Anda di halaman 1dari 17

Pembesaran Prostat pada Laki-laki usia Lanjut

Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ pada laki-laki yang paling sering terkena
neoplasma jinak maupun ganas. Secara anatomis, prostat terletak pada pelvis, yang
dipisahkan dengan simfisis pubis di bagian anterior oleh ruang retropubik. Permukaan
posterior dari prostat dipisahkan dari ampula rekti oleh fasia Denonvillier. Basis dari
prostat tersambung dengan leher vesika urinaria, dan apeksnya terletak di permukaan
bagian atas dari diafragma urogenital. Prostat diperdarahi pembuluh darah arteri cabang
dari arteri iliaka interna. Drainase vena prostat melalui kompleks vena dorsalis, yang
menerima vena profunda di bagian dorsal penis dan cabang dari vesika sebelum mengalir
ke vena iliaka interna. Persarafan prostat berasal dari pleksus pelvis. Ukuran normal
prostat sekitar 3-4 cm pada basis, 4-6 cm di sefalokaudal, dan 2-3 cm di bagian
anteroposterior. Benign prostatic hyperplasia (BPH) secara keseluruhan berasal dari zona
transisi.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi
pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO).
Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai
benign prostate obstruction (BPO).1,2 Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan
perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada
saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH
seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi
(voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi
urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH
mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh
BPH.1,2
Skenario
Seorang laki-laki 60tahun dating kepolilinik dengan keluhan sering BAK, terutama
pada malam hari. Setiap setelah selesai BAK, pasien selalu merasa tidak lampias dan
pancaran urinnya lemah. Keluhan ini sudah dirasakan selama 6bulan terakhir dan dirasakan
sekmakin berat.
1
Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila
pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang
bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan
berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.3
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:3
Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita
pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang
dialami sekarang.
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:
sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut
frekuensi serangan atau kualitas penyakit
sifat serangan atau kuantitas penyakit
lamanya penyakit tersebut diderita
perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
lokasi sakitnya
akibat yang timbul
gejala-gejala yang berhubungan

2
Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu
ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit
saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk
menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang
umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Pada kasus
BPH, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :3
Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (vesika
urinaria tidak kosong setelah miksi)
Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi
Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti
saat miksi / tidak?
Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi / tidak)
Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat
Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?
Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam
hari (Nokturia)?
Hasil anamnesis berdasarkan dari skenario antara lain : Laki-laki berusia 60 tahun
datang ke puskesmas dengan keluhan sulit berkemih. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu. Awalnya kesulitan berkemih tidak diraskan begitu menggangu, namun 2
minggu belakangan ini ketika berkemih, pancaran air kencing pasien terasa semakin lemah
dan tidak bisa berkemih dengan tuntas. Pasien juga mengatakan bahwa 4 tahun yang lalu
pasien pernah dirawat di RS dan selama perawatan itu pernah dipasang kateter.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dari melihat kondisi umum pasien, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan,
frekuensi denyut nadi, suhu tubuh), serta pemeriksaan lainnya meliputi inspeksi, palpasi
(daerah abdomen, organ ginjal dan kandung kemih), perkusi. Dari hal tersebut cari tahu,
Apakah pasien tampak sakit ringan atau sakit berat? Kelebihan cairan/kesakitan?; Adakah
tanda-tanda infeksi sistemik (demam, takikardia, nyeri tekan pinggang)? Apakah kandung
kemih membesar? (periksa dengan melakukan palpasi dan perkusi); Adakah prostat
membesar pada pemeriksaan rektal?; Apakah sulkus masih teraba? Apakah keras dan tidak
rata (pertimbangkan karsinoma prostat)? Adakah nyeri tekan (pertimbangkan prostatitis)?.2

3
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan
pemeriksaan urologi. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal,
edema tungka satu sisi akibat obstruksi pembuluh darah vena karena penekanan tumor buli-
buli atau karsinoma prostat dan ginekomastia mungkin ada hubungannya dengan karsinoma
testis. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan
ginjal, buli-buli (kandung kemih), genitalia eksterna, dan pemerikaan neurologi.2
Pemeriksaan ginjal adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah
atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu
mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum.
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan disudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan
meraba ginjal dari depan. Perkusi dilakukan dengan memebrikan ketokan pada sudut
kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba
pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.2 Pemeriksaan kandung kemih diperhatikan adanya
benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasinfisis. Massa di daerah
suprainfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi
penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-
buli.2 Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri
simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat
hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada karcinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Jika pada colok dubur teraba kelenjar
prostat dengan konsistensi keras, harus dicurigai suatu karsinoma.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya
leukosituria, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu
dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-
buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami
retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya
karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.4

4
Tes kimia terhadap urine telah sangat disederhanakan dengan digunakannya carik
kertas impregnasi yang dapat mendeteksi zat-zat seperti glukosa, aseton, bilirubin, protein,
dan darah. Kadar pH urine juga dapat diukur dengan uji carik celup. Yang penting untuk
mengetahui gangguan pada ginjal adalah adanya protein atau darah dalam urine, pengukuran
osmolaritas atau berat jenis, dan pemeriksaan mikroskopik urine.5
Hasil urin normal adalah sebagai berikut: tampilan jernih, warna kekuning-kuningan,
sedikit berbau. Berat jenis normalnya 1,001-1,035; pH 5-6,5; protein 0 hingga samar
<150mg/hari; glukosa negatif; keton negatif; eritrosit 0-2/LPB; Leukosit 0-4/LPB; sel epitel
0-5.LPB; bakteri 0; badan lemak oval 0; silinder 0-1/LPB (hialin); kristal banyak jenis.5
Bila pasien dicurigai mengalami infeksi saluran kemih, maka pemeriksaan
bakteriologik urin dapat dilakukan. Pada dasarnya urine steril, dan jumlah bakteri yang
banyak dapat menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (ginjal, vesika urinaria, atau uretra)
atau prostatitis. Menghitung jumlah banteri harus dilakukan melalui inokulasi permukaan
lempeng agar nutrien, menggunakan sengjelit berkalibrasi yang memberikan 0,001 ml urine,
Lempeng agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC dan koloni yang
terbentuk kemudian dihitung. Jumlah koloni 105 atau lebih organisme / ml spesimen urine
yang diambil dari urine midstream menunjukkan bakteriuria bermakna.5
Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang
tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. 78% pria normal mempunyai residual urine
kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL.6
Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan
pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun
non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran
melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak nyaman bagi
pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi
bakteriemia. Peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya gangguan
pancaran urine atau beratnya obstruksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat
residual urine yang cukup banyak dan volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah
terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan.6
Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut:6

5
Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada
asupan makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari satu
menit. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3
sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah pria dewasa: 13.5-17
g/dl, wanita dewasa: 12-15 g/dl.
Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari dua menit. Bila
pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml
dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria dewasa: 40-54%, wanita
dewasa:36-46%
Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai sel darah putih adalah dari hitung
darah lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. Jumlah normal sel darah
putih adalah dewasa: 4500-10000 l
Trombosit: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan
makanan atau minuman. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan
berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah normal trombosit adalah
dewasa: 150000-400000 l

Pemeriksaan PSA (prostat spesifik antigen)


PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer
specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam
hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan
akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Makin
tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Serum PSA meningkat pada saat
terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam
dilakukan normal berdasarkan usia adalah:
40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun: 0-3,5 ng/ml
60-69 tahun: 0-4,5 ng/ml
70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA

6
bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam
mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA
menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.
Pemeriksaan PSA dilakukan sebagai penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi
dini keganasan. Nilai normal PSA adalah <4 ng/ml, bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Kadar 4 hingga 10 ng/ml adalah samar-samar dan dapat timbul pada keadaan normal
atau seringkali timbul pada keadaan BPH. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
PSAD (prostate spesific antigen density) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat.
Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat.3 Nilai >10 ng/ml sangat berkaitan
dengan diagnosis adenokarsinoma prostat. The American Cancer Society menyarankan
pengukuran kadar PSA dimulai pada pria usia 40 tahun keturunan Afrika Amerika atau
dengan keluarga yang memiliki riwayat kanker prostat, dan semua pria yang berusia lebih
dari 50 tahun. Bila PSA meningkat >10 mg/ml diduga terdapat kanker prostat, USG
digunakan untuk mendeteksi area yang dicurigai.5

Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau transrektal (transrectal
ultrasonography, TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan
ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan
patologi lain seperti divertikulum, tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat
diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat
dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.7
Working Diagnosis
BPH atau Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Merupakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh menekan kelenjar normal yang tersisa. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia (sel-selnya bertambah banyak).4
Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
7
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hiperplasia prostat.6 Derajat berat obstruksi dapat pula diukur
dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.7 Angka
normal pancaran kemih rata-rata 10-12 mL/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20
mL/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 mL/detik, sedangkan
maksimal pancaran menjadi 15 mL/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi
intravesikal tidak dapat dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih.6 Derajat berat gejala
klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume
urin.7
Tabel 1. Derajat Berat Hiperplasia Prostat Berdasarkan Gambaran Klinis.7
Derajat Rectal Touche Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba <50 mL
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50-100 mL
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 mL
IV Retensi urin total
Etiologi
Penyebab pasti BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi
molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas etiologi terjadinya BPH. Etiologi
sekarang, dianggap ketidak seimbangan hormonal oleh karena proses penuaan yaitu hormon
endokrin testosterone yang dianggap mempengaruhi tepi prostat, sedangkan estrogen (di buat
oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat. Perubahan mikroskopis pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopis ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadiannya
sekitar 50%, usia 80 tahun siktar 80% dan usian 90 sekitar 100%.3 Salah satu teori ialah teori
Testosteron (T) yaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim
5a reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh
reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti
sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan
merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH
dengan inhibitor 5a reduktase. 3,6
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga
terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, retensi pada leher
vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Fase penebalan

8
detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. 3,6
Epidemiologi
Bukti histologik BPH dapat ditemukan pada 20% pria berusia 40 tahun, suatu angka
yang meningkat menjadi 70% pada usia 60 tahun dan 90% pada usia 70 tahun. Akan tetapi,
tidak terdapat korelasi langsung antara perubahan histologik dan gejala klinis. Hanya 50%
dari mereka yang memperlihatkan bukti mikroskopik BPH mengalami pembesaran prostat
yang dapat terdeteksi secara klinis, dan dari jumlah ini hanya 50% yang memperlihatkan
gejala. BPH menimbulkan masalah besar, dan sekitar 30% pria kulit putih Amerika berusia
lebih dari 50 tahun mengalami gejala dalam derajat sedang sampai berat.8
Patofisiologi
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain : 4
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Telah disepakati bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi DHT dalam
sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang dapat
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingg menyebabkan terjadinya sintesis protein.
proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.
2. Teori Hormonal
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
3. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
4. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
Secara sederhana patogenesis BPH adalah sebagai berikut, pembesaran prostat ini
berkaitan dengan kerja androgen. Dihidrotestosteron (DHT), suatu metabolit testosteron,
merupakan mediator utama pertumbuhan prostat. Zat ini disintesis di prostat dari testosteron
darah oleh kerja enzim 5 alfa-reduktase, tipe 2. Enzim ini terutama terletak di sel stroma.
Oleh karena itu, sel-sel ini merupakan tempat utama sintesis DHT. Setelah terbentuk, DHT
dapat bekerja secara autokrin pada sel stroma atau parakrin dengan berdifusi ke sel epitel
9
sekitar. Di kedua jenis sel ini, DHT berikatan dengan reseptor androgen di nukleus dan
menyebabkan transkripsi faktor pertumbuhan yang bersifat mitogenik bagi sel epitel dan sel
stroma. Meskipun testosteron juga dapat berikatan dengan reseptor androgen dan
menyebabkan pertumbuhan, DHT 10 lebih kuat karena lebih lambat terlepas dari reseptor
androgen. Walaupun DHT merupakan faktor trofik utama yang memperantarai hiperplasia
prostat, tampamnya estrogen juga berperan, mungkin dengan membuat sel lebih peka
terhadap kerja DHT. Interaksi stroma-epitel yang diperantarai oleh faktor pertumbuhan
peptida juga merupakan bagian integral dari proses ini. Selain akibat efek mekanis prostat
yang membesar, gejala klinis sumbatan saluran kemih bawah juga disebabkan oleh kontraksi
polos prostat diperantarai oleh adrenoreseptor alfa1 yang terletak di stroma prostat.8
Manifestasi Klinis
Biasa ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih adalah penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi terputus,
menetes dan pada akhir miksi pancaran menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi.
Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi
atau pembesaran prostat menyebabkan rangsang pada kandung kemih sehingga vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat
keluhan klinis.7
Gejala dan tanda pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi. Bila sudah terjadi
hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan nyeri di CVA (costo vertebrae angularis).
Buli-buli yang distensi dapat dideteksi dengan palpasi dan perkusi.4

Penatalaksanan
Medikamentosa
Penderita BPH derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah diberikan
pengobatan konservatif. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi resistensi
leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa adrenergik),

10
menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT).7
Obat Penghambat enzim 5 Alpha Reduktase, obat yang dipakai adalah finasterid
(proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan
dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja
lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.7
Obat Penghambat Adrenergik , dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar
tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan
alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak
terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin,
doksazosin, dan alfazosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap
otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari
pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-
0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada
vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan golongan ini memberikan
perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urin dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini
juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa
terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam
waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.7
Non Medikamentosa
Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan
reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection, TUR). Mortalitas TUR sekitar
1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan
konservatif. Pada derajat tiga, reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang
cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.7
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal.
Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut
Pfannenstiiel; kemudian prostat dienukliasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini
adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada
divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan
melalui sayatan kulit Pfannenstiel dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung

11
kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka
kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti membuka vesika.
Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara pembedahan terbuka tersebut masih kalah
dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan
tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku. Prostatektomi
melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.7 Pada hipertrofi derajat empat, tindakan
pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan
terbuka.7
Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral ultrasound
guided laser induced prostatectomy (TULIP) digunakan cahaya laser. Dengan cara ini,
diperoleh juga hasil yang cukup memuaskan.7 Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi
dengan balon yang dikembangkan di dalamnya (trans urethral balloon dilatation, TUBD).
TUBD ini biasanya memberi perbaikan yang bersifat sementara.7
Komplikasi
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika
tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila
tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia
atau hemorroid.4 Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.8
Pencegahan
Hingga saat ini masih belum ada cara yang diketahui dapat mencegah pembesaran
prostat dikarenakan hal ini merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Yang dapat
dilakukan saat ini, hanyalah cara bagaimana agar kita dapat memelihara kesehatan kandung
kemih dan ginjal. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan kandung
12
kemih, antara lain:
Minum cukup air, hingga delapan gelas per hari untuk membantu mencegah infeksi.
Walaupun, pada pasien yang mengeluh frekuensi berkemihnya meningkat, hal ini akan
menjadi masalah baginya. Pada sebagian besar kasus, meminum sejumlah besar air dalam
kadar yang normal ketika rasa haus muncul, sudah cukup.
Pada pasien BPH, hindari meminum banyak air menjelang waktu tidur dikarenakan hal ini
akan membuat dirinya harus bangun untuk berkemih secara rutin di malam hari saat tidur.
Hindari minum alkohol dan kafein berlebihan.
Hindari makanan yang dapat mengiritasi kandung kemih.
Berkemih secara rutin.
Makan makanan bergizi, jaga pola makan, atur berat badan dan lakukan aktivitas fisik secara
berkala.
Prognosis
Prognosis baik. Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun, BPH yang tidak segera
ditanggulangi memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat. Sebagian besar pasien memiliki kualitas hidup yang sangat bagus setelah
prostatektomi (baik endoskopik maupun terbuka).9
Diagnosis Banding
Striktur uretra
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.
Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis korpus
spongiosum. Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan
kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra adlah infeksi oleh
kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini
sekarang jarang dijumpai karena banyak pemakaian antobiotika untuk memberantas ureteris.
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan,
fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati.
Tindakan yang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan yang
menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan striktura dikemudian hari. Demikian pula
fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap menyebabkan penekanan
kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare yang mengakibatkan penekanan uretra terus-
menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula
atau striktura uretra.
13
Proses radang akibat trauma tau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya
jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan
aliran urine hingga retensi urine.
Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik
untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian
antibiotika. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra antara lain :
Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktura lagi yang lebih berat.
Pada striktura yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa tahapan
operasi, yakni tahap pertama dengan membelah uretra dan membiarkan untuk epitelisaasi dan
dilanjutkan pada tahap dengan membuat neurouretra.2,8
Karsinoma prostat
Karsinoma merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem
urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia diatas 50 tahun, diantaranya 30%
menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang
menyerang pria berusia sebelum berusia 45 tahun.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adeno karsinoma prostat
adalah predisposisi genetic, pengaruh hormonal, diet, pengaruh lingkungan dan infeksi.
Faktor risiko untuk karsinoma prostat meliputi usia, ras, riwayat dalam keluarga, konsumsi
makanan berlemak, kadar hormone yang bersirkulasi, dan vasektomi. Pria Afrika-Amerika
yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak, susu, yang berasal dari binatang, daging merah,
dan hati memiliki resiko tertinggi untuk mengalami karsinoma prostat. Beberapa nutrisi
diduga dapat menurunkan insidens kanker prostat, diantaranya vitamin A, beta karoten,
isoflavon atau fitoesterogen yang banyak terdapat pada kedelai, likofen (antioksidan
karotenoid yang banyak terdapat pada tomat), selenium (terdapat pada ikan laut, daging, biji-
bijian), dan vitamin E. Kebiasaan merokok dan paparan bahan kimia cadmium (Cd) yang
banyak terdapat pada alat listrik dan baterai berhubungan erat dengan timbulnya kanker
prostat.
Tumor yang berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat dan
mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar
limfe pada daerah pelvis menuju kelenjar limfe retroperitoneal dan penyebaran secara
hematogen melalui vena vertebralis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal,
vertebra lumbalis, kosta, paru, hepar dan otak.
14
Kanker prostat stadium dini biasanya diketemukan pada pemeriksaan colok dubur
berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan ditemukan penanda tumor PSA
(prostate specific antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien
yang datang berobat ke dokter mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan
miksi, nyeri kencing, atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.
Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air besar.
Terapi untuk karsinoma prostat lokal adalah melalui pembedahan atau radiasi.
Radiadi yang dikombinasikan dengan ablasi androgen hanya dilakukan untuk penyakit yang
telah luas. Penghetian androgen mungkin dapat dilakukan dengan orkidektomi, terapi dengan
agonis hormom pelepas LH (luteinizing hormone-releasing hormone, LHRH) seperti
goderelim atau leuprolis, atau dengan terapi anti androgen. Kemoterapi tidak efektif dalam
pengobatan karsinoma prostat.10
Infeksi Saluran Kemih
Adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman yang ada di saluran kemih yang
terjadi secara asending dan hematogen.
Anamnesis ISK bawah (frekuensi meningkat, disuria terminal, polakisuria, nyeri
suprapubik), ISK atas (nyeri pinggang, demam menggigil, mual, muntah, hematuria).
Pemeriksaan fisik ditemukan suhu febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok kostovertebra.
Pemeriksaan penunjang, urinalisis, kultur urin dan resistensi kuman, tes faal ginjal, gula
darah, BNO-IVP, dan USG ginjal.11
Pemeriksaan laboratorium leukositosis, leukosituria, kultur urin (+); bakteriuria >
105/ml urin. ISK ditandakan dengan hasil bakteriuria 105 bermakna diagnostik pada biakan
urin. Bakteriuria bermakna tanpa disertai dengan gambaran klinis disebut bakteriuria
asimtomatik (covert bacteriuria). Sedangkan bakteriuria bermakna disertai dengan gambaran
klinis disebut bakteriuria simtomatik.
ISK Bawah, gambaran klinisnya yaitu sistitis adalah gambaran klkinis infeksi saluran
kemih disertai bakteriuria bermakna. Gejalanya sakit suprapubik, polakisuria, nokturia,
disuria, dan straguria. Sindrom Uretra akut (SUA) merupakan gambaran sistitis tanpa
ditemukan mikoorganisme maka sering dinamakan Sistitis bakterialis yang sering disebabkan
oleh mikrorganisme anaerobik. Sindrom ini sering ditemukan pada perempuan 20-50 tahun.
Gejala klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. Prostatitis, gejala klinis terdiri dari akut
dan kronis (minimal 3 bulan menderita). Paling sering dikeluhkan nyeri prostat/perineum
(46%), nyeri scrotum dan atau testis (39%), nyeri penis (6%), nyeri kandung kemih (6%),
nyeri punggung (2%), sering BAK, sulit BAK seperti pancaran lemah, mengedan dan nyeri
15
saat BAK/nyeri bertambah saat BAK. Uretritis, gejala uretritis adalah discharge purulen dan
alguria/disuria. Kebanyakan uretritis bersifat asimtomatis.
Faktor risiko ISK, Lithiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik,
nekrosis papilar, DM pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, sickle cell, seggama,
kehamilan dan peserta KB dengan progesteron, kateterisasi. Terapi ISK yaitu medika
mentosa dan non-medika mentosa. Non-farmakologi, banyak minum bila fungsi ginjal masih
baik dan menjaga higiene genitalia eksterna. Farmakologis, antimikroba berdasarkan pola
kuman.
Kesimpulan
Laki-laki berusia 60 tahun ini menderita BPH. Hal ini dapat dicurigai dari hasil
anamnesis dengan gejala yang mengarahkan pada diagnosis kerja BPH. BPH terjadi karena
ketidakseimbangan hormonal karena proses penuaan. Biasanya keluhan yang dirasakan
pasien yaitu sulit berkemih, nokturia, kemudian rasa tidak lampias setelah berkemih.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan lewat pemeriksaan fisik dan penunjang seperti rectal
toucher, pemeriksaan urinalisis, darah rutin, PSA, USG tersebut sehingga
penatalaksanaannya tepat, baik secara medika mentosa maupun secara nonmedika mentosa,
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Daftar Pustaka
1. C. Joseph, J. Christopher. 2008. Neoplasm of the prostate gland in Smiths General
Urology. McGraw Hill. Chapter 22. p. 348-69.
2. Purnomo B.B ; Dasar-dasar Urologi. 2000. Jakarta : CV.Infomedika. 200-214.
3. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2005.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi
ke-3. Jakarta: Media aesculapius;2000.h.329-34.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2006.h.1323-4.
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2008.h.47-9.
7. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah.
Jakarta:EGC;2010.h.868, 872-4, 899-905.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins dan Cotran dasar patologis penyakit. Edisi
ke-7. Jakarta: EGC; 2010.h.1069-70.
9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;2007.h.169.

16
10. Braunwald, Fauci, Isselbacher, Kasper, Martin, Wilson. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-13. Volume 4. Jakarta: EGC; 2012. h. 2069-72.
11. Aziz R, Sidartawan S, Anna U, Nasir, Prasetya W, Arif M. Panduan Pelayanan Medik
PAPDI, Infeksi saluran kemih. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;2006.p.174-8.

17

Anda mungkin juga menyukai