Anda di halaman 1dari 5

GANGGUAN LAPANG PANDANG

I. PENDAHULUAN

Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu. Terdapat tiga jenis

lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua

mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular

yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja.

Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk ke dalam mata sampai ke

fotoreseptor di retina.Setelah itu, transmisi impuls pada nervus optikus kepada kiasma optik.

Traktus optikus, yaitu serabut saraf optik dari kiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral

dimana penglihatan diinterpretasikan.

Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin menipis lensa mata

untuk memfokusnya.Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh otot siliari yang terdapat pada badan

siliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi kontraksi, fiber dalam ligamen suspensori meregang dan

menyebabkan lensa menebal dan menjadi lebih konv

II. ANATOMI

Struktur sferis bola mata yang normal berdiameter 25mm. Mata terdiri daripada tiga lapisan

tunika, suatu lensa dan dua jenis cairan kavitas. Bagian sisi mata dikawal oleh enam jenis otot

yang membantu pergerakan bola mata.1

Nervus optikus mengandung lebih dari 1 juta akson yang berasal dari lapisan sel ganglion

retina dan berlanjut sampai di korteks oksipital. Secara anatomis, nervus optikus dibagi menjadi 4

bagian yaitu : intraokular, intraorbital, intrakanalikular dan intra kranial. 2

Nervus opticum tersusun dari serabut-serabut afferent sel-sel ganglion di stratum optikum dari

retina. Lapisan retina pertama ialah stratum optikum tersebut. Lapisan sel retina kedua dan ketiga

terdiri dari sel antara yang menghantarkan impuls penglihatan dari batang dan kerucut ke sel di

stratum optikum.4

Cahaya yang tiba di retina diterima oleh batang dan kerucut sebagai gelobang cahaya.Gelombang

ini mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut-serabut sel di stratum optikum

ke otak.Jika cahaya berproyeksi ke makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya

di luar makula mennghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh

kedua mata terletak pada tempat di kedua makula secara setangkup. Apabila proyeksi itu tidak

menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat gambaran penglihatan yang

kembar (diplopia).4
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium

(tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian

terpisah lagi dan melanjutkan perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior.

Tempat kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan kiasma. Di serabut-serabut

nervus optikus yang mengantarkan impuls visual dari belahan nasal dari retina menyilang garis

tengah. Sedangkan serabut-serabut nervus optikus yang mengantarkan impuls dari belahan

temporal dari retina tetap pada sisi yang sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut,

nervus optikus melanjutkan perjalanannya menjadi traktus optikus. 4

Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual,

sedangkan yang berakhir di kolikus superior mengantarkan impuls visual yang membangkitkan

refleks optosomatik.Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls visual

selanjutnya dilaksanakan oleh serabut-serabut genikolokalkarina, yaitu juluran neuron korpus

genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarinus.Korteks tersebut ialah korteks periseptif

visual primer (area 17).Setibanya impuls visual disitu terwujudlah suatu perasaan (sensasi visual

sederhana). Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19 perasaan visual itu mendapat bentuk dan

arti, yakni suatu penglihatan.

III. PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG

Bila kita memfiksasi pandangan kita ke satu benda, benda ini terlihat nyata, sedangkan benda-

benda di sekitarnya tampak kurang tajam. Seluruh lapangan yang terlihat, bila kita memfiksasi

mata ke satu benda disebut lapangan pandang.6

Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari penglihatan, yaitu batas

sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi pada satu titik. Sinar yang datang dari

tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari

sekitarnya jatuh di bagian perifer retina. 6

Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua arah.

Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60

derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam

pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter

atau tangent screen.6

Kampimeter adalah papan hitam yang diletakkan di depan penderita pada jarak 1 atau 2 meter,

dan sebagai benda penguji (test object) digunakan bundaran kecil berdiameter 1 sampai 3 mm.

Mata pasien difiksasi di tengah dan benda penguji digerakkan dari perifer ke tengah dari segala

jurusan. Kita catat tempat pasien mulia melihat benda penguji. Dengan demikian diperoleh

gambaran kampus penglihatan.7


Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya pada bidang meridiannya.

Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan sewaktu pemeriksaan sama dengan

kampimeter.7

Pemeriksaan lapangan pandang (visual field) yang sederhana dapat dilakukan dengan jalan

membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan

metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan caraPasien

duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter.Bila mata kanan

yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan

tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta

untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa.6

Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa dan

pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam.Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari

pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila

terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.

Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan

dilakukan pada masing-masing mata.7

Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat melihatnya,

maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata diperiksa secara

tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi

pada susunan nervus optikus.

IV. KELAINAN PADA PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan

menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan.

Lesi pada nervus optikus akanmenyebabkan hilangnya penglihatan monokular atau disebut

anopsia (no.1) pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri

centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan

bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan

tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.5,7

Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia binasal (no.2),

sedangkan lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang

disebut hemianopsia bitemporal (no.3). Kelainan seperti ini banyak disebabkan oleh lesi khiasma,

seperti tumor dan kista intrasellar, erosi dari processus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor

atau aneurisma dorsal dari sella tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika seperti yang

terjadi dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada meningioma suprasellar.

Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada regio khiasma. Hemianopsia bitemporal bisa
didapatkan pada kista suprasellar.Bisa juga ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari tapi

bersifat predominan parasentral.Pada adenoma pituitari juga bisa terkadi kebutaan atau anopsia

pada salah satu mata dan hemianopsia temporal pada mata yang lainnya.Lesi pada traktus optikus

akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral (no.4). Serabut-serabut dari retina pada

bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan serabut dari bagian nasal retina mata yang lain

yang bersilangan. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia

inferior homonim kontralateral (no.7), sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan

menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral (no.6). Quadroanopsia atau

kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat pada bagian temporo-parietal. Lesi pada

bagian posterior radiasio optika akan mengakibatkan hemianopsia homonim yang sama dan

sebangun dengan mengecualikan penglihatan makular (no.5). 5,8,9

Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia, gangguan lapang pandang lain dan fenomena terkait

yang dapat terdeteksi pada pemeriksaan lapangan pandang adalah skotoma sentral merupakan

hilangnya penglihatan sentral yang umumnya berhubungan dengan penurunan ketajaman

penglihatan dan merupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit makula retina.

Perluasan bintik buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan diskus optikus (edema papil)

yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan umumnya terjadi dengan ketajaman

penglihatan yang masih baik. Penglihatan seperti terowongan (tunnel vision) merupakan hilangnya

lapang pandang perifer dengan dipertahankannya daerah sentral yang disebabkan oleh beberapa

penyebab, antara lain penyakit oftalmologi, yaitu glaukoma kronik sederhana, retinitis

pigmentosa, dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim bilateral dengan makula yang masih

baik (macular sparing).5

Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan endateri, yaitu arteri yang

tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada retina akibat penyumbatan arteri retina sentralis

tidak akan diperbaiki lagi oleh perdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah cabang dari

arteri oftalmika. Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut tersumbat

juga. Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis kontralateral dan buta

ipsilateral.4

Lesi pada nervus optikus sering disebabakan oleh infeksi dan intoksikasi. Di samping itu, sebab

mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau penyempitan foramen optikum (osteitis jenis

Paget) atau penekanan karena tumor hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme arteri

oftalmika dapat mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun bilateral.

Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun demielinisasi atau degenerasi

atau semuanya dinamakan neuritis optika.


DAFTAR PUSTAKA

1. Graff, K. M., Rhees, R. W. Sensory Organs. In Human Anatomy and Physiology. United
Kingdom. Wbc Comminucation, Inc.1993. p. 90-93.
2. Fox, S. T. Sensory Physiology. In Fox Human Physiology 8th Ed. Oxford England : The
Mcgraw Hill Company. 2003. p. 261-274.
3. Dejong, N. Russel. The ocular Nerve. The Neurologic Exammination Fourth Ed. New
York :Harper & Row Publishers. 1992. P120-123..
4. Mardjono, M., Sidharta, P.Saraf Otak dan Patoloinya. Dalam :Neurolgi Klinis Dasar.
Jakarta : Dian Rakyat. 2010. h. 116-120.
5. Budiono Ari. Nervus Optikus. [online]. 2008. [citied 2011 March 7 th]. Available from
URL: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/nervus-optikus_files-of-
drsmed.pdfCogan
6. David G. Neurology of The Visual System. Seventh Printing. USA: Charles C Thomas
Publisher; 1966;p.211, 260-264
7. Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 25-30.
8. Dejong, N. Russel. Dejongs The Neurologic Examination Fifth Ed. Philadelphia : J.B.
Lippincott Company. 1992
9. Ginsberg Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi VIII. Jakarta:Erlangga. 2008. h.22-23

Anda mungkin juga menyukai