Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus).
2. Melakukan pemeriksaan eversi kelopak mata.
3. Melakukan pemeriksaan refleks cahaya dan sensibilitas kornea.
4. Melakukan pemeriksaan refleks pupil.
5. Melakukan pemeriksaan pergerakan otot-otot bola mata.
6. Melakukan pemeriksaan funduskopi.
TEORI
Sistem Visual
Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa dan corpus
vitreum). Alat penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di
retina. Impuls kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus.
Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan rangsang yang datang dari
bagian medial retina menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optik. Dari khiasma, serabut
melanjutkan diri dengan membentuk traktus optik ke korpus genikulatum lateral, dan setelah
bersinaps disini, rangsang diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optik.
Daerah berakhirnya serabut ini di korteks disebut korteks striatum (area 17) yang merupakan
pusat persepsi cahaya. Sekitar area 17, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi
rangsang visual, yaitu area 18 dan 19. Area 18 yang disebut juga area parastriatum atau
parareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area 17. Area 19 yaitu korteks
peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18 serta bagian-
bagian lain dari korteks. Area ini berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual kompleks,
asosiasi visual, revisualisasi, diskriminasi ukuran dan bentuk, orientasi ruangan serta
penglihatan warna.
Serabut yang mengurus refleks optik pupil setelah melalui khiasma optik dan traktus
optik menyimpang di anterior korpus genikulatum lateral, dan menuju serta bersinaps di
nukleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli superior). Kemudian akan bersinaps
dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nukleus Edinger Westphal sisi yang
sama dan sisi kontralateral. Rangsangan dari sini akan diteruskan melalui nervus
okulomotorius (N.III) ke sfingter pupil. Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu
refleks pergerakan bola mata dan kepala sebagai jawaban terhadap rangsang visual, menuju
kolikulus superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal menuju nukleus
nervus okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-
otot skelet. Selain itu kita juga mengenal traktus kortikotektal internus yang datang dari area
18 dan 19 di korteks oksipital melalui radiasi optik dan menuju ke kolikulus superior. Traktus
ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan dengan otot-otot penggerak bola
mata dan struktur lainnya. Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa
ketajaman penglihatan berkurang, lapang pandang berkurang, ada bercak di dalam lapang
pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, ada juga keluhan fotofobi yaitu mata
mudah silau, takut akan cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis.
Refleks pupil
Pupil merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata. Jalur refleks cahaya:
a. Rangsangan yang diterima oleh neuron afferent sel ganglion retina diteruskan ke area
pretektal, nukleus Edinger-Westphal. Saraf parasimpatis keluar bersama dengan nervus
okulomotorius menuju ganglion siliaris dan terus ke m.spinter pupil.
a. Refleks pupil langsung (unconsensual)
Respon pupil langsung dinilai ketika diberikan cahaya yang terang, pupil akan konstriksi
(mengecil). Dilakukan pada masing-masing mata.
b. Refleks pupil tidak langsung (consensual)
Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata, maka fellow eye akan memberikan
respon yang sama. Observasi dengan sumber cahaya lain yang lebih redup.
c. Isokoria fisiologis
Dapat ditemukan pada 20% populasi. Perbedaan kedua pupil < 1mm.
Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan ini merupakan bagian vital dari pemeriksaan fisik lengkap. Pemeriksaan ini
bisa mengidentifikasi efek keadaan sistemik seperti disfungsi penglihatan akibat atrofi optik,
dan peningkatan tekanan intrakranial dengan ditemukannya edema papil. Komplikasi pada
mata akibat penyakit seperti diabetes melitus dapat bersifat asimtomatik sampai terjadi
komplikasi yang membahayakan penglihatan; maka penting untuk melakukan skrining.
Optimalkan kondisi untuk pemeriksaan funduskopi. Pasien maupun pemeriksa harus
merasa nyaman. Periksa pasien dalam ruangan gelap dengan oftalmoskop yang bisa
menghasilkan cahaya terang. Jika perlu digunakan zat untuk dilatasi pupil (kontraindikasi
hanya pada kasus cedera kepala baru atau glaukoma sudut tertutup akut). Bila dilakukan
tindakan dilatasi maka beritahu pasien adanya kemungkinan fotofobia dan pandangan kabur
sehingga pasien tidak bisa mengemudi.
Minta pasien untuk memusatkan pandangan pada objek yang jauh. Periksa mata kanan
pasien dengan mata kanan pemeriksa, dan mata kiri pasien dengan mata kiri pemeriksa.
ALAT DAN BAHAN
1. Snellen chart
2. Oftalmoskop
3. Loupe
4. Senter
5. Kapas
PROSEDUR KERJA
A. Pemeriksaan Visus
Cara pemeriksaannya:
1) Pasien dan pemeriksa berhadapan.
2) Pasien duduk pada jarak 6 m dari snellen chart.
3) Snellen chart digantungkan sejajar setinggi/lebih tinggi dari mata pasien.
4) Pemeriksaan dimulai pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup. Pasien diminta
untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada snellen chart, dari baris paling atas ke
bawah. Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya. Contoh
pencatatan hasil pemeriksaan visus:
VOD 6/6
V OS 6/6
6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada snellen chart.
6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada snellen chart.
6/30 pasien bisa membaca sampai baris 6/30 pada snellen chart.
6/60 pasien bisa membaca barisan huruf 6/60 biasanya huruf yang paling atas.
Visus yang tidak 5/5 atau yang tidak 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
memakai try lens.
5) Apabila pasien tidak dapat melihat gambar yang terdapat pada snellen chart, maka kita
mempergunakan jari kita.
6) Pasien diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m, hingga 6 m.
7) Visus pasien dinyatakan dalam per-60, misal:
5/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter
1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.
8) Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan
pemeriksa pada jarak 1 m hingga 6 m.
9) Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
10) Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan
cahaya (sinar baterai).
11) Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.
Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari segala posisi (nasal,
temporal, atas, bawah) maka tajam penglihatan V=1/~ proyeksi baik (light perception/LP).
Namun, jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaiannya menjadi V=1/~ (LP,
proyeksi salah). Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP).
Skor
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3
1. Memberi salam pembuka dan memeperkenalkan diri lalu memberi
penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur tentang cara dan tujuan
pemeriksaan.
Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak nyaman yang
timbul selama pemeriksaan dilakukan
II. Pemeriksaan visus : mata kanan dan kiri (snellen chart)
2. Duduk jarak 6 m
Menutup mata sebelah
3. Membaca snellen chart
Pinhole diameter 1,5 mm
4.
Laporkan hasil (sebelum dan sesudah pinhole)
III. Pemeriksaan segmen anterior
1. Pemeriksaan segmen anterior
a. Uji Refleks Cahaya Kornea (Hirscberg)
Menyiapkan alat : sentolop
Menyinarkan mata pasien dengan jarak 30 cm sebagai sinar fiksasi dengan
5.
mengarahkannya ke bagian tengah pangkal hidung(glabella)
Menilai refleks sinar pada kornea mata, normal / deviasi
b. Uji gerak bola mata
6. Menggerakkan objek ke segala arah untuk menilai kemampuan gerakan
bola mata
Menilai : normal/parese
7. Menutup mata pada yang sejajar dengan pemeriksa, mata lihat kedepan
tanpa menggerakan kepala melihat kejari pemeriksa yang digerakkan
kesegala arah.
Menilai : Ada / tidaknya penyempitan luas lapangan pandang
2. Kelopak mata
a. Inspeksi luar:
8. Melihat kedua bola mata ada/tidaknya : Ptosis, Lagofthalmus, entropion,
ektropion, trikiasis, distrikiasis, xantelasma
b. Inspeksi dalam :
- Meminta pasien untuk melihat ke atas untuk melihat keadaan kelopak mata
9. bagian bawah
- Membalikkan kelopak mata atas dengan menggunakan tangan, dengan
menyuruh pasien melirik kebawah . Memeriksa apakah ada benda asing
3. Konjungtiva dan Kornea
10. Menyiapkan alat : loup dan senter
Inspeksi Konjungtiva :
Melihat pola pendarahan di konjungtiva : perdarahan subkonjungtiva,
11.
hiperemi, injeksi siliar, injeksi konjungtiva atau kombinasi keduanya.
Mencari kelainan yang terdapat pada konjungtiva : pterigium, pinguecula,
12.
skleritis
b. Inspeksi Kornea :
13. Melihat kejernihan dari kornea, kelainan kornea : sikatriks, infiltrat, benda
asing
4. Pupil
14. Uji refleks pupil : langsung & tak langsung
Refleks fundus :
15. Mendekatkan oftalmoskop direk 1-2 kaki dari mata pasien di kamar gelap
16. Menilai : refleks fundus normal : merah, refleks abnormal : putih/leukoria
17. Melaporkan hasil dan follow up lebih lanjut.