Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Saluran Kemih


I.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ berpasangan yang terletak pada retroperitoneal yang
masing-masing berada di dekat korpus vertebra. Posisi ginjal bagian atas berada
sejajar dengan tulang vertebra torakalis ke 12 dan bagian bawah ginjal berada di
tulang vertebra lumbalis ke 3. Umumnya ginjal bagian kanan berada lebih kaudal
dibandingkan dengan ginjal kiri.2

Gambar 2.1. Sistem urinarius tampak depan dan belakang.


(sumber: Saladin, 2014).

Ginjal merupakan kumpulan tubulus-tubulus yang mengandung 1.2 juta fungsi


ekskresi yang disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai berat sekitar 150 g dan dengan
ukuran 11 cm panjang, 6 cm lebar dan 3 cm tebal. Pada medial dari ginjal, terdapat
bagian yang berbentuk cekung, bagian ini dinamakan hilus. Pada bagian ini terdapat
arteri renalis, vena renalis, duktus limpatikus dan plexus saraf yang melewati sinus.
Pada bagian terluar dari ginjal dikelilingi oleh 3 lapisan-lapisan jaringan ikat yaitu: (1)
capsul fibrous renal fascia, bagian terluar dari ginjal yang merekatkan ginjal dengan
organ yang berdekatan pada dinding abdomen (2) perirenal fat capsule, lapisan
adiposa yang menjadi bantalan ginjal dan menjaga ginjal pada tempatnya (3) fibrous
capsule, lapisan terdekat pada ginjal yang mencegah terjadinya infeksi maupun
trauma.2
Pada parenkim ginjal, dibagi menjadi 2 zona yaitu: korteks dan medulla. Pada
bagian korteks terdapat kolumn ginjal yang langsung menuju sinus dan membagi
medulla menjad 6 sampai 10 piramid renalis. Tiap piramid berbentuk konus dengan
bagian yang lebar menghadap korteks sementara berujung tumpul menghadap sinus,
bernama papilla ginjal. Satu piramid dan korteks yang berdekatan disebut sebagai satu
lobus ginjal. Pada tiap papilla dari piramid renalis terdapat kaliks minor yang berguna
mengumpulkan urin. Dari 2 3 kaliks minor akan bergabung menjadi kaliks mayor,
dan 2 3 kalik mayor akan bergabung pada sinus membentuk saluran yang bernama
pelvis renalis yang nantinya akan menyalurkan menuju ureter dan kandung kemih.2

Gambar 2.2. (a) gambaran ginjal secara fotografi, (b) gambaran ginjal secara animasi.
(sumber: Saladin, 2014).

Sirkulasi Ginjal.
Walaupun ginjal hanya memiliki berat 0.4% dari tubuh, organ ini menerima
sekitar 1.2 liter darah tiap menitnya atau 21% dari cardiac output sehingga dapat
peranan penting ginjal terhadap regulasi darah dan komposisi darah. Pada manusia,
tiap ginjal disuplai dengan satu arteri renalis, berasal dari aorta, walaupun terkadang
terdapat satu atau lebih arteri aksesorius. Pada saat di hilus, arteri renalis bercabang
menjadi beberapa arteri segmental dan nantinya akan bercabang kembali menjadi
arteri interlobaris. Arteri interlobaris menembus kolumn renal dan berjalan diantara
piramid ginjal menuju cortico medullary junction, batas antara korteks dan medulla.
Pada area ini arteri kembali bercabang menjadi arteri arkuata dimana arteri ini

1
berbelok 90o mengikuti basis dari piramid. Tiap arteri arkuata akan menjalar dan
bercabang menjadi arteri kortikalis radiata yang menuju pada korteks ginjal. Nantinya
tiap arteri kortikalis radiata ini akan menjadi arteriol afferent yang akan masuk dan
membetuk kapiler-kapiler melingkar menjadi glomerulus, yang berada didalam kapsul
yang berbentuk C bernama kapsul glomerulus. Glomerulus akan berdrainase menjadi
arteriol efferent dan nantinya arteriol efferent akan bercabang-cabang menjadi kapiler
kapiler plexus peritubulus yang mengikuti jalur jalur dari tubulus ginjal yang berguna
untuk mereabsorbsi air dan zat terlarut pada tubulus.2

Gambar 2.3. Arteri


dan vena pada ginjal.
(sumber: Saladin,
2014).

Dari kapiler-
kapiler peritubulus, darah mengalir menuju vena kortikalis radiata, vena arkuata, vena
interlobaris, vena renalis, melewati hilus dan menuju vena cava inferior. Vena-vena ini
berjalan paralel bersamaan dengan arteri dengan nama yang sama. Pada bagian
medulla ginjal, hanya menerima 1% - 2% dari total darah yang mengalir, dibantu
dengan pembuluh darah vasa recta. Vasa recta adalah cabang dari arteriol efferent
yang langsung turun menuju medulla tanpa berubah menjad kapiler-kapiler
peritubulus. Vasa recta selanjutnya bermuara pada vena kortikalis radiata.2

2
Gambar 2.4. Sirkulasi darah pada ginjal.
(sumber: Saladin, 2014).

Persarafan Ginjal.
Mengikuti jalur arteri renalis, plexus renalis merupakan persarafan dan
ganglion. Plexus renalis mengikuti cabang-cabang arteri renalis menuju ginjal dan
menjadi serabut saraf pada pembuluh darah dan tubulus kontortus pada nefron. Plexus
renalis merupakan persarafan yang mempunyai 2 otonom, simpatik dan parasimpatik.
Saraf simpatik berasal dari plexus aorta abdominalis (khususnya mesenterikus
superior dan ganglion celiac). Saraf ini mengontrol perdarahan renal dan laju
pembentukan urine, ketika tekanan darah turun, saraf ini menstimulasi ginjal untuk

3
memproduksi renin, sebuah enzim yang aktif sebagai hormon untuk menjaga kembali
tekanan darah. Saraf simpatik berasal dari nervus vagus yang fungsinya pada ginjal
saat ini belum diketahui.2

Nefron
Nefron terbentuk dari 2 bagian yaitu: korpuskulum ginjal yang berfungsi
filtrasi darah dan tubulus renal yang berfungsi merubah hasil zat terfiltrasi menjadi
urin.
Korpuskulum Renale
Korpuskel renale tediri dari glomerulus dan kapsula Bowman. Pada lapisan
visceral dari glomerulus terdapat sel podosit yang menyelimuti kapiler sementara
pada lapiran parietal dilapisi sel epitel gepeng. Diantara lapisan ini terdapat ruangan
yang bernama capsular space dimana hasil filtrasi selanjutnya akan menuju ruangan
tersebut. Pada korpuskulum renale terdapat 2 kutub yaitu, vascular pole dimana arteri
masuk dan keluar dari korpuskulum renale dan urinary pole dimana hasil filtrasi
glomerulus akan masuk ke tubulus renal. Sel podosit berbentuk seperti gurita dimana
badannya mempunyai tangan-tangan yang memanjang menyelimuti kapiler
glomerulus. Tangan-tangan ini dimenghasilkan penyaring pada glomerulus dengan
mebuat celah sempit yang bernama filtration slits. Fungsi dari korpuskulum renale ini
sebagai filtrasi dimana sel darah dan plasma protein terhambat didalam pembuluh
darah karena celah yang dibuat terlalu kecil sehingga dapat menahan mereka. Air
dapat menembus dari celah ini dan membawa partikel-partikel kecil seperti urea,
glukosa, asam amino dan elektrolit. Pada tekanan darah tinggi membuat air dan zat
terlarut yang berukuran kecil dapat menembus tembok kapiler dan menuju ruangan
kapsul. Tekanan pada ruangan kapsul mengantarkan zat filtrate menuju tubulus renal
yang nantinya akan melewati kaliks dan pelvis renal.2

4
Gambar 2.5. Sistem nefron dan tubulus.
(Sumber : Saladin, 2014)

Tubulus renal merupakan duktus yang bermula dari kapsul glomerulus dan
berakhir pada ujung piramid medulla. Ini sekitar sepanjang 3 cm, dan dibagi menjad 4
bagian : tubulus kontortus proksimalis, ansa Henle, tubulus kontortus distalis dan
duktus koligentes. Hanya 3 terawal yang merupakan bagian dari nefron sementara
duktus koligentes hanya mengumpulkan cairan dari nefron-nefron yang ada. Tiap
bagian dari tubulus memiliki fungsi fisiologis yang unik dan berperan terhadap
pembentukan urin.2

Tubulus Kontortus Proksimalis.


Tubulus kontortus proksimalis merupakan tubulus panjang dan berliku-liku
dan secara histologis berdominan pada region korteks. Tubulus ini memiliki lapisan
epitel kubus dengan microvilli yang berguna untuk absorbsi. Tubulus kontortus
proksimalis berguna untuk reabsorbsi dan sekresi. Tubulus ini mengabsorbsi 65% dari
hasil filtrasi glomerulus. Pada permukaan lumen, epitel sel memiliki berbagai
membrane transport protein yang berguna untuk membawa zat terlarut dengan

5
transport aktif maupun terfasilitasi keluar dari lumen. Zat terlarut dan air yang
melewatinya akan menuju sitoplasma dari sel, dinamakan rute transseluler, yang
nantinya akan menuju basal sel dan lapisan sel bagian lateral untuk selanjutnya
dikeluarkan. Adapun rute lain yaitu paraseluler, yaitu berdifusi diantara sel-sel epitel.
Zat terlarut yang di absrobsi oleh tubulus yaitu sodium, potassium, magnesium,
phosphate, klorida, bikarbonat, glukosa, asam amino, laktat, protein, peptida, urea dan
asam urea. Air berpindah secara osmosis. Sementara zat yang di sekresi oleh tubulus
kontortus proksimalis dari darah menuju urine primer yaitu: hidrogen, ion bikarbonat,
ammonia, urea, asam urea, kreatinin, asam empedu, polutan dan obat-obatan. Untuk
urea, terjadi proses dimana reabsorbsi dan ekskresi, dimana urea yang dieksresikan
sekitar setengah dari urea dalam darah, ini bertujuan untuk menjaga kadar konsentrasi
urea dalam darah dalam batasan aman.2

Ansa Henle
Ansa Henle merupakan tubulus yang berbentuk U dengan sebagian besar
berada pada zona medulla. Saluran ini berasal dari tubulus kontortus proksimalis yang
berjalan lurus secara menurun dan terdapat putaran 180 o menjadi menaik dan kembali
menuju korteks. Pada ansa Henle terdapat segmen yang tebal, terdiri dari lapisan
kuboid, dan segmen yang tipis, terdiri dari epitel gepeng. Pada segmen tebal, terjadi
transport aktif pada garam sehingga membutuhkan ATP yang tinggi dan mitokondria
yang banyak, oleh karena itu bentuk sel relatif lebih tebal. Sementara untuk segmen
tipis tidak terjadi transport aktif dan permeabilitas air cukup tinggi sehingga tidak
dibutuhkan banyak ATP dan mitokondria. Segmen tebal berada pada awal ansa Henle
dan akhir ansa Henle, sementara untuk segmen tipis berada pada sebelum dan sesudah
putaran dari ansa Henle sendiri yang nantinya akan berubah kembali menjadi segmen
tebal. Ansa Henle mereabsorbsi 25% sodium, potassium, klorida dan 15% air hasil
dari filtrasi glomerulus. Fungsi utama dari ansa Henle yaitu menjaga gradien
osmolaritas pada medulla renal. Ini dilakukan dengan cara melakukan pompa Na-K
dan Cl dari bagian ascending ansa Henle.2
Nefron yang dekat dengan medulla dinamakan juxtamedullary nephron.
Nefron ini memiliki ansa Henle yang panjang sampai mendekati apex dari piramid
ginjal. Hanya 15% nefron memiliki juxtamedullary dan ini berguna untuk menjaga
gradien osmotik pada medulla.2
Setelah ansa Henle naik menuju korteks, tubulus tersebut melakukan kontak
dengan vascular pole. Arteriol dari afferent, efferent dan tubulus membentuk

6
bangunan yang bernama apparatus juxstaglomerular. Terdapat 3 sel yang
berdifferensiasi pada apparatus juxstaglomerular yaitu;
o Macula densa sel epitel yang berada pada akhir ansa Henle menghadap
arteriol afferent. Sel ini berperan sebagai sensor yang memantau aliran dan
komposisi pada cairan dalam tubulus dengan berkomunikasi dengan sel
disekitarnya.
o Sel Juxtaglomerular sel otot polos pada arteriol affenent dan arteriol efferent
yang secara langsung berdekatan dengan macula densa. Ketika terstimulasi
oleh macula densa, sel ini akan melakukan dilatasi atau konstriksi dari
arteriole. Sel ini juga mensekresi renin, sebuah enzyme yang mengatur
tekanan darah.
o Mesangial sebuah celah diantara arteriol afferent dan efferent dan ruangan
diantar kapiler-kapiler glomerulus. Sel ini berikatan dengan sel-sel macula
densa dan juxstaglomerular sebagai batas dan berkomunikasi dengan
mensekresi zat seperti hormon. Sel ini juga dapat berperan sebagai fagosit,
melakukan konstriksi dan relaksasi pada kapiler glomerulus untuk mengatur
aliran darah dan aliran filtrasi.2
o

Gambar 2.6.
Apparatus

Juxtaglomerular
(sumber: Saladin, 2014).

Tubulus Kontortus Distalis

7
Tubulus ini merupakan tubulus yang berliku-liku yang berada pada korteks
ginjal dan dimulai sesudah macula densa. Tubulus distal ini lebih pendek disbanding
tubulus proksimal dan akhir dari nefron. Lapisan tubulus distal terbentuk dari lapisan
epitel kuboid tanpa mikrovilli. Tidak seperti tubulus kontortus proksimalis, tubulus
kontortus distalis ini mereabsorbsi zat yang diatur oleh hormon seperti, aldosterone
mengatur sodium dan eksresi potassium, paratiroid hormon yang berguna untuk
regulasi kalsium dan ekskresi fosfat.2

Tubulus Koligentes
Tubulus ini merupakan tubulus yang turun menuju medulla. Tubulus ini
merupakan bagian dari tubulus renalis akan tetapi bukan bagian dari nefron. Nefron
dan tubulus koligentes memiliki awal embriologi yang berbeda. Pada akhir medulla,
duktus-duktus ini bergabung menjadi duktus yang lebih besar dan memendek menjadi
duktus papilaris. Ada sekitar 30 duktus papilaris yang bermuara pada kaliks minor.
Pada duktus kolektigentes terdapat 2 tipe sel yaitu : intercalated cells, yang berperan
terhadap keseimbangan asam basa dengan mensekresi hidrogen atau ion bikarbonat
menuju urin, dan principal cells, mengabsorbsi air dan Na+ dan sekresi K+. keduanya
mempunyai peranan terakhir dalam mengatur osmolaritas pada urin. Pada principal
cells juga terdapa pintu air yang bernama aquaporins pada membrannya. Air akan
melakukan osmosis pada pintu ini dan menuju vasa recta. Tubulus koligentes juga
dipengaruhi oleh 2 hormon yaitu natriuretic peptides, mengatur eksresi sodium ke
urin, dan antidiuretic hormone, yang berguna untuk retensi air dan mengurangi
volume urin.2

I.2AnatomiUreter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm dan mempunyai lebar hingga


1.7 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari
pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.2
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter

8
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta
muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk
batu/kalkulus.2
Ureter memiliki tiga lapisan yaitu, lapisan mukosa, lapisan muskularis dan
lapisan adventisia. Pada lapisan mukosa terdapat epitel transisional yang mengikuti
lapisan mukosa ureter hingga buli-buli. Pada lapisan muskularis memilikin lapisan
longitudinal dan sirkular. Lapisan ini berkontraksi membentuk gerakan peristaltic
untuk mendorong urine yang berasal dari pelvis renalis turun ke buli-buli. Lapisan
adventisia merupakan jaringan ikat yang melekatkan ureter kepada jaringan sekitar.
Lapisan ini bergabung dengan kapsul ginjal pada bagian superior dan jaringan ikat
buli-buli pada inferior.2
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter
melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta
pleksus hipogastricus superior dan inferior.2

I.3 Anatomi Vesika Urinaria


Urine di produksi secara terus-menerus tetapi untungnya tidak dikeluarkan
dari tubuh terus menerus. Miksi dapat dilakukan secara episodik ketika kita
menghendakinya dikarenakan terdapat apparatus yang dapat menimpan urin yaitu
vesika urinaria dan dengan kendali persarafan.2
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
kantung muscular yang terdapat pada rongga pelvis, bagian inferior dari peritoneum
dibelakan simfisis pubis. Organ ini diselimuti oleh lapisan peritoneum parietalis pada
bagian superior dan jaringan fibrosa adventisia pada sekelilingnya. Lapisan otot pada
vesika urinaria disebut juga otot destrusor yang merupakan lapisan otot polos yang
membentuk tiga lapisan yang berbeda arah otot spiral, longitudinal, sirkular.2
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas
tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan
lateral dextra dan sinistra). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan
collum vesicae. Trigonum vesicae Litaudi merupakan suatu bagian berbentuk mirip-
segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini
berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. Pada

9
lapisan dalam terdapat lapisan yang berlipat-lipat yang dapat meregang disebut juga
rugae. Lapisan ini merupakan lapisan mukosa yang mempunya sel payung atau epitel
transisional yang memiliki membrane fosfolipid yang lebih tebal dibandingkan sel
epitel dan memiliki uroplakins yang impermeable terhadap urin sehingga melindungi
sitoplasma dari sel payung tersebut. Vesika urinaria mampu menampung volume urin
hingga 800 ml.2
Vesica urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan
pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan
simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-
S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.2

I.4 Anatomi Uretra


Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ
seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 4 cm. Uretra memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna
(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa
(di uretra pars membranosa, bersifat volunter).2
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
Pars prostatika (2-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
Pars membranosa (0.5-1 cm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi
diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae
eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis.
Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

10
Gambar 2.7 Vesika Urinaria dan Uretra pada laki-laki
(sumber : Saladin, 2014)

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (4 cm) dibanding uretra
pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae externa yang bersifat volunteer. Namun tidak seperti uretra pria, uretra pada
wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.2

11
Gambar 2.8 Vesika Urinaria dan Uretra pada wanita
(sumber : Saladin, 2014)

II. Urolitiasis
II.1 Definisi1,3
Urolitiasis atau batu adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih
(kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran
kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau
infeksi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan
dapat terbentuk pada :
1. Ginjal (Nefrolithiasis)
2. Ureter (Ureterolithiasis)
3. Buli-buli (Vesicolithiasis)
4. Uretra (Urethrolithiasis).

II.2 Etiologi3
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.
Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh

12
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.

II.3 Epidemiologi4
Terdapat sekitar 120 dan 140 per 1.000.000 pasien akan terbentuk batu
pertahunnya dengan perbandingan antara laki dan perempuan 3: 1.

II.4 Patogenesis3

13
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
Terdapat penghambat pembentukan batu saluran kemih diantaranya adalah ion
magnesium (Mg2+) yang dapat berikatan dengan oksalat untuk membentuk garam dan
juga sitrat yang dapat berikatan dengan ion kalsium (Ca 2+) sehingga jumlah kalsium
yang akan berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang.

II.5 Klasifikasi Batu3,4


Berdasarkan ukurannya dibagi menjadi :

14
Ukuran kurang dari 5 mm
Ukuran 5 10 mm
Ukuran 10 20 mm
Ukuran lebih dari 20 mm

Berdasarkan hasil Foto Rontgen

Table 1. Gambaran Batu Saluran Kemih pada Foto Rontgen


(sumber : European Association of Urology Guidelines 2014 Edition)

Berdasarkan Komposisi
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu.
Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kalsium adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari
250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab
terjadinya hiperkalsiuria, antara lain:
a. Hiperkalsiuria absrobtif yaitu terjadi karena adanya peningkatan
absorbs kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuria renal yaitu terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuria resorptif yaitu terjadi peningkatan resorptif kalsium
tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau
pada tumor paratiroid.
2. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini
disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium
intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.

15
3. Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24 jam.
Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu/nidus
untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine
berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari
metabolism endogen.
4. Hipositraturia
Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini
dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut dibandingkan
kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada penyakit
asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorbsi atau
pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
6. Hipomagnesuria
Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan
kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti gangguan
malabsorbsi.

Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi :
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple

16
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk
dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-
kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri
pemecah urea.

Batu Asam Urat


Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri dari asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit
gout dan yang mempergunakan obat urkosurik diantaranya sulfinpirazone, thiazide,
dan salisilat.
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolism
endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat
diubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxanthin
diubah menjadi xanthan yang akhirnya diubah menjadi asam urat. Asam urat relative
tidak larut di dalam urine sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk
Kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang
menyebabkan terbentuknya asam urat adalah
1. Urine yang terlalu asam (pH urine < 6)
2. Volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 Liter / hari) atau dehidrasi
3. Hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.
Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan IVU
tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali
dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papilla ginjal yang nekrosis, tumor atau
bezoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik
(acoustic shadow).

II.6 Gambaran klinis1,3

17
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda
umum yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila
disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan
mungkin demam atau tanda sistemik lain.

II.6.1. Nefrolitiasis1,3
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya
menempati bagian pelbis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan
pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat
di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan
gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran
kemih dan infeksi.
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri
yang terus-meneru dan hebat karena adanya pionefrosis.
Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat
berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.
Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak
memberi gejala fisik.

II.6.2. Ureterolithiasis1,3
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot pelvikaliks dan
turun ke ureter menjadi batu ureter. Anantomi ureter mempunyai beberapa tempat
penyempitan yang memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristaltis, akan terjadi
gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa
muntah dengan nyeri alih yang khas. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar seringkali tetap
berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan
obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. Selama batu bertahan di
tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser
dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat. Nyeri kolik terjadi karena

18
aktivias peristaltic otot yang menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

II.6.3 Vesicolithiasis1,3
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada
pasien-pasien hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli atau buli-buli
neurogenik. Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung
kemih, aliran yang mula-mula lancer secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes
disertai dengan nyeri. Nyeri juga dapat menjalar pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak-anak seringkali mengeluh adanya
enuresis nokturna, disamping sering menarik-narik penisnya sehingga letak batu
berpindah pada anak laki-laki atau juga menggosok-gosok vulva pada anak
perempuan.

II.6.4 Urethrolithiasis1,3
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung
kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut di
tempat yang agak lebar ini adalah di pars prostatika, bagian permulaan pars bulbosa
dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan di tempat lain. Gejala
yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan nyeri.
Apabila batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli dan kemudian di ke uretra,
biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelumnya.

II.7 Diagnosis1,3
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menegakan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstuksi
saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

Pemeriksaan Pencitraan.
BNO
Pembuatan foto polos abdomen berujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium

19
fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain,
sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radiolusen)
BNO IVP
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang
tidak terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan
system saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
USG
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadan-keadaan alergi kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita
yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau
di buli-buli yang ditunjukan sebagai echoic shadow, hidronefrosis, pionefrosis
atau pengerutan ginjal.

II.8 Diagnosis Banding1


Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Pada kolik bagian kanan perlu
dipertimbangkan adanya kolik saluran cerna, kandung empedu atau apendisitis akut,
selain itu pada perempuan juga dipertimbangkan kemungkinan adneksitis maupun
kehamilan ektopik. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri.

II.9. Penatalaksanaan1,3,4
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan
batu saja, tetapi juga harus disertai terapi penyembuhan penyakit batu atau paling
sedikit disertai dengan terapi pencegahan.

Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
blocker (Tamsulosin)
Analgetik
i. NSAID, Sodium Diclophenac, Indomethacin

20
ii. Tramadol, Pentazocine (Lini ke 2)
iii. Spasmolytics (metamizole sodium) (lini ke 3)

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi

Tatalaksanan Non-Medikamentosa
Terapi Aktif Non Pembedahan

o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


o Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif
atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
o Indikasi ESWL :
Batu saluran kemih dengan diameter 5-30 mm
Fungsi ginjal masih baik
Batu terletak di ginjal dan ureter
o Kontra indikasi :
Pasien dengan hipertensi yang tidak dikontrol
Pasien dengan gangguan pembekuan darah
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat
Wanita hamil dan anak-anak.
o Keuntungan ESWL :
Dapat menghindari operasi terbuka
Lebih akurat dan efektif
Biaya lebih murah
o PNL (Percutaneous Nephrolitholapaxy)
o Mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
o Kontra indikasi
Tidak dapat dilakukannya anastesi umum
Terdapat tumor yang pada akses traktus
Kehamilan

21
o Ureteroskopi atau Uretero-Renoskopi (URS):
o Memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan
ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu,
batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.

Terapi Aktif Pembedahan.


Terapi pembedahan digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat
gelombang kejut atau bila cara nonbedah tidak berhasil. Terapi pembedahan dapat
dilakukan secara

Laparoscopy.
Open Surgery.
o Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal
o Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
o Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria
o Uretrolitotomi : mengambil batu di uretra.

II.10 Komplikasi4

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.


Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi
pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis

22
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat
seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi
saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi
serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko
kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL,
dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali
normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca
ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus
akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada
satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi
terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan

23
perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada
anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

II.11 Prognosis3

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak


batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator.

II.12 Pencegahan3
1. Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi lebih
encer sehingga mengurangi kemungkinan zat-zat pembentuk batu untuk saling
menyatu. Dengan minum banyak, air seni biasanya berwarna bening, tidak
kuning lagi.
2. Minum air putih ketika bangun tidur di subuh hari. Hal ini akan segera
merangsang kita untuk berkemih, sehingga air seni yang telah mengendap
semalamam tergantikan dengan yang baru.
3. Jangan menahan kencing; kencing yang tertahan dapat menyebabkan urin
menjadi lebih pekat, atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan infeksi
saluran kemih merupakan faktor pendukung terbentuknya batu.
4. Pola makan seimbang, berolahraga, dan menjaga berat badan tetap ideal.

24
BAB III
KESIMPULAN
1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),
Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur
urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
5. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC: 2007. Hal 872
879.
th
2. Saladin KS. Human Anatomy 4 Edition. Amerika : McGrawHill.2014. pg 684
- 696
3. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto. 2014. Hal 87
102
4. European Association of Urology. April 2014

26

Anda mungkin juga menyukai