Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Seperti sebagian besar
penyakit anak-anak lainnya, penyakit diare tersebut jauh lebih banyak terdapat di negara
berkembang daripada negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak dalam kasus mortalitas.1
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh
diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak
balita. Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan
banyak kematian terutama pada balita. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi insiden
diare pada balita di Indonesia mencapai rata-rata 6,2%. Di Aceh mencapai 10,2%. Insiden
diare pada bayi <1 tahun mencapai 7%, sedangan untuk balita mencapai 6,7%. Untuk anak 5-
14 tahun insidensnya mencapai 3,2%. Semakin tambah usia, insidensnya semakin kecil dan
kembali meningkat pada lansia. Paling banyak pada balita, pada usia 12-23 bulan, yaitu
insidens mencapai 9,7%.2
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan angka kematian diare tinggi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum: mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan angka kematian diare tinggi.
Tujuan khusus: mengetahui hubungan antar faktor-faktor yang menyebabkan angka kematian
diare tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menjadi dasar untuk mencegah penyakit diare dan menjadi
dasar bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
dibahas yaitu usia, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi, status sosial ekonomi,
dehidrasi, cairan inadekuat dan komorbiditas.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

Diare merupakan perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air
di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus
dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau
lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik.3

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).4

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare
yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang
anak buang air besar jarang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah
dapat disebut diare.4

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare


akut dibagi atas empat penyebab: (1). Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio,
Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas, (2).
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus, (3). Parasit :
Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura,

2
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis, dan (4). Non infeksi : malabsorpsi,
keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.3

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar enteropatogen/kuman atau kontak langsung tangan penderita atau
tidak langsung melalui lalat, atau hal lain. Singkatnya, dapat dikatakan melalui 5F yakni field
(lingkungan), flies (lalat), food (makanan), fluid (cairan), finger (jari).4 Banyak faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong terjadinya diare, faktor tersebut
antara lain:

a. Usia
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak.4 Yolken et al telah menyelidiki mekanisme perlindungan terhadap
infeksi rotavirus melalui pemberian ASI. Mereka menemukan suatu musin dalam air susu
manusia yang dapat menghambat replikasi rotavirus in vitro maupun invivo.5 Ada
hubungan signifikan antara pemberian MPASI dengan kejadian diare pada anak, yaitu
dikarenakan sistem pencernaan anak pada usia di bawah 2 tahun sedang mengalami
perkembangan secara bertahap sehingga apabila diberikan makanan yang tidak tepat
dapat menyebabkan sistem pencernaan anak tidak berkembang dengan baik dan bisa
menyebabkan diare. Ada juga hubungan signifikan antara penggunaan jamban dengan
kejadian diare pada anak, yaitu penggunaan jamban yang tidak benar dapat meningkatkan
risiko terkena diare hingga 4 kali lebih besar. Hal ini dikarenakan tinja anak yang tidak
dibuang ke dalam jamban akan menyebabkan kuman-kuman dan virus-virus yang ada
dalam tinja tersebar dan menjadi rantai penularan penyakit diare. Jika pada balita, tinja
dikeluarkan dan langsung ke popoknya, yang menjadi pokok permasahan adalah pada ibu
yang tidak bersih mencuci tangan akan menjadi rantai penularan penyakit infeksi diare.6

3
b. Jenis Kelamin

Pengertian jenis kelamin atau dalam bahasa Inggrisnya adalah seks, adalah merupakan suatu
akibat dari dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan luar antar individu yang
mempunyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama). Pengertian jenis kelamin (seks)
menurut Hungu (2007) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis
sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis
mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki
dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-
laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Roy et al.(2000) menunjukkan
jumlah subjek laki-laki lebih banyak daripada perempuan, tetapi jenis kelamin tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan lama diare pada anak.7

c. Status Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera memberikan anak imunisasi campak
setelah berumur 9 bulan. Pada anak yang terkena penyakit campak, 10 hari setelah
berdekatan dengan penderita campak maka penyakit ini mulai timbul dengan tanda-tanda
deman, panas, pilek, mata merah dan sakit serta batuk. Anak tampak semakin sakit, mulut
terasa sangat sakit dan mungkin diserta mencret. Diare sering terjadi dan berakibat berat
pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada
anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Selain
mendapatkan imunisasi campak, anak juga harus mendapatkan imunisasi lainnya agar
kekebalan tubuhnya tidak menurun.8

d. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.9
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita karena berada dalam

4
situasi rentan didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
antara lain kekurangan energi protein, gangguan kekurangan yodium, kekurangan
vitamin A dan penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah penyakit diare.
Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003), kekurangan gizi
dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan
pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi
perubahan fungsi kekebalan tubuh. Menurut Brown, malnutrisi meningkatkan kejadian
diare. Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi
dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat keparahan
penyakit diare.10

e. Status Sosial Ekonomi


Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah
orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi,
tapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan.11
Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini
karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan
kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin
diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan
kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit. Frekuensi relatif anak dari
orang tua yang berpenghasilan rendah 2 kali lebih besar menyebabkan berat badan lahir
rendah (BBLR), 3 kali lebih tinggi resiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi
menyebabkan kematian anak karena penyakit dibanding anak yang orangtuanya
berpenghasilan cukup.12

f. Dehidrasi

Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada
yang didapatkan sehingga tubuh tidak punya cukup cairan untuk menjalankan fungsi

5
normalnya. Diare sampai saat ini merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
dehidrasi. Ada beberapa tingkatan dehidrasi, yaitu: 13

1) Diare tanpa dehidrasi, pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami
dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-
tanda dehidrasi.
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang (3%-5%), pada tingkat diare ini
penderita mengalami diare 3 kali atau lebih dalam satu hari, kadang-kadang
disertai muntah, pasien/ penderita merasa haus, volume atau buang air kecil sudah
mulai kurang, nafsu makan mulai turun, aktifitas mulai menurun, tekanan nadi
masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
3) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%), pada keadaan ini, penderita akan
mengalami takikardia, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas
atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit kurang, selaput
lendir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (2 detik) dengan kulit hipotermik (terasa dingin) dan pucat.
4) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%), pada keadaan ini, penderita sudah
banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita
mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi
yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaan
mulai apatis, kesadaran menurun dan juga pengisian kapiler sangat memanjang
dengan kulit yang dingin dan pucat.

g. Cairan Inadekuat
Perawatan utama terhadap balita yang mengalami diare adalah pemberian cairan
yang adekuat dengan cairan yang sesuai. Cairan ini dapat diberikan baik melalui mulut
atau melalui infus apabila balita mengalami dehidrasi sedang sampai berat. Dengan
penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial
jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan

6
mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.14

Pemberian cairan dapat diberikan dengan cara:3

1) BJ plasma dengan rumus: kebutuhan cairan = ((BJ plasma 1,025)/0,001) x


berat badan x 4 ml.
2) Metode Pierce berdasarkan klinis: Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x
Berat badan (kg); Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg);
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x Berat badan (kg).
3) Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, dihitung dengan rumus :
Kebutuhan cairan = (Skor/15) x 10% x kgBB x 1 liter.
4) Pemberian Zinc
Beri tablet zinc selama 10 hingga 14 hari, yaitu 12 tablet (10 mg)/ hari untuk
anak usia <6 bulan dan 1 tablet (20 mg)/ hari untuk anak usia >6 bulan. Zinc
bermanfaat untuk menurunkan frekuensi BAB dan memperbaiki volume tinja,
mengurangi lama diare, serta menurunkan kejadia diare pada bulan-bulan
berikutnya.

h. Komorbiditas
Komorbiditas merupakan penampilan bersamaan dari dua penyakit atau lebih.
Yang sering terjadi bersamaan dengan diare adalah demam. Demam biasanya terjadi
akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa
disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan)
lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih
atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya
memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian
meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Selama demam,
hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali
melebihi 41 derajat selsius. Demam adalah mekanisme tubuh dalam menghantam virus
atau infeksi bakteri sehingga tidak selalu berbahaya.15
Beberapa bukti penelitian in-vitro menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia
bekerja baik pada temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen
7
endogen lainnya akan mengundang lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktivitas
mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu
pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon. Dampaknya
bisa dehidrasi, kekurangan oksigen, kejang demam, sampai bisa menyebabkan kerusakan
neurologis. Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh
sehingga anak bisa kekurangan cairan. Diare yang disertai demam secara tidak langsung
akan memperburuk dehidrasi.15

2.2 Kerangka Konsep

Faktor-faktor predisposisi:

Usia

Jenis Kelamin

Status Gizi

Status Imunisasi Angka kematian diare pada balita tinggi

Status Sosial-Ekonomi

Dehidrasi

Cairan Inadekuat

Komorbiditas: Demam

8
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana pengumpulan data dan
pengukuran variable dilakukan pada saat yang sama.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan tanggal 20 Juli 2015 di Kampus Universitas Kristen Krida Wacana.

3.3 Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
data Sekunder dan Tersier.

3.4 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap variable dalam penelitian.

b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia dengan angka kematian diare pada
anak balita, hubungan antara jenis kelamin dengan angka kematian diare pada anak balita,
hubungan antara status gizi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan
antara status imunisasi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara
status sosial ekonomi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara
dehidrasi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan antara pemberian
cairan inadekuat dengan angka kematian diare pada anak balita, dan hubungan antara
komorbiditas deman dengan angka kematian diare pada anak balita menggunakan uji
Anova dan Chi Square (X)2. Analisis dilakukan pada tingkat kemaknaan 95% untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik menggunakan uji
SPSS versi 16.

3.5 Populasi Penelitian

9
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita dan bayi yang berada di Indonesia.

3.6 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode random sampling terhadap semua anak
balita dan bayi, serta beberapa usia dewasa pada beberapa daerah di Indonesia.

3.7 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti, yaitu sebagai berikut:

a. Usia, hasil pengurangan dari tanggal, bulan dan tahun bayi dan balita saat ini dengan
tanggal, bulan, dan tahun lahir bayi dan balita. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 katagori,
yaitu: (1) bayi jika <1 tahun, (2) balita jika 1-5 tahun, dan (3) bukan bayi dan balita
jika >5 tahun. Hasil ukur tersebut berskala interval.
b. Jenis kelamin, jenis kelamin berupa laki-laki dan perempuan. Hasil ukur berskala nominal.
c. Status imunisasi, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diimunisasi sesuai usia,
dan (2) belum diimunisasi sesuai usia. Hasil ukur berskala ordinal.
d. Status gizi, hasil pengukuran antropometrik bayi dan balita, yang kemudian
diinterpretasikan dalam bentuk score-Z. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu:
(1) status gizi normal, (2) status gizi kurang, dan (3) status gizi lebih. Hasil ukur tersebut
berskala ordinal.
e. Status sosial ekonomi, gabungan interpretasi yang didapatkan dari hasil ukur pendapatan
keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Dikategorikan dalam 3
kategori, yaitu: (1) status sosial ekonomi rendah, (2) status sosial ekonomi sedang, dan (3)
status sosial ekonomi tinggi. Hasil ukur tersebut berskala ordinal.
f. Dehidrasi, hasil pemeriksaan fisik sistematik yang kemudian dimasukan pada kententuan
yang sudah ditentukan oleh WHO. Hasil ukur dikategorikan dalam 4 kategori, yaitu: (1)
diare tanpa dehidrasi, (2) diare dengan dehidrasi ringan-sedang, (3) diare dengan dehidrasi
sedang, dan (4) diare dengan dehidrasi berat. Hasil ukur berskala ordinal.
g. Cairan Inadekuat, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diberikan cairan
adekuat, dan (2) tidak diberikan cairan adekuat. Hasil ukur berskala ordinal.
h. Komorbiditas, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) penderita diare disertai dengan
demam, dan (2) penderita diare tidak disertai dengan demam. Hasil ukur berskala ordinal.

10
Daftar Pustaka

1. WHO. Indikator perbaikan: Kesahatan Lingkungan Anak. Alih bahasa: Apriningsih;


editor edisi bahasa indonesia: erita agustin hardiyanti. EGC, 2008. h.46-9.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, 2013.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2013.
3. Tanto C, et al. Kapita selekta kedokteran of essentials medicine. Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius UI; 2014.h.9,42.
4. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief
S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi: jilid 1.
Jakarta: UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120.
5. Cook GC. Problem gastroenterologi daerah tropis. Dalam: Smith, Walker JA. Masalah
pediatri di Bidang Gastroenterologi Tropis. Jakarta: EGC, 2003. h.133-6.
6. Apriyanti M, Fajar NA, Ikob R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir palembang tahun
2009. (penelitian).
7. Sudarma M. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2008. h.187-
93.
8. Wulandari AP. Hubungan antara faktor-faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi
dengan kejadian diare pada balita di desa blimbing kecamatan sambirejo kabupaten
sragen tahun 2009. (skripsi)
9. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010.
10. Brown, K.H. Diarrhea and Malnutiriton. American Society for Nutritional Sciences. JN
the Journal of Nutrition 0022-3166/03. 2003.
11. Suburratno. Riau dalam arus perubahan. Pekanbaru: Alaf Riau, 2004. 56-60.
12. Behrman RE. Anak dengan resiko tertentu. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin (editors).
Ilmu Kesehatan anak Nelson Vol I, Edisi 15. Jakarta : EGC, 1999. 169-171.
13. Leksana E. Strategi terapi cairan pada dehidrasi. CKD-224; 42(1): 70-3. 2015.
14. Zein, U., Sagala, K.H., Ginting, J., 2004 Diare Akut Disebabkan Bakteri, Fakultas
Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam: Universitas
Sumatra Utara.
15. Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2014. h.717.

11
12

Anda mungkin juga menyukai