Anda di halaman 1dari 7

TATALAKSANA FRAKTUR TERTUTUP

1. Reduksi
Terdapat beberapa situasi dimana reduksi tidak diperlukan, yaitu (1) terdapat
sedikit perubahan posisi fraktur atau tidak ada perubahan posisi sama sekali; (2)
secara inisial perubahan posisi tersebut tidak terlalu penting (fraktur klavikula); (3)
ketika reduksi sulit berhasil (contoh fraktur kompresi pada tulang belakang). Reduksi
bertujuan untuk meluruskan alignment patahan tulang dan membuat posisinya
adekuat. Terdapat dua metode reduksi, yaitu reduksi tertutup dan terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan di bawah anestesi dan relaksasi otot dan dengan tiga
manuver, yaitu (1) bagian distal ektremitas ditarik segaris tulang; (2) tulang tereposisi
setelah fragmen direduksi; (3) alignment disesuaikan sesuai dengan bidang masing-
masing. Cara ini efektif jika periosteum dan otot di salah satu sisi fraktur tetap intak.

Secara umum reduksi tertutup digunakan pada seluruh fraktur dengan


perubahan posisi yang minimal, paling banyak adalah fraktur pada anak-anak dan
pada fraktur yang tidak stabil setelah reduksi dan dibutuhkan pembidaian ataupun
penggunaan gips.
Reduksi terbuka diindikasikan: (1) pada reduksi tertutup yang gagal karena sulit
mengontrol fragmen; (2) ketika terdapat fragmen artikular yang besar yang
mebutuhkan reposisi yang akurat; atau (3) untuk traksi fraktur.
2. Retensi
Metode retensi yang digunakan antara lain traksi kontinyu, pembidaian dengan
gips, bracing fungsional, fiksasi internal, dan fiksasi eksternal.
Pada traksi kontinyu, traksi digunakan pada distal ekstremitas yang mengalami
fraktur, kemudian dilakukan penarikan kontinyu pada aksis panjang tulang. Cara ini
dapat digunakan pada fraktur oblik. Traksi digunakan untuk menarik tulang panjang
agar tetap lurus dan menahannya. Traksi yang digunakan antara lain traksi dengan
gravitasi, traksi kulit, dan traksi skeletal.

Pembidaian dengan gips umumnya digunakan pada fraktur ekstremitas distal


dan umumnya pada fraktur yang dialami anak-anak. Setelah fraktur direduksi,
ekstremitas dibalut dan bagian tulang yang menonjol diganjal dengan kasa dan
kemudian gips diaplikasikan. Pada ekstremitas bawah, bagian lutut umumnya dibuat
sedikit fleksi dan tarsus pada posisi normal. Pembidaian tetap dilanjutkan sampai
fraktur terkonsolidasi atau jika diperlukan perubahan gips, dilakukan foto rontgen
terlebih dahulu.
Bracing fungsional umumnya digunakan pada fraktur femur atau tibia. Tetapi,
karena bracing tidak terlalu kaku, biasanya diaplikasikan ketika fraktur mulai
tersambung, misalnya setelah 3-6 minggu dilakukan traksi. Kemudian, setelah fraktur
terstabilisasi, bidai dipasang untuk menahan fraktur tetapi tetap membebaskan
gerakan sendi. Bracing fungsional berfungsi untuk menahan fraktur melalui kompresi
jaringan untuk meminimalisir gerakan pada daerah fraktur agar mempermudah
proliferasi vaskular dan formasi kalus.

Fiksasi internal dapat dilakukan dengan screw, plate yang ditahan dengan screw,
nail, wire, atau kombinasi dari beberapa metode. Cara ini diindikasikan pada fraktur
yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan
cenderung re-displace setelah dilakukan reduksi, fraktur yang lambat menyatu, fraktur
patologis, fraktur multipel. Screw interfragmen berguna untuk mereduksi fragmen
tunggal atau fragmen pada fraktur metafisis. Wire digunakan pada keadaan dimana
penyembuhan fraktur dapat berlangsung cepat. Plate dan screw digunakan untuk
mengatasi fraktur pada tulang panjang. Nail intramedular digunakan pada tulang
panjang dengan cara memasukkan nail ke kanal medular.

Fiksasi eksternal diindikasikan pada fraktur dengan kerusakan jaringan yang


berat atau terkontaminasi dimana fiksasi internal akan berisiko; fraktur di sekitar
sendi yang dapat dilakukan dengan fiksasi internal tetapi jaringan di sekitarnya terlalu
bengkak sehingga dibutuhkan fiksator eksternal untuk stabilisasi sampai kondisi
jaringan lunak membaik; pada pasien dengan cedera multipel; fraktur yang tidak
tersambung; dan fraktur yang terinfeksi. Prinsip dari fiksasi eksternal adalah tulang
ditransfiksasi di atas dan di bawah fraktur dengan screw atau wire dan masing-masing
dihubungkan dengan bar yang keras dan kaku.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi semula, tidak terbatas pada
daerah cedera. Secara objektif adalah untuk mengurangi edema, melatih pergerakan
sendi, dan mengembalikan kekuatan otot dan mengarahkan pasien untuk beraktivitas
normal. Ekstremitas dielevasi kemudian latihan dilakukan secara aktif tanpa ada
tekanan. Pasien distimulasi untuk bergerak aktif setelah bidai dilepas. Latihan tidak
terbatas pada daerah fraktur atau sendi yang terkena, tetapi sendi yang tidak terkena
juga harus dilakukan latihan agar tidak terjadi kaku. Bantuan gerakan saat melakukan
latihan aktif juga perlu dilakukan untuk meningkatkan pergerakan pada daerah fraktur
yang melibatkan sendi. Bantuan ini dapat dilakukan dengan alat mesin. Aktivitas
fungsional perlu dilatih dalam aktivitas sehari-hari, misalnya berjalan, mandi,
menggunakan baju, dan memegang peralatan makan.
TATALAKSANA PADA OSTEOARTRITIS

Tatalaksana pada OA tergantung pada sendi yang terkena, berdasarkan stage, beratnya
gejala, umur pasien, dan kebutuhan fungsionalnya. Tiga observasi yang harus diingat adalah:
(1) gejala dapat bertambah dan berkurang, dan nyeri dapat reda dan hilang secara spontan
dalam periode yang lama; (2) beberapa bentuk OA dapat menjadi kurang nyeri seiring waktu
dan pasien tidak memerlukan analgetik; (3) pada keadaan ekstrem, pasien yang mengalami
OA tipe progresif memerlukan pembedahan rekonstruktif.

Tatalaksana awal adalah untuk mengurangi gejala simptomatik. Prinsipnya adalah


untuk mempertahankan pergerakan dan kekuatan otot, melindungi sendi, meredakan nyeri,
dan memodifikasi aktivitas harian. Terapi fisik dilakukan untuk mempertahankan mobilitas
sendi dan meningkatkan kekuatan otot. Terapi fisik yang dapat dilakukan adalah latihan
aerobik, pijat, atau mengompres dengan sesuatu yang hangat. Untuk melindungi sendi dari
kehilangan kartilago, dapat dilakukan dengan penurunan berat badan pada pasien obesitas
dan menghindari aktivitas seperti naik tangga. Untuk meredakan nyeri yang tidak berespon
dengan terapi selain di atas, dapat digunakan obat analgetik seperti parasetamol, atau NSAID
jika tetap tidak berespon.

Tatalaksana intermediet adalah untuk menghilangkan jaringan sendi yang rusak. Hal ini
dapat dilakukan dengan debridemen sendi. Debridemen sendi dapat dilakukan dengan
artroskopi atau operasi terbuka. Osteotomi koreksi dapat mencegah atau memperlambar
progresivitas dari kerusakan kartilago jika pada radiografi didapatkan bahwa gejala
disebabkan oleh overload sendi yang muncul dari malalignment sendi.

Tatalaksana akhir dilakukan jika terdapat kerusakan sendi yang progresif, dengan
peningkatan nyeri, instabilitas, dan deformitas sehingga diperlukan pembedahan rekonstruksi.
Tipe operasi yang dapat dilakukan adalah osteotomi realignment, artroplasti, dan artrodesis.
Penggantian sendi dilakukan jika gejala tidak dapat ditoleransi, hilangnya fungsi sendi, dan
adanya restriksi berat pada aktivitas sehari-hari. Artroplasti umumnya dilakukan pada sendi
panggul atau sendi lutut. Artrodesis dilakukan pada sendi kecil yang cenderung terjadi OA.
TATALAKSANA PADA FRAKTUR TERTUTUP DAN
TATALAKSANA PADA OSTEOARTRITIS

OLEH :
Elina Indraswari
H1A 012 016

Penguji : dr. Rudi Febrianto, Sp.OT

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN


ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

2017

Anda mungkin juga menyukai