam MPJHD, dihasilkan sebuah nilai (Nilai Akhir) yang dapat
dikonversi menjadi peringkat (grade) jenis hukuman disiplin tertentu.
Semakin besar Nilai Akhir yang menunjukkan semakin besar bobot D J
N
pelanggaran yang dilakukan pegawai, semakin tinggi peringkat (grade)
jenis hukuman disiplinnya, yang berarti semakin berat jenis hukuman
A
I
disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai.
Langkah-langkah dalam penerapan MPJHD adalah sebagai
berikut:
A
a. Menentukan Jenis Pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai;
b. Memilih Tingkat Hukuman Disiplin yang sesuai dengan pelanggaran
A W
yang dilakukan oleh Pegawai tersebut dengan memperhatikan latar
belakang serta dampak negatifnya atau langsung klasifikasinya
yaitu hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, atau
hukuman disiplin berat;
G
c. Menghitung Nilai Akhir dengan cara menambahkan Nilai Pokok
dengan Nilai Tambahan;
E
P
d. Mengkonversi Nilai Akhir menjadi Grade, dengan memperhatikan
Rentang Nilai tempat Nilai Akhir tersebut berada;
yang dihasilkan.
A N
Nilai Pokok adalah sebagaimana tercantum dalam tabel
dibawah ini:
I
Tabel-2 Nilai Pokok
Tingkat Hukuman
A G No.
1. Ringan
Disiplin
Rentang Nilai
0 < x < 30
Nilai Pokok
B 2. Sedang
3. Berat
30 < x < 60
60 < x < 110
30
60
A
menjadi haknya yang diterima apabila pelanggaran
berkaitan dengan kerugian negara dan atau
gratifikasi.
A W
Berdasarkan faktor pembobotan tetap, faktor pembobotan
utama, dan faktor pembobotan tambahan tersebut, maka
Jenis Pelanggaran yang terdapat dalam Peraturan
E P
Kelompok I hanya memiliki faktor pembobotan tetap yang
telah ditentukan secara pasti dalam Peraturan Pemerintah
K
Nomor 53 Tahun 2010. Nilai Tambahan Kelompok I
ditentukan oleh hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sahnya.
A N
b. Kelompok II yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 3 angka 1
s.d. angka 8, angka 10, angka 12 s.d. angka 17 dan Pasal
I
a) Banyaknya jenis pelanggaran, dengan pilihan
kondisi sama seperti pada kelompok II; A
A
b) Frekuensi pelanggaran yang sama, dengan
pilihan kondisi sama seperti pada kelompok II;
kelompok II.
A W
c) Latar belakang dilakukannya pelanggaran,
dengan pilihan kondisi sama seperti pada
E G
Kerugian Pihak yang Dilayani, dengan pilihan kondisi:
a) Kecil (bobot 25%)
b) Sedang (bobot 50%)
E P
c) Signifikan (bobot 75%)
d) Besar (bobot 100%)
d. Kelompok IV yaitu Jenis Pelanggaran atas Pasal 3 angka
K
9 dan Pasal 4 angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan
angka 8.
Kelompok IV memiliki 3 (tiga) faktor pembobotan utama
B kelompok II.
2) Faktor pembobotan tambahan, yang terdiri dari:
a) Jumlah kerugian negara, dengan pilihan kondisi:
(1) Tidak Terdapat Kerugian Negara (bobot 0%)
(2) Rp50 juta (bobot 25%)
(3) Rp50 juta < KN Rp100 juta (bobot 50% )
(4) Rp100 juta < KN Rp1 miliar (bobot 75%)
(5) Lebih dari Rp1 miliar (bobot 100%)
A I
Dengan menggunakan Daftar Grade, ditentukan Jenis
Hukuman Disiplin yang sesuai dengan Nilai Akhir yang
diperoleh, yaitu dengan melihat termasuk pada Rentang Nilai
manakah Nilai Akhir tersebut berada.
A W
Grade jenis hukuman disiplin terdiri dari 11 (sebelas)
grade sesuai dengan banyaknya jenis hukuman yang terdapat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, yaitu:
E P
Kategori
Disiplin
Grade Rentang Nilai
K
1. Ringan-1
2. Ringan-2
Grade 01
Grade 02
0 < x < 10
10 < x < 20
I 4. Sedang-1
5. Sedang-2
Grade 04
Grade 05
30 < x < 40
40 < x < 50
A G 6. Sedang-3
7. Berat-1
Grade 06
Grade 07
50 < x < 60
60 < x < 70
B 8. Berat-2
9. Berat-3
Grade 08
Grade 09
70 < x < 80
80 < x < 90
10. Berat-4 Grade 10 90 < x < 100
11. Berat-5 Grade 11 100 < x < 110
2. PENENTUAN NILAI
TAMBAHAN
Penentuan Nilai Tambahan untuk Kelompok I dilakukan dengan
melihat Tabel-4 Nilai Tambahan Kelompok I. Nilai Tambahan pada
"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.09/2011"
- 200 -
DISIPLIN PNS
A W 40
G
Kelompok IV dilakukan dengan menggunakan penghitungan scoring
Nilai Tambahan.
E
Nilai Tambahan Maksimal untuk tingkat hukuman disiplin ringan
atau sedang adalah 30, sedangkan untuk tingkat hukuman disiplin berat
P
adalah 50. Jumlah tersebut dibagi rata untuk masing-masing faktor
K E
pembobotan utama dan faktor pembobotan tambahan yang ada.
Dengan perbedaan Nilai Tambahan Maksimal tersebut, maka
Penghitungan Scoring Nilai Tambahan untuk Kelompok II, Kelompok III,
dan Kelompok IV dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
A N
2.1. Tingkat Hukuman Disiplin Ringan atau Sedang
Formula Nilai Tambahan:
I
Nilai Tambahan = ((bobot pada setiap faktor x Nilai Faktor))
B
pembobotan utama untuk Kelompok II adalah 3, maka Nilai Faktor
Kelompok II adalah 10. Nilai tersebut didapat dari angka 30 dibagi
3.
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok II untuk tingkat
Hukuman Disiplin Ringan/Sedang adalah:
((bobot pada setiap faktor x 10))
Untuk Kelompok III:
Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
Disiplin Ringan atau Sedang adalah 30 dan banyaknya faktor
pembobotan utama untuk Kelompok III adalah 4, maka Nilai
Faktor Kelompok III adalah 7,5. Nilai tersebut didapat dari angka
30 dibagi 4.
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok III untuk
tingkat Hukuman Disiplin Ringan/Sedang adalah:
((bobot pada setiap faktor x 7,5))
E
Hukuman Disiplin Berat adalah:G
Dengan demikian Nilai Tambahan Kelompok II untuk tingkat
E
Untuk Kelompok III: P
Karena Nilai Tambahan Maksimal pada Tingkat Hukuman
K
Disiplin Berat adalah 50 dan banyaknya faktor pembobotan utama
untuk Kelompok III adalah 4, maka Nilai Faktor Kelompok III
adalah 12,5. Nilai tersebut didapat dari angka 50 dibagi 4.
Tingkat
Kelompok Tingkat Berat
Ringan/Sedang
II 10 16,67
III 7,5 12,5
IV 6 10
J P
3. CONTOH KASUS
3.1. Contoh Kasus Kelompok I
a. Pegawai A telah melakukan pelanggaran berupa tidak masuk D
kerja selama 7 hari kerja tanpa alasan yang sah. Setelah
melalui pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian
A N
A I
keadaannya dan melanggar Pasal 3 Angka 11 Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pelanggaran tersebut
diancam hukuman disiplin dengan tingkatan hukuman disiplin
Ringan.
Kelompok).
E G
2) Nilai Tambahan = 20 (Lihat Tabel-4 Nilai Tambahan
P
4) Berdasarkan perhitungan dimaksud, Nilai Akhir berada
pada Rentang Nilai Jenis Hukuman Disiplin Ringan-2
E
(Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
K
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, maka Pegawai A yang melakukan pelanggaran
dikenakan Jenis Hukuman Disiplin Ringan-2 berupa Teguran
N
Tertulis (Lihat Tabel-1 Jenis Hukuman Disiplin).
b. Pegawai B telah melakukan melanggar tidak masuk kerja
A
I
selama 33 hari kerja tanpa alasan yang sah. Setelah melalui
pemeriksaan telah dibuktikan benar demikian keadaannya
A
negatif pada unit kerja maka diancam dengan Tingkat
Hukuman Disiplin Ringan.
A W
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);
E G
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : lebih dari 3 (tiga)
kali melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
100%); dan
E P
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : berinisiatif
melakukan (bobot 100%).
2) Nilai Tambahan
K
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok II, Tingkat Ringan/Sedang), maka Nilai
Tambahan adalah:
I = 22,5.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok+Nilai Tambahan = 0 + 22,5 =
A G 22,5.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Ringan-3 (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
A
=((25%x16,67)+(25%x16,67)+(25%x16,67))
= 12,5.
A W
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok+Nilai Tambahan = 60 + 12,5 =
72,5.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Berat-2. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
E G
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Berat-2 berupa Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
E P
setingkat lebih rendah.
K
a. Pegawai E telah melakukan pelanggaran yaitu mempersulit
salah satu pihak yang dilayani sehingga merugikan bagi pihak
yang dilayani. Setelah melalui pemeriksaan telah dibuktikan
A N
benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal 4 Angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pejabat
=((25%x7,5)+(25%x7,5)+(75%x7,5)+(75%x7,5))
J P
= 15.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 30 + 15 = 45. D
N
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Sedang-2 (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
I A
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Sedang-2 berupa Penundaan kenaikan pangkat selama 1
tahun.
A
b. Pegawai F telah melakukan pelanggaran yaitu mempersulit
A W
salah satu pihak yang dilayani sehingga merugikan bagi pihak
yang dilayani. Setelah melalui pemeriksaan telah dibuktikan
benar demikian keadaannya dan melanggar Pasal 4 Angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Pejabat
E G
Pemeriksa telah mempertimbangkan pelanggaran tersebut
termasuk dengan tingkat hukuman disiplin berat. Pegawai F
telah 6 (enam) kali melakukan pelanggaran yang sama meski
E P
hanya satu jenis pelanggaran yang telah dilakukan serta
dilakukan dengan latar belakang melakukan pelanggarannya
Berinisiatif Melakukan. Kerugian berdasarkan pengakuan
K
pihak yang dilayani dikategorikan besar.
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin berat dengan menggunakan MPJHD
B 100%);
c) Latar belakang melakukan pelanggaran : berinisiatif
melakukan (bobot 100%); dan
d) Kerugian pihak yang dilayani : Besar (bobot 100%).
2) Nilai Tambahan
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
(Kelompok III, Tingkat Berat) adalah:
Nilai Tambahannya = ((bobot pada setiap faktor x
12,5))
=((25%x12,5)+(100%x12,5)+(100%x12,5)+(100%x12,5))
=24,375.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 60 + 40,625
= 100,625.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
Hukuman Disiplin Berat-5. (Lihat Tabel-3 Daftar Grade).
Mengacu pada grade pelanggaran dalam Tabel-3 Daftar
Grade, Pegawai tersebut dikenakan Jenis Hukuman Disiplin
Berat-5 berupa Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
PNS.
I
baru pertama kali melakukan pelanggaran yang sama dan
A
Pelanggaran tersebut berdampak kepada instansi. Pegawai G
A
dapat dibuktikan adanya kesengajaan. Terdapat kerugian
Negara senilai Rp10 juta. Yang bersangkutan tidak terbukti
menerima uang secara tidak sah.
A W
Perhitungan terhadap pelanggaran yang diancam dengan
tingkat hukuman disiplin sedang dengan menggunakan
MPJHD adalah sebagai berikut:
E G
1) Nilai Pokok = 30 (Lihat Tabel-2 Nilai Pokok).
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama dan 2 (dua) faktor pembobotan tambahan, yaitu:
E P
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25% );
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : hanya 1 kali
K
melanggar pada pelanggaran yang sama (bobot
25%);
c) Latar belakang melakukan pelanggaran :
I dan
e) Jumlah Uang Yang Diterima Secara Tidak Sah/Bukan
I A
Pada kasus tersebut terdapat 3 (tiga) faktor pembobotan
utama dan 2 (dua) faktor pembobotan tambahan, yaitu:
a) Banyaknya jenis pelanggaran : hanya 1 butir yang
dilanggar (bobot 25%);
A
b) Frekuensi pelanggaran yang sama : lebih dari 3 (tiga);
E G
f) Jumlah Uang Yang Diterima Secara Tidak Sah/Bukan
Menjadi Haknya Yang Diterima : Rp50 juta <
E P
UYDSTS/BMHYD Rp1 miliar (bobot 75%).
2) Nilai Tambahannya
Dengan memperhatikan Tabel-5 Matriks Nilai Faktor
K
(Kelompok IV, Tingkat Berat) adalah:
Nilai Tambahannya = ((bobot pada setiap faktor x 10))
=((25%x10)+(100%x10)+(100%x10)+(100%x10)+(75%x10))
A N = 40.
3) Nilai Akhir = Nilai Pokok + Nilai Tambahan = 60 + 40 =
I 100.
4) Nilai Akhir tersebut berada pada Rentang Nilai Jenis
B
4.
permintaan sendiri sebagai PNS.
APLIKASI MPJHD
Dalam rangka memudahkan penghitungan Nilai MPJHD disediakan
Aplikasi MPJHD yang dapat diunduh di situs www.itjen.depkeu.go.id.
5. HAL KHUSUS
5.1. Kondisi Tidak Memungkinkan
Bila Pegawai yang bersangkutan memiliki kondisi yang tidak
memungkinkan dijatuhkan hukuman disiplin berdasarkan hasil
IV. PENUTUP
I A
A
Demikian Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan sebagai pedoman bagi
Pejabat Pemeriksa atau Pejabat yang Berwenang Menghukum dalam
A W
menentukan jenis hukuman disiplin atas pelanggaran yang dilakukan
Pegawai. Bagi Pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin dikenakan
hukuman disiplin setimpal dan sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan, sehingga dapat memenuhi rasa keadilan.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Pegawai, adalah
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan dan Pegawai Negeri Sipil
J P
yang diperbantukan atau dipekerjakan di lingkungan Kementerian
Keuangan. D
N
2. Jam kerja adalah jam kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan mengenai hari dan jam kerja di lingkungan
3.
Kementerian Keuangan.
I A
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara, yang selanjutnya
disingkat TKPKN, adalah penghasilan selain gaji yang diberikan kepada
4. A
pegawai yang aktif berdasarkan kompetensi dan kinerja.
Alasan yang sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
W
yang disampaikan secara tertulis dan dituangkan dalam surat
permohonan izin/pemberitahuan serta disetujui oleh pejabat yang
A
berwenang sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
E G
Pasal 2
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku bagi Calon Pegawai
E P
Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, baik yang telah
mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil maupun yang belum mendapatkan Surat Keputusan pengangkatan
K
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
A N BAB II
KETENTUAN MASUK BEKERJA
I Pasal 3
(1)
A
(2)
G Pegawai wajib masuk dan pulang bekerja sesuai ketentuan Jam Kerja
dengan mengisi daftar hadir elektronik.
Pengisian daftar hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat masuk bekerja dan pada saat
B (3)
pulang bekerja.
Pengisian daftar hadir dapat dilakukan secara manual dalam hal:
a. sistem kehadiran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengalami kerusakan/tidak berfungsi;
b. pegawai belum terdaftar dalam sistem kehadiran secara elektronik;
c. sidik jari tidak terekam dalam sistem kehadiran elektronik;
d. terjadi keadaan kahar (force majeure); atau
e. lokasi kerja tidak memungkinkan untuk disediakan sistem kehadiran
elektronik.
- 212 -
DISIPLIN PNS
(4) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan
kendali manusia dan tidak dapat dihindarkan berupa bencana alam dan
kerusuhan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilakukan atau tidak
dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
BAB II
PELANGGARAN JAM KERJA
(1)
Pasal 4
Pegawai dinyatakan melanggar Jam Kerja apabila tidak masuk bekerja,
J P
terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di
tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak D
N
mengisi daftar hadir, tanpa Alasan yang sah.
(2) Pegawai tidak dinyatakan melanggar Jam Kerja sebagaimana dimaksud
I
pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak
A
pada ayat (1) apabila ketidakhadiran, keterlambatan masuk bekerja,
(3)
dengan menggunakan Alasan yang sah.
A
Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
E G
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III, pejabat
Eselon IV, dan pejabat fungsional di lingkungannya masing-masing;
c. Pejabat Eselon II di kantor vertikal, untuk surat permohonan
E P
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III, dan
pejabat Eselon IV serta pejabat fungsional di lingkungannya
masing-masing;
K
d. Pejabat Eselon III di kantor pusat, untuk surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh Pelaksana; atau
e. Pejabat Eselon III di kantor vertikal, untuk surat permohonan
A N
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon IV, pejabat
Eselon V, pejabat fungsional, dan pelaksana di lingkungannya
(4)
Imasing-masing;
Surat permohonan izin/pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
A
(5)
G ayat (3) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat permohonan izin/pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) wajib disampaikan kepada Pejabat yang menangani daftar hadir
Pasal 5
(1) Pegawai yang melanggar Jam Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1), dihitung secara kumulatif mulai bulan Januari sampai
dengan bulan Desember tahun berjalan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. tidak masuk kerja 1 (satu) hari dihitung sebagai 1 (satu) hari tidak
masuk bekerja;
b. terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya
dihitung bersadarkan jumlah waktu keterlambatan/pulang sebelum
waktunya sesuai ketentuan mengenai hari dan jam kerja;
c. tidak berada di tempat tugas dihitung berdasarkan jumlah waktu
ketidakberadaan Pegawai di tempat tugas yang dibuktikan dengan
J P
surat keterangan dari atasan langsung sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak D
N
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
d. tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja dan/atau pulang kerja juga
(2)
kumulatif didasarkan pada waktu keterlambatan.
A
Penghitungan jumlah waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
(3)
A W
b, huruf c, dan huruf d dilakukan dengan konversi 7 jam (tujuh
setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk bekerja.
Terhadap Pegawai yang melanggar Jam Kerja dan telah memenuhi
akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman
E P Pasal 6
Pejabat yang menangani daftar hadir elektronik menyampaikan informasi
K
mengenai akumulasi penghitungan terhadap Pegawai yang melanggar Jam
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) kepada atasan langsung
Pegawai yang bersangkutan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan
N
ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.
A
I BAB IV
A
(1)
G PEMOTONGAN TKPKN
Pasal 7
Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada:
dalam % (perseratus).
Pasal 8
(1) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
a, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 5% (lima perseratus)
untuk tiap 1 (satu) hari tidak masuk bekerja atau tidak berada di tempat
tugas selama 7 (tujuh setengah) jam atau lebih dalam sehari.
(2) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
J P
(3) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum D
N
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 9 I A
A
Khusus bagi Pegawai yang berlokasi kerja di Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
W
kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana tercantum
A
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
b.
E G
kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
c, huruf d, dan huruf e, diberlakukan pemotongan TKPKN sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan
c. P
dari Peraturan Menteri ini; dan
E
Pegawai yang terlambat masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada
huruf a berupa Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1) diwajibkan untuk
K
mengganti waktu keterlambatan selama 30 (tiga puluh) menit setelah
jam pulang bekerja pada hari yang bersangkutan.
A N Pasal 10
I
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9
dihitung secara kumulatif yang dalam 1 (satu) bulan paling banyak sebesar
A G
100% (seratus perseratus).
Pasal 11
B
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),
bagi Pegawai yang tidak masuk bekerja karena:
a. menjalani cuti tahunan, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0%
(nol perseratus);
b. menjalani cuti karena alasan penting, diberlakukan pemotongan TKPKN
sebesar 0% (nol perseratus);
c. menjalani cuti sakit, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol
perseratus) dan 2,5% (dua koma lima perseratus); atau
d. menjalani cuti bersalin, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0%
(nol perseratus) dan 2,5% (dua koma lima perseratus).
Pasal 12
(1) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b
hanya diberikan bagi Pegawai yang mengajukan cuti karena alasan
penting dengan alasan orang tua, mertua, istri/suami, anak, saudara
kandung, atau menantu meninggal dunia.
(2) Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling lama 3 (tiga) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena
alasan penting karena orang tua, istri/suami, anak, dan/atau
saudara kandung meninggal dunia; atau
b. paling lama 2 (dua) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena
alasan penting karena mertua dan/atau menantu meninggal dunia.
J P
(3) Bagi Pegawai yang menjalani cuti karena alasan penting melebihi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada hari berikutnya D
N
dikenakan pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1).
Pasal 13 I A
(1)
A
Kepada Pegawai yang sedang menjalani cuti sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf c diberlakukan ketentuan sebagai
berikut:
A W
a. Pegawai yang sakit dengan surat keterangan dokter namun tidak
menjalani rawat inap untuk paling lama 2 (dua) hari kerja,
diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
E G
perseratus) dan untuk hari berikutnya dikenakan pemotongan
TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
b. Pegawai yang menjalani rawat inap di Puskesmas atau rumah sakit
E P
yang dibuktikan dengan surat keterangan rawat inap dan fotokopi
rincian biaya rawat inap dari Puskesmas atau rumah sakit untuk
paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, diberlakukan
K
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) dan untuk hari
berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma
lima perseratus);
A N
c. Pegawai yang menjalani rawat jalan setelah selesai menjalani rawat
inap yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter,
I
diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus);
B
(2)
berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat(1).
Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai Cuti Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 14
(1) Kepada Pegawai wanita yang sedang menjalani cuti bersalin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d untuk melaksanakan
Pasal 15
J P
(1) Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f
yang berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai D
N
disiplin Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin karena
melakukan pelanggaran terkait non administratif, dikenakan
pemotongan TKPKN secara proporsional dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Hukuman disiplin ringan: I A
A
1. Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 2 (dua) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan;
dan
A W
2. Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 3 (tiga) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis;
E G
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa pernyataan
tidak puas secara tertulis.
b. Hukuman disiplin sedang:
E P
1. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 6 (enam) bulan,
jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
K
2. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 9 (sembilan)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
A N
3. Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 12 (dua belas)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan
I A
d. proses perceraian tanpa izin murni kesengajaan Pegawai yang
bersangkutan; dan/atau
(4) A
e. melakukan pernikahan kedua dan seterusnya tanpa izin (poligami).
Kepada Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberlakukan
(5) W
pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal banding administratif yang diajukan oleh Pegawai
A
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 diterima oleh
Badan Pertimbangan Kepegawaian dan hukuman disiplinnya diubah
E G
menjadi selain pemberhentian atau hukuman disiplinnya dibatalkan,
maka TKPKN Pegawai yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung
sejak Pegawai yang bersangkutan diizinkan untuk tetap melaksanakan
tugas.
E P
(1)
K Pasal 16
Pelanggaran terkait non administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) merupakan pelanggaran kedisiplinan yang terkait
dengan:.
A N
a. penyalahgunaan wewenang;
I
b. terdapat indikasi terjadinya tindak pidana/kejahatan;
c. melakukan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang
A
(1) dinyatakan tidak bersalah, TKPKN Pegawai yang dikenakan
pemotongan selama masa pemberhentian sementara dari jabatan
negeri dibayarkan kembali.
E G
E P
BAB V
PEMBERLAKUAN PEMOTONGAN TKPKN
(1)
K Pasal 18
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf a, huruf c angka 1, angka 2, angka 3, dan ayat (4) diberlakukan
A N
terhitung mulai bulan berikutnya sejak keputusan penjatuhan hukuman
disiplin ditetapkan.
(2)
I
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b angka 1 dan angka 2 diberlakukan terhitung mulai bulan
A
(3)
G berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai menerima
hukuman disiplin, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin tidak
mengajukan keberatan.
Pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
A I
Dalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada bulan
A
bersangkutan diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman
disiplin yang paling berat.
BAB VI
E G
E P
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
(1)
K
Peringatan Tertulis dan hukuman disiplin yang dijatuhkan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini dan sedang dijalani oleh Pegawai yang
bersangkutan, dinyatakan tetap berlaku.
(2)
N
Pemotongan TKPKN yang dilakukan terhadap Pegawai yang mendapat
A
Peringatan Tertulis dan/atau hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh
I
pejabat yang berwenang menghukum sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini dan masih dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,
(3)
B
(4)
Menteri ini, diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.
Terhadap hukuman disiplin yang diajukan banding administratif kepada
Badan Pertimbangan Kepegawaian dan sampai dengan mulai
berlakunya Peraturan Menteri ini belum ada keputusan atas banding
administratif tersebut, diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai
ketentuan Peraturan Menteri ini.
(5) Pegawai yang sedang menjalani pemberhentian sementara dari jabatan
negeri dan sampai dengan mulai berlakunya Peraturan Menteri ini
masih dalam status pemberhentian sementara dari jabatan negeri,
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
J P
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Keuangan D
N
Nomor 41/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya
Dengan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada
Pasal 22 A
W
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.
A
E G
E P
K
A N
I
A G
B
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
J P
PERMOHONAN IZIN/PEMBERITAHUAN *)
D
Nama
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
:
A N
NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
:
:
:
A I
Unit Organisasi
Pulang Sebelum
:
Waktunya/Pemberitahuan
A W
dengan ini mengajukan Permohonan Izin Untuk Tidak Masuk Bekerja/Izin
Terlambat Masuk
, tanggal
yaitu..
E G
Bekerja/. *) selama hari/jam/menit *), pada hari
karena alasan penting,
P
Demikan disampaikan kiranya menjadi maklum.
E
.. K
Menyetujui/Tidak Menyetujui*) Hormat kami
A N
I
...... .......
A G
NIP . NIP
B
*) Coret yang tidak perlu
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
SURAT KETERANGAN
J P
NOMOR : KET-..
D
Nama
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
:
A N
NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
Unit Organisasi
:
:
:
:
A I
dengan ini menerangkan bahwa Pegawai:
Nama
NIP
:
:
A W
Pangkat/Gol.
Jabatan
Unit Organisasi
:
:
:
E G
P
telah tidak berada di tempat tugas tanpa alasan yang sah/tanpa izin pada hari
.., tanggal , antara Pukul s.d. .
E
K
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk
diketahui dan dipergunakan sebagimana mestinya.
A N .., .
I (Atasan langsung)
A G
B NIP ..
Tembusan:
1. Pejabat Eselon II yang bersangkutan
2. Pejabar Eselon III/IV yang menangani Kepegawaian
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG TERLAMBAT MASUK BEKERJA
J P
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE D
N
KETERLAMBATAN (TL) BEKERJA POTONGAN
A
TL 2
W
08.01 s.d. < 08.31
A
1%
TL 3
G
08.31 s.d. < 09.01
E
1,25%
TL4
K
A N
I
A G
B
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG PULANG SEBELUM WAKTUNYA
J P
TINGKAT PULANG WAKTU PULANG PERSENTASE D
N
SEBELUM WAKTU (PSW) BEKERJA POTONGAN
A
PSW 2
W
16.01 s.d. < 16.31
A
1%
PSW 3
G
15.31 s.d. < 16.01
E
1,25%
PSW4
K
A N
I
A G
B
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG TERLAMBAT MASUK BEKERJA YANG BERLOKASI
KERJA DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
J P
D
N
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE
KETERLAMBATAN (TL) BEKERJA POTONGAN
I A
0 % dengan
kewajiban
A
TL 1 07.31 s.d. < 08.01
mengganti waktu
keterlambatan
TL 2
A W
08.01 s.d. < 08.31 1%
TL 3
E G
08.31 s.d. < 09.01 1,25%
K
TL4 mengisi daftar hadir 2,5%
masuk bekerja
A N
I
A G
B
LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM
KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN
KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN
NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN
PERSENTASE PEMOTONGAN
TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA
BAGI PEGAWAI YANG PULANG SEBELUM WAKTUNYA YANG
BERLOKASI KERJA DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
J P
D
N
TINGKAT PULANG WAKTU PULANG PERSENTASE
SEBELUM WAKTU (PSW) BEKERJA POTONGAN
17.00 s.d. < 17.30
bagi yang tidak
I A
PSW 1 mengganti waktu
keterlambatan A 0,5%
A W
16.31 s.d. < 17.00
PSW 2
G
dan tidak mengganti
waktu keterlambatan
E
16.01 s.d. < 16.31
1%
I mengganti waktu
keterlambatan
A G PSW4
< 15.31 dan/atau tidak
mengisi daftar hadir
pulang bekerja
2,5%
A. Umum
Berkenaan dengan telah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya
Dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan
Kementerian Keuangan pada tanggal 1 Januari 2012, perlu kiranya
J P
disusun suatu petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan
dimaksud. D
B. Maksud dan Tujuan
A N
A I
Maksud dan tujuan disusunnya Surat Edaran ini yaitu untuk menyamakan
persepsi seluruh Pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dalam
melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011
tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus
C. Ruang Lingkup
A W
Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan.
E G
Surat Edaran ini meliputi petunjuk pelaksanaan mengenai kewajiban
mengisi daftar hadir secara elektronik, pelanggaran terhadap jam kerja,
pemotongan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN)
dan pengecualian pemotongan TKPKN bagi Pegawai yang menjalani cuti
tertentu.
D. Dasar E P
K
Dasar penyusunan Surat Edaran ini adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
A N
Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
I
Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 71/KMK.01/1996 tentang Hari
E. Ketentuan Umum
Dalam Surat Edaran ini yang dimaskud dengan:
1. Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian
Keuangan termasuk Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau
dipekerjakan di lingkungan Kementerian Keuangan dan Calon
Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil maupun yang
- 229 -
DISIPLIN PNS
I A
1. Pegawai wajib masuk dan pulang bekerja sesuai ketentuan Jam Kerja
A
dengan mengisi daftar hadir elektronik sebanyak 2 (dua) kali yaitu
pada saat masuk bekerja dan pada saat pulang bekerja.
A W
2. Pengisian daftar hadir elektronik sebagaimana angka 1 dapat
dilakukan secara manual dalam hal:
a. sistem kehadiran elektronik mengalami kerusakan/tidak berfungsi;
b. pegawai belum terdaftar dalam sistem kehadiran secara
elektronik;
G
c. sidik jari tidak terekam dalam sistem kehadiran elektronik;
E
d. terjadi keadaan kahar (force majeure) yaitu suatu kejadian yang
E P
terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia dan tidak dapat
dihindarkan berupa bencana alam dan kerusuhan sehingga suatu
kegiaan tidak dapat dilakukan atau tidak dapat dilakukan
sebagaimana mestinya.
K
Keadaan kahar yang dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 berdampak hanya pada
N
suatu satuan kerja (satker) sehingga pernyataan keadaaan kahar
cukup dilakukan oleh pimpinan satker dengan ketentuan
A
I
sepanjang memungkinakan seluruh pegawai tetap masuk bekerja
walaupun menggunakan tempat kerja yang lain (misalnya Kantor
P
mengganti waktu keterlambatan (khusus DKI Jakarta), dan/atau tidak
mengisi daftar hadir dilakukan dengan Alasan yang sah, maka
dinyatakan tidak melanggar Jam Kerja.
3. Alasan yang sah diajukan dalam suatu surat permohonan
izin/pemberitahuan harus disetujui oleh Pejabat yang berwenang,
yaitu: D J
N
a. Pejabat Eselon I, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan
yang diajukan oleh pejabat Eselon II, termasuk pejabat Eselon II
A
I
di daerah;
b. Pejabat Eselon II di kantor pusat (misal: Kepala Biro, Kepala
A
Pusat, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan,
Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur, Direktur), untuk surat
permohonan izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat
lingkungannya masing-masing;
A W
Eselon III, pejabat Eselon IV, dan pejabat fungsional di
G
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat Eselon III (misal:
Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Kantor Pelayanan) dan
E
pejabat Eselon IV (misal: Kepala Subbagian, Kepala Subbidang,
P
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
B) serta pejabat fungsional di lingkungannya masing-masing.
K E
Khusus jabatan Kepala Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi
dan Komunikasi dan Barang Milik Negara pada Sekretariat
Jenderal harus disetujui oleh Kepala Pusat Informasi dan
Teknologi Keuangan.
N
Khusus jabatan Kepala Balai Diklat pada Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, surat permohonan izin/pemberitahuan harus
A
disetujui oleh Sekretaris Badan.
I
d. Pejabat Eselon III di kantor pusat, untuk surat permohonan
izin/pemberitahuan yang diajukan oleh Pelaksana.
kewajiban memberitahukan
I
sementera
A
1) ketidakhadiran, dibuat setelah kembali masuk kerja dengan
alasan
ketidakhadirannya melalui media lainnya seperti telephone
atau pesan singkat sesegera mungkin;
A
2) terlambat atau tidak berada di tempat tugas, dibuat pada hari
yang sama;
A W
3) pulang sebelum waktunya atau tidak mengganti waktu
keterlambatan, dibuat pada hari kerja berikutnya;
4) tidak mengisi daftar hadir masuk atau pulang bekerja dibuat
E G
pada saat mengetahui terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
6. Surat permohonan izin/pemberitahuan yang telah disetujui oleh
Pejabat yang berwenang wajib disampaikan kepada Pejabat/Pegawai
E P
yang menangani daftar hadir untuk paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran, keterlambatan masuk
bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,
hadir.
K
tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar
Khusus bagi yang tidak masuk bekerja lebih dari 1 (satu) hari maka
A N
penghitungan 3 (tiga) hari kerja dihitung sejak masuk kerja kembali.
Khusus bagi yang tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja/pulang
I
bekerja, maka penghitungan 3 (tiga) hari kerja dimulai sejak diketahui
terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
d. tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja atau pulang kerja juga
dihitung sebagai keterlambatan masuk bekerja atau pulang
sebelum waktunya selama 3 (tiga tiga per empat) jam; dan
e. bagi yang tidak mengganti waktu keterlambatan (khusus DKI
Jakarta) penghitungan kumulatif didasarkan pada waktu
keterlambatan.
9. Penghitungan jumlah waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8,
dilakukan dengan konversi 7 (tujuh setengah) jam sama dengan 1
(satu) hari tidak masuk bekerja dan apabila telah memenuhi
akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman
disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:
J P
No
Tingkat
Hukuman Jenis Hukuman Disiplin
Jumlah
D
Ketidakhadiran
1
Disiplin
Ringan a. Teguran Lisan
b. Teguran Tertulis N
5 Hari
A
6-10 Hari
2 Sedang
Tertulis
a. Penundaan Kenaikan
A I
c. Pernyataan Tidak Puas Secara 11-15 Hari
A
Selama 1 (satu) Tahun W
b. Penundaan Kenaikan Pangkat 21-25 Hari
3 Berat
E G
Lebih Rendah Selama 1 (satu)
Tahun
a. Penurunan Pangkat Setingkat 31-35 Hari
P
Lebih Rendah Selama 3 (tiga)
Tahun
K E
b. Pemindahan Dalam Rangka 36-40 Hari
Penurunan Jabatan Setingkat
Lebih Rendah
c. Pembebasan Dari Jabatan 41-45 Hari
I
sebagai PNS atau
Pemberhentian Tidak Dengan
G
Hormat Sebagai PNS
H. Pemotongan TKPKN
1. Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada:
a. Pegawai yang tidak masuk bekerja;
b. Pegawai yang tidak berada di tempat tugas selama 7 (tujuh
setengah) jam atau lebih dalam sehari;
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja;
d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya;
e. Pegawai yang tidak mengganti waktu keterlambatan;
P
f. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir;
g. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
h. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan
negeri.
2. Pemotongan TKPKN dimaksud pada angka 1 huruf a, c, d, e, f
diberlakukan bagi Pegawai baik yang dengan alasan yang sah D J
maupun yang dengan alasan tidak sah
3. Khusus pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada angka 1
A N
I
huruf b berlaku bagi Pegawai yang dengan alasan tidak sah.
4. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai diatur sebagai berikut:
perseratus).
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja
A W
setengah) jam atau lebih dalam sehari sebesar 5% (lima
atas:
E G
Berkenaan dengan terlambat masuk bekerja, penerapannya terdiri
P
1) Pegawai yang bekerja di DKI Jakarta
TINGKAT WAKTU MASUK PERSENTASE
K
(TL)
E
KETERLAMBATAN BEKERJA POTONGAN
0 % dengan
kewajiban
N
TL 1 07.31 s.d. < 08.01
mengganti waktu
keterlambatan
09.01 dan/atau
1,25%
J P
TL 4
09.01 dan/atau
tidak mengisi daftar
hadir masuk bekerja
2,5%
D
A
d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya dan/atau Pegawai yang N
tidak mengganti waktu keterlambatan
Berkenaan dengan pulang sebelum waktunya, penerapannya
terdiri atas:
A I
1) Pegawai yang bekerja di DKI Jakarta
TINGKAT PULANG
SEBELUM WAKTU
A W
WAKTU PULANG
BEKERJA
PERSENTASE
POTONGAN
G
(PSW)
E
17.00 s.d. < 17.30
bagi yang tidak
PSW 1
E P mengganti waktu
keterlambatan
I
16.01 s.d. < 16.31
G
16.01 s.d. < 16.31
dan tidak mengganti
1,25%
A
PSW 3 waktu keterlambatan
A N
lima perseratus);
f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
A I
e. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir, sebesar 2,5% (dua koma
W
negeri diatur kententuan sebagai berikut:
1) Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 100% (seratus
A
perseratus) selama dalam masa pemberhentian sementara
G
dari jabatan negeri.
2) Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keputusan pengadilan
E
yang berkekuatan hukum tetap dinyatakan tidak bersalah,
maka TKPKN dibayarkan kembali sebesar TKPKN yang
P
dikenakan pemotongan selama masa pemberhentian
E
sementara dari jabatan negeri.
5. Pemotongan TKPKN dalam setiap bulannya paling banyak dihitung
K
sebesar 100% (seratus perseratus).
I.
N
Pengeculian Besaran
Pemotongan TKPKN
A
I
Pada prinsipnya, setiap ketidakhadiran wajib dikenakan pemotongan TKPKN
sebesar 5% (lima perseratus). Namun demikian, terdapat beberapa jenis
A G
ketidakhadiran dalam hal ini melalui mekanisme cuti PNS, dikenakan
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) sampai dengan 2,5% (dua
koma lima perseratus) setiap harinya. Adapun jenis cuti yang dimaksud
adalah:
A
inap dan fotokopi rincian biaya rawat inap dari Puskesmas
atau rumah sakit atau surat keterangan bebas biaya bagi
A W
Puskesmas atau Rumah Sakit yang menerapkan
pembebasan biaya.
2) Diberikan untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5%
E G
(dua koma lima perseratus).
4) Apabila sakit yang dialami lebih dari 14 (empat belas) hari
kalender maka surat keterangan dokter harus dari dokter yang
E P
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan (Tim Penguji Kesehatan).
5) Pemberian untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja
ditujukan kepada Pegawai yang mengajukan cuti sakit untuk
Contoh:
K
setiap kejadian dan jenis penyakit yang sama.
P
(tiga) hari kerja, maka kepada yang bersangkutan selama
dirawat dikenakan potongan TKPKN sebesar 0% (nol
perseratus), dan apabila yang bersangkutan kembali
menjalani rawat inap karena menderita thypus, maka
kepada yang bersangkutan masih mempunyai hak
D J
25 (dua puluh lima) hari kerja.
A N
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama
I
d) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena
kecelakaan dan harus dirawat 5 (lima) hari kerja, maka
A
kepada yang bersangkutan selama dirawat dikenakan
pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus), dan
W
apabila yang bersangkutan kembali menjalani rawat inap
karena kecelakaan kembali, maka kepada yang
A
bersangkutan masih mempunyai hak pemotongan TKPKN
hari kerja.
E G
sebesar 0% (nol perseratus) selama 25 (dua puluh lima)
E P
perseratus) bagi Pegawai yang menjalani rawat jalan setelah
selesai menjalani rawat inap dengan ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter dari Puskesmas atau
K
rumah sakit pemerintah atau swasta.
2) Apabila rawat jalan lebih dari 14 (empat belas) hari kalender
A N
J. Pemotongan TKPKN
Karena Hukuman Disiplin
A I
Hukuman disiplin terdiri atas pelanggaran terkait administratif dan non
administratif sebagai berikut:
W
1. Hukuman disiplin administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. jam kerja;
A
G
b. pencapaian sasaran kerja;
c. standar prosedur kerja (Standard Operation Procedure) yang tidak
P E
memiliki unsur merugikan keuangan Negara atau memperkaya
diri sendiri dan/atau orang lain;
d. prosedur laporan perkawinan dan izin perceraian;
K E
e. prosedur izin berpoligami;
f. prosedur izin usaha;
g. prosedur izin ke luar negeri; atau
N
h. prosedur izin menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional.
I A
2. Hukuman disiplin non administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. penyalahgunaan wewenang;
W
hukuman disiplin lebih dari 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sejak hukuman disiplin pertama ditetapkan.
Contoh 1:
A
G
Pegawai A dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Mei
2012 telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 6
P E
hari, sehingga kepadanya pada tanggal 8 Juni 2012 dijatuhi
hukuman disiplin berupa Teguran Tertulis. Hukuman disiplin
Teguran Tertulis tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama
K E
dan oleh karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan
pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari
sampai dengan Juli 2012 yang bersangkutan kembali tidak masuk
N
bekerja tanpa alasan yang sah selama 17 hari, sehingga
kepadanya dijatuhi hukuman disipin berupa penundaan kenaikan
A
I
gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 3 Agustus 2012.
Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan
A
tanggal 4 Januari 2013 dijatuhi hukuman disiplin berupa N
selama 31 (tiga puluh satu) hari, sehingga kepadanya pada
A I
penurunan pangkat selama 3 (tiga) tahun. Hukuman disiplin
tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama dan oleh
karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan
W
pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari
sampai dengan Desember 2013 yang bersangkutan kembali tidak
A
masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 17 hari, sehingga
G
kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan
gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 7 Januari 2014.
P E
Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan
dikenakan pemotongan TKPKN karena hukuman disiplin yang
kedua dijatuhkan masih dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun
K E
sejak hukuman disiplin yang pertama.
Selanjutnya, dalam kurun waktu Januari sampai dengan
Desember 2014 Pegawai B tersebut kembali secara akumulasi
N
telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 14
(empat belas) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin
A
I
berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada tanggal 12
Januari 2015. Terhadap hukuman disiplin tersebut tidak
bersangkutan.
A I
d. Proses perceraian tanpa izin murni kesengajaan Pegawai yang
W
perceraian atau pemberitahuan adanya gugatan cerai dengan
alasan tidak mengetahui adanya aturan kewajiban untuk
A
mengajukan izin perceraian dan pemberitahuan adanya gugatan
G
cerai bagi pegawai yang akan melakukan perceraian.
e. Melakukan pernikahan kedua dan seterusnya tanpa izin
(poligami).
P E
5. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman
disiplin terkait non administratif dan administratif sebagaimana
K E
dimaksud pada angka 4 ditetapkan sebagai berikut:
a. Hukuman disiplin ringan:
1) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 2 (dua)
I
2) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 3 (tiga)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran
A G tertulis; dan
3) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 6 (enam)
bulan, jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa
A N
4) Sebesar 100% (seratus perseratus), jika Pegawai dijatuhi
A I
hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
hormat dan mengajukan banding administratif ke Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
W
6. Khusus jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian baik dengan
A
hormat tidak atas permintaan sendiri maupun tidak dengan hormat,
G
dan baik yang terkait administratif maupun yang terkait non
administratif diberlakukan pemotongan yang sama yaitu 100% apabila
P E
mengajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan
Kepegawaian (BAPEK) dan diizinkan untuk tetap melaksanakan
tugas.
K E
Dalam hal banding administratif yang diajukan oleh Pegawai diterima
oleh BAPEK dan hukuman disiplinnya diubah menjadi selain
pemberhentian atau hukuman disiplinnya dibatalkan, maka TKPKN
N
Pegawai yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung sejak
Pegawai yang bersangkutan diizinkan untuk tetap melaksanakan
A
I
tugas.
A G
K. Pemberlakuan
Pemotongan TKPKN
1. Pemberlakuna pemotongan TKPKN diatur sebagai berikut:
I A
a) bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah
Pegawai menerima hukuman disiplin, apabila Pegawai
A
yang dijatuhi hukuman disiplin tidak mengajukan
keberatan; atau
A
disiplin mengajukan keberatan.
W
b) bulan berikutnya setelah keputusan atas keberatan
ditetapkan, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman
E G
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian
dengan hormat, pemotongan TKPKN berlaku mulai bulan
berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai
E P
menerima hukuman disiplin.
f. Bagi Pegawai yang diberhentikan sementara dari jabatan negeri
karena dilakukan penahanan oleh pihak yang berwajib,
penahanan.
K
pemotongan TKPKN berlaku mulai bulan berikutnya sejak tanggal
2. Dalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada
A N
bulan yang bersamaan atau pada bulan berikutnya kembali dijatuhi
hukuman disiplin, maka terhadap Pegawai yang bersangkutan
I
diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman disiplin yang
paling berat, dengan ketentuan:
L. Ketentuan Lain-lain
1. Bagi Pegawai yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta dan terlambat
masuk bekerja berupa Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1), sepanjang
yang bersangkutan mengganti waktu keterlambatan maka tidak
diwajibkan untuk membuat surat permohonan izin/pemberitahuan.
2. Dalam hal terjadi pelanggaran:
"Surat Edaran Setjen Kemenkeu Nomor 10/SJ/2012"
- 244 -
DISIPLIN PNS
A N
dinyatakan tetap berlaku.
2. Pemotongan TKPKN yang dilakukan terhadap Pegawai yang A I
1. Peringatan Tertulis dan hukuman disiplin yang dijatuhkan sebelum 1
Januari 2012 dan sedang dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,
A W
mendapat Peringatan Tertulis dan/atau hukuman disiplin yang
dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sebelum 1
Januari 2012 dan masih dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan,
dinyatakan tetap berlaku sesuai ketentuan sebelum Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.
G
3. Hukuman disiplin yang diajukan keberatan kepada atasan pejabat
E
yang berwenang menghukum sebelum 1 Januari 2012 dan keputusan
E P
atas keberatan ditetapkan setelah berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011, maka diberlakukan pemotongan
TKPKN sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011.
K
4. Terhadap hukuman disiplin yang diajukan banding administratif
kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian dan sampai dengan
N
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011
belum ada keputusan atas banding administratif tersebut,
A
I
diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.
N. Ketentuan Penutup
1. Kepada seluruh unit eselon I kiranya senantiasa melakukan
pengawasan dan evaluasi teruatam terkait dengan penerapan jam
kerja khususnya di Provinsi DKI Jakarta agar tidak mengganggu
pelayanan kepada stakeholder dan tetap mewajibkan bagi Pegawai di
lingkungan masing-masing untuk masuk bekerja pada pukul 07.30,
kecuali jam kerja lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Bagi Pegawai yang akan menggunakan cuti yang berakibat tidak
P
dikenakannya pemotongan, agar tetap mengajukan permohonan izin
cuti sesuai dengan ketentuan mengenai cuti PNS.
3. Atasan langsung bertanggung jawab dalam pengawasan terhadap
penerapan aturan ini dan agar segera melakukan tindak lanjut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam hal terdapat indikasi
penyalahgunaan aturan ini oleh pegawai. D J
4. Apanbila ditemukan kendala dalam menerapkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 agar berkoordinasi dengan Biro
A N
I
Sumber Daya Manusia.
5. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012.
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
J P
a. Pegawai Negeri Sipil adalah:
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang- D
N
undang Nomor 8 Tahun 1974;
2. Yang dipersamakan dengan Pegawai negeri Sipil yaitu:
(a) Pegawai Bulanan di samping pensiun;
(b) Pegawai Bank milik Negara;
(c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; I A
(d) Pegawai Bank milik Daerah;
(e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah; A
b. Pejabat adalah:
1. Menteri; A W
(f) Kepala Desa, perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di Desa;
2. Jaksa Agung;
E G
3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
E P
5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
6. Pimpinan Bank milik Negara;
7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;
K
8. Pimpinan Bank milik Daerah;
9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah.
Penjelasan Pasal 1
N
Cukup jelas.
A
I Pasal 2
A G
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib
memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran
hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
perkawinan itu dilangsungkan.
B (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi
Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang
melangsungkan perkawinan lagi.
Penjelasan Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat;
- 249 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau
bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk
memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus mengajukan permintaan secara tertulis;
(3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan
alasan yang lengkap yang mendasarinya.
Penjelasan Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku bagi setiap Pegawai Negeri Sipil yang akan
melakukan perceraian, yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang
mengajukan gugatan perceraian (penggugat) wajib memperoleh
J P
izin lebih dulu dari Pejabat, sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil
yang menerima gugatan perceraian (tergugat) wajib memperoleh D
N
surat keterangan lebih dulu dari Pejabat sebelum melakukan
perceraian.
Ayat (2)
I
Permintaan izin perceraian diajukan oleh penggugat kepada
Pejabat secara tertulis melalui saluran hierarki, sedangkan A
A
tergugat wajib memberitahukan adanya gugatan perceraian dari
suami/istri secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka
Ayat (3)
Cukup jelas. A W
waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima
gugatan perceraian.
E G
Pasal 4
E P
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
K
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara
tertulis.
A N
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan
I
izin untuk beristri lebih dari seorang
Penjelasan Pasal 4
A G Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa selama
Pasal 5
(1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 250 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
I
Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan yang
bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/istri yang A
A
bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan.
Pasal 6
A W
(1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian
E G
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan
seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin
dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
E P
(2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam
permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus
meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri
K
Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang
dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
(3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu
A N
merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara
memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat.
I
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
A G Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 251 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
I A
Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya
perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau
A
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri
A perundang-undangan
memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan
E G
alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat
merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-
syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin
Ayat (3)
Cukup jelas.
E P
beristeri lebih dari seorang. (Lihat Pasal 10 ayat (2)
K Pasal 8
(1)
N
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria
A
maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas
(2)
I
isteri dan anak-anaknya.
Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga
A
(3)
G untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk
bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang
wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya
B
(4)
ialah setengah dari gajinya.
Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan apabila alasan
perceraian disebabkan karena istri berzinah, dan atau melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap
suami, dan atau istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang
sukar disembuhkan, dan atau istri telah meninggalkan suami selama
dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain di luar kemampuannya.
(5) Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak
atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 252 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila
istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau
suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir
maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk,
pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah
meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
(7) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi,
maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus
terhitung mulai ia kawin lagi.
Penjelasan Pasal 8
Ayat (1)
J P
Cukup jelas.
Ayat (2) D
N
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. I A
Ayat (5)
Cukup jelas. A
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas. A W
Pasal 9
E G
a.
E P
Pejabat yang menerima perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan
dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat
b.
bersangkutan.
K
pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang
A N
permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus
meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang
I
mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat
memberikan keterangan yang meyakinkan.
c.
B Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh
Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 253 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
I
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan; A
A
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
dan/atau
A W
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat;
E P
Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban
K
sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan
menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa,
sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai
A N
isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut
keterangan dokter sukar disembuhkan lagi.
I
huruf b
Yang dimaksud dengan cacad badan atau penyakit yang tidak
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 254 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri
lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai:
(1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari
Presiden.
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib
meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
J P
(3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara,
wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. D
N
(4) Pimpinan Bank milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha milik Daerah,
wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 11
Cukup jelas.
I A
Pasal 12 A
A W
Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristri lebih dari seorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara
tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia
menerima permintaan izin tersebut.
Penjelasan Pasal 12
Cukup jelas.
E G
E P
Pasal 13
K
Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat
lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang
dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin
A N
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sepanjang mengenai
permintaan izin yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah
I
atau yang dipersamakan dengan itu.
Penjelasan Pasal 13
A G Cukup jelas.
Pasal 14
B
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan
istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa
ikatan perkawinan yang sah.
Penjelasan Pasal 14
Yang dimaksud dengan hidup bersama adalah melakukan hubungan
sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 255 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/
ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1),
Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu
selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian,
dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak
perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin
berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2)
dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
J P
Pegawai Negeri Sipil;
(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang D
N
melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin
berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1) I A
Cukup jelas.
Ayat (2) A
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
A W
Pasal 16
E G
Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji
E P
sesuai dengan ketentuan Pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peratuan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 16
Cukup jelas.
K
A N Pasal 17
(1)
I
Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15
dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 256 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
Pasal 18
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3050), dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Penjelasan Pasal 18
Cukup jelas.
J P
Pasal 19 D
N
Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat dan
memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas. I A
A
(1)
Pasal 20
W
Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan
A
salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin atau penolakan
E G
pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, kepada :
a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang
menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
E P
angka I dan angka 2 huruf (a);
b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik
Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik Daerah,
K
sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal
1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d), dan (e);
c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut Pegawai
A N
Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (f).
(2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam
I
ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan
masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank
A G milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta Bupati Kepala Daerah
Tingkat II, membuat dan memelihara:
a. catatan perkawinan dan perceraian;
b. kartu isteri/suami.
B
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 21
Cukup jelas.
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
- 257 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
Pasal 22
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Penjelasan Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 23
Cukup jelas.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
"PP Nomor 10 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990"
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 259 -
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah ditetapkan ketentuan-
ketentuan tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga
negara Indonesia. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
J P
1 Tahun 1974 tersebut telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975.
b. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut D
N
dinyatakan bahwa asasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya
A
A I
boleh mempunyai seorang suami. Asas perkawinan yang demikian itu
disebut asas monogami.
c. Namun demikian dalam keadaan yang sangat terpaksa masih
dimungkinkan seorang pria beristri lebih dari seorang sepanjang:
dihayatinya;
A W
(1) Tidak bertentangan dengan ajaran / peraturan agama yang
dianutnya / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
E
d. Karena perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
E P
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin
harus dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang
sangat terpaksa.
K
e. Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
N
abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada
A
I
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat
melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan
G
Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga
yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam
2. DASAR
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun pegawai dan
pensiun Janda/Duda pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906);
- 260 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
A W
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3058);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor
E G
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun
3. TUJUAN
E P
1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250).
K
Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi Pejabat dalam
menyelesaikan masalah perkawinan atau perceraian bagi Pegawai Negeri
N
Sipil dalam lingkungannya masing-masing.
A
I
4. PENGERTIAN
Dalam surat edaran ini yang dimaksud dengan:
b. Pejabat adalah:
(1) Menteri;
(2) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
(3) Jaksa Agung;
(4) Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi / Tinggi negara;
(5) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
(6) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
(7) Pimpinan Bank Milik Negara;
(8) Pimpinan Bank Milik Daerah;
(9) Pimpinan Badan Usaha Milik Negara;
(10) Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah;
(11) Pejabat lain yang diberikan delegasi wewenang oleh Pejabat
J P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983. D
N
c. Atasan adalah mereka yang membawahi Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya masing-masing.
d.
tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. IA
Pejabat yang berwajib adalah mereka yang karena jabatan atau
e.
A
Perkawinan yang sah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
A W
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha esa yang dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya / kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang
f.
berlaku.
E G
Anak adalah anak kandung yang dilahirkan dari perkawinan yang sah,
anak yang disahkan, atau anak angkat.
g.
(1) Gaji Pokok;
E P
Gaji adalah penghasilan Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari:
K
(3) Tunjangan Jabatan (kalau ada);
(4) Tunjangan perbaikan penghasilan;
(5) Tunjangan lain yang berhak diterimanya berdasarkan Peraturan
h.
A N
Perundang-undangan yang berlaku, setelah dipotong iuran wajib.
Salinan sah adalah salinan surat yang disahkan oleh pejabat
i.
I
kepegawaian atau atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Orang yang telah dewasa adalah yang berusia sekurang-kurangnya
A Gj.
21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin / pernah kawin.
Instansi induk adalah Departemen, Kejaksanaan Agung, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pemerintah Daerah, Bank Milik Daerah, dan
B k.
Badan Usaha Milik Daerah.
Mutasi keluarga adalah suatu perubahan yang terjadi pada keluarga,
yaitu perkawinan, perceraian, kelahiran / pertambahan anak, kematian
anak, dan kematian suami / istri.
A
6. Bagi Pegawai Bank Milik negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa dan
yaitu:
A W
petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, laporan
perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua),
E G
7. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan:
a. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan.
E P
b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan
ketentuan bahwa di belakang pas foto tersebut dituliskan nama
lengkap istri / suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai
K
Negeri Sipil yang menjadi suami / istri.
8. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
A N
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun,
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk:
I
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki.
(2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian negara, yang
A
Pemerintah Daerah Tingkat I, disimpan dan dipelihara dengan baik
dalam tata naskah kepegawaian masing-masing instansi.
A W
b. Pas foto yang dikirimkan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara digunakan:
(1) 1 (satu) lembar untuk Kartu Induk Pegawai Negeri Sipil.
(2) 1 (satu) lembar untuk Kartu Istri Pegawai Negeri Sipil
E G
(KARIS)/Kartu suami Pegawai Negeri Sipil (KARSU).
c. Pas foto yang dikirimkan kepada Pimpinan Bank Milik Negara, Bank
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
E P
dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II, digunakan:
(1) 1 (satu) lembar untuk KARIS/KARSU.
(2) 1 (satu) lembar disimpan dan dipelihara dengan baik dalam tata
K
naskah kepegawaian masing-masing instansi.
A N III. PERCERAIAN
I
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh
ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
A G
2. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada
alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu atau lebih alasan sebagai
tersebut di bawah ini:
a. Salah satu pihak berbuat zinah, yang dibuktikan dengan:
b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar
disembuhkan yang dbuktikan dengan:
(1) Surat Pernyataan dari 2 (dua) orang saksi yang telah dewasa
yang mengetahui perbuatan itu, yang diketahui oleh pejabat yang
berwajib serendah-rendahnya Camat, yang dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini; atau
(2) Surat Keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan
bahwa menurut hasil pemeriksaan, yang bersangkutan telah
menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar
disembuhkan / diperbaiki.
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
J P
karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan / Kepala Desa, yang D
N
disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
IA
hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan
berlangsung yang dibuktikan dengan Keputusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
A
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et
repertum dari dokter pemerintah.
A W
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala
3.
serendah-rendahnya Camat. G
Kelurahan/Kepala Desa yang disahkan oleh Pejabat yang berwajib
E
Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat menurut contoh sebagai
4. P
tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini.
E
Permintaan ijin sebagaimana dimaksud di atas harus dilengkapi dengan
salah satu atau lebih bahan pembuktian sebagaimana dimaksud dalam
5.
angka 2 di atas.
K
Surat permintaan ijin perceraian tersebut dibuat sekurang-kurangnya
dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk:
A N
a. Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki;
b. Pertinggal.
6.
I
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin perceraian harus
berusaha dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila
8.
permintaan ijin perceraian itu.
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin perceraian
J P
9.
itu.
Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu D
N
merukunkan kembali suami istri tersebut dengan cara memanggil mereka,
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk diberikan nasehat.
A
kembali suami istri itu. Apabila dipandang perlu, Pejabat dapat meminta
keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami
10.
istri yang bersangkutan.
W
Apabila usaha merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan tidak
A
berhasil, maka Pejabat mengambil keputusan atas permintaan ijin
perceraian itu dengan mempertimbangkan dengan seksama:
E G
a. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sebagai tersebut dalam surat permintaan ijin perceraian
dan lampiran-lampiranya.
bersangkutan.
E P
b. Pertimbangan yang diberikan oleh atasan Pegawai Negeri Sipil yang
11.
apabila ada.
K
suami istri yang mengajukan permintaan ijin perceraian tersebut,
A N
a. Penolakan pemberian ijin.
b. Pemberian ijin.
12.
I
Permintaan ijin untuk bercerai ditolak, apabila:
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang
B dan atau
d. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal
sehat.
13. Permintaan ijin untuk bercerai dapat diberikan, apabila:
a. Tidak bertentangan dengan ajaran / Peraturan agama yang
dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
dihayatinya.
b. Ada alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas.
c. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku; dan atau
IA
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
A
b. Bagi pegawai Bank Milik negara, bank milik Daerah, Badan usaha
Milik Negara, dan badan usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
A W
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:
(1) 1(satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan, serendah-rendahnya Pejabat Eselon IV.
E G
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
E P
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.
K
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang akan
melakukan perceraian itu, adalah perangkat desa, atau petugas
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.
18.
A N
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapat ijin untuk melakukan
I
perceraian, apabila ia telah melakukan perceraian itu, maka ia wajib
melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki, selambat-
A
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing N
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat) yaitu:
A I
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.
W
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan
A
perceraian itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang
G
menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
P E
19. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka
ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan
anak-anaknya,dengan ketentuan sebagai berikut:
sebagai berikut:
K E
a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji ditetapkan
(1) Sepertiga gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan.
(2) Sepertiga gaji untuk bekas istrinya.
A N
(3) Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada bekas
istrinya.
I
b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka gaji dibagi dua,
G
yaitu setengah untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan
dan setengah untuk bekas istrinya.
N
perkataan lain apabila istri meminta cerai karena dimadu, maka setelah
perceraian terjadi, bekas istri tersebut berhak atas bagian gaji tersebut.
A
21.
22.
bersangkutan kawin lagi.
A I
Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembayaran
bagian gaji itu dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas istri yang
Apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, sedang semua anak ikut
W
bekas istri tersebut, maka 1/3 (sepertiga) gaji tetap menjadi hak anak
tersebut yang diterimakan kepada bekas istri yang bersangkutan.
23.
A
Apabila pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri
Sipil dan sebagian lagi mengikuti bekas istri dan bekas istri kawin lagi dan
24.
E G
anak tetap mengikutinya, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu,
tetap diterimakan kepada bekas istri.
Apabila anak telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun, atau 25 (dua puluh
25. E P
lima) tahun apabila anak tersebut masih bersekolah, yang telah / pernah
kawin, atau telah mempunyai penghasilan sendiri maka pembayaran
bagian gaji untuknya dihentikan.
Bagian gaji yang dihentikan pembayarannya sebagai tersebut di atas,
26. K
dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Apabila Pegawai Negeri Sipil pria yang telah menceraikan istrinya dan
N
kemudian kawin lagi dengan wanita lain dan kemudian menceraikannya
lagi, maka bekas istri tersebut berhak menerima:
A
a. 1/3 (sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang
I
bersangkutan, apabila anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil tersebut.
A G b. 2/3 (duapertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan apabila anak mengikuti bekas istri.
c. Apabila sebagian anak mengikuti Pegawai Negeri Sipil yang
B
27.
bersangkutan dan sebagian anak mengikuti bekas istri, maka 1/3
(sepertiga) dari 1/3 (sepertiga) gaji yang menjadi hak anak itu, dibagi
menurut jumlah anak.
Pembagian gaji sebagai tersebut di atas, adalah menjadi kewajiban
masing-masing pejabat yang bersangkutan, atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya dan yang menandatangani daftar gaji adalah Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
28. Apabila perceraian terjadi atas kehendak bersama suami istri yang
bersangkutan, maka pembagian gaji diatur sebagai berikut:
a. Apabila perkawinan tersebut tidak menghasilkan anak, maka
pembagian gaji suami ditetakan menurut kesepakatan bersama.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 269 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
J P
D
IV. PEGAWAI NEGERI SIPIL PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI
SEORANG
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.
A N
2. Ijin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat
a. Syarat Alternatif
A I
apabila memenuhi sekurang-kurangnya satu syarat alternatif dan ketiga
syarat kumulatif, yaitu:
(1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam arti
A W
bahwa istri menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah
sedemikian rupa yang sukar disembuhkan, sehingga ia tidak
dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik kewajiban
E G
secara biologis maupun kewajibannya lainnya, yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter Pemerintah.
(2) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat
E P
disembuhkan, dalam arti bahwa istri menderita penyakit badan
yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
Pemerintah; atau
K
(3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun, yang dibuktikan dengan surat
A N
keterangan dokter Pemerintah.
b. Syarat Kumulatif
I
(1) Ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila istri Pegawai
A
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima
6.
surat permintaan ijin itu.
A I
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu.
7. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu
A W
memberikan nasehat kepada Pegawai Negeri Sipil dan calon istri yang
bersangkutan, dengan maksud agar niat untuk beristri lebih dari seorang
sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat Pegawai Negeri Sipil yang
G
bersangkutan atau tempat calon istri berjauhan dari tempat kedudukan
pejabat, maka Pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam
8. E
lingkungannya untuk memberikan nasehat tersebut.
Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat
P
mengambil keputusan atas permintaan ijin untuk beristri lebih dari
9.
seorang.
a. Bertentangan E
Permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang ditolak apabila:
K dengan ajaran/peraturan
dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
agama yang
N
dihayatinya.
b. tidak memenuhi salah satu syarat alternatif sebagai tersebut dalam
A
I
angka 2 huruf a dan semua syarat kumulatif sebagai tersebut dalam
angka 2 huruf b.
A N
a. Penolakan permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang, dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat Edaran ini.
A I
b. Pemberian ijin untuk beristri lebih dari seorang dibuat menurut contoh
12. Surat Keputusan penolakan dan surat keputusan pemberian ijin untuk
W
beristri lebih dari seorang:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
A
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat), yaitu:
E G
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.
E P
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
K
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
A N
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan.
I
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
G
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkat eselon
IV.
13. Pegawai Negeri Sipil pria yang telah mendapat ijin untuk beristri lebih dari
seorang, apabila telah melangsungkan perkawinan tersebut wajib
melaporkannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal perkawinan itu
dilangsungkan, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam
Lampiran XIV Surat Edaran ini.
14. Laporan perkawinan tersebut:
a. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan di samping
pensiun, masing-masing dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4
(empat), yaitu:
J P
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
D
N
(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang
ditunjuk olehnya.
IA
(3) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
A
yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau
yang setingkat dengan itu.
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
W
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
A
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
G
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pimpinan Bank/Badan Usaha yang
bersangkutan.
E
bersangkutan.
E P
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
K
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
N
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
A
I bersangkutan.
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat.
A I
(1) 1 (satu) lembar untuk Pejabat yang disampaikan melalui
saluran hirarki.
A W
(2) 2 (dua) lebar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
b. Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik
E G
Negara, Badan Usaha milik Daerah, dibuat sekurang-kurangnya 2
(dua) lembar, yaitu untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
P
hirarki.
c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
K E
urusan pemerintahan di Desa, di buat sekurang-kurangnya 2 (dua)
lembar yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang disampaikan
melalui saluran hirarki.
A N
V. PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA YANG AKAN MENJADI ISTRI
I
KEDUA/ KETIGA/KEEMPAT DARI PRIA YANG BUKAN PEGAWAI NEGERI
G
SIPIL
1. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri
A N
dimaksud dalam angka 3.
b. Dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
A I
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
5.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
A W
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil
wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan
6.
G
Pegawai Negeri Sipil, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan surat ijin Pegawai Negeri
E
Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan
P
Pegawai Negeri Sipil, wajib menyampaikan kepada pejabat selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan melalui saluran hirarki terhitung mulai tanggal ia
7.
8. K E
menerima surat permintaan ijin itu.
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin itu.
Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu
A N
memberikan nasehat kepada pegawai wanita dan calon suami yang
bersangkutan, dengan maksud agar niat menjadi
kedua/ketiga/keempat sejauh mungkin dihindarkan. Apabila tempat
istri
I
Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau tempat calon suami
berjauhan dari tempat kedudukan Pejabat, maka Pejabat dapat
A
9.
G menginstruksikan kepada Pejabat lain dalam lingkungannya untuk
memberikan nasehat tersebut.
Apabila nasehat sebagai tersebut di atas tidak berhasil, maka pejabat
B
10.
mengambil keputusan atas permintaan ijin itu.
Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/
keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diberikan
oleh Pejabat apabila memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut
dalam angka 3.
11. Ijin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri kedua/ketiga/
keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil tidak diberikan oleh
Pejabat apabila tidak memenuhi semua syarat-syarat sebagai tersebut
dalam angka 3.
12. Surat Keputusan
A
yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV;
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
A W
b. Bagi Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, masing-masing dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
E G
(1) 1 (satu) rangkap untuk pegawai yang bersangkutan;
(2) 1 (satu) rangkap untuk atasan langsung pegawai yang
bersangkutan serendah-rendahnya pejabat yang setingkat
dengan eselon IV;
E P
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
K
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
A N
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan;
I
(2) 1 (satu) rangkap untuk camat;
G
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan
perkawinan itu adalah Perangkat Desa, atau petugas yang
A I
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat yang setingkap
dengan eselon IV;
(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal;
W
c. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang
A
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, masing-masing
G
dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 4 (empat), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan;
P E
(2) 1 (satu) rangkap untuk Camat;
(3) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Desa, apabila yang melakukan
K E
perkawinan itu adalah Perangkat Desa atau petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
(4) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
N
16. Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan;
A
b. Pas foto suami ukuran 3 x 4 cm dan warna hitam putih dengan
I
ketentuan di belakang pas foto tersebut dituliskan nama lengkap
A G suami serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil
yang menjadi istri.
17. Salinan surat sah nikah/akta perkawinan bagi:
B
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun dibuat
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
(1) Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hirarki;
(2) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang
disampaikan melalui Pejabat, atau Pejabat lain yang ditunjuk
olehnya.
b. Pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa,
dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa,
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 277 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
A I
c. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di desa, dibuat sekurang-kurangnya dua lembar
yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang disampaikan melalui
saluran hirarki.
A W
VI. PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN TERTENTU
E G
1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan melakukan perceraian atau untuk
beristri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan
P
menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri
Sipil yang berkedudukan sebagai:
E
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan
K
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan
A N
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, termasuk Wakil Gubernur Kepala
Daerah Tk. I, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Presiden.
I
b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Wakil
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di
B dan Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh Ijin lebih
dahulu dari menteri yang secara teknis membawahi Bank Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.
d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik
Daerah, wajib memperoleh ijin lebih dahulu dari Kepala Daerah
Tingkat I/ Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
e. Anggota Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara wajib memperoleh ijin
lebih dahulu dari Menteri/Pimpinan instansi induk yang bersangkutan.
A N
2. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai
I
perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk di periksa, apakah ia benar melakukan hidup
A
bersama dengan wanita/pria di luar ikatan perkawinan yang sah.
3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tertulis oleh Pejabat atau pejabat
W
lain yang ditunjuk olehnya.
4. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil
A
yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar
ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersama itu.
E G
bersangkutan diperingatkan secara tertulis agar ia menghentikan hidup
E P
VIII. PENDELEGASIAN WEWENANG
1. Pejabat dapat mendelegasikan sebagaian wewenangnya kepada pejabat
K
lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau
yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian Ijin bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkai I golongan ruang
A N
II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu untuk:
a. Melakukan perceraian atau beristri lebih dari seorang.
I
b. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai
Negeri Sipil.
A G
2. Pendelegasian wewenang tersebut dilakukan dengan surat keputusan,
yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XX Surat
Edaran ini.
B
3. Pejabat yang menerima delegasi wewenang, tidak dapat mendelegasikan
lagi wewenang yang diterimanya itu kepada pejabat lain.
IX. SANKSI
1. Pegawai Negeri Sipil kecuali Pegawai Bulanan di samping pensiun
dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil , apabila:
a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari
Pejabat;
b. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin lebih dahulu dari
Pejabat;
c. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil;
d. Menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai
Negeri Sipil tanpa memperoleh Ijin lebih dahulu dari Pejabat;
e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar lkatan
perkawinan yang sah dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh
pejabat, tidak menghentikan perbuatan hidup bersama itu.
2.
3.
Pegawai Bulanan disamping pensiun apabila melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dibebaskan dari jabatannya.
Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang J P
Nomor 8 tahun 1974, hukuman disiplin tersebut dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum menurut ketentuan dan tata cara D
N
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
jo Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980.
A
4. Bagi:
a. Pegawai Bank Milik Negara;
b. Pegawai Bank Milik Daerah;
A I
W
c. Pegawai Badan Usaha Milik Negara; dan
d. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah,
A
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri itu dilakukan
oleh Pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan.
5. Bagi Kepala Desa,
E G
Perangkat Desa, dan petugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaaan sendiri dilakukan oleh Bupati Kepala
yang
6.
P
Daerah Tk. II yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
E
permintaan sendiri tersebut, kepadanya diberikan hak-hak kepegawaian
K
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Umpamanya:
a. Kepada Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
A N
Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri, diberikan pensiun apabila ia telah
I
mempunyai masa kerja pensun sekurang-kurangnya 20 tahun;
b. Kepada pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha
1. PENCATATAN
a. Setiap instansi memelihara catatan mutasi keluarga, yaitu catatan
perkawinan, perceraian, kelahiran/pertambahan anak, dan kematian.
b. Pencatatan itu dilakukan dengan tertib/teratur, dan terus-menerus
oleh Pejabat di bidang kepegawaian.
c. Mutasi keluarga tersebut dicatat dalam Buku Induk yang dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXI Surat Edaran
ini.
J P
d. Pencatatan Mutasi keluarga di Badan Administrasi Kepegawaian
Negara di samping dicatat dalam Buku Insuk dicatat juga dalam Kartu
D
N
Induk serta direkam juga dalam komputer.
2. LAPORAN MUTASI
KELUARGA
IA
A
a. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan kepada pejabat melalui
saluran hirarki setiap mutasi keluarganya yaitu:
(1) Laporan perkawinan pertama dan laporan perkawinan Pegawai
A W
Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda, sebagai tersebut
G
(3) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria yang beristri lebih
dari seorang sebagai tersebut dalam angka IV.
E
(4) Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi
istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri
P
Sipil, sebagai tersebut dalam angka V.
E
(5) Laporan kelahiran / pertambahan anak yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam Lampiran XXII Surat Edaran ini
K
dan dilampiri dengan akta kelahiran / surat keterangan kelahiran /
keputusan pengadilan.
(6) Laporan kematian anak yang dibuat menurut contoh sebagai
A N
tersebut dalam Lampiran XXIII Surat Edaran ini dan dilampiri
dengan surat keterangan kematian.
I
(7) Laporan kematian istri / suami yang dibuat menurut contoh
sebagai tersebut dalam lampiran XXIV Surat edaran ini dan
B
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
(2) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.
c. Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan
disamping pensiun, laporan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga),
yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
IA
(4) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria
yang beristri lebih dari seorang, sebagai tersebut dalam lampiran
XXV-D.
A
(5) Surat pengantar laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita
menjadi istri kedua / ketiga / keempat dari pria yang bukan
E G
(8) Surat pengantar laporan kematian istri/suami sebagai tersebut
dalam lampiran XXV-H.
E P
e. Ketentuan tentang laporan sebagai tersebut dalam huruf d di atas,
berlaku juga bagi pengiriman kepada pejabat yang dilakukan melalui
saluran hirarki, dengan perubahan seperlunya.
K
N
XI. DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBELUM
BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983
A
1. UMUM
I
A G
a. Pegawai Negeri Sipil yang telah berkeluarga sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, wajib mengisi Daftar
Keluarga yang memuat nama istri/suami dan anak, yang dibuat
menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVI Surat Edaran
B ini.
b. Daftar keluarga tersebut disahkan kebenarannya oleh atasan
langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-
rendahnya pejabat eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan
itu.
c. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping
pensiun, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam
rangka 3 (tiga), yaitu:
(1) 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran
hirarki.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 282 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
2. PAS FOTO
IA
a. Daftar Keluarga tersebut dilengkapi dengan pas foto istri/suami,
A
ukuran 3x4 cm dan warna hitam putih, dengan ketentuan bahwa di
belakang pas foto dituliskan nama lengkap suami/istri serta nama dan
A W
NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
b. Pas foto tersebut dibuat sekurang-kurangnya:
(1) 3 (tiga) lembar pas foto istri/ suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
E G
1974 dan pegawai bulanan di samping pensiun, yaitu:
(a) 1 (satu) lembar untuk Pejabat.
(b) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
E P
Kepegawaian Negara.
(2) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara,
Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
K
Milik Daerah, yaitu untuk pejabat.
(3) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat
Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
A N
di Desa, yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang
bersangkutan.
I
c. Pas foto tersebut dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan
kemudian dijahitkan pada Daftar Keluarga yang bersangkutan.
A G
3. PENGIRIMAN
a. Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami tersebut disampaikan oleh
B
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kepada atasan langsungnya
untuk diteruskan kepada yang berkepentingan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun disampaikan
kepada:
(a) Pejabat melalui saluran hirarki.
(b) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara melalui
Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 283 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
(2) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami pegawai Bank Milik
Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan
Badan Usaha Milik Daerah disampaikan kepada Pejabat melalui
saluran hirarki.
(3) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat
Desa, dan petugas yang menyelenggarakan pemerintahan di
Desa disampaikan kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II yang
bersangkutan melalui saluran hirarki.
b. Daftar Keluarga dan pas foto tersebut dikirimkan oleh atasan
langsung kepada pejabat dengan surat pengantar menurut contoh
J P
D
sebagaimana tersebut dalam lampiran XXVII Surat Edaran ini.
c. Daftar Keluarga dan pas foto Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai
A I
Kepegawaian Negara dengan surat pengantar yang dibuat menurut
contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVIII Surat Edaran ini.
A W
G
1. UMUM
a. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Istri disingkat
P E
KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu
K E
Sipil, dalam arti bahwa pemegangnya adalah istri / suami sah dari
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
c. KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri /
suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
N
d. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai
Negeri Sipil tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah
IA
diberikan kepada istri/ suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi.
e. Apabila seorang istri / suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka
KARIS/KARSU yang telah diberikan kepadanya, dengan sendirinya
A G tidak berlaku lagi, tetapi apabila ia rujuk / kawin kembali dengan bekas
suami / istrinya, maka KARIS/KARSU tersebut dengan sendirinya
berlaku kembali.
2. PENETAPAN KARIS /
KARSU
a. KARIS / KARSU bagi suami / istri Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai
I
Dimaksud Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Dan Pegawai
Bulanan Di Samping Pensiun A
a. Karis / Karsu Bagi Istri / Suami Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana
(1) Umum
A
(a) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil
A W
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun yang
perkawinannya berlangsung sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, ditetapkan oleh Kepala
E G
Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah Daftar
Keluarga dan pas foto diterima dari pimpinan instansi yang
bersangkutan.
E P
(b) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, yang
K
perkawinannya dilangsungkan sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ditetapkan oleh Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah diterima
IA
sebagai tersebut dalam lampiran XXXI Surat Edaran ini.
(e) Berdasarkan permintaan pejabat yang bersangkutan, maka
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara mengganti
A
KARIS / KARSU yang hilang itu dengan ketentuan sebagai
berikut:
A W
i. Kehilangan KARIS / KARSU karena kesalahan atau
kelalaian, maka istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diwajibkan membayar harga KARIS /
KARSU menurut harga yang akan ditentukan kemudian.
E G
ii. Kehilangan KARIS / KARSU di luar kesalahan istri / suami
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, akan diganti
dengan cuma-cuma.
E P
(f) Laporan kehilangan KARIS / KARSU dibuat sekurang-
kurangnya dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:
i. 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui
K
saluran hirarki.
ii. 1 (satu) rangkap sebagai lampiran permintaan
penggantian KARIS / KARSU kepada Kepala Badan
c. Karis / Karsu Bagi Istri / Suami Kepala Desa, Perangkat Desa, Dan
Petugas Yang Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Desa
KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan
petugas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di Desa
ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan
dengan berpedoman pada ketentuan angka 1,2,dan angka 3 huruf a.
P
XIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
J
1. Ketentuan sebagai tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 dan ketentuan sebagai tersebut dalam Surat Edaran ini tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun
1974, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019) dan Peraturan D
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
A N
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan Peraturan
E
(3) Sedang menerima uang tunggu;
luar negeri;
E P
(4) Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara;
(5) Sedang menjalani tugas belajar baik di dalam negeri maupun di
K
negara sahabat, atau instansi lain.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka dinyatakan tidak berlaku lagi:
N
a. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor A.07/KUP/1969
tanggal 18 Oktober 1969.
A
I
b. Surat Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai Nomor 01/KUP/1972
tanggal 24 Januari 1972.
A G
c. Bab-B, angka II dari lampiran Keputusan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 024/KEP/1973 tanggal 15 Maret 1973.
4. Pendaftaran keluarga yang telah dilakukan berdasarkan ketentuan Surat
Edaran Kepala Kantor Urusan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam
XIV. PENUTUP
1. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur
P
kemudian.
2. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, agar
menghubungi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk
mendapatkan penyelesaian selanjutnya.
3. Seterimanya Surat Edaran ini agar pejabat hendaknya dengan segera
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud D J
Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya
masing-masing.
A N
4. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
.
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
P
sebagai tersebut di bawah ini:
E
:
:
K
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
e. Satuan organisasi *-3
:
:
:
A N
f. Tanggal lahir
g. Agama/kepercayaan terhadap
:
I
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
:
:
A G
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-4
b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak . Lembar *-5
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:
(..................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
J P
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya D
N
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-5 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; IA
A
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
W
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
A
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
P
sebagai tersebut di bawah ini:
E
:
:
K
c. Pangkat/golongan ruang *-3
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
e. Satuan organisasi *-3
:
:
:
A N
f. Tanggal lahir
g. Agama/kepercayaan terhadap
:
I
Tuhan Yang Maha Esa
h. Alamat
:
:
A G
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-4
b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak . Lembar *-5
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:
(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-4 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
J P
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya D
N
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
*-5 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat; IA
A
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat
W
atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
A
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
..................... dengan
bernama.................
E P
Telah melakukan zinah pada tanggal jam ............... di
seorang wanita/pria *-3 yang mengaku
K
Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah sebagai berikut :
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
3. Dan seterusnya.
A N
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila
I
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.
B
1. (..............................) 2. (............................)
NIP/Nomor Identitas *-2 NIP/Nomor Identitas *-2
Mengetahui:
(....................................)
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
J P
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada. D
N
*-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-3 Coret yang tidak perlu.
IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
: D
b. NIP / Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang *-2
:
:
A N
d. Jabatan / Pekerjaan *-2
e. Satuan organisasi
7. Alamat
:
:
:
A I
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa suami/istri *-3 saya:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-1
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
:
:
:
: A W
5. Satuan organisasi
6. Alamat
E G
:
:
telah melakukan zinah pada tanggal ..
P
jam.. di .
dengan seorang wanita/pria *-3 yang mengaku bernama
E
. Adapun kami mengetahui kejadian perzinahan itu adalah
K
sebagai berikut:
1.
2.
N
3. dan seterusnya.
A
I
Demikianlah laporan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia
A G
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.
.., tanggal
Kami yang membuat pernyataan:
B (.)
NIP / Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-3 Coret yang tidak perlu.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 295 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
A N
3. Pangkat/golongan ruang *-2
4. Jabatan / Pekerjaan *-2
5. Satuan Organisasi *-3
6. Tanggal lahir
:
:
: A I
1. Nama
7. Alamat
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa:
A W
3. Pangkat/golongan ruang *-3
4. Jabatan / Pekerjaan *-3
5. Satuan Organisasi *-3
E
:
:G :
6. Alamat
kami kenal sejak tanggal
E P :
.. sebagai
pemadat/pemabuk/penjudi *-1 yang sukar disembuhkan, dengan keterangan
K
sebagai berikut:
1. ................................................................................................................... ...
2. ......................................................................................................................
3. Dan seterusnya.
N
Demikianlah pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila
A
I
kemudian hari ternyata pernyataan kami ini tidak benar, kami bersedia
menerima segala tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwajib.
B
1. (..............................) 2. (............................)
NIP/Nomor Identitas *-1 NIP/Nomor Identitas *-1
Mengetahui:
(....................................)
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 296 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
A W
Dengan ini mengajukan permintaan agar saya diijinkan untuk melakukan
perceraian dengan istri / suami *-2 saya:
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
c. Pangkat/golongan ruang *-3
E G :
:
:
d. Jabatan / Pekerjaan *-3
:
f. Alamat
K :
2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin untuk melakukan
perceraian adalah:
A N
a.
b.
I
c. dan seterusnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:
A G
a.
b.
c. dan seterusnya.
4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya untuk
......................, .....................................
Yang Meminta Ijin
(...................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
: IA
A
Tentang permintaan ijin untuk melakukan perceraian
dengan istri/suaminya *-3:
1. Nama
2. NIP/Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-4
4. Jabatan / Pekerjaan *-4 A W :
:
:
:
5. Satuan organisasi
E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:
Menimbang
7. Alamat
E P :
: a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
oleh Sdr. tersebut untuk melakukan
K
perceraian itu bertentangan dengan akal sehat dan tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
A N b. dst. * -5
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
A G
Mengingat
. tersebut.
: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
Surat Keputusan
Nomor tanggal
J P
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan D
N
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-9.
Memperhatikan :
A
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
I
MEMUTUSKAN
A
Menetapkan
PERTAMA
:
: W
Menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian yang
A
diajukan pada tanggal . oleh:
1. Nama :
E G
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
:
:
:
E P
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:
:
KEDUA
KETIGA
:
:
K
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan
A N sebagaimana mestinya.
I Ditetapkan di
A G Pada Tanggal
*-1
B (.)
NIP/Nomor Identitas *-2
CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Coret yang tidak perlu.
*-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
*-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab penolakan permintaan ijin
perceraian, apabila ada.
*-6
*-7
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
J P
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa. D
N
*-8 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
*-9 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
IA
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
G
6. Agama/kepercayaan terhadap
E
Tuhan Yang Maha Esa
7. Alamat
:
:
Menimbang :
P
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
E
oleh Sdr. tersebut untuk melakukan
perceraian itu tidak bertentangan dengan akal sehat dan
K
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. dst. * -5
A G
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Surat Keputusan
Nomor
..
tanggal
tentang Pendelegasian Wewenang
J P
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan D
N
. *-9.
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
MEMUTUSKAN IA
Menetapkan : A
PERTAMA : Memberikan ijin kepada:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang A W :
:
:
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:
1. Nama
E P
Tuhan Yang Maha Esa :
Untuk melakukan perceraian dengan istri/suaminya *-3:
:
K
2. NIP/Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang *-4
4. Jabatan / Pekerjaan *-4
:
:
:
A N 5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
A G :
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
B Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1
(.)
NIP/Nomor Identitas *-2
CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
*-3
*-4
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
Coret yang tidak perlu.
Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
J P
*-5 Tulislah alasan lain yang menjadi sebab pemberian ijin perceraian,
apabila ada. D
N
*-6 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-7
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa. IA
Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
*-8
A
Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
*-9
W
Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
A
E G
E P
K
A N
I
A G
B
LAPORAN PERCERAIAN
J P
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: D
N
1. Nama :
2. NIP / Nomor Identitas *-1 :
3. Pangkat/golongan ruang
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
:
:
: I A
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa : A
*-2, Nomor .
Negeri
Tanggal
. Tentang Pemberian Ijin Perceraian dan surat cerai/akta
*-3
.. Nomor
E G
.
., saya telah melakukan perceraian dengan istri /
suami *-3 saya:
Tanggal
1. Nama
E
2. NIP/Nomor Identitas *-1P
3. Pangkat/golongan ruang *-4
:
:
:
K
4. Jabatan / Pekerjaan *-4
5. Satuan organisasi *-4
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:
A
7. Alamat N
Tuhan Yang Maha Esa :
:
I
2. Bersama ini saya lampirkan salinan sah surat cerai / akta perceraian
dalam rangkap . ( ).
A G
3. Demikian untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
B (.........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.
*-3 Coret yang tidak perlu.
*-4 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 306 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
A
2. Demikian surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya
dan apabila di kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat
E P ., tanggal.
Yang Membuat Jaminan
K
A N (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *
I
A GCATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
b. Tanggal lahir
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
E G :
:
d. Alamat
E P :
2. Adapun alasan-alasan untuk beristri lebih dari seorang adalah sebagai
berikut:
K
a.
b.
c.
A N
d.
e.
I
f. dan seterusnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:
A G
a. Surat persetujuan dari istri ke .
b. Salinan sah surat keterangan pajak penghasilan.
c. Surat jaminan berlaku adil.
d. Surat keterangan dari dokter pemerintah yang menyatakan bahwa:
4. Demikian surat permintaan ijin ini saya buat dengan sesungguhnya, untuk
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
(........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
J P
CATATAN : D
N
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
*-2
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
I
Lampirkan salah satu surat keterangan atau lebih dari dokter
pemerintah sehubungan dengan alasan yang dimaksudkan. A
*-3
A
Tulislah jabatan dari atasan yang menyatakan bahwa perkawinan
yang akan dilangsungkan tidak akan mengganggu tugas
kedinasan.
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
A
:
W
Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila
yaitu:
a. Nama
G
Saudara .. tersebut kawin dengan calon istri ke ..
E :
b. Tanggal lahir
:
d. Alamat
K :
akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya.
2. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan
N
mengingat sumpah jabatan.
A
I .., tanggal .
A G .
B (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *
CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
A
:
W
Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa apabila
yaitu:
a. Nama
G
Saudara .. tersebut kawin dengan calon istri ke ..
E :
b. Tanggal lahir
:
d. Alamat
K :
Tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas kedinasannya.
2. Demikian surat keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dengan
N
mengingat sumpah jabatan.
A
I .., tanggal ..
A G .
B (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *
CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
Membaca
. *-1
: IA
A
Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke.
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama
2. Tanggal Lahir
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa A W :
:
Menimbang :
4. Alamat
E G :
E P
oleh Sdr. tersebut untuk kawin
dengan istri ke bertentangan dengan akal sehat dan
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
K
berlaku;
b. dst. * -3
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
Mengingat
I :
tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Surat Keputusan
Nomor
..
tanggal
tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
J P
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7. D
N
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
MEMUTUSKAN
IA
Menetapkan
PERTAMA
:
: A
Menolak permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke
. Yang diajukan oleh:
1. Nama
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang A W :
:
:
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
E G
6. Agama/kepercayaan terhadap
:
:
KEDUA
KETIGA
:
:
E P
Tuhan Yang Maha Esa :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
K
Sipil yang bersangkutan untuk diindahkan dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
A N Ditetapkan di
I Pada Tanggal
*-1
A G (.)
CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab penolakan
permintaan ijin beristri lebih dari seorang, apabila ada.
*-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa.
J P
*-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada. D
N
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
IA
Tentang permintaan ijin untuk kawin dengan calon istri ke.
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama
2. Tanggal Lahir
:
: A
Menimbang :
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
4. Alamat
A W :
:
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
E G
oleh Sdr. tersebut untuk kawin
dengan istri ke tidak bertentangan dengan akal
sehat dan tidak bertentangan dengan peraturan
b. dst. * -3
E P
perundang-undangan yang berlaku;
K
dikemukakan di atas dipandang perlu menyetujui
permintaan ijin yang
. tersebut.
diajukan oleh Sdr.
Mengingat
Surat Keputusan
Nomor tanggal
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
Memperhatikan :
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7.
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
J P
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
D
N
MEMUTUSKAN
Menetapkan
PERTAMA
:
: Memberikan ijin kepada:
1. Nama IA:
2. NIP / Nomor Identitas *-2
3. Pangkat/golongan ruang
:
: A
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan organisasi
6. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa A W :
:
G
Untuk melakukan perkawinan dengan calon istri ke .
E
sebagai tersebut di bawah ini:
1. Nama :
E P
2. Tanggal Lahir
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
:
KEDUA
KETIGA
:
: K
4. Alamat :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
I
A G Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1
B (.)
NIP/Nomor Identitas *-2
CATATAN :
*-1 Tuliskan jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-3 Tulislah alasan-alasan lain yang menjadi sebab permintaan ijin
beristri lebih dari seorang diberikan, apabila ada.
*-4 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin adalah Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
*-5 Hanya dicantumkan apabila yang meminta ijin itu, adalah Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Desa.
J P
*-6 Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada. D
N
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat.
IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
E
:
:
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
d. Alamat K :
:
A N
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-3
I
b. Pas foto istri saya ukuran 3x4 cm, warna hitam putih sebanyak .
Lembar *-4
A G
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar:
a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya.
b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat
(..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada:
1. ...............................................................
2. dst.
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.
*-3 Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan
sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
1. 1 (satu) rangkap untuk pejabat;
2. 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat;
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
J P
*-4
dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.
Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang- D
N
Undang Nomor 8 Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu:
1. 1 (satu) lembar untuk pejabat;
2. 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi
IA
Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui pejabat;
A
sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya
dalam rangkap 2 (dua) lembar yaitu untuk pejabat.
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
:
A W
sebagai istri saya yang ke *-2 saya akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak saya.
E G
2. Demikian surat jaminan berlaku adil ini saya buat dengan sesungguhnya
dan apabila di kemudian hari ternyata saya tidak memenuhi isi surat
E
oleh Pejabat yang berwajib. P
jaminan ini, maka saya bersedia menerima segala tindakan yang diambil
K ., tanggal
Yang Membuat Jaminan
A N
I (..........................................)
A G CATATAN :
*-1
NIP/Nomor Identitas *-1
B *-2
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
Tulislah akan menjadi istri yang ke berapa.
b. Tanggal lahir
c. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
E G :
:
d. Pekerjaan
e. Alamat
E P :
:
2. Adapun alasan-alasan yang mendasari permintaan ijin menjadi istri ke....
adalah:
K
a.
b.
c. dst.
A N
3. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:
I
a. Surat persetujuan dari istri calon suami.
b. Surat keterangan pajak penghasilan calon suami.
G
c. Surat jaminan berlaku adil dari calon suami.
4. Demikian surat permintaan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan agar
(..........................................)
NIP/Nomor Identitas *
CATATAN :
* Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
:
:
Menimbang :
G
a. bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
E
oleh Sdr. untuk menjadi istri ke
dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil bertentangan
E P
dengan akal sehat dan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. dst. * -3
K
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dikemukakan di atas dipandang perlu menolak permintaan
ijin yang diajukan oleh Sdr. .
Mengingat
A N:
tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
6. dst. *-6;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3250);
Surat Keputusan
Nomor tanggal
.. tentang Pendelegasian Wewenang
Mengenai Penolakan/ Pemberian Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil Dalam Lingkungan
. *-7.
J P
Memperhatikan : Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983. D
MEMUTUSKAN
A N
Menetapkan
PERTAMA
:
: I
Menolak permintaan ijin yang diajukan pada tanggal .
oleh:
7. Nama : A
8. NIP / Nomor Identitas *-2
9. Pangkat/golongan ruang
10. Jabatan / Pekerjaan
11. Satuan organisasi A W :
:
:
:
E :
Untuk menjadi istri ke . dari pria yang bukan Pegawai
1. Nama P
Negeri Sipil sebagai tersebut di bawah ini:
E
2. Tanggal Lahir
:
:
K
3. Agama/kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
4. Alamat
:
:
KEDUA
KETIGA
A N:
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Pegawai Negeri
A G Ditetapkan di
Pada Tanggal
*-1
B
(.)
NIP/Nomor Identitas *-2
*-6
urusan pemerintahan di Desa.
Tulislah peraturan / Peraturan Perundang-undangan lain yang
dianggap perlu, apabila ada.
J P
*-7 Hanya dicantumkan apabila yang membuat surat keputusan
adalah pejabat yang diberi delegasi wewenang oleh pejabat. D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
: A W
e. Alamat :
2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan:
E G
a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap . *-3
Lembar *-4
E P
b. Pas foto suami saya ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih sebanyak .
K
a. Perkawinan tersebut dicatat dalam Daftar Keluarga saya.
b. Diselesaikan pemberian KARSU bagi istri saya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat
A N
digunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
I
A G (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
B
TEMBUSAN disampaikan dengan hormat kepada:
1. ...............................................................
2. dst.
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Tulislah nama jabatan pejabat yang mengeluarkan keputusan.
IA
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
KEPUTUSAN . *-1
NOMOR : .
TENTANG
PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/PEMBERIAN
IJIN
PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM LINGKUNGAN *-2
J P
.. *-1
D
N
Menimbang : a. bahwa dipandang perlu memberikan delegasi wewenang
kepada Pejabat dalam lingkungan .*-2
IA
untuk menolak atau memberikan ijin perkawinan atau
perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat golongan ruang II/d ke bawah / yang setingkat
A
dengan itu dalam lingkungannya masing-masing;
b. bahwa para pejabat sebagai tersebut dalam lampiran
Mengingat :
W
keputusan ini dipandang cakap untuk menerima
pemberian delegasi wewenang tersebut;
A
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,
E G
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun
3037);
E P
1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
K
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
MEMUTUSKAN
Pasal 2 D
adalah:
A N
Penolakan atau pemberian ijin perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
A I
a. Perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pria dengan istri
kedua/ketiga/keempat.
b. Perkawinan yang telah dilakukan Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
A W
Pasal 4
G
Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk diindahkan dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
E
E P Ditetapkan di
K Pada Tanggal
*-1
A N
I (.)
A G
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:
NIP/Nomor Identitas *-6
B
1.
2. dst.
CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan pejabat yang mengeluarkan surat keputusan
mengenai pendelegasian wewenang.
*-2 Tulislah instansi dalam lingkungan mana keputusan mengenai
pendelegasian wewenang berlaku.
*-3 Hanya dicantumkan apabila pendelegasian wewenang meliputi
wewenang penolakan / pemberian ijin perkawinan dan perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah..
"Surat Edaran Kepala BKN Nomor 08/SE/1983"
- 328 - PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
LAMPIRAN KEPUTUSAN .
NOMOR :
TANGGAL :
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N .., tanggal ..
I .
A G
B
(..........................................)
1. NAMA :
2. STATUS
3. PANGKAT DAN GOL.RUANG
:
:
J P
D
4. TEMPAT LAHIR :
5. TAHUN LAHIR :
6. JENIS KELAMIN
7. AGAMA
:
:
A N
8. INSTANSI INDUK
9. MULAI MASUK MENJADI PNS
:
: TGL. THN.
A I
W
10. INSTANSI TEMPAT BEKERJA :
11. KABUPATEN / KOTAMADYA :
12. PROPINSI :
A
13. PENDIDIKAN
E G
P
a. Pendidikan Umum (Dalam dan Luar Negeri)
No Nama Pendidikan Negeri/Swasta Tahun Ijazah
K E
b. Kursus / Latihan Dalam Negeri
Lamanya
N
No Nama Kursus/Latihan
Tahun Bulan
I A
c. Kursus / Latihan Luar Negeri
No
A G Nama Kursus/Latihan
Tahun
Lamanya
Bulan
B
14. SUSUNAN KELUARGA
16. LAIN-LAIN
No Hal-hal Keterangan
J P
CATATAN : D
*-1
N
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
A
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
A IBU *-3
1 2 3
E G
4 5 6
E P .., tanggal ..
Yang Melaporkan
K
A N (..........................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
Mengetahui
I
G
.............................................
BA (................................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan /akta kelahiran.
*-3 Tulis nama ibu apabila yang melaporkan ayahnya atau tulislah
nama ayah apabila yang melaporkan ibunya.
KEMATIAN
IBU *-3
KETE-
RANGAN
1 2 3 4
E G 5 6 7
E P
Mengetahui K .., tanggal ..
A N
......................................... Yang Melaporkan
I
A G
(.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
(....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
B CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian.
*-3 Tulis nama ibu apabila yang melaporkan ayahnya atau tulislah
nama ayah apabila yang melaporkan ibunya.
1 2 3
E G
4 5 6
E P
Mengetahui K .., tanggal ..
A N
......................................... Yang Melaporkan
I
A G (.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
B CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Lampirkan salinan sah surat keterangan kematian.
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Perkawinan Pertama
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil
A N
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan
A
perkawinan yang pertama, dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi
I
W
istri/ suami yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan
diserahkan kepada kami.
A
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
rangkap 1 (satu)
E P
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
K
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
N
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
A
I .................................... *
A G
B (....................................)
NIP
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
Jenis Pangkat
Kawin Dengan
Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Lap.
Salinan sah
Pas Foto
J P
No Nama NIP Kela-
min
Gol.
Ruang
Nama Perkawi-
nan
Perkawin-
an dalam
surat
nikah/akta
Seba-
nyak D Ket
1 2 3 4 5 6 7
Rangkap
8
perkawinan
A N 10 11
A I
A W
E G .............., tanggal ................
......................................
E P
K .......................................
A N NIP
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran :
Perihal : Laporan Perkawinan Janda / Duda
Pegawai Negeri Sipil
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
J P
JAKARTA
D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil
A N
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melangsungkan
perkawinan lagi setelah menduda/menjanda beberapa lama, dengan
permintaan agar KARIS / KARSU bagi istri/ suami yang bersangkutan
A I
A W
dapat hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
rangkap 1 (satu)
E P
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
K
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
A N
I .................................... *
A G (....................................)
B NIP
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
Jenis Pangkat
Kawin Dengan
Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Lap.
Salinan sah
Pas Foto
J P
No Nama NIP Kela-
min
Gol.
Ruang
Nama Perkawi-
nan
Perkawin-
an dalam
surat
nikah/akta
Seba-
nyak D Ket
1 2 3 4 5 6 7
Rangkap
8
perkawinan
A N 10 11
A I
A W
E G ..............., tanggal ...............
......................................
E P
K .......................................
A N NIP
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Perceraian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
di
JAKARTA D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil
A N
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
A I
sebagai tersebut dalam lampiran surat ini telah melakukan perceraian..
W
dilampirkan:
a. Laporan perceraian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
A
b. Salinan sah surat cerai / keputusan perceraian masing-masing dalam
rangkap 1 (satu).
E G
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
E P .................................... *
K
A N (....................................)
NIP
I
A G
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
No Nama NIP
Jenis
Kela-
Pangkat
Gol.
Kawin Dengan
Tanggal
Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Laporan
Percerai-
Salinan sah
surat Pas Foto
J P
Ket
D
Nama Percerai- cerai/kepu- Seba-
min Ruang an dalam tusan
an Perceraian nyak
Rangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A N 10 11
A I
A W
E G ................, tanggal ..............
......................................
E P
K .......................................
A N NIP
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Pegawai Negeri Sipil
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Yang Beristri Lebih dari Seorang di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa saya Pegawai Negeri Sipil
A I
yang beristri lebih dari seorang sebagai tersebut dalam lampiran surat ini,
dengan permintaan agar KARIS / KARSU bagi yang bersangkutan dapat
hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.
A W
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
E G
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
rangkap 1 (satu)
E P
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
K
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
N
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
A
I .................................... *
A G (....................................)
B
CATATAN :
NIP
P
Kawin Dengan Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
Pangkat Lap. Salinan sah
Tanggal Pas Foto
J
No Nama NIP Gol. Istri Perkawin- surat Ket
Nama Perkawi- Seba-
Ruang ke an dalam nikah/akta
nan nyak
D
Rangkap perkawinan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A N
A I
A W
..............., tanggal ...............
......................................
E G
E P .......................................
K NIP
A N
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
J P
D
Perihal : Laporan Perkawinan Pegawai Jl. Letjen Sutoyo No. 12
Negeri Sipil Wanita menjadi di
istri kedua/ketiga/keempat JAKARTA
Dari Pria yang Bukan Pegawai
Negeri Sipil
A N
A I
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, bahwa Pegawai Negeri Sipil wanita
yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai
A W
Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan
agar KARSU bagi yang bersangkutan dapat hendaknya ditetapkan dan
diserahkan kepada kami.
E G
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
E P
a. Laporan perkawinan masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
b. Salinan sah surat nikah / akta perkawinan masing-masing dalam
rangkap 1 (satu)
K
A N
c. Pas foto istri / suami, ukuran 3x4 cm, warna hitam putih masing-
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
I
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
A G .................................... *
B (....................................)
NIP
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
Pangkat
Kawin Dengan Bahan Kelengkapan yang Dilampirkan
J P
No Nama NIP Gol.
Ruang Nama
Tanggal
Perkawinan
Istri
Ke
Laporan
Perkawin-
an dalam
Salinan sah
surat
nikah/akta
Pas
Foto
Seba-D Ket
1 2 3 4 5 6 7
Rangkap
A
10 N
perkawinan nyak
11 12
A I
A W
E G ................, tanggal ..............
......................................
E P
K .......................................
A N NIP
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kelahiran /
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Pertambahan Anak
Pegawai Negeri Sipil
di
JAKARTA D
A N
Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini..
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama iniA I
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kelahiran / pertambahan anak dari
dilampirkan:
A W
a. Laporan kelahiran / pertambahan anak masing-masing dalam rangkap
1 (satu)
E G
b. Salinan sah surat kelahiran / akta kelahiran masing-masing dalam
rangkap 1 (satu).
E P
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
K .................................... *
A N
I (....................................)
A G
CATATAN :
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
NIP
No
Nama NIP
Jenis
Kela-
Pangkat
Gol. Nama Ke
Jenis
Kela-
Tanggal
Laporan
Pertambah
an Anak
Salinan
J
Sah Surat
P
Kelahiran /
Akta
Ket
D
Lahir
min Ruang min dalam Kelahiran
Rangkap dalam
Rangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A N 11 12
A I
A W
E G
P
................, tanggal ..............
......................................
KE
A N .......................................
I NIP
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kematian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Anak Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, kematian anak Pegawai Negeri
Sipil sebagai tersebut dalam lampiran surat ini..
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini A I
dilampirkan:
A W
a. Laporan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
E G
b. Salinan surat kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
E P .................................... *
K
A N (....................................)
NIP
CATATAN :
I
G
* Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
A
B
No
Bersangkutan
Jenis Pangkat
Salinan
Sah Surat
J P
Ket
D
Tanggal Laporan
Nama NIP Kela- Gol. Nama Ke Kematian
Kematian Kematian
min Ruang dalam
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A N Rangkap
10 11
A I
A W
E G
E P ................, tanggal ..............
......................................
K
A N
I .......................................
G
NIP
B A
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil
Lampiran :
Perihal : Laporan Kematian
Yth. Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
J P
Istri / Suami Pegawai Negeri Sipil di
JAKARTA D
A N
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, Pegawai Negeri Sipil yang istri /
A
suaminya meninggal dunia sebagai tersebut dalam lampiran surat ini.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
I
dilampirkan:
A W
a. Laporan kematian istri / suami masing-masing dalam rangkap 1 (satu)
E G
b. Surat keterangan kematian masing-masing dalam rangkap 1 (satu).
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
E P .................................... *1
K
A N (....................................)
NIP
CATATAN :
I
A G*-1
*-2
Tulislah jabatan Pejabat yang membuat laporan ini.
Hanya diisi, apabila yang meninggal istri Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
No
Bersangkutan
Jenis Pangkat
Salinan
Sah Surat
J P
Ket
D
Ke Tanggal Laporan .
Nama NIP Kela- Gol. Nama Kematian
*2 Kematian Kematian
min Ruang dalam
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A N Rangkap
10 11
A I
A W
E G
E P ................, tanggal ..............
......................................
K
A N
I .......................................
G
NIP
B A
I KETERANGAN PERORANGAN:
J P
1. Nama :
D
2. NIP / Nomor Identitas *-1 : :
A N
I
3. Pangkat/golongan ruang :
4. Jabatan / Pekerjaan
5. Satuan Organisasi
:
: A
6. Tanggal lahir :
A W
G
7. Jenis Kelamin :
P E :
II
9. Alamat
SUSUNAN KELUARGA
K E :
A.
N
ISTRI/SUAMI *3
A TANDA
INO NAMA
TANGGAL
LAHIR
TANGGAL
PERKAWINAN
ALAMAT
TANGAN
ISTRI/SUAMI
KET.
A G 1 2 3 4 5 6
*3
7
B. ANAK
JENIS TANGGAL NAMA
NO NAMA KET
KELAMIN LAHIR IBU/AYAH *3
1 2 3 4 5 6
J P
. *-4 .., tanggal
D
A N
(.......................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
A I
(.....................................)
NIP/Nomor Identitas *-1
CATATAN :
A W
*-1
G
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
E
*-2
*-3
*-4
Coret yang tidak perlu.
E P
Cantumkan semua istri dan semua anak, bukan hanya anak yang
tercantum dalam daftar gaji.
K
bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV atau yang setingkat
dengan itu.
A N
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. ............................................
Lampiran :
Perihal : Daftar Keluarga
Pegawai Negeri Sipil
di
................................
J P
D
1. Dengan ini disampaikan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri
A N
Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini.
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
dilampirkan:
A I
A W
a. Daftar Keluarga, masing-masing-masing-masing dalam
b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-
rangkap
E G
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
E P .................................... *1
K
A N (....................................)
G
CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar
BA *-2
Daftar Keluarga.
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas
bagi pegawai lain, apabila ada.
No Nama NIP
Jenis
Kela-
min
Pangkat/
Gol.
Ruang
Dilampirkan
Daftar Keluarga
Pas Foto Istri /
Suami
J P
Ket.
1 2 3 4 5
dalam Rangkap
6
Sebanyak
7 D 8
A N
A I
A W
E G ................, tanggal ..............
E P ...................................... *-1
K
A N .......................................
NIP/Nomor Identitas *-2
I
A G
B
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran :
Perihal : Daftar Keluarga
Pegawai Negeri Sipil
Kepegawaian Negara
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
J P
JAKARTA
D
1. Dengan ini dilaporkan dengan hormat, Daftar Keluarga Pegawai Negeri
A N
agar KARIS/KARSU bagi istri / suami yang bersangkutan dapat
hendaknya ditetapkan dan diserahkan kepada kami.
A I
Sipil sebagaimana tersebut dalam lampiran surat ini, dengan permintaan
dilampirkan:
A W
2. Sebagai bahan kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka bersama ini
E G
b. Pas foto istri / suami ukuran 3 x 4 cm, warna hitam putih masing-
E P
masing sebanyak 2 (dua) lembar.
3. Demikianlah untuk dimaklumi dan digunakan sebagaimana mestinya.
K .................................... *1
A N
I (....................................)
G
NIP/Nomor Identitas *-2
BA CATATAN :
*-1 Tulislah jabatan Pejabat yang menanda tangani surat pengantar
Daftar Keluarga.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 atau Nomor Identitas
bagi pegawai lain, apabila ada.
No Nama NIP
Jenis
Kela-
min
Pangkat
Gol.
Ruang
Dilampirkan
Daftar Keluarga
dalam Rangkap
Pas Foto Istri /
Suami P
Ket.
J
1 2 3 4 5 6
Sebanyak
7
D 8
A N
A I
A W
E G ................, tanggal ..............
...................................... *-1
E P
K .......................................
I
A G
B
A W
Sesampainya surat ini diminta agar Saudara menandatangani lembaran
tersebut di bawah ini dan kemudian mengirimkannya kembali kepada
kami.
G
, tanggal
Kepala Biro/Kepala Bagian Kepegawaian *-1
E
E P (................................................)
NIP/Nomor Identitas *-2
K Kepada:
Kepala Biro/Kepala Bagian Kepegawaian
A N di
I
Telah diterima dari Kepala Biro / Bagian Kepegawaian (satu)
KARIS/KARSU *-1 a.n. .. Nomor Seri
B , tanggal
Yang Menerima
(.)
CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya, apabila ada.
A W
2. Keterangan tentang sebab-sebab hilangnya KARIS/KARSU *-1 saya itu
adalah sebagai berikut:
a. ..
b. ..
c. . .
E G
d. dan seterusnya.
E P
3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar dapat hendaknya
diselesaikan penggantian KARIS/KARSU *-1 yang hilang itu, dan segala
K
resiko yang timbul sebagai akibat hilangnya KARIS/KARSU *-1 itu akan
saya tanggung sebagaimana mestinya.
4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk digunakan
A N
sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
I (................................)
B CATATAN :
(..)
Nomor : Kepada
Sifat : Konfidensil Yth. Kepala Badan Administrasi
Lampiran : Kepegawaian Negara
Perihal : Permintaan Penggantian
KARIS/KARSU
Jl. Letjen Sutoyo No. 12
di
JAKARTA
J P
1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat bahwa KARIS/KARSU *-1 D
Nomor Seri : .. :
a. Nama :
A N
b. Alamat :
c. Istri / Suami dari *-1 :
(1) Nama :
A I
(2) NIP / Nomor Identitas *-2 :
(3) Pangkat/golongan ruang :
(4) Jabatan / Pekerjaan
(5) Satuan organisasi
:
:
A W
E G
Dengan laporan tanggal dilaporkan telah hilang.
2. Setelah diadakan penelitian ternyata hilangnya KARIS/KARSU tersebut
adalah di luar / atas kelalaian *-1 istri / suami *-1 Pegawai Negeri Sipil
E P
yang bersangkutan. Untuk jelasnya tembusan dari laporan kehilangan
KARIS/KARSU *-1 tersebut dilampirkan pula pada surat ini.
3. Berhubung dengan itu, diminta agar kepada istri / suami *-1 Pegawai
K
Negeri Sipil tersebut dapat diberikan KARIS/KARSU *-1 pengganti.
4. Demikian atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.
A N .. tgl.
I *-2
A G (..)
NIP
B
TEMBUSAN dengan hormat disampaikan kepada:
1. ...........................................................................
2. ...........................................................................
CATATAN :
*-1 Coret yang tidak perlu.
*-2 Tulislah jabatan Pejabat yang mengajukan permintaan
penggantian KARIS/KARSU.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
I. PENDAHULUAN
1. UMUM
a. Sebagaimana diketahui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45
J P
Tahun 1990 telah ditetapkan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983 tentang Ijin perkawinan dan Perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil. D
b. Untuk menjamin kelancaran dan keseragaman
N
pelaksanaannya, dipandang perlu menetapkan petunjuk teknis
A
dalam
I
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang
A
Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
2. DASAR
A W
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3019);
E G
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3041);
E P
c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran
K
Negara Nomor 3050);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang
N
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran
IA
Negara Nomor 3058);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor
3. TUJUAN
Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk menyelesaikan
masalah perkawinan dan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.
II. PERCERAIAN
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh
ijin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
2. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
J P
perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh ijin
tertulis lebih dahulu dari pejabat. D
N
Contoh:
a. Saudara AMIR seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai istri
A
dahulu dari Pejabat. Setelah memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus
mengajukan gugatan perceraian melalui pengadilan setempat.
A W
b. Saudara ISTI seorang Pegawai Negeri Sipil mempunyai suami
bernama ANTO. Saudari ISTI bermaksud akan mengajukan gugatan
perceraian terhadap suaminya. Untuk melaksanakan maksudnya
tersebut saudari ISTI yang berkedudukan sebagai penggugat wajib
E G
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat. Setelah
memperoleh ijin tertulis tersebut, ia harus mengajukan gugatan
perceraian melalui pengadilan setempat.
E P
3. Pegawai Negeri Sipil baik pria maupun wanita yang akan melakukan
perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib memberitahukan
secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya melalui saluran
K
hirarki kepada Pejabat untuk mendapatkan surat keterangan, dalam waktu
selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan
perceraian yang dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam
Lampiran I.
Contoh :
A N
I
a. Saudara TUTI seorang Pegawai Negeri Sipil telah menerima gugatan
cerai dari suaminya bernama AMIR melalui pengadilan setempat.
IA
Negeri Sipil pada Pemda Tingkat I Jawa Barat. Saudari FATIMAH
bermaksud akan mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya
A
melalui pengadilan setempat. Untuk melaksanakan maksudnya
tersebut, saudari FATIMAH yang berkedudukan sebagai penggugat
A W
wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Menteri Tenaga Kerja.
Saudara DULAH yang berkedudukan sebagai tergugat wajib
memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.
E G
5. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada
alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai
berikut:
E P
a. Salah satu pihak berbuat zina;
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar
disembuhkan;
K
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-
turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa
memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar
A
Contoh:N
kemampuannya.
I
(1) Saudara INDRA (swasta) dengan istrinya bernama RIMA
(Pegawai Negeri Sipil) antara keduanya telah terjadi percekcokan.
6.
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam angka 5 di atas, harus
J P
dikuatkan dengan bukti sebagaimana yang ditentukan dalam angka III
angka 2 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara D
N
Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
7. Tata cara penyampaian pemberitahuan adanya gugatan perceraian dari
8.
permintaan ijin perceraian.
A
suami/sitri tersebut dilaksanakan sebagaimana halnya penyampaian surat
I
Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya
A
gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti
dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan
9.
A W
kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau
meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar
dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan
10.
masing. G
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masing-
E
Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian
E P
kepada setiap Pegawai Negeri Sipil yang menyampaikan surat
pemberitahuan adanya gugatan, menurut contoh sebagaimana tersebut
dalam Lampiran II.
11.
K
Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Pejabat tidak juga
menetapkan keputusan yang sifanya tidak mengabulkan atau tidak
menolak permintaan ijin untuk melakukan perceraian atau tidak
A N
memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, maka dalam hal demikian
I
Pejabat tersebut dianggap telah menolak permintaan ijin perceraian yang
disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.
12.
A
13.
G Apabila hal tersebut dalam angka 11 di atas ternyata semata-mata
merupakan kelalaian dari Pejabat, maka pejabat yang bersangkutan
dikenakan hukuman disiplin.
Apabila usaha untuk merukunkan kembali tidak berhasil dan perceraian
B itu terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib
menyerahkan bagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-
anaknya.
14. Pegawai Negeri Sipil yang diwajibkan menyerahkan bagian gajinya untuk
penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, wajib membuat pernyataan
tertulis, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran III.
15. Hak atas bagian gaji untuk bekas istri sebagaimana dimaksud dalam
angka 13 tidak diberikan, apabila perceraian terjadi karena istri terbukti
telah berzina dan atau istri terbukti telah melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami dan atau istri
IA
Bendaharawan gaji wajib menyerakan secara langsung bagian gaji yang
menjadi hak bekas istri dan anak-anaknya sebagai akibat perceraian,
tanpa lebih dahulu menunggu pengambilan gaji dari Pegawai Negeri Sipil
19.
bekas suami yang telah menceraikannya.
A
Bekas istri dapat mengambil bagian gaji yang menjadi haknya secara
20.
A W
langsung dari Bendaharawan gaji, atau dengan surat kuasa, atau dapat
meminta untuk dikirimkan kepadanya.
Apabila ada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri dan setelah
dilakukan upaya merukunkan kembali oleh Pejabat tidak berhasil, maka
E G
proses pemberian ijin agar diselesaikan secepatnya mematuhi dan sesuai
dengan ketentuan jangka waktu yang telah ditentukan.
E P
III. PEGAWAI NEGERI SIPIL PRIA YANG AKAN BERISTRI LEBIH DARI
SEORANG
K
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.
N
2. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
A
I
3. Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib menyampaikannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki
A G
selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
permintaan ijin tersebut.
4. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya tiga
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan ijin tersebut.
B
5. Untuk membantu Pejabat dalam melaksanakan kewajibannya agar
dibentuk Tim Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 di lingkungan masing-
masing.
6. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pejabat tidak menetapkan
keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tidak menolak
permintaan ijin Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya untuk beristri lebih
dari seorang, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah
menolak permintaan ijin untuk beristri lebih dari seorang yang
disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil bawahannya.
Negeri Sipil.
A
b. Saudari NINA seorang Pegawai Negeri Sipil wanita bermaksud
I
harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai
W
menikah dengan saudara ADI seorang Pegawai Negeri Sipil pada
salah satu Departemen/ Instansi yang telah mempunyai istri. Sebelum
A
melaksanakan maksud tersebut, saudari NINA berhenti bekerja
G
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Setelah melangsungkan pernikahannya
dengan saudara ADI, saudari NINA kembali melamar sebagai calon
Pegawai Negeri
P
Sipil
E
dan diterima pada salah satu
Departemen/Instansi. Dalam hal demikian, maka saudari NINA harus
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil.
K E
c. Seorang wanita bernama WATI adalah istri kedua dari seorang
pengusaha; suatu saat saudari WATI menginginkan menjadi Pegawai
N
Negeri Sipil pada salah satu Departemen/Instansi, maka ia
mengajukan lamaran ke Departemen Penerangan dan kemudian ia
A
I
berhasil diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal
demikian, saudari WATI harus diberhentikan tidak dengan hormat
A I
2. Tata cara permintaan ijin, begitu juga tentang ketentuan-ketentuan lain
yang harus dipenuhi dan ditaati adalah sama dengan ketentuan-ketentuan
W
sebagaimana tersebut dalam angka III, angka IV Surat Edaran Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tanggal 26
A
April 1983 dan angka II, III, IV Surat Edaran ini.
E G
VI. HIDUP BERSAMA DI LUAR IKATAN PERKAWINAN YANG SAH
1. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan
yang sah.
E P
2. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah
melakukan hubungan sebagai suami istri dengan wanita yang bukan
K
istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga.
3. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai
A N
Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan
perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang
I
bersangkutan untuk diperiksa.
4. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Pejabat atau Pejabat lain yang
G
ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
5. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil
B
ikatan perkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d
ke bawah dan yang setingkat dengan itu.
VIII. SANKSI
1. Pegawai Negeri Sipil dan atau atasan/pejabat,kecuali pegawai bulanan di
samping pensiun, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil, apabila melakukan salah satu atau lebih perbuatan
sebagai berikut:
a. tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada
J P
Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan; D
sebagai penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang
A N
b. melakukan perceraian tanpa memperoleh ijin bagi yang berkedudukan
I
berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari Pejabat;
c. beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh ijin terlebih dahulu dari
pejabat;
A
d. Melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan
A W
wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya;
e. tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya satu bulan setelah terjadinya perceraian;
G
f. tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada
Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan;
E
E P
g. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak
meneruskan permintaan ijin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih
K
dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan
setelah ia menerima permintaan ijin atau pemberitahuan adanya
N
gugatan perceraian;
h. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan ijin
A
I
perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas
pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak
B gugatan perceraian.
i. Pejabat yang tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui
adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan
hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.
2. Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat
dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980.
3. Pegawai Negeri Sipil, kecuali pegawai bulanan di samping pensiun,
dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
A N
d. Pegawai Bank Milik Daerah;
e. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah;
A I
f. Kepala Desa, Perangkat Desa dan Petugas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di desa.
W
berlaku jenis hukuman disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 6
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980n tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
A
E G
IX. KARTU ISTRI / SUAMI
K
secara sah yaitu yang dilakukan sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 diberikan KARIS.
N
3. Tata cara permintaan, penetapan, dan penyampaian serta ketentuan-
ketentuan lain tentang KARIS/KARSU dilaksanakan sesuai dengan angka
A
I
XII Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 tanggal 26 April 1983.
A G X. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Surat
XI. PELAKSANAAN
Dengan ditetapkannya Surat Edaran ini, para Pejabat hendaknya segera
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjelaskan maksud
Surat Edaran ini kepada Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing-
masing.
IA
2. Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah
A
Nomor 10 Tahun 1983 yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, tetapi
belum dijatuhi hukman disiplin, atau belum ada keputusan yang
A W
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diproses berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 10 tahun 1983.
3. Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan dan telah mempunyai kekuatan
E G
hukum yang tetap sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45
E P
XIII. PENUTUP
K
1. Apabila dalam pelaksanaan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan-kesulitan
supaya segera ditanyakan kepada Kepala BAKN untuk mendapatkan
penyelesaian.
N
2. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
A
I
A G
B
a. Nama
b. NIP/Nomor Identitas *-1
G
perkara perceraian oleh suami/istri *-2 saya:
E :
:
E P
c. Pangkat/golongan ruang *-3
e. Agama/kepercayaan terhadap
:
:
f. Alamat
K
Tuhan Yang Maha Esa :
:
N
2. Sebagai bahan pertimbangan maka bersama ini saya lampirkan:
a. Surat gugatan perceraian
A
I
b. ..
c. dan seterusnya.
A G
3. Demikian pemberitahuan adanya gugatan perceraian ini agar dapat
dipergunakan sebagaimanamestinya.
B Yang Memberitahukan,
.............................................
NIP/Nomor Identitas
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
:
7. Alamat
E G :
Dapat disimpulkan bahwa alasan-alasan dan bukti-bukti yang dikemukakan
oleh Saudara .......................... tersebut untuk melakukan perceraian, dapat
E
Perundang-undangan yang berlaku.P
diterima oleh akal sehat dan tidak bertentangan dengan Peraturan
K
Demikian keterangan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
I
A G .............................................
NIP/Nomor Identitas
B
Tembusan keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada:
1.
2. dan seterusnya.
CATATAN :
*-1 Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas
bagi pegawai lainnya apabila ada.
*-2 Coret yang tidak perlu.
*-3 Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.
SURAT PERNYATAAN
A
Mengetahui
E G ..............., tanggal ...............
Yang Membuat Pernyataan
E P
..
NIP/Nomor Identitas
K .......................................
NIP/Nomor Identitas
A N
*-1
I
CATATAN :
Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
BERIKUT PENJELASANNYA
Pasal 1
Tentang sifat pensiun
Pensiun-pegawai dan pensiun-janda/duda menurut Undang-undang ini
diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa
pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas Pemerintah.
Penjelasan Pasal 1 J P
Sifat pensiun ini adalah sesuai dengan yang dimaksud dalam
Undang-undang Pokok Kepegawaian. D
Pasal 2
A N
Tentang pembiayaan pensiun
A I
Pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan tunjangan-tunjangan serta
bantuan-bantuan di atas pensiun yang dapat diberikan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini:
a.
A W
Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang terakhir sebelum
berhenti sebagai pegawai negeri atau meninggal dunia, berhak
menerima gaji atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
E G
menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu Dana Pensiun
yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah; dibiayai sepenuhnya
oleh Negara, sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk pembiayaan
itu dibebankan atas anggaran termaksud;
b.
E P
Bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang tidak termasuk huruf a
di atas ini, dibiayai oleh suatu dana pensiun yang di bentuk dengan dan
penyelenggaraannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 2
K
a. Sejak keluarnya Undang-undang No. 11 tahun 1956 (Lembaran-
N
Negara tahun 1956 No.23), maka pensiun pegawai negeri telah
dibiayai oleh Negara dan dibebankan atas Anggaran Pendapatan
A G No. 77).
b. Pegawai negeri yang gajinya tidak menjadi beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara adalah umpamanya pegawai
Pasal 3
Arti beberapa istilah
Yang dimaksudkan dengan:
a. Pegawai negeri, ialah pegawai negeri menurut ketentuan Pasal 1 Ayat
(1) Undang-undang Pokok Kepegawaian No. 18 tahun 1961 (Lembaran-
Negara tahun 1961 No. 263), kecuali anggota Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia;
- 379 - PEMBERHENTIAN PNS
b. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari pegawai negeri atau
penerima-pensiun pegawai yang meninggal dunia;
c. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari pegawai negeri wanita
atau penerima pensiun-pegawai wanita, yang meninggal dunia dan tidak
mempunyai isteri lain;
d. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak yang
disahkan menurut Undang-undang Negara dari pegawai negeri,
penerima pensiun, atau penerima pensiun-janda/duda;
e. Orang tua, ialah ayah kandung dan/atau ibu kandung pegawai negeri.
Penjelasan Pasal 3
Golongan-golongan pegawai yang termasuk dalam arti pegawai
negeri menurut pasal ini adalah :
J P
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat,
b. Pegawai Daerah Otonom, D
N
c. Pegawai Perusahaan/Bank Negara.
Yang memiliki ketiga unsur kepegawaian termaksud dalam Pasal 1
Undang-undang Pokok Kepegawaian.
I A
Pasal 4
Yang dimaksud dengan tewas, ialah: A
a.
b. W
Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan
A
dinasnya sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia
dalam dan/atau karena menjalankan kewajibannya;
c.
E G
Meninggal dunia yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun
cacad rokhani atau jasmani yang didapat dalam hal-hal tersebut pada
huruf a dan b di atas;
d.
E P
Meninggal dunia karena perbuatan anasir-anasir yang tidak
bertanggungjawab ataupun sebagai akibat dari tindakan terhadap
anasir-anasir itu.
Penjelasan Pasal 4
Cukup jelas.
K
A N Pasal 5
A G
pokok (termasuk gaji pokok tambahan dan/atau gaji pokok tambahan
peralihan) terakhir sebulan yang berhak diterima oleh pegawai yang
berkepentingan berdasarkan peraturan gaji yang berlaku baginya.
Penjelasan Pasal 5
Pasal 6
Tentang masa kerja
(1) Masa-kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya pensiun
untuk selanjutnya disebut masa-kerja untuk pensiun ialah:
a. Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri;
b. Waktu bekerja sebagai anggota A.B.R.I.;
(lima) tahun.
I A
telah bekerja sebagai pegawai negeri sekurang-kurangnya selama 5
(4) Waktu bekerja dalam kedudukan lain daripada yang disebut pada Ayat
A
(1) dan (3) pasal ini dalam hal-hal tertentu dapat dihitung untuk
sebagian atau penuh sebagai masa-kerja untuk pensiun.Ketentuan-
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
E G
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
E P
Huruf d
K
Cukup jelas.
I untuk Negara.
Huruf e
A G Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Ayat (4)
Peraturan Pemerintah yang kini berlaku ialah Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960
No. 49) tentang masa-kerja yang dihitung untuk pensiun.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 7
Yang berhak memberi pensiun
Yang berhak memberi pensiun.
(1) Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian pensiun-
J P
janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan pegawai
yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi Kepala D
N
Kantor Urusan Pegawai.
(2) Selama pejabat yang berhak memberhentikan pegawai yang
I A
bersangkutan belum dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ayat (1)
tersebut di atas, tugas ini dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan
Pegawai.
Penjelasan Pasal 7
Cukup jelas. A
Pasal 8
A W
Tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan dan lain-lain tunjangan.
E G
Di atas pensiun-pegawai, pensiun janda/duda atau bagian pensiun-janda
diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan dan tunjangan-tunjangan
umum atau bantuan-bantuan umum lainnya menurut ketentuan-ketentuan
Penjelasan Pasal 8
E P
yang berlaku bagi pegawai negeri.
K
tunjangan atau bantuan yang pemberiannya tidak tergantung dari
jabatan/pekerjaan pegawai negeri, melainkan diberikan dalam rangka
kesejahteraan c.q. jaminan sosial pegawai negeri.
A N
I Pasal 9
Hak atas pensiun pegawai.
(1)
A
ini pada saat ia diberhentikan sebagai pegawai negeri telah memiliki
masa-kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun akan tetapi
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1) A W
pada saat itu belum mencapai usia 50 tahun, maka pemberian pensiun
kepadanya ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 tahun.
E G
Berhubung dengan sifatnya sebagai jaminan hari tua,
ditetapkan batas usia minimum yang harus telah dicapai oleh
pegawai untuk mendapat hak atas pensiun, yaitu umur sekurang-
kurangnya 50 tahun.
E P
Dari syarat tentang batas usia minimum tersebut dikecualikan
pegawai yang harus diberhentikan sebagai pegawai negeri karena
K
keadaan jasmani dan atau rochani. Selanjutnya, sesuai dengan
tujuan dari Undang-undang Pokok Kepegawaian No. 18 tahun
1961 untuk menempatkan pegawai-pegawai pada badan-badan
A N
Pemerintah yang memenuhi syarat kepribadian dan kesetiaan,
maka ditentukan pula sebagai syarat untuk mendapat hak atas
B 20 tahun.
Berhubung dengan ketentuan pada Pasal 35 Undang-undang
ini bahwa Undang-undang ini berlaku surut mulai tanggal 1
Nopember 1966, perlu dijelaskan, bahwa pegawai yang
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri
setelah 1 Nopember 1966, tidak berhak akan pensiun menurut
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Jika pegawai di luar kemauannya sendiri diberhentikan sebagai
pegawai negeri karena menjadi tenaga kelebihan atau karena
J P
Pasal 10
Tentang usia pegawai negeri D
N
Usia pegawai negeri untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan atas dasar
tanggal kelahiran yang disebut pada pengangkatan pertama sebagai pegawai
I A
negeri menurut bukti-bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu
tidak terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur
pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang bersangkutan
A
pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan bahwa tanggal kelahiran
atau umur termaksud kemudian tidak dapat diubah lagi untuk keperluan
penentuan hak atas pensiun-pegawai.
Penjelasan Pasal 10
A W
Untuk mempercepat pemberian/pembayaran pensiun maka:
a. Departemen-departemen/Lembaga-lembaga Pemerintah/Negara
E G
harus segera mulai menyusun Daftar Riwayat Pekerjaan para
pegawai yang ada dalam administrasi masing-masing terutama
Daftar Riwayat Pekerjaan mereka yang berusia 50 (lima puluh)
tahun ke atas.
E P
b. Harus diusahakan oleh masing-masing Departemen/Lembaga
Pemerintah/Negara agar jauh sebelum masa peremajaan sudah
K
tersedia bahan-bahan keterangan yang mengenai usia/tanggal
lahir, masa-kerja pensiun serta nama, tanggal kelahiran
isteri/anak-anak pegawai.
A N
I Pasal 11
Besarnya pensiun-pegawai
(1)
A I
Untuk memperoleh pensiun-pegawai menurut Undang-undang ini, pegawai
negeri yang bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada Kepala
Kantor Urusan Pegawai, dengan disertai:
a.
b.
pegawai negeri;
A W
Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia sebagai
c.
bersangkutan; G
Negara yang berwenang untuk memberhentikan pegawai negeri yang
E
Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang
d.
anaknya; P
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (istri-istri) suami dan anak-
E
Surat keterangan dari pegawai negeri yang berkepentingan yang
K
menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang sah maupun turunan
atau kutipannya, dan barang-barang lainnya milik Negara yang ada
padanya, telah diserahkan kembali kepada yang berwajib.
A N
Penjelasan Pasal 12
(1) Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-undang ini, Kepala
I A
(1) Pensiun-pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan berikutnya
pegawai negeri yang bersangkutan diberhentikan sebagai pegawai
negeri.
A
(2) Dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat (4) Undang-undang ini,
pensiun-pegawai diberikan mulai bulan berikutnya bekas pegawai
Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas
A W
negeri yang bersangkutan mencapai usia 50 tahun.
E
Pasal 14G
Berakhirnya hak pensiun-pegawai
E P
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 14
Cukup jelas
K
A N Pasal 15
Pembatalan pemberian pensiun-pegawai
I
(1) Pembayaran pensiun-pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang
pemberian pensiun-pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun-
B
(2) Jika Pegawai Negeri termaksud pada ayat (1) pasal ini kemudian
diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya diberikan
lagi pensiun-pegawai termaksud ayat (1) pasal ini atau pensiun
berdasarkan peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan terakhir
itu, yang ditetapkan dengan mengingat jumlah masa-kerja dan gaji yang
lama dan baru, apabila perhitungan ini lebih menguntungkan.
Penjelasan Pasal 15
Menurut ketentuan dalam pasal ini pensiun-pegawai harus
dibatalkan jika penerima pensiun yang besangkutan diangkat lagi
sebagai pegawai negeri, termasuk anggota ABRI karena pada
J P
Pasal 16
Hak atas pensiun Janda/Duda D
N
(1) Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun pegawai meninggal
dunia, maka isteri (istri-istri)-nya untuk pegawai Negeri pria atau
suaminya untuk Pegawai Negeri Wanita, yang sebelumnya telah
I A
terdaftar-pada kantor Urusan Pegawai, berhak menerima pensiun janda
atau pensiun duda.
A
(2) Apabila Pegawai Negeri atau penerima-pensiun pegawai yang
beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada istri/suami
A W
yang terdaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/duda,
maka dengan menyimpang dari ketentuan pada ayat (1) pasal ini,
pensiun-janda/duda diberikan kepada istri/suami yang ada pada waktu
ia meninggal dunia. Dalam hal Pegawai Negeri atau penerima pensiun-
E G
pegawai pria termaksud diatas beristri lebih dari seorang, maka
pensiun-janda diberikan kepada istri yang ada waktu itu paling lama dan
tidak terputus-putus dinikahnya.
Penjelasan Pasal 16
E P
Cukup jelas. Periksa Penjelasan Umum.
K Pasal 17
Besarnya pensiun-janda/duda
(1)
N
Besarnya pensiun-janda/duda sebulan adalah 36% (tiga puluh enam
A
persen) dari dasar-pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat
I
lebih dari seorang istri yang berhak menerima pensiun-janda, maka
besarnya bagian pensiun-janda untuk masing-masing istri, adalah 36%
(2)
B
(3)
tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri yang berlaku bagi almarhum
suami/istrinya.
Apabila Pegawai Negeri tewas, maka besarnya pensiun-janda/duda
adalah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar-pensiun, dengan
ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak
menerima pensiun-janda maka besarnya bagian pensiun-janda untuk
masing-masing isteri adalah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dibagi
rata antara isteri-isteri itu.
(4) Jumlah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun termaksud
ayat (3) pasal ini tidak boleh kurang dari gaji-pokok terendah menurut
I A
Ketentuan dalam ayat (3) pasal ini berlaku juga bagi calon
pegawai dan pensiunan yang dipekerjakan kembali sebagai
pegawai bulanan apabila ia tewas.
A
Dalam rangka pembentukan dana pensiun, maka dengan
W
Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 2 huruf a Undang-
undang ini, dapat ditetapkan prosentase-prosentase yang lebih
A
tinggi dari pada yang ditetapkan dalam pasal ini.
(1) E G
Pasal 18
Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai meninggal
E P
dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami lagi yang berhak
untuk menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
termaksud pasal 17 Undang-undang ini maka:
K
a. pensiun janda diberikan kepada anak/anak-anaknya, apabila hanya
terdapat satu golongan anak yang seayah-seibu.
N
b. satu bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-masing
golongan anak yang seayah-seibu.
(2)
A
c. pensiun duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).
I
Apabila pegawai negeri pria atau penerima-pensiun pegawai pria
meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri (isteri-isteri) yang
B
(3)
masing isteri dan golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.
Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan sebagai
pegawai negeri dan kedua-duanya meninggal dunia, diberikan satu
pensiun-janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-duda atas dasar
yang lebih menguntungkan.
(4) Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau bagian
pensiun-janda menurut ketentuan-ketentuan ayat (1) atau ayat (2) pasal
ini, ialah anak (anak-anak) yang pada waktu pegawai atau penerima-
pensiun pegawai meninggal dunia:
a. belum mencapai usia 25 tahun atau
b. tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau
A I
(1) Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/suami/anak (anak-anak sebagai yang
berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud dalam pasal 16
dan pasal 18 Undang-undang ini harus dilakukan oleh Pegawai Negeri
A W
atau penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan menurut petunjuk-
petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
(2) Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak menerima
pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-tiap isteri yang
didaftarkan.
E G
(3) Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah terdaftar
terputus, maka terhitung mulai hari penceraian berlaku sah isteri/suami
janda/duda.
E P
itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang berhak menerima pensiun-
(4) Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak menerima
K
pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda seperti termaksud pasal
18 Undang-undang ini ialah:
a. Anak-anak pegawai atau penerima pensiun-pegawai dari
A N
perkawinannya dengan isteri, (isteri-isteri)/suami yang didaftar
sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/duda.
I
b. Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita.
(5) Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali anak-anak
Pasal 20
(1) Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami ataupun
anak, maka 20% (dua puluh perseratus) dari pensiun-janda/duda
termaksud pasal 17 ayat (3) Undang-undang ini diberikan kepada orang
tuanya.
(2) Jika kedua orang tua telah bercerai, maka kepada mereka masing-
masing diberikan separoh dari jumlah termaksud pada ayat (1) pasal ini.
Penjelasan Pasal 20
Surat permintaan untuk mendapat pensiun-janda/duda ini harus
disertai dengan surat keterangan dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah
tingkat II yang bersangkutan yang menyatakan bahwa orang tua yang
J P
bersangkutan adalah orang tua kandung atau, dalam hal orang tua
kandung telah meninggal dunia, orang tua yang secara sah telah D
N
mengangkat-sebagai anak-angkat pegawai yang bersangkutan.
Pasal 21
Permintaan Pensiun-Janda/Duda I A
A
Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut
Undang-undang ini janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan
a.
b.
berwajib;
A W
surat permintaan kepada Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan disertai:
Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh yang
E G
Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib yang
memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang
berkepentingan;
d.
yang meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 21
E P
Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir pegawai
Cukup jelas
K
(1)
A N Pasal 22
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda kepada anak
I
(anak-anak) termaksud pasal 18 Undang-undang ini, dilakukan atas
permintaan dari atau atas nama anak (anak-anak) yang berhak
A G menerimanya.
(2) Permintaan termaksud ayat (1) pasal ini harus disertai:
a. Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;
Cukup jelas
Pasal 23
(1) Kepala Kantor dimana Pegawai Negeri yang meninggal dunia terakhir
bekerja, berkewajiban untuk membantu agar pengiriman surat-surat
permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud dalam pasal 21
dan 22 ayat (2) terlaksana selekas mungkin.
(2) Isteri/suami atau anak (anak-anak) dari penerima pensiun pegawai atau
penerima pensiun-janda/duda yang meninggal dunia dapat mengajukan
surat permintaan beserta lampiran-lampirannya termaksud dalam pasal
21 dan pasal 22 ayat (2) langsung kepada Kepala Kantor Urusan
J P
Pegawai, dengan disertai salinan dari surat keputusan tentang
pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda kepada penerima D
N
pensiun yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 23
Pasal 24 A
A W
Mulainya Pemberian Pensiun-Janda/Duda
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut Undang-undang ini
diberikan mulai bulan berikutnya Pegawai Negeri atau penerima pensiun-
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan berikutnya hak
E G
atas pensiun-janda/bagian pensiun-janda itu didapat oleh yang bersangkutan.
Bagi anak yang dilahirkan dalam batas waktu 300 hari setelah Pegawai
Negeri atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia, pensiun-
Cukup jelas.
K
A N Pasal 25
Berakhirnya Hak Pensiun-Janda/Duda
I
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda berakhir pada
akhir bulan:
a.
b.
B Cukup jelas.
Pasal 26
Pembayaran Uang Muka atas Pensiun-Pegawai atau Pensiun-Janda
Jikalau syarat-syarat yang disebut dalam pasal 12, pasal 21 atau pasal 22
Undang-undang ini belum dipenuhi atau jika karena sesuatu hal penetapan
pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-
janda belum dapat dilaksanakan maka kepada bekas pegawai negeri atau
janda (janda-janda)/duda atau anak (anak-anak) yang berkepentingan oleh
Pasal 27
Penetapan Kembali Pensiun-Pegawai atau Pensiun Janda/Duda.
Apabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-janda/duda atau
bagian pensiun-janda dikemudian hari ternyata keliru, maka penetapan
J P
tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan surat keputusan baru yang
memuat alasan perubahan itu, akan tetapi kelebihan pensiun-pegawai atau D
N
pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang mungkin telah
dibayarkan, tidak dipungut kembali.
Penjelasan Pasal 27
Cukup jelas
I A
Pasal 28 A
A W
Pembatasan Pensiun-Janda/Duda
(1) Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan kepada
janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika janda/duda
yang bersangkutan nikah lagi, terhitung dari bulan berikutnya
perkawinan itu dilangsungkan.
E G
(2) Apabila kemudian khusus dalam hal janda (janda-janda) perkawinan
termaksud pada ayat (1) pasal ini terputus, maka terhitung dari bulan
E P
berikutnya kepada janda yang bersangkutan diberikan lagi pensiun-
janda atau bagian pensiun-janda yang telah dibatalkan, atau jika lebih
menguntungkan, kepadanya diberikan pensiun-janda yang menurut
Penjelasan Pasal 28
K
Undang-undang ini dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.
A N
kepada janda/duda menurut ketentuan ayat (1) pasal 28 tidak
dibatalkan jika janda/duda masih mempunyai anak.
I
A
(1)
G Pasal 29
Hapusnya Pensiun-Pegawai/Pensiun-Janda/Duda
Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/ duda hapus:
a. jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi
ditagih kembali.
I A
ayat (2) pasal ini, maka pensiun yang telah dibayarkan harus
Pasal 30 A
Jaminan untuk Pinjaman
A W
Surat keputusan tentang pemberian pensiun menurut Undang-undang ini
dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari salah
satu bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
E P Pasal 31
Pemindahan Hak Pensiun-Pensiun
dipindahkan.
K
(1) Hak atas pensiun-pensiun menurut Undang-undang ini tidak boleh
A N
maksud itu secara lain menguasakan haknya kepada siapapun juga.
(3) Semua perjanjian yang bertentangan dengan yang dimaksud pada ayat
I
(1) dan ayat (2) pasal ini, dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.
Penjelasan Pasal 31
B Pasal 32
Hal-Hal Luar Biasa dan Peraturan Pelaksanaan
(1) Hal-hal luar biasa yang tidak/belum diatur dalam Undang-undang ini,
diputus oleh Presiden.
(2) Hal-hal yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini diatur oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai menurut
petunjuk-petunjuk Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Peraturan Peralihan
(1) Istri (istri-istri) dan anak (anak-anak) yang telah didaftarkan sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda atau tunjangan-anak yatim/piatu
berdasarkan peraturan yang berlaku sebelum Undang-undang ini,
dianggap telah didaftarkan sebagai yang berhak menerima pensiun-
janda menurut peraturan ini.
(2) Anak-anak Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai yang
dilahirkan sebelum waktu Undang-undang ini mulai berlaku terhadapnya
dari perkawinan dengan istri/suami yang pada waktu itu telah meninggal
dunia atau telah bercerai dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda menurut
J P
Undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 33 D
N
Hal yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ialah jika pegawai
yang bersangkutan, pada waktu diangkat menjadi pegawai negeri,
atau diceraikan.
I A
mempunyai anak (anak-anak) sedang ibunya telah meninggal dunia
A
pasal 19 ayat (4) huruf a yang menentukan, bahwa anak yang dapat
didaftar untuk hak atas pensiun, adalah hanya anak (anak-anak) dari
Pasal 34 A W
isteri (isteri-isteri)/suami yang terdaftar.
(1)
E G
Pensiun-pegawai, pensiun janda/duda, bagian pensiun-janda dan
tunjangan-anak yatim/piatu yang penetapannya didasarkan atas
peraturan-peraturan yang berlaku sebelum tangggal mulai berlakunya
E P
Undang-undang ini, dinaikkan besarnya menjadi 150% (seratus lima
puluh perseratus) dari jumlah yang ditetapkan berdasarkan peraturan-
peraturan lama itu, terhitung mulai tanggal mulai berlakunya Undang-
K
undang ini, dengan ketentuan bahwa: Pensiun/tunjangan yang bersifat
pensiun bagi bekas pegawai dan janda setelah dinaikkan tidak boleh
kurang dari berturut-turut 100% dan 75% dari gaji pokok terendah
A N
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat Pegawai
Negeri yang berlaku.
I
(2) Jumlah yang dinaikkan itu ditetapkan dalam rupiah bulat, pecahan
rupiah dibulatkan ke atas menjadi rupiah penuh.
A G
(3) Pelaksanaan kenaikan pensiun dan tunjangan yang bersifat pensiun itu
diselenggarakan oleh Kantor-kantor pembayaran yang bersangkutan
menurut petunjuk-petunjuk Kepala Kantor Urusan Pegawai.
Penjelasan Pasal 34
J P
Pasal 35
Ketentuan Penutup D
N
Undang-undang ini disebut "Undang-Undang Pensiun Pegawai dan
Pensiun-Janda/Duda Pegawai" dan mulai berlaku pada hari diundangkan
serta berlaku surut mulai tanggal 1 Nopember 1966.
Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas I A
A
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
J P
1. pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian
yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai D
N
Pegawai Negeri Sipil;
2. pemberhentian dari Jabatan Negeri adalah pemberhentian yang
I A
mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan
Organisasi Negara, tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil;
3.
A
hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang diluar kemauan dan
kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui
4. W
apakah dia masih hidup atau telah meninggal dunia;
batas usia pensiun adalah batas usia Pegawai Negeri Sipil harus
A
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas.
E G
E P BAB II
PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama
K
Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri
Pasal 2
(1)
N
Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan dengan
A
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
I
(2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas
A G yang mendesak.
(3) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih terikat
dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan
Cukup jelas.
Ayat (2)
E G
Ditinjau dari sudut fisik, pada umumnya usia 56 (lima puluh
E P
enam) tahun adalah merupakan batas usia seorang Pegawai
Negeri Sipil mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya
guna dan berhasil guna.
K Bagian Kedua
A N Kewajiban
(1)
I Pasal 4
Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat
A
(2)
G diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
tertentu.
Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan:
I
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan Dokter.
(5) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) A
ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan
A
Instansi/Lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai
Penjelasan Pasal 4
Cukup jelas. A W
Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari
Jabatan Struktural Eselon I.
Pasal 5
E G
E P
Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, karena telah
mencapai batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan 4,
diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan 1 (satu) tahun
Penjelasan Pasal 5
K
sebelum ia mencapai batas usia pensiun tersebut.
A N
secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk semua golongan. Jangka waktu 1 (satu) tahun itu
I
dipandang cukup bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk
menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya.
B Bagian Ketiga
Pemberhentian Karena Adanya Penyederhanaan Organisasi
Pasal 6
Apabila ada penyederhanaan suatu satuan organisasi Negara yang
mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri
Sipil yang kelebihan itu disalurkan kepada satuan organisasi lainnya.
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 400 -
Penjelasan Pasal 6
Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam
melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu satuan
organisasi harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok,
sehingga dengan demikian dapat dicapai dayaguna dan hasilguna
yang sebesar-besarnya.
Perubahan satuan organisasi Negara adakalanya mengakibatkan
Kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi hal yang sedemikian,
maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu disalurkan pada satuan
organisasi Negara yang lainnya.
J P
Pasal 7
Apabila penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak mungkin D
N
dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari Jabatan Negeri
dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 7 I A
Cukup jelas.
A
Pasal 8
A W
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil karena:
a.
b.
E G
melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan
Negeri atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil atau
dihukum penjara, berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah
E P
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja
melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam dengan
Penjelasan Pasal 8
K
pidana yang lebih berat.
A N
pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat,
satu dan lain hal tergantung pada pertimbangan pejabat yang
I
berwenang atas berat atau ringannya perbuatan yang dilakukan dan
besar atau kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu.
A G Huruf a
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan
Negeri, dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil wajib ditaati
oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah
E G
berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap karena melakukan sesuatu tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, harus diberhentikan tidak
E P
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan ini tidak
berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya dijatuhi pidana
percobaan
Huruf a
K
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang
Pegawai Sipil adalah merupakan kepercayaan dari Negara yang
A N
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara atau
I
kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan suatu
Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan
mengubah Pancasila dan/atau Undang-Undang Dasar 1945 dan/atau terlibat
J P
dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau
Pemerintah. D
N
Penjelasan Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,
dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah melakukan usaha atau
kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan Undang-Undang
I
Dasar 1945, atau terlibat dengan gerakan atau melakukan kegiatan A
yang menentang Negara dan atau Pemerintah sudah menyalahi
A
sumpahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu Pegawai
A W
Negeri Sipil yang demikian harus diberhentikan dengan tidak hormat.
Usaha atau kegiatan mana yang merupakan usaha atau kegiatan
yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar
1945, serta kegiatan atau gerakan mana yang merupakan kegiatan
E P
Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Atau Rohani
K Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak
A N
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
apabila berdasarkan surat keterangan Team Penguji Kesehatan dinyatakan:
a.
I
tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena
kesehatannya; atau
b.
A
c.
G menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri
dan atau lingkungan kerjanya; atau
setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
Penjelasan Pasal 11
B Huruf a
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat
keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa keadaan jasmani
dan atau rohani yang bersangkutan sudah sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri.
Huruf b
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini,
adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat
keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa yang bersangkutan
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 403 -
Bagian Keenam
J P
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas
D
N
Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah
dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran
gajinya mulai bulan ketiga.
(2) Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang I A
dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada
pimpinan instansinya, dapat: A
A W
a. ditugaskan kembali apabila ketidak hadirannya itu karena ada
alasan-alasan yang dapat diterima; atau
b. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila
ketidak hadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai Negeri Sipil
E G
yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat yang berwenang
akan mengganggu suasana kerja, jika ia ditugaskan kembali.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
E P
dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus meninggalkan tugasnya
secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
K
Yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak sah
A N
adalah meninggalkan tugas tanpa izin dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
I
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang
Pasal 13
J P
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. D
N
Penjelasan Pasal 13
Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka pimpinan instansi
yang bersangkutan membuat surat keterangan meninggal dunia.
I A
Pasal 14
A
(1) Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada
A W
akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang.
(2) Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan atau berita
acara dari pejabat yang berwajib.
E G
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembali
sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh terhitung sejak
E P
dianggap meninggal dunia dengan memperhitungkan hak-hak
kepegawaian yang telah diterima oleh keluarganya.
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
K
Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas) bulan,
dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih tetap bekerja,
A N
oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainnya yang berhak
diterimanya diterimakan kepada keluarganya. Yaitu istri, suami,
I
atau anak yang sah. Apabila setelah jangka waktu 12 (dua belas)
bulan Pegawai Negeri Sipil yang hilang itu belum juga
B Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hak-hak kepegawaian yang diperhitungkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini, tidak termasuk uang duka wafat atau
uang duka tewas.
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 405 -
Bagian Kedelapan
Pemberhentian Karena Hal-hal Lain
Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya
setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, tetapi
tidak dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan,
diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
J P
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1) D
N
Yang dimaksud dengan instansi induk, adalah Departemen,
Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Daerah Otonom,
dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden.
Ayat (2) I A
Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam
A
ayat ini, dapat berupa pemberhentian dengan hormat Pegawai
W
Negeri Sipil atau pemberhentian dengan hormat dari Jabatan
Negeri. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 17.
A
BAB III
E G
HAK-HAK KEPEGAWAIAN
E P
Bagian Pertama
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Yang Diberhentikan Dengan Hormat
K Pasal 16
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan
A N
perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 16
I
Cukup jelas.
A
(1)
G Pasal 17
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11
huruf b dan huruf c, dan Pasal 15 ayat (2):
a. Tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Team Penguji
Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua
Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang disebabkan oleh dan
karena ia menjalankan kewajiban jabatan;
b. Jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun, apabila oleh Team Penguji Kesehatan dinyatakan
tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena
kesehatannya yang bukan disebabkan oleh dan karena ia
menjalankan kewajiban jabatan.
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
J P
Cukup jelas.
Huruf b D
N
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
tunggu, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah
mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan
I
telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat A
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun.
A
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang
A W
tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memiliki masa
kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, tetapi
belum mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai
E G
Pegawai Negeri Sipil dan pemberian pensiunnya ditetapkan
pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh) tahun. Apabila
pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu,
E P
Pegawai Negeri Sipil tersebut belum memiliki masa kerja
pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
Ayat (2)
Cukup jelas. K
tanpa hak pensiun.
A N
I Pasal 18
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
A G
Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak atas pensiun
apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun.
Penjelasan Pasal 18
B Cukup jelas.
Bagian Kedua
Uang Tunggu
Pasal 19
(1) Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun.
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 407 -
(2) Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
boleh lebih lama dari 5 (lima) tahun.
Penjelasan Pasal 19
Ayat (1)
Kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan,
pemberian uang tunggu setiap kali ditetapkan untuk paling lama 1
(satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
J P
(1) Besarnya uang tunggu adalah:
a. 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun pertama; D
N
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahun-tahun
selanjutnya.
(2) Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari
Jabatan Negeri. I A
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas. A
Pasal 21
A W
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan
E G
kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan
lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 21
E P
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil, oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain
K
berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian
pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar untuk
pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian pelaksanaan
A N
pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri.
I
Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji berkala
digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu.
A G Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan:
B
a.
b.
Melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali selambat-
lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian uang tunggu;
Senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu Jabatan Negeri;
c. Meminta izin lebih dahulu kepada pimpinan instansinya, apabila mau
pindah alamat di luar wilayah pembayaran.
Penjelasan Pasal 22
Huruf a
Pelaporan diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, dilakukan
melalui saluran hierarki.
Huruf b
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 408 -
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diangkat kembali
dalam suatu Jabatan Negeri apabila ada lowongan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang menolak untuk
diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri, diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan yang
bersangkutan menolak untuk diangkat kembali.
J P
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1) D
N
Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dilakukan
dengan memperhatikan keahlian, pengalaman, dan pangkat
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas. I A
A
Pasal 24
A W
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang diangkat kembali
dalam suatu Jabatan Negeri, dicabut pemberian uang tunggunya terhitung
sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 24
Cukup jelas.
E G
E P
Pasal 25
Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut uang tunggu, adalah
K
pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan memberhentikan dari
jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 25
N
Cukup jelas.
A
I BAB IV
A G KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang akan mencapai usia sebagaimana dimaksud dalam
B
Pasal 3 dan Pasal 4, sebelum diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil dengan hak pensiun, dapat dibebaskan dari jabatannya untuk
paling lama 1 (satu) tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 26
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah semua
penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali tunjangan jabatan.
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 409 -
Pasal 27
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, pada
saat ia mencapai batas usia pensiun, diberhentikan pembayaran
gajinya.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung
sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan
J P
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan
suatu tindak pindana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, apabila D
N
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, mendapat
hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
(4) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang
dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan PengadilanI A
yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
A
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diberhentikan
A W
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir
bulan dicapainya batas usia pensiun.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
E G
Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)
E P
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
K
sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu tindak
pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan apakah ia bersalah
atau tidak.
A N
Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan
pemberhentian sementara, ia menerima bahagian gajinya.
I
Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian sementara
ia mencapai batas usia pensiun, maka pembayaran bahagian
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 410 -
Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan
dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam)
tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan
mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penjelasan Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
J P
Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, berlaku terhitung sejak akhir
bulan pemberhentian yang bersangkutan. D
N
Penjelasan Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30 I A
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana
A
dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini
A W
telah mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih, tetapi belum
dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil
dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi mereka.
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
E P
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
K Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih
A N
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 30
I
Cukup jelas.
A G Pasal 32
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan
oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
B
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.
Bagian Kedelapan
Penghargaan
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan Yang
Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang Tidak Atas
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 411 -
d.
Jabatan Negeri (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 305, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2364);
Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
J P
Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 33 D
N
Cukup jelas.
Bagian Kesembilan
Penyelenggaraan Pembinaan Kepegawaian I A
Pasal 34 A
Agar supaya setiap orang mengetahuinya,
A W
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
memerintahkan
pengundangan, Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Repulik Indonesia.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
- 412 -
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
"PP Nomor 32 Tahun 1979 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Kali dengan PP Nomor 65
Tahun 2008"
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
- 414 -
PEMBERHENTIAN PNS
I A
Pusat DJP melalui saluran hirarki sebelum pegawai yang bersangkutan
mencapai batas usia pensiun. Agar surat keputusan pensiun dapat
diterbitkan sebelum pegawai yang bersangkutan mencapai batas usia
A
pensiun, hendaknya usul pensiun tersebut disampaikan paling lama 6
(enam) bulan sebelum Pegawai Negeri Sipil tersebut mencapai batas
2.
usia pensiun.
a. A W
Yang dimaksud dengan disampaikan melalui saluran hirarki
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, yaitu sebagai berikut:
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Direktorat,
E G
maka usulan pensiun tersebut disampaikan oleh Direktur kepada
Direktur Jenderal Pajak u.p Kepala Bagian Kepegawaian Kantor
Pusat DJP;
b.
E P
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, maka usulan
pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Pengolahan
c. K
Data dan Dokumen Perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak
u.p. Kepala Bagian Kepegawaian Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Kantor Wilayah
A N
DJP, maka usulan pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala
Kantor Wilayah DJP kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala
d.
I Bagian Kepegawaian Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di Kantor
B e.
kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Bagian Kepegawaian
Kantor Pusat DJP;
apabila yang diusulkan pensiun adalah pegawai di lingkungan unit
eselon III Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak, maka usulan
pensiun tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian kepada
Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Bagian Kepegawaian Kantor
Pusat DJP.
3. Persyaratan administrasi untuk mengajukan usulan pensiun Pegawai
Negeri Sipil atau Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil, yaitu
sebagai berikut:
- 415 - PEMBERHENTIAN PNS
I
11) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat A
b.
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
A
Pensiun PNS yang Tidak Cakap Jasmani atau Rohani karena
dinas:
A W
1) Surat permohonan pensiun pegawai yang disebabkan tidak
cakap jasmani atau rohani PNS yang bersangkutan kepada
Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan Golongan
E
sampai dengan Golongan IV/a;G
IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS Golongan I/a
E P
PNS yang cacat karena dinas tidak dapat menandatangani,
maka DPCP ditandatangani oleh isteri/suami/anak/orang tua;
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
K
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara
(SKPPS);
A N
5) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
I
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
12) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte
kelahiran anak kandung/anak yang sah;
13) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6 Pegawai Negeri
Sipil;
14) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
c. Pensiun PNS yang Tidak Cakap Jasmani atau Rohani:
1) Surat permohonan pensiun pegawai yang disebabkan tidak
cakap jasmani atau rohani PNS yang bersangkutan kepada
Presiden bagi PNS Golongan IV/b sampai dengan Golongan
IV/e atau kepada Menteri Keuangan bagi PNS Golongan I/a
J P
sampai dengan Golongan IV/a;
2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP), dalam hal D
N
PNS yang cacat tidak dapat menandatangani, maka DPCP
ditandatangani oleh isteri/suami/anak/orang tua;
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara I A
(SKPPS);
A
5) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
E G
8) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
9) Surat keterangan dari Tim Penguji Kesehatan yang
menyatakan jenis cacat yang diderita oleh PNS yang
E P
bersangkutan yang mengakibatkan ia tidak dapat bekerja lagi
dalam semua jabatan negeri;
10) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte
K
kelahiran anak kandung/anak yang sah;
11) 5 (lima) lembar pas photo terbaru ukuran 4x6 Pegawai Negeri
Sipil;
A N
12) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
d.
I Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
Pensiun Janda/Duda PNS:
A W
Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a;
2) Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP);
3) Surat Permintaan Pembayaran Pensiun Pertama Model A
(SP4-A);
(SKPPS);
5) Surat Permintaan
E G
4) Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Sementara
E P
Pembayaran (SP-SKPP);
6) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS);
K
7) Salinan sah surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS);
8) Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat terakhir;
A N
9) Salinan sah surat kenaikan gaji berkala terakhir;
10) Salinan sah daftar susunan keluarga, surat nikah, dan akte
A Gf.
12) Surat Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara dan Surat
Penyataan Tidak Menguasai Rumah Negara;
Dalam hal pegawai yang diusulkan pensiun PNS menduduki
B g.
jabatan, ditambah dengan persyaratan berupa salinan sah surat
keputusan jabatan terakhir;
Dalam hal pegawai dikenai hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan
telah memenuhi syarat usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja
pensiun 20 (dua puluh) tahun, persyaratan usul pensiun yang
bersangkutan sama dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 3 huruf e, ditambah dengan keputusan penjatuhan
hukuman disiplin.
c.
Pusat DJP;
Daftar riwayat pekerjaan:
1) Untuk Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a yang
J P
disahkan dan ditandatangani serendah-rendahnya oleh
Pejabat eselon III; D
N
2) Untuk Golongan IV/b sampai dengan Golongan IV/e yang
disahkan dan ditandatangani serendah-rendahnya oleh
d.
Pejabat eselon II:
I A
Surat pernyataan cacat karena dinas dari Tim Penguji Kesehatan
apabila pegawai yang diusulkan tidak dapat bekerja lagi dalam
5.
semua jabatan negeri.
A
Dalam hal pegawai yang diusulkan pensiun juga diusulkan diberikan
c.
d.
G
mengakibatkan yang bersangkutan meninggal dunia;
E
Visum et repertum dari dokter;
Salinan sah surat perintah penugasan atau surat keterangan yang
e.
P
menerangkan bahwa CPNS/PNS tersebut meninggal dunia dalam
E
rangka menjalankan tugas kedinasan;
Laporan dari pimpinan unit kerja serendah-rendahnya eselon III
K
kepada pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan
tentang peristiwa yang mengakibatkan PNS yang bersangkutan
tewas; dan
6.
f.
Surat
A N
Salinan sah keputusan sementara kenaikan pangkat anumerta.
Pernyataan Telah Mengembalikan Seluruh Barang
I
Milik/Kekayaan Negara Selain Rumah Negara sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dibuat dengan menggunakan formulir sebagaimana
A G dimaksud dalam lampiran 1 Surat Edaran ini, dan harus diketahui oleh:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, apabila yang diusulkan
pensiun adalah Direktur Jenderal Pajak, pejabat eselon II DJP
atau pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Pusat DJP;
I A
(bagi pegawai yang menduduki jabatan eselon I, eselon II, eselon
III, eselon IV, dan Pejabat Fungsional);
b.
A
untuk aset selain rumah negara ke kantor dimana pegawai yang
diusulkan pensiun tersebut pernah aktif bekerja sebelum tempat
9.
tugasnya berakhir.
W
Kelengkapan usul pensiun dan kenaikan pangkat pengabdian
A
sebagaimana dimaksud pada angka 3 sampai dengan angka 5 untuk
Golongan IV/b sampai dengan Golongan IV/e dibuat rangkap 3 (tiga),
10.
rangkap 2 (dua). G
sedangkan untuk Golongan I/a sampai dengan Golongan IV/a dibuat
E
Pimpinan unit kerja/satuan kerja DJP atau pegawai dilarang
11.
P
menyampaikan usulan pensiun langsung ke Badan Kepegawaian
E
Negara, Menteri Keuangan atau Presiden.
Dalam hal pimpinan unit kerja/satuan kerja DJP atau pegawai
K
menyampaikan usulan pensiun langsung ke Badan Kepegawaian
Negara, Menteri Keuangan atau Presiden, maka yang bersangkutan
harus dikenai hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil, kecuali yang
A N
bersangkutan membatalkan usulan tersebut sebelum dilakukan
pemeriksaan dalam rangka penjatuhan hukuman disiplin.
12.
I
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-160/PJ/UP.84/2002 tanggal 15 Oktober 2002
A W
surat dinas lainnya), barang milik/kekayaan negara, dan tidak menguasai
E G
diatur dalam Pasal 12 huruf d Undang Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
E P
Demikian surat pernyataan untuk mengajukan usul pensiun ini saya buat
dengan sebenar-benarnya, dan saya bersedia dituntut secara perdata atau
pidana apabila dikemudian hari surat pernyataan yang saya buat ternyata
tidak benar.
K
A N ., tanggal .
I
Mengetahui, Yang Membuat Pernyataan
A G
Materai 6000
B
NIP NIP
Nama :
J P
NIP
Pangkat/Golongan
:
: D
N
Jabatan :
Unit Kerja :
I
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah tidak menguasai rumah negara.
A
A
Surat Pernyataan ini karni buat untuk memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
A W
Demikian surat pernyataan untuk mengajukan usul pensiun ini saya buat
dengan sebenar-benarnya, dan saya bersedia dituntut secara perdata atau
tidak benar.
E G
pidana apabila dikemudian hari surat pernyataan yang saya buat ternyata
E P ., tanggal .
Mengetahui,
K Yang Membuat Pernyataan
A N Materai 6000
NIP I .
NIP
A G
B
BERIKUT PENJELASANNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri
Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja
yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
J P
Penjelasan Pasal 1
Cukup jelas. D
Pasal 2
A N
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
I
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
A
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
A W
Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil
E G
yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan
sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan
E P
kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam
Peraturan Pemerintah ini atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) K
A N
Cuti Pegawai Negeri Sipil hendaknyalah diberikan tepat pada
waktunya. Untuk memungkinkan hal ini, maka pendelegasian
I
wewenang untuk memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil
dalam lingkungan kekuasaannya masing-masing hendaknya
BAB II
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama
Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari:
a. Cuti tahunan;
b.
c.
d.
Cuti besar;
Cuti sakit;
Cuti bersalin;
J P
e.
f.
Cuti karena alasan penting; dan
Cuti diluar tanggungan Negara. D
N
Penjelasan Pasal 3
Cukup Jelas.
Bagian Kedua I A
Cuti Tahunan
A
(1)
Pasal 4
W
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu)
A
tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
E P
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Penjelasan Pasal 4
K
Yang berhak mendapat cuti tahunan adalah Pegawai Negeri Sipil,
A N
termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus. Yang dimaksud
I
dengan bekerja secara terus menerus adalah bekerja dengan tidak
terputus karena menjalankan cuti diluar tanggungan Negara atau
Pasal 5
B
Cuti tahunan yang akan dijalankan ditempat yang sulit perhubungannya, maka
jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14
(empat belas) hari.
Penjelasan Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat
diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas)
hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut,
dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang
berjalan.
Penjelasan Pasal 6
Cukup jelas.
(1)
Pasal 7
Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti paling lama 1 (satu) tahun, apabila
J P
kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) D
N
dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari
kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan.
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
I A
Cuti tahunan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaanya apabila
A
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mungkin
meninggalkan pekerjaannya karena ada pekerjaan yang
Ayat (2)
Cukup jelas. A W
mendesak yang harus segera diselesaikan. Penangguhan ini tidak
boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun.
E
Pasal 8
G
E P
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada
perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Penjelasan Pasal 8
K
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen
pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada sekolah/perguruan
A N
tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/diperbantukan untuk
mengajar pada sekolah/perguruan tinggi swasta yang mendapat
I
liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak
berhak atas cuti tahunan.
A G Bagian Ketiga
Cuti Besar
B
(1)
Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangya 6 (enam)
tahun secara terus menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3
(tiga) bulan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas
cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja secara terus menerus
setiap 6 (enam) tahun berhak atas cuti besar, umpamanya
seorang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil 1 April
1970. Pada tanggal 1 April 1976, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan berhak atas cuti besar.
Cuti besar yang tidak diambil Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tepat pada waktunya, dapat diambil pada tahun-
tahun berikutnya tetapi keterlambatan pengambilan cuti besar itu
J P
tidak dapat diperhitungkan untuk pengambilan cuti besar yang
berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah D
N
berhak atas cuti besar pada tanggal 1 April 1975, tetapi karena
sesuatu sebab cuti besar itu baru dapat diambilnya pada tanggal
I A
1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan baru berhak atas cuti besar yang berikutnya
pada 1 April 1983.
Ayat (2)
Cukup jelas. A
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. A W
E
Pasal 10
G
E P
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
untuk memenuhi kewajiban agama.
Penjelasan Pasal 10
K
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya
menunaikan ibadah haji.
A N
I Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang
A G
untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
Penjelasan Pasal 11
Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pemberian cuti besar
dapat ditangguhkan untuk paling lama 2 (dua) tahun, dengan
Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 12
Yang dimaksud dengan penghasilan penuh adalah gaji pokok dan
penghasilan lain yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan
pimpinan.
Bagian Keempat
Cuti Sakit
J P
Pasal 13 D
N
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
Penjelasan Pasal 13
Cukup jelas.
I A
(1)
Pasal 14
A
Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari
(2)
A W
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan
14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa
E G
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti
dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3)
E P
Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas)
hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis
(4) K
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan
surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara
A N
lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan
keterangan lain yang dipandang perlu.
(5)
I
Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(6)
A
(7)
G Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat ditambah
untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan
surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka
B waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus
diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh
dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
Apabila Pegawai Negeri Sipil sakit yang tidak lebih dari 2 (dua)
hari, cukup memberitahukan kepada atasannya langsung secara
tertulis atau dengan lisan.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari tetapi tidak
lebih dari 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan
secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti melalui hierarki dengan melampirkan
surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter
swasta.
J P
Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 14 (empat belas) hari D
N
harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan
cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti
I A
dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan. Cuti yang lebih dari 14 (empat belas) hari
tidak dapat diberikan atas dasar surat keterangan dokter swasta.
Ayat (4)
Cukup jelas. A
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas. A W
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
E G
Cukup jelas.
E P
(1)
K Pasal 15
Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandungan berhak
atas cuti sakit untuk paling lama 1 (satu setengah) bulan.
A N
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan
I
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.
A G
Penjelasan Pasal 15
Cukup jelas.
B Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena
menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapatkan perawatan
berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Penjelasan Pasal 16
Cuti sakit yang dimaksud dalam pasal ini adalah cuti yang tidak
terbatas waktunya.
Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14
sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima
penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 sampai dengan 16,
kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
J P
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat
oleh pejabat yang mengurus kepegawaian. D
N
Penjelasan Pasal 18
Cukup jelas.
Bagian Kelima I A
Cuti Bersalin
A
(1)
Pasal 19
W
Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, ketiga, Pegawai
A
Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada
E G
Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti diluar tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1
(satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.
Penjelasan Pasal 19
Cukup jelas.
E P
(1) K Pasal 20
Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang
A N
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
I
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
A G
Penjelasan Pasal 20
Cukup jelas.
B Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 21
Cukup jelas.
Bagian Keenam
Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit
keras atau meninggal dunia;
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a
meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai
c.
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia itu;
melangsungkan perkawinan yang pertama;
J P
d. alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
Penjelasan Pasal 22 D
N
Cukup jelas.
Pasal 23
I A
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting.
A
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) A W
E G
Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti, berdasarkan pertimbangan waktu
yang diperlukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,
P
tetapi tidak boleh lama lebih dari 2 (dua) bulan.
E
(1)
K Pasal 24
Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan
A N
menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
I
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
A G
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi ditempat
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk menjalankan
cuti karena alasan penting dapat diberikan oleh pejabat yang
tertinggi ditempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
bekerja.
Umpamannya :
Seorang kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita
bahwa ibunya meningal dunia ditempat lain. Pejabat yang
berwenang memberikan cuti terhadap kepala instansi vertikal itu
adalah Direktur Jenderal dari Departemennya. Dalam hal ini maka
J P
Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan izin sementara
kepada kepala instansi vertikal tersebut menjalankan cuti karena D
N
alasan penting.
Ayat (4)
I A
Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting
yang telah diberikan pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (3),
wajib diberitahukan dengan segera kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
Ayat (5) A
A W
Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan
pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai dimaksud
dalam ayat (4), memberikan cuti karena alasan penting kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara resmi.
.
E
Pasal 25
G
E P
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Penjelasan Pasal 25
Cukup jelas.
K
A N Bagian Ketujuh
Cuti di Luar Tanggungan Negara
I Pasal 26
(1)
B (tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila
ada alasan-alasan penting untuk memperpanjangnya.
Penjelasan Pasal 26
Ayat (1)
Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan pribadi yang
penting dan mendesak, umpamannya Pegawai Negeri Sipil wanita
yang mengikuti suaminya bertugas di luar Negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar
tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan
Negara dengan segera dapat diisi.
Penjelasan Pasal 27
Cukup jelas.
J P
D
N
Pasal 28
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri
I A
Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara, hanya dapat diberikan dengan surat
A
keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Badan Administrasi Kepegawain Negara.
Penjelasan Pasal 28
A W
Pemberian cuti di luar tanggungan Negara tidak dapat didelegasikan
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagai dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1).
E G
(1)
E P Pasal 29
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari
Negara.
K
(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
A N
Penjelasan Pasal 29
Pasal (1)
B Pasal (2)
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil, baik
sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun, maupun sebagai
masa kerja untuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan
lain-lain.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi
induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Penjelasan Pasal 30
Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara habis,
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan diri
kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Pemberhentian ini dilakukan dengan surat keputusan pejabat
yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri
J P
Sipil.
D
Pasal 31
A N
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kembali kepada instansi induknya
setelah menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka:
(1) apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
A I
(2) apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan
melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi kepegawaian
A W
Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain;
(3) Apabila penempatan dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya
karena kelebihan dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian menurut
Penjelasan Pasal 30
Cukup jelas.
E G
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E P
Bagian Kedelapan
K Lain-lain
Pasal 32
(1)
N
Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar,
A
dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila
I
kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu
A G cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 32
Cukup jelas.
B
Bagian Kedelapan
Penghargaan
Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat
diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
kecuali cuti besar yang digunakan menjalankan kewajiban agama.
Penjelasan Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri
Sipil dapat ditangguhkan.
Penjelasan Pasal 34
Cukup jelas.
J P
Pasal 35
D
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih
N
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 35
Cukup jelas.
I A
Pasal 36
A
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan
Penjelasan Pasal 36
Cukup jelas.
A W
oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
E
BAB III G
KETENTUAN PERALIHAN
E P Pasal 37
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
K
sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan
cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Penjelasan Pasal 37
N
Cukup jelas.
A
I BAB IV
A
(1)
G KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negeri diatur
BAB V
PENUTUP
Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat Karena
Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
c.
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan
J P
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, D
N
Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang Perubahan
e.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
I A
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39);
Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
A
ditambah, terakhir dengan bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti Di
Luar Tanggungan Negara).
Penjelasan Pasal 39
Cukup jelas.
A W
E G
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penjelasan Pasal 40
Cukup jelas.
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
I A
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Keserhanaan Hidup, Bab IV pasal
A
6, terdapat ketentuan bahwa Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan
Isterinya yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri untuk
W
kepentingan pribadi, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan prosedur perjalanan ke Luar Negeri
yang berlaku;
A
G
2. Di lingkungan Departemen Keuangan, sebagai pelaksanaan keputusan
Presiden RI No. 10 Tahun 1974 tersebut telah dikeluarkan Instruksi
E
Menteri Keuangan RI No. 04/IMK.01/1978 tentang Pembatasan Kegiatan
P
Pegawai Negeri di Lingkungan Departemen Keuangan dalam rangka
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, yang antara
lain menegaskan:
E
K
a. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri/Pimpinan dan Karyawan
Badan Usaha Milik Negara dalam lingkungan Departemen Keuangan
N
dan isterinya yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri untuk
kepentingan pribadi dengan mempergunakan fasilitas dinas.
A
I
b. Mewajibkan setiap Pejabat/Pegawai Negeri/Pimpinan dan karyawan
Badan Usaha Milik Negara dalam lingkungan Departemen Keuangan
B
3. Di samping Instruksi tersebut di atas telah dikeluarkan pula Surat Edaran
Menteri Keuangan No. SE-37/MK.1/1980 yang antara lain mengatur
ketentuan sebagai berikut:
a. Sepanjang perjalanan tersebut dalam rangka kepentingan dinas,
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Dalam hal Pegawai Negeri pada Departemen Keuangan akan
melakukan perjalanan ke Luar Negeri tidak dalam rangka dinas,
Pejabat tersebut harus dalam status cuti yang sesuai dengan
peraturan cuti yang berlaku.
- 440 -
CUTI PNS
I A
Departemen, sehingga dengan demikian setiap pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Departemen Keuanagn yang akan mengambil cuti di Luar
A
Negeri sebelum melakukan perjalanan ke Luar Negeri, wajib
mendapatkan izin tetulis terlebih dahulu dari Pimpinan Departemen
Keuangan.
W
5. Dari ketentuan dalam peraturan tersebut di atas, kiranya dapatlah ditarik
A
suatu kesimpulan yang tegas bahwa setiap pegawai dilingkungan
G
Departemen Keuangan beserta isterinya yang akan melakukan perjalanan
ke Luar Negeri tidak dalam rangka dinas, diwajibkan untuk mendapatkan
E
izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
E P
yang berlaku mengenai perjalanan ke Luar Negeri.
K
menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dimaksud kepada setiap pegawai
dilingkungan unit masing-masing.
N
Atas perhatian dan kerja sama Saudara diucapkan terima kasih.
A
I
A G
B
A. Cuti Tahunan
1. Hak Cuti Tahunan
P
a. Merupakan hak PNS, termasuk CPNS yang telah bekerja secara
terus menerus selama 1 (satu) tahun.
b. CPNS hanya berhak atas cuti tahunan, kecuali ditentukan lain
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti berdasarkan
pertimbangan kemanusiaan.
c. Selama menjalankan cuti tahunan, PNS/CPNS D
yang
J
bersangkutan memperoleh TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Tahunan
a. Penggunaan cuti tahunan dapat digabungkan dengan cuti
A N
A I
bersama, dengan jumlah paling sedikit menjadi 3 (tiga) hari kerja.
b. Cuti bersama yang tidak digunakan karena kepentingan dinas dan
berdasarkan surat tugas, tetap menjadi hak cuti tahunan PNS.
3. Penangguhan Cuti Tahunan yang Tersisa
A W
a. Cuti tahunan yang tersisa 6 (enam) hari kerja atau kurang tetap
b. Cuti tahunan yang tersisa lebih dari 6 (enam) hari kerja harus
E G
dimintakan penangguhan oleh PNS/CPNS kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti, agar penangguhan dimaksud dapat
dilaksanakan tahun berikutnya.
c. Pejabat yang berwenang memberikan cuti dapat menangguhkan
berjalan.
E P
cuti tahunan paling lambat akhir bulan Desember tahun yang
K
a. Cuti tahunan yang tersisa yang digabungkan penggunaannya
dengan cuti tahunan tahun yang sedang berjalan, dapat diambil
N
untuk paling lama:
1) 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan yang
I
2) 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang
sedang berjalan, apabila cuti tahunan tidak diambil secara
B. Cuti Besar
1. Hak Cuti Besar
a. Merupakan hak PNS yang telah bekerja paling kurang 6 (enam)
tahun secara terus menerus.
- 443 - CUTI PNS
b. PNS yang akan/telah menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas
cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
c. Selama menjalankan cuti besar, PNS yang bersangkutan tidak
berhak atas tunjangan jabatan dan tidak memperoleh TKPKN.
2. Penggunaan Cuti Besar
a. PNS perlu merencanakan penggunaan cuti besar sejak awal
tahun.
b. Cuti besar dapat digunakan oleh PNS untuk
1) memenuhi kewajiban agama;
2) persalinan anaknya yang keempat apabila PNS yang
bersangkutan mempunyai hak cuti besar menjelang
persalinan; atau
J P
3) keperluan lainnya sesuai pertimbangan pejabat yang
berwenang memberikan cuti. D
N
c. PNS yang telah melaksanakan cuti tahunan dan akan mengambil
cuti besar pada tahun yang bersangkutan harus mengembalikan
I A
TKPKN yang diterimanya selama melaksanakan cuti tahunan.
d. PNS yang akan/telah menggunakan cuti besar berhak atas:
1) cuti bersama;
A
2) cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
besar;
3) cuti sakit;
dan ketiga;
5) cuti karena alasan penting. A W
4) cuti bersalin untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua,
C. Cuti Sakit
E G
1. Hak Cuti Sakit merupakan hak PNS dan/atau PNS/CPNS wanita yang
E P
mengalami gugur kandungan.
K
melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit
pemerintah/puskesmas.
b. PNS yang telah menggunakan cuti sakit untuk jangka waktu
A N
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan telah aktif bekerja
kembali, berhak atas:
D. Cuti Bersalin
1. Hak Cuti Bersalin
a. Merupakan hak PNS/CPNS wanita untuk persalinan anaknya
yang pertama, kedua, dan ketiga.
b. Cuti bersalin yang digunakan oleh CPNS wanita untuk persalinan
anaknya yang pertama akan mengurangi hak cuti persalinan
setelah yang bersangkutan menjadi PNS.
2. Penggunaan Cuti Bersalin dan Cuti Lain untuk Bersalin
I A
2) cuti tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti
besar;
3) cuti sakit;
4) cuti karena alasan penting. A
A W
e. PNS wanita dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara untuk
persalinan anaknya yang kelima dan seterusnya.
f. PNS wanita yang telah menggunakan cuti di luar tanggungan
negara tersebut, berhak atas:
1) cuti bersama;
E G
2) cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan dan cuti
tahunan yang tersisa pada tahun sebelum digunakan cuti di
E P
luar tanggungan negara;
3) cuti besar setelah bekerja kembali paling kurang 6 (enam)
tahun secara terus-menerus;
K
4) cuti sakit;
5) cuti karena alasan penting.
A N
E. Cuti Karena Alasan Penting
1. Hak Cuti Karena Alasan Penting
I
a. Merupakan hak PNS.
b. Selama menjalankan cuti karena alasan penting, PNS yang
4) cuti sakit;
5) cuti bersalin.
E G
2. PNS yang telah selesai tugas belajar dan bekerja kembali di
lingkungan Departemen Keuangan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan, berhak atas:
E P
a. cuti tahunan pada tahun yang sedang berjalan;
b. cuti besar.
K
H. Pengajuan Permohonan Hak Cuti
1. Permohonan cuti yang akan dijalankan di dalam negeri dan sudah
A N
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti,
harus disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan
I
surat izin cuti paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal
pelaksanaan cuti, kecuali permohonan:
A G a. cuti sakit;
b. cuti karena alasan penting.
2. Cuti yang akan dijalankan di luar negeri harus mendapatkan izin dari
Menteri Keuangan.
B 3. Permohonan cuti yang akan dijalankan di luar negeri dan izin ke luar
negeri, harus disampaikan kepada Sekretariat Jenderal c.q. Biro
Sumber Daya Manusia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sebelum tanggal pelaksanaan cuti, kecuali permohonan:
a. cuti sakit;
b. cuti karena alasan penting.
e. cuti bersalin;
f. cuti karena alasan penting. A
A W
Pemberitahuan ini perlu diinformasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan
Saudara. Atas perhatian dan kerja sama Saudara kami ucapkan terima kasih.
E G
E P
K
A N
I
A G
B
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B
W
Pajak disampaikan melalui unit kerja di mana yang bersangkutan bertugas
dan sudah harus diterima dalam keadaan lengkap oleh Bagian
A
Kepegawaian Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 1
(satu) bulan sebelum yang bersangkutan berangkat ke luar negeri, kecuali
P
3. permohonan izin perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan pribadi/di
luar kedinasan ditujukan kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris
K E
Jenderal Departemen Keuangan (lampiran I) dengan dilengkapi:
a. surat permintaan cuti kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris
Jenderal Departemen Keuangan, dalam hal cuti yang digunakan
N
selain cuti besar untuk ibadah keagamaan (lampiran II); atau
b. surat izin cuti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal
A
cuti yang digunakan adalah cuti besar untuk ibadah keagamaan.
I
A GDemikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
B
- 450 - CUTI PNS
Lampiran I
SE-03/PJ/UP90/2010
Tanggal 9 Maret 2012
, tanggal .
E P
s.d. . Bersama
K
Mengetahui
A
Kepala KantorN Hormat saya
I
A G
Nama Nama
B
NIP NIP
Lampiran II
SE-03/PJ/UP90/2010
Tanggal 9 Maret 2012
A N
Nama
NIP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
:
:
A I
W
Pangkat/Gol. :
Jabatan :
Unit Organisasi :
A
dengan ini mengajukan permintaan cuti tahunan untuk tahun selama
E G
(.) hari kerja terhitung mulai tanggal . sampai dengan
sebagaimana mestinya.
E P
Demikian permintaan ini saya buat untuk dapat dipertimbangkan
K Hormat saya,
A N Nama
I
NIP
CATATAN PEJABAT CATATAN/PERTIMBANGAN
G
KEPEGAWAIAN
Cuti yang telah diambil dalam tahun
A
yang bersangkutan:
ATASAN LANGSUNG
B 1. Cuti Tahunan .
2. Cuti Besar
3. Cuti Sakit
Nama
NIP
J P
D
A N
A I
A W
E G
E P
K
A N
I
A G
B