bahkan untuk tujuan yang lebih luas lagi yaitu susu, daging, dan tenaga. Beberapa bangsa
masih memperlihatkan perbedaan sedangkan yang lainnya telah diseleksi untuk sifat-sifat ternak
daging atau ternak perah saja (Blakely,1991).
Ayrshire. Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di daerah bagian barat
Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relative tidak banyak tersedia.
Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan dan kesanggupannya
untuk merumput (Blakely,1991).
Pola warna bangsa sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahagoni dan
putih. Bangsa sapi ini lebih bersifat gugup atau terkejut bila dibandingkan dengan bangsa-
bangsa yang lain. Para peternak dahulu nampak masih berhati-hati dalam usaha mereka dalam
melakukan seleksi kearah tipe yang bagus. Hasil itu masih nampak dalam gaya penampilan,
simetri, perlekatan ambing yang nampak, disamping kehalusan dan kebersihannya sebagai tipe
perah. Sapi Ayrshire hanya termasuk dalam peringkat sedang dari sudut daging serta pedet
yang dilahirkan. Rata-rata bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound dan sapi jantan
mencapai 1600-2300 pound. Produksi susu menurut DHIA (1965/1966) rata-rata 10312 pound
dengan kadar lemak 4% (Prihadi,1997).
Brown Swiss. Bangsa sapi Brown Swiss banyak dikembangkan dilereng-lereng pegunungan di
Swiss. Sapi ini merumput di kaki-kaki gunung pada saat musim semi sampai lereng yang paling
tinggi saat musim panas. Keadaan alam seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh akan
kemampuan merumput yang bagus. Ukuran badannya yang besar serta lemak badannya yang
berwarna putih menjadikannya sapi yang disukai untuk produksi daging (Blakely,1991).
Warna sapi Brown Swiss bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat gelap, serta tercatat
sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan kecenderungan bersifat acuh. Sapi Brown Swiss
dikembangkan untuk tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam jumlah
besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relative tinggi. Bobot badan sapi betina
dewasa 1200-1400 pound, sedang sapi jantan Brown Swiss 1600-2400 pound. Produksi susu
rata-rata mencapai 10860 pound dengan kadar lemak 4,1% dan warna lemak susunya agak
putih (Blakely,1991).
Guernsey. Bangsa sapi Guernsey dikembangkan di pulau Guernsey di Inggris. Pulau tersebut
terkenal dengan padang rumputnya yang bagus, sehingga pada awal-awal seleksinya, sifat-sifat
kemampuan merumput bukan hal penting yang terlalu diperhatikan. Sapi perah Guernsey
berwarna coklat muda dengan totol-totol putih yang nampak jelas. Sapi tersebut sangat jinak,
tetapi karena lemak badannya yang berwarna kekuningan serta ukuran badan yang kecil
menyebabkan tidak disukai untuk produksi susu dengan warna kuning yang mencerminkan
kadar karoten yang cukup tinggi (karoten adalah pembentuk atau prekusor vitamin A). disamping
itu, kadar lemak susu serta kadar bahan padat susu yang tinggi. Bobot badan rata-rata sapi
betina dewasa 1100 pound dengan kisaran antar 800-1300 pound. Sedangkan bobot sapi jantan
dewasa dapat mencapai 1700 pound. Produksi susu sapi Guernsey menurut DHIA (1965/1966)
rata-rata 9179 pound dengan kadar lemaknya 4,7% (Prihadi,1997).
Jersey. Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris yang terletak hanya sekitar 22 mil
dari pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau Jersey juga mempunyai padang
rumput yang bagus sehingga seleksi ke arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian
pokok. Pulau itu hasil utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan
untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun masih menjadi
perhatian. Dalam masa perkembangan bangsa ini, hanya sapi-sapi yang bagus sajalah yang
tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini masih terkenal karena keseragamannya (Blakely,1991).
Susu yang berasal dari sapi yang berwarna coklat ini, warnanya kuning karena
kandungankarotennya tinggi serta persentase lemak dan bahan padatnya juag tinggi. Seperti
halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak disukai untuk tujuan produksi daging serta pedet yang
akan dipotong. Bobot sapi betina dewasa antara 800-1100 pound. Produksi susu sapi Jersey
tidak begitu tinggi, menurut standar DHIA (1965/1966) rata-rata produksi sapi Jersey 8319
pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat tinggi rata-rata 5,2% (Prihadi,1997).
Holstein Friesien. Bangsa sapi Holstein-Friesien adalah bangsa sapi perah yang paling
menonjol di Amerika Serikat, jumlahnya cukup banyak, meliputi antara 80 sampai 90% dari
seluruh sapi perah yang ada. Asalnya adalah Negeri Belanda yaitu di propinsi Nort Holand dan
West Friesland, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus. Bangsa sapi ini pada
awalnya juga tidak diseleksi kearah kemampuan atau ketangguhannya merumput. Produksi
susunya banyak dan dimanfaatkan untuk pembuatan keju sehingga seleksi kearah jumlah
produksi susu sangat dipentingkan (Blakely,1991).
Sapi yang berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang berwarna merah dan putih) sangat
menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah. Sifat seperti
ini nampaknya lebih cocok dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang. Ukuran badan,
kecepatan pertumbuhan serta karkasnya yang bagus menyebabkan sapi ini sangat disukai pula
untuk tujuan produksi daging serta pedet untuk dipotong. Standar bobot badan sapi betina
dewasa 1250 pound, pada umumnya sapi tersebut mencapai bobot 1300-1600 pound. Standar
bobot badan pejantan 1800 pound dan pada umumnya sapi pejantan tersebut mencapai diatas 1
ton. Produksi susu bias mencapai 126874 pound dalam satu masa laktasi, tetapi kadar lemak
susunya relative rendah, yaitu antara 3,5%-3,7%. Warna lemaknya kuning dengan butiran-
butiran (globuli) lemaknya kecil, sehingga baik untuk dikonsumsi susu segar (Blakely,1991).
Red Sindhi. Bangsa sapi Red Sindhi berasal dari daerah distrik Karachi, Hyderabad dan
Kohistan. Sapi Red Sindhi berwarna merah tua dan tubuhnya lebih kecil bila dibandingkan
dengan sapi Sahiwal, sapi betina dewasa rata-rata bobot badannya 300-350 kg, sedangkan
jantannya 450-500 kg. produksi susu Red Sindhi rata-rata 2000 kg/tahun, tetapi ada yang
mencapai produksi susu 3000 kg/tahu dengan kadar lemaknya sekitar 4,9% (Blakely,1991).
Gir. Bangsa sapi Gir berasal dari daerah semenanjung Kathiawar dekat Bombay di India Barat
dengan curah hujan 20-25 inchi atau 50,8-63,5 cm. Daerah ini terletak antara 205 - 226 LU.
Pada musim panas temperature udara mencapai 98F (36,7C) dan musim dingin temperatu
udara sampai 60F (15,5C) (Prihadi,1997).
Warna sapi Gir pada umumnya putih dengan sedikit bercak-bercak coklat atau hitam, tetapi ada
juga yang kuning kemerahan. Sapi ini tahan untuk bekerja baik di sawah maupun di tegal.
Ukuran bobot sapi betina dewasa sekitar 400 kg, sedangkan sapi jantan dewasa sekitar 600 kg.
produksi susu rata-rata 2000 liter/tahun dengan kadar lemak 4,5-5% (Blakely,1991).
Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak dipengaruhi
oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat, manajemen dan mungkin
juga sapi yang dikirim ke Indonesia kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri
asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi susunya sekitar 10 liter per hari
dengan calving interval 12-15 bulan dan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu
rata-rata 2500-3000 liter per laktasi (Prihadi,1997).
Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan Friesian
Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo, Ungaran,
Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malang,dan sekitarnya.
Warna sapi PFH seperti sapi FH tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang misalnya warna
bulu kipas ekor hitam, kuku berwarna hitam dan bentuk tubuhnya masih memperlihatkan bentuk
sapi local, kadang-kadang masih terlihat adanya gumba yang meninggi (Prihadi,1997).
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.
Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta.
Kandang yang baik harus memberikan kenyamanan pada ternaknya. Dengan kenyamanan, akan membuat
ternak dapat mencapai produksi yang optimal. Kandang sapi perah rakyat di perdesaan umumnya menggunakan
bangunan yang sudah ada. Misalnya bekas dapur atau bangunan lain yang sudah tidak lagi digunakan. Hal ini
tentu saja dengan kondisi seadanya sehingga baik lokasi, arah maupun kebersihan kandang tidak memenuhi
persyaratan.
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada
kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran. Sedangkan kandang yang
bertipe ganda, penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak
belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjaga agar ternak merasa nyaman sehingga dapat
mencapai produksi yang optimal, yaitu :
Persyaratan secara umum : a) Ada sumber air atau sumur; b). Ada gudang makanan atau rumput atau hijauan;
c). Jauh dari daerah hunian masyarakat ;
d ). Terdapat lahan untuk bangunan dengan luas yang memadai dan berventilasi
Persyaratan secara khusus : a).Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m
atau 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m per
ekor, dengan tinggi atas 2-2,5 m dari tanah; b).Ukuran bak pakan : panjang x lebar = bersih 60 x 50 cm.
c).Ukuran bak minum : panjang x lebar = bersih 40 x 50 cm; d).Tinggi bak pakan dan minum bagian dalam 40 cm
(tidak melebihi tinggi persendian siku sapi) dan bagian luar 80 cm.e) Tinggi penghalang kepala sapi 100 cm dari
lantai kandang; f).Lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring (bedakan 3 cm). g).Lantai
kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit.;h). Lantai terbuat dari
tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi; i) Lantai tanah dialasi dengan jerami kering
sebagai alas kandang yang hangat.j).Selokan bagian dalam kandang untuk pembuangan kotoran, air kencing
dan air bekas mandi sapi : Lebar (L) x Dalam selokan (D) = 35 x 15 cm; k) Selokan bagian luar kandang untuk
pembuangan bekas air cucian bak pakan dan minum : L x D = 10 x 15 cm; l).Tinggi tiang kandang sekurang-
kurangnya 200 cm dari lantai kandang; k).Atap kandang dibuat dari genteng.m). Letak kandang diusahakan lebih
rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari lokasi tanaman rumput. (Hasanudin, 1988). Lokasi pemeliharaan
dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m). Temperatur di sekitar
kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disterilkan terlebih dahulu. Pensterilan
dilakukan dengan menggunakan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.
Pengelolaan Kandang
Kotoran ternak harus ditimbun atau dipindahkan di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (1-2 minggu)
dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat
(agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang
tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak
atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen
dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Dan, yang tidak kalah pentingnya, jangan lupa sediakan pula
peralatan untuk memandikan sapi. Penulis: Inang Sariati.
Sumber ; 1. www.pustaka-deptan.go.id/agritek/lip50120.pdf
2. www.didietbae.com/.../perencanaan-dan-perancangan-kandang
DAFTAR PUSTAKA
Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi Perah.http://azisadeaja.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 28 Maret
2013.
Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang dikenal di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan dan tempat air
minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa
dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2. Kandang pedet
Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok. Untuk kandang individual sekat
kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat + 1
m. Ukuran kandang untuk 0 4 minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada
kandang kelompok adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 8 minggu dengan ukuran 1
m2/ekor dan pada umur 8 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Dalam satu
kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat makan dan
tempat air minum.
3. Kandang pejantan
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran lebih besar dari pada
kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang paling baik untuk kandang
pejantan adalah kandang yang berhalaman atau Loose Box. Lebar dan panjang untuk
kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya
tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m, tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau
paling rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang.
Pagar halaman terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan
diameter 7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu,
perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton. Perlengkapan lain
yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain. Pemberian ransum harus dilakukan
dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
4. Kandang kawin
Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar halaman kandang
pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan dapat berlangsung dengan mudah
dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian
belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan
kandang kawin sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke
dalam tanah sedalam 50 60 cm dan dibeton supaya kokoh.
5. Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang sakit. Pada tempat ini sapi yang
sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu;
panjang 150 cm, lebar 55 cm dan tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang
sehat dengan tujuan penyakit tidak mudah menular.
6. Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi dewasa. Lantainya miring
ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar. Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak
dekat dengan kandang pedet. Selokan pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa.
Sudut-sudut dinding dibuat melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sutarno (1994) dalam Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk
sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet.
Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan
dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha
sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam
pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar bangunan harus disesuaikan dengan rencana
jumlah ternak yang akan dipelihara dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk.
Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual
pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens). Kandang sapi
induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain), pada kandang ini kebebasan sapi
bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu
kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin
topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya (Sutarno,
1994) dalam (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris
atau lebih dari satu baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem
kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini terdiri dari
kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah yang sapinya tidak ditambat,
bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan
makanan, tempat memerah dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall
pada prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang dengan tidak
ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi disekat-sekat, dan tiap sekatnya
hanya cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994) dalam (Farhan, 2008).
Menurut Ade (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis kandang untuk
pembibitan sapi perah di Satker Pagerkukuh. Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk
siap kawin maupun kering masih bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan kondisi
masing-masing ternak, sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat ternak dalam satu
kandang. Kandang Induk berkapasita + 50 ekor sedangkan sapi dara dipisahkan dari
kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri dengan kapasitas + 25 ekor.
Untuk pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari induknya dan ditempatkan dalam kandang
khusus pedet yang berkapasitas + 10 ekor dalam kandang bersekat individu dengan luas + 3 -
5 m2/ekor.
BAB II
KETENTUAN KANDANG SAPI PERAH
3. Lantai kandang
Lantai kandang perlu dibangun dari tanah padat, bamboo, kayu karet dan plaster selama
sapi beraktivitas untuk makan, minum, ruminant dan reproduksi. Lantai kandang kondisinya kering,
dan lebih mudah dibersihkan
4. Spese.
Sapi dapat berproduksi yang tinggi, tumbuh yang baik , jika sapi hidup cukup pergerakan, dan cukup
space untuk melakukan pergerakan. Space untuk makan sekitar 0.6 m apabila sapi sedang makan.
Sapi bisa kompetisi dalam makan bila cukup space.
Space kandang per ekor:
Pagar kandang area : 5-7 m2
Exercise area : 7-12 m2
Pasture area : 4050-8100 m2
Keluarga perlu minimum: 1-2 sapi
2. Suhu
Keadaan suhu udara dalam kandang juga dipengaruhi oleh ketinggian dan bahan
baku atap kandang yang dipergunakan, sehingga sebelum merancang kandang
perlu survay lapangan bahan baku yang tersedia mempunyai daya isolasi yang baik
seperti genteng tanah. Sedangkan ketinggian atap pada daerah yang suhunya
panas lebih tinggi dari 2,75 M.
3. Atap
Atap kandang dipilih yang mempunyai isolasi tang baik seperti: ijuk, genting tanah/semen, kayu
4. Pergerakan sapi
Sapi setiap hari senantiasa dilepas cukup leluasaan dalam kandang dan dapat
beraktivitas: makan, minum, berdiri, tidur, dan sapi tidak terganggu oleh:
a. Konstruksi tempat pakan dan minum yang tinggi
b. Kondisi lantai kandang yang tidak rata dan licin
c. Bagian kandang yang tajam
5. Kesehatan
Sapi agar tetap sehat dalam kandang dan berproduksi dengan baik maka perlu disiapkan kondisi
pedukungnya antara lain :
a. Keadaan udara dalam kandang sesuai dengan kebutuhan sapi
b. Lantai kandang rata tidak licin dan tetap kering
c. Kandang ada penerangan malam hari
d. Konstruksi tempat pakan, minum, lantai, selokan mudah dibersihkan
6. Effisiensi kerja
Dalam melakukan kerja segala aktivitas dalam kandang dapat dikerjakan dengan mudah, murah dan
cepat dalam hal :
a. Membersikan tempat pakan, minum, lantai, selokan dan lainnya
b. Mudah memperoleh air bersih
c. Mudah membuang faeces dan kegiatan yang lainnya
7. Ekonomis bangunan
Perlu diketahui dalam merancang kandang sapi perah perlu digunakan bahan yang
paling murah sesuai dengan prinsip-prinsip pembuatan kandang sapi perah yaitu
menurut kebutuhan sapi dan orang yang akan melakukan kegiatan dalam kandang.
D. Kandang pedet
Ukuran kandang:
Panjang : 08-1 meter
Lebar : 1.2-1.5 meter
Tenggi : 0.9 meter
Tinggi kolong : 0.7 meter
Jarang sekat alas kayu 2mm
E. Kandang pejantan
Kandang pejantan dibuat konstruksinya sangat kokoh, kuat menahan beban lebih besar kurang lebih
satu ton. Dapat dibangun didekat kandang sapi betina, bertujuan agar pejantan selalu siap kawin.
Ukuran kandang : panjang 260 cm, lebar 200 cm, tempat pakan lebar 90 cm. Pagar keliling tinggi 1,5
meter. Lantai kandang kuat , tidak licin mering keselokan 0.7 % panjang lantai
BAB V
PERLENGKAPAN KANDANG
A. Peralatan
Untuk kelengpan kandang perlu disediakan peralatan untuk membersikan kandang seperti sekop,
sikat lantai kandang gerobak dorong, ember untuk memberikan susu pada pedet dll,
B. Tempat pemerahan
Tempat pemerahan mudah didapatkan air bersih, ukuran 160 x 115 cm ada tempat pemberian
konsentrat 40x 50 cm setinggi 40 cm. Jumlah sapi yang diperah untuk temapat pemerahan sekitar
25-40 % dari jumlah sapi laktasi.lantai tempat pemerahan tidak licin, mriring keselokan 0.5 % dari
panjang lantai. Selokan cukup lebar krang lebih 50 cm dalam 30 cm ada penutup selokan dari kayu/
besi benton eser.
C. Ruang susu
Ruang susu lantai terbuat dari porselin putih, tersedia air bersih, nudah diberihkan, cukup ventilasi
dan pintu tidak lansung menghadap ke ruang perah. Cukup untuk menyimpan susu sekittar 2 x kali
pemerahan. Cukup penerangan,
F. Ruang konsentrat
Ruang ini untuk menyimpan konsentrat minimal untuk persediaan 2 mingggu, disediakan alas
bambu/ kayu agar tidak lembab untuk menyimpan konsentrat
J. Gudang
Gudang yang diperlukan gudang pakan ternak baik pakan berserat atau konsentrat
DAFTAR PUSTAKA
Alexander G 1974. Heat Loss from Animals and Man Monteith Jl and Mount LE (eds) Butterworth : London
Adi W, 2007. Dairy Cattle Housing. Animal Husbandry Training Center, Batu Indonesia.
Anton Apriyanto, 2006, Permentan Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang baik,Jakarta
Barry Steevens, Rex Ricketts, 2000. Feeding and Housing Dairy Cattle .Department of Animal Sciences.
David CS, John CP, 2002. Housing and Space Guidelines for Livestock, University of New Hampshire
Devendra C, Mcleroy GB, 1987. Dairy Cattle Production in the Tropics. Intermediate Tropical Agricultural
Series,Singapore.
Dick M,1980. Dairy Livestock Housing, Dairy Training Center, Oenker, Netherland
Geoff N. Hich, Justin JL 2007.Comfortable Dairy Cattle Housing . Australia University new 2350.
Hendry, 1980. Dairy Cattle and grass land Management , School Practice Leuwardend Netherland
Liklatter KA, Watson GAL 1983. Dairy Cattle housing and health.. Veterinary Record 113:560-564
Woolny, 2006. Tropical and Sub Tropical Animal Husbandry, George August University Gottingen Germany.
BAB II
MANAJJEMEN KANDANNG PADA PEMELIHARAAN TERNAK PERAH
1. Lokasi
1. Lahan
ternak;
Pada usaha pembibitan sapi perah hendaknya memiliki sumber air dan
alat penerangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. sumber air mudah dicapai atau disediakan dan bebas dari jasad
renik
yang patogen;
masyarakat sekitar
B. Sarana
1. Bangunan
1. Bangunan Perkantoran
1. Peralatan
1. Kerangka Kandang
1. Tinggi kandang
Atap kandang dapat terbuat dari genting, rumbia, asbes, plastik, sirap,
dan ijuk. Fungsi atap untuk mehalangi atau mengurangi masuknya air
hujan dan sinar matahari. Selain itu, keberadaan atap juga membantu
mempertahankan suhu kandang agar relatif stabil. Bila malam hari suhu
kandang tidak menjadi dingin dan siang hari juga tidak terlalu panas.
Bila ketinggian atap tidak begitu tinggi sebaiknya menggunakan atap
yang mampu membantu sirkulasi udara lewat celah atap tersebut. Atap
dapat menggunakan genting atau lubang angin.
1. Dinding kandang
1. Ruang isolasi
1. Lantai kandang
1. Sanitasi
1. Kelengkapan kandang
Setiap usaha peternakan sapi perah harus menyediakan pakan yang cukup bagi ternaknya dan sesuai
kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan susu sapi yang optimal.
Dalam usaha peternakan sapi perah, pakan memiliki peranan penting untuk peningkatan produksi susu ,
disamping itu pakan juga untuk memenuhi kebutuhan pokok (maintenance), pertumbuhan maupun untuk
produksi lainya ( anak dan daging). Dalam hal ini, pemberian pakan harus memenuhi standar kebutuhan
makanan yang diperlukan baik secara kualitas maupun kuantitas. Setiap usaha peternakan harus menyediakan
pakan yang cukup bagi ternaknya, baik yang berasal dari hijauan /rumput, maupun pakan konsentrat yang dibuat
sendiri atau yang berasal dari pabrik. Tersedianya pakan yang memenuhi standar kebutuhan sapi perah, dapat
mendukung peningkatan produksi susu yang diinginkan peternak. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil
produksi susu yang optimal dalam pemeliharaan sapi perah harus memperhatikan mengenai penyediaan pakan
yang sesuai kebutuhan.
Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan
peningkatan populasi, produksi dan produktivitas sapi perah. Untuk itu pakan bagi sapi perah memegang
peranan penting dalam upaya peningkatan produksi susu sapi.
Pada umumnya peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan
sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan
belum menggunakan sistem breeding terarah, walaupun dalam hal manajemen umumnya telah bergabung
dalam koperasi, namun masih sederhana sehingga produksi susu yang dihasilkan kurang dapat bersaing. Untuk
mendapatkan produksi susu sapi yang baik dan optimal, selain bibit yang produksinya bagus, juga ditentukan
oleh kualitas pakan dan cara pemberian pakan yang baik.
Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga, yaitu : (1) Hijauan, yaitu berupa rumput-rumputan, seperti rumput gajah (
Pennisetum purpureum ), rumput raja ( King grass ), setaria, benggala (Penisetum maximum ), rumput lapangan
dan BD ( Brachiara decumbens ); (2) Kacang-kacangan, seperti lamtoro, turi, gamal; (3) Limbah pertanian,
seperti jerami padi,jerami jagung, jerami kedelai dll.
Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 - 50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi
perah dewasa umumnya diberikan sebanyak 10 % dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1 - 2
% dari BB. Sapi yang sedang menyusui ( laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25 % hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang -
kacangan ( legum ).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa sertamineral
( sebagai penguat ) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada
pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1 - 2 ekor/ekor/hari. Selain makan, sapi perah juga harus
diberi air minum sebanyak 10 % dari berat badan per hari.
Pemberian pakan dan minum bagi sapi perah, dapat diberikan sebagai berikut : (1) Pakan hijauan diberikan 2 - 3
kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah pemerahan. Pakan hijauan diberikan sebanyak 10 % dari berat badan
(BB); (2) Pakan konsentrat diberikan dalam keadaan kering, sesudah pemerahan 1 - 2 kali sehari sebanyak 1,5 -
3 % dari berat badan (BB); (3) Air minum disediakan secara tidak terbatas (ad libitum ).
Selain itu, pemberian pakan pada sapi perah juga dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : ( 1) Sistem
penggembalaan ( pasture fattening ); (2) Kereman ( dry lot fattening ); (3) kombinasi cara pertama dan kedua.
Pemberian imbuhan pakan ( feed additive ) dan pelengkap pakan ( feed supplement ) harus memenuhi
persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan
penggembalaan di musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan dan dimusim hujan sapi dikandangkan dan
pakan diberikan menurut jatah.Untuk sistem penggembalaan bertujuan pula untuk memberikan kesempatan
bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan
kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah
atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa
oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis,
penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan
atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan
loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit
bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku
masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor
risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum
memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis dan
demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor
( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan
pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap
pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan
kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang
mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat
yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala
kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu
perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan
prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya, maka
pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan
kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan,
rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya.