1
ETIOLOGI
2
alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari
sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut.
Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang
adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi
yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar
merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium,
Bacteroides, dan Veillonella).
Jamur
EPIDEMIOLOGI
KLASIFIKASI
3
- Sedang = VAS >3-7
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS
jawaban dari pertanyaan:
_______________________________________________________________
Akut
< 12 minggu
Resolusi komplit gejala
Kronik
12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut
4
PATOFISIOLOGI
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
5
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,
yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada
kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar
melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan
bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler
terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer
dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi
fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan
berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke
tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi
masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan
belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan
menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya
dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis
tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
-
tromboflebitis dari vena yang perforasi
-
Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau
nekrotik
-
terjadinya defek
-
melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
6
Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara
limfatik.
GEJALA KLINIS
Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari,
dan jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke
salah satu sinusitis akut atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis
kronis berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology
membagi kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala
mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut
bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4
sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12
minggu.
Sinusitis akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran
napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7
hari.
7
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai
memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara
tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis
rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2 faktor minor.
Jika hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan dalam
diagnosis diferensial.
Kebas atau rasa penuh pada muka Demam (pada sinusitis kronik)
Sinusitis kronik
8
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
> 12 minggu Satu atau lebih dari 1. perubahan pada hidung, polip,
gejala terus gejala tersebut atau polypoid pembengkakan
menerus pada rhinoskopi anterior
(dengan decongestion) atau
hidung endoskopi
2. Edema atau eritema di meatus
tengah pada hidung endoskopi
3. Generalized atau lokal edema,
eritema, atau jaringan granulasi
di cavum hidung. Jika tidak
melibatkan meatus tengah,foto
diperlukan untuk diagnosis
4. Foto untuk memperjelas
diagnosis (foto polos atau
9
computerized tomography)
Stadium Area
I kelainan anatomi Semua penyakit sinus unilateral Penyakit
Bilateral terbatas pada sinus ethmoid
II ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya
III ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus lainnya
IV Poliposis sinonasal Diffuse
DIAGNOSIS
Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari,
nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
10
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7
2. Sinusitis Etmoidalis
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik,
nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi
merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan
oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak
mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika
terdapat komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema,
pada sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior
tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior.( Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun
11
komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harusmelakukan
penatalaksanaan yang sesuai).
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang
lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-
Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
12
Foto kepala posisi Caldwell
13
Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus
maksilla
14
d. Foto kepala posisi Submentoverteks
Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala
pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar
dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital
melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat
sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris.
15
f. Foto kepala posisi Towne
Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi
antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-
kira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang
midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding
posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.
Pemeriksaan Tomogram
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan
multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan
tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus
paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik
untuk menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan
pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram
biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters.
Pemeriksaan Ct Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan
ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.
16
Foto normal CT Scan sinus Maxilla
Pemeriksaan MRI
17
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik
untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural. (11)
PENATALAKSANAAN
18
Acute Chronic
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Haemophilus influenzae Streptococcus pneumonia
Moraxella catarrhalis Anaerobes
Anaerobes Enteric gram-negative bacilli
Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococcus
Other streptococci Haemophilus influenzae
Pseudomonas aeruginosa
Alpha streptococcus
Moraxella catarrhalii
19
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi
alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk
mengurangi nyeri.
Dekongestan
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa
adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek
Dekongestan topikal
Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.
Antihistamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi
rhinore, dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
menembus sawar darah otak
Kortikosteroid
bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat
minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.
20
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat
sa
Edema periorbita
tunya termasuk hidung tersumbat/ Pendorongan letak bola mata
obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung Penglihatan ganda
anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di Oftalmoplegi
wajah; Penurunan visus
Nyeri frontal unilateral atau bilateral
Penghidu terganggu/ hilang Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior neurologis
Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007
21
anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer
akhir-akhir ini.
Sinusitis kronis
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa Pikirkan diagnosis lain :
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
pilek; sekret hidung anterior/ posterior; Gejala unilateral
Perdarahan
nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Krusta
Penghidu terganggu/ hilang Gangguan penciuman
Gejala Orbita
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Edema Periorbita
Pendorongan letak bola mata 22
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak Penglihatan ganda
direkomendasikan Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Tersedia Endoskopi
Bengkak daerah frontal
Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk
pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper
on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007 diagnosis lain :
Pertimbangkan
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa
hidung tersumbat atau pilek yang tidak
Gejala unilateral
jernih; nyeri bagian frontal, sakit
Perdarahan
kepala;
Krusta
Kakosmia
Gangguan Penghidu
Gejala Orbita
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Pertimbangkan Tomografi Komputer
Oftalmoplegi
Tes Alergi Nyeri kepala bagian frontal yang berat
23
Edem frontal
Pertimbangkan diagnosis dan Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
penatalaksanaan penyakit penyerta; fokal
Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk
dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
20076
KOMPLIKASI
25
komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti,
insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi
menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai
tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami
komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan
oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya.
Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area
yang mengalami kontaminasi.
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain20
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Potts puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal
Osteomielitis
26
dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling
banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa
menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya
penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses
subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar
sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial.
Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu
disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu
muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada
usia di bawah 6 tahun.
a) Etiologi
b) Gejala klinis
Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat,
gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil.
Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila
terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi
tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai
dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.
c) Diagnosis
27
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak hanya
untuk mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi intrakranial.
Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa
intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada stadium lanjut, radiogram
memperlihatkan gambaran seperti digerogoti rayap pada batas-batas sinus,
menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan
pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang
membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung
sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan laju endap
darah mungkin mengindikasikan adanya osteomielitis.
d) Penatalaksanaan
Infeksi orbital
Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau
trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang
terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus
frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar
hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke
ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding
sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah
menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina
28
papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada
orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus
yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar
melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier
tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses
di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum
rusak maka akan terbentuk abses orbita.
a) Etiologi
Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi orbita. Dapat
berupa organisme tunggal maupun organisme campuran, anaerob maupun aerob,
atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil isolasi sama dengan yang ditemukan
pada sinus terinfeksi.
b) Diagnosis
29
Gambar 13. Gambaran selulitis periorbita
2. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema difus dari garis batas orbita dan bakteri
telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis
ini menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra okular
bergerak.
3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas orbita dengan
pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Secara klinis
pasien dengan kondisi ini mirip dengan grup dua, tetapi terdapat proptosis
yang menonjol dan kemosis.
4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus telah menembus
periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada tahap ini disertai gejala sisa
neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak
otot ekstraokuler mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan
tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya
terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik trombosis sinus
kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan
penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh
karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV,
dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
30
Gambar 14. Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis
Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk diidentifikasi dan
tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya memiliki riwayat keluar cairan
dari hidung, sakit kepala atau terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada
31
orbita, kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita dapat
menyerupai infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi orbita. Kelopak
mata yang bengkak tidak mengindikasikan adanya inflamasi. Karena terbatasnya
ruang pada orbita, massa inflamasi dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi
orbita yang simple menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan
nyeri bila mata bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses
lainnya, penekanan orbita menyebabkan proptosis. Jika proses inflamasi menekan
nervus optikus dapat menyebabkan kebutaan. Pada keadaan awal ditemukannya
infeksi orbita mungkin minimal, tetapi akan banyak ditemukan bila infeksi terus
berlanjut.
PROGNOSIS
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah
diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik
dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.19
32