Anda di halaman 1dari 254

Perpustakaan

dan Penghidupan
Orang Pinggiran
Perpustakaan
dan Penghidupan
Orang Pinggiran

Dr. Pawit M. Yusup, Drs., M.S.


Dr. Rohanda, M.Si.
Priyo Subekti, S.Sos., M.Si.
Copyright 2016, Pawit M. Yusup

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan I, Juli 2016


Diterbitkan oleh Unpad Press
Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV
Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363
Telp: (022) 84288867 / 84288812
Fax: (022) 84288896
e-mail: press@unpad.ac.id

Editor: Haris Priyatna


Tata letak: Deni Sopian
Desainer sampul: Joko Hendro

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Dr. Pawit M. Yusup, Drs., M.S. dkk.
Perpustakaan dan penghidupan orang pinggiran/Dr. Pawit M.
Yusup Drs., M.S. dkk.; penyunting, Haris Priyatna.
Cet. IBandung: Unpad Press, 2016.
252 h.; 21 cm.
ISBN 978-602-6242-15-0
I. Judul. II. Pawit M. Yusup.
027
Tentang Penulis

Dr. Pawit M. Yusup, Drs., M.S. lahir


pada tanggal 8 Agustus 1957 di pede-
saan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Saat ini menjabat sebagai Lektor Kepala
pada Program Studi Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Komunikasi Universi-
tas Padjadjaran (Fikom Unpad). Gelar
Sarjana Pendidikan Ilmu Perpustakaan diperoleh pada 1983 di
IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung). Gelar Magister BKU
Ilmu Komunikasi diperoleh pada 1993 di Universitas Padja
djaran. Adapun Gelar Doktor Ilmu Komunikasi diperoleh pada
2013, dengan mengambil penelitian tentang Perilaku Mencari
Informasi Penghidupan Penduduk Miskin Pedesaan. Buku
yang pernah ditulis dan diterbitkan secara nasional antara lain
adalah: Pedoman Mencari Sumber Informasi (1985); Menge-
nal Dunia Perpustakaan dan Informasi (1991); Komunikasi
Pendidikan dan Komunikasi Instruksional (1996); Aplikasi
Selektif Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Perpustakaan (2004);
Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan (2009); Teori dan
Praktik Penelusuran Informasi (2010); Teori dan Praktik Komu-
nikasi Instruksional (2012); Perspektif Manajemen Pengetahuan
Informasi, Pendidikan, Komunikasi, dan Perpustakaan (2012);
Ilmu Informasi dan Komunikasi Perpustakaan (2016).
Dr. Rohanda, M.Si. lahir di Bandung pada
20 November 1957. Gelar Sarjana Pendidik
an Ilmu Perpustakaan diraih pada 1983.
Gelar Magister Ilmu Sosial Bidang Kajian
Ilmu Komunikasi diraih pada 1994 di
Program Pascasarjana Universitas Padja
djaran. Gelar Doktor Ilmu Komunikasi
diraih pada tahun 2010 di Universitas Pa
djadjaran. Jabatan saat ini adalah Lektor Kepala pada Program
Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran. Publikasi yang
pernah ditulisnya adalah buku Literatur Remaja (2010). Pernah
menjabat sebagai Ketua UPT Perpustakaan Universitas Padjadjaran
pada kurun waktu 2014-2015.

Priyo Subekti, S.Sos., M.Si. lahir di Ciamis


pada 25 Juni 1980. Ia adalah dosen pada
Program Studi Hubungan Masyarakat
Fikom Unpad. Gelar Sarjana Antropologi
Sosial diraih di Universitas Padjadjaran
pada tahun 2004. Gelar Magister diperoleh
pada tahun 2007 pada Program Magister
Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Publikasi ilmiah yang pernah ditulisnya adalah Teori dan Praktik
Penelusuran Informasi (2010). Aktif sebagai peneliti bidang CSR
(Corporate Social Responsibility) dan Public Relations. Jabatan saat
ini adalah Sekretaris Departemen Komunikasi Korporasi, Fakultas
Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
Prakata

Alhamdulillah kami ucapkan karena telah dapat menyelesaikan


buku dengan judul Perpustakaan dan Penghidupan Orang Ping-
giran ini dalam waktu yang telah direncanakan.
Buku ini disusun dengan tujuan untuk mengkaji dan meng-
gali secara lebih mendalam mengenai hakikat hidup dan peng-
hidupan orang-orang berkategori miskin di pedesaan. Dalam
konteks pembangunan, orang miskin atau penduduk miskin
juga dikenal dengan istilah orang pinggiran. Konteks ini meng-
gambarkan posisi mereka yang seolah diabaikan atau diping-
girkan oleh sebagian penduduk yang saat ini sedang beruntung
menjadi penduduk yang bukan termasuk kategori miskin, se-
dang menjadi penguasa, atau mereka yang sedang memiliki wa-
wasan yang lebih luas. Karena konteksnya yang seperti itu, buku

ix
x Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

ini menggunakan istilah orang pinggiran untuk menyebut pen-


duduk miskin atau orang-orang miskin.
Titik fokus kajian buku ini adalah seperti apa dan bagaima-
na orang-orang pinggiran atau orang miskin terutama di pede-
saan mencari dan menggunakan informasi penghidupan mere
ka. Bagaimana mereka berperilaku terkait penghidupannya,
bagaimana mereka menggunakan informasi dan sumber-sumber
informasi untuk kepentingan penghidupan mereka. Bagaimana
keterlibatan informasi dan sumber-sumber informasi yang se-
lama ini sudah disediakan di sekitar kehidupan mereka seperti
perpustakaan dengan segala fasilitas bahan bacaan berkonten
kewirausahaan atau taman bacaan masyarakat yang koleksinya
berupa buku-buku TTG (Teknologi Tepat Guna). Apakah fasili-
tas itu sudah dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut? Jika be-
lum maka peran-peran apa saja yang bisa dilakukan oleh pusat
sumber belajar bersama, yakni perpustakaan desa, perpustakaan
komunitas, taman bacaan masyarakat, rumah pintar, dan sejenis-
nya, dalam membantu orang-orang pinggiran dalam mendapat-
kan informasi dan sumber-sumber informasi untuk mendukung
praktik usahanya. Semuanya bisa dimulai dari upaya memahami
mereka dalam berpenghidupan.
Secara runtut, buku ini disusun dalam bentuk esai tentang
aspek-aspek penghidupan orang pinggiran, terutama menurut
sudut pandang mereka, kemudian dikaitkan dengan hal-hal apa
saja yang bisa dilakukan oleh perpustakaan dan atau pustakawan
di desa dalam membantu mereka berwirausaha. Buku ini juga
disusun atas dasar hasil penelitian yang cukup panjang, yang di-
lakukan oleh Tim Penelitian dari Universitas Padjadjaran dalam
kurun waktu 2013-2016, bahkan berlanjut pada tahun-tahun ber
ikutnya, sebagai tema penelitian yang disesuaikan dengan Ren-
cana Induk Pengembangan (RIP) Unpad bidang fokus Kebijakan,
Prakata xi

Budaya, dan Informasi. Adapun susunan atau struktur tulisan-


nya adalah sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan; Bab 2: Tinjauan
Pustaka dan Pendekatan; Bab 3: Jenis-Jenis Penghidupan Orang
Pinggiran; Bab 4: Detail Makna Personal Penghidupan Orang
Pinggiran; Bab 5: Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan; dan
Bab 6: Simpulan, Bahan Diskusi, dan Rekomendasi.
Secara umum, buku ini difungsikan sebagai Buku Teks
Penunjang atau Buku Rujukan yang bisa digunakan oleh ma-
hasiswa khususnya peminat bidang ilmu informasi dan per-
pustakaan dengan orientasi pada peran perpustakaan dan
pustakawan dalam membantu pemerintah dalam program
pengentasan kemiskinan penduduk, utamanya di pedesaan.

Mahasiswa dan pembaca dari bidang minat ilmu lain juga bisa
menggunakan data dari buku ini sebagai bahan rujukan pem-
banding kajian mereka.
Kajian buku ini menggunakan pendekatan kualitatif d engan
teknik pengumpulan data berupa observasi lapangan yang ter-
kadang disertai dengan observasi partisipan, dan wawancara
secara mendalam terhadap sejumlah narasumber dan informan
terpilih. Hampir seluruh informan adalah orang-orang yang ter-
golong penduduk miskin pedesaan yang pekerjaannya bersifat
serabutan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada pihak-pihak yang turut andil dalam penyusunan buku
ini, baik langsung ataupun tidak langsung. Sebut saja beberapa di
antaranya sebagai berikut:
1) Yth. Rektor Unpad dan Jajaran Pimpinan Universitas
Padjadjaran, yang telah mencanangkan Unpad sebagai
Research University, sehingga hal ini mendorong tim
penulis untuk melakukan riset dan membukukan hasil
kajiannya ke dalam tulisan ini.
xii Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

2) Yth. Ketua DRPM (Direktorat Riset dan Pengabdian


Pada Masyarakat, dulu LPPM) dan Jajaran Pimpinan dan
Staf di bawahnya, atas kesempatan yang diberikan ke-
pada Tim Penulis untuk melakukan kajian dengan tema
ini, terutama dalam bentuk dukungan dana dan teknis
administrasi pada pelaksanaan penelitian lapangan.
3) Yth. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) dan
Jajaran Pimpinan dan Staf di bawahnya, atas dukungan
teknis, administratif, dan pembiayaan kegiatan peneli-
tian yang sebagian datanya kami bukukan ini.
4) Yth. Bupati Kabupaten Ciamis, Bupati Kabupaten
Pangandaran, Bupati Kabupaten Tasikmalaya dan

Jajaran Staf di bawahnya, atas izin yang diberikan kepada
tim penelitian di wilayah ini sehingga data hasil kajian-
nya bisa kami susun dalam bentuk buku ini.
5) Yth. Pihak lain yang tidak kami sebut satu per saatu di
sini karena alasan tempat dan teknis.
Akhirnya, setelah dilakukan pertimbangan teknis, kajian
analitis, dan tambahan informasi seperlunya, kami putuskan un-
tuk menerbitkan hasil kajian ini dalam bentuk buku yang sedang
Anda baca ini. Semoga bermanfaat. Amin.
Wassalam.

PENULIS
Daftar Isi

Prakata vii
Daftar Isi xi
Daftar Tabel xiii
Daftar Gambar xiv
Bab 1 Pendahuluan 1
A. Realitas Kemiskinan Pedesaan 1
B. Peristilahan 5
Bab 2 Tinjauan Pustaka Dan Pendekatan 11
A. Beberapa Kepustakaan Terkait 11
B. Pendekatan 16
Bab 3 Jenis-Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 19
A. Jenis Penghidupan Orang Miskin Pedesaan 19
B. Kategorisasi Jenis Penghidupan 42

xiii
xiv Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Bab 4 Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggir


an 45
A. Keluguan Orang Pinggiran 45
B. Penghidupan Yang Belum Berhasil 68
C. Penghidupan Yang Sulit 85
D. Pengalaman Gagal Sepanjang Hidup 99
E. Harapan Yang Tidak Tergapai 107
F. Penghidupan (Usaha) yang Gagal Total 128
G. Menerima Dalam Keterpaksaan 141
H. Perasaan Terhina Dalam Diam 152
I. Ketidaktahuan Dan Ketinggalan Informasi 163
J. Tidak Ada Yang Bisa Dikerjakan 173
K. Tidak Pernah Berkembang 181
L. Selalu Mencari Informasi Penghidupan 187
Bab 5 Upaya Yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 199
A. Permasalahan 199
B. Pendekatan 201
C. Hasil 204
D. Implementasi Layanan Perpustakaan 217
Bab 6 Penutup, Bahan Diskusi, Dan Rekomendasi 227
A. Penutup 227
B. Bahan Diskusi 230
C. Rekomendasi 231
Daftar Pustaka 233
Indeks 236
Daftar Tabel

Tabel:
1. Kategorisasi 42

xv
Daftar Gambar

Gambar:
I. Gotong Royong Di Masyarakat Pedesaan 3
II. Bersiap Menjemur Sale Pisang 16

xvi
Bab 1
Pendahuluan

A. Realitas Kemiskinan Pedesaan


Kajian mengenai orang miskin atau penduduk miskin dari sudut
pandang mana pun tetap memiliki nilai strategis dalam proses
pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan, setidak
nya bagi kalangan ilmuwan, peneliti, dan para pengambil kebi-
jakan. Hasil kajiannya pun memiliki manfaat yang jelas dalam
konstelasi pembangunan di semua lini, mulai dari lini yang paling
atas yakni kelompok masyarakat elit dan mapan secara ekonomi,
sampai pada lini yang paling bawah, yakni kelompok masyarakat
yang secara sosial ekonomi berada pada posisi tidak memiliki
apa-apa (Yusup, Pawit M., 2013). Dalam beberapa kepustakaan
digital, kelompok masyarakat pada posisi ini dikenal dengan
nama orang pinggiran. Tulisan ini lebih banyak menggunakan

1
2 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

istilah orang miskin, penduduk miskin, warga miskin, keluarga


miskin, atau masyarakat miskin, untuk merujuk kepada mereka
yang dalam kehidupan sosialnya berada dalam posisi pinggiran.
Dalam kehidupan sosialnya, penduduk miskin hidup ber-
baur dengan penduduk lainnya yang secara sosioekonomi tidak
termasuk kategori miskin. Yang membedakannya hanyalah pada
aspek-aspek kepemilikan harta benda atau properti lain yang se-
cara fisik dan sosial menggambarkan kedudukan pada stratifikasi
yang berbeda. Dilihat dari segi batasan saja, misalnya, konsep
miskin itu bervariasi, terutama jika dilihat dari sudut pandang
etik dan ekonomik. Miskin bisa jadi bermakna tidak memiliki
apa-apa dalam hampir segalanya. Miskin juga bisa dimaknai
sebagai orang yang ditakdirkan belum berhasil dalam berusaha
mencari penghidupan. Miskin juga bisa diartikan sebagai orang
yang sudah berusaha sekuat tenaga mencari rezeki namun ga-
gal; artinya mereka sudah berjuang dan berusaha namun belum
berhasil. Tegasnya, konsepsi miskin dan kemiskinan bersifat kon
tekstual (Yusup, Pawit M., 2014).
Dalam kajian yang lebih bersifat etik dan terukur, termasuk
batasan yang dikembangkan oleh BPS dan Bank Dunia, secara
spesifik, sedikitnya ada 8 (delapan) dimensi non-ekonomi pen-
duduk miskin, yakni: (1) ketidakmampuan memenuhi kebutuh
an dasar seperti sandang, pangan dan perumahan; (2) aksesibili-
tas ekonomi rendah terhadap pendidikan, kesehatan, sanitasi,
dan lain-lain; (3) kemampuan akumulasi kapital dan investasi
yang rendah; (4) rentan terhadap goncangan faktor eksternal
seperti teknis, alam, ekonomi, sosial, politik); (5) kualitas sum-
berdaya manusia dan penguasaan sumberdaya alam rendah; (6)
terbatasnya keterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan;
(7) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelan-
Pendahuluan 3

jutan; dan (8) ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik dan


atau mental (sumber: Rusastra dan Napitupulu, 2010).1
Penduduk miskin hidup tersebar di hampir semua wilayah,
baik di kota maupun di desa, bahkan menurut laporan Bank Du-
nia, sebagian besar penduduk berkategori miskin itu tinggal di
pedesaan dengan kondisi yang memprihatinkan. Data dari Bank
Dunia (2010) melaporkan bahwa sebagian besar penduduk miskin
tinggal di pedesaan (69%), bekerja di sektor pertanian (64%), sifat
pekerjaan adalah informal (75%), dan sekitar 22% adalah sebagai
pekerja keluarga yang tidak dibayar.2 Sementara itu, pada dimensi
non-ekonomi, konsep kemiskinan terkait d engan kapasitas sum-
berdaya manusia, aksesibilitas terhadap kebutuhan utama, dan
keterlibatan pada kesempatan kerja dan berusaha dalam arti luas,
termasuk keterbatasan dalam mengakses dan menemukan infor-
masi mengenai apa pun yang bisa dijadikan pintu menuju ke
giatan usaha untuk memberdayakan diri dan keluarga.

Gambar 1. Gotong Royong di Masyarakat Pedesaan

1 Sumber: Bank Dunia 2011; situs resmi bank dunia pada: http://go.worldbank.org,
diakses tanggal 1 Agustus 2011.
2 Sumber: Bank Dunia, Jakarta, 2006; situs resmi bank dunia pada: http://
go.worldbank.org, diakses tanggal 1 Agustus 2011.
4 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Gambaran realitas kemiskinan di atas, utamanya untuk


menegaskan kembali bahwa terdapat banyak sekali penduduk
miskin yang tersebar di hampir semua wilayah, termasuk di
pedesaan. Penelitian ini mengambil lokasi di Jawa Barat bagian
Selatan, terutama di Kabupaten Ciamis. Dipilih lokasi ini dengan
alasan bahwa menurut informasi yang dikemukakan oleh BPS
(Badan Pusat Statistik), kesenjangan antara penduduk kaya dan
miskin di Jawa Barat termasuk tertinggi di Indonesia. (Sumber:
Suara.com, tanggal 20 April 2016).
Tema penelitian ini sesuai dengan program NAWACITA-
nya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
dilontarkan ketika mereka mencalonkan diri sebagai Presiden RI,
khususnya pada butir ke-3, yakni Membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan. (Kompas.com, 20 April 2016).
Secara spesifik, penelitian ini lebih dititikberatkan pada ka-
jian mengenai pemetaan masalah orang miskin dan kemiskinan
pedesaan di wilayah ini, terutama dilihat dari aspek variasi jenis
informasi penghidupan yang menjadi pencaharian pokoknya,
aspek variasi jenis informasi pekerjaan yang dicari dan digu-
nakan mereka sebagai basis survivabilitas kehidupannya. Intinya,
bagaimana orang-orang miskin menginterpretasikan harapan-
harapan akan pengalaman berpenghidupan (livelihood)3 selama
ini; dan jenis pekerjaan seperti apa yang mereka jalani selama ini.
Agar tema penelitian lebih terarah dan mencakupi banyak
aspek terkait dengan variasi jenis pekerjaan yang dilakukan orang
miskin di pedesaan, maka rumusan masalahnya ditetapkan pada
aspek Bagaimana memetakan variasi jenis pekerjaan yang dicari

3 Livelihood: Sesuatu yang bisa memberikan penghasilan untuk menopang kehidup


an seseorang; bisa juga diartikan sebagai pekerjan yang berfungsi sebagai sumber
penghasilan suatu penduduk (Kamus Encarta, 2009).
Pendahuluan 5

dan digunakan orang miskin pedesaan selama ini sebagai basis


survivabilitasnya. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengkaji
secara lebih spesifik aspek variasi jenis pekerjaan yang dicari dan
digunakan orang miskin pedesaan selama ini, sehingga bisa di-
petakan dengan lebih jelas.

B. Peristilahan
Buku ini menggunakan judul dengan istilah orang pinggiran
atau orang-orang pinggiran untuk menggambarkan suatu
situasi dan kondisi sosial orang-orang atau penduduk berkate-
gori miskin di pedesaan. Alasannya adalah karena istilah orang
pinggiran lebih akrab didengar oleh berbagai kalangan. Istilah
ini pun, baik secara denotatif maupun secara konotatif, tidak me-
miliki kecenderungan makna yang menghina atau mengang-
gap hina bagi orang-orang yang memang berada dalam wilayah
pinggiran. Dalam beberapa konteks sosial, kata miskin diang-
gap menghina atau merendahkan mereka yang disebut. Sedang-
kan kata pinggiran tidak mengandung makna hinaan bagi pen-
dengarnya, bahkan bisa jadi dianggapnya sebagai kata candaan.
(Lihat tayangan Orang Pinggiran pada siaran Trans7 periode
2012-2014, sebagian kepustakaannya dicantumkan dalam Daftar
Pustaka).
Berikut adalah sejumlah penggalan kalimat, paragraf, dan
tulisan yang mengandung makna orang pinggiran yang sempat
penulis lacak di media sosial, elektronik, cetak, dan kepustakaan
digital masa sekarang. Dari penggalan-penggalan kalimat ini
terungkap makna orang pinggiran, orang terpinggirkan, orang
miskin, orang yang perlu dikasihani, orang yang kondisinya di-
manfaatkan oleh orang lain untuk kepentingan ekonomi, politik,
atau kepentingan lainnya.
6 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Kompasiana.com. Salah satu tontonan yang menarik di salah


satu stasiun televisi kita adalah orang pinggiran, satu tontonan
yang menggambarkan keadaan Indonesia dewasa ini, keadaan
rakyat Indonesia yang sedang melawan getirnya kehidupan dunia
globalisasi. Partai semakin banyak namun rakyat semakin seng-
sara. Tontonan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk
bagi bangsa jika itu terus dibiarkan, dalam arti pemerintah tidak
bertindak untuk mengatasi kemiskinan. Tontonan-tontonan se-
dih yang disuguhkan media merupakan kenyataan yang dialami
bangsa Indonesia. Banyak orang yang sedih namun banyak orang
yang memanfaatkan mereka. Banyak orang yang ingin menyum-
bang namun banyak juga orang yang mau menjualmu dengan
profesional. (Kompasiana.com., 17 Februari 2013; diperbarui
tanggal 24 Juni 2015).
Dinda Nursiha, dalam blog-nya yang diakses tanggal 8 April
2016, menampilkan tulisan Prosa Orang Pinggiran. Salah satu
kalimatnya adalah ... Kami ini memang hanya orang kecil, yang
sedang mengais rezeki di pinggiran kota Jakarta. Karena kami
memang hanya orang pinggiran. Tapi, apa kami tidak boleh me-
nikmati jalanan tanpa macet? Apa hanya para pejabat saja yang
berhak menikmatinya?. Dalam postingannya yang lain, dia juga
menampilkan tulisan yang bernada kepasrahan dari orang-orang
pinggiran: Sudahlah ... ikhlaskan saja, memang begitu nasib
rakyat kecil. Sudahlah ... ikhlaskan saja, memang begitu nasib
orang pinggiran. Sudahlah ... ikhlaskan saja, ikhlaskan saja ....
Perhatikan lirik lagu Orang Pinggiran dari Franky S. dan
Iwan Fals berikut ini:

Orang pinggiran. Ada di trotoar. Ada di bis kota. Ada


di pabrik pabrik. Orang pinggiran. Di terik mentari. Di jalan
becek. Menyanyi dan menari. Lagunya nyanyian hati. Tarinya
tarian jiwa. Seperti tangis bayi di malam hari. Sepinya waktu
Pendahuluan 7

kala sendiri. Sambil berbaring meraih mimpi. Menatap langit,


langit tak peduli. Sebab esok pagi kembali. Orang pinggiran.
Di dalam lingkaran. Berputar-putar. Kembali ke pinggiran. La
gunya nyanyian hati. Tarinya tarian jiwa. Seperti tangis bayi
di malam hari. Sepinya waktu kala sendiri. Sambil berbaring
meraih mimpi. Menatap langit langit tak peduli. Sebab esok
pagi kembali. Orang pinggiran. Bukan pemalas. Orang ping
giran. Pekerja keras. Orang pinggiran. Tidak mengeluh. Orang
pinggiran. Terus melenguh.

Orang pinggiran juga bisa diartikan sebagai sebagai manu-


sia, baik secara perseorangan ataupun kelompok yang secara eko-
nomi tidak berhasil. Mereka bekerja dengan susah-payah setiap
hari sekadar untuk menyambung hidup. Biasanya orang-orang
pinggiran memiliki pekerjaan khas yang keras, seperti contohnya
pegawai pabrik tingkat bawah, pembantu rumah tangga, kuli pa
sar, kuli panggul, tukang becak, pedagang asongan, tukang parkir,
tukang ojek, supir, dan sebagainya. Yang dikatakan sebagai orang
pinggiran biasanya berada di kota. Mereka merupakan anggota
masyarakat kelas bawah terutama jika dilihat dari sisi pengha
silan atau jenis pekerjaannya. Kalangan birokrat dan kalangan
akademisi sering menyebutnya sebagai orang miskin, penduduk
miskin, atau warga miskin.
Buku ini diberi judul Perpustakaan dan Penghidupan Orang
Pinggiran. Sepertinya kurang relevan, namun jika ditilik lebih
jauh, ada manfaat yang tersembunyi di balik hubungan antara
perpustakaan dan kehidupan orang pinggiran. Kita tahu bahwa
orang-orang pinggiranatau yang menurut istilah pemerintah,
birokrat, politisi, dan ilmuwanadalah orang miskin, penduduk
miskin, penduduk prasejahtera, dan istilah lain yang menggam-
barkan keberadaan mereka yang secara ekonomi kurang berun-
tung.
8 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Buku ini mencoba menggali makna orang pinggiran dalam


berpenghidupan, atau memaknai penghidupan mereka secara
utuh. Seperti apa dan bagaimana mereka mencari jalan-jalan
penghidupan. Bagaimana mereka mencari informasi tentang
penghidupan kesehariannya. Informasi dan sumber-sumber
penghidupan seperti apa dan bagaimana mereka menemukan-
nya. Apakah mereka dalam berusaha dan bekerja melibatkan
media atau sumber-sumber informasi yang mendukung ke
arah perbaikan usahanya. Tegasnya, dari mana informasi dan
sumber-sumber informasi penghidupan yang mereka gunakan
untuk mendukung pekerjaan mereka. Apakah perpustakaan
dalam beragam tingkatannya turut berperan dalam sebagian
atau keseluruhan praktik penghidupan mereka. Apakah para
pustakawan atau petugas perpustakaan sudah berusaha untuk
menyediakan informasi dan sumber-sumber informasi tentang
kewirausahaan guna mendukung usaha orang-orang pinggiran.
Jika sejauh ini belum ada kegiatan atau bentuk-bentuk layanan
implementatif atau layanan pendampingan atau layanan terhan-
tar dari perpustakaan kepada kelompok masyarakat miskin atau
kelompok orang pinggiran seperti dikemukakan di atas, maka
saatnyalah sekarang untuk memulainya.
Dalam konteks tertentu, misalnya ketika orang-orang miskin
mencari dan menggunakan informasi dan sumber-sumber infor-
masi penghidupan, maknanya sama dengan Perilaku Informasi
Orang Miskin. Secara keseluruhan, istilah yang digunakan un-
tuk menjelaskan tema utuhnya adalah Orang Miskin atau Pen-
duduk Miskin yang berada di pedesaan. Namun, untuk tujuan
penekanan tema karena alasan kepen tingan penegasan agar
orang berkategori miskin lebih diperhatikan oleh negara dan pi-
hak lain yang merasa bertanggung jawab, judul bukunya ditulis
Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran. Sementara itu,
Pendahuluan 9

untuk kepentingan pembahasan secara keseluruhan, peristilahan


yang digunakan pada buku mengenai tema pokoknya adalah
orang miskin, penduduk miskin, keluarga miskin, orang berkate
gori miskin. Sebabnya adalah bahwa konsep miskin lebih resmi
dan banyak digunakan pada kepustakaan pada umumnya. Pada
bahasan berikutnya, istilah yang digunakan adalah orang miskin
atau penduduk miskin.
Bab 2
Tinjauan Pustaka dan
Pendekatan

A. Beberapa Kepustakaan Terkait


Pustaka pertama adalah hasil penelitian Yusup, Pawit M.;
Rachmawati, Tine Silvana; Subekti, Priyo (2013) dengan tema
perilaku pencarian informasi pekerjaan pada penduduk miskin
pedesaan. Hasilnya antara lain menggambarkan bahwa: 1) mak-
na miskin menurut penduduk miskin bersifat kontekstual; 2)
makna diri penduduk miskin memiliki konteksnya sendiri yang
bersifat subjektif aspektual; 3) pola pencarian informasi peker-
jaan dilakukan secara aktif dan pasif, dengan sumber dan saluran
informasi interpersonal yang bersifat informal, lebih banyak di-
gunakan oleh penduduk miskin pedesaan; dan 4) setiap tindakan
yang dilakukan oleh penduduk miskin pedesaan dalam mencari
informasi pekerjaannya, didasarkan atas motif alasan, motif tu-
juan, dan motif harapan yang jelas.
11
12 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Sementara itu, pada pustaka berikutnya adalah hasil peneli-


tian Yusup, Pawit M.; Komariah, Neneng; dan Rohanda (2015),
yang mendalami satu aspek kunci dari tema penelitian ini yang
berfokus pada tema pencarian dan penggunaan informasi ke
sehatan, dengan judul penelitian: Dimensi Pencarian Dan Peng-
gunaan Informasi Kesehatan pada Keluarga Prasejahtera di Ka-
bupaten Bandung. Hasilnya menggambarkan bahwa: (1) dilihat
dari dimensi kebutuhan, maka yang paling menonjol adalah jenis
informasi terkait kebutuhan dasar yang meliputi pangan, san-
dang, papan, kesehatan, dan pendidikan, (2) dilihat dari dimensi
pencarian informasi, yang paling menonjol adalah mengenai cara
pencariannya yang dilakukan secara aktif dan pasif dengan sum-
ber dan saluran informasi interpersonal yang bersifat informal,
dan (3) dilihat dari dimensi penggunaan informasi, maka yang
paling menonjol adalah pada jenis informasi kesehatan yang ber-
sumber pada ahli kesehatan terpilih, dan juga dari tetangga dan
keluarga. Mereka tidak ada yang menggunakan informasi yang
bersumber dari media, baik cetak maupun elektronik.
Pustaka selanjutnya dari Philips dan Legates (1981), dalam
Badruddin, Syamsiah (2009), yang mengemukakan empat

pandangan tentang kemiskinan, yakni: (1) Kemiskinan dilihat


sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khusus-
nya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cende
rung menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Aki-
batnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung
dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi; (2) Kemis
kinan dipandang sebagai akibat dari subkultur tertentu yang ditu-
runkan dari generasi ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok
masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda dari
golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak
mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa
Tinjauan Pustaka dan Pendekatan 13

sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan


rencana bagi masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas,
atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi seperti kesem-
patan yang dapat mengubah nasibnya; (3) Kemiskinan dipan-
dang sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu
kekurangan dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk
memperoleh pekerjaan dalam masyarakat; dan (4) Kemiskinan
merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam
masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang
lain menjadi kaya.4
Dilihat dari konteks batasannya, kriteria penduduk miskin
memang berbeda-beda, bergantung pada pendekatan yang digu-
nakan. Ada dua pendekatan utama untuk menjelaskan penduduk
miskin, yakni pendekatan ekonomi dan pendekatan non eko-
nomi. BPS (Badan Pusat Statistik) melalui pendataan sosial eko-
nomi tahun 2005 (PSE05) (Sumber: BPS 2008), menggunakan
14 indikator mengenai penduduk miskin, yakni sebagai berikut:
(1) Luas lantai rumah; (2) Jenis lantai rumah; (3) Jenis dinding
rumah; (4) Fasilitas tempat buang air besar; (5) Sumber air mi-
num; (6) Penerangan yang digunakan; (7) Bahan bakar yang di-
gunakan; (8) Frekuensi makan dalam sehari; (9) Kebiasaan mem-
beli daging/ayam/susu; (10) Kemampuan membeli pakaian; (11)
Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik; (12) Lapangan
pekerjaan kepala rumah tangga; (13) Pendidikan kepala rumah
tangga; dan (14) Kepemilikan aset.5 Ke-14 indikator tersebut di-
gunakan untuk menjelaskan tingkat kemiskinan penduduk di
tingkat mikro atau rumah tangga. Artinya, semakin kecil, sema-
kin rendah, atau semakin menunjukkan ketidakmampuan pen-

4 Sumber: Badruddin, Syamsiah, 2009. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial di Indo-


nesia Pra dan Pasca Runtuhnya Orde Baru. Available at: http://profsyamsiah. word
press.com/2009/04/23/49/
5 (PSE05) (Sumber: Badan Pusat Statistik 2008).
14 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

duduk untuk memenuhi batas standar minimum dari indikator


dimaksud, menunjukkan bahwa penduduk yang bersangkutan
termasuk kategori miskin.
Intinya, yang termasuk ke dalam penduduk miskin adalah
penduduk yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar mini-
mum seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan
dasar. Mereka pada umumnya memiliki usaha di sektor informal,
yang termasuk ke dalam jenis usaha kecil, bahkan sangat kecil.
Kegiatan ekonomi yang dimilikinya belum atau tidak sanggup
untuk menutupi atau m enghidupi kebutuhan hidup minimum
anggota keluarganya. Pengertian usaha (sangat) kecil di sini men-
cakup usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional.6 Mereka
adalah para pengusaha kecil yang kurang beruntung, atau tidak
berkembang, namun tetap berperilaku berjuang untuk meng-
hidupi anggota keluarganya dengan rasa tanggung jawab.
Konteks pengusaha kecil seperti dikemukakan di atas meru-
juk kepada jenis pekerjaan atau penghidupan orang-orang miskin
di pedesaan. Mereka memiliki pekerjaan yang bervariasi, bahkan
cenderung bersifat serabutan. Hal ini bisa dilihat dari jenis peker-
jaan yang dilakukan oleh orang miskin pedesaan yang umumnya
lebih dari satu. Sebagai penarik becak, contohnya, juga sekaligus
sebagai buruh di sektor pertanian tradisional dan mengerjakan
pekerjaan lain yang dimintakan oleh tetangga dan kerabatnya
atau oleh mereka yang memberi kerja secara insidental.
Pustaka selanjutnya adalah tentang konsepsi perilaku infor-
masi terkait penghidupan seseorang. Yeh, N-C. (2007:2), pernah
mengungkapkan bahwa kepercayaan, tradisi, budaya, sosial, dan
aspek-aspek pencarian informasi penghidupan di desa, selalu
saling berkaitan satu sama lain. Aspek-aspek tersebut mewarnai

6 Sumber: FX Rizal Hartanto, 16 Agustus 2010 pada http://ksupointer.com; diakses


tanggal 4 Maret 2011.
Tinjauan Pustaka dan Pendekatan 15

setiap tindakan dan atau perilaku penduduk desa dalam menjalani


kehidupannya, termasuk ketika mereka mencari informasi untuk
menopang penghidupannya. Pendekatan teoretisnya pun banyak
yang menggunakan aspek sosial dan budaya sebagai konteks deter-
minannya. Sementara itu, perilaku pencarian informasi dan peng-
gunaannya pun bukan proses objektif, melainkan lebih merupakan
sebagai suatu proses interpretasi tentang harapan-harapan akan
pengalaman hidup seseorang, kata Yeh, N-C, (2007:2).
Konteks tersebut di atas menggambarkan bahwa jalan hidup
yang orang tempuh, pertukaran dan penggunaan informasi yang
orang lakukan, semuanya terkait dengan konteks lingkungan so-
sial dan budaya tempat orang hidup di dalamnya. Pola laku hi
dup orang, pola kerja orang sehari-hari, pola pencarian informasi
apapun yang orang butuhkan, pola penciptaan informasi, dan
aspek-aspek perilaku informasi lainnya, termasuk aspek perilaku
pencarian atau penemuan informasi di dalamnya, merupakan
hasil dari proses interaksi dengan lingkungan sosial dan budaya
masyarakatnya. Sebagai contoh kasus, penulis pernah menyak-
sikan salah seorang penduduk desa yang sedang membangun
rumah untuk tempat tinggal anaknya yang baru menikah. Na-
manya Pain. Dia mencari informasi mengenai segala sesuatu ten-
tang persiapan membangun rumah tinggal dengan cara bertanya
kepada tetangganya yang dikenal sebagai orang pintar di de-
sanya. Hasilnya menggambarkan bahwa menurut perhitungan,
jika yang bersangkutan ingin memulai pekerjaan mendirikan
rumah tersebut, harus diawali pada hari Sabtu Manis pukul 12.00
WIB. Meskipun para pekerja sudah datang dari pagi, mereka ti-
dak segera bekerja, namun harus menunggu waktu yang sudah
ditetapkan tadi.7 Fenomena sosial dan budaya seperti ini masih

7 Hasil observasi penulis di kampung Pahauran desa Sindangsari kecamatan Banjar


sari kabupaten Ciamis, Jawa Barat, pada kurun waktu 2010 dan 2016.
16 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

banyak terjadi di masyarakat pedesaan, termasuk di pedesaan


Jawa Barat bagian Selatan.
Jenis pekerjaan yang lainnya pun memiliki pola dan aturan-
nya sendiri yang hampir semuanya dikaitkan dengan sistem pengeta-
huan lokal di wilayah ini, kecuali untuk sebagian anggota masyarakat
yang memiliki keyakinan Tauhid yang kuat. Mereka yang tergolong
pada kelompok yang disebutkan terakhir ini, hampir tidak pernah
mengaitkan proses pencarian dan penggunaan informasi pekerjaan
dengan sistem pengetahuan lokal yang berbau klenik.

B. Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualita-
tif interpretif, yang secara khusus digunakan untuk menjelas-
kan konsep miskin menurut sudut pandang orang miskin serta
pengalaman-pengalaman mereka dalam mencari informasi pe-
kerjaan selama ini. Peneliti melakukan observasi secara langsung,
sambil melakukan wawancara secara mendalam terhadap infor-
man kunci. Peneliti mencatat segala aktivitas informan, melaku-
kan wawancara tidak berstruktur, dan terkadang pada kondisi
tertentu ikut ambil bagian dengan kehidupan dan pekerjaan me
reka (observatory participation).

Gambar 2. Bersiap menjemur sale pisang


Tinjauan Pustaka dan Pendekatan 17

Dalam kegiatan ini, peneliti melakukan kategorisasi ber-


dasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, terutama
kategorisasi berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
informan dan para penduduk miskin di pedesaan. Hasil dari
kategorisasi penelitian ini kemudian disusun, dipetakan, dan di-
sederhanakan dengan cara memvisualisasikannya dalam bentuk
model visual atau model tabulasi data.
Dengan menggunakan pendekatan observasi langsung ke
lapangan ini, peneliti berhasil mengeksplor jenis-jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh orang miskin pedesaan. Bagaimana mereka
menjalani proses kehidupan dengan beragam jenis pekerjaan
yang dicari dan dijalankannya selama ini, yang pada tahap pra-
survei dan pada hasil penelitian sebelumnya, sudah ditemukan
tidak kurang dari 55 jenis pekerjaan yang dijalani oleh penduduk
miskin pedesaan. Mereka hidup dengan jenis pekerjaan yang
pada umumnya bersifat serabutan, namun mereka bisa ber-
tahan hidup, meskipun penghasilannya tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pokok sekalipun (Yusup, Pawit M., 2013).
Jenis-jenis pekerjaan seperti dimaksudkan dalam paragraf di
atas, masing-masing berbeda satu sama lain. Artinya, masing-ma-
sing dari pekerjaan atau bentuk pekerjaan yang dimaksud bersifat
unik. Meskipun secara ekonomi hampir seluruh jenis pekerjaan
yang dijalani oleh penduduk miskin pedesaan tidak pernah men-
cukupi untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dasar keluarga
mereka, pekerjaan tersebut tetap menjadi tumpuan kehidupan-
nya. Beberapa contoh jenis pekerjaan yang dimaksud antara lain:
pencari kayu bakar di hutan terdekat, pencari daun pisang untuk
dijual di pasar-pasar tradisional, pencari dan penggali bonggol-
bonggol kayu untuk dijadikan kayu bakar dan dijual ke tetangga,
pencari ikan di kali dan di rawa-rawa terdekat, pedagang jajanan
anak yang dijajakan secara keliling dengan dipikul, pencari sa
18 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

yuran yang tumbuh liar di sawah, pencari kroto untuk pakan bu-
rung, dan jenis pekerjaan lain yang bersifat khas.
Jenis-jenis pekerjaan ini nantinya dijelaskan dan dikaji satu
per satu untuk kemudian dikategorisasikan dan dicari kesamaan
atau perbedaan khasnya sehingga bisa dipetakan secara jelas. Ha-
sil pemetaan ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk model
tabulasi jenis pekerjaan atau penghidupan penduduk miskin
pedesaan. Model pemetaan ini nantinya bisa dikembangkan lagi
menjadi model-model penghidupan orang miskin pedesaan yang
dikaitkan dengan aspek tertentu secara lebih spesifik, misalnya
aspek kebutuhan informasi, aspek kebutuhan dasar, aspek ke-
butuhan meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga, aspek
ketinggalan informasi, aspek komunikasi sosial, aspek lingkup
usaha, dan dan aspek-aspek lainnya yang ditemukan di lapangan.
Sumber data penelitian diperoleh melalui hasil pengamatan
langsung dan wawancara dengan informan yang jumlahnya 22
orang, yang termasuk penduduk berkategori miskin, sesuai
dengan kriteria dari Bank Dunia dan BPS sebagaimana sudah
dikemukakan di bagian lalu. Banyaknya informan ini didasarkan
atas pertimbangan kecukupan sesuai dengan kriteria sampling
purposif (Cresswell, 2008). Seluruh informan ini memiliki peker-
jaan pokok sebagai buruh dan bekerja secara serabutan di sektor
pertanian tradisional. Mereka tidak ada yang hanya menekuni
satu jenis pekerjaan. (Lihat tabulasi jenis pekerjaan (Tabel 1)
pada pembahasan selanjutnya.
Bab 3
Jenis-Jenis Penghidupan
Orang Pinggiran

A. Jenis Penghidupan Orang Miskin Pedesaan


Hasil observasi dan wawancara di lapangan menggambarkan
banyak sekali jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang berka
tegori miskin di pedesaan. Sedikitnya ada 55 jenis pekerjaan yang
berhasil peneliti catat dan kaji. Informasi mengenai jenis peker-
jaan ini berasal dari keterangan informan dan hasil observasi
langsung peneliti selama kurun waktu tahun 2013 2015. Berikut
adalah ringkasan jenis pekerjaan atau penghidupan tersebut:

1) Pencari kayu bakar di hutan terdekat: Pada musim ko-


song pekerjaan, yakni ketika habis matun kedua dan
masa menunggu musim panen padi tiba, biasanya ada
waktu sekitar 1 2 bulan. Matun adalah istilah yang di-

19
20 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

gunakan untuk pekerjaan membersihkan rumput liar


yang tumbuh di sela-sela tananam padi. Pada waktu itu,
sejumlah orang miskin bekerja sambilan sebagai penca-
ri kayu bakar di hutan terdekat. Mereka memotong dan
mengambil ranting-ranting pohon kering yang jatuh ke
tanah, lalu mengumpulkannya untuk kemudian dijual
ke tetangga atau ke pasar guna mendapatkan sejumlah
uang.
2) Pencari ikan di kali, rawa-rawa, dan sawah rancah: Di
antara orang miskin di pedesaan, ada sejumlah orang
yang pekerjaannya mencari ikan yang ada di kali, rawa-
rawa dan rancah terdekat, baik dengan cara dipancing,
dijala, dijaring, atau disetrum dengan listrik, atau bah-
kan ada yang menggunakan bahan peledak dan racun
(potasium, mereka menyebutnya portas) untuk melum-
puhkan ikan. Ikan hasil tangkapan itu dijual ke tetangga
atau ke pasar terdekat.
3) Pencari daun pisang: Mereka mengumpulkan lembaran-
lembaran daun pisang yang masih bagus untuk dijual
ke pasar guna mendapatkan uang penyambung hidup.
Biasanya jenis pekerjaan ini dilakukan oleh kaum

perempuan, terutama ibu rumah tangga atau janda.
4) Pemulung: Mereka mencari barang-barang buangan,
yang pada umumnya berupa sampah plastik, kardus
bekas, botol bekas, dan barang-barang bekas lain yang
katanya bisa didaur ulang oleh penampungnya. Pe-
kerjaan umumnya seperti ini dilakukan oleh laki-laki
sebagai pekerjaan sambilan.
5) Pencari kayu bakar dari bonggol kayu yang habis dite-
bang: Jenis pekerjaan ini hanya bisa dilakukan oleh laki-
laki yang masih kuat tenaganya. Mereka menggali akar-
akar kayu besar yang habis ditebang pemiliknya, untuk
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 21

kemudian dibelah kecil-kecil sehingga bisa dijadikan


kayu bakar, dan dijual ke tetangga atau untuk dipergu-
nakan sendiri.
6) Pedagang mainan anak-anak keliling: Beragam jenis dan
ukuran mainan anak-anak dijajakan oleh mereka. Ada-
pun jenis mainannya pada umumnya terbuat dari plas-
tik, seperti misalnya handphone mainan, mobil-mobilan
(mobil mainan), sepeda motor mainan, gangsing/pang-
gal, terompet, dan sebagainya. Selain itu, ada juga jenis
mainan anak yang terbuat dari kayu, kertas, bambu, dan
lain-lain. Harganya pun beragam, namun pada umum-
nya di bawah Rp10.000 per buah. Bahkan ada sejenis
mainan anak yang harganya hanya lima ratus rupiah
per buahnya. Anak-anak dari orang miskin banyak yang
membeli jenis mainan yang murah ini.
7) Pedagang jajanan anak keliling: Pedagang jenis ini tiap
hari berkeliling kampung, menjajakan dagangannya
yang berupa beberapa jenis jajanan anak-anak seperti
gulali, es lilin, kembang gula, kembang kapas, kerupuk
pedas, dan lainnya yang bisa dimakan secara langsung
oleh anak-anak. Cara membawanya ada yang dengan
roda dorong, dipikul, dijinjing, dipanggul, atau pakai
sepeda ontel. Mereka sering mendatangi kerumunan
anak-anak yang sedang bermain. Mereka juga sering
mangkal di acara-acara keramaian yang ada di kam-
pung seperti di acara hajatan, acara kenaikan kelas anak
sekolah, dan di acara-acara lain yang banyak kerumu-
nan anak-anak.
8) Pedagang jajanan anak di kawasan sekolah: Ini mirip
seperti pedagang jajanan anak secara keliling yang dise-
butkan di atas, namun jenis pedagang ini hampir selalu
22 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

mangkal di kawasan sekolah. Mereka berjualan sepan-


jang waktu sekolah buka, yakni sekitar pukul 07.00 WIB
hingga bubar sekolah, atau jika dagangannya habis,
mereka lebih cepat pulang. Jenis barang yang dijual an-
tara lain adalah: minuman kemasan seperti alle-alle, teh
gelas, goreng bala-bala, goreng pisang, comro, gehu, dan
lainnya. Berjualan seperti ini biasanya dilakukan oleh
ibu rumah tangga. Modal yang diperlukan sekitar sera-
tus hingga dua ratus ribu rupiah.
9) Pedagang jajanan anak musiman: Prinsipnya sama
dengan jenis pedagang jajanan anak sebagaimana

dijelaskan di atas, namun sang pedagang ini hanya sam-
bilan saja berdagang jajanan anak. Mereka pada umum-
nya memiliki jenis pekerjaan yang lebih tetap seperti
misalnya sebagai buruh tani. Seperti sudah dikemuka-
kan di atas, bahwa bertani itu sifatnya m usiman, jadi
mereka punya waktu nganggur, maka untuk mengisi
kekosongan pekerjaan ini, mereka berdagang jajanan
anak. Jenis pedagang seperti ini biasanya hanya berda-
gang pada saat-saat tertentu dan pada saat ada kera-
maian di kampungnya, seperti misalnya pada acara
hajatan keluarga, kegiatan muludan (peringatan hari
maulid Nabi SAW), acara rajaban (peringatan hari
Isra Miraj Nabi SAW), acara imtihan (acara kenaikan
kelas di sekolah keagamaan/madrasah), acara nariyahan
(membaca shalawat bersama), acara Yasinan (membaca
surat Yaasin secara bersama-sama), muslimahan (acara
pengajian akbar kaum muslimah), dan di acara sejenis
lainnya yang sering diadakan di pedesaan.
10) Pedagang bakso keliling: Yakni sejenis pedagang yang
sudah sama-sama kita kenal. Mereka ada yang meng-
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 23

gunakan roda dorong atau dipikul. Mereka menjajakan


dagangan baksonya keliling kampung. Ada bakso ayam
(baso yang terbuat dari daging ayam), baso sapi (baso
yang terbuat dari daging sapi), dan baso ikan. Di wilayah
ini yang terkenal adalah baso sapi dan baso ayam. Harga
baso ayam harganya lebih murah, dan biasanya lebih
laku dibandingkan dengan baso sapi.
11) Pedagang sayuran matang keliling: Kalau di kota pada
umumnya sayuran matang dijual di warung nasi, rumah
makan, ataupun restoran, di kampung tempat penelitian
ini berlangsung, ada sejumlah orang, biasanya kaum ibu,
yang menjajakan sayuran yang siap makan (matang)
ke rumah-rumah. Di kampung ini, hampir tidak ada
rumah makan atau warung nasi yang sifatnya tetap. Ka-
lau warung baso, warung sayuran, warung kelontongan
(warung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di luar
sayuran dan makanan), warung g orengan ada beberapa
yang menetap di rumah atau di gubuk yang terbuat dari
bambu.
12) Pedagang sayuran keliling (pedagang gowengan): Peda-
gang jenis ini dilakukan oleh laki-laki maupun perem-
puan di pedesaan. Mereka membawa beragam jenis
sayuran mentah untuk bahan lauk-pauk, baik yang be-
rasal dari kelompok nabati maupun dari jenis ikan dan
adakalanya ayam sayur. Mereka menjajakan dagangan-
nya ke rumah-rumah penduduk dengan digendong,
menggunakan sepeda ontel, atau ada juga yang meng-
gunakan gerobak dorong. Mereka berkeliling kampung
dengan radius kurang dari satu kilometer.
13) Pencari sayuran yang tumbuh liar di sawah: Jenis usa-
ha ini sering dilakukan oleh kaum perempuan, namun
24 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kaum laki-laki juga ada yang melakukannya hanya


dalam bentuk sambilan sehabis bekerja di sawah sehari-
an. Sebelum pulang, mereka mencari sayuran yang tum-
buh di sawah untuk dibawa pulang. Sedangkan kaum
perempuan biasanya memang sengaja mencari sayuran
seperti genjer (mereka menyebutnya gendot), eceng
gondok, krema, bayam liar, kangkung liar, dan jenis sa
yuran lainnya yang tumbuh secara liar di sawah atau
rancah, untuk kemudian dijual ke pasar atau tetangga.
Dalam sehari, mereka bisa membawa sayuran jenis ini
sampai beberapa ikat, yang jika dijual dihargai sekitar
lima sampai sepuluh ribu rupiah.
14) Penderes nira kelapa: Di lokasi penelitian, jenis usa-
ha seperti ini disebut dengan tukang deres. Caranya
dengan memotong batang tandan kelapa yang masih
muda kemudian diambil cairannya (disebut legen atau
nira) yang berasa manis jika diminum. Gunanya untuk
membuat gula kelapa setelah melalui proses pengolahan
yang melelahkan. Biasanya, pekerjaan sebagai penderes
ini juga sekaligus sebagai pembuat gula kelapa (gula
merah). Teknik pembuatan gula kelapa ini dimulai dari:
mengambil air nira (legen), kemudian legen disaring
untuk membuang benda-benda yang tidak diperlukan,
kemudian legen digodok cukup lama sampai tinggal air
gula yang kental, dan akhirnya air gula tadi dicetak ke
dalam cetakan gula yang terbuat dari potongan bambu.
Lama penggodogan air nira sampai menjadi gula ini
biasanya memakan waktu seharian (sekitar 7 jam).
15) Pedagang bubur keliling: Ada beberapa jenis bubur,
seperti bubur ayam, bubur kacang ijo (kacang hijau),
bubur beras merah, bubur sumsum (bubur halus), bu-
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 25

bur lemu, bubur sayur, dan sebagainya. Pada umumnya,


pedagang bubur ini bertindak sebagai pembuat dan
sekaligus penjual dengan cara dipikul atau didorong
menggunakan gerobak dorong. Mereka menjajakan da-
gangannya secara berkeliling ke kampung sendiri dan
kampung sebelah.
16) Pedagang cimol keliling: Cimol adalah sejenis makanan
yang terbuat dari bahan dasar aci atau tepung singkong
dan tepung terigu yang diberi ramuan bumbu penyedap,
lalu dimasak dengan cara dikukus atau digoreng. Cara
penyajiannya dengan ditusuk menggunakan sema-
cam tusuk sate. Bentuknya bulat-bulat mirip kelereng.
Mereka berjualan dengan cara berkeliling desa, dengan
menggunakan sepeda atau dipikul.
17) Buruh tani: Pada dua dekade yang lalu, jenis pekerjaan
ini sangat terkenal di kampung-kampung, misalnya
dalam bentuk mencangkul, membersihkan lahan un-
tuk penanaman padi, dan pekerjaan pengolahan lahan
pertanian lainnya. Namun sekarang, meskipun masih
ada, sudah kalah bersaing dengan pola buruhnya orang
kaya yang menggunakan alat dan mesin traktor untuk
mengolah sawah. Buruh tani di sini juga sering disebut
dengan nama buruh macul, atau buruh mencangkul
sawah. Sebenarnya mereka bukan sekadar mencangkul
sawah, namun lebih tepatnya adalah buruh mengolah
sawah dari awal hingga selesai. Artinya, mereka meng-
garap atau mengolah sawah, dari mulai mencangkul,
membersihkan rumput liar, meratakan sawah, mena-
nami sawah, mengerjakan perabukan, menyemprot
hama tanaman, hingga mengerjakan pekerjaan lainnya
sampai sawah siap panen. Bahkan mereka juga yang
26 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

memanen padi. Mereka mendapatkan upah dari semua


kegiatannya itu. Adapun besaran upah buruh tani ini di
wilayah ini sekitar Rp40.000 sampai Rp50.000 sehari.
18) Buruh serabutan: Orang dengan pekerjaan serba bisa
menurut ukuran kepentingan kehidupan penduduk
desa. Jenis pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh kaum
laki-laki yang diberi upah secara harian atau hanya seka-
dar upah lelah karena jenis pekerjaan yang dilakukan-
nya tidak sampai membutuhkan waktu satu hari penuh.
Bentuk-bentuk pekerjaan ini antara lain adalah mem
betulkan selokan yang mampat, membetulkan genting
yang melorot atau bocor, membersihkan rumah, meng-
gali sumur tetangga karena airnya surut di waktu ke-
marau, membetulkan dinding rumah yang sudah rusak
atau dimakan rayap, dan jenis pekerjaan lain yang sifat-
nya tidak tetap. Penghasilan dari pekerjaan seperti ini
biasanya jauh dari cukup untuk menopang kehidupan
keluarganya. Tidak ada besaran upah yang pasti untuk
jenis pekerjaan ini. Terkadang besar atau melebihi upah
buruh sehari, namun terkadang juga kurang. Bahkan
ada yang hanya mengucapkan terima kasih untuk ban-
tuan pekerjaannya.
19) Penarik becak: Meskipun jalan di desa-desa dan kam-
pung tempat penelitian ini berlangsung banyak yang
rusak, bahkan ada yang sangat sulit untuk dilalui be-
cak, toh ada juga yang pekerjaannya sebagai penarik
becak (penduduk setempat menyebutnya tukang be-
cak). Banyaknya penghasilan penarik becak ini sangat
tidak menentu, bahkan dalam sehari, terkadang tidak
ada yang menggunakan jasanya, alias pulang tanpa
membawa uang. Padahal di rumah, istri dan anak-anak
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 27

menunggu dan berharap sang ayah pulang membawa


beras untuk dimasak pada hari itu juga.
20) Penggarap sawah atau ladang milik orang lain: Istilah
di pedesaan tempat penelitian ini dilakukan, dikenal
dengan sebutan maro (bagi hasil, berbagi dua, nengah),
mertelu (dibagi tiga), namun pada umumnya yang ber-
laku adalah maro atau nengah. Artinya, sang pemilik
lahan atau sawah, tidak perlu mengeluarkan biaya apa-
pun untuk menggarap sawahnya, sang penggaraplah
yang bertanggung jawab terhadap pengolahan sawah
mulai dari mempersiapkan awal menanam padi hingga
memanen hasilnya. Hasil panen seluruhnya setelah di-
potong untuk para penderep (pembawon), atau dalam
istilah ekonomi dikenal dengan hasil bersih atau netto,
dibagi dua, masing-masing pemilik sawah dan pengga-
rapnya mendapatkan setengah atau 50%.
21) Beternak ayam kampung dan itik secara tradisional:
Hampir setiap rumah penduduk desa memiliki peli-
haraan ternak yang dikelola secara tradisional, terutama
penduduk yang dikategorikan miskin. Uniknya, mereka
tidak pernah memperhitungkan untung-rugi dari ak-
tivitas pemeliharaan ternak ini. Misalnya ada sejumlah
orang miskin yang memelihara ayam kampung, itik,
dan entog, yang jika dikalkulasikan secara analisis im-
pas, tidak bisa mendatangkan hasil yang menguntung-
kan. Artinya, biaya pemeliharaan lebih besar diban
dingkan dengan nilai jual ternak peliharaannya ketika
hewan itu sudah besar nanti. Namun toh mereka tetap
memeliharanya dengan alasan memanfaatkan sisa-sisa
makanan sehari-hari. Bahkan, berdasarkan hasil ob-
servasi peneliti, mereka sering secara sengaja membuat
28 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

nasi lebih banyak dengan tujuan untuk makanan ternak


peliharaannya tadi. Dalam hati, peneliti berpikir, apa ini
yang termasuk sikap dan perilaku non ekonomis.
22) Pemancing ikan di rawa-rawa: Sebenarnya hampir mirip
dengan cara memancing ikan lainnya, yakni sama-sama
menggunakan kail yang bermata pancing yang berfung-
si sebagai penahan agar jika ikan sudah memakan um-
pan dan ditarik ke atas (permukaan air), ikan tidak bisa
lepas. Yang membedakannya terutama pada walesan
(gagang pancing) yang digunakannya. Kalau gagang
pancing ikan pada umumnya dibuat pendek namun
diberi peralatan untuk melontar umpan supaya jauh
ke tengah air, pada gagang pancing khusus ikan gabus,
gagang pancingnya dibuat panjang, yakni dari bambu
wuluh (penduduk setempat menyebutnya pring wuluh).
Biasanya menggunakan batang bambu khusus yang
berukuran kecil namun cukup panjang, dengan ukuran
bisa mencapai 5-10 meter, sehingga mampu menjang-
kau jarak yang cukup jauh dari pemancing. Ikan jenis
gabus ini biasanya akan memakan umpan berupa seje-
nis kodok sawah kecil (dikenal oleh penduduk setem-
pat dengan sebutan bancet) yang sudah disiapkan oleh
pemancing. Hasil dari usaha memancing ini tidak me-
nentu, namun yang jelas, tidak bisa mencukupi kebutu-
han hidup keluarga. Hampir seharian mereka meman
cing, terkadang pulang dengan tangan hampa alias tidak
mendapatkan ikan apapun. Namun jika sedang mujur,
mereka bisa mendapatkan 2 3 kg ikan gabus. Ikan ha-
sil pancingan ini biasanya dijual ke tetangga.
23) Pengojek atau Ojek (jasa angkutan menggunakan sepeda
motor): Jenis profesi ini sudah sangat dikenal oleh ma-
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 29

syarakat kita. Mencari nafkah dengan menjadi peng


ojek memang satu pilihan yang relatif khusus karena
biasanya sang pengojek harus memiliki sepeda motor
untuk digunakannya mengantar orang dari satu tem-
pat ke tempat lainnya dengan membayar sewa atau jasa
pengojekannya. Namun, tidak semua pengojek memi-
liki sepeda motor sendiri. Banyak di antara mereka yang
menyewa dari orang lain. Jenis pengojek yang disebut-
kan terakhir inilah yang dimaksudkan dalam kategori
orang miskin di pedesaan dalam penelitian ini. Ada dua
jenis pengojek di sini, yakni pengojek jarak dekat dan
pengojek jarak jauh. Yang pertama seperti yang biasa
kita kenal selama ini, mereka hanya menarik penum
pang di seputaran desa atau kecamatan. Sedangkan yang
jauh bisa sampai ratusan km. Jarak terjauh yang pernah
diantar menggunakan ojek ini antara lain adalah dae-
rah Majalengka, Tegal, Garut, Bandung, Kebumen, dan
Yogyakarta. Cukup jauh, padahal pangkalan ojek untuk
contoh ini adalah di pedesaan Pamarican dan Banjarsari
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
24) Pemijat (juru pijat atau tukang pijat): Jenis pekerjaan ini
juga cukup dikenal oleh sebagian masyarakat kita, baik
di desa maupun di kota. Mereka menjalankan profesi
nya dengan cara memijat orang lain dan mendapatkan
upah darinya. Ada beberapa jenis pemijatan dalam hal
ini, antara lain adalah: pijat pengobatan, pijat kesehatan,
pijat dukun bayi (paraji), dan pijat membetulkan otot
yang terkilir. Pekerjaan seperti ini juga bisa mendatang-
kan rezeki yang tidak menentu, namun yang jelas, bi-
asanya tidak bisa mencukupi kebutuhan minimum ke-
luarga. Meskipun demikian, mereka menjalankannya
30 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

dengan ikhlas. Di desa, jenis pekerjaan seperti ini tidak


pernah menetapkan besaran tarif untuk pemijatan-
nya. Mereka hanya menerima imbalan sesuai dengan
keikhlasan sang pemberi jasa pemijatannya. Umumnya
di wilayah ini besaran upah untuk sekali pijat adalah
Rp15.000 sampai dengan Rp30.000.
25) Pencari kroto (sejenis serangga muda untuk pakan bu-
rung): Kroto adalah nama yang diberikan oleh pen-
duduk sekitar untuk telor dan anak-anak semut merah
atau rangrang dan sejenis semut pohon lainnya yang sa-
rangnya di hutan setempat, termasuk semut muda yang
baru keluar dari telurnya. Kroto ini merupakan bahan
campuran pakan burung yang fungsinya sebagai protein
dan makanan tambahan burung.
26) Dukun: Adalah satu sebutan untuk orang pintar
yang dianggap memiliki pengetahuan supranatural. Di
wilayah pedesaan Jawa Barat bagian Selatan, masyara-
kat sering menyebutnya dengan wong tuwo, sesepuh,
kasepuhan, atau dukun. Orang yang menyandang pro-
fesi ini biasanya sering dikunjungi oleh sejumlah orang
yang ingin berkonsultasi tentang apa saja yang diingin
kannya. Mereka bisa datang untuk meminta diberi-
kan petunjuk cara mencari kekayaan, berdagang, agar
menang dalam pilihan pejabat publik, agar memiliki
kharisma, agar memiliki aura wajah yang menarik, agar
diberi kekuatan fisik, tolak bala, ingin diramalkan nasi-
bnya, untuk mencari jodoh atau pasangan hidup, atau
bahkan meminta petunjuk cara mengobati suatu penya-
kit.
27) Dukun pengobatan alternatif: Profesi atau pekerjaan ini
mirip dengan dukun seperti dimaksudkan pada nomor
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 31

26 di atas, namun jenis yang ini lebih khusus pada pe-


kerjaan yang mengobati berbagai penyakit. Penduduk
setempat menyebutnya dengan sebutan dukun. Dalam
wacana yang muncul di lokasi setempat, dukun artinya
adu ngerukun, yang artinya seseorang yang bertin-
dak untuk membuat rukun atau akur satu sama lain.
Orang yang berprofesi sebagai dukun, biasanya diang-
gap memiliki kemampuan linuwih (lebih) dari orang
lain sehingga dianggap bisa membantu menyembuhkan
bermacam penyakit. Hingga saat ini pekerjaan sebagai
dukun masih ada di pedesaan tempat penelitian ini di-
lakukan. Teknik pengobatannya pun unik. Terkadang
si sakit hanya diberi air putih (air bening) yang sudah
diberi mantra-mantra atau doa tertentu, dan disuruh
minum seperlunya. Hasilnya? Wallahualam. Ada yang
kebetulan sembuh, namun ada juga yang tidak. Yang
sembuh barangkali karena tersugesti oleh sang dukun
tadi sehingga memiliki kepercayaan dan semangat un-
tuk sembuh. Sedangkan yang tidak sembuh, mereka
biasanya berobat ke pusat kesehatan modern, seperti ke
dokter atau Puskesmas terdekat.
28) Penjaja barang kreditan milik orang lain: Orang dengan
pekerjaan seperti ini secara rutin menjajakan barang-
barang kebutuhan rumah tangga untuk dijual secara
cicilan. Ada yang dicicil secara harian, mingguan, atau
tiap hari pasaran atau hari pasar.8 Mereka mendapat-

8 Di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis, dikenal hari


pasar atau hari pasaran. Maksudnya hari di mana ada kegiatan jual-beli secara ramai
di pasar-pasar tradisional. Misalnya khusus pasar Banjarsari hari pasarannya adalah
tiap hari Selasa dan hari Sabtu. Sementara itu, hari minggu atau ahad adalah hari
pasar untuk pasar Pamarican. Orang dengan etnis Jawa di Kecamatan Pamarican
ini menyebut Pamarican dengan sebutan Kemrican. Menurut informasi, dulunya
di tempat ini banyak mricanya.
32 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kan upah dari pembagian hasil usaha penjualan barang,


atau diupah secara harian, bergantung pada kesepakat
an antara penjual dan pemilik barang.
29) Pembuat pipiti (sejenis wadah bertutup dari anyaman
bambu): Bentuknya semacam boks yang ada tutupnya
dan berfungsi sebagai wadah makanan, bisa nasi dan
lauk-pauknya, juga bisa untuk wadah bumbu masak
dan disimpan di dapur. Ukurannya bermacam-macam,
mulai dari yang kecil, sedang, besar. Yang kecil ber
ukuran sekitar 10 cm panjang, 15 cm lebar, dan tinggi 5
cm. Yang sedang berukuran di atas itu, dan yang besar
berukuran sekitar 30 cm untuk panjang dan lebarnya,
dengan tinggi sekitar 10 cm. Pada saat sekarang, boks
untuk nasi dan makanan ringan ini sudah banyak yang
terbuat dari bahan karton dan bahan plastik, dengan
harga yang relatif murah sehingga keberadaan pipiti ini
semakin tergeser.
30) Jasa penjualan bambu: Maksudnya adalah orang yang
pekerjaannya menjualkan bambu milik orang lain.
Mereka mengambil bambu sendiri, menebang bambu
yang sudah tua, menjajakannya sendiri kepada orang
yang membutuhkan, baik di desa sendiri maupun di
desa-desa tetangga. Salah satu contohnya adalah yang
di kampung ini dikenal dengan Hamim dan anak-
anaknya yang secara tradisi memiliki keahlian mene-
bang bambu di hutan terdekat untuk kemudian dijual
per satuan bambu. Penduduk setempat memanggilnya
Mang Hamim. Ia sudah dikenal oleh penduduk pede-
saan setempat sebagai penjual bambu untuk keper-
luan dinding rumah (bilik), untuk pintu, untuk pagar
rumah, usuk (kaso), reng, dan keperluan lain terkait
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 33

rumah dan perabotannya. Profesi ini sudah ia lakukan


secara turun-temurun. Harga satu galah bambu sekitar
Rp5.000 untuk yang berukuran kecil (berdiameter 5
cm), sedangkan yang berukuran besar (berdiameter 5
cm ke atas) dijual seharga Rp10.000 per batang.
31) Pembuat batu bata dari tanah liat: Kegiatan ini lebih se-
bagai pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh sejum-
lah penduduk desa tempat penelitian ini dilakukan. Di
sela-sela waktunya yang ada, misalnya pagi hari sebe-
lum mereka berangkat ke sawah atau tempat pekerjaan
pokoknya, atau sore hari setelah pulang dari bekerja,
mereka membuat batu bata dari tanah liat. Karena pe-
kerjaan sambilan maka jumlah bata yang dibuatnya
tentu tidak banyak. Setelah kering dijemur, bata terse-
but dijual kepada orang yang membutuhkannya dalam
keadaan mentah (belum dibakar). Atau bata itu dijual
setelah matang (sudah dibakar).
32) Penyadap getah karet: Jenis pekerjaan ini membutuh-
kan keahlian yang khusus, atau setidaknya ada niat
dan minat dari pekerja untuk melakukan pekerjaan ini.
Umumnya, orang yang bekerja sebagai buruh sadap ge-
tah karet ini mendapatkan upah dari hasil sadapannya.
Jika lahan atau kebun karetnya luas, sepanjang hari ia
melakukan penyadapan dan mendapatkan penghasilan
lumayan dari pekerjaannya ini. Pola hubung an
kerjanya bisa berupa bagi hasil getah karet atau diupah
secara harian.
33) Pedagang pecel keliling: Jenis pekerjaan ini biasanya
dilakukan oleh kaum ibu rumah tangga dengan maksud
untuk membantu suami mencari nafkah guna meng-
hidupi keluarganya, atau memang sudah dilakukan-
34 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

nya dari dulu hingga sekarang karena sudah menjadi


pekerjaan pilihannya. Nini Sage adalah salah seorang
yang profesinya menjual pecel keliling kampung di
Sidamulya, desa Sukamukti, Kecamatan Pamarican,

Kabupaten Ciamis. Hampir tiap hari ia menjajakan da-
gangan pecelnya ke rumah-rumah penduduk seputaran
rumahnya. Peneliti pun pernah beberapa kali mera-
sakan pecel Nini Sage ini ketika melakukan penelitian
lapangan beberapa waktu yang lalu. Hampir di setiap
kampung di desa-desa yang ada di kabupaten Ciamis,
Pangandaran, dan Tasikmalaya, makanan pecel sudah
menjadi bagian dari menu yang sering dihidangkan
pada acara hajatan besar ataupun kecil di wilayah ini.
Orang tua dan anak-anak pun suka makanan pecel ini
sebagai bentuk jajanan yang bisa langsung dimakan tan-
pa adanya nasi, atau bisa juga digunakan sebagai lauk
untuk makan nasi.
34) Warung nasi mangkal: Jenis usaha ini biasanya dilaku-
kan oleh kaum ibu. Pedagang warung nasi ini biasa
nya mangkal di lokasi tertentu yang diperhitungkan
strategis karena banyak orang yang lewat melalui tem-
pat atau jalan itu. Mereka menjual nasi rames dan lauk-
pauknya secara sangat sederhana. Warung nasi ini juga
melengkapi dirinya dengan menjual semacam makanan
ringan tradisional seperti gehu (tauge dan tahu), pi-
sang goreng, bala-bala, comro (oncom di jero, oncom di
dalam), misro (amis di jero, manis di dalam), singkong
goreng, pisang goreng, dan makanan sejenisnya yang
dimasak dengan cara digoreng atau dikukus.
35) Derep atau mbawon (mendapatkan upah dari mem-
bantu memanen padi milik tetangga): Ketika musim
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 35

panen tiba, sejumlah penduduk desa, utamanya yang


dikategorikan miskin, beramai-ramai melakukan pe-
kerjaan yang dikenal oleh masyarakat setempat disebut
derep atau mbawon, atau ani-ani (dari bahasa Jawa),
sedangkan dari bahasa Sunda, disebut dengan gacong.
Pekerjaannya adalah membantu memanen padi milik
orang lain dengan mendapatkan upah dari hasil pa
nenannya dengan cara dibagi antara yang menderep dan
sang pemilik sawah dengan perbandingan yang umum
dilakukan di wilayah setempat. Ada yang menggunakan
perbandingan 5:1, 6:1, 7:1, atau 8:1, bagi pemilik sawah
dengan penderep-nya, bergantung pada hasil negosiasi
antara para penderep dan pemilik sawah.
36) Penyeblok (nyeblok, ceblok): Adalah jenis pekerjaan se-
seorang yang secara kontrak atau perjanjian bersedia
membersihkan (mengurus) sawah yang baru d itanami
padi hingga masa pa nen. Orang tersebut tugasnya
adalah membersihkan rumput liar yang tumbuh di se-
la-sela tananam padi (dikenal dengan sebutan matun),
menyemprot tanaman padi dengan insektisida tertentu,
dan memberi rabuk untuk menyuburkan tanaman padi.
Ketika masa panen tiba, sang penyeblok tadi punya hak
seperenam (1/6) bagian dari seluruh hasil panen. Orang
lain tidak diperkenankan ikut derep atau mbawon di
sawah yang diceblok ini. Jadi sifatnya adalah mono
poli pekerjaan derep atau mbawon tadi. Penduduk se-
tempat menyebutnya dengan mbawon manggon, artinya
mbawon yang menetap di satu lokasi tertentu saja.
37) Pemelihara ternak milik orang lain: Sejumlah orang
miskin di pedesaan ini, yakni Kecamatan Banjar-
sari dan Kecamatan Pamarican, Langkaplancar, Lak-
36 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

bok, Sidaharja, Padaherang, Sidamulih, dan desa-desa


lainnya yang ada di Kabupaten Ciamis, Kabupaten
Pangandaran, dan Kabupaten Tasikmalaya, melakukan
pekerjaan dengan cara memelihara ternak, biasa nya
kambing, domba, atau sapi, dan mendapatkan upah sete
ngah dari hasil peliharaan tersebut, setelah d ikurangi
modal awalnya. Ada dua jenis pekerjaan seperti ini,
yang pertama: membesarkan ternak; dan yang kedua:
memelihara induk ternak dan berharap mendapatkan
keuntungan dari ternak yang akan menurunkan anak.
Contoh untuk yang pertama, membesarkan anak ter-
nak, sang pemelihara akan mendapatkan hasil dari
selisih nilai jual harga ternak setelah cukup umur. Keun-
tungan dari selisih nilai jual ternak dimaksud, nantinya
dibagi dua dengan sang pemilik ternak (pemodal). Se-
dangkan untuk jenis pekerjaan yang kedua, sang peme-
lihara ternak akan mendapat setengah dari ternak yang
dilahirkannya. Misalnya sang induk ternak melahirkan
dua anak, maka sang pemelihara akan mendapatkan
satu anak ternak dan sang pemilik modal mendapatkan
satu anak ternak, sementara itu, induk ternak tetap mi-
lik sang empunya modal (pemilik modal).
38) Makelar (calo): Penduduk setempat menyebutnya
dengan calo. Jenis pekerjaan seperti ini di kampung
cukup dikenal, terutama untuk mediasi antara penjual
tanah dan barang berharga lainnya dengan calon pem-
belinya. Yang paling dikenal adalah calo tanah, yang pe-
kerjaannya mencari orang yang akan membeli dan atau
menjual tanah. Dia akan mendapatkan penghasilan dari
jasa transaksi penjualan atau pembelian tanah ini, mis-
alnya 2%, 3%, 5%, atau bahkan ada yang sampai 20%
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 37

dari nilai jual tanah, bergantung pada kelihaian sang


calo tersebut. Jenis pekerjaan calo ini sebenarnya tidak
hanya untuk jual-beli tanah, transaksi ekonomi pada
aktivitas pekerjaan yang lain pun sekarang sudah ada
calonya. Sebut saja antara lain seperti calo mobil, calo
motor, calo penyewaan alat pesta, dan calo penyewaan
traktor pembajak sawah.
39) Pembuat obat dari cacing tanah. Ada seorang penduduk
desa di sini yang pekerjaan sehari-harinya mencari
cacing tanah untuk kepentingan membuat obat penya-
kit tifus. Dia mencari cacing di pekarangan, di sawah,
dan di tempat-tempat yang lembab dan basah, yang
banyak cacingnya, untuk kemudian dibersihkan, lalu
direbus hingga matang. Airnya dikemas dalam botol
dan dijual kepada mereka yang membutuhkannya.
Biasanya, menurut keyakinan penduduk desa ini, obat
yang terbuat dari cacing tanah ini bermanfaat untuk
mengobati penyakit tifus. Obat tifus yang dibuat dari
cacing tanah ini juga bisa dikemas dalam bentuk cacing
kering (cacing dikeringkan dengan cara dijemur seperti
gesek asinan), dikemas dalam bungkus plastik kecil-ke-
cil, kemudian dijual kepada tetangga yang membutuh-
kan, atau dijual ke apotik (toko obat) terdekat.
40) Pembuat salai (sale): Sejenis manisan yang terbuat dari
pisang matang yang diiris tipis-tipis lalu dijemur hing-
ga kering atau sampai menyerupai keripik pisang. Sale
ini umumnya dibuat dari jenis pisang siem, bukan
jenis pisang lainnya. Setelah kering dijemur, dikemas
atau diikat dengan tali lalu dijual kepada bandarnya di
Ciamis. Usaha jenis ini sekarang banyak dilakukan oleh
penduduk kampung Pahauran desa Sindangasih, Keca-
38 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

matan Banjarsari. Namun seiring dengan perkemban-


gan jenis usaha ini, orang-orang dari desa lainnya pun
sudah mulai banyak yang mencoba membuat sale ini,
termasuk di desa Sukamukti, Kecamatan Pamarican.
Dengan adanya usaha ini, maka harga pisang siem di
wilayah ini menjadi sangat tinggi, bahkan mengalahkan
harga pisang ambon, pisang batu, dan pisang raja, yang
sebelumnya harganya lebih tinggi.
41) Pembuat keripik pisang: Pisang mentah, biasanya je-
nis nangka, diiris tipis-tipis, bisa menggunakan alat iris
khusus, atau diiris menggunakan pisau dapur biasa yang
tipis, kemudian diberi bumbu garam dan atau diberi
tambahan bumbu penyedap lainnya, lantas digoreng
hingga kering. Setelah dingin, pisang dikemas dalam
plastik dan dijual ke warung-warung sekitarnya.
42) Pembuat keripik singkong: Teknik pembuatannya mirip
dengan cara membuat keripik pisang. Singkong dikuliti,
lalu diiris tipis-tipis, lalu diberi bumbu penyedap seper-
lunya, dan digoreng hingga kering. Setelah dingin, baru
dikemas dengan menggunakan plastik. Cara menjual-
nya dititipkan ke warung-warung terdekat atau ke pasar
tradisional.
43) Pembuat keripik gadung: Teknik pembuatannya cu-
kup rumit dan memerlukan kesabaran. Gadung diiris
tipis-tipis, lalu direndam dalam air garam yang sudah
dicampur dengan lebu (abu, debu) hasil pembakaran
dapur, dijemur hingga beberapa hari, biasanya dua hari.
Setelah itu dicuci, dilimbang (dibilas) beberapa kali un-
tuk membuang racunnya. Setelah bersih, baru dikukus,
kemudian dijemur hingga kering. Keripik gadung ini
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 39

banyak dijual di pasar-pasar tradisional atau dijual se-


cara personal kepada tetangga yang berminat.
44) Pembuat cetil: Cetil adalah sejenis jajanan pasar, ter-
buat dari tepung singkong (di desa ini dikenal dengan
nama aci atau pati). Cara pembuatannya: Aci dimasuk-
kan ke dalam air hangat, diaduk, dan digulung hing-
ga menyerupai silinder seukuran spidol white board,
lalu dipotong-potong secara miring (diagonal atau
menyerong), kemudian dikukus hingga matang. Cara
penyajiannya dicampur dengan kelapa parut dan sedikit
gula putih. Anak-anak dan orang dewasa menyukai ja-
janan pasar ini.
45) Pengelola arisan: Seseorang yang mengadministrasikan
kegiatan arisan secara proaktif. Artinya, para peserta
arisan tidak perlu berkumpul di suatu tempat, mereka
cukup diam di rumahnya masing-masing. Administra-
torlah yang secara aktif mengambil uang arisan sesuai
dengan besaran yang disepakatinya. Di sini, yang dibu-
ka adalah model arisan mingguan dengan setoran sebe-
sar 10.000 rupiah; 20.000 rupiah, dan 30.000 rupiah.
Jumlah anggota dibatasi sampai 20 orang, sehingga se-
tiap minggu, setiap pemenang akan mendapatkan uang
sejumlah 20 orang dikalikan dengan besarnya setoran.
Pengelola arisan ini mengutip biaya dari setiap peserta,
yakni 500 rupiah untuk yang besaran arisannya 10.000
rupiah, dan mengutip 1.000 rupiah untuk peserta yang
besaran arisannya 20.000 ke atas. Pekerjaan seperti ini
dilakukan oleh ibu rumah tangga.
46) Pedagang gorengan (rempeyek): Kaum ibu yang mem-
buat rempeyek dari tepung beras yang diberi bumbu
seperlunya. Setelah dikemas dalam plastik, lalu dititip-
40 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kan ke warung tetangganya. Pekerjaan ini dilakukan


dengan tujuan untuk menopang kehidupan keluarganya
yang tergolong tidak mampu (miskin).
47) Pedagang ikan sawah keliling: Kalau seorang suami
bekerja sebagai pencari ikan yang terdapat di rancah
atau rawa-rawa terdekat, hasil tangkapannya dijajakan
oleh istrinya ke sejumlah tetangga di kampungnya. Ada
yang dijajakan secara langsung dalam keadaan masih
segar, ada juga yang sudah dimasak. Yang terakhir ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makan siap
saji kepada tetangga yang biasa membelinya. Para
pedagang ini sudah tahu siapa yang biasa membeli
dagangannya.
48) Pedagang jajan pasar keliling: Jajan pasar yang dimak-
sud adalah sejenis makanan ringan berupa cetil, intil,
ciwel, getuk, lanting, cimpring, cantor, dan makanan se-
jenis yang bahannya dibuat dari bahan dasar singkong
atau beras. Biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh kaum
perempuan. Mereka membuatnya dan menjajakannya
sendiri ke rumah-rumah di lingkungan desa tempat
tinggalnya, atau terkadang dijual ke pasar terdekat.
49) Pedagang es keliling: Yang dimaksud adalah berdagang
minuman yang dikemas dengan plastik, kecil-kecil seu-
kuran lilin, diberi gula, dan dibekukan. Penduduk se-
tempat menyebutnya dengan es lilin. Mereka berkeliling
kampung menjajakan dagangannya itu. Cara menjual
es keliling ini biasanya dilakukan oleh anak-anak dan
orang dewasa. Ada yang menggunakan sepeda ontel,
ada yang dijinjing dengan termos es, atau ada juga yang
didorong dengan gerobak.
50) Pedagang cilok dan cimol keliling: Biasanya dilakukan
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 41

oleh kaum ayah (laki-laki yang sudah berkeluarga).


Cilok (aci dicolok) atau cimol adalah sejenis makan-
an ringan yang terbuat dari aci singkong yang diberi
adonan air secukupnya dan diberi bumbu penyedap, ke-
mudian dibentuk bulat kecil-kecil seperti kelereng dan
ditusuk menggunakan tusukan sate. Jenis makanan ini
sangat digemari oleh anak-anak dan sebagian orang tua.
51) Pembuat sapu lidi: Biasanya dilakukan oleh kaum ibu
atau kaum ayah yang sudah berusia lanjut. Sapu lidi ini
dibuat dari lidi yang diambil dari daun pohon kelapa.
Sapu lidi ini dijajakan keliling desa atau kampung, atau
ada juga yang dititipkan di warung terdekat.
52) Penggali sumur: Sumur yang dimaksud adalah sumur
gali, baik untuk keperluan rumah tangga ataupun un-
tuk keperluan menyiram tanaman palawija pada waktu
musim kemarau. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh
orang yang masih kuat tenaganya. Seorang penggali su-
mur biasanya diupah atas jasanya dengan hitungan per
sumur dihargai Rp100.000.
53) Pencari bahan sayuran yang tumbuh liar di rancah dan
rawa-rawa terdekat: Jenis pekerjaan ini biasanya di-
lakukan oleh kaum perempuan dewasa, yang tujuannya
untuk membantu menutupi kebutuhan keluarga. Sayur-
sayuran yang dimaksud di sini antara lain adalah seje-
nis kerema, gendot (genjer), eceng, bayam liar, dan jenis
sayuran lainnya yang tumbuh secara liar. Sayuran ini
dikemas untuk kemudian dijajakan ke pasar, ke warung,
atau kepada para tetangganya.
54) Tukang Gigi: Jenis pekerjaan sebagai tukang gigi atau
dikenal juga sebagai tukang tambal gigi palsu adalah pe-
kerjaan yang termasuk ke dalam keahlian khusus kare-
42 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

na tidak bisa ditiru atau dikerjaan oleh orang lain secara


mudah. Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan ini
cukup sederhana.
55) Pembuat kue donat untuk dijual di pasar: Kue donat dan
kue sejenisnya adalah sejenis makanan ringan berbahan
dasar terigu dan digoreng. Kue-kue donat ini kemudian
dijual di pasar terdekat. Hasilnya lumayan bisa untuk
menyambung kebutuhan hidup sehari-hari bagi keluar-
ganya.

B. Kategorisasi Jenis Penghidupan


55 jenis pekerjaan seperti yang digambarkan di atas kemudian
disederhanakan dengan menggunakan teknik kategorisasi yang
didasarkan pada jenis-jenis pekerjaan serumpun. Pengelompok
an ini meliputi jenis pekerjaan sebagai: buruh serabutan non
pertanian, buruh tani serabutan, makelar, jasa penarik becak dan
ojek, pedagang sayuran dan makanan keliling, produksi pembuat
an salai pisang, produksi gula kelapa (penderes), pembuat dan
penjual jajanan pasar, dan lainnya.
Tabel kategorisasi berikut menjelaskan jenis pekerjaan yang
dilakukan orang miskin pedesaan dikaitkan dengan perilaku in-
formasi yang melekat dengan jenis pekerjaan tersebut, termasuk
aspek-aspek yang melingkupinya seperti sumber-sumber infor-
masi dan saluran informasi yang menyertainya.
Jenis Jenis Penghidupan Orang Pinggiran 43

Tabel 1: Perilaku Informasi Terkait Jenis Pekerjaan Melekatnya

No Perilaku Informasi terkait Sumber Informasi


Jenis Pekerjaan Melekatnya
1 Buruh serabutan non pertanian Tetangga, kerabat, sesama
buruh
2 Buruh tani serabutan Tetangga, kerabat, sesama
buruh
3 Makelar (calo) Sesama calo, tetangga dekat
4 Jasa penarik becak dan ojek Sesama penarik becak, orang
lewat
5 Penjual sayuran keliling Tetangga dekat, tetangga seling-
kungan
6 Penjual makanan keliling Tetangga dekat, tetangga seling-
kungan
7 Pembuat salai pisang Warung terdekat, pasar tradis-
ional
8 Pembuat gula kelapa (penderes) Warung terdekat, pasar tradis-
ional, tetangga dekat
9 Pembuat dan penjual jajanan Tetangga dekat, tetangga seling-
pasar kungan
10 Penjual lauk-pauk keliling Tetangga dekat, tetangga seling-
kungan

Tabel 1 di atas menggambarkan kelompok jenis pekerjaan


yang melekat dengan perilaku informasi penghidupan yang di-
lakukan oleh orang-orang miskin pedesaan. Mereka mencari dan
menggunakan informasi terkait penghidupan atau pekerjaan ke-
sehariannya. Dari 55 jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang
miskin pedesaan, setelah dikelompokkan berdasarkan rumpun
pekerjaan yang umumnya bersifat serabutan, menjadi sepuluh
kelompok jenis pekerjaan. Ke-10 jenis informasi terkait peker-
jaan terkategorisasi ini, kemudian dikaitkan dengan aspek sum-
ber informasi sebagai bagian dari unsur perilaku informasi.
44 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Tampak jelas bahwa, dari sepuluh jenis informasi terkait


pekerjaan terkategorisasi, hampir seluruhnya hanya melibatkan
sumber-sumber informasi yang berasal dari orang dengan ling-
kup yang amat terbatas. Hampir semua jenis pekerjaan yang ada
hanya menggunakan informasi dan sumber-sumber informasi
yang berasal dari lingkungan terdekat, seperti tetangga seling-
kungan, kerabat dekat, dan sesama pekerja sejenis.
Orang yang bekerja sebagai makelar atau calo, misalnya,
tidak akan mencari dan menggunakan informasi yang berasal
dari luar lingkup pekerjaannya. Hal ini juga berlaku bagi orang
yang bekerja sebagai penjual sayuran keliling. Mereka tidak akan
saling mencari dan menggunakan informasi di luar jenis peker-
jaan yang dilakukannya selama ini. Mereka hanya berperilaku
informasi secara amat terbatas. Artinya, mereka hanya mencari,
menemukan, dan menggunakan informasi dan sumber-sumber
informasi yang sesuai dengan lingkup pekerjaannya.
Dalam konteks yang lebih luas, misalnya, informasi dan
sumber-sumber informasi yang berasal dari unsur resmi atau
formal, seperti dari sektor pemerintah, tidak pernah digunakan.
Demikian juga dengan sumber dan saluran informasi yang ber-
basis media, baik cetak maupun elektronik, hampir tidak pernah
digunakan oleh orang miskin pedesaan.
Banyak hal, banyak aspek, dan banyak keunikan yang me-
merlukan penjelasan lebih dalam mengenai apa, bagaimana,
dan seperti apa pandangan, pengalaman, sikap, perasaan, dan
perilaku informasi penghidupan orang miskin pedesaan, terkait
dengan pekerjaan keseharian mereka. Untuk mengetahui lebih
dalam lagi tentang lingkup penghidupan penduduk miskin pede-
saan sebagaimana dikemukakan di atas, terutama dilihat dari as-
pek sudut pandang mereka secara personal, kami akan menjelas-
kannya pada bagian (Bab) berikutnya.
Bab 4
Detail Makna Personal
Penghidupan Orang
Pinggiran
Bab ini secara khusus merupakan kajian secara lebih dalam terkait
dengan perilaku informasi orang miskin di pedesaan. Bagaimana
penduduk miskin di pedesaan mengungkapkan pengalaman-
pengalamannya, pengetahuannya, perasaannya, sikap hidupnya,
dan perilakunya dalam mencari dan menggunakan informasi
terkait penghidupannya di tengah-tengah pergaulan sosial me
reka. Ada banyak aspek dan hal unik yang bisa dikemukakan di
sini terkait dengan kondisi jati diri mereka yang terkesan ikhlas,
lugu, pasif, tidak neko-neko, menerima nasib.

A. Keluguan Orang Pinggiran


Wasimin adalah sosok penduduk pedesaan yang sangat bersaha-
ja, sederhana dan tidak banyak menuntut. Ia hidup di lingkungan

45
46 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

pedesaan yang menurutnya sangat menyenangkan. Meskipun


kehidupan dirinya dan keluarganya termasuk orang yang tidak
punya, akan tetapi dia berusaha untuk selalu berpegang teguh
pada prinsip kemandirian. Dia tidak mau memiliki utang ke-
pada orang lain, terutama yang ada syaratnya. Saya mah, Pak,
mewanti-wanti kepada diri saya untuk tidak tergiur meminjam
uang ke bank. Pokoknya mah, amit-amit, ceg uweg-uweg. Sampai
sekarang, alhamdulillah saya belum pernah pinjam uang ke bank,
meskipun saya orang gak punya.9
Makna miskin bagi Wasimin adalah orang yang tidak punya
yang sarat dengan perilaku dan sifat kesederhanaan, kesahajaan,
dan penerimaan, namun terkadang juga terkesan tidak banyak
yang bisa dikerjakan (menganggur). Cerita dari Wasimin berikut
bisa menggambarkan seperti apa dan bagaimana dia memaknai
kemiskinan. Katanya:

Iya, saya ceritakan saja pengalaman saya, Pak. Karena


istri saya lagi sakit, maka saya waktu itu tidak bekerja, sering
di rumah untuk menunggui istri. Kerja saya hanya ketika lagi
musim panen saja, sebagai penderep atau mbawon. Saya pun
pernah minggat karena diusir istri gara-gara menganggur,
yaitu kerjanya hanya jika ada yang menyuruh atau ada yang
memberi pekerjaan apa saja, apa mencangkul, repek (mencari
kayu bakar di hutan terdekat), atau pekerjaan lainnya yang
saya bisa.10

Wasimin bekerja secara serabutan di sektor pertanian


tradisional. Ia tidak hanya mengandalkan pekerjaan sebagai bu-
ruh tani. Ia juga sering dimintai oleh tetangganya untuk member-
sihkan pekarangan, membetulkan genteng, menggali sumur, atau
9 Hasil wawancara penulis dengan Wasimin pada tanggal 2 Maret 2015, dan observasi
selama kurun waktu 2013-2015
10 Hasil wawancara penulis dengan Wasimin pada tanggal 2 Maret 2015, dan observasi
selama kurun waktu 2013-2015.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 47

pekerjaan lainnya yang mampu dilakukannya. Ia termasuk pen-


duduk berkategori miskin atau tidak mampu. Kondisi rumahnya
pun sangat sederhana, terutama pada masa sulit di masa lalu,
ketika anak-anaknya masih kecil-kecil. Sekarang kondisinya su-
dah mulai berubah karena adanya bantuan dari anak-anaknya
yang bekerja di kota (Jakarta). Tentang seperti apa dan bagimana
kondisinya pada masa lalu, ia bercerita sebagai berikut:

Pada masa sulit seperti itu, sebagai gambaran, rumah


saya kecil sekali, Pak, gubuklah istilahnya, gedek-nya (dinding
rumah) juga hanya menggunakan kajang (anyaman dari daun
yang menyerupai janur). Itu, dinding rumah yang terbuat dari
anyaman janur dari pohon kelapa, alang-alang, atau daun yang
tumbuh di sekitar pantai. Pokoknya pahitlah pada saat itu.11
Aku ini wong ora duwe (orang gak punya), Pak. Saya su
dah punya putu (cucu). Anakku juga orang gak punya, ya sudah
sama-sama saling bantu sajalah. Biar anaknya, putu saya, kami
yang momong. Mereka biar kerja di Jakarta.12

Bagi Wasimin, makna miskin itu identik dengan orang tidak


punya, rumah gubuk, pekerjaannya serabutan, sifat pekerjaannya
tidak berkelanjutan, dan tidak banyak pilihan pekerjaan, bahkan
terkesan pasrah, dengan pengemukaan istilah harus mene
rima keadaan sebagai orang yang tidak punya. Kondisi yang
seolah harus menerima nasib ini bahkan termasuk manakala
ada orang yang yang dianggapnya menghina melalui perkataan-
perkataannya. Sebut saja misalnya ada seseorang (masih t etangga
Wasimin) yang mengatakan, usaha dari kecil sampai tua, tidak
berkembang, kecil terus, kata Wasimin menirukan penghi-
naan orang tadi. Saya sakit mendengarnya, tapi ya mau apa lagi.
11 Hasil wawancara penulis dengan Wasimin pada tanggal 2 Maret 2015, dan observasi
selama kurun waktu 2013-2015
12 Hasil wawancara penulis dengan Wasimin pada tanggal 2 Maret 2015, dan obser
vasi selama kurun waktu 2013-2015
48 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya sabar saja karena saya memang orang gak punya13, ungkap
Wasimin melanjutkan cerita pengalamannya ketika merasa di-
hina orang lain.
Atas kondisi seperti itu, Wasimin merasa perlu untuk men-
cari suasana yang lain, kondisi yang lain, atau tempat lain yang
diharapkan lebih mau menerima keadaannya yang tidak punya.
Dia pun memutuskan untuk pindah rumah ke alamat yang seka-
rang. Asalnya dia bertempat tinggal di desa sebelah.

Miskin adalah orang tidak punya, tidak mampu, wong cilik, rumah
gubuk.
Dari gambaran sekilas tentang pandangan Wasimin sebagai salah
satu informan kunci pada penelitian ini, terutama ketika penulis
melakukan observasi dan wawancara mendalam dengannya, ti-
dak sepatah kata pun yang pernah keluar darinya istilah miskin.
Konsep miskin tidak populer di kalangan penduduk miskin.
Yang banyak dimunculkan adalah istilah tidak punya, tidak
mampu, tidak punya apa-apa. Istilah miskin hanya dan banyak
dikemukakan oleh orang lain di luar kelompok miskin. Bahkan,
jika ada orang lain mengatakan miskin yang ditujukan kepada
seseorang, dan didengar oleh orang yang dikategorikan sebagai
penduduk miskin, dia merasa terhina. Kata miskin diinterpre-
tasikan sebagai penghinaan. Yang lebih halus dan bisa diterima
oleh mereka yang berkategori miskin, termasuk oleh Wasimin se-
bagai salah satu informan kunci penelitian ini adalah istilah orang
tidak punya, orang tidak mampu, dan orang kecil (wong cilik), yang
selalu terkait dengan konteks ekonomi dan kepemilikan benda-
benda yang bernilai ekonomi.

13 Hasil wawancara penulis dengan Wasimin pada tanggal 2 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 49

Makna diri terkait penghidupannya: prinsip kemandirian dalam


kebersahajaan
Menurut Wasimin, menjadi orang tidak punya atau orang yang
tidak punya, banyak dukanya, meskipun adakalanya suka juga
sering dirasakan. Perasaan duka terkadang menghinggapinya
ketika sedang dihadapkan kepada kebutuhan hidup yang su-
lit dipenuhi, atau ketika hak-hak-nya sebagai orang tidak pu-
nya merasa dilanggar. Sebagai warga yang tidak punya, dia me-
miliki pandangan atas dirinya sebagai bagian dari masyarakat
pada umumnya, yang merasa punya hak dan kewajiban sebagai
warganegara. Dia tidak merasa minder (rendah diri) jika ber-
hadapan dengan penduduk yang dikategorikan bukan orang
miskin. Dia juga bergaul secara wajar dengan semua penduduk
di seputarannya, baik yang termasuk kaya ataupun miskin.
Sebagai orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang ti-
dak punya, Wasimin terkesan hidup seperti apa adanya, merasa
tidak ada masalah dengan tetangganya. Akan tetapi, dia terkesan
terus mencari kehidupan dan penghidupan yang bisa membuat-
nya tenang dan nyaman. Seperti yang pernah dikemukakan oleh
Wasimin kepada penulis pada suatu kesempatan, katanya:
Saya merasa betah hidup di sini. Saya sudah p
engalaman,
mengamati daerah-daerah di desa ini. Di sini mah, orang-
orangnya pada rukun, tidak sentimen, tidak banyak menghina
atau menganggap hina orang lain. Kalau di desa lainnya orang
nya pada sentimen. Di kawasan Selatan desa ini, contohnya,
orangnya gak pada saling menghargai orang lain. Mereka pada
sentimen sama orang tidak punya. Saya pernah merasakan di
hina oleh mereka. Makanya saya pindah ke sini, asalnya dari
kawasan sebelah Selatan desa ini, karena saya merasa sakit
hati, terhina oleh omongan orang lain. Banyak tetangga waktu
saya masih di sana, yang ngomongnya gak enak didengar. Tapi
di sini, setelah pindah ke sini, gak ada yang ngomong, semua
nya baik-baik. Orang mau kerja apapun, gak ada yang dawen
50 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

(suka memberikan komentar yang gak mengenakkan hati bagi


pendengarnya). Mau mbawon, mau buruh mencangkul, mau
repek, gak ada yang ngomong. Semuanya berjalan seperti apa
adanya. 14

Guna mencari kehidupan yang lebih menenangkan dan l ebih


nyaman dalam menjalankan aktivitas penghidupannya, Wasimin
bahkan berani mengambil pilihan hidup yang cukup sulit. Dia
memutuskan pindah rumah, dari yang asalnya dirasa kurang nya-
man akibat perasaan kemanusiaannya terhina, ke kawasan yang
dianggapnya lebih manusiawi, lebih mau menerima dia sebagai
penduduk yang dikategorikan tidak punya. Hal ini tampak dalam
pandangannya tentang diri dan orang lain di tempat tinggalnya
yang baru, yakni di kampung Kotaharja, desa Sukamukti, keca-
matan Pamarican, kabupaten Ciamis. Kata Wasimin lebih lanjut:

Di sini hidup sudah enak, Pak. Kalau sudah selesai meng


garap sawah, sudah menanami padi, kan ada waktu senggang,
langsung saja ke gunung, repek (mencari kayu bakar di hutan
terdekat, yakni di gunung Gagayunan), hasilnya bisa dijual ke
orang yang butuh dan untuk sendiri. Lumayan, satu patok har
ganya bisa 60-70 ribu rupiah. (Kayu satu patok setara dengan
50 cm3).15

Terkait dengan makna diri seorang Wasimin dalam menjalani


kehidupan dan memilih penghidupannya, dia punya prinsip yang
sangat kuat dipegangnya erat-erat. Prinsip ini sangat kental dengan
makna kemandirian dalam menjalani lakon hidupnya, termasuk
dalam menjalankan aktivitas penghidupannya. Dia sama sekali be-
lum pernah dan tidak akan pernah meminjam uang ke bank, atau

14 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
15 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 51

ke tempat lain yang ada syaratnya, terutama ada syarat rentenya


(bunga). Dia berusaha untuk mandiri dalam penghidupannya. Dia
meneruskan pandangan-pandangannya sebagai berikut:

Yang saya rasakan dan saya wanti-wanti, ceg uweg-


uweg, (amit-amit, jangan pernah), saya gak mau itu yang na
manya pinjam uang ke bank, atau orang lain yang memberat
kan, karena saya tahu saya gak bisa mengembalikan dengan
usaha seperti saya ini. Alhamdulillah sampai sekarang saya be
lum pernah pinjam uang ke bank, dan mudah-mudahan tidak
akan pernah. Ya itu, dengan usaha saya seperti ini, saya tidak
akan bisa membayar utang saya ke bank, padahal uang sudah
saya gunakan untuk makan. Alasan lain, ada tetangga saya, si
Tono, yang meminjam uang ke bank dengan jaminan TUPI ta
nah (SPPT) milik orang tua dan kakeknya, uang habis, tidak bi
sa membayar, dan akhirnya sekarang minggat entah kemana.
Kan jadi masalah dengan keluarga. Saya jauhi itu. Karena saya
orang yang gak punya, ya harus menerima, sabar. Kalau ada
pekerjaan ya dikerjakan, buruh, atau repek, kalau gak ada pe
kerjaan ya usaha lainnya, yang penting tidak ngutang ke bank.
Saya takut sekali. Istri saya juga sependapat dengan saya, dan
dia menerima keadaan penghidupan saya yang seperti ini.16

Wasimin melanjutkan ceritanya tentang prinsip tidak mau


berhutang kepada orang lain, yang memberatkan, terutama ke-
pada pemerintah dan kepada siapa saja, sebagai berikut:
Sekarang, katanya juga ada program PNPM dari
emerintah, yang memberikan bantuan berupa pinjaman
p
uang dengan bunga sepuluh persen. Kalau pinjam 300.000,
nanti mengembalikannya harus 33.000 tiap bulan kali sepuluh.
Saya juga gak mau, sama dengan hutang ke bank, takut gak
bisa bayar. Katanya program, tapi ya renten juga.17

16 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
17 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
52 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Prinsip kemandirian:
Sebagai orang kecil dan atau orang tidak punya, Wasimin merasa
hidup itu harus bekerja tanpa harus mengandalkan jasa orang
lain. Ada yang menyuruh kerja, ia lakukan dengan rasa tanggung
jawab. Kalau tidak ada yang menyuruh atau tidak ada yang mem-
butuhkan tenaganya, maka ia bekerja secara mandiri dengan cara
repek (mencari kayu bakar di hutan terdekat). Ia tidak bergantung
pada jasa orang lain. Ia pun berusaha untuk tidak berhutang ke-
pada siapa pun, termasuk kepada program-program bantuan
dari pemerintah. Dengan begitu, ia merasa hidup itu enak, tidak
pusing memikirkan masalah-masalah penghidupan.

Nyanyian keluguan/kepolosan:
Ada hal yang bisa digarisbawahi pada cerita Wasimin di atas,
yakni, ia merupakan sosok anggota masyarakat yang tidak pu-
nya, namun merasa diri dikecewakan oleh orang-orang yang
menganggap dirinya sebagai pengurus masyarakat. Sebagai orang
tidak punya, sebetulnya dia mau disuruh mengerjakan apa saja
terkait dengan penghidupannya, termasuk misalnya disuruh
menandatangani daftar isian yang entah apa maksudnya, disuruh
kerja bakti, tetapi dia tidak pernah mendapatkan mendapatkan
bantuan dari pemerintah yang dijanjikan.
Kekecewaan-kekecewaan seperti itu sering ia ungkapkan
kepada sesama orang kecil sebagai bentuk nyanyian keluguan
yang terus hidup di pedesaan. Penulis pun mendapat cerita dari
Wasimin secara langsung tentang bentuk-bentuk kekecewaan
tadi, sebagaimana digambarkan dalam paparan cerita di atas.
Wasimin tidak pernah dendam atau membenci seseorang
atau siapa pun yang menjadi pengurus di desa, namun dalam
praktiknya, seperti diungkapkannya dalam cerita di atas, ia men-
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 53

jadi tidak respek lagi terhadap program-program yang digulir-


kan oleh pemerintah. Bentuk-bentuk program bantuan apa pun
yang datangnya dari pemerintah akan ditolak Wasimin dengan
caranya sendiri. Seperti antara lain dalam bentuk penolakan ter-
hadap kegiatan kerja bakti membangun jalan yang dibiayai oleh
program PNPM mandiri, penolakan terhadap bantuan keuangan
yang datangnya dari pemerintah, termasuk penolakan terhadap
pinjaman dana dari pemerintah.
Ia memutuskan untuk hidup secara mandiri, hidup dengan
tenang, tidak pusing memikirkan utang, dan hidup nyaman
dengan berusaha tidak ambil pusing dengan permainan-per-
mainan yang menyangkut penggunaan dana dari program pem-
bangunan dalam rangka mengentaskan kemiskinan di desa. Ia
pun merasa hidup nyaman dan senang dengan tidak adanya gun-
jingan dari tetangga mengenai dirinya. Walaupun hidupnya ter-
masuk susah dan miskin menurut pandangan orang lain, namun
ia merasa senang dan tenang dengan keadaannya sebagai orang
yang tidak punya (miskin).

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya


Dilihat dari aspek kebutuhannya, Wasimin tampaknya sudah
tidak terlalu menganggapnya sebagai suatu beban berat dalam
hidupnya. Ia menjalani aktivitas kesehariannya dengan wajar,
bahkan terkesan senang. Hal ini tampak dalam perilaku ke-
hidupan kesehariannya yang biasa bergaul dengan baik dengan
semua tetangganya tanpa harus dibuat-buat. Ungkapan kata-
katanya pun menggambarkan tidak adanya beban hidup yang
menurut orang luar cukup berat. Katanya:

Aku ini orang gak punya dan istri saya ada rezeki sedikit
ya harus menerima apa adanya, hidup ayem-tentrem. Po
54 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

koknya saya ingin jadi orang yang tidak neko-neko. Tidak mu


luk-muluk tujuan hidup saya mah, wong tinggal berdua sama
istri. Sekarang saya tinggal ngurusi putu (cucu) karena orang
tuanya pada kerja di Jakarta. Ya sudah, gak apa-apa.18

Dari ungkapan yang keluar dari pandangan Wasimin terkait


kebutuhan hidup dan penghidupannya selama ini, tampaknya
ada kesan menerima nasib sebagai orang yang ditakdirkan se
bagai orang tidak punya (miskin). Dia tidak pernah mengung-
kapkan kepada penulis tentang berbagai kebutuhan hidup dan
penghidupannya. Dia menjalani hidup dengan bekerja sebagai
buruh tani serabutan di desa. Jika ada orang yang menyuruhnya
bekerja seperti menggarap sawah, membersihkan selokan mi-
lik tetangganya, atau membetulkan saluran air yang mampat di
lingkungan kampungnya, dia kerjakan dengan sungguh-sungguh
tanpa mengeluh. Jika musim panen, dia derep atau mbawon. Jika
musim matun, dia matun. Dan, jika musin senggang, yakni setelah
selesai matun yang kedua, sambil menunggu musim panen, dia
repek, yakni mencari kayu bakar di hutan terdekat (di gunung
Gagayunan) yang jaraknya sekitar 7 15 km dari rumahnya.
Kesan yang bisa dirasakan oleh penulis adalah bahwa hidup
Wasimin terasa lepas, bebas, dan seolah wajar tanpa merasa dibe-
bani hidup yang serba kekurangan. Dia bersikap dan berperilaku
sebagai orang yang tidak merasakan adanya beban hidup yang
menghinggapinya.

Pengalaman dalam mencari informasi: Wasimin berteori


Bagi Wasimin, pengalaman-pengalaman terkait penghidupannya
selama ini cukup beragam. Sebagai orang yang merasa dirinya
tidak punya, sementara beban hidupnya yang semakin meng-
18 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 55

himpit, meskipun seolah tidak dirasakannya, atau setidaknya su-


dah dianggap sebagai suatu yang biasa karena telah, sedang, dan
mungkin akan terus dilakukannya dalam waktu yang lama maka
perilaku dalam menjalani hidup dan mencari penghidupannya
pun dianggapnya sebagai suatu kebiasaan yang rutin dilakukan-
nya sepanjang hidup. Ia akan terus bekerja dan bekerja untuk
menutupi kebutuhan hidupnya.
Dia juga akan terus mencari bentuk-bentuk penghidupan
yang baru, dalam arti mencari pekerjaan apa pun yang bisa
dilakukannya sesuai dengan kemampuannya selama ini. Dia
juga akan selalu mencari informasi apa pun yang bisa menjem-
batani aktivitas penghidupannya yang baru, yang dimungkinkan
bisa menjadikannya pintu rezeki bagi diri dan keluarganya.
Harapan untuk menemukan sejumlah peluang kerja pun dico-
banya dengan beragam cara. Seperti yang pernah dikemukakan-
nya kepada penulis sebagai berikut:

Kalau lagi gak kerja di orang, atau menggarap sawah, ya


ke gunung. Kemarin juga baru saja dari gunung. Sehari dapat
satu patok. Lumayan. Pokoknya saya terus mencari usaha.
Kata orang, di gunung sebelah sana yang jauh dari biasanya,
pun saya kejar, mudah-mudahan di sana ada ranting kering
yang bisa saya ambil untuk kayu bakar.19 Ya, saya bisanya bu
ruh dan repek (cari kayu bakar) di gunung, jauh dari sini sekitar
10 km. Dulu dipikul, sekarang pakai sepeda. Waktu repek itu,
saya pernah kena bacok kampak sampai tiga kali, cukup parah
sehingga tidak bisa meneruskan mencari kayu bakar pada
saat itu. Pokoknya pahitlah. Saya sih kepingin, mencoba usaha
yang lain, tapi bagaimana ya. Saya gak bisa.20

19 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
20 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
56 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Intinya, Wasimin sudah pernah ganti-ganti pekerjaan, bah-


kan terkadang ingin mencari bentuk pekerjaan yang lain. Akan
tetapi, mengingat usia dan kemampuannya yang tidak bisa, ia
hanya sekadar mengucapkannya, tanpa pernah mencobanya. Ke-
tika masih muda dulu, ia pernah mencoba usaha yang lain. Na-
mun tidak ada hasilnya. Akhirnya ia merasa lebih cocok sebagai
buruh tani saja. Berikut cerita Wasimin:
Tahun 1979, saya dapat kabar dari teman yang kerja
di Jakarta. Saya coba. Saya pergi ke jakarta untuk bekerja di
bangunan (buruh bangunan) sebagai tukang aduk. Baru be
berapa hari, saya dikabari istri saya meninggal. Saya tidak bisa
nungkuli pada saat itu, bahkan kuburannya pun saya tidak
tahu sampai sekarang. Saya pergi lagi ke Jakarta untuk bekerja
dan menjelang 40 hari meninggalnya istri saya, saya pulang la
gi ke sini. Gak betah di Jakarta. Akhirnya saya putuskan untuk
di desa saja. Kerjanya ya buruh dan repek.21

Dengan mencermati pengalaman Wasimin terkait pencarian


pekerjaan, dapat dipahami bahwa beragam cara dan upaya untuk
mendapatkan pekerjaan guna menghidupi diri dan keluarganya
sudah dilakukan. Mulai dari yang sifatnya mencari pekerjaan
yang berciri buruh tani dan buruh serabutan, termasuk peker-
jaan yang memerlukan keberanian tersendiri dengan mencari
kayu bakar di hutan terdekat, sampai mencari pekerjaan di kota
(Jakarta) karena mendapat informasi dari temannya yang sudah
bekerja di Jakarta.
Selain itu, Wasimin juga pernah mencoba peruntungan
dengan berjualan sayuran di pasar, tepatnya berjualan di em-
peran toko. Namun, setelah dagangannya diobrak-abrik oleh
petugas (kalau sekarang Satpol PP), dia pun kapok. Wasimin ti-
dak pernah mencoba lagi berdagang. Berikut ini pengakuannya:

21 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 57

Saya bisanya buruh tani dan repek, Pak. Jadi ya, kembali ke bu-
ruh dan repek lagi.22 Untungnya pada waktu itu ada orang yang
memberikan garapan sawah, 25 bata (sekitar 320 m) untuk ber-
tiga. Lumayan untuk nambah biaya makan,23 kata Wasimin lagi.
Wasimin tampak tegar menghadapi hidup dan penghidupan
yang keras, baik di desa maupun di kota. Itu tiada lain karena
tanggung jawabnya sebagai manusia yang hidup. Orang hidup
dan ingin hidup, ya harus bekerja. Apalagi punya anak-anak
yang harus diberi makan. Anak saya semuanya lima, semuanya
sudah pada berkeluarga. Ada yang di Jakarta, ada yang di sini.
Bungsunya di sini, di sebelah saya. Ya, semuanya bisa mencari
penghidupannya sendiri-sendiri. Ya buruh juga.24
Wasimin merasa dirinya sebagai wong bodo (tidak
berpendidikan, tidak sekolah lagi setelah tamat SD), jadi ha-
rus banyak bertanya kepada orang-orang yang dianggapnya
bisa memberikan pengetahuan. Seperti diakuinya bahwa H.
Mudin, tetangganya dan hampir setiap saat bertemu di mesjid
pada saat shalat berjamaah adalah sosok orang tua yang diang-
gapnya sebagai guru bagi Wasimin. Selain itu, sebagai anggota
masyarakat pedesaan pada umumnya, Wasimin juga sering ber-
gaul dengan orang-orang di seputarannya, baik formal maupun
informal. Yang formal antara lain ketika mengikuti pertemuan di
pemerintahan seperti ada undangan rapat di RT maupun di desa.
Sedangkan yang informal misalnya keikutsertaannya dalam ber-
bagai kegiatan pengajian di masjid, di acara hajatan tetangganya,
atau di tempat lain yang masih di lingkungannya.

22 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
23 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
24 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
58 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Keikutsertaan Wasimin dalam berbagai aktivitas tadi pada


dasarnya merupakan perwujudan dari keingintahuannya untuk
menambah pengetahuan dan ilmu mengenai kehidupan dan
penghidupannya di kampung. Sebuah contoh bahwa W asimin
merasa mendapatkan informasi atau pengetahuan yang ber-
harga dalam hal menjaga atau menghindari ayam-ayam mi-
liknya supaya tidak terkena flu burung. Wasimin berkeyakinan
bahwa penyebab flu burung pada ayam-ayam tetangganya yang
pada mati mendadak, adalah karena nyamuk. Oleh karena itu,
Wasimin berinisiatif, setiap malam, ayam-ayamnya dimasuk-
kan ke dalam karung plastik yang diberi lubang untuk bernafas.
Nyatanya, entah kebetulan atau memang ada manfaatnya seperti
itu, ayam-ayam milik Wasimin, selamat.25
Dari pengalaman Wasimin sebagai salah satu informan
kunci pada penelitian ini, dapat diambil sarinya bahwa hidup itu
harus selalu belajar, harus selalu mencari informasi dan penge-
tahuan, guna diaplikasikannya pada aktivitas penghidupannya.
Pengalaman Wasimin dalam memasukkan ayam-ayam peli-

haraannya ke dalam karung plastik pada malam hari supaya te-
rhindar dari wabah flu burung, merupakan pengalaman yang
datangnya dari berbagai informasi yang masuk kepada dirinya.
Dia menyaring berbagai berita dari media televisi, berita dari
para tetangganya yang memiliki ayam, dan dari informasi yang
datangnya dari orang-orang yang membicarakan penyakit ayam
sekandang mati mendadak dalam satu malam yang sering
menimpa ayam-ayam milik tetangga.
Makna yang bisa diambil dari pengalaman Wasimin adalah
bahwa, orang berpendidikan rendah pun bisa berpikir dan ber-
teori, mengaplikasikan informasi yang masuk dari berbagai sum-

25 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 59

ber, untuk mendukung aktivitas penghidupannya. Terlepas dari


apakah pengalaman Wasimin ini benar secara ilmiah atau hanya
kebetulan, yang jelas, sebagai orang yang hidup di desa, sebagai
orang yang tergolong tidak punya dan diakuinya sebagai wong
bodo (maksudnya tidak sekolah tinggi-tinggi), dia sudah ber
upaya menggunakan informasi dan pengetahuan secara cerdas.
Tidak semua informasi dan pengetahuan yang diperoleh
Wasimin diaplikasikan untuk mendukung penghidupannya.

Hanya jenis informasi yang sesuai dengan pandangannyalah

yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, ia selek


tif dalam menentukan dan mengaplikasikan segala informasi
yang masuk atau diterimanya dari beragam sumber dan saluran.
Berikut cerita Wasimin ketika mendapatkan pengalaman sebagai
penderep (mbawon):

Saya ceritakan ya, Pak. Ketika jaman mbawon (derep),


banyak yang melakukan ngebor (berbuat curang dengan
cara mengambil sebagian hasil padi derep-annya sebelum
diserahkan kepada pemilik sawah). Misalnya ketika sudah se
lesai membantu memanen padi milik orang lain, ada beberapa
orang penderep tadi di jalan mengambil sebagian dari padi
yang dibawanya dengan cara dititipkan kepada temannya di
jalan, ngakunya sih hasil mbawon dari orang lain tadi pagi, tapi
yang sebenarnya adalah mencuri sebagian dari padi yang di
panennya tanpa sepengetahuan sang pemilik sawah. Sang
penderep tadi tetap membawa hasil derep-annya kepada sang
pemilik sawah seolah-olah hanya segitu hasilnya, padahal su
dah diambil sebagian. Kemudian oleh sang pemilik sawah pun
sang penderep tadi diberi bawonan (diberi upah dari padi
yang dipanennya). Ini berarti sang penderep mendapatkan dua
bagian dari derep-an asalnya. Saya melihat langsung Pak, tapi
saya diam saja.26

26 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
60 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Sebagai sesama penderep, Wasimin tidak mengikuti je-


jak para penderep lainnya yang melakukan kecurangan dengan
mengambil sebagian dari padi yang di-derep-nya sebelum sam-
pai kepada yang punya sawah. Wasimin sadar, bahwa perbuatan
seperti itu dosa dan harus dihindari. Meskipun dia punya kesem-
patan, dihimpit oleh kebutuhan untuk menghidupi keluarganya,
dan hanya mendapatkan sedikit dari hasil derep-annya, dia tetap
teguh memegang prinsip jujur dalam menjalankan pekerjaannya.
Prinsip kejujuran yang dipegang teguh Wasimin tampaknya
memang sudah diaplikasikannya pada setiap laku-lampahnya
(perilakunya) dalam kehidupan kesehariannya. Hal ini telah di-
buktikan bahwa di lingkungan sosial tempat tinggalnya, Wasimin
tetap dicari oleh orang-orang yang ingin mempekerjakannya.
Meskipun usianya sudah 64 tahun, akan tetapi tenaganya masih
banyak dibutuhkan oleh sejumlah tetangganya. Sudah belasan
tahun ia dipercaya menggarap sawah milik tetangganya, dengan
cara maro (bagi hasil). Terkait dengan ini, ia pernah berkata:

Karena pekerjaan pokok saya adalah buruh tani, tapi


karena ada yang ngasih sawah untuk digarap, ya saya ker
jakan. Saya dulunya menggarap sawah 100 bata, punya Nur,
nanti hasilnya dibagi dua. Sekarang tinggal 60 bata yang saya
garap, karena yang 40 bata diberikan kepada orang lain yang
juga ikut menggarap sawah milik Nur tadi.27

Selain sebagai buruh tani dan repek, Wasimin juga memiliki


kerja sambilan lainnya, yakni memelihara sejumlah ayam kam-
pung (ayam buras), dan pekerjaan lainnya yang sifatnya serabut
an. Wasimin sadar bahwa hampir semua jenis pekerjaan di kam-
pung, tidak ada yang menetap, jangka panjang, dan berkelanjutan.

27 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 61

Semua jenis pekerjaan ada musimnya. Ketika musim panen, ham-


pir semua penduduk kampung bekerja mengurus panenan. Ke-
tika musim mengolah sawah hingga siap ditanami padi, sebagian
besar penduduk pun bekerja di seputar aktivitas itu. Baru nanti
jika musim matun sudah selesai (sekitar tanaman padi berumur
2 bulan), banyak waktu luang di kalangan mereka. Pada massa
senggang ini, bagi penduduk yang berada atau tidak biasa buruh,
biasanya melakukan beres-beres di rumah, sedangkan bagi me
reka yang tergolong tidak punya (miskin) dan biasa buruh, maka
saatnya untuk mencari informasi guna mendapatkan lapangan
pekerjaan baru. Mereka banyak bertanya kepada orang-orang ter-
tentu yang dianggapnya bisa memberikan pekerjaan, atau ada
juga yang menjalani p enghidupannya dengan berdagang secara
musiman. Pada saat senggang seperti itu, biasanya Wasimin pergi
ke hutan terdekat guna mencari kayu bakar.
Terkait dengan perilaku penggunaan informasi dalam akti-
vitas penghidupan Wasimin yang beragam, dia juga mendapati
berita atau informasi tentang sumber-sumber penghidupan bagi
penduduk pedesaan, terutama dikhususkan pada mereka yang
tergolong miskin atau tidak mampu. Artinya, Wasimin juga
mendapatkan beragam informasi mengenai adanya berbagai
program dari pemerintah yang tujuannya membantu penduduk
miskin dalam berusaha. Bentuk-bentuk program bantuan terse-
but, menurutnya, ada yang berupa Dana Bergulir, Bantuan
Sapi, Domba, Itik atau Bebek, dan lainnya. Selain itu, dia juga
mendapat informasi mengenai dana pinjaman dengan pengem-
balian dicicil per bulan yang dikenai bunga. Ada juga orang yang
menyuruh Wasimin menandatangani formulir dengan nilai uang
tertentu dengan iming-iming nantinya akan mendapatkan ba-
gian dana yang dijanjikan orang tadi. Semua program dimaksud,
menurut Wasimin sudah melalui panitia di desa tempat Wasimin
62 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

tinggal. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak satu pun bantuan-


bantuan di atas yang diterima oleh Wasimin.28

Bantuan salah sasaran


Berikut adalah penggalan cerita Wasimin terkait dengan infor-
masi mengenai berbagai program bantuan pemerintah untuk
penduduk miskin pedesaan, menurut persepsinya. Informasi ini
bersifat pandangan yang berasal dari sumber-sumber sosial dan
interpersonal Wasimin sebagai bagian dari anggota masyarakat
pedesaan yang tergolong tidak mampu (miskin):29

Yang dapat bantuan itu pamanku dan kakakku. Mereka


diberi domba oleh pemerintah, untuk dipelihara, nanti kalau
sudah punya anak, anaknya silahkan diambil, dan induknya
diambil lagi oleh pak lurah untuk diberikan kepada orang lain
yang membutuhkan. Tapi ya gak tahu aku aturannya seperti
itu. Saya sudah katakan tadi, yang penting saya gak mau
menerima barang-barang seperti itu, dari pemerintah, gak
jelas. Saya tetap hidup dengan usaha saya yang seperti ini.
Saya ingin usaha dengan cara bersih dan tidak mau menerima
barang yang kotor-kotor seperti itu.

Tampaknya Wasimin punya pengalaman yang tidak meng


enakkan dengan adanya berbagai program bantuan yang datang-
nya dari pemerintah. Ia bahkan menganggap berbagai bantuan
itu bersifat kotor. Dia mengaku tidak mau ikut-ikutan untuk
menikmati berbagai bantuan yang pernah mengecewakannya.
Cerita Wasimin berikut bisa menggambarkan hal ini:

28 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
29 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 63

Dulu, saya dengar ada program dari pemerintah, kata


nya ada dana satu miliar untuk dibagi ke tiga desa. Saya ikut
tanda tangan, katanya mau dipinjami 300 ribu, tapi sampai
sekarang tidak pernah dapat apa-apa. Itu semuanya dimakan
oleh panitia (Wasimin menyebut beberapa nama panitia). Pa
dahal pada saat itu saya sangat butuh uang untuk menyewa
sawah. Katanya akan diberi pinjaman 1 juta, tapi saya hanya
akan pinjam 500 ribu saja untuk sewa sawah. Tapi, ya itu, gak
dapat sampai sekarang. Gak ngerti aku, padahal sudah tanda
tangan. Pokoknya ada program bantuan seperti itu, di sini gak
ada yang beres. Sapi, mati. Bebek, gak jadi.

Kekecewaan Wasimin tampak sekali dengan bersikap anti-


pati terhadap program-program yang diadakan oleh pemerintah
pada saat itu. Menurut pengakuannya, semua program seperti
itu, tidak ada gunanya sama sekali buat Wasimin dan beberapa
orang lain yang tergolong penduduk miskin di desa. Ter-
kait dengan pengalaman ini, Wasimin melanjutkan cerita dari
pengalamannya seperti dikemukakan kepada penulis di bawah
ini:

Terserah orang lainlah, yang penting aku gak ikutan. Se


bab, dulu ketika ada bantuan gempa, misalnya, kalau rumah
orang lain yang rusaknya hanya beberapa buah genting jatuh,
dapat bantuan hingga sepuluh juta, rumah gak rusak dilapor
kan rusak sehingga dapat bantuan gempa. Rumah saya yang
bukan gedung, dapurnya rusak dindingnya pada jebol, gak
dapat apa-apa. Itu, rumah sebelah, rumahnya ada yang rusak
juga tidak, tapi dilaporkan rusak sehingga dapat bantuan sepu
luh juta. Banyaklah rumah-rumah di sini yang rusaknya sangat
kecil tapi dapat bantuan gempa. Sedangkan saya gak dapat
bantuan apa-apa. Bahkan, Lurah, (Wasimin menyebutnya be
gitu), rumahnya hanya satu dilaporkan dua, sehingga dapat
bantuan gempa yang dihitung dua rumah. Pokoknya zaman
itu banyak yang gak beres.
64 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Waktu kemarin ada bantuan PNPM Mandiri untuk mem


bangun jalan yang menghubungkan desa Sukamukti dengan
desa Ciporoan, misalnya, rakyat disuruh kerja bakti, kemudian
karena mendengar bahwa jalan ini diberi bantuan dari PNPM
Mandiri, maka rakyat yang kerja bakti ini pada mundur, ber
henti kerja bakti. Ada yang disuruh kerja dan dibayar, misalnya
anggota panitia, namun rakyat disuruh kerja bakti, jadi mun
dur. Cara membangunnya juga asal. Batu dicampur tanah liat,
asal tempel. Orang Ciporoan juga pada heran, desa Sukamukti
yang katanya induk, kok gak beres dalam mengelola program
ini. Apalagi itu pengurus desanya yang masih muda-muda, ker
janya asal-asalan. Batu-batu cuma dimasukkan ke dalam air
dengan tujuan untuk membangun jalan supaya tidak longsor,
tapi kenyataannya malah ambrol. Pokoknya gak ada manfaat
nya bagi rakyat kecil.

Dengan pengamatannya selama ini, Wasimin berpandangan


bahwa program-program bantuan dari pemerintah yang tujuan-
nya sebenarnya untuk membangun orang kecil atau penduduk
miskin pedesaan, ternyata di bawah tidak sesuai dengan yang di-
harapkan pemerintah. Banyak terjadi aplikasi yang tidak sesuai
dengan yang seharusnya. Tentang hal ini, Wasimin pun bercerita
sebagai berikut:

Saya juga dengar, katanya dari atas dapat bantuan 100


juta, sampai ke desa cuma tinggal 30 juta, ada yang ngomong
35 juta. Terserahlah, yang penting aku gak ikutan dan gak ngerti
benar tidaknya. Alhamdulillah, dari kecil saya tukang mbawon
dan buruh, tidak pernah mengambil sesuatu yang bukan hak
saya. Orang lain terserah mereka.
Sebagai pengurus desa, misalnya tuh orang-orang sebe
lah Timur (masih satu desa beda blok), semuanya diuangkan.
Katanya harus ada biaya perjalanan, padahal, tugas pengurus
desa adalah juga seperti itu, jadi seharusnya tidak perlu mener
ima honor dari program bantuan untuk rakyat. Saya mah yang
penting bisa bekerja seperti mbawon, repek, dan buruh, tidak
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 65

neko-neko. Sekarang aku sudah tua. Aku sendiri mudah-mudah


an tidak seperti itu. Hidup tenang dan tidak pusing.30

Konteks saya juga dengar pada awal paragraf di atas meng-


gambarkan bahwa Wasimin tidak sendirian dalam mengamati,
menyerap informasi dan pengetahuan yang berkembang di ka-
wasan itu terkait dengan adanya program-program p embangunan
di wilayah itu. Tampaknya, terlepas program-program seperti itu
diselewengkan atau tidak, yang jelas ada keterputusan komu-
nikasi antara pemerintah setempat dengan warganya. Sebagian
warga tidak paham dengan program-program yang diadakan
pemerintah, sehingga persepsi yang berkembang di masyarakat
bawah, justru hal-hal yang sifatnya penyelewengan. Jika program-
program seperti ini dilakukan dengan perencanaan yang matang,
yang dilengkapi dengan masa sosialisasi yang cukup, dan meli-
batkan banyak aspek dari unsur rakyat bawah, cerita seperti ini
mungkin bisa dihindari, atau setidaknya bisa dikurangi.

Lika-liku berbagi pengalaman dan pengetahuan


Inti dari tema obrolan sesama penduduk miskin dalam suatu peris-
tiwa di desa, yang penulis amati, terkesan tidak berstruktur. Kon
ten komunikasi yang dikemukakan para peserta dalam peristiwa
obrolan tersebut pun tidak pernah mengkristal menjadi tema yang
mengemuka. Semuanya keluar atau terkemukakan secara cair, tan-
pa beban, dan bahkan masing-masing komunikator merasa diri
nya biasa saja sebagai bagian mengisi kehidupan sehari-harinya.
Peristiwa berbagi pengalaman dan pengetahuan oleh se-
jumlah orang tadi, termasuk Wasimin di dalamnya, menggam-
barkan suasana kehidupan sehari-hari, terutama pada saat santai,

30 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
66 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

atau pada saat tidak sedang bekerja sebagai buruh atau peker-
jaan lainnya. Waktu yang digunakan untuk berbagi pengalaman
dan pengetahuan tadi biasanya dilakukan pada saat habis waktu
Ashar sampai menjelang adzan Maghrib (sekitar pukul 16.00
18.00 WIB). Tempatnya pun sering sembarang. Artinya tidak
selamanya di rumah. Terkadang di depan rumah, terkadang di
emperan rumah, terkadang juga di jalan.

Alasan dan tujuan mencari informasi spesifik terkait pekerjaan


Wasimin pernah berkata, Haji Mudin banyak memberikan
nasehat mengenai cara-cara berusaha secara benar kepada saya,
seperti tidak perlu berutang dan bekerja secara jujur.31 Dia juga
banyak memberi tahu (menginformasikan) kepada saya tentang
praktik berusaha yang bisa membuat seseorang hidup tenang dan
nyaman, kata Wasimin lagi pada kesempatan yang lain.32 Dua
kalimat itu adalah ungkapan yang pernah dikemukakan W asimin
kepada penulis saat berkunjung ke rumahnya. Saat itu ada be-
berapa orang tetangganya yang juga sedang mengobrol menge-
nai segala macam yang menyangkut aktivitas kehidupan mereka
sehari-hari. Ada cerita tentang program-program bantuan dari
pemerintah, ada cerita tentang suasana keamanan di sekitar tem-
pat tinggalnya, dan cerita lain dalam suasana santai dan akrab.
Penulis ikut mengobrol di dalamnya.
Dalam salah satu tema obrolan Wasimin dan beberapa
orang tetangganya itu, ada beberapa ungkapan yang menarik
perhatian penulis, antara lain tentang keamanan, tentang ayam
sekandang yang mati mendadak, dan tentang omongan orang lain
yang dianggapnya menghina. Berikut sebagian dari perkataannya:

31 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015, pukul 06.00-08.00 WIB di rumahnya.
32 Ibid. tanggal 3 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 67

Meskipun rumah kami jelek, gubuklah. Tapi kalau kami


lagi pergi bekerja ke sawah atau mencari kayu bakar di hutan,
rumah ya saya gembok depan belakang. Biar barang-barang
nya tidak berharga, namun jika ada yang mengambil, tentu
sangat merugikan.
Kemarin dulu juga ada yang kehilangan sejumlah hewan
peliharaan seperti ayam. Tetangga sebelah juga kehilangan
ayam, 4 ekor, padahal sudah cukup besar untuk dijual ke pasar,
kan sedih. Aku gak berani memelihara ayam banyak-banyak,
karena sekarang banyak flu burung. Pernah, tetangga sebelah,
ayamnya sekandang mati semua dalam satu malam. Tapi kare
na saya punya caranya, yaitu dengan dibungkus karung kalau
malam, maka nyamuk pembawa penyakit flu burung, tidak
bisa masuk. Dengan cara seperti ini, beberapa ayam saya bisa
terhindar dari flu burung.33

Dalam pada itu, obrolan pun bergeser ke tema yang lain,


tidak berstruktur, dan tidak sistematis. Mereka sering menge-
mukakan tema obrolan dengan meloncat dari tema yang satu ke
tema yang lain, yang terkadang tidak berkaitan sama sekali. Mis-
alnya, penulis lagi asyik mendengarkan obrolan mengenai cara
menghindarkan ayam dari wabah flu burung, tiba-tiba ada orang
yang menyela dengan mengungkapkan masalah keamanan ling-
kungan. Belum selesai membicarakan masalah maling ayam
(tema keamanan lingkungan), tahu-tahu obrolan sudah bergeser
ke tema dawen (orang yang suka memberikan komentar yang
tidak mengenakkan hati pendengarnya), bahkan loncat lagi ke
masalah sentimen seseorang atas orang lain.
Misalnya ketika Wasimin sedang merasa kesal dengan per-
kataan orang lain tentang perilaku dan aktivitasnya menjalani
penghidupannya, seperti ungkapannya sebagai berikut: Orang
mau kerja apa pun, gak ada yang dawen. Mau mbawon, mau bu-
ruh mencangkul, mau repek, gak ada yang ngomong. Semuanya
33 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin
pada tanggal 2 Maret 2015
68 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

berjalan seperti apa adanya. Akan tetapi, ketika ada orang lain
yang ikut nimbrung dalam obrolan dimaksud, tema obrolan
pun bergeser ke arah yang lain, seperti ungkapan berikut: Orang-
orang itu, karena mungkin merasa panas atau apa, punya tanah
sedikit, dijual habis untuk pindah ke Sulawesi. Biar saja mereka
pindah jauh. Saya mah di sini saja, sudah betah.34
Intinya, Wasimin memiliki alasan dan tujuan yang jelas tentang
keputusannya memilih buruh dan pencari kayu bakar di hutan ter-
dekat, sebagai pilihan pekerjaannya selama ini, di samping buruh
serabutan lainnya. Dengan memilih jenis pekerjaan seperti ini, ia
berharap hidupnya bisa tenang, tenteram, tidak perlu pusing me-
mikirkan harapan yang tidak jelas.

B. Penghidupan yang belum Berhasil


Informan berikutnya adalah Adin. Saat ini ia bekerja sebagai
penderes nira kelapa. Penduduk setempat menyebutnya sebagai
tukang nderes, atau sebutan akrabnya adalah nderes. Pekerjaan
sebagai tukang nderes sudah dijalani sejak Maret 2011. Sebelum-
nya Adin bekerja sebagai pemelihara domba dan buruh tani sera-
butan. Ia dilahirkan dari keluarga tukang nderes sekitar 48 tahun
yang lalu di Purwokerto, Jawa Tengah. Jadi sejak kecil dia sudah
mengenal dunia nderes. Dan keahlian sebagai penderes ini pun
berasal dari didikan orangtuanya dulu.
Setamat sekolah dasar, ia merantau dan bekerja di Jakarta
sebagai pekerja bangunan dan di sektor rumah tangga. Belasan ta-
hun dia bekerja di Jakarta sebelum akhirnya berkenalan dengan
seorang gadis yang juga bekerja di sektor rumah tangga di Jakarta.
Akhirnya keduanya menikah. Selepas menikah, Adin pulang kam-
pung dan bekerja sebagai buruh tani serabutan dan sebagai peme-

34 Hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam penulis dengan Wasimin


pada tanggal 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 69

lihara domba di desa kelahiran istrinya, yakni di kampung Tugu-


sari, desa Sukamukti, kecamatan Pamarican.
Pengalaman Adin sebagai penderes adalah semacam bentuk
pilihan percobaan pekerjaan dalam rangka mencari penghidupan
yang lebih baik. Lebih manjang (berjangka lama dan berkelanju-
tan) menurut istilah yang dikemukakan oleh Adin sendiri yang
disampaikan kepada penulis pada suatu saat.35 Penderes atau
nderes artinya adalah sejenis pekerjaan mengambil air atau getah
nira kelapa untuk bahan pembuatan gula kelapa. Pekerjaan ini
biasanya diawali dari pengambilan air nira dari manggar kelapa.
Setelah digabungkan air nira kelapa dari pohon satu dan pohon
yang lain, air itu lalu disaring, untuk kemudian digodok menggu-
nakan kuali besar hingga berjam-jam (sekitar 5 7 jam), sampai
akhirnya tinggal gulanya yang tersisa. Gula masih harus dicetak
dengan menggunakan alat pencetakan dari bambu atau alat lain
yang bentuknya mirip gelang. Gula hasil cetakan inilah yang di-
jual di pasar dan di warung-warung.
Adin mengungkapkan bahwa pekerjaan sebagai penderes ini
mudah-mudahan bisa manjang. Artinya bisa bertahan lama, baik
dilihat dari sisi hasil, ataupun dari sisi kemampuan Adin sendiri
yang mengerjakannya. Yang terakhir ini dikemukakan oleh Adin
mengingat pekerjaan sebagai penderes cukup berat. Tiap hari,
pagi dan sore, seorang penderes harus menaiki pohon kelapa.
Kalau pagi pekerjaannya adalah memasang wadah atau jerigen
air berkapasitas 2 5 liter di atas pohon, sedangkan sore harinya
mengambil air nira hasil deresannya. Adin pernah mengungkap-
kan bahwa seorang penderes mampu mengerjakan penderesan
hingga 50 pohon kelapa per hari, yang artinya seorang penderes
harus mampu naik turun pohon kelapa sambil membawa per

35 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015


70 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

alatan penderesan dan hasil deresannya hingga 100 kali.36 Pohon


kelapa yang dideres tingginya berkisar antara 5 20 meter. Se-
buah profesi yang menurut penulis cukup berat.

Makna miskin sama dengan orang yang belum berhasil, orang


susah
Ketika penulis tanyakan kepada Adin, mengapa ganti pekerjaan,
dari asalnya sebagai buruh tani dan pekerjaan pertanian lainnya,
ke pekerjaan sebagai penderes, ia mengatakan:37

Di Jakarta juga saya pernah bekerja, di bangunan, di


rumah tangga, di pabrik, tapi semuanya belum berhasil.
Setelah saya nikah dengan istri saya ini, saya akhirnya bertem
pat tinggal di sini. Saya asalnya dari Purwokerto. Saya sudah
sering gonta-ganti pekerjaan. Istilahnya ya serabutan gitu, ta
pi semuanya belum berhasil. Dengan nderes seperti sekarang
ini, tampaknya lebih menyenangkan. Hasilnya juga lumayan.
Lebih manjang. Istilahnya ya, hasilnya, rezekinya, uangnya,
waktunya, gitu.
Pekerjaan nderes kan bisa dilakukan pagi dan sore bah
kan sampai habis magrib, jadi bisa sambil mengerjakan pe
kerjaan lainnya sebagai buruh tani dan pekerjaan memelihara
domba, atau apa sajalah, yang penting bisa untuk nambah
penghasilan. Saya sudah lebih dari 7 bulan nderes ini, bahkan
mendekati setahun. Sekarang, orang lain banyak yang ikutan
sebagai penderes. Tuh, ipar saya, tetangga saya, pada nderes.

Penulis pun bertanya lebih lanjut mengenai perasaan Adin


sebagai penderes saat ini, misalnya kecukupannya, kesulitannya,
pandangannya tentang pekerjaan sebagai penderes, dan pendapat-
nya tentang pekerjaan lainnya. Ia bercerita sebagai berikut:38

36 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015


37 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015
38 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 71

Hasil dari pekerjaan seperti ini ya dicukup-cukupkan saja,


meskipun sangat sulit untuk mencukupinya. Namun, saya gak
bisa usaha yang lainnya. Buruh juga gak ada pekerjaan di desa.
Jadi ya dijalani saja dengan susah juga.
Pekerjaan nderes jika cuacanya lagi hujan, ya terpaksa
juga, biar pohon kelapanya pada tinggi-tinggi, ya dinaikin saja,
itu sudah risiko usaha seperti ini. Perasaan saya ya biasa saja.
Kalau hujannya terlalu deras ya berhenti dulu, nanti kalau su
dah agak reda, baru naik lagi, walaupun malam hari. Sebab jika
tidak diambil dalam sehari saja, maka nira kelapa menjadi basi,
gak enak, rasanya masam, dan gulanya menjadi gak manis.
Terkadang kalau lagi mengalami halangan tidak mengambil
nira pada hari itu, nira yang sudah basi tadi dibuang saja. Itu
risiko. Pekerjaan saya memang terasa berat, tapi ya, risiko hi
dup. Habis, bagaimana lagi, saya tidak punya kemampuan lain.
Saya itu orang susah. Usahanya juga susah, berisiko. Tapi
ya dijalani saja. Bahkan, usaha saya yang sekarang sebagai
penderes ini, saya rasa lebih menyenangkan, lebih manjang
lah.39

Meskipun Adin mengaku sebagai orang susah, tidak per-


nah terucap kata-kata yang bernada keluhan dari hasil pembi-
caraannya dengan penulis selama kurang lebih dua jam. Bahkan
dalam situasi lain, penulis pun sempat bertemu puluhan kali,
terutama ketika ia sedang bekerja, sedang naik di pohon kelapa
yang tingginya menurut taksiran penulis tidak kurang dari 15
meter, dan di acara-acara kenduri (acara syukuran hajatan pen-
duduk selingkungannya) yang beberapa kali penulis ikut hadir di
dalamnya.
Dilihat dari aspek sosial pergaulan Adin dengan masyarakat
pada umumnya, terutama dengan tetangga seputarannya tam-
pak biasa. Tampak tidak ada batas-batas kelas antara dia sebagai
orang kecil dengan orang lain yang dianggapnya lebih secara so-
sial dan ekonomi dari dia. Adin juga dikenal oleh sebagian besar
39 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015
72 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

penduduk sekampung, bahkan sedesa, juga sebaliknya, Adin pun


mengenal sebagian besar dari mereka. Dengan penulis, Adin pun
cukup kenal. Juga sebaliknya, penulis mengenal Adin sebagai
tetangga satu RT yang sering bertemu di berbagai kesempatan,
terutama pada saat ada acara hajatan sunatan atau pernikahan
salah seorang penduduk di lingkungan RT.
Bagi Adin, masalah perbedaan pendapatan atau perbedaan
kepemilikan lahan garapan untuk usaha di bidang pertanian,
baik sawah ataupun ladang, perbedaan tempat tinggal (rumah),
ataupun perbedaan dalam kepemilikan barang-barang yang ber-
nilai ekonomi dan sosial, tidak perlu dipermasalahkan, bahkan
tidak perlu dibicarakan. Setiap orang mempunyai pekerjaannya
dan nasibnya sendiri. Setiap orang itu bekerja guna mencari reze-
ki untuk membiayai keluarganya. Setiap pekerjaan, apapun ben-
tuknya, mempunyai risiko. Sebagai penderes, Adin pun memiliki
risiko atas pekerjaannya.
Dari pandangan-pandangan Adin tentang penduduk dan
jenis pekerjaan yang dipilihnya, semuanya sama, semuanya
mengandung risiko. Ada orang yang dalam pekerjaannya diang-
gap berhasil, dan ada juga orang yang dengan pekerjaannya be-
lum berhasil. Adin tampaknya baru beralih profesi dari yang
sebelumnya bekerja sebagai buruh tani serabutan, yang diakuinya
belum berhasil, ke jenis pekerjaan baru yang diharapkannya bisa
lebih menjanjikan, atau yang dikemukakan sendiri oleh Adin
dengan istilah manjang. Bagi Adin, makna miskin tidak pernah
terucap secara eksplisit, demikian pula konsep orang tidak punya
atau orang tidak mampu. Adin lebih eksplisit memaknai konsepsi
miskin sebagai orang yang belum berhasil.40
Makna diri terkait penghidupannya: bekerja apa saja, mandiri

40 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015, dan
observasi pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 73

Seperti sudah dikemukakan pada bagian tersebut di atas, bagi


Adin, istilah miskin sebenarnya tidak dikenal atau setidaknya bu-
kan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Miskin itu sebenarnya
akibat dari belum berhasilnya usaha yang dijalankannya. Saya
sudah gonta-ganti pekerjaan, ke Jakarta juga pernah, tapi
semuanya belum berhasil,41 katanya ketika berjumpa dengan
penulis. Konsepsi atau pandangan dari Adin terkait makna diri
dalam konteks pilihan pekerjaan seseorang, adalah sesuatu yang
berkaitan dengan nasib baik yang belum menghampirinya. Adin
pernah mengungkapkan dirinya sebagai orang susah. Konteks
makna susah di sini terkait dengan upaya yang belum berhasil
dalam menjalankan pekerjaannya. Sedangkan mereka yang di-
kategorikan sebagai orang kaya adalah mereka yang dianggap
berhasil dalam menjalankan pekerjaannya.42
Dalam konteks seperti itu, baik mereka yang dianggap kaya
maupun miskin sebenarnya tidak perlu dilihat sebagai suatu ma-
salah. Sebab, masing-masing orang sudah memiliki pilihan hidup
dan penghidupannya. Sangat wajar jika ada yang sudah berhasil
dan ada yang belum berhasil.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, menu-
rut Adin, ya harus dicukup-cukupkan saja. Berikut salah satu
ungkapannya: Ya dicukup-cukupkan saja, meskipun sangat sulit
untuk mencukupinya. Namun, saya gak bisa usaha yang lainnya.
Buruh juga gak ada pekerjaan di desa. Jadi ya dijalani saja dengan
susah juga.43
Selain konsepsi tentang orang yang belum berhasil dalam
usahanya guna menggambarkan makna miskin bagi seseorang,
Adin pun berpandangan bahwa konsep miskin juga bisa diartikan

41 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
42 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015, dan
observasi pada kurun waktu 2014-2015
43 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
74 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

atau dirasakan sebagai orang yang sangat sulit untuk mencukupi


kebutuhan keluarganya. Bagi Adin, sulit untuk mencukupi kebu-
tuhan keluarganya, sulit dalam pekerjaannya, sulit dalam men-
cari pilihan pekerjaannya, dan sulit dalam menjalankan aktivitas
penghidupannya adalah ungkapan-ungkapan yang dirasakan-
nya selama ini. Ungkapan-ungkapan ini erat kaitannya dengan
perilakunya dalam menjalankan aktivitas penghidupannya atau
aktivitas pekerjaannya sehari-hari.

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya


Sebagai seorang penderes sekaligus sebagai buruh tani serabutan
dan pemelihara domba, Adin memiliki beragam jenis kebutuhan
terkait pekerjaannya itu. Kebutuhan itu ada yang diungkapkan,
ada yang dirasakan, dan ada pula yang diperkirakan. Jenis dan
tingkatan kebutuhan ini, seiring dengan jenis pekerjaan yang se-
dang dijalankannya, atau bahkan pekerjaan yang akan dan se-
dang dipikirkannya. Penggalan-penggalan cerita Adin berikut,
bisa menggambarkan berbagai jenis kebutuhan tersebut:44

Sejak kecil, saat di Purwokerto dulu, saya sudah biasa


nderes. Orangtua saya penderes. Pekerjaan lain juga saya laku
kan, tapi nderes adalah warisan dari orangtua saya. Ibaratnya,
turunanlah. Dari orangtua saya, turunan, dulu waktu di daerah
di Purwokerto, aku ya nderes. Terkadang juga buruh dan mem
bantu orangtua.
Saya pilih nderes, istilahnya agar bisa manjang. Ya reze
kinya, ya waktunya juga bisa panjang. Satu pohon kelapa,
misalnya, bisa berbulan-bulan dideres, mengalir terus selama
pohonnya masih mengeluarkan air nira. Jadi usaha ini bisa te
rus berjalan. Kalau satu manggar (satu tandan bahan buah ke
lapa) bisa dideres sampai satu bulan, satu pohon bisa ada dua

44 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015, dan
observasi pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 75

atau tiga manggar yang bisa dideres. Waktunya bisa panjang.


Hasilnya juga bisa panjang (berkelanjutan).
Selain nderes, saya juga ingin menambah pekerjaan lain,
misalnya memelihara domba, seperti dulu. Sekarang saya lagi
kosong, tapi ingin lagi ke depannya. Kalau ada yang ngasih
domba, saya akan pelihara.
Buruh juga saya masih bisa. Kan nderes bisa dilakukan
pada pagi hari, sehabis subuh, asal sudah kelihatan pohon kela
panya, dan sore harinya sekitar pukul 04.30 sampai magrib,
bahkan sering kelebihan (lewat magrib). Tapi, ya itu, buruh gak
ada pekerjaan di desa. Harus cari sendiri. Ya nderes. Saya juga
senang dengan pekerjaan ini. Hasilnya lebih baik, lebih man-
jang (berkelanjutan).
Kebutuhan saya terkait pekerjaan nderes ini ya dana.
Soalnya dana itu gampang digunakan untuk keperluan. Ini
juga saya nderes ada yang membiayai, ada bandarnya (ada
cukongnya). Butuh apa saja terkait dengan penderesan ini,
saya bisa pinjam uang ke bandar gula. Berapapun gula yang
diproduksi oleh saya dan oleh sejumlah tetangga saya, bisa di
beli oleh bandar tadi.

Dana adalah kebutuhan prioritasnya


Dengan menyarikan cerita Adin tentang berbagai jenis kebutuhan,
baik yang terucapkan maupun yang terungkapkan secara implisit,
tampak adanya kebutuhan yang perlu d ipenuhinya. Kebutuhan
terkait pekerjaan nderes, dengan tegas Adin mengungkapnya
dengan dana. Artinya yang sangat dibutuhkan oleh Adin saat ini
adalah adanya tambahan dana untuk menambah jumlah pohon
kelapa yang dideresnya. Saat ini Adin baru mengelola atau nderes
sebanyak 25 pohon kelapa. Dia sangat berharap bisa menambah
jumlah pohon kelapa yang akan dideresnya. Adin mengatakan
masih sanggup untuk nderes hingga 50 pohon kelapa setiap
harinya.
Sementara itu, dikaitkan dengan jenis kebutuhan yang ter-
ungkapkan secara eksplisit namun belum bisa dipenuhinya
76 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

adalah berharap ada yang memberinya pekerjaan berupa peme-


liharaan domba dengan cara maro (bagi hasil). Selain itu, karena
pekerjaan memelihara domba juga bisa disambi (sebagai sam-
bilan), maka bentuk-bentuk pekerjaan lain seperti buruh tani
dan buruh serabutan lainnya yang bisa dikerjakan pada siang
hari, masih dibutuhkan oleh Adin.

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan
Saya sering berkumpul sesama penderes, jumlahnya sekitar 20
orang di desa ini, terkadang seminggu sekali, terkadang dua
minggu, ya tidak tentulah, tergantung kebutuhan,45 kata Adin
pada suatu kesempatan. Ketika penulis tanyakan kepada Adin
tentang apa yang dibicarakan pada pertemuan itu, Adin pun
menjawab: Ya banyak, tentang pekerjaan, tentang cara mem-
buat gula supaya awet. Pokoknya saling tukar pengalamanlah,46
jawabnya melanjutkan ceritanya.
Menurut Adin, di desa tempat tinggalnya ada sekitar 20
orang penderes. Ada yang nderes hingga 45 pohon, ada yang 15
pohon, ada yang baru memulai. Nasrulloh baru memulai seki-
tar seminggu yang lalu, jadi nderes-nya juga belum banyak. Adin
sendiri sudah memiliki 25 pohon kelapa yang dideresnya. Semua
itu ia sewa dari para pemilik pohon kelapa dengan biaya sewa 1,5
kg gula merah (gula kelapa) per bulan per pohon. Untuk wilayah
sekitar desa itu memang biaya sewa pohon kelapa untuk dideres,
sebesar 1,5 kg per bulan. Namun, ada juga desa lain yang lebih
murah, misalnya hanya 1 kg gula per bulan per pohon. Bahkan
menurut cerita Adin, ada wilayah lain, Pangandaran, sebut Adin,

45 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015


46 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015, dan
observasi pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 77

Harga sewa pohon kelapanya untuk dideres, lebih mahal. Kalau


di sini ya sedanglah, cukup.47
Pada saat mengobrol tentang nderes itu, penulis bertanya
tentang pengalamannya nderes pohon aren. Adin pun segera
menjawabnya dengan tegas: Belum, saya belum pernah nderes
aren,48 ucapnya. Dia pun melanjutkan ceritanya tentang nderes
aren yang harus dilakukan dengan upacara tertentu, dan Adin
mengaku tidak menguasainya. Berikut ceritanya:

Gak. Belum pernah. Kalau nderes aren (pohon enau) mah


harus diibingi (dijogedin), dinyanyiin, dan didoain agar hasilnya
bisa banyak. Kata orang yang biasa nderes aren, dengan hanya
nderes empat pohon saja sudah sangat cukup untuk meng
hidupi keluarganya. Bahkan ada yang berpendapat satu po
hon saja asal nderes-nya betul, cukup untuk menghidupi satu
keluarga.49

Memang, penulis perhatikan, di desa ini tidak ada pohon


aren, yang banyak adalah pohon kelapa. Setiap rumah yang ada
pekarangannya (lahan di luar bangunan rumah) hampir selalu
ada pohon kelapanya. Kalau suatu rumah memiliki pekarangan
yang luas, hampir dapat dipastikan banyak pohon kelapa di sepu-
tarannya, sedangkan bagi rumah-rumah yang pekarangannya
agak sempit, pohon kelapanya juga ada namun tidak banyak.
Ada dua jenis pohon kelapa di desa ini, yakni pohon kelapa
genjah dan pohon kelapa biasa (besar). Yang pertama, genjah,
adalah jenis pohon kelapa yang buahnya kecil-kecil namun tiap
tandannya banyak, dan ukuran batang pohonnya juga lebih kecil,

47 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
48 Ibid. Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015,
dan observasi pada kurun waktu 2014-2015
49 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada 2 Maret 2015, dan
observasi pada kurun waktu 2014-2015
78 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

serta tidak terlalu tinggi. Jenis pohon kelapa genjah ini tingginya
tidak melebihi 6 meter. Sementara itu, pohon kelapa yang biasa
adalah jenis pohon kelapa yang ukuran batang pohonnya besar,
dan ukuran tingginya bisa mencapai 20 meter. Jenis pohon ke-
lapa yang terakhir inilah yang biasa digunakan oleh para pen-
duduk desa untuk bahan bangunan rumah seperti balok tiang,
kaso, kampilan, papan, dan kusen. Sedangkan jenis pohon kelapa
genjah biasanya kecil-kecil sehingga tidak bisa dijadikan bahan
bangunan rumah. Kebanyakan jenis pohon kelapa genjah ini
hanya dijadikan kayu bakar jika sudah tidak produktif lagi.

Sumber-sumber informasi interpersonal lebih disukai


Gambaran dari cerita Adin terkait pengalamannya dalam men-
cari informasi untuk mendukung aktivitas penghidupannya dan
pekerjaannya sebagian besar diperoleh dari sumber-sumber in-
terpersonal. Ia sering berbagi pengalaman, bertukar pikiran dan
pengalaman tentang apa saja yang berkaitan dengan masalah pe-
kerjaan nderes dan pekerjaan lainnya seperti pemeliharaan dom-
ba dan buruh di sektor pertanian di desa. Selain itu, ia juga sering
menonton televisi di rumahnya, namun bukan secara khusus
untuk mencari informasi mengenai pekerjaan. Televisi di rumah
semata-mata lebih banyak untuk hiburan.
Waktu bagi Adin sangat berharga untuk bekerja. Dari selepas
Subuh (sekitar pukul 05.00 pagi) dia sudah bersiap untuk naik
pohon kelapa dan selesai sekitar pukul 07.30 WIB. Setelah itu ia
baru sarapan pagi, kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan yang
lain. Kalau pada hari itu ada yang mempekerjakannya sebagai
buruh tani, ia akan mengerjakannya sampai sore (sampai sekitar
pukul 16.00 WIB). Setengah jam kemudian, yakni sekitar pukul
16.30 hingga menjelang magrib atau terkadang melewatinya, ia
naik pohon kelapa lagi untuk mengambil air nira hasil deresan-
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 79

nya. Demikian Adin menjalankan aktivitas penghidupannya,


yang dilakukannya tiap hari. Adapun pertemuan dengan para
penderes lainnya, ia lakukan pada malam hari.
Pada saat pertemuan dengan sesama penderes atau dengan
sejumlah tetangga lainnya yang berprofesi lain namun masih di
sektor pertanian tradisional di desa itulah, Adin dan sejumlah
penduduk lainnya saling bertukar pikiran, bertukar pengalaman,
dan saling berbagi informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya
masing-masing. Selain itu, Adin juga mendapatkan sejumlah infor-
masi dari sumber-sumber lainnya, meskipun jarang sekali, seperti
dari pemerintahan setempat di desanya, dari RT-nya, dari tetang-
ganya, dan dari orang-orang desa yang dikenalnya.

Informasi yang dicari: pekerjaan


Ada sekitar 20 orang penduduk di lingkungan desa ini yang biasa
berkumpul dan saling bertukar informasi dan pengalaman ter-
kait pekerjaan sebagai penderes nira kelapa, termasuk Adin di
dalamnya. Seperti dikatakannya kepada penulis pada suatu saat:
Ada 20 orang penderes di sini. Kami sering ada pertemuan, tidak
rutin, membicarakan hal-hal terkait penderesan dan bikin gula
kelapa. Kami saling tukar pengalaman masing-masing.50
Selain adanya pertemuan antar penderes, Adin juga sering
mengikuti berbagai pertemuan informal yang biasa diadakan
oleh sejumlah penduduk desa pada umumnya, baik yang sifatnya
sosial keagamaan, maupun pertemuan yang sifatnya formal yang
diadakan di tingkat pemerintahan RT dan desa. Salah satu bukti
bahwa Adin banyak memperoleh informasi dan pengetahuan
tentang lika-liku pekerjaan sebagai penderes termasuk cara-cara
membuat gula kelapa agar awet (tidak cepat basi dan mencair),
adalah pengetahuannya tentang penggunaan zat pengawet yang
50 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
80 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Adin gunakan untuk bahan campuran pembuatan gula. Adin ti-


dak tahu apa nama zat pengawet yang dicari dan digunakannya.
Tapi dia mampu menyebutkannya dengan berupa serbuk, mirip
terigu. Zat pengawet ini banyak dijual di warung tetangga Adin.
Banyaklah bahan seperti itu dijual di warung-warung di sini,51
kata Adin bercerita.
Bukan hanya informasi dan pengetahuan tentang zat
pengawet saja yang dicari oleh Adin terkait dengan praktik pem-
buatan gula kelapa (gula merah), informasi lain pun dicarinya.
Misalnya, Adin juga mencari tahu tentang harga sewa pohon
kelapa di desa lain, termasuk informasi tentang harga jual gula
kelapa dan sejumlah pembelinya, semuanya Adin cari untuk ba-
han pertimbangan keputusan-keputusannya dalam masalah per-
gulaan.
Sebenarnya, bukan hanya informasi tentang pergunaan dan
penderesan saja yang dicari untuk digunakan oleh Adin. Ia juga
mencari dan menggunakan informasi dan pengetahuan lainnya
berkaitan dengan pekerjaan sambilannya. Sebagai pemelihara dom-
ba, Adin juga sudah tahu harus melakukan apa dengan pekerjaan-
nya itu. Jika ia memelihara domba dengan tujuan penggemukan,
ia sudah tahu bagaimana cara memberi makannya dan memberi
vitaminnya agar domba lebih cepat besar dan gemuk. Demikian
pula jika suatu saat Adin memelihara domba dengan tujuan untuk
menghasilkan keturunan (beranak), maka penanganannya pun
berbeda dengan cara memelihara untuk tujuan penggemukan. In-
formasi dan pengetahuan yang Adin peroleh mengenai cara-cara
pemeliharaan domba dimaksud, ia peroleh dari sumber-sumber
interpersonal. Bahkan secara sengaja Adin sering bertanya kepada
orang yang dianggapnya sudah berhasil memelihara domba, baik

51 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2
Maret 2015, dan observasi pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 81

yang tujuannya untuk penggemukan maupun yang bertujuan un-


tuk memperoleh anak.
Ada pekerjaan sambilan lainnya yang biasa Adin lakukan
selain buruh tani. Pada saat ada kegiatan hajatan syukuran di
rumah tetangganya, misalnya, Adin sering secara khusus dimin-
tai bantuannya, seperti mencuci piring dan peralatan makanan
lainnya. Dari pagi hingga sore, bahkan dari mulai persiapan acara
hajatan sampai berakhirnya acara tersebut, Adin sering dipeker-
jakan sebagai pencuci piring. Dia tidak diperkenankan menger-
jakan yang lainnya, tapi khusus mengerjakan pencucian piring
dan perabotan masak lainnya.
Pekerjaan-pekerjaan yang harus ada penanggung jawabnya
secara khusus dalam setiap acara hajatan di kampung antara lain
adalah: megari, tukang padang (pembuat nasi), dan pencuci pi
ring serta peralatan makan lainnya. Biasanya orang-orang yang
pekerjaannya seperti ini dipilih secara khusus oleh yang punya
hajat, dan dibayar sesuai dengan kesepakatan yang berlaku di
desa itu. Adapun besarnya upah terhadap orang-orang yang ber-
profesi seperti disebutkan tadi adalah di atas buruh harian lepas.
Sebagai perbandingan, kalau seorang laki-laki bekerja sebagai
buruh tani, dia dibayar sebesar 30.000 35.000 rupiah per hari
(tahun 2011/2012), tetapi kalau pekerjaan khusus pada acara
hajatan yang sudah disebutkan di atas tadi, besaran upahnya
berkisar antara 100.000 300.000 rupiah untuk dua hari satu
malam, atau dari mulai hingga selesai acara hajatan.
Jenis pekerjaan seperti sebagian disebutkan di atas, juga
sering dilakukan oleh Adin, meskipun pekerjaan pokoknya tetap
sebagai penderes atau pembuat gula kelapa. Adin tidak bisa me-
lepaskan diri dari jenis pekerjaan yang biasa berlaku di pedesaan,
sebab pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh penduduk
82 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

desa hampir semuanya bersifat serabutan, berjangka pendek (in-


sidental), dan bersifat tradisional. Jarang sekali ada pekerjaan
yang sifatnya manjang (istilah yang dikemukakan Adin untuk
maksud berkelanjutan) di desa, dan karena itu ia lebih memilih
profesi penderes sebagai pekerjaan pokoknya, dan pekerjaan lain-
nya dilakukannya sebagai sambilan.
Penggalan-penggalan cerita Adin tentang pengalamannya
mencari tahu berbagai bentuk usaha yang diharapkan bisa men-
cukupi kebutuhan hidup keluarganya, yang kemudian sebagian
dipraktikkannya, penulis sajikan berikut ini:52

Selama ini saya sudah gonta-ganti pekerjaan. Istilahnya


di kampung ya, tidak ada pekerjaan yang tetap, yang man-
jang. Mulai dari buruh-buruh tani, mencangkul dulu sebelum
ada traktor, mendaut, membuat leleran (mempersiapkan dan
meratakan lahan sawah sampai siap ditanami padi), mencari
rumput untuk pakan domba. Saya kalau mencari rumput, ka
lau lagi musim kemarau, jauh sekali dari sini, tapi saya jalani.
Tapi sekarang kan tidak ada lagi pekerjaan seperti itu. Paling-
paling nanti kalau musim panen, saya mbawon. Istri saya juga
ikut mbawon. Lumayan, dalam satu musim panen bisa dapat
gabah 2 3 kwintal.
Saat sekarang, karena belum panen, saya nderes, mem
buat gula merah. Sekarang saya menyewa 25 pohon, asalnya
lebih, soalnya banyak pohon yang tidak tumbuh manggarnya,
jadi tinggal 25 pohon. Sebetulnya saya mampu menyewa sam
pai 50 pohon, tapi belum menemukan pohon yang akan dise
wa. Ada yang nawarin, Adi namanya, tapi jauh di seberang kali
(maksudnya sungai Ciputrahaji), berisiko, kejauhan. Sekarang
ya, yang dekat-dekat saja, banyak, ya milik tetangga, misal
nya punya Kurdi, punya Ponikem, punya Leman, dan lain-lain.
Ada di sekitar sini, gak perlu nyebrang kali. Padahal, yang di
seberang kali itu katanya ada sekitar 10 pohon. Belum saya am
bil.

52 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada tanggal 2 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 83

Penulis melanjutkan wawancaranya dengan bertanya bagai


mana cara membuat gula kelapa, peralatan dan bahannya apa
saja. Adin pun menjelaskannya sebagai berikut:53
Peralatannya ya kuali besar ukuran kurang lebih 50 liter.
Gunanya untuk menggodok nira, ada jerigen plastik, kompan,
dan yang utama adalah arit (sejenis pisau mirip celurit kecil
yang sangat tajam). Harga arit bisa sampai satu juta rupiah,
namun ada juga yang harganya 200 ribu atau 300 ribu. Saya
punya yang harganyanya 250 ribu, belinya di Jawa Tengah. Di
sini gak ada yang jual arit seperti ini.
Air legen (nira kelapa yang berbentuk cairan dan berasa
manis jika diminum) setelah disaring dan dicampur dengan
bahan pengawet serbuk, lalu digodok hingga mengental, ke
mudian dicetak dengan bumbung yang terbuat dari bambu.
Bulat seukuran gulalah. Kayu bakar untuk menggodok legen
saya beli dari kayu apkiran bahan balok dari mahoni, beli ke
tukang kayu, atau beli ke orang yang baru nebang kayu. Per
patok harganya ada yang 60 ribu, ada yang 70 ribu, tergantung
kayunya. Kayu babiran (kayu apkiran yang diambil dari bagian
yang tidak digunakan, biasanya dari bagian pinggir kayu) dari
mahoni atau kayu lain, asal bukan albasia, kalau albasia tidak
bagus untuk bahan bakar, melepes. Kayu dari pohon kelapa
juga bisa, tapi kurang bagus.
Sekali bikin gula, biasanya kuali yang 50 liter tadi suka
penuh. Saya membuat gula setiap dua hari sekali. Kalau pohon
kelapanya lebih banyak, mungkin bisa tiap hari. Atau dua hari
juga bisa asal kualinya ditambah.

Terkait dengan pembuatan gula yang dilakukan dua hari


sekali, padahal tiap hari Adin melakukan penderesan, penulis
pun bertanya lebih lanjut: Kan nderes-nya setiap hari, pagi dan
sore, terus apakah tidak basi legennya? Adin pun menjelaskannya
dengan sigap sebagai berikut:54

53 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada tanggal 2 Maret
2015, dan observasi pada kurun waktu 2014-2015
54 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
84 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Ada caranya, pakai bahan pengawet supaya legen (nira)


gak cepat basi. Kalau gak pakai bahan pengawet, nanti niranya
basi dan berasa masam, sehingga gulanya pun gak enak nanti
nya.
Banyak bahan seperti itu dijual di warung. Di warung se
belah rumah juga ada. Semua penderes tahu bahan seperti ini.
Mereka semuanya menggunakannya supaya gulanya tahan
lama. Informasi ini saya dapat dari teman-teman yang sudah
berpengalaman membuat gula kelapa. Gak berbahaya karena
ini khusus untuk mengawetkan nira dan gula supaya rasanya
tetap enak dan gak basi.
Bahan pengawet yang berbahaya itu formalin, bleng, atau
boraks. Ini mah bahan yang dibuat khusus untuk pengawet air
nira dan gula. Jadi gak berbahaya. Wujudnya serbuk, putih. Ini
contohnya mirip tepung terigu, putih dan halus.

Penulis mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan: Mas


Adin bisa membedakan pohon kelapa yang banyak legennya dan
yang kurang? Apakah pohon kelapa jenis genjah (pohon kelapa
berukuran kecil) air legennya lebih sedikit dibandingkan dengan
yang besar? Adin pun menjelaskan: Gak tentu, bisa jenis kelapa
besar atau kecil, yang penting mengandung minyak.55 Penulis
tidak bisa melanjutkan pertanyaan ini karena tidak paham apa
makna mengandung minyak dan bagaimana cara membedakan
antara pohon kelapa yang mengandung minyak dan yang tidak.
Sebagai kelanjutannya, penulis bertanya, apakah Adin pernah
gagal dalam membuat gula, lalu dijawab oleh Adin dengan me
ngatakan pernah. Ciri-ciri gula yang gagal adalah yang gak bisa
dicetak, keras, atau lembek.56 Untuk menanggulangi kegagalan
ini, teknik yang digunakan Adin adalah dengan mencampurkan
kembali gula yang gagal tadi dengan adonan legen (nira) yang

55 Hasil wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2 Maret 2015
56 Sarian hasil observasi dan wawancara penulis dengan Adin, pada hari Tanggal, 2
Maret 2015, dan observasi pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 85

baru, kemudian digodok lagi. Dengan cara seperti ini biasanya


proses pembuatan gula kelapa, berhasil.

C. Penghidupan yang Sulit


Ali Subhan adalah sosok anak muda yang rajin bekerja. Ia
baru berusia 28 tahun, sudah menikah selama kurang lebih em-
pat tahun yang lalu, namun sampai saat ini belum punya anak.
Bersama istrinya ia tinggal dalam rumah sederhana yang terbuat
dari kayu, berdinding anyaman bambu, dan berlantai tanah,
yang luasnya kurang lebih 30 m2. Rumah dan tanah tersebut mi-
lik saudaranya yang lain. Ia hanya menempati untuk sementara.
Istilah di desa ini mondok, yakni menumpang atau menempati
rumah seseorang dengan seizin yang punya rumah namun tidak
perlu membayar sewa atau kontrak.
Pendidikan formal yang ia dapat adalah lulusan SD yang ke-
mudian dilanjutkan dengan pendidikan pesantren tradisional
di Jember, Jawa Timur. Sambil nyantri di Jawa Timur, ia bekerja
secara serabutan guna membiayai belajarnya di pesantren itu. Jika
siang ia bekerja di kebun tembakau, dan malamnya ia mengaji,
termasuk belajar kitab-kitab kuning.
Karena mesantrennya sambil bekerja, maka ia lupa berapa
lama ia menjalani kehidupan di pesantren itu. Mungkin sekitar
tiga tahunan jika diakumulasikan, sebab ia tidak mesantren secara
terus-menerus dari awal hingga akhir. Ia sering pulang kampung
karena ketiadaan dana untuk membayar biaya pesantren tadi. Pada
saat di pesantren, ia hanya dikirim oleh orangtuanya di C iamis
Jawa Barat sebesar 50.000 rupiah setiap bulan, dan itu sangat ti-
dak cukup untuk biaya hidup di pesantren. Dan, atas dasar itu, ia
nyambi kerja. Siang bekerja dan malamnya mengaji dan belajar
ilmu keagamaan. Cukup lama Ali Subhan menjalani pekerjaan
sambil mesantren di Jember, namun ia lupa menyebutkan kapan
86 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

mulai mesantren dan kapan pulangnya, yang jelas sering pergi-


pulang dari rumah orang tuanya di Ciamis ke Jember.
Seiring dengan perjalanan waktu, Ali pun semakin dewasa,
pikirannya pun berubah. Pada 2005, ia pergi ke Jakarta untuk men-
cari penghidupan yang baru. Ia bekerja sebagai buruh b angunan.
Karena merasa tidak betah hidup di Jakarta, tidak sampai satu ta-
hun Ali di Jakarta, ia pun memutuskan untuk kembali ke desa asal
kelahirannya di Sukamukti. Di desa inilah ia melanjutkan peker-
jaannya sebagai buruh tani serabutan, sampai sekarang.
Sebelum dan sesudah menikah, Ali bekerja sebagai buruh
tani serabutan. Karena di desa pekerjaan buruh tidak menentu,
terkadang ada terkadang tidak ada, maka sebagai sambilannya, ia
memelihara beberapa ekor domba milik orang lain, dengan cara
bagi hasil. Istilah yang dikenal di desa ini adalah maro. Pekerjaan
maro di sini juga berlaku untuk komoditas lainnya seperti ayam,
itik, sapi, kerbau, sawah, dan ladang. Pembagian hasilnya biasanya
50% untuk penggarap dan 50% untuk yang punya komoditas tadi.
Yang dibagi dua ini adalah hasil bersih dari komoditas tersebut.57

Miskin sama dengan hidup sulit atau hidup susah


Terkait dengan perilaku kehidupan dan penghidupan di desa,
terutama penghidupan yang dijalani oleh orang-orang yang ti-
dak punya (miskin), Ali mempunyai pandangannya sendiri. Ia
memaknai penghidupan penduduk miskin dengan urip kangelan
atau urip susah (dari bahasa Jawa yang artinya hidup kesulitan/
sulit atau hidup susah). Berikut beberapa ungkapan Ali terkait
makna miskin:58

57 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
58 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 87

Terkadang saya merasa iri ketika membandingkan ke


hidupan saya dengan orang lain. Kok begitu gampang ya orang
mencari penghidupan, mencari uang, membangun rumah,
saya hanya ingin mencari makan untuk sehari-hari saja sulit
sekali. Tapi ya, akhirnya saya menyadari bahwa nasib orang itu
beda-beda. Saya orang yang hidupnya kangelan (dari bahasa
Jawa, maksudnya susah, sulit), ya menerima keadaan, yang
penting bisa bekerja dan bisa makan sekeluarga.

Pekerjaan Ali selama ini hanya mengandalkan buruh tani


dan pekerjaan serabutan lain di desa. Tidak ada pekerjaan yang
tetap dan berkelanjutan di desa. Semuanya tidak tentu dan ber-
gantung pada musim yang sedang berjalan saat itu. Jika musim
panen, misalnya, sebagian penduduk bekerja mengurusi padi
mulai dari memanen padi di sawah yang di desa ini dikenal
dengan istilah mbawon atau derep, merontokkannya (melepas-
kan padi dari gagangnya) yang di desa ini dikenal dengan istilah
gepyok, kemudian menjemurnya di pelataran yang ada sinar ma-
taharinya, sampai dengan pekerjaan menyimpan padi di rumah
dalam keadaan sudah kering. Artinya, musim panen berakhir
jika di sawah tidak ada yang memanen padi dan di rumah pun
sudah tidak ada yang menjemur padi.
Di desa ini dikenal ada panen rendeng dan panen sadon. Ren-
deng artinya adalah musim penghujan, sedangkan sadon artinya
musim kemarau, musim tidak ada hujan, atau yang biasa disebut
dengan musim ketiga dalam kalender mangsa Jawa. Dari konteks
ini, musim pun mengikuti namanya, yaitu musim panen rendeng
dan musim panen sadon atau musim panen ketiga. Jenis peker-
jaan buruh tani yang berlaku di desa ini pun mengikuti irama
musim ini.
Jenis pekerjaan di sektor pertanian memang terikat oleh
musim ini. Dilihat dari aktivitas pekerjaan penduduk saat me-
masuki musim rendeng, misalnya, biasanya diawali pada saat
88 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sawah sudah mulai ada airnya sehingga bisa diolah, baik dengan
cara mencangkul, menggunakan sapi atau kerbau untuk memba-
jak sawah, atau dengan menggunakan mesin traktor pembajak
sawah. Saat sekarang di desa ini hampir tidak ada sawah yang
diolah dengan menggunakan bantuan sapi atau kerbau. Zaman
itu sudah berlalu. Sekitar 15 tahun yang lalu, sapi dan kerbau ma-
sih ada yang digunakan untuk membajak sawah. Sekarang semua
pekerjaan mengolah sawah sudah menggunakan mesin traktor.
Penggunaan mesin traktor pembajak sawah inilah yang se-
cara perlahan tapi pasti menghilangkan kesempatan kerja bagi
buruh tani. Kalau dulu sawah banyak diolah secara tradisional
oleh tenaga orang yang dianggap kurang mampu (miskin), seka-
rang pekerjaan mereka sudah diambil alih oleh mesin. Sekarang
mencari buruhan (pekerjaan) sangat sulit di desa. Terkadang ada
yang nyuruh kerja, terkadang ya tidak ada. Makanya saya men-
cari pekerjaan sambilan, yakni memelihara domba. Itu pun kalau
ada yang mempercayai saya memeliharakan dombanya.59

Makna diri terkait penghidupannya: diam lebih baik, buruh se


bagai pilihan penghidupannya
Sebagai warga pedesaan, Ali juga ikut ambil bagian dalam ber-
bagai kegiatan di pedesaan, baik kegiatan yang sifatnya sosial
kegotong-royongan seperti kegiatan kerja bakti, melayat pen-
duduk yang terkena musibah, melakukan sambatan (membantu
tetangganya yang sedang membangun rumah), mengikuti ber-
bagai pertemuan informal keagamaan seperti kenduri, yasinan,
nariyahan, bediyah (fidyah)60, atau pertemuan informal lainnya
yang biasa dilakukan penduduk selingkungannya.
59 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
60 Fidyah adalah semacam kegiatan atau acara berkirim doa yang dilakukan oleh se
jumlah orang atas undangan keluarga almarhum dengan tujuan untuk mengganti
ibadah shalat yang pernah tertinggal oleh almarhum akibat sakit sebelum mening
gal dengan beras.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 89

Namun, untuk kegiatan yang sifatnya menyangkut peng-


hidupan pribadi, seperti pekerjaan yang menjadi profesi se-
seorang, tidak berlaku bentuk-bentuk kegotong-royongan.
Demikian juga hal ini berlaku bagi Ali sebagai penduduk di desa
ini. Saya itu ibaratnya golek saiki dipangan saiki (mencari dan
bekerja hari ini untuk dimakan hari ini, bahasa Sundanya koreh-
koreh cok mirip ayam yang mencari makan),61 kata Ali pada saat
bertemu dengan penulis di rumahnya. Jadi tiap hari waktu saya
habis untuk bekerja mencari nafkah, ya buruh serabutanlah, apa
saja, ia melanjutkan ungkapannya. Pada kesempatan yang lain,
Ali juga pernah mengatakan:

Akhirnya, saya pikir bolak-balik (dipikir matang-matang),


lama, saya putuskan menjadi buruh saja yang lebih aman. Ada
pekerjaan ya dikerjakan, dapat upah. Kalau gak ada pekerjaan
ya cari kegiatan lain yang bermanfaat seperti mencari kayu
bakar dengan menggali tunggak-tunggak kayu besar untuk di
potong kecil-kecil sehingga jadi kayu bakar. Juga memelihara
domba seperti ini. Tiap sore habis bekerja buruh, saya bisa
mencari rumput buat makan domba.62

Ketika penulis menanyakan kepada Ali terkait dengan per-


asannya bekerja secara serabutan dan kondisi ekonominya yang
belum berhasil, Ali pun langsung menjawabnya sebagai berikut:

Mereka terkadang mengatakan kepada saya, ada yang


langsung, ada yang tidak langsung, dengan sindiran gitu, yang
gak enak didengar. Mereka menghina keadaan saya yang
seperti ini, tapi ya saya diam saja. Biar saja mereka yang ngo
mong apa pun tentang saya, yang penting saya berusaha un
tuk menghindari menjelek-jelekkan orang lain. Saya memang

61 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
62 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
90 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

orang yang hidupnya kangelan (sulit, susah), ya biar saja, saya


diam saja.63

Makna diam saja dalam ungkapan yang terlontar dari mu-


lut Ali terkait adanya penghinaan yang disampaikan orang lain
terhadap dirinya, baik langsung ataupun tidak langsung, pada
hakikatnya merupakan bentuk gambaran mengenai sikap dan
perilaku Ali ketika berhadapan dengan masyarakat sosialnya.
Ia berpikir dan merasa bahwa orang yang dikategorikan tidak
punya (miskin) itu harus menerima, atau pasrah dengan ke-
adaan. Sepahit apapun perilaku orang lain, atau perkataan orang
lain, yang langsung ataupun tidak langsung, ditujukan kepada
dirinya, yang sebenarnya entah sengaja atau tidak orang tadi me-
nyinggung perasaannya, Ali bersikap membiarkannya. Artinya ia
lebih baik diam.
Tampak jelas dan tegas pandangan Ali tentang pilihan
penghidupannya atau jenis pekerjaannya. Daripada berdagang,
di samping tidak punya modal, Ali pun merasa tidak cocok
berdagang. Ia lebih suka memilih bekerja sebagai buruh saja
yang bisa lebih mudah dikerjakan karena tidak memerlukan pe-
mikiran yang memusingkan, lebih pasti, dan lebih menjanjikan
keberlanjutannya. Ia terus terang lebih suka menggarap sawah
milik orang lain dengan cara maro atau bagi hasil dibandingkan
dengan jenis usaha yang lainnya, apalagi berdagang.
Ia tidak suka berpikir yang memusingkan. Dengan mencoba
berdagang domba, misalnya, baru saja melangkah, dombanya
dibawa kabur orang, ditipu, dan Ali pun sampai sekarang merasa
malu kepada yang punya domba karena belum bisa mengem-
balikannya. Sekarang ia merasa jera dengan segala usaha yang
bentuknya berdagang. Ia lebih suka memilih hidup sebagai bu-
63 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 91

ruh saja, dengan alasan lebih mudah dan risikonya kecil. Kata Ali
selanjutnya:

Saya ini ibarat bekerja hari ini untuk dimakan hari ini. Sa
ya tidak berani berharap banyak yang jauh-jauh. Mohon maaf
saja saya ini blak-blakan seperti ini, wong keadaannya memang
begini. Sebenarnya, saya sih kepinginnya, bekerja buruh tapi
terus, manjang (berkelanjutan), supaya tenang, ada kepastian
gitu. Misalnya menggarap sawah milik orang lain.64

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan
Ali sebenarnya sudah berusaha dengan tekad dan harapan yang
wajar sebagai manusia yang menyadari kondisi kehidupan diri
dan orangtuanya yang tidak punya (miskin). Hal ini sudah ia
pikirkan, bahkan ia juga langsung menjalaninya dengan hidup
secara mandiri, yang dimulainya sejak masih remaja dulu. Ia me-
santren sambil bekerja, dengan alasan supaya tidak membebani
orang tuanya. Namun selama itu, ia pun terus berpikir untuk
terus mencari bentuk-bentuk pekerjaan yang diharapkan bisa
untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya kelak. Setelah
dipikir, saya kerja cukup lama namun gak punya hasil yang men-
cukupi untuk rumah tangga, sekitar tahun 2005, saya pergi ke
Jakarta untuk bekerja di Bangunan. Tapi di Jakarta pun ternya-
ta saya gak betah. Saya kembali ke desa. Cari pekerjaan di desa
saja,65 cerita Ali kepada penulis.
Merasa gagal mencari penghidupan di Jakarta, Ali kembali
ke desa kelahirannya di Sukamukti, Pamarican, Ciamis. Di sini
Ali bekerja sebagai buruh tani kepada sejumlah tetangganya,
sambil terus mencari informasi tentang penghidupan yang lebih

64 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
65 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
92 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

baik. Ali pun mencoba memelihara domba milik tetangga. Beri-


kut cerita Ali terkait pengalaman memelihara domba milik orang
lain:

Iya, itu domba milik orang Banjarsari. Saya mendapat


kan upah dari maro domba ini. Aturannya ya, hasil pengem
bangan dari domba ini dibagi dua, setengah-setengah (50%
bagi pemelihara dan 50% bagi yang punya modal). Karena ini
domba betina, jika nantinya punya anak dua maka yang satu
bagian saya dan yang satunya lagi milik yang punya domba.
Induknya tetap milik yang punya domba.
Ya, karena sudah biasa memelihara, ya senang, apa
lagi jika dombanya punya anak yang sehat-sehat. Selain itu,
nganggur juga gak ada hasilnya, gak bisa untuk makan.
Tapi, ya, itu, nasib saya juga mungkin lagi apes. Waktu
dagang domba, ditipu oleh orang lain. Saya sudah memelihara
domba milik orang lain, sudah cukup lama dan berharap punya
untung, eh malah ditipu oleh yang membeli domba tersebut.
Saya rugi sana sini. Tenaga saya selama memelihara domba
yang mendekati satu tahun, mencarikan makanan untuk
domba, hilang gak ada manfaatnya. Demikian pula, saya juga
merasa malu dan berkewajiban harus mengembalikan domba
milik majikan saya yang kena tipu tadi, tapi saya gak punya
uang untuk itu.
Ya itu, saya belum berpengalaman. Saya kan orangnya
jujur dan percayaan sama orang. Ternyata ada orang yang tega
menipu saya, orang yang usahanya kangelan (sulit).66

Mencari pengalaman pekerjaan


Tampaknya pengalaman ditipu orang bagi Ali merupakan
pengalaman yang sangat menyakitkan dalam hidupnya. Me-
mang, diakuinya bahwa dia belum berpengalaman dalam men
cari penghidupan melalui berdagang domba yang akhirnya
ditipu orang. Ia sudah berusaha untuk memelihara beberapa
66 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 93

domba milik tetangganya, waktunya pun cukup lama, hampir se-


tahun lamanya ia mencari rumput untuk memberi makan domba
hingga domba-domba peliharannya itu sudah siap jual.
Menjelang hari raya Idul Adha tahun lalu, tepatnya tahun
1432 H (2011 M), Ali berusaha menjual domba peliharaannya
kepada pembeli yang masih dikenalnya. Ali merasa gembira
akan mendapatkan hasil dari usaha maro domba ini. Setelah
harga disepakati, sang pembeli pun mengambil seluruh domba
milik Ali tadi, yang dijanjikan akan dibayar seminggu kemudian
dengan alasan yang dipercayai Ali. Ternyata, lewat seminggu,
pembeli tadi tidak muncul. Dicari ke rumahnya, katanya sudah
pergi entah ke mana. Hingga setahun kemudian sang pembeli
domba milik Ali pun tidak jelas di mana rimbanya. Ali pun sadar,
ia telah ditipu orang.
Demikian pusingnya ia memikirkan bagaimana ia mengha-
dapi dan menjelaskan kepada pemilik domba, ia pun bingung,
malu, galau, sakit hati. Akhirnya ia menjelaskan kepada pemilik
domba bahwa ia telah ditipu orang. Domba yang selama ini di-
peliharanya hampir satu tahun dibawa kabur oleh pembelinya.
Saya merasa sakit hati, malu. Kok tega ada orang yang menipu
saya yang hidupnya saja kangelan (susah). Dari situ saya seka-
rang kapok untuk berdagang domba,67 katanya kepada penulis.
Saya harus mencari lagi pekerjaan yang tidak besar risikonya,68
Ali menambahkan ceritanya.
Orang hidup perlu makan, juga butuh papan dan sandang.
Ali pun seperti itu, juga keluarganya yang menjadi tanggung
jawabnya. Mereka butuh makan, sandang, dan papan, juga keper-
luan kehidupan lainnya. Dari situ, Ali pun berpikir, usaha men-
cari penghidupan pun harus berlanjut. Mencari penghidupan di
67 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
68 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
94 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

desa memang tidak gampang, semua berisiko. Dagang berisiko


ditipu orang, atau setidaknya rugi terus karena dagangan kurang
laku, misalnya. Akhirnya ia mencari jalan lain yang menurut
pemahamannya lebih berkelanjutan dan lebih pasti. Nyeblok
adalah pilihan usaha yang Ali pilih selanjutnya. Berikut cerita Ali
kepada penulis terkait dengan pilihan usaha nyeblok ini:
"Saya nyeblok.69 Alasannya supaya mbawon-nya di satu
tempat saja. Nyeblok sebenarnya sama dengan mbawon,
hanya di satu tempat saja. Saya membantu membersihkan
rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman padi milik orang
lain, istilahnya matun, dua kali dalam satu musim tanam, sam
pai memanennya sendiri. Setelah selesai, saya mendapat 1/6
bagian dari hasil panen bersih dari pemilik sawah. Dalam nye-
blok ini saya kerja sama dengan adik saya. Hasilnya juga untuk
berdua. Nyeblok sebetulnya sama dengan derep atau mbawon,
hanya menetap di satu sawah tertentu. Mbawon manggon isti
lahnya (mbawon yang tidak perlu berganti-ganti tempat, tapi
cukup di satu sawah milik seseorang).70

Nyeblok lebih disukai karena dianggap lebih ada kepastian


Dibandingkan dengan buruh yang lain, seperti buruh tani sera-
butan, mencangkul, mencari kayu bakar, mengurus lahan tetang-
ga, dan lainnya, yang terkadang ada dan terkadang tidak ada, dan
hasilnya pun menjadi tidak tentu, maka pekerjaan nyeblok diang-
gap sebagai pilihan pekerjaan yang lebih pasti. Sebagaimana di
bagian yang lalu sudah dikemukakan, nyeblok adalah satu jenis
pekerjaan membersihkan tanaman padi dari gangguan rumput
liar yang tumbuh bersama tanaman padi, teknik membersihkan-
nya dikenal dengan sebutan matun.
69 Nyeblok jaman dulu dan sekarang sudah berbeda pada praktiknya. Kalau dulu,
seorang buruh sebagai penyeblok itu berkewajiban matun dan membersihkan
tanaman padi dari rumput yang tidak bermanfaat, sekarang hal itu tidak dilakukan
lagi. Seorang penyeblok sekarang tidak perlu matun, tapi cukup mbawon pada satu
orang saja, pada sawah milik seseorang saja, tanpa harus berpindah lokasi.
70 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 95

Matun dilakukan dua kali dalam satu musim tanam padi.


Pertama matun dilakukan setelah padi berumur sekitar 20 hari
sampai satu bulan, dan yang kedua dilakukan setelah padi ber
umur sekitar 40 hari hingga 50 hari. Kalau usia tanaman padi
sudah melewati usia ini, biasanya rumput sudah tidak tumbuh
lagi karena sudah terhalang oleh lebatnya tanaman padi. Jenis
pekerjaan nyeblok ini dilakukan oleh seseorang yang ingin nye-
blok melalui perjanjian dengan pemilik sawah. Setelah padi siap
dipanen, maka sang penyeblok inilah yang berhak untuk mbawon
pada sawah yang dicebloknya (dibersihkannya). Orang lain tidak
diperkenankan untuk ikut membantu memanen padi dari sawah
yang sudah diceblok orang. Sedangkan aturan pengupahannya
adalah, seperenam (1/6) bagian dari hasil panen padi, baik kering
ataupun masih basah, menjadi milik yang nyeblok tadi. Dengan
pola kerja seperti ini maka hasil dari buruh sebagai penyeblok,
menjadi lebih pasti.

Pengalaman menjadi dasar pilihan pekerjaan selanjutnya


Penulis lalu memancing Ali dengan pertanyaan lanjutan. Apakah
Ali tidak tertarik dengan usaha lain seperti nderes, bikin sale,
bikin gula, memelihara bibit ikan gurame, bikin gorengan untuk
dititipkan di warung, dan sejenisnya seperti yang dilakukan oleh
beberapa penduduk di sini, misalnya. Ali pun menjawabnya se-
bagai berikut:71

Khusus untuk nderes, saya gak berani. Ibaratnya, nyawa


yang menjadi taruhan. Saya gak biasa naik pohon kelapa, apa
lagi kalau musim hujan, licin. Takut jatuh, gak bakat. Nderes
kan gak mengenal waktu, mau hujan atau tidak, tiap pagi dan
sore harus naik pohon kelapa. Kalau gak begitu, kan legennya

71 Hasil observasi dan wawancara dengan Informan Ali Subhan, pada 2 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2014-2015
96 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

basi nanti. Saya lebih memilih pekerjaan buruh saja, risikonya


kecil. Sebenarnya sama dengan mencari rumput untuk pakan
domba, biar hujan, kalau di rumah gak ada rumput, ya tetap
berangkat ngarit (mencari rumput untuk pakan domba dengan
arit) istilahnya.
Selain nyeblok, saya juga derep (istilah lain untuk mbawon).72
Orang yang derep atau yang mbawon tadi mendapatkan upah
dengan cara bagi hasil, biasanya 1/7 atau 1/8 bagian untuk pem-
bawon dan selebihnya milik yang punya sawah. Terkadang ya
dapat nyeblok, sehingga mendapatkan pekerjaan mbawon
manggon (menetap) pada sawah tertentu milik seseorang.
Sekarang, pokoknya itulah pilihan pekerjaan saya. Saya
kapok dengan berdagang domba. Hidup tidak tenang, pu
sing memikirkan kalau-kalau kena tipu lagi. Tadinya saya pikir
orang-orang pedagang pada jujur, tapi sekarang saya sudah
tahu ada orang yang nakal.

Inti dari apa yang diungkapkan Ali melalui ceritanya di atas,


bisa dilihat dari pokok ungkapannya yang mengarah kepada
pilihan pekerjaan yang berisiko kecil, bersifat lebih pasti hasilnya,
dan memiliki kejelasan keberlanjutan, atau menurut istilah Ali
adalah manjang. Selain itu, karena Ali telah banyak mengalami
pahit getirnya usaha dalam mencari penghidupan untuk mencu-
kupi diri dan keluarganya, dengan cara mencari dan menjalani
berbagai jenis pekerjaan, baik di kota maupun di kampung, ter-
masuk telah mendapatkan pengalaman yang sangat pahit karena
ditipu orang, akhirnya Ali lebih berhati-hati dalam memilih dan
melakukan pekerjaan selanjutnya.

72 Mbawon adalah istilah yang banyak digunakan oleh penduduk di desa Sukamukti
kecamatan Pamarican kabupaten Ciamis. Sedangkan derep lebih banyak digunakan
oleh penduduk yang berada di kampung Pahauran desa Sindangasih kecamatan
Banjarsari kabupaten Ciamis. Baik mbawon atau derep, maksudnya sama, yakni
jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan cara
membantu memanenkan padi milik orang lain, dan sang penderep atau pembawon
tadi mendapatkan upah dari padi yang dipanennya. Umumnya penderep atau pem-
bawon ini mendapatkan upah sebesar 1/6, 1/7, atau 1/8 dari hasil panenan padi yang
diderepnya.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 97

Pengalaman-pengalaman masa lalu, terutama pengalaman


pahitnya, dijadikan dasar untuk menapaki penghidupan yang
akan datang. Sambil bekerja sebagai buruh tani serabutan, dan
pekerjaan itu yang menjadikan prioritas pilihannya selama ini,
Ali juga masih punya keinginan untuk mencari jenis pekerjaan
yang lain, tetapi yang risikonya tidak besar. Suatu saat nanti, jika
ada waktu senggang di sela-sela pekerjaan rutinnya sebagai bu-
ruh tani, Ali juga ingin berdagang kecil-kecilan seperti berdagang
cilok keliling kampung. Selain itu, pekerjaan memelihara domba
dengan cara maro juga akan terus ia jalani sepanjang masih di-
percaya oleh orang lain untuk memelihara dombanya.

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi spesifik


terkait pekerjaannya
Sebetulnya, setiap tindakan yang dilakukan Ali, baik itu berupa
mencari, memilih, ataupun menggunakan pikiran dan tenaganya
untuk bekerja sebagai buruh di desa, sudah ia pikirkan sebelum-
nya. Ia tahu bahwa setiap pekerjaan itu mengandung risiko yang
akan dipikulnya. Namun, sebagai manusia yang merasa diri se-
bagai orang yang hidupnya kangelan (susah atau sulit), ia harus
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Walaupun Ali pernah mengatakan kapok dengan usaha
berdagang, sebagaimana sudah dikemukakannya di atas, karena
terdesak oleh kebutuhan dan harapan yang lebih baik, ia juga
suatu saat nanti akan mencoba lagi berusaha dengan berdagang
cilok.73 Alasan yang dikemukakan Ali tentang keinginan berda-
gang cilok ini tergambar dalam ungkapannya sebagai berikut:

73 Cilok. Sejenis makanan yang terbuat dari aci yang diberi bumbu penyedap, berben
tuk bulat-bulat mirip kelereng.
98 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya dulu pernah dagang cilok, setahun sekali. Modal


nya saya juga agak kesulitan. Modal pertama cukup lengkap
jika disediakan dana sekitar 50.000. Itu sudah termasuk per
alatannya dan bahan cilok-nya. Caranya dipikul atau pakai
sepeda keliling kampung. Kalau ada sejumlah anak kecil atau
sekerumunan orang, saya berhenti di situ sambil menawar
kan dagangan cilok saya. Alhamdulillah ada yang beli. Tapi ya
mohon maaf saja, sekarang menjelang panen, jadi semua pe
kerjaan khusus untuk mbawon. Nanti habis panen, kalau ada
waktu senggang, jika tidak ada yang nyuruh kerja sebagai bu
ruh, saya akan dagang cilok lagi.74

Rebutan, pintar-pintar, dan adu cepat, adalah ciri usaha zaman


sekarang
Ali mempunyai harapan besar akan adanya perubahan pada masa
yang akan datang. Oleh karena itu, ia berusaha untuk mencari ber-
bagai jenis penghidupan yang sesuai dengan keinginannya yakni
jenis pekerjaan yang memiliki sifat antara lain: berisiko kecil, ber-
modal kecil sesuai dengan kemampuannya, jenis pekerjaan yang
lebih pasti hasilnya, dan jenis pekerjaan yang menjanjikan keber-
lanjutan, baik dilihat dari sisi jenis pekerjaannya maupun dari sisi
penghasilannya. Untuk menggapai angan-angan itu, ia terus ber-
pikir bagaimana cara meraihnya. Artinya, motivasinya adalah an-
gan-angan dan harapannya bisa mendapatkan penghidupan yang
lebih baik di masa yang akan datang, terutama dari sektor buruh
tani dan pekerjaan serabutan lainnya yang ada di pedesaan. Ya,
sekarang memang yang lebih cepat dan pinter mencari penghasi-
lan, itu yang dapat. Yang gak pinter dan kalah cepat, gak kebagian
apa-apa. Pokoknya tampak seperti rebutan, gitu,75 Ali memberi-
kan semacam simpulan dari kondisi usaha pada zaman sekarang
sesuai dengan apa yang dia alami dan rasakannya.

74 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
75 Hasil wawancara dengan Informan kunci, Ali Subhan, pada 2 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 99

D. Pengalaman Gagal Sepanjang Hidup


Pada saat muda, Sahal dikenal sebagai tukang bengkel sepeda
di kampungnya. Ia asli penduduk kampung dan desa ini, yak-
ni kampung Tugusari, desa Sukamukti, kecamatan Pamarican.
Penulis pun lahir dan dibesarkan hingga remaja di kampung ini,
sehingga penulis mengenal Sahal ini sejak masih belum seko-
lah. Selain membengkel, Sahal juga dikenal sebagai calo tanah,
yakni orang yang biasa membantu mereka yang akan membeli
dan atau menjual tanah di desa ini. Ia mendapatkan imbalan se-
jumlah uang, baik dari yang menjual tanah maupun dari yang
membelinya. Atau bisa juga dia hanya mendapatkan imbalan dari
selisih harga tanah yang diperjanjikan sebelumnya oleh sang pe-
milik tanah. Maksudnya, sang pemilik tanah yang akan menjual
tanahnya meminta bantuan ke Sahal ini dengan mematok harga
terendah yang ditawarkannya. Lalu Sahal menawarkan tanah tadi
dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh
pemiliknya. Selisih dari harga tersebut, jika tanah berhasil terjual,
maka menjadi hak Sahal, berapapun besar atau kecilnya selisih
harga dimaksud.
Profesi sebagai tukang bengkel dan sebagai calo tanah ini su-
dah Sahal jalani sejak muda hingga usianya menjelang 70 tahun
sekarang. Namun, seiring dengan perkembangan usianya yang
sudah tidak muda lagi, kegesitan dalam membengkel dan men-
jadi calo tanah pun, tidak laris seperti pada masa muda dulu.
Pekerjaan lain atau penghidupan yang lain selain kedua pro-
fesi di atas, hampir tidak pernah dilakukan lagi oleh Sahal. Wak-
tu masih muda dulu, seperti penduduk maskin pedesaan pada
umumnya, hampir selalu bekerja sebagai buruh tani serabutan.
Sahal pun pernah menjalani kehidupan seperti itu pada masa
lalu, ketika tenaganya masih kuat. Sekarang, sudah hampir 20
tahun yang lalu, semua pekerjaan sebagai buruh tani serabutan,
100 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

ia tinggalkan. Ia lebih memilih bekerja sebagai calo dan bengkel


sepeda.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama ini, perkem-
bangan penghidupan Sahal ini praktis tidak berubah. Anak-anak
yang jumlahnya 5 orang pun tidak ada yang sekolah lagi setelah
tamat SD. Hanya anak yang bungsu saja yang sekolahnya sam-
pai ke tingkat SMP. Itu pun karena adanya program pendidikan
dasar 9 tahun.
Penghasilannya sebagai tukang bengkel sepeda ini dirasakan
Sahal amat kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ke-
luarganya. Yang datang memperbaiki sepeda ke bengkelnya ti-
dak banyak. Paling mereka hanya datang untuk menambal ban
sepedanya yang bocor. Jarang yang datang dengan sengaja mem-
perbaiki kerusakan lainnya.
Peralatan bengkel sepeda milik Sahal juga sangat sederhana.
Tampak hanya terdiri atas beberapa kunci pas dan alat tambal
ban sepeda yang sederhana. Tidak ada peralatan perbengkelan
lain layaknya bengkel-bengkel sepeda zaman sekarang, yang
biasanya dilengkapi dengan penyediaan suku cadang sepeda.
Menurut pengamatan penulis, dalam sehari, bengkel Sahal
ini hanya dikunjungi oleh beberapa anak tetangganya saja. Anak-
anak yang agak jauh tidak ada yang datang ke sini, bahkan untuk
menambal ban sepeda sekalipun. Dan, ternyata, di kampung se-
belah, yang jaraknya sekitar 300 500 meter dari rumah Sahal,
ada bengkel sepeda yang peralatannya lebih lengkap. Di bengkel
ini sudah tersedia peralatan las karbit untuk mendukung prak-
tik bengkel sepeda ini. Montir pada bengkel yang baru ini masih
muda.
Dilihat secara ekonomi, sosok Sahal juga termasuk kategori
miskin menurut ukuran pemerintah. Lingkungan sekitar pun
menganggapnya demikian. Hal ini terbukti bahwa Sahal adalah
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 101

penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah pada


tahun yang lalu. Tahun ini ia tidak mendapat bantuan apapun
dari pemerintah. Hidupnya banyak mengandalkan istrinya yang
relatif masih kuat bekerja sebagai buruh tani.
Ketika penulis secara khusus datang ke rumahnya, Sahal pun
menerima penulis dengan baik. Selanjutnya kami terlibat dalam
obrolan santai dan terbuka. Penulis banyak bertanya kepada S ahal
seputar penghidupannya selama ini, tentang pengalamannya
berusaha dan mencari pekerjaan untuk menopang kehidupannya
sehari-hari. Pandangan-pandangannya tentang diri, tentang orang
lain, tentang kebutuhannya, tentang perilakunya atau tindakan-
nya dalam berusaha, termasuk masalah-masalah pekerjaannya
selama ini, semuanya penulis tanyakan. Pada bagian berikutnya,
penulis kemukakan hasil obrolan santai dengan Sahal.

Miskin berarti ora nduwe (tidak punya), tidak berhasil


Mas (Sahal menyebut penulis dengan Mas), saya merasa jadi
wong ora duwe (orang gak punya), sudah tua. Saya sudah tidak
bisa ikut bekerja seperti dulu, ibaratnya mah tinggal nunggu
waktu,76 kata Sahal membuka pembicaraan. Kalau dulu, masih
muda, saya sudah bisa memperbaiki sepeda. Nambal ban sepeda
juga lumayan, untuk nambah-nambah biaya sehari-hari dan
biaya sekolah anak-anak, katanya lagi. Tapi sekarang, ia sudah
tua, tenaganya sudah tidak sekuat dulu. Putu (cucu) saya sudah
12 orang, dan anak saya ada lima, yang empat sudah berkeluarga,
sedangkan bungsunya masih sekolah di kelas 3 SMP. Gak tahu
nanti, apakah bisa lanjut sekolah apa tidak, lanjutannya lagi.
Satu lagi ungkapan yang menggambarkan makna miskin
sesuai dengan perasaan Sahal, katanya, Saya mah sudah ke

76 Hasil observasi dan wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2013
102 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

mana-mana, sudah pengalamanlah ibaratnya. Pekerjaan pun


saya dulu banyak, ya buruh, berdagang sepeda, menjualkan ta-
nah, bahkan pernah merantau ke Sumatera. Tapi, ya tidak ber-
hasil. Saya sekarang ibaratnya tinggal menunggu. Mau apa lagi,
Tenaganya sudah repot.77

Makna diri terkait penghidupan: gumun, mengelus dada


Ketika penulis bertanya tentang pandangan Sahal mengenai
dirinya dan orang lain, terutama terkait dengan penghidupan diri
dan mereka, Sahal mengatakannya dengan bercerita sebagai
berikut:78

Wah, aku sudah tua. KTP saja sudah selama hidup. Su


dah banyak pengalaman, paham akan perilaku banyak orang
di sekeliling saya, yang di desa, yang di RT, atau yang tidak
kerja di pemerintahan, semuanya saya paham. Intinya, mereka
banyak yang gak bener, namun ada juga yang bener. Meskipun
orang-orang desa banyak yang bener, tapi kalau ada satu atau
dua orang yang gak bener, semuanya jadi gak bener.
Sekarang, meskipun orang bener, tapi kalau kecampur
sama orang yang gak bener, ya, akhirnya ikutan gak bener.
Contohnya di desa itu. Malahan sekarang, banyak orang usa
hanya pada gak bener. Merebut lahan orang lain.
Ibaratnya, orang menanam padi, dirusak sendiri, maka
gak bisa panen. Itu sama dengan ibadah. Sudah berbuat baik,
shalat, itu sama dengan menanam bekal untuk akhirat nanti,
tapi karena dirusak sendiri, maka gak bakalan panen nantinya.
Contohnya, ketika saya mendapat bantuan uang gempa
karena rumah saya yang rusak. Seharusnya saya mendapatkan
bantuan utuh 10 juta. Sampai rumah, ditagih tuh oleh panitia,
dengan berbagai alasan seperti untuk biaya pengurusan, biaya
administrasi, biaya laporan, dan lain-lain. Bersih saya terima

77 Hasil observasi dan wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015,
dan observasi langsung pada kurun waktu 2013
78 Hasil wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 103

uang itu hanya 6 juta lebih 300. Saya gak tahu uang itu ke mana
lebihnya. Pokonya, pada gak bener lah para pengurus itu.
Contoh lagi. Saya dengar, katanya di desa ini ada sapi
bantuan, ada domba bantuan, ada bebek bantuan, tapi saya
belum pernah dapat. Saya hanya pernah dapat BLT dulu, seka
li, sekarang gak lagi. Gak tahu kenapa, padahal saya kan orang
gak punya.
Ibarat tembung zaman akhir, orang yang bener hanya
bisa mengelus dada, gumun (heran). Usahanya juga pada
rebutan. Lahan orang lain diambil, direbut. Tak pikir-pikir, aku
sudah tua, bisanya hanya gumum (heran) dan mengelus dada
(merasa sedih tapi gak bisa berbuat apa-apa).

Inti dari ungkapan-ungkapan yang dikemukakan Sahal


seperti di atas pada hakikatnya merupakan suatu cetusan suara
hati yang mengekspresikan kekecewaan hidup saat ini. Ia merasa
dikecewakan oleh orang-orang di sekitarnya, terutama mereka
yang bekerja di kantor desa (kelurahan). Ia juga menyebutkan
bahwa usaha pada zaman sekarang itu tidak benar, orang suka
merebut lahan orang lain. Misalnya, pernah suatu ketika dia
sedang menjadi calo untuk menjualkan sebidang tanah sawah
kepada siapapun yang bersedia membeli tanah tersebut dengan
harga yang sudah dipatok oleh pemiliknya. Sahal sudah mempu-
nyai calon pembeli, tinggal masalah harga yang hampir jadi. Na-
mun, tiba-tiba sawah tadi ada yang membayarnya sebelum Sahal
menjadikannya. Ia merasa direbut lahan usahanya menjadi calo
tanah. Sahal pun kecewa.
Dari pekerjaannya sebagai tukang bengkel sepeda, misalnya,
ia merasa sudah tua, tenaganya juga sudah tidak sekuat dulu, juga
tidak ada modal untuk melengkapi peralata perbengkelannya,
malah di dekat situ berdiri bengkel sepeda dengan peralatan yang
lengkap. Sahal pun kecewa. Dia merasa tidak lagi bisa mengikuti
perkembangan zaman.
104 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Kekecewaan demi kekecewaan Sahal rasakan, yang pada


saat seperti sekarang, ketika usianya sudah tua, tenaganya pun
sudah tidak sekuat dulu, usahanya membuka bengkel sepeda juga
kurang laku, maka kekecewaanlah yang mengemuka. Dan, atas
kekecewaan, rasa sedih, prihatin, marah, dan perasaan lain yang
menyelimuti pikirannya, dia hanya bisa gumun dan mengelus
dada.79

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya


Hidup dan bekerja dengan kondisi seperti Sahal, yang sudah ti-
dak produktif lagi mengingat usianya yang sudah uzur, memang
membuat siapa pun yang melihatnya bisa berempati terhadap-
nya. Pada usianya yang sudah tua seperti ini, seharusnya dia ting-
gal menikmati hasil usahanya dan jerih payahnya ketika muda
dulu, tetapi sekarang dia masih juga melakukan pekerjaan yang
sepantasnya dilakukan oleh orang-orang dengan usia produktif.
Hal ini disebabkan oleh tidak berhasilnya dia dalam memper-
siapkan masa tuanya jauh-jauh hari dulu ketika dia masih muda.
Bukan karena tidak berupaya pada saat muda dulu, akan
tetapi nasib-lah yang menjadikan kondisi Sahal seperti ini.
Orang yang tergolong miskin kata orang-orang, dan orang tidak
punya, seperti diakuinya sendiri pada saat penulis berkunjung ke
rumahnya.
Sekecil apapun penghasilannya sebagai bengkel sepeda
dengan peralatan yang sederhana, Sahal tetap harus bekerja

dan tetap berharap terus mendapatkan rezeki dari usahanya itu.


Soal cukup atau tidak penghasilan dari membengkel ini, Sahal
mengatakannya dengan ungkapan: ya dicukup-cukupkan saja
untuk makan sehari-hari, sederhana.80

79 Hasil wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015


80 Hasil wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 105

Dengan melihat kondisi Sahal yang seperti itu, sebenarnya


yang sangat dibutuhkannya pada saat sekarang adalah bantuan
dari berbagai pihak. Dari anak-anaknya yang sudah bekerja, dari
orang lain yang memberinya pekerjaan, dan dari pemerintah.
Ketika mendapatkan BLT dari pemerintah tahun lalu, dia sangat
berterima kasih. Namun, dia juga tidak tahu mengapa tahun ini ti-
dak mendapatkannya lagi. Dia pun berharap agar pada tahun yang
akan datang, dia bisa mendapatkan lagi BLT. Meskipun hanya 100
ribu, ia senang, bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Sahal pun berpesan, jika dia diusulkan untuk mendapatkan
BLT lagi, dia usul agar diserahkan langsung saja kepada yang
berhak. Jangan sampai ada penduduk yang punya motor, punya
sawah, dikasih BLT. Sedangkan penduduk yang tidak punya apa-
apa, tidak dikasih.

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan
Pengalaman Sahal dalam mencari penghidupan, sudah banyak
dilakukan, terutama pada saat masih muda dulu. Ia pernah
berdagang sepeda. Ia juga pernah merantau ke Sumatra, ke Ja-
karta. Setelah berumah tangga, ia tinggal di kampung ini, Tugu-
sari, Sukamukti.
Sahal pun pernah mencoba berbagai jenis usaha yang lain
yang biasa dilakukan oleh para penduduk desa. Bertani, buruh
tani, menggarap sawah milik orang lain, memelihara domba,
dan memelihara ayam. Namun, dari semua jenis pekerjaan itu,
semuanya tidak ada yang berhasil, bahkan tidak lama usianya.
Sahal lebih tertarik dengan usaha sebagai calo tanah dan mem-
perbaiki sepeda milik tetangganya yang rusak.
Pak Sahal tidak ingin mencari usaha yang lainnya, seperti
misalnya memelihara ayam, memelihara bibit ikan gurame,
106 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

membuat sale, seperti beberapa tetangga di sini? tanya penulis


kepada Sahal. Ia pun menjawabnya dengan ungkapan sebagai
berikut:

Kalau dulu sih iya, saya suka mencari berbagai cabang


usaha seperti dagang sepeda, dagang apa sajalah yang laku
dan saya bisa. Saya juga dulu pernah bekerja sebagai buruh
tani, mbawon, membantu menjualkan tanah punya tetangga,
atau mencarikan tanah bagi siapa saja yang membutuhkan ta
nah. Pokoknya banyaklah yang bisa saya lakukan. Tapi seka
rang saya sudah tua, tenaganya tidak sekuat dulu. Harapan sa
ya sudah gak jauh-jauh. Ibaratnya, saya ini tinggal menunggu
waktu.81

Perkataan tinggal menunggu yang disampaikan Sahal


kepada penulis tidak eksplisit maksudnya, tetapi penulis tidak
mengejarnya dengan menyuruh Sahal untuk menjelaskan lebih
jauh arti pernyataan itu. Namun demikian, interpretasi penu-
lis tentang perkataan tersebut bisa bermacam-macam. Bisa jadi
maknanya adalah menunggu hari tua, menunggu bantuan datang,
menunggu umur yang mungkin tidak lama lagi (wallahu alam),
atau mungkin saja menunggu rumah sambil mengasuh atau
mengemong cucunya yang sudah banyak. Pengertian menung-
gu juga bisa dimaksudkan sebagai menunggu waktu yang tidak
jelas karena sang penunggu sudah tidak memiliki harapan dan
keinginan yang dikejarnya.
Konteks menunggu di sini menurut interpretasi penulis
adalah menunggu waktu sambil bekerja seperti yang selama ini
Sahal lakukan. Menunggu waktu shalat, menunggu cucu datang
mengirim makanan, menunggu anak-anak yang datang me-
nambalkan ban sepedanya yang bocor, atau menunggu sesuatu

81 Hasil wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 107

yang sebenarnya tidak ada. Di sinilah konsepsi menunggu yang


bisa diinterpretasikan secara multiaspek, multidimensional, atau
multitafsir. Perilaku diam juga bisa diartikan sebagai menung-
gu, manakala yang menunggunya tadi adalah orang yang sudah
tua, yang memiliki usia di atas 70 tahun.

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi spesifik


terkait penghidupannya
Dalam usianya yang sudah tua ini, Sahal tampaknya sudah su-
meleh. Artinya sudah bisa menerima keadaannya, sudah mampu
menempatkan pikiran-pikirannya dalam pergaulan sesamanya,
dan tidak neko-neko, tidak banyak tuntutan. Hal ini sesuai dengan
apa yang pernah diucapkannya seperti, Saya merasa jadi wong
ora duwe (orang gak punya), sudah tua. Saya sudah tidak bisa
ikut bekerja seperti dulu, ibaratnya mah tinggal nunggu waktu.82
Sebuah ungkapan kejujuran dari seorang yang tidak lagi dibebani
oleh perilaku perjuangan hidup dan lika-liku penghidupan yang
bersifat duniawi. Dan ungkapan itu pula yang memberi alasan
bagi Sahal dalam usianya yang sekarang untuk menunggu waktu
sambil beribadah secara benar.

E. Harapan yang Tidak Tergapai


Paino bekerja sebagai penarik becak. Orang di kampungnya me-
nyebutnya sebagai tukang becak. Ia adalah penduduk asli desa
ini. Orangtuanya petani. Paino bekerja sebagai penarik becak
sudah cukup lama, tepatnya sejak ia menikah dan berkeluarga
sekitar 25 tahun yang lalu. Usia dia sekarang 49 tahun. Peker-
jaan ini hampir tidak pernah berubah. Kalaupun ia mengerjakan
pekerjaan yang lain, itu hanya sebagai sambilan saja. Jadi yang

82 Hasil wawancara dengan Sahal, informan kunci, pada 4 Maret 2015


108 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

utama adalah bekerja sebagai penarik becak. Wilayah operasi


pekerjaannya adalah sekitar desa Sukamukti dan desa Sukajadi
yang masih satu kecamatan Pamarican.
Sebagai penarik becak, penghasilan Paino tergolong tidak
menentu, bahkan semakin menurun akhir-akhir ini. Sebabnya
adalah semakin banyaknya persaingan usaha yang menawarkan
jasa angkutan seperti ojek, baik ojek resmi maupun ojek tidak
resmi serta adanya berbagai fasilitas teknologi seperti telepon
genggam yang secara tidak langsung juga turut mempengaruhi
nya.
Paino tidak memiliki sawah atau lahan pertanian untuk
menopang penghidupannya. Ia benar-benar hanya mengan-
dalkan becak sebagai satu-satunya profesi yang hingga kini di-
jalaninya. Bahkan mungkin sampai dia tidak lagi bisa menjalan
kannya karena faktor usia.
Banyak lika-liku kehidupan dan penghidupan yang dialami
oleh Paino sepanjang hidupnya, baik yang sifatnya datang dari
dirinya maupun yang datangnya dari luar dirinya. Yang pertama
misalnya mengenai jalan hidup dan pilihan pekerjaan yang men-
jadi andalannya yakni sebagai penarik becak dengan segala suka
dan dukanya, termasuk aspek-aspek internal lainnya yang me-
nyangkut kebutuhan yang dirasakannya. Sedangkan yang kedua
antara lain adalah faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
jalan hidupnya sehingga ia menjadi seperti sekarang ini.
Sebagai penduduk yang dikategorikan miskin, Paino memi-
liki banyak sekali pengalaman yang dirasakan selama ini, teruta-
ma yang terkait dengan pilihan penghidupannya sebagai penarik
becak yang sudah lama dijalaninya. Perasaan, pengalaman,
pandangan, dan apapun yang Paino ungkapkan, akan sangat
menarik untuk disimak. Misalnya saja mengenai konsepsinya
tentang miskin dan kemiskinan, tentang pandangan Paino atas
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 109

diri dan lingkungannya, tentang pilihan penghidupannya, ten-


tang kebutuhan-kebutuhannya, tentang motivasi tindakannya,
dan sebagainya.

Miskin artinya tidak punya, bodoh, tidak berhasil, sensitif, dan ter
hina
Cerita atau lebih tepatnya uneg-uneg yang dikemukakan
Paino berikut bisa menggambarkan keadaan, perasaan, dan

pengakuannya mengenai dirinya sendiri yang tergolong tidak


punya (miskin):83

Sampai sekarang saya masih ingat. Tidak akan lupa


itu. Bahkan saking gak kuatnya perasaan saya waktu itu,
saya tempeleng orang itu karena saya sakit hati dihina di de
pan mata. Dari situ akhirnya saya memutuskan, sawah yang
hanya satu-satunya peninggalan orangtua saya, yang luasnya
hanya 65 bata (sekitar 900 m), saya jual semua untuk mem
bangun rumah. Ya rumah yang saya tempai ini. Sekarang saya
gak punya sawah lagi. Hidup saya dan usaha saya dari mbecak
ini. Pokoknya pahit rasanya hidup ini kalau ingat kejadian itu.
Tujuannya apa, saya juga gak mengerti, mengapa ada orang
yang ngomongnya seperti itu kepada saya, ngomong yang
menghina orang yang gak punya.
Sudah tahu saya ini orang yang gak punya, tapi si itu
(menyebut nama seseorang yang masih tetangganya) ngo
mong rumah saya jelek di depan mata saya. Saya tempeleng
karena saking gak tahannya.

Paino memang memiliki badan yang tegap dan kuat,


setidaknya bila dibandingkan dengan para tetangganya. Menu-
rut pengakuannya, bobot badannya saat ini 84 kg. Sejak masih
bujangan dulu, bobot badannya juga termasuk berat dan be-

83 Hasil observasi dan wawancara dengan Paino pada 4 Maret, 2012, dan observasi
langsung pada kurun waktu 2014-2015
110 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sar. Maka dari itu dia berani bereaksi secara fisik dengan cara
menempeleng orang yang dianggap menghinanya.
Dari ungkapan-ungkapan yang disampaikan di atas, Paino
secara tidak langsung menganggap dirinya sebagai orang yang
tidak punya. Tak sepatah katapun istilah miskin yang keluar
dari pengakuannya. Ia lebih langsung mengemukakan bahwa
ia adalah orang yang gak punya, wong ora duwe dalam bahasa
aslinya, Jawa. Usaha dari dulu, dari pagi sampai pagi lagi ibarat-
nya, tapi begini-begini saja, tidak berhasil,84 kata Paino pada
suatu saat.
Sebagai orang yang tidak punya, Paino merasa diri biasa saja
dalam menjalani kehidupannya. Usahanya pun sebagai penarik
becak dilakoninya dengan wajar. Sementara itu dalam kehidupan
sehari-harinya pun tampak rukun dengan para tetangganya. Na-
mun, ketika ada salah seorang tetangganya mengatainya dengan
istilah miskin, ia amat tersinggung.
Interpretasi penulis tentang paparan yang dikemukakan
Paino adalah bahwa kemiskinan, atau miskin itu identik d engan
orang yang tidak punya, orang yang tidak berhasil dalam usa-
hanya, dan orang yang terhina. Penyebutan ini sifatnya hanya
sebuah label atau kategorisasi untuk memudahkan pemosisian
status sosial seseorang di masyarakat. Akan tetapi, penyebutan
seperti itu bukan untuk secara langsung ditujukan kepada yang
bersangkutan dengan tujuan menyinggung perasaannya. Penu-
lis menafsirkan karakter Paino sebagai orang tidak punya yang
merasa terhina dengan keadaannya dan oleh karenanya menjadi
sangat sensitif terhadap orang lain yang menyinggung-nying-
gung keadaannya.

84 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret, 2012


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 111

Makna diri terkait penghidupannya: Merasa diri bodoh, tidak ber-


hasil, takdir, pasrah, dan terhina
Cerita yang dikemukakan Paino berikut juga bisa menggambar-
kan perasaan dan jati dirinya sebagai orang yang tidak punya,
terutama jika dikaitkan dengan pekerjaannya sehari-hari. Penulis
tidak berusaha untuk mengubah kalimat atau kata-kata pokok
yang dikemukakan oleh Paino. Hal ini supaya makna di balik
cerita yang dipaparkannya, bisa ditangkap secara utuh dan asli
dari perasaannya yang paling dalam:85

Aku sih, merasa wong bodo (orang bodoh, tidak berpen


didikan, tidak pinter), ya menerima saja apa yang harus dilaku
kan. Tidak perlu neko-neko (banyak tuntutan). Tapi terkadang-
terkadang saya juga berpikir, apa sudah menjadi takdir saya ti
dak bisa jadi orang kaya, atau bagaimana. Usaha dari dulu, dari
pagi sampai pagi lagi ibaratnya, tapi begini-begini saja, tidak
berhasil. Akhirnya, setelah saya renungi, mungkin inilah nasib
dan takdir saya seperti ini. Dari pikiran-pikiran seperti itu, saya
menjadi lemah sendiri, jadi gak punya semangat untuk men
cari sesuatu yang baru, jenis usaha baru yang lain. Akhirnya,
mbecak saja dijalani hingga sekarang.
Ya, terkadang saya juga berpikir, apa sudah jadi takdir
saya jadi orang gak punya. Tapi setelah dipikir-pikir, saya hanya
bisa bersyukur bahwa saya masih diberi kesehatan, masih bisa
bekerja dan berusaha. Ada saudara saya yang kaya, saya juga
senang dan bersyukur. Bahkan ada orang lain yang kaya, saya
juga bersyukur, setidaknya saya masih bisa makan dan beker
ja. Gitu saja.

Ada perasaan pasrah dalam diri Paino saat merenungi per-


jalanan kehidupannya dan variasi penghidupannya selama ini.
Kepasrahan itu tampak dalam paparan ceritanya di atas yang
menggambarkan nasibnya selama ini. Dengan membandingkan

85 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2012


112 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

saudaranya yang dianggapnya berhasil jadi orang kaya, juga ba


nyak orang lain yang dianggapnya berhasil dalam penghidupan-
nya, ia merasa lemah dan kehilangan semangat dalam berusaha
dan mencari penghidupan lainnya. Dari perasaan-perasaan
seperti itu, akhirnya, setelah direnunginya, ia memutuskan men-
jadi penarik becak saja. Ya sudah, yang penting masih diberi ke-
sehatan, dan masih bisa makan hingga saat ini, biar hanya sebagai
penarik becak juga,86 katanya.
Ketika penulis bertanya lebih jauh mengenai perasaannya
sebagai penarik becak, utamanya dilihat dari penghasilannya
yang hanya bisa untuk makan sehari-hari, Paino pun menjawab-
nya dengan tegas, sebagai berikut:

Saya sih merasa lebih nyaman dan menyenangkan usaha


dengan ngebecak. Soalnya tidak ada saingan, paling ada satu
orang, itu pun suka tidak bareng waktunya. Becak mah ada
yang naik syukur, kalau gak ada ya sabar saja, nasib. Nama
nya juga cari rezeki, usaha, ya harus sabar. Jalani saja dengan
senang. Kalau becak yang lain, atau ojek, datangnya pagi hari,
terkadang saya datangnya siang hari saja, menunggu orang-
orang yang pulang dari pasar atau dari pulang bepergian.
Yang penting jangan menyalahkan penumpang. Mere
ka mau naik becak atau ojek atau bahkan mau jalan kaki, si
lakan saja. Penumpang kan punya pilihan sendiri-sendiri. Soal
bayaran, yang penting sama-sama ikhlas, sama manfaatnya.
Perasaan saya, terkadang ya sedih, lihat orang-orang
pada milih ojek sebagai tumpangannya. Terkadang juga se
dih melihat orang yang memilih jalan kaki menuju rumahnya
ketimbang naik becak. Saya cuma bisa melihat saja sambil
merasa sedih.
Pendapat saya, orang yang mau naik becak atau ojek,
sudah direncanakan sejak dari rumah. Jadi tidak perlu dirisau
kan. Itu hak mereka untuk memilih. Rezeki mah tidak akan ke
mana.

86 Hasil wawancara dengan Paino pada Maret, 2012


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 113

Saya ngebecak mah tidak pernah protes minta tambahan


ongkos. Dikasih kecil saya terima, dikasih besar ya syukur. Ter
kadang ada juga orang dari kota yang ngasih ongkos 50.000
sekali jalan, saya senang. Tapi terkadang ada juga yang ngasih
sedikit, ya gak apa-apa, mungkin uangnya lagi gak ada, pikir
saya. Bahkan ada juga orang yang jalan kaki untuk pulang ke
rumah, juga saya biarkan saja, saya gak apa-apa. Mungkin
mereka lagi gak punya uang untuk bayar becak. Pokoknya
saya jalani mbecak ini dengan santai. Namanya juga usaha.
Rezeki kan gak ke mana.

Dengan meresapi apa yang dirasakan, dialami, dijalani, dan


diungkapkan Paino ketika ngobrol santai dengan penulis, bisa
diambil sarinya bahwa pada dasarnya pandangan-pandangan
Paino atas dirinya, tentang hakikat dirinya, dalam kedudukannya
sebagai penduduk miskin yang bekerja sebagai penarik becak, yang
penghasilannya hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan se-
hari-hari, ada nuansa kepasrahan, n uansa p
engakuannya sebagai
orang yang bodoh karena merasa diri tidak berpendidikan, ada
nuansa menerima keadaan sebagai orang yang tidak punya, dan
ada semacam kesimpulan atas dirinya s ebagai suatu takdir, dan
oleh karenanya ia tidak memiliki semangat untuk mencari dan
mencari terus kemungkinan bentuk-bentuk penghidupan yang
lainnya. Ia merasa cukup dengan menarik becak sebagai pilihan
penghidupannya.

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: yang penting sehat


Ketika penulis menanyakan masalah kebutuhannya yang uta-
ma dalam menjalani profesinya dan penghidupannya selama
ini, yakni sebagai penarik becak, Paino pun bercerita, yang
ungkapan-ungkapannya sebagai berikut:
114 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Mas Haji (Paino menyebut penulis demikian), yang


enting, asal saya diberi waras dan sehat, saya masih bisa
p
usaha cari makan. Itu yang penting. Harapan terlalu jauh, saya
gak punya pikiran ke arah itu. Dapat berapa saja, besar atau
kecil, disyukuri saja. Jadi hidup saya adem-ayem (nyaman dan
tenteram). Itu yang ada di pikiran saya saat ini.87

Sangat jelas dan tegas tentang sikap Paino tentang apa yang
dibutuhkannya saat ini berkaitan dengan proses perjalanan
penghidupannya sebagai penarik becak. Ia tidak mempunyai
pikiran dan harapan yang terlalu jauh, yang dalam pikirannya ti-
dak mungkin bisa menggapainya. Yang ada dalam perasaannya
saat ini adalah hidup tenang, nyaman, dan tentram.
Soal penghasilannya sebagai penarik becak, dia tidak terlalu
mempermasalahkannya. Dapat besar dia senang, dapat sedikit
juga harus diterima dan disyukuri. Yang penting dalam men-
jalani hidup dan penghidupannya, dia diberi kesehatan saja su-
dah cukup, supaya bisa bekerja mencari makan.

Bantuan tak sesuai kebutuhan


Terkait dengan ungkapan-ungkapan Paino yang nampak pas-
rah, menerima keadaan, dan seolah kehilangan semangat hidup
dalam berusaha, penulis memancingnya dengan menanyakan
soal berbagai program dari pemerintah yang tujuannya mem-
berikan bantuan kepada masyarakat bawah, bagaimana pan-
dangan Paino tentang semua itu, berikut paparannya:88

Menurut pendapat saya, pemerintah pusat itu punya tu


juan bagus terhadap rakyat kecil seperti saya. Uang ataupun
bantuan seperti itu, saya yakin tidak perlu dikembalikan ke

87 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret,2015


88 Hasil observasi dan wawancara dengan Paino pada 4 Maret, 2012, dan observasi
langsung pada kurun waktu 2014-2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 115

pemerintah, sebab tujuannya juga untuk membantu rakyat.


Bantuan-bantuan program tadi sifatnya di masyarakat harus
dikembangkan, bukan dikembalikan. Tapi kenyataannya, ti
dak seperti itu. Buktinya, PNPM Mandiri yang dananya digu
nakan untuk membangun jalan, kan tidak harus dikembalikan
ke pemerintah. Pemerintah itu ngasih kepada rakyat. Tapi
program-program yang lainnya seperti sapi dan domba, masa
harus dikembalikan.
Sekarang kan ada misalnya bantuan heler (mesin peng
gilingan padi), manfaatnya kan gak jelas. Hanya untuk sendiri.
Juga ada bantuan traktor pembajak sawah dari pemerintah
untuk rakyat (melalui kelompok tani), tapi kenyataannya gak
jelas, di mana dan siapa yang memegangnya.

Tertarik dengan ungkapan-ungkapan Paino di atas, penulis


mencoba menanyakan kepadanya, apakah ia juga menerima ban-
tuan-bantuan seperti itu. Jawaban Paino seperti berikut:89
Iya, pernah. Saya pernah dapat bantuan uang 350.000,
untuk membeli bebek. Tapi karena orang lain juga tidak me
manfaatkan uang tersebut untuk kepentingan memelihara be
bek, maka bebek saya, saya jual. Saya lebih butuh untuk keper
luan yang lain daripada untuk memelihara bebek.
Saya juga mendapatkan bantuan uang gempa. Rumah
saya termasuk rusak sedang dan mendapat bantuan 10 juta.
Tapi kenyataannya, ada pungutan itu ini yang akhirnya keteri
ma saya hanya sebesar 6 juta lebih. Ya itu, katanya untuk uang
laporan, uang jalan, uang pengurusan, uang utak-utak, dan
lain-lain. Gak ngerti aku. Yang jelas keterima oleh saya tinggal
6 juta lebih sedikit. Orang lain yang mendapat bantuan gempa
juga tidak utuh diterimanya.
Padahal, saya tahu persis, peraturannya, waktu ikut
rapat di kecamatan, siapapun yang menerima uang nantinya,
harus ada kuitansinya. Uang bantuan gempa ini sama sekali
tidak ada potongan. Harus utuh. Tapi kenyataannya, setelah
uang turun, banyak sekali potongan. Alasannya macam-ma
camlah. Seperti untuk pengurusan, laporan, perjalanan.
89 Hasil wawancara dengan Paino pada hari Tanggal 4 Maret, 2015
116 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Dan yang aneh lagi, katanya, rumah ini bisa mendapat


kan bantuan gempa karena kami laporkan dan uruskan. Jika
tidak kami uruskan, tidak mendapat apa-apa. Padahal, para
pegawai desa kan tugasnya memang mengurus rakyatnya,
membantu rakyatnya. Itu kewajibannnya mereka. Mereka kan
sudah dibayar, sudah digaji untuk mengurusi rakyatnya.

Penulis semakin tertarik dengan cerita Paino ini, kemudian


mengajukan pertanyaan seputar kerusakan rumah akibat gempa,
dengan pertanyaan: Oh, di sini banyak juga ya yang rumahnya
rusak? Paino pun melanjutkan ceritanya, sebagai berikut:90

Ya banyak, ada yang parah, rata dengan tanah, ambruk,


tapi banyak yang hanya rusak ringan. Yang aneh, rumah ke
napa-kenapa juga enggak, tapi dapat bantuan uang gempa.
Rumah si Anu (ia menyebut nama tetangganya), contohnya,
rusak juga enggak, hanya jatuh gentingnya beberapa, eh
dapat bantuan 10 juta. Pokoknya di sini mah parah. RT-nya
yang rumahnya gak rusak juga dapat bantuan 10 juta.
Kalau menurut pendapat saya, rumah yang ambruk se
perti rumahnya Sutar itu memang harus dapat bantuan, bah
kan harus termasuk rusak berat, 15 juta. Ini rumah gak-apa-apa
kok dilaporkan rusak supaya dapat bantuan.
Saya sih sebenarnya enggak pernah minta bantuan ke
pada pemerintah tentang rumah saya yang rusak. Wong rusak
sendiri kena gempa kok. Tapi aku hanya melaporkan bahwa
rumah saya itu rusak terkena gempa pada waktu itu. Soal di
beri bantuan atau tidak, itu saya gak tahu, terserah pemerin
tah.

Oh, begitu ya, penulis menggumam dan mengiyakan apa-


pun yang diceritakan Paino tentang bantuan-bantuan tersebut.
Paino pun melanjutkan ceritanya lebih jauh, bahkan tentang
pendapatnya mengenai apa yang terjadi di desa terkait dengan

90 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret, 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 117

bantuan gempa dan bantuan-bantuan lainnya dari pemerintah.


Berikut pandangannya:

Huh, Mas haji, di bawah mah lebih parah dibandingkan


yang di atas. Itu, salah seorang kiyai (Paino menyebut nama
kiyai dimaksud yang masih satu kampung dengannya), yang
suka ngaji, sampai rela melaporkan istrinya sebagai janda, su
paya dapat bantuan BLT, apa gak aneh kaya gitu,91 kata Paino
lagi.

Penulis semakin tertarik saja dengan apa yang dipaparkan


Paino ini. Kemudian penulis menanyakan apakah Paino ma-
suk sebagai anggota kelompok tani yang mendapatkan berbagai
fasilitas bantuan dari pemerintah, dan bagaimana pandangannya
tentang itu. Jawaban Paino adalah sebagai berikut:92

Iya, saya ikut dan menjadi anggota kelompok tani. Di ke


lompok ini, semua anggota ditawari jalan usaha. Bagaimana
mintanya saja. Ada yang minta dibelikan domba, ada yang
minta bebek, ada yang minta sapi. Semua anggota diberi oleh
pemerintah pada waktu itu. Saya juga ngerti bahwa bantuan
dari pemerintah itu sifatnya bantuan, yang tidak perlu dikem
balikan ke pemerintah lagi.
Yang memilih usaha domba, dikasih domba betina, nanti
kalau sudah beranak, anaknya silahkan diambil untuk yang
memelihara, sedangkan induknya diambil lagi oleh pemerin
tah untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.
Tapi, akhirnya, saya juga gak tahu itu. Masa pemerintah sudah
memberi diambil lagi.
Saya juga dikasih uang untuk memelihara bebek, sebe
sar 350.000. Tapi karena saya lebih membutuhkan uang untuk
keperluan yang lain, akhirnya bebek saya jual. Orang lain juga
melakukan seperti itu. Mereka pada menjual ternak bantuan
pemerintah. Jadi pendapat saya, akhirnya orang-orang seka
91 Hasil observasi dan wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2012, dan observasi
langsung pada kurun waktu 2014-2015
92 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015
118 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

rang pada pintar-pintar mengakali. Program itu sekarang ka


yanya tidak ada lagi.
Yang saya amati, sekarang oleh pemerintah desa, setiap
ada orang atau warga desa yang rewel (terlalu banyak bicara,
vokal, sulit diatur), pasti gak bakalan dapat undangan untuk
musyawarah di desa mengenai perkara apa pun, termasuk
perkara bantuan-bantuan dari pemerintah tadi. Saya tahunya
dari orang yang biasa mengantar surat undangan dari desa,
terbongkarnya dari situ. Katanya, orang-orang yang suka usul,
suka protes, dan banyak bicara, gak bakalan diundang untuk
ikut rapat di desa.

Bantuan itu memberi, bukan meminjamkan


Dengan keluguannya Paino memaparkan berbagai program
bantuan dari pemerintah yang secara khusus bertujuan untuk
membangun masyarakat pedesaan, membangun fundasi eko-
nomi pedesaan berbasis kerakyatan, yang diwujudkan dalam
kelompok-kelompok tani di pedesaan, termasuk dia sendiri ikut
di dalam kelompok tani dimaksud. Apa yang terjadi? Ternyata,
seperti apa yang dipaparkan oleh Paino, hampir sama dengan
yang dikemukakan oleh informan lain dalam penelitian ini. Pro-
gram-program bantuan yang datangnya dari pemerintah, pada
dasarnya itu baik, yaitu untuk membangun raykat kecil, ben-
tuknya adalah dengan membantu mereka yang sangat membu-
tuhkan bantuan. Namun demikian, bantuan-bantuan seperti itu
menjadi tidak efektif bahkan nyaris tidak ada manfaatnya karena
ternyata di bawah tidak dijalankan dengan semestinya.
Paino berkeyakinan, bahwa setiap bantuan yang datang dari
pemerintah yang ditujukan kepada rakyat kecil, itu sudah menjadi
tanggung jawabnya. Tapi, apapun bentuk bantuannya tadi, ia yakin
tidak harus dikembalikan lagi ke pemerintah. Wong membantu
kok dikembalikan, katanya pada saat ngobrol dengan penulis
beberapa waktu yang lalu. Tapi kenyataannya, bantuan-bantuan
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 119

seperti domba dan sapi, diambil lagi oleh desa. Katanya untuk di-
berikan lagi kepada yang membutuhkan, kata Paino lagi.
Dengan keyakinan seperti itu, maka ketika Paino mendapat-
kan jatah bantuan bebek senilai 350.000 rupiah, bebek-bebek itu
ia jual. Paino merasa lebih membutuhkan uang untuk keperluan
yang lain daripada bebek. Selain alasan itu, Paino juga menge-
mukakan alasan bahwa orang lain yang mendapatkan bantuan
seperti itu juga menjualnya dengan alasan lebih membutuhkan
uang untuk keperluan lainnya.
Paino, dan mungkin juga mereka yang mendapatkan ber-
bagai bantuan dari pemerintah, berpikiran seperti itu. Bahwa
yang namanya bantuan, ya memberi, bukan meminjamkan. Dari
informasi seperti ini saja sebetulnya bisa diambil hikmah-nya
bahwa ada sesuatu yang tidak nyambung antara program-pro-
gram yang digulirkan pemerintah, biarpun program itu sifatnya
bantuan untuk rakyat miskin, yang tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mengentaskan kemiskinan, dengan kebutuhan
yang dirasakan atau diinginkan oleh masyarakat. Setidaknya,
program-program pembangunan yang dilakukan oleh pemerin-
tah, terkait dengan program pemberantasan kemiskinan, masih
memerlukan kajian yang lebih dalam lagi.
Masalah yang sebenarnya sama juga terjadi pada saat ada
bantuan dari pemerintah untuk penduduk yang rumahnya rusak
terkena gempa beberapa tahun yang lalu. Banyak perilaku tak ju-
jur dan permainan tertentu yang dilakukan oleh oknum peme
rintah di desa. Lihat saja paparan Paino di atas dan sejumlah
informan di penelitian ini yang secara hampir sama menyebut-
kan bahwa banyak terjadi penyimpangan dengan dana bantuan
tersebut. Contohnya antara lain adalah ada rumah yang tidak
rusak namun dilaporkan rusak sehingga mendapat bantuan.
Ada juga rumah yang rusaknya ringan, seperti misalnya hanya
120 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sejumlah/beberapa gentengnya jatuh, tetapi dilaporkan rusak, se-


hingga mendapatkan bantuan 10 juta. Ada lagi yang lebih lucu,
seseorang penduduk yang sedang membangun rumah, sedang
memasang bata dan sebagian batanya ada yang jatuh, lantas di
laporkan, sehingga mendapatkan bantuan 10 juta.
Berbagai bantuan yang diberikan oleh pemerintah dalam
rangka membangun desa dan memberantas kemiskinan, banyak
yang tidak ada manfaatnya bagi penduduk, bahkan kepada ke-
lompok tani yang dibantunya. Selain kelompok taninya juga
hanya bersifat bentukan sesaat, bantuan yang diberikannya
juga sebenarnya tidak diperlukan oleh kelompok tadi. Misalnya
ada kelompok usaha tani yang diberi heler (mesin penggilingan
padi), ternyata yang memanfaatkannya adalah pribadi-pribadi
(perorangan) layaknya milik sendiri. Selain itu, ada kelompok
usaha tani yang diberi bantuan berupa traktor pembajak sawah,
mungkin pikiran pemerintah menganggap mereka para petani,
jadi butuh traktor. Akibatnya, karena traktor dimaksud tidak di-
gunakan di lingkungan kelompok tani yang ada di desa. Menurut
kabar, traktor-traktor tersebut dikuasai oleh seseorang dan digu-
nakan layaknya milik sendiri.
Sepanjang pengamatan penulis, berbagai program bantuan
yang ditujukan ke wilayah ini, tidak berjalan sesuai dengan yang
seharusnya. Mereka yang memanfaatkan bantuan-bantuan di-
maksud, tidak menjalankannya sesuai dengan tujuan pemerin-
tah yang sesungguhnya, yaitu dalam rangka meningkatkan ke-
sejahteraan rakyat pedesaan, termasuk mengentaskan sebagian
besar dari mereka yang tergolong miskin.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 121

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan
Paino sebenarnya sudah pernah mencari dan mencoba berbagai
jenis pekerjaan, baik di desa maupun di kota, khususnya Jakarta.
Namun, di Jakarta dia tidak lama, mungkin merasa tidak cocok
atau ada alasan lainnya. Akhirnya ia memutuskan untuk bekerja
di kampung saja, hingga sekarang. Untuk mengetahui ungkapan-
ungkapan pencarian penghidupan yang dilakukan oleh Paino se-
lama ini berikut paparannya:93

Dulu saya pernah buruh ke Jakarta, kerja di proyek


( bangunan), tapi gak betah. Saya kembali ke kampung, buruh
juga, akhirnya mbecak. Terkadang sih suka berpikir bagaimana
nantinya. Usaha seperti ini sudah menjelang usia 50 tahun tapi
perkembangan ekonomi saya masih belum berhasil, tampak
nya saya hanya bisa pasrah. Ya, mau apa lagi, wong keadaan
nya masih seperti ini. Saya sudah gak punya keinginan seperti
orang lain yang semangat mencari cabang-cabang usaha.

Tegas sekali pandangan Paino tentang pencarian cabang-


cabang usaha yang tidak lagi dicarinya. Ia merasa diri sudah
tua, sudah menjelang 50 tahun. Ia pun sudah tidak memiliki
keinginan seperti orang lain, yang masih mempunyai semangat
untuk mencari cabang-cabang penghidupan yang lain.
Sebenarnya, sesuai dengan hasil pengamatan penulis, di sam
ping rumah Paino, terdapat satu unit becak yang tidak baru lagi,
tampak dari beberapa bagian catnya yang sudah mulai mengelu-
pas, tetapi ada juga sejumlah itik di sekitar rumahnya. Itik-itik itu
memang milik Paino, yang dipelihara secara khusus dengan tu-
juan untuk menghabiskan sisa-sisa makanan tiap harinya. Saya
sengaja memelihara beberapa entog (itik) dan bebek supaya sisa-

93 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015


122 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sisa makanan (nasi) ada yang memakannya, sayang kalau gak


dimanfaatkan,94 kata Paino dalam pertemuan dengan penulis.
Paino memang tidak lagi bersemangat seperti sewaktu muda
dulu dan seperti orang-orang lain. Ia merasa hidupnya sekarang
lebih adem-ayem, walaupun hanya bekerja sebagai penarik becak.
Asal diberi sehat dan waras, saya masih bisa usaha, dan saya mera-
sa senang, katanya lagi.95

Mencari rezeki dulu dan sekarang beda


Ada hal yang menarik dari ungkapan-ungkapan Paino terkait
dengan pengalamannya mencari rezeki pada zaman sekarang
dibandingkan dengan zaman dulu. Zaman sekarang, menurut
penuturannya, jauh lebih sulit dibandingkan dengan mencari
rezeki pada masa lalu. Kalau sekarang, tampak pada rebutan, sia-
pa yang cepat, itu yang dapat, walaupun dengan cara mengakali
orang lain. Selain itu, persaingan usaha saat ini pun semakin
ketat. Hampir semua jenis usaha, apapun itu, ada saingannya.
Mbecak dan ngojek pun ada saingannya. Berikut penuturan Paino
tentang hal ini:

Wah, jauh sekali bedanya. Kalau dulu, rezeki itu lebih


mudah didapat, sekarang sangat sulit. Mau mbecak, apalagi
ngojeg, sering makan perasaan, sering gak dapat apa-apa. Un
tuk makan juga susah. Tapi ya itu, gara-garanya sekarang ada
HP. Sepeda motor juga sekarang semakin banyak sehingga
banyak yang dijemput oleh tetangganya atau keluarganya jika
habis pulang dari bepergian.96

Paino tidak bisa menjelaskan mengapa setiap usaha ada

94 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015


95 Hasil observasi dan wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015, dan observasi
langsung pada kurun waktu 2014-2015
96 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 123

saingannya pada zaman sekarang, apalagi bicara tentang


globalisasi ekonomi yang sedang melanda dunia ini. Yang ia
rasakan dan alami sendiri bahwa setiap usaha yang dilakukan-
nya selalu ada saingannya. Pengojek, penarik becak, pedagang,
semuanya ada saingannya. Sekarang, saingan-saingan tersebut
bukan datang dari mereka yang tingkatannya setara saja, me-
lainkan para pelaku bisnis besar pun menjadi saingannya. Un-
tuk yang terakhir ini sebenarnya bukan sekadar sebagai pesaing,
akan tetapi lebih tepat dikatakan sebagai pembunuh pengusaha
kecil. Lihat saja warung-warung kecil, pasar-pasar tradisional,
sekarang banyak yang bangkrut akibat tergeser (terbunuh) oleh
mall-mall yang berdiri di hampir seluruh kawasan.
Selain itu, komoditas yang dijual oleh mall-mall tadi, banyak
yang sama dengan yang dijual oleh pasar btradisional dan wa-
rung-warung tradisional. Lihat saja, di mall ada jualan terasi yang
harganya seratus rupiah. Barang-barang yang dijual pada warung
kelontong guna memenuhi kebutuhan rumah tangga juga dijual
di mall-mall yang bermodal besar.
Dengan melihat kondisi seperti ini, tidak salah jika kondisi
persaingan usaha saat ini diibaratkan sebagai pertarungan antara
raksasa dengan orang kerdil. Pertarungan yang tidak seimbang.
Akibatnya, yang kecil makin kecil, yang besar makin besar; yang
miskin makin miskin, yang kaya makin kaya (lirik lagu dangdut
Rhoma Irama).
Ungkapan-ungkapan yang diceritakan oleh Paino di bawah
ini, bisa menggambarkan apa yang terjadi dan dirasakan oleh
mereka yang senasib dengan Paino, yakni orang-orang kecil,
orang-orang tidak punya, dan orang-orang yang untuk mencari
penghidupannya dengan sangat susah payah; orang-orang miskin
yang mencari makan untuk mempertahankan hidupnya sangat
kesulitan. Berikut paparannya, penulis sengaja tidak mengedit-
124 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

nya supaya tampak apa yang dirasakan dan diungkapkan oleh


Paino ini utuh:97

Ya, itu tadi. Kalau motor kan harus ngantri. Lahan di


Sukajadi tempat mangkal saya kan yang suka naik ojek ti
dak banyak, terkadang hanya dua atau tiga orang. Saya gak
sabar harus mengantri nunggu giliran. Paling kalau dapat
tumpangan juga hanya satu atau dua orang saja. Pokoknya
banyak sainganlah kalau ngojek. Tapi kalau mbecak, hanya
saya sendiri. Terkadang ya ada saja yang mungkin karena
senang naik becak, atau karena kasihan, dia memilih naik be
cak, ketimbang ojek.
Dulu mah cukup ramai. Sekarang mah gak begitu. Seka
rang sudah banyak penduduk yang memiliki sepeda motor.
Mereka sering disuruh untuk menjemput anggota keluarganya
atau tetangganya yang baru datang dari bepergian jauh. Saya
tidak tahu, apakah mereka membayar atau tidak dari jemput
an itu, yang jelas, sekarang dengan adanya HP (handphone),
mereka saling berkomunikasi lewat HP, tahu-tahu ketika orang
yang baru datang dari jauh, misalnya dari Jakarta, sudah ada
yang menjemput di tempat mangkal ojek.
Akhirnya, ya, itu, saya kembali ke becak saja. Ada yang
mau naik, syukur, kalau gak ada, ya harus sabar, itu nasib. Usa
ha seperti saya ini memang harus sabar.
Usaha yang lain, ya saya memelihara ayam dan itik di
rumah. Tapi ya hanya sambilan, karena diberi pakan dari sisa-
sisa makanan yang sayang kalau terbuang. Tapi itu, ayamku
pernah mati semua secara mendadak dalam satu malam. Flu
burung itu mungkin ya. Sekarang memelihara entog, ada be
berapa, supaya sisa makanannya ada yang menghabiskan.
Akhirnya saya malas memelihara ayam.
Pernah, dulu, pengojek diatur, agar, siapapun yang me
masuki pintu masuk pangkalan ojek di jalan menuju pulang ke
kampung sini, diatur supaya membayar pengojek. Eh, karena
ada HP, mereka yang datang dari bepergian jauh, tidak ber
henti di sini, tapi di tempat lain, di gang kecil sebelah selatan
pintu masuk utama ke kampung ini. Motor kan bisa masuk le

97 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 125

wat jalan-jalan setapak. Pokoknya tidak bisa diatur sekarang


mah.
Saya sekarang menjadi lemah, sudah tidak ada semangat
lagi seperti dulu. Mungkin sudah tua. Tenaganya sudah tidak
sekuat dulu. Ya, akhirnya kembali ke mbecak saja.

Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa usia Paino


belum mencapai 50 tahun, tepatnya baru 48 49 tahun. Akan
tetapi, secara gamblang bisa dirasakan betapa pahit dan getirnya
hidup dalam kondisi seperti digambarkan di atas. Padahal, secara
umum, usia sekitar itu masih bisa dikatakan sebagai usia produk-
tif. Mungkinkah Paino merasa lelah dengan apapun yang pernah
ia lakukan dalam berusaha, dari dulu hingga sekarang, tetap ti-
dak berhasil?
Ya, seperti yang pernah diakuinya sendiri, bahwa sekarang
ia sudah tidak mau berpikir terlalu jauh, apalagi berpikir seperti
dulu yang masih ingin mencari penghidupan yang lebih baik.
Paino sekarang sudah merasa nasib dan rezekinya sudah diatur.
Ia sudah menyadari tidak mungkin bisa menggapai keinginan-
keinginannya. Ia pasrah dan menerima keadaannya yang seka-
rang. Seperti yang pernah dikatakannya, saya sudah tua, sudah
tidak kepikiran yang terlalu jauh, cabang-cabang usaha yang lain.
Pikiran saya sekarang ya mbecak saja. Saya sudah senang. Asal
diberi sehat dan waras, saya sudah senang.98

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi: tidak


lagi, sudah lemah
Seperti sudah dikemukakan di atas bahwa setiap tindakan yang
dilakukan seseorang itu mengandung tujuan dan alasan. Paino
dalam mencari berbagai informasi mengenai cabang-cabang usa-

98 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret, 2015


126 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

ha yang sesuai dengan kemampuannya, termasuk dulu pernah ke


Jakarta, juga memiliki tujuan dan alasannya sendiri. Sewaktu ma-
sih muda, menurut pengakuannya, ia pernah mencari berbagai
cabang usaha seperti ke pabrik, bangunan, dagang, atau memeli-
hara ternak, namun semuanya tidak berhasil.
Bekerja sebagai pengojek juga pernah Paino lakukan, tapi
tidak sabar karena harus diantri (mengantri). Bergiliran dengan
pengojek yang lain. Akhirnya, sebagai pengojek pun ia tinggal-
kan. Dan sesuai dengan pemikiran dan perhitungannya, ia lebih
memilih mbecak sebagai pilihan profesinya yang terakhir. Dan
itu dilakukannya hingga sekarang. Tampaknya pekerjaan sebagai
penarik becak, yang menurut Paino disebutnya dengan mbecak,
menjadi pekerjaan terakhirnya. Ia pun menjalaninya dengan
senang, walaupun penghasilan dari mbecak ini tidak menentu,
bahkan cenderung menurun.
Pada saat bertemu dengan penulis beberapa waktu yang lalu,
Paino bahkan mengungkapkan perasaannya secara terus terang,
bahwa sekarang kondisinya sudah lemah, badannya juga sering
sakit, pinggangnya juga sakit kalau jongkok. Pikiran-pikiran un-
tuk mencari pengalaman baru di bidang usaha lain selain mena
rik becak, sekarang sudah tidak ada lagi. Ia sudah merasa senang
dan nyaman dengan bekerja sebagai penarik becak ini.
Kalau dulu sewaktu masih muda, Paino cukup banyak men-
cari informasi yang berkaitan dengan lapangan usaha baru. Oleh
karenanya ia sudah banyak mencobanya seperti antara lain bu-
ruh di Jakarta, memelihara ternak itik dan bebek, memelihara
domba, buruh tani, dan pekerjaan lain yang ada di kampung.
Tapi semua itu sekarang tidak lagi dipikirkan. Ia tidak tertarik
lagi untuk mencari dan mencoba usaha-usaha lainnya. Mbecak
adalah pilihan terakhirnya, dan tampaknya menjadi profesinya
yang terakhir.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 127

Terkait dengan pengalamannya sebagai ngojek maupun mbe-


cak, atau pekerjaan lain yang pernah dilakukannya, kepada penu-
lis ia menuturkannya sebagai berikut:99

Pikiran saya sekarang sudah lemah, sudah gak ada ke


inginan untuk mencari usaha lainnya. Kayanya gak bakat lah.
Sebenarnya sih, saya mau buruh ke orang lain, tapi selama ini
gak ada yang nyuruh, mungkin mereka tahu saya tukang be
cak. Padahal, saya bisa dan mau. Tapi itu, asal pekerjaannya
yang tidak sambil membungkuk, gak kuat ini punggung saya.
Misalnya bekerja jadi tukang aduk melayani tukang tembok,
aku sudah gak bisa. Dampas (membersihkan rumput menggu
nakan arit sambil jongkok), saya juga sudah gak sanggup. Sakit
pinggangnya. Maklum, sudah tua.

Sebenarnya, Paino belum dikatakan tua sebagaimana


eng
p akuannya. Pernyataan-pernyataannya yang tergambarkan
di atas adalah ungkapan perasaan yang sedang muncul pada saat
sekarang. Hal itu didasarkan kepada pengalamannya selama ini
yang sudah cukup lama mencari dan mencoba berbagai jenis
usaha, baik di desa maupun di kota, khususnya Jakarta. Akan
tetapi, sesuai dengan pengakuannya, semua bidang usaha dan
pekerjaan yang telah dicari dan dicobanya di masa lalu, tidak
membuahkan hasil yang diharapkan.
Akhirnya, setelah dipikir-pikir dan dipertimbangkan, ia
merasa cocok dan nyaman bekerja sebagai penarik becak saja. Je-
nis usaha dan pekerjaan lain tidak lagi diinginkannya, bahkan sek-
arang sudah tidak dipikirkannya. Ia sudah merasa senang, adem-
ayem, tidak lagi dipusingkan dengan pikiran-pikiran yang ingin
mencari dan mengejar sesuatu yang belum tentu berhasil. Dalam
pikirannya, asal dia sudah diberi kesehatan dan kewarasan, ia su-
dah senang, karena dengan begitu ia bisa mencari makan.
99 Hasil wawancara dengan Paino pada 4 Maret 2015
128 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

F. Penghidupan (Usaha) yang Gagal Total


Mujer mempunyai kebiasaan hidup sedikit santai. Artinya ia
banyak di rumah atau di sekitar rumah. Hampir tidak pernah ia
bekerja di luar pekarangan rumahnya. Hal ini diakuinya sendiri
bahwa ia memang tidak ngoyo dalam mencari dan menjalani
aktivitas kehidupannya. Pekerjaan sehari-harinya yang sedang
dilakukannya saat ini adalah memelihara ayam adu (di desa ini
dikenal dengan sebutan ayam bangkok), juga ayam kampung,
dan menggarap sawah milik orang lain.
Sebenarnya, sejak muda ia sudah banyak sekali melakukan
pencarian dan menjalankan usaha yang berbeda-beda. Bahkan
ketika masih bujangan dulu, ia sudah bekerja sebagai juru potret
keliling, menjadi penjahit pakaian, dan menjadi calo sepeda di
pasar. Cukup banyak pengalaman usaha yang pernah dilakukan-
nya. Namun semua itu kini tinggal kenangan. Ia meninggalkan
semua lahan usahanya itu karena kalah bersaing dengan orang
lain yang lebih gesit dan muda. Ungkapan atau cerita dari
Mujer berikut bisa menggambarkan kondisi Mujer saat ini:

Banyak yang sudah saya jalani usaha, mulai dari juru


foto, penjahit pakaian, calo pasar, jualan sepeda, jualan ayam
bangkok, sampai memelihara ayam. Tapi semuanya belum ada
yang berhasil dengan baik. Sekarang yang sedang saya jalani
adalah memelihara ayam bangkok, itik, dan menggarap sawah
milik orang lain tapi masih saudara. Tidak banyak, hanya 100
bata.
Cabang-cabang usaha yang saya jalani sekarang sebetul
nya banyak sih, tapi ya kecil-kecil. Di kampunglah, kan kelihat
an seperti apa, Mas Ji (Mujer menyebut penulis dengan Ji) juga
tahu. Contohnya ya, memelihara ayam, entog, itik, domba,
ikan di kolam, dan sebagainya.100

100 Hasil observasi lapangan pada kurun waktu 2013-2014 dan wawancara dengan
Mujer pada 4 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 129

Miskin sama dengan kere, tidak punya apa-apa


Miskin bagi Mujer sama dengan kere, yakni orang yang tidak pu-
nya apa-apa. Meskipun ia tidak langsung menyebut dirinya kere,
namun dari ungkapan-ungkapan Mujer berikut yang d iceritakan
kepada penulis pada saat ketemu dan ngobrol ngaler-ngidul
(berkomunikasi tak tentu arah), menunjukkan ke arah itu.
Berikut ceritanya:101

Ya sudah, mungkin bukan nasib saya. Ngomong-ngo


mong, Ji, zaman sekarang kan sudah kebalik. Yang buruh
sekarang orang kaya, sedangkan orang yang tidak punya apa-
apa tidak bisa buruh seperti dulu lagi. Mencangkul sawah dan
membuat lahan untuk tanam padi, sekarang semuanya pakai
traktor. Traktor kan milik orang kaya. Yang miskin tidak keba
gian.
Karena semakin sulit cari penghidupan, banyak daerah
yang tidak aman, pencuri semakin banyak. Tuh, tetangga saya
kemarin juga kemalingan. Ayam di kandang habis dibawa ma
ling.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu ke sana, sudah lama
sekali, saya pernah jualan ayam di pasar. Tapi itu, sudah saya
ceritakan tadi. Tiap harinya gak tentu ada yang laku. Akhirnya
saya pun merasa mungkin gak cocok lagi usaha seperti ini.
Karena saya merasakan bahwa bekerja mencari penghidupan
hanya mengandalkan jualan ayam di pasar, pasti jadi kere.

Mujer mengakui dan mengalami sendiri bahwa pada zaman


sekarang, jika hanya mengandalkan berjualan ayam di pasar, apa-
lagi jika yang dijualnya hanya ayam adu, tidak akan berhasil, akan
jadi kere. Dalam hati, penulis berpikir, bisa jadi bukan karena
jualan ayam seseorang menjadi kere. Banyak faktor lainnya yang
turut menentukan mengapa seseorang gagal dalam berusaha,
termasuk usaha dengan jualan ayam di pasar. Dan Mujer adalah
101 Hasil observasi lapangan pada kurun waktu 2013-2014 dan wawancara dengan
Mujer pada 4 Maret 2015
130 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

salah seorang yang gagal itu. Sedangkan sebagian pedagang ayam


di pasar masih eksis sampai sekarang.

Makna diri terkait penghidupannya: tidak punya apa-apa alias


kere karena gagal dalam usaha
Mujer sudah berusaha semampunya. Banyak cabang penghidup
an yang sudah ia jalani. Menjual sepeda, menjadi calo di pasar,
menjadi tukang foto keliling, memelihara ayam adu (ayam bang-
kok), memelihara itik dan entog, menggarap sawah milik orang
lain, menjahit pakaian, semuanya sudah dilakukannya dulu pada
saat masih muda. Tapi semua itu tidak ada yang berhasil. Bah-
kan, tanah warisan dari orangtuanya, yang tidak banyak itu, yang
luasnya juga hanya sekitar 30 bata, ia jual semuanya untuk me-
nutupi kebutuhannya sehari-hari. Sekarang ia sudah tua, sudah
berusia 56 tahunan, sudah kehilangan semangat untuk bekerja
mencari penghidupan yang baru. Sehari-harinya ia banyak ber-
diam di rumah atau di sekitar pekarangan rumahnya yang hanya
berupa gubuk sekepel102 kata sebagian penduduk tetangganya
dalam menggambarkan kondisi Mujer saat sekarang.
Beruntung, ketika ada gempa beberapa tahun yang lalu di
desa ini, yang juga merusak rumah Mujer. Meskipun rumahnya
hanya terbuat dari kayu dan bambu pada waktu itu, karena ter-
bukti rusak parah, ambruk sebagian besar, maka oleh RT dan
pemerintah setempat didata dan dilaporkan ke pemerintah. Se-
hingga tahun lalu (2011) Mujer berhasil membangun rumah
dengan uang dari bantuan gempa tadi. Ia mendapat bantuan
gempa sebesar 15 juta rupiah karena rumahnya dianggap rusak
besar. Sekarang rumah Mujer sudah lebih baik dari sebelumnya,

102 Gubuk sekepel atau rumah sebesar sekepalan tangan adalah makna kiasan yang
menggambarkan ukuran rumah yang sangat kecil dengan kondisi yang serba
kekurangan. Rumah dengan julukan seperti itu biasanya ditempati oleh mereka
yang tergolong miskin di desa ini.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 131

meskipun masih menggunakan bahan kayu dan bambu.


Seperti sudah dikemukakan di atas, Mujer sudah berusaha
semampunya. Apa pun sudah ia coba untuk mencari penghidup
annya dengan harapan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Akan tetapi kenyataannya ia tidak pernah berhasil, setidaknya
hingga saat ini.
Ungkapan-ungkapan yang keluar dari pandangan Mujer
sendiri di bawah ini, bisa menggambarkan seperti apa dan
bagaimana Mujer memandang diri dan lingkungannya. Penu-
lis sengaja tidak menyunting kata-kata atau cerita Mujer dalam
ceritanya ini dengan maksud agar nuansa perasaan diri dan
pandangannya terhadap lingkungannya, bisa terpersepsikan se-
cara lebih mengena. Berikut ujaran-ujarannya yang terkait secara
langsung dengan penghidupannya:103

Begini Ji, saya sudah 6 bulan nempur (petani beli beras


untuk makan sehari-hari karena kehabisan stok)104, padahal Ji
tahu usaha saya serabutan kayak gini ... apa sajalah yang pen
ting bisa makan.
Terkadang ya nyalo, terkadang ya ke sawah nyari tanaman
liar yang bisa dijual. Bahkan, waktu itu, beberapa tahun yang lalu,
saya nempur sampai 9 bulan, bagaimana gak susah, wong usaha
saya gak tentu.
Ji kan tahu, sepertinya saya itu pengangguran. Setiap Ji
ke sini (Mujer tahu bahwa penulis sering datang ke kampung
ini setiap satu atau dua minggu), saya tampak lagi duduk; ke
sini lagi, saya juga lagi duduk-duduk. Tapi ya alhamdulillah, sa
ya masih bisa menghidupi anak lima orang yang masih mem
butuhkan biaya.

103 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


104 Nempur artinya adalah membeli beras secara eceran ke warung. Maksudnya, seha
rusnya untuk kepentingan makan, petani tidak perlu membeli beras karena sudah
memiliki stok sampai musim panen berikutnya.
132 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Terhadap ucapan Mujer yang terakhir ini, sebenarnya penu-


lis ingin tahu lebih jauh tentang bagaimana Mujer mendapatkan
biaya untuk menghidupi diri dan keluarganya yang banyak itu,
5 orang anak yang masih membutuhkan biaya. Tapi, kemudian
Mujer melanjutkan ceritanya sebagai berikut:

Meskipun begitu, Ji, saya hidup itu tenang saja, tenteram


saja, gak merasa perlu ngoyo; nyari apa ngoyo ... hasilnya juga
gak ada.
Kalau percaya Ji, warisan tanah dari orangtua, yang
cuma sedikit itu, sudah saya jual habis, ya untuk makan dan
mengobati anak saya yang terkena penyakit paru-paru basah.
Alhamdulillah sekarang sudah sembuh.
Ji tahu, kan, saya dulu jualan ayam di pasar. Tapi itu, sudah
saya ceritakan tadi. Tiap harinya gak tentu ada yang laku. Akhir
nya saya pun merasa mungkin gak cocok lagi usaha seperti ini.
Karena saya merasakan bahwa bekerja mencari penghidupan
hanya mengandalkan jualan ayam di pasar, pasti jadi kere. Seka
rang Ji tahulah seperti apa keadaan saya, gak ada apa-apa.
Sekarang ibaratnya saya udah gak tahu harus bagaimana
lagi usaha. Semuanya udah diambil oleh orang lain. Mau buruh
mencangkul, sudah oleh traktor. Jualan ayam bangkok di pasar,
yang tadinya biasa beli ke saya, dia sudah memelihara sendiri.
Nyalo sepeda juga sekarang gak laku.

Dengan menyimak ungkapan atau cerita Mujer di atas,


penulis mengambil intinya bahwa dia saat sekarang sudah tidak
tahu lagi apa yang harus dilakukannya berkait dengan usaha
dan penghidupannya. Dia sudah merasa buntu atau mentok ja-
lan pikirannya, sudah tidak memiliki pandangan apapun tentang
usaha dan mencari penghidupannya sendiri. Dia sekarang sudah
merasa tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, kecuali hanya ber
diam diri atau yang beberapa kali diungkapkan kepada penulis
sebagai pengangguran, meskipun katanya masih bisa meng-
hidupi keluarganya dengan susah payah.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 133

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya


Sebagai orang yang merasa diri tidak punya apa-apa (kere),
Mujer sebenarnya berharap ada bantuan dari manapun, terutama
dari pemerintah, guna meringankan beban hidupnya yang mem-
prihatinkan. Ia tetap berharap ada bantuan lagi seperti yang su-
dah dirasakannya beberapa tahun yang lalu. Mujer juga pernah
mendapatkan bantuan dari kompensasi kenaikan BBM beberapa
waktu yang lalu, yang ia terima dengan senang hati. Beberapa
bantuan juga pernah ia terima, antara lain dari partai politik ter-
tentu yang datang ke kampung ini.
Bantuan yang pernah ia terima yang termasuk besar adalah
bantuan dari peristiwa gempa tektonik beberapa tahun yang lalu.
Mujer merasa mendapat keberuntungan dengan adanya bantuan
itu. Rumah yang asalnya sangat kecil, orang setempat menyebut-
nya sebagai gubuk sekepel, kini sudah berubah menjadi sedikit
lebih besar, meskipun masih berbahan kayu dan bilik (anyaman
bambu) sebagai dinding rumahnya. Tapi itu jauh lebih baik dari-
pada sebelumnya.
Terkait dengan berbagai bantuan ini, baik yang datangnya dari
pemerintah maupun dari pihak lain, ia berharap supaya langsung
saja diberikan kepada yang berhak, termasuk kepada dirinya, tidak
perlu melalui panitia di desa. Berikut ungkapan Mujer:

Kalau ada bantuan, lebih baik langsung saja, tidak perlu


lewat panitia. Masukkan ke rekening saja. Nantinya kalau pun
ada potongan, itu gak akan besar, wajar-wajar saja. Kemarin
lagi ada bantuan dari salah satu partai ke kampung sini, juga
langsung diterima oleh korban gempa. Mereka tidak menggu
nakan panitia, atau pemerintah setempat. Saya pun termasuk
yang menerima bantuan itu, langsung.105

105 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


134 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Cerita Mujer berikut menggambarkan adanya berbagai ban-


tuan atau program bantuan dari pemerintah yang salah sasaran,
setidaknya tidak tepat sasaran, dan juga tentang kehidupannya
yang pahit. Namun atas pertolongan Allah, akhirnya ada jalan.
Berikut ceritanya:106

Pernah, kemarin waktu ada bantuan uang gempa. Tapi


ya itu, diterimanya tidak utuh. Panitia pada meminta untuk
alasan yang direka-reka.
Tempo hari sebelum ada gempa besar di sini, yang di
Pangandaran ada Tsunami, saya mengantar anak saya ke
rumah sakit. Anak saya pingsan di emperan rumah sakit, dan
akhirnya bisa dirawat, meskipun dengan sangat berat. Sebulan
setengah anak saya dirawat di rumah sakit Banjar.
Baru tiga hari pulang, eh, rumah saya ambruk terkena
gempa besar waktu itu. Bayangkan! Apa nggak pahit itu.
Anak saya gak punya Jamkesmas. Yang punya hanya sa
ya dan istri saya. Anak saya yang itu ndilalah (bukan kebetulan,
tapi karena karsa Allah), tidak punya. Waktu itu saya gak punya
uang sama sekali.
Tapi Allah Maha Adil, saya kenalan dengan orang di
rumah sakit Banjar pada saat itu, saya ceritakan keadaan saya.
Orang Lakbok itu Ji. Eh, dia memberi saya pinjaman untuk ber
obat anak saya. Namanya Herry.
Sekedar tahu, Ji, saya pinjam ke saudara saya di sebelah
ini (Mujer menyebut sebuah nama berinisial P), dengan jami
nan rumah tanah yang ada gubuk yang saya tempati ini. Per
janjiannya, jika nanti dalam setahun saya gak bisa mengemba
likan uang pinjaman itu, maka silakan tanah ini dibaliknama
kan, namun saya ingin tetap tinggal di sini, numpang. Tapi, dia
nawarnya terlalu rendah, padahal harga pasar saat itu dua kali
lipat penawarannya.

106 Hasil observasi lapangan pada kurun waktu 2013-2014 dan wawancara dengan Mu
jer pada 4 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 135

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan: mati total, memelihara ayam dan itik adalah profesi
terakhirnya
Seperti sudah diungkapkan oleh Mujer sebagian dari
peng
alamannya mencari berbagai cabang usaha, sejak muda
hingga sekarang, yang semuanya dapat dikatakan tidak berhasil,
Mujer pun menceritakan pengalaman praktik lainnya mengenai
perjalanan hidupnya yang mati total sesuai dengan pengakuan-
nya. Berikut adalah gambaran kehidupan dan penghidupan Mujer
selama ini, yang langsung diceritakan oleh Mujer sendiri ketika
bertemu dengan penulis dalam obrolan ngaler-ngidulnya, dan
penulis tidak mengedit kalimat yang diungkapkannya:107

Iya, dulu, aku masih muda. Waktu itu masih gampang


usaha, nyalo apapun yang biasa dijual di pasar. Ada ayam bang-
kok, ada sepeda, ada tape, radio, sepeda dan lain-lain. Misal
nya ada tetangga yang mau menjualkan sepeda. Maka saya
ambil dan jualkan ke pasar. Sebelumnya minta harga berapa
dan harus dipatok dengan harga berapa. Dengan begitu, saya
bisa menjualnya ke pembeli di pasar dengan mengambil keun
tungan yang wajar.
Bukan hanya sepeda yang biasa dijual di pasar dan bisa
menghasilkan bagi saya, seperti tadi. Tapi sekarang sudah gak
bisa lagi. Usaha saya sekarang mati total.
Saya juga ditawarin oleh anak saya di Jakarta, katanya
mau dibeliin motor, untuk ngojek. Mungkin anak saya merasa
kasihan melihat kondisi saya seperti ini (kesulitan mencari
penghidupan, miskin). Tapi saya tolak, saya gak bakat jadi tu
kang ojek. Saya pikir, jika ngojek gak laku kan malah tambah
boros untuk beli bensin dan oli. Saya pikir, kalau gak punya
motor kan gak perlu pergi ke mana-mana, gak perlu menge
luarkan biaya. Saya sarankan agar dibelikan sawah saja kepada
anak saya yang di Jakarta. Anak saya yang di Jakarta itu dari is
tri saya yang pertama dulu sebelum sama yang sekarang. Kata

107 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


136 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

saya, belikan sawah saja, biar saya yang akan menggarapnya.


Tapi tampaknya anak saya kurang setuju dengan pendapat
saya. Sampai sekarang belum dibelikan sawah ataupun motor.
Apalagi harga sawah sekarang sangat tinggi. Kayaknya malah
gak jadi beli apa-apa. Ya sudah, gak apa-apa. Mungkin anak
saya juga kan merasa gak enak dengan suaminya kalau harus
meminta uang untuk beliin bapaknya motor atau sawah.
Itu, Ji, saya sudah mencoba menanam lombok di sekitar
rumah saya yang tidak luas ini, namun gak ada yang jadi. Pada
hal sudah saya coba beri pupuk, tapi bagusnya cuma sebentar,
dua minggu kemudian kurus lagi. Saya Ji, sering sih, ngobrol-
ngobrol dengan Adi, dengan tetangga yang pada nanam lom
bok di sekitar rumah. Tapi tetap gak jadi. Sudah saya coba. Po
koknya sulitlah usaha sekarang.

Sebagai peneliti, penulis merasa tertarik dengan cerita


Mujer ini, dan membiarkan Mujer bercerita panjang-lebar ten-
tang pengalaman-pengalamannya dalam mencari penghidupan-
nya yang tampaknya tidak/belum berhasil selama ini. Dia pun
meneruskan ceritanya. Kali ini ia menceritakan pengalamannya
terkait dengan keamanan desa yang juga menyangkut dirinya.
Berikut paparannya:108

Tak kasih tahu ya Ji, kemarin malam, ketika mati lampu


di sekitar sini, ada sejumlah ayam milik tetangga pada hilang,
padahal biasanya gak pernah ada yang kehilangan ayam.
Pernah sih dulu, sudah agak lama, ayam bangkok saya
ada yang nawar dari desa lain. Mereka datang bertiga, nawar
ayam saya yang bangkok, jumlahnya lumayan 17 ekor, berukur
an sedang. Mereka nawar 50.000 per ekor. Saya jawab. Gak
sekarang, nantilah supaya lebih besar lagi, supaya dapat uang
lebih banyak. Eh, malam harinya, ayam saya yang jumlahnya
17 ekor tadi hilang semuanya. Saya sedih sekali waktu itu.
Pagi itu juga saya pergi ke orang pintar, kyailah, saya
ceritakan tentang pengalaman kehilangan ayam itu. Oleh sang
kyai, saya disuruh nunggu saja selama 40 hari, nanti setelah 40

108 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 137

hari, akan ketahuan siapa yang mencuri. Pak kyai ngasih doa
untuk saya amalkan setiap hari, hasilnya tunggu saja 40 hari
kemudian.
Lama berlalu, saya juga sudah agak lupa kejadiannya. Tapi,
ndilalah hari itu saya pergi ke pasar Banjarsari, pas hari pasaran,
hari selasa, saya lagi duduk, tiba-tiba ada ayam saya lagi dibawa
oleh seseorang. Pada saat itu saya pun teringat ayam saya, dan
ayam tadi memiliki ciri-ciri yang sama dengan ayam saya. Saya
pun tanya kepada orang yang membawa ayam tadi. Setelah di
lacak, ternyata orang tadi baru saja membeli dari seseorang.
Saya tanya ayam itu dapat beli dari siapa, namanya s iapa,
ternyata menurut orang tadi, dia beli kepada seseorang yang
beralamat di Cikohkol (desa sebelah di kecamatan Banjarsari).
Setelah saya merasa pasti itu ayam saya yang hilang 40 hari
yang lalu, saya melaporkan kejadian itu kepada polisi desa.
Dan setelah diurus, akhirnya pencuri tadi ditangkap dan dipen
jara selama 6 bulan. Ayam saya bisa kembali, namun hanya 6
ekor yang kembali. Lumayan.

Cerita yang disampaikan Mujer di atas menggambarkan be-


tapa hidup sebagai orang yang tidak punya, atau kere menurut
istilah yang disampaikannya sendiri, itu banyak lika-liku yang
menyedihkan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Meskipun
orang tahu bahwa Mujer termasuk orang yang tidak memiliki
apa-apa, rumahnya juga hanya sebesar kepalan tangan sebagai
ibaratnya, tetapi ada yang tega membuatnya semakin menderita.
Padahal, seharusnya sang pencuri pun tahu bahwa ayam-ayam
yang dicurinya tadi adalah andalan penghidupannya. Mujer dan
keluarganya bisa membeli beras (nempur) dari hasil menjual
ayam-ayam peliharaannya.

Pengalaman spesifik terkait pekerjaannya


Untuk makan sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan lain-
nya, Mujer saat ini bekerja sebagai penggarap sawah milik orang
138 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

lain yang masih ada hubungan darah dengannya. Tidak banyak,


menurut pengakuannya ada 200 bata, mungkin malah kurang.
Pekerjaan ini ia lakukan bersama istri dan anak-anaknya. Dalam
beberapa hari saja, Mujer sudah bisa menyelesaikan penggarap
an sawah. Setelah selesai mengurusi sawah, Mujer mempunyai
banyak waktu, dan itu digunakannya untuk memelihara bebera-
pa ayam dan itik yang menjadi andalannya selama ini. Ayam dan
entog atau itik yang dipeliharanya tidak banyak, hanya sekitar 25-
30 ekor saja, ada yang besar dan ada yang kecil.
Untuk keperluan makan setiap harinya, Mujer menjual
ayam-ayam dan atau itik ini. Dari hasil penjualannya itu ia bisa
membeli beras ke warung (nempur) untuk dimasak hari itu juga,
atau untuk persediaan esok atau lusanya. Sudah lebih dari 20 ta-
hun Mujer hidup dengan pola penghidupan seperti itu.
Cerita yang disampaikan Mujer kepada penulis berkaitan
dengan pola penghidupannya selama ini penulis rangkum di
bawah ini. Ungkapan-ungkapan atau paparan yang disampaikan-
nya sengaja tidak penulis sunting agar tampak nuansa pandang
an-pandangan orisinalitasnya tergambar dengan lebih obyektif.
Berikut pandangan dan pengalaman Mujer tersebut:109

Aku menggarap sawah 200 bata milik orang lain. Itu kan
sama dengan mempunyai garapan 100 bata utuh. Selain itu,
saya juga nyambi jualan barang-barang yang mudah didapat,
seperti HP, pulsa. Tapi ya itu, sekarang usaha sangat sulit,
banyak saingan. Orangnya pada adu pinter. Meskipun tidak
punya konter, tapi bisa dijajakan ke rumah-rumah, berhasil
juga menjual barang-barang dan ada hasilnya.
Tahun 2000-an sampai 2005-an, setiap saya pergi ke
pasar, sudah bisa dipastikan saya mendapatkan rezeki dari ha
sil calo ayam bangkok (ayam adu). Tapi sekarang, hal tersebut
sudah gak zaman. Gak laku. Para pencari ayam bangkok sudah

109 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 139

pada menernak sendiri ayam bangkoknya, bahkan mereka


mulai menernak ayam dari bibit kecil.
Sejak saya nikah dulu tahun 80-an saya sudah biasa
nyalo di pasar. Hampir tiap hari saya ke pasar, nyalo menjual
kan barang-barang seperti tadi sudah disebutkan. Tapi semen
jak tahun 90-an ke sini, apalagi menjelang tahun 2000-an,
usaha saya di bidang percaloan mati total.

Kalimat terakhir dalam cerita Mujer di atas menggambarkan


bahwa usaha yang dilakukannya pada bidang percaloan berhenti
secara total. Sejak saat itu, ia merasa jalan penghidupannya su-
dah berakhir. Ia merasa pikirannya sudah buntu, mentok, dan
tidak tahu harus bagaimana lagi mencari penghidupan yang lain.
Berjualan sepeda gak laku; berdagang ayam bangkok, pembeli
nya sudah memelihara ayam sendiri sehingga berhenti menjadi
pelanggannya; menjadi calo di pasar juga sama sekali sudah tidak
ada kegiatannya. Akhirnya, tanah warisan dari orangtuanya yang
tidak banyak dan merupakan satu-satunya lahan untuk makan
sehari-hari, ia jual habis untuk memenuhi kebutuhan makan
sehari-hari.
Sekarang, di usianya yang tidak muda lagi, menurut peng
akuannya 56 tahun, ia merasa sudah tidak bisa lagi berpikir un-
tuk mencari dan mencoba jenis usaha yang lain. Kini ia merasa
cukup dengan pekerjaannya sekarang, yakni memelihara se-
jumlah ayam dan itik di belakang rumahnya. Ia merasa senang
dengan pekerjaannya ini, walaupun penghasilannya hanya dicu-
kup-cukupkan saja untuk membeli beras.

Alasan dan tujuan dalam menggunakan informasi terkait profesi


terakhirnya
Seperti sudah dipaparkan oleh Mujer dalam ungkapan-ungkap
annya di atas, tampaknya Mujer saat sekarang tidak lagi memi-
140 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

liki motivasi hidup yang kuat dalam menjalani penghidupannya


yang terakhir ini, yakni memelihara ayam dan itik yang jumlah
nya tidak banyak itu. Ia merasa sudah tidak mungkin lagi harus
mengejar keinginan-keinginannya se perti dulu, sebagaimana
tampak dalam berbagai cabang usaha yang pernah dijalaninya.
Penghidupan Mujer sekarang tinggal memelihara sejumlah
ayam kampung dan itik yang jumlahnya sekitar 30 ekor totalnya.
Selain itu tidak ada yang dilakukannya. Sebagai penggarap sawah
milik orang lain, ia bisa mengerjakannya dalam waktu cepat
karena dibantu oleh istri dan anak-anaknya. Waktunya banyak
yang luang. Artinya, jika dihitung, waktu yang digunakan untuk
mengurus ayam-ayamnya dan menggarap sawah, lebih sedikit
dibandingkan dengan waktu nganggurnya. Oleh karena itu, ia
sering tampak duduk santai di depan rumah sambil meman-
dangi ayam-ayam miliknya.
Ayam-ayam milik Mujer memang tergolong sehat-sehat dan
jarang yang mati mendadak seperti ayam-ayam milik tetang
ganya. Mungkin karena ayam-ayam ini diurus oleh Mujer secara
lebih baik. Namun demikian, karena jumlahnya hanya sedikit,
sementara ia tidak ada usaha lainnya, maka penghasilan Mujer
dari pekerjaannya memelihara ayam dan itik itu tidak mencu-
kupi untuk makan sehari-hari. Berikut pengakuan Mujer terkait
dengan hal ini:110

Ya itu. Yang biasa mencari ayam jago bangkok sekarang


beternak ayam bangkok sendiri. Yang bisa saya lakukan misal
nya menjualkan sepeda, terkadang yang punya sepeda men
jualnya sendiri ke pasar. Sekarang, malah para pemilik barang
pada menjualnya sendiri ke pasar. Dengan begitu maka lahan
untuk caloan menjadi mati. Apalagi sekarang, saya terkadang
tidak bisa menjual satu barangpun dalam sebulan. Padahal
orang hidup kan harus makan setiap hari. Nah, seperti itulah

110 Hasil wawancara dengan Mujer pada 4 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 141

kesulitan saya saat sekarang dalam mencari penghidupan.


Sangat sulit. Banyak saingan, dan pada adu pinter.
Kalau hanya sayuran sih banyak, jantung (bunga pisang),
bayam, kangkung, kerema, dan lain-lain. Itu semua gak perlu
beli, Nyari di sawah juga banyak, terkadang malah bosan. Tapi,
yang pokok adalah berasnya, padi, yang terkadang gak cukup
dimakan sampai panen lagi. Kalau lawuh (lauk pauk, teman
nasi) sih gampang cari di kampung, di sawah. Di sekitar rumah
juga ada, tuh (Mujer menunjuk ke halaman rumah yang ada
beberapa tanaman bayam dan sayuran lainnya). Jika sekali-
sekali ingin makan dengan ayam, tinggal motong, kan saya
banyak ayamnya, ada kalau hanya 30 ekor mah. Ayam-ayam ini
tidurnya pun sembarang, gak perlu dikandangkan, biar sehat.
Gak usah beli soal lawuh mah. Yang sering kurang adalah be
rasnya, padi, yang terkadang tidak cukup sampai panen lagi.

Dari cerita Mujer di atas, khususnya yang berkaitan dengan


motivasinya dalam menjalani penghidupannya sekarang ini,
tampak sekali bahwa dia seolah sudah tidak bersemangat lagi. Ia
sudah pasrah dengan keadaan yang menghimpitnya. Ia bahkan
mengaku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Pokoknya,
mati total-lah semua cabang penghidupannya sekarang ini.
Sesuai dengan hasil pengamatan penulis, kehidupan Mujer
saat ini ibarat hidup segan mati tak mau, tidak ada upaya untuk
bekerja secara lebih bersemangat untuk menghidupi keluarganya.
Ia dan keluarganya bisa makan selama ini karena hanya mengan-
dalkan peliharaan ayam-ayam yang jumlahnya tidak banyak, di
tambah dengan adanya belas kasihan orang lain yang memberinya
garapan sawah, sehingga sedikit bisa mengurangi ketidakcukupan
sediaan beras/padi hingga mendekati musim panen berikutnya.

G. Menerima dalam Keterpaksaan


Nunah adalah penduduk asli di desa Sukamukti, kecamatan
Pamarican. Hingga sekarang, sudah 42 tahun lamanya dia tinggal
142 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

di desa ini. Ia adalah sosok ibu rumah tangga murni, yang pe-
kerjaannya hanya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-
anak di rumah. Suaminya dulu bekerja sebagai supir pribadi
seorang boss di Jakarta, yang kemudian oleh boss-nya diangkat
menjadi supir perusahaan miliknya, hingga suatu saat sang suami
tercinta meninggalkannya untuk selama-lamanya sekitar sepuluh
tahun yang lalu (tahun 2001).
Ketika suaminya masih hidup, Nunah tidak terlalu memikir-
kan masalah penghidupannya sehari-hari, karena tiap bulan sua-
minya mengirim sejumlah uang untuk kebutuhan hidupnya di
desa. Namun sejak ditinggal mati suaminya itu, kesedihan, kepa-
hitan, dan kegetiran dalam menjalani kehidupan, terutama dalam
upaya mendidik dan memberi makan anak-anaknya yang jum-
lahnya lima orang, terasa sangat berat ia rasakan. Terkadang dia
menangis sendirian di kamarnya ketika memikirkan nasib diri dan
keluarganya yang seperti sekarang ini. Namun setelah dipikir-pikir,
ternyata hidup harus tetap berjalan, anak-anak pun harus bisa
sekolah. Akhirnya ia bangkit dan bekerja menjalani kehidupannya.

Miskin artinya gak punya apa-apa, tidak mampu


Tidak satu patah kata pun Nunah menyebut miskin selama ber-
langsungnya wawancara dengan penulis selama hampir dua jam
lamanya. Namun dari ungkapan-ungkapannya, terasa sekali
bahwa dia beberapa kali menyatakan dirinya sebagai orang yang
tidak mampu, tidak punya, dan tidak punya apa-apa, yang dalam
bahasa aslinya Nunah diakuinya sebagai wong ora nduwe, ora
nduwe apa-apa. Hal ini menggambarkan bahwa konsep miskin
sebenarnya datang dari konsepsi orang lain terhadap seseorang
atau kelompok orang yang dikategorikan sebagai miskin.
Ungkapan-ungkapan dalam penggalan-penggalan kalimat
berikut, adalah yang disampaikan oleh Nunah kepada penulis,
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 143

terkait dengan apa yang dirasakannya saat ini, dan seperti apa
kondisinya sekarang:111

Saya ceritakan Pak, kalau saya katakan kepada anak


saya, bahwa orang tua kamu gak mampu, gak punya (miskin),
anak saya menangis Pak. Saya sedih sekali Pak.
Sedangkan, anak bungsu saya, masih di SD kelas 6 seka
rang, yang saya katakan ranking satu terus, juga sangat menu
rut, sangat memahami orang tuanya yang gak punya. Dua anak
saya yang masih sekolah ini, terus terang Pak, SPP-nya sering
terlambat. Habis, saya gak punya uang untuk membayarnya.
Nanti kalau ada yang nyuruh bekerja, saya dapat rezeki, akan
saya bayar.
Saya ceritakan, Pak. Saya membelikan pakaian untuk
anak saya selalu mengambil ukuran yang lebih besar dari ukur
an badannya, supaya awet dipakainya. Kalau gak percaya,
tanya anak saya, Pak. Dari kelas satu hingga kelas lima, baju
nya gak ganti, karena ukurannya masih muat. Betul Pak, gak
bohong. Ini demi keinginan anak untuk sekolah.

Jelas sekali apa yang dikatakan Nunah di atas. Miskin arti-


nya sama dengan ketidakmampuan dan ketidakberdayaan dalam
menjalani penghidupannya, yang di dalam ungkapan Nunah di
atas diakuinya sebagai tidak mampu, tidak punya apa-apa. Kon-
sepsi tidak mampu menggambarkan kondisi dirinya yang tidak
memiliki kekuatan untuk membiayai kehidupan diri dan anak-
anaknya, sedangkan ora nduwe lebih menggambarkan kondisi
yang tidak ada apa-apa yang bisa dianggap bernilai secara eko-
nomi.

111 Hasil wawancara dengan Nunah, 9 Maret 2015, dan hasil observasi langsung pada
kurun waktu 2014
144 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Makna diri terkait penghidupannya: harus menerima dalam keti-


dakberdayaan dan keterpaksaan oleh keadaan
Nunah memandang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak pu-
nya, tidak mampu, dan tidak memiliki apa-apa yang bisa dinilai
secara ekonomi. Nuansa ini tampak dalam nada suaranya ketika
menyampaikan perasaan-perasaannya tentang dirinya dan peng-
hidupannya selama ini, terutama setelah ditinggal mati oleh sua-
minya sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Ada perasaan sedih, nelangsa, menangis, terkadang juga ada
kalanya senang manakala melihat anak-anaknya yang menurut
dan tidak banyak menuntut. Penggalan-penggalan kalimat ber
ikut merupakan ungkapan lisan yang disampaikan Nunah kepa-
da penulis pada saat wawancara berlangsung:112
Ya, mau diapakan lagi, Pak. Ya harus diterima. Yang pen
ting saya diberi kesehatan untuk bekerja buruh di sawah atau
membantu memasak. Demi anak-anak saya yang masih kecil-
kecil dan sekolah, saya kerjakan. Terkadang saya sedih Pak,
menangis saya Pak. Saya sering tidak tidur malam hari, berdoa
Pak, agar diberi jalan oleh Allah.
Saya ceritakan, Pak. Tanah dan rumah yang saya tempati
ini, yang luasnya hanya 14 bata (sekitar 196 m2) itu masih milik
bersama dengan saudara-saudara saya 8 orang. Saya bingung,
mau kemana kalau sudah dibagi-bagi nantinya. Ketika suami
masih ada sih, saya bisa ikut suami ke Jakarta. Tapi sekarang,
kondisinya seperti ini. Saya bingung sekali, Pak.
Untungnya, meskipun anak saya tahu orangtuanya gak
punya (miskin), tapi mereka pada nurut (menuruti orangtua
nya). Mereka jarang sekali minta uang jajan, Pak. Mereka tahu
kalau orangtuanya tidak mampu. Ya Allah, ... terkadang-ter
kadang saya sedih, nelangsa, menangis, Pak.

Makna diri yang terungkapkan dari hasil wawancara dengan


Nunah adalah adanya rasa sedih, nelangsa, menangis, ketika ha-

112 Hasil wawancara dengan Nunah pada 9 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 145

rus menjalani kehidupan dan penghidupan tanpa dampingan


suami. Ia harus berjuang sendiri, memberi makan dan mendi-
dik anak-anaknya yang lima orang masih-kecil-kecil supaya bisa
sekolah sesuai dengan amanat suaminya.
Dengan menyadari kondisinya yang demikian, tidak ada ja-
lan lain kecuali hanya pasrah dalam ketidakberdayaan. Ia harus
mau menerima keadaan. Dan yang penting ia harus berjuang
untuk tetap hidup dan menghidupi anak-anaknya. Dan, sebagai
orang yang tidak mampu dan tidak punya apa-apa, ia pun ti-
dak menolak jika ada orang yang bersedia membantunya secara
ekonomi. Artinya, ia berusaha untuk tetap bisa dipercaya untuk
bekerja sebagai buruh apa saja pada orang lain yang membutuh-
kan tenaganya.

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: yang penting diberi ke


sehatan dan berharap bantuan dari orang lain
Cerita dari Nunah di bawah ini menggambarkan aspek-aspek
kebutuhan pokok yang dirasakannya selama ini. Nunah me-
nyadari betul bahwa kondisinya sekarang, sebagai seorang jan-
da yang harus menghidupi dan mendidik anak-anaknya, sering
merasa iri dengan orang lain. Ia terkadang berharap ada bantuan
dari pihak lain, dari pemerintah, atau dari siapa pun yang ber-
simpati kepadanya. Dia tidak pernah menolak bantuan itu. Ber
ikut adalah penggalan-penggalan ceritanya itu:113

Sebetulnya, Pak, saya saat ini yang penting diberi sehat,


supaya bisa bekerja, buruh-buruh, bantu-bantu di tetangga, apa
saja. Kalau musim panen, mbawon, kalau musim tanam, saya
bantu menanam padi, terus matun. Apa sajalah, Pak. Orang gak
punya kan harus bekerja.

113 Hasil wawancara dengan Nunah 9 Maret 2015


146 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Dulu pernah sekali saya dapat bantuan BLT. Sekarang gak


lagi. Gak tahu sekarang gak dapat lagi. Padahal Bapak tahu, saya
gak ada apa-apa di sini. Saya sebetulnya sudah mengatakan ke
pada RT dan golongan (kepala dusun, kepala kampung) tentang
kondisi saya yang gak punya. Katanya mau didaftar dan diusul
kan, tapi ya sampai sekarang gak pernah dapat. Hanya sekali dulu
dapat Jamkesmas. Sekarang gak lagi.
Kemarin, waktu anak saya jatuh dari pohon, habis
bermain de ngan teman-temannya, tangannya retak. Saya
bingung, gak punya uang untuk berobat. Saya cuma punya
ayam 3 ekor yang agak besar, saya jual untuk berobat. Gak
pakai Jamkesmas, gak punya.
Ketika zaman gempa, dinding rumah saya ambruk, da
pur ambruk, kamar mandi ambruk. RT dan golongan juga su
dah datang ke sini (mensurvei). Tadi pada saat orang lain dapat
bantuan, ada yang 10 juta, ada yang 15 juta, saya gak dapat
apa-apa. Oleh tetangga saya, saya disuruh menanyakan ke
kantor desa, kenapa saya gak dapat bantuan uang gempa.
Oleh pengurus desa hanya dijawab, jatah untuk rumah ibu gak
ada. Mudah-mudahan tahun depan akan kami usulkan, kata
orang desa.
Saya juga terkadang protes kepada RT dan Lurah. Kena
pa tetangga saya yang punya sawah, anaknya usaha, bapak
nya usaha, kok dapat BLT dan bantuan gempa, sedangkan saya
dan ibu saya, yang gak punya apa-apa, gak dapat apa-apa dari
pemerintah. Sebenarnya saya iri dengan mereka yang dapat
bantuan, padahal lebih kaya dari saya. Mereka punya sawah,
saya tidak punya apa-apa.
Saya tahu persis, banyak rumah tetangga saya, yang
rusaknya lebih ringan dari rumah saya, pada dapat bantuan,
sementara rumah saya, yang rusaknya cukup berat, gak dapat
apa-apa. Saya gak tahu Pak, mungkin karena saya janda, jadi
disepelekan. Padahal saya sangat membutuhkan dana ban
tuan itu. Gak tahu ya, apakah ini nasib.

Tentu saja penulis ikut sedih dan berempati atas cerita


Nunah ini. Penulis pun tidak berkeinginan untuk mengetahui
lebih jauh tentang sedalam apa kemiskinan yang dialami oleh
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 147

Nunah ini. Sebab, dari gambaran yang disampaikan Nunah me-


lalui ceritanya kepada penulis, ditambah dengan hasil penga-
matan langsung penulis ke rumahnya, sudah cukup bagi penulis
untuk menyimpulkannya bahwa Nunah memang termasuk pen-
duduk yang sangat miskin. Namun, dalam ketidakberdayaannya
itu, ia masih sanggup menghidupi dan mendidik anak-anaknya
hingga sekolah lanjutan (SMP dan SMK). Dalam hati, penu-
lis hanya bisa mengucap perempuan hebat, sambil berdoa: Ya
Allah, mudahkanlah segala urusannya dan kabulkanlah doanya
yang baik-baik. Penulis pun diam, sambil mendengarkan cerita
atau lebih tepatnya adalah curahan hati (curhat) Nunah tentang
kehidupan dan penghidupan sejak masih ada sang suami yang
bekerja di Jakarta, sampai dengan pengalaman-pengalamannya
berjualan jajanan anak untuk menopang kehidupan keluarganya.

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan: coba dan gagal, kembali buruh
Pekerjaan Nunah sehari-harinya adalah buruh tani, serabutan, dan
bantu-bantu keluarga tetangga. Sebetulnya ia pernah mencoba
berdagang jajanan anak-anak di depan rumahnya, namun karena
kurang pengalaman dan terdesak oleh kebutuhan hidup sehari-
hari, modal dan barang dagangannya habis. Ia pun kembali beker-
ja sebagai buruh serabutan, yang selalu berharap ada tetangganya
yang mempekerjakannya dan mendapatkan upah darinya.
Cerita dari Nunah berikutnya adalah yang terkait dengan
usaha lain yang pernah dicobanya namun gagal karena kurang
pengalaman dan atau karena terdesak oleh kebutuhan untuk hi
dup sehari-hari. Berikut penuturannya:114

114 Hasil wawancara dengan Nunah pada 9 Maret 2015


148 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya sebetulnya terkadang sih punya pikiran usaha lain


nya. Tapi karena belum pernah, jadi bingung. Bagaimana ya ...
Dulu memang pernah mencoba jualan jajanan anak di depan
rumah, tapi karena terdesak kebutuhan, modalnya kepakai,
habis. Padahal, saya sudah coba, kalau pagi saya bekerja, bu
ruh di sawah, kalau sore, dagang jajanan, tapi ya tadi, gak ber
hasil, modalnya kepakai untuk kebutuhan sehari-hari.
Sekarang, saya hanya mengandalkan pekerjaan buruh
dan bantu-bantu tetangga. Kalau ada yang nyuruh bekerja,
saya kerjakan, yang mampu. Buruh tani, matun, mbawon,
menanam padi, memasak, dan sebagainya. Lumayan, untuk
menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk biaya sekolah
anak-anak.
Saya jadi keingetan suami saya. Zaman dia masih hidup,
usaha saya terasa gampang, bisa beli itu-ini, kebutuhan pokok
tertutupi. Tapi, gak nyangka, padahal suami tampak sehat,
tapi usianya gak panjang. Saya sedih kalau ingat.

Pengalaman hidup yang sangat berat itu, terutama dalam


mencari penghidupan untuk membiayai anak-anaknya yang ma-
sih kecil-kecil saat itu, ia kemukakan kepada penulis saat wawan-
cara berlangsung. Berikut penuturannya:115

Sejak saya ditinggal bapaknya anak-anak (suaminya),


lebih dari 10 tahun yang lalu, Pak, saya harus bekerja sendirian
untuk mencari makan dan membiayai sekolah anak-anak
saya lima orang. Pekerjaan suami saya, asalnya sopir pribadi
seorang bos di Jakarta. Tapi kemudian diangkat jadi sopir pe
rusahaan. Saya waktu itu di sini (di kampung), suami di kota,
bekerja. Menurut berita dari teman di kota, suami saya me
ninggalnya di rumah sakit. Semua biaya pengobatan sampai
pengurusan jenazah ditanggung perusahaan. Bahkan diantar
sampai sini. Saya sedih sekali Pak pada saat itu, mangkaning
anak saya masih kecil-kecil.

115 Hasil wawancara dengan Nunah pada 9 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 149

Sejak saat itu, saya harus bekerja, apa saja, di kampung


ini. Para tetangga juga banyak yang menyuruh saya mem
bantu sebisa saya. Terkadang disuruh bantu-bantu memasak
oleh tetangga pada saat tetangga punya hajat kecil-kecilan.
Kalau hajatnya besar ya gak kuat tenaganya, harus dibantu
oleh orang lain, harus dua orang. Saya juga buruh tani, matun,
menanam padi, dan mbawon.
Ya itu Pak, saya ceritakan. Alhamdulillah anak-anak sa
ya pada soleh-soleh, menerima sekali keadaan saya. Mereka
sekolah pada daftar sendiri-sendiri. Saya gak pernah mendaf
tarkannya. Saya senang, juga sedih. Senangnya saya bersyu
kur anak-anak mau sekolah, sesuai dengan wasiat bapaknya
sebelum meninggal. Sedihnya, saya gak punya biaya untuk
menyekolahkannya. Nangis saya, Pak. Tapi, ya itu, saya terus
terang, terkadang biaya sekolah pun sering terlambat dibayar.
Saya hanya buruh kecil, terkadang dapat terkadang tidak.
Suatu saat saya dapat uang 100.000, saya kasihkan kepada
anak saya yang di SMP, alhamdulillah uang itu cukup untuk
bayar SPP. Gak pernah jajan anak saya, Pak. Dan menurut
sekali. Dia tahu saya hanya janda yang gak punya apa-apa. Ke
sekolah juga jalan kaki. Kalau orang lain pakai sepeda, anak
saya mau jalan kaki. Gak apa-apa, katanya.
Kalau anak-anak yang lain dapat beasiswa dari sekolah.
Alhamdulillah Pak, anak saya tidak pernah dapat. Padahal,
saya sudah sering minta surat keterangan tidak mampu dari
desa, sampai malu saya memintanya untuk anak-anak saya,
tapi sampai sekarang tidak satu pun yang berhasil dapat bea
siswa. Mungkin nasib itu, Pak. Padahal, anak saya yang bung
su, sekarang sedang di SD, ranking satu terus, Pak. Tapi yaitu,
gak pernah dapat beasiswa. Saya juga gak tahu kenapa. Orang
lain yang tidak ranking dan orangtuanya ada, pada dapat, saya
tidak pernah. Sampai anak-anak saya tamat sekolah, SD atau
pun SMP, SPP-nya belum lunas. Terus-terang, saya gak punya
uang untuk membayarnya.
Saya ceritakan dengan jujur Pak, tiap hari saya tidurnya
tidak kurang dari jam 12.00 malam. Saya berdoa terus agar di
beri petunjuk supaya anak-anak saya bisa sekolah. Kalau gak
sekolah, nantinya mau apa.
150 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Sekarang, anak saya tinggal dua yang masih sekolah.


Yang kakak bungsu sedang di SMK. Untungnya anak saya
sangat menurut, sangat tidak boros. Dia tahu orang tuanya ti
dak punya, jadi mau menerima keadaan. Diberi uang 100.000
juga bisa untuk kepakai sampai puluhan hari. Kalau anak saya
minta uang untuk bayar SPP, misalnya, saya katakan tidak pu
nya, anak saya menangis, Pak. Saya sedih.

Dari cerita Nunah di atas, bisa diambil sarinya bahwa ia


adalah sosok ibu yang sangat amanah terhadap wasiat mendiang
suaminya sebelum meninggal dunia sekitar sepuluh tahun yang
lalu. Hal ini bisa dilihat dari hasil perjuangannya hingga saat ini.
Dengan mendidik dan membesarkan anak-anaknya yang pada
saat ditinggal mati suaminya masih kecil-kecil, sekarang ting-
gal dua orang lagi yang masih sekolah, yang bungsu di SD kelas
enam, sedangkan kakak bungsu sedang sekolah kelas tiga SMK.
Padahal, pekerjaan Nunah hanyalah sebagai buruh tani serabutan,
yang hanya mengandalkan kepada belas kasihan sejumlah te
tangganya.
Sejumlah tetangganya sering mempekerjakan Nunah dalam
bentuk pekerjaan yang bisa dilakukan oleh kaum perempuan,
seperti memasak, membersihkan rumah, matun, mbawon, me-
nyetrika, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah. Upah
dari pekerjaan-pekerjaan seperti itu ia kumpulkan untuk mem-
biayai anak-anaknya sekolah dan untuk makan sehari-hari.

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi spesifik:


wasiat suami, bertahan hidup, rezeki harus dicari
Sebagai orang yang tidak punya dan pekerjaannya juga serabut
an, Nunah menyadari betul bahwa tiap harinya diisi dengan
bekerja dan mencari penghidupan yang bisa dilakukannya. Ke-
tika wawancara berlangsung, di desa ini sedang musim paila atau
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 151

paceklik,116 yakni masa tidak ada apa-apa, masa menjelang panen


raya dimulai. Namun, di desa sebelah terkadang sudah ada yang
mendahului panen. Di situlah orang yang tergolong miskin, ter-
masuk Nunah, berusaha untuk mencari informasi kira-kira di
mana esok hari ada yang panen. Dan Nunah akan datang untuk
derep atau mbawon di tempat itu, walaupun tempatnya cukup
jauh, sekitar 3 4 km dari rumahnya.
Terkait dengan apa saja yang dicari oleh Nunah dengan
penghidupannya di masa-masa seperti ini, dia ungkapkan kepada
penulis sebagai berikut: Iya, mulai minggu ini saya akan mbawon
punya orang Ciporoan (tetangga desa). Di sana sudah mulai panen.
Kalau di sini nanti sekitar 2 mingguan lagi. Pokoknya, kalau gak
begini, bagaimana saya bisa hidup?117 Ini menggambarkan bahwa
Nunah tahu informasi tentang lahan-lahan rezeki yang akan dike-
jarnya, meskipun letaknya cukup jauh dari tempat tinggalnya.

Bertahan hidup: amanat suami, wasiat suami, wanti-wanti suami


Ungkapan kata-kata dari Nunah terkait dengan perjuangan
hidupnya selama ini, sehingga sampai sekarang masih mampu
bertahan hidup (survive), adalah karena faktor wasiat dan ama
nat dari suaminya sebelum meninggal. Berikut penuturannya:118

Saya selalu ingat pesan suami saya menjelang me


ninggal. Saya tidak tahu, mungkin sudah merasa umurnya gak
lama lagi ya. Dia berwanti-wanti agar anak-anak disekolahkan.
Saya jawab Insya Allah. Saya gak bisa berpikir lagi harus men

116 Paila atau paceklik adalah masa-masa di suatu desa sedang tidak ada bahan
pangan hasil pertanian, masa-masa kurang lebih 1-2 bulan menjelang panen raya.
Pada musim paceklik ini, biasanya ditandai dengan musin kemarau yang amat pan
jang, sehingga tanaman banyak yang mati, sawah kering kerontang, kebun pun
tidak bisa ditanami palawija. Pada kondisi seperti ini, penduduk desa, terutama
yang tergolong miskin, sangat menderita karenanya, pangan tidak ada, pekerjaan
sebagai buruh pun tidak ada.
117 Hasil wawancara dengan Nunah pada 9 Maret 2015
118 Hasil wawancara dengan Nunah pada 9 Maret 2015
152 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

jawab apa pada waktu itu. Sampai sekarang, saya ingat pesan
itu. Dan satu-satu anak saya sekolah, meskipun belum selesai.
Masih ada dua yang lagi sekolah, yang bungsu di SD kelas 6
dan kakaknya di SMK. Dengan biaya yang sangat tidak mencu
kupi. Hanya dengan modal serabutan seperti ini.
Pesan suami saya, masih saya ingat hingga saat ini. Kat
anya, Saya sekolah, masa anak saya gak sekolah. Saya wanti-
wanti ya, agar anak-anak disekolahkan. Dan, tanpa pikir pan
jang, waktu itu saya langsung jawab dengan Insya Allah.

Perjuangan tampaknya masih panjang buat Nunah. Anak-


anaknya masih ada dua orang yang sedang sekolah, dan mereka
membutuhkan biaya yang sangat tidak sedikit menurut ukuran
Nunah yang pekerjaannya hanya sebagai buruh tani serabutan
dan bantu-bantu tetangga. Tetapi dengan semangat juang yang
tinggi, dibarengi dengan doa yang selalu ia panjatkan ke hadirat
Allah SWT, yang hampir dilakukannya setiap malam, sedikit demi
sedikit, perjuangannya mulai membuahkan hasil. Penulis bergu-
mam: Selamat berjuang Nunah. Semoga Allah SWT mengabulkan
wasiat almarhum suamimu dan doamu. Amin. Dengan rasa berat
hati, penulis akhirnya meninggalkan Nunah di rumah sendirian;
masih terngiang di telinga penulis akan curhatnya yang mengha-
rukan.

H. Perasaan Terhina dalam Diam


Namanya Sidul. Penduduk selingkungannya pun menyebutnya
Sidul. Ia lahir dan dibesarkan di Sindangtawang, kecamatan Ban-
jarsari, kabupaten Ciamis, sekitar 51 tahun yang lalu. Namun
sejak menikah, ia menetap di kampung Pahauran, Sindangasih,
Banjarsari.
Pengalaman Sidul dalam mencari penghidupannya cu-
kup banyak dan bervariasi. Ia pernah merantau ke Pandeglang,
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 153

Banten, beberapa tahun yang lalu. Di Banten, dia bekerja sebagai


buruh di perkebunan, yang menurut pengakuannya di hutan,
jauh dari pemukiman penduduk. Di sini mah gak ada hutan
(maksudnya di desa tempat tinggalnya sekarang), cuma kebun,
ramai. Di sana (Pandeglang) mah tempat kerja saya jauh dari
desa,119 katanya.
Istri Sidul asli dari Pandeglang, Banten, sementara Sidul
asli orang Banjarsari Ciamis. Sidul merasa tidak betah tinggal di
Banten, sedangkan istrinya pun tidak betah tinggal di Banjarsari
Ciamis. Akhirnya mereka berpisah. Sidul membawa anak laki-
lakinya satu, sedangkan yang lainnya ikut istrinya di Pandeglang.
Di desa Sindangasih, khususnya di kampung Pahauran, Sidul
bekerja sebagai penjaga sasak gantung, yang memintas di sungai
Ciputrahaji, yang menghubungkan dua desa, yakni desa Suka-
mukti kecamatan Pamarican, dan desa Sindangasih kecamatan
Banjarsari. Sekarang, pekerjaan saya ya ini, mengurus sasak gan-
tung peninggalan Mbah Sobrowi, yang sekarang diteruskan oleh
muridnya, Ajengan Jured dari Gunung Gadung,120 katanya.
Secara ekonomi, Sidul tergolong ke dalam kategori miskin,
bahkan menurut pengakuannya nol atau gak punya apa-apa.
Sebagai orang yang gak punya, saya bersyukur ada pekerjaan
seperti ini. Bisa membantu keperluan umum (orang banyak), dan
bisa ikut makan.121
Sebenarnya, pekerjaan Sidul ini, meskipun tidak mencukupi
untuk menutupi kebutuhan sehari-hari bagi diri dan anaknya,
ada juga yang tidak suka. Seperti yang pernah dikemukakannya
kepada penulis, Banyak suka dan dukanya mengurus sasak ini.
119 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015 dan hasil observasi langsung
pada 2014
120 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015 dan hasil observasi langsung
pada 2014
121 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015 dan hasil observasi langsung
pada 2014
154 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Ada yang terang-terangan gak suka dengan saya bekerja di sini.


Mungkin dikiranya banyak duit di sini dari orang-orang yang
lewat. Padahal yang lewat pun terkadang-terkadang ngasih, ter-
kadang juga tidak.122
Selain bekerja sebagai penjaga sasak gantung, Sidul mem-
punyai pekerjaan sambilan, yakni memelihara bibit ayam adu,
atau yang dikenal di desa ini disebut dengan ayam bangkok dan
memelihara domba milik orang lain (maro). Seperti dikatakannya
kepada penulis, Saya, ya, menjaga dan mengurus sasak ini, tapi
sambilannya memelihara ayam bangkok dan memelihara domba
milik orang lain. Hampir tidak pernah kosong saya memelihara
domba dan ayam bangkok. Soalnya harganya lumayan, katanya
kepada penulis.

Miskin artinya tidak punya, tidak punya apa-apa, kosong


Kemiskinan bagi Sidul sudah dirasakannya sejak lama. Dia sudah
pernah bekerja sebagai buruh di perkebunan, sebagai pembantu
di rumah salah seorang juragan di desa, juga pernah bekerja
sebagai buruh tani. Namun, tampaknya belum berhasil hingga
saat ini.
Terkait dengan makna kemiskinan sesuai dengan yang dira-
sakannya, Sidul mengungkapkannya secara metafor, tidak lang-
sung mengatakannya sebagai penduduk miskin. Ia menggambar-
kan dirinya seperti yang pernah diungkapkannya kepada penulis,
sebagai berikut:123

Penghasilan dari sasak dan yang lainnya, ya dicukup-


cukupkan saja (makna sejatinya tidak cukup). Hanya untuk
makan sehari-hari ya cukup. Tapi, Bapak tahu sendiri, saya

122 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015


123 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015 dan hasil observasi langsung
pada 2014
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 155

gak punya apa-apa. Untuk membuat dinding rumah saya yang


terbuat dari bambu saja, saya minta ke orang lain. Gak bisa
beli. Anak saya gak sekolah, hanya SD juga gak tamat, gak ada
biaya. Sekolah kan biayanya macam-macam.
Ya, dikatakan senang, ya seperti itu, harus dikerjakan.
Orang gak punya memang harus kerja. Orang butuh makan.
Terkadang ya merasa iri dengan orang lain, terutama jika ada
bantuan dari pemerintah. Yang punya sawah, punya motor,
ada yang dapat BLT, saya yang gak punya apa-apa, gak dapat.
Mungkin itu nasib.

Makna diri terkait penghidupannya: asal mereka tidak menghina


saya
Ungkapan perasaan yang disampaikan Sidul kepada penulis be-
berapa waktu yang lalu, bisa menggambarkan seperti apa dan
bagaimana dia memandang diri dalam konteks sosial dan ke-
hidupannya sendiri. Bagaimana ia memandang diri dan peng-
hidupannya dalam konteks sosialnya. Berikut adalah penggalan-
penggalan perasaannya yang terungkap lewat obrolan dengan
penulis:124

Ya, saya sudah betah di sini. Saya di sini dengan anak


saya satu. Sedangkan istri saya ada di Banten, di Pandeglang,
dengan anaknya 2 orang. Kami berpisah. Dia gak betah di sini.
Saya juga gak betah di sana. Walaupun saya gak punya apa-
apa, tapi saya biasa hidup seperti ini (sebagai penjaga dan
pengurus sasak gantung) di desa ini.
Ya, itu nasib saya memang sudah seperti ini. Asal mereka
tidak menghina saya, saya sudah senang. Dengan kondisi saya
yang seperti ini, masih saja ada yang mengatakan saya yang
tidak-tidak. Pernah saya dituduh mencuri bambu untuk keper
luan sasak. Alasannya saya tidak meminta izin lebih dahulu un
tuk mengambil beberapa bambu miliknya. Padahal saya sudah
meminta izin untuk menebangnya. Tapi ya itu, saya katakan,

124 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015


156 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

jika saya mencuri untuk saya, mungkin saya sudah kaya. Lihat,
rumah saya juga bisa Bapak lihat, seperti ini kondisinya. Gak
ada apa-apa, gak punya apa-apa.

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: buruh-buruh, asal kerja


Seperti kehidupan di pedesaan pada umumnya, yang pen-
duduknya sebagian besar memiliki pekerjaan yang bersifat sera-
butan, Sidul pun seperti itu, ia memiliki pekerjaan lain sebagai
sambilan. Ia memelihara bibit ayam adu (ayam bangkok). Dia
punya satu induk betina dari turunan ayam bangkok, namun
jantannya dari jenis ayam kampung. Dia urus ayam itu sehingga
bertelur dan menetaskan anak ayam turunan campuran ayam
kampung dan ayam bangkok. Akan tetapi, Sidul sering meng
alami kejadian yang mengesalkan. Pernah, ayam sekandang mati
semua dalam satu malam saja. Mungkin itu yang sekarang dike-
nal dengan wabah flu burung.
Selain memelihara bibit ayam bangkok, Sidul juga biasa
memelihara domba milik orang lain, dengan cara maro atau bagi
hasil. Kalau Bapak memberikan domba kepada saya, juga akan
saya urus, kata Sidul kepada penulis. Paparan Sidul berikut, bisa
menggambarkan bagaimana dan seperti apa lika-liku penghi
dupan yang pernah dan sedang dialaminya:125

Ualah, Pak, ya itu, terkadang saya punya ayam satu kan


dang mati semua. Waduh, rugi besar. Kalau lagi musim hujan
kayak sekarang, banyak ayam yang mati mendadak. Kata TV
mah flu burung. Makanya saya gak pernah memelihara ayam
banyak-banyak, jadi kalau mati, gak rugi banyak.
Ya, itu, kalau ada yang memberikan pekerjaan kepada
saya, yang nol (gak punya apa-apa, kosong), saya senang. Di
desa sebelah, saya dengar ada yang dikasih domba, ada yang
dikasih sapi. Kelompok-kelompok tani itu yang dikasih. Tapi di
125 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 157

sini saya gak dengar. Kayaknya sih gak ada. Saya sering ketemu
golongan (kepala kampung), dia gak cerita tentang itu kok.

Dalam ungkapan-ungkapannya, dengan tegas Sidul me-


nyatakan bahwa ia sangat bersedia dan senang jika ada yang
memberinya pekerjaan, apa saja yang ia bisa melakukannya. Pe-
kerjaan yang dibutuhkannya tersebut tentu yang biasa dilakukan
oleh Sidul selama ini, seperti antara lain: meminjamkan lahan
garapan dengan cara maro, sawah ataupun ladang/kebun, mem-
beri sapi atau domba untuk dipelihara dengan cara bagi hasil atau
maro, atau pekerjaan lain yang sifatnya manjang atau berkelan-
jutan.
Selain pekerjaan, sebagai orang yang mengaku dirinya nol
atau gak punya apa-apa, sebenarnya ia sangat membutuhkan
apa pun yang bisa memperbaiki dirinya dalam penghidupannya.
Jelasnya, ia butuh pangan, sandang, papan, dan pendidikan, baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk anaknya yang tidak bisa
sekolah karena ketiadaan biaya.

Bantuan salah sasaran


Selama ini, walaupun hidupnya dapat dikatakan sangat kekurang
an dan sangat miskin, namun menurut pengakuannya, dia be-
lum pernah mendapatkan bantuan apa pun yang datangnya dari
pemerintah. BLT, sapi bantuan, domba betina bantuan, bebek,
atau apa pun, termasuk fasilitas dari kelompok usaha tani, dia
belum pernah mendapatkannya. Ungkapan-ungkapan dari Sidul
berikut ini, bisa menggambarkan pandangan-pandangannya ten-
tang berbagai bantuan yang datangnya dari program-program
pemerintah terkait pengentasan kemiskinan. Beginilah cara Sidul
menyampaikannya kepada penulis:126
126 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015
158 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya belum pernah dapat bantuan apa pun namanya,


BLT, sapi, domba, atau yang lain. Kecuali satu kali, yaitu kom
por gas kecil tempo hari. Selain itu, belum pernah.
Di sini, yang saya tahu, orang kalau sudah sakit parah, su
dah hampir mati, baru sering ada bantuan Askes atau Jamkes
mas itu. Jadi diusulkannya sudah terlambat. Terkadang-ter
kadang sih ada orang yang sakit dapat bantuan Askes, dapat
pinjam dari mereka yang punya Askes. Namanya diganti
dengan nama yang tertera pada Askes. Saya sendiri gak punya.
Itu, Pak Anu (Sidul menyebut nama seseorang), tetang
ga sebelah, ketika ada gempa dulu, lagi membangun rumah,
belum selesai, gak ada yang rusak wong lagi dibangun, malah
dapat bantuan 10 juta dari uang gempa. Enak sekali. Rumah
saya yang bukan gedung, hampir ambruk, ya gak dapat ban
tuan sampai saat ini. Padahal, golongannya (kepala kampung)
sudah mengontrol ke sini. Tapi ya, gak ada tuh bantuannya
yang tadi.

Penulis tidak bermaksud untuk membahas dan meneliti ten-


tang bantuan-bantuan yang dianggapnya salah sasaran ini, na-
mun lebih sebagai cara penulis untuk mengungkap secara objek-
tif , seperti apa dan bagaimana pandangan-pandangan informan
terkait dengan apa pun yang menyangkut dirinya sebagai orang
yang dikategorikan sebagai penduduk miskin. Dengan membi-
arkan informan bercerita dan mengungkapkan perasaan-pera
saannya sendiri terkait dengan kebutuhan-kebutuhan yang dira-
sakannya selama ini. Dikaitkan dengan adanya berbagai program
bantuan dari pemerintah maka permasalahannya menjadi lebih
jelas. Orang luar, termasuk mereka yang mengurusi masalah ke-
miskinan akan menjadi tahu apa yang dirasakan dan dibutuhkan
oleh mereka yang berkategori miskin.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 159

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi terkait


pekerjaan
Sejak sasak gantung dibangun sekitar 20 tahun yang lalu, man-
faatnya dirasakan oleh penduduk di desa-desa terdekatnya se
perti desa Sukamukti, desa Sukajadi, dan desa Ciporoan, yang
masih termasuk wilayah kecamatan Pamarican. Juga mereka
yang berasal dari desa Sindangasih, Sindanghayu, dan Kedung-
kendal, yang termasuk wilayah kecamatan Banjarsari; serta desa
Bantardawa yang termasuk wilayah kecamatan Langkaplancar,
banyak penduduknya yang memanfaatkan sasak gantung ini.
Sebelum sasak ini berdiri, atau ketika sasak ini rusak, orang-
orang dari desa tersebut di atas, harus memutar jika ingin beper-
gian ke desa atau tempat yang ada di seberang kali Ciputrahaji ini.
Jaraknya bisa lebih panjang dan bisa rugi dalam waktu tempuh-
nya. Sekarang sasak itu sudah ada. Pencetusnya adalah Embah
Sobrowi (alm), seorang ulama setempat yang namanya cukup ter-
kenal karena jasanya itu. Dan, sekarang tugas-tugas dakwahnya
diteruskan oleh para muridnya, terutama adalah Ajengan Jured
dari Gununggadung, Sindanghayu. Dia sekarang adalah pendiri
dan pemilik pesantren di bawah Yayasan Rohmawiyah. A jengan
Jured inilah yang sekarang mengurus segala sesuatu tentang
sasak gantung ini, terutama jika ada kerusakan yang dianggap
berat. Sementara itu jika tingkat kerusakannya hanya sebatas
bolong-bolong pada anyaman bambu, maka Sidullah yang
menanganinya.
Terkait dengan masalah pengurusan sasak gantung ini dan
beberapa jenis pekerjaan yang dilakukannya, Sidul bercerita ke-
pada penulis sebagai berikut:127

127 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015


160 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya diberi tugas oleh warga sekitar untuk mengurus


sasak ini. Yang penting harus diperbaiki jika ada yang bolong-
bolong. Saya tiap hari membuat anyaman bambu untuk
cadangan lantai sasak gantung ini supaya bisa dinaiki sepeda
motor, sepeda, dan pejalan kaki.
Terkadang ada yang ngasih ke kencleng (kotak amal),
ada juga yang tidak. Besarannya juga tidak ditentukan. Kalau
lagi ditungguin, yang lewat biasanya ada yang ngasih seribu,
dua ribu, ada juga yang tidak. Uang dari orang yang lewat ini
saya gunakan untuk membeli bambu, guna memperbaiki ban
taran sasak yang sudah rusak.
Bambu sasak ini kan tidak awet, terkadang hanya ber
tahan 3 bulan. Kehujanan dan kepanasan, juga ada sepeda mo
tor yang membawa barang berat, jadi cepat rusak. Dari uang
tadi saya memperbaikinya. Terkadang kalau kurang, bambu
bisa meminta sumbangan kepada penduduk sekitar sasak se
cara gratis. Mereka ada juga yang meminta bayaran, namun
sebagian besar bisa gratis.
Selain mengurusi sasak ini, saya sih sudah memelihara
domba milik orang lain. Tuh ada lima. Sekarang sudah mulai
ada yang besar. Nanti lebaran haji biasanya dijual. Lumayan
untuk menambah penghasilan.
Saya hampir tidak pernah kosong memelihara domba
milik orang lain. Ada yang dari kecil, dibesarkan. Ada juga
memelihara induk domba. Nanti kalau beranak, anaknya diba
gi dua dengan yang punya domba. Maro, namanya.

Cerita Sidul di atas menggambarkan suka-duka dia selama


menjalankan pekerjaan sebagai penjaga dan sekaligus pengurus
sasak gantung di desa ini. Ia senang karena bisa membantu orang
banyak menyeberang sungai yang cukup lebar. Dukanya adalah
terkadang ia disangka oleh sebagian orang yang tidak suka ke-
padanya. Disangkanya ia banyak menerima uang dari imbalan
para penyeberang. Padahal, para penyeberang ada yang memberi
uang, ada juga yang tidak. Tetapi karena ia merasa bertanggung
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 161

jawab kepada yang menugasinya, yakni golongan (kepala kam-


pung), ia mengerjakannya dengan penuh tanggung jawab.
Selain bekerja sebagai penjaga sasak gantung ini, Sidul juga
mempunyai sambilan pekerjaan yang lain, yakni memelihara
domba milik orang lain, dengan cara maro atau bagi hasil, dan
juga memelihara ayam adu, terutama pembibitannya. Berikut
cerita Sidul tentang pekerjaan tambahan ini:128

Saya juga sering ngobrol-ngobrol dengan teman-teman


yang biasa memelihara ayam adu (ayam bangkok). Makanya
saya juga mencoba memelihara ayam bangkok. Saya bertanya
kepada yang biasa memelihara ayam bangkok. Hasilnya, ya
sedikit. Kalau gak mati kena penyakit mati mendadak, luma
yan bisa dijual dengan harga yang di atas ayam biasa.
Saya belum pernah mencoba usaha yang sifatnya
dagang. Saya biasa buruh tani. Saya hanya sekali-sekali
mendapatkan imbalan dari jasa memberi tahu kepada orang
yang akan membeli dan atau menjual tanah. Tidak rutin, hanya
sekali-sekali saja. Setelah urusan beres, biasanya saya dikasih
sejumlah uang oleh yang menjualnya.

Sari dari cerita Sidul tentang beragam pengalaman dan lika-


liku pekerjaannya, termasuk dari mana dia mendapatkan infor-
masi dan pengetahuan tentang pekerjaannya, tergambar dalam
cerita di atas. Sebagian besar dari hasil pengalamannya bekerja
selama ini, ia dapatkan dari hasil obrolan dengan teman-
temannya yang sama-sama menyukai pekerjaan yang sejenis.
Misalnya ketika ia memelihara ayam adu dan pembibitannya,
ia berusaha untuk mencari informasi dari teman-teman sepro-
fesinya.

128 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015


162 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi spesifik


terkait pekerjaan: tidak punya modal, tidak berani ngutang
Ketika Sidul ditanya tentang tujuannya dan alasannya memilih
usaha sebagai penjaga sasak gantung dan mencari tambahannya
dengan memelihara ayam bangkok, dia mempunyai penjelasan-
nya sendiri. Berikut adalah penggalan-penggalan ungkapannya:129
Saya memiliki beberapa ekor anak ayam bangkok. Tapi setengah
bangkok. Induknya yang betina bangkok, sedangkan pejantan-
nya ayam biasa. Tapi dari turunan itu, banyak anaknya yang jadi
ayam bangkok, bagus-bagus. Harganya bisa mahal nanti jika su-
dah agak besar, meskipun belum jadi.
Belum jadi itu apa maksudnya Mas Sidul? tanya penulis.
Ya, belum bisa diadu dengan ayam lainnya. Sidul pun melanjut-
kan ceritanya:130
Ayam baru mlekeh (baru keluar dari telurnya) saja sudah
ada yang berani beli 20.000 hingga 30.000 per ekor. Kalau jadi
nantinya, ada yang harganya di atas satu juta per ekor. Saya sih
menjualnya kalau sudah sedikit besar, tapi belum siap adu. Jadi
harganya hanya sekitar 100.000 seekor. Kalau ada lima, ya lu
mayan. Untuk makan dan biaya pembibitan lagi. Soalnya men
gurus ayam bangkok ini mahal biayanya. Makanannya harus
pakai pur (pakan ayam khusus). Tidak bisa sembarang makanan
dikasihkan ke ayam. Gak bagus perkembangannya.

Tidak punya modal, tidak berani ngutang


Sidul tidak memiliki modal yang sebetulnya sangat dibutuhkan-
nya. Namun, ternyata ia tidak berani mengambil risiko dengan
meminjam uang ke bank. Dia hanya mau dibantu secara per-
sonal, bahkan sangat berharap dapat bantuan itu, seperti misal-
nya dipinjami garapan sawah atau lahan pertanian, diberi domba
129 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015
130 Hasil wawancara dengan Sidul pada 10 Maret 2015, dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 163

atau sapi, namun asal jangan mengutang ke bank. Ya bagaimana


lagi. Keinginan untuk berkembang sih sangat ada. Tapi, ya itu,
gak ada modal. Saya gak berani ngutang sama bank, takut gak
bisa mengembalikan cicilannya.131
Sidul pernah bertanya kepada orang-orang yang tahu ten-
tang berisikonya pinjam uang ke bank. Tanahnya disita gara-gara
tidak mampu membayar cicilan. Jadi, Sidul, karena merasa tidak
akan bisa mengembalikan cicilan itu maka lebih baik tidak pin-
jam saja. Padahal, jika ada yang memberikan bantuan modal, asal
jangan dari bank, maka dia berharap bisa mengembangkan usaha
ayamnya.
Tampaknya, Sidul termasuk orang yang tidak berani ambil
risiko dengan mengutang modal ke bank. Padahal dia sangat
membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya itu.

I. Ketidaktahuan dan Ketinggalan Informasi


Informan ke-9 ini namanya Bingun. Ia lahir, dibesarkan hingga
remaja di Wonosobo, sekitar 45 tahun yang lalu, namun sejak
menikah, ia bertempat tinggal di kampung Pahauran, desa Sin-
dangasih, kecamatan Banjarsari. Ia sudah lebih dari 15 tahun di
desa ini. Hanya sekali-sekali saja ke Wonosobo, menengok orang
tuanya. Sehari-harinya ia bekerja sebagai tukang becak.
Sebenarnya ia mau dan bersedia bekerja di bidang lainnya,
misalnya sebagai buruh tani atau pekerjaan lain di bidang per-
tanian tradisional, namun karena penduduk setempat mengang-
gapnya sebagai tukang becak, mereka tidak ada yang menyuruh-
nya bekerja atau mempekerjakannya. Berikut penuturannya:132

131 Hasil wawancara dengan Sidul 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada kurun
waktu 2014
132 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012
164 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya orang sini, sudah cukup lama, asalnya dari Wono


sobo Jawa Tengah, namun semenjak nikah, saya hidup di sini,
bekerja di sini. Sudah lebih dari 15 tahun saya mbecak sebagai
sambilan, sore hari, tapi kalau ada pekerjaan di pertanian ya
saya kerja dulu, buruh-buruh. Ya buruh serabutan di ladang
dan sawah. Atau jika ada yang nyuruh bekerja, ya saya laku
kan, asal saya bisa, saya lakukan. Tapi jarang yang nyuruh saya
bekerja. Mungkin mereka tahu saya tukang becak. Padahal,
saya mbecak itu sambilan saja.
Bagaimana ya, orang hidup di desa memang harus mau
bekerja apa saja, gak bisa pilih-pilih. Yang penting mau bekerja,
supaya dapat rezeki buat keluarga.
Saya juga senang memelihara domba atau sapi jika ada
yang mau membelikannya untuk saya pelihara. Tapi ya itu,
tampaknya mungkin belum ada yang percaya kepada saya
untuk memelihara sapi.

Miskin artinya tidak punya, tidak mampu, ketinggalan informasi


Menurut Bingun, miskin itu sama dengan ora nduwe (tidak
punya), tidak mampu. Konsep ini menggambarkan bahwa se-
tiap orang itu diberi kemampuan untuk berusaha menggapai
harapan-harapannya dan tujuannya. Dalam upayanya untuk

mencapai harapannya tersebut, seseorang ada yang berhasil dan
ada yang tidak. Kelompok yang berhasil dikategorikan sebagai
orang kaya atau orang berada, sedangkan mereka yang belum atau
tidak berhasil dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu.
Pengertian tidak mampu berbeda dengan tidak punya. Yang
pertama menggambarkan tingkatan upaya, sedangkan yang ke
dua menggambarkan kondisi kepemilikan. Seseorang dikatakan
tidak punya, artinya kondisi dia pada saat sekarang sedang ti-
dak punya apa-apa secara ekonomi. Sedangkan orang dikatakan
sebagai tidak mampu, maksudnya adalah bahwa upaya yang di-
lakukan olehnya menggambarkan belum berhasil atau tidak ber-
hasil mencapai harapan-harapannya secara ekonomi.
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 165

Kedua konsep di atas, tidak mampu dan tidak punya, digam-


barkan oleh Bingun dalam ungkapan-ungkapannya yang disam-
paikan kepada penulis, katanya:

Sudah lebih dari 15 tahun saya mbecak sebagai sambilan,


sore hari, tapi kalau ada pekerjaan di pertanian ya saya kerja
dulu, buruh-buruh. Apa saja. Sebagai orang yang tidak mam-
pu, ya banyak ketinggalan informasi dari pemerintahan. Ada
program-program yang diadakan pemerintah, saya tidak tahu.
Saya tahunya telat. Tapi sepertinya di desa sini, kampung sini,
gak ada yang namanya bantuan sapi, dana bergulir, domba,
atau bebek dari pemerintah.133

Ketinggalan informasi, tidak tahu


Bingun mengaku banyak ketinggalan informasi yang datangnya
dari pemerintah terkait dengan program-program pembangun
an desa, bahkan dia mengatakan tidak tahu ada program dari
pemerintah terkait dengan usaha kelompok tani pedesaan. Bisa
jadi seperti itu, sebab dia sehari-harinya bekerja sebagai penarik
becak, meskipun menurutnya hanya dijadikan sambilan saja,
namun pada kenyataannya, hampir tiap hari dia menarik becak.
Berikut penuturannya:134

Sebagai orang yang gak mampu, ya banyak ketinggalan


informasi dari pemerintah. Ada program-program yang dia
dakan pemerintah, saya tidak tahu. Saya tahunya telat. Tapi
sepertinya di desa sini, kampung sini, gak ada yang namanya
bantuan sapi, dana bergulir, domba, atau bebek, dari peme
rintah. Mungkin saja saya yang tidak tahu, wong saya tiap hari
mbecak, jadi jarang tanya-tanya ke desa.

133 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012


134 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
166 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Makna diri terkait penghidupannya: gak punya apa-apa, jiwa bu-


ruh, dan merasa diri tidak dipercaya orang lain
Bingun memandang dirinya sebagai orang yang tidak memiliki
apa-apa. Dalam bahasa Jawa, ia katakan sebagai ora nduwe apa-
apa. Hal itu dikatakannya ketika sedang ngobrol-ngobrol santai
antara dia dan penulis beberapa waktu yang lalu. Konteks tidak
punya apa-apa itu ia katakan bukan sebagai basa-basi, melain-
kan merupakan ungkapan perasaan yang sebenarnya. Penulis
juga menilainya, tidak ada hiperbola di dalamnya. Apa pun yang
penulis tanyakan kepadanya, ia jawab yang sebenarnya. Bahkan
penulis dipersilakan untuk memeriksa rumahnya. Dan, ternya-
ta, di rumahnya memang tidak terdapat benda-benda bernilai
ekonomis yang bisa dijadikan andalan untuk menutupi kebu
tuhan sehari-hari.
Penulis amati, di depan rumahnya yang kecil dan berlantai
tanah, terdapat satu unit becak yang dijadikan ladang usaha
nya setiap hari. Dan, dari pekerjaannya sebagai penarik becak
ini, Bingun berusaha untuk menghidupi keluarganya. Berikut
penuturannya:135

Mbecak zaman sekarang semakin sulit, banyak saingan.


Berbeda dengan dulu. Kalau dulu, asal mau keluar membawa
becak, ada saja penumpang, dan bisa beli beras untuk dimasak
pada hari itu. Sekarang, terkadang hanya ada satu atau dua
orang saja yang naik becak dalam sehari.
Sekarang, saya dapat dikatakan, sebagai petani yang
gak punya lahan garapan, sebagai buruh, gak ada yang nyuruh
bekerja. Banyak nganggurnya. Ya, akhirnya mbecak.

135 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 167

Merasa diri tidak dipercaya orang lain


Sebetulnya, Bingun punya keinginan untuk bekerja, apa saja pe-
kerjaan di desa, namun selama ini hampir tidak ada yang mem-
pekerjakannya. Mungkin karena para tetangganya mengetahui
nya bahwa Bingun sebagai tukang becak, maka mereka tidak ada
yang menyuruhnya untuk bekerja padanya.
Selain itu, ia juga sebenarnya menginginkan ada orang lain yang
memberikannya pekerjaan sebagai pemelihara sapi atau domba,
namun, lagi-lagi, sampai saat ini belum ada yang memberikannya.
Padahal dia secara langsung sudah memberitahukan keinginannya
itu kepada seseorang yang diperkirakan bisa memberikannya pe-
kerjaan dimaksud. Ada kesan bahwa ada orang yang belum percaya
kepada Bingun untuk itu. Berikut ungkapan-ungkapan Bingun ter-
kait dengan perasaan kurang dipercaya orang lain:136

Saya cukup dibelikan sapi atau domba saja beberapa. Itu


sudah cukup. Yang penting ada pekerjaan dan ada hasilnya. Ta
pi sampai saat ini belum ada yang membelikannya. Saya juga
gak tahu, apa gak percaya sama saya atau apa, saya gak tahu.
Tapi kalau Bapak (maksudnya penulis) bisa membelikan sapi
atau domba, saya senang sekali.
Saya sudah ingin sekali memelihara sapi. Pernah dulu
mempersiapkan kandang sapi. Tapi gak tahu kenapa, gak jadi
dibelikan. Mungkin orang belum percaya kepada saya.

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: dicukup-cukupkan saja


Cerita atau ungkapan-ungkapan dari Bingun berikut ini bisa meng-
gambarkan betapa ia sangat membutuhkan pekerjaan yang jelas,
yang relatif lebih pasti, dibandingkan dengan menarik becak yang
hasilnya tidak menentu:137
136 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012
137 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
168 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Sebetulnya, saya sangat membutuhkan pekerjaan yang


jelas. Di kampung seperti ini, saya sudah siap sebetulnya
memelihara sapi atau domba, bagi hasil dengan yang punya.
Tapi belum ada yang ngasih. Kalau Bapak bersedia membe
likan sapi, ini pribadi saja, mumpung ketemu dengan Bapak,
biar saya urus dengan baik, nanti bagi hasil. Saya saat ini sangat
membutuhkan pekerjaan seperti itu, tapi gak punya modal.
Akhirnya, ya mbecak. Biar sedikit, tapi ada saja yang mau naik.
Selain itu, ayam juga saya punya beberapa ekor. Ya orang
kampung mah banyak yang pada memelihara ayam. Makanan
ayam kampung kan cukup dengan sisa-sisa makanan sehari-
hari. Daripada dibuang, kan lebih baik untuk ayam.
Saya sekali-sekali ya punya uang, 10 atau 20 ribu, dari
mbecak, tapi melihat beras kosong di rumah, uang itu saya be
likan beras, untuk makan. Rencana mengumpulkan modal pun
gagal. Begitu seterusnya, kebutuhan sehari-hari terus mende
sak. Sedangkan penghasilan gak tentu.

Sampai di sini, penulis kejar dengan pertanyaan tentang cu


kup tidaknya penghasilan sebagai penarik becak dan pengalaman
lainnya terkait dengan menarik becak ini. Berikut jawabannya:138

Ya, dicukup-cukupkan saja, Pak. Tentu sangat minim.


Sekarang sangat sulit usaha. Contoh saya pribadi, yang mbe-
cak di Banjarsari. Sudah ngejar-ngejar mobil bis yang berhenti
di pertigaan tempat mangkal saya dan becak-becak lain, saya
sudah berusaha untuk rebutan menjembut penumpang, eh,
malah sudah dijemput oleh saudaranya. Saya gak tahu, bahwa
penumpang tadi sudah ada yang menjemputnya. Penumpang
tadi, menunggu sebentar kemudian ada yang menjemputnya
pakai motor, saudaranya. Sekarang begitu Pak, usaha di za
man sekarang, seperti mbecak. Sangat sulit.
Saya mbecak sudah cukup lama. Kalau dulu hasilnya
lumayan, sekarang terkadang tidak ada penumpang, ya gak
dapat apa-apa. Terkadang dalam satu hari, saya hanya dapat
1 atau 2 penumpang, padahal di rumah lagi gak punya beras.

138 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 169

Terhadap cerita Bingun di atas, terutama pada kalimat


terakhir yang diucapkannya, penulis hanya bisa diam sambil
mengangguk-angguk. Kemudian penulis pancing supaya Bingun
bersedia cerita mengenai berbagai bantuan dari pemerintah atau-
pun dari yang lainnya.

Bantuan salah sasaran


Meskipun Bingun termasuk orang yang tidak punya, bahkan
menurut pengakuannya tidak memiliki apa-apa, sebagai akibat
dari ketidakmampuannya berusaha dalam kompetisi yang tidak
seimbang, ia tetap bekerja dan terus bekerja untuk menghidupi
keluarganya. Hidup di desa memang harus bekerja, apa saja, su-
paya bisa makan,139 katanya. Sebagai orang yang tidak mampu
atau tidak punya, tentu ia sangat membutuhkan bantuan dari
pihak lain untuk mempertahankan hidupnya. Namun, menurut
pengakuannya, sampai saat ini ia belum pernah mendapatkan
bantuan dalam bentuk apa pun terkait dengan usahanya itu, ke-
cuali dulu pernah mendapat satu unit kompor gas dan tabung gas
3 kg dari pemerintah.
Dia mengaku terlambat mengetahui bahwa ternyata ada
berbagai program dari pemerintah yang tujuannya membantu
penduduk miskin di desa seperti antara lain berupa bantuan
sapi, domba, bebek, atau lainnya. Cerita Bingun tentang adanya
berbagai bantuan yang tidak pernah diterimanya itu, disampai-
kannya kepada penulis sebagai berikut:140

Contohnya kemarin waktu ada bantuan gempa. Golong


an (kepala kampung) saya sudah mengontrol ke rumah saya.
Malahan dia suruh saya memperbaiki saja, rusaknya sedikit

139 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret, 2012


140 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
170 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

katanya. Padahal, hampir ambruk itu rumah. Yang aneh,


menurut pendapat saya, tetangga saya yang punya sawah
hektaran, dapat bantuan. Sedangkan saya yang gak punya
apa-apa, rumahnya pun hampir ambruk, gak dapat apa-apa.
Gak tahulah, orang-orang desa (para pengurus desa) yang
mengaturnya. Mungkin mereka pilih kasih.
Saya juga tidak tahu. Pemerintah itu bagaimana menen
tukannya. Saya orang yang gak punya, yang seharusnya dapat,
malah enggak. Sementara orang yang dikatakan kaya, punya
sawah, motor, malah dapat. Saya gak ngerti cara menentukan
nya.
Setahu saya, di sini, di Pahauran ini, gak ada bantuan
sapi atau domba dari pemerintah. Mungkin saya yang gak
tahu. Saya tiap hari mbecak, jadi jarang ketemu dengan lurah.
Jadinya saya telat informasi. Tapi, waktu ketemu dengan go
longan, dia diam saja. Ya, biarlah.
Ya itu, Pak. Bantuan yang salah sasaran. Padahal, kita-
kita yang gak punya apa-apa, sawah gak punya, pekerjaan juga
sering kosong, gak dapat apa-apa. Mungkin itu yang disebut
nasib. Ya mau bagaimana lagi.
Saya sih, mumpung ketemu Bapak, saya mohon di
belikan sapi, untuk saya urus, nanti hasilnya dibagi dua.

Jelas sekali apa yang dipaparkan oleh Bingun. Ia sangat


membutuhkan bantuan terkait penghidupannya sehari-hari.
Bantuan-bantuan dimaksud diutarakan kepada penulis secara
terus terang. Bahkan penulis dianggapnya mampu membantunya
untuk memberinya modal berupa sapi untuk diurusnya dengan
cara bagi hasil atau maro.

Pengalaman dalam mencari informasi terkait pekerjaan: banyak


yang sudah dicoba, tapi tidak berhasil, dan terus mencari
Bingun sebenarnya sudah pernah mencoba berbagai bentuk usa-
ha, namun belum ada satu pun yang berhasil. Memelihara ayam,
baik ayam kampung maupun ayam adu, semuanya tidak ada
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 171

yang berhasil. Ungkapan-ungkapan Bingun terkait dengan kega-


galan usahanya, diceritakan kepada penulis, sebagai berikut:141

Saya juga pernah punya beberapa ayam, malamnya


masih sehat-sehat, eh paginya sudah pada kaku, mati semua.
Mungkin itu yang disebut flu burung seperti diberitakan di
televisi. Dulu juga ada penyakit seperti itu, tapi gak secepat
itu matinya. Sekarang, banyak ayam sekandang mati semua
dalam satu malam. Anehnya, ayam yang sorenya tampak se
hat, eh paginya sudah kaku di tanah.
Meskipun penghasilannya sangat kecil, ya harus kerja,
untuk menghidupi anak istri. Apa saja, yang penting jenis
pekerjaan di desa, saya lakukan. Mbecak, memelihara ayam,
buruh, pokoknya bisa mendapatkan uang untuk makan sehari-
hari.
Saya memang belum pernah yang namanya dagang ber
hasil. Saya lihat, di sini dagang kayanya gak laku. Ketika ada
keramaian, contohnya, dagangan jajanan untuk anak-anak di
sini hampir gak laku. Tapi orang sini yang dagang di tempat
lain, di desa sebelah, ya laku. Di sini beda kebiasaannya. Di sini
kayanya gak ada uang gitu.
Saya sebetulnya lebih suka di kota. Mbecak di kota jelas
lebih laku. Di kampung, gak ada yang mau naik becak. Ke
pasar juga pada sering jalan kaki. Mereka yang pergi ke pasar,
jualan hasil sayuran di kebun, dapat uangnya hanya 10.000 ru
piah. Kalau naik becak, ya gak dapat apa-apa pulangnya. Saya
dengar, di kota juga becak sudah mulai jarang sekarang.
Saya pernah mencoba jualan mie, bakpau, waktu itu di
Ciamis, namun sekarang gak lagi. Modalnya habis. Kayanya
gak bakat gitu. Sampai sekarang, sebenarnya saya masih men-
cari-cari kira-kira usaha apa yang bisa berhasil. Makanya sambil
mbecak, saya ingin nantinya mencari orang yang mau membe
likan sapi atau domba untuk saya urus dengan cara maro.

Sangat jelas dan tegas apa yang diceritakan Bingun kepada


penulis seperti di atas, namun demikian, sampai saat sekarang,

141 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012


172 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

dia masih mencari terus usaha apa kira-kira yang bisa meng-
hasilkan cukup untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Seperti
dikatakannya, sebagai penarik becak adalah pekerjaan sambilan-
nya, yang utama adalah yang sedang dicarinya, yang hingga seka-
rang belum ditemukan.

Alasan dan tujuan mencari dan menggunakan informasi spesifik:


Ingin berubah, tidak ada jalan
Bingun sebenarnya ingin mengubah nasibnya, namun semua usa-
hanya yang pernah ia coba, gagal semuanya. Di desa, di kota, tidak
ada yang berhasil. Akhirnya dia memutuskan untuk menarik becak
saja di desa. Meskipun penghasilannya tidak bisa mencukupi ke-
butuhan rumah tangganya, ia terus bekerja sebagai penarik becak
karena keluarganya harus makan.
Terkadang ia berpikir, sebagai penarik becak, penghasilan-
nya kecil dan terkadang tidak menentu. Oleh karena itu sering ia
berpikir untuk pinjam modal ke bank, namun karena takut tidak
bisa mengembalikan cicilan dan bunganya, ia urungkan niatnya
itu. Selain itu juga, ia tidak punya jaminan tanah ataupun harta
yang lain sebagai syarat bank mau meminjami uang. Terkait de
ngan keinginan-keinginan seperti itu, Bingun menceritakannya
kepada penulis, sebagai berikut:142

Sebetulnya saya ingin sekali berubah, berkembang se


perti yang lainnya. Saya butuh sekali modal untuk itu. Tapi
ya seperti ini. Modal dari mana? Saya gak berani pinjam uang
ke bank. Jaminannya gak punya. Kalaupun punya, katanya
urusannya rumit. Kalau tidak bisa bayar, jaminannya disita
bank. Kan takut. Udahlah, gak perlu pinjam ke bank. Lakukan
saja pekerjaan seperti ini (menarik becak).

142 Hasil wawancara dengan Bingun pada 10 Maret 2012


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 173

Cerita Bingun pada paragraf di atas sangat jelas menggam-


barkan ketidakberdayaannya dalam menjalankan usahanya yang
sekarang sebagai penarik becak. Dia memiliki harapan ingin
berubah, namun tidak tahu harus bagaimana memulainya. Dia
butuh modal, tetapi tidak ada yang memberinya. Dalam pikiran-
nya, jalan usahanya tidak terbayang akan seperti apa ke depan-
nya.

J. Tidak ada yang bisa dikerjakan


Nama informan yang ke-10 ini adalah Ponijo. Ia lahir sekitar 43
tahun yang lalu. Ia asli penduduk kampung Pahauran, desa Sin-
dangasih, kecamatan Banjarsari. Ia anak dari seorang petani yang
juga asli penduduk desa ini. Seperti orangtuanya, Ponijo bekerja
sebagai buruh tani serabutan.

Makna miskin: sering tidak ada yang menyuruh bekerja, menganggur


Ponijo termasuk orang yang secara jujur mengakui sebagai
orang yang lebih suka bekerja sebagai buruh tani serabutan. Dia
mengaku tidak punya lahan garapan, sawah ataupun ladang. Jadi,
penghidupannya hanya mengandalkan diri pada bekerja sebagai
buruh. Ketika merantau ke Kalimantan pun dia menjadi buruh di
perkebunan kelapa sawit.
Dia mengaku diri sebagai orang yang tidak punya, lahan ti-
dak punya, sawah tidak punya, jadi hanya bisa bekerja sebagai
buruh. Seperti pernah dikemukakannya kepada penulis: Tapi ya
itu, orang gak punya lahan, ya bisanya ya buruh. Kalau ada yang
nyuruh kerja ya dilakukan. Kalau lagi gak ada ya, diam. Saya ker-
janya serabutan. Tani gak punya sawah. Dagang gak punya modal.
Buruh, terkadang gak ada yang nyuruh bekerja. Sering nganggur.
174 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Makna diri terkait penghidupannya: jiwa buruh, takut gagal ber-


wirusaha
Ponijo dengan tegas dan jujur mengaku diri sebagai orang yang
lebih suka memburuh. Ia tidak berani berusaha di sektor lain.
Berdagang, memelihara sapi, domba, atau jenis usaha yang me-
merlukan modal lainnya, ia tidak berani. Berikut penuturannya
kepada penulis:143

Jiwa saya kan jiwa tukang buruh di orang. Jadi pekerjaan


selain itu saya rasa gak tertarik. Misalnya memelihara domba,
saat ini masih belum tertarik. Takut gagal.
Ketika muda, saya pernah jualan cilok dulu, saya keliling
desa sini, hampir gak laku. Tapi ketika saya keliling ke desa lain
di Ciawitali, di Sindanghayu (di desa-desa sebelah), lumayan,
sedikit laku. Tapi karena penghasilannya gak tentu, saya ber
henti. Saya pilih sebagai buruh saja, di desa.

Kalau ada yang menyuruh bekerja, saya lakukan, kalau tidak ada,
diam
Sebelum ini, Ponijo pernah merantau ke Kalimantan, bekerja se
bagai buruh di perkebunan kelapa sawit. Cukup lama ia di sana,
namun akhirnya tidak betah, dan pulang ke desanya. Di desa ini,
ia bekerja sebagai buruh tani serabutan. Ponijo bercerita kepada
penulis pada saat wawancara berlangsung, yang tidak penulis
edit, intinya sebagai berikut:144

Saya selama ini ya di sini, di kampung, buruh-buruh. Ka


lau ada yang nyuruh kerja, saya kerjakan. Kalau gak ada yang
nyuruh ya diam, nganggur. Sambilannya ya memelihara ayam
beberapa ekor di rumah.

143 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
144 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 175

Saya belum lama di sini, baru sekitar 6 bulan. Sebelum


nya saya bekerja di Kalimantan, ada tiga tahunan. Saya baru
pulang dari buruh di Kalimantan, di perkebunan sawit, tapi gak
betah, ingat keluarga di kampung. Mau saya, saya ingin men
cari pekerjaan di kampung di sini, tapi gak punya lahan perta
nian. Jadi ya buruh saja, seadanya.
Saya sih asalnya asli dari sini, namun sejak menikah, saya
mencoba merantau mencari penghidupan ke Kalimantan se
bagai buruh tani dan perkebunan, tapi ya, dipikir-pikir, jauh
dari keluarga, gak enak. Akhirnya saya memutuskan untuk
pulang kampung. Sebisa-bisa saya bekerja di sini, meskipun
hanya sebagai buruh serabutan di desa, di ladang.
Saya orang gak punya apa-apa. Sawah gak punya, ladang
gak punya, modal gak ada. Jadinya ya buruh-buruh saja. Apa
pun yang bisa saya kerjakan, saya lakukan.
Saya sudah biasa buruh di pertanian. Tapi di desa, sa
ya gak punya lahan, gak ada yang nyuruh bekerja, sering
nganggurnya. Terkadang buruh di bangunan, di sawah, di
ladang. Pokoknya serabutanlah. Gak milih-milih pekerjaan.
Yang penting bisa kerja, ada penghasilan.
Di perkebunan, ya buruh-buruh, di kelapa sawit. Saya
hampir 3 tahun di sana. Ya itu, saya keingetan keluarga di sini.
Saya sendiri di sana, sementara anak dan istri di sini Jadi saya
memutuskan untuk pulang saja. Cari-cari pekerjaan di sini, apa
saja, yang penting bekerja.

Cerita Ponijo di atas menggambarkan bahwa dia sejatinya


lebih suka bekerja sebagai buruh dibandingkan dengan jenis pe-
kerjaan lainnya. Bahkan ia lebih suka buruh serabutan di kam-
pung halamannya supaya tidak jauh dengan keluarganya. Meski-
pun penghasilannya sebagai buruh serabutan dikatakan tidak
mencukupi, ia tetap melakukannya.
176 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: Butuh pekerjaan yang


lebih pasti, misalnya menggarap sawah dengan cara maro.
Sebagai orang yang jiwanya buruh, seperti diakuinya, Ponijo
lebih suka bekerja di sektor itu. Misalnya, dia sangat berharap
ada orang yang bersedia mempekerjakannya sebagai penggarap
sawah atau ladang dengan cara maro. Dengan begitu maka peng-
hasilannya lebih ada kepastian. Ponijo mengungkapkan kepada
penulis sebagai berikut:145

Saya sih asal ada yang meminjamkan sawahnya atau


ladangnya, berapapun luas atau sempitnya sawah itu, akan
saya garap dengan baik. Nanti hasilnya dibagi dua (maro).
Saat sekarang saya sangat membutuhkan lahan untuk perta
nian di desa. Saya butuh pekerjaan untuk menutupi kebutuhan
keluarga.
Ingin sih usaha, misalnya dagang, tapi gak punya modal,
dan saya takut gagal. Sekarang saya lagi menggarap sawah
milik orang lain, maro, istilahnya. Tapi kalau sawahnya diam
bil yang punya, ya gak punya garapan lagi. Gak tahu nantinya
bakal apa.
Saya gak suka memelihara sapi atau domba. Saya gak
bisa. Saya maunya menggarap sawah atau ladang, untuk saya
tanami, nanti hasilnya dibagi dua dengan yang punya sawah.
Saya mohon kepada Bapak, agar bisa meminjamkan
sawah buat saya tanami dan nanti hasilnya dibagi dua. Saya
mau bekerja apa saja, yang penting mengurus sawah atau ke
bun. Yang lain-lain saya gak bisa.

Ternyata yang sangat dibutuhkan oleh Ponijo pada saat seka-


rang adalah pekerjaan sebagai buruh yang lebih pasti, misalnya
dengan menggarap sawah milik orang lain. Pekerjaan jenis lain-
nya yang bersifat wirausaha, dia tidak menyukainya. Ia takut
gagal. Sedangkan bekerja sebagai buruh, menurutnya adalah pe-

145 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 177

kerjaan yang tidak mengandung risiko gagal. Jadi ia lebih senang


dan tenang bekerja sebagai buruh saja. Artinya, bekerja sebagai
buruh serabutan di sektor pertanian, adalah pilihan hidupnya.

Bantuan salah sasaran


Sebagai orang yang tidak punya, Ponijo sebetulnya sangat mem-
butuhkan bantuan dari orang lain, juga dari pemerintah. Akan
tetapi nyatanya, sampai sekarang, ia belum pernah mendapatkan
bantuan dari pemerintah itu, kecuali bantuan kompor gas dan
tabung kecil berukuran 3 kg beberapa tahun yang lalu. Berbagai
program bantuan yang digulirkan pemerintah selama ini, seperti
antara lain BLT, modal bergulir, sapi bantuan, domba bantuan,
atau lainnya, belum pernah ia terima. Berikut pengakuannya:146

Gak pernah dapat bantuan saya. Mungkin belum.


lhamdulillah, dulu pernah sih dapat bantuan kompor dan gas
A
yang kecil itu, Katanya dari kenaikan harga BBM. Selain itu,
gak pernah dapat bantuan. Bahkan kayaknya di desa sini, gak
ada yang dapat bantuan seperti itu.
Uang bantuan gempa dan BLT saya juga gak dapat.
Orang lain yang sebetulnya punya sawah dan punya motor,
dapat BLT, saya gak. Itu mungkin nasib. Askes dan Jamkesmas
juga gak dapat.
Waktu itu, ada BLT dari BBM katanya, yang punya sawah
dan punya motor, dapat bantuan, sedangkan saya yang gak
punya apa-apa, gak dapat BLT. Itu kan salah sasaran bantuan
nya. Gak tahu, yang menentukannya siapa, mungkin pemerin
tah di desa.
Saya dapat kompor gas saja dulu. Tapi kalau bantuan
yang lain, BLT, gempa, sapi, domba, belum pernah. Saya
sekarang mah sudah menganggap jika ada kabar akan ada
bantuan, saya menganggapnya sebagai angin lalu saja. Ang
gap tidak akan pernah ada bantuan, jadi gak berharap banyak.

146 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015


178 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Dari paparan Ponijo di atas, tampak jelas bahwa sebagai orang


yang tidak punya apa-apa, dia sangat berharap bisa mendapat-
kan bantuan apapun yang bisa mengurangi beban hidupnya yang
terasa berat selama ini. Ia merasa bahwa berbagai bantuan yang
katanya ada di desa, tidak sampai kepada yang benar-benar mem-
butuhkannya, seperti dirinya, contohnya. Bantuan-bantuan tadi
menurutnya salah sasaran. Yang seharusnya dapat bantuan, tidak
dapat, sedangkan mereka yang seharusnya tidak terlalu membu-
tuhkannya, malahan dapat bantuan itu.

Pengalaman dalam mencari informasi terkait pekerjaan: lebih


senang di kota, tapi memilih bekerja sebagai buruh di desa, sumber
interpersonal lebih disukai
Ponijo ternyata masih belum memiliki kepastian dalam menen-
tukan sikap memilih jenis penghidupannya sendiri. Dia masih
tertarik dengan kehidupan di kota. Menurut pandangannya, di
kota lebih mudah mencari pekerjaan. Sedangkan di desa, sangat
sulit. Kalaupun ada, pekerjaan di desa sifatnya serabutan. Apa
saja harus bisa melakukannya. Kegamangan inilah yang mungkin
membuat dia masih mencari jenis penghidupan yang lebih baik
daripada sekarang. Meskipun dia tetap lebih memilih sebagai bu-
ruh dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Berikut ini
adalah ungkapan-ungkapannya yang pernah diceritakan kepada
penulis, terkait dengan pilihan pekerjaannya:147

Wah, kebalik, Pak. Saya malah lebih senang di kota. Di


kota lebih mudah cari pekerjaan. Di kampung mah cari kerja
sangat sulit. Buruh, gak ada yang nyuruh. Dagang, gak laku.
Pokoknya sulitlah. Di kota, kan banyak yang bisa dikerjakan.
Tapi, ya itu, saya gak bisa ninggalin keluarga.

147 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 179

Saya lihat dan tanya-tanya ke teman, ojek juga begitu.


Mereka sering berebut dengan becak dan dengan ojek lain. Pa
dahal penumpangnya terkadang gak ada.

Di desa harus mau bekerja apa saja


Menurut pendapat Ponijo, kalau ingin hidup di desa, seseorang
harus mau bekerja apa saja, tidak bisa memilih-milih pekerjaan,
terutama jika dimaksudkannya adalah bekerja sebagai buruh di
sektor pertanian. Jenis-jenis pekerjaan dimaksud, bisa berbeda-
beda bentuknya, misalnya mencangkul, membersihkan selokan,
membetulkan genteng yang melorot, memperbaiki air sumur
yang bau, mencarikan kayu bakar, menanam padi, dan sebagai
nya. Pekerjaan lain yang masih ada kaitannya dengan kehidupan
di desa antara lain adalah memelihara ayam, itik, bebek, dom-
ba, sapi, ikan, menanam sayuran di pekarangan rumah, dan se
bagainya. Pekerjaan sebagai buruh tani serabutan itulah yang di-
pilih oleh Ponijo saat ini, yakni semenjak ia lebih memilih tinggal
di desa. Berikut penuturannya:148

Kalau saya sih gak suka memelihara domba atau sapi.


Gak bisa. Belum pernah. Saya lebih suka buruh yang jelas
hariannya. Kalau bisa ya yang manjang (berkelanjutan, tidak
hanya satu atau beberapa hari). Tapi ya, di kampung mana
ada pekerjaan seperti itu. Kalau musim panen, ya derep. Habis
panen ya mulai menggarap sawah. Begitu seterusnya. Kalau di
ladang, karena gak punya lahan, ya kadang-kadang saja disu
ruh kerja membersihkan ladang.
Pernah dulu, saya dagang jajanan anak, cilok. Di sini tidak
laku. Orangnya gak ada yang mau jajan. Orang di desa sini ka
yanya berjiwa tani. Pada irit. Daripada jajan, mahal, lebih baik
bikin sendiri, bisa kenyang makannya. Beli bala-bala, lima ra
tus satu buah. Kalau dua ribu cuma dapat empat. Bikin sendiri
sih dengan uang dua ribu bisa kenyang sekeluarga.

148 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015


180 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya dulu pernah dagang cilok keliling desa sebelah, ti


dak di sini. Sekarang gak lagi. Kan sambilan, ada yang nyuruh
kerja, ya kerja saja. Dagang kan bisa lain hari.
Waktu saya kerja di Jakarta beberapa tahun yang lalu,
saya pernah dinasehati oleh Cina, dunungan saya. Katanya, Jo,
kalau kamu ingin kaya, jangan buruh, cari pekerjaan sebagai
pedagang, buruh mah gak bakalan bisa jadi orang kaya.
Tapi saya berpendapat lain, kalau buruh dapatnya sedikit
tapi ada kepastian, manjang (berlanjut). Tapi kalau dagang, ka
lau jadi ya cepat kaya, tapi kalau gagal ya cepat habis. Maka
itu, saya pilih buruh, yang lain gak bisa.

Ya, pilihan hidup dan penghidupan Ponijo memang buruh


serabutan di desa. Pekerjaan lain dia tidak suka. Dia takut gagal
lagi seperti dulu pernah ia lakukan. Dagang cilok di desa, namun
tidak laku, sehingga modalnya habis. Akhirnya, dia kembali se
bagai buruh tani serabutan. Dan itu pilihan pekerjaannya sampai
sekarang.

Motif di balik mencari informasi: ingin berubah, berkembang, teta-


pi tidak berani ambil risiko
Seperti di muka sudah dikemukakan, bahwa Ponijo sebetulnya
punya keinginan untuk berubah dan berkembang, akan tetapi
dia termasuk orang yang tidak berani mengambil risiko. Bahkan
diakuinya ia lebih suka bekerja sebagai buruh tani dan buruh se-
rabutan lainnya yang ada di pedesaan. Dia tidak akan mencoba
lagi berdagang atau mencoba usaha lain yang bentuknya dagang.
Ia lebih suka bekerja sebagai buruh namun yang ada kepastian
waktu dan harapan hasilnya, seperti menggarap sawah milik
orang lain dengan cara maro, atau buruh lain yang sifatnya mene-
tap. Berikut penuturannya kepada penulis:149

149 Hasil wawancara dengan Ponijo pada 10 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 181

Saya lebih suka diberi garapan sawah atau lahan. Saya


gak berani misalnya pinjam uang ke bank untuk modal. Takut
gak bisa membayar. Nanti malah repot. Selain itu, persyaratan
nya kan juga sulit. Harus ada jaminan. Ah, gak berani, takut.
Masyarakat sini jiwanya tani, gak suka jajan. Kalau mau
jajan, nanti sambil ke pasar Banjarsari. Lihat itu, hampir gak
ada yang bawa dorongan (PKL) yang keliling di sini. Tapi kalau
di sebelah barat kali ini (Sukamukti dan Sukajadi), apapun laku
dijual. Di sana banyak penduduknya dan banyak uang. Anak-
anaknya juga senang jajan. Di sini, tani, jarang beli jajanan. Ka
lau lapar, ya makan, tidak perlu jajan. Jika ingin makan jajanan,
ya bikin sendiri. Pisang goreng, bala-bala, peyek, itu bisa bikin
sendiri. Lebih kenyang, lebih murah, dibandingkan dengan
beli, gak kenyang, lebih mahal.

K. Tidak Pernah Berkembang


Boniah lahir di kampung Tugusari, desa Sukamukti, kecamatan
Pamarican. Dari lahir hingga sekarang, ia tinggal di kampung
yang sama, bahkan menurut pengakuannya, ia akan tetap ber-
tempat tinggal di kampung dan desa ini. Kini ia sudah berusia di
atas 70 tahun. Ia ditinggal mati suaminya sudah lebih dari sebelas
tahun yang lalu.
Karena kehidupan harus berlanjut, ia pun bekerja untuk
menutupi kebutuhannya sehari-hari dengan cara membuat sale
pisang.
Boniah menceritakan lika-liku penghidupannya kepada
penulis sebagai berikut:150

Saya ini sudah tua, gak kuat tenaganya jika harus beker
ja keras seperti dulu. Sekarang pekerjaan saya membuat sale.
Itung-itung untuk menunggu umur, ada hasilnya. Sebisa-bisa

150 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
182 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

ya saya bekerja, membuat sale. Pekerjaan saya sekarang ya ini,


membuat sale. Di desa mah harus kerja, untuk mencari rezeki.
Pisang siem yang sudah matang diiris tipis-tipis, lalu dije
mur hingga kering dan warnanya memerah. Itu saja. Lalu dike
mas dalam plastik atau wadah dari karton, lalu disetorkan ke
pembeli bandar. Sale buatan saya termasuk agak tebal, bikin
an orang lain mah bisa tipis-tipis.
Harga pisang sekarang sangat mahal, 1 kg 1.300 rupiah,
jadi untungnya sangat tipis. Tapi, daripada gak bekerja, ya lu
mayan ada lebihnya buat makan.
Satu kwintal pisang, paling hanya jadi 18 kg sale, untuk
pisang ambon. Kalau pisang siem, ya lebih dari itu, sedikit.
Anak saya semuanya 4. Ada yang di Jakarta, ada yang di
sini. Yang di Jakarta setahun sekali ke sini.
Ya, ada yang di Jakarta satu orang, tapi sebagian besar
yang di sini, di desa ini. Gak terlalu jauh. Tapi kalau saya lagi
sakit kan jauh juga, harus mencarinya ke desa lain. Suami saya
sudah 11 tahunan meninggal. Tadinya ada yang bekerja men
cari nafkah, dengan jadi tukang cukur, lumayan. Sekarang,
saya yang harus mencari sendiri.

Miskin artinya: gak ada apa-apa, gak punya apa-apa, dari muda
hingga tua, tidak ada perkembangan
Boniah tidak menyebut dirinya miskin, namun mengungkapkan
dirinya sebagai orang yang gak punya apa-apa-apa, gak ada apa-
apa. Dari kecil hingga tua dan punya buyut, tidak ada apa-apa,
tidak ada perubahan, segini-segini saja,151 katanya.
Pandangan Boniah tentang makna miskin tampak dalam
ungkap an-ungkapan yang muncul dalam percakapannya
dengan penulis pada saat wawancara berlangsung. Berikut ini
penuturannya:152

151 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015


152 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 183

Rasa saya, dari muda, dari kecil sampai punya putu dan
buyut, ya seperti ini saja, gak ada perubahan. Tanah yang dulu
ditempati ya ini, gak nambah. Anak saya sudah banyak, tapi ya
seperti ini saja, tidak ada perkembangan. Sekarang, anak-anak
pada jauh. Kalau lagi sedikit sakit, saya bingung, mencari anak,
mendekati anak.
Tentang penghasilan, terkadang ya punya, terkadang ya
tidak. Misalnya ada undangan hajatan dari tetangga jauh, lagi
gak ada uang, yang bagaimana lagi, ya cari hutangan.
Di sini cari duit susah. Di kota kan gampang cari duit. Di
sini dari kecil hingga nini-nini gini, tidak ada perubahannya,
tetap seperti dulu, gak ada apa-apa, gak punya apa-apa.

Makna diri terkait penghidupannya: hidup kesulitan


Boniah merasa bahwa dirinya banyak dijadikan tempat curhat
(curahan hati) para tetangganya. Mereka sering berkumpul di
rumahnya, meskipun rumahnya itu hanya berupa gubuk (menu-
rut pengakuannya) yang berlantai tanah. Mungkin karena orang-
nya terbuka dan menye nangkan bagi sejumlah tetangganya,
maka banyak di antara mereka yang datang hanya untuk sekadar
ngerumpi.
Penulis pun merasakan hal itu. Ketika penulis datang ke
rumahnya, sekitar dua jam lamanya, banyak tetangganya yang
pada ikut mengobrol di tempat ini. Boniah pun bercerita tentang
dirinya dan penghidupannya. Berikut antara lain yang disampai-
kan kepada penulis:153

Di rumah ini, gubuklah, tapi orang-orang pada senang


datang ke sini, pada ngobrol. Padahal rumah ini cuma gubuk.
Orang lagi kesulitan, untuk makan juga lagi susah, malah
ditipu. Gak tahu belas kasihan tuh orang itu. Sama-sama orang
gak punya juga ada yang nakal. Ingin mudahnya saja.

153 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015


184 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Ungkapan Boniah pada paragraf terakhir di atas merupakan


komentar atau perasaannya tentang kondisi dirinya yang untuk
hidup juga sangat sulit, namun masih ada orang lain, yang juga
sama-sama tidak punya (miskin), tega menipunya. Beberapa tan-
dan pisang miliknya, yang sedianya akan dibuat sale, dibawa ka-
bur oleh penipu tadi (Boniah menyebut nama penipu tadi, yang
masih satu desa dengannya). Jumlahnya memang tidak banyak,
hanya sekitar 50 70 ribu rupiah, namun bagi Boniah, jumlah itu
tergolong besar.

Kebutuhan terkait penghidupan


Boniah sudah tidak terlalu memikirkan masalah kebutuhan
hidup. Makan dan keperluan sehari-hari dicukup-cukupkan saja
dengan membuat salai pisang. untuk apa mencari uang, kerja
ngoyo, saya sudah tua. Yang penting anak-anak saya nantinya
pada datang jika saya meninggal dunia,154 katanya. Saya juga
sekarang tinggal memikirkan ibadah yang baik, kata Boniah me-
nambahkan.
Tampaknya betul apa yang diangankan oleh Boniah. Ia sudah
merasa diri cukup, sudah punya anak dan cucu yang bisa mencari
penghidupannya sendiri. Dia sudah merasa bahagia dengan keadaan-
nya yang sebenarnya tidak ada apa-apa, tidak punya apa-apa sesuai
dengan pengakuannya. Dari muda dulu hingga tua begini, tidak ada
perubahan, tidak ada perkembangan, ya, tapi begini keadaannya, ti-
dak ada apa-apa,155 katanya lagi.

154 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015


155 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015 dan observasi langsung pada
kurun waktu 2014
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 185

Pengalaman dalam mencari informasi terkait pekerjaan: sumber


interpersonal, meniru tetangga
Sebagai pengusaha kecil, Boniah bekerja layaknya seorang
pengusaha besar. Ia menyiapkan segalanya dalam menjalankan
usahanya membuat pisang sale. Mulai dari mencari pisang yang
sudah tua, baik punya sendiri maupun harus membeli ke te
tangga, membuat rigen (alat penjemur pisang sale yang terbuat
dari anyaman bambu), mengemasnya, sampai menjualnya ke
bandar (pengepul) di desa sebelah, dia lakukan sendiri. Maklum,
ia memang sekarang hidupnya sendirian. Anak-anaknya sudah
berumah tangga semua, dan pada berjauhan tempat tinggalnya
(di desa sebelah).
Berikut ini adalah cerita Boniah yang disampaikan kepada
penulis terkait dengan pengalaman-pengalamannya menjadi
pembuat pisang sale yang semuanya ditanganinya sendiri:156

Rigen ini, ya bikin sendiri, pakai bambu. Saya diajari oleh


orang lain yang sudah lebih dahulu bikin usaha sale. Umar na
manya, rumahnya di sebelah sana, beda RT. Katanya sih dia
belajar dari Lampung, dari mertuanya. Setelah pindah ke sini,
dia mengembangkan usaha sale. Lantas banyak yang meniru
usaha pembuatan sale di sini. Saya juga akhirnya meniru usaha
ini. Lumayan.
Pisang kan ada di sekitar rumah sini. Terkadang ya beli,
terkadang punya sendiri. Pisang dijual langsung kan dapat
uangnya gak banyak, kalau dibuatkan sale kan ada lebihnya.
Nanti, salenya ada yang membeli, orang desa sebelah.
Bandarnya dari Ciamis. Terkadang kalau sedikit, ya saya an
tar ke rumahnya di Pasirmalang (desa sebelah). Katanya sih
nantinya sale dijual ke kota, ada yang ke Bandung, ada yang ke
Sumedang. Ya ke kota lah.

156 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015


186 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Saya juga karena meniru orang lain. Kan agak ringan


usaha pembuatan sale dikerjakan oleh orang yang sudah tua
seperti saya. Kalau gak gini ya bagaimana bisa makan?
Ini juga baru ada beberapa tahun yang lalu saja saya
membuat sale. Dulu-dulu di sini memang gak ada yang mem
buat sale di sini.

Motivasi di balik pengalaman mencari informasi terkait peker-


jaan: tidak ada, sudah tua, yang penting anak-anak datang ketika
dia meninggal
Mungkin karena sudah merasa tua, yakni sudah berumur 70 ta-
hun, Boniah tampaknya sudah tidak ngoyo dalam mencari dan
menjalani kehidupannya. Artinya, tidak ada tujuan yang terlalu
jauh yang ingin dicapainya. Baginya, yang penting masih bisa
makan, dan anak-anaknya bisa datang secara berkala. Saya sih,
yang penting, kalau nanti meninggal, semua anak-anak saya yang
di sini dan yang di Jakarta, harus sudah datang. Saya berharap
seperti itu. Saya tidak berharap yang lain-lain.157
Tampaknya memang betul, ketika penulis berkunjung ke
rumahnya, kondisinya sangat sederhana. Tidak ada upaya untuk
sekadar memperbaiki genting rumahnya yang mulai bolong-
bolong di bagian pinggir. Padahal, jika hal itu tidak segera diper-
baiki, bisa mempercepat kerusakan kayu penyangganya akibat
terkena air hujan. Penulis dibuat merenung: Apakah ini karena
pasrah dalam ketidakberdayaan, apa karena sudah merasa tidak
lagi memperhatikan masalah duniawi? Saya maunya sih, kalau
yang saya butuhkan saat ini, hidup gak ngerepotin anak. Nanti
kalau menjelang mati, saya maunya semua anak saya bisa meli-
hat saya. Saya sudah tua, ya sebisa-bisanya melaksanakan ibadah
yang benar, kata Boniah lagi.

157 Hasil wawancara dengan Boniah pada 11 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 187

L. Selalu Mencari Informasi Penghidupan


Informan terakhir dari 12 orang informan, namanya Soleh.
Pekerjaannya sebagai pedagang sayuran keliling, juga sebagai
pedagang mie ayam musiman. Usianya sudah 42 tahun. Untuk
mengenal lebih dekat dengan Soleh, terutama terkait dengan ak-
tivitas penghidupannya dan keadaannya, berikut penulis kemu-
kakan penggalan-penggalan pengakuannya di hadapan penulis
pada saat wawancara:158

Saya lahir di desa Kedungkendal, kecamatan Banjarsari.


Pindah ke sini (kampung Tugusari, desa Sukamukti, kecamatan
Pamarican) sejak menikah. Istri saya orang sini. Saya dari dulu,
malahan sejak bujangan, sudah biasa dagang mie ayam, pakai
dorongan atau mangkal di pojok-pojok pasar. Di hampir seluruh
pojok pasar Banjarsari, saya sudah pernah mencoba berdagang
mie ayam di situ. Terkadang di pengkolan jalan menuju pasar,
terkadang di pinggir jalan raya Banjarsari.
Pengalaman hidup saya memang di perdagangan mie
ayam, terkadang baso. Tapi lebih banyak di mie ayam. Waktu
itu, di sini belum ada yang tahu mie ayam itu apa. Orang sini ta
hunya bakso. Sayalah yang paling awal memperkenalkan mie
ayam. Ketika itu, memang kurang laku. Mereka tidak mengerti
mie ayam itu apa. Mereka tidak tertarik untuk membelinya.
Ada orang yang saya tawarin, dia malah tanya mie ayam
itu apa, enak gak. Tapi akhirnya gak jadi beli, belinya bakso di
sebelah saya. Itu pengalaman saya dagang mie ayam dulu. Na
mun, ada juga yang mencoba mie ayam bikinan saya. Lama-
lama mie ayam mulai dikenal oleh penduduk sini. Itu puluhan
tahun yang lalu.
Sejak menikah dan pindah ke sini, saya mencoba da
gang mie ayam, tapi kurang laku. Lagi pula orang sini kan
banyaknya petani. Saya juga ikutan jadi petani, ya buruh-bu
ruh. Kalau ada yang nyuruh kerja, saya lakukan. Kalau musim
panen, saya mbawon.

158 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015 dan hasil observasi lapangan
pada kurun waktu 2014-2015
188 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Waktu sekarang sih, sambil menunggu masa panen,


saya jualan sayuran keliling desa. Nanti kalau panen, berhenti
dulu, mbawon. Orang gak punya memang harus bekerja, apa
saja, yang penting bisa untuk biaya anak-anak sekolah dan ke
butuhan sehari-hari.

Penggalan-penggalan kalimat dari Soleh seperti di atas,


sengaja penulis cantumkan secara utuh, supaya tampak keaslian
pandangan-pandangannya, terutama tentang penghidupan Soleh
yang sebenarnya. Dia menggambarkan bahwa pekerjaannya sela-
ma ini lebih banyak berdagang mie ayam dan pedagang sayuran
keliling di pedesaan. Terkadang dilakukannya dengan dorongan
(PKL) namun terkadang juga mangkal di suatu tempat.
Dari usaha yang sudah dijalaninya selama kurang lebih 20
tahun itu, ia telah berhasil membeli sebidang tanah dan rumah
sederhana yang sekarang ditempatinya. Rumah dan tanah itu Soleh
beli dengan harga sekitar 11 juta rupiah. Rumah itu, pada beberapa
tahun yang lalu terkena gempa tektonik yang melanda Jawa Barat
bagian Selatan, Soleh pun mendapat bantuan dari pemerintah.
Uang bantuan itu ia gunakan untuk membangun rumah yang
lebih baik, meskipun masih sederhana.

Miskin artinya orang yang gak punya apa-apa


Soleh termasuk orang yang pandai bersyukur atas rezeki yang di-
dapatnya selama ini. Ia tidak pernah mengeluh. Ia terus bekerja,
apa saja yang bisa dilakukannya di kampung, bertani, berdagang,
beternak, buruh, dan sebagainya. Yang penting bekerja untuk
menghidupi keluarganya. Penggalan-penggalan kalimat yang di-
ungkapkan Soleh kepada penulis saat wawancara berlangsung,
terutama tentang pandangannya tentang makna miskin, penulis
rekam sebagai berikut:159

159 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 189

Dipikir-pikir sih, iya, saya sudah beruntung. Orangtua


saya, wong ora nduwe apa-apa (gak punya apa-apa), saya juga
wong ora nduwe apa-apa, tapi alhamdulillah, bisa menyekolah
kan anak-anak sampai tamat (anak pertama lulus STM/SMK,
anak kedua sedang di SMK, dan yang ketiga masih di SD).
Padahal, saya lihat, orang yang punya sawah dan ke
bon, kayalah, tapi maaf, anak-anaknya gak ada yang sekolah.
Malahan ada yang gak beres (nakal dalam pergaulan dan gagal
jadi anak yang baik dan berhasil dalam sekolah).
Sudah saya ceritakan, saya itu orang yang gak punya.
Dari dulu ya begini-begini saja. Sawah gak punya. Saya meng
garap sawah milik orang lain. Tapi ya alhamdulillah masih bisa
menyekolahkan anak-anak. Meskipun dengan susah payah,
saya bisa menyekolahkan anak saya ke SMK. Dan sekarang su
dah lulus, dan bekerja di Jakarta.
Ya, selama ini saya rasakan bahwa saya mulai usaha dari
nol. Dari gak ada sama sekali. Karena memang saya dari ke
luarga tidak mampu, sampai akhirnya saya bisa punya rumah
sendiri, meskipun sederhana seperti ini.

Ada gambaran dan harapan keberhasilan yang sudah di-


raih oleh Soleh dengan perjuangannya berusaha secara serabutan
selama ini. Keberhasilan dimaksud ia tunjukkan bahwa dari ke-
luarga orang yang tidak punya apa-apa, dia sendiri juga termasuk
tidak punya, namun dengan perjuangannya, ia mampu, meski-
pun dengan susah payah, seperti diakuinya, ia bisa menyekolah-
kan anak-anaknya hingga lulus STM. Lebih senang lagi bahwa
anaknya yang lulus STM itu kini sudah bekerja di Jakarta, sebagai
teknisi mesin.

Makna diri terkait penghidupannya: punya prinsip, tekad anak-


anak harus sekolah, setidaknya sampai SMU/K.
Seperti diakuinya sendiri, Soleh termasuk orang yang tidak pu-
nya, yang menurut pengamatan penulis sedang dalam proses
menuju keberhasilan tertentu. Meskipun ia termasuk yang tidak
190 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

punya lahan pertanian, namun dengan tekadnya yang kuat, ia


mampu membiayai anak-anaknya sekolah lanjutan. Yang satu
sudah lulus STM/SMK sedangkan yang kedua sedang duduk di
SMK, dan yang kecil sedang di SD. Anak sulungnya yang lulusan
STM sekarang sudah bekerja sebagai teknisi di Jakarta, dan yang
kedua segera menyelesaikan sekolahnya di SMK.
Namun demikian, dalam perjalanan mencapai harapan-
harapannya, ia merasa ada sejumlah orang yang menghina. Ia
pernah dikatai sebagai orang yang tidak punya tetapi berani me-
nyekolahkan anaknya ke STM waktu itu. Ia tersinggung dibuat-
nya, meskipun yang mengatakannya masih termasuk saudaranya
sendiri sesuai dengan pengakuannya.
Tampaknya dari ketersinggungan itu, Soleh pun semakin
kuat tekadnya bahwa semua anak-anaknya harus sekolah sampai
tamat, setidaknya sampai tamat SMU/SMK. Tidak seperti sauda-
ra-saudaranya sendiri yang anak-anaknya hanya sekolah sampai
SD, padahal secara ekonomi mereka lebih kaya dari dia. Tam-
paknya, penghinaan yang Soleh rasakan dijadikannya motivasi
untuk terus bekerja dengan bersemangat supaya bisa terus me-
nyekolahkan anak-anaknya sampai berhasil. Dan ia sudah mulai
merasakan sedikit keberhasilannya itu.
Secara langsung, Soleh pernah mengungkapkan makna diri
sebagaimana dimaksudkan di atas yang dikaitkan dengan akti-
vitas penghidupannya, ketika pada suatu saat penulis bertemu
dengannya. Berikut penuturannya:160

Ya itu, saya katakan, ada orang yang suka menghina dan


menyinggung perasaan saya dengan mengatakan, Apa kamu
mampu menyekolahkan anak ke SMK? Yang mengatakan
seperti itu masih saudara saya sendiri. Dia gak percaya saya
bisa menyekolahkan anak saya ke SMK. Saya merasa terhina,

160 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 191

direndahkan. Tapi, karena saya punya tekad, anak saya harus


sekolah. Maka meskipun sangat sulit, akhirnya bisa selesai.
Alhamdulillah anak saya yang lulusan SMK sekarang sudah
bekerja di Jakarta. Beban saya sudah berkurang. Untungnya,
saya punya anak sangat menurut kepada orang tua. Disuruh
apapun oleh orangtua yang gak mampu, dia menurut.
Saya ceritakan ya, Ji. Saat saya menyekolahkan anak ke
SMK dulu, saudara saya sendiri bahkan mencibir, apa mampu
membiayai sekolah. SMK kan mahal biayanya. Padahal menu
rut saya, orang yang yang mencibir saya tadi, sebetulnya ter
masuk orang yang berada, tapi gak tahulah, anak-anaknya gak
ada yang disekolahkan hingga SMK. Mereka hanya sekolah
sampai SD.
Meskipun ada orang yang rumahnya lebih jelek dari
rumah saya, misalnya, tapi mereka kan punya sawah, punya
kebon. Saya kan gak punya sawah. Saya menggarap sawah
juga karena kebaikan orang lain yang mau memberi paroan.
Kalau diambil oleh yang punya sawah, kan saya gak nyawah
lagi. Makanya ketika ada bantuan-bantuan dari pemerintah
seperti BLT, ada orang lain yang dapat, tapi saya gak dapat,
saya sebetulnya iri.
Sebenarnya, saya ini gak punya apa-apa, tapi karena sa
ya punya prinsip semua anak-anak saya harus sekolah. Dari situ
timbul semangat saya untuk mencari penghidupan yang lebih
baik. Apapun saya kerjakan, asal halal. Makanya saya sudah
mencoba usaha apa saja, tani, buruh tani, dagang sayuran, da
gang mie ayam, memelihara ayam, memelihara domba, dan
buruh serabutan lain yang ada di kampung. Mencari kayu ba
kar dan menangkap ikan di sawah dan rancah juga pernah saya
lakukan. Pokoknya apa sajalah.

Ya, suatu diri yang memiliki prinsip dan tekad kuat dalam
menjalani hidup dan mencari penghidupan. Diri yang berprinsip
bahwa anak-anaknya harus sekolah. Anak harus sekolah ini se-
dikit banyak terinspirasi oleh tetangganya yang mempunyai anak
yang berhasil jadi orang karena mereka sekolah. Dan, Soleh
pun tampaknya mengikuti dan menjalani prinsip itu.
192 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Kebutuhan terkait aktivitas pekerjaannya: yang penting diberi se-


hat, semangat berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya
Prinsip Soleh yang bertekad untuk tetap bekerja supaya bisa
membiayai anak-anaknya sekolah lanjutan, tampaknya sudah
mulai membuahkan hasil. Meskipun ada beberapa orang sauda-
ranya yang menurut pandangan Soleh, tidak menyukainya. Tapi
Soleh berusaha untuk membuktikan tekadnya itu.
Penggalan-penggalan cerita Soleh yang disampaikan lang-
sung kepada penulis pada saat ngobrol-ngobrol tentang bera-
gam aktivitas penghidupannya, penulis transkripsikan di bawah
ini. Penulis sengaja tidak mengeditnya agar tampak originalitas
ungkapan-ungkapannya. Berikut ini penuturannya:161

Kebutuhan saya saat ini adalah, yang penting, saya bisa


tetap sehat, semangat berusaha, untuk membiayai anak-anak
saya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sampai lulus SMK
kan sudah senang sekali. Anak saya yang lain juga mudah-
mudahan bisa mengikuti jejak kakaknya, sekolah, supaya bisa
bekerja lebih baik nantinya. Sebagai orang yang gak punya,
saya bersyukur sekali punya anak pada menurut, tidak rewel.
Sebetulnya saya kalau melihat orang lain ya sangat iri.
Orangtua bisa memberi anak lahan usaha. Saya, gak punya
apa-apa untuk diberikan. Tapi alhamdulillah, anak-anak saya
semuanya pada menurut. Itu yang membuat saya senang dan
semangat berusaha, meskipun dibarengi dengan susah payah.
Anak saya ada 3, insya Allah akan 4 sebentar lagi. Tapi,
saya sering menanggung beban kebutuhan orangtua. Saya
sering melakukan kegiatan berkirim doa untuk orangtua yang
sudah meninggal. Biayanya kan cukup besar. Jadi, tanggungan
saya bukan hanya anak-anak saya saja. Seperti itu, kan mem
butuhkan biaya yang banyak. Tapi, yang penting, asal saya
masih diberi sehat, saya akan tetap semangat berusaha, untuk
anak-anak dan kebutuhan sehari-hari.

161 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 193

Pengalaman dalam mencari dan menggunakan informasi: sumber


interpersonal lebih disukai, sering berganti-ganti usaha
Menurut pengakuannya, Soleh sudah sering berganti-ganti pe-
kerjaan, berbagai usaha sudah dilakoninya, dari muda hingga
sekarang. Ketika masih bujangan, misalnya, ia berdagang mie
ayam yang mangkalnya di sekitar pasar Banjarsari, namun
setelah menikah, ia berganti pekerjaan, sebagai buruh tani, dan
pekerjaan serabutan lainnya di desa. Bahkan, sebagai penderes
dan pembuat gula kelapa pun sudah pernah dia jalani. Akan teta-
pi, pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak pernah menetap, atau bisa
jadi bersifat musiman.
Penggalan-penggalan cerita dari Soleh berikut ini, yang di
sampaikan langsung kepada penulis, bisa menggambarkan pe-
kerjaan apa saja yang sudah dijalaninya selama ini:162

Sekarang saya sudah gonta-ganti usaha. Pernah jualan


jajanan anak, pernah mencoba dagang bakso, mie ayam. Per
nah juga mencoba dagang makanan ringan sebangsa kopi dan
gorengan.
Saya mendapat keahlian usaha dagang, terutama mie
ayam, dari paman saya yang datang dari Jakarta. Dia di kota
dagang mie ayam. Saya sejak bujangan belajar dari dia. Dan
saya coba berdagang sendiri. Karena saya dari orangtua yang
gak punya, ya saya berusaha untuk mandiri. Dari saudara-
saudara saya, saya termasuk yang dianggap berhasil, di
tuakanlah. Anak-anak mereka tidak pada sekolah ke lanjutan
(SMU/K), sedangkan anak saya alhamdulillah pada sekolah.
Satu yang sulung sudah selesai SMK, sekarang kerja di Jakarta.
Pada musim panen, satu bulan masa panen, biasanya
saya mbawon. Kurang lebih, dari awal sampai selesai panen,
hasil bawonan saya bisa cukup untuk menambah penghasilan
buat anak-anak sekolah. Kalau yang tenaganya kuat, mbawon
bisa dimulai dini hari, bahkan ada yang mulai sebelum subuh

162 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


194 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kalau lagi terang bulan. Tapi umumnya ya mulai jam 6 pagi,


sampai sore.
Semua pekerjaan dagang saya, berhenti dulu, mbawon
dulu. Lumayan satu musim dapat beberapa karung gabah. Se
lain itu, saya kan menggarap sawah milik orang lain, 85 bata.
Itu kan harus diurus dulu. Nanti habis panen, saya baru berda
gang lagi.

Sampai di sini, penulis menanyakan lebih lanjut tentang da-


gang apa yang akan dilakukannya nanti sehabis panen musim
ini. Soleh pun menjawabnya dengan santai, Ya, bisa sayuran lagi
seperti yang sedang saya jalani, atau mungkin mie ayam. Jualan
sayuran keliling di Bantardawa, saya sudah banyak langganan-
nya. Orang gak punya sawah, ya harus usaha yang lain, dagang,
apa saja.163

Sering berganti-ganti usaha


Selama ini, Soleh sudah banyak mencoba berganti-ganti usaha,
baik dalam bentuk dagang, buruh, menggarap sawah, atau meme-
lihara domba dan sejumlah ayam kampung. Beberapa penggalan
cerita Soleh berikut ini, bisa menggambarkan betapa Soleh itu
kreatif dalam mencari lapangan kerja di sektor informal pede-
saan, yang ternyata bagi dirinya merupakan andalan penghasil
annya. Berikut ini penuturannya:164

Sejak dua tahun yang lalu, saya bertani dengan meng


garap sawah milik Adi, 85 bata. Sebelum itu saya dagang mie
ayam, buruh-buruh, dan dagang sayuran keliling desa sebelah.
Sebetulnya, setelah pindah ke sini, saya mulai bisa ber
tani, sambil dagang makanan ringan, kopi, mie baso, mie
ayam, terutama pada saat musim lebaran, setahun sekali.

163 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


164 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015
Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 195

Pada saat yang lain saya juga dagang mie ayam, di tempat-
tempat keramaian seperti di acara hajatan di kampung ini.
Keahlian bertani dan dagang ini, asalnya saya hanya
coba-coba saja setelah mendengar dan ngobrol dengan orang
lain yang juga berdagang. Saya mencobanya. Coba dagang
mie ayam, seperti itu, terus coba dagang bakso, hasilnya se
perti itu. Usaha yang lain juga dicoba. Memelihara domba,
juga pernah nyoba. Semuanya juga harus dicoba. Nanti mana
yang pas dan lebih menguntungkan, itu yang ditekuni.
Saya pernah mencoba dagang sayuran di daerah sini, tapi
gak kaharti (masuk akal, kurang laku sehingga keuntungannya
tidak banyak), jadi saya pindah ke desa lain. Di desa Bantarda
wa saya dagang sayuran, lumayan punya pelanggan. Kalau su
dah habis Zuhur, ibu-ibu di sana sudah pada menunggu pada
mau membeli sayuran.
Dulu, sebenarnya yang pokok adalah mie ayam. Tapi
karena di sini, tani juga bisa, menggarap sawah orang lain, juga
saya kerjakan.
Kalau musim panen, ya mbawon. Kalau lagi sehat, mba-
won bisa dapat banyak. Mbawon sekarang kan tidak seperti
dulu, pakai ani-ani (sejenis alat untuk memanen padi, satu-sa
tu). Sekarang pakai arit, jadi bisa dapat banyak. Satu rumpun
padi bisa sekaligus dipotong pakai arit. Sekarang, dalam satu
musim panen, kalau dua orang, misalnya suami dan istri, bisa
dapat 300 400 kg gabah.
Saya juga pernah mencoba bikin gula kelapa. Menjadi
penderes nira kelapa untuk dijadikan gula. Saya menyewa be
berapa pohon kelapa untuk dideres niranya dan saya buat gula.
Tapi sekarang tidak lagi, tidak kaharti (tidak menguntungkan).
Saya hitung-hitung, kurang kaharti. Saya berhenti. Saya pun
mencoba berdagang gowengan (sayuran), berjualan sayuran
dengan cara dijajakan ke desa sebelah. Gak di sini jualannya,
sebab di sini sudah ada yang berdagang sayuran. Sampai seka
rang, sebelum panen, saya masih jualan sayuran keliling desa,
di desa Puloerang, sebelah utara desa sini.
Selain itu, saya juga hampir selalu ada memelihara
domba. Tidak banyak, hanya beberapa. Milik orang lain. Maro,
istilahnya. Nanti jika punya anak dua, maka saya dapat satu
dan pemilik domba dapat satu. Ya, itung-itung menambah
196 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

pekerjaan, mudah-mudahan ada hasilnya. Di kampung mah


kerjanya seperti ini. Pekerjaan memelihara domba ini sifatnya
hanya sambilan. Yang pokok adalah ya berdagang, apa saja
yang laku di kampung.
Ayam juga ada beberapa. Saya juga nyambi memelihara
domba. Ya, hidup di desa memang harus pinter-pinter (banyak
akal mencari penghasilan). Kalau gak begini, bagaimana,
orang gak punya ya harus kerja, apa sajalah.

Intinya, Soleh berprinsip, hidup di desa harus mau bekerja


apa saja, yang penting bisa mendapatkan hasil. Kerja di desa tidak
bisa memilih, tetapi harus menyesuaikan diri dengan musim
dan kebiasaan yang berlaku di desa. Salah satu ciri penghidupan
di desa adalah bekerja secara serabutan. Artinya orang harus mau
bekerja apa saja yang bisa mendatangkan hasil.

Motif berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya


Soleh mempunyai tekad yang sangat kuat untuk menyekolahkan
anak-anaknya sampai ke tingkat lanjutan. Oleh karena itu, wa-
laupun dia mengaku sebagai orang yang tidak punya, lahir dari
orangtua yang tidak punya juga, ia bertekad untuk mendidik
anak-anaknya sampai sekolah lanjutan (SMU/K. Bekerja apa saja
yang bisa ia lakukan, akan dijalaninya dengan semangat.
Ungkapan-ungkapan Soleh tentang motivasinya bekerja
untuk membiayai anak-anaknya sekolah ke tingkat yang lebih
tinggi, penulis rekam dan transkripsikan sebagai berikut:165

Banyak yang sudah saya coba. Dari mie ayam dulu se


belum menikah, dagang baso, buruh tani, buruh serabutan,
memelihara domba, memelihara ayam, sampai menjadi peda
gang musiman saya pernah melakukannya. Pedagang m usiman
yang saya lakukan adalah berdagang hanya pada setiap masa
Lebaran. Kurang lebih dua minggu sampai satu bulan, saya

165 Hasil wawancara dengan Soleh pada 11 Maret 2015


Detail Makna Personal Penghidupan Orang Pinggiran 197

berdagang makanan dan minuman. Pelanggannya umumnya


adalah orang-orang kota yang sedang mudik ke kampung sini.
Ada juga sebagian kecil penduduk asli yang jajan di warung sa
ya. Tapi setelah lewat lebaran, berdagang makanan kurang laku.
Akhirnya saya berhenti. Saya pun mencoba mencari usaha lain
nya, yakni dagang sayuran keliling desa.
Sebetulnya saya suka dagang mie ayam. Waktu itu di
pasar dan di tempat keramaian di desa. Namun semenjak
moneter,166 semua usaha yang saya jalani, tidak kaharti (tidak
menguntungkan).
Setelah moneter itu, dagangan saya menjadi kurang
laku. Mungkin orang-orang juga pada gak punya uang. Mung
kin juga karena setelah itu, banyak bermunculan pedagang
mie ayam. Padahal, harga jual mie ayam saya pada waktu
itu sudah sangat dimurahkan. Pada saat itu satu mangkok
harganya hanya 250 perak. Tapi ya, tetap yang belinya jarang.
Pengalaman pahit saya waktu itu.
Sekarang sudah lebih baik. Sedikit kaharti, jual sayuran
yang dijajakan ke desa-desa lain, juga lumayan kaharti. Saya
jualan sayuran ini keliling desa Puloerang (desa tetangga).
Orang-orangnya juga sudah pada kenal di sana, terutama
ibu-ibu rumah tangga. Kalau sudah sekitar jam satu atau jam
dua siang, mereka sudah pada menunggu. Alhamdulillah
dagangan sayuran seperti ini bisa habis kalau saya bawa. Kalau
nyisa pun tinggal sedikit, dan esoknya saya jajakan lagi. Ya, itu,
Ji, pekerjaan orang gak punya ya harus begini. Kalau gak be
gini, bagaimana bisa makan dan menyekolahkan anak-anak?

Alasan utama Soleh bekerja mencari penghidupan yang be-


ragam itu adalah karena terdesak oleh kebutuhan untuk mem-
biayai keluarga dan anak-anaknya sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi. Dia tetap bersemangat untuk bekerja demi mendidik dan
menyekolah anak-anaknya supaya kelak lebih berhasil daripada
orangtuanya.
166 Maksudnya krisis moneter yang disusul krisis multidimensional, yang dipicu oleh
kejatauhan rezim Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, yang sudah berkuasa se
lama 32 tahun, pada tahun 1998, yang dampaknya masih terasa hingga sekarang,
yang katanya zaman reformasi.
Bab 5
Upaya yang Bisa Dilakukan
Perpustakaan

A. Permasalahan
Banyak persoalan yang sering muncul di benak para profe-
sional menyangkut keberadaan orang miskin. Hingga sekarang
pertanyaan itu masih belum bisa dijawab dengan tuntas. Miskin
itu apa, dan orang miskin itu yang bagaimana? Adakah kesamaan
atau perbedaan pandang an tentang miskin dan kemiskinan
menurut para ahli? Adakah yang bisa dilakukan untuk m ereka?
Bagaimana melakukannya? Memang sudah banyak definisi,
pengertian, pandangan, penjelasan, bahkan kajian tentang isti-
lah miskin, orang miskin, dan kemiskinan tersebut, baik secara
umum maupun secara lebih serius. Di kalangan awam, miskin itu
sama dengan ungkapan yang merujuk kepada keberadaan orang
yang dianggap tidak punya secara ekonomi. Sementara itu, di

199
200 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kalangan para ahli pun, pengertian miskin lebih banyak dikait-


kan dengan dimensi ekonomi, meskipun ada tambahan dimensi
non ekonomi yang lebih banyak merujuk pada aspek personal
dan sosial.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mendefinisikan
miskin sebagai tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasil
an sangat rendah). Istilah lain yang semakna adalah papa yang
berarti sangatmiskin. Sementara itu istilah kemiskinan meng-
gambarkan situasi dan kondisi miskin itu sendiri. Bahkan ada
istilah miskin absolut yang menggambarkan situasi penduduk
atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat di-
perlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang mini-
mum (KBBI Online, 2015).
Pada tataran yang lebih luas, terukur, dan banyak digunakan
di kalangan akademisi, konsepsi miskin dikemukakan oleh Bank
Dunia, BPS (Badan Pusat Statistik), dan BKKBN (Badan Kese-
jahteraan dan Keluarga Berencana Nasional). Bank dunia meng-
konsepsikan miskin sebagai orang yang memiliki penghasilan di
bawah 2 dollar AS per hari. Sementara itu BPS mendefinisikan
miskin sebagai ketidakmampuan seseorang (penduduk) dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan
yang bersifat mendasar.
Dengan batasan seperti tersebut di atas, yang termasuk ka
tegori penduduk miskin atau orang miskin adalah mereka yang
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
garis kemiskinan. Sedangkan BKKBN lebih memilih kriteria
sebagai berikut: (1) makan < 2 kali per hari; (2) sebagian besar
lantai dari tanah; (3) tidak mempunyai pakaian yang berbeda un-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 201

tuk beragam aktivitas; (4) makan daging/telur minimal sekali per


minggu; (5) membeli baju baru minimal sekali per tahun; dan (6)
luas lantai rumah rata-rata < 8 m per orang.
Semua batasan dan kriteria miskin di atas didasarkan pada
pandangan etik yang obyektivis dan lebih cenderung kuantitatif,
kecuali untuk kriteria dari BKKBN. Penelitian ini lebih banyak
mengkaji pemaknaan miskin dari sisi pandang subyektif, yaitu
orang miskin itu sendiri. Seperti apa dan bagaimana konsepsi
miskin sesuai dengan pandangan dan pengalaman yang mereka
rasakan.
Dilihat dari sudut pandang emik-subyektivis, makna miskin
itu kompleks, karena bersifat kontekstual (lihat Yusup, 2012;
Yusup, 2013). Bahkan makna yang sudah ada bisa bergeser apa-
bila sudah dikontekskan dengan aspek tempat dan waktu. Se-
bagai contoh, orang dianggap miskin di suatu tempat, namun
bisa dianggap tidak di tempat lain. Makna-makna seperti itulah
yang digali lebih jauh melalui penelitian ini. Orang menganggap
dirinya miskin jika ada kepentingan tertentu. Atau, misalnya lagi,
seseorang mengaku miskin karena alasan tidak mendapatkan
bantuan dari pemerintah atau pihak lain. Banyak hal yang bisa
diungkap dari pengalaman orang miskin terutama di pedesaan
yang hasilnya bisa menambah wawasan pengetahuan yang ber-
manfaat bagi kehidupn sosial dan kemasyarakatan secara lebih
baik.

B. Pendekatan
Pendekatan pendampingan kegiatan atau yang sering disebut
denganPRA (Participatory Rural Appraisal) digunakan dalam
penelitian ini. Metode PRA pada dasarnya adalah kerangka kon-
septual, prinsip-prinsip, nilai ideologis, visi yang ingin dicapai,
serta metode yang dapat digunakan untuk mengaplikasikan pe-
202 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

mikiran tentang partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Se


bagai metodologi, PRA merupakan kerangka kerja yang memi-
liki latar belakang teoretis yang menggunakan satu paradigma
tertentu. Dalam tataran pelaksanaan, metode PRA merupakan
alat-alat untuk mengembangkan proses-proses partisipasi ma-
syarakat dalam pembangunan (Rianingsih Djohani, 2003).
Sementara itu, pendekatan teoretiknya digunakan model
tradisi Fenomenologi dari Schutz (1967) yang secara khusus digu-
nakan untuk menjelaskan konsep miskin menurut sudut pandang
orang-miskin serta pengalaman-pengalaman sadar mereka dalam
memaknai informasi penghidupan selama ini sebagai bagian dari
survivabilitasnya. Sumber datanya adalah 22 orang penduduk
miskin pedesaan yang ada di kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan penelitian
ini secara peta jalan, dikelompokkan ke dalam tiga tahap ke
giatan, sebagai berikut:

Pada tahap awal:


1) Melakukan pembelajaran bersama penduduk miskin
pedesaan berusia muda mengenai potensi usaha dan
penghidupan mereka di wilayah ini yang sesuai dengan
pilihan mereka;
2) Melakukan penyadaran terhadap sejumlah penduduk
miskin pedesaan berusia muda di wilayah ini mengenai
potensi usaha yang bisa dilakukan di desa sesuai dengan
jenis usaha pilihannya;
3) Melakukan kegiatan diskusi terencana dan terprogram
dengan penduduk miskin pedesaan berusia muda di
wilayah ini tentang mereka sendiri dan pengalaman-
pengalaman penghidupan mereka selama ini;
4) Melakukan pengumpulan informasi dan sumber-sum-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 203

ber informasi (bahan bacaan berkonten kewirausahaan)


yang dibutuhkan mereka dalam berusaha yang bisa di-
lakukan oleh mereka sendiri.
5) Menyusun model usaha berbasis sumber bacaan yang
cocok dengan jenis usaha di desa (wilayah ini).
6) Menyusun artikel untuk di-submit ke jurnal nasional
terakreditasi, dengan judul: Implementasi layanan buku
TTG oleh Perpustakaan Desa dan TBM.
7) Menyusun artikel ilmiah untuk di-submit ke jurnal inter-
nasional bereputasi, dengan judul: Contextual Analysis of
the Rural Poor People Experience Related to Limitation of
Livelihoods Information Access.

Tahap pengembangan model:


1) Melakukan pengembangan model visual mengenai
teknik berusaha berbasis membaca secara lebih baik
pada sejumlah penduduk miskin berusia muda di desa;
2) Melakukan penyediaan informasi dan sumber-sumber
informasi (bahan bacaan berkonten kewirausahaan)
yang sesuai dengan jenis usaha di pedesaan;
3) Melakukan uji coba model usaha berbasis membaca
sumber-sumber bacaan berkonten kewirausahaan di
wilayah ini secara pendampingan;
4) Melakukan pengembangan model-model usaha yang di-
lakukan oleh sebagian besar penduduk miskin di desa
yang umumnya bersifat serabutan berdasarkan pola
pendampingan.

Tahap implementasi dan evaluasi


1) Melakukan pemantauan secara terus-menerus atas
perkembangan model usaha yang dicoba dikembangkan
204 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

oleh penduduk miskin di desa dengan cara melakukan


diskusi secara berkala, dan memberikan pelatihan usaha
secara berkesinambungan.
2) Membina dan melanjutkan model Rumah Membaca un-
tuk Usaha yang dijadikan fasilitas pendampingan atas
usaha penduduk miskin pedesaan sesuai dengan bidang
usaha pilihan mereka.
3) Mempersiapkan pengaplikasian model Rumah Memba-
ca untuk Usaha di Pedesaan ini ke desa lain secara selek-
tif.

Peneliti berkedudukan sebagai fasilitator kegiatan pada se-


tiap tahap di atas. Fungsi ini menjadikan hubungan yang me-
nyatu antara peneliti dengan masyarakat yang diteliti, sehingga
dengan demikian, segala data yang dibutuhkan oleh peneliti
bisa diperoleh secara langsung dengan hasil yang lebih original
sesuai dengan apa yang mereka rasakan dan alami. Hal ini s ejalan
dengan penggunaan paradigma kualitatif yang berpandangan
emik pada penelitian ini, yakni pendekatan penelitian yang men-
dasarkan diri pada sudut pandang pelaku.

C. Hasil
Ada sejumlah temuan hasil penelitian yang cukup menarik un-
tuk dikemukakan di sini. Kategorisasi hasil temuan penelitian
lapangan berikut merupakan tipikalisasi dari semua konsepsi
tentang miskin menurut pandangan, perasaan, pengalaman, dan
ungkapan mereka selama ini. Mereka memaknai miskin sesuai
dengan apa yang mereka rasakan dan alami.
Miskin adalah orang yang merasa tidak memiliki apa-apa
dalam hampir segalanya dan harus menerima kondisi secara
ikhlas. Ungkapan seperti ini termasuk ke dalam konteks kepe-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 205

milikan harta benda yang berdimensi ekonomi. Mereka merasa


tidak memiliki apa-apa dalam dalam hidupnya, terutama yang
berkaitan dengan harta benda, dan oleh karena itu, mereka ti-
dak bisa menampilkan diri seperti orang lain, dan terkait dengan
kondisi seperti itu mereka lebih cenderung menampilkan diri
nya dari sisi yang lain, seperti dari sisi kemanusiaan, keunggulan
budi, dan dari sisi budaya lokal yang bersifat lebih arif. Lihat saja
misalnya, mereka cenderung lebih sopan ketika berhadapan
dengan orang lain yang dianggapnya lebih tinggi dan lebih ber-
punya secara ekonomi dibanding dirinya.
Miskin adalah orang yang merasa diri sudah berjuang dan
berupaya, namun belum berhasil. Selama ini mereka merasa diri
sudah berupaya dan berjuang sekuat tenaga dalam berusaha
dan bekerja, namun hingga kini masih belum berhasil. Berbagai
cabang usaha juga sudah mereka lakukan, termasuk mencoba
berdagang sayuran dan hasil bumi, berdagang jajanan anak se-
cara keliling, dan melakukan pekerjaan lain secara serabutan,
namun tetap belum berhasil. Meskipun demikian, mereka tetap
berjuang untuk bisa bertahan hidup dalam upaya memenuhi ke-
butuhan diri dan keluarga. Simbol-simbol yang bisa ditangkap
melalui ungkapan sudah berjuang dan berusaha namun belum
berhasil adalah pada nilai kejuangan dan upayanya. Dalam kon-
teks seperti ini, mereka menampilkan diri sebagai orang yang su-
dah berusaha dan berjuang untuk bisa hidup. Konteks ini juga
menggambarkan bahwa upaya dan perjuangan orang miskin per-
lu dihargai oleh orang lain. Mereka itu sudah berusaha dan sudah
berjuang, meskipun belum berhasil. Ada tampilan diri yang ber-
nilai usaha dan perjuangan dalam konteks ini.
Makna miskin secara lebih dalam terkait dengan konteks
di atas adalah orang yang sudah melakukan berbagai usaha dan
mencoba bermacam cara berusaha namun belum ditakdirkan ber-
206 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

hasil. Artinya, miskin adalah masalah usaha yang tidak berhasil


atau belum berhasil karena sudah dianggapnya sebagai takdir.
Seseorang yang sudah melakukan segala upaya dan mencoba
berbagai jenis usaha namun belum atau tidak berhasil, dia akan
menerimanya sebagai suatu takdir yang tidak bisa ditolak. Dili-
hat dari aspek upaya atau usaha, atau aktivitas penghidupan yang
mereka lakukan sehari-hari, konsep miskin itu sama dengan ora
mampu (tidak mampu); durung hasil (belum berhasil); tidak ber-
hasil; gagal dalam berusaha; susah payah (merasa sulit) dalam
berusaha, jempalikan (jungkir balik, istilah kiasan, maknanya
bekerja sangat keras dan melelahkan namun hasilnya tidak se-
banding dengan upayanya). Istilah-istilah tersebut secara praktik
bahasa dan komunikasi praktik, lebih bermartabat dibanding-
kan dengan konsep-konsep lainnya tentang miskin dan kemiskin
an. Mereka merasa diri sebagai orang yang ditakdirkan menjadi
orang yang tidak punya atau tidak mampu sehingga karenanya
harus pasrah dan menerima nasib. Kaya atau miskin sudah ada
yang ngatur, kata informan Paino, Wasimin, Nunah, dan Adin.
Masih senada dengan konteks di atas, makna miskin juga
digambarkan sebagai orang yang merasa tidak memiliki kekuatan
atau daya untuk usaha karena berbagai faktor. Perasaan ketidak
berdayaan ini karena dilatarbelakangi oleh perasaan-perasaan
dan pandangan mereka atas diri mereka sendiri terkait dengan
aspek-aspek internal-personal seperti kondisi fisik dan atau
mental, keturunan dan aspek-aspek internal dan personal lain-
nya; juga karena mereka merasa adanya sebab-sebab eksternal
seperti misalnya aspek kemiskinan struktural, sistem ekonomi
kapitalistik, kehadiran pesaing-pesaing besar di sekelilingnya,
dan faktor-faktor eksternal lainnya yang menghambat kemam-
puan berusaha mereka sehingga menjadikan mereka tetap seper-
ti keadaannya sekarang. Mereka merasa diri tidak memiliki daya,
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 207

kekuatan, atau kemampuan untuk berusaha secara berhasil. Me


reka merasa diri sebagai orang yang ditakdirkan menjadi orang
yang lemah dan tak berdaya menghadapi perkembangan zaman.
Akibat dari adanya perasaan diri mereka yang seperti itu maka
mereka secara sadar mengakui dirinya sebagai orang yang perlu
dikasihani oleh orang lain. Mereka merasa senang jika ada orang
lain yang memberinya sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan-
nya. Mereka merasa senang jika ada tetangga atau orang lain yang
memberi sedekah baik berupa uang, makanan, atau barang lain
yang bisa memperpanjang kehidupan dan penghidupannya.
Miskin adalah orang yang mandiri dalam keterpaksaan. Di
sisi lain, orang miskin merasa dirinya bisa mandiri dalam per-
juangan hidup. Mereka secara praktis tidak mendapatkan bantu-
an apa pun dari orang lain. Mereka berjuang dan berusha secara
mandiri, meskipun jika ada yang membantu, mereka meneri-
manya dengan senang hati. Dalam konteks seperti ini dikatakan
bahwa orang miskin itu pada praktiknya mandiri, namun
dalam keadaan terpaksa. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka
sebenarnya hidup mandiri. Meskipun hampir tidak mendapat-
kan bantuan dan fasilitas apapun dari pihak lain utamanya dari
pemerintah dan negara, mereka tetap bisa hidup dengan per-
juangan dan usahanya sendiri. Selama ini hampir tidak ada pihak
yang peduli dengan kehidupan dan penghidupan mereka, akan
tetapi pada kenyataannya, mereka masih bisa bertahan hidup
hingga hari ini. Mereka mencari penghidupan dengan caranya
sendiri, yang umumnya bersifat serabutan. Selain itu, mereka
merasa adanya diri yang menerima keadaan, meskipun dalam
keadaan terpaksa. Ada dua sisi pandang yang berbeda dalam
konteks ini. Yang pertama, orang miskin berperilaku meneri-
ma keadaan karena ketidakberdayaannya untuk menolak ke-
adaan itu. Sedangkan dari sisi pandang yang kedua, sebaliknya,
208 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

s ebenarnya mereka memiliki rasa penolakan terhadap kondisi


mereka yang miskin namun tidak berdaya untuk mengubahnya.
Dengan kondisi seperti ini, mereka dikontekskan dengan ke-
mandirian dalam keterpaksaan.
Miskin adalah orang yang merasa diri tidak perlu berharap
terlalu jauh karena sudah menyadari tidak akan berhasil. Orang
miskin merasa tidak perlu banyak berharap yang terlalu jauh
dari kondisinya yang serba tidak ada. Mereka bahkan c enderung
frustrasi dan pasrah akan keadaannya yang miskin. Mereka
umumnya hanya berharap agar tetap diberi kesehatan supaya
bisa terus bekerja sehingga bisa makan karenanya. Dari semenjak
usia muda mereka sudah memiliki harapan akan mendapatkan
rezeki yang lebih baik di masa yang akan datang. Mereka bekerja
keras untuk menggapainya. Sepanjang waktu, praktis tidak ada
waktu untuk istirahat, mereka terus bekerja dan berusaha den-
gan segala kemampuannya, namun semakin lama semakin me-
nyadari bahwa usaha dan perjuangannya selama ini, tidak mem-
buahkan hasil yang diharapkan. Akhirnya setelah sekian lama
karena usianya sudah semakin tua, mereka mulai menyadari
bahwa mereka memang tidak ditakdirkan untuk menjadi orang
kaya. Mereka akhirnya pasrah dan menerima keadaan. Mereka
tidak lagi memiliki harapan yang jauh karena mereka merasa ti-
dak mungkin bisa menggapainya.
Terkait dengan konteks menggapai harapan di atas, orang
miskin juga merasa diri mereka tidak perlu banyak keinginan
mendapatkan atau mencari informasi penghidupan selain yang
sudah dan sedang dijalaninya sekarang, alasannya karena takut
gagal. Mereka tidak berani mengambil risiko untuk mencari
cabang-cabang penghidupan baru. Mereka merasa diri harus
menerima keadaan seperti sekarang. Kalaupun ada beberapa
orang yang mencoba cabang usaha yang lain, toh pada akhirnya
gagal juga, saya sudah mencoba cabang-cabang usaha yang lain,
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 209

semuanya gagal total, saya kapok mencobanya lagi, kata Mujer,


salah seorang informan.
Orang miskin merasa tidak perlu memiliki keinginan dan
atau berusaha mencari informasi mengenai penghidupan selain
yang sedang dijalaninya, dengan alasan takut gagal. Mereka su-
dah merasa sulit dengan pekerjaan sekarang atau merasa kapok
dengan kegagalan yang pernah dialaminya. Mereka cenderung
menyembunyikan kebutuhan-kebutuhannya dengan berlindung
di bawah kata-kata seperti, asal diberi kesehatan, itu sudah cu-
kup; atau saya tidak berpikir yang jauh-jauh, pusing, yang pent-
ing istri dan anak-anak bisa makan; atau itu sudah nasib jadi
orang yang tidak punya; atau kaya miskin itu sudah ada yang
ngatur; atau itu sudah takdir. Ungkapan-ungkapan seperti itu
sering sekali disampaikan oleh mereka yang berkategori miskin
di pedesaan.
Ungkapan seperti dikemukakan di atas memang tidak salah.
Itulah kenyataannya. Mereka tidak bisa mengubahnya. Per
tanyaannya adalah apakah mereka bahagia dengan kondisinya
yang seperti itu? Hampir seluruh informan yang jumlahnya
22 orang menyatakan bahwa mereka tetap bahagia dan senang
dengan kondisinya yang berkategori tidak punya. Paino, dengan
profesi sebagai penarik becak di desa, misalnya, bahkan pernah
mengemukakan perasaannya, yang penting asal masih diberi
kesehatan supaya tetap bisa bekerja untuk mencari penghasilan
guna menghidupi keluarganya, itu sudah cukup. Ungkapan
senada juga pernah diucapkan oleh sejumlah informan peneli-
tian ini seperti Adin, Soleh, Bingun, dan Ponijo, Wasimin, dan
Nunah, yang semuanya bekerja secara serabutan di desa.
Makna miskin juga bisa dikontekskan dengan kepekaan
dalam praktik komunikasi sosial. Orang miskin merasa sering
tersinggung dan terhina oleh stimulan-stimulan komunikasi so-
210 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sial yang bernada merendahkan, baik yang diucapkan secara ti-


dak langsung maupun jika disampaikan secara langsung kepada
mereka. Mereka merasa diri sering merasakan adanya berbagai
hinaan dari praktik komunikasi sosial dengan orang-orang yang
bukan kelompok miskin. Mereka sering tersinggung dengan
perilaku dan kata-kata atau ungkapan yang langsung ataupun
tidak langsung dialamatkan kepada mereka, seperti antara lain
contohnya miskin aja belagu, kere, orang kecil, miskin tapi som-
bong, dan ungkapan kata-kata lain yang senada. Sering terjadi
kasus kriminal di masyarakat yang dilakukan oleh orang miskin
terhadap orang lain yang dianggapnya lebih kaya dengan alasan
balas dendam atas penghinaan yang diterimanya.
Tersinggung dan terhina atas perilaku komunikasi sosial
orang lain. Masih terkait dengan konteks di atas, orang miskin
sangat peka terhadap berbagai stimulan perilaku komunikasi so-
sial yang langsung ataupun tidak langsung diarahkan kepadanya.
Mereka merasa tersinggung dan terhina manakala ada orang
lain yang secara langsung ataupun tidak langsung, mengucapkan
kata miskin, tidak punya, tidak mampu, ataupun kata lain yang
dianggapnya merendahkan harga diri mereka. Dalam konteks
seperti ini, tindakan seseorang yang bertujuan baik dan berniat
menolong mereka pun bisa ditanggapi secara salah, jika cara pe-
nyampaiannya tidak sesuai dengan perasaan dan persepsi mereka.
Sekali waktu pernah ada orang yang berniat memberikan zakat
mal kepada tetangganya yang termasuk kategori miskin, namun
yang terjadi malahan tersinggung dan marah karena dianggap-
nya menghina.
Miskin itu identik dengan orang yang mencari dan menggu-
nakan informasi penghidupan secara serabutan; orang yang beker-
ja secara serabutan. Orang miskin di pedesaan umumnya memi-
liki pekerjaan atau profesi lebih dari satu, namun karena jenis
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 211

pekerjaan dimaksud bersifat serabutan, maka sifat itulah yang


menggambarkan karakteristik informasi yang dicarinya. Artinya,
informasi yang dicarinya itu, melekat pada setiap jenis peker-
jaan spesifik yang dilakukan orang miskin tadi. Mereka hampir
tidak pernah menekuni satu jenis pekerjaan secara tetap. Sebagai
buruh tani yang menggarap sawah untuk menanam padi, misal-
nya, seseorang bisa bekerja apa saja pada waktu sore atau malam
selepas dari sawah. Mengangkut pasir untuk bahan b angunan,
menggali sumur, membuat selokan, memperbaiki genteng di
rumah tetangga yang bocor, membersihkan pekarangan tetangga,
dan pekerjaan lain yang bersifat serabutan. Mereka mendapatkan
upah alakadarnya dari sang pemberi pekerjaan tadi dengan jum-
lah yang tidak berdasarkan kesepakatan. Berapa pun besarnya
upah yang diberikan oleh sang pemberi pekerjaan, tetap mereka
terima dengan senang hati. Saya tidak pernah menentukan
besaran upah, karena berharap sang majikan bisa mempeker-
jakannya lagi di waktu yang akan datang, kata Basor dan Coro,
buruh di sektor bangunan dan serabutan di desa.
Miskin dan teknologi. Orang-orang miskin di pedesaan
umumnya merasa tidak mendapatkan manfaaat apapun dari ke-
hadiran teknologi informasi dan komunikasi. Kehadiran fasilitas
teknologi komunikasi dan informasi di segala aspek kehidupan
sosial saat ini, hampir tidak berkontribusi secara langsung terha-
dap penghidupan orang miskin pedesaan. Artinya, mereka ham-
pir tidak mendapatkan manfaat dari adanya fasilitas teknologis
dimaksud, bahkan cenderung sebaliknya, kecuali televisi yang
dijadikannya sebagai salah satu sumber informasi hiburan. Con-
toh nyata, mereka umumnya tidak memiliki fasilitas teknologis
seperti HP (handphone), televisi, dan apalagi internet. Bahkan
kehadiran sepeda motor yang dimiliki oleh sebagian besar pen-
duduk desa justru menjadi pesaing usaha penarik becak. Orang-
212 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

orang desa lebih suka menggunakan jasa ojek dibandingkan


naik becak. Ojek dianggap memiliki keunggulan bisa masuk ke
pelosok desa melalui jalan setapak, sementara becak tidak. Ke-
hadiran HP pun dianggapnya oleh mereka sebagai salah satu
penyebab berkurangnya penghasilan sebagai penarik becak. Se-
babnya antara lain adalah calon penumpang lebih suka dijemput
menggunakan ojek dibandingkan becak. Contoh lain, dalam hal
jual beli barang dan jasa juga para penduduk lebih suka menggu-
nakan fasilitas HP untuk komunikasi, sehingga kelompok orang
miskin, yang hampir seluruhnya tidak memiliki HP, tidak keba-
gian jatah transaksi. Dengan melihat kondisi seperti ini, maka
semakin terpuruklah orang-orang miskin, terutama di pedesaan.
Mereka semakin tersisih dari kehidupan sosial di wilayahnya.
Lantas, siapa yang peduli dengan kondisi mereka?
Miskin dan bantuan pihak lain. Miskin juga bisa dikonteks-
kan dengan masalah ketiadaan bantuan pihak lain. Makna miskin
tampak dalam bentuk rasa berharap ada bantuan dari orang lain.
Hal ini tampak dalam berbagai ungkapan yang disampaikan
mereka, langsung ataupun tidak langsung. Bantuan-bantuan ini
sifatnya mengarah kepada permohonan agar diberi pekerjaan,
uang, makanan, pakaian, atau apa pun yang bisa memperpanjang
kehidupan mereka. Untuk jenis bantuan pekerjaan, misalnya,
mereka sangat senang jika ada orang lain dan atau tetangga yang
menggunakan tenaganya sesuai dengan kemampuannya sebagai
tenaga buruh serabutan di desa. Salah satu program pemerintah
yang secara langsung disukai oleh mereka adalah BLT (Bantuan
Langsung Tunai) atau Balsem (Bantuan Langsung Sementara),
atau bantuan langsung lainnya. Mereka sangat berharap ada
program-program seperti ini. Sementara itu bantuan yang si-
fatnya tidak langsung seperti misalnya semacan Modal Bergulir,
Pinjaman Lunak, Kredit Tanpa Bunga, tidak mendapat sambutan
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 213

yang menggembirakan mereka. Faktanya, hampir seluruh pro-


gram yang disebutkan terakhir ini tidak ada yang berhasil dite
rapkan di desa ini.
Miskin dan masalah akses dan ketinggalan informasi. Orang
miskin sering merasa diri tidak memiliki akses informasi se-
cara tepat dan bahkan sering ketinggalan informasi yang terkait
dengan penghidupan mereka. Praktiknya adalah sering kalah
cepat dalam berebut mendapatkan peluang atau kesempatan
memperoleh sesuatu yang bisa mendatangkan penghasilan.
Terkait konteks ini, berikut adalah berbagai aspek yang terkait
dengan perasaan dan pengalaman mereka dalam menjalani ke-
hidupan dan penghidupannya:
o Ketinggalan informasi. Mereka sering dihadapkan pada
aspek ketinggalan informasi penghidupan; sering ter-
lambat me ngetahui adanya peluang usaha yang se-
benarnya bisa mereka lakukan. Hampir seluruh infor-
man dalam penelitian ini mengatakan belum pernah
mendapatkan program bantuan dari pemerintah atau
pihak lain seperti modal bergulir, pemeliharaan sapi
betina, pemeliharaan itik, pemeliharaan domba, dan
program lain yang diperuntukkan bagi penduduk
miskin. Alasannya adalah karena mereka tidak tahu ada
program seperti itu sejak awal. Mereka mengetahuinya
belakangan. Sudah terlambat, karena program seperti
itu tidak ada lagi kelanjutannya.
o Terbatas pada sumber-sumber orang terdekat secara in-
terpersonal. Mereka tidak memiliki akses terhadap sum-
ber-sumber informasi secara luas. Mereka lebih banyak
mencari dan menggunakan sumber-sumber informasi
secara interpersonal yang berasal dari orang-orang ter-
dekat seperti kerabat, tetangga dekat, dan para pekerja
214 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

sejenis. Lingkup gaul dan usaha mereka amat terbatas


dan tidak mampu mengembangkannya.
o Terbatas pada pengetahuan dan penguasaan pekerjaan
serabutan. Mereka memiliki lingkup pengetahuan yang
terbatas pada jenis pekerjaan serabutan yang terba-
tas pula. Artinya, mereka tidak memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang memadai untuk mengembang-
kan usaha di sektor jenis pekerjaan serabutan. Jelasnya,
mereka hanya menjalani satu jenis usaha, namun tidak
mampu mengembangkannya lebih dari yang sudah ada.
o Pengetahuan terhadap informasi dan sumber-sumber in-
formasi penghidupan amat terbatas. Mereka tidak me-
miliki pengetahuan yang cukup tentang perkembangan
informasi penghi_dengan perubahan sosial yang se-
makin cepat akibat dari kehadiran teknologi informasi
dan komunikasi. Sebagai contoh, seorang pencari kroto
untuk pakan burung, akan terus menekuni pekerjaan
itu dan tidak berusaha untuk membudidayakannya dan
mengembangkannya secara lebih profesional.
o Informasi penghidupan terbatas hanya dari sumber-
sumber informasi yang bersifat informal. Mereka lebih
banyak menggunakan informasi dan sumber-sumber
informasi yang bersifat informal. Informasi dan sum-
ber-sumber informasi formal seperti yang datang dari
unsur pemerintah, hampir tidak pernah bersentuhan
dengan mereka. Akibatnya mereka seolah lepas dari la
yanan informasi publik yang digulirkan pemerintah dan
pihak lain yang lebih berstruktur, seperti layanan usaha
oleh pemerintah setempat, layanan perpustakaan, dan
jenis layanan lain yang lebih formal.
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 215

o Saluran informasi interpersonal dengan lingkup terba-


tas. Mereka lebih banyak mencari dan menggunakan
informasi penghidupan melalui sumber orang secara
interpersonal. Hampir tidak ada di antara mereka yang
menggunakan sumber dan saluran berbasis teknologi
dalam kehidupan dan penghidupan mereka.
o Kalah cepat dalam berebut mendapatkan informasi
penghidupan. Mereka sering kalah cepat mendapatkan
informasi terkait penghidupan mereka. Ketika mereka
memiliki ide untuk membangun atau memulai suatu
usaha yang baru dan prospektif bisa mendatangkan
uang lebih banyak, ternyata sudah ada orang lain yang
mendahuluinya.
o Tidak tahan melihat orang saling berebut mencari uang.
Mereka sering merasa tidak tahan dan merasa miris
melihat orang lain saling berebut mencari uang tanpa
mempedulikan etika usaha yang santun. Ketika se
seorang sedang memulai usaha baru di suatu tempat,
misalnya, tiba-tiba di tempat yang sama ada orang lain
yang melakukan usaha dengan jenis yang sama.
o Akses terhadap informasi penghidupan berbasis teknolo-
gi informasi dan komunikasi sangat terbatas (rendah).
Mereka hampir tidak pernah menggunakan informasi
dan sumber-sumber informasi yang berbasis teknologi
karena alasan tidak memiliki, tidak bisa menggunakan,
dan karena memang tidak memerlukannya. Mereka
hanya sekali-sekali saja menonton siaran televisi milik
tetangga. Itu pun hanya untuk mencari hiburan, bukan
menonton siaran yang sifatnya menambah wawasan
keterampilan berusaha.
216 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

o Rasa pesimis bisa mendapatkan jenis usaha yang baru.


Mereka merasa pesimis bisa menggapai harapan-ha-
rapannya terkait dengan adanya informasi mengenai
peluang usaha di sektor jenis pekerjaan serabutan selain
yang sedang dijalaninya. Mereka tidak pernah berharap
banyak terhadap apa yang belum di tangan. Mereka ti-
dak berani mengambil risiko untuk mencari informasi
dan sumber-sumber informasi penghidupan yang baru.
o Rasa keingintahuan yang rendah. Mereka merasa tidak
tertarik untuk mencari jenis usaha yang baru, bahkan
mencari informasi dan sumber-sumber informasi baru
mengenai cabang dan jenis usaha yang baru, mereka ti-
dak tertarik. Alasan utamanya adalah takut gagal. Me
reka merasa cukup dengan apa yang sudah dan sedang
dikerjakan selama ini, meskipun hasilnya tidak mencu-
kupi untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
o Akses terhadap buku dan bahan bacaan lain terbatas
(rendah). Mereka hampir tidak pernah membeli dan
memiliki buku dan bahan bacaan lain di rumah me
reka. Meskipun demikian, mereka terkadang memberi
uang jajan kepada anak-anaknya alih-alih membeli
buku untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Tam-
paknya mereka kurang peduli (?) dengan pendidikan
anak-anaknya.
o Malu meminta bantuan pihak lain. Dalam mencari in-
formasi untuk mendukung penghidupannya, mereka
sangat jarang meminta bantuan kepada orang lain,
meskipun jika ada yang memberi bantuan, diterima
dengan senang hati. Hal ini menggambarkan bahwa
rasa malu yang dimiliki oleh orang miskin di pedesaan,
masih mengalahkan kebutuhannya.
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 217

o Bersikap tertutup terhadap pihak lain yang belum dikenal


secara baik, bukan kerabat dekat, atau kelompok sejenis,
terutama terkait pekerjaan. Mereka lebih banyak tertu-
tup kepada orang lain yang belum dikenalnya, terutama
jika menyangkut pekerjaan yang sedang dijalaninya.
Mereka biasanya lebih terbuka kepada orang-orang
yang termasuk ke dalam kelompoknya, kerabat dekat-
nya, dan orang yang sama-sama melakukan pekerjaan
yang sama atau sejenis.
o Sikap menerima nasib (pasrah). Mereka sering bersikap
pasrah dan menerima nasib. Mereka kebanyakan me-
miliki rasa keingintahuan yang rendah dan tidak berani
mengambil risiko. Mereka merasa tidak perlu memiliki
keinginan dan atau berusaha mencari informasi me
ngenai penghidupan lain selain yang sedang dijalani
nya, dengan alasan takut gagal. Mereka merasa sudah
sulit dengan pekerjaan yang ada sekarang, atau merasa
kapok dengan kegagalan yang pernah dialaminya.

D. Implementasi Layanan Perpustakaan


Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh perpustakaan atau
pustakawan yang berorientasi kepada pedesaan, bisa dirangkum
ke dalam bentuk langkah kerja sebagai berikut:
1) Ketika keberadaan Perpustakaan tidak atau belum dike-
nal oleh masyarakat atau penduduk miskin di suatu
wilayah, padahal di wilayah itu sudah ada perpustakaan
desa, perpustakaan komunitas, atau perpustakaan
umum. Kegiatan yang bisa dilakukan adalah memberi-
kan beragam cara layanan perpustakaan secara proaktif
dan implementatif dengan prioritas pada pengenalan
akan manfaat membaca pustaka berkonten yang sesuai
218 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

dengan kehidupan dan penghidupan masyarakat, ter


utama kelompok miskin. Selain itu, perpustakaan bisa
melakukan teknik layanan pustaka secara implementatif,
proaktif, dan pendampingan kepada mereka yang lebih
membutuhkan pustaka kehidupan.
2) Dalam hal, sebagian besar penduduk miskin belum
memanfaatkan layanan perpustakaan, atau belum ada
layanan perpustakaan yang secara sengaja menjangkau
masyarakat berkategori miskin, termasuk di pedesaan.
Langkah yang perlu dilakukan perpustakaan adalah
melakukan layanan secara proaktif kepada kelompok
masyarakat berkategori miskin, dengan berbagai cara,
namun dilakukan secara pendampingan. Salah satu
contohnya adalah mengumpulkan beberapa orang atau
remaja dari kalangan keluarga miskin untuk didampingi
cara membaca buku TTG dan aplikasinya dalam berwi-
rausaha.
3) Dalam hal perpustakaan sudah melakukan pengembang
an koleksi dan sumber-sumber informasi, namun kon-
tennya tidak pernah sampai kepada kelompok masyara-
kat miskin. Langkah yang bisa dilakukan adalah dengan
cara melakukan pengembangan koleksi pustaka berbasis
kebutuhan masyarakat sebagai pengguna potensialnya.
Pustaka berkonten kewirausahaan le bih bermanfaat
bagi kelompok masyarakat berkategori miskin di suatu
wilayah termasuk di pedesaan.
4) Dalam hal kondisi koleksi dan sumber-sumber informasi
yang diolah dan dikelola perpustakaan, tidak sampai ke-
pada masyarakat miskin (pedesaan). Langkah yang bisa
dilakukan adalah melakukan model layanan pendam
pingan membaca dan implementasi hasil membacanya.
Arahkan kepada membaca buku berkategori TTG. Ma-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 219

syarakat miskin lebih membutuhkan pustaka cetak dan


visual yang secara aktif dilayankan perpustakaan dengan
pola pendampingan dari awal hingga akhir, yang disertai
dengan contoh-contoh prakteknya.
5) Data hasil kajian lapangan menunjukkan, hanya sedikit
sekali perpustakaan yang sistem layanannya mampu
menjangkau kelompok masyarakat luas, terutama ke-
lompok miskin pedesaan. Kalaupun ada, tidak berdasar-
kan pola pendampingan dan bersifat parsial. Untuk
kondisi seperti ini, yang bisa dilakukan perpustakaan
adalah melakukan teknik layanan yang pro masyarakat
miskin dengan cara pendampingan seperti antara lain:
layanan implementatif berbasis keterampilan, layanan
pendampingan kepada kelompok masyarakat secara ter-
hantar. Mengembangkan sistem layanan visual dengan
pola FGD, pelatihan, eksperimen, dan sejenisnya.
6) Ternyata masih banyak sistem pengetahuan yang ada di
masyarakat, yang belum didokumentasikan oleh per-
pustakaan. Pengetahuan masih tercecer di banyak tem-
pat. Upaya yang bisa dilakukan perpustakaan adalah
dengan melakukan pemetaan sistem pengetahuan yang
hidup di masyarakat di wilayah perpustakaan berada,
kemudian mendokumentasikannya di perpustakaan se-
tempat. Bentuk praktiknya antara lain adalah mendoku-
mentasikan semua kegiatan tradisi lokal, dan membuku-
kannya, baik secara cetak maupun digital.
7) Kondisi saat ini, Perpustakaan belum banyak melaku-
kan kegiatan mencarikan informasi dan sumber-sumber
informasi yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat
luas, terutama masyarakat miskin. Kajian mengenai
kebutuhan informasi, pencarian informasi, dan peng-
220 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

gunaan informasi yang relevan dengan pola laku ke-


hidupan masyarakat, terutama masyarakat miskin, juga
belum banyak dilakukan oleh perpustakaan. Selain itu,
perilaku informasi, atau dalam domain yang lebih spe-
sifik perilaku pencarian dan penggunaan informasi dan
sumber-sumber kepustakaan lainnya, belum sepenuh-
nya dipahami oleh perpustakaan. Padahal, masyarakat
sebetulnya membutuhkan informasi dan pustaka usaha
untuk kepentingan survivabilitasnya, namun belum
banyak difasilitasi secara proaktif oleh perpustakaan.
Dalam kondisi seperti ini, perpustakaan bisa melakukan
kajian tentang perilaku masyarakat dalam mencari dan
menggunakan informasi dan sumber-sumber informa-
si untuk kepentingan survivabilitasnya. Mendampingi
mereka dalam mencari dan menggunakan sumber-
sumber informasi dan pustaka kehidupan; dan melaku-
kan layanan perpustakaan secara praktik langsung di
lapangan dengan pola FGD, eksperimen, terhantar, dan
layanan sejenisnya.
8) Dalam hal belum banyak perpustakaan yang mengem-
bangkan sistem penelusuran informasi dan sumber-
sumber informasi yang secara khusus diperuntukkan
bagi kelompok masyarakat miskin. Selain itu, juga be-
lum banyak sistem layanan perpustakaan yang mudah
dijangkau oleh kelompok masyarakat miskin. Yang bisa
dilakukan perpustakaan adalah melakukan kegiatan so-
sialisasi sistem penelusuran online secara aktif kepada
masyarakat luas, terutama kelompok miskin; melaku-
kan pelatihan praktek penelusuran informasi online dan
offline kepada masyarakat; melakukan teknik layanan
implementatif cara mennelusur informasi dan pustaka
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 221

yang berguna bagi pengembangan diri; dan melakukan


praktik penggunaan pustaka berkonten kewirausahaan
dan latih mereka hingga berhasil.
9) Pada kondisi sekarang, sudah ada upaya perpustakaan
untuk melengkapi sistem sediaan informasi dan sumber-
sumber informasi, namun informasi dimaksud tidak
pernah digunakan oleh masyarakat miskin di pedesaan.
Kalangan penduduk miskin pedesaan lebih banyak men-
cari dan menggunakan informasi dari sumber-sumber
personal dan interpersonal yang bersifat informal. Dalam
konteks seperti ini, perpustakaan bisa melakukan model
layanan informasi dan pustaka berpola pendampingan
kepada kelompok masyarakat yang tergolong miskin;
menyediakan koleksi perpustakaan secara online mau-
pun yang berbasis cetakan, yang isinya bersifat teknologi
tepat guna; dan menyediakan pustaka-pustaka berbasis
kewirausahaan sederhana yang bisa dikembangkan di
suatu daerah yang masih banyak penduduk miskinnya.
10) Kondisi saat ini, masih belum banyak pustakawan atau
tenaga yang berkecimpung di dunia perpustakaan, yang
berusaha secara langsung melayani pengguna dari ka-
langan masyarakat miskin pedesaan. Kita juga belum
melakukan pola layanan secara proaktif dan pendam
pingan masyarakat dalam memanfaatkan perpustakaan.
Dalam konteks seperti ini, sudah saatnya sekarang tena-
ga perpustakaan harus sudah berorientasi ke masyarakat
secara proaktif dengan terjun secara langsung melayani
mereka yang selama ini terpinggirkan. Pustakawan ti-
dak zamannya lagi duduk di perpustakaan sambil ber-
harap ada yang datang menggunakan perpustakaan.
Pustakawan harus selalu belajar dari pengalaman, ha-
222 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

rus mengetahui grafik naik turunnya penggunaan per-


pustakaan. Pustakawan juga sudah seharusnya mening
katkan kualitas profesionalnya baik secara otodidak
maupun secara pendidikan formal dan nonformal supa-
ya kualitas pengetahuan dan wawasannya tetap terjaga.
11) Sebagai orang yang berprofesi di dunia informasi dan
perpustakaan, sudahkah kita berorientasi kepada upaya
memelekkan informasi kepada kelompok masyarakat
miskin pedesaan? Mereka yang dikenal sebagai orang
pinggiran atau penduduk miskin pedesaan, sangat
membutuhkan informasi dan sumber-sumber informasi
terkait penghidupan, namun tidak banyak layanan per-
pustakaan yang menjangkaunya. Dalam hal seperti ini,
Pustakawan sudah seharusnya mengubah cara melayani
masyarakat, dari menunggu di perpustakaan, ke la
yanan langsung di lapangan. Selain itu, orientasi layanan
pustakawan lebih mengarah ke kelompok masyarakat
miskin, sebab mereka lebih membutuhkan informasi
dan pustaka untuk hidup ketimbang kelompok ma-
syarakat mapan. Pustakawan juga harus terjun langsung
mendampingi kelompok-kelompok masyarakat miskin
dalam membaca dan mengaplikasikan isi bacaan, teruta-
ma yang kontennya tentang teknik berwirausaha sesuai
dengan pedoman dalam buku-buku TTG.
12) Secara sistem, sekarang, potensi pengembangan layanan
perpustakaan bisa menjangkau wilayah yang sangat luas
dan masyarakat yang dilayaninya pun sangat banyak
dan beragam. Sudahkah kita sebagai pustakawan atau
peminat bidang ilmu perpustakaan mengembangkan
sistem kelembagaan perpustakaan yang bisa menjang-
kau segenap anggota masyarakat tanpa membeda-be-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 223

dakan usia dan status sosialnya? Secara kelembagaan,


perpustakaan sudah seharusnya sudah mulai mengem-
bangkan sistem layanan yang menggunakan media on-
line berkarakter media sosial seperti facebook, twitter,
line, dan lainnya. Perpustakaan virtual, perpustakaan
digital, perpustakaan online, adalah jargon-jargon yang
sekarang sedang berkembang di masyarakat akibat tun-
tutan zaman, dan kita belum mengaplikasikannya untuk
kesejahteraan rakyat miskin. Yang kita layani umumnya
mereka yang secara pengetahuan sudah memiliki dasar
pencarian dan penggunaan informasi sesuai kebutuhan
mereka.
13) Sudahkah kita berpikir bahwa ilmu perpustakaan itu
bisa mewarnai segala cabang ilmu yang ada? Konten
yang dikelola oleh ilmu perpustakaan adalah semua
konten bidang ilmu yang ada. Dalam konteks seperti ini,
yang bisa dilakukan perpustakaan adalah dengan cara
melakukan perubahan-perubahan sistem perpustakaan
dan aspek-aspeknya, yang meliputi collecting, processing,
disseminating, dan preserving, ke arah yang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekarang. Masyara-
kat miskin sekarang lebih membutuhkan informasi ter-
kait penghidupan yang cepat dan terhantar.
14) Sudahkah kita melakukan proses pengembangan per-
pustakaan atas dasar pembelajaran bersama masyarakat?
Atau, sudahkah kita mengkaji realitas masyarakat calon
penggunanya sebelum kita mendirikan dan melayankan
suatu perpustakaan? Jika belum, lakukan pembelajaran
bersama masyarakat dengan cara melakukan diskusi
dengan mereka di lapangan. Perpustakaan tidak lagi
mengajari masyarakat untuk belajar, akan tetapi harus
224 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

secara bersama-sama ikut belajar bersama mereka. Salah


satu bentuknya adalah model layanan perpustakaan ber-
basis diskusi dengan mereka dan layanan implementa-
tif melalui teknik pendampingan membaca dan meng
aplikasikan hasil bacaannya.
15) Sudahkah kita melakukan proses saling berbagi penge-
tahuan dan informasi dengan stake houlder kita? Di ling-
kungan perpustakaan sendiri, sudahkah kita melakukan
kegiatan knowledge sharing dalam rangka pembelaja-
ran organisasi dan personal? Yang bisa dilakukan per-
pustakaan adalah dengan cara menghimpun, mengo-
lah, mendiseminasikan, dan memelihara informasi dan
sumber-sumber pustaka yang berasal dari masyarakat,
kemudian membaginya kembali kepada masyarakat.
Selain itu, perpustakaan juga bisa melakukan kegiatan
yang berpola pendampingan masyarakat seperti FGD,
pelatihan, uji coba implementasi konten pustaka, dan
layanan proaktif lainnya.
16) Sudahkah kita sebagai pustakawan atau peminat bi-
dang ilmu ini melakukan kegiatan turun ke desa,
mendampingi penduduk desa untuk belajar sesuatu
yang bermanfaat bagi kehidupan dan penghidupan me
reka? Jika belum, kini saatnya untuk memulai kegiatan
seperti ini. Caranya dengan melakukan model layanan
perpustakaan berpola pendampingan kepada kelompok
masyarakat miskin di wilayah tertentu di pedesaan. Se-
lain itu juga, perpustakaan bisa melakukan layanan per-
pustakaan berbasis keterampilan yang diambil dari hasil
membaca buku berkonten teknologi tepat guna (TTG).
Intinya, Pustakawan harus turun langsung ke masyara-
Upaya yang Bisa Dilakukan Perpustakaan 225

kat sambil membawa misi layanan implementatif dari


pustaka penghidupan.
17) Saat ini, belum ada kegiatan atau program-program
yang dilakukan perpustakaan dan pustakawan terkait
meliterasikan informasi kepada masyarakat kelompok
tertentu, terutama kelompok miskin di pedesaan, seperti
melakukan pendampingan membaca bahan bacaan
berkonten kewirausahaan dan mencoba mempraktik-
kannya. Untuk aspek ini, yang bisa dilakukan adalah
dengan cara melakukan model layanan perpustakaan
berpola praktik pendampingan dengan tema spesifik
seperti: pelatihan membaca cepat, pelatihan berwirausa-
ha berbasis membaca buku; FGD dengan tema prak-
tek berwirausaha, uji coba produksi makanan ringan,
pelatihan membuat kue untuk dijual ke pasar berba-
sis membaca buku, pelatihan membaca cepat, latihan
menulis, lomba menggambar, lomba pidato, loma baca
puisi, lomba memasak makanan tertentu yang resepnya
diambil dari membaca buku, dan sebagainya. Tugas per-
pustakaan dan pustakawan bukan hanya menyediakan
informasi dan sumber pustaka lainnya, namun harus
sampai kepada menyampaikannya kepada masyarakat
dan mendampingi mereka hingga mampu mengaplika-
sikan hasil yang dibacanya.
18) Saat sekarang, masih jarang sekali bentuk layanan per-
pustakaan yang berbasis pada keterampilan awal pe-
mustakanya. Salah satu contoh adalah melakukan
pendampingan membaca buku berkonten kewirausa-
haan sederhana pada penduduk miskin di pedesaan.
Mereka dilatih usaha sesuai dengan bidang minatnya,
yang pelaksanaannya berbasis pada membaca buku
226 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

yang disiapkan oleh tim pendampingan, dan dipantau


secara berkala sesuai dengan lamanya kegiatan yang di-
programkan, misalnya tiga bulan. Yang bisa dilakukan
oleh perpustakaan adalah dengan teknik layanan im-
plementatif perpustakaan dengan pola pendampingan
terstruktur, terjadwal, dan berkesinambungan. Salah
satunya adalah: ambil satu judul buku tertentu dari per-
pustakaan desa misalnya, lalu undang sejumlah orang di
desa tersebut, misalnya kelompok ibu-ibu rumah tangga.
Lalu lakukan diskusi dengan mereka melalui pola FGD
terkait dengan buku yang ditetapkan. Langkah selanjut-
nya adalah melakukan praktek bersama mereka meng
aplikasikan konten buku dimaksud. Selanjutnya, laku-
kan pola layanan seperti ini pada kelompok-kelompok
komunitas tertentu seperti kelompok anak putus seko-
lah di suatu tempat, kelompok pemuda desa, kelompok
petani di masa senggang, kelompok anak dari keluarga
miskin, dan lain-lain.
Bab 6
Penutup, Bahan Diskusi,
dan Rekomendasi

A. Penutup
Setelah memahami secara emik keberadaan orang miskin pede-
saan, dan mungkin orang miskin pada umumnya, lantas apa
yang bisa pustakawan lakukan buat mereka? Berikut adalah ba-
han diskusi dan sekaligus sebagai rekomendasi kepada siapa pun
yang peduli dengan keberadaan orang miskin pedesaan:

1) Miskin itu identik dengan kegagalan dan ketidakmam-


puan. Dalam konteks seperti ini, setiap kegiatan yang
berkiprah dalam program intervensi pembangunan
atas orang miskin, seyogianya berbasis pada pendidikan
dan pelatihan dengan cara pendampingan, yang pada
pelaksanaannya melibatkan pandangan, kebutuhan,

227
228 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

keinginan, dan pengalaman mereka, supaya kinerja


kegiatannya sesuai dengan apa yang sebenarnya dibu-
tuhkan mereka.
2) Setiap kegiatan yang bertujuan untuk membantu orang
miskin keluar dari kondisinya selama ini, perlu ada ke-
giatan yang langsung menyentuh kepentingan mereka,
dengan cara memberi ruang kepada anak-anak mereka
supaya bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi. Salah satunya adalah pembebasan biaya sekolah,
pemberian beasiswa, dan penyediaan fasilitas belajar
bersama di setiap desa dan atau tempat yang strategis,
seperti Perpustakaan Desa, TBM, Rumah Pintar, dan
fasilitas belajar sejenisnya yang secara khusus diperun-
tukkan bagi kelompok-kelompok masyarakat di desa
yang berkategori miskin.
3) Miskin itu juga identik dengan orang yang selalu keting-
galan informasi. Dalam konteks ini, setiap kegiatan yang
dilakukan terkait dengan tema miskin, hendaknya mem-
perhatikan kondisi ini. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan kegiatan yang bisa meliterasi-informasi mere-
ka, dengan cara antara lain, memulai menyediakan media
dan sumber-sumber belajar bersama, membangun Per-
pustakaan Desa, membangun TBM, menyelenggarakan
Rumah Pintar, membina komunitas membaca dan beru-
saha, dan kegiatan lain yang bisa dan biasa dilakukan oleh
pustakawan dan ilmuwan perpustakaan dan informasi,
termasuk oleh pihak pergutuan tinggi melalui program
tridarmanya, khususnya bidang pengabdian kepada ma-
syarakat.
4) Miskin itu identik dengan orang yang merasa perlu
mendapat belas kasihan orang lain, merasa butuh bantuan
Penutup, Bahan Diskusi, dan Rekomendasi 229

orang lain dalam berusaha. Dalam konteks ini, hendaklah


setiap orang yang mampu, terutama secara ekonomi, pen-
didikan, sosial, dan aspek lainnya, turut memikirkan dan
melaksanakan bantuan-bantuan tersebut sesuai d engan
jenis dan jenjang profesinya. Contohnya, pustakawan
yang ahli di bidang layanan informasi dan perpustakaan,
misalnya, bisa mengembangkan sayap layanannya secara
implementatif yang secara khusus dan terstruktur diarah-
kan kepada kelompok masyarakat miskin di pedesaan.
Mereka sangat membutuhkan kehadiran kita sebagai
pustakawan yang peduli terhadap nasib mereka. Dari pi-
hak perguruan tinggi, misalnya, bisa dilakukan dengan
cara mengintegrasikan kegiatan PKM dan KKNM secara
sinergi di desa-desa yang membutuhkan. PT juga bisa
melakukan kegiatan pelatihan mengenai literasi infor-
masi kewirausahaan yang difokuskan kepada kelompok-
kelompok masyarakat miskin di pedesaan.
5) Melalui Perpustakaan, Perpustakaan Desa, Rumah Pin-
tar dan atau TBM, Pustakawan dan para peminat bi-
dang ilmu informasi dan perpustakaan bisa memulai
menjalankan model layanan membaca buku TTG secara
implementatif kepada kelompok penduduk miskin di
pedesaan, agar mereka juga merasakan adanya manfaat
keberadaannya. Para pustakawan dan profesi seminat
juga bisa menyelenggarakan program-program pem-
berdayaan kelompok miskin di pedesaan dengan cara
bekerja sama dengan Perpustakaan Desa dan atau TBM,
agar masing-masing pihak mendapatkan perannya se-
cara lebih nyata. Sedangkan rekomendasi lainnya ditu-
jukan kepada pemerintah setempat dan pihak lain yang
berkepentingan agar bisa menggunakan langkah-lang-
230 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

kah praktis ini sebagai salah satu model pemberdayaan


penduduk miskin di pedesaan bisa keluar dari kondi
sinya saat ini.

B. Bahan Diskusi
1) Beragam jenis dan sumber informasi yang dicari dan
digunakan oleh orang miskin pedesaan melekat dan
mewujud dalam bentuk pekerjaan itu sendiri, yakni je-
nis pekerjaan serabutan di sektor pertanian tradisional.
2) Ruang lingkup dari jenis dan sumber informasi yang di-
cari dan digunakan oleh orang miskin pedesaan, amat
terbatas, yakni seputar tetangga, kerabat dekat, dan sesa-
ma pekerjaan sejenis.
3) Informasi dan sumber informasi yang berasal dari un-
sur resmi atau formal, seperti dari sektor pemerintahan,
hampir tidak pernah digunakan oleh orang miskin pede-
saan. Demikian juga dengan sumber dan saluran infor-
masi yang berbasis media, baik cetak maupun elektro
nik, hampir tidak pernah digunakan oleh orang miskin
pedesaan.

C. Rekomendasi
1) Pemerintah hendaknya lebih proaktif dalam memban-
tu orang-orang miskin pedesaan keluar dari kondisi
mereka, dengan memperbanyak program yang langsung
bisa dirasakan oleh penduduk miskin pedesaan. Salah
satu contohnya adalah melalui kegiatan PKM (Pengabdi-
an Kepada Masyarakat) yang dilakukan oleh Perguruan
Tinggi, yang program-program kegiatannya diarahkan
Penutup, Bahan Diskusi, dan Rekomendasi 231

untuk membantu meningkatkan keterampilan berusaha


penduduk miskin di pedesaan.
2) Diketahui bahwa lingkup gaul orang-orang miskin
pedesaan serba terbatas dalam banyak hal, termasuk
ketika mencari informasi penghidupan, maka sudah se-
harusnya pihak eksternal, baik dari unsur pemerintah,
perguruan tinggi, swasta, atau perorangan, bisa meng-
gunakan pola pelatihan usaha secara langsung dan
terdampingi, yang disertai dengan upaya meningkat
kan kualitas belajar berusaha mereka, misalnya dengan
memperbanyak kegiatan pelatihan berwirausaha sesuai
dengan jenis pekerjaan yang banyak dilakukan di desa.
3) Disarankan agar di setiap desa disediakan buku
berkonten Teknologi Tepat Guna (TTG) dan bahan ba-
caan lain yang berkonten kewirausahaan. Dari fasilitas
ini nantinya diadakan berbagai pelatihan usaha kepada
penduduk yang termasuk kelompok miskin.
Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik, (2008). Analisis dan Penghitungan Tingkat


Miskin di Indonesia tahun 2008. Jakarta, Badan Pusat Statistik
(BPS), 2008.
Badruddin, Syamsiah, (2009). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial
di Indonesia Pra dan Pasca Runtuhnya Orde Baru. Available
at: http://profsyamsiah. wordpress.com/ 2009/04/23/49/.
Cresswell, John W. (2008). Educational Research; Planning,
Conducting And Evaluating Quantitative And Qualitative

Research, Third Edition. New Jersey, Pearson Education.
Djohani, Rianingsih. (2003). Partisipasi, Pemberdayaan, dan
Demokratisasi Komunitas: Reposisi Participatory Rural
Appraisal (PRA) dalam Program Pengembangan Masyarakat.
Bandung: Studio Driya Media.

233
234 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

Rusastra, I. Wayan dan Napitupulu, Togar A., (2010). Karak


teristik Wilayah Dan Keluarga Miskin Di Pedesaan: Basis Pe-
rumusan Intervensi Kebijakan. Pusat Analisis Sosial Ekono-
mi dan Kebijakan Pertanian dan UNESCAP-CAPSA, Bogor.
Schutz, Alfred, (1967). Editor George Walsh dan Frederick
Lehnert. The Phenomenology of te Social World. Northwestern
University Studies in Phenomenology & Existential Philoso-
phy. Illinois, Northwestern University Press.
Trans7 (2012). Kisah Pilu dari Kali Wungu. Tayangan Orang
Pinggiran pada Siaran Trans7 pada tanggal 19 Desember
2012.
------------. (2012). Rindu Bunda yang Tak Berujung. Tayangan
Orang Pinggiran pada Siaran Trans7 pada tanggal 3 Januari
2013.
------------. (2013). Mengais Rezeki dari Keciwis. Tayangan Orang
Pinggiran pada Siaran Trans7 pada tanggal 20 Pebruari 2013.
Yeh, N-C. (2007). A Framework For Understanding Culture
And Its Relationship To Information Behaviour: Taiwanese
Aborigines Information Behaviour. Information Research,
12(2) paper 303. [Available at http://InformationR. net/
ir/12-2/paper303.html].
Yusup, Pawit M. (2013). Makna Diri Penduduk Miskin Pedesaan.
Indonesian Journal of DIALECTICS IJAD. Vol 3, No. 2,
2013: 86.
Yusup, Pawit M. and Komariah, Neneng (2014). Health Informa-
tion Seeking and Use Among Rural Poor Families in West Java,
Indonesia. Brazilian Journal of Information Science (BRA-
JIS). Vol 8, No. 1/2 (2014).
Yusup, Pawit M., (2012a). Perilaku Pencarian Informasi Peng-
hidupan Penduduk Miskin Pedesaan. Disertasi. Universitas
Padjadjaran.
Daftar Pustaka 235

Yusup, Pawit M., (2012b). Miskin Bagi Penduduk Miskin dan


Perilakunya dalam Menemukan Informasi Penghidupan: Stu-
di Fenomenologi di Pedesaan Kabupaten Ciamis Jawa Barat.
LPPM Universitas Padjadjaran.
Yusup, Pawit M., (2013). Makna Diri Penduduk Miskin Pedesaan.
Indonesian Journal of DIALECTICS IJAD. Volume 3 No-
mor 2, Agustus 2013, ISSN 2089-9211, halaman 85-89.
Yusup, Pawit M.; Komariah, Neneng; dan Rohanda (2015).
Mengungkap Pengalaman Keluarga Miskin Pedesaan di Jawa
Barat dalam Menggunakan Informasi dan Sumber-Sumber
Informasi Kesehatan. Prosiding Simposium Nasional Ko-
munikasi Kesehatan 2015 Fikom Unpad. Halaman 109.
Jatinangor, 16 September 2015 - ISBN 978-602-70603-4-0
Yusup, Pawit M.; Silvana, Tine Silvana; dan Subekti, Priyo, (2013).
Memetakan Lingkup Informasi Penghidupan Orang Miskin
Pedesaan. Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan JKIP.
Volume 1, Nomor 1, Juni 2013, ISSN 2303-2677, halaman
21-28.
Zhao, Y., Zhang, R. & Klein, K.K. (2009). Perceived Information
Needs And Availability: Results Of A Survey Of Small Dairy
Farmers In Inner Mongolia. Information Research, 14(3) pa-
per 411. [Available at http://InformationR. net/ir/14-3/pa-
per411.html].
Indeks

A D
amit-amit 46, 51 derep 35, 54, 59, 60, 87, 94,
96, 151, 179
B Derep 34
Bahan Diskusi ix, xii, 227, dukun 29, 30, 31
230 Dukun 30
belum berhasil 2, 70, 72, 73,
89, 121, 136, 154, 164, G
205, 206 Gagal Sepanjang Hidup xii,
bonggol kayu 17 99
gubuk 23, 47, 48, 130, 133,
C 134, 183
ceg uweg-uweg 46, 51

236
Indeks 237

H maro 27, 60, 76, 86, 90, 92,


Harapan yang Tidak Ter- 93, 97, 154, 156, 157,
gapai 107 161, 170, 171, 176, 180
Harapan Yang Tidak Ter- matun 19, 35, 54, 61, 94, 95,
gapai xii 145, 148, 149, 150
hutan terdekat 17, 19, 20, Mbawon manggon 94
32, 46, 50, 52, 54, 56, Mencari Informasi Peng-
61, 68 hidupan v, xii, 187
Menerima dalam Keterpak-
J saan 141
Jenis Penghidupan ix, xii, miskin pedesaan ix, 4, 5, 11,
19, 42 14, 17, 18, 42, 43, 44, 62,
64, 202, 204, 211, 219,
K 221, 222, 227, 230, 231
kajang 47
Keluguan Orang Pinggiran N
xii, 45 nengah 27
Kemiskinan Pedesaan xi, 1 Nyeblok 94
kerabat 43, 44, 213, 217, 230
Ketidaktahuan xii, 163 O
Ketinggalan Informasi xii, Orang Pinggiran i, iii, vii, ix,
163 xii, 5, 6, 7, 8, 19, 45, 234
orang pintar 15, 30, 136
L
layanan perpustakaan 214, P
217, 218, 220, 222, 224, pasaran 31, 137
225 pasar tradisional 17, 31, 38,
43, 123
M Penghidupan yang Sulit 85
Makna Personal Penghidup Perasaan Terhina dalam
an ix, xii, 45 Diam 152
238 Perpustakaan dan Penghidupan Orang Pinggiran

R U
rancah 20, 24, 40, 41, 191 upaya perpustakaan 221
rawa 17, 20, 28, 40, 41
Realitas Kemiskinan xi, 1 W
Rekomendasi ix, xii, 227, wong tuwo 30
230
repek 46, 50, 51, 52, 54, 55,
56, 57, 60, 64, 67

T
terhina 48, 49, 50, 109, 110,
111, 190, 209, 210
tetangga dekat 43, 213
Tidak ada yang bisa diker-
jakan 173
Tidak Pernah Berkembang
xii, 181
9 786026 242150

Anda mungkin juga menyukai