Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas untuk mata kuliah
Manajemen Perawatan 2 pada semester V1 Program Studi D3-Teknik Mesin,
Jurusan Teknik Mesin
Oleh :
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul " Implementasi Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) pada perusahaan x di Indonesia ". Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
bab I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.3.1 Tujuan.....................................................................................................2
1.3.2 Manfaat..................................................................................................3
2.3 Tujuan dan manfaat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)................7
2.3.1 Tujuan.....................................................................................................7
2.3.2 Manfaat..................................................................................................7
2
3.1.3 Penentuan Rating Severity, Occurance dan Detection.........................13
4.1 Simpulan....................................................................................................18
4.2 Saran...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................1
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
PT. IPMS (Inti Pindad Mitra Sejati) adalah perusahaan dari hasil
pengembangan PT. INTI dari manufakur ke bidang layanan jasa, maka salah satu
unit produksinya dikedepankan untuk bekerja sama dengan PT. PINDAD. Produk
yang selama ini terus menerus di produksi salah satunya adalah isolator yang
berfungsi sebagai bantalan rel kereta api. Bahan baku dari isolator tersebut adalah
biji plastik polyamida nylon (PA 66). Produk isolator adalah salah satu produk
unggulan dari PT IPMS yang diproduksi dalam jumlah besar. Namun dalam
proses produksi sering mengalami cacat produk yang cukup banyak. Jumlah cacat
yang dihasilkan cukup besar mencapai 10% dari total produksi.
Suatu perusahaan perlu melakukan perbaikan sistematis apabila perusahaan
tersebut menghasilkan produk cacat dalam jumlah yang cukup besar. Kecacatan
yang masih terjadi dalam sistem produksi dapat mengakibatkan pemborosan
utama pada perusahan . Pemborosan dari segi material atau bahan baku akibat
adanya pembuangan dari produk yang mengalami cacat. Selain dari segi material
produk cacat dapat mengakibatkan kerugian dari segi tenaga kerja karena
perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak karena jumlah
produksi yang tidak tercapai.
Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitan agar cacat
pada produk isolator dapat diminimalisi. PT IPMS telah melakukan beberapa
perbaikan terhadap sistem kerja dan perbaikan mesin untuk mengurangi jumlah
1
cacat produk, namun perbaikan tersebut belum berjalan secara optimal dan masih
menghasilkan produk cacat pada lantai produksi plastik. Hal ini menyebabkan
pandangan konsumen terhadap perusahaan menjadi kurang baik, biaya produksi
semakin bertambah, dan mengakibatkan keuntungan perusahaan menjadi turun.
Apabila perusahaan dapat melakukan peningkatan pengendalian kualitas yang
baik pada produk isolator, maka akan mengurangi tingkat kegagalan produk yang
dihasilkan sehingga dapat memenuhi keinginan konsumen.
2
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Manfaat
3
and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Sedangkan di
bab III yaitu pembahasan mengenai metodelogi penelitian menggunakan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
Dan di bab IV sebagai penutupan dibuat simpulan dari materi yang telah
dibahas dan saran sebagai pembelajaran untuk penulisan di masa yang akan
datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Industri otomotif mulai menggunakan FMEA pada pertengahan 1970-an.
The Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industri otomotif untuk
keselamatan dan pertimbangan peraturan setelah Pinto urusan. Ford menerapkan
pendekatan yang sama untuk proses (PFMEA) untuk mempertimbangkan proses
potensial yang disebabkan kegagalan sebelum meluncurkan produksi. Pada tahun
1993 Industri Otomotif Kelompok Aksi (AIAG) pertama kali diterbitkan standar
FMEA untuk industri otomotif. Sekarang dalam edisi keempat.
The SAE J1739 pertama kali diterbitkan standar terkait pada tahun 1994.
Standar ini juga sekarang dalam edisi keempat.
Meskipun awalnya dikembangkan oleh militer, metodologi FMEA sekarang
banyak digunakan dalam berbagai industri termasuk pengolahan semikonduktor,
pelayanan makanan, plastik, perangkat lunak, dan kesehatan. Toyota telah
mengambil satu langkah lebih jauh dengan yang Ulasan Desain Berbasis Mode
Kegagalan (DRBFM) pendekatan. Metode ini sekarang didukung oleh American
Society for Kualitas yang menyediakan panduan rinci tentang penerapan metode.
Mode Kegagalan standar dan Efek Analysis (FMEA) dan Mode Kegagalan, Efek
dan Kekritisan Analisis (FMECA) prosedur Namun, tidak mengidentifikasi
produk mekanisme kegagalan dan model, yang membatasi penerapan mereka
untuk memberikan masukan yang berarti untuk prosedur penting seperti
kualifikasi virtual, analisis akar penyebab, program uji dipercepat, dan penilaian
sisa umur. Untuk mengatasi kekurangan dari FMEA dan FMECA sebuah Mode
Kegagalan, Mekanisme dan Analisis Efek (FMMEA) telah sering digunakan.
Modus kegagalan dan analisis efek (FMEA) -juga "mode kegagalan," plural,
dalam banyak publikasi-adalah salah satu teknik sistematis pertama untuk analisis
kegagalan .
Ini dikembangkan oleh insinyur keandalan pada akhir tahun 1940-an untuk
mempelajari masalah yang mungkin timbul dari kerusakan sistem militer. Sebuah
FMEA sering langkah pertama dari studi keandalan sistem. Ini melibatkan
5
meninjau sebanyak komponen, rakitan, dan subsistem mungkin untuk
mengidentifikasi mode kegagalan, dan penyebab dan efek mereka.
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode
analisa failure/potensi kegagalan yang diterapkan dalam pengembangan produk,
system engineering dan manajemen operasional.
6
Kegagalan dikelompokkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap
kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Secara umum, FMEA didefinisikan
sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal yaitu :
1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain, produk, dan proses
selama siklus hidupnya.
2. Efek dari kegagalan tersebut.
3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain, produk, dan
proses.
2.3 Tujuan dan manfaat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
2.3.1 Tujuan
2.3.2 Manfaat
7
4. Metode yang efektif untuk mengevaluasi dampak dari perubahan yang
diusulkan untuk desain dan / atau prosedur operasional pada
keberhasilan misi dan keselamatan.
5. Sebuah dasar untuk prosedur pemecahan masalah dalam penerbangan
dan untuk mencari pemantauan kinerja dan kesalahan-deteksi perangkat.
6. Kriteria perencanaan awal tes.
Dari daftar di atas, identifikasi awal SFP, masukan untuk prosedur pemecahan
masalah dan locating pemantauan kinerja / alat deteksi kesalahan mungkin
manfaat paling penting dari FMECA. Selain itu, prosedur FMECA yang mudah
dan memungkinkan evaluasi tertib desain.
Berbagai jenis tipe-tipe dalam metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) yaitu :
1. Sistem
Analisis pada tingkat tertinggi dari keseluruhan sistem, terdiri dari
berbagai subsistem. Fokusnya adalah pada kekurangan sistem yang
berhubungan, termasuk:
- Keamanan sistem dan integrasi sistem
- Subsistem antarmuka antara atau dengan sistem lain
- Interaksi antara subsistem atau dengan lingkungan sekitarnya
- Satu-titik kegagalan (di mana kegagalan komponen tunggal dapat
mengakibatkan kegagalan lengkap dari seluruh sistem)
- Fungsi dan hubungan yang unik untuk sistem secara keseluruhan (yaitu,
tidak ada di tingkat bawah) dan dapat menyebabkan sistem secara
keseluruhan untuk tidak bekerja sebagaimana dimaksud
- interaksi manusia
- layanan
Beberapa praktisi memisahkan interaksi manusia dan pelayanan menjadi
FMEA mereka masing-masing.
2. Desain
8
Analisis pada tingkat subsistem (terdiri dari berbagai komponen) atau
tingkat komponen. Fokus adalah pada kekurangan terkait desain produk, dengan
penekanan pada:
- Meningkatkan desain
- Memastikan operasi produk aman dan dapat diandalkan selama masa
manfaat peralatan.
- Interface antara komponen yang berdekatan.
3. Proses
5. Software
9
2.5 Severity, Occurance dan Detection
Proses FMEA terdapat 3 variabel utama antara lain severity, occuranve, dan
detection. Severity merupakan rating atau tingkat yang mengacu pada seriusnya
dampak dari suatu potensial failure mode. Dampak dari rating tersebut mulai skala
1 sampai 10, dimana skala 1 merupakan dampak paling ringan sedangkan 10
merupakan dampak terburuk dan penentuan terhadap rating. Penjelasan untuk
rating severity dapat dilihat pada Tabel 2-1.
10
Detection adalah sebuah kontrol proses yang akan mendeteksi secara spesifik akar
penyebab dari kegagalan. Detection adalah sebuah pengukuran untuk mengendalikan
kegagalan yag dapat terjadi. Penjelasan mengenai Detection dapat dilihat pada Tabel 2-3.
BAB III
IMPLEMENTASI FMEA
Pada tahap ini pelaksanaan metode FMEA pertama kali dilakukan dengan
deskripsi singkat mengenai pelaksanaan proses pembuatan item dan pemindaian
terhadap segala kemungkinan terjadinya kegagalan (deffect) yang terdapat pada
sistem secara menyeluruh dengan cara melihat sistem secara visualisasi cacat-
cacat yang terjadi pada produk isolator. Pada tahap identifikasi mode-mode
kegagalan, dibutuhkan data-data yang bersifat kuantitatif untuk dapat
dibandingkan dengan kegagalan cacat lainnya. Peta posisi penelitian dilakukan
identifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan produk isolator. Contoh
identifikasi jenis cacat dan presentasi cacat dapat diihat pada Tabel.3-1.
11
Tabel 3-4 Identifikasi Jenis Cacat dan Presentasi Cacat
13
3.1.4 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)
Identifikasi jenis cacat Jenis jenis cacat yang terjadi pada produk isolator
adalah sebagai berikut :
14
1. Cacat Short Shot
Short Shot adalah suatu kondisi dimana, leburan biji plastik PA 66 yang
akan diinjeksikan kedalam mattres tidak mencapai kapasitas yang ideal
atau sesuai settingan mesin.
2. Cacat Massa tidak sesuai
Cacat masa yang tidak sesuai adalah massa yang ada pada produk isolator
tidak mencapai berat minimal 50 gram.
3. Cacat terisi sebagian
Cacat Terisi sebagian adalah suatu kondisi dimana, leburan biji plastik PA
66 yang akan diinjeksikan kedalam mattres tidak memenuhi isi matters
sehingga hasil proses produksi tidak sesuai bentuk cetakan mattres.
3.2.2 Identifikasi Penyebab Kegagalan Tersebut
15
3.2.3 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)
16
Terdapat 8 potential cause yang masuk dalam 80% total presentase
kumulatif yang akan diidentifikasi secara lebih mendalam menggunakan metode
FTA. Potential cause yang akan diindentifikasi menggunakan metode FTA adalah
sebagai berikut:
1. Tidak adanya pemeriksaan mattres sebelum proses produksi
2. Seal oli bocor
3. Kesalahan dalam penyetingan alignment nozzle
4. Kesalahan pengaturan waktu injeksi
5. Kesalahan pengaturan kecepatan injeksi
6. Adanya sentuhanantara screw dengan dinding barrel
7. Clamping sudah aus
8. Tidak ada perawatan heater secara berkala
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
17
produk isolator serta usulan peningkatan pengendalian pada produk isolator.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan pengendalian
kualitas komponen isolator adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 15 potetntial cause dengan nilai RPN terbesar yaitu potential
cause tidak adanya pemeriksaan mattres sebelum proses produksi dengan
nilai 448 sedangkan nilai RPN terkecil yaitu potential cause kebisingan
dan tata letak kurang rapi dengan nilai 8.
2. Usulan perbaikan berdasrkan 8 potential cause adalah:
a. Diberikan informasi secara lisan maupun tertulis kepada operator
mengenai cara kerja mesin.
b. Pelatihan penggunaan mesin kepada operator.
c. Operator diberikan buku panduan penggunaan mesin.
d. Diberikannya tools untuk melakukan pemeriksaan komponen mesin.
e. Adanya penambahan waktu istirahat untuk operator.
f. Adanya pengawasan dan pengontrolan sebelum proses produksi.
4.2 Saran
19
4. Perusahaan melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan
Standard Operasional Procedure (SOP) yang dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA
Evans, J.R &Lindsay, W.M 2007. Pengantar Six Sigma; An Introduction to Six
Sigma and Process Improvement. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
20