Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Alamat : Gunung Talang, Kab. Solok
Pekerjaan : Wiraswasta

Seorang pasien laki-laki usia 59 tahun datang ke poliklinik mata RSUP DR M.


Djamil Padang pada tanggal 30 Januari 2017.

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pandangan mata kiri kabur sejak 15 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pandangan mata kiri kabur dirasakan sejak 15 hari yang lalu. Pasien
riwayat terkena lentingan besi di bengkel 15 hari yang lalu. Setelah
trauma, pasien mengeluhkan pandangan mata kabur, nyeri, merah dan
berair. Pasien berobat ke RSUD Solok, kemudian di rujuk ke RSUP Dr. M.
Jamil dan dilakukan operasi cito.
Mata merah (+) pada mata kiri sejak 15 hari yang lalu. Nyeri (+)
Sakit kepala (-)
Mata terasa berpasir (-)
Demam (-)
Riwayat pengobatan sebelumnya: pasien di operasi atas indikasi ruptur
kornea + ekstraksi korpusa alienum intraokuler 15 hari yang lalu dan
sekarang dalam perawatan.

1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat kelainan mata sebelumnya tidak ada
Riwayat penyakit hipertensi dan DM tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:


Anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien tidak
ada

PEMERIKSAAN FISIK
Status Oftalmologikus (30 Januari 2017)

STATUS OFTALMIKUS OD OS
Visus tanpa koreksi 5/6 1/60
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus (+) -
Silia / supersilia Madarosis (-), Madarosis (),
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Normal Normal


Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-)
Folikel (-), Sikatriks (-) Papil (-)
Folikel (-)
Sikatrik (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+)
Kongesti (+)

Sklera Putih Hiperemis

Kornea Bening Keruh. Hecting (+),


epitelisasi (+), desc fold
(+)
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam,
hipopion (+) 1 mm

2
Flare (+)

Iris Coklat Coklat


Rugae (+) Rugae (-), sinekia (-)

Pupil Bulat, Refleks cahaya (+/ Ireguler, Diameter 5-6


+), diameter = 3 mm, letak mm, yellow reflex (+),
sentral reflex cahaya pupil (-)
Lensa Bening Keruh
Korpus vitreum Jernih Sulit dinilai
Fundus : Reflex fundus (+) Sulit dinilai
- Media Jernih
- Papil optikus Bulat, batas tegas, C/D
- Retina =0.3-0.4
- Aa/vv retina Perdarahan (-), eksudat (-)
- Macula 2:3
Reflex fovea (+)
Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) N+1 perpalpasi
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Gambar (31/01/2017)

3
Diagnosis
Endoftalmitis eksogen OS post traumatika

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


USG orbita
Laboratorium mikrobiologi sampel akuos dan vitreus

Terapi:
Vankomisin 1mg/0.1mL + Ceftazidime 2.25mg/0.1mL IV OS
Levofloksasin eye drop tiap jam OS
Ceftriaxone eye drop tiap jam OS
Glaucon tab 4 x 125 mg
Aspar K tab 2 x 1
SA eye drop 2x1 OS
Asam mefenamat tab 3x500mg

4
BAB II
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 59 tahun, datang ke


Poliklinik Mata RSUP Dr. M. Jamil Padang pada tanggal 30 Januari 2017 dengan
keluhan utama pandangan mata kiri kabur sejak 15 hari yang lalu.
Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien riwayat terkena lentingan
besi panas di bengkel 15 hari yang lalu pada mata kiri. Setelah trauma, pasien
mengelukan pendangan mata kabur, nyeri, merah dan berair. Pasien berobat ke
RSUD Solok dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Jamil dan dilakukan operasi
cito atas indikasi ruptur kornea dan ekstraksi korpus alienum intraokuler OS,
sekarang pasien dalam perawatan kontrol rawat jalan di poli. Mata merah (+) dan
nyeri (+) pada mata kiri sejak 15 hari yang lalu.
Pasien ini didiagnosis dengan endoftalmitis eksogen post traumatik. Pada
endoftalmitis eksogen, gejala predominan meliputi penurunan tajam penglihatan
dan nyeri, sementara reflex fundus maupun pemeriksaan fundus yang sulit dinilai,
pupillary fibrin membrane dan hipopion merupakan tanda yang sering ditemui.1
Endoftalmitis dapat ditegakkan berdasarkan klinis, yaitu edema palpebra, kemosis
konjungtiva, edema korena, hipopion pada kamera okuli anterior, dan eksudat
putih kekuningan pada vitreus dibelakang lensa yang dapat terlihat melalui pupil.
Iris dapat edema dan muddy, pada pupil dapat terlihat yellow reflex yang
menunjukkan eksudasi purulent pada viterus, eksudasi vitreus, serta peningkatan
atau penurunan tekanan intraokuler.2
Hal-hal yang mendukung diagnosis endoftalmitis eksogen post traumatika
pada pasien ini diantaranya penurunan tajam penglihatan, rasa nyeri pada mata,
kongesti konjungtiva, reflex fundus (-) dan funduskopi yang sulit dinilai, hipopion
1 mm pada kamera okuli anterior, flare (+), yellow reflex pada pupil, dan
peningkatan tekanan intraokuler. Pergerakan bulbus okuli yang bebas ke segala
arah mengindikasikan bahwa belum ada keterlibatan infeksi terhadap otot
ekstraokuler. Riwayat trauma sebelumnya mengindikasikan terjadinya
endoftalmitis eksogen, yang pada pasien ini dapat berasal dari trauma penetrasi
oleh benda asing.

5
Endoftalmitis muncul pada 3-10% kasus setelah trauma penetrasi pada
mata, walaupun pembedahan segera dan antibiotik profilaksis sistemik dapat
menirunkan insiden menjadi <1%. Faktor risiko terjadinya endoftalmitis meningkt
pada trauma logam dibandingkan kaca atau trauma tumpul, benda asing
intraokuler yang tertahan, gangguan lensa dan keterlambatan penanganan awal.3
Endoftalmitis paling sering muncul setelah pembedahan intraokuler tetapi
dapat juga muncul sebagai komplikasi dari trauma penetrasi okuler atau dari
jaringan periokuler terdekat. Endoftalmitis merupakan komplikasi penting dari
open globe injury (trauma terbuka bola mata). Risiko perkembangan endoftalmitis
setelah open globe injury diestimasikan sebesar 7%. Faktor risiko meningkat jika
terdapat luka kotor, rupture kapsul lensa, usia tua, muncul lebih awal dengan
penundaan lebih dari 24 jam dan adanya benda asing intraokuler. Bergantung pada
virulensi mikroorganisme penginfeksi, endoftalmitis posttraumatika dapat muncul
beberapa jam setelah trauma atau sampai beberapa minggu setelah trauma. 4
Pada pasien ini dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG untuk
memastikan keterlibatan vitreus. Secara teoritis, temuan ekografi pada
endoftalmitis meliputi dense vitreus opacities, vitreus membranes, penebalan
koroid, choroidal detachment dan adanya retinal detachment yang
mengindikasikan prognosis buruk.5 Pengambilan sampel akuos dan vitreus untuk
pemeriksaan laboratorium mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab.
Injeksi antibiotik intavitreal menjadi metode utama pada endoftalmitis
eksogen. Kecuali tidak ditemukan hasil yang pasti dari kultur, terapi endoftalmitis
harus mencakupi organisme Gram-positif yang memainkan peran predominan
dalam endoftalmitis eksogen, dimana protokol utama dari aplikasi intravitreal
empiris yaitu vankomisin (1.0 mg/0.1 mL). Penggunaan antibiotik golongan
fluorokuinolon juga sudah didiskusikan secara luas sebagai pengobatan
antibiotika alternatif, terutama generasi ketiga dan keempat seperti levofloksasin
dan moxifloksasin.4 Pilihan terapi antibitika empiris pada pasien ini meliputi
injeksi intravitreal Vankomisin 1mg/0.1mL + Ceftazidime 2.25mg/0.1mL, eye
drop Levofloksasin dan Ceftriaxone tiap jam. Glaucon (asetazolamid) untuk
menurunkan tekanan intraokuler, sulfas atropine sebagai midratika sekaligus

6
mengatasi rasa nyeri. Asam mefenamat sebagai antiinflamasi dan meringankan
rasa nyeri.
Prognosis atau hasil akhir pada pasien dengan endoftalmitis bervariasi
dengan trauma dan kerusakan terkait endoftalmitis, yang sama-sama akan
mengganggu proses pemulihan. Hasil terbaik yang dilaporkan untuk tajam
penglihatan adalah 20/200 atau lebih baik pada 67% pasien. Jangka waktu antara
trauma dengan pemeriksaan, tajam penglihatan yang buruk, virulensi
mikroorganisme dan adanya benda asing intraokuler mempengaruhi
perkembangan endoftalmitis secara signifikan.1

BAB III

7
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Cairan Akuos dan Cairan Vitreus


Mata merupakan organ yang berfungsi dalam hal penglihatan. Mata terdiri
dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan luar berupa lapisan fibrosa jaringan ikat
yang membentuk kornea dan sklera, lapisan tengah berupa jaringan vaskular yang
terdiri dari iris, badan siliaris, dan koroid, serta lapisan jaringan saraf di bagian
dalam yang membentuk retina. 6
Bagian interior mata terdiri dari tiga ruang, yaitu camera oculi anterior
(COA) atau bilik mata depan, camera oculi posterior (COP), dan korpus vitreus.
Bagian depan COA dibatasi oleh kornea, sedangkan bagian posterior COA
dibatasi oleh iris anterior dan permukaan anterior lensa. COP terletak di belakang
iris posterior. 6
Cairan akuos (aqueous humor) merupakan cairan yang mengisi COA dan
COP. 6,8 Cairan ini, yang disekresi oleh badan siliaris, merupakan sumber nutrisi
utama lensa dan kornea yang avaskular (seperti glukosa dan asam amino) serta
menghilangkan produk sisa metabolisme dari lensa dan kornea. Selain itu, cairan
akuos berfungsi dalam mempertahankan tekanan intraokular. Kandungan protein
total dalam cairan akuos sangat rendah, hanya sekitar 1/500 protein plasma. Selain
itu, komponen lain cairan akuos merupakan faktor pertumbuhan dan beberapa
enzim, seperti karbonik anhydrase, lisozim, dan asam hialuronat. 8

8
Gambar 3.1 Anatomi mata 6

Korpus vitreus, yang merupakan ruang terbesar pada bola mata, terletak
berdekatan dengan lapisan retina bagian dalam. Cairan vitreus (vitreous humor)
merupakan cairan berbentuk seperti jel yang mengisi korpus vitreus. 6 Cairan
vitreus terdiri dari sekitar 98% air dan 0,15% makromolekul, termasuk kolagen,
hialuronan terhidrasi (yaitu asam hialuronat), protein, ion, dan zat terlarut dengan
berat molekul rendah. Asam hialuronat menentukan viskositas cairan vitreus dan
diperkirakan membantu menstabilkan jaringan kolagen. Selain asam hialuronat,
jumlah kolagen juga berperan dalam menentukan viskositas cairan vitreus.
Serabut kolagen menyebabkan resistensi terhadap gaya regangan dan
berkontribusi terhadap sifat plastisitas vitreus, sedangkan asam hialuronat
menyebabkan resistensi terhadap kompresi dan berkontribusi terhadap sifat
viskoelastis vitreus. 8

2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Definisi Endoftalmitis

9
Endoftalmitis merupakan infeksi atau inflamasi yang mengenai vitreus
dan/atau akuos, yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau jamur.7 Endoftalmitis
dapat mengenai retina dan koroid.9 Endoftalmitis dapat berupa endoftalmitis
eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat adanya organisme
yang mengenai mata secara langsung yang berasal dari luar mata, sedangkan pada
endoftalmitis endogen terjadi seeding pada mata akibat terjadinya bakteremia atau
fungemia. 7

2.3.2 Epidemiologi Endoftalmitis


Sebagian besar kejadian endoftalmitis merupakan endoftalmitis eksogen
dan terjadi setelah operasi mata, injeksi intraokular, dan trauma mata. Insiden
endoftalmitis akut post-operasi katarak adalah sebesar 0,1-0,2% setelah operasi
katarak, dengan onset 75% dalam 1 minggu setelah operasi. Insiden endoftalmitis
post-trauma sebesar 3-10% setelah trauma tajam open globe.7 Endoftalmitis
endogen merupakan jenis endoftalmitis yang jarang terjadi (5-10% endoftalmitis),
namun memiliki prognosis fungsi penglihatan yang buruk. 10

2.3.3 Klasifikasi Endoftalmitis


Endoftalmitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya, rute
masuknya mikroorganisme ke mata, dan tipe agen penyebab. Berdasarkan rute
masuknya mikroorganisme ke mata, endoftalmitis dapat dikelompokkan menjadi
endoftalmitis eksogen dan endogen. Endoftalmitis ini disebabkan oleh inokulasi
mikroorganisme secara langsung ke dalam mata, sedangkan endoftalmitis
endogen disebabkan oleh masuknya mikroorganisme dari lesi inflamatori dari
bagian tubuh lainnya ke dalam mata dengan menembus blood-ocular barrier. 10
Endoftalmitis eksogen disebabkan oleh inokulasi mikroorganisme secara
langsung ke dalam mata melalui operasi, luka akibat trauma, atau penyebaran
langsung infeksi dari jaringan sekitarnya. Endoftalmitis eksogen dapat
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi endoftalmitis post-operasi dan endoftalmitis
post-trauma. 10
a.
Endoftalmitis post-operasi10
Sekitar 70% endoftalmitis merupakan endoftalmitis post-operasi. Sekitar
90% endoftalmitis post-operasi terjadi setelah operasi katarak, yang merupakan
operasi intraokular yang paling umum dilakukan. Selain itu, endoftalmitis dapat
terjadi setelah vitrektomi, injeksi intravitreal, dan trabekulektomi. Endoftalmitis

10
ini dapat dibagi lebih lanjut menjadi endoftalmitis post-operasi akut, kronik, dan
terkait bleb (bleb-related). Endoftalmitis post-operasi akut terjadi dalam 6 minggu
setelah operasi, sedangkan dikatakan kronik bila terjadi 6 minggu setelah
operasi. 10
b.
Endoftalmitis post-trauma10
Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi berat trauma open globe.
Sekitar 25% endoftalmitis merupakan endoftalmitis post-trauma. Faktor resiko
endoftalmitis jenis ini, antara lain kontaminasi luka dengan tanah atau bahan lain
sehingga menjadi luka kotor, penanganan primer luka terlambat (>24 jam), adanya
intraocular foreign body, serta lokasi dan penyebaran laserasi atau ruptur pada
bola mata. Endoftalmitis post-trauma biasanya bermanifestasi sebagai
endoftalmitis akut. Waktu onset gejala bervariasi, mulai dari beberapa jam hingga
beberapa minggu setelah trauma. 10

2.3.4 Etiologi Endoftalmitis


Endoftalmitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan
parasit. Penyebab endoftalmitis tersering adalah bakteri, kemudian fungi, dan
lebih jarang lagi oleh karena parasit. Etiologi bervariasi berdasarkan jenis
endoftalmitis. Sebagian besar penyebab endoftalmitis post-operasi adalah bakteri,
terutama bakteri Gram positif, seperti yang tercantum pada tabel 2.1. Sebesar 95%
penyebab endoftalmitis post-trauma adalah Staphylococcusspp.andBacillusspp.
Penyebab lainnya yang lebih jarang adalah bakteri Gram negatif (seperti
KlebsielladanPseudomonas)danfungi. 10

Tabel 3.1 Mikroorganisme penyebab endoftalmitis post-operasi 11


Jenis endoftalmitis Mikroorganisme Prevalensi
Akut Coagulase-negative staphylococci 33 - 77 %
Staphylococcus aureus 10 - 21 %
-haemolytic streptococci, S. 9 - 19 %
pneumoniae, S. mitis, S. salivarius
Gram negative bacteria (e.g. 6 - 22 %
Pseudomonas aeruginosa,
Haemophilus influenzae)
Fungi (e.g. Candida spp., 8%
Aspergillus spp., Fusarium spp.)

11
Kronik Propionibacterium acnes 2/3 kasus
Corynebacterium spp., S. 1/3 kasus
epidermidis, Fungi

2.3.5 Patogenesis Endoftalmitis


Patogenesis endoftalmitis dibedakan berdasarkan klasifikasi endoftalmitis.
Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi mikroorganisme secara langsung ke
dalam mata melalui operasi, luka akibat trauma, atau penyebaran langsung infeksi
dari jaringan sekitarnya. Endoftalmitis eksogen dapat dibagi lebih lanjut menjadi
endoftalmitis post-operasi dan endoftalmitis post-trauma. Endoftalmitis post-
operasi sering terjadi setelah operasi intraokular yang menembus seluruh lapisan
kornea atau sklera dan lebih jarang terjadi setelah operasi ekstraokular. Sumber
mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab endoftalmitis post-operasi adalah
flora normal okular dan periokular pasien, infeksi struktur mata atau adnexa,
kontaminasi peralatan bedah yang digunakan (dicurigai bila terdapat outbreak
lokal kejadian endoftalmitis post-operasi), serta kontaminasi area operasi. 10
Flora normal okular dan periokular pasien merupakan sumber infeksi
paling sering. 10,12 Beragam mikroorganisme berkolonisasi pada permukaan okular.
Sebagian besar mikroorganisme tersebut juga berkolonisasi di kulit, seperti
Staphylococcus koagulase negatif. Permukaan okular dan kulit tidak dapat
sepenuhnya disterilisasi dengan antibiotik maupun antiseptik, sehingga beberapa
mikroorganisme ini dapat mengalami inokulasi langsung pada saat operasi. Pada
endoftalmitis post-trauma, mkroorganisme dapat berasal dari flora pada
permukaan okular pasien, seperti Staphylococcus koagulase negatif, maupun
lingkungan sekitar tempat terjadinya trauma. Sebagai contoh, Bacillus merupakan
mikroorganisme yang umum terdapat pada tanah dan merupakan salah satu
bakteri penyebab endoftalmitis post-trauma. Bakteri ini kemungkinan dapat
memasuki mata pada saat trauma mata terjadi dari lingkungan sekitar terjadinya
trauma. 12

2.3.6 Manifestasi Klinis


Gejala endoftalmitis adalah:
1. Nyeri hebat pada mata
2. Mata merah

12
3. Lakrimasi
4. Penurunan visus
5. Fotofobia
Tanda-tanda endoftalmitis adalah:
1. Palpebra udema dan eritema
2. Konjungtiva tampak kemosis
3. Kornea edema, keruh, tampak infiltrat
4. Hipopion
5. Iris edema dan keruh
6. Pupil tampak yellow reflex
7. Eksudat pada vitreus
8. Tekanan intra okuler meningkat atau menurun
9. Penurunan visus

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis endoftalmitis ditegakkan berdasarkan klinis yang ditemukan.
Secara umum endoftalmitis dibagi menjadi dua yaitu: endoftalmitis endogen dan
endoftalmitis eksogen. Endoftalmitis eksogen dapat disebabkan karena post
operasi (tersering; bedah katarak) atau post-trauma mata. Endoftalmitis akut post
trauma merupakan kasus endoftalmitis yang sering ditemukan terutama kejadian
trauma yang disertai dengan adanya benda asing intraokuler. Dengan temuan
klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat. Tanda-tanda infeksi
muncul segera setelah cedera, akan tetapi biasanya oleh reaksi inflamasi post
trauma jaringan mata yang rusak. Informasi yang penting saat anamnesis adalah
apakah pasien berasal dari daerah perkotaan atau pedesaan. Trauma mata
dilingkungan pedesaan lebih sering diikuti dengan kejadian endoftalmitis (30-
80%) dibandingkan dengan daerah perkotaan. Secara klinis, endoftalmitis post
trauma ditandai dengan adanya nyeri, inflamasi intraokuler, hipopion dan
kekeruhan vitreus. Dua pertiga kasus endoftalmitis akut post trauma disebebakan
oleh bakteri Gram positif. Bacillus sp merupakan penyebab yang paling umum
dan sering ditemukan. Sekitar 10-15% kasus endoftalmitis akut post trauma
disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan jamur. Endoftalmitis akibat infeksi
jamur biasanya muncul setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
trauma.

13
Gambar 3.2 Endoftalmitis4

Gambar 3.3 Endoftalmitis (AAO, 2014-2015)


Pemeriksaan oftalmologi yang penting dilakukan dalam menegakkan
diagnosis endoftalmitis eksogen post trauma:
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan slitlamp
3. Pemeriksaan tekanan intraokuler
4. Funduskopi

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:


1. Laboratorium
a. Endoftalmitis eksogen, sampel aquos dan vitreus diambil dan
dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dilakukan
pemeriksaan pewarnaan Gram, uji sensitivitas dan kultur untuk
menentukan etiologi kuman penyebab endoftalmitis eksogen.

14
b. Endoftalmitis endogen, pemeriksaan darah lengkap untuk
mengetahui adanya sumber infeksi (sistemik).
2. USG, bertujuan untuk mengetahui adanya keterlibatan vitreus dan
menyingkirkan kemungkinan terjadinya ablasio retina. Hal ini penting
dalam mempertimbangkan penatalaksanaan dan prognosis pasien.

Gambar 3.4 USG B-scan pada endoftalmitis post-trauma

15
Gambar 3.5 Algoritma diagnosis endoftalmitis akut (ESCRS Guidelines, 2007).

2.3.9 Diagnosis Banding

16
Endoftalmitis yang disebabkan oleh jamur dan bakteri seringkali sulit untuk
dibedakan dengan peradangan intaokuler lainnya. Peradangan berlebihan tanpa
endoftalmitis sering ditemui post tindakan operasi berat, riwayat keratitis dan
uveitis sebelumnya. Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS) juga termasuk
dalam diagnosis banding endoftalmitis. TASS merupakan inflamasi akut di
segmen anterior mata, disebabkan oleh penggunaan cairan, obat, atau instrumen
yang berkontak langsung dengan segmen anterior mata selama tindakan
pembedahan. TASS memiliki tampilan klinis yang sama dengan endoftalmitis.
Perbedaan keduanya terletak pada hasil pemeriksaan laboratorium, dimana tidak
ditemukannya bakteri atau jamur (TASS, steril). TASS sangat respon dengan
pemberian kortikosteroid dan tanpa disertai keterlibatan segmen posterior mata.
Keratitis dan infeksi post operasi sering disertai dengan hipopion tanpa infeksi
intraokuler. Diagnosis banding lain endoftalmitis akut yaitu pertumbuhan sel
tumor (limfoma dan retinoblastoma) di segment anterior dan menyebabkan
peradangan intraokuler.

2.3.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan edoftalmitis tergantung etiologi yang mendasari terjadinya
penyakit. Dalam penatalaksanaan endoftalmitis post trauma adanya benda asing
intraokuler sangat penting untuk dilakukan vitrekomi sesegera mungkin, dengan
membuang benda asing intraokular dan aplikasi terapi antibiotik yang tepat.
Tujuan dari terapi endoftalmitis adalah untuk mensterilkan mata, mengurangi
kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan, dan mempertahankan
penglihatan. Terapi pada endoftalmitis terdiri dari medikamentosa berupa
pemberian antibiotika, steroid dan suportif. Apabila medikamentosa gagal dapat
direncanakan tindakan bedah berupa eviserasi atau vitrectomy.
1. Antibiotika
Prinsip pemberian antibiotika pada endoftalmitis akut eksogen post trauma
adalah antibiotika spektrum luas dengan konsentrasi tinggi sehingga mampu
mencapai intraokuler dan bagian mata yang terinfeksi. Penggunaan antibiotika
sistemik tidak dapat memenuhi kriteria tersebut sehingga cara terbaik dalam
pemberian antibiotika pada endoftalmitis adalah dengan injeksi intravitreal. Drug
of choice endoftalmitis akut adalah Injeksi Intravitreal Vankomisin 1 mg/0.1 ml

17
dikombinasi dengan seftazidim 2.25 mg/0.1 ml. Alternatif lain dari seftazidim
(jika alergi golongan beta laktam), amikasin 400 g/0.1 ml atau antibiotika
golongan aminoglikosida (gentamisin), golongan florokuinolon generasi keempat
(levofloksasin).
2. Kortikosteroid
Kortikosteoroid sebagai anti inflamasi diberikan dengan tujuan untuk
mengurangi kerusakan sekunder akibat endoftalmitis akut (bakteri atau jamur).
Kortikosteroid diberikan secara intravitreal 400 g/0.1 ml dan sistemik
(prednisolon 1-2 mg/kgBB/hari).
3. Tindakan operatif (pars plana vitrektomi).
Vitrektomi adalah tindakan bedah dalam terapi endoftalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreus yang terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel
inflamasi dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, mencegah
terjadinya ablasio retina dan membantu pemulihan ketajaman penglihatan post
terapi endoftalmitis. Vitrektomi juga berperan penting dalam penatalaksanaan
kasus endoftalmitis yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.

18
Gambar 3.6 Algoritma penatalaksanaan endoftalmitis akut (ESCRS Guidelines,
2007).

2.3.10 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi akibat injeksi intravitreal sebagai penatalaksanaan endoftalmitis
antara lain: opasifikasi kornea dan kerusakan retina, serta infark makula ec
gentamisin. Secara umum prognosis endoftalmitis cendrung dubia ad bonam,
terutama endoftalmitis akut eksogen post trauma. Oleh karena itu, penegakan

19
diagnosis dini dan penatalaksanaan sesegera mungkin dengan pemberian
antimikroba sangat menentukan prognosis visus akhir pasien.
Dalam Endophthalmitis Vitrectomy Study, 74% pasien endoftalmitis akut
mengalami pemulihan visual 20/100 atau lebih baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Safneck JR. 2012. Endophtalmitis: A review of recent trends. Saudi


Journal of Ophtalmology. vol 26: 181-189. Elsevier.

2. Khurana AK. 2007. Diseases of the uveal tract, dalam Comprehensive


Ophtalmology, 4th Edition Chapter 7. New Age International Limited, New
Delhi: India.

3. Durand ML. 2013. Endphtalmitis. Clinical Microbiology and Infection,


Vol 19 (3): 227-234. European Society of Clinical Microbiology and
Infectious Diseases.

4. Kernt M, Kampik A. 2010. Endophtalmitis: Pathogenesis, clinical


presentation, management, and perspectives. Clinical Ophtalmology,
4:121-135.

5. Ramadhas K, Chandrasekaran S. 2016. Ultrasonographic evaluation of


eyes with opaque media. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences,
Vol 15 (4): 24-31.

6. Remington, Lee Ann. Clinical anatomy and physiology. USA: Elsevier.


2012.

7. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennetts


Principles and Practice of Infectious Diseases. Philadelphia: Elsevier.
2015.

8. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course


Section 2: Fundamentals and principles of ophthalmology. 2014-2015.

9. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course


Section 9: Intraocular inflammation and uveitis. 2014-2015.

10. Lumi X, Petrovski G, Vasileva B, Thaler A. Endophthalmitis Prevention,


Diagnostic Procedures and Treatment. Optom open access. Volume 1: 108.
2016.

11. Barry P, Cordovs L, Gardner S. ESCRS Guidelines for Prevention and


Treatment of Endophthalmitis Following Cataract Surgery: Data,
Dilemmas and Conclusions. Dublin, Ireland, European Society of
Cataract and Refractive Surgeons. 2013.

12. Durand ML, Miller JW, Young LH. (eds.) Endophthalmitis. USA:
Springer. 2016.

21
13. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 13: Retina and vitreous. 2014-2015. hlm 328.

14. European Society of Cataract and Refractive Surgeon. ESCRS Guidelines


on prevention, investigation and management of post-operative
endophthalmitis. Version 2. Santen in Europe; 2007. Page 1-40.

15. Packer M, Chang DF, Dewy SH, et al. Prevention, diagnosis, and
management of acute postoperative bacterial endophthalmitis. Elsevier: J
Cataract Refract Surg; 2011(37). Page 1699-1714.

22

Anda mungkin juga menyukai