Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

IMPLEMENTASI FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS


(FMEA) PADA PERUSAHAAN X DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas untuk mata kuliah
Manajemen Perawatan 2 pada semester V1 Program Studi D3-Teknik Mesin,
Jurusan Teknik Mesin

Oleh :

Rahadian Maulana Y. (141211055)

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BANDUNG

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul " Implementasi Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) pada perusahaan x di Indonesia ". Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak M.Munir Fahmi,MT , selaku dosen Manajemen Perawatan 2 yang


memberikan masukan kepada penyusun.

2. Rekan-rekan kelas yang membantu memberi ide, dan dukungannya.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Bandung, 2 Maret 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

DAFTAR TABEL...................................................................................................iv

bab I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan dan Manfaat.....................................................................................2

1.3.1 Tujuan.....................................................................................................2

1.3.2 Manfaat..................................................................................................3

1.4 Metodologi Penelitian.................................................................................3

1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................3

bab II tinjauan pustaka.............................................................................................4

2.1 Sejarah FMEA...............................................................................................4

2.2 Pengertian Failure Mode and Analysis (FMEA)..........................................5

2.3 Tujuan dan manfaat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)................7

2.3.1 Tujuan.....................................................................................................7

2.3.2 Manfaat..................................................................................................7

2.4 Tipe-tipe FMEA...........................................................................................8

2.5 Severity, Occurance dan Detection..............................................................9

BAB III IMPLEMENTASI FMEA........................................................................12

3.1 Metodelogi Penelitian................................................................................12

3.1.1 Identifikasi Jenis Kegagalan yang Terjadi...........................................12

3.1.2 Identifikasi Penyebab Kegagalan Tersebut..........................................12

2
3.1.3 Penentuan Rating Severity, Occurance dan Detection.........................13

3.1.4 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)........13

3.1.5 Usulan Perbaikan Dan Pengendalian...................................................14

3.1.6 Kesimpulan dan Saran.........................................................................14

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data...........................................................14

3.2.1 Identifikasi Jenis Kegagalan yang Terjadi...........................................14

3.2.2 Identifikasi Penyebab Kegagalan Tersebut..........................................15

3.2.3 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)........15

3.3 Analisis dan Usulan Perbaikan...................................................................17

4.1 Simpulan....................................................................................................18

4.2 Saran...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................1

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Severity Rating......................................................................................10

Tabel 2-3 Detection Rating....................................................................................11

Tabel 3-1 Identifikasi Jenis Cacat dan Presentasi Cacat........................................12

Tabel 3-2 Hasil Identifikasi Akibat Kegagalan Produk Isolator............................15

Tabel 3-3 Presentase Potential Cause Cacat Pada Produk Isolator........................16

Tabel 3-4 Pengendalian Tidak Adanya Pemeriksaan Mattres Secara Berkala.......17

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan industri saat ini semakin pesat sehingga perusahaan dituntut


untuk selalu menghasilkan produk dengan kualitas yang sangat baik dan sesuai
dengan fungsinya. Kualitas merupakan hal penting di mata konsumen. Produk
yang memiliki kualitas baik dengan harga yang mampu bersaing dapat menarik
banyak konsumen untuk terus mengkonsumsi produk tersebut.

PT. IPMS (Inti Pindad Mitra Sejati) adalah perusahaan dari hasil
pengembangan PT. INTI dari manufakur ke bidang layanan jasa, maka salah satu
unit produksinya dikedepankan untuk bekerja sama dengan PT. PINDAD. Produk
yang selama ini terus menerus di produksi salah satunya adalah isolator yang
berfungsi sebagai bantalan rel kereta api. Bahan baku dari isolator tersebut adalah
biji plastik polyamida nylon (PA 66). Produk isolator adalah salah satu produk
unggulan dari PT IPMS yang diproduksi dalam jumlah besar. Namun dalam
proses produksi sering mengalami cacat produk yang cukup banyak. Jumlah cacat
yang dihasilkan cukup besar mencapai 10% dari total produksi.
Suatu perusahaan perlu melakukan perbaikan sistematis apabila perusahaan
tersebut menghasilkan produk cacat dalam jumlah yang cukup besar. Kecacatan
yang masih terjadi dalam sistem produksi dapat mengakibatkan pemborosan
utama pada perusahan . Pemborosan dari segi material atau bahan baku akibat
adanya pembuangan dari produk yang mengalami cacat. Selain dari segi material
produk cacat dapat mengakibatkan kerugian dari segi tenaga kerja karena
perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak karena jumlah
produksi yang tidak tercapai.
Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitan agar cacat
pada produk isolator dapat diminimalisi. PT IPMS telah melakukan beberapa
perbaikan terhadap sistem kerja dan perbaikan mesin untuk mengurangi jumlah

1
cacat produk, namun perbaikan tersebut belum berjalan secara optimal dan masih
menghasilkan produk cacat pada lantai produksi plastik. Hal ini menyebabkan
pandangan konsumen terhadap perusahaan menjadi kurang baik, biaya produksi
semakin bertambah, dan mengakibatkan keuntungan perusahaan menjadi turun.
Apabila perusahaan dapat melakukan peningkatan pengendalian kualitas yang
baik pada produk isolator, maka akan mengurangi tingkat kegagalan produk yang
dihasilkan sehingga dapat memenuhi keinginan konsumen.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam produksi isolator sering terdapat kegagalan dari setiap produksi


sehingga dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Salah satu cara
mengatasi permasalahan cacat produk isolator diperlukan metode yang dapat
berfungsi sebagai standar kualitas dari spesifikasi dimensi produk isolator. Metode
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu prosedur untuk
mengidentifikasi dan mencegah kegagalan suatu produk sehingga output dari
suatu produksi dapat sesuai dengan standar keinginan perusahaan.
Penggunaan metode FMEA mampu mengidentifikasi potensi kegagalan
yang timbul dalam proses produksi isolator dengan tujuan untuk mengurangi
resiko kegagalan proses produksi. Secara umum, FMEA yang digunakan dalam
penelitian ini adalah FMEA proses, karena pengamatan hanya dilakukan pada
kegiatan proses produksi yang sedang berlangsung dan tidak memperhatikan
desain produk. Langkah awal penggunaan FMEA adalah dengan menentukan
failure mode sehingga didapatkan nilai rating dari severity, occurance dan
detection. Selanjutnya adalah menentukan pembobotan nilai dan pengurutan
potential cause berdasarkan nilai RPN dari hasil perkalian nilai rating severity,
occurance dan detection.

2
1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Failure Mode and Effect Analysis


(FMEA) dan mengetahui bagaimana metode ini diimplemntasikan
dalam industri.

2. Untuk mengetahui apa itu Fault Tree Analysis (FTA) dan


mengetahui bagaimana metode ini diimplementasikan pada industri.

1.3.2 Manfaat

Makalah ini diharapkan mampu menambah pengetahuan


pembaca mengenai metode-metode dalam re-engineering
maintenance yang mengfokuskan dalam menggunakan Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
Dan tentunya setelah membaca makalah ini diharapkan dapat
diterapkan di dunia industri.

1.4 Metodologi Penelitian

Dalam penulisan makalah ini digunakan beberapa metoda penelitian


sebagai proses pengambilan sumber dan pencarian informasi sebagai
penunjang tersusunnya makalah ini. Metoda observasi dan tinjauan pustaka
menjadi metoda utama yang dilakukan, selain beberapa metoda lain yang
dipakai sebagai tambahan agar menambah keakuratan data dan informasi
yang didapat.

1.5 Sistematika Penulisan

Pada bab I sebagai pendahuluan menjabarkan tentang beberapa hal


diantaranya latar belakang penulisan, tujuan penulisan, rumusan masalah,
metoda penulisan, dan yang terakhir sistematika penulisan. Di bab II
dijelaskan terlebih dahulu mengenai tinjauan pustaka yang meliputi
pembahasan pengertian dalam menggunakan menggunakan Failure Mode

3
and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Sedangkan di
bab III yaitu pembahasan mengenai metodelogi penelitian menggunakan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
Dan di bab IV sebagai penutupan dibuat simpulan dari materi yang telah
dibahas dan saran sebagai pembelajaran untuk penulisan di masa yang akan
datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah FMEA

Prosedur untuk melakukan FMECA digambarkan di US Angkatan


Bersenjata Prosedur Militer dokumen MIL-P-1629 (1949); direvisi pada tahun
1980 sebagai MIL-STD-1629A).
Pada awal 1960-an, kontraktor untuk US National Aeronautics and Space
Administration (NASA) yang menggunakan variasi FMECA atau FMEA di
bawah berbagai nama. program NASA menggunakan varian FMEA termasuk
Apollo, Viking, Voyager, Magellan, Galileo, dan Skylab. Industri penerbangan
sipil adalah adopter awal FMEA, dengan Society for Automotive Engineers
(SAE) penerbitan ARP926 pada tahun 1967. Setelah dua revisi, ARP926 telah
digantikan oleh ARP4761, yang sekarang secara luas digunakan dalam
penerbangan sipil.
Selama tahun 1970-an, penggunaan FMEA dan teknik terkait menyebar ke
industri lainnya. Pada tahun 1971 NASA menyiapkan laporan untuk US
Geological Survey merekomendasikan penggunaan FMEA dalam penilaian
eksplorasi minyak lepas pantai. Sebuah 1973 US Environmental Protection
Agency laporan menggambarkan penerapan FMEA untuk instalasi pengolahan air
limbah.
FMEA sebagai aplikasi untuk HACCP pada Program Luar Angkasa Apollo
pindah kemakanan industri secara umum.

4
Industri otomotif mulai menggunakan FMEA pada pertengahan 1970-an.
The Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industri otomotif untuk
keselamatan dan pertimbangan peraturan setelah Pinto urusan. Ford menerapkan
pendekatan yang sama untuk proses (PFMEA) untuk mempertimbangkan proses
potensial yang disebabkan kegagalan sebelum meluncurkan produksi. Pada tahun
1993 Industri Otomotif Kelompok Aksi (AIAG) pertama kali diterbitkan standar
FMEA untuk industri otomotif. Sekarang dalam edisi keempat.
The SAE J1739 pertama kali diterbitkan standar terkait pada tahun 1994.
Standar ini juga sekarang dalam edisi keempat.
Meskipun awalnya dikembangkan oleh militer, metodologi FMEA sekarang
banyak digunakan dalam berbagai industri termasuk pengolahan semikonduktor,
pelayanan makanan, plastik, perangkat lunak, dan kesehatan. Toyota telah
mengambil satu langkah lebih jauh dengan yang Ulasan Desain Berbasis Mode
Kegagalan (DRBFM) pendekatan. Metode ini sekarang didukung oleh American
Society for Kualitas yang menyediakan panduan rinci tentang penerapan metode.
Mode Kegagalan standar dan Efek Analysis (FMEA) dan Mode Kegagalan, Efek
dan Kekritisan Analisis (FMECA) prosedur Namun, tidak mengidentifikasi
produk mekanisme kegagalan dan model, yang membatasi penerapan mereka
untuk memberikan masukan yang berarti untuk prosedur penting seperti
kualifikasi virtual, analisis akar penyebab, program uji dipercepat, dan penilaian
sisa umur. Untuk mengatasi kekurangan dari FMEA dan FMECA sebuah Mode
Kegagalan, Mekanisme dan Analisis Efek (FMMEA) telah sering digunakan.

2.2 Pengertian Failure Mode and Analysis (FMEA)

Modus kegagalan dan analisis efek (FMEA) -juga "mode kegagalan," plural,
dalam banyak publikasi-adalah salah satu teknik sistematis pertama untuk analisis
kegagalan .
Ini dikembangkan oleh insinyur keandalan pada akhir tahun 1940-an untuk
mempelajari masalah yang mungkin timbul dari kerusakan sistem militer. Sebuah
FMEA sering langkah pertama dari studi keandalan sistem. Ini melibatkan

5
meninjau sebanyak komponen, rakitan, dan subsistem mungkin untuk
mengidentifikasi mode kegagalan, dan penyebab dan efek mereka.
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode
analisa failure/potensi kegagalan yang diterapkan dalam pengembangan produk,
system engineering dan manajemen operasional.

Gambar 2- 1 Siklus metode Failure Mode and Effect Analysis

FMEA adalah sebuah teknik rekayasa yang digunakan untuk menetapkan,


mengidentifikasi, dan untuk menghilangkan kegagalan yang diketahui,
permasalahan, error, dan sejenisnya dari sebuah sistem, desain, proses, dan atau
jasa sebelum mencapai konsumen (Stamatis, 1995).

Failure : Kondisi yang tidak di harapkan

Mode : Mengidentifikasi penyebab Failure

Effect : Akibat dari failure

Analysis : Identifikasi, mencari cara pencegahan dengan mendeteksi

6
Kegagalan dikelompokkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap
kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Secara umum, FMEA didefinisikan
sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal yaitu :
1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain, produk, dan proses
selama siklus hidupnya.
2. Efek dari kegagalan tersebut.
3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain, produk, dan
proses.

2.3 Tujuan dan manfaat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

2.3.1 Tujuan

Sebagai tindakan antisipasi terhadap kemungkinan kegagalan yang


timbul, sehingga kegagalan tersebut dapat dikurangi resikonya.

2.3.2 Manfaat

Manfaat utama berasal dari benar dilaksanakan FMECA usaha adalah


sebagai berikut:
1. Ini menyediakan metode didokumentasikan untuk memilih desain
dengan probabilitas tinggi keberhasilan operasi dan keselamatan.
2. Sebuah metode yang seragam didokumentasikan menilai mekanisme
potensi kegagalan, mode kegagalan dan dampaknya terhadap sistem
operasi, sehingga daftar mode kegagalan peringkat menurut keseriusan
dampak sistem mereka dan kemungkinan terjadinya.
3. Identifikasi awal dari titik tunggal kegagalan (SFP) dan masalah sistem
antarmuka, yang mungkin penting untuk keberhasilan dan / atau
keamanan misi.Mereka juga memberikan metode verifikasi yang beralih
antara elemen berlebihan tidak terancam oleh didalilkan kegagalan
tunggal.

7
4. Metode yang efektif untuk mengevaluasi dampak dari perubahan yang
diusulkan untuk desain dan / atau prosedur operasional pada
keberhasilan misi dan keselamatan.
5. Sebuah dasar untuk prosedur pemecahan masalah dalam penerbangan
dan untuk mencari pemantauan kinerja dan kesalahan-deteksi perangkat.
6. Kriteria perencanaan awal tes.

Dari daftar di atas, identifikasi awal SFP, masukan untuk prosedur pemecahan
masalah dan locating pemantauan kinerja / alat deteksi kesalahan mungkin
manfaat paling penting dari FMECA. Selain itu, prosedur FMECA yang mudah
dan memungkinkan evaluasi tertib desain.

2.4 Tipe-tipe FMEA

Berbagai jenis tipe-tipe dalam metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) yaitu :

1. Sistem
Analisis pada tingkat tertinggi dari keseluruhan sistem, terdiri dari
berbagai subsistem. Fokusnya adalah pada kekurangan sistem yang
berhubungan, termasuk:
- Keamanan sistem dan integrasi sistem
- Subsistem antarmuka antara atau dengan sistem lain
- Interaksi antara subsistem atau dengan lingkungan sekitarnya
- Satu-titik kegagalan (di mana kegagalan komponen tunggal dapat
mengakibatkan kegagalan lengkap dari seluruh sistem)
- Fungsi dan hubungan yang unik untuk sistem secara keseluruhan (yaitu,
tidak ada di tingkat bawah) dan dapat menyebabkan sistem secara
keseluruhan untuk tidak bekerja sebagaimana dimaksud
- interaksi manusia
- layanan
Beberapa praktisi memisahkan interaksi manusia dan pelayanan menjadi
FMEA mereka masing-masing.

2. Desain

8
Analisis pada tingkat subsistem (terdiri dari berbagai komponen) atau
tingkat komponen. Fokus adalah pada kekurangan terkait desain produk, dengan
penekanan pada:

- Meningkatkan desain
- Memastikan operasi produk aman dan dapat diandalkan selama masa
manfaat peralatan.
- Interface antara komponen yang berdekatan.

Desain FMEA biasanya mengasumsikan produk akan diproduksi sesuai


dengan spesifikasi. Desain FMEA digunakan untuk menganalisa produk sebelum
dimasukkan kedalam proses produksi. Berfokus pada mode kegagalan yang
diakibatkan oleh desain.

3. Proses

Analisis pada tingkat proses manufaktur / perakitan. Fokus pada


kekurangan terkait manufaktur, dengan penekanan pada:

- Meningkatkan proses manufaktur


- memastikan produk dibangun untuk merancang persyaratan dengan cara
yang aman, dengan downtime minimal, memo dan ulang.
- manufaktur dan perakitan operasi, pengiriman, bagian yang masuk,
pengangkutan bahan, penyimpanan, konveyor, pemeliharaan alat, dan
pelabelan.
4. Servis atau jasa

Berfokus pada fungsi jasa. Berfungsi untuk menganalisa servis sebelum


sampai kepada konsumen. Berfokus pada mode kegagalan yang disebabkan oleh
sistem atau proses.

5. Software

Berfokus pada fungsi Software. Digunakan untuk menganalisa modus


kegagalan pada sebuah sofware.

9
2.5 Severity, Occurance dan Detection

Proses FMEA terdapat 3 variabel utama antara lain severity, occuranve, dan
detection. Severity merupakan rating atau tingkat yang mengacu pada seriusnya
dampak dari suatu potensial failure mode. Dampak dari rating tersebut mulai skala
1 sampai 10, dimana skala 1 merupakan dampak paling ringan sedangkan 10
merupakan dampak terburuk dan penentuan terhadap rating. Penjelasan untuk
rating severity dapat dilihat pada Tabel 2-1.

Tabel 2-1 Severity Rating

Occurance merupakan rating yang mengacu pada beberapa frekuensi


terjadinya cacat pada produk isolator. Nilai frekuensi kegagalan menunjukan
adanya keseringan suatu masalah yang terjadia akibat potential cause . Adapun
nilai yang menjabarkan penentuan Occurance rating dapat dilihat pada Tabel 2-2.

Tabel 2- 2 Occurance Rating

10
Detection adalah sebuah kontrol proses yang akan mendeteksi secara spesifik akar
penyebab dari kegagalan. Detection adalah sebuah pengukuran untuk mengendalikan
kegagalan yag dapat terjadi. Penjelasan mengenai Detection dapat dilihat pada Tabel 2-3.

Tabel 2-3 Detection Rating

BAB III
IMPLEMENTASI FMEA

3.1 Metodelogi Penelitian

Urutan proses dan langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini


meliputi:

3.1.1 Identifikasi Jenis Kegagalan yang Terjadi

Pada tahap ini pelaksanaan metode FMEA pertama kali dilakukan dengan
deskripsi singkat mengenai pelaksanaan proses pembuatan item dan pemindaian
terhadap segala kemungkinan terjadinya kegagalan (deffect) yang terdapat pada
sistem secara menyeluruh dengan cara melihat sistem secara visualisasi cacat-
cacat yang terjadi pada produk isolator. Pada tahap identifikasi mode-mode
kegagalan, dibutuhkan data-data yang bersifat kuantitatif untuk dapat
dibandingkan dengan kegagalan cacat lainnya. Peta posisi penelitian dilakukan
identifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan produk isolator. Contoh
identifikasi jenis cacat dan presentasi cacat dapat diihat pada Tabel.3-1.

11
Tabel 3-4 Identifikasi Jenis Cacat dan Presentasi Cacat

3.1.2 Identifikasi Penyebab Kegagalan Tersebut

Tahap selanjutnya adalah identifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan


tersebut. Tools yang dapat digunakan adalah alat pengklasifikasian masalah
seperti fishbone diagram, pareto chart, dan scatter diagram.

3.1.3 Penentuan Rating Severity, Occurance dan Detection

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resIko, yaitu


menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi hasil
akhir proses. Dampak teersebut di rating mulai skala 1 sampai 10, dimana 1
merupakan dampak yang paling bisa diatasi sedangkan 10 merupakan dampak
terburuk dan penentuan terhadap rating. Apabila sudah ditentukan rating pada
proses severity, maka tahap selanjutnya adalah menentukan rating terhadap nilai
occurance. Occurance merupakan kemungkinan bahwa penyebab kegagalan akan
terjadi dan menghasilkan bentuk keagalan selama masa produksi produk. Setelah
diperoleh nilai occurance, selanjutnya adalah menentukan nilai detection. Nilai
detection mengestimasi seberapa baik pengendalian dapat mendeteksi penyebab
kegagalan ataupun kegagalan itu sendiri setelah peristiwa kegagalan itu terjadi
tetapi sebelum para konsumen mengetahuinya. Nilai detection dinilai dari skala 1
sampai 10, dimana nilai skala 1 berarti pengendalian memang secara khusus untuk
mendeteksi masalah kegagaln yang terjadi dan angka 10 berarti pengendalian
khusus untuk tidak mendeteksi masalah kegagalan yang terjadi (atau tidak ada
pengendalian sama sekali).

13
3.1.4 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)

Setelah didapatkan nilai rating severity, occurence,dan detection, maka


tahap selanjutnya adalah dengan mengalikan nilai rating tersebut untuk
mendapatkan nilai RPN yang kemudian dilakukan pengurutan berdsarkan nilai
RPN tertinggi sampai yang rendah. Setelah diurutkan nilai RPN, menentukan nilai
presentase kumulatif RPN dan disajikan dalam bentuk diagram pareto. Nilai
presentase kumulatif RPN dibentuk dalam skala prioritas berdasarkan
pengelompokan data 80-20%.

3.1.5 Usulan Perbaikan Dan Pengendalian

Usulan perbaikan dan pengendalaian dalam tahap pencegahan pada suatu


produk dilakukan sebagai tindakan korektif yang mampu dikukan pada proses
produksi selanjutnya.

3.1.6 Kesimpulan dan Saran

Dari hasil seluruh perhitungan dan analisis mengunakan metode FMEA


dapat dilampirkan kesimpulan dan saran yang bermanfaat pada perusahaan.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.2.1 Identifikasi Jenis Kegagalan yang Terjadi

Identifikasi jenis cacat Jenis jenis cacat yang terjadi pada produk isolator
adalah sebagai berikut :

14
1. Cacat Short Shot
Short Shot adalah suatu kondisi dimana, leburan biji plastik PA 66 yang
akan diinjeksikan kedalam mattres tidak mencapai kapasitas yang ideal
atau sesuai settingan mesin.
2. Cacat Massa tidak sesuai
Cacat masa yang tidak sesuai adalah massa yang ada pada produk isolator
tidak mencapai berat minimal 50 gram.
3. Cacat terisi sebagian
Cacat Terisi sebagian adalah suatu kondisi dimana, leburan biji plastik PA
66 yang akan diinjeksikan kedalam mattres tidak memenuhi isi matters
sehingga hasil proses produksi tidak sesuai bentuk cetakan mattres.
3.2.2 Identifikasi Penyebab Kegagalan Tersebut

Hasil identifikasi akibat kegagalan terjadi pada produk isolator


dapat dilihat pada Tabel 3-2.

Tabel 3-5 Hasil Identifikasi Akibat Kegagalan Produk Isolator

15
3.2.3 Perhitungan dan Pengurutan Nilai RPN (Risk Priority Number)

Setelah melakukan identifikasi akibat kegagalan produk isolator tahap


selanjutnya adalah menentukan nilai rating severity, occurance, dan detection.
Nilai RPN menunjukan keseriusn dari potensial failure. Niai RPN didapatkan dari
hasil perkalian nilai SOD (severity, occurance, dan detection). Tahap setelah
mendapatkan nilai RPN adalah mengurutkan nilai RPN dari nilai terbsesar hingga
nilai RPN terkecil. Selanjutnya dilakukan perhitungan presentase RPN dan
presentase kumulatif RPN. Presentase potential cause cacat pada produk isolator
dapat dilihat pada Tabel 3-3.

Tabel 3-6 Presentase Potential Cause Cacat Pada Produk Isolator

16
Terdapat 8 potential cause yang masuk dalam 80% total presentase
kumulatif yang akan diidentifikasi secara lebih mendalam menggunakan metode
FTA. Potential cause yang akan diindentifikasi menggunakan metode FTA adalah
sebagai berikut:
1. Tidak adanya pemeriksaan mattres sebelum proses produksi
2. Seal oli bocor
3. Kesalahan dalam penyetingan alignment nozzle
4. Kesalahan pengaturan waktu injeksi
5. Kesalahan pengaturan kecepatan injeksi
6. Adanya sentuhanantara screw dengan dinding barrel
7. Clamping sudah aus
8. Tidak ada perawatan heater secara berkala

3.3 Analisis dan Usulan Perbaikan

Pengendalian pada 3 nilai RPN terbesar dimaksudkan untuk memfokuskan


perbaikan pada penyebab-penyebab utama pada cacat produk isolator.
Pengendalian pada perbaikan nilai RPN pada potential cause tidak adanya
pemeriksaan mattres secara berkala dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 3-7 Pengendalian Tidak Adanya Pemeriksaan Mattres Secara Berkala

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarakan hasil pengamatan pada PT. IPMS (Inti Pindad Mitra


Sejati),dapat diambil kesimpulan mengenai identifikasi penyebab cacat pada

17
produk isolator serta usulan peningkatan pengendalian pada produk isolator.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan pengendalian
kualitas komponen isolator adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 15 potetntial cause dengan nilai RPN terbesar yaitu potential
cause tidak adanya pemeriksaan mattres sebelum proses produksi dengan
nilai 448 sedangkan nilai RPN terkecil yaitu potential cause kebisingan
dan tata letak kurang rapi dengan nilai 8.
2. Usulan perbaikan berdasrkan 8 potential cause adalah:
a. Diberikan informasi secara lisan maupun tertulis kepada operator
mengenai cara kerja mesin.
b. Pelatihan penggunaan mesin kepada operator.
c. Operator diberikan buku panduan penggunaan mesin.
d. Diberikannya tools untuk melakukan pemeriksaan komponen mesin.
e. Adanya penambahan waktu istirahat untuk operator.
f. Adanya pengawasan dan pengontrolan sebelum proses produksi.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis yang telah


dilakukan terhadap sistem perusahaan dan sistem pengendalian kualitas,
penulis memiliki saran sebagai acuan perusahaan untuk melakukan evaluasi
yang dianggap perlu agar lebih ideal. Saran yang dapat bermanfaat bagi pihak
perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Dilakukannya implementasi terhadapat usulan perbaikan yang
telah diberikan.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dan
menetukan potetntial cause penyebab utama produk cacat
isolator.
3. Melakukan pelatihan kepada karyawan agar dapat
mengoperasikan mesin lebih baik, sehingga dapat meminimasi
kecacatan yang terjadi karena faktor operator.

19
4. Perusahaan melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan
Standard Operasional Procedure (SOP) yang dijalankan.

DAFTAR PUSTAKA

Evans, J.R &Lindsay, W.M 2007. Pengantar Six Sigma; An Introduction to Six
Sigma and Process Improvement. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Stamatis,D.H.,1995,Failure Mode and Effect Analysisi: FMEA from Theory to


Execution, ASQC Quality Press, Milwaukee.

20

Anda mungkin juga menyukai