Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Puskesmas dalam Kejadian Luar Biasa Diare

Pendahuluan

Diare masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit ditanggulangi, dari tahun ke tahun
diare tetap menjadi masalah salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi
pada anak. Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap
anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi,
pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional
yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya. Diare adalah penyakit yang pada
umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dan dideteksi secara
dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar.

Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM & PLP No.
451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB.
Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:1

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita baru

1
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan
keracunan pestisida.

Diare

Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (>3) perhari
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari. Diare adalah penyakit yang
penyebabnya adalah infeksi, malabsorpsi, keracunan pangan, dan yang terkait dengan
penggunaan antibiotik. Diare sering menimbulkan KLB dengan jumlah penderita dan kematian
yang besar, terutama diare akut yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan pangan. KLB sering
terjadi di daerah dengan kualitas sanitasi buruk, air bersih tidak memadai dan banyaknya gizi
buruk.2

Gambaran Klinis

Sesuai dengan penyebab, dapat disertai muntah, dehidrasi, sakit perut yang hebat, lendir dan
darah dalam tinja.2

Sumber dan cara Penularan

Cara penularan diare adalah secara fecal-oral. Tinja penderita diare mengandung kuman yang
dapat mencemari sumber air bersih dan makanan. Penyebarannya melalui lalat, tangan tercemar,
dan sanitasi yang buruk.2

2
Epidemiologi Diare

Dalam bidang epidemiologi segitiga epidemiologi. Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar
yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga epidemiologi
yang saling terkait satu sama lain, yaitu Agent-Host-Environment (AHE). Segitiga epidemiologi
ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan konsep berbagai permasalahan
kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.

3
Gambar 1. Model Segitiga Epidemiologi
a) Agent
Agens (agent) adalah faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit. Penyebab
penyakit dapat mencakup agent biologis, kimia, atau fisik. Dalam kesehatan
masyarakat, penyakit biasanya diklasifikasikan sebagai penyakit akut atau kronis,
atau sebagai penyakit menular (infeksius) atau tidak menular (non-infeksius).
Penyakit menular (infeksius) merupakan penyakit yang agent biologis atau
produknya menjadi penyebab dan yang dapat ditularkan dari satu individu ke
individu lain. Proses penyakit dimulai saat agens siap menetap dan tumbuh atau
bereproduksi dengan tubuh pejamu. Proses penetapan dan pertumbuhan
mikroorganisme atau virus di dalam tubuh pejamu adalah infeksi. Penyakit tidak
menular (non-infeksius) atau kesakitan merupakan penyakit yang tidak dapat
ditularkan dari orang yang terkena pada orang sehat yang rentan. Penetapan
penyebab penyakit tidak menular ini seringkali lebih sulit karena adanya beberapa
atau bahkan banyak faktor yang berkontribusi dalam perkembangan kondisi
kesehatan tidak menular.2

Tabel 2. Etiologi diare akut infektif

4
b) Host
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan
(susceptible) terinfeksi suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor
utama pada host yang mempengaruhi mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah
sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya sendiri.2 Sistem kekebalan sendiri
sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status ekonomi, dan ras. Perilaku
atau gaya hidup host (seseorang) juga akan mempengaruhi timbulnya penyakit.
Untuk mengetahui apa yang diderita pasien, seorang dokter perlu melakukan
anamnesis. Komponen anamnesis komprehensif mencakup:
Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali
dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien,
terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit.
Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, dan jenis kelamin. Sumber informasi
dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan,
konsultan, atau data rekam medis sebelumnya.
Tingkat Reliabilitas (dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk
menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan
biasanya ditentukan pada akhir anamnesis.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang
paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan
klinik. Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang
dipaparkan oleh pasien.
Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan
bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien.
Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu
terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah dilakukan.
Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang menjelaskan (1)
lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang
mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu
terjadinya keluhan; (6) faktor lain yang memperberat atau memperingan
5
gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama. Pengobatan
yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk nama obat,
dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah berhenti,
tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu
ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami
sejak masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada
masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai
berikut:
i. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi,
asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname.
ii. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis
operasi yang dilakukan.
iii. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat
menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual.
iv. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat
opname, dan pengobatan yang dijalani.
Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab
kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti
orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai
keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi,
penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan tiroid
atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan,
dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-faktor daya
tangkis dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman lambung,
motilitas usus, imunitas, dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi
mukosa, dan enzim percernaan.3 Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir
sama dengan anak perempuan. Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan
produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan

6
berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian makanan berupa ASI
sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi
terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung
zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi
dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi
baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
c) Environment
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu
yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan
menjadi lingkungan biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 4,
lingkungan terjadinya KLB diare adalah di Desa K. Penduduknya menggunakan
air hujan dan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mandi, cuci
dan kakus, dan sumber air minum. Dalam kasus ini, sungai dikatakan sebagai
lingkungan biologis yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Faktor
lingkungan yang berkaitan dengan penyebab terjadinya diare, meliputi sarana air
bersih (SAB), sanitasi jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas
bakteriologis air, dan kondisi rumah. Sanitasi yang buruk dituding sebagai
penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi
masyarakat.

Perencanaan Mikro (Micro Planning)4

Pengertian

Perencanaan mikro tingkat puskesmas adalah penyusunan rencana tingkat puskesmas untuk 5
tahun, termasuk rincian tiap tahunnya.

Tujuan

Tujuan umum

7
Meningkatkan cakupan pelayanan program prioritas sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh
puskesmas, sehingga dapat meningkatkan fungsi puskesmas.

Tujuan khusus

1. Tersusunnya rencana kerja puskesmas untuk jangka waktu lima tahun secara tertulis.

2. Tersusunnya rencana kerja tahunan puskesmas, sebagai penjabaran rencana kerja lima
tahunan.

Ruang lingkup

1. Rencana yang mencakup seluruh kegiatan pokok puskesmas.

2. Dibatasi sesuai dengan masalah yang dihadapi, dengan memperhatikan prioritas,


kebijaksanaan, dan strategi yang telah ditetapkan oleh pusat, Dati I dan Dati II.

Langkah-Langkah Penyusunan

1. Identifikasi keadaan dan masalah

Untuk menghasilkan suatu rumusan tentang keadaan dan prioritas masalah yang dihadapi
puskesmas dan alternatif pemecahannya.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini:

a. Mengetahui kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh pusat maupun daerah.

b. Pengumpulan data yang mencakup:

Data umum

Data wilayah

Data penduduk

Sumber daya puskesmas: sarana dan prasarana fisik, tenaga, dana, dan sumber daya
masyarakat

8
Data status kesehatan

Data cakupan program sesuai dengan indicator dan variabel

c. Analisa data

Meliputi analisa keadaan dan masalah dalam perencanaan, yang meliputi:

Analisa derajat kesehatan

Menjelaskan masalah kesehatan yang dihadapi, yang menggambarkan derajat-derajat


kesehatan secara kuantitatif dan penyebaran masalah tersebut menurut kelompok
manusia, tempat dan waktu. Dengan kata lain menggunakan pendekatan epidemiologis.

Analisa kependudukan

Adalah analisa menggunakan ukuran-ukuran demografis dalam wilayah kerja


puskesmas, diantaranya jumlah penduduk, penyebarannya berdasarkan kelompok umur,
waktu dan pertumbuhan penduduk, kematian, kesakitan, mobilitas penduduk dan
sebagainya.

Analisa upaya pelayanan kesehatan

Masukkan (input) baik sarana, dana, dan tenaga.

Proses, merupakan upaya kesehatan yang dijalankan secara terkoordinasi, supervisi,


stratifikasi.
Keluaran (output) merupakan hasil upaya kesehatan yang merupakan cakupan-cakupan
pelayanan yang telah dilaksanakan.

Analisa perilaku

Analisa yang dapat menggambarkan tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap
kesehatan dan upaya kesehatan.

Analisa lingkungan

9
Merupakan analisa lingkungan fisik, biologis, sosial budaya dan ekonomi masyarakat di
wilayah kerja puskesmas.

d. Perumusan Masalah

Adalah upaya mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh puskesmas berdasarkan


analisa di atas dan digambarkan secara kuantitatif dengan pendekatan epidemiologis sehingga
dapat menggambarkan masalah yang sebenarnya baik dari segi tempat, waktu, dan besarnya
masalah.

e. Penentuan Prioritas Masalah

Untuk menentukan tingkat masalah dipergunakan cara:

Delbecq, dengan cara mendiskusikan masalah oleh anggota kelompok dengan saran dari
narasumber.

Hanlon, adalah cara yang lebih sederhana yang sering dipergunakan dan setiap anggota
rapat puskesmas dapat ikut berperan serta. Semua anggota rapat diminta memberikan
nilai terhadap masalah melalui sistem scoring.

Kriteria yang dipakai adalah:

Besarnya masalah meliputi:

Presentasi penduduk yang terkena

Biaya yang dikeluarkan perorang perbulan karena masalah tersebut

Kerugian yang dialami penduduk

Skore 0-10

Tingkat kegawatan/bahaya meliputi:

Tingkat keganasan

Tingkat urgensinya

Kecenderungannya

10
Skore 1-10

Kemudahan penanggulangan masalah

Penentuan kemudahan penanggulangan masalah dilaksankn dengan memberi nilai 0,5-


1,5.

Faktor PEARL

Adalah menentukan dapat tidaknya program tersebut dilaksanakan, meliputi:

P = Appropriatness (tepat guna)

E = Ekonomic Feasibility (secara ekonomis murah)

A = Acceptability (dapat diterima)

R = Resource Availability (tersedianya sumber)

L = legality (legalitas terjamin)

Penentuan skor melalui voting (1=ya, 0= tidak)

Hasil voting untuk masing-masing faktor dikalikan sehingga didapatkan hasil akhir dari
faktor PEARL tersebut. Skor dari masing-masing criteria ditabulasi dan dihitung hasil
akhirnya dengan pembobotan, sehingga didapatkan prioritas masalah.

2. Penyusunan Rencana

Perencanaan yang disusun berdasarkan prioritas masalah yang disususn secara sistematis, dengan
urutan sebagai berikut:

1. Perumusan tujuan dan sasaran

2. Perumusan kebijaksanaan dan langkah-langkah

3. Perumusan kegiatan

4. Perumusan sumber daya

3. Penyusunan rencana pelaksanaan (Plan of Action)

11
Penyusunan POA yang perlu diperhatikan adalah :

a. Penjadwalan, meliputi:

Penentuan waktu

Penentuan lokasi dan sasaran

Pengorganisasian

b. Pengalokasian sumber daya meliputi:

Dana: sumber dana, besarnya, dan pemanfaatannya

Jenis dan jumlah sarana yang diperlukan

Jumlah dan tenaga yang diperlukan

c. Pelaksanaan Kegiatan, meliputi:

Persiapan

Penggerakan dan pelaksanaan

Pengawasan, pengendalian dan penilaian

4. Penulisan Dokumen perencanaan meliputi:

1. Pendahuluan

2. Keadaan dan masalah

3. Tujuan dan sasaran

4. Pokok kegiatan dan pentahapan tahunannya

5. Kebutuhan sumber daya

6. Pemantauan dan penilaian

7. Penutup
Lampiran lampiran dokumen.4

12
Manajemen KLB Diare 5
Manajemen KLB/Wabah diare dapat dibagi tiga fase yaitu pra-KLB/Wabah, saat KLB/Wabah
dan pasca KLB/Wabah.
Pra-KLB/Wabah
Persiapan yang perlu diperhatikan pada pra KLB/Wabah adalah:
1. Kab/Kota, Propinsi dan Pusat perlu membuat surat edaran atau instruksi kesiapsiagaan di
setiap tingkat

2. Meningkatkan kewaspadaan dini (SKD) di wilayah Puskesmas terutama di Desa rawan KLB

3. Mempersiapkan tenaga dan logistik yang cukup di Puskesmas, Kabupaten/Kota dan Propinsi
dengan membentuk Tim Gerak Cepat (TGC).

4. Meningkatkan upaya promosi kesehatan

5. Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektor

Saat KLB/Wabah
Kegiatan saat KLB :
1. Penyelidikan KLB
a. Tujuan :
Memutus rantai penularan

Menegakkan diagnosa penderita yang dilaporkan

Mengidentifikasi etiologi diare.

Memastikan terjadinya KLB Diare

Mengetahui distribusi penderita menurut waktu, tempat dan orang.

Mengidentifikasi sumber dan cara penularan penyakit diare

Mengidentifikasi populasi rentan


b. Tahapan penyelidikan KLB :
Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis informasi termasuk faktor risiko yang
ditemukan.

13
Membuat kesimpulan berdasarkan :

a) Faktor tempat yang digambarkan dalam suatu peta (spotmap) atau tabel tentang
kemungkinan risiko yang menjadi sumber penularan, keadaan lingkungan biologis (agen,
penderita), fisik dan sosial ekonomi, cuaca, ekologi, adat kebiasaan, sumber air minum
dan sebagainya.

b) Faktor waktu yang digambarkan dalam grafik histogram yang menggambarkan


hubungan waktu (harian), masa tunas serta agen. Setelah dibuat grafiknya dapat
diinterpretasikan kemungkinan penyebab KLB, kecenderungan perkembangan KLB ,
lamanya KLB .

c) Faktor orang yang terdiri dari : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, suku bangsa, adat istiadat, agama/kepercayaan dan sosial ekonomi.

2. Pemutusan rantai penularan meliputi :


a. Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan yang mencakup : air bersih, jamban, pembuangan
sam-pah dan air limbah.
b. Promosi kesehatan yang mencakup : pemanfaatan jamban, air bersih dan minum air yang
sudah dimasak, pengendalian serangga/lalat.

3. Penanggulangan KLB
a. Mengaktifkan Tim Gerak Cepat (TGC)
TCG terdiri dari unsur lintas program dan lintas sektor.
b. Pembentukan Pusat Rehidrasi (Posko KLB Diare)
Pusat Rehidrasi dibentuk dengan maksud untuk menampung penderita diare yang memerlukan
perawatan dan pengobatan. Pusat Rehidrasi dipimpin oleh seorang dokter dan dibantu oleh
tenaga kesehatan yang dapat melakukan tatalaksana kepada penderita diare. Tempat yang dapat
dijadikan sebagai Pusat Rehidrasi adalah tempat yang terdekat dari lokasi KLB diare dan
terpisah dari pemukiman.
Tugas-tugas di Pusat Rehidrasi :

14
1) Memberikan pengobatan penderita diare sesuai dengan tatalaksana standar serta mencatat
perkembangan penderita

2) Melakukan pencatatan penderita : nama, umur, jenis kelamin, alamat lengkap, masa inkubasi,
gejala, diagnosa/klasifikasi dan lain-lain.

3) Mengatur logistik obatobatan dan lain lain.

4) Pengambilan sampel usap dubur penderita sebelum diterapi.

5) Penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarganya.

6) Menjaga agar Pusat Rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (dengan mengawasi
pengunjung, isolasi dan desinfeksi).

7) Membuat laporan harian/mingguan penderita diare baik rawat jalan maupun rawat inap.

8) Sistem rujukan

c. Penemuan penderita Diare secara aktif untuk mencegah kematian di masyarakat, dengan
kegiatan :
1) Penyuluhan intensif agar penderita segera mencari pertolongan.

2) Mengaktifkan Posyandu sebagai Pos Oralit.

3) Melibatkan Kepala Desa/RW/RT atau tokoh masyarakat untuk membagikan oralit kepada
warganya yang diare

d. Analisis tatalaksana penderita untuk memperoleh gambaran :


1) Ratio pengunaan obat (oralit, Zinc, RL, antibiotika)

2) Proporsi derajat dehidrasi

3) Proporsi penderita yang dirawat di Pusat Rehidrasi.

4) Dan lain-lain

Pengobatan kasus diare dilaksanakan dengan tepat sesuai SOP mengenai penanganan diare
(LINTAS diare):

15
1. Oralit osmolaritas rendah.
2. Zink selama 10 hari.
3. Teruskan pemberian ASI dan makan.
4. Antibiotik atas indikasi.
5. Edukasi dan nasihat

Pasca dan Saat KLB


Setelah KLB/wabah tenang, beberapa kegiatan yang perlu dilakukan :
a. Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 minggu berturut-turut (2 kali masa inkubasi
terpanjang), untuk melihat kemungkinan timbulnya kasus baru.

b. Perbaikan sarana lingkungan yang diduga penyebab penularan.

c. Promosi kesehatan tentang PHBS 5

Surveilans6

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi risiko
terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Tujuan surveilans
adalah mengetahui perubahan epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko tinggi,
memprediksi dan mencegah terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap KLB.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa,
dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya
sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.

Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit menular. Surveilans
sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit menular. Surveilens sindromik itu
penting karena dengan mencatat dan mendata secara rapi, kemunculan penyakit menular dapat

16
ditemukan sejak awal. Jika deteksi dini dapat dilakukan, koordinasi dengan ahli pun dapat
dilakukan dengan cepat, gangguan akibat meluasnya wabah antara lain berupa penularan massal
serta penularan sekunder dapat dikendalikan sebelum meluas. Surveilans penyakit menular
adalah pengamatan dan analisis tren kemunculan penyakit menular dengan cara memahami
kondisi munculnya penyakit berdasarkan diagnosa, peraturan perundang-undangan terkait
pencegahan penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit menular. Jenis laporan
surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan EWARS (mingguan), STP
(bulanan). Strategi surveilans meliputi:

a) Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan pengamatan epidemiologi kasus diare yang telah
dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada
serta sumber data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.
b) SKD dan Respon KLB
Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau
adanya laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki
populasi rentan lebih 5%.
c) Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB
Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang
meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila
terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan
meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program
cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
d) Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu
Contoh: pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB, pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 15 kasus baru pada setiap KLB. Pada tahap
eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
e) Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR)
sebagai tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi
surveilans yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan
program (corrective action).6

Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI

17
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang
ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup
untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan
selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang
disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian
ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di
sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan
diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.5
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan
makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI.
Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih
sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan
baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.

b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran
berwarna hijau ke dalam makanannya.

18
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang
bersih.

d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan
benar sebelum diberikan kepada anak. 5

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup


Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat
ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar
dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang
dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.5
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan
anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47%). 5
5. Menggunakan Jamban

19
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban secara teratur.

c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar. 5

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja
bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang
secara benar. Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.

d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.5

Penyehatan lingkungan
1. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah
diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya,
maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan. 5
2. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan

20
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak
enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan
dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun
atau dibakar. 5
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar
tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus,
kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah
yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap
dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.5

Kesimpulan

Setiap kasus penyakit yang dinyatakan sebagai KLB/wabah dapat diketahui penyebab, tahu cara
terjadinya, tahu sumber terjadinya dan tahu faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pada
individu sebagai host dari kasus penyakit yang terjadi. Dengan mengerti dan memahami ini
semua maka upaya pencegahan dapat dilakukan.

21
Daftar Pustaka

1. Diunduh dari
http://www.kmpk.ugm.ac.id/images/Semester_1/Epidemiologi/Investigasi_Wabah.pdf
2. Kementrian Kesehatan RI. Buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian
luar biasa penyakit menular dan keracunan pangan. 2011. h. 61-7.
3. Budi Setiawan. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2836 42.
4. Effendy, Drs. Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.
Jakarta: EGC.
5. Kementrian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia. 2011. h.20-6.
6. Kementrian Kesehetan RI. Pedoman penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi
terpadu. 2003.

22

Anda mungkin juga menyukai