Pembimbing:
Diajukan Oleh:
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
Pada hari..................tanggal..........................2016
Pembimbing :
dr. E. Cendra, Sp. An (.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. E. Cendra, Sp. An (.............................................)
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B I
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : Combongan Sukoharjo
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
No. RM : 263XXX
Tanggal Masuk RS : 27 Oktober 2016
Tanggal Operasi : 31 Oktober 2016
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Keluar benjolan dari anus
2. Keluhan tambahan : Tidak ada
3. Riwayat penyakit sekarang :
4. Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar dari anus.
Keluhan dirasakan pasien sejak kelas 5 SD dan semakin membesar. Pada
tahun 2014 pernah keluar darah segar pada saat BAB. Keluhan memberat
3 bulan terakhir, ukuran benjolan sebesar ujung jari dan Benjolan keluar
dari anus namun tidak bisa masuk kembali secara spontan. Lendir darah
saat defekasi (+) banyak. Pasien tidak mengalami kesulitan BAB, feses
terasa keras, dan diperlukan mengedan yang kuat saat defekasi. Pasien
jarang mengkonsumsi sayuran dan buah. Keluhan disertai penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan, maupun badan lemas.
5. Riwayat penyakit dahulu:
o Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal
o Riwayat penyakit DM : Disangkal
o Riwayat penyakit alergi : Disangkal
o Riwayat penyakit asma : Diakui
o Riwayat operasi sebelumnya : Disangkal
6. Riwayat penyakit keluarga :
o Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal
o Riwayat penyakit DM : Disangkal
o Riwayat penyakit alergi : Disangkal
7. Anamnesis sistem:
o Sistem serebrospinal : nyeri kepala (-), pusing (-), demam
(-)
o Sistem respirasi : batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-)
o Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
o Sistem pencernaan : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
o Sistem urogenital : BAK dalam batas normal
o Sistem musculoskeletal : nyeri sendi dan otot (-), ROM
normal
o Sistem integumentum : ikterik (-), sianosis (-), akral hangat
(+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum :Baik
Kesadaran : Compos Mentis
2. Vital Sign
Tekanan darah :120/80mmHg
Respirasi :16kali/menit
Nadi :88x/menit
Suhu : 36,60C
3. Keadaan Umum
Kepala :
Bentuk : mesosefal, simetris, deformitas (-), tanda trauma(-)
Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Mulut : tidak ada gangguan dalam membuka
rahang, tampak arkus faring, uvula dan
palatum molle, darah (-), susunan gigi baik
Leher
Pembesaran KGB (-)
Thorax : tanda trauma (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris, tanda trauma (-) ketinggalan gerak (-),
retriksi (-)
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : vesikuler (+), suara tambahan (-)
Abdomen : tanda trauma (-)
Inspeksi : simetris, sejajar dengan dinding thorax, sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltic (+) meningkat
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, pekak beralih (-)
Ekstremitas
Akral hangat
Edema (-/-), sianosis (-/-), deformitas (-/-)
D. HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan
Leukosit 6,3 103/ul 3,8 -10,6
Eritrosit 4,26 106 / mm3 4,4-5,9
Hemoglobin 11,9 g/dL 13, 2 17,3
Trombosit 319 103/ul 150-450
Hematokrit 36,8 % 40-52
Glukosa 98 mg/dl 70-120
PT (Pasien) 10,20 detik 9,40-11,30
APTT (Pasien) 33,60 detik 26,40-37,50
Golongan Darah B
HBsAg Non reaktif
E. DIAGNOSIS
Hemoroid interna grade IV
F. TERAPI
Pasien ini dilakukan Hemoroidektomi dengan stapler dengan regional
anastesi
G. KESIMPULAN
Berdasarkan status fisik pasien praanastesi, pasien tersebut
diklasifikasikan dalam status fisik ASA II. Operasi hemoroidektomi
dengan regional anastesi.
H. DURANTE OPERASI
1. Pre operatif
Informed consent / persetujuan tindakan operasi dan anestesi
Pasien puasa 8 jam pre operatif, untuk mencegah aspirasi lambung
dari regurgitasi dan muntah
Keadaan umum dan vital sign baik (TD 120/80 mmHg, N 88x/menit,
RR 16 x/menit, S 36,6C)
Resusitasi cairan : Infus RL
Preloading cairan (pasien 55 kg):
= 10 x BB
= 10 x 55
= 550 cc
Pengganti puasa (PP)
= 2 cc x BB/jam
= 2 x 55
= 110 cc/jam
= 880 cc/ 8jam
Stresss operatif (SO) (jenis operasi besar) :
= 8 x BB/jam
= 8 x 55
= 440 cc
Maitenance (M)
= 2xBB/jam
= 2x55
d. Induksi
Pasien diminta untuk duduk dan membungkuk agar tulang belakang
lebih menonjol. Dilakukan tindakan aseptik pada daerah yang akan
diinjeksi. Dilakukan spinal anestesi menggunakan jatum spinal ukuran
25 G dalam ruang sub arachnoid di antara daerah vertebra L2-L3,
setelah cairan LCS tampak keluar melalui jarum, maka diinjeksikan
bupivacine HCl 0,5 %. Setelah jarum dicabut, bekas injeksi ditutup
dengan plester, kemudian pasien diminta untuk tidur terlentang diatas
meja operasi dengan kepala di atas bantal. Setelah pasien tidak
memberikan respon sensorik msupun motorik, maka tindakan operasi
dapat dilakukan.
e. Untuk mempertahankan oksigenasi, pasien diberikan oksigen 2L/menit.
f. Selama tindakan berlangsung, tekanan darah dan nadi diawasi setiap 5
menit. Pada pasien ini, tekanan darah berada dalam kondisi yang relatif
stabil dikisaran 100-130 mmHg, nadi berada dikisaran 60-80 kali/menit
dengan saturasi oksigen 98-100%. Selama operasi berlangsung terjadi
perdarahan yang tidak terlalu masif.
g. Operasi berjalan 40 menit.
3. Post operatif
a. Setelah operasi, pasien dipindahkan ke recovery room
b. Monitoring keadaan umum pasien dengan Bromage score, jika skor
<3 pasien boleh keluar dari recovery room.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANESTESI REGIONAL
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
B. Pembagian anestesi regional
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,
analgesia regiona intravena, dan lainnya
2. ANESTESI SPINAL/SUBARAKNOID
A. Definisi
Anestesi spinal atau disebut juga subarachnoid block adalah teknik
anestesi regional dengan menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid di daerah antara vertebrae L2-L3 / L3-4 (obat lebih
mudah menyebar ke kranial) atau L4-5 (obat lebh cenderung berkumpul
di kaudal). Indikasi penggunaan teknik anestesi spinal adalah untuk
pembedahan pada daerah abdominal bawah dan inguinal, anorektal dan
genitalia eksterna, serta ekstremitas inferior.
Anastesi spinal dengan ukuran jarum (spinocan) 22-29 dengan
Pencil point atau Quincke point. insersi dilakukan dengan
menyuntikkan jarum sampai ujung jarum mencapai ruang subarachnoid
yanag ditandai dengan keluarnya cairan LCS.
B. Indikasi
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.
C. Kontra indikasi
Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi menjadi dua
yaitu kontra indikasi absolut dan relative
Kontra indikasi absolut :
Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan
bisa menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun
diare. : Karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya
hipovolemia.
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
Tekanan intrakranial meningkat. : dengan memasukkan obat kedalam
rongga subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan
intracranial, dan bisa menimbulkan komplikasi neurologis
Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal
bisa terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain,
maka harus dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini
dapat menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla
spinalis.
Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif :
Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan
apakah diperlukan pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan
kemungkinan penyebaran infeksi.
Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat
suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya
agar tidak membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis
yang sudah ada pada pasien sebelumnya.
Kelainan psikis
Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-
120 menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa
bertahan hingga 150 menit.
Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea
rah jantung akibat efek obat anestesi local.
Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau
terjadinya hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan
atau cairan
Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat
diposisikan. Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila
dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak nyaman
D. Anatomi
Susunan anatomis pada bagian yang akan dilakukan anestesi spinal.
Kutis
Subkutis : Ketebalannya berbeda-beda, akan lebih mudah meraba ruang
intervertebralis pada pasien yang memiliki lapisan subkutis yang tipis.
Ligamentum Supraspinosum: Ligamen yang menghubungkan ujung
procesus spinosus.
Ligamentum interspinosum
Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1
cm. Sebagian besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan
vertikal dari lamina ke lamina. Ketika jarum berada dalam ligamen ini,
akan terasa sensasi mencengkeram dan berbeda.
Epidural : Ruang epidural berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah
yang keluardari jarum spinal bukan CSF, kemungkinan vena epidural telah
tertusuk. Jarum spinal harus maju sedikit lebih jauh.
Duramater
Subarachnoid : merupakan tempat menyuntikkan obat anestesi spinal.
Pada ruangan ini akan dijumpai likuor sereberospinalis (LCS) pada
penusukan.
E. Persiapan anestesi spinal
Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;
Informed consent : Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan
ini (informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang
akan terjadi selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit
tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi
seperti infeksi. Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti
scoliosis atau kifosis,atau pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan
processus spinosus tidak teraba.
Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin
(PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga
terdapat gangguan pembekuan darah.
Dosis maksimal 12 6 2
(mg/kgBB)
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Lidokain
Bupivakain
0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)
3. HEMOROID
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya
dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal
inferior dan superior.
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.
Klasifikasi Hemoroid Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya,
dimana dentate line menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatik.
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Seorang laki-laki usia 54 tahun, dengan diagnosis hemoroid interna grade
iv. Berdasarkan status fisik pasien pra-anestesi menurut American Society of
Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II.
Pasien diberikan premedikasi ketorolac dan Ondansetron intravena.
Selama operasi dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi
mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat
bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi
mengadakan observasi pasien lebih efisien
.Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara
umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan
baik.Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi spinal pada
operasi hernioraphy pada penderita laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
A. ANAMNESIS.................................................................................................1
B. IDENTITAS PASIEN.....................................................................................1
C. PEMERIKSAAN FISIK................................................................................2
D. HASIL LABORATORIUM............................................................................4
E. DIAGNOSIS..................................................................................................4
F. TERAPI..........................................................................................................4
G. KESIMPULAN..............................................................................................4
H. DURANTE OPERASI...................................................................................4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................7
1. ANESTESI REGIONAL.............................................................................7
2. ANESTESI SPINAL/SUBARAKNOID.....................................................7
A.Anatomi....................................................................................................7
B.Persiapan anestesi spinal..........................................................................7
C.Obat-obat pada anestesi spinal.................................................................9
D.Teknik anestesi spinal............................................................................10
E.Faktor distribusi anestesi lokal...............................................................11
F. Obat-obat pada anestesi spinal
G.
H.Komplikasi anestesi spinal.....................................................................12
I.
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................