Anda di halaman 1dari 14

A.

LATAR BELAKANG
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang
penyebabnya mungkin tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik,atau
primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit yang lain (hipertensi
sekunder. Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan
dinding arteri ketika darah tersebut melewatinya (Dorland, 2009)
Berdasarkan The Seventh Report of the Joint National Committee
on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure(JNC 7) (2003), tekanan darah dapat dibagi menjadi beberapa
derajat, yaitu normal (dibawah 120/80 mmHg), prahipertensi ( dari 120/80
mmHg sampai 130/89 mmHg), hipertensi tingkat I (dari 140/90 mmHg
sampai 159/99 mmHg). Dan hipertensi tinggak II (melebihi 160/100
mmHg)
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kearney et al (2005)
dalam Chockalingan et al (2006), dilaporkan bahwa sekitar 972 juta jiwa
pada tahun 2000 di seluruh dunia menderita hipertensi dan Negara
berkembang diseluruh dunia menyumbang hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan Negara maju (sekitar 639 juta jiwa di Negara
berkembang dan sekitar 333 juta jiwa di Negara maju) sehingga prevalensi
kejadian hipertensi diseluruh dunia adalah sekitar 26,4% dari seluruh
populasi di sunia. Selain itu diprediksi juga bahwa pada tahun 2025,
kejadian hipertensi akan meningkat menjadi 60% dari seluruh populasi ,
yaitu sekitar 1,56 miliar jiwa.
Prevalensi kejadian hipertensi berkisar antara 5-35% diberbagai
Negara di Asia sedangkan di daerah Asia Pasifik, prevalensi kejadiannya
berkisar antara 5-47% pada pria dan 7-38% pada wanita. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) (2007), kejaian hipertensi di Indonesia secara
nasional mencapai 31,7 % dan sekitar 26,3% di daerah Sumatra Utara
(Rahajeng et al, 2009).
Menutur Yogiantoro (2006), hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan
suplai darah darinya seperti jantung, otak, dan ginjal. Penyakit yang sering
timbul akibat hipertensi adalah stroke, neurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal, hipertensi juga bisa mengakibatkan penyakit
jantung koroner yang merupakan pembunuh nomer satu di dunia. Oleh
karena itu, hipertensi ini berdampak negative pada organ-organ tubuh
bahkan dapat mengakibatka kematian.
Banyak penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi
hipertensi terhadap kecemasan. Meurut penelitian yang dilakukan oleh
Wei et al (2006), hampir 12% pasien hipertensi memiliki sindrom
kecemasan. Selain itu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Grimsrud
et al (2009) menyatakan bahwa pasien hipertensi memiliki kecemasan
dengan odds ratio sekitar 1,55 dibandingkan dengan yang tidak hipertensi.
Menurut Virtanen et al (2003), korelasi tekanan darah terhadap kecemasan
adalah sebesar 0,25. Korelasi ini penting karena pesien hipertensi yang
mengalami kecemasan akan semakin meningkat tekanan darahnya
sehingga akan lebih rentan mengalami komplikasi dini hipertensi serta
kegagalan terapi (Feng et al, 2012)
Mengamati data bahwa penderita hipertensi semakin meningkat
hampir diseluruh dunia dan hipertensi ini mempunyai kolerasi terhadap
kecemasan makan penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai korelasi tekanan darah terhadap kecemasan pada pasien
hipertensi di Medan, khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUO)
Haji Adam Malik.

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot
jantung merupakan jaringan istimewa karena dilihat dari bentuk dan
susunannya sama dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama otot
polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom).
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangkal jantung) dan di sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak
runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum
mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga
dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat dinbelakang kiri
antara kosta V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Pada tempat ini
teraba adanya jantung yang disebut iktus kordis.
Ukuran jantung kurang lebih besar genggaman tangan kanan dan
beratnya kira-kira 250 300 gram.

2. Lapisan jantung
a. Pericardium
Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung,
terletak di dalam mediastinum minus, terletak dibelakang korpus
sterni dan rawan iga II-VI
1). Pericardium fibrosum (visceral) : bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat dibawah sternum tendinium
diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar, melekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2). Pericardium serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian :
pericardium parietalis membatasi pericardium fibrosum, sering
disebut epikardium, dan pericardium visceral (kavitas
perikardialis) yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi
melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.

b. Miokardium
Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria.
Arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri desending anterior
dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria kanan memberikan darah
untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan diafragma
ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke sinus
kemudia bersirkulasi langsung ke dalam paru.

c. Endokardium (permukaan dalam jantung)


Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang
mengilat, terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir
endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava,
disisni terdapat bundelan otot parallel berjalan ke depan Krista. Ke
arah aurikula dari ujung bawah Krista terminalis terdapat sebuah
lipatan endokardium yang meninjol dikenal sebagai valvula vena
kava inverior, berjalan di depan muara vena inferior menuju ke tepi
disebut fossa ovalis. Antara atrium kanan dan ventrikel kanan
terdapat hubungan melalui orifisium artikular.

3. Ruang ruang jantung


a. Atrium dekstra
Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis. Bagian
utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi terdapat dinding
halus yang secara embriologis berasal dari sinus venosus. Bagian
atrium yang terletak di depan rigi mengalami trabekulasi akibat
berkas serabut otot yang berjalan dari Krista terminalis.
1) Muara pada atrium kanan
Vena kava superior
Bermuara kedalam bagian atas atrium kanan, muara
ini tidak mempunyai katub, mengembalikan darah
dari separoh atas tubuh.
Vena kava inferior
Lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke
dalam bagian bawah atrium kanan, mengembalikan
darah ke jantung dari separoh badan bagian bawah.
Sinus koronarius
Bermuara kedalam atrium kanan antara vena kana
inferior dengan osteum ventrikulare, dilindungi oleh
katub yang tidak berfungsi.
Osteum atrioventrikuler dekstra
Bagian antrium vena kava inferior dilindungi oleh
valvula bikuspidalis. Disamping itu banyak
bermuara vena vena kecil yang mengalirkan darah
dari dinding jantung ke dalam atrium kanan.
2) Sisa sisa fetal pada atrium kanan
Fossa ovalis dan anulus ovalis adalah dua struktur
yang terleak pada septum interartrial yag memisahkan
atrium kanan dengan atrium kiri. Fossa ovalis merupakan
lekukan dangkal tempat foramen ovele pada vetus dan
annulus ovalus membentuk tepi, merupakan septum pada
jantung embrio.

b. Ventrikel dekstra
Berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum
atrioventikuler dektrum dan dengan traktur pumonalis melalui
osteum pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Didnding ventrikel
kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan.
1) Valvula trikuspidalis
Melindungi osteum atrioventikuler, dibentuk oleh
lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri
dari tiga kuspis atau saringan (anterior, septalis, dan
inferior). Basis kuspis melekat pada cincin fibrosa rangka
jantung. Bila ventrikel berkontraksi M. papilaris
berkontraksi mencegah agar kuspis tidak terdorong ke
atrium dan terbalik waktu tekanan intraventrikuler
meningkat.
2) Valvula pulmonalis
Melindung osteum pulmonalis, terdiri dari
semulinaris arteri pulmonalis, dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut muara
kuspis arahnya ke atas, kedalam trunkus pulmonalis.
Selama sistolik ventrikel katup kuspis tertekan pada
dinding trunkus pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama
diastolic, darah mengalir kembali ke jantung masuk ke
sinus. Katup kuspis terisi dan menutup osteum pulmonalis.

c. Atrium sinistra
Terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak dibelakang
atrium kanan, membentuk sebagian besar basis(fascies posterior),
di belakang atrium sinistra terdapat sinus oblig pericardium
serosum dan pericardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinisitra
halus halus dan bagian aurikula mempunyai rigi otot seperti
aurikula dekstra. Muara atrium sinistra vena pulmonalis dari
masing-masing paru bermuara pada dinding posterior dan
mempunyai valvula osteum atrioventrikular sinistra, dilindungi
oleh valvula mitralis.

d. Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteum atrioventikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum
aorta. Dinding ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal dari ventrikel
kanan. Tekanan darah intraventikuler kiri enam kali lebih tinggi
disbanding tekanan dari ventrikel dekstra.
1) Valvula mitralis (brikuspidalis)
Melindungi osteum atriumventrikuler terdiri atas
dua kuspis (kuspis anterior dan kuspis posterior)).
Kuspis anterior lebih besar terletak antara osteum
antrioventikular dan aorta.
2) Valvula semilunaris aorta
Melindungi osteum aorta strukturnya sama dengan
valvula semilunaris arteri pulmonalis. Salah satu kuspis
terletak pada dinding anterior dan dua terletak pada
dindiing posterior merupakan asal arteri koronaria
dekstra. Sinus posterior sinistra merupakan asal arteri
koronaria sinistra

C. DEFINISI
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
setidaknya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg.
Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi
juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh
darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. (Sylvia
A.price)

Hipertensi didefisinikan sebagai tekanan darah persisten dimana


tekanan sistolik nya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90
mmHg. (Smeltzer, 2001)

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan


tekanan sistolik lebih besaar atau sama dengan 160 mmHg dan atau
tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Nasrin, 2003)

Jadi dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah


peristen dimana tekanan tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai dengan
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal.

D. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Hipertensi Primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhi yaitu : genetic, lingkungan, hiperaktifitas
saraf simpatis sistem rennin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca
intraseluler.
Faktor yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alcohol, dan
polisitemia.
2. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal , sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :


1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan/atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90
mmHg
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg

Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah


terjadinyabperubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas didnding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah munurun 1 % setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah dan perifer.

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu :


No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120 129 80 - 84
3 High Normal 130 -139 85 89
4 Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 159 90 - 99
Grade 2 (sedang) 160 179 100 109
Grade 3 (berat) 180 209 100 1119
Geade 4 (sangat berat) >120 >120

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer& Bare (2002:898) mengatakan bahwa
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medullaoblongata di otak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah
kordaspinalisdan keluar dari kolomnamedulla ke gangliasimpatis di torax
dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis.
Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin
yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan melepaskannya nerefrineprine mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi
berkurang / menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor yang kuat yang
merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenal dimana hormon
aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan
menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang
menyebabkan hipertensi.
Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar
pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan
kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan
kenaikan. Tekanan darah yang menetap. Guyton(1989) berpendapat bahwa
pada hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan sebagai penyebab awal
perubahan ini adalah retensi garam oleh ginjal. Folkow (1987)
menunjukkan bahwa stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis
menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrifistructural. Berkaitan
dengan hal ini Swales (1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi
membran sel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi
struktural. Sedangkan Lever (1986) menyatakan bahwa mekanisme trofik
dapat menyebabkanhipertrofivascular secara langsung. Faktor lain yang
diduga ikut berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor.

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan darah, selain
penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :


1. Mengeluh sakit kepala, pusing
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak nafas
4. Gelisah
5. Mual
6. Muntah
7. Epistaksis
8. Kesadaran menurun

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor
resiko seperti Hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatini : memeberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal
c. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus
hipertensi dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glikosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM
2. CTScan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : dapat menunjukan pola regangan, diman luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi
4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi
seperti batu ginjal, perbaikan ginjal
5. Photo dada : menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran, jantung.

H. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Penatalaksaan medis hipertensi esensial
Para peneliti telah membuktikan bahwa angka penderita maupun
angka kematian akibat hipertensi dapat ditekan dengan mengendalikan
tekanan darah. Oleh karena itu, meskipun seorang dokter belum
mengetahui secra pasti penyebab dari hipertensi yang diserita oleh
pasien, pengobatan sudah boleh dilaksanakan. Yang menjadi
persoaalan adalah kapan saat yang tepat untuk memulai pengobatan
tersebut, mengingat pengobatan pada hipertensi adalah pengobatan
seumur hidup.

Dalam penatalaksaan medis hipertensi esensial dapat dilakukan


dengan menurunkan tekanan darah sampai normal atau sampai level
paling rendah yang masih dapat ditoleransi oleh pasien. Selain itu juga
harus diusahakan mencegah komplikasi yang mungkin timbul akibat
hipertensi dan menormalkan kembali komplikasi yang sydah ada
seoptimal mungkin.
Sementara itu dalam penatalaksaan medis hipertensi secara umum
sama pentingnya dengan penatalaksanaan medis hipertensi
menggunakan obat-obatan. Hal ini dimaksudkan untuk mnegurangi
faktor resiko terjadinya peningkatan tekanan darah. Penatalaksaan
medis hipertensi tanpa obat-obatan memiliki manfaat terutama dapat
dilakukan pada pengobatan hipertensi ringan.

2. Penatalaksaan medis hipertensi Sekunder


Seperti yang telah disinggung diatas, untuk pengobatan hipertensi
sekunder perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya
hipertensi. Penatalaksaan medis hipertsensi sekunder bergantung pada
derajat hipertensi yang diderita oleh pasien. Selain itu adanya faktor
resiko lain terhadap kardiovaskular, ginjal dan penyakit neurologic
juga perlu diperthatikan. Penatalaksaan medis hipertensi juga dapat
dilakukan dengan memodifikasi pola hidup penderita, misalnya dengan
menurunkakn berat badan hingga mencapai berat badan ideal,
menghentikan kebiasaan merokok, dan konsumsi alcohol, rutin
berolahraga paling tidak 20 menit sehari, serta asupan nutrisi 3g/hari

I. DIAGNOSA MEDIS
1. resiko kerusakan perfusi jaringan b.d gangguan serkulari perifer
2. nyeri akut sakit kepala b.d peningkatan vakuler serebral
3. resiko (injuri) jatuh b.d penglihatan
4. toleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx1 : resiko kerusakan perfusi jaringan b.d gangguan serkulari perifer
- Monitor tekanan darah setiap 4 jam, nadi apical dan tanda
neurologi tiap 10 menit.
- Pertahankan tirah baring pada posisi semifowler sampai tekanan
darah.
- Pantau data laboratorium
- Anjurkan untuk tidak merokok atau menggunakan poduk nikotin.
- Kolaborasi pemberian obat-obatan anti hipertensi misalnya
golongan inhibitor simpa
2. Dx 2 : nyeri akut sakit kepala b.d peningkatan vakuler serebral
- Berikan tindakan nonfarmakologis untuk menghilangkan rasa sakit
kepala
- Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala
- Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fasekuat.
- Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab nyeri
daan lama nyeri bila diketahui).
3. Dx 3 : resiko (injuri) jatuh b.d penglihatan
- Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain.
- Pertahankan tirah baring tetap dalam posisi telentang yang
ditentukan
- Anjurkan pasien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu
lelah
- Modifikasi lingkungan sekitar pasien
4. Dx 4 : toleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output
- Berikan dorongan untuk aktivitas/perawatan diri berhadap
- Intruksikan pasien tentang teknik penghematan energy.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 dan 2. , FK
UI,Media Aesculapius, Jakarta

Danil S Wibowo (2008) Anatomi tubuh manusia. Penerbit PT Gramedia


Widiasarana Indonesia, Jakarta

William A .Soedeman (1991) Patofisiologi mekanisme penyakit. Alih bahasa


Wijaya dan Joko Suyono. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Mutaqqin Arif (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai