Anda di halaman 1dari 8

Perdarahan Subkonjungtiva

Pendahuluan

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul akibat
terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya putih menjadi merah. Mata terlihat
merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata,
misalnya konjungtivitis. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat juga terjadi
akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah mata dan darah tertimbun di bawah
jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut sebagai perdarahan subkonjungtiva.

Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva palpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan
inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.
Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).1

Perdarahan Konjungtiva

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis, kedua arteri ini
beranastomosis dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola
arterinya membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang banyak sekali. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif
sedikit mempunyai serat nyeri.1

1
Anamnesis

Ditanyakan berapa lama mata tampak merah. Perlu ditanyakan apakah pasien pernah
berhubungan dengan seseorang dengan mata merah, matanya apakah terasa pedas atau seperti
berpasir, apakah ada perasaan gatal, apa ada kotoran yang keluar, dan apakah matanya terasa
sakit. Perlu juga tanyakan apakah ada cedera, penglihatannya turun mendadak atau tidak, apakah
ada fotofobia atau ada halo atau pelangi pada penglihatan. Untuk riwayat penyakit dahulunya,
ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat masalah mata sebelumnya, menggunakan lensa
kontak atau tidak, apakah ada riwayat penyakit sebelumnya. Pada keluarga pasien perlu
diketahui apakah ada yang menderita glaukoma atau tidak
Pasien datang dengan keluhan adanya darah pada sklera atau mata berwarna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal). Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Perdarahan akan terlihat
meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena
diabsorpsi.2

Pemeriksaan Fisik

Tes fisiologis mata meliputi tajam penglihatan dimana pasien diperiksaan dengan menggunakan
snellen chart pada jarak 6 meter dalam ruangan, menghitung jari, pinhole, lambaian tangan, serta
proyeksi cahaya. Selain itu kita bisa mengukur gerak bola mata pasien untuk menilai adanya
kelainan pada otot sekitar bola mata, pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi lalu
pemeriksaan tekanan bola mata. Untuk menilai struktur bola mata maka kita dapat melakukan
pemeriksaan pada segmen anterior dan posterior mata. Pada pemeriksaan posterior kita dapat
menilai dengan menggunakan funduskopi. Pemeriksaan tekanan darah dan funduskopi penting
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada segmen posterior. Pada pasien
dengan riwayat trauma, jika ditemukan adanya tekanan bola mata rendah, penurunan ketajaman
penglihatan serta pupil lonjong maka diperlukan eksplorasi bola mata untuk mencurigai adanya
ruptur bulbus okuli.

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan
pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi
penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,

2
pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan dan hitung darah lengkap dengan jumlah
trombosit.3

Diagnosis

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupture pembuluh darah dibawah lapisan
konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Sebagian besar kasus
perdarahan subkonjungtiva merupakan kasus spontan atau idiopatik, dan hanya sebagian kecil
kasus yang terkait dengan trauma atau kelainan sistemik. Perdarahan subkonjungtiva dapat
terjadi di semua kelompok umur. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral
(90%). Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung,
yang kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktura basis
kranii akan terlihat hematoma kacamata karena berbentuk kacamata yang berwarna biru pada
kedua mata. Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh
subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien memberikan rasa was-was sehingga
pasien akan segera meminta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi hitam
setelah beberapa lama, seperti hematoma pada umumnya. Biasanya tidak perlu pengobatan
karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-3 minggu.2

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna
merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik
kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva
dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari
pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba (spontan).
Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah
rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi
unilateral.

3
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang
kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

Diagnosis Banding

Konjungtivitis Dry Eyes

Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva
yang diakibatkan oleh berkurangnya fungsi air mata. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara
lain seperti pemeriksaan uji Scheimer dimana bila resapan air mata pada kertas Scheimer kurang
dari 5 menit dianggap abnormal. Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan air mata buatan
yang diberikan selamanya. Penyulit yang dapat terjadi adalah ulkus kornea, infeksi sekunder oleh
bakteri, dan parut kornea dan neovaskularisasi kornea.4 Gejala-gejalanya adalah :5

Perih pada bola mata

Permukaan bola mata terasa seperti berpasir, seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal di
permukaan bola mata.

Mata berair setelah suatu periode dimana mata terasa sangat kering.

Nyeri dan mata merah.

Penglihatan buram.

Kelopak mata terasa berat.

Ketidakmampuan mengeluarkan air mata saat menangis.

Merasa tidak nyaman saat menggunakan lensa kontak.

4
Penurunan toleransi membaca, bekerja menggunakan komputer, atau setiap aktivitas yang
membutuhkan atensi visual yang terus menerus.

Kelelahan mata.

Konjungtivitis Alergi

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada


konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata
yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan
yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang
eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtivitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
konjungtivitis vernal.6

Konjungtivitis Bakteri
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva
baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih
purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema
pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada
lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak
mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.6

Konjungtivitis Virus
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemic yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan
mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu

5
dijumpai infiltrate subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada
saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam.
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya
mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan
dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan
oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,
hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-
kadang dapat terjadi kimosis.6

Etiologi
Spontan (idiopatik biasanya ditemukan pada orang tua dengan aterosklerosis), trauma ringan
(menggosok mata) hingga trauma subkonjungtiva. Aktivitas yang terlalu berat seperti batuk,
bersin, mengangkat beban berat, defekasi dengan konsistensi keras juga dapat menimbulkan
pecahnya arteri mata. Pasien dengan hipertensi atau adanya kelainan pembuluh darah (faktor
koagulasi, hemophilia, konsumsi obat seperti turunan coumarin, slidenafil citrate, tadafi,
vardenafil, pralidoxime, obat antikoagulan) juga dapat menimbulkan pecahnya arteri.7

Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini
dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. Penelitian epidemiologi di
Kongo rata rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.
Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Pada perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan
tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka
terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah,
bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.

Gejala Klinis

Seringkali gejala muncul tanpa adanya keluhan. Tidak terdapat nyeri dan gangguan fungsi
pengelihatan yang menyertai. Rasa tidak nyaman, penuh dan mengganjal kadang dikeluhkan.

6
Pada pemeriksaan fisik akan nampak perdarahan pada sklera berwarna merah terang atau merah
tua. Proses peradangan dapat terjadi, namun biasanya tidak berat. Perdarahan juga dapat meluas
dalam 24 jam pertama, namun setelahnya mulai berkurang karena proses absorpsi.8

Penatalaksanaan

Kompres hangat. Perdarahan dapat diabsorbsi dan menghilang dalam waktu 1-2 minggu tanpa
diobati.7

Komplikasi

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 2 minggu,
sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun perdarahan subkonjungtiva harus
segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti nyeri yang berhubungan
dengan perdarahan, terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan
untuk melihat), terdapat riwayat gangguan perdarahan, riwayat hipertensi, riwayat trauma pada
mata. Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus
dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan
bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler.4,8

Edukasi
Tidak perlu khawatir karena perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama, namun
setelah itu ukuran akan berkurang perlahan karena
diabsorpsi.
Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan
subkonjungtiva sehingga diperlukan pengontrolan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.2

Prognosis

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat
diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami

7
kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi
lebih lanjut lagi.

Kesimpulan

Perdarahan subkonjungtiva ditandai dengan mata yang merah tanpa ketajaman penglihatan yang
turun. Perdarahan subkonjungtiva disebabkan dari trauma ataupun secara spontan. Perdarahan
subkonjungtiva dapat terabsorbsi sendiri dan memiliki prognosis baik.

Daftar Pustaka

1. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2015.h.5-6.
2. Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas layanan primer. Diunduh dari
http://fk.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/PPK-Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf
3. Diunduh dari http://fk.unand.ac.id/images/BLOK_3.6_update.pdf
4. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2015.h.145.
5. Silaen HK. Dry eye. Diunduh dari http://www.rscikini.com/article/dry-eye-mata-kering#
6. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
7. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.h.369-70.
8. Saraswati NMG. Perdarahan Subkonjungtiva. Diunduh dari
http://www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=22#

Anda mungkin juga menyukai