PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diare merupakan perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air
di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus
dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau
lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik.3
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).4
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare
yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang
anak buang air besar jarang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah
dapat disebut diare.4
2
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis, dan (4). Non infeksi : malabsorpsi,
keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.3
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar enteropatogen/kuman atau kontak langsung tangan penderita atau
tidak langsung melalui lalat, atau hal lain. Singkatnya, dapat dikatakan melalui 5F yakni field
(lingkungan), flies (lalat), food (makanan), fluid (cairan), finger (jari).4 Banyak faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong terjadinya diare, faktor tersebut
antara lain:
a. Usia
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak.4 Yolken et al telah menyelidiki mekanisme perlindungan terhadap
infeksi rotavirus melalui pemberian ASI. Mereka menemukan suatu musin dalam air susu
manusia yang dapat menghambat replikasi rotavirus in vitro maupun invivo.5 Ada
hubungan signifikan antara pemberian MPASI dengan kejadian diare pada anak, yaitu
dikarenakan sistem pencernaan anak pada usia di bawah 2 tahun sedang mengalami
perkembangan secara bertahap sehingga apabila diberikan makanan yang tidak tepat
dapat menyebabkan sistem pencernaan anak tidak berkembang dengan baik dan bisa
menyebabkan diare. Ada juga hubungan signifikan antara penggunaan jamban dengan
kejadian diare pada anak, yaitu penggunaan jamban yang tidak benar dapat meningkatkan
risiko terkena diare hingga 4 kali lebih besar. Hal ini dikarenakan tinja anak yang tidak
dibuang ke dalam jamban akan menyebabkan kuman-kuman dan virus-virus yang ada
dalam tinja tersebar dan menjadi rantai penularan penyakit diare. Jika pada balita, tinja
dikeluarkan dan langsung ke popoknya, yang menjadi pokok permasahan adalah pada ibu
yang tidak bersih mencuci tangan akan menjadi rantai penularan penyakit infeksi diare.6
3
b. Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin atau dalam bahasa Inggrisnya adalah seks, adalah merupakan suatu
akibat dari dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan luar antar individu yang
mempunyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama). Pengertian jenis kelamin (seks)
menurut Hungu (2007) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis
sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis
mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki
dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-
laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Roy et al.(2000) menunjukkan
jumlah subjek laki-laki lebih banyak daripada perempuan, tetapi jenis kelamin tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan lama diare pada anak.7
c. Status Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera memberikan anak imunisasi campak
setelah berumur 9 bulan. Pada anak yang terkena penyakit campak, 10 hari setelah
berdekatan dengan penderita campak maka penyakit ini mulai timbul dengan tanda-tanda
deman, panas, pilek, mata merah dan sakit serta batuk. Anak tampak semakin sakit, mulut
terasa sangat sakit dan mungkin diserta mencret. Diare sering terjadi dan berakibat berat
pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada
anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Selain
mendapatkan imunisasi campak, anak juga harus mendapatkan imunisasi lainnya agar
kekebalan tubuhnya tidak menurun.8
d. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.9
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita karena berada dalam
4
situasi rentan didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
antara lain kekurangan energi protein, gangguan kekurangan yodium, kekurangan
vitamin A dan penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah penyakit diare.
Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003), kekurangan gizi
dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan
pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi
perubahan fungsi kekebalan tubuh. Menurut Brown, malnutrisi meningkatkan kejadian
diare. Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi
dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat keparahan
penyakit diare.10
f. Dehidrasi
Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada
yang didapatkan sehingga tubuh tidak punya cukup cairan untuk menjalankan fungsi
5
normalnya. Diare sampai saat ini merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
dehidrasi. Ada beberapa tingkatan dehidrasi, yaitu: 13
1) Diare tanpa dehidrasi, pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami
dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-
tanda dehidrasi.
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang (3%-5%), pada tingkat diare ini
penderita mengalami diare 3 kali atau lebih dalam satu hari, kadang-kadang
disertai muntah, pasien/ penderita merasa haus, volume atau buang air kecil sudah
mulai kurang, nafsu makan mulai turun, aktifitas mulai menurun, tekanan nadi
masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
3) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%), pada keadaan ini, penderita akan
mengalami takikardia, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas
atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit kurang, selaput
lendir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (2 detik) dengan kulit hipotermik (terasa dingin) dan pucat.
4) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%), pada keadaan ini, penderita sudah
banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita
mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi
yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaan
mulai apatis, kesadaran menurun dan juga pengisian kapiler sangat memanjang
dengan kulit yang dingin dan pucat.
g. Cairan Inadekuat
Perawatan utama terhadap balita yang mengalami diare adalah pemberian cairan
yang adekuat dengan cairan yang sesuai. Cairan ini dapat diberikan baik melalui mulut
atau melalui infus apabila balita mengalami dehidrasi sedang sampai berat. Dengan
penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial
jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
6
mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.14
h. Komorbiditas
Komorbiditas merupakan penampilan bersamaan dari dua penyakit atau lebih.
Yang sering terjadi bersamaan dengan diare adalah demam. Demam biasanya terjadi
akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa
disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan)
lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih
atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya
memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian
meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Selama demam,
hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali
melebihi 41 derajat selsius. Demam adalah mekanisme tubuh dalam menghantam virus
atau infeksi bakteri sehingga tidak selalu berbahaya.15
Beberapa bukti penelitian in-vitro menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia
bekerja baik pada temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen
7
endogen lainnya akan mengundang lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktivitas
mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu
pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon. Dampaknya
bisa dehidrasi, kekurangan oksigen, kejang demam, sampai bisa menyebabkan kerusakan
neurologis. Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh
sehingga anak bisa kekurangan cairan. Diare yang disertai demam secara tidak langsung
akan memperburuk dehidrasi.15
Faktor-faktor predisposisi:
Usia
Jenis Kelamin
Status Gizi
Status Sosial-Ekonomi
Dehidrasi
Cairan Inadekuat
Komorbiditas: Demam
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana pengumpulan data dan
pengukuran variable dilakukan pada saat yang sama.
Penelitian dilakukan tanggal 20 Juli 2015 di Kampus Universitas Kristen Krida Wacana.
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
data Sekunder dan Tersier.
a. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap variable dalam penelitian.
b. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia dengan angka kematian diare pada
anak balita, hubungan antara jenis kelamin dengan angka kematian diare pada anak balita,
hubungan antara status gizi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan
antara status imunisasi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara
status sosial ekonomi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara
dehidrasi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara pemberian
cairan inadekuat dengan angka kematian diare pada anak balita, dan hubungan antara
komorbiditas deman dengan angka kematian diare pada anak balita menggunakan uji
Anova dan Chi Square (X)2. Analisis dilakukan pada tingkat kemaknaan 95% untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik menggunakan uji
SPSS versi 16.
9
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita dan bayi yang berada di Indonesia.
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode random sampling terhadap semua anak
balita dan bayi, serta beberapa usia dewasa pada beberapa daerah di Indonesia.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti, yaitu sebagai berikut:
a. Usia, hasil pengurangan dari tanggal, bulan dan tahun bayi dan balita saat ini dengan
tanggal, bulan, dan tahun lahir bayi dan balita. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 katagori,
yaitu: (1) bayi jika <1 tahun, (2) balita jika 1-5 tahun, dan (3) bukan bayi dan balita
jika >5 tahun. Hasil ukur tersebut berskala interval.
b. Jenis kelamin, jenis kelamin berupa laki-laki dan perempuan. Hasil ukur berskala nominal.
c. Status imunisasi, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diimunisasi sesuai usia,
dan (2) belum diimunisasi sesuai usia. Hasil ukur berskala ordinal.
d. Status gizi, hasil pengukuran antropometrik bayi dan balita, yang kemudian
diinterpretasikan dalam bentuk score-Z. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu:
(1) status gizi normal, (2) status gizi kurang, dan (3) status gizi lebih. Hasil ukur tersebut
berskala ordinal.
e. Status sosial ekonomi, gabungan interpretasi yang didapatkan dari hasil ukur pendapatan
keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Dikategorikan dalam 3
kategori, yaitu: (1) status sosial ekonomi rendah, (2) status sosial ekonomi sedang, dan (3)
status sosial ekonomi tinggi. Hasil ukur tersebut berskala ordinal.
f. Dehidrasi, hasil pemeriksaan fisik sistematik yang kemudian dimasukan pada kententuan
yang sudah ditentukan oleh WHO. Hasil ukur dikategorikan dalam 4 kategori, yaitu: (1)
diare tanpa dehidrasi, (2) diare dengan dehidrasi ringan-sedang, (3) diare dengan dehidrasi
sedang, dan (4) diare dengan dehidrasi berat. Hasil ukur berskala ordinal.
g. Cairan Inadekuat, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diberikan cairan
adekuat, dan (2) tidak diberikan cairan adekuat. Hasil ukur berskala ordinal.
h. Komorbiditas, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) penderita diare disertai dengan
demam, dan (2) penderita diare tidak disertai dengan demam. Hasil ukur berskala ordinal.
10
Daftar Pustaka
11
12